BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kognitif pada Pasien Skizofrenia Menurut Andreasen seperti yang dikutip oleh Tuulio-Henriksson,12 skizofrenia adalah gangguan psikiatrik berat dengan etiologi yang multifaktorial dan kompleks. Prevalensi skizofrenia sekitar 1% di seluruh dunia. Awitan dari gangguan ini, muncul biasanya di usia muda, namun bisa terlihat di segala usia. Risiko penyakitnya sama pada wanita dan pria, tapi pria cenderung memiliki awitan yang lebih awal di bandingkan wanita, dan penyakitnya sering lebih berat pada pria. Tidak ada hanya satu tanda atau gejala untuk mendefinisikan skizofrenia. Gambaran kliniknya heterogen dan di ekspresikan pada beberapa subtipe gangguannya. Usia puncak awitannya adalah 10 hingga 25 tahun untuk pria, dan 25 hingga 35 tahun untuk wanita. Sekitar 90 persen pasien yang mendapat penatalaksanaan skizofrenia adalah diantara 15 hingga 55 tahun.13 Skizofrenia juga telah di karakteristikkan oleh defisit fungsi eksekutif, perhatian, memori, dan intelektual umum.14 Dalam gambaran klinik awal skizofrenia yang di buat oleh Kraepelin, beliau mengatakan, “Efisiensi mental selalu menghilang ke derajat yang cenderung besar. Pasien mengalami distraksi, tidak perhatian...mereka tidak bisa menyimpan pikirannya.”15 Satu hal yang merupakan perubahan paling penting dalam konsep skizofrenia belakangan ini telah ada pemahaman ulang bahwa hendaya kognitif merupakan bagian dari gangguannya.16 Secara tradisional, hendaya kognitif signifikan hanya pada pasien dengan skizofrenia yang mengalami perburukan di usia tua. Bagaimanapun, selama 25 tahun belakangan ini, bukti telah berkembang untuk menantang pandangan ini. Telah menjadi bukti bahwa hendaya kognitif yang nyata, faktanya, merupakan suatu pola dan seringnya muncul sebelum awitan penyakit ini.17 Salah satu jalur yang muncul dari badan sel di area tegmental ventral tapi berproyeksi ke korteks prefrontal di ketahui sebagai jalur dopamin mesokortikal. Cabang jalur ini menuju korteks prefrontal di hipotesiskan meregulasi kognisi dan fungsi eksekutif, dimana cabang yang menuju bagian ventromedial dari korteks prefrontal di hipotesiskan meregulasi emosi dan afek. Peran sebenarnya dari jalur dopamin mesokortikal dalam mediasi gejala skizofrenia masih dalam perdebatan, tapi banyak peneliti percaya bahwa gejala kognitif dan negatif bisa karena defisit aktivitas dopamin pada proyeksi mesokortikal ke korteks prefrontal dorsolateral, dimana gejala afektif dan negatif lain dari skizofrenia bisa karena defisit aktivitas dopamin pada proyeksi mesokortikal ke korteks prefrontal Universitas Sumatera Utara ventromedial.18 Disfungsi prefrontal telah di dalilkan menjadi sesuatu yang penting terhadap kesulitan kognitif yang bermanifestasi pada skizofrenia. Pasien-pasien skizofrenik telah di jumpai memiliki kemampuan yang jelek pada tugas fungsi prefrontal (seperti Wisconsin Card Sorting Test dan kelancaran semantik).19 Pada neurotransmiter, keluarga D 1 reseptor dopamin cenderung lebih terlibat secara langsung pada kognisi daripada keluarga D 2 reseptor dopamin, yang diteliti untuk perannya pada psikosis. Keluarga D 1 dari reseptor dopamin berlokasi pada densitas yang relatif tinggi di dendrit distal dari neuron-neuron piramidal korteks prefrontal. Untuk serotonin, terdapat sekitar 15 reseptor serotonin untuk sistem serotonin, 5-HT 1A , 5-HT 2A , dan 5-HT 6 telah di identifikasi sebagai sesuatu yang berpotensial penting terhadap kognisi. Karena glutamat juga terlibat secara kuat dalam modulasi long-term potentiation, suatu model untuk pembelajaran dan memori, maka glutamat juga cenderung terlibat dengan kognisi dan neuroplastisitas manusia. Dengan melakukan modulasi glutamat secara farmakologi mendukung untuk memperbaiki kognitif. Sistem glutamat, khususnya komponen dependen N-methyl-D-aspartate (NMDA), adalah kompleks dan menawarkan berbagai sasaran untuk kemungkinan peningkatan kognitif pada skizofrenia. Peningkatan kecil pada transmisi glutamat NMDA-dependen bisa meningkatkan kognitif, namun bila aktivitas sinaptik meningkat terlalu banyak, bisa menghasilkan neurodegenerasi. Data praklinik menyarankan bahwa asetilkolin memainkan peran penting pada kognisi. Reseptor-reseptor nikotinik berlokasi pada densitas tertinggi di hipokampus manusia dan sepertinya penting dalam aktivitas dari hipokampus. Reseptor-reseptor ini merupakan reseptor ionotropik, memiliki reseptor pentamerik, dan juga memiliki subunit α (contohnya, α 2 hingga α 9 ) dan β (contohnya, β 2 hingga β 4 ). Reseptor-reseptor nikotinik yang paling lazim adalah α 4 / β 2 , yang merupakan reseptor dengan afinitas yang tinggi, dan α 7 , yang merupakan reseptor nikotinik dengan afinitas yang rendah. Reseptor-reseptor nikotinik sepertinya melakukan modulasi terhadap pelepasan neurotransmiter, jadinya memperbaiki kognisi, yang artinya reseptor nikotinik adalah reseptor modulator berkenaan kepada kognisi. Penelitian menunjukkan bahwa reseptor-reseptor muskarinik (M 1 ), yang berlokasi dalam konsentrasi yang tinggi pada kompleks kolinergik basal dan sekitar nukleus dari jalur kortikal-Meynert, berkurang pada korteks prefrontal pasien-pasien dengan skizofrenia. Jalur kortikal-Meynert merupakan rute dimana asetilkolin diantar ke neokorteks untuk melakukan modulasi aktivitas neuronal di neokorteks. Reseptor-reseptor berlokasi sepanjang korteks limbik, neokorteks, dan regio subkortikal. Bagaimanapun, lesi jalur kolinergik menghasilkan defisiensi kognitif, yang terlibat pada mekanisme demensia di penyakit Alzheimer. Sistem γ-amino butyric acid (GABA) sebelumnya telah di investigasi untuk penatalaksanaan tardive dyskinesia. Saat itu, pengukuran kognisi tidak dipertimbangkan, yang telah membatasi jumlah data terhadap efek Universitas Sumatera Utara agonis GABA pada kognisi orang-orang degan skizofrenia. Penelitian yang dilakukan oleh Lewis et al menunjukkan peningkatan produksi reseptor GABA, khususnya subunit α 2 , pada korteks prefrontal jaringan otak pasca kematian dari kasus-kasus skizofrenia. Berdasarkan data tersebut, seseorang bisa memprediksikan bahwa agonis GABA yang menunjukkan afinitas pada subunit α 2 dari reseptor GABA akan memiliki aktivitas meningkatkan kognitif pada skizofrenia.20 Beberapa pandangan yang kontras tentang perjalanan fungsi kognitif pada skizofrenia masih ada. Pandangan yang pertama menyarankan bahwa defisit kognitif menjadi memburuk secara progresif selama durasi penyakitnya. Setelah awitan yang perlahan-lahan, fungsi intelektual pasien emnjadi lemah dan kemampuan sosial menjadi kasar. Pandangan yang kedua menyarankan defisit kognitif, sekali muncul, akan relatif stabil.15 II.2. Mini-Mental State Exam Mini-mental state exam (MMSE) awalnya di desain untuk menyediakan penilaian singkat, terstandard dari status mental yang bisa membedakan antara gangguan fungsional dan organik pada pasien-pasien psikiatrik. Sebagaimana pengalaman dengan uji tersebut meningkat selama bertahun-tahun, fungsi utamanya sekarang menjadi deteksi dan menelusuri progresi hendaya kognitif berhubungan dengan gangguan neurokognitif seperti penyakit Alzheimer.21 Mini-mental state exam merupakan skala yang terstruktur penuh yang terdiri dari 30 poin dikelompokkan ke dalam tujuh kategori: orientasi tempat (provinsi, negara, kota, rumah sakit, dan lantai/ kamar), orientasi waktu (tahun, musim, bulan, hari, tanggal), registrasi (dengan segera mengulan tiga kata), perhatian dan konsentrasi (secara berturut mengurangi 7, dimulai dengan 100, atau alternatifnya mengeja kata WAHYU secara terbalik), memanggil (memanggil tiga kata yang sebelumnya di ulangi), bahasa (memberi nama dua benda, mengulangi frase, membaca dengan nyaring, dan memahami kalimat, menulis kalimat, dan mengikuti tiga tahap perintah), dan konstruksi visual (meniru suatu desain).21, 31 Mini-mental state exam di beri skor berdasarkan angka yang dijawab secara lengkap dan benar; angka yang lebih rendah mengindikasikan kemampuan yang buruk dan hendaya kognitif yang lebih besar. Skor total berkisar dari 0 hingga 30 (kemampuan sempurna). Pada 13 studi lebih lanjut yang memeriksa keefektifan cutoff MMSE untuk mendeteksi demensia, sensitivitasnya berkisar dari 63% hingga 100% dan spesifisitasnya berkisar dari 52% hingga 99% ketika di ukur melawan diagnosis klinik independen dari demensia. Yang paling sering disebutkan sebagai keterbatasan dari MMSE adalah marjinalnya atau ketiadaan penilaian Universitas Sumatera Utara dari beberapa kemampuan kognitif yang mempengaruhi di awal perjalanan penyakit Alzheimer atau gangguan yang bersifat demensia lainnya (contohnya, keterbatasan item kelancaran verbal dan memori dan ketiadaan item pemecahan masalah dan penilaian), ketidaksensitivnya terhadap penurunan kognitif yang sangat ringan (khususnya pada individu dengan tingkat pendidikan tinggi), kerentanannya terhadap floor effects dalam menelusuri progresi demensia pada pasien dengan hendaya kognitif sedang dan berat. Walaupun keterbatasan-keterbatasan ini menghilangkan kegunaan MMSE ke beberapa derajat tertentu, uji ini tetap merupakan instrumen yang sangat berharga untuk penilaian penurunan kognitif.21 KERANGKA KONSEP PASIEN SKIZOFRENIK: JENIS KELAMIN, USIA, LATAR BELAKANG PENDIDIKAN, DAN DURASI PENYAKIT FUNGSI KOGNITIF: NORMAL, PROBABLE GANGGUAN KOGNITIF, DEFINITE GANGGUAN KOGNITIF Universitas Sumatera Utara