Dapagliflozin: Terapi Baru untuk Diabetes Melitus

advertisement
CONTINUING PROFESSIONAL
CONTINUING
CONTINUING
DEVELOPMENT
PROFESSIONAL
MEDICAL
DEVELOPMENT
EDUCATION
Akreditasi PP IAI–2 SKP
Dapagliflozin: Terapi Baru untuk Diabetes Melitus
Kurniawan,1 Paskalis Indra Suryajaya2
1
Dokter Internship Rumkit Tk III R.W. Monginsidi, Sulawesi Utara, Indonesia
2
Dokter Internship RSUD Soe, Nusa Tenggara Timur, Indonesia
ABSTRAK
Diabetes Melitus (DM) masih merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi tertinggi di dunia. Penatalaksanaan DM yang kurang
tepat akan mengakibatkan banyak komplikasi akut ataupun kronis hingga kematian. Saat ini tatalaksana DM mencakup modifikasi gaya
hidup serta agen farmakologis yang umumnya bersifat dependen terhadap insulin. Dapagliflozin merupakan sebuah agen baru penurun
kadar gula darah yang bekerja independen terhadap insulin; yaitu dengan menghambat reabsorpsi glukosa di tubulus ginjal oleh reseptor
SGLT2, sehingga memiliki efek samping metabolik lebih minim. Dapagliflozin merupakan modalitas baru yang menjanjikan dalam
penatalaksanaan DM.
Kata kunci: Dapagliflozin, diabetes melitus, inhibitor SGLT2
ABSTRACT
Diabetes Mellitus (DM) is still one of the most prevalent disease in the world. Poor management of DM may lead to multiple acute
and chronic complications, even death. Current management of DM consists of lifestyle modifications and pharmacological agents,
which commonly are insulin-dependent. Dapagliflozin is a novel insulin-independent blood glucose-lowering agent; it inhibits glucose
reabsorbtion mediated by SGLT2 receptors in the renal tubules. This leads to less metabolic adverse event. Dapagliflozin is a new
promising agent in DM management. Kurniawan, Paskalis Indra Suryajaya. Dapagliflozin: New Drug for Diabetes Mellitus.
Keywords: Dapagliflozin, diabetes mellitus, SGLT2 inhibitor
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) adalah sebuah penyakit
metabolik yang ditandai dengan adanya
hiperglikemia akibat gangguan sekresi
insulin, kerja insulin, atau keduanya.1 Diperkirakan sebanyak 374 juta orang di dunia
menderita DM.2 Berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi DM
tipe 2 yaitu 5,7%, di mana 4,2% di antaranya
baru diketahui atau baru didiagnosis.3
Prevalensi DM di daerah perkotaan di
Indonesia sebesar 4,6%, dengan 3,5% di
antaranya belum terdiagnosis.4 International
Diabetes Federation (IDF) menempatkan
Indonesia di urutan ke-7 dengan 8,5 juta
penderita DM dan diperkirakan menjadi
14,1 juta penderita diabetes di tahun
2035.5 Prevalensi DM meningkat seiring
peningkatan obesitas, gaya hidup sedentary,
dan peningkatan populasi usia tua.4,6
Peningkatan kadar gula darah pada DM
dapat mengakibatkan kerusakan organ
Alamat korespondensi
tubuh. Glukosa darah yang tidak terkontrol
akan meningkatkan risiko komplikasi
makrovaskuler dan mikrovaskuler. Kontrol
gula darah yang baik dapat menurunkan
risiko komplikasi.7-9 Penurunan 1% HbA1c
akan menurunkan risiko komplikasi
mikrovaskuler, seperti retinopati diabetes,
neuropati, dan nefropati sebesar 40% dan
risiko kematian terkait diabetes sebesar
21%.6,10 Walaupun penelitian menunjukkan
kontrol gula darah yang baik dapat
menurunkan risiko terjadinya komplikasi,
hampir setengah pasien DM belum mencapai
target gula darah yang direkomendasikan
oleh American Diabetic Association, yaitu
HbA1c <7%.6,11
PATOFISIOLOGI
DM tipe 1 merupakan tipe DM tergantung
insulin. Pada DM tipe 1 kelainan terletak pada
sel beta yang dapat bersifat autoimun ataupun idiopatik.12 Keadaan ini mengakibatkan
sel beta tidak dapat melakukan sintesis dan
sekresi insulin dengan kuantitas dan kualitas
yang cukup, bahkan hingga mencapai tahap
tidak terdapat sekresi insulin sama sekali.
Hal ini mengganggu proses utilitas gula
di dalam tubuh, sehingga mengakibatkan
peningkatan kadar gula darah.12,13
DM tipe 2 merupakan DM yang tidak
tergantung insulin. Pada tipe ini, kelainan
terletak di jaringan perifer, terdapat
resistensi insulin yang menghalangi
pemasukan gula ke dalam sel mengakibatkan peningkatan kadar gula darah serta
gangguan metabolisme seluler.13 Keadaan
ini kemudian disusul dengan disfungsi sel
beta pankreas dalam proses sekresi insulin
mengakibatkan penurunan jumlah efektif
insulin dalam tubuh, sehingga penderita
DM tipe 2 tahap lanjut umumnya akan
membutuhkan insulin sintetis sebagai salah
satu modalitas terapinya.12-14
email: [email protected] / [email protected]
CDK-234/ vol. 42 no. 11, th. 2015
817
CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT
Secara umum, keseimbangan kadar gula
dalam tubuh dipengaruhi oleh proses
absorpsi glukosa di usus kecil, produksi
glukosa di hepar, konsumsi glukosa oleh sel,
serta proses filtrasi dan reabsorpsi glukosa di
ginjal.15
Pada saat puasa, keseimbangan glukosa
dalam tubuh secara umum dikendalikan
oleh glukagon dan insulin.12,15 Glukagon
akan mendorong proses glikogenolisis,
sedangkan insulin basal akan mengontrol
utilitas glukosa ke dalam sel. Pada keadaan
konsumsi glukosa per oral, keseimbangan
glukosa dikendalikan multihormonal, yaitu
insulin, glukagon, amylin, dan hormon inkretin
(GLP-1).15 Proses ini dimulai dengan amylin
yang akan bekerja melalui jalur neural
untuk menekan pelepasan glukagon serta
menekan laju pengosongan lambung,
bertujuan mengontrol kenaikan glukosa
darah. Selain itu, hormon inkretin (GLP-1)
bekerja independen terkait keberadaan
glukosa dalam meningkatkan pelepasan
insulin ke dalam darah, menekan pelepasan
glukagon dan juga memperlambat laju
pengosongan lambung.13,15
Ginjal berperan penting dalam proses
regulasi kadar glukosa melalui proses filtrasi
dan reabsorpsi glukosa. Pada keadaan
fisiologis, glomeruli dapat menyaring
hingga 180 gram glukosa per hari; glukosa
mengalami reabsorpsi di tubulus proksimal,
sehingga hanya sedikit glukosa yang
terbuang di urin (<0,5 gram per hari).15 Proses
reabsorpsi glukosa dimediasi oleh sodiumglucose cotransporter (SGLT) tipe 1 dan tipe
2.16 Transporter ini berperan dalam transfer
glukosa serta sodium dari lumen tubulus
proksimal ke dalam sel epitel. Jika glukosa
telah masuk dan terkonsentrasi di dalam sel
epitel, maka glukosa dapat dipindahkan ke
dalam cairan interstisial dengan bantuan
transporter glukosa (GLUT).15,16
SGLT1 memiliki peran minor dalam reabsorpsi
glukosa di ginjal (hanya berperan dalam
10% reabsorpsi glukosa di ginjal). SGLT1
ditemukan dalam kuantitas cukup besar di
dinding sel usus kecil, dan berperan dalam
proses transportasi glukosa dan galaktosa
melewati dinding usus. Mutasi SGLT1 akan
mengakibatkan
gangguan
penyerapan
zat-zat tersebut mengakibatkan diare dan
dehidrasi.16
818
SGLT2 berperan penting dalam proses
reabsorpsi glukosa di ginjal. SGLT2 memiliki
afinitas lebih rendah, namun kapasitasnya
lebih tinggi dibandingkan SGLT1.17 SGLT2
banyak ditemukan di segmen awal tubulus
proksimal (dapat pula ditemukan dalam
jumlah sedikit di hepar, paru, otot skeletal,
usus, dan limpa); 90% glukosa yang
mengalami reabsorpsi di ginjal dimediasi
oleh SGLT2.16,17
DAPAGLIFLOZIN
Walaupun telah menjalankan perubahan
gaya hidup dan mendapat terapi
farmakologis, kontrol kadar gula darah akan
makin sulit seiring perjalanan penyakit.17
Obat-obat hipoglikemik oral (OHO) yang
tersedia saat ini umumnya bersifat insulin
dependen, sehingga peningkatan resistensi
insulin dan berkurangnya produksi insulin
sebagai konsekuensi menurunnya fungsi
sel β pankreas seiring dengan perjalanan
penyakit DM akan meningkatkan kebutuhan
insulin ataupun dosis OHO.17,18 Sulitnya
kontrol gula darah meningkatkan kebutuhan
akan obat-obat yang bersifat insulin
independent/bergantung insulin.
Obat golongan inhibitor SGLT yang bersifat
insulin independen tidak akan terpengaruh
oleh peningkatan resistensi insulin dan
dekompensasi sel beta pankreas karena
bekerja dengan cara menghambat proses
reabsorpsi glukosa oleh SGLT, sehingga
efikasinya tidak akan berkurang seiring
penurunan produksi insulin dan peningkatan
resistensi insulin seperti yang terjadi pada
OHO yang bersifat insulin dependen.19
Inhibitor SGLT dapat menjadi solusi kontrol
gula darah pasien DM.
Dapagliflozin merupakan salah satu obat
inhibitor SGLT2 yang paling efektif di kelasnya. Saat ini obat yang telah dapat digunakan adalah dapagliflozin dan canagliflozin,
sedangkan obat lainnya (empagliflozin,
Gambar 1. Struktur kimia dapagliflozin
ipragliflozin, tofogliflozin) masih dalam tahap
uji coba.
Mekanisme Kerja
Pada kondisi normoglikemik (rerata kadar
glukosa plasma 100 mg/dL) diperkirakan
sekitar 180 g glukosa difiltrasi oleh ginjal
setiap harinya.6,9,10,20,21 Filtrat glukosa akan direabsorpsi di tubuli ginjal, sehingga tidak ada
glukosa yang diekskresi di urin.9,22-25 Sejumlah
90% filtrat glukosa akan direabsorpsi oleh
SGLT2 yang merupakan transporter dengan
afinitas rendah, namun memiliki kapasitas
besar, dan diekspresikan secara khusus
pada segmen S1 dan S2 tubulus kontortus
proksimal ginjal, sedangkan SGLT1 yang
diekspresikan di saluran cerna dan juga
ginjal berperan dalam reabsorpsi 10% filtrat
glukosa pada segmen S3 tubulus ginjal,
transporter ini memiliki afinitas tinggi,
namun memiliki kapasitas rendah.10,19,20,24,25
SGLT1 berperan penting dalam transpor
glukosa dan galaktosa di saluran cerna,
sehingga inhibisi SGLT1 akan menyebabkan efek samping diare malabsorpsi.20,25
Setelah direabsorpsi dari tubulus ginjal,
glukosa diangkut menuju sirkulasi sistemik
oleh GLUT, terutama GLUT-2 dan sebagian
kecil GLUT–1.9
Jumlah glukosa yang terfiltrasi dipengaruhi
konsentrasi glukosa plasma dan laju filtrasi
glomerulus (LFG); makin tinggi konsentrasi
glukosa plasma, jumlah glukosa yang
terfiltrasi juga makin tinggi.9 Pada individu
dewasa sehat, kemampuan reabsorpsi filtrat
glukosa maksimal (Tmax) dalam satuan laju
filtrasi adalah 260-350 mg/min/1,73 m2,
kemampuan reabsorpsi glukosa maksimal
atau disebut juga sebagai threshold akan
dicapai pada kadar glukosa plasma yang
berbeda antar individu, setara 180-200 mg/
dL (10-11 mmol/L).6,9,19,20,22,26
Dalam keadaan normal, jumlah filtrat glukosa
tidak melebihi kemampuan reabsorpsi, maka
seluruh glukosa dapat direabsorpsi dan
tidak ada glukosa di urin. Jika kadar glukosa
filtrat melebihi kemampuan reabsorpsi di
tubulus ginjal, glukosa yang tidak dapat
direabsorpsi akan diekskresi ke urin dan
terjadi glikosuria.9,10,22 Kadar gula darah yang
menyebabkan glikosuria berbeda antar
individu, kadar gula darah plasma >126
mg/dL dapat menyebabkan glikosuria, ter-
CDK-234/ vol. 42 no. 11, th. 2015
CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT
Gambar 2. Fisiologi SGLT1 dan SGLT2 pada tubulus ginjal9
utama pada anak-anak dan wanita hamil.26
Pada sebagian pasien DM, glikosuria terjadi
bila kadar gula darah plasma >270 mg/dL.27
Pada pasien diabetes terdapat peningkatan
lebih dari 20% kemampuan reabsorpsi
glukosa di tubulus ginjal (peningkatan Tmax)
akibat hipertrofi tubulus ginjal, peningkatan
aktivitas Na/K/ATPase, dan peningkatan
ekspresi SGLT2 pada tubulus proksimal
ginjal.9,21,25,26 Ekskresi glukosa akan diikuti
oleh ekskresi cairan dan menjadi penyebab
gejala klasik DM, yaitu poliuria dan polidipsia
yang menjadi karakteristik hiperglikemik tidak
terkontrol.26
pasien DM, terutama dengan kontrol gula
darah yang buruk.20,26
Pada keadaan hiperglikemia, ginjal mengekskresi glukosa lebih banyak untuk menjaga kadar gula darah dalam batas normal,
tetapi pada pasien DM, peningkatan
kapasitas reabsorpsi glukosa maksimal
(Tmax) yang merupakan respons maladaptif
tubuh terhadap keadaan hiperglikemik
menyebabkan keadaan hiperglikemia tetap
dipertahankan dan tubuh membutuhkan
lebih banyak insulin untuk mengontrol gula
darah dan menyimpan glukosa sebagai
lemak tubuh.9,19,26 Hal tersebut menunjukkan
peran ginjal dalam patofisiologi DM. Dengan
menghambat SGLT2, maka kemampuan
reabsorpsi glukosa (Tmax) akan berkurang,
menurunkan ambang batas (threshold),
dan meningkatkan ekskresi glukosa di urin,
sehingga dapat menurunkan kadar gula
darah darah pasien DM.8,9,23,25 Jumlah glukosa
yang diekskresikan bergantung pada kadar
glukosa plasma, sehingga jumlah glukosa
yang terbuang akan makin besar pada
Farmakodinamik dan Farmakokinetik
Dapagliflozin adalah inhibitor SGLT2 poten,
1400 kali lebih selektif terhadap SGLT2
dibandingkan SGLT1, dan reversibel.
Pemberian dapagliflozin satu kali per hari
menunjukkan profil farmakokinetik yang
konsisten, pemberian secara oral akan
diabsorpsi cepat, konsentrasi plasma
maksimum (Cmax) dicapai dalam 2 jam
dengan bioavailabilitas 78% setelah
pemberian 10 mg dapagliflozin.28,29 Dapagliflozin dimetabolisme ke dalam bentuk
inaktif, yaitu 3-O-glucuronide oleh UDP
glucuronosyltransferase
1A9
(UGT1A9)
dengan waktu paruh (t1/2) 12,9 jam,
karena adanya struktur berdasarkan C-arylglucoside.24,28,29 Dapagliflozin dieliminasi terutama melalui urin dan sebagian kecil melalui
feses.28,29 Efikasi dapagliflozin bergantung
pada dosis dan jumlah glukosa yang
diekskresi bergantung pada konsentrasi
glukosa plasma dan LFG, sehingga tidak
CDK-234/ vol. 42 no. 11, th. 2015
Terjadi penurunan kemampuan reabosrbsi
glukosa setelah penggunaan dapagliflozin
selama 7 hari. Dapagliflozin menghambat
~27% reabsorpsi glukosa pada konsentrasi
glukosa plasma 100 mg/dL dan
menghambat ~70% pada konsentrasi
glukosa plasma 250 mg/dL.22 Penggunaan
dapagliflozin
selama
12
minggu
meningkatkan ekskresi glukosa pada urin
52-85 g/hari dan menunjukkan perbaikan
kontrol gula darah.27
direkomendasikan pada gangguan ginjal
berat (LFG <60 ml/min/1,73 m2), pada
gangguan ginjal ringan sampai sedang
tidak diperlukan penyesuaian dosis.28,29
Studi menunjukkan dapagliflozin tidak
menghambat atau memicu sitokrom
P450 (CYP), sehingga tidak mengganggu
klirens obat yang dimetabolisme melalui
CYP.16,28,29
Farmakokinetik
dapagliflozin
tidak terganggu bila digunakan bersamaan
dengan metformin, pioglitazon, sitagliptin,
glimepirid,
voglibose,
hidroklorotiazid,
valsartan, atau simvastatin.16,28 Penggunaan
bersama dengan insulin atau sekretagok
insulin dapat meningkatkan risiko hipoglikemia.28,29,31,32 Pada pasien dengan
gangguan fungsi hati ringan hingga
sedang tidak diperlukan penyesuaian
dosis.28,29 Penggunaan dapagliflozin pada
pasien pengguna diuretic loop, thiazide,
atau pada orang tua dapat meningkatkan risiko hipotensi, karena dapagliflozin
meningkatkan diuresis sehingga dapat
menurunkan tekanan darah (TD), terutama
pada pasien dengan kadar gula darah
sangat tinggi.16,28,29
Efektivitas
Dapagliflozin telah menunjukkan efektivitas
sebagai OHO, baik sebagai monoterapi
maupun kombinasi dengan agen lain.30-33 Saat
ini dalam Konsensus Tahun 2013 Manajemen
DM oleh American Association of Clinical
Endocrinologists (AACE), dapagliflozin dianjurkan sebagai salah satu monoterapi
bagi pasien DM tipe 2 dengan kadar A1c
<7,5% atau sebagai kombinasi bersama
dua/tiga obat bagi pasien dengan kadar
A1c ≥7,5% atau pasien yang tidak mencapai target A1c hingga 3 bulan terapi
tanpa insulin.16 Dalam sebuah studi dilakukan perbandingan antara dapagliflozin
dan plasebo dalam hal menurunkan kadar
A1c. Rerata penurunan A1c pada kelompok
dapagliflozin adalah -0,58% s/d -0,89%, lebih
tinggi dibandingkan dengan rerata pada
kelompok plasebo, yaitu -0,23%.33 Penurunan
signifikan terjadi pada dosis 5 dan 10 mg. Pada
akhir studi, proporsi subjek yang mencapai
target kadar A1c menurut American Diabetes
Association (kadar A1c <7%) lebih tinggi
pada kelompok dapagliflozin. (41% pada
kelompok dosis 2,5 mg, 44% pada kelompok
dosis 5 mg, 51% pada kelompok dosis 10
mg, dan 32% pada kelompok plasebo).17,19,33
Dalam sebuah analisis subgrup, dibanding-
819
CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT
kan pula penurunan kadar A1c pada subjek
dengan kadar A1c awal tinggi (10,1%-12%)
di kelompok dapagliflozin dan plasebo.
Hasilnya pada minggu ke-24 ditemukan
penurunan A1c yang lebih signifikan di
kelompok
dapagliflozin
dibandingkan
kelompok plasebo (rerata penurunan pada
kelompok dosis 2,5 mg: -1,23±0,98%, pada
kelompok 5 mg: -1,90±0,90%, pada kelompok
10 mg: -1,90±0,79%, pada kelompok plasebo:
0,16±2,50%).19,31,33
Tabel 1. Studi efektivitas dapagliflozin dan perbandingan/kombinasi dengan agen lainnya16
Selain kadar A1c, dilakukan observasi terhadap efek penurunan gula darah puasa
(GDP). Pada dosis 10 mg, dapagliflozin
terbukti mampu memberikan penurunan
GDP dengan rentang -0,86 mg/dl hingga -1,47
mg/dl, lebih tinggi dibandingkan kelompok
kontrol.31-33 Dalam perbandingannya dengan
metformin, dapagliflozin terbukti lebih
superior dalam menurunkan nilai GDP.16
Penurunan berat badan (BB) pada
kelompok dapagliflozin juga lebih signifikan
dibandingkan plasebo. Dalam sebuah studi,
pemberian dapagliflozin 10 mg/hari selama
26 minggu menurunkan BB sebesar -0,14
kg hingga 4,5 kg, dibandingkan dengan
perubahan BB pada kelompok plasebo
dengan rentang +1,64 kg hingga -1,9 kg.33
Dalam studi perbandingan dengan glipizide,
ditemukan setelah pemberian mencapai
minggu ke-52, kelompok dapagliflozin
menunjukkan penurunan BB hingga -3,22
kg, sebaliknya pada kelompok glipizide
ditemukan peningkatan BB hingga +1,44
kg.17,32
Ketika
dibandingkan
dengan
metformin, dapagliflozin memberikan hasil
penurunan BB yang lebih superior.17,32,33
Dapagliflozin juga menghasilkan penurunan
tekanan darah sistolik (TDS) yang lebih baik
dibandingkan plasebo.30,31,33 Dalam sebuah
studi yang membandingkan dapagliflozin
dan plasebo pada pasien yang telah rutin
menggunakan insulin, ditemukan rerata
penurunan TDS lebih signifikan pada
kelompok dapagliflozin (pada minggu ke-24,
di kelompok dengan penambahan 10 mg
dapagliflozin terhadap insulin, penurunan
TDS hingga -6,66 mmHg, sedangkan di
kelompok plasebo dengan insulin, penurunan
sebanyak -3,56 mmHg).30-33 Penurunan
tekanan darah diastolik (TDD) di kelompok
dapagliflozin tidak banyak berbeda dengan
kelompok plasebo. 17,30-33
820
Beberapa studi lain mengukur efektivitas
dapagliflozin sebagai kombinasi dengan
metformin, glimepiride, pioglitazone, dan
insulin; kombinasi OHO dengan dapagliflozin
terbukti menurunkan kadar A1c lebih
signifikan dibandingkan plasebo.16,19,32 Selain
itu, dapagliflozin terbukti noninferior dalam
hal penurunan kadar A1c jika dibandingkan
dengan
pemberian
metformin
atau
glipizide.16,19,21,32 Kombinasi dapagliflozin 10
mg dan metformin menghasilkan penurunan kadar A1c hingga -0,84%, penurunan
BB hingga -2,9 kg, serta penurunan TDS
hingga -5,1 mmHg.16,30,32,34 Dapagliflozin 5
mg dan 10 mg jika dikombinasikan dengan
insulin dapat menurunkan kebutuhan
insulin sebanyak 6,28-6,82 U/hari16,30,31,35
(dosis awal insulin minimal 30 U/hari).
Kombinasi dapagliflozin 10 mg dengan
insulin menghasilkan penurunan kadar
A1c hingga -1,01%, penurunan BB hingga
-1,61 kg, dan penurunan TDS hingga -4,09
mmHg.16,17,30,32,33,35
Selain itu, kombinasi dapagliflozin 10 mg
dengan pioglitazone terbukti dapat mengurangi efek peningkatan BB dan edema
akibat efek samping obat pioglitazone.16,19
Efek Samping
Mengingat mekanisme kerjanya yang
meningkatkan ekskresi glukosa di urin,
CDK-234/ vol. 42 no. 11, th. 2015
CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT
dapagliflozin meningkatkan risiko infeksi
sistem genitourinaria.16,17 Pada sebuah studi
ditemukan bahwa insidens infeksi sistem
genitourinaria lebih tinggi pada kelompok
dapagliflozin dibandingkan plasebo.19,21
Insidens ini lebih tinggi pada subjek wanita
dan umumnya terlihat pada 24 minggu
pertama pemberian dapagliflozin.16,19,33 Infeksi
genitourinaria pada studi tersebut rata-rata
ringan hingga sedang dan memberikan
respons baik dengan terapi infeksi
genitourinaria yang umum.16,24,33
Efek samping lain yang diduga berkaitan
dengan pemberian dapagliflozin adalah
peningkatan risiko hipoglikemia (terutama
jika dikombinasikan dengan insulin),
konstipasi, dehidrasi, dan gagal ginjal.16,19,21,33
Simpulan
Dapagliflozin bekerja secara independen
terhadap insulin dalam menurunkan
kadar glukosa darah, yaitu dengan cara
menghambat proses absorpsi glukosa
pada tubulus ginjal melalui proses inhibisi
reseptor SGLT2. Karena itu, dapagliflozin
dapat berperan sebagai alternatif terapi
anti-hiperglikemik yang efektif mengingat
kadar insulin penderita DM pada tahap
lanjut akan terus berkurang akibat proses
dekompensasi sel beta pankreas pada DM
tipe 2; sedangkan pada DM tipe 1, secara
primer terjadi penurunan sekresi insulin.
Penggunaan dapagliflozin pada penderita
DM tipe 2 telah terbukti menurunkan
kadar A1c dan GDP, dengan hasil sekunder
penurunan berat badan dan penurunan
tekanan darah sistolik.
Dapagliflozin memiliki efek samping paling
umum berupa gejala dan tanda infeksi
saluran genitourinaria, dan memiliki risiko
induksi hipoglikemia yang relatif kecil.
Tidak seperti OHO umumnya, dapagliflozin
menurunkan kadar glukosa plasma melalui
ekskresi glukosa pada urin, sehingga
menghasilkan keseimbangan kalori negatif
dalam tubuh. Efek ini ditambah dengan
sifatnya yang independen terhadap insulin
serta efek samping yang relatif ringan
menempatkan
dapagliflozin
sebagai
salah satu alternatif terapi DM yang cukup
menjanjikan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care. 2014; 37(Suppl 1): 81-90. doi: 10.2337/dc14-S081.
2.
Danaei G, Finucane MM, Lu Y, Singh GM, Cowan MJ, Paciorek CJ, et al. National, regional, and global trends in fasting plasma glucose and diabetes prevalence since 1980: Systematic
3.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia; 2008.
analysis of health examination surveys and epidemiological studies with 370 country-years and 2.7 million participants. Lancet 2011; 378(9785): 31-40.
4.
Mihardja L, Soetrisno U, Soegondo S. Prevalence and clinical profile of diabetes mellitus in productive aged urban Indonesians. J Diabetes Invest. 2014; 5: 507-12.
5.
International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas. 6th ed. Brussels, Belgium: International Diabetes Federation; 2013.
6.
Rosenwasser RF, Sultan S, Sutton D, Choksi R, Epstein BJ. SGLT-2 inhibitors and their potential in the treatment of diabetes. Diabetes Metab Syndr Obes. 2013; 6: 453-67. doi: 10.2147/DMSO.
S34416.
7.
Patel A, MacMahon S, Chalmers J, Neal B, Billot L, Woodward M, et al. The ADVANCE Collaborative Group. Intensive blood glucose control and vascular outcomes in patients with type 2
8.
Lin HW, Tseng CH. A review on the relationship between SGLT2 inhibitors and cancer. Int J Endocrinol. 2014; 719578. doi: 10.1155/2014/719578.
9.
Jung CH, Jang JE, Park JY. A Novel therapeutic agent for type 2 diabetes mellitus: SGLT2 inhibitor. Diabetes Metab J. 2014; 38(4): 261-73. doi: 10.4093/dmj.2014.38.4.261.
diabetes. N Engl J Med. 2008; 358(24): 2560-72. doi: 10.1056/NEJMoa0802987.
10. Tahrani AA, Barnett AH. Dapagliflozin: A sodium glucose cotransporter 2 inhibitor in development for type 2 diabetes. Diabetes Ther. 2010; 1(2): 45-56. doi: 10.1007/s13300-010-0007-3.
11. Fox KM, Gerber Pharmd RA, Bolinder B, Chen J, Kumar S. Prevalence of inadequate glycemic control among patients with type 2 diabetes in the United Kingdom general practice research
database: A series of retrospective analyses of data from 1998 through 2002. Clin Ther. 2006; 28(3): 388-95.
12. Ozougwu JC, Obimba KC, Belonwu CD, Unakalamba CB. The pathogenesis and pathophysiology of type 1 and type 2 diabetes mellitus. J Physiol Pathophysiol. 2013; 4(4): 46-57. doi:
10.5897/JPAP2013.0001
13. Carrera BCA, Martinez JM. Pathophysiology of diabetes mellitus type 2: Beyond the duo “insulin resistance-secretion deficit”. Nutr Hosp. 2013; 28 (Suppl 2): 78-87. doi: 10.3305/nh.2013.28.
sup2.6717.
14. Kohei K. Pathophysiology of type 2 diabetes and its treatment policy. JMAJ. 2010; 53(1): 41-6.
15. Aronoff SL, Berkowitz K, Shreiner B, Want L. Glucose metabolism and regulation: Beyond insulin and glucagon. Diabetes Spectrum. 2004; 17(3): 183-90. doi:10.2337/diaspect.17.3.183.
16. Simon JL, Timaeus S, Misita C. SGLT2 inhibitors: A new treatment option for type 2 diabetes. Pharmacy Times [Internet]. 2014 [cited 2014 Dec 2]. Available from: http://www.pharmacytimes.
com/publications/health-system-edition/2014/September2014/SGLT2-Inhibitors-A-New-Treatment-Option-for-Type-2-Diabetes
17. Wilding JP, Norwood P, T’Joen C, Bastien A, List JF, Fiedorek FT. A study of dapagliflozin in patients with type 2 diabetes receiving high doses of insulin plus insulin sensitizers: Applicability
of a novel insulin-independent treatment. Diabetes Care. 2009; 32(9): 1656-62. doi:10.2337/dc09-0517.
18. Kahn SE, Haffner SM, Heise MA, Herman WH, Holman RR, Jones NP, et al. ADOPT Study Group. Glycemic durability of rosiglitazone, metformin, or glyburide monotherapy. N Engl J Med.
2006; 355(23): 2427-43. doi: 10.1056/NEJMoa066224.
19. Nauck MA. Update on developments with SGLT2 inhibitors in the management of type 2 diabetes. Drug Des Devel Ther. 2014; 8: 1335-80. doi: 10.2147/DDDT.S50773
20. Abdul-Ghani MA, DeFronzo RA, Norton L. Novel hypothesis to explain why SGLT2 inhibitors inhibit only 30-50% of filtered glucose load in humans. Diabetes 2013; 62(10): 3324-8. doi:
10.2337/db13-0604.
21. Lopez GP, Albarran OG, Megias MC. Sodium-glucose cotransporter type 2 inhibitors (SGLT2): From renal glycosuria to the treatment of type 2 diabetes mellitus. Nefrologia 2010; 30(6):
618-25. doi: 10.3265/Nefrologia.pre2010.Sep.10494.
22. DeFronzo RA, Hompesch M, Kasichayanula S, Liu X, Hong Y, Pfister M, et al. Characterization of renal glucose reabsorption in response to dapagliflozin in healthy subjects and subjects
with type 2 diabetes. Diabetes Care 2013; 36(10): 3169-76. doi: 10.2337/dc13-0387.
23. Obermeier M, Yao M, Khanna A, Koplowitz B, Zhu M, Li W, et al. In vitro characterization and pharmacokinetics of dapagliflozin (BMS-512148), a potent sodium-glucose cotransporter type
II inhibitor, in animals and humans. Drug Metab Dispos. 2010; 38(3): 405-14. doi: 10.1124/dmd.109.029165.
CDK-234/ vol. 42 no. 11, th. 2015
821
CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT
24. Salvo MC, Brooks AD, Thacker SM. Patient considerations in the management of type 2 diabetes – critical appraisal of dapagliflozin. Patient Prefer Adherence. 2014; 22(8): 493-502. doi:
10.2147/PPA.S59169.
25. Abdul-Ghani MA, Norton L, DeFronzo RA. Role of sodium-glucose cotransporter 2 (SGLT 2) inhibitors in the treatment of type 2 diabetes. Endocr Rev. 2011; 32(4): 515-31. doi: 10.1210/
er.2010-0029.
26. Thomas MC. Renal effects of dapagliflozin in patients with type 2 diabetes.Ther Adv Endocrinol Metab. 2014; 5(3): 53-61.doi: 10.1177/2042018814544153.
27. List JF, Woo V, Morales E, Tang W, Fiedorek FT. Sodium-glucose cotransport inhibition with dapagliflozin in type 2 diabetes. Diabetes Care 2009; 32(4): 650-7. doi: 10.2337/dc08-1863.
28. U.S. Food and Drug Administration. Full prescribing information, NDA 202293 dapagliflozin tablets, 5 and 10 mg. Advisory Committee Meeting [Internet]. [cited 2013 Dec 29]. Available
from: http://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2014/202293s003lbl.pdf
European Medicines Agency (EMA). EPAR public summary forxiga (dapagliflozin) [Internet]. 2012 [cited 2013 Dec 29]. Available from: http://www.ema.europa.eu/docs/en_GB/document_
library/EPAR_-_Product_Information/human/002322/WC500136026.pdf.
29. Oliva RV, Bakris GL. Blood pressure effects of sodium-glucose co-transport 2 (SGLT2) inhibitors. J Am Soc Hypertens. 2014; 8(5): 330-9. doi: 10.1016/j.jash.2014.02.003
30. Wilding JP, Woo V, Soler NG, Pahor A, Sugg J, Rohwedder K, et al. Long-term efficacy of dapagliflozin in patients with type 2 diabetes mellitus receiving high doses of insulin: A randomized
trial. Ann Intern Med. 2012; 156(6): 405-15. doi: 10.7326/0003-4819-156-6-201203200-00003.
31. Clar C, Gill JA, Court R, Waugh N. Systematic review of SGLT2 receptor inhibitors in dual or triple therapy in type 2 diabetes. BMJ Open. 2012; 2(5). pii: e001007. doi: 10.1136/
bmjopen-2012-001007.
32. Ferrannini E, Ramos SJ, Salsali A, Tang W, List JF. Dapagliflozin monotherapy in type 2 diabetic patients with inadequate glycemic control by diet and exercise: A randomized, double-blind,
placebo-controlled, phase 3 trial. Diabetes Care. 2010; 33(10): 2217-24. doi: 10.2337/dc10-0612 2010.
33. Orme M, Fenici P, Lomon ID, Wygant G, Townsend R, Roudaut M. A systematic review and mixed-treatment comparison of dapagliflozin with existing anti-diabetes treatments for those
with type 2 diabetes mellitus inadequately controlled by sulfonylurea monotherapy. Diabetol Metab Syndr. 2014; 6: 73. doi: 10.1186/1758-5996-6-73.
34. Polidori D, Sha S, Mudaliar S, Ciaraldi TP, Ghosh A, Vaccaro N, et al. Canagliflozin lowers postprandial glucose and insulin by delaying intestinal glucose absorption in addition to increasing
urinary glucose excretion: Results of a randomized, placebo-controlled study. Diabetes Care. 2013; 36(8): 2154-61. doi: 10.2337/dc12-2391.
822
CDK-234/ vol. 42 no. 11, th. 2015
Download