1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam dunia yang sebenarnya hampir semua investasi mengandung unsur ketidakpastian atau risiko. Pemodal sulit memprediksi hasil yang diperolehnya dari investasi yang dilakukan. Dalam keadaan seperti ini dikatakan bahwa pemodal tersebut menghadapi risiko dalam investasi yang dilakukannya, yang bisa ia lakukan adalah memperkirakan berapa keuntungan yang diharapkan dari investasinya, seberapa jauh kemungkinan hasil dari penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Karena pemodal menghadapi kesempatan investasi yang berisiko, pilihan investasi tidak dapat hanya mengandalkan pada tingkat keuntungan yang diharapkan. Apabila pemodal mengharapkan untuk memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi, maka ia harus bersedia menanggung risiko yang tinggi pula. Sedangkan pemodal membeli saham, berarti membeli prospek perusahaan. Kalau prospek perusahaan membaik harga saham tersebut akan meningkat. Memiliki saham berarti memiliki perusahaan. Kalau seseorang memiliki 1% dari seluruh saham yang diedarkan perusahaan, berarti kepemilikinya juga sebesar 1%. Kalau perusahaan berkembang baik maka nilai perusahaan mungkin meningkat (Husnan,1994). Investasi dapat diartikan sebagai cara penanaman modal baik secara langsung maupun tidak langsung, yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan (manfaat) tertentu sebagai hasil dari penanaman modal tersebut. Dalam setiap 2 keputusan investasi, sebagai seorang yang rasional perhatian investor akan diarahkan pada tingkat pengembalian investasi. Keputusan mengenai investasi biasanya sulit karena memerlukan penilaian mengenai situasi di masa yang akan datang. Makin jauh ke depan yang harus diramalkan, makin menjadi sukar dalam proses berinvestasi. Ketidak pastian masa depan disebabkan oleh perubahan teknologi, ekonomi, sosial, kekuatan-kekuatan persaingan dan tindakan-tindakan pemerintah(Prasetyo,1996). Pasar modal merupakan wahana yang dapat dimanfaatkan untuk menginvestasikan dananya (Prasetyo,1996). Kehadiran Pasar modal akan menambah pilihan investasi, sehingga kesempatan untuk mengoptimalkan fungsi utilitas dari masing-masing investor menjadi semakin besar. Untuk menentukan seberapa baik kualitas Pasar modal dibutuhkan beberapa indikator sebagai pedoman penilaian, yaitu : 1.Ketersediaan informasi 2. Likuiditas 3. Efisiensi internal 4. Efisiensi eksternal Calon investor sangat membutuhkan adanya informasi yang akurat, relevan, dan tepat waktu. Informasi tersebut dapat berupa informasi mengenai pola perubahaan harga sekuritas di masa lalu atau perubahaan volume perdagangan. Informasi yang ada akan mempengaruhi proses pembentukan harga beli dan harga jual suatu sekuritas. Likuiditas menunjukkan kemampuan untuk membeli dan menjual sekuritas tertentu secara tepat dan pada harga yang tidak 3 terlampau berbeda dengan harga sebelumnya. Pasar modal akan semakin memiliki efisiensi internal apabila biaya transaksinya semakin rendah. Sementara itu efisiensi eksternal akan semakin tinggi bila penyesuaian harga sekuritas terhadap informasi baru semakin cepat. Informasi tersebut dapat menyangkut penawaran dan permintaan sekuritas, perubahan faKtor-faktor fundamental dan keadaan ekonomi. Risiko dalam berinvestasi pada dasarnya dibagi menjadi dua macam, yakni sistematik risk dan unsistematik risk. Unsistematik risk merupakan risiko yang dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, sedangkan sistematik risk tidak dapat dihilangkan. Sistematik risk risk di pasar keuangan Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu risiko politik, keamanan dan hukun. Tahun 2004 , risiko politik diperkirakan akan lebih mendominasi seiring dengan pelaksanaan Pemilu yang cukup panjang, April sampai Oktober. Pemilu 2004 akan memilih wakil-wakil rakyat dan memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung yang berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Risiko keamaanan bias muncul dari aksi teroris seperti pernah terjadi beberapa kali di Indonesia, yakni tragedI peledakan bom di BEJ, Legian Kuta Bali, dan Hotel Marriot beberapa waktu yang lalu serta konflik dibeberapa daerah seperti Aceh, Poso, dan Papua. Dengan adanya kekhwatiran atas ketidakstabilan politik dan keamanan akan membuat investor, terutama asing akan melepas asset-asset keuangan yang dimiliki seperti saham, obligasi dan reksa dana lalu mengkonversikannya dalam bentuk Dollar AS sehingga membuat Rupiah terdepresiasi. Hal ini akan memberikan dampak luas atas situasi perekonomian 4 secara keseluruhan, baik disektor rill maupun di pasar keuangan. Akan tetapi di sisi lain, jika kondisi politik dan keamanan stabil seperti pelaksanaan pemilu yang lancar dan dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin Bangsa yang market friendly atau diterima dan disukai oleh pasar serta situasi keamanan yang terkendali, akan membuat ekspektasi atau persepsi pelaku pasar atas prospek perekonomian Indonesia menjadi positif. Saat ini banyak pelaku Pasar modal menyatakan optimismenya bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 2004 akan semakin membaik seiring dengan perkiraan lancarnya pemillian umum, di mana pertama kali dalam sejarah Indonesia memilih wakil-wakil rakyat dan Presiden serta Wakil Presiden secara langsung. Hal ini juga terdapat pandangan pesimistis bahwa perekonomian Indonesia tahun 2004 menjelang pemilihan umum akan mengalami kenaikan di berbagai indikator perdagangan di lantai bursa. Ini didasarkan pada meningkatnya premi risiko serta kenaikan laju inflasi menyusul bertumbuhnya jumlah uang beredar dengan adanya Money Politics pada saat pemilu.Bahkan jauh-jauh hari Central For Statistical Service (CSS) lembaga di bawah Badan Pusat Statistik (BPS) telah memperkirakan bahwa inflasi pada tahun 2004 akan berkisar 8,9 – 10,5 persen. Hal ini akan membatasi penurunan suku bunga SBI yang kini 8,24 persen dan bias menaikan kembali. Pada dasarnya terdapat dua faktor utama yang dapat mempengaruhi tingkat suku bunga SBI, yaitu faktor Internal berupa laju inflasi dan kurs Rupiah terhadap Dollar AS serta factor Eksternal berupa tingkat suku bunga The Federal Reserve AS. Menurut Deputi Gubernur BI (Kompas, 16 jan 2004), pada tahun 5 2004 laju inflasi diperkirakan akan sedikit naik menjadi 6 % dibandingkan dengan tahun 2003 sebesar 5,06 %. Sementara kurs Rupiah terhadap Dollar AS diprediksi berada pada kisaran yang wajar bagi eksportir, importir dan kestabilan makro ekonomi pada level Rp 8.200 – Rp 8.700 per Dollar AS. Bahkan jika pemilu sukses dan menghasilkan pemimpin yang diingini pasar, nilai tukar bisa di bawah Rp 8.200 per Dollar AS. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik penyumbang utama kenaikan inflasi pada tahun 2003 berasal dari kenaikan tarif dasar listrik (TDL) sebanyak tiga kali, kenaikan bahan bakar umum (BBM), dan tarif air minum. Untuk tahun 2004, Pemerintah diberitakan tidak akan menaikan tarif dasar listrik, tariff telepon, dan bahan bakar minyak, di mana hal ini diperkirakan tidak akan menyulut kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Depertemen Perhubungan masih mempertimbangkan kemungkinan kenaikan tarif telepon 2004. Dengan demikian faktor dominan yang akan mempengaruhi laju inflasi 2004 adalah bertambahnya jumlah uang beredar seiring pelaksanaan Pemilu. Karena itu, dinilai cukup wajar jika inflasi tahun 2004 sekitar 6-7 %, naik sedikit dari pada tahun 2003. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS pada tahun 2004 diperkirakan masih pada kisaran Rp 8.200 – Rp 8.700, seperti yang diinginkan Bank Indonesia (BI), untuk menjaga kinerja ekspor impor dan stabilitas makro ekonomi secara keseluruhan. Meskipun terdapat gejolak politik pada saat Pemilu dan tidak adanya penjadwalan utang menyusul exit strategi dari IMF, BI diperkirakan masih dapat mempertahankan kurs Rupiah terhadeap Dollar AS di level tersebut (dengan melakukan intervensi). Hal lain yang dapat mendukung nilai tukar Rupiah 6 terhadap Dollar AS pada tahun 2004 adalah privatisasi lanjutan terhadap saham pemerintah BUMN publik. Salah satu indikator yang dapat dipakai untuk mengetahui kondisi perusahaan-perusahaan publik, baik milik swasta maupun pemerintah, yang merupakan salah satu pilar perekonomian adalah fluktuasi harga saham yang diperdagangkan dilantai bursa. Namun untuk membuat penilaian terhadap kondisi suatu perusahaan hanya dapat berdasarkan dari pergerakan harga saham yang mereka terbitkan. Hal ini disebabkan pergerakan harga saham suatu perusahaan ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi perusahaan yang menerbitkan harga saham tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh indikator-indikator yang lain maupun kondisi non ekonomi yang sangat kompleks. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan naik turunnya minat investasi, khususnya yang dilakukan melalui lantai bursa. dibandingkan dengan bentuk-bentuk investasi lainnya, investasi di lantai bursa memang lebih genuine dalam mengukir minat publik dalam berinvestasi. Secara sederhana naiknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menggambarkan bahwa lingkungan ekonomi tampak semakin menarik bagi investor. Faktor-faktor yang mempengaruhi naik-turunnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara umum dapat dikelompokkan dalam dua hal, yang pertama Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan terdorong naik oleh apa yang disebut technical improvement yang muncul dari perbaikan kinerja emiten saham. Dapat digambarkan bahwa bila emiten yang mengeluarkan saham bisa memperbaiki kinerjanya (diukur dari perbaikan keuntungan, ekspansi pasar, 7 restrukturisasi perusahaan yang menguntungkan dan indikator lainnya) maka saham perusahaan tersebut akan meningkatkan permintaan terhadap saham yang bersangkutan dan secara agregat akan menaikkan harga saham. Hal kedua yang mendorong naiknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah faktor makro ekonomi yang mampu mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) antara lain tingkat suku bunga, nilai tukar mata uang, dan kepercayaan terhadap peluang berusaha. Untuk menanamkan uangnya, pemilik modal akan berhitung apakah sebaiknya meletakkan uangnya di deposito atau di lantai bursa. Bila suku bunga cukup tinggi (lebih tinggi dari capital gain dan deviden pertahun) orang akan memilih menyimpan uangnya di bank. Sebaliknya bila suku bunga sudah melemah, maka orang akan beralih ke lantai bursa. Namun yang paling penting dari faktor-faktor yang ada adalah faktor kepercayaan. Kepercayaan ini terutama adalah kepada stabilitas fundamental ekonomi dan adanya peluang berusaha. Kepercayaan ini terbangun bila stabilitas ekonomi, politik dan keamanan terjaga (Surabaya News, 14 Jan 2004). Naiknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lebih menunjukkan peningkatan kepercayaan dunia usaha terhadap situasi ekonomi makro. Buah kepercayaan berupa kenaikan indeks ini bisa dijadikan momentum bagi pemerintahan dan dunia usaha untuk meletakkan dasar lingkungan usaha yang sehat. Oleh sebab itu kenaikan ini merupakan awal yang positif untuk menyambut Pemilu 2004. indikator yang mempengaruhi pergerakan harga saham sangatlah kompleks karena saling terkait satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu penulis hanya memberikan batasan pada dua indikator yaitu perubahan nilai tukar Dollar 8 AS – Rupiah dan perubahan tingkat suku bunga SBI, dimana dua indikator ini apakah berpengaruh terhadap perubahan perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). B. Rumusan Masalah Untuk mengetahui dengan jelas suatu masalah dalam melakuan penelitian, maka perlu dibuat suatu perumusan masalah. Dalam penelitian ini masalah yang akan diteliti adalah : Apakah perubahan nilai tukar dollar AS-Rupiah dan perubahan tingkat suku bunga SBI berpengaruh terhadap perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). C. Batasan masalah Agar masalah yang diteliti tidak terlalu luas karena keterbatasan waktu, kemampuan dan data maka permasalahan dibatasi pada beberapa variabel yang diteliti yaitu : 1. Penelitian ini dilakukan terhadap transaksi yang terjadi di lantai bursa, yaitu bulan Juni 2003-Desember 2003. 2. Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data Indeks Hrga saham Gabungan(IHSG), nilai tukar dollar AS-Rupiah (kurs tengah) dan tingkat suku bunga SBI yang tercermin dalam bentuk harian selama bulan Juni 2003 Desember 2003. 9 \ D. Tujuan penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk menguji pengaruh perubahan nilai tukar dollar AS-Rupiah dan perubahan tingkat suku bunga SBI terhadap perubahan Indeks Harga Saham Gabungan. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Investor: Dapat digunakan sebagai pedoman dalam memilih investasi, dimana akan dapat menentukan tujuan ivestasi yang diharapkan. 2. Bagi Pemerintah: Dengan tulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah sebagai pertimbangan dalam mengambil dan menentukan kebijaksanaan perekonomian khususnya investasi dalam pasar uang, saham, dan surat berharga lainnya. F. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis: Terdapat pengaruh perubahan nilai tukar dollarAS-Rupiah dan perubahan tingkat suku bunga SBI terhadap perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). G. Metodelogi Penelitian Metode penelitian meliputi pemilihan obyek penelitian dan pemilihan teknik data yang digunakan. 10 1. Data Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu : data Indeks Harga Saham Gabungan(IHSG), kurs dollar AS-Rupiah dan tingkat suku bunga SBI dari bulan Juni 2003-Desember 2003 dalam bentuk harian (BI.go.id) 2.. Metode Pengumpulan data Metode pengumpulan data adalah dengan Observasi. Di mana observasi merupakan metode yang digunakan melalui pengamatan, peninjauan secara cermat perilaku serta kejadian yang terjadi di masyarakat secara umum. 3. Variabel Penelitian Variabel Independent : X1 : perubahan nilai tukar dollarAS-Rupiah X2 : perubahan tingkat suku bunga SBI Variabel Dependen : Y = perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) H. Metode analisis data Untuk menganalisis data yang diperoleh, maka metode data yang digunakan dalam analisis adalah : 1. Analisa Regresi Berganda (Sugiyono, 2003) Analisa regresi ganda digunakan oleh peneliti, bila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen,bila dua atau lebih variabel independent sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik 11 turunkan nilainya). Jadi analisis regresi ganda akan dilakukan bila jumlah variable independennya minimal dua. Rumus persamaan Regresi tersebut adalah sebagai berikut : Y = a+b1x1 + b2x2 + e Di mana : Y = subyek dalam variabel dependen yang diprediksi ( perubahan IHSG) a = harga Y bila X = 0 (harga konstan) b = parameter X1 = subyek pada variabel independent (perubahaan kurs $ terhadap rupiah) X2 = subyek pada variabel independent (perubahaan SBI) e = error term Agar persamaan Regresi tersebut dapat menjawab hipotesis dari peneliti, maka di uji dengan tahapan sebagai berikut : 1). Uji t (Atmaja,1997) Untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas yaitu variabel independent (kurs dan SBI) yang dipakai untuk menganalisis berpengaruh signifikan dalam persamaan regresi terhadap variabel tidak bebas yaitu variabel dependent (IHSG). Langkah-langkah pengujian : a). Menentukan bentuk hipotesis Ho:β1=0 (kurs dan SBI tidak berpengaruh) Ho:β1≠0 (kurs dan SBI berpengaruh) 12 b). Menentuan besarnya α kemudian cari nilai t table dengan df=n-2 c). Hitung t dengan rumus : t = b- β sb Dimana: β: slope dari garis regresi populasi b: Distribusi sampling Sb: Standard error of the regression d). Kriteria penolakan dan penerimaan hipotesis Uji t dilakuan dengan membandingkan antara t tabel dengan t hitung, kemudian akan diketahui apakah Ho diterima atau ditolak. Kriteria keputusan : a. jika t hitung ≤ t table (koefisien regresi tidak signifikan) b. jika t hitung ≥ t tabel (koefisien regresi signifikan) 2). Uji F Digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independent (kurs dan SBI) yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependent (IHSG). Langkah-langkah pengambilan keputusan : a). Merumuskan bentuk hipotesis Ho:β1=0 (tidak ada hubungan antara variabee independent secara bersama-sama terhadap variabel dependent) 13 Ho: β1≠0 (ada hubungan antara variabel independent secara bersama-sama terhadap variabel dependent) b). Menentukan besarnya α kemudian cari nilai tabel F dengan df=(k1);(n-k) c). Hitung nilai f dengan rumus : F hitung = R²/k-1 (1-R²) / (n-k) Dimana: R = Koefisien korelasi ganda k = Jumlah variabel independent n = Jumlah sampel d). Kriteria penolakan dan penerimaan hipotesis Uji dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai F tabel dengan cara membandingkan dengan F hitung (dari hasil program E. view),kemudian akan diketahui apakah Ho akan diterima atau ditolak. Kriteria keputusan : Ho diterima bila F hitung < F tabel (tidak signifikan). Ho ditolak bila F hitung > f tabel (signifikan). 14 2. Uji Asumsi Klasik (Algifari,2000) Uji ini dilakukan untk mengetahui apakah suatu model regresi memenuhi kriteria BLUE (best linear unbias estimator). Suatu model regresi dikatakan memenuhi kriteria BLUE, bila memenuhi asumsi-asumsi berikut: a. Multikolinearitas Salah satu metode untuk mengetahui apakah model tersebut terdapat multikolinearitas ialah dengan menentukan koefisien korelasi antara variable independent. Jika koefisien korelasi nantara variable independent tinggi atau sempurna (kk =1) dan tanda koefisien regresi berbeda dengan tanda koefisien korelasi antara variable independent dan dependen, maka dalam model regresi terdapat multikolinearitas. Diagnosa secara sederhana terhadap adanya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut: 1). melalui nilai t hitung, R2, F ratio. Jika R2 tinggi, nilai F ratio tinggi sedangkan sebagian besar atau bahkan seluruh koefisien regresi tidak signifikan (nilai t sangat rendah), maka kemungkinan terdapat multikolinearitas dalam model tersebut. 2). menentukan koefisien korelasi antar variabel independent yang satu dengan variabel independent yang lain. Jika antara dua variabel independent memiliki korelasi yang spesifik (misalnya koefisien korelasi yang tinggi antar variabel independent atau tanda koefisien 15 korelasi variabel independent berbeda dengan tanda koefisien regresi), maka dalam model regresi tersebut terdapat multikolinearitas. 3). membuat persamaan regresi antar variable independent. Jika koefisien korelasinya signifikan, maka dalam model terdapat multikolinearitas. b. Heteroskedastisitas Artinya, varians variabel dalam model tidak sama (konstan). Konsekuensi adanya heteroskedastisitas dalam model regresi adalah penaksir (estimator) yang diperoleh tidak efisien, baik dalam sampel kecil maupun dalam sampel besar, walaupun penaksir yang diperoleh menggambarkan populasinya (tidak bias) dan bertambahnya sampel yang digunakan akan mendekati nilai sebenarnya (konsisten). Ini disebabkan oleh variansnya yang tidak minimum (tidak efisien). Uji ini dapat dilakukan dengan uji Rank Spearman, uji Glesjer (Glesjer test), yang dilakukan dengan membuat model regresi yang melibatkan nilai absolut residual, sebagai variabel dependen terhadap semua variabel independent. Jika semua variabel independent signifikan secara statistik, maka dalam model terdapat heteroskedastisitas. Uji Park, yang dapat digunakan untuk melakukan diagnosis terhadap kemungkinan adanya heteroskedastisitas dalam suatu model regresi.Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam uni ini adalah dengan membuat model regrsi yang melibatkan nilai logaritma residual kuadrat (log e2), sebagai variabel dependen terhadap variabel independent. Jika semua variabel independent signifikan secara statistik, maka dalam model terdapat heteroskedastisitas. 16 c. Autokorelasi Untuk mengetahui apakah dalam model ini terdapat autokorelasi, maka dilakuan uji Durbin-Watson. d= t =n ∑ (U t − U t −1 )2 t =n ∑U t −2 t −2 2 t Dimana: Ut = nilai residual Kriteria keputusan : Kurang dari 1,1 = ada autokorelasi 1,1 <dw <1,54 = tanpa kesimpulan 1,55 <dw <2,46 = tidak ada autokorelasi 2,46 <dw <2,90 = tanpa kesimpulan lebih dari 2,90 = ada autokorelasi Daerah ragu-ragu Menolak Ho 0 dL Menolak Ho Menerima Ho dV 4-dL Daerah ragu-ragu 4-dV 4 17 3. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk menguji normal tidaknya sebuah distribusi data. Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji Jarque-Bera. Pengujian normalitas dengan Jarque-Bera menggunakan rumus sebagai berikut ; JB = n S2 6 + (K - 3)2 24 Di mana : S = Skewness K = Kurtosis Pada suatu distribusi normal, nilai skewness sama dengan nol dan nilai kurtosis sama dengan 3. Distribusi kesalahan penganggu kemungkinan berasal dari distribusi normal jika JB lebih kecil dari niali X2 dengan α tertentu dengan df = 2