BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel adalah sejenis

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biodiesel
Biodiesel adalah sejenis bahan bakar yang termasuk kedalam kelompok
bahan bakar nabati (BBN). Bahan bakunya bisa berasal dari berbagai sumber
daya nabati, yaitu kelompok minyak dan lemak (H.R Sudradjat,2008).
Biodiesel mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bahan bakar diesel
dari minyak bumi. Bahan bakar biodiesel dapat diperbaharui. Selain itu juga
dapat memperkuat perekonomian negara dan menciptakan lapangan kerja.
Biodiesel merupakan bahan bakar ideal untuk industri transportasi karena
dapat digunakan pada berbagai mesin diesel, termasuk mesin-mesin pertanian.
Produksi biodiesel yang dikembangkan saat ini umumnya dibuat dari
minyak tumbuhan (minyak kedelai, canola oil, rapeseed oil, crude palm oil),
lemak hewani (beef talow, lard, lemak ayam, lemak babi) dan bahkan dari
minyak goreng bekas (yellow grease/rendered greases) (Davies, 2005). Proses
reaksi yang digunakan pun bervariasi yaitu transesterifikasi berkatalis basa
(NaOH, KOH), esterifikasi berkatalis asam (H2SO4, HCl), dan metode
supercritical (Zhang et al, 2003). Produksi biodiesel dengan metode
transesterifikasi berkatalis basa, baik natrium hidroksida/NaOH maupun
natrium metoksida, banyak digunakan secara komersial namun metode ini
memiliki laju reaksi yang lamban dan adakalanya reaksi berhenti sebelum
terkonversi sempurna menjadi produk biodiesel (Boocock et al, 1998).
Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan FFA rendah
secara keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol dari
metil ester, pemurnian metil ester (netralisasi, pemisahan methanol, pencucian
dan pengeringan/dehidrasi), pengambilan gliserol sebagai produk samping
(asidulasi dan pemisahan metanol) dan pemurnian metanol tak bereaksi secara
destilasi/rectification. Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika
minyak nabati mengandung FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi
(>5%) langsung ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan
bereaksi dengan katalis membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah
4
Sintesis Biodisel Dari…, Maratul Maula Rose Martina, Fakultas Teknik UMP, 2017
yang cukup besar dapat menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan
berakibat terbentuknya emulsi selama proses pencucian. Jadi esterifikasi
digunakan sebagai proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjadi
metil ester sehingga mengurangi kadar FFA dalam minyak nabati dan
selanjutnya ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk mengkonversikan
trigliserida menjadi metil ester.
Tabel 2.1. Standar mutu Biodiesel SNI 7182-2015
No Parameter
Satuan
Nilai
1
Massa jenis pada 40 °C
kg/m3
2
Viskositas
pada 40 °C
850
– ASTM D 1298
890
2,3 – 6,0 ASTM D 445
3
Angka Setana
4
kinematik mm2/s (cSt)
Min
Metode Uji
51
ASTM D 613
Titik nyala (mangkok °C, min
tertutup
100
ASTM D 93
5
Titik kabut
°C, maks
18
ASTM D 2500
6
Air dan sedimen
%-volume,
maks
0,05
ASTM D 2709
atau ASTM D
1796
7
Angka Asam
Mg-KOH/g,
maks
0,5
AOCS Cd 3d63 atau ASTM
D 664
8
Angka iodium
%-massa (g- 115
I2/100g),maks
AOCS Cd 1-25
Sumber: BPPT, 2015
2.2 Minyak Goreng Bekas ( Minyak Jelantah)
Minyak yang telah dipakai menggoreng biasa disebut minyak jelantah.
Kebanyakan minyak jelantah sebenarnya merupakan minyak yang telah
rusak. Minyak yang tinggi kandungan LTJ (Lemak Tak Jenuh)-nya memiliki
nilai tambah hanya pada gorengan pertama saja, sementara yang tinggi ALJ
(Asam Lemak Jenuh)-nya bisa lebih lama lagi, meski pada akhirnya akan
rusak juga. Oleh proses penggorengan sebagian ikatan rangkap akan menjadi
5
Sintesis Biodisel Dari…, Maratul Maula Rose Martina, Fakultas Teknik UMP, 2017
jenuh. Penggunaan yang lama dan berkali-kali dapat menyebabkan ikatan
rangkap teroksidasi, membentuk gugus peroksida dan monomer siklik yang
bias mengakibatkan penyakit kanker, dan dapat mengurangi kecerdasan
generasi berikutnya.Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah
minyak jelantah dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari
aspek kesehatan manusia dan lingkungan, kegunaan lain dari minyak jelantah
adalah sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Minyak goreng bekas
mengandung asam lemak bebas (Free Fatty Acid, FFA) yang dihasilkan
dari reaksi oksidasi dan hidrolisis pada saat penggorengan.
Reaksi hidrolisis
Minyak jelantah merupakan salah satu bahan baku yang memiliki
peluang untuk produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung
trigliserida.
Minyak
jelantah
merupakan
limbah
yang
berpotensi
menimbulkan bau busuk akibat degradasi biologi. Sementara untuk menekan
biaya produksi sebagian pedagang biasanya tidak membuang minyak jelantah
tersebut. Minyak jelantah yang digunakan kembali sebagai bahan makanan
tidak baik untuk kesehatan karena dapat mengakibatkan kerusakan pada hati,
ginjal, jantung dan bersifat karsinogenik (Hanif, 2009). Oleh karena itu perlu
dilakukan usaha-usaha lain dalam pemanfaatan minyak jelantah tersebut.
Salah satunya adalah sebagai bahan baku dalam produksi biodiesel.
Tabel 2.2. Komposisi Minyak Jelantah
Asam
Lemak
Oleat
Linoleat
Miristat
Palmitat
Stearat
Laurat
Linolenat
Majalah
Sasaran
No.4, 1996
38-50
5-14
1-2
32-47
4-10
1
1
Ketaren,
2005
Mahreni,
2010
30 – 45
7 – 11
1,1 – 2,5
40 – 46
3,6 – 4,7
1
1
30,71
54,35
0,19
8,9
3,85
9,95
0,27
6
Sintesis Biodisel Dari…, Maratul Maula Rose Martina, Fakultas Teknik UMP, 2017
Minyak jelantah juga dapat diproses menjadi minyak yang bermutu,
misalnya pembuatan biodiesel dari minyak jelantah. Akan tetapi minyak jelantah
yang akan diproses untuk pembuatan biodiesel ini harus melalui proses pemurnian
yang menggunakan katalis dalam proses esterifikasi dan transesterifikasi (Gareso,
2010).
Pemanfaatan jelantah dapat dilakukan dengan dua cara. Cara yang
pertama dengan melakukan beberapa proses pada jelantah tersebut hingga menjadi
seperti solar. Misal dengan proses transesterifikasi. Hasilnya, jelantah tersebut
dapat digunakan untuk bahan bakar pada metode pembakaran dalam (internal
combustions) maupun pembakaran luar (external combustions). Tetapi, proses
tersebut membutuhkan waktu yang relatif cukup lama karena ada tahapan
pengendapan, penyaringan dan pencucian. Selain waktunya lama, proses tersebut
juga membutuhkan biaya, yaitu untuk aditif dan katalisatornya. Proses ini juga
tidak efisien bila volume jelantah hanya dalam skala kecil. Cara kedua adalah
dengan memanfaatkannya secara langsung sebagai bahan bakar pembakaran luar.
Cara tersebut relatif cukup praktis karena tidak membutuhkan proses yang rumit.
Proses yang perlu untuk dilakukan hanyalah penyaringan, sehingga jelantah
terbebas dari terak, kotoran ataupun agregat. Pemanfaatan dengan cara ini bisa
dilakukan untuk berbagai skala volume, dan sangat sesuai terutama bila
volumenya dalam skala yang kecil. Ketersediaan jelantah juga relatif terjaga
karena pada saat ini, produksi maupun konsumsi minyak goreng di Indonesia
terus meningkat (Hutomo, 2013).
Jelantah merupakan salah satu pilihan yang menarik untuk digunakan
sebagai bahan bakar karena memiliki beberapa keunggulan antara lain kandungan
energi yang dimiliki cukup besar, sehingga dengan bobot atau volume yang tidak
besar terdapat potensi kalor yang cukup tinggi, kondisinya relatif masih dalam
fase cair sehingga pengaturan dalam operasional pembakaran relatif mudah, tidak
gampang meledak sehingga aman dan penyimpanan persediaannya tidak
membutuhkan prosedur ataupun persyaratan khusus (Hutomo, 2013).
7
Sintesis Biodisel Dari…, Maratul Maula Rose Martina, Fakultas Teknik UMP, 2017
2.3 Metanol
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,
adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Ia merupakan bentuk
alcohol paling sederhana. Pada "keadaan atmosfer" ia berbentuk cairan yang
ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan
bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). metanol digunakan
sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan
additif bagi etanol industri.
Secara fisika metanol mempunyai afinitas khusus terhadap karbon
dioksida dan hidrogen sulfida. Titik didih metanol berada pada 64,7 oC dengan
panas pembentukan (cairan) –239,03 kJ/mol pada suhu 25oC. Metanol
mempunyai panas fusi 103 J/g dan panas pembakaran pada 25oC sebesar
22,662 J/g. Tegangan permukaan metanol adalah 22,1 dyne/cm sedangkan
panas jenis uapnya pada 25oC sebesar 1,370 J/(gK) dan panas jenis cairannya
pada suhu yang sama adalah 2,533 J/(gK). Sebagai alkohol alifatik yang
paling sederhana dengan rumus kimia CH3OH, reaktifitas metanol ditentukan
oleh group hidroksil fungsional. Metanol bereaksi melalui pemutusan ikatan
C-O atau O-H yang dikarakterisasi dengan penggantian group –H atau –OH.
Metanol dapat diproduksi dari dua macam metoda yaitu metoda alamiah
dengan cara ekstraksi atau fermentasi, dan metoda sintesis dengan cara sintesis
gas hidrogen dan karbon dioksida atau oksidasi hidrokarbon atau dengan cara
elektro/radiasi sintesis gas karbon dioksida.
Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri.
Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara.
Setelah beberapa hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen
dengan bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air. Reaksi kimia
metanol yang terbakar di udara dan membentuk karbon dioksida dan air
adalah sebagai berikut:
2 CH3OH + 3 O2 → 2 CO2 + 4 H2O
Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus
berhati-hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera
8
Sintesis Biodisel Dari…, Maratul Maula Rose Martina, Fakultas Teknik UMP, 2017
akibat api yang tak terlihat. Karena sifatnya yang beracun, metanol sering
digunakan sebagai bahan additif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan
industri; Penambahan "racun" ini akan menghindarkan industri dari pajak
yang dapat dikenakan karena etanol merupakan bahan utama untuk minuman
keras (minuman beralkohol). Metanol kadang juga disebut sebagai wood
alcohol karena ia dahulu merupakan produk samping dari distilasi kayu. Saat
ini metanol dihasilkan melului proses multi tahap. Secara singkat, gas alam
dan uap air dibakar dalam tungku untuk membentuk gas hidrogen dan karbon
monoksida; kemudian, gas hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi dalam
tekanan tinggi dengan bantuan katalis untuk menghasilkan metanol. Tahap
pembentukannya adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah eksotermik.
Metanol digunakan secara terbatas dalam mesin pembakaran dalam
dikarenakan metanol tidak mudah terbakar dibandingkan dengan bensin.
Metanol juga digunakan sebagai campuran utama untuk bahan bakar model
radio kontrol, jalur kontrol, dan pesawat model. Salah satu kelemahan metanol
jika digunakan dalam konsentrasi tinggi adalah sifat korosif terhadap beberapa
logam, termasuk aluminium.
Ketika diproduksi dari kayu atau bahan oganik lainnya, metanol organic
tersebut merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan
hidrokarbon. Namun mobil modern pun masih tidak bisa menggunakan
BA100 (100% bioalkohol) sebagai bahan bakar tanpa modifikasi. Metanol
juga digunakan sebagai pelarut dan sebagai antibeku, dan fluida pencuci kaca
depan mobil.
Sifat Fisika dan Kimia Methanol
Sifat fisik :
 Freezing point/melting point
: -98oC
 Boiling point (760mmHg)
: 64.7oC
 Flash point
: 11oC
 Viscocity (20oC)
: 0,55 Cp
9
Sintesis Biodisel Dari…, Maratul Maula Rose Martina, Fakultas Teknik UMP, 2017
Sifat kimia :
 Rumus molekul
: CH3OH
 Berat molekul
: 32.04 g mol-1
 Solubility
: miscible
 Bersifat polar
(Knothe, Gerhard. 2004)
2.4 Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat suatu laju reaksi dan
menurunkan energi aktivasi, namun zat tersebut tidak habis bereaksi. Ketika
reaksi selesai, kita akan mendapatkan massa katalis yang sama seperti pada
awal kita tambahkan. Zat yang menghambat berlangsungnya reaksi disebut
inhibitor. Dalam suatu reaksi kimia, katalis tidak ikut bereaksi secara tetap
sehingga dianggap tidak ikut bereaksi.
2.4.1. Katalis Asam
Pembuatan biodiesel dapat juga dengan menggunakan ``katalis
asam. Selain dapat mengkatalisis reaksi transesterifikasi minyak `menjadi
biodiesel, katalis asam juga dapat mengkatalisis reaksi esterifikasi asam
lemak bebas yang terkandung di dalam minyak menjadi biodiesel.
2.4.2. Katalis Basa
Terdapat dua jenis katalis basa yang dapat digunakan dalam
pembuatan biodiesel, yaitu katalis basa homogen dan katalis basa
heterogen.
2.4.2.1. Katalis Basa Homogen
Katalis homogen adalah katalis yang mempunyai fase yang
sama dengan reaktan dan produk. Katalis homogen yang banyak
digunakan adalah KOH dan NaOH dalam alcohol. Penggunaan
katalis homogen mempunyai kelemahan, yaitu bersifat korosif,
sulit dipisahkan dari produk dan katalis tidak dapat digunakan
10
Sintesis Biodisel Dari…, Maratul Maula Rose Martina, Fakultas Teknik UMP, 2017
kembali. Keuntungan dari katalis homogeny yaitu memiliki yield
yang besar dan reaksi suhu yang rendah.
2.4.2.2. Katalis Basa Heterogen
Katalis basa heterogen merupakan suatu zat yang dapat
mempercepat terjadinya suatu reaksi dengan cara menurunkan
energi aktivasi, mempuyai sifat basa, dan fasa zatnya berbeda
dengan fasa reaktannya. Katalis basa heterogen dapat mempercepat
reaksi
transesterifikasi
pembuatan
biodiesel.
Reaksi
transesterifikasi adalah reaksi antara minyak tumbuhan atau lemak
hewan dengan alkohol membentuk ester dan gliserol. Jika
menggunakan metanol maka ester yang dihasilkan dikenal dengan
nama Fatty Acid Methyl Ester (FAME). Reaksi ini digunakan
secara luas untuk mengurangi viskositas trigliserida (Murugesan,
dkk., 2008; Samik dkk,2011). Katalis heterogen antara lain CaO,
MgO.
Saat ini banyak industri menggunakan katalis hetrogen
yang mempunyai banyak keuntungan dan sifatnya yang ramah
lingkungan yaitu tidak bersifat korosif, mudah dipisahkan dari
produk dengan cara filtrasi serta dapat digunakan berulang
kalidalam jangka waktu yang lama. (Widyastuti, L., 2007).
Berikut adalah reaksi yang terjadi antara asam lemk bebas dengan
katalis basa :
2.5 Transesterifikasi
Reaksi antara minyak (trigliserida) dan alkohol adalah merupakan reaksi
transesterifikasi (Darnoko dan Cheryan, 2000). Transesterifikasi adalah suatu
reaksi yang menghasilkan ester dimana salah satu pereaksinya juga merupakan
senyawa ester. Jadi disini terjadi pemecahan senyawa trigliserida dan migrasi
11
Sintesis Biodisel Dari…, Maratul Maula Rose Martina, Fakultas Teknik UMP, 2017
gugus alkil antara senyawa ester. Ester yang dihasilkan dari reaksi
transesterifikasi ini disebut biodiesel. R’ adalah gugus alkil dan R1 – R3
merupakan gugus asam lemak jenuh dan tak jenuh rantai panjang:
R1COOR’
CH2-O-COR1
3 R’OH
+
CH-O-COR2
katalis
CH2-O-COR3
Alkohol
Trigliserida
CH2OH
R2COOR’
CHOH
R3COOR’
CH2OH
Ester/Biodiesel
Gliserol
Reaksi Transesterifikasi
Reaksi transestrifikasi dikenal dengan sebutan reaksi alkoholis. Hal ini
disebabkan pada transestrifikasi direaksikan suatu ester, dalam hal ini
trigliserida dalam minyak, dengan alcohol membentuk metil ester. Alkohol
yang biasanya digunakan dalam reaksi transestrifikasi adalah methanol. Tujuan
dari reaksi transestrifikasi dalam pembuatan biodiesel adalah menghilangkan
secara seutuhnya kandungan trigliserida, menurunkan titik didih, titik nyala,
titik beku dan juga viskositas dari minyak yang direaksikan. Hal ini dilakukan
agar metil ester yang dihasilkan dapat digunakan sebagai biodiesel pada mesin
diesel tanpa merubah atau merusak mesin diesel.
Transestrifikasi berkatalis basa umum digunakan pada proses produksi
biodiesel secara komersial. Metode ini dapat mencapai 98% konversi dengan
waktu reaksi yang minimum. Sedangkan metode transestrifikasi asam
memerlukan waktu reaksi yang lebih lama. (Jannah, 2008).
2.5.1 Hal – hal yang mempengaruhi Reaksi Transterifikasi
Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi transestrifikasi antara lain :
1. Kandungan Asam Lemak Bebas dan Air.
Pengaruh asam lemak bebas dan air pada alkoholis dari lemak
daging dan methanol telah diselidiki (Fangrui Ma,1999). Hasilnya
12
Sintesis Biodisel Dari…, Maratul Maula Rose Martina, Fakultas Teknik UMP, 2017
menunjukkan bahwa kandungan air dari lemak daging seharusnya dijaga
dibawah 0,06% berat dan kandungan asam lemak bebasnya dibawah 0,5%
berat untuk mendapatkan konversi terbaik. Kandungan air adalah variabel
yang lebih diperhatikan daripada asam lemak bebas. Menurut Bioscience
and Bioengineering (2001) bahwa transesterifikasi tidak menghendaki
adanya nitrogen dilingkungan. Reaktor terbuka ke atmosfer melalui
kondensor dan oksigen larut dalam minyak yang menguap ke atmosfer
ketika reaktor dipanaskan sehingga alcohol menguap memudahkan
prosesnya. Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki
angka asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan
agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain
itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air
akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang.
Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami
reaksi dengan uap air dan karbon dioksida. (Freedman, 1984)
2. Katalisator
Fungsi katalisator adalah mengaktifkan zat pereaksi sehingga pada
kondisi tertentu konstanta kecepatan reaksi bertambah besar. Untuk
mempercepat reaksi katalisator yang biasanya digunakan adalah katalisator
asam (misalnya asam klorida dan asam sulfat) atau katalisator basa
(misalnya natrium hidroksida dan kalium hidroksida).
Katalis digunakan untuk menyempurnakan reaksi dalam waktu yang
singkat yaitu 30 menit pada suhu rendah 50oC. katalis yang digunakan
kira-kira 0,1%. Jika konsentrasi katalis tinggi maka akan kehilangan
minyak secara berlebih sebagai pembentuk sabun dan methyl ester. Alkali
katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling popular untuk
reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium
hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH 3), dan kalium metoksida
(KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat
(metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang
maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah
13
Sintesis Biodisel Dari…, Maratul Maula Rose Martina, Fakultas Teknik UMP, 2017
katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b minyak nabati untuk
natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natrium hidroksida.
3. Perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah.
Perbandingan metanol
dalam minyak juga sangat berpengaruh.
Perbandingan molar biasanya antara 5 : 1 sampai 10 : 1 walaupun
menggunakan metanol berlebih juga dapat mengakibatkan pemisahan
gliserin. (Kapilakarn,2007) Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang
dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk
memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alcohol
dengan minyak nabati 6 : 1 dapat menghasilkan konversi 98%. Secara
umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang
digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah.
Pada rasio molar 6 : 1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 9899%, sedangkan pada 3 : 1 adalah 74-89% dan pada 8 : 1 adalah 79-81%
karena metanol yang berlebih akan mengakibatkan sulitnya pemisahan
gliserol. Sisa gliserol yang masih terdapat pada biodiesel akan mengurangi
kadar metill ester yang terbentuk. (Ma, Fangrui., 1999). Nilai
perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi
yang maksimum.
4. Suhu reaksi
Temperature mempunyai peranan yang sangat penting pada
kualitas produk. Umumnya, batasan temperatur yang digunakan dalam
proses adalah 50oC – 65oC. Jika temperatur lebih besar dari titik didih
metanol (68oC) menyebabkan methanol akan lebih cepat menguap
sedangkan jika temperatur dibawah 50oC menyebabkan viscositas
biodiesel tinggi. (Kapilakarn,2007). Menurut Brackman dkk temperatur
transesterifikasi terjadi mengikuti suhu didih me-tanol (60 - 70oC),
sedangkan Korus Roger A menyatakan bahwa temperatur yang lebih
tinggi menyebabkan berkurangnya waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai konversi maksimum dan bahwa kecepatan pengadukan
mempengaruhi kece-patan tercapainya fasa homogen antara minyak
dengan alkohol. (Arbianti,2008).
14
Sintesis Biodisel Dari…, Maratul Maula Rose Martina, Fakultas Teknik UMP, 2017
5. Waktu reaksi
Waktu
reaksi
mempengaruhi
konsentrasi
dari
methyl
ester,
konsentrasinya meningkat setelah 5 – 60 menit sedangkan konsentrasi dari
minyak nabati dan gliserol sedikit menurun. (Kulchanat Kapilakarn,2007)
Kecepatan konversi meningkat dengan waktu reaksi (Fangrui Ma,1999).
Alkoholis yang termasuk dalam ineteresterifikasi dapat dilakukan dengan
pemanasan minyak/lemak pada suhu yang relatif tinggi <200oC selama
waktu yang lama. Katalis digunakan untuk menyempurnakan reaksi dalam
waktu yang singkat misalnya 30 menit pada suhu rendah 50oC. Katalis
yang digunakan kirakira 0,1%. Jika konsentrasi katalis tinggi maka akan
kehilangan minyak secara berlebih sebagai pembentuk sabun dan methyl
ester. Darnoko D menyimpulkan bahwa waktu reaksi berbanding lurus
dengan konsentrasi metil ester yang dihasilkan. (Arbianti,2008).
15
Sintesis Biodisel Dari…, Maratul Maula Rose Martina, Fakultas Teknik UMP, 2017
Download