BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Bahasa Indonesia Bahasa memiliki peranan penting dalam perkembangan intelektual, penguasaan emosi, dan kemampuan berkomunikasi setiap orang. Melalui pembelajaran bahasa, siswa dapat mengenal dirinya, masyarakat, dan budayanya dengan baik. Menurut Budhi Setiawan (2010: 1) menyatakan bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan katakata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Menurut Lamuddin Finosa (2009: 2-5) menyatakan bahwa pengajaran bahasa Indonesia diarahkan agar siswa terampil berkomunikasi, dan fungsi utama sastra adalah sebagai peningkatan rasa kemanusian dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya dan penyaluran gagasan, imajinasi, dan ekspresi secara kreatif dan konstruktif baik secara lisan maupun tulisan. Karakteristik bahasa Indonesia adalah ciri khas atau sifat pembelajaran bahasa Indonesia sebagai sebuah ilmu. Adapun karakteristik pembelajaran bahasa Indonesia adalah bersifat kontekstual, bersifat komunikatif, bersifat sistematis, menantang siswa untuk memecahkan masalah-masalah nyata, membawa siswa kearah pembelajaran yang aktif, dan penyusunan bahan pembelajaran dilakukan olah guru sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia siswa dituntut untuk terampil berbahasa, yaitu terampil menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Keempat ketrampilan berbahasa tersebut harus dilakukan secara terpadu dalam satu proses pembelajaran dengan fokus satu ketrampilan. Banyaknya alokasi waktu untuk mata pelajaran bahasa Indonesia yang mengajarkan kepada siswa kemampuan berkomunikasi secara efektif, baik lisan maupun tertulis. 4 5 2.1.2 Teks cerita Menurut Lamuddin Finosa (2009) menyatakan bahwa teks sebagai ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis, pragmatik merupakan suatu kesatuan. Cerita adalah pokok pikiran dalam sebuah karangan. Berdasarkan pendapat tersebut, setidaknya terdapat tiga hal yang harus ada dalam sebuah teks. Tiga hal tersebut, yaitu: isi, sintaksis, dan pragmatik. Isi sangat berkaitan dengan konten dari sebuah teks. Teks yang baik harus mengungkapkan gagasan-gagasan atau gambaran-gambaran yang ada dalam kehidupan. Gagasan-gasasan atau gambaran-gambaran tersebut dituangkan dalam bentuk bahasa yang berupa cerita. Sintaksis dalam tatabahasa diartikan sebagai tatakalimat. Secara sintaksis sebuah teks harus memperlihatkan pertautan. Pertautan itu akan tampak apabila unsurunsur dalam tatabahasa yang berfungsi sebagai penunjuk (konjungsi) secara konsisten dipergunakan. Pragmatik berkaitan dengan situasi atau keadaan bahasa yang digunakan dalam keadaan tertentu. Pragmatik merupakan ilmu mengenai perbuatan yang kita lakukan bilamana bahasa dipergunakan dalam suatu konteks tertentu. 2.1.3 Hasil Belajar Menurut Hamzah B. Uno (2008: 191) menyatakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan). Syaiful Bahri dan Aswan (2010: 10-11) menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya , tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Menurut Gredler (dalam Syafaruddin dan Irwan Nasution, 2005: 59) bahwa belajar merupakan faktor yang luas dibentuk oleh pertumbuhan, perkembangan tingkah laku itu merupakan hasil dari efek kumulatif dari belajar. Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan usaha yang dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan yang dapat dipergunakan untuk diri sendiri maupun lingkungannya. Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu yang belajar dengan lingkungannya. Lingkungan tersebut bisa berupa lingkungan formal dan 6 non formal. Sebagai contoh lingkungan formal adalah sekolah. Sedangkan lingkungan non formal bisa berupa lingkungan sekitar dan interaksi dengan orang lain. Menurut Hamzah B. Uno (2008: 213) menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap dalam diri seseorang sebagai akibat dari interaksi seseorang dengan lingkungannya. Berdasarkan pendapat ahli pendidikan tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang lebih baik bila dibanding saat belum belajar. Perubahan ini tentunya segala perubahan yang bersifat progresif yang diharapkan kearah yang lebih baik. Bagi seorang siswa hasil belajar ini dapat dilihat melalui perubahan yang terjadi pada seorang siswa mulai dari belum pandai setelah belajar maka menjadi pandai, belum bisa menjadi bisa, belum mampu manjadi mampu. Tentunya setelah anak tersebut berinteraksi dengan lingkungan seperti interaksi dengan teman sejawatnya, interaksi didalam kelompok belajar yang ada didalam kelas. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar pada dasarnya meliputi faktor yang ada dari dalam diri individu yang sedang belajar dan faktor dari luar individu yang sedang belajar, faktor yang dari luar inividu salah satunya adalah faktor sekolah dimana dalam faktor sekolah terdapat model mengajar, apabila dalam penyampaian materi oleh guru kepada siswa kurang menarik maka siswa juga merasa bosan terhadap pelajaran. Berdasarkan uraian tentang definisi hasil belajar, pada intinya hasil belajar merupakan dampak yang telah diperoleh dari belajar atau berinteraksi dengan lingkungan, dampak tersebut dapat berupa perubahan tingkah laku yang pastinya adalah kearah positif. Hasil belajar pada suatu tes biasanya diungkapkan dalam bentuk angka ataupun huruf yang mempunyai maksud simbol dalam mengartikan tingkat perubahan pada diri seseorang, siswa. Kelompok belajar menjadi salah satu faktor pendukung kegiatan belajar seseorang. Dengan demikian kita sebagai seorang guru tentunya telah memahami perlunya kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan kelompok belajar yang ada di sekolah sebagai sarana peningkatan hasil belajar siswa. 7 2.1.4 Model Pembelajaran Think Pair Share Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal. Menurut Udin Syaefudin Sa’ud (2010: 140) bahwa modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Menurut Udin Syaefudin Sa’ud (2010: 124) bahwa pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang direncanakan , dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar pembelajar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara aktif, efektif, dan inovatif. Menurut Jamal Ma’mur Asmani (2011: 17) bahwa pembelajaran merupakan salah satu unsur penentu baik tidaknya lulusan yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan. Menurut Aunurrahman (2011: 146) bahwa model pembelajaran sebagai perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahanbahan pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran di kelas atau di tempat-tempat lain yang melaksanakan aktivitas-aktivitas pembelajaran. Menurut Brady (dalam Aunurrahman, 2011: 146) bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai blueprint yang dapat dipergunakan untuk membimbing guru di dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran. Jadi model pembelajaran dapat diartikansebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Partisipasi aktif siswa dalam komunikasi akan menyebabkan siswa dapat mengungkapkan atau menyatakan pendapat, hasil pemikiran, persetujuan atau penolakan disertai alasan terhadap sesuatu secara mendalam yang terjadi selama pembelajaran berlangsung baik lisan maupun tulisan. Sedangkan tugas dan peran guru dalam situasi pembelajaran meliputi pengajuan pertanyaan yang berharga 8 (mengandung, membangkitkan, dan menantang siswa untuk berfikir), melibatkan tugas-tugas pelajaran Bahasa Indonesia, mengarahkan aktivitas intelektual siswa dalam kelas, membantu siswa untuk memahami ide-ide materi yang dipelajari dan memonitor pemahaman yang diperoleh siswa itu sendiri. Artinya dalam model pembelajaran Bahasa Indonesia guru perlu memonitor, menguraikan, memotivasi, dan memberi kesempatan kepada siswa secara leluasa untuk : 1) Merepresentasikan ide-ide atau gagasan, 2) Mengkontruksi konsep dan prinsip Pelajaran Bahasa Indonesia menurut kemampuannya sendiri, 3) Berinteraksi dengan teman sekelas sehingga dapat saling menolong untuk membangun pengetahuannya, 4) Belajar cara dan memikirkan ide-ide, 5) Berbicara dan mengklarifikasikan pemikiran mereka sendiri, 6) Belajar untuk menyimak dan menghargai pendapat siswa lain, 7) Menyatakan setuju atau tidak setuju atas pendapat siswa lain dengan memberi alasan yang logis. Untuk merealisasikan pembelajaran Bahasa Indonesia yang melibatkan siswa secara aktif, dewasa ini telah dikembangkan berbagai model pembelajaran Bahasa Indonesia baik yang melibatkan penggunaan alat bantu seperti multi media ataupun tidak. Salah satunya adalah model pembelajaran Think Pair Share selanjutnya ditulis TPS. Model pembelajaran TPS ini membangun secara tepat untuk berfikir dan refleksi dan mengorganisasikan ide-ide serta mengetes ide tersebut. Menurut Trianto (2010: 51) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Jadi model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Trianto (2007: 61) menyatakan bahwa Think Pair Share adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Menurut Miftahul Huda (2011: 132) menyatakan bahwa Think Pair Share 9 merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman, dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Keunggulan dari pembelajaran ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Think Pair Share memberikan kepada para siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain. Pertama-tama, siswa diminta untuk duduk berpasangan. Kemudian, guru mengajukan suatu pertanyaan / masalah kepada mereka. Setiap siswa diminta untuk berpikir sendiri- sendiri terlebih dahulu tentang jawaban atas pertanyaan itu, kemudian mendiskusikan hasil pemikirannya dengan pasangan disebelahnya untuk memperoleh satu consensus yang sekiranya dapat mewakili jawaban mereka berdua. Setelah itu guru meminta siswa setiap pasangan untuk menshare, menjelaskan , atau menjabarkan jawaban yang telah mereka sepakati pada siswa-siswa yang lain diruang kelas. Menurut Trianto (2007: 126-127) menyatakan bahwa tahapan pembelajaran Think Pair Share adalah sebagai berikut : 1. Berpikir (Think) : Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri. 2. Berpasangan (Pair): Guru meminta para siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. 3. Berbagi (Share) : Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Pada langkah ini akan menjadi efektif untuk berkeliling ruangan kelas dari pasangan satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separo dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor. Menurut Miftahul Huda (2011: 136) menyatakan bahwa prosedur khusus untuk mengajarkan konsep atau topik Pelajaran Bahasa Indonesia, model pembelajaran Think Pair Share mengurutkan langkah-langkah penerapannya sebagai berikut: 10 1. Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat anggota/siswa. 2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok. 3. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendirisendiri terlebih dahulu. 4. Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara berpasangan. Setiap pasangan mendiskusikan hasil pekerjaan individunya. 5. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing untuk mensharekan hasil diskusinya. Menurut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2010: 46-47) bahwa langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam model pembelajaran Think Pair Share adalah sebagai barikut: 1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai. 2. Peserta didik diminta untuk berpikir tentang materi atau permasalahan yang disampaikan oleh guru. 3. Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. 4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, setiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. 5. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan materi yang belum diungkapkan para siswa. 6. Guru memberi kesimpulan. 7. Penutup. 2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan 1. Penelitian yang dilakukan oleh Masjonly dengan judul “Desain pembelajaran Think Pair Share dan implementasinya pada pembelajaran topik suhu dan kalor pada siswa kelas X SMA Krayan Kalimantan Timur” diperoleh hasil bahwa model pembelajaran Think Pair Share mampu mendorong untuk berfikir sendiri terlebih dahulu, dan mendorong untuk mau berdiskusi dalam kelompok dan dengan pasangannya. 11 2. Penelitian yang dilakukan Oleh Stevanus Oki Rudy Susanto dengan judul “ Upaya meningkatkan hasil belajar IPS melalui penggunaan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) bagi siswa kelas IV SD Negeri Sinduagung Selomerto Wonosobo semester II tahun ajaran 2009/2010” diperoleh hasil skor minimal mengalami kenaikan 50% dan 33,33% dan skor maksimal mengalami kenaikan 12,5% dan 11,11% hal ini disebabkan adanya tindakan di dalam proses belajar yaitu menggunakan model pembelajaran TPS. 2.3 Kerangka Pikir Tingkat keberhasilan belajar mengajar dapat diukur dengan melihat hasil belajar siswa. Pada pelajaran Bahasa Indonesia hasil belajar tidak selalu berdasarkan hasil evaluasi. Namun dapat juga dilihat dari perubahan sikap setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Pemilihan model Think Pair Share akan menyebabkan siswa dapat mengungkapkan atau menyatakan pendapat, hasil pemikiran, persetujuan atau penolakan disertai alasan terhadap sesuatu secara mendalam yang terjadi selama pembelajaran berlangsung baik lisan maupun tulisan. Sehingga anak diharapkan memiliki ketrampilan berfikir kritis, berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam kelompoknya. Pada akhirnya anak mempunyai bekal yang cukup kelak jika terjun dimasyarakat yang lebih majemuk. Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan hasil belajar antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dimana kelas kontrol pembelajaran dilakukan seperti biasa guru kelas mengajar dan kelas eksperimen pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model Think Pair Share. Untuk pretest diambil dari alat evaluasi pada kelas uji coba dan hasil pretest kedua kelompok (kelompok kontrol dan kelompok eksperimen) untuk mengetahui perbedaan varian kedua kelompok apabila kedua kelompok adalah homogen atau tidak ada perbedaan varian yang signifikan kemudian dilakukan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Think Pair Share pada siswa kelompok eksperimen dan pembelajaran secara konvensional pada siswa kelompok kontrol, hasil belajar dari kedua kelompok dilakukan uji beda rata-rata apakah penggunaan model 12 pembelajaran Think Pair Share berpengaruh yang signifikan terhadap rata-rata hasil belajar siswa. Apabila dilihat dalam bagan akan terlihat pada bagan berikut. Siswa kelompok kontrol Pretest Hasil pretest kelompok eksperimen dan kontrol homogen, sehingga dapat diberi treatmen Siswa kelompok eksperimen Pretest Pembelajaran seperti biasa yang dilakukan guru kelas (konvensional) Posttest Terdapat pengaruh yang signifikan dengan model pembelajaran Think Pair Share dimana hasil belajar siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dari siswa kelompok kontrol Pembelajaran (dengan model pembelajaran Think Pair Share) Posttest Bagan Kerangka Pikir 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian kerangka berpikir, peneliti mengemukakan hipotesis penelitian yaitu terdapat pengaruh signifikan pada hasil belajar siswa dengan menggunaan Model Pembelajaran Think Pair Share. Hipotesis Statistika Ho : X1 = X2 Yaitu “Rata-rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen (SD Kristen Satya Wacana Kelas VA) sama dengan rata-rata hasil belajar siswa kelompok kontrol (SD Kristen Satya Wacana Kelas VB), artinya tidak ada pengaruh penggunaan model pembelajaran Think Pair Share terhadap hasil belajar.” 13 H1 : X1 > X2 Yaitu “Rata-rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen (SD Kristen Satya Wacana Kelas VA) lebih besar dari rata-rata hasil belajar siswa kelompok kontrol (SD Kristen Satya Wacana Kelas VB), artinya terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran Think Pair Share terhadap hasil belajar.”