PENDAHULUAN Penyembuhan luka dan perbaikan luka merupakan dua peristiwa dengan hasil berbeda. Penyembuhan luka menyatakan regenerasi, yaitu perbaikan arsitektur dan struktur asal organ atau bagian anatomis secara utuh ke keadaan sebelum luka, terjadi pada hewan primitif misalnya amfibi dan reptil kecil. Pada manusia dewasa regenerasi tidak terjadi, kecuali di hepar. Proses perbaikan luka pada manusia dan hewan vertebrata tingkat tinggi memberikan hasil akhir berupa functional compromise, bukan perbaikan anatomis. Proses perbaikan terutama ditujukan untuk menyatakan luka jaringan akut dan diperlukan untuk immediate survival, ditandai sejumlah besar jaringan parut dan fibrosis.13 Peristiwa dan proses perbaikan luka kutan akut tidak sepenuhnya berlangsung pada luka kronis, misalnya pada diabetes, insufisiensi vena dan arterial, serta berbagai keadaan yang dipersulit oleh inflamasi atau gangguan respons pejamu. Pada luka kronis terjadi kegagalan penyembuhan (failure to heal). 1 Pada tulisan ini akan dibahas tentang mekanisme terjadinya proses perbaikan luka kutan akut dan mekanisme yang menyebabkan kegagalan penyembuhan. PERBAIKAN LUKA KUTAN Terdapat 3 fase karakteristik proses perbaikan kutan yang berlangsung saling tumpang tindih, yaitu : 1. Fase inflamasi 2. Fase proliferasi dan migrasi ( pembentukan jaringan) 3. Fase remodelling1,4,5 Fase inflamasi Fase ini terjadi segera setelah luka akut. Kerusakan pembuluh darah menyebabkan pelepasan lokal sel-sel darah dan elemen darah lainnya sehingga terbentuk bekuan. Bekuan darah di dalam lumen pembuluh darah mengakibatkan hemostasis, sedangkan bekuan darah di lokasi luka membentuk provisional matrix (PM) guna migrasi sel. Fase ini didominasi trombosit yang langsung membekukan luka baru melalui jalur koagulasi intrinsik dan ekstrinsik. Trombosit melepaskan sejumlah faktor kemotaksis yang menarik trombosit lain, leukosit, dan fibroblas ke lokasi luka. Fase inflamasi dilanjutkan oleh leukosit yang masuk ke lokasi luka, khususnya neutrofil dan makrofag yang berperan menghilangkan debris melalui fagositosis dan membunuh bakteri serta scavenging debris selular.1,6,7 Fase inflamasi dibagi dalam komponen yang saling berhubungan erat, yaitu : 1. Pelepasan dan agregasi trombosit 2. Proses koagulasi dan inflamasi 3. Pengerahan leukosit.1 Pelepasan dan agregasi trombosit Trombosit merupakan komponen penting proses perbaikan dan keberhasilan hemostasis. Trombosit di lokasi luka, terpajan dengan trombin dan serabut kolagen sehingga memicu aktivasi, adesi dan agregasi. Selama agregasi, trombosit melepaskan beberapa mediator dan mengekspresikan beberapa faktor pembekuan. Produk trombosit ini memfasilitasi proses koagulasi dan aktivasi trombosit selanjutnya. Mediator yang dilepas oleh granul α trombosit teraktivasi meliputi fibrinogen, fibronektin, thrombospondin, dan von Willibrand factor VII. Fibrinogen, fibronektin, dan thrombospondin bekerja sebagai ligan untuk agregasi trombosit, sedangkan von 1 Willibrand factor VII memfasilitasi perlekatan trombosit ke serabut kolagen. Aktivasi ini menghasilkan pembentukan sumbatan trombosit. Thrombin polymerization of fibrinogen menghasilkan fibrin yang menguatkan bekuan dan membentuk matriks ekstraselular sementara yang diperlukan untuk migrasi sel ke lokasi luka. Sel endotel memproduksi beberapa faktor yang membatasi agregasi trombosit dan pembentukan bekuan di lokasi luka. Faktor - faktor tersebut antara lain adalah prostasiklin menghambat agregasi trombosit, antitrombin III menghambat aktivitas trombin, protein C menyebabkan degradasi faktor koagulasi V dan VIII, serta aktivator plasminogen yang menginisiasi lisis bekuan melalui konversi plasminogen menjadi plasmin.1,6,7 Trombosit juga melepaskan faktor pertumbuhan dan sitokin yang berperan pada fase awal inflamasi, serta merupakan sinyal untuk migrasi sel-sel penting ke lokasi luka, di antaranya adalah platelet-derived growth factor (PDGF), transforming growth factor β1 (TGF β1), platelet factor 4, connective tissue activating peptide (CTAP-III), beta-thromboglobulin, dan neutrophilactivating peptide 2 (NAP-2). Trombosit merupakan sumber utama TGF β1.1,3,7 Proses koagulasi dan inflamasi Selama proses koagulasi, plasma dan elemen darah lainnya keluar dari pembuluh darah yang terluka dan berperan pada pembentukan trombus melalui jalur intrinsik dan ekstrinsik. Jalur intrinsik terinisiasi, jika darah terpajan dengan jaringan subendotel sehingga mengaktivasi faktor X. Jalur ekstrinsik terjadi jika tromboplastin mengaktivasi faktor VII. Kedua jalur intrinsik dan ekstrinsik ini menghasilkan pembentukan trombin yang memecah fibrinopeptida A dan B, serta menyebabkan polimerisasi fibrinogen menjadi fibrin. Stabilitas dan aktivitas biologis fibrin sangat bergantung pada ikatan silangnya, terjadi akibat aktivitas faktor XIII. Koagulasi darah berakhir jika berbagai stimulus aktivasi kaskade koagulasi berhenti. Downregulation kaskade koagulasi juga disebabkan oleh sel - sel endotel yang memproduksi prostasiklin, antitrombin III, dan protein C. Sel-sel penting yang bermigrasi ke lokasi luka misalnya keratinosit, fibroblas, sel endotel, dan monosit. Bradikinin, C3a, dan C5a berperan penting pada amplifikasi fase inflamasi/koagulasi. Hasil akhir aktivitas mediator ini adalah peningkatan permeabilitas vaskular, pengerahan neutrofil dan monosit serta pelepasan mediator sel mas.1,3,7 Pengerahan leukosit Neutrofil mulai terdapat di lokasi luka sekitar 6 jam setelah luka, beberapa saat kemudian disusul oleh monosit.7 Awalnya, jumlah neutrofil yang terbanyak karena merupakan fraksi terbesar di antara sel-sel darah putih perifer. Neutrofil dan monosit ditarik ke lokasi luka oleh faktor kemotaktik, misalnya kalikrein, fibrinopeptida, produk degradasi fibrin, C5a, dan PDGF.1,3,7 Faktor kemotaktik ini menstimulasi ekspresi CD11/CD18 kompleks di permukaan neutrofil, sehingga meningkatkan perlekatan neutrofil ke endotel pembuluh darah dan memfasilitasi diapedesis di antara sel – sel endotel. Neutrofil menghasilkan produk aktivasi komplemen yang bersifat inflamasi dan kemotaktik, serta menghasilkan sitokin misalnya connective tissue growth factor (CTGF). Aktivitas neutrofil ditingkatkan oleh integrin yang merupakan reseptor permukaan sel. Namun, neutrofil tidak terlalu penting pada perbaikan luka, karena ternyata keadaan neutropenia tidak mempengaruhi proses penyembuhan.1,7 Proses inflamasi terus berlangsung dalam waktu 24 – 48 jam setelah luka, monosit mengganti neutrofil dan menjadi leukosit utama. Monosit ditarik ke lokasi luka oleh kalikren, fibrinopeptida, dan produk degradasi fibrin. Selanjutnya, pengerahan monosit diambil alih oleh kemoatraktan spesifik yaitu fragmen kolagen, fibronektin, elastin, dan TGF-β1. Monosit mengalami perubahan fenotip menjadi makrofag jaringan. Makrofag memfagositosis dan membunuh bakteri serta scavenge jaringan debris. Makrofag melepaskan beberapa faktor pertumbuhan, termasuk PDGF, fibroblast growth factor 2 (FGF), epidermal growth factor (EGF), TGF-β, dan TGF-α. Faktor-faktor ini menstimulasi migrasi dan proliferasi fibroblas, serta produksi dan modulasi matriks ekstraselular. Makrofag merupakan sel utama dan penting untuk perbaikan luka. Dalam waktu 1-2 hari setelah luka, neutrofil yang tersisa difagosit oleh makrofag dan fase pertama penyembuhan luka berakhir, sedangkan fase proliferasi dan pembentukan jaringan telah dan sedang berlangsung.1,3,6,7 Proliferasi dan pembentukan jaringan Pada fase ini terjadi proliferasi maupun migrasi selular yang dibantu sejumlah peristiwa dan komponen yaitu hipoksia, fibroplasia, angiogenesis, migrasi keratinosit, produksi matriks ekstraselular, dan peran integrin.1 Hipoksia Segera setelah luka akut, terjadi hipoksia sementara akibat putusnya pembuluh darah. Efek hipoksia sangat berpengaruh pada migrasi dan proliferasi sel-sel fibroblas dan endotel, serta migrasi keratinosit. Tekanan oksigen rendah berperan sebagai stimulator penting pada proses awal perbaikan jaringan, yaitu stimulus dini aktivasi fibroblas dan sel endotel. Hipoksia meningkatkan replikasi dan kelangsungan hidup fibroblas; merangsang ekspansi klonal fibroblas dermal; meningkatkan sintesis mRNA kolagen; serta meningkatkan sintesis sejumlah faktor pertumbuhan. Makrofag mensekresikan bahan angiogenik hanya jika terpajan oksigen bertekanan rendah. Hipoksia meningkatkan transkripsi TGF-β1 dan sintesis peptida pada biakan fibroblas dermal. Selain itu hipoksia menyebabkan peningkatan sintesis endotelin-1, PDGF rantai β dan VGEF pada sel-sel endotel. Efek hipoksik diperantarai oleh hypoxic inducible factor 1 (HIF-1). Walaupun hipoksia meningkatkan kadar mRNA kolagen, reoksigenasi mungkin diperlukan untuk ekskresi produk akhir yang fungsional. Masih belum jelas, cara oksigen radikal yang terbentuk selama reoksigenasi mempengaruhi sintesis kolagen. Spesies oksigen yang sangat reaktif meliputi anion superoksida, hidrogen peroksida, dan hidroksil radikal. Radikal bebas derivat oksigen pada sel-sel endotel yang dipajan dengan siklus hipoksia/reoksigenasi, terbukti meningkatkan sintesis IL-1α dan IL-6. Dismutase dan glutation peroksidase mencegah peningkatan IL-1 dan IL-6.1 Fibroplasia Fibroplasia adalah pembentukan jaringan granulasi dan penyusunan kembali matriks dermal. Sel utama pada perbaikan luka ini adalah fibroblas. Fibroblas bermigrasi ke dalam luka; memproduksi sejumlah besar kolagen, proteoglikan, elastin, dan protein matriks lain; serta berpartisipasi pada kontraksi luka. Fibroblas mengalami perubahan fenotip yang memodifikasi interaksinya dengan matriks ekstraselular, sehingga fibroblas dapat menjalankan sejumlah fungsinya.1,3 Selain ini fibroblas juga berperan menstimulasi proliferasi keratinosit.8 Fibrin dan fibronektin merupakan komponen bekuan, bekerja sebagai PM untuk migrasi fibroblas. Kerja fibroblas sangat bergantung dengan PDGF. Fibroblas pada kulit yang tidak luka dikelilingi oleh matriks yang kaya kolagen, secara biosintetik inaktif, serta mengekspresikan reseptor kolagen integrin-α2 dalam kadar tinggi. Pajanan PDGF terhadap fibroblas di lingkungan fibrin-fibronektin PM mengakibatkan peningkatani integrin subunit α3 dan α5. Integrin ini memfasilitasi migrasi fibroblas ke dasar luka, selanjutnya fibroblas berproliferasi atau mengalami perubahan fenotip akibat pengaruh faktor pertumbuhan dan sitokin lain. Akhirnya karena penyembuhan luka, matriks ekstraselular yang banyak mengandung kolagen menyebabkan penurunan integrin α3 dan α5 fibroblas, 3 serta meningkatkan kadar α2. TGF-β1 merupakan kemoatraktan penting untuk fibroblas.1,3,8 Fibroblas mulai bermigrasi ke dalam luka, 48 jam setelah terjadi luka. Fibroblas bergerak di sepanjang matriks fibroblas – fibronektin yang mengendap di bekuan dini, dan memproduksi fibronektin yang memfasilitasi pergerakannya. Komponen matriks ekstraselular lain, misalnya tenascin, merupakan sinyal tambahan untuk adesi dan pergerakan fibroblas. Fibroblas memproduksi komponen matriks ekstraselular, termasuk kolagen tipe I dan III, elastin, glikosaminoglikan, dan proteoglikan. Kolagen tipe III merupakan jenis kolagen dominan selama perbaikan luka dini. Sintesis kolagen tipe III mencapai maksimal 5-7 hari setelah luka. TGF-β1 menstimulasi fibroblas untuk memproduksi kolagen tipe I dan III. Karena terbentuk jaringan konektif baru, fibroblas mengalami perubahan fenotip menjadi miofibroblas yang banyak mengandung actin. Miofibroblas memiliki gambaran karakteristik fibroblas dan sel otot polos, serta mengandung banyak jaringan retikulum endoplasmik kasar yang dibutuhkan guna memproduksi sejumlah besar protein matriks. Miofibroblas sangat berperanan dalam kontraksi luka dan dominan terdapat di jaringan granulasi. Pajanan terhadap sejumlah mediator, termasuk angiotensin, prostaglandin, bradikin, dan endotelin, mengakibatkan kontraksi miofibroblas.1-3 Angiogenesis Angiogenesis adalah proses pertumbuhan pembuluh darah baru yang disebut neovaskularisasi, terjadi bersamaan dengan fibroplasia dan saling bergantung satu sama lain.1 Kolagen dan matriks ekstraselular yang terbentuk harus selalu mendapat oksigen dan nutrien agar proses metabolik dapat berlangsung. Neovaskularisasi berfungsi sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan penting ini.6 Sel utama angiogenesis adalah sel endotel yang bermigrasi ke dasar luka, berproliferasi, dan membentuk pembuluh darah baru.1,3 Rangkaian peristiwa yang terlibat pada angiogenesis, meliputi peningkatan permeabilitas vaskular; degradasi membran basalis; proliferasi dan migrasi sel endotel melalui matriks ekstraselular; serta maturasi dan stabilisasi vessel bed yang baru terbentuk. Langkah pertama angiogenesis adalah vasodilatasi dan hiperpermeabilitas kapilar yang selanjutnya diikuti oleh ekstravasasi protein plasma yaitu protrombin dan fibrinogen, ke dalam matriks ekstraselular. Fibrin yang dihasilkan dari kaskade ini berguna untuk adesi dan migrasi sel endotel.9 Migrasi sel endotel ke dalam luka bergantung pada sinyal kemotaktik matriks ekstraselular dan sel-sel sekitar. Basic fibroblast growth factor (FGF-2) berperan pada mitosis sel endotel. Efek FGF-2 diperantarai vascular endothelial growth factor (VEGF), keratinocyte growth factor (KGF) dan transforming growth factor-α (TGF-α). Pada angiogenesis, migrasi sel lebih penting dibanding dengan proliferasi. Fibronektin dan heparin merupakan sinyal migrasi dan stimulasi proliferasi sel endotel.1,3,9 Sel endotel selama penyembuhan luka mengalami perubahan fenotip dengan membentuk pseudopodia yang menonjol melewati membran basalis. Stimulus perubahan fenotipik ini tidak diketahui dengan jelas. Hari kedua setelah luka akut, sel-sel endotel di tepi luka mulai bermigrasi ke dalam ruang perivaskular, sedangkan yang di pembuluh darah mulai berproliferasi. Tekanan oksigen rendah pada kondisi luka dini, meningkatkan angionegesis dan fibroplasia. Tekanan oksigen rendah juga merangsang makrofag memproduksi dan mensekresikan faktor-faktor angiogenik, termasuk TGF-β1 dan FGF. TGF-β1 merupakan inhibitor poten proliferasi sel endotel, tetapi menginduksi respons angiogenik. Kemungkinan karena TGF-β menyebabkan pengerahan makrofag yang mensekresikan bahan stimulasi pertumbuhan sel endotel. Famili FGF merupakan faktor terpenting dalam stimulasi angiogenesis, dilepaskan oleh makrofag dan berinteraksi dengan heparin yang meningkatkan aktivitas biologisnya.1,3,9 4 Matriks ekstraselular berperan penting dalam angiogenesis. Salah satu komponen the provisional matrix (PM) adalah secreted protein acidic and rich in cysteine (SPARC). SPARC atau fragmen proteolitiknya dilepaskan fibroblas dan makrofag, menstimulasi angiogenesis pada pembentukan jaringan granulasi. SPARC, tenascin, dan trombospondin merupakan komponen PM dini dan ditemukan pula di jaringan yang selselnya membelah atau bermigrasi, diduga merupakan protein antiadesif dan meningkatkan pemisahan sel secara lengkap atau sebagian. SPARC juga menstimulasi produksi kolagenase, stromelisin, dan gelatinase. Heparin dan fibronektin merupakan komponen PM lainnya, menstimulasi sel –sel endotel untuk membentuk pseudopodia yang melewati defek membran basalis di lokasi luka. FGF menstimulasi sel-sel melepaskan prokolagenase dan plasminogen activator (PA). PA merubah plasminogen menjadi plasmin dan mengaktivasi kolagenase. Enzim ini membantu memecah membran basalis dan memfasilitasi sel endotel bermigrasi ke dalam ruang perivaskular. 1 Migrasi keratinosit Proses reepitelisasi dimulai beberapa jam setelah jaringan luka. Migrasi keratinosit sangat berperan pada pelapisan kembali defek epidermal. Pada peristiwa ini terjadi perubahan bentuk keratinosit, penyusunan kembali sikloskleton, serta ekspresi keratin dan protease. Perubahan fenotip keratinosit memungkinkan migrasi baik dari tepi luka maupun dari setiap struktur adneksa yang masih terdapat di dasar luka. Satu – dua hari setelah luka, sel-sel epidermal di tepi luka dan di dalam luka mulai membelah dan berproliferasi sehingga menambah populasi sel-sel yang bermigrasi. TGF-β merupakan inhibitor poten terhadap proliferasi keratinosit, tetapi dapat meningkatkan migrasi keratinosit. Untuk dapat bermigrasi, keratinosit harus melepaskan diri dari lamina basal yang mengikatnya melalui hemidesmosom. Selama bermigrasi, keratinosit mengalami perubahan morfologi. Keratinosit lapisan basal mengalami perubahan dari bentuk kuboid normal menjadi sel gepeng dengan lamelipodia menonjol ke dalam dasar luka. Hemidesmosom tertarik dari membran plasma, dan gap junction bertambah. Perubahan ekspresi reseptor integrin memfasilitasi pergerakan pada kolagen, lalu keratinosit mulai mensintesis dan melepaskan kolagenase tipe I dan IV.1,9 Migrasi keratinosit di atas matriks ekstraselular maupun matriks luka sementara, dibantu oleh ekspresi integrin terutama reseptor fibronektin/tenascin α5β1 dan αvβ6 serta reseptor vitronektin αvβ5. Pergerakan di atas kolagen membutuhkan integrin α2β1. Crawling keratinosit di atas permukaan ini disebabkan oleh perubahan morfologik dan pergerakan lamellipodia. Crawling dan pergerakan keratinosit lapisan suprabasal tampak melebihi lapisan basal tepi luka. Kekuatan penggerak keratinosit adalah keratin. 1 Keratin 6, 16, dan 17 terinduksi di dalam keratinosit di tepi luka.1,3,8 Berbagai sitokin dan protein matriks menstimulasi migrasi keratinosit di dasar luka. Promotor migrasi jaringan ikat meliputi fibronektin dan kolagen tipe IV. TGF-β dan epidermal growth factor (EGF) menstimulasi migrasi keratinosit. TGF-β juga meningkatkan keratinosit memproduksi fibronektin. 1 Salah satu sinyal yang mengakhiri migrasi keratinosit adalah penyusunan kembali laminin yang merupakan komponen utama zona lamina lusida membran basalis. Pada kulit yang tidak luka, laminin mencegah kontak langsung antara keratinosit dan kolagen di membran basalis (tipe IV dan VII) dan dermis (tipe I, III, dan VI). Pada kulit luka, kerusakan komponen laminin mengakibatkan kontak keratinosit dengan kolagen yang mendasarinya sehingga menstimulasi migrasi. Proses reepitelisasi memerlukan ekspresi dan aksi adekuat enzim yang dapat melarutkan substrat dan material matriks untuk migrasi keratinosit. Keratinosit yang bermigrasi meng-upregulation tissue-type plasminogen activator (tPA) dan the urokinase-type plasminogen activator (uPA) berserta reseptornya. Enzim ini penting untuk pergerakan keratinosit melalui bekuan fibrin. Famili 5 enzim the matrix metalloproteinases (MMPs) merupakan zinc-dependent endopeptidases yang diaktivasi oleh proteinase lain, misalnya plasmin. Kolagenase-1 (MMP-1), stromelisin-2 (MMP-10), dan gelatinase diekspresikan oleh keratinosit di tepi luka. MMP1 diupregulasi pada keratin di bagian paling ujung luka, berperan untuk migrasi keratinosit pada kolagen tipe I. Stromelisin-2 (MMP-10) dan epilisin (MMP-28) di-upregulation di ujung tepi luka serta berperan untuk proliferasi.1 Remodelling jaringan Pada minggu ketiga, luka mengalami perubahan konstan dan berlangsung minimal satu tahun setelah terjadinya luka.5 Jaringan yang terbentuk didegradasi dan diremodeling, serta terjadi apoptosis sel. Proses remodeling membentuk skar stabil yang memiliki 70-80 % kekuatan asli.1,5 Hasil perbaikan luka adalah penutupan luka yang merefleksikan kompromi antara fungsi dan struktur yang dibutuhkan. Pada beberapa keadaan, fase ini awalnya memberikan hasil yang berlebihan, yaitu dapat terjadi migrasi dan proliferasi selular berlebihan serta terlalu banyak endapan berbagai jenis komponen matriks ekstraselular. Respons perbaikan yang berlebihan ini penting untuk memastikan reaksi inflamasi dan penyisihan bakteri, wounds debridement, dan penghilangan jaringan nekrotik yang adekuat. Kelebihan sel-sel dan material matriks ekstraselular, serta proses remodeling dibutuhkan untuk respons downregulation dan pengembalian ke kondisi yang mendekati seperti sebelum luka. Mekanisme apoptosis dan aktivitas enzimatik MMP serta protein lain bekerja untuk mendapatkan keseimbangan pada reepitelisasi luka baru.1 Fase remodeling belum banyak diteliti sehingga masih banyak yang belum jelas. Fase remodeling terjadi jika tidak ada lagi sinyal stimulator primer yang memungkinkan terjadinya endapan komponen matriks ekstraselular dan migrasi sel ke lokasi luka. Fase ini berlangsung tidak homogen di setiap bagian lokasi luka maupun waktu terjadinya. Peristiwa dan komponen matriks ekstraselular utama yang terjadi pada fase ini adalah : 1. Fibronektin dan komponen yang berhubungan 2. Asam hialuronik dan proteoglikan 3. Kolagen 4. Kontraksi dan kemunculan miofibroblas1 Fibronektin dan komponen yang berhubungan Sewaktu masuk ke lokasi luka, fibroblas memproduksi fibronektin dengan konsentrasi sangat tinggi. Jaringan fibronektin terbentuk dengan baik 4-5 hari setelah luka. Agar dapat bermigrasi dari lingkungan yang banyak mengandung kolagen ke lokasi luka, fibroblas harus mengalami perubahan sifat dan karakteristik. Fibroblas harus teraktivasi dan memodifikasi kandungan integrinnya untuk menentukan berikatan dengan apa atau kemana akan pergi. Proses ini diatur oleh sitokin, di antaranya adalah PDGF dan TGF-β. PDGF meng-upregulation subunit integrin α3 dan α5 guna berikatan dengan komponen PM, sedangkan subunit integrin α2 di-upregulation di lingkungan yang banyak mengandung kolagen. TGF-β berfungsi menstimulasi produksi fibronektin, upregulation reseptor pengikatan integrin dengan fibronektin, berperan pada pengendapan matriks ekstraselular, kemoatraktan dan merangsang proliferasi fibroblas, meningkatkan pembentukan matriks ekstraselular, serta terlibat dalam patogenesis skar dan fibrosis yang berlebihan. Endapan fibronektin penting untuk peletakan protein matriks ekstraselular lain. Selama remodeling dan kontraksi, miofibroblas menimbulkan kontraksi luka menggunakan jaringan fibronektin. Fibronektin yang banyak terkandung pada luka dini dimodifikasi dan di-remodeling oleh proteinase. Fibronektin diganti oleh kolagen tipe III dan akhirnya oleh kolagen tipe I.1 6 Asam hialuronat dan proteoglikan Glikosaminoglikan (GAG) asam hialuronat (hialuronan) merupakan komponen PM, berjumlah sangat banyak dan harus dimodifikasi selama proses remodeling. Kadar asam hialuronat yang tinggi diduga mengurangi resistensi terhadap migrasi sel dan berperan mengurangi skar penyembuhan luka. Selain itu, asam hialuronat dapat menstimulasi motilitas sel dengan cara merubah adesi sel dengan matriks, misalnya melemahkan adesi heparan sulfat dan fibronektin. Asam hialuronat membentuk struktur yang banyak mengandung air, menyebabkan pembengkakan jaringan dan ruang interstitial sehingga lingkungan menjadi lebih kondusif untuk pergerakan sel. Fibroblas jaringan granulasi dini banyak memproduksi asam hialuronat dan sel-sel yang berproliferasi mengekspresikan reseptor molekul GAG ini yaitu CD44. TGF-β1 meng-upregulation ekspresi asam hialuronat dan reseptornya (misalnya RHAAMM). Pada fase remodeling, asam hialuronat didegradasi oleh hialuronidase dan diganti dengan proteoglikan sulfat. Proteoglikan sulfat menguatkan struktur jaringan granulasi lanjut dan mengurangi stimulasi pergerakan selular pada skar. Fibroblas skar matur memproduksi dua proteoglikan utama yaitu kondroitin -4-sulfat dan dermatan sulfat.1,2 Kolagen Tiga kelas kolagen utama yang secara normal terdapat dalam jaringan ikat, yaitu : kolagen fibrilar (tipe I, III, dan V); kolagen membrana basalis (tipe IV); dan kolagen interstitial lain (tipe VI, VII dan VIII). Kolagen ini hanya contoh dari berbagai tipe kolagen yang terdapat di kulit. Kolagen fibrilar merupakan kolagen utama di semua jaringan konektif. Pada fase awal perbaikan luka, jaringan granulasi mengandung sejumlah besar kolagen tipe III yang merupakan komponen minor dermis orang dewasa. Pada fase ini, kolagen tipe III secara bertahap diganti kolagen tipe I dengan bantuan metaloproteinase, khususnya kolegenase.1,2,4 Penggantian kolagen tipe I dihubungkan dengan peningkatan daya regang skar.1 Matrix-degrading metalloproteinases (MMP) merupakan proenzim yang harus diaktivasi dan merupakan mediator fisiologis degradasi matriks. Terdapat tiga kelas utama zinc-dependent enzymes ini, yaitu : kolagenase, gelatinase, dan stromelisin. Kolagenase meliputi kolagenase interstitial (kolagenase fibroblas, MMP-1), bekerja pada kolagen tipe I, II, III, VII, dan X. Kolagenase penting lainnya adalah kolagenase neutrofil (MMP-1), mendegradasi kolagen tipe I, II dan III. Gelatinase terpenting adalah gelatinase A (MMP2) yang merusak gelatin, kolagen IV, dan elastin. Stromelisin 1 (MMP-3) dan 2 (MMP-10) bekerja pada proteoglikan, fibronektin, laminin, gelatin, dan elastin. Produksi dan aktivasi MMPs distimulasi oleh faktor pertumbuhan, sitokin, komponen matriks ekstraselular dan bahan kimia lain. Aktivasi MMPs, dilakukan oleh IL-1, tripsin, organomerkurial, plasmin, dan SDS, sedangkan kalsium berfungsi menstabilkan. Tissue inhibitor of metalloproteinase (TIMP) menghambat aktivitas MMP, sedangkan makroglobulin-α2 menekan fungsi TIMP tersebut.1,3 Fase remodeling merusak kelebihan makromolekul yang terbentuk selama fase proliferasi penyembuhan luka. Sel-sel di dalam luka dikembalikan ke fenotip stabil, material matriks ekstraselular diubah (misalnya kolagen tipe III ke tipe I), dan jaringan granulasi yang tumbuh subur selama fase dini penyembuhan luka hilang.1 Miofibroblas dan kontraksi Jaringan granulasi mulai terbentuk kisaran empat hari setelah luka, menyerupai granul dan banyak mengandung struktur vaskular. Pada luka matur dan selama remodeling, jaringan granulasi ini dimodifikasi. Salah satu peristiwa utama adalah kontraksi luka. Perbedaan derajat kontraksi bergantung pada pejamu, lokasi, dan 7 kedalaman luka. Penyembuhan luka pada rodent sebagian besar disertai kontraksi. Kontraksi lebih banyak terjadi di atas permukaan yang membulat, misalnya bahu dan hidung, tetapi belum diketahui alasannya. Yang paling penting pada perkembangan kontraksi adalah kedalaman luka. Pada partial-thicknes wounds, luka hanya sampai papila dermis dan sebagian adneksa masih terdapat di dasar luka, epitelisasi terjadi baik di tepi maupun dari struktur adneksa di dasar luka, serta sembuh dengan sedikit parut dan kontraksi. Pada full-thicknes wounds, luka meliputi jaringan lemak dan subkutan, epitelisasi terjadi hanya dari tepi luka, cenderung sembuh dengan lebih banyak parut dan kontraksi, serta mengakibatkan pengurangan ukuran luka sekitar 40 %. Kontraksi merupakan cara efektif dan dapat diandalkan untuk memperkecil massa jaringan yang terbentuk pada fase dini perbaikan luka. Miofibroblas berperan penting dalam proses kontraksi. Miofibroblas adalah fibroblas pada luka yang mengalami perubahan, mengekspresikan aktin otot polos α dan menyerupai otot polos. Mekanisme ini diatur oleh TGF-β1.1 Mekanisme yang menyebabkan kegagalan penyembuhan Peristiwa dan proses perbaikan luka kutan akut tidak sepenuhnya berlangsung pada luka kronis misalnya pada diabetes, insufisiensi vena dan arterial, serta berbagai keadaan yang dipersulit oleh inflamasi atau gangguan respons pejamu. Pada luka kronis terjadi kegagalan penyembuhan (failure to heal). 1 Mekanisme pasti kegagalan penyembuhan belum diketahui dengan jelas. Beberapa faktor dapat menggagalkan penyembuhan, yaitu : a. Faktor lokal : terdapat benda asing, maserasi jaringan, iskemia, dan infeksi. b. Faktor sistemik : usia lanjut, malnutrisi, penyakit diabetes, dan penyakit ginjal. c. Faktor lain : penurunan kadar faktor pertumbuhan, ketidak-seimbangan antara enzim proteolitik dan inhibitornya, serta proses penuaan sel.2,4 Jika dibandingkan dengan luka akut, pada luka kronis terjadi penurunan kadar PDGF, FGF-β, EGF, dan TGF-β. Diduga faktor pertumbuhan terperangkap oleh molekul matriks ekstraselular yang bocor ke dalam dermis, misalnya albumin, fibrinogen, dan makroglobulin-α2. Kemungkinan lain adalah bahwa faktor pertumbuhan didegradasi oleh protease dalam jumlah yang berlebihan. Pada luka kronis terjadi ketidak seimbangan enzim proteolitik (proteinase) dan inhibitornya. Aktivitas proteinase yang berlebihan akibat ekspresi MMPs berlebihan mengakibatkan degradasi abnormal matriks ekstraselular, sitokin dan faktor pertumbuhan. Potensi proliferasi fibroblas dermal semakin menurun dengan pertambahan usia. Fibroblas pada luka kronis tidak responsif terhadap faktor pertumbuhan misalnya TGF-β1 dan PDGF, kemungkinan akibat peningkatan jumlah sel yang mengalami penuaan.1,4 The synthetic program of cells pada ulkus diabetikum mungkin telah mengalami perubahan sehingga luka kronis tersebut menjadi terhenti pada fase tertentu proses perbaikan luka.1 Selain faktor di atas, terdapat beberapa hipotesis lain yang diduga turut berperan dalam perkembangan luka kronis dan kegagalan penyembuhan. Hipotesis tentang patofisiologi ulkus venosum adalah kehilangan integritas jaringan. Perkembangan ulserasi merupakan akibat hipertensi vena dan kebocoran fibrinogen dari ruang intravaskular. Fibrinogen dengan cepat dipolimerisasikan menjadi fibrin di sekitar pembuluh darah (fibrin cuffs). Diduga bahwa fibrin cuffs mencegah difusi oksigen dan nutrien lain dari darah ke dermis. Iskemia fungsional ini mengakibatkan hilangnya integritas jaringan dan akhirnya menyebabkan ulserasi. Selain itu hipertensi vena mengakibatkan kerusakan endotel dan neutrofil yang melekat di pembuluh darah melepaskan sejumlah mediator inflamasi sehingga menambah kerusakan. Hipotesis lain adalah bahwa jaringan sekitar luka kronis merupakan jaringan tidak normal dan telah diubah oleh mekanisme patogenik primer 8 sehingga sulit sembuh. Contoh klinis terbaik adalah ulkus venosum yang dikelilingi fibrosis padat yaitu lipodermatosklerosis. Pada lipodermatosklerosis dapat terjadi ulkus dan merupakan lokasi ulkus rekuren.1 KESIMPULAN Perbaikan luka kutan pada manusia memberikan hasil akhir berupa functional compromise, bukan perbaikan anatomis. Terdapat 3 fase terjadinya proses perbaikan luka yang berlangsung saling tumpang tindih yaitu fase inflamasi, proliferasi dan migrasi, serta remodelling. Pada luka kronis terjadi kegagalan penyembuhan (failure to heal). Mekanisme pasti kegagalan penyembuhan belum diketahui dengan jelas, tetapi terdapat beberapa faktor yang dapat menggagalkan penyembuhan. Selama beberapa dekade terakhir telah diketahui tentang perkembangan luka menuju inflamasi dan koagulasi; perkembangan provisional matrix; pembentukan jaringan granulasi; dan remodelling jaringan. Perbedaan fase perbaikan luka yang dijelaskan di atas merupakan platform dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Masih banyak yang perlu dipelajari, tetapi kerangka tersebut berguna untuk memahami dan mengembangkan cara mempercepat perbaikan luka. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Falanga V. Mechanisms of cutaneous wound repair. Dalam: Freedberg IM, Wolff K, Eisen AZ, et al, editor. Fizpatrick’s Dermatology In General Medicine. Edisi ke-6. New York: Graw-Hill, 2003; 236-46. Bernstein EF, Mauviel A, McGrath JA, Bolten LL, Frank T, Uitto J. Wound healing. Dalam: Lask GP, Moy RL, editor. Principles and techniques of cutaneous surgery. New York: Graw-Hill, 1996; 1-22. Ferguson MWJ, Leigh IM. Wound healing. Dalam: Champion RH, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM, editor. Textbook of Dermatology. Edisi ke-6. London: Blackwell Science Ltd, 1998; 337-43. Harding KG, Morris HL, Patel GK. Healing chronic wounds. BMJ 2002;321:160-3. Mercandetti M, Cohen AJ. Wound healing, healing and repair. Emedicine 2002, October: (9 screen). Available from : http://www.emedicine.com/plastic/topic411.htm. McCarley KH. Wound Healing : Skin. Dalam: Meyers AD, editor. Biological basis of facial plastic surgery. New York: Thieme Medical Publishers, Inc. 1993: 137-42. Williamson D, Harding K. Wound healing. Medicine International 2001;1: 3-6. El-Ghalbzouri A, Gibbs S, Lamme E, Blitterswijk CAV, Ponec M. Effect of fibroblasts on epidermal regeneration. Br J Dermatol 2002;147: 230-43. Bhushan M, Young HS, Brenchley PEC, Griffiths CEM. Recent advances in cutaneous angiogenesis. Br J Dermatol 2002;147: 418-25. 9