2 RINGKASAN MINAL FITRANI. Kajian Keterkaitan Sistem Pelaksanaan Program Higiene dalam Mereduksi Risiko Bahaya Histamin pada Proses Produksi Tuna Loin Beku. Dibimbing oleh WINI TRILAKSANI dan BAMBANG RIYANTO. Peningkatan ekspor tuna Indonesia yang besar ternyata masih memiliki permasalahan akan tingginya kadar histamin dari produk yang ada. Histamin merupakan bahaya potensial penyebab keracunan yang terdapat pada ikan-ikan scombroidae, seperti tuna. Secara teoritis, histamin merupakan hasil bentukan dari proses dekarboksilasi histidin oleh mikroorganisme, terutama mikroorganisme yang berasal dari kontaminasi lingkungan, seperti saat penanganan (handling) yang tidak higienis. US-FDA telah menentukan standar kadar histamin pada produk tuna, yaitu sebesar 20 mg per 100 g, dimana nilai ini merupakan indikasi dari proses penanganan ikan yang tidak higienis. Higiene adalah semua kondisi dan tindakan yang dibutuhkan untuk memastikan dan menjamin dihasilkannya produk yang aman pada setiap tahapan pada rantai proses pengolahan. Akan tetapi, masih banyak industri pengolahan tuna yang belum serius dalam menerapkan peraturan higiene sebagai pondasi dari sistem keamanan pangannya, sehingga dibutuhkan informasi mengenai keterkaitan ketidaksesuaian pelaksanaan sistem higiene terhadap risiko bahaya yang dapat ditimbulkannya. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari sistem higiene pada proses produksi tuna loin beku dan melakukan kajian keterkaitan pelaksanaan program higiene terhadap risiko bahaya histamin. Kajian ini dilakukan dengan penilaian kesesuaian pelaksanaan program higiene, pengujian produk tuna loin beku dan verifikasi dengan analisis statistik menggunakan statistical process control (SPC) pada temuan ketidaksesuaian pelaksanaan program higiene selama proses produksi tuna loin beku. Ketidaksesuaian aspek higiene yang ditemukan dan diduga dapat menyebabkan kenaikan jumlah histamin pada produk tuna loin beku adalah mutu dan suhu bahan baku; penyimpangan suhu dan waktu proses (tahap penerimaan bahan baku, pemberian gas CO, pemvakuman, pengepakan, dan penyimpanan beku) serta aspek personal (pihak manajemen dan karyawan). Analisis histamin dan analisis mikrobiologis menunjukkan kadar histamin, jumlah bakteri TPC, dan bakteri penghasil histamin (BPH) meningkat selama pengolahan. Rataan kadar histamin pada tahap penerimaan bahan baku, tahap pembentukan loin, dan produk akhir berturut-turut yaitu: 1,17 ppm, 3,67 ppm, dan 10,26 ppm. Jumlah TPC yaitu 1,4 x 104 Koloni/g, 2,4 x 104 Koloni/g, dan 7,2 x 104 Koloni/g, serta jumlah BPH yaitu: 4,8 x 103 Koloni/g, 5,1 x 103 Koloni/g dan 3,1 x 104 Koloni /g. Analisis statistical proses control pada bahan baku menunjukkan kadar histamin stabil dengan nilai rataan 1,51 ppm dengan standar deviasi 0,53; suhu bahan baku stabil, yaitu ≤ 3oC dengan nilai rataan 1,39oC dengan standar deviasi 0,17. Adapun aspek penyimpangan suhu dan waktu proses menunjukkan ketidaksesuaian pelaksanaan program higiene menghasilkan kapabilitas proses yang rendah (tingkat kesalahan tinggi), sehingga berpotensi mempertinggi risiko histamin selama proses produksi tuna loin beku.