TROMBOFILIA Dr Nadjwa Zamalek Dalimoenthe

advertisement
TROMBOFILIA
Dr Nadjwa Zamalek Dalimoenthe, SpPK-K
Bag Patologi Klinik FKUP/RSHS Bandung
PENDAHULUAN
Trombofilia atau keadaan pretrombotik adalah suatu keadaan yang mempunyai dampak luas di
masyarakat, bukan hanya karena menyebabkan berbagai trombosis, tetapi juga dalam hal
manajemen kesehatan guna mencegah trombosis. Saat ini diperkirakan sekitar 200.000 penduduk di
Amerika Serikat mengalami Venous Thromboemboli (VTE) setiap tahunnya, dengan angka kematian
sekitar 30%, dan sekitar 40.000 kematian disebabkan oleh emboli paru. Bila dihubungkan dengan
manifestasi klinik trombosis, antara lain stroke, infark miokard akut atau penyakit pembuluh darah
perifer, maka keadaan ini menjadi penyebab kematian yang utama di negara-negara Barat.1 Dalam
hemostasis normal, interaksi yang kompleks antara endotel, trombosit dan protein koagulasi akan
menghasilkan respons hemostasis yang cepat dan terlokalisir pada tempat trauma. Sebaliknya, pada
trombofilia terjadi bekuan tanpa adanya trauma, atau terjadi koagulasi yang berlebihan.2
Trombofilia disebut juga hiperkoagulabilitas karena pada keadaan ini darah menjadi lebih kental
sehingga memudahkan terjadinya trombosis. Trombofilia bisa terjadi akibat kelainan kongenital atau
kelainan yang didapat, yang akan menyebabkan gangguan keseimbangan hemostasis. Sekitar 150
tahun yang lalu, Virchow telah mengemukakan teori mengenai patogenesis trombosis, yang
melibatkan pembuluh darah, aliran darah serta kimiawi darah itu sendiri. Hal ini dikenal dengan
Triad Virchow.1 Gangguan pada setiap kompenen Triad Virchow ini dapat menyebabkan trombofilia,
baik karena aktivasi yang berlebihan, atau berkurangnya antikoagulan alamiah dan/atau mekanisme
fibrinolisis.2
Sampai pertengahan tahun 1980, hanya sedikit yang dapat dilakukan laboratorium dalam
manajemen trombosis, walaupun pada tahun 1960 telah diketahui hubungan antikoagulan lupus
dengan trombosis.1
DEFINISI:
Trombofilia adalah suatu keadaan dimana darah menjadi lebih mudah membeku, atau kekentalan
darah yang meningkat. Keadaan ini disebut juga hiperkoagulabilitas. Mudahnya darah membeku
menyebabkan lebih mudah terjadi sumbatan dalam pembuluh darah yang disebut trombosis.3
ETIOLOGI:
Trombofilia dapat terjadi secara bawaan ataupun didapat. Secara teoritis etiologi trombofilia adalah
sbb3:
•
•
•
•
Kejadian fisik, kimia atau biologis, seperti inflamasi akut atau kronis, yang melepaskan
mediator protrombotik dari pembuluh darah yang rusak, atau adanya inhibisi terhadap
produksi substansi antitrombotik yang normal.
Aktivasi trombosit yang tidak sesuai dan tidak terkontrol.
Terpicunya aktivasi sistem koagulasi yang tidak terkontrol.
Kontrol koagulasi yang tidak memadai terhadap fibrinolisis yang terganggu
PATOFISIOLOGI TROMBOFILIA2
Ada 3 hal yang mendasari terjadinya trombofilia, yaitu: stasis pembuluh darah, trauma pada
pembuluh darah, dan hiperkoagulabilitas.
Stasis pembuluh darah: stasis vena merupakan faktor patogenesis yang penting dalam terjadinya
trombosis, hal ini telah diamati pada pasien-pasien dengan spinal cord injury dan berbagai bentuk
paralisis. Penelitian telah membuktikan bahwa sebagian besar trombus vena berasal dari daerah
dengan aliran darah yang lambat, seperti sinus-sinus vena besar yang ada di kaki atau pada kantung
yang ada di belakang katup vena. Hal ini terutama terlihat pada keadaan fisik yang tidak aktif,
misalnya tirah baring, perjalanan dengan pesawat terbang yang lama, dimana berkurangnya
kontraksi otot-otot yang besar akan menyebabkan berkurangnya aliran darah atau stasis. Diduga
terkumpulnya darah dalam waktu tertentu dapat menyebabkan aktivasi sistem koagulasi yang
menyebabkan keadaan hiperkoagulabilitas lokal. Sebagai tambahan, adanya kerusakan endotel
akibat distensi pembuluh darah pada saat pengumpulan darah di area tertentu, juga menyebabkan
aktivasi sistem koagulasi.
Trauma pembuluh darah: trauma pada pembuluh darah dapat terjadi akibat trauma fisik, inflamasi,
atau aktivasi faktor koagulasi yang ada di sel endotel. Manipulasi pada pembedahan merupakan
penyebab utama trauma dinding pembuluh darah dan aktivasi vaskuler. Contohnya kerusakan
endotel pembuluh darah pada operasi panggul atau lutut merupakan faktor predisposisi terjadinya
trombosis vena.
Hiperkoagulabilitas: risiko trombosis vena akan meningkat bila keseimbangan antara kekuatan prodan anti- koagulan terarah pada pembentukan bekuan. Bila ketidak-seimbangan ini merupakan
defek bawaan, keadaan hiperkoagulabilitas yang terjadi akan menjadi faktor risiko seumur hidup
untuk terjadinya trombosis. Sebaliknya bila keadaan hiperkoagulabilitas terjadi karna didapat, maka.
KELAINAN-KELAINAN YANG MENYEBABKAN HIPERKOAGULABILITAS
Berbagai kelainan dapat menyebabkan hiperkoagulabilitas, yaitu:2
1.
2.
3.
4.
5.
Meningkatnya faktor (protein) koagulasi
Defisiensi antitrombin
Defisiensi sistem Protein C dan Protein S
Terganggunya Tissue Factor Pathway Inhibitor
Terganggunya sistem fibrinolisis
TROMBOFILIA BAWAAN3,4
Trombofilia bawaan adalah sekelompok kelainan hematologi bawaan termasuk berbagai keadaan
hiperkoagulabilitas yang secara klinis muncul sebagai trombosis arteri atau vena. Berbagai keadaan
kongenital atau bawaan yang menyebabkan trombofilia, yaitu:1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Defisiensi Inhibitor Koagulasi
Faktor V Leiden
Mutasi Protrombin
Hyperhomocysteinemia
Defisiensi TFPI
Defisiensi FXII
Defisiensi kofaktor II
Disfibrinogenemia
Peningkatan aktivitas FVIII:Co
Lipoprotein a (Lpa)
Lain-lain:
a. Protein C Gene Promoter Polymorphism
b. FXIII α chain Gene Polymorphism
c. Peningkatan FXI, IX, fibrinogen, IL-8, TAFI
Pada beberapa keadaan ditemukan adanya kombinasi faktor genetik dan pengaruh faktor genetik
terhadap keadaan didapat, misalnya pada pemakaian kontrasepsi oral maupun terapi sulih hormon. 4
TROMBOFILIA DIDAPAT1,5
Keadaan-keadaan yang diketahui berhubungan dengan trombofilia didapat antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Lupus Anticoagulant (Antiphospholipid syndrome)
Heparin Induced Thrombocytopenia
Nephrotic Syndrome
Keganasan
Obat-obatan
Trauma yang luas, pembedahan dan pasca pembedahan
Imobilitas
Obesitas
Diet
Riwayat trombosis
DIC kronis
Essential Thrombocythemia
Polycythemia vera
Inflamasi
Thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP) yang dihubungkan dengan kelainan enzim
ADAMTS13
DIAGNOSIS TROMBOFILIA
Diagnosis trombofilia dilakukan atas dasar pemeriksaan klinis dan laboratorium, terutama
pemeriksaan koagulasi5,6
•
•
Pemeriksaan klinis: sebelum dilakukan pemeriksaan klinis yang lengkap, perlu dilakukan
anamnesis dengan baik, yang meliputi penyakit yang diderita sekarang, obat-obatan yang
pernah dimakan, maupun kondisi klinik lain yang berhubungan dengan trombofilia.
Pemeriksaan laboratorium: evaluasi laboratorium pada trombofilia sangat kompleks dan
berkembang dengan cepat, termasuk penetapan tes yang sesuai, kapan sebaiknya diperiksa
dan siapa yang memerlukan pemeriksaan.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA TROMBOFILIA:
Pemeriksaan laboratorium pada trombofilia dapat dibedakan atas: pemeriksaan laboratorium secara
umum, pemeriksaan koagulasi khusus, pemeriksaan tambahan pada kelainan-kelainan yang
diketahui merupakan predisposisi untuk trombosis, dan trombelastografi.
•
•
•
•
Pemeriksaan laboratorium secara umum: semua pasien yang didiagnosis dengan trombosis
dan akan menjalani terapi antikoagulan, harus diperiksa darah lengkap, tes fungsi hati dan
fungsi ginjal, PT dan aPTT7
Pemeriksaan koagulasi khusus
Pemeriksaan tambahan
Trombelastografi
KEADAAN YANG DAPAT MENGGANGGU HASIL PEMERIKSAAN TROMBOFILIA1,5
Berbagai faktor fisiologis, patologis dan farmakologis dapat mengganggu tes koagulasi yang
dilakukan pada plasma, misalnya: kehamilan, warfarin, DIC, penyakit hati, dan usia. Sebaliknya
pemeriksaan molekuler tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor ini. Bila memungkinkan harus dilakukan
pemeriksaan aktivitas untuk menentukan fungsi molekul. Dengan hanya memeriksa kadar antigen,
adanya molekul tipe II tidak terdeteksi sehingga pasien dianggap normal.
KONTROVERSI PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA TROMBOFILIA
Ada dua hal yang menjadi kontroversi pada pemeriksaan laboratorium pada trombofilia, yaitu: siapa
yang harus diperiksa? Dan kapan pemeriksaan ini harus dilakukan?
Pada saat ini skrining trombofilia pada populasi umum tidak dianjurkan. Skrining disarankan pada
mereka yang pertama kali mengalami VTE (idiopatik), VTE berulang, trombosis vena pada daerah
yang tidak umum (serebral, hepatik, mesenterik, atau ginjal), neonatal purpura fulminants, nekrosis
kulit yang dipicu oleh warfarin.7
Idealnya pemeriksaan dilakukan pada pasien asimtomatik dan tidak mendapat terapi antikoagulan.
Sayangnya, keadaan segera setelah periode trombosis sebelum diberi antikoagulan adalah keadaan
dimana faktor-faktor koagulasi sedang dikonsumsi, sehingga dapat terjadi kesalahan diagnosis.
Heparin sangat enurunkan kadar ATIII, meningkatkan kadar Protein S, dan dapat menutupi
antikoagulan lupus (kecuali reagens yang digunakan mengandung molekul penetral heparin seperti
protamin atau polibren. Warfarin akan menurunkan kadar Protein C dan Protein S. Petanda risiko
yang dapat diperiksa setiap saat hanya faktor genetik yang dilakukan dengan teknik diagnostik
molekuler.5
Pada tabel berikut ini dapat dilihat faktor-faktor yang pengaruh terhadap pemeriksaan laboratorium
pada trombofilia.
Tabel1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemeriksaan laboratorium pada trombofilia.
Fisiologis
Patologis
Farmakologis
Bayi baru lahir
DIC
Warfarin
Anak-anak
Trombosis
Heparin
Kehamilan
Kelainan hati
Inhibitor trombin
Sindrom nefrotik
Diabetes
Tirah baring
Disadur dari 5
Skrining yang menjadi kontroversi adalah yang dilakukan pada pasien yang pertama kali mengalami
VTE namun memiliki faktor risiko temporer, anggota keluarga (asimptomatik) dari pasien trombofilia
yang simptomatik, atau individu yang mempunyai risiko tinggi untuk mengalami VTE (kehamilan,
kontrasepsi oral, terapi estrogen, operasi besar, kemoterapi dengan inhibitor angiogenesis).
Pendekatan secara selektif dapat dilakukan pada anggota keluarga dengan trombofilia, misalnya
pemeriksaan APC-R, FVL atau mutasi protrombin G20210A. Pada tabel berikut ini dapat dilihat
rekomendasi pelaksanaan skrining pada trombofilia.4
Tabel 2. Rekomendasi Pelaksanaan Skrining pada Trombofilia.
1. Skrining trombofilia dianjurkan pada pasien dengan:
• Riwayat VTE berulang.
• Serangan VTE pertama kali pada usia < 50 thn.
• Serangan VTE pertama kali tanpa penyebab yang jelas.
• Serangan VTE pertama kali pada tempat yang tidak biasa (tungkai atas, otak,
mesenterium, vena porta atau hepatik).
• Serangan VTE pertama kali yang berhubungan dengan kehamilan, puerperium,
kontrasepsi atau terapi sulih hormon.
• Wanita dengan dua atau lebih kegagalan kehamilan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya.
2. Skrining trombofilia kontroversial pada:
• Wanita (< 50 thn) perokok dengan infark miokard.
• Pasien tua (> 50 thn) pertama kali mengalami VTE tanpa ada keganasan atau
intravascular devices.
• Kejadian VTE pertama kali yang berhubungan dengan SERMs (selective estrogen receptor
modulators) atau tamoxifen.
• Kasus-kasus preeklamsi berat yang tidak dapat dijelaskan, abruptio plasenta atau
retardasi pertumbuhan intra-uterin.
3. Srining trombofilia mungkin merupakan indikasi pada:
• Anggota keluarga (dewasa) asimtomatik.
• Anggota keluarga (hamil) asimtomatik.
4. Skrining trombofilia tidak direkomendasikan pada:
• Populasi umum.
• Sebelum atau selama pemakaian kontrasepsi oral atau terapi sulih hormon.
• Keadaan prenatal, bayi baru lahir, sebelum puber pada anak-anak asimtomatik.
• Rutin pada awal kejadian trombosis arteri, kecuali trombosis tanpa aterosklerosis atau
usia muda.
Disadur dari 4
ASPEK KONSELING PADA PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA TROMBOFILIA
Karena pemeriksaan laboratorium trombofilia melibatkan evaluasi faktor genetik, maka sebaiknya
pasien menerima konsultasi sebelum dan sesudah pemeriksaan. Hal-hal yang perlu dibahas antara
lain akibat ditemukannya kelainan trombofilia genetik pada pasien (kesehatan pribadi, asuransi
kesehatan, pekerjaan, stigmatisasi dan efek psikologis yang akan ditimbulkannya. Hal yang tidak
boleh dilupakan, bila yang dihadapi seorang wanita, adalah dampaknya terhadap kehamilan.7
Daftar Pustaka
1. Ehsan A, Herrick JL. Introduction to Thrombosis and Anticoagulant Therapy. In: Harmening
DM. Clinical Hematology and Fundamental of Hemostasis. 5th ed. FA Davis Company.
Philadelphia. 2009, pp660-96.
2. Briones MA. General Overview of the Hypercoagulable State. In: Hillyer CD, Shaz BH, Zimring
JC, Abshire TC. Transfusion Medicine and Hemostasis. Clinical and Laboratory Aspects.
Elsevier. Amsterdam Boston Heidelberg London. 2009. 677-9
3. Fritsma GA. Thrombosis risk testing. In: Rodak BF, Fritsma GA, Keohane EM. Haematology,
Clinical Principles and Application. 4th ed. 2012. Elsevier Saunders, China, 668-89.
4. Alach M, Emmerich J. Thrombophilia Genetics. In: Colman RW, Marder VJ, Clowes AW,
George JN, Goldhaber SZ. Hemostasis and Thrombosis. Basic Principles and Clinical Practice.
5th ed. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia Baltimore New York. 2006. Pp 779-94
5. Marlar RA, Fink LM, Miller JL. Laboratory Approach to Thrombotic Risk. In: McPherson RA,
Pincus MR. Henry’s Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods. 21st ed.
Saunders Elsevier. China. 2007. Pp 770-7
6. Pruthi RK, Heit JA. Laboratory Evaluation and Thrombophilia. In: Key N, Makris M,
O’Shaughnessy D, Lillicrap D. Practical Hemostasis and Thrombosis. 2nd ed. 2009. WileyBlackwell. New Delhi Singapore. 2009, 17-24
7. Heit
Download