Tumpatan Resin Komposit Direk pada Gigi Molar Dua Mandibula Pasca Perawatan Saluran Akar Direct Composite Resin Filling on Mandibular Second Molar After Root Canal Treatment (Case report). *Ahmad Faudzi Muharriri, **Endang Suprastiwi *Mahasiswa PPDGS I.Konservasi Gigi FKGUI **Staf Pengajar Dep. I. Konservasi Gigi FKGUI Abstrak Abstract Endodontically treated tooth requires a restoration that can provide cuspal protection, which is usually provided by a metal onlay. But in certain situation like doubtful prognosis of the endodontic treatment, we should consider an alternative restoration that is resistant enough to fracture, but can be easily removed when necessary. Composite resin is proved to have high fracture resistance, aesthetically satisfactory, and expected to last long. This paper is a case report of direct composite resin as final restoration, placed directly to an endodontically treated second mandibular molar. A 7-month follow-up showed that the quality of the composite restoration was still excellent. Key words : composite resin, restorasi, perawatan saluran akar PENDAHULUAN Gigi pasca perawatan saluran akar menjadi lebih lemah karena adanya karies, fraktur, pembuangan jaringan dentin di mahkota dan saluran akar, yang menyebabkan perubahan komposisi struktur gigi.(4) Hilangnya struktur gigi akibat prosedur perawatan, akan mengurangi kekerasan gigi sebanyak 5 %, sementara hilangnya jaringan mahkota pada Mesial-Occlusal-Distal (MOD) menyebabkan kelenturan berkurang sampai dengan 60 %.(4) Reeh, dkk. meneliti kekuatan pada gigi pasca perawatan saluran akar, dan hasilnya bahwa prosedur perawatan mempunyai efek kecil terhadap kekuatan gigi, akan tetapi preparasi yang luas dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan gigi.(3) Atap pulpa merupakan bagian yang menahan tekanan dan regangan.(8) Pada atap pulpa yang hilang akibat pembukaan kamar pulpa, menyebabkan integritas struktur jaringan dentin hilang, dan menyebabkan ketahanan gigi berkurang dan flexure besar saat berfungsi.(4,8) Bila 1 jaringan gigi yang tersisa sudah sangat sedikit, pada gerakan fungsional gigi yang normal sekalipun akan menyebabkan patahnya tonjol gigi, atau bahkan fraktur mahkota terutama di daerah leher gigi.(4) Melemahnya tonjol gigi, disebabkan hilangnya satu atau dua lingir tepi, dan merupakan predisposisi terjadinya fraktur. Pada gigi yang rusak karena karies, trauma atau restorasi yang luas, preparasi akses, terutama yang menggaung ke bawah lingir tepi, merupakan faktor yang dapat memperlemah mahkota.(2) Berkurangnya sifat fisik yang bersifat irreversible karena adanya perubahan alur susunan serabut kolagen dan dehidrasi dentin akan menyebabkan berkurangnya 14 % kekuatan gigi. Gigi geligi rahang atas lebih kuat dari pada di rahang bawah, dan insisivus rahang bawah yang paling lemah. (2) Perubahan estetik juga terjadi pada gigi yang dirawat saluran akar, berkurangnya dentin secara biomekanis yang akan memodifikasi refraction cahaya yang melalui gigi. Fenomena yang paling sering terjadi adalah gigi berubah menjadi kehitaman, khususnya pada gigi anterior. Proses cleaning dan shaping yang tidak sempurna pada bagian mahkota juga bisa menyebabkan perubahan warna berupa stain pada dentin akibat dekomposisi jaringan pulpa yang tertinggal di tanduk pulpa. Selain itu, obat saluran akar dan bahan pengisi saluran akar juga dapat menyebabkan pewarnaan pada gigi. (2) Restorasi akhir gigi pasca perawatan saluran akar merupakan bagian integral dari kunci keberhasilan,(1,2) berdasarkan kenyataan bahwa kegagalan lebih sering disebabkan restorasi yang tidak adekuat dibandingkan hasil perawatan saluran akarnya sendiri.(2) Restorasi yang ideal harus dapat melindungi permukaan oklusal dan menggantikan tonjoltonjol yang hilang agar dapat secara optimal melindungi struktur mahkota gigi dan menambah ketahanan. Dua faktor utama yang menjadi dasar pertimbangan adalah hilangnya vitalitas gigi, dan banyaknya struktur jaringan gigi yang hilang akibat perawatan.(3) Faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah kualitas hasil perawatan. Pada gigi yang prognosisnya meragukan, yaitu adanya kelainan patologis di periapeks atau keluhan subyektif yang tidak hilang, sebaiknya dipilih restorasi yang tidak kompleks. (4,5) Kemajuan yang cukup pesat dalam hal material kedokteran gigi, dan konsep baru dalam tehnik restorasi, memperkenalkan penggunakan bahan restorasi adhesive. Resin komposit merupakan restorasi adhesif yang banyak digunakan karena hasilnya memuaskan dan dapat bertahan lama. (6,7) Pembuatan restorasi dapat dilakukan secara direk maupun 2 indirek, bergantung pada waktu yang tersedia, keterampilan operator, dan jenis bahan yang akan digunakan.(2) Selama beberapa dekade, kemajuan di bidang tekhnologi resin, kecenderungan pasien untuk memilih bahan tumpat sewarna gigi, dan bahan alternatif pengganti amalgam, menjadi alasan meningkatnya penggunaan komposit untuk restorasi gigi posterior.(11) Komposit untuk gigi posterior pertama sekali diperkenalkan di awal tahun 1980 an, dan menjadi sangat populer dewasa ini.(12) Pada tahun 1996, sebuah artikel mengeluarkan pernyataan bahwa komposit dapat digunakan untuk semua jenis restorasi, termasuk cusp-capping dan juga mahkota. Restorasi pada gigi posterior menerima beban baik secara langsung maupun tidak langsung melalui oklusi dan artikulasi, karena itu jenis resin komposit yang digunakan harus memiliki kekuatan yang tahan terhadap fraktur, ketahanan yang cukup terhadap pemakaian, dan memberikan efek radiopak yang baik pada gambaran foto Röntgen, sedangkan faktor estetis kurang begitu penting bila dibandingkan untuk gigi anterior. Sedikit ketidakcocokan warna bahan komposit dengan gigi asli justru memberi kemudahan dalam mendeteksi batas tepi tumpatan, dan lebih mudah untuk diidentifikasi kualitasnya saat kontrol di masa mendatang.(13) Faktor yang paling berperan dalam seleksi kasus untuk penggunaan resin komposit pada gigi posterior adalah jumlah jaringan gigi yang tersisa. Mount dan Hume membuat klasifikasi yang bisa dijadikan acuan. Klasifikasi ini menjelaskan keadaan gigi berdasarkan banyaknya kehilangan struktur gigi (tabel 1).(5) Indikasi penggunaan komposit khususnya untuk gigi posterior adalah sebagai berikut: (1) defek (sampai dengan stage 3) terdapat pada site 1 dan pada saat oklusi masih memberikan retensi meski dengan dinding-dinding yang lemah, (2) defek (sampai dengan stage 2) terdapat pada site 2 dengan kehilangan struktur gigi berupa hanya satu dari dua lingir tepi.(5) Kualitas tumpatan resin komposit sebaiknya diobservasi secara berkala, agar keberhasilannya dapat tetap dipantau, dan bisa segara diambil tindakan bila terlihat adanya indikasi kegagalan seperti terbentuknya karies sekunder, ataupun tumpatan pecah. Penilaian keberhasilan bisa mengacu pada kriteria yang dikeluarkan oleh the United States Public Health Service (USPHS) (tabel 2). Tabel 1. Klasifikasi kuantitas kehilangan jaringan gigi pasca dirawat endodonsi. 3 Site (topography of the lesion) 1: occlusal loss of tooth structure 2: proximal loss of tooth structure 3: cervical loss of tooth structure Stage (extent of the lesion) 0 : any loss of tooth substance 1 & 2 : moderate loss of tooth substance; remaining tooth structure retains sufficient strength 3 & 4 : large/extensive loss of tooth substance, with weakened or lost cusp Tabel 2. Kriteria penilaian yang disempurnakan oleh USPHS.(5) 4 Pada laporan kasus ini akan dibicarakan tumpatan resin komposit direk pada gigi molar dua mandibula pasca perawatan saluran akar. KASUS Seorang pasien wanita umur 65 tahun datang dengan keluhan gigi belakang kiri bawah sakit berdenyut bila maka sejak 2 minggu yang lalu. Sudah minum obat untuk pereda sakit, namun tidak banyak membantu. Gigi pernah ditambal 2 bulan yang lalu dan ditambal ulang 1 bulan kemudian.Secara klinis ada tumpatan Glass ionomer cement ( GIC) kelas II distal dan radiografis terlihat adanya celah di servikal karena adaptasi tumpatan yang tidak baik (Gambar 1), vitalitas gigi hilang. Diagnosa : gigi 37 partaial nekrosis. Perawatan : perawatan saluran akar. Restorasi : onlay metal. Gambar 1: Tumpatan GIC, adaptasi tumpatan tidak baik. Gambar 2: Pengisian; Under-filling 1,5 mm di sal akar MB & ML, over-filling 1 mm di sal.akar distal. Pada kunjungan pertama, dilakukan pembukaan akses untuk melakukan preparasi saluran akar yang dilanjutkan pengisian saluran akar pada kunjungan berikutnya. Panjang kerja tidak dapat dicapai pada akar mesial karena adanya obliterasi pada 1/3 apikal saluran akar .Preparasi saluran akar dengan metode stepback dengan medikasi antar kunjungan CHKM. Saluran akar diisi dengan guttperca dan endometazone dengan metode lateral kondensasi. 5 Pasca pengisian saluran akar pasien mengeluh sakit pada saat mengunyah kemudian diberi anti inflamasi dan satu minggu kemudian, rasa sakit berkurang. Dan dilakukan koreksi oklusi. Restorasi akhir pasca perawatan saluran akar dengan menggunakan resin komposit direk. Lima minggu dan 28 minggu pasca penumpatan dilakukan kontrol, tidak ditemukan keluhan secara subjektif dengan kualitas tumpatan baik dalam hal tekstur permukaan, warna, dan adaptasi tepi tumpatan. Pada pemeriksaan radiografi terlihat adanya perbaikan di periapeks (Gambar 3). Gambar 3: Kontrol 28 minggu pasca penumpatan komposit. Dan ada perbaikan pada jaringan apical. Gambaran klinis tupatan resin komposit pada bulan 1 s/d bulan ke 7 PEMBAHASAN Restorasi gigi pasca perawatan saluran akar, khususnya gigi posterior, harus dapat melindungi seluruh permukaan oklusal, untuk menghindari terjadinya fraktur.(3,6,7) Hal ini telah dibuktikan oleh beberapa penelitian, salah satunya oleh Sorensen dan 6 Matinoff, yang melakukan penelitian pada 1273 gigi yang telah direstorasi selama 1-25 tahun pasca perawatan saluran akar. Hasilnya menunjukkan, khususnya untuk gigi premolar dan molar, restorasi yang melindungi mahkota terbukti meningkatkan keberhasilan secara klinis.(7) Bahkan untuk gigi anterior dan premolar, mahkota penuh ditujukan untuk alasan estetis.(5,7) Namun ada beberapa pertimbangan lain untuk menetapkan jenis restorasi akhir, yaitu prognosis perawatan saluran akarnya.(4,5) Pada kasus ini, telah terjadi inflamasi di periapeks akar distal, akibat pengisian saluran akar yang berlebih. Ditandai dengan adanya keluhan beberapa hari setelah pengisian saluran akar, pasien mengeluh ada rasa ngilu saat mengunyah, dan peka terhadap perkusi. Keluhan ini masih bertahan sampai hampir satu minggu, meski akhirnya sembuh setelah pasien minum obat anti inflamasi. Dengan prognosis yang meragukan, rencana restorasi akhir yang awalnya sudah ditetapkan onlay logam, berubah menjadi tumpatan resin komposit direk. Perubahan konsep perawatan ke arah intervensi minimal, disertai perkembangan dalam bidang material restorasi, khususnya bahan adhesive, memberi alternatif dalam hal pemilihan jenis restorasi pada gigi pasca perawatan saluran akar. Pada resin komposit, menunjukkan angka keberhasilan yang tinggi.(6) Denehy dan Tornay, pertama sekali memperkenalkan penggunaan bahan adhesive dalam memperkuat jaringan gigi yang lemah dan email yang menggaung.(1,14) Setelah itu, banyak penelitian laboratorium yang mendukung pendapat ini,(5,6,9,14,15) ketahanan terhadap fraktur dapat meningkat sampai 80-362%. (14) Hernandez, De Freitas, dan Aussiello membuktikan penggunaan bahan bonding dentin dan komposit dapat memperkuat gigi, dan mencegah kebocoran.(1) Selain itu, kombinasi ionomer kaca sebagai basis dan restorasi komposit juga terbukti dapat memperkuat gigi.(1,14,15) Jaringan gigi tidak dapat beregenerasi, karena itu tindakan konservatif pengambilan jaringan gigi seminimal mungkin adalah yang terbaik, karena menghentikan ‘siklus perusakan gigi’. Pada gigi posterior, fungsi utamanya adalah dalam hal menerima tekanan, karena itu penggunaan pasak menjadi sangat terbatas. Restorasi dengan sistem perlekatan bonding, memiliki lapisan adhesive yang melekat 7 pada dua permukaan (jaringan gigi dan bahan tambalan), bila jaringan gigi yang terpapar bonding cukup luas, maka akan memberikan perlekatan yang lebih baik.(5) Pada kasus ini, sisa jaringan mahkota gigi dianggap cukup untuk dilakukan restorasi resin komposit direk, sehingga pembuangan jaringan gigi yang sehat (seperti halnya preparasi untuk restorasi tuang) bisa dihindari. Ketebalan masing-masing dinding: lingual 2,5 mm, mesial 1,5 mm, distal 1mm, bukomesial 2 mm, dan tengahdistobukal 1mm. Lingir tepi yang masih kuat adalah bagian tonjol distolingual, sepanjang bagian lingual sampai tonjol mesiolingual, dan bagian tonjol mesiobukal. Berdasarkan klasifikasi Mount dan Hume diatas, kasus ini termasuk dalam stage 2 site 2, sehingga masuk indikasi untuk direstorasi komposit. Bentuk desain preparasinya: daerah yang dibebaskan untuk kemudian digantikan dengan komposit adalah bagian permukaan oklusal, meninggalkan 2 mm ketebalan dinding mesial dan 3 mm ketebalan dinding lingual (tonjol mesiobukal dan mesiolingual tetap dipertahankan). Preparasi dilanjutkan ke bagian tengah bukal sampai distal sedalam 2-3 mm, sampai didapatkan ketebalan dentin 3 mm di daerah serbikal. Dinding kavitas dibuat tegak dan sedikit konvergen ke arah oklusal. Bevel dibuat disepanjang daerah pertemuan gigi-bahan tumpatan. Pengambilan bagian distal disebabkan dinding ini bukanlah jaringan gigi asli, tetapi artificial wall semen ionomer kaca. Dinding mesial dan lingual dianggap cukup tebal sehinga tidak perlu dipreparasi. Trope dan Tronstad melakukan penelitian untuk mengukur ketahanan terhadap fraktur gigi premolar yang telah dirawat endodonsi. Desain preparasi kavitasnya adalah MOD dengan meninggalkan ketebalan gigi 2 mm di permukaan oklusal, dan 3 mm di daerah CEJ.(15) Hal ini dimaksudkan bahwa sisa jaringan gigi dengan ketebalan 2-3 mm masih cukup kuat sehingga tidak perlu digantikan oleh bahan restorasi. Jenis komposit yang digunakan adalah komposit posterior. Dan teknik peletakannya adalah teknik berlapis incremental. Kualitas tumpatan resin komposit sebaiknya selalu diobservasi secara berkala, sehingga keberhasilannya bisa tetap dipantau, dan bisa segara diambil tindakan bila terlihat adanya indikasi kegagalan yang meliputi terbentuknya karies sekunder, tumpatan pecah, dan lain sebagainya. Penilaian keberhasilan bisa mengacu pada kriteria 8 yang dikeluarkan oleh the United States Public Health Service (USPHS) dipaparkan pada tabel 2. Tujuh bulan setelah penumpatan, pasien dipanggil kembali untuk melihat kondisi jaringan periapeks maupun kualitas tumpatan komposit. Tidak ada keluhan pasien selama ini, palpasi daerah apeks normal dan perkusi tidak peka, dan gambaran foto Rönten tidak menunjukkan kelainan di periapeks, menandakan kualitas hasil perawatan saluran akar baik. Demikian juga kualitas tumpatan. Kriteria penilaiannya bisa mengikuti USPHS diatas: retensi tumpatan A, tidak ada bagian tumpatan yang hilang ataupun pecah; pewarnaan tepi tumpatan B+, karena terdapat pewarnaan di daerah distolingual (sonde dijalankan tidak nyangkut), namun sebenarnya pewarnaan tersebut sudah ada sebelum dilakukan penumpatan, yaitu dentin sklerotik yang konsistensinya keras, jadi tidak dibuang saat dilakukan penumpatan; karies sekunder B, melalui foto Röntgen terlihat celah yang tipis antara dasar kavitas dan tumpatan namun tidak bisa dipastikan sebagai karies sekunder; bentuk anatomis A, tidak ada perubahan bentuk sejak pertama ditumpat; adaptasi tepi tumpatan A, tepi tumpatan tidak terdeteksi sama sekali melalui sonde yang dijalankan; tekstur pemukaan A, permukaan masih licin dan halus. Kecocokan warna tidak dimasukkan ke dalam kriteria penilaian, karena operator memang sengaja memilih warna bahan tumpatan yang tidak sama persis dengan warna gigi, hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui batas antara tumpatan dan gigi, sehingga lebih memudahkan untuk mendeteksi apabila didapati kegagalan dan lain sebagainya. Pada tumpatan resin komposit, bila dalam jangka panjang terjadi kegagalan, bisa dilakukan perbaikan pada bagian yang rusak saja, tanpa harus mengganti seluruh restorasi yang lama.(13) Sampai dengan tujuh bulan pasca penumpatan, berdasarkan serangkaian pemeriksaan diatas, dapat disimpulkan bahwa perawatan saluran akar dan restorasi akhir dianggap berhasil. Bila terjadi kerusakan sedikit, bisa dilakukan perbaikan saja. Observasi ini akan terus dilanjutkan sampai 1 dan 2 tahun pasca penumpatan. Jika pasien menghendaki, restorasi ini tidak harus diganti dengan onlay logam, dan komposit direk ini dipandang sebagai restorasi permanen. 9 Di masa mendatang, dengan semakin berkembangnya kemajuan khususnya dalam bidang bahan-bahan gigi, penggunaan komposit direk khususnya untuk gigi posterior pasca perawatan saluran akar akan semakin disukai. Hal ini karena beberapa kelebihan dalam penggunaannya seperti lebih menghemat pengambilan struktur jaringan gigi, lebih ekonomis, waktu kunjungan yang lebih sedikit, dan tingkat keberhasilannya cukup tinggi bahkan sampai lebih dari 10 tahun. (3,6,7,12,13) KESIMPULAN Pemilihan restorasi komposit direk pada kasus ini adalah karena prognosis perawatan saluran akar meragukan, yang disebabkan kualitas pengisian yang kurang adekuat. Observasi telah dilakukan selama 7 bulan pasca perawatan dan hasilnya pada gambaran radiografis terlihat adanya perbaikan jaringan periapikal dengan restorasi resin komposit yang masih baik dan tidak perlu diganti dengan onlay logam, karena berdasarkan prediksi, bisa bertahan sampai diatas 7 tahun. DAFTAR PUSTAKA 1. Daneshkazemi AR. Resistence of Bonded Composite Restorations to Fracture of Endodontically Treated Teeth. J Contemp Dent Prac 2004 August;15(3):51-8. 2. Messer HH, Wilson PR. Preparation for Restoration and Temporization. In: Walton RE, Torabinejad M. Principles and Practice of endodontics. 3rd ed, Saunders: Philadelphia. 2002; 268-94. 3. Nagasiri R, Chitmongkulsuk S. Long-term Survival of Endodontically Treated Molars Without Crown Coverage: A Retrospective Cohort Study. J Prostet Dent 2005;93:164-70. 4. Wagnild GW, Mueller KI. Restoration of the Endodontically Treated Tooth. In: Cohen S, Burns RC. Pathways of the Pulp. 8th ed, Mosby Inc: Missouri. 2002; 76595. 5. Lasfargues JJ, Bukiet F, Tirlet G, Decup F. Bonded Partial Restorations for Endodontically Treated Teeth. In: Roulet JF, Wilson NHF, Fuzzi M, eds. Advances in Operative Dentistry; Contemporary Clinical Practice. Quintessence Pub: Illinois. 2001: 191-209. 10 6. Can Say E, Kayahan B, Ozel E, Gokce K, Soyman M, Bayirli G. Clinical Evaluation of Posterior Composite Restorations in Endodontically Treated Teeth. J Contemp Dent Pract 2006 May;(7)2:017-025. 7. Mannocci F, Bertelli E, Sherriff M, Watson TF, Ford TRP. Three-year Clinical Comparison of Survival of Endodontically Treated Teeth Restored with Either Full Cast Coverage or with Direct Composite Restoration. J Prostet Dent 2002;88:297301. 8. Potashnick SR, Weine FS, Strauss S. Restoration of the Endodontically Treated Tooth. In Weine FS. Endodontic Therapy. 6th ed, Mosby Inc: Missouri. 2004; 546-84. 9. Messer HH, Wilson PR. Preparasi untuk Restorasi dan Tumpatan Sementara. In: Walton RE, Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi. Edisi kedua. Alih bahasa: Narlan Sumawinata, Winiarti Sidharta, Bambang Nursasongko, EGC: Jakarta. 1998; 338-59. 10. Robbins JW. Restoration of the Endodontically Treated Tooth. In Garcia-Godoy F. The Dental Clinics of North America-Restorative Dentistry. Vol.46, No.2. Saunders: Philadelphia. 2002 April: 367-84. 11. Da Rosa Rodolpho PA, Cenci MX, Donassollo TA, Loguércio AD, Demarco FF. A Clinical Evaluation of Posterior Composite Restorations: 17-Year Findings. J Dent 2006;34;427-35. 12. Tőrkőn LŞ, Aktener BO, Ateş M. Clinical Evaluation of Different Posterior Composite Materials: A 7-Year Report. Quintessence Int 2003;34:418-26. 13. Roeters JJM, Shortall ACC, Opdam NJM. Can A Single Composite Resin Serve All Purposes? British Dent J 2005;199:73-79. 14. McCullock AJ, Smith BGN. In-Vitro Studies of Cusp Reinforcement with Adhesive Restorative Material. British Dent J 1986;161:450-2. 15. Trope M, Tronstad L. Resistance to Fracture of Endodontically Treated Premolars Restored with Glass Ionomer Cement or Acid Etch Composite Resin. J of Endodontics 1991:17(6):257-9. Yang Diperbaiki 1. abstrak bahasa Indonesia. 2. susunan gambar control klinis 3. urutan daftar pustaka yang nomernya jadi berubah 11