Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 1, No. 12, Desember 2017, hlm. 1599-1607 e-ISSN: 2548-964X http://j-ptiik.ub.ac.id Pengembangan Aplikasi Pelatihan Otot Mata Penderita Miopia Menggunakan Metode Bates dan Teknologi Virtual Reality Mukhammad Sharif Hidayatulloh1, Komang Candra Brata2, Hanifah Muslimah Az-Zahra3 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Pengobatan bagi para penderita miopia yang umum selama ini adalah dengan menggunakan kacamata, cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan operasi lasiik namun dengan harga yang sangat mahal sehingga tidak semua orang bisa melakukannya. Metode bates yang telah ditemukan 100 tahun yang lalu oleh Dr. William Horatio Bates adalah metode yang praktis, dan gratis yang dapat dilakukan oleh semua orang untuk menyembuhkan mata minus. Metode bates tersebut diimplementasikan kedalam sebuah aplikasi menggunakan teknologi virtual reality yang dapat digunakan untuk pengguna sehingga pengguna bisa melakukan pelatihan lebih mudah secara mandiri. Pemanfaatan sensor gyroscope dalam smartphone dan google vr sdk mampu menyimulasikan pelatihan otot mata dalam metode bates. Simulasi yang dilakukan dalam pelatihan tersebut menggunakan sebuah pointer berwarna hijau yang akan bergerak sesuai dengan teknik latihan. Pemakaian aplikasi dilakukan secara rutin selama 30 hari dengan durasi latihan per hari 5-10 menit. Pengujian dilakukan pada hari pertama sebelum latihan dan pada hari kelipatan 6 selama latihan dengan menggunakan fitur pengukuran minus yang ada di dalam aplikasi. Hasil pengujian yang dilakukan pada 12 responden menunjukkan bahwa rata-rata penurunan minus yang terjadi adalah 0.22 D yang mana hasil tersebut mendekati hasil penelitian yang dilakukan oleh Hildreth dkk pada tahun 1947 sebesar 0.25 D. Hal ini menunjukkan bahwa virtual reality efektif untuk diterapkan pada metode bates. Kata kunci: metode bates, virtual reality, miopia Abstract The common treatment for the myopia is by using the glasses, the other ways to cure this problem is doing lasiik surgery, but it takes large amount of financial so only people who have good financial can do this solution. The bates method which have found by Dr. William Horatio Bates 100 years ago was easy and can be used by everyone to cure myopia. The bates method has implemented to an application which using virtual reality technology, this implementation have a purpose to train eyebrow muscle eye easily and independently. The using of gyroscope sensor in smartphone and google vr sdk support eyebrow muscle eye training on bates method. The simulation in this training using the green pointer which move based on training technique. The user using this application in period 30 days and 5-10 minutes training duration each day. The measurement of myopia scale done on the first day and 5 times in period 30 days with interval 6 day using in-app features. The result of effectiveness testing for 12 respondent show the avarage decrease of myopia scale is 0.22D. This result come near with the result of Hildeth’s research in 1947 that show result 0.25D. This successfull testing show that virtual reality implementation is effective with bates method. Keywords: bates method, virtual reality, myopia penglihatan normal, gangguan mata sedang, gangguan mata berat, dan ganggugan paling parah yaitu kebuataan, dari 4 kelompok tadi, WHO memperkirakan sebanyak 285 juta jiwa menderita gangguan penglihatan di seluruh dunia, 39 juta diperkirakan buta dan 246 juta menderita low vision yang merupakan 1. PENDAHULUAN Mata adalah salah satu organ vital yang wajib untuk dirawat oleh masing-masing individu dari berbagai gangguan mata yang paling berbahaya yaitu kebutaan. WHO (2014) mengelompokkan 4 tingkat fungsi visual yaitu Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya 1599 Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer gabungan dari gangguan mata sedang dan gangguan mata berat. Secara global penyebab dari gangguan penglihatan adalah 43% gangguan refraksi, 33% katarak, dan 2% adalah glaucoma. Kemenkes (2012) mendapatkan data penderita kelainan refraksi sebesar 22,1% dari total populasi penduduk Indonesia dan 15% diantaranya adalah usia sekolah. Refraksi itu sendiri merupakan sebuah keadaan dimana bayangan dari objek tidak jatuh tepat pada retina yang menyebabkan bayangan tersebut menjadi kabur, contohnya miopia, hipermetropia, astigmatisma, dan presbiopia (Darling & Thorpe, 1996). Miopia sendiri adalah gejala yang terjadi karena adanya gangguan pada fungsi badan siliar yang mengandung otot-otot yang berguna untuk melakukan akomodasi sehingga lensa mata dapat mencembung, Dalam buku Ilmu perawatan mata (2004), Ilyas mengatakan untuk membantu para penderita miopia agar bisa melihat dengan jelas, bisa dilakukan dengan cara memberikan lensa negatif yang berguna sebagai media yang bisa melemahkan daya bias sinar yang masuk kedalam bola mata. Permasalahan yang sebenarnya adalah menggunakan kacamata hanya membantu penderita refraksi termasuk miopia untuk melihat dengan jelas, dan bukan untuk menyembuhkan (AAOO, 2015). Metode bates adalah sebuah cara menyembuhkan mata dengan beberapa teknik pelatihan otot mata sederhana serta relaksasi pikiran dan badan yang telah ditemukan oleh Dr. William Bates 100 tahun yang lalu (Bates, 1920), meski telah 1 abad ditemukan, namun sampai sekarang kredibilitasnya masih belum bisa diterima oleh sebagian besar orang terutama tenaga medis dalam bidang Oftalmologi atau ahli mata karena doktrin yang dipaparkan oleh Hermann von Helmholtz pada tahun 1855 yaitu kemampuan akomodasi mata hanya bisa dipengaruhi oleh lensa mata (Oxenfeld, 2013), alasan lain adalah di dunia perekomonian, Metode Bates bisa menghambat perusahaan yang bergerak pada bidang optik karena insdustri optik yang meliputi kacamata resep, kacamata hitam untuk menangkal radiasi matahari, kacamata baca, kontak lensa, dan operasi bedah refraktif mengalami peningkatan 3.9% pada periode 1 tahun yang diakhiri pada bulan Juni 2013 dengan pendapatan sebesar $35.47 Miliar (Healio, 2013). Pada tahun 2013 muncul sebuah produk yang diklaim sanggup untuk menyembuhkan Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya 1600 penyakit refraksi pada mata khususnya miopia yaitu iBrite, alat pelatihan otot mata dengan menggunakan teknologi 3D yang dilengkapi dengan signal digital frekuensi rendah untuk memijat 7 titik akupunktur mata sehingga meningkatkan ketajaman penglihatan. Meskipun iBrite adalah alat yang revolusioner dalam menerapkan metode bates, kekurangan dari alat tersebut terletak pada harganya yang tergolong mahal yaitu Rp.1.699.000 (Jaco, 2013) sehingga tidak semua orang mampu untuk membelinya. Adanya teknologi virtual reality memberikan ruang kepada developer untuk membuat berbagai macam game interaktif dengan memberikan experience baru kepada pengguna (Sudarmawan & Ariyus, 2007), bukan hanya game yang mungkin untuk diimplementasikan kedalam VR, metode bates juga sangat memungkinkan dengan cara membuat lingkungan 3D yang khusus untuk pelatihan otot mata dan menerapkan beberapa teknik dalam metode bates. Dari fakta-fakta yang telah dipaparkan di atas, dilakukan penelitian untuk membuat sebuah aplikasi dengan memanfaatkan metode bates dan kemampuan immersive yang ada dalam teknologi VR dan memiliki harga lebih terjangkau dengan Head Mounted Display (HMD) low cost yaitu cardboard dari Google. Pertanyaan yang mendasar sekaligus dijadikan rumusan masalah adalah bagaimana analisis, rancangan, implementasi, dan pengujian aplikasi, yaitu terkait dengan rekayasa perangkat lunak, bagaimana pengaruh skala minus penderita miopia setelah menggunakan aplikasi, dan bagaimana tingkat efektivitas penerapan teknologi virtual reality untuk metode bates dalam menurunkan skala dioptri pada penderita myopia jika dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terkait dengan metode bates secara konvensional. 2. LANDASAN KEPUSTAKAAN Penelitian A new context: Screen to face distance yang telah dilakukan oleh König dkk (2014) membahas tentang algoritme untuk menentukan jarak antara layar smartphone Android dengan wajah pengguna, kesimpulan dari penelitian tersebut adalah algoritme yang digunakan untuk melakukan pengukuran akurat antara 19 cm sampai 89 cm, hasil implementasi dari penelitian tersebut adalah library java yang Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer digunakan untuk menentukan skala minus pada salah satu fitur aplikasi pelatihan otot mata. Penelitian yang dilakukan oleh Rommel Hildreth dkk (1947) bertujuan untuk menguji efektivitas metode bates untuk penderita miopia. Penelitian ini dilakukan di University of Missouri, Saint Louis dengan total 54 responden dengan kriteria antara lain memiliki usia 10 sampai 30 tahun, rentang miopia antara -0,50D sampai - 3.00 D, dan astigmatisme maksimal 1 diopter. Hasil penelitian yang didapat dari penelitian The Effect Of Visual Training on Existing Myopia menunjukkan rata-rata penurunan minus dari 54 responden adalah 0.25D (Hildreth, et al., 1947). Hasil yang penulis dapat dari penelitian ini akan dijadikan dasar dalam pengujian efektivitas. 2.1. Miopia Miopia adalah keadaan dimana mata memiliki kekuatan pembiasan cahaya yang besar sehingga menyebabkan sinar sejajar yang masuk dibiaskan di depan retina, miopia dapat menyerang manusia mulai usia dini, skala pada penyakit miopia dilambangkan dalam skala dioptri dimana (1-3 dioptri) merupakan ringan, (3-6 dioptri) adalah sedang dan (6-10 dioptri) adalah berat. (Ilyas, 2003) Untuk membantu pasien dengan penyakit miopia bisa menggunakan lensa sferis negatif kecil untuk memberikan ketajaman penglihatan yang besar. Penyakit yang mungkin terjadi pada penderita miopia berat adalah terjadinya juling, hal ini terjadi karena mata terus berkonvergensi. (Ilyas, 2004) a) b) Gambar 2.1 Ilustrasi Fokus Penderita Miopia a) Sebelum Menggunakan Kacamata, b) Setelah Menggunakan Kacamata Sumber : (Ilyas, 2003) Gambar 2.1 a) menggambarkan fokus mata pada penderita miopia sebelum menggunakan kacamata dan b) menggambarkan setelah menggunakan kacamata 1601 Metode ini bertujuan untuk memulihkan, menormalkan, dan menyehatkan fungsionalitas mata. Berdasarkan metode bates, gangguan mata bisa disebabkan oleh ketegangan pikiran, ketegangan ini bisa berasal dari permasalahan yang dirasa sulit untuk diselesaikan yang berujung pada gangguan pikiran dan menjadi tegang, solusinya adalah dengan berusaha untuk mengistirahatkan pikiran. Mata manusia dalam hal visual secara terus menerus memperhatikan detail, warna, cahaya, gerakan, bentuk, dan kedalaman, namun sayangnya kebanyakan orang menyepelekan hal ini dan menganggap bahwa kemampuan mata untuk merepresentasikan objek yang dilihat hanyalah sebuah hal yang umum, selain itu tuntutan teknologi modern membawa manusia semakin tidak menyadari akan kekuatan mata, bahkan semakin menjauhkan manusia untuk memanfaatkan fungsi alami mata untuk menikati indahnya alam yang tercipta, sistem visual mata hanya dimanfaatkan untuk bermain game, berhari-hari di depan komputer dan kegiatan yang pada dasarnya memaksa mata untuk selalu bekerja tanpa istirahat. Dr. Bates memberikan beberapa metode untuk memberikan mata apa yang seharusnya dibutuhkan yaitu warna, bentuk, kedalaman, tekstur, dan gerakan yang diibaratkan makanan bagi mata oleh Bates, dengan memberikan kembali “makanan” yang seharusnya didapatkan oleh mata dengan menggunakan beberapa metode yang diciptakan oleh Bates, maka mata akan menjadi normal. (Bates, 1920). Untuk menentukan metode mana yang paling mungkin diimplementasikan kedalam virtual reality, dibuat sebuah tabel perbandingan semua teknik dalam metode bates yang dijelaskan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Perbandingan Kapabilitas Metode Bates Untuk Diimplementasikan Ke dalam Virtual Reality Nama Metode Keterangan Palming Tidak bisa Ketika memakai CardBoard, pengguna tidak bisa memijat mata Sunning Tidak bisa Tidak mungkin mensimulasikan cahaya matahari/lampu menggunakan smartphone Long Swing Tidak bisa Akan membuat user pusing jika diimplementasikan karena tidak semua kamera smartphone memiliki 2.2. Metode Bates Metode Bates ditemukan oleh Dr. William Bates dalam bukunya yang membahas tentang beberapa metode sederhana untuk menyembuhkan mata, inti dari metode ini adalah relaksasi untuk mata dan pikiran. Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Alasan Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer sensor OIS. Head Swing Bisa Hanya membutuhkan sensor Gyroscope dan sebuah pointer yang bergerak. Prayer Swing Tidak bisa Tidak membutuhkan virtual reality untuk diterapkan. Optical Swing Bisa Colour day Tidak bisa Sangat cocok untuk melatih otot mata sekaligus untuk reaksasi mata Tidak membutuhkan virtual reality. Berdasarkan Tabel 2.1, didapatkan 2 teknik dari metode bates yang paling mungkin untuk diimplementasikan kedalam virtual reality yaitu Head Swing dan Optical Swing. 2.3. Virtual Reality Virtual reality (VR) secara umum adalah teknologi yang membuat usernya berinteraksi dengan dunia yang disimulasikan oleh komputer (Sudarmawan & Ariyus, 2007), untuk implementasi VR itu sendiri bisa menggunakan sebuah layar desktop atau menggunakan perangkat tambahan yaitu Virtual Reality Head Mounted Display (VR-HMD). Dalam jurnal yang membahas tentang VR, Halarnkar et al (2012) menyebutkan ada beberapa faktor yang sangat penting dalam VR, yang pertama adalah virtual realism yaitu bagaimana cara membawa user seolah-olah masuk kedalam dunia maya yang telah dibuat, selanjutnya adalah resolusi gambar yang ditampilkan, ini penting karena menetukan seberapa detail lingkungan maya yang akan ditampilkan dalam VR, kemudian tidak kalah pentingnya adalah frame rate yang menentukan seberapa halusnya transisi yang dilakukan untuk menampilkan gambar, jika menggunakan teknologi VR-HMD, maka frame rate harus tinggi karena jika rendah maka akan membuat user tidak merasa nyaman, kemudian yang terakhir adalah sistem navigasi yaitu bagaimana cara user untuk melakukan pergerakan atau berinteraksi dengan objek yang ada dalam VR tersebut. 3. METODOLOGI PENELITIAN Metode yang diterapkan pada aplikasi Pelatihan otot mata pada penderita miopia dan implementasi dengan menggunakan virtual reality dimulai dengan studi literatur, analisa Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya 1602 kebutuhan, perancangan, implementasi, pengujian yang diilustrasikan pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Alur Metodologi Penelitian 3.1. Studi Literatur Untuk menunjang penelitian ini, dilakukan studi literatur dari berbagai bidang ilmu yang mempunyai keterkaitan dengan implementasi metode bates dengan menggunakan teknologi virtual reality, literatur yang digunakan adalah metode bates, miopia, web service, json, laravel, virtual reality, android studio, google vr, unity 3d. Penelusuran referensi tersebut didapatkan dari berbagai sumber antara lain buku , jurnal, dan tutorial dari internet. 3.1. Analisis dan Pemodelan Kebutuhan Aplikasi yang penulis kembangkan memiliki fungsi untuk melakukan simulasi dari beberapa teknik yang ada pada metode bates dengan menggunakan teknologi virtual reality, pada awalnya harus ditentukan dahulu teknik mana saja pada metode bates yang paling memungkinkan untuk diterapkan menggunakan virtual reality, kemudian mengidentifikas aktoraktor yang akan menggunakan sistem, selanjutnya melakukan analisis dan spesifikasi kebutuhan dan sekaligus melakukan indentifikasi kebutuhan fungsional masingmasing aktor dan langkah terakir adalah pembuatan Use Case Diagram dan Use Case Scenario. 3.1.1. Gambaran Umum Sistem Perangkat lunak yang dibuat dalam penelitian ini adalah “Pengembangan Aplikasi Pelatihan Otot Mata Penderita Miopia Menggunakan Metode Bates Dan Teknologi Virtual reality”, dimana aplikasi ini berguna sebagai instruktur untuk melatih otot mata selama 30 hari dengan menggunakan metode bates dalam 2 teknik dasar yang telah disebutkan pada bab sebelumnya yaitu Head Swing dan Optical Swing dimana masingmasing teknik berisi 3 sesi latihan dengan waktu 3 menit masing-masing sesi, total waktu dari semua sesi latihan adalah 18 menit yang akan dilakukan user selama 1 hari. Di dalam Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer aplikasi ini juga terdapat fitur untuk mengukur skala minus mata antara 1D – 5D yang secara otomatis akan bisa dipakai oleh user 6 hari sekali setelah melakukan pelatihan, data yang diperoleh dari pengukuran tersebut akan disajikan dalam bentuk kurva agar user bisa memantau perkembangan skala minus sebelum, sesudah, dan selama proses pelatihan yang berlangsung 30 hari. Selain perangkat lunak untuk Pelatihan Otot Mata, dalam penelitian ini juga perlu dikembangkan sistem lain sebagai pendukung yaitu Web service sebagai penyedia layanan untuk user melakukan autentikasi kedalam sistem dan mengakses Database. 3.1.2. Identifikasi Aktor Aktor adalah semua subjek yang berperan di dalam sistem dimana subjek tersebut bisa berupa orang atau sistem lain yang terintegrasi, Tabel 3.1 menjelaskan aktor beserta deskripsinya. Tabel 3.1 Identifikasi Aktor Aktor User Member Deskripsi Dalam sistem ini user dapat melakukan login untuk proses autentifikasi. Dalam sistem ini, meber adalah user yang telah melakukan pendaftaran sehingga bisa menggunakan semua fitur-fitur dalam aplikasi. 3.1.3. Kebutuhan Fungsional User Kebutuhan fungsional melambangkan apa yang sistem bisa lakukan untuk pengguna dan merupakan fitur utama yang dimiliki oleh perangkat lunak, sesuai dengan penjelasan Tabel 3.1, aktor user adalah pengguna sistem yang belum melakukan proses autentikasi, Tabel 3.2 berisi daftar kebutuhan fungsional yang dimiliki oleh aktor user. Tabel 3.2 Kebutuhan Fungsional User Kode BTVR-F-101 BTVR-F102 Nama Login Mendaftar Sebagai member Deskripsi User melakukan login untuk mendapatkan autorisasi sebagai member. User melakukan pendaftaran untuk menjadi member 3.1.4. Kebutuhan Fungsional Member Dari Tabel 3.1 menjelaskan bahwa member adalah pengguna sistem yang telah melakukan autentikasi dan memiliki hak untuk menggunakan seluruh fungsionalitas yang dimiliki oleh aplikasi, daftar kebutuhan fungsional dari aktor member disebutkan dalam Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya 1603 Tabel 3.3. Tabel 3.1 Kebutuhan Fungsional Member Kode BTVR-F-201 BTVR-F202 Nama Melihat Daftar Latihan Otot Mata Melihat Daftar Progress Hari BTVR-F203 Melihat Deskripsi Metode Bates BTVR-F204 Menampilkan VR Metode Bates BTVR-F205 Melakukan Pengukuran Minus Melihat Referensi BTVR-F206 BTVR-F207 BTVR-F208 BTVR-F209 BTVR-F210 Melihat Detail Referensi Melihat Tabel Hasil Pengukuran Melihat Tutorial Pengukuran Logout Deskripsi Member melihat daftar latihan otot mata dari metode bates Member melihat daftar progres yang telah dilewati berdasarkan hari Member melihat deskripsi singkat dari metode bates yang telah terpilih Member menampilkan scene VR pada metode bates terpilih dan mulai latihan Member melakukan pengukuran skala minus Member melihat semua referensi pendukung pengembangan program Member melihat detail dari referensi Member melihat tabel pengukuran skala minus Member melihat tutorial pengukuran skala minus Member melakukan proses logout 3.1.5. Use Case Diagram Use Case Diagram menggambarkan perilaku sistem yang tampak dari luar sekaligus fungsi-fungsi yang dimiliki oleh sistem beserta aktor yang memiliki hak untuk memanfaatkan fungsi tersebut, setiap use case atau fungsionalitas sistem dilambangkan dengan bentuk oval yang memuat deskripsi singkat dari use-case tersebut, Gambar 3.2 adalah Use Case Diagram aplikasi pelatihan otot mata beserta relasi masing-masing use case dengan use case lain atau use case dengan aktor. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1604 𝑛= 54 4.375 𝑛 = 12.34 𝑎𝑡𝑎𝑢 12 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 4.2. Proses Pengujian Gambar 3.2 Pemodelan Use Case Diagram 4. PENGUJIAN EFEKTIVITAS Pengujian efektivitas dilakukan untuk mengetahui tingkat efektivitas penerapan metode bates jika diimplementasikan ke dalam virtual reality dengan cara membandingkan rata-rata besarnya penurunan minus pada penelitian yang dilakukan oleh Hildreth, et al., (1947) dengan rata-rata penurunan minus dari beberapa responden yang akan dipilih sesuai dengan kriteria pada penelitian Hildreth yaitu memiliki usia 10 sampai 30 tahun, rentang miopia antara -1.00D sampai -3.00 D, dan astigmatisme maksimal 1 diopter. 4.1. Jumlah Responden Proses pengujian untuk 12 orang responden dilakukan di Pondok Pesantren Miftahul Huda selama 30 hari dengan durasi latihan 5-10 menit per hari, latihan metode bates dilakukan pada jam 06.00 – 08.00 sesuai dengan rekomendasi dari Nathan (2013), pengukuran minus dilakukan pada minggu awal dan kelipatan 6 hari latihan dengan menggunakan fitur pengukuran yang ada pada aplikasi, pengukuran dilakukan sebelum pelatihan agar hasil yang didapatkan benarbenar dari pelatihan mata sebelumnya. Detail dari proses pengujian yang dilakukan setiap hari oleh responden selama 510 menit dijelaskan menggunakan task scenario untuk masing-masing metode bates, tujuan penggunaan task scenario dalam proses pengujian adalah memastikan aktifitas yang dikerjakan oleh responden sesuai dengan teori dari metode bates yang telah dijelaskan, berikut ini adalah task scenario untuk masing-masing metode bates. Tabel 4.1 Task Scenario Head Swing Level 1 Task description 54 𝑛= 1 + (54)(0.25)2 Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Fokuskan pandangan ke arah objek pointer. Ketika pointer bergerak ke kanan, gerakkan mata sampai 750 tanpa menggerakkan kepala. Setelah pointer berada di sebelah kanan, putar kepala sampai pointer berada di tengah pandangan. Tekan trigger dan fokuskan mata sampai pointer berada pada titik awal tanpa menggerakkan kepala. Setelah pointer berada pada titik awal, gerakkan kepala kembali ke posisi awal. Scenario Dasar dari penentuan jumlah responden menggunakan penentuan ukuran sampel memakai rumus Slovin dengan asumsi nilai kesalahan sebesar 25%. Persamaan 4.1 adalah rumus dasar untuk penentuan jumlah sampel dengan menggunakan metode Slovin (Tajeda & Raymond, 2012). 𝑁 𝑛 = 1+𝑁𝑒 2 (4.1) Dari Persamaan 4.1 kemudian dilakukan perhitungan dengan memasukkan nilai jumlah populasi adalah 54 dan persentase kesalahan sebesar 25% yang akan dijelaskan berikut ini. Melakukan Head Swing Level 1 Tabel 4.2 Task Scenario Head Swing Level 2 Task description Scenario Melakukan Head Swing Level 2 Fokuskan pandangan ke arah objek pointer. Gerakkan kepala ke arah kanan sampai 750. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Tekan trigger dan fokuskan pandangan mata ke pointer sampai menuju titik tengah pandangan. Gerakkan kepala awal. Tekan trigger dan arahkan pandangan mata ke objek pointer. Melakukan Head Swing Level 3 Fokuskan pandangan ke arah objek pointer. Selama pointer bergerak ke kanan, gerakkan kepala ke arah kiri sampai 450. Tekan tombol trigger dan gerakkan kepala pada posisi awal mengikuti pointer secara berlawanan. Scenario Tabel 4.6 Task Scenario Zig-zag Optical Swing Task description Melakukan Zig-zag Optical Swing Scenario Fokuskan pandangan ke titik tengah. Tekan tombol trigger dan fokuskan mata pada objek yang bergerak zig-zag secara horizontal. ke posisi Tabel 4.3 Task Scenario Head Swing Level 3 Task description 4.3. Hasil dan Analisis Pengujian Data pengujian untuk 12 responden menggunakan aplikasi didapatkan dari proses pengujian yang telah dijelaskan pada subbab 4.2, kemudian dilakukan perhitungan skala penurunan yang didapatkan pada masingmasing responden dengan mengurangkan nilai dari pengukuran awal (M0) dengan minggu pengukuran terakhir (M5), Tabel 4.7 menjelaskan skala penurunan yang didapatkan untuk masing-masing responden. Tabel 4.7 Selisih Penurunan Minus Responden Tabel 4.4 Task Scenario Vertical Horizontal Optical Swing Task description Scenario Melakukan Vertical Optical Swing Horizontal Mukhammad Sharif Hidayatulloh 1 Tekan tombol trigger dan fokuskan mata pada objek yang bergerak secara vertikal. 2 Ketika pointer berhenti bergerak, pejamkan mata untuk 10 detik dan hirup nafas dengan dalam untuk relaksasi. 3 Tekan tombol trigger dan fokuskan mata pada objek yang bergerak secara horizontal. Tabel 4.5 Task Scenario Diagonal Optical Swing 0.28 0.27 0.26 0.225 0.2 0.17 Thoriq Aunillah 0.185 0.2 4 Mohammad Nurul Anwar 0.15 0.14 0.13 0.13 5 Ilham Faridi 0.135 0.14 0.3 6 Ahmad Fariq Imas 0.3 0.3 0.17 7 Tekan tombol trigger dan fokuskan mata pada objek yang bergerak secara diagonal. 8 Tekan tombol trigger dan fokuskan mata pada objek yang bergerak secara diagonal. Zainul Abidin 0.165 0.16 0.23 Fadlillah 0.245 0.26 0.16 9 Abi Musa Al-asy’ari 0.13 0.1 0.13 10 M. Sulthoni Faizin 0.13 0.13 0.16 11 M. Marzuqi Hasan 0.16 0.16 Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Rata-rata Selisih 0.25 Fokuskan pandangan ke titik tengah. Ketika pointer berhenti bergerak, pejamkan mata untuk 10 detik dan hirup nafas dengan dalam untuk relaksasi. Selisih (M0-M5) Ali Rozikin Melakukan Diagonal Optical Swing Scenario Nama Responden Fokuskan pandangan ke titik tengah. Task description No 1605 Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 0.57 12 Ryan Prasetyo 0.565 0.56 Jumlah 2.65 Berdasarkan Tabel 4.7 didapatkan jumlah penurunan untuk semua responden, kemudian dilakukan perhitungan untuk mencari rata-rata penurunan minus yang terjadi yang dijelaskan berikut ini. 2.65 = 0.220833333 12 0.221 < 0.25 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = Dari data perhitungan rata-rata dari pengujian kemudian dibandingkan dengan ratarata dari peneletian yang telah dilakukan oleh Hildreth pada tahun 1947 dan hasilnya adalah pengujian efektivitas memiliki rata-rata yang mendekati meskipun hasil dari pengujian lebih kecil, Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode bates efektif jika diterapkan ke dalam virtual reality. 5. KESIMPULAN Beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam penelitian aplikasi pelatihan otot mata untuk penderita miopia dengan menggunakan metode bates dan teknologi virtual reality yaitu: 1. Analisis, rancangan, implementasi, dan pengujian dilakukan dengan tahapantahapan dan hasil tertentu yang akan dijelaskan berikut ini. a. Hasil dari tahap analisis dan pemodelan kebutuhan adalah kebutuhan fungsional dari masing-masing aktor yaitu user dan member yang jumlahnya adalah 12 kebutuhan, kebutuhan non-fungsional dari sistem didapatkan 1 kebutuhan yaitu security, dari semua kebutuhan fungsional kemudian digambarkan dalam use case diagram dan use case scenario. b. Tahap perancangan sistem menghasilkan perancangan basis data yang digambarkan dengan entity relationship diagram, perancangan arsitektur sistem digambarkan menggunakan sequence diagram dari 7 fungsional dan class diagram dengan jumlah 37 class, perancangan komponen dilakukan terhadap 5 kebutuhan fungsional, dan perancangan user interface menghasilkan 20 halaman. Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya 1606 c. Implementasi yang dilakukan dengan spesifikasi sistem dan batasan-batasan masalah menghasilkan basis data yang disimpan dengan DBMS mySQL, implementasi class dengan menggunakan bahasa java, dan implementasi user interface dengan menggunakan bahasa XML. d. Pengujian dilakukan dengan metode white box untuk pengujian unit dan integrasi, metode black box untuk pengujian validasi kebutuhan fungsional dan non fungsional, pengujian efektivitas dilakukan dengan 12 responden dengan jangka waktu 30 hari. 2. Pengaruh yang dirasakan responden saat menggunakan aplikasi adalah 100% atau 12 responden merasakan penurunan terhadap skala minus yang diderita dengan rata-rata penurunan responden adalah 0.22D. 3. Implementasi dari teknologi virtual reality kedalam metode bates bisa menjadi alternatif dari metode bates secara konvensional dan efektif untuk digunakan karena hasil dari pengujian efektivitas membuktikan bahwa adanya penurunan rata-rata sebesar 0.22D. 6. DAFTAR PUSTAKA AAOO, 2015. Eyeglasses for Vision Correction. [Online] Available at: https://www.aao.org/eyehealth/glasses-contacts/glasses [Diakses 28 Maret 2017]. Bates, W. H., 1920. Perfect Sight Without Glasses. New York: Press Of Thos. B. Brooks, Inc. Darling, V. H. & Thorpe, M. T., 1996. Perawatan Mata. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica. Halarnkar, P. et al., 2012. A Review on Virtual Reality. International Journal of Computer Science Issues, 9(6), pp. 1-6. Healio, 2013. Report: Optical industry growth continues steady. [Online] Available at: http://www.healio.com/optometry/busin ess-ofoptometry/news/online/%7Bb4df8909e977-43e3-8bfea5a89b3c8784%7D/report-optical- Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer industry-growth-continues-steady [Diakses 31 Oktober 2016]. Hildreth, H. R. et al., 1947. The Effect of Visual Training on Existing Myopia. American Journal of Ophthalmology, 30(12), pp. 1563-1576. Ilyas, S., 2003. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Gaya Baru. Ilyas, S., 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta: Sagung Seto. Jaco, 2013. KESEHATAN : iBrite. [Online] Available at: https://www.jaco.co.id/index.php/produ ct/produk-kesehatan/mata/ibrite [Diakses 28 Maret 2017]. Kemdikbud, 2017. Arti Kata - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] Available at: http://kbbi.web.id/ [Diakses 15 Juni 2017]. Kemenkes, 2012. Mata Sehat Di Segala Usia Untuk Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat Indonesia. [Online] Available at: http://www.depkes.go.id/article/print/20 82/mata-sehat-di-segala-usia-untukpeningkatan-kualitas-hidupmasyarakat-indonesia.html [Diakses 3 Maret 2016]. König, I., Beau, P. & David, K., 2014. A new context: Screen to face distance. 2014 8th International Symposium on Medical Information and Communication Technology (ISMICT), pp. 1-5. Oxenfeld, N., 2013. Integral Improvement. Available http://integraleyesight.com/ [Diakses 1 November 2016]. Eyesight [Online] at: Seeing, 2016. Bates Method International. [Online] Available at: http://seeing.org/techniques/index.html [Diakses 27 Maret 2016]. Sudarmawan & Ariyus, D., 2007. Interaksi Manusia & Komputer. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Tajeda, J. J. & Raymond, . J., 2012. On the Misuse of Slovin’s Formula. The Philippine Statistician, 61(1), pp. 129Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya 1607 136. WHO, 2014. Visual impairment and blindness. [Online] Available at: http://www.who.int/mediacentre/factsh eets/fs282/en/ [Diakses 3 Maret 2016].