BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Emboli cairan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban
memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan
shock. Sindrom cairan ketuban adalah sebuah gangguan langka dimana sejumlah besar
cairan ketuban tiba – tiba memasuki aliran darah. Emboli cairan ketuban adalah masuknya
cairan ketuban beserta komponennya ke dalam sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud
komponen di sini ialah unsur-unsur yang terdapat di air ketuban seperti lapisan kulit janin
yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin, dan musin/cairan kental. yang dapat
menghambat pembuluh darah dan mencairkan darah yang mempengaruhi koagulasi. Dua
tempat utama masuknya cairan ketuban dalam sirkulasi darah maternal adalah vena yang
dapat robek sekalipun pada persalinan normal. Ruptura uteri meningkatkan kemampuan
masuknya cairan ketuban. (dr. Irsjad Bustaman, SpOG.2009)
Emboli cairan ketuban dapat terjadi bila ada pembukaan pada dinding pembuluh
darah dan dapat terjadi pada wanita tua/ usia lebih dari 30 tahun, sindrom janin mati,
Multiparitas, Janin besar intrauteri, Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi,
Menconium dalam cairan ketuban dan kontraksi uterus yang kuat. Dua puluh lima persen
wanita yang menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1 jam. Emboli air ketuban atau
EAK (Amniotic fluid embolism) merupakan kasus yang sangat jarang terjadi. Kasusnya
antara 1 : 8.000 sampai 1 : 80.000 kelahiran. Bahkan hingga tahun 1950, hanya ada 17 kasus
yang pernah dilaporkan. Sesudah tahun 1950, jumlah kasus yang dilaporkan sedikit
meningkat. Dalam kenyataannya memang emboli cairan ketuban jarang dijumpai, namun
kondisi ini dapat mengakibatkan kematian ibu dengan cepat. Sekalipun mortalitas tinggi,
emboli cairan tidak selalu membawa kematian pada tiap kasus. 75% wanita meninggal
sebagai akibat langsung emboli. Sisanya meninggal akibat perdarahan yang tidak terkendali.
Meskipun jarang terjadi, tetapi bila edema cairan ketuban terjadi pada wanita, maka akan
menyumbat aliran darah ke paru, yang bila meluas akan mengakibatkan penyumbatan
dijantung, sehinggaa iskemik dan kematian jantung secara mendadak bisa terjadi. Karena
wanita tersebut akan mengalami gangguan penapasan, syok, hipotermi, Dyspnea, Batuk,
Hipotensi perubahan pada membran mukosa akibat dari hipoksia Cardiac arrest. Koagulopati
atau pendarahan parah karena tidak adanya penjelasan lain (DIC terjadi di 83% pasien.).
Risiko emboli cairan ketuban tidak bisa diantisipasi jauh-jauh hari karena emboli paling
1
sering terjadi saat persalinan. Dengan kata lain, perjalanan kehamilan dari bulan ke bulan
yang lancar-lancar saja, bukan jaminan ibu aman dari ancaman EAK. Sementara bila di
persalinan sebelumnya ibu mengalami EAK, belum tentu juga kehamilan selanjutnya akan
mengalami kasus serupa. Begitu juga sebaliknya.
2.2 Rumusan masalah
a) apa yang dimaksud emboli air ketuban ?
b) apa penyebab timbulnya emboli air ketuban ?
c) apa saja faktor – faktor resiko dari emboli air ketuban ?
d) bagaimana gejala klinis dari emboli air ketuban ?
e) bagaimana diagnosis sampai penanganan emboli air ketuban ?
2.3 Tujuan dan Manfaat
Menambah wawasan pengetahuan tentang emboli air ketuban :
a) untuk mengetahui apa yang dimaksud emboli air ketuban
b) untuk mengetahui penyebab timbulnya emboli air ketuban
c) untuk mengetahui faktor – faktor resiko dari emboli air ketuban
d) untuk mengetahui gejala klinis dari emboli air ketuban
e) untuk mengetahui diagnosis sampai penanganan emboli air ketuban
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Cairan Ketuban
Merupakan semacam cairan yang memenuhi seluruh rahim dan memiliki berbagai
fungsi untuk menjaga janin. Di antaranya, memungkinkan janin dapat bergerak dan tumbuh
bebas ke segala arah, melindungi terhadap benturan dari luar, barier terhadap kuman dari luar
tubuh ibu, dan menjaga kestabilan suhu tubuh janin. Ia juga membantu proses persalinan
dengan membuka jalan lahir saat persalinan berlangsung maupun sebagai alat bantu
diagnostik dokter pada pemeriksaan amniosentesis. Air ketuban mulai terbentuk pada usia
kehamilan 4 minggu dan berasal dari sel darah ibu. Namun sejak usia kehamilan 12 minggu,
janin mulai minum air ketuban dan mengeluarkan air seni. Sehingga terhitung sejak
pertengahan usia kehamilan, air ketuban sebagian besar terbentuk dari air seni janin.Pada
kehamilan normal, saat cukup bulan, air ketuban jumlahnya sekitar 1.000 cc.
2.2 Emboli Air ketuban
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban
memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan
shock. Dua puluh lima persen wanita yang menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1
jam. Emboli cairan ketuban jarang dijumpai. Kemungkinan banyak kasus tidak terdiagnosis
yang dibuat adalah shock obastetrik, perdarahan post partum atau edema pulmoner akut. Cara
masuknya cairan ketuban Dua tempat utama masuknya cairan ketuban kedalam sirkulasi
darah maternal adalalah vena endocervical ( yang dapat terobek sekalipun pada persalinan
normal ) dan daerah utero plasenta.Ruputra uteri meningkat kemungkinan masuknya cairan
ketuban. Abruption plasenta merupakan peristiwa yang sering di jumpai, kejadian ini
mendahului atau bersamaan dengan episode emboli.
Menurut dr. Irsjad Bustaman, SpOG Emboli air ketuban (EAK) adalah masuknya
cairan ketuban beserta komponennya ke dalam sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud
komponen di sini ialah unsur-unsur yang terdapat di air ketuban seperti lapisan kulit janin
yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin, dan musin/cairan kental. Emboli air ketuban
atau EAK (Amniotic fluid embolism) merupakan kasus yang sangat jarang terjadi. Kasusnya
antara 1 : 8.000 sampai 1 : 80.000 kelahiran. Bahkan hingga tahun 1950, hanya ada 17 kasus
3
yang pernah dilaporkan. Sesudah tahun 1950, jumlah kasus yang dilaporkan sedikit
meningkat.
EAK umumnya terjadi pada kasus aborsi, terutama jika dilakukan setelah usia
kehamilan 12 minggu. Bisa juga saat amniosentesis (tindakan diagnostik dengan cara
mengambil sampel air ketuban melalui dinding perut). Ibu hamil yang mengalami trauma /
benturan berat juga berpeluang terancam EAK. Namun, kasus EAK yang paling sering terjadi
justru saat persalinan atau beberapa saat setelah ibu melahirkan (postpartum). Baik persalinan
normal atau sesar tidak ada yang dijamin 100% aman dari risiko EAK, karena pada saat
proses persalinan, banyak vena-vena yg terbuka, yang memungkinkan air ketuban masuk ke
sirkulasi darah ibu. Emboli air ketuban merupakan kasus yang berbahaya yang dapat
membawa pada kematian. Bagi yang selamat, dapat terjadi efek samping seperti gangguan
saraf.
2.3 Etiologi
Patofisiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi kerusakan
penghalang fisiologi antara ibu dan janin sehingga bolus cairan amnion memasuki sirkulasi
maternal yang selanjutnya masuk kedalam sirkulasi paru dan menyebabkan :
 Kegagalan perfusi secara masif
 Bronchospasme
 Renjatan
a. Multiparitas dan Usia lebih dari 30 tahun
Shock yang dalam yang terjadi secara tiba – tiba tanpa diduga pada wanita yang
proses persalinanya sulit atau baru saja menyelesaikan persalinan yang sulit . Khususnya
kalau wanita itu multipara berusia lanjut dengan janin yang amat besar , mungkin sudah
meningal dengan meconium dalam cairan ketuban, harus menimbulkan kecurigaan, pada
kemungkinan ini ( emboli cairan ketuban ) .
b. Janin besar intrauteri
Menyebabkan rupture uteri saat persalinan, sehingga cairan ketubanpun dapat
masuk melalui pembuluh darah.
c. Kematian janin intrauteri
4
Juga akan menyebabkan perdarahan didalam, sehingga kemungkinan besar akan
ketuban pecah dan memasuki pembuluh darah ibu, dan akan menyumbat aliran darah
ibu, sehingga lama kelamaan ibu akan mengalami gangguan pernapasan karena cairan
ketuban menyubat aliran ke paru, yang lama kelamaan akan menyumbat aliran darah ke
jantung, dengan ini bila tidak tangani dengan segera dapat menyebabkan iskemik bahkan
kematian mendadak.
d. Menconium dalam cairan ketuban
e. Kontraksi uterus yang kuat
Kontraksi uterus yang sangat kuat dapat memungkinkan terjadinya laserasi atau
rupture uteri, hal ini juga menggambarkan pembukaan vena, dengan pembukaan vena,
maka cairan ketuban dengan mudah masuk ke pembuluh darah ibu, yang nantinya akan
menyumbat aliran darah, yang mengakibatkan hipoksia, dispue dan akan terjadi
gangguan pola pernapasan pada ibu.
f. Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi
Dengan prosedur operasi tidak jauh dari adanya pembukaan pembuluh darah, dan hal
ini dapat terjadi ketuban pecah dan masuk ke pembuluh darah ibu.
2.4 Fisiologi
Ketuban (Amnion) manusia pertama kali dapat diidentifikasi pada sekitar hari ke-7
atau ke-8 perkembangan mudigah. Pada awalnya sebuah vesikel kecil yaitu amnion,
berkembang menjadi sebuah kantung kecil yang menutupi permukaan dorsal mudigah.
Karena semakin membesar, amnion secara bertahap menekan mudigah yang sedang tumbuh,
yang mengalami prolaps ke dalam rongga amnion.
Cairan ketuban (amnion) pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena
adanya campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang berasal dari lanugo, sel
epitel, dan material sebasea. Volume cairan amnion pada keadaan aterm adalah sekitar 800
ml, atau antara 400 ml -1500 ml dalam keadaan normal. Pada kehamilan 10 minggu rata-rata
volume adalah 30 ml, dan kehamilan 20 minggu 300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada kehamilan
30 minggu, cairan amnion lebih mendominasi dibandingkan dengan janin sendiri.
5
Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki peran
tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion sebagian besar
diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion.
Dengan bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan amnion didominasi oleh kulit
janin dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai
kehilangan permeabilitas, ginjal janin mengambil alih peran tersebut dalam memproduksi
cairan amnion.
Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion di sekresikan dari urin
janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan menggunakan
radioisotop, terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma ibu dan cairan amnion.
Pada kondisi dimana terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis ginjal, akan
menyebabkan oligohidramnion dan jika terdapat gangguan menelan pada janin, seperti atresia
esophagus, atau anensefali, akan menyebabkan polihidramnion
2.6 Patofisiologi
Studi-studi pada primate dengan menggunakan injeksi cairan amnion homolog, serta
study yang dilakukan secara cermat terhadap model kambing, menghasilkan penanaman yang
penting tentang kelainan hemodinamik sentral (Adamsons dkk, 1971, Hankins dkk,1993,
Stolte dkk, 1976). Setelah suatu fase awal hipertensi paru dan sistemik yang singkat, terjadi
penurunan resistensi vaskuler sistemik dan indeks kerja pulsasi ventrikel kiri ( Clark dkk,
1988). Pada fase awal sering dijumpai desaturasi oksigen transient tetapi mencolok sehingga
sebagian besar pasien yang selamat mengalami cedera neurologist (Harvey dkk, 1996). Pada
wanita yang bertahan hidup melewati fase kolaps kardiovaskuler awal, sering terjadi fase
sekunder berupa cedera paru dan koagulopati.
Keterkaitan hipertonisitas uterus dengan kolaps kardiovaskuler tampaknya lebih
berupa efek daripada kausa emboli cairan amnion (Clark dkk, 1995). Memang aliran darah
uterus berhenti total apabila tekanan intrauterine melebihi 35 sampai 40 mmHg (Towell,
1976). Dengan demikian . kontraksi hipertonik merupakan waktu yang paling kecil
kemungkinannya terjadi pertukaran janin-ibu. Demikian juga, tidak terjadi hubungan sebab
akibat antara pemakaian oksitosin dengan emboli cairan amnion dan frekuensi pemakaian
oksitosin tidak meningkat pada para wanita ini (American College Of Obstetricians and
Gynecologists, 1993).
Pathophysiology dari EAK yang kurang dipahami. Berdasarkan deskripsi awal, ia
berteori bahwa cairan ketuban dan sel-sel janin memasuki sirkulasi ibu, mungkin memicu
6
reaksi anafilaksis terhadap antigen janin. Namun, bahan janin tidak selalu ditemukan dalam
sirkulasi ibu pada pasien dengan EAK, dan materi berasal dari janin yang sering ditemukan
pada wanita yang tidak mengembangkan EAK.
Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin melalui laserasi
pada vena endoservikalis selama diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan laserasi pada
segmen uterus bagian bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban pecah dan
pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena
rasa mulas yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya berkemungkinan masuk ke
dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk sirkulasi darah tanpa
mengakibatkan masalah tapi pada beberapa ibu dapat terjadi respon inflamasi yang
mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok anafilaksi atau syok sepsis. Selain itu,
jika air ketuban tadi dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu dan sumbatan di
paru-paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbul
dua gangguan sekaligus, yaitu pada jantung dan paru-paru. Pada fase I, akibat dari
menumpuknya air ketuban di paru-paru terjadi vasospasme arteri koroner dan arteri
pulmonalis. Sehingga menyebabkan aliran darah ke jantung kiri berkurang dan curah jantung
menurun akibat iskemia myocardium. Mengakibatkan gagal jantung kiri dan gangguan
pernafasan. Perempuan yang selamat dari peristiwa ini mungkin memasuki fase II. Ini adalah
fase perdarahan yang ditandai dengan pendarahan besar dengan rahim atony dan Coagulation
Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah koagulasi sekunder mempengaruhi sekitar 40%
ibu yang bertahan hidup dalam kejadian awal.
Dalam hal ini masih belum jelas cara cairan amnion mencetuskan pembekuan.
Kemungkinan terjadi akibat dari embolisme air ketuban atau kontaminasi dengan mekonium
atau sel-sel gepeng menginduksi koagulasi intravaskuler.
2.6 Tanda gejala
Tanda dan gejala embolisme cairan amnion ( Fahy , 2001 ) antara lain :

Hipotensi ( syok ), terutama disebabkan reaksi anapilactis terhadap adanya bahan –
bahan air ketuban dalam darah terutama emboli meconium bersifat lethal.

Gawat janin ( bila janin belum dilahirkan )

Edema paru atau sindrom distress pernafasan dewasa.

Henti kardiopulmoner

Sianosis

Koagulopati
7

Dispnea / sesak nafas yang sekonyong – konyongnya

Kejang , kadang perdarahan akibat KID merupakan tanda awal.
2.7 Gambaran klinis
Shock yang dalam yang terjadi secara tiba – tiba tanpa diduga pada wanita yang
proses persalinanya sulit atau baru saja menyelesaikan persalinan yang sulit . Khususnya
kalau wanita itu mulipara berusia lanjut dengan janin yang amat besar , mungkin sudah
meningal dengan meconium dalam cairan ketuban, harus menimbulkan kecurigaan, pada
kemungkinan ini ( emboli cairan ketuban ) .Jika sesak juga didahului dengan gejala mengigil
yang diikuti dyspnea , vomitus , gelisah , dll disertai penurunan tekanan darah yang cepat
serta denyut nadi yang lemah dan cepat .Maka gambaran tersebut menjadi lebih lengkap lagi .
Jika sekarang dengan cepat timbul edema pulmoner padahal sebelumnya tidak terdapat
penyakit jantung , diagnosa emboli cairan ketuban jelas sudah dapat dipastikan.
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
a) Gas darah arteri : pO2 biasanya menurun.
b) Tekanan vena sentralis dapat meningkat, normal, atau subnormal tergantung pada
kuantitas hilangnya darah. Darah vena sentralis dapat mengandung debris selular cairan
amninon.
c) Gambaran koagulasi ( fibrinogen, hitung jumlah trombosit, massa protrombin, produk
pecahan fibrin. Dan massa trombo[lastin parsial ) biasanya abnormal , menunjukkan DIC.
d) EKG dapat memperlihatkan regangan jantung kanan akut.
e) Keluaran urin dapat menurun, menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat.
f) Foto toraks biasanya tidak diagnostic tapi dapat menunjukkan infiltrate. Scan paru dapat
memperlihatkan defek perfusi yang sesuai dengan proses emboli paru.
2.9 Penanganan
1. Penatalaksanaan primer bersifat suportif dan diberikan secara agresif.
a) Terapi krusnal , meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan sirkulasi , koreksi defek yang
khusus ( atonia uteri , defek koagulasi )
b) Penggatian cairan intravena & darah diperlukan untuk mengkoreksi hipovolemia &
perdarahan .
c) Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu penanganan atonia uteri.
8
d) Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan ancietas .
e) Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskular dengan menghambat
proses perbekuan
f) Amniofilin ( 250 – 500 mg ) melalui IV mungkin berguna bila ada bronkospasme .
g) Isoproternol di berikan perlahan – lahan melalui Iv untuk menyokong tekanan darah
sistolik kira – kira 100 mmHg
h) Kortikosteroid secara IV mungkin bermanfaat .
i) 0ksigen selalu merupakan indikasi intubasi dan tekan akhir ekspirasi positif (PEEP)
mungkin diperlukan .
j) Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku segar dan sedian
trombosit.
2.Bila anak belum lahir, lakukan Sectio Caesar dengan catatan dilakukan setelah keadaan
umum ibu stabil
3.X ray torak memperlihatkan adanya edema paru dan bertambahnya ukuran atrium
kanan
dan ventrikel kanan.
4.Laboratorium : asidosis metabolik ( penurunan PaO2 dan PaCO2)
5.Terapi tambahan :
a) Resusitasi cairan
b) .Infuse Dopamin untuk memperbaiki cardiac output
c) Adrenalin untuk mengatasi anafilaksis
d) .Terapi DIC dengan fresh froozen plasma
e) Terapiperdarahan pasca persalinandenganoksitosin
f) Segera rawat di ICU
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban
memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan
shock. Cara masuknya cairan ketuban Dua tempat utama masuknya cairan ketuban kedalam
sirkulasi darah maternal adalalah vena endocervical (yang dapat terobek sekalipun pada
persalinan normal) dan daerah utero plasenta.Ruputra uteri meningkat kemungkinan
masuknya cairan ketuban. Abruption plasenta merupakan peristiwa yang sering di jumpai,
kejadian ini mendahului atau bersamaan dengan episode emboli. Etiologinya Kematian janin
intrauteri, Janin besar intrauteri, Multiparitas dan Usia lebih dari 30 tahun. Insidensi yang
tinggi kelahiran dengan operasi, Menconium dalam cairan ketuban, Kontraksi uterus yang
kuat.
Ketika emboli cairan ketuban terjadi, maka akan terjadi penyumbatan aliran darah
ibu, lama-kelamaan akan mengalami penumbatan diparu, bila meluas akan terjadi
penyumbatan aliran darah ke jantung, hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan di jantung,
dan dapat menyebabkan kematian, terutama pada wanita yang sudah tua.
Perdarahan juga bisa terjadi, akibat emboli cairan ketuban, sehingga pasien akan mengalami
kekurangan volume cairan akibat perdarahan, jika tidak diatasi segera, pasien dapat
mengalami syok.
3.2 Saran
Dengan makalah ini penulis berharap, mahasiswa dapat memahami konsep teori
beserta asuhan kebidanan emboli cairan ketuban, meskipun emboli cairan ketuban jarang
10
ditemukan, namun sebagai tim medis harus tetap waspada akan terjadinya emboli cairan
ketuban, sehingga secara tidak langsung dapat mengurango mortalitas ibu dan bayi.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arief dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media Ascula Plus
Prof. Dr.dr.Gulardi, Hanifa.Winkjosastro, SPOG.2002. Buku Panduan Paktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Bambang Widjanarko, 2009.Emboli-air-ketuban http://reproduksiumj.blogspot.com
Eca http://Midwiferyeducator.Wordpress.Com
http://fkunhas.com/emboli-air-ketuban-eak-20100619156.html
Aini, 2011. emboli-cairan-ketuban. http://ainicahayamata.wordpress.com
Emir
Fakhrudin,
2009.
fisiologi-dan-patologi-cairan-amnionhttp://www.emir-
fakhrudin.com
11
12
Download