Analisis Kinerja Keuangan PT Astra Agro Lestari

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pasar Modal
Berdasarkan UU RI No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal, disebutkan
bahwa pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran
umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek
yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Menurut Suad Husnan (2004), pasar modal didefinisikan sebagai pasar untuk
berbagai
instrumen
keuangan
(sekuritas)
jangka
panjang
yang
bisa
diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, baik yang
diterbitkan oleh pemerintah, public authorities maupun perusahaan swasta.
2.2. Kinerja Keuangan Perusahaan
Menurut Lesmana dan Surjanto (2003) kinerja keuangan adalah analisis
keuangan yang pada dasarnya dilakukan untuk melakukan evaluasi kinerja di
masa yang lalu. Analisis keuangan tersebut dilakukan dengan melakukan
berbagai analisis, sehingga mampu diperoleh posisi keuangan perusahaan yang
mewakili realitas perusahaan dan potensi-potensi yang kinerjanya akan
berlanjut.
Analisis kinerja terbaru yang dikembangkan oleh lembaga konsultan
Stern Stewart & Co yaitu analisis nilai tambah ekonomis (Economic Value
Added/EVA). EVA mempertimbangkan biaya modal, sehingga kepentingan
pemegang saham terpenuhi. Analisa kinerja dilakukan berdasarkan data laporan
keuangan dari emiten yang terdaftar.
2.3. Laporan Keuangan
Laporan Keuangan umumnya terdiri dari neraca, perhitungan laba rugi dan
laporan perubahan modal, dimana neraca menunjukkan jumlah aktiva, utang dan
modal dari suatu perusahaan pada periode waktu tertentu. Perhitungan laba rugi
memperlihatkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan serta biaya yang
terjadi selama periode tertentu. Sedangkan laporan perubahan modal
menunjukkan sumber dan penggunaan juga alasan-alasan yang menyebabkan
perubahan modal perusahaan (Munawir, 1995).
7
Menurut Munawir (1995), pengertian laporan keuangan adalah hasil dari
proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara
data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Adapun pihak
yang berkepentingan terhadap posisi keuangan maupun perkembangan suatu
perusahaan adalah pemilik perusahaan, manajer yang bersangkutan, kreditur,
banker, investor dan pemerintah.
2.4. Rasio Keuangan
Menurut Munawir (1995), rasio keuangan menggambarkan mathematical
relationship (hubungan atau perimbangan) antara jumlah tertentu dengan jumlah
lainnya pada laporan keuangan. Penggunaan rasio keuangan akan menjelaskan
dan memberikan gambaran tentang baik buruknya keadaan serta posisi keuangan
perusahaan, terutama bila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka
pembanding yang digunakan sebagai standar industri.
Menurut Keown, et al. (2001), rasio keuangan membantu kita
mengidentifikasi beberapa kekuatan dan kelemahan keuangan perusahaan.
Analisis rasio dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok yaitu: (1) rasio
likuditas, (2) rasio solvabilitas, (3) rasio aktivitas dan (4) rasio rentabilitas
(profitabilitas).
Rasio keuangan memiliki beberapa keterbatasan, antara lain:
1.
Perhitungan analisis rasio didasarkan atas catatan akuntansi dan laporan
akuntansi, sehingga apabila dibandingkan rasio satu perusahaan dengan
perusahaan yang lain dapat mengakibatkan interpretasi yang berbeda.
2.
Seorang analis tidak bisa menyatakan bahwa rasio suatu perusahaan lebih
bagus dibanding yang lain tanpa analisis yang mendalam. Sebagai contoh,
perputaran persediaan yang tinggi tidak selalu berarti efektifitas perusahaan
baik. Rasio perputaran persediaan dengan membandingkan antara penjualan
dan persediaan akhir memiliki kelemahan karena ada kemungkinan
perusahaan kekurangan persediaan pada akhir tahun yang mengakibatkan
gangguan produktifitas tahun yang sesudahnya. Tetapi ini menunjukkan
perputaran persediaan tampak tinggi sebab persediaan akhir rendah.
8
3.
Manajemen dalam menyajikan rasio, karena rasio adalah analisis jangka
pendek, bisa memanipulasi dengan sah, yaitu dengan menggeser angkaangka yang secara akuntansi diperkenankan. Misalnya, melalui perkiraan
penghapusan dan penyusutan cadangan.
Sementara dari sisi ROE sebagai salah satu pengukur kinerja yang paling
banyak digunakan oleh para manajer dan investor ternyata mengandung
beberapa distorsi, yaitu:
1.
Distorsi finansial, karena ROE akan bereaksi terhadap setiap perubahan
kombinasi antara kewajiban dan ekuitas yang digunakan perusahaan. Bila
peningkatan ROE ditetapkan sebagai sasaran perusahaan maka manajer
cenderung untuk menggunakan
hutang untuk membiayai aktifitas
perusahaan daripada dengan ekuitas.
2.
Distorsi akuntansi, karena ROE dihitung dengan membagi Net Icome
dengan ekuitas, dimana income tersebut mengandung distorsi akibat standar
akuntansi seperti alternatif pemilihan pencatatan akuisisi dengan purchase
method atau pooling method.
3.
Salah satu distorsi lainnya adalah diperbolehkannya perusahaan untuk
menggunakan teknik LIFO ketika harga naik atau FIFO sebagai alternatif
pencatatan persediaan.
Dengan demikian besarnya
laba
akuntansi
perusahaan tersebut dapat direkayasa sedemikian rupa tergantung dari
kepentingan perusahaan sendiri.
Dalam menganalisis setiap rasio-rasio, angka yang diperoleh dari
perhitungan tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Rasio-rasio tersebut dapat
berarti jika:
1.
Terdapat perbandingan dengan perusahaan sejenis yang mempunyai tingkat
resiko yang hampir sama
2.
Terdapat analisis kecenderungan (trend) dari setiap rasio-rasio pada tahun
sebelumnya.
2.4.1
Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan membayar kewajiban jangka pendek. Masalah likuiditas timbul
apabila suatu perusahaan melakukan transaksi secara besar-besaran, di luar
kemampuan yang dimiliki atau overtrading, sehingga perusahaan tidak dapat
9
melakukan kewajiban jangka pendeknya meskipun mempunyai prospek yang
menjanjikan. Tingkat likuiditas dapat dilihat pada rasio-rasio dibawah:
1.
Current Ratio (CR)
Current Ratio didapat dengan cara membagi aktiva lancar dengan hutang
lancar. Nilai CR rendah akan berdampak pada resiko piutang dan
persediaan. Indikator CR adalah semakin rendah CR, maka semakin buruk
tingkat
likuiditas
sebuah perusahaan,
semakin tinggi CR
berarti
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya baik.
2. Acid Test (quick) Ratio
Quick Ratio adalah rasio yang membagi aktiva lancar dikurangi persediaan
dengan hutang lancar.
2.4.2 Rasio Solvabilitas
Rasio Solvabilitas adalah rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan
memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya.
1. Total Debt to Total Asset Ratio (TDTA)
Definisi total debt to total asset ratio atau yang disebut juga rasio hutang
adalah rasio yang membandingkan antara total hutang dengan total aktiva.
Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur seberapa besar perusahaan memakai
hutang untuk kegiatan operasional.
2. Time Interest Earned Ratio (TIE)
Rasio hutang ini membagi laba sebelum hutang dan pajak (EBIT) dengan
beban bunga, yakni laba operasi dibagi dengan beban bunga. Rasio ini
bertujuan mengetahui seberapa jauh laba mengalami penurunan, tanpa
mengganggu kewajiban perusahaan terhadap kreditur. Semakin tinggi TIE,
semakin sehat kondisi perusahaan.
2.4.3 Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas dipakai untuk mengukur aktivitas suatu perusahaan dalam
mengelola sumber dana yang dimilikinya. Definisi rasio aktivitas adalah rasio
yang membandingkan antara penjualan dengan berbagai aktiva pendukung untuk
penjualan. Data yang dipakai berasal dari data laporan laba/rugi. Kondisi
perusahaan dikatakan sehat apabila angka yang dihasilkan dari berbagai
perhitungan semakin besar. Artinya, perusahaan dapat menciptakan volume
10
bisnis yang besar (efektif) walaupun persediaan aktiva tetap atau total aktiva
dalam jumlah yang sama.
1. Inventory Turnover (Perputaran Persediaan)
Inventory turnover adalah rasio yang membagi antara penjualan dengan
persediaan. Persediaan dapat ditentukan secara rata-rata.
2. Average Collection Period
Tujuannya untuk mengukur seberapa efektif perusahaan dalam menagih
piutang. Menurut teori keuangan, semakin tinggi rata-rata pengembalian
piutang berarti semakin tinggi pula dana yang diserap oleh piutang. Artinya,
rata-rata pengembalian berbanding lurus dengan sumber daya yang diserap
oleh piutang. Dalam mencari rata-rata pengembalian piutang, diperlukan 2
langkah. Pertama, mencari rata-rata penjualan/hari. Langkah ini untuk
membandingkan antara penjualan selama kuartal/setahun dengan jumlah hari
dalam setahun/kuartal. Kedua, menghitung rata-rata pengumpulan piutang.
Rasio yang membandingkan antara piutang dengan langkah pertama
(perhitungan rata-rata penjualan harian).
3. Fixed Asset Turnover
Perputaran aktiva tetap adalah resiko yang membandingkan antara penjualan
dan aktiva tetap, dengan tujuan untuk mengukur efektifitas pemakaian aktiva
tetap. Indikatornya: semakin tinggi rasio perputaran aktiva tetap, semakin
efektif manajemen perusahaan dalam pemakaian aktiva tetap, rasio rendah
membuat manajemen bekerja keras memutar otak untuk mengevaluasi
strategi, pemasaran pengeluaran modal pada perusahaan.
4. Total Asset Turnover
Rasio ini digunakan untuk mengukur efektifitas penggunaan total aktiva.
Total asset turnover adalah perbandingan penjualan dengan total aktiva.
2.4.4 Rasio Profitabilitas
Menurut Brigham dan Houston (2001), rasio rentabilitas atau sering juga
disebut rasio profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan
keputusan. Dapat juga dikatakan bahwa rasio rentabilitas merupakan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Rasio
rentabilitas perusahaan diukur dari kemampuannya dalam menggunakan aktiva
secara produktif. Dengan demikian, rentabilitas perusahaan dapat diketahui
11
dengan membandingkan laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah
aktiva atau modal yang dimiliki perusahaan dalam periode yang sama. Bentuk
rasio profitabilitas adalah:
1. Net Profit Margin
Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan net income (laba bersih) dari kegiatan
operasi pokoknya, atau disebut juga tingkat kemampulabaan suatu
perusahaan.
2. Return on Asset
Return on Asset (ROA) merupakan rasio yang mengukur kemampuan
perusahaan dalam memperoleh laba bersih atas total aset yang dimiliki
perusahaan dan mengindikasikan perusahaan menggunakan seluruh aset yang
tersedia dengan baik. ROA digunakan untuk mengevaluasi aktivitas
keseluruhan perusahaan.
3. Return on Equity
Return on Equity (ROE) mengukur kemampuan manajemen dalam mengelola
ekuitas yang ada untuk mendapatkan laba bersih. ROE menunjukkan
efektivitas dan efisiensi pemakaian modal untuk menghasilkan laba. ROE
berhubungan langsung dengan kekayaan pemegang saham. Semakin tinggi
ROE suatu perusahaan, maka semakin baik perusahaan dalam mengelola
manajemennya (Keown et al., 2001).
2.5. Nilai Tambah Ekonomis
Konsep Nilai Tambah Ekonomis (Economic Value Added/EVA)
dipopulerkan oleh G. Bennet Stewart III, managing partner dari Stern Steward
& Co pada tahun 1991, akan tetapi sebenarnya EVA diluncurkan Stern Stewart
& Co pada tahun 1989. Dasar teoritis dari konsep nilai tambah ekonomis (EVA)
disajikan dalam kertas akademis yang dipublikasikan antara tahun 1958 dan
1961 oleh dua ekonom keuangan, yaitu Merton H. Miller dan Franco
Modigliani. Keduanya memenangkan hadiah nobel dalam bidang ekonomi pada
tahun 1990 dan 1985. Mereka berargumentasi bahwa laba ekonomis merupakan
sumber penciptaan nilai di perusahaan dan bahwa tingkat pengembalian
ditentukan berdasarkan risiko yang diharapkan oleh investor. Akan tetapi, Miller
12
dan Modigliani tidak memberikan teknik untuk mengukur laba ekonomis dalam
suatu perusahaan. Barulah pada tahun 1990-an konsep EVA mulai digunakan
secara luas, tepatnya dipopulerkan pertama kali oleh G. Bennett Stewart III.
EVA adalah nilai tambah yang diberikan oleh manajemen kepada
pemegang saham selama satu tahun tertentu (Bringham dan Houston, 2001).
EVA membantu manajer memastikan bahwa perusahaannya dapat menambah
nilai pemegang saham, sementara investor dapat menggunakan EVA untuk
mengetahui saham mana yang akan meningkatkan nilainya.
Penilaian kinerja keuangan dengan menggunakan konsep EVA lebih
unggul daripada menggunakan ROE (Return on Equity) dan ROA (Return on
Asset) yang mengukur rasio laba terhadap investasi, asset dan ekuitas. EVA
mengukur nilai tambah yang dihasilkan perusahaan kepada investor. Seperti
halnya hukum besi investasi, semakin tinggi tingkat risiko maka tinggi pula
tingkat pengembalian yang dituntut investor, model ini diangkat dari konsep
biaya modal. Dengan pendekatan EVA, kemampuan perusahaan dalam
memberdayakan kapitanya menjadi transparan karena biaya modal, termasuk
premi risikonya pun ikut dihitung.
Menurut Young dan O’Byrne (2001), EVA sama dengan Net Operating
Profit After Tax (NOPAT) dikurangi biaya modal. NOPAT merupakan laba
operasi perusahaan setelah pajak dan mengukur laba yang diperoleh perusahaan
dari operasi berjalan. Biaya modal sama dengan modal yang diinvestasikan oleh
perusahaan dikalikan rata-rata tertimbang dari biaya modal (Weighted Average
Cost of Capital / WACC). WACC sama dengan jumlah biaya dari setiap
komponen modal yaitu hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, dan
ekuitas pemegang saham, ditimbang berdasarkan proporsi relatifnya dalam
struktur modal perusahaan pada nilai pasar.
Modal yang diinvestasikan adalah jumlah seluruh keuangan perusahaan,
terlepas dari kewajiban jangka pendek, passiva yang tidak menanggung bunga
(non interest bearing liabilities) seperti hutang upah yang akan jatuh tempo dan
pajak yang akan jatuh tempo. Modal yang diinvestasikan sama dengan jumlah
ekuitas pemegang saham, seluruh hutang jangka pendek dan jangka panjang
yang menanggung bunga, hutang dan kewajiban jangka panjang lainnya.
13
Jadi komponen EVA terdiri dari Net Operating After Tax – NOPAT (laba
bersih setelah pajak), dan Cost of Capital-COC (biaya modal). Biaya modal
(COC) merupakan perkalian antara Weighted Average Cost of Capital
(WACC=biaya modal rata-rata tertimbang) dengan Invested Capital (IC= modal
yang diinvestasikan).
Rumus lengkapnya:
EVA = NOPAT – Cost of Capital ……………………………………..(1)
= NOPAT – (WACC x Invested Capital)……………...................(2)
Dimana:
NOPAT
=
laba operasi setelah pajak
WACC
= biaya modal rata-rata tertimbang
Invested Capital = jumlah modal yang tersedia bagi perusahaan untuk
membiayai usahanya yang terdiri dari hutang dan
modal sendiri.
Sehingga dalam analisis EVA mempunyai lima langkah utama yang perlu
dilakukan dalam mengukur nilai, yaitu:
1. Menghitung laba operasi bersih sesudah pajak (NOPAT).
2. Menghitung biaya modal yang diinvestasikan (Invested Capital).
3. Mengitung biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of
Capital / WACC) dari seluruh komposisi modal perusahaan.
4.
Menghitung biaya modal perusahaan yang terdiri dari beberapa sumber
pembiayaan.
5.
Menghitung Economic Value Added (EVA).
2.5.1 Laba Operasi Bersih Sesudah Pajak
Menurut Tunggul (2001), Laba Operasi Bersih Sesudah Pajak (Net
Operating Profit After Tax/NOPAT) adalah laba yang diperoleh dari operasi
perusahaan setelah dikurangi pajak penghasilan, tetapi termasuk biaya keuangan
dan biaya penyusutan. Perusahaan yang membiayai bisnisnya dari utang atau
modal sendiri, maka nilai NOPAT akan identik. Dan untuk perhitungan NOPAT
dapat dilakukan pada laporan laba rugi perusahaan.
2.5.2 Modal yang diinvestasikan
Modal
yang
diinvestasikan
(Invested
Capital/IC)
merupakan
penjumlahan dari ekuitas pemegang saham, seluruh utang jangka pendek dan
14
jangka panjang yang menanggung bunga, utang dan kewajiban jangka panjang
lainnya (Young dan O’Byrne, 2001).
2.5.3 Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang
Biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital /
WACC) adalah tingkat pengembalian minimum yang dibobot berdasarkan
proporsi masing-masing instrument pembiayaan dalam struktur permodalan
perusahaan yang harus dihasilkan perusahaan untuk memenuhi ekspektasi
kreditor dan pemegang saham. Pembobotan perlu, karena setiap bentuk
pembiayaan yang berbeda baik jangka pendek maupun jangka panjang tidak
sama resikonya bagi investor. Bentuk pembiayaan yang dipergunakan
perusahaan bermacam-macam, tetapi secara umum dapat diklasifikasikan dalam
dua bagian besar yaitu hutang dan ekuitas (Tunggal, 2001). Langkah-langkah
dalam menghitung WACC adalah sebagai berikut:
1. Tentukan proporsi relatif dari berbagai komponen dalam struktur modal
perusahaan.
2. Hitung biaya yang tepat dari setiap komponen sumber dana.
3. Kalikan proporsi relatif dari setiap komponen dengan biaya dari setiap
komponen.
Biaya modal rata-rata tertimbang sebagai tingkat biaya modal dari suatu
perusahaan dapat diformulasikan sebagai berikut:
WACC = kd (1-t) W1 + Ke W2
…..………………..….……(3)
Dimana:
W1 = proporsi hutang
W2 = proporsi modal saham
kd = biaya hutang
Ke = biaya modal saham (biaya ekuitas)
t = tarif pajak
Tingkat biaya penggunaan modal yang diukur melalui pendekatan WACC
akan berubah apabila terjadi perubahan struktur modal ataupun perubahan biaya
dari masing-masing komponen tersebut. Selama struktur modal dan biaya
masing-masing komponen dapat dipertahankan maka tingkat biaya penggunaan
modal tidak akan berubah meskipun ada penambahan atau pengurangan modal
yang digunakan (Gunawan, 2002).
15
2.5.4 Biaya Hutang
Menurut Sartono dalam Prehatiningsih (2007), biaya hutang perusahaan
tidak lain adalah sebesar tingkat keuntungan yang diminta (required rate of
return) oleh investor. Besarnya biaya hutang yang harus dibayar perusahaan
secara umum ditentukan oleh faktor-faktor berikut: (1) Tingkat suku bunga
berjalan (untuk hutang dan dengan suku bunga mengambang), apabila tingkat
suku bunga naik maka biaya hutang yang ditanggung perusahaan pun akan naik
demikian juga sebaliknya; (2) Resiko kegagalan perusahaan yaitu apabila resiko
kegagalan perusahaan meningkat; serta (3) Keuntungan pajak yang disebabkan
atau berhubungan dengan adanya hutang karena beban bunga (interest expense)
mengurangi pajak.
2.5.5 Biaya Modal
Biaya modal (Cost of Capital/COC) adalah tingkat dari pengembalian
yang diharapkan oleh penyedia dana. Dengan kata lain, biaya modal adalah
suatu biaya kesempatan. Tiga langkah penting dalam mengestimasi biaya modal,
yaitu:
1. Identifikasi komponen modal yang harus dimasukkan ke dalam perhitungan
biaya modal.
2. Menentukan biaya untuk setiap komponen modal
3. Mencari biaya rata-rata tertimbang untuk seluruh komponen modal.
Langkah pertama adalah mengidentifikasi dan menentukan biaya dari
masing-masing komponen modal dan kemudian mengkombinasikan komponenkomponen tersebut kedalam biaya modal rata-rata tertimbang (Weight Average
Cost of Capital/WACC). Komponen biaya modal adalah biaya hutang (cost of
debt) dan modal saham (cost of equity).
2.6. Analisis Deret Berkala
Analisis deret berkala (time series) adalah sekumpulan data yang dicatat
dalam suatu periode waktu. Contohnya data pertumbuhan ekonomi Indonesia
dari tahun 1990-2002, data penjualan PT Astra Agro Niaga tahun 1998-2002 dan
data produksi padi setiap musim tahun 1995-2000 (Suharyadi Purwanto, 2003).
Analisis data masa lalu diperlukan karena banyaknya perilaku manusia yang
dipengaruhi kondisi atau waktu sebelumnya. Ada banyak perilaku manusia
16
seperti saat dia memborong beras karena harga sebelumnya sudah mulai naik.
Ada yang tidak memilih saham suatu perusahaan, karena harga sahamnya terus
menurun. Oleh karena alasan baik psikologis maupun teknis, seseorang atau
lembaga membuat keputusan berdasarkan data dan kondisi sebelumnya.
Analisis berkala, baik berupa trend, variasi musiman dan siklus berguna
untuk mengetahui kondisi masa mendatang, atau analisis deret berkala berguna
untuk meramalkan kondisi mendatang. Peramalan baik penjualan, produksi,
pertumbuhan ekonomi dan sebagainya baik jangka pendek (kurang dari satu
tahun), maupun jangka panjang (lebih dari 3 tahun) berguna bagi penyusunan
rencana perusahaan dan negara. Mengetahui kondisi masa depan baik dari sisi
produksi maupun penjualan, mendorong perusahaan untuk mempersiapkan
segala sesuatu sedini mungkin, sehingga hasil yang dicapai dapat optimal.
Deret berkala mempunyai empat komponen, yaitu trend (kecenderungan),
variasi musim (S), variasi siklus (C) dan variasi yang tidak tetap (irregular
variation/I).
2.6.1 Analisis Trend
Trend (T) adalah suatu gerakan kecenderungan naik atau turun dalam
jangka panjang yang diperoleh dari rata-rata perubahan dari waktu ke waktu dan
nilainya cukup rata. Trend data bisa berkala bisa berbentuk trend yang
meningkat dan menurun secara mulus. Trend yang meningkat disebut dengan
trend positif dan trend yang menurun disebut dengan trend yang negatif. Rumus
trend adalah sebagai berikut:
1. Trend Positif
Y’ = a + bX
….....….……………………….……………..(4)
Dimana: a = konstanta
b = tingkat kecenderungan
Apabila X naik satu satuan, maka Y’ akan naik sebesar b satuan.
Trend positif mempunyai slope/gradien/kemiringan garis yang positif
yaitu dari bawah ke atas.
2. Trend Negatif
Y’ = a – bX …………………………………….………….(5)
Dimana: a = konstanta
b = tingkat kecenderungan
17
Apabila X naik satu satuan, maka Y’ akan turun sebesar b satuan.
Trend negatif mempunyai slope/gradien/kemiringan garis yang negatif
yaitu dari atas ke bawah.
Peramalan dengan analisis trend terdapat beberapa cara yaitu:
1. Metode semi rata-rata (semi average method)
2. Metode kuadrat terkecil (least square method)
3. Metode trend kuadratis (quadratic trend method)
4. Metode trend eksponensial (exponential trend method)
2.6.2 Analisis Variasi Musim
Apabila trend berhubungan dengan jangka menengah dan panjang, maka
variasi musiman (S) berhubungan dengan perubahan atau fluktuasi dalam
musim-musim tertentu atau tahunan. Variasi musiman menjelaskan fluktuasi
dalam satuan bulanan atau triwulan atau semester dalam satu tahun. Contohnya
anatara lain: (1) Produksi pertanian, (2) Inflasi dan (3) Harga Saham. Ada
beberapa metode perhitungan untuk mengetahui variasi musim yaitu dengan
mengetahui indeks musim. Beberapa metode tersebut adalah:
1. Metode rata-rata sederhana
2. Metode rata-rata dengan trend
3. Metode rasio rata-rata bergerak
2.6.3 Analisis Variasi Siklus
Siklus (C) yaitu suatu perubahan atau gelombang naik dan turun dalam
suatu periode dan berulang pada periode lain. Contohnya perekonomian
mengalami siklus resesi, pemulihan, boom dan krisis. Suatu siklus biasanya
mempunyai periode tertentu untuk kembali ke titik asal.
2.6.4 Analisis Gerak Tak Beraturan
Gerak tak beraturan (irregular movement-IM) merupakan suatu perubahan
berupa kenaikan dan penurunan yang tidak beraturan baik dari sisi waktu dan
lama dari siklusnya. Banyak penyebab dari gerakan tak beraturan diantaranya
adalah perang, krisis dan bencana alam. Istilah-istilah yang terdapat dalam
tinjauan pustaka dapat dilihat pada Lampiran 1.
18
2.7. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang menganalisis mengenai kinerja keuangan juga dilakukan
oleh Dase Purnama (2009) yang mengambil judul Analisis Kinerja Keuangan
Pada Perusahaan Indeks LQ45. Indeks LQ45 adalah salah satu indeks yang
terdapat di Bursa Efek Indonesia yang bertujuan memberikan referensi bagi
investor dalam menentukan pilihan untuk mengembangkan investasinya pada
perusahaan indeks LQ45.
Hasil penelitian yang mengambil sampel perusahaan yang bertahan dalam
indeks LQ45 periode Februari 2004 sampai dengan Februari 2009, ada 24
perusahaan diantaranya 10 perusahaan yaitu PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI),
PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM), PT Astra International Tbk (ASII),
PT Bank Central Asia Tbk (BBCAZ), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI),
PT Bank Danamon (BDMN), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bakrie
Brothers Tbk (BNBR), PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) dan PT Bank
International Indonesia Tbk (BNII).
Berdasarkan laporan keuangan tahunan 10 perusahaan indeks LQ45 dalam
kondisi 5 tahun terakhir dapat dilihat kinerja keuangan yakni posisi tertinggi
ditempati oleh PT Astra International Tbk (ASII) dan yang terendah ditempati
oleh PT Bakrie and Brothers Tbk (BNBR) yang berdasarkan rataan laba rugi
dengan kondisi pertumbuhan per tahun sebesar 18%, -28%, 81%, 41% dan
100%, -189%, -3200%. Kinerja perusahaan berdasarkan Return on Total
Asset/Return on Investment (ROI) dalam 5 tahun terakhir, perusahaan yang
berada pada posisi tertinggi dengan nilai 0.301 adalah perusahaan PT Aneka
Tambang Tbk (ANTM), sedangkan posisi terendah adalah PT Bakrie and
Brothers Tbk (BNBR) dengan nilai -13.565. Kondisi pertumbuhan per tahun
pada perusahaan ANTM dari tahun 2004-2008 adalah -2%, 62%, 268% dan
-69%, sedangkan kondisi pertumbuhan perusahaan BNBR adalah -100%,
-127%, -36% dan -4833%.
Penelitian lainnya yaitu dilakukan oleh Hamidatul Imamah (2005), yang
melakukan penelitian terhadap Kinerja Keuangan PT Bank Mandiri Tbk Periode
2003-2004, yang memfokuskan pada hubungan rasio keuangan dengan EVA.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran kinerja keuangan metode EVA
memberikan hasil berbeda dengan rasio keuangan. Pada tahun 2004 kinerja
19
keuangan lebih buruk daripada tahun 2003 karena EVA menurun, sedangkan
menurut rasio keuangan kinerja keuangan tahun 2004 lebih baik daripada tahun
2003. Berdasarkan hasil hubungan antara rasio keuangan dengan EVA
menunjukkan peningkatan rasio keuangan yakni AUR akan menaikkan EVA,
sedangkan peningkatan ROA, ROE dan CAR akan mengurangi EVA.
Download