SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC (AMT) DI DAERAH PANAS BUMI SAJAU, KABUPATEN BULUNGAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA Ahmad Zarkasyi, Dikdik Risdianto Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geoogi SARI Keberadaan sistem panas bumi di Sajau ditandai dengan manifestasi air panas bertemperatur 57–80 0C. Indikasi ini menjadi menarik karena berada di Pulau Kalimantan yang tersusun oleh batuan sedimen Tersier. Untuk memperoleh informasi struktur bawah permukaan sebagai bahan interpretasi sistem panas bumi maka dilakukan survei gaya berat dan audio magnetotelluric. Sebanyak 255 titik gaya berat dan 66 titik AMT tersebar melingkupi area penelitian. Hasil survey menunjukkan anomali tinggi gaya berat di sekitar mata air panas sebagai indikasi adanya batuan berdensitas tinggi dan anomali tahanan jenis rendah sebagai indikasi batuan teralterasi. Area prospek panas bumi berada di sekitar munculnya mata air panas dengan luas area berdasarkan anomali geofisika sekitar 9 km2. PENDAHULUAN Daerah Sajau berada di Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara (Gambar 1). Di daerah ini muncul manifestasi panas bumi berupa mata air panas bertemperatur 57,50 C – 80,10 C (Nurhadi, dkk, PSDG, 2015). Keberadaan manifestasi panas bumi ini menjadi suatu yang menarik karena dengan besar temperatur mencapai 80,10 C dan berada di Pulau Kalimantan yang berdasarkan tatanan geologi regionalnya berupa batuan sedimen berumur Tersier. Pada lokasi ini juga tidak dijumpai indikasi gunung api atau batuan intrusi sebagai sumber panas pada umumnya. Berdasarkan informasi di atas, maka pada tahun 2015 Pusat Sumber Daya Geologi melakukan survei geofisika dengan metode gaya berat dan Audiomagnetotelluric (AMT). survei ini dilakukan untuk mempelajari sistem panas bumi yang terbentuk dan memperkirakan potensi sumber daya panas bumi yang didukung oleh data geosain secara terpadu. Berdasarkan pemetaan batuan di daerah ini (Nurhadi, dkk, 2015) Sajau berada pada bagian barat dari cekungan Tarakan, yang didominasi oleh batuan sedimen (Gambar 2). Batuan tertua adalah serpih karbonatan yang terbentuk di pada Kala Eosen, menjemari dengan terbentuknya satuan batugamping dan batupasir karbonat. Satuan ini diduga merupakan basemen yang berada di bagian barat. Pada Kala Oligosen hingga miosen terjadi pengangkatan sehingga batuan karbonat terangkat dan mulai terbentuk batubara pada lingkungan deltaik, yang didahului oleh pembentukan konglomerat pasiran dengan komposisi kuarsa dan serpih. Kemudian mulai terbentuklah endapan batubara dengan lapisan yang cukup tebal di bagian tengah dan timur laut sesuai arah kelurusannya. Sistem panas bumi Sajau sendiri berada di lingkungan non vulkanik dan berada pada tepian cekungan Tarakan bagian barat. Morfologi Sajau di kelompokkan menjadi perbukitan Karst curam, perbukitan bergelombang kuat, Perbukitan bergelombang lemah dan pedataran. Batuan peyusun berdasarkan urutan stratigrafi dibagi menjadi batuan serpih karbonat, batugamping, batupasir karbonat, serpih rijang, konglomerat, batupasir karbon–batubara, serpih non karbonat, dan endapan alluvium. METODE DAN TEORI Metode Survei AMT Metode survei AMT pada daerah panas bumi dilakukan dengan tahapan studi literatur tentang daerah survei, persiapan kerja lapangan seperti kalibrasi peralatan dan desain survei, akuisisi data, pengolahan dan pemodelan data. Akuisisi data pengukuran menggunakan Zonge GDP-32II dengan rentang frekuensi yang diukur 8000 – 1Hz. Data hasil pengukuran diproses dengan menggunakan algoritma Robust. Kemudian kurva data diedit dan dianalisis EM strike. Untuk pemodelannya digunakan teknik inversi 2D untuk tiap lintasan yang dipilih. Metode AMT adalah metode geofisika yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik. Metode ini mengukur respon bumi dalam besaran medan listrik (E) dan medan magnet (H) terhadap medan elektromagnetik (EM) alam. Respon tersebut berupa komponen horizontal medan magnet dan listrik bumi yang diukur pada permukaan bumi pada posisi tertentu. Tahanan jenis dari metode ini dihitung berdasarkan perbandingan besarnya medan listrik dan medan magnet yang dikenal dengan persamaan Cagniard. Persamaan ini dihasilkan dari persamaan Maxwell dengan asumsi gelombang bidang. 1 E a f x 5 H 2 Penetrasi kedalaman efektif dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan di bawah ini : = 503 x ( / f)1/2 (2) Keterangan: : penetrasi kedalaman efektif (m) : tahanan jenis semu (Ohm-m) f : frekuensi (Hz) Ketika tahanan jenis berubah terhadap kedalaman, maka tahanan jenis semu akan berubah terhadap frekuensi, karena frekuensi tinggi tidak memiliki penetrasi yang cukup dalam, sedangkan frekuensi rendah memiliki penetrasi lebih dalam. Hal ini menunjukkan bahwa struktur tahanan jenis dari zona dangkal sampai ke zona dalam dapat dianalisis berdasarkan tinggi atau rendahnya frekuensi. Skin depth sebagai fungsi dari frekuensi dan tahanan jenis dapat ditentukan dari persamaan berikut. 1 2 2 503 f (3) Keterangan: : skin depth (m) : (= 2 f) frekuensi sudut : konduktivitas (S/m) : permeabilitas magnet (H/m) : tahanan jenis semu (Ohm-m) f : frekuensi (Hz) (1) Keterangan: a : tahanan jenis semu (Ohm-m) f : frekuensi (Hz) E : Besarnya medan listrik (mV/km) H : Besarnya medan magnet (nT) Tahanan jenis semu terdiri dari dua kurva seperti Rhoxy dan Rhoyx, kemudian dirotasi terhadap sumbu utama, bisa kedalam TE mode (medan listrik sejajar dengan strike) atau TM mode (medan listrik tegak lurus strike). Metode Gaya Berat Dasar metode gaya berat adalah hukum Newton yang menyatakan bahwa setiap bagian suatu benda akan menimbulkan gaya tarik menarik terhadap bagian lain yang besarnya sama dengan hasil kali massa-massa dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua massa. Besarnya gaya tarik antara dua partikel bermassa m1 dan m2 diberikan oleh persamaan: F m21 m2 r r (4) Keterangan: F= gaya tarik menarik antara 2 benda m1 dan m2 (Newton) = konstanta gaya berat (6.67 x 10-11 m3/kgs2) m1, m2= massa 1 dan 2 (kg) r = vektor satuan berarah m2 ke m1 r = jarak antara massa 1 dan 2 (m) Gaya tarik bumi terhadap suatu massa yang berada di luar bumi menyebabkan massa dipercepat secara vertikal ke bawah. Percepatan yang dialami suatu massa (m2) akibat tarikan massa lain, dalam hal ini bumi (m1) dalam jarak r dikenal sebagai percepatan gravitasi yang dinyatakan sebagai: F g m2 (m/s2) (5) Jika persamaan (4) dimasukkan ke dalam persamaan (5) maka akan diperoleh persamaan percepatan gravitasi gaya berat: F m21 r r Percepatan (6) g sebanding dengan gaya gravitasi persatuan massa terhadap m1 (Telford, et.al, 1990). HASIL PENYELIDIKAN Sebaran titik pengukuran metode AMT dan gaya berat diperlihatkan pada Gambar 3. Pengukuran gaya berat dilakukan pada 255 titik dengan menggunakan alat Scientrex CG-5. Data pengukuran dikoreksi terhadap pasang surut, drift alat, gaya berat normal, udara bebas, koreksi medan dan Bouguer. Densitas yang digunakan sebesar 2,5 gr/cm3 yang diperoleh dari penghitungan conto batuan lokasi Sajau di laboratorium. Untuk survei metode AMT diperoleh dari pengolahan 61 titik pengukuran yang menggunakan peralatan Zonge GDP-32II. Mayoritas kualitas data AMT yang diperoleh cukup bagus dengan rentang frekuensi yang digunakan adalah 8000 - 1 Hz. Hasil AMT berupa sebaran tahanan jenis semu dan model tahanan jenis (sebaran dan penampang tahanan jenis). A. Gaya Berat Anomali Bouger komplit atau CBA (Gambar 4a) yang diperoleh memiliki rentang anomali 36-88 mGal, pola sebaran anomali cenderung bernilai tinggi di sisi barat daerah survei dan bernilai rendah ke arah timur. Liniasi kontur anomali cendrung dominan berarah baratlaut-tenggara. Pola-pola pembelokan kontur gaya berat di daerah ini tidak begitu kompleks. Pembelokan terjadi di bagian tengah - timur dengan pembelokan kontur ke arah timur. Daerah lokasi manifestasi panas bumi berada di zona kontur yang agak rapat dengan nilai sekitar 70-80 mGal. Area menarik terdapat di sisi barat dari manifestasi air panas yaitu anomali tinggi bernilai 80-88 mGal. Anomali tinggi ini mengindikasikan keberadaan blok batuan berdensitas tinggi dibandingkan lingkungan batuan sekitarnya. Analisis ini harus diperkuat kembali oleh data geologi dan juga anomali gaya berat residual. Hal ini karena anomali Bouguer merupakan nilai super posisi dari semua anomali sehingga untuk interpretasi lebih lanjut harus dilakukan penyaringan anomali. Anomali regional dan residual (Gambar 4b dan 4c) diperoleh dengan metode polinomial orde 1. Anomali regional memilki kecendrungan tinggi di bagian baratdaya dan merendah secara gradasi ke arah timurlaut dengan liniasi berarah baratlaut-tenggara. Hal ini mengindikasikan struktur batuan dasar di area bagian baratdaya lebih masif dan berdensitas lebih tinggi dibandingkan penyusun batuan di bagian timurlaut. Liniasi kontur yang berarah baratlauttenggara juga mengindikasikan struktur besar /regional di daerah ini dengan arah yang sama. Anomali residual hasil pengurangan Cba terhadap tren regionalnya memiliki rentang -22 sampai dengan 16 mGal. Pola umum anomali residual mengindikasikan blok batuan di sisi timur-timurlaut daerah survei memiliki densitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan blok batuan bagian tengah dan barat. Spot anomali residual tinggi berada di sekitar mata air panas. Anomali tinggi >8 mGal ini muncul di sisi barat dan baratlaut dari lokasi manifestasi. Interpretasi anomali tinggi di lokasi tersebut masih harus di korelasikan dengan lingkungan geologi sekitarnya. Apakah spot-spot tinggi tersebut masih satu bagian blok batuan atau terpisah. Jika spot anomali tersebut merupakan blok batuan terpisah dan dikorelasikan dengan geologi berupa batuan beku, maka spot anomali tinggi tersebut menjadi sangat menarik. Jika anomali tinggi yang di bagian tengah merupakan satu kesatuan batuan maka kemungkinan hanya respon batuan yang secara regional memang lebih tinggi dibandingkan dengan batuan di sisi timur dan baratlaut. B. AMT Tahanan jenis semu dicuplik pada empat frekuensi, yaitu 1000, 100, 10 dan 1 Hz (Gambar 5). Pola sebaran dan nilai tahanan jenis semu invarian di daerah ini tidak begitu kompleks. Nilai relatif tinggi terkonsentrasi pada lokasi tertentu dan pada frekuensi tinggi saja. Nilai tahanan jenis >50 Ohmm mengisi bagian timur dan utara dengan liniasi berarah baratlaut-tenggara. Anomali tinggi ini hanya terjadi pada frekuensi tinggi (1000 Hz). Sedangkan pada frekuensi lebih rendah dari 1000 Hz (100, 10, dan 1 Hz) tidak lagi jumpai area bertahanan jenis tinggi >50 Ohmm. Pada frekuensi 100 Hz spot-spot nilai tahanan jenis bernilai >25 Ohmm mengisi bagian timurlaut, timur dan bagian tengah sebelah barat dari lokasi mata air panas. Khusus spot tahanan jenis >25 Ohmm di barat manifestasi air panas ini muncul secara konsisten di tiap frekuensi dengan pola kontur tertutup. Pemodelan tahanan jenis batuan hasil pemodelan inversi 2D ditampilkan dalam bentuk lateral yang dicuplik pada kedalaman yang sama (Gambar 5). Pada kedalaman 250 m terdapat tahanan jenis batuan <10 Ohmm dengan area yang luas di bagian tengah termasuk di area sekitar mata air panas. Kelompok tahanan jenis rendah ini semakin meluas ke arah timur pada kedalaman 500 m, 750 m dan 1000 meter. Di bagian utara, tahanan jenis bernilai sekitar 25-50 Ohmm konsisten muncul sejak kedalaman 250 m sampai dengan 1000 meter dengan pola yang semakin tegas. Untuk bagian selatan nilai tahanan jenis mengalami perubahan yang jelas. Pada kedalaman 250 m sampai 500 meter area ini ditempati tahanan jenis batuan bernilai <15 Ohmm. Sedangkan pada kedalaman di bawah 500 m nilai tahanan jenis berubah menjadi relatif tinggi >50 Ohmm dengan pola liniasi baratdayatimurlaut. Kontras tahanan jenis yang menarik berada menarik di sisi barat manifestasi panas bumi, dengan nilai tahanan jenis tinggi. Pada kedalaman 250 meter, kontur tertutup bertahanan jenis 25-50 Ohmm muncul di sisi barat manifestasi air panas. Pola ini secara konsisten muncul pada kedalaman 250, 500, 750 dan 1000 meter dengan nilai tahanan jenis yang juga semakin tinggi. Berdasarkan analisis pola sebaran dan nilainya, anomali tinggi ini mengindikasikan sebuah blok batuan yang berbeda dibandingkan dengan batuan lingkungan sekitarnya. Dugaan ini harus dikorelasikan dengan metode survei lainnya seperti gaya berat dan juga geologi. DISKUSI Anomali residual menunjukkan adanya anomali tinggi di sisi barat mata air panas. Anomali tersebut mengindikasikan blok batuan berdensitas lebih tinggi dibandingkan sekitarnya. Interpretasi anomali tinggi ini jika di korelasikan dengan lingkungan geologi sekitarnya berupa batugamping. Lokasi anomali tinggi dari gaya berat ini bersesuaian dengan anomali tinggi tahanan jenis (metode AMT). Jika anomali tinggi merupakan blok batuan berupa batuan beku, maka spot anomali tinggi tersebut menjadi sangat menarik. Anomali tinggi yang bersesuaian di kedua metode jika diasumsikan sebagai indikasi aktivitas plutonisme maka diperkirakan. batuan plutonik tersebut itu sebagai sumber panas. Energi dari sumber tersebut ditransfer secara konduktif dan konvektif pada reservoir. Sedangkan liniasi gaya berat berarah baratdaya-timurlaut bersesuaian dengan keberadaan sesar dengan arah yang sama. Sesar tersebut diduga sebagai struktur geologi yang mengkontruksi manifestasi air panas muncul ke permukaan. Daerah Sajau yang didominasi oleh batuan-batuan yang memiliki sifat umum bertahanan jenis rendah seperti batu pasir, serpih dan konglomerat. Akibat komposisi batuan tersebut, maka interpretasi nilai tahanan jenis rendah yang berkorelasi dengan panas bumi harus dilakukan secara hati-hati. Pola sebaran tahanan jenis yang termodelkan pada kedalaman 100 meter menunjukkan adanya nilai tahanan jenis redah <10 Ohmm di sekitar manifestasi panas bumi. nilai rendah ini berpola kontur tertutup dan terpisah dengan kelompok nilai rendah di bagian tengah dan selatan. Litologi sekitar manifestasi berupa batupasir, konglomerat dan aluvium merupakan batuan-batuan bertahanan jenis rendah. Diperkirakan respon nilai tahanan jenis batuan tersebut memiliki nilai tahanan jenis di bawah 30 Ohmm. Sedangkan nilai <10 Ohmm di sekitar manifestasi diduga ada faktor pengaruh fluida panas bumi yang mengubah batuan sekitar menjadi lebih rendah (<10 Ohmm). Lapisan batuan ini lah yang diduga sebagai lapisan penudung. Zona transisi antara lapisan penudung dan resevoir masih sulit ditentukan. berdasarkan penampang tahanan jenis yang melewati mata air panas (Gambar 6) di bawah permukaan manifestasi nilai tahanan jenis masih menerus rendah. Sedangkan bertahanan jenis tinggi di sisi baratdayanya masih diragukan sebagai batuan plutonik. Diperlukan studi yang lebih mendalam tentang sistem panas bumi terutama sumber panas bagi sistem. Deliniasi prospek panas bumi dengan mengkombinasi kedua hasil metode geofisika terdapat di bagian tengah sekitar mata air panas (Gambar 7). Area prospek ini didukung oleh hasil kompilasi geologi struktur, anomali tahanan jenis rendah dan anomali gaya berat tinggi dengan luas sekitar 7 km2. Untuk estimasi potensi panas bumi metode volumetrik (Lump Parameter) dan mengacu ke SNI 13-6171-1999 dan dikonversi ke dalam satuan MWe. Mengacu ke hasil penyelidikan geokimia (Andri, dkk, PSDG, 2015) daerah panas bumi Sajau memiliki temperatur reservoir sebesar 190°C,dan dengan luas area prospek sekitar 7 km2 maka potensi daerah Sajau sebesar 23 MWe (Tabel 1). KESIMPULAN Prospek panas bumi Sajau berada di sekitar lokasi. Sistem panas bumi diduga karena adanya sisa panas dari batuan plutonik yang diindikasikan dengan gaya berat dan tahanan jenis tinggi di baratdaya mata air panas. Lapisan batuan penudung diperkirakan tersusun dari batuan bertahanan jenis <10 Ohmm yang tersebar di sekitar manifestasi dengan ketebalan yang masih sukar ditentukan akibat overlapping antara nilai tahanan jenis rendah akibat alterasi dan atau batuan penyusun daerah ini. Dimensi lapisan resevoir Luas daerah prospek panas bumi sekitar 7 km2 dan potensi panas bumi sekitar 23 Mwe. Sumber panas belum dapat diketahui dan masih diperlukan studi lanjut dengan metode lain. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih tim penulis hantarkan kepada para staf Pusat Sumber Daya Geologi, kelompok penyelidikan panas bumi yang telah berperan serta dalam penulisan ini. DAFTAR PUSTAKA BPS Kabupaten Bulungan, 2010, Kabupaten Bulungan Dalam Angka 2010. Fournier, R.O., 1981, “Application of Water Geochemistry Geothermal Exploration and Reservoir Engineering, “Geothermal System: Principles and Case Histories”. John Willey & Sons. New York. Giggenbach, W.F., 1988, “Geothermal Solute Equilibria Deviation of Na-K-Mg – Ca GeoIndicators. Geochemica Acta 52. pp. 2749 – 2765”. Lawless, J., 1995, “Guidebook: An Introduction to Geothermal System”,Short course. Unocal Ltd. Jakarta. Mahon K., Ellis, A.J., 1977, “Chemistry and Geothermal System”, Academic Press Inc. Orlando. R.L. Situmorang dan G. Burhan. 1995, Tanjung Redeb, Kalimantan. Publ. P3G Bandung Telford, W.M. et al, 1982, Applied Geophysics. Cambridge University Press. Cambridge. Tim Survei PSDG, 2011, “Laporan Penyelidikan Pendahuluan Geologi dan Geokimia Panas Bumi Kabupaten Nunukan, Bulungan dan Malinau, Provinsi Kalimantan Utara”, PSDG, Bandung. Tim Survei PSDG, 2015, “Laporan Penyelidikan Geologi dan Geokimia Panas Bumi Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Utara”, PSDG, Bandung. Tim Survei Terpadu, PSDG, 2015, “Laporan Survei Terpadu Gaya Berat dan Audio Magnetotelurik Daerah Panas Bumi Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Utara”, PSDG, Bandung Gambar 1. Lokasi Daerah Sajau Gambar 2. Peta Geologi Sajau (Nurhadi, dkk, PSDG 2015) Gambar 3. Sebaran Titik Ukur Geofisika Gambar 4. Anomali Gaya Berat Bouguer (a), Regional (b) dan Residual (c) Gambar 5. Sebaran Tahanan Jenis Semu 1 Gambar 5. Sebaran Model Tahanan Jenis Gambar 6. Penampang Model Tahanan Jenis Gambar 7. Keprospekan Panas Bumi Sajau Tabel 1. Perhitungan Potensi Panas Bumi