BAB III PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN SURVEI 3.1

advertisement
BAB III
PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN SURVEI
3.1. Perencanaan Survei Lokasi
Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan yang tepat di masa
yang akan datang melalui serangkaian pilihan-pilihan. Serangkaian pilihan-pilihan
yang dimaksud disini adalah penetapan tujuan, pemilihan metode, pemilihan
instrumen, serta arah tindakan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan serta
disesuaikan dengan biaya yang akan dikeluarkan..
Dalam proses perencanaan yang pertama harus diperhatikan adalah faktor-faktor
yang berpengaruh pada pelaksanaan survei, faktor pengaruh tersebut antara lain :
ƒ
Faktor pengaruh lapangan; yaitu keadaan variasi medan dan liputan daerah
yang akan disurvei akan mempengaruhi pemilihan metode survei yang
digunakan, keadaan sarana dan prasarana umum akan berpangaruh pada
mobilisasi-demobilisasi, akomodasi, serta kegiatan operasional kerja.
ƒ
Faktor kondisi instansi pelaksana; yaitu keadaan cadangan keuangan
perusahaan, kondisi peralatan siap pakai/jadwal pemakaian peralatan, kondisi
personil (jumlah dan keakhlian).
ƒ
State of the art; yaitu instrumen dan metode yang umum digunakan saat ini.
Kondisi alam di wilayah laut berbeda dengan di wilayah darat, dinamika air laut
memberi kontribusi kendala pada pelaksanaan survei yang mengharuskan
pelaksanaan survei di laut sedikit berbeda dengan survei di darat. Survei di laut
memerlukan peralatan dan teknik pengukuran yang lebih rumit tetapi harus tetap
menghasilkan data yang memenuhi standar ketelitian yang dibutuhkan.
Dengan keadaan tersebut, sebelum pelaksanaan survei lokasi untuk peletakan
anjungan eksplorasi minyak lepas pantai diperlukan persiapan dan perencanaan yang
matang supaya pada pelaksanaan survei di lapangan berjalan dengan lancar dan
menghasilkan data yang baik. Tahap perencanaan survei lokasi terdiri atas 3 kegiatan
yaitu :
13
a. Persiapan Administrasi
Persiapan administrasi ditujukan untuk memperlancar jalannya pelaksanaan survei di
lapangan, persiapan administrasi meliputi :
ƒ
Menyiapkan surat tugas dari instansi/perusahaan pemberi pekerjaan.
ƒ
Menyiapkan surat izin (security clearance) dari instansi pemerintah yang
berwenang.
ƒ
Koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dengan pekerjaan survei.
ƒ
Menyusun tim survei.
ƒ
Menyusun jadwal mobilisasi-demobilisasi tim serta jadwal kegiatan survei di
lapangan.
b. Perencanaan Teknis
Perencanaan teknis dimaksudkan untuk menyesuaikan metode serta instrumen yang
akan digunakan dengan kondisi lapangan serta memberi gambaran tentang
pelaksanaan survei di lapangan supaya dapat menjamin bahwa pelaksanaan survei
berlangsung secara efektif dan efisien. Perencanaan teknis meliputi kegiatan :
ƒ
Mempersiapkan dan menyusun personil serta peralatan; yaitu menyangkut
kesiapan serta kualifikasi keakhlian personil yang akan melaksanakan survei
dan pemeriksaan kelengkapan dan kelayakan peralatan yang akan digunakan.
ƒ
Mengumpulkan
data-data
sekunder;
yaitu
mengumpulkan
data-data
penunjang survei seperti peta-peta untuk pembuatan peta kerja, data iklim
serta cuaca lokasi survei, literatur atau laporan hasil penelitian yang sesuai
dengan survei yang akan dilaksanakan.
ƒ
Mempersiapkan peta kerja; yaitu pembuatan peta kerja untuk pelaksanaan
survei lokasi berdasarkan standar yang telah ditentukan untuk kebutuhan
kerekayasaan. Peta kerja mencakup : rencana penyebaran titik kerangka dasar
horisontal, rencana survei batimetri, rencana survei geofisika, rencana
pengamatan pasut, dan rencana pengamatan meteorologi dan oseanografi.
ƒ
Mempersiapkan ROS (Rencana Operasional Survei); yaitu mempersiapkan
waktu pengukuran, jenis pengukuran, metode pengukuran, dan sebagainya.
14
c. Survei pendahuluan
Survei pendahuluan dimaksudkan untuk melihat secara visual mengenai keadaan di
lapangan yang sebenarnya sebelum pelaksanaan survei dilakukan. Survei
pendahuluan meliputi kegiatan antara lain :
ƒ
Melihat kondisi dan situasi lokasi survei seperti ketersediaan jaringan listrik,
sarana transportasi, akomodasi, logistik, serta adat istiadat masyarakat
setempat.
ƒ
Pengidentifikasian titik-titik ikat yang ada di lapangan untuk keperluan
pengikatan dan kontrol survei.
ƒ
Pengdentifikasian lokasi yang akan dijadikan pemasangan BM titik-titik ikat
yang baru, lokasi penempatan statsiun referensi, serta lokasi penempatan
statsiun pasut.
ƒ
Menyiapkan basecamp yang akan dijadikan sebagai pusat koordinasi
pengumpulan data lapangan, pra-pengolahan data, serta kontrol kegiatan yang
telah dilaksanakan, sedang dilaksanakan, dan yang akan dilaksanakan.
ƒ
Menyiapkan sarana transportasi untuk kegiatan survei, dalam hal ini
pelaksanaan survei terkonsentrasi di laut maka diperlukan kapal serta logistik
penunjangnya. Pemilihan jenis kapal survei merupakan hal yang sangat
penting karena akan mempengaruhi kapasitas kerja di lapangan, hal-hal yang
harus dipertimbangkan dalam pemilihan jenis kapal yang akan digunakan
dalam survei adalah : kestabilan dalam berlayar di laut, daya tampung kapal,
keandalan dari mesin dan sistem kelistrikan kapal, kemampuan beroperasi
selama 24 jam, fasilitas serta ukuran laboratorium pengolahan data survei,
ukuran dek/kabin, level noise dari mesin kapal, fasilitas penjangkaran untuk
laut dalam, serta keakhlian dari kru kapal.
Dari hasil survei pendahuluan tersebut diharapkan dapat menyempurnakan rencana
kerja yang telah dibuat sebelumnya, serta mendapatkan data-data tambahan serta
material penunjang survei.
15
3.2. Pelaksanaan Survei Lokasi
Pelaksanaan pekerjaan survei di lapangan dapat dilakukan setelah seluruh
perencanaan dan persiapan awal selesai dilakukan, pelaksanaan survei mengikuti
rencana teknis yang telah disusun pada peta kerja dengan menggunakan metode dan
peralatan yang umum digunakan dalam survei di lepas pantai.
3.2.1 Penentuan Posisi di Laut
a. Kerangka Dasar Geodetik
Kemajuan teknologi pemetaan dan penentuan posisi memberi banyak manfaat pada
penentuan posisi suatu obyek di laut, tersedianya teknologi penentuan posisi yang
berbasis satelit memberikan efisiensi dan fleksibilitas pada aktifitas penentuan posisi.
NAVSTAR GPS (NAVigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning
System) atau biasa disebut GPS adalah sistem satelit navigasi yang memungkinkan
untuk memberikan posisi suatu oyek yang berada di permukaan bumi. Penggunaan
GPS dalam penentuan posisi relatif tidak terpengaruh dengan kondisi topografis dan
pantai sekitar daerah survei lokasi, dan jarak kawasan survei lokasi dari
pantai/daratan, jika dibandingkan dengan penggunaan metode optik maupun
elektronik yang memiliki keterbatasan dalam jangkauan jarak.
Daerah lautan umumnya adalah daerah yang terbuka ruang pandangnya ke luar
angkasa, maka penggunaan GPS di laut pada umumnya dapat berjalan efektif dan
efisien. Dalam penggunaan datum, posisi yang ditentukan oleh GPS akan mengacu
pada suatu datum global WGS-1984 (World Geodetic System-1984), ini berarti
setiap posisi yang diberikan oleh GPS akan selalu mengacu pada datum yang sama
tidak tergantung pada lokasi dari daerah survei laut yang dilaksanakan. Ellipsoid
yang digunakan dalam WGS-1984 adalah GRS-1980 (Geodetic Reference System1980) yang memiliki parameter-parameter :
ƒ
Setengah sumbu panjang (jari-jari ekuator a) = 6378137,000 m.
ƒ
Setengah sumbu pendek (jari-jari kutub b) = 6356752,3142 m
ƒ
Eksentrisitas (e2) = 0,0066943800047
ƒ
Koefisien pegepengan (1/f) = 298,257223563
16
Di Indonesia proyeksi peta yang digunakan untuk peta laut adalah proyeksi UTM.
Proyeksi transverse mercator merupakan proyeksi silinder-transversal-konform, yaitu
menggunakan bidang proyeksi silinder dengan sumbu simetri bidang proyeksi tegak
lurus dengan sumbu ellipsoid (transverse) dan tidak terjadi distorsi sudut/bentuk,
dimana area di sekitar meridian yang bersinggungan dengan silinder mempunyai
distorsi yang minimum. Proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator) khusus
dipakai di seluruh dunia dengan menggunakan meridian pusat standar setiap 60.
Gambar 3.1 Sistem Proyeksi Transverse Mercator
Karakteristik dari proyeksi UTM antara lain :
ƒ
Wilayah penggunaan meliputi 840 LU sampai dengan 800 LS.
ƒ
Koordinat proyeksi ditetapkan sumbu-X sebagai proyeksi lintang nol
(ekuator) dan sumbu-Y sebagai proyeksi dari meridian sentral di setiap zona
yang disebut dengan sistem koordinat yang mengacu pada titik nol sejati.
ƒ
Koordinat proyeksi UTM dinyatakan terhadap titik nol semu, konsep ini
digunakan supaya tidak ada koordinat yang berharga negatif.
ƒ
Koordinat Xsemu = Xsejati + 500000 m.
ƒ
Koordinat Ysemu = Ysejati + 10000000 m, untuk belahan bumi bagian selatan.
ƒ
Faktor skala di meridian sentral = 0,9996.
b. Metode Penentuan Posisi di Laut
Penentuan posisi horisontal titik-titik fiks perum pada saat ini (survei di lepas pantai)
umumnya
menggunakan sistem GPS diferensial, metode ini digunakan untuk
penentuan posisi diferensial kinematik secara real-time menggunakan data fase
ataupun pseudorange. Sistem ini umumnya digunakan untuk penentuan posisi obyek-
17
obyek yang bergerak, dalam kasus penentuan posisi di lingkungan laut umumnya
obyek yang akan ditentukan posisinya (kapal survei) selalu bergerak.
Sistem RTK (Real Time Kinematic) digunakan untuk penentuan posisi real time
secara diferensial menggunakan data fase, satu receiver GPS ditempatkan pada basestation (statsiun referensi) dan satu receiver pada rover-station (kapal survei).
Implementasi dari tuntutan real time-nya statsiun referensi harus mengirimkan data
fase dan pseudorange-nya ke kapal survei dengan menggunakan sistem komunikasi
data tertentu seperti divisualisasikan gambar 3.2.
Gambar 3.2 Penentuan posisi titik fiks perum dengan metode RTK, dimana statsiun
referensi mengirim data koreksi ukuran menggunakan satelit komunikasi (misal :
Inmarsat) ke kapal survei
3.2.2 Survei Batimetri
a. Metodologi Pemeruman
Untuk mengukur kedalaman digunakan ehcosounder atau alat perum gema yang
memanfaatkan gelombang akustik. Echosounder terdiri atas dua jenis yaitu singlebeam echosounder dan multi-beam echosounder.
Single-beam echosounder digunakan untuk mendapatkan profil kedalaman yang
kontinyu sepanjang lajur perum dengan ketelitian yang cukup baik. Echosounder
memanfaatkan prinsip pengukuran jarak dengan menggunakan gelombang akustik
yang dipancarkan oleh tranduser. Tranduser merupakan bagian dari sistem
echosounder, alat ini berfungsi untuk mengubah energi listrik menjadi energi
mekanik (membangkitkan gelombang akustik) dan sebaliknya. Gelombang akustik
18
tersebut lalu dirambatkan pada medium air dengan kecepatan rambat yang relatif
diketahui, dan sampai pada dasar perairan lalu dipantulkan kembali ke tranduser
seperti divisualisasikan gambar 3.3.
Gambar 3.3 Cara kerja alat perum gema (single-beam echosounder)
Prinsip yang digunakan adalah dengan mengukur waktu yang diperlukan untuk suatu
gelombang akustik merambat dari tranduser ke dasar laut dan dipantulkan kembali,
waktu yang diukur adalah selang waktu sejak gelombang dipancarkan dan diterima
kembali (∆t), sehingga jarak dasar laut relatif terhadap tranduser (D) dapat diperoleh
melalui formula :
D = ½ (∆t . VR)
dengan ;
∆t : Waktu tempuh sinyal (s)
VR : Kecepatan rata-rata gelombang akustik pada medium air (m/s)
Multi-beam echosounder digunakan untuk mendapatkan gambaran relief dasar laut
dalam arah melintang dari jalur survei, sehingga dengan menggabungkan data yang
diperoleh dari hasil pemeruman dengan menggunakan single-beam echosounder
didapatkan gambaran relief dasar laut yang menggambarkan keadaan yang
sebenarnya. Prinsip kerja multi-beam echosounder hampir sama dengan single-beam
echosounder hanya yang membedakannya adalah jumlah pancaran (beam)
gelombang akustiknya lebih dari satu sehingga dapat menjangkau area di antara 2
lajur survei (area melintang) seperti divisualisasikan gambar 3.4.
19
Gambar 3.4 Cara kerja alat perum gema (multi-beam echosounder) dalam mengirim
pulsa gelombang dengan jumlah yang besar dalam satu kali pemancaran pulsa (ping)
b. Cara Pengukuran
Pengukuran kedalaman dilakukan pada lajur perum dan titik-titik yang telah
ditentukan. Lajur-lajur pemeruman dibagi atas seksi-seksi sesuai dengan luas
wilayah laut yang akan dipetakan. Pemeruman silang harus dilakukan untuk
memeriksa ketelitian posisi dan ketelitian kedalaman, dengan jarak antar lajur perum
silang umumnya tidak melebihi 10 kali jarak antar lajur perum utama. Selain
dilakukan pengukuran kedalaman juga dilakukan penentuan posisi titik-titik fiks
perum dan pencatatan waktu saat pengukuran untuk keperluan reduksi kedalaman
hasil pengukuran terhadap pasut. Pencatatan waktu dan penentuan posisi dilakukan
secara simultan dengan pengukuran kedalaman..
Dalam pengukuran kedalaman dengan alat perum gema tidak lepas dari berbagai
kesalahan, sehingga harus dilakukan koreksi terhadap hasil ukuran. Koreksi yng
harus dilakukan adalah :
ƒ
Salah sistematik alat
Peralatan sounding sistem digital umunya telah minimal dari kesalahan ini, karena
kesalahan sistematik tersebut umumnya bersumber dari bagian mekanis peralatan
dalam menterjemahkan sinyal kedalaman dalam bentuk grafis seperti misalnya
20
ketidak tepatan kecepatan penggulungan keras perekaman/echogram dan pergerakan
jarum pencetakan. Kesalahan ini dapat dideteksi dengan melakukan kalibrasi untuk
kemudian diset kembali ke nilai sebenarnya dalam proses kalibrasi alat.
ƒ
Koreksi kecepatan bunyi
Kecepatan gelombang bunyi berkaitan dengan media yang dilaluinya, juga
dipengaruhi oleh tekanan, temperatur, dan masa jenis media yang dilaluinya. Salah
satu metode pemberian koreksi ini adalah model matematika dari Wilson (dengan
anggapan tekanan hidrostatik linier dengan kedalaman air laut) dapat digunakan
sebagai dasar pemberian koreksi :
V = 1449.2 + 4.6 t – 0.055 t 2 + 0.00029 t 3 + (1.34 – 0.010 t) (S – 35) + 0.016 d
dengan ;
t : Suhu ( ° C )
P : Tekanan udara ( Kg / Cm3 )
S : Salinitas ( 0/00 )
d : Kedalaman ( m )
Untuk memenuhi pengukuran kedalaman yang teliti (umumnya di perairan dangkal),
alat perum gema menyediakan tombol pengatur kecepatan gelombang suara (tombol
pengatur kecepatan stilus).
Kesalahan ini juga dapat dikoreksi dengan melakukan koreksi bar check, bar check
terbuat dari lempeng logam berbentuk lingkaran atau segi empat yang digantungkan
pada tali atau rantai berskala yang diletakan di bawah tranduser. Tali atau rantai
berskala tersebut dipakai sebagai pembanding hasil pengukuran dengan echosounder,
pembandingan pengukuran kedalaman dilakukan untuk setiap perubahan kedalaman
mulai dari kedalaman 0 m hingga kedalaman maksimum yang akan diperum dengan
interval 1 m. dari kedalaman maksimum, bar check ditarik kembali dengan interval 1
m hingga kembali pada kedudukan 1 m di bawah tranduser. Kalibrasi dengan bar
check harus dilakukan sebelum dan sesudah pemeruman pada satu sesi atau satu hari
pengukuran. Hasil pengukuran dengan bar check dibandingkan dengan skala bacaan
kertas perum, yang menghasilkan table kalibrasi pemeruman. Tabel kalibrasi tersebut
dipakai untuk memberi koreksi pada hasil pengukuran kedalaman, hasil pengukuran
21
kedalaman yang telah dikoreksi dengan kalibrasi menggunakan bar check dapat
dianggap terbebas dari sumber kesalahan alat perum gema. Pada saat pengamatan bar
check, dilakukan penyetelan kecepatan gelombang suara, maka koreksi kecepatan
gelombang suara tidak perlu lagi diberikan pada data ukuran kedalaman, dengan
catatan hal ini hanya berlaku sampai kedalaman maksimum bar check (efektif sampai
dengan ± 10 m).
ƒ
Draft Tranduser
Yaitu perubahan kedalaman transduser yang terjadi apabila kapal sedang bergerak
maju, perubahan tersebut adalah :
− Settlement, yaitu perubahan yang disebabkan oleh semakin turunnya
perahu bila bergerak maju.
− Squate, yaitu perubahan yang disebabkan oleh turunnya buritan
perahu pada saat bergerak maju sedangkan haluan kapal terangkat,
sehingga dengan meletakan transducer ditengah antara buritan dengan
haluan kapal maka kesalahan tersebut dapat diperkecil.
Kedua kesalahan tersebut sulit sekali diamati dengan peralatan yang sederhana,
solusinya adalah tranduser ditempatkan dibagian tengah kapal dan perlu dihindari
pengukuran pada saat gelombang besar. Untuk menghindari offset posisi,
penempatan receiver GPS diletakan tepat di atas posisi transduser.
3.2.3 Pencitraan Dasar Laut
a. Metodologi Pencitraan
Untuk mendapatkan citra dasar laut digunakan alat yang dinamakan side scan sonar.
Sistem side scan sonar terdiri atas instrumen perekam dan tranduser dual chanel
(towfish), towfish ditarik di bawah permukaan laut oleh kapal survei dengan
menggunakan kabel. Tranduser memancarkan gelombang akustik ke dalam medium
air dan gelombang tersebut memindai (scanning) permukaan dasar laut. Pantulan
gelombang akustik dari dasar laut atau obyek lainnya yang terdapat di dasar laut
diterima oleh hidropon yang terdapat dalam sistem tranduser, proyeksi dari
22
permukaan dasar laut tersebut lalu direkam dalam bentuk citra, proses pencitraan
dengan side scan sonar divisualisasikan gambar 3.5.
Gambar 3.5 Pencitraan permukaan dasar laut dengan side scan sonar
b. Cara Pengukuran
Pencitraan dilakukan dengan mengikuti lajur pemeruman, dan biasanya pencitraan
dilakukan secara simultan dengan pemeruman. Saat pencitraan berlangsung,
gelombang-gelombang akustik dipancarkan dengan selang pemancaran dan panjang
gelombang tertantu, pemancarannya disesuaikan dengan lebar/jangkauan pencitraan
yang dipilih. Jangkauan pencitraan adalah radius yang dicapai oleh setiap gelombang
yang dipancarkan, dengan menggunakan peralatan side scan sonar yang umum
dipakai sekarang jangkauan pencitraan bisa mencapai radius 7 kali kedalaman laut
tempat dilakukannya pencitraan. Kecepatan kapal ketika bekerja diatur dan
disesuaikan dengan panjang bentangan kabel & tali yang menghela towfish,
pemberat towfish, jenis penekan (depressor), dan kedalaman rencana. Umumnya
pada alat side scan sonar dilengkapi dengan diagram-diagram yang dapat digunakan
untuk merencanakan kecepatan kapal berdasarkan panjang kabel yang digunakan,
panjang kabel & tali penghela towfish tidak kurang dari 3 kali panjang kapal, untuk
mencegah terjadinya interferensi transmisi gelombang yang berasal dari kapal.
Kedudukan towfish harus selalu dikontrol supaya towfish tidak berotasi pada
sumbunya serta ketinggian towfish dari dasar laut diusahakan konstan. Pada saat
survei, kapal tidak boleh berhenti secara mendadak yang memungkinkan towfish
kandas di dasar laut, dan jika melakukan manuver (berbelok) harus dengan jari-jari
putaran yang besar.
23
3.2.4 Survei Seismik
a. Metodologi Survei Seismik
Sistem instrumen seismik terdiri atas sumber energi pemancar gelombang seismik,
receiver (hidropon), dan perekam refleksi gelombang seismik. Keberhasilan akuisisi
data seismik tergantung pada jenis sumber energi yang dipilih/digunakan, sumber
energi seismik tersebut dibagi menjadi 2 yaitu sumber energi vibrator dan sumber
energi impulsif.
Sumber energi vibrator merupakan sumber energi dengan durasi beberapa detik
dengan panjang sinyal input bervariasi, gelombang outputnya berupa gelombang
sinusoidal. Sedang sumber impulsif adalah sumber energi seismik dengan transfer
energinya terjadi secara cepat dan suara yang dihasilkan sangat kuat, singkat, dan
tajam.
Gelombang-gelombang pantul dari setiap lapisan bumi di bawah dasar laut diterima
oleh hidropon, hidropon ini merespon terhadap perubahan tekanan, hal ini akan
menghasilkan beda potensial output. Karena output dari hidropon tersebut sangat
lemah dan juga berlangsung dalam waktu yang sangat singkat maka sinyal ini harus
diperkuat oleh amplifier. Amplifier ini dilengkapi dengan filter untuk meredam
frekuensi yang tidak diinginkan (Sanny, 2004).
b. Cara Pengukuran
Metode survei seismik dilakukan dengan dua cara yaitu sub-bottom profiling dan hires seismic.
ƒ
Sub Bottom Profiling
Sub-bottom profiling dilakukan untuk menentuan ketebalan dan struktur lapisan
tanah dasar laut sampai dengan kedalaman minimal 3 m pada lokasi survei.
Pengidentifikasian
dilakukan dengan
sub-bottom profiler, yang memancarkan
gelombang seismik dengan frekuensi yang tinggi sehingga dapat memberikan
gambaran struktur lapisan tanah dasar laut.dengan resolusi yang tinggi. Refleksi
gelombang seismik dari lapisan dasar laut diterima oleh hidrofon.
24
Pengukuran menggunakan sub-bottom profiler dilakukan sepanjang rute survei
batimetri dan mencakup seluruh area survei. Sub-bottom profiler ditarik di bawah
permukaan laut oleh kapal dengan menggunakan kabel, kecepatan kapal ketika
bekerja diatur dan disesuaikan dengan panjang bentangan kabel & tali yang
menghela towfish, pemberat towfish dan jenis penekan (depressor) yang diberikan,
dan kedalaman rencana. Panjang kabel & tali penghela towfish tidak kurang dari 3
kali panjang kapal, untuk mencegah terjadinya interferensi transmisi gelombang
yang berasal dari kapal. Kedudukan towfish harus selalu dikontrol supaya towfish
tidak berotasi pada sumbunya serta ketinggian towfish dari dasar laut diusahakan
konstan., pengukuran dengan sub-bottom profiler divisualisasikan gambar 3.6.
Gambar 3.6 Operasional sub-bottom profiling dengan sebuah tranduser (towfish)
yang memancarkan gelombang seismik dan pantulannya diterima kembali oleh
sebuah hidrofon.
ƒ
Hi-res Seismic
Hi-res seismic dilakukan untuk memperoleh gambaran lapisan tanah dasar laut
sampai dengan kedalaman beberapa ratus meter, prinsip pengukuran dengan hi-res
seismic hampir sama dengan sub-bottom profiler yang berbeda adalah frekuensi
gelombang seismik yang digunakan adalah frekuensi yang rendah supaya jangkauan
penetrasi gelombang seismiknya lebih dalam, dan untuk meningkatkan resolusinya
jumlah hidropon yang digunakan untuk menerima refleksi gelombang seismik lebih
dari satu (multi channel seismic) seperti divisualisasikan gambar 3.7.
25
Gambar 3.7 Operasional hi-res seismic dengan satu tranduser (towfish) yang
memancarkan gelombang seismik dan pantulannya diterima oleh beberapa
hidrofon yang ditarik oleh streamer.
Survei hi-res seismic dilakukan sepanjang rute survei batimetri dan mencakup
seluruh area survei.
3.2.5 Survei Magnetik
a. Metodologi Survei Magnetik
Alat yang digunakan untuk pendeteksian material logam di dasar laut adalah
magnetometer, alat ini akan melakukan sistem pemindaian (scanning) berdasarkan
prinsip kerja medan magnet. Pada magnetometer jenis flux-gate untuk menghasilkan
medan magnet sepasang logam dililiti oleh kumparan yang dialiri arus listrik
sehingga logam tersebut bermuatan magnet, ketika magnetometer memindai material
yang mengandung intensitas magnetik, medan magnet yang terdapat pada
magnetometer terganggu oleh adanya intensitas magnetik yang berasal dari material
yang berada di dasar laut. Gangguan medan magnet tersebut dikonversi kembali
menjadi arus listrik dan besarnya perubahan arus listrik akibat gangguan tersebut
dideteksi dengan voltmeter seperti divisualisasikan gambar 3.8.
26
Gambar 3.8 Prinsip kerja magnetometer jenis flux-gate yang mendeteksi induksi
magnet dari luar berupa perubahan arus yang dideteksi oleh voltmeter
(www.gp.uwo.ca)
Selain dengan menggunakan magnetometer jenis flux-gate, pengukuran intensitas
magnetik
juga
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
proton
precession
magnetometer, alkali vapour magnetometer yang memiliki keakuratan lebih baik
daripada jenis flux-gate magnetometer.
b. Cara Pengukuran
Survei dilakukan dengan mengikuti jalur survei batimetri dan mencakup seluruh area
survei. Magnetometer ditarik dibawah permukaan air oleh kapal dengan
menggunakan kabel, kedalaman towfish diatur sesuai kedalaman laut, untuk itu data
batimetri dapat digunakan sebagai acuan. Kecepatan kapal ketika bekerja diatur dan
disesuaikan dengan panjang bentangan kabel & tali yang menghela towfish,
pemberat towfish dan jenis penekan (depressor). Panjang kabel & tali penghela
towfish tidak kurang dari 3 kali panjang kapal, untuk mencegah terjadinya
interferensi transmisi gelombang yang berasal dari kapal. Kedudukan towfish harus
selalu dikontrol supaya towfish tidak berotasi pada sumbunya serta ketinggian
towfish dari dasar laut diusahakan konstan.
27
3.2.6 Survei Geoteknik
Pengambilan sampel sedimen dan tanah dasar laut dibedakan berdasarkan kedalaman
laut, dimana pada laut dangkal digunakan Grab Sampler sedangkan pada laut dalam
menggunakan Piston Gravity Core.
Mekanisme piston gravity core yaitu dengan cara dijatuhkan ke dasar laut sehingga
menembus lapisan tanah dasar laut, lapisan tanah tergerus dan masuk kedalam
lubang piston. Sedimen yang terangkat berasal dari ketebalan lapisan dasar laut dan
diharapkan dapat menjelaskan tegangan geser, dan ketebalan lumpur yang
mengambang dari sedimen yang diamati
3.2.7 Pengamatan Pasut
a. Metodologi Pengamatan Pasut
Metode yang paling sederhana dalam mengamati pasut adalah dengan menggunakan
palem atau rambu pengamat pasut, pada palem terdapat tanda-tanda skala bacaan
dalam satuan desimeter. Pengamat mengamati tinggi muka air laut relatif terhadap
palem pada jam-jam tertentu sesuai dengan skala bacaan yang tertera pada palem dan
dicatat pada formulir pengamatan pasut. Tinggi palem disesuaikan dengan karakter
tunggang pasut pada wilayah yang diamati pola pasutnya.
Selain dengan metode manual seperti diatas ada pula cara mekanik yaitu dengan
menggunakan tide gauge, gerakan naik dan turunnya air laut dideteksi dengan sebuah
pelampung yang digantungkan pada kawat baja. Kawat baja tersebut digulungkan
pada suatu silinder penggulung, sebuah sistem mekanik melakukan peredaman dan
konversi gerakan silinder penggulung kawat baja dari ke arah vertikal menjadi ke
arah horisontal. Gerakan horisontal bolak-balik tersebut disambungkan pada sebuah
pena yang menggoreskan tinta pada gulungan kertas perekam data yang digulungkan
pada silinder. Pelampung diletakkan pada pipa dalam sistem bejana untuk mereduksi
gerak muka laut sesaat karena angin atau gelombang seperti divisualisasikan gambar
3.9.
28
Gambar 3.9 Prinsip pengamatan pasut dengan tide gauge yang mendeteksi
perubahan tinggi muka air melalui sebuah pelampung yang dihubungkan dengan
pipa sebagai jalan masuk air laut.
b. Cara Pengukuran
Pengamatan pasut dilakukan dengan mengambil sampel data tinggi muka air laut
pada suatu selang (periode) waktu tertentu. Idealnya, pengamatan pasut dilakukan
selama
selang
waktu
keseluruhan
periodisasi
benda-benda
langit
yang
mempengaruhi terjadinya pasut telah kembali pada posisi semula. Pengamatan pasut
untuk keperluan reduksi kedalaman dilakukan terus menerus pada saat pemeruman
dilakukan. Lama pengamatan pasut untuk penentuan bidang referensi kedalaman
dilakukan 15 atau 29 piantan (1 piantan = 25 jam), dengan interval pengamatan
maksimal 30 menit, atau jika perubahan ketinggian air berjalan dengan cepat dan
tunggang airnya besar, interval pengamatan bisa lebih dirapatkan.
c. Pengikatan Statsiun Pasut
Ketinggian suatu obyek di darat atau kedalaman suatu titik di laut ditentukan secara
relatif terhadap suatu bidang yang disepakati sebagai referensi tinggi atau datum
vertikal. Pengukuran kerangka dasar vertikal dimaksudkan untuk mendapatkan
ketinggian titik-titik kerangka dasar horisontal yang akan digunakan untuk
mengikatkan kedudukan MSL (Mean Sea Level) dan CD (Chart Datum) dari hasil
pengamatan pasut, sehingga kedudukan atau ketinggian relatif MSL dan CD terhadap
titik-titik tetap di darat dapat diketahui.
Metode pengukuran yang digunakan adalah pengukuran sipat datar, pengukuran beda
29
tinggi dengan menggunakan waterpass dilakukan pergi-pulang untuk untuk
memperoleh beda tinggi antara nol palem (statsiun pasut) dengan titik-titik referensi
seperti divisualisasikan gambar 3.9.
Gambar 3.10 Skema pengikatan statsiun pasut dengan pengukuran beda tinggi
antara statsiun pasut dengan BM.
3.2.8 Pengamatan Sifat Fisik Air Laut
Pengamatan sifat fisik air laut dilakukan dengan menggunakan peralatan antara lain :
ƒ
Water Sampler, alat ini digunakan untuk pengamatan suhu dan
salinitas air laut dengan cara pengambilan contoh (sampel) air laut
pada kedalaman tertentu.
ƒ
Temperatur dan salinitas profiler, yaitu alat pencatat langsung suhu
dan salinitas yang bekerja dengan sensor elektronik yang mengukur
suhu dan salinitas di sepanjang kolom kedalaman.
30
3.2.9 Pengamatan Arus
a. Metodologi Pengamatan Arus
Pengukuran arus bisa dilakukan dengan instrumen mekanik dan instrumen akustik,
pada metode mekanik digunakan alat pengukur arus yang disebut current meter.
Prinsip kerja alat ini adalah secara mekanik, gerakan badan air memutar balingbaling yang dihubungkan dengan sebuah roda gigi, pada roda gigi ini terdapat
penghitung (counter) dan pencatat waktu (timer) yang merekam jumlah putaran
baling-baling untuk setiap satuan waktu. Jumlah putaran persatuan waktu yang
dicatat dari alat ini kemudian dikonversi ke kecepatan arus dalam satuan meter per
detik (m/s).
Metode akustik merupakan metode yang umum digunakan saat ini untuk mengukur
arus, pada alat akustik (ADCP) gelombang dipancarkan melalui tranduser dan
merambat sepanjang kolom air. Pada suatu lapisan air yang diukur kecepatan arusnya
gelombang dipantulkan kembali menuju tranduser oleh partikel sedimen dan
plankton yang bergerak dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan gerakan air.
Karena adanya gerak relatif pemantul gelombang terhadap alat ukur akustik, maka
gelombang yang diterima akan mengalami perubahan frekuensi. Perubahan frekuensi
ini sebanding dengan perbedaan kecepatan antara alat ukur arus akustik dengan
lapisan air yang diukur arusnya.
b. Cara Pengukuran
Teknik pengukuran arus dapat dilakukan dengan pendekatan Lagrangian atau
Eulerian. Pendekatan Lagrangian dilakukan dengan pengamatan gerakan massa air
permukaan dalam rentang waktu tertentu, sedangkan pendekatan Eulerian dilakukan
dengan pengamatan kekuatan dan arah arus pada suatu posisi tertentu di suatu kolom
air sebagai fungsi dari waktu.
3.2.10 Pengamatan Gelombang
Parameter yang diukur adalah tinggi gelombang, perioda, panjang gelombang, serta
cepat rambat gelombang. Pengukuran dilaksanakan selama survei lapangan
31
berlangsung, alat yang digunakan adalah instrumen pencatat gelombang otomatis
yang menggunakan frekuensi gelombang akustik. Prinsip kerjanya hampir sama
dengan alat pengukur arus secara akustik, instrumen ini secara otomatis mencatat
gelombang setiap jam sekali dengan mencatat variasi muka air selama terus menerus
dengan interval waktu tertentu, dari catatan perubahan tinggi muka air ini kemudian
dihitung tinggi dan perioda gelombang rata-rata serta periode gelombang
signifikannya.
3.2.11 Pengamatan Meteorologi
Pengamatan meteorologi meliputi pengamatan suhu udara, tekanan udara,
kelembaban, serta angin
a. Pengamatan Suhu
Yang biasa disebut suhu udara adalah suhu yang diukur dengan termometer,
pengukuran suhu udara biasanya diukur dengan menggunakan termometer air raksa.
Frekuensi dan waktu pengamatan dapat dilakukan per jam dengan lama pengamatan
3-8 jam untuk mendapatkan suhu harian rata-rata.
b. Pengamatan Tekanan Udara
Tekanan udara adalah tekanan yang diberikan oleh udara pada setiap bidang datar
permukaan bumi seluas 1 cm2, tekanan udara berkurang menurut ketinggian,
semakin tinggi suatu tempat semakin rendah tekanannya. Besarnya tekanan udara
diukur dengan menggunakan barometer ataupun barograf.
c. Pengamatan Kelembaban Udara
Yang dimaksud dengan kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang
terkandung di dalam udara, kelembaban biasanya diukur dengan menggunakan
higrometer.
d. Pengamatan Angin
Pengamatan yang dilakukan adalah dengan mengukur arah serta kecepatan angin,
untuk menentukan arah angin digunakan sebuah panah dengan pelat pengarah,
32
pergerakan pelat pengarah ini dihubungkan dengan lingkaran arah angin yang
menunjukan arah angin tersebut seperti pada pembacaan skala kompas. Kecepatan
angin diukur dengan menggunakan anemometer, prinsip kerja alat ini adalah secara
mekanik, gerakan udara memutar baling-baling yang dihubungkan dengan sebuah
roda gigi, pada roda gigi ini terdapat penghitung (counter) dan pencatat waktu (timer)
yang merekam jumlah putaran baling-baling untuk setiap satuan waktu. Jumlah
putaran persatuan waktu yang dicatat dari alat ini kemudian dikonversi ke kecepatan
angin dalam satuan meter per detik (m/sec). Contoh anemometer dvisualisasikan
gambar 3.11.
Gambar 3.11 Anemometer
33
Download