RENCANA STRATEGIS RENCANA STRATEGIS BIRO HUKUM DAN INFORMASI PUBLIK BIRO HUKUM DAN INFORMASI PUBLIK SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011 - 2014 TAHUN 2011 - 2014 BIRO HUKUM DAN INFORMASI PUBLIK BIRO HUKUM DAN INFORMASI PUBLIK 2011 2011 KATA PENGANTAR Biro Hukum dan Informasi Publik merupakan salah satu unit kerja di lingkungan Kementerian Pertanian yang mempunyai tugas melaksanakan koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan bidang pertanian, penyusunan naskah perjanjian dan pemberian bantuan hukum serta pengelolaan informasi publik kepada masyarakat yang membutuhkan. Untuk penyusunan peraturan perundang-undangan, layanan perjanjian dan bantuan hukum bidang pertanian harus dapat mengantisipasi pergesaran paradigma pembangunan pertanian, seiring dengan isu lingkungan hidup, perlindungan HKI, perlindungan HAM, dan otonomi daerah, sehingga dapat menjawab tantangan di masa mendatang dan mengamankan hasil pembangunan pertanian yang telah dicapai. Dalam pengelolaan informasi publik, Biro Hukum dan Informasi Publik melakukan penyiapan, penyimpanan, pendokumentasian penyediaan dan/atau pelayanan informasi publik di bidang pertanian. Untuk itu dalam pengelolaan informasi publik dituntut agar dapat memberikan informasi yang tepat sesuai peraturan perundang-undangan dan dibawah kewenangan berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan pertanian. Tahun Anggaran 2012 Biro Hukum dan Informasi Publik mempunyai kegiatan : (1) Penyusunan dokumen perundangan bidang tanaman, ternak, kesehatan hewan, karantina pertanian, dan sumber daya prasarana dan sarana; (2) Penyediaan laporan kompendium hukum, himpunan Peraturan Menteri dan penempatan dalam Berita Negara; (3) Penyusunan perjanjian dan pemberian layanan bantuan hukum; (4) Penyediaan laporan layanan informasi publik bidang pertanian; (5) Penyediaan dokumen perencanaan dan pengelolaan anggaran; (6) Penyediaan laporan kegiatan dan pembinaan (7) Penyediaan layanan perkantoran; (8) Penyediaan kendaraan bermotor; (9) Penyediaan perangkat pengolah data dan komunikasi; (10) Penyediaan peralatan dan fasilitas perkantoran; (11) Penyediaan gedung/bangunan. Kegiatan Biro Hukum dan Informasi Publik Tahun Anggaran 2012 selengkapnya tertuang dalam Petunjuk Operasional Kerja (POK), TOR, dan RKA-KL 2012 terlampir. Jakarta, Januari 2012 Kepala Biro Hukum dan Informasi Publik Suharyanto, SH NIP. 19550804.198303.1.001 DAFTAR ISI Kata Pengantar..................................................................................................... I Daftar Isi .............................................................................................................. II BAB. I PENDAHULUAN ....................................................................................... A. Kondisi Saat Ini ..................................................................................... 1. Aspek Hukum .................................................................................. 2. Aspek Informasi Hukum .................................................................. 3. Aspek Sumber Daya Manusia ......................................................... 4. Aspek Pembiayaan (Anggaran) ...................................................... 5. Aspek Sarana dan Prasarana ......................................................... B. Kondisi Yang Diharapkan ..................................................................... 1. Aspek Hukum .................................................................................. 2. Aspek Informasi Publik .................................................................... BAB. II VISI, MISI, DAN TUJUAN ORGANISASI ................................................ A. Visi........................................................................................................ B. Misi ....................................................................................................... C. Tujuan .................................................................................................. D. Sasaran ................................................................................................ E. Strategi ................................................................................................. BAB. III CARA MENCAPAI TUJUAN DAN SASARAN ........................................ A. Kebijakan .............................................................................................. B. Program ............................................................................................... C. Kegiatan ............................................................................................... 1. Program Legislasi Nasional (Prolegnas) ........................................ 2. Program Legislasi Pertanian (Prolegtan)......................................... 3. Pengembangan Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Pertanian ............................................................................ 4. Program Pelayanan Perjanjian dan Pemberian Bantuan Hukum .... 5. Program Pengelolaan Informasi Publik ........................................... D. Indikator Pencapaian Tujuan ................................................................ E. Aspek Sumber Daya Manusia ............................................................. F. Aspek Sarana dan Prasarana ............................................................... BAB. IV PENUTUP .............................................................................................. 1 4 4 5 6 7 8 8 8 9 11 13 13 14 14 15 16 16 16 17 17 27 28 32 33 35 36 37 38 BAB I. PENDAHULUAN Rencana Kerja Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014, yang merupakan alat pengendalian program dan kegiatan pembangunan di lingkup Kementerian Pertanian dan untuk memenuhi kebutuhan landasan operasional produk hukum dan peraturan perundang-undangan, serta pengelolaan informasi publik dalam pelayanan kepada masyarakat, maka arah kebijakan dan pengembangan hukum bidang Pertanian dan pengelolaan informasi publik harus berwawasan dan dapat mengantisipasi, menata sistem secara nasional khususnya hukum pertanian, dan mensosialisasikan pembangunan pertanian. Pembangunan pertanian di Indonesia sangat dipengaruhi oleh terwujudnya Politik Pembangunan dan Sistem Hukum Pertanian Terpadu. Hal ini dikarenakan hukum merupakan sebuah entitas yang meliputi kenyataan kemasyarakatan yang majemuk, multi aspek, dimensi, dan fase. Hukum harus berorientasi untuk melindungi ruang lingkup publik sesuai dengan fungsi masyarakat. Hukum responsif akan mewujudkan masyarakat untuk menerimanya sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat (living law), dan secara spontan ditaati dan dipatuhi karena mengikat semua kepentingan yang terakomodasi dalam substansinya secara tegas dan jelas tentang semua sanksi hukumnya. Pada perkembangannya, hukum selalu mengikuti kebutuhan masyarakat. Hal ini menunjukkan hukum itu bersifat dinamis sehingga hukum berinteraksi dengan segala aspek kehidupan di masyarakat. Hukum juga merupakan faktor pengintegrasi penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Pembangunan hukum di bidang pertanian merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan hukum nasional yang sangat erat kaitannya dengan pembangunan bidang ekonomi, politik, sosial budaya, kelestarian lingkungan hidup, Hak Kekayaan Intelektual Indonesia (HKI), Hak Asasi Manusia (HAM), dan Pertahanan Keamanan. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa materi hukum pertanian meliputi pengaturan di bidang Sumber Daya, Sarana Produksi, Produksi, Panen dan Pasca Panen, Perlindungan Tanaman, Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pengaturan di bidang Sumber Daya juga secara langsung maupun tidak langsung mengatur mengenai Sumber Daya Genetik, baik mengenai Tanaman, Hewan, dan Jasad Renik. Kemudian berkaitan dengan Sumber Daya Manusia maka mengatur mengenai Pegawai Negeri Sipil (PNS)/birokrat, petani/pekebun/peternak, pelaku usaha, poktan, gapoktan, asosiasi. Sumberdaya Lahan Dan Air misalnya lahan pertanian, wilayah indikasi geografis, dan irigasi. Politik hukum nasional merupakan kebijakan dasar penyelenggara negara (Republik Indonesia) dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara (Republik Indonesia) yang dicita-citakan. Dari pengertian tersebut ada lima agenda yang ditekankan dalam politik hukum nasional, yaitu (1) masalah kebijakan dasar yang meliputi konsep dan letak; (2) penyelenggara negara pembentuk kebijakan dasar tersebut; (3) materi hukum yang meliputi hukum yang akan, sedang dan telah berlaku; (4) proses pembentukan hukum; (5) dan tujuan politik hukum nasional. Idealitas sistem hukum nasional itu pada dasarnya adalah dalam rangka membantu terwujudnya keadilan sosial dan kemakmuran masyarakat atau sebagaimana disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945. Kementerian Pertanian telah memiliki 13 (tiga belas) Undang-Undang di bidang Pertanian yang berlaku pada saat ini. Ketiga belas Undang-Undang tersebut meliputi: (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, (5) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, (6) UndangUndang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, (7) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan; (8) UndangUndang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman; (9) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; (10) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 tentang Perjanjian Sumber Daga Genetik Tanaman Pangan dan Pertanian; (11) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; (12) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi PBB Mengenai Keanekaragaman Hayati; dan (13) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan perundang-undangan dibidang pertanian kementerian pertanian melakukan kerjasama dengan mitra kerja dengan menyusun perjanjian/nota kesepahaman, disamping itu juga melakukan pemberian pertimbangan dan bantuan hukum dibidang pertanian bagi yang membutuhkan. Pertanian terpadu merupakan suatu kesisteman dengan menggabungkan berbagai kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan bidang lain dalam pengembangan pertanian, sehingga merupakan salah satu solusi dalam upaya bagi peningkatan produktivitas lahan, program pembangunan dan konservasi lingkungan serta pengembangan desa secara terpadu. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Disamping itu akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai. Sedangkan Sistem Pertanian Terpadu (integrated farming system) adalah satu sistem yang menggunakan ulang dan mendaur ulang, menggunakan tanaman dan hewan sebagai mitra, menciptakan suatu ekosistem yang “tailor-made”, meniru cara alam bekerja. Dalam hal ini masyarakat aktif mengamati dan mengevaluasi perkembangan yang terjadi dalam proses pembangunan dan siap memberikan reaksi yang tidak jarang keluar konteks dari permasalahan yang sebenarnya. Pada kondisi tersebut berbagai komunikasi, informasi, faktor dan realita menjadi bias, oleh karena itu agar informasi dapat sampai ke masyarakat dengan benar, maka dalam pengelolaan informasi harus disesuaikan dengan tuntutan masyarakat. Guna mendukung terwujudnya percepatan pemberian pelayanan informasi pembangunan pertanian dimasa mendatang, perlu dibangun pengelolaan informasi publik yang efektif dan efisien, jaringan multimedia yang kuat dan bekerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintahan, lembaga tinggi negara, asosiasi profesi dan lembaga kemasyarakatan pertanian dalam bentuk pameran dan peragaan, sebagai partner Kementerian Pertanian dalam melakukan tugas pembangunan pertanian. Dengan latar belakang tersebut di atas, Biro Hukum dan Informasi Publik telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) Biro Hukum dan Informasi Publik Tahun 2010–2014 yang memuat visi, misi, kondisi saat ini, kondisi yang diharapkan, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program, kegiatan, indikator pencapaian tujuan dan jadwal pelaksanaan. A. Kondisi Saat Ini Untuk menganalisa situasi dan kondisi Biro Hukum dan Informasi Publik saat ini, terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi baik secara internal maupun eksternal, sebagai berikut: 1. Aspek Hukum a. Peraturan perundang-undangan di bidang pertanian saat ini perlu diselaraskan dengan komitmen internasional pemerintah Indonesia yang tertuang dalam berbagai perjanjian internasional yang disesuaikan dengan kepentingan nasional Indonesia. b. Peraturan perundang-undangan bidang pertanian baik dalam bentuk UndangUndang, Peraturan Pemerintah, maupun Peraturan Presiden masih perlu untuk ditindaklanjuti. c. Produk hukum bidang pertanian disesuaikan dengan desentralisasi pembangunan pertanian, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. d. Peraturan perundang-undangan dalam bidang pertanian termasuk investasi dan permodalan belum cukup melindungi usaha pertanian. e. Peraturan Perundang-undangan di bidang pertanian belum sepenuhnya sesuai dengan kebijakan untuk pemberdayaan masyarakat, pelestarian sumber daya alam hayati dan perlindungan HAM, yang dituangkan dalam berbagai bentuk kebijakan privatisasi yang menghendaki adanya penyederhanaan perizinan dan menghormati kreativitas terutama yang menyangkut HKI, standarisasi, sertifikasi dan akreditasi. f. Produk peraturan perundang-undangan dari eselon I masih banyak bersifat kasuistis belum dirancang secara sistematik. g. Penanganan kasus (keputusan dalam tingkat, kasasi) belum dapat dengan cepat diperoleh hasilnya dengan optimal, sehingga kasus belum di tindaklanjuti (follow up), belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap. h. Formulasi suatu peraturan (legislasi) belum mendapat suatu kejelasan kebijakan, publiknya (belum mengacu pada good regulatory practices). i. Pertimbangan dan pemberian bantuan hukum belum maksimal j. Penyusunan perjanjian dan nota kesepahaman dengan mitra kerja belum sepenuhnya memenuhi harapan yang diinginkan. 2. Aspek Informasi Publik a. Dengan era Keterbukaan Informasi Publik membawa perubahan paradigma baru Badan Publik dalam pengelola informasi publik dari pemerintahan yang tertutup menuju pemerintahan yang terbuka. Sebelum Undang Undang tersebut diundangkan, paradigmanya adalah seluruh Informasi Publik adalah rahasia kecuali yang terbuka. Namun setelah Undang-undang ini, paradigma bergeser menjadi seluruh Informasi Publik adalah terbuka untuk diakses masyarakat kecuali yang dirahasiakan. b. Keterbukaan Informasi Publik mendorong mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab (good governance) melalui penerapan prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi dan supremasi hukum serta melibatkan partisipasi masyarakat dalam setiap proses kebijakan publik. Namun, dalam proses keterlibatan masyarakat belum seluruhnya diakomodasi untuk mengakses informasi publik melalui pengelolaan informasi publik dan dokumentasi. c. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008, Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya, selain informasi yang dikecualikan. Namun, belum semua Badan Publik termasuk Kementerian Pertanian membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien, sehingga layanan informasi dapat diakses dengan mudah. Ini menjadi penting pemanfaatan teknologi informasi/multimedia sebagai media untuk mempermudah akses masyarakat terhadap penyelenggaraan negara yang merupakan informasi publik. d. Pemberlakukan Asas Informasi Proaktif dimana Kementerian Pertanian mengumumkan Informasi Publik tanpa harus dengan pemohon. Hal ini sebagai pertanggungjawaban kepada publik dan juga meningkatkan akses informasi publik dalam rangka pengawasan publik dan keterlibatan partisipasi masyarakat dalam setiap proses kebijakan Kementerian Pertanian diperlukan pengelolaan informasi publik yang akuntabel dan transparan. Namun, informasi publik belum dikelola dalam bentuk media informasi yang dapat menjangkau masyarakat. 3. Aspek Sumber Daya Manusia Berdasarkan tupoksi masing-masing bagian dari Biro Hukum dan Informasi Publik sampai dengan tahun 2012 jumlah personil 73 orang (termasuk Kepala Biro), yang berlatar belakang: pendidikan S3 = 1 orang (semua non teknis) pendidikan S2 = 8 orang (semua non teknis) pendidikan S1 = 37 orang (teknis dan sosial) pendidikan D3/SMU = 27 orang (teknis dan sosial) Berdasarkan latar pendidikan diatas, yang berpendidikan S3 (1 orang), S2 (8 orang), S1 (37 orang), D3/SMU (27 orang), dengan demikian tercermin kualitas SDM Hukum dan Informasi Publik perlu ditingkatkan baik dalam pengetahuan maupun keterampilan, sehingga lebih profesional dan mampu memberikan pelayanan prima kepada pimpinan, unit kerja Kementerian Pertanian, dan masyarakat pemangku kepentingan. Dalam tahun 2011, jajaran staf/personil Biro Hukum dan Informasi sangat minim mendapatkan kesempatan diklat maupun kursus yang diselenggarakan oleh internal maupun eksternal Kementerian Pertanian, seperti terlihat pada tabel di bawah ini: No. Kegiatan Diklat / Kursus Peserta 1. Latihan Legal Dfrating - 2. Kursus Bendaharawan 3 orang 3. Latihan Kearsipan 2 orang 4. Sertifikasi Pengadaan Barang dan jasa 5 orang 6. Latihan SJDI 2 orang 7. Pembinaan karakter 3 orang 8. Latihan Pengacara - 9. Latihan Komputer 2 orang Keterangan Bagian perundangundangan Biro Hukum dan Informasi Publik Subbagian Perundangundang IB Biro Hukum dan Informasi Publik. Subbag Dokumentasi dan Informasi Hukum Kabag Perjanjian dan Bantuan Bantuan Hukum; Kasubbag Pameran dan Peragaan; Kasubbag TU Biro Bagian Perjanjian dan Bantuan Hukum Bagian Pengelolaan Informasi Publik 4. Aspek Pembiayaan (Anggaran) Melalui program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Pertanian, yang sasarannya adalah terwujudnya dokumen rumusan rancangan dan tersosialisasinya peraturan perundang-undangan bidang pertanian, penyusunan kompendium hukum, Himpunan Peraturan Menteri, dan penempatan dalam berita negara, penyusunan dan tersosialisasinya naskah perjanjian dan layanan bantuan hukum, layanan informasi publik bidang pertanian serta layanan perkantoran dalam rangka pemasyarakatan serta peningkatan arus informasi melaui multi media pengelolaan informasi dengan lembaga media instansi terkait dan masyarakat secara efektif dan efisien dalam mendukung program tersebut. Untuk membiayai program kegiatan dalam tahun 2012, Biro Hukum dan Informasi Publik memanfaatkan alokasi biaya pada TA 2012 sebesar Rp. 20.000.000.000,- (Dua puluh milyar rupiah) : Anggaran Program Dukungan Manajemen Dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Pertanian TA 2012 – 2014 Pembinaan Hukum dan Pengelolaan Informasi Publik No Indikator Target 1. Jumlah dokumen 8 peraturan perundangundangan bidang pertanian yang diterbitkan (Dokumen) 2. Jumlah naskah 3 perjanjian dan layanan bantuan hukum (Dokumen) 3. Kualitas layanan 4 informasi publik bidang pertanian (Laporan) 4. Jumlah kompendium 85 hukum, himpunan peraturan menteri, dan penempatan dalam berita negara (Persen) 5. Kelengkapan prasarana 12 dan sarana pendukung di Biro Hukum dan Informasi Publik (Bulan) Prakiraan Maju (Rp. 000) 2014 2015 2016 6,366,137 7,002,750 7,703,025 2012 5,261,270 2013 5,787,397 2017 8,473,328 2,126,800 2,339,480 2,573,428 2,830,771 3,113,848 3,425,233 6,163,729 6,780,102 7,458,112 8,203,923 9,024,316 9,926,747 1,647,790 1,812,569 1,993,826 2,193,208 2,412,529 2,653,782 4,800,411 5,280,452 5,808,497 6,389,347 7,028,282 7,731,110 5. Aspek Sarana dan Prasarana Dalam rangka mendukung program kegiatan Biro Hukum dan Informasi di atas maka pengadaan sarana dan prasarana tahun anggaran 2011-2014 sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan dalam kurun waktu tahun anggaran 2011-2014. B. Kondisi yang Diharapkan 1. Aspek Hukum Terwujudnya produk hukum dan peraturan perundang-undangan di bidang pertanian yang lengkap, kuat, terdesentralisasi sesuai dengan komitmen internasional dan perkembangan serta tuntutan publik, seperti antara lain : kebijakan untuk pemberdayaan masyarakat, pelestarian sumber daya hayati dan perlindungan HAM, penyederhanaan perizinan, standarisasi, sertifikasi dan akreditasi. Terwujudnya kesadaran hukum masyarakat sejalan dengan tuntutan perwujudan “good governance” dengan unsur-unsur transparansi, responsif, tidak diskriminatif, efektif dan efisien, partisipatif, konsensus, dan akuntabel dalam setiap penetapan kebijakan publik yang dituangkan dalam produk hukum. Terlaksananya pemberian pertimbangan bantuan hukum dibidang pertanian. Terlaksananya kerjasama dan kesepakatan dengan mitra kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tersusunnya program kerja dan rencana kegiatan yang terjadwal dengan pasti, dan terselenggaranya sosialisasi hukum pertanian. Terwujudnya pengembangan Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. Terkelolanya dokumentasi dan informasi hukum Terwujudnya pengembangan SDM hukum yang profesional. Terwujudnya naskah perjanjian/kerjasama/MoU dan layanan bantuan dan pertimbangan hukum. Terwujudnya ketata usahaan, kepegawaian, keuangan, surat menyurat kerumah tanggaan dan kearsipan, serta terwujudnya LAKIP Biro serta tersusunnya Renstra Biro yang cepat tepat. 2. Aspek Informasi Publik Terbangunnya fungsi pengelolaan dan layanan informasi publik Kementerian Pertanian dalam Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya di bidang pertanian sesuai dengan tuntutan dan harapan yang berkembang di masyarakat. Terwujudnya pemahaman pejabat lingkup Kementerian Pertanian tentang pentingnya keterbukaan informasi publik dan terjalinnya koordinasi antar PPID dalam hal pelaksanaan pelayanan informasi publik lingkup Kementerian Pertanian. Ketersediaan SDM yang kompeten, sarana dan prasaran dan anggaran yang memadai. Tersusunnya Pedoman Umum Pengelolaan Informasi Publik, Standar Pelayanan Minimal Layanan Informasi Publik, Penetapan Informasi yang dikuasai lingkup Kementerian Pertanian, Informasi yang dikecualikan, SOP pengelolaan dan pelayanan informasi publik, dan tersedianya daftar informasi publik wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, wajib diumumkan secara serta merta, dan wajib tersedia setiap saat yang dikelola secara manual melalui perpustakaan dan dokumentasi serta pengalihmediaaan melalu sarana dokumentasi sistem digital. Tersusunnya laporan hasil monitoring pengelolaan dan layanan informasi publik lingkup Kementerian Pertanian dan laporan hasil evaluasi pengelolaan dan layanan informasi publik lingkup Kementerian Pertanian. BAB II. VISI, MISI DAN TUJUAN ORGANISASI Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementeri Pertanian, Biro Hukum dan Informasi Publik mempunyai tugas melaksanakan koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan dan bantuan hukum, serta pengelolaan informasi publik. Pada periode 2010 - 2014 program kerja Biro Hukum dan Informasi publik yang dilaksanakan antara lain : 1) koordinasi dan penyusunan peraturan perundangundangan bidang pertanian; 2) pengembangan sistem jaringan dan pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum pertanian; 3) penyusunan naskah perjanjian, pemberian pertimbangan dan bantuan hukum; 4) penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi publik bidang pertanian; 5) pelaksanaan urusan tata usaha Biro Hukum dan Informasi publik. Biro Hukum dan Informasi Publik dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, secara struktural membawai 4 Bagian masing-masing mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut : 1. Bagian Perundang-undangan I mempunyai tugas melaksanakan penyiapan evaluasi dan penyusunan rancangan, serta penelaahan peraturan perundangundangan di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, prasarana dan sarana, penelitian dan pengembangan pertanianketahanan pangan, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, penyuluhan dan pengembangan sumber daya manusia pertanian, dan kesekretariatan jenderal, serta pengawasan, yang menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan evaluasi dan penyusunan rancangan, serta penelaahan peraturan perundang-undangan di bidang tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. b. Penyiapan evaluasi dan penyusunan rancangan, serta penelaahan peraturan perundang-undangan di bidang prasarana dan sarana, penelitian dan pengembangan pertanian, serta ketahanan pangan. c. Penyiapan evaluasi dan penyusunan rancangan, serta penelaahan peraturan perundang-undangan di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, penyuluhan dan pengembangan sumber daya manusia pertanian dan kesekretariatan jenderal, serta pengawasan internal. 2. Bagian Perundang-undangan II mempunyai tugas melaksanakan penyiapan evaluasi dan penyusunan rancangan, serta penelaahan peraturan perundangundangan di bidang ternak dan hewan, karantina, dan pengembangan system jaringan dan pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum., yang menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan evaluasi dan penyusunan rancangan, serta penelaahan peraturan perundang-undangan di bidang ternak dan hewan; b. Penyiapan evaluasi dan penyusunan rancangan, serta penelaahan peraturan perundang-undangan di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, penyuluhan dan pengembangan sumber daya manusia pertanian dan kesekretariatan jenderal, serta pengawasan internal. c. Penyiapan pengembangan sistem jaringan, dan pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum. 3. Bagian perjanjian dan Bantuan Hukum mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan naskah perjanjian, pemberian pertimbangan dan bantuan hukum, menyelenggarakan fungsi: Penyiapan penyusunan naskah perjanjian di bidang pertanian; a. Penyiapan pemberian pertimbangan dan bantuan hukum di bidang pertanian serta penyelesaian sengketa perdata dan tata usaha negara; b. Pelaksanaan tata usaha Biro Hukum dan Informasi Publik. 4. Bagian Pengelolaan informasi Publik mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi publik bidang pertanian, yang menyelenggarakan fungsi: a. Pengumpulan, pengujian konsekuensi, penyiapan penyediaan dan pelayanan, serta pendokumentasian informasi publik bidang pertanian; b. Penyiapan penyajian hasil pembangunan yang terbarukan melalui penyelenggaraan pameran dan peragaan, serta pengelolaan perpustakaan c. Penyiapan penyajian, pemutakhiran, dan pengemasan informasi publik bidang pertanian. Dengan memperhatikan tugas dan fungsi tersebut diatas, maka ditetapkanlah visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi dari Biro Hukum dan Informasi Publik, sebagai berikut: A. Visi Terwujud dan berfungsinya sistem hukum pertanian dan tersedianya informasi publik yang lengkap dalam mendukung pembangunan pertanian. B. Misi Dalam upaya mewujudkan visi tersebut, Biro Hukum dan Informasi Publik menetapkan 5 misi sebagai berikut: 1. Mengkoordinasi dan menyusun peraturan perundang-undangan di bidang pertanian (tanaman, ternak, kesehatan hewan, karantina pertanian, dan sumber daya sarana prasarana) 2. Mengembangkan sistem jaringan dan mengelola dokumentasi dan informasi hukum. 3. Menyusun naskah perjanjian, memberikan pertimbangan, dan bantuan hukum; 4. Menyimpan, mendokumentasikan, menyediakan, dan/atau meningkatkan pelayanan informasi publik bidang pertanian 5. Melaksanakan urusan tata usaha Biro Hukum dan Informasi Publik C. Tujuan Sesuai dengan visi, misi, tugas dan fungsi Biro Hukum dan Informasi Publik, maka tujuan yang dicapai adalah: 1. Menginventarisir bahan peraturan perundang-undangan bidang hukum pertanian yang lengkap, terhimpunnya bahan dan informasi sebagai bahan penyusunan kebijakan serta tersusunnya konsep kebijakan yang ditetapkan dalam bentuk peraturan. 2. Berkembangnya dan terkelolanya Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum pertanian yang cepat, tepat dan lengkap serta pemahaman hukum pertanian. 3. Tersusunnya naskah perjanjian/Kontrak atau MOu bidang Pertanian 4. Mewujudkan kepastian hukum dan keadilan bagi para pelaku usaha, dan pemangku kepentingan. 5. Terlayaninya Pertimbangan dan Bantuan hukum Perdata dan Tata Usaha Negara dan MK/MA 6. Memfasilitasi berbagai kegiatan ketata usahaan. 7. Terhimpunnya dan mensosialisasikan masyarakat tentang kebijakan, informasi dan penerangan kepada program dan kegiatan pembangunan Kementerian Pertanian serta citra positif pembangunan pertanian. D. Sasaran Sesuai tujuan yang ingin dicapai, maka ditetapkan sasaran sebagai berikut : 1. Terbitnya himpunan peraturan perundang-undangan, telaahan hukum serta tersusunnya peraturan perundang-undangan bidang pertanian; 2. Terbentuknya koleksi bahan hukum berupa buku-buku hukum, UU, PP, Perpu, Perpres, Inpres, Permentan, Kepmentan dan tersebarnya bahan hukum ke pemangku kepentingan 3. Tersusunnya naskah perjanjian/Kontak atau MOu bidang Pertanian 4. Terwujudnya kepastian hukum dan keadilan bagi para pelaku usaha, dan pemangku kepentingan. 5. Terlayaninya Pertimbangan dan Bantuan Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara 6. Terfasilitasi berbagai kegiatan ketata usahaan. 7. Tersebarnya informasi peningkatan pembangunan pertanian dan terwujudnya pengelolaan informasi multi media, pameran dan peragaan sehingga terbentuknya opini positif pendapat umum serta terwujudnya partisipasi masyarakat serta perpustakaan digital E. Strategi Untuk terwujudnya sasaran dan tujuan sesuai visi dan misi yang telah ditetapkan, maka strategi hukum dan informasi publik adalah sebagai berikut : 1. Peningkatan penyempurnaan, pengkajian produk hukum di bidang pertanian sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat; 2. Peningkatan pengembangan pemberian bantuan dan pertimbangan hukum serta perjanjian di bidang pertanian; 3. Operasionalisasi, pendekatan persuasif dan edukatif dalam mengembangkan pengelolaan informasi melalui multi media, pameran dan peragaan pembangunan pertanian dan tersedianya perpustakaan digital 4. serta menyelenggarakan ketatausahaan yang profesional; 5. Peningkatan profesionalisme dan semangat kerja SDM di bidang hukum dan informasi publik. BAB III. CARA MENCAPAI TUJUAN DAN SASARAN A. Kebijakan 1. Peningkatan kualitas pelayanan hukum secara konsisten (cepat, tepat dan aman) dengan memperhatikan pergeseran paradigma pembangunan hukum yaitu privatisasi, desentralisasi dan globalisasi untuk menghormati HAM, HKI dan lingkungan hidup serta menjamin terwujudnya supremasi hukum bagi masyarakat petanian. 2. Peningkatan kualitas ketersediaan dan pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum. 3. Peningkatan kualitas pelayanan informasi Publik yang transparan dan akuntabel dengan multi media, mengembangkan pengelolaan informasi publik melalui multimedia serta pameran dan peragaan dan tersedianya perpustakaan digital dalam melaksanakan proses pembangunan pertanian. B. Program Dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran sesuai visi dan misi Biro Hukum dan Informasi Publik, Kementerian Pertanian dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, maka program kerja Biro Hukum dan Informasi Publik Tahun 2011-2009 meliputi: 1. Penyiapan evaluasi dan penyusunan rancangan, serta penelaahan peraturan perundang-undangan pertanian 2. Pengembangan Sistem Jaringan dan Pengelolaan Dokumentasi dan informasi hukum pertanian 3. Pelayanan koordinasi penyusunan perjanjian dan bantuan hukum 4. Penyiapan, penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, uji konsekuensi dan atau pelayanan informasi publik di bidang pertanian melalui multimedia, peragaan, pameran dan perpustakaan digital. C. Kegiatan Biro Hukum dan Informasi Publik Kementerian Pertanian dalam melaksanakan kegiatannya mengacu pada Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS) dan Program Legislasi Pertanian (PROLEGTAN). 1. Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS) a. Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman telah mengawal proses dan mengamankan pembangunan budidaya tanaman beserta hasil-hasilnya. Beberapa substansi pengaturan di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 telah diatur secara tersendiri ke dalam Undang-Undang, meliputi ketentuan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Undang-Undang 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan UndangUndang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, maka Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 perlu untuk ditinjau kembali pengaturannya untuk menyesuaikan dengan beberapa Undang-Undang yang baru tersebut. Penyempurnaan terhadap ketentuan-ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman sebagai berikut: (1) Terutama perlunya dimasukkan materi hukum mengenai tanaman yang dapat diartikan sebagai tanaman pangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya. (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 hanya mengatur secara umum sistem budidaya tanaman sebagai sistem pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam nabati melalui upaya manusia yang dengan modal, teknologi, dan sumberdaya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik (vide Pasal 1 Ketentuan Umum). Oleh karena itu ruang lingkup yang sistem budidaya tanaman hanya mencakup proses kegiatan produksi sampai dengan pasca panen ( ketentuan Pasal 4). Sehingga pada dasarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 masih sangat umum. (3) Pengaturan substansi yang terkait dengan pengaturan Pupuk masih sangat terbatas, yaitu hanya pada Bab IV Sarana Produksi Pasal 37 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992. Pengertian pupuk menurut ketentuan Pasal 37 ayat (1) tidak termasuk pupuk organik, dengan demikian pengaturan pupuk dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 masih bersifat parsial, padahal pupuk organik harus diatur dalam undang-undang sehingga memiliki dasar hukum, menjamin kepastian hukum yang lebih kuat, dan dilengkapi ketentuan sanksi yang tegas, atau minimal dalam tingkat Peraturan Pemerintah. Dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992, pupuk organik belum dapat diatur mengingat masih sulit ditentukan standarnya. Penjelasan ini sudah tidak relevan lagi seiring dengan perkembangan, standarisasi mutu pupuk organik dapat dilakukan melalui mekanisme pendaftaran dan pengujian. Justru untuk menjamin standar mutu tersebut, diperlukan peraturan yang lebih tinggi tidak cukup pada tingkat peraturan menteri yang terbatas ketentuan sanksinya. Kemudian, muatan pengaturan tentang pupuk dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, industri pupuk an-organik telah berkembang, termasuk di samping pupuk organik dan pembenah tanah, berkembang pula industri Pupuk Hayati untuk sektor pertanian. Oleh karena itu definisi pupuk dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. b. Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. Penyelenggaraan perkarantinaan yang selama ini dilakukan sebagai bagian dalam sistem perlindungan tumbuhan dan kesehatan hewan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dinamika masyarakat maupun perdagangan dunia menyebabkan penyelenggaraan perkarantinaan bukan hanya sebagai bagian dari sistem perlindungan tumbuhan dan kesehatan hewan tetapi juga merupakan bagian dari sistem perdagangan dan transportasi. Sehubungan dengan hal itu, penyelenggaraan perkarantinaan hewan, ikan dan tumbuhan harus mampu menjawab ancaman, tantangan dan peluang tersebut. Penyelenggaraan karantina hewan, ikan dan tumbuhan akan lebih berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dinamika masyarakat maupun perdagangan dunia apabila dilakukan peninjauan kembali terhadap ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992. Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, ditetapkan berdasarkan pada kondisi saat diuandangkan sehingga ada beberapa bagian dari materi/substansi muatannya yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan dan kebutuhan saat ini, antara lain: (1) Perlu adanya Policy perkarantinaan di negara kepulauan seperti Indonesia, yang dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam pengawasan sumber daya hayati untuk pertanian; (2) Substansi pengaturan baru terbatas pada mencegah keluar, masuk dan tersebarnya OPTK dan HPHK. Dalam terminologi HPHK ada yang namanya hama hewan, oleh karena itu hama hewan dihilangkan dari norma di UU No. 16 Tahun 1992; (3) Pencegahan keluar, masuk Sumber Daya Genetik (SDG), Living Modified Organism (LMO)/ atau Genetically Modified Organism (GMO), Keamanan Pangan Segar, IAS, agens hayati, SDG yang terancam punah/ endangered species. (4) Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 terlalu teknis dan kaku (rigid) sehingga kurang memberikan ruang gerak bagi peraturan pelaksanaannya. (5) Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 kurang lengkap ( a.l. ketentuan-ketentuan tentang pengeluaran, transit media pembawa, dll). (6) Beberapa Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 sulit dilaksanakan (a.l. ketentuan-ketentuan tentang sertifikat kesehatan untuk reekspor, penolakan dan pemusnahan, dll). (7) Ketentuan tentang sanksi pidana terlalu sempit dan ringan. (8) Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tidak cukup ruang untuk precautionary treatment (Pasal 13 ayat 2). (9) Dengan diratifikasinya berbagai perjanjian international yang bersangkutan dengan sumber daya alam hayati dan perdagangan international, telah terjadi perluasan tugas Karantina, tidak hanya bersangkutan dengan hama dan penyakit hewan serta organisme pengganggu tumbuhan, tetapi juga bersangkutan dengan keamanan hayati yang berhubungan dengan produk rekayasa genetic (transgenic), invasive alien spesies dan keamanan pangan dan pakan dari cemaran biologis, kimiawi, dan fisik yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan; (10) Perkembangan phytosanitary hukum internasional (SPS)Agreement, khususnya Sanitary InternationalPlant and Protection Convention (IPPC) dan InternationalAnimal Health Commision (IAHC) telah menghasilkan kaidah-kaidah dalam pelaksanaan perkarantinaan. Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 belum memuat Kaidah-kaidah tersebut, antara lain: - Tidak merujuk kepada Pest Risk Analysis dan beberapa prinsipprinsip lainnya, seperti: Appropriate Level Of Protection/Appropriate Level Of Risk dan risk management. - PenggunaanPhytosanitary Certificate tidak ketentuan IPPC (transit, regulated articles); sejalan dengan - Tidak ada ketentuan tentang Organisme Pengganggu Tumbuhan Penting (OPTP)/ Regulated Non Quarantine Pest (RNQP). (11) Dengan adanya SPS Measures sebagai bagian dari General Agreement on Trade and Tariffs (GATT) merupakan suatu barrier pertanian yang signifikan untuk membendung masuknya produkproduk pertanian yang tidak bermutu dan tidak aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia, maka Undang-Undang 16 Tahun 1992 harus disesuaikan dengan kaidah internasional tersebut. c. Penyempurnaan UU Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keragaman Sumber Daya Genetik (SDG) tanaman termasuk varietas lokal. Hal tersebut menyebabkan Indonesia berkewajiban untuk melestarikan dan memberikan manfaat ekonomi atas varietas lokal bagi masyarakat. Manfaat ekonomi atas varietas lokal tersebut dapat dilakukan dengan cara penyusunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sistem budidaya tanaman dan Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) disesuaikan dengan nilai budaya, sosial dan ekonomi yang ada di masyarakat Indonesia. Kesejahteraan Petani juga perlu ditingkatkan sehingga diharapkan dapat menggerakkan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat diwujudkan dengan cara membebaskan para Petani untuk menggunakan varietas lokal, mengembangkan varietas tanaman dan melakukan pola tanam sesuai dengan lahan pertanian yang dimilikinya di dalam kegiatan sistem budidaya tanaman. Kebebasan kesempatan pola tanam tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan petani untuk mengolah lahan pertanian dalam rangka mengoptimalkan hasil produksi pertaniannya. Revisi terhadap Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 (UU No. 29 Tahun 2000) bila dilakukan maka revisi tersebut harus dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan sektor pertanian di Indonesia. Revisi UndangUndang Nomor 29 Tahun 2000 harus memuat ketentuan hukum yang lebih baik termasuk perlindungan terhadap hak para petani dan Benefit Sharing (pembagian keuntungan) atas pemanfaatan varietas lokal oleh pihak lain dibandingkan substansi hukum yang telah ada di UU No. 29 Tahun 2000. Latar belakang dari pembentukan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 disebabkan karena berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Latar belakang tersebut menunjukkan bahwa UU No. 29 Tahun 2000 telah disesuaikan dengan kewajiban Indonesia di dalam perjanjian internasional yakni ketentuan Convention on Biological Diversity dan ketentuan WTO. Substansi UU No. 29 Tahun 2000 juga telah memuat standard dari Union for the Protection of New Varieties of Plants (UPOV) yakni Konvensi UPOV 1991 dalam menentukan varietas tanaman hasil pemuliaan yang dapat diberikan PVT, yakni varietas tersebut harus baru, unik, seragam, stabil dan diberi nama. Revisi terhadap UU No. 29 Tahun 2000 hanya dapat dilakukan bila revisi tersebut bertujuan untuk menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Pengesahan Treaty On Plant Genetic Resources For Food And Agriculture (Perjanjian Mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman Untuk Pangan Dan Pertanian). Hal itu disebabkan karena Indonesia memiliki kewajiban Internasional untuk melaksanakan International Treaty On Plant Genetic Resources For Food And Agriculture (ITPGRFA). ITPGRFA telah mewajibkan Indonesia untuk lebih meningkatkan perlindungan hukum terhadap varietas lokal/SDG tanaman, hak petani dan Benefit Sharing atas pemanfaatan SDG tanaman oleh pihak lain. ITPGRFA juga mengakui hak berdaulat negara untuk mengatur sistem pertanian masing-masing. Hal ini yang dapat menjadi dasar bagi Indonesia untuk melindungi keberadaan varietas lokal dan Benefit Sharing di dalam sistem PVT. Varietas lokal harus tetap diatur di dalam hukum nasional Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena varietas lokal merupakan SDG tanaman yang diwariskan secara turun temurun di masyarakat. Varietas lokal, hak petani dan hak komunal masyarakat diatur oleh UU No. 29 Tahun 2000 sebagai konsekuensi keikutsertaan Indonesia di dalam Convention on Biological Diversity. UU No. 29 Tahun 2000 juga telah menindaklanjuti ketentuan invensi (penemuan) terhadap varietas tanaman sebagaimana yang telah diatur di dalam Pasal 27 ayat (3) huruf b TRIPs Agreement sebagai salah satu perjanjian di WTO. Pasal 27 ayat (3) huruf b TRIPs Agreement telah memberikan kebebasan secara Sui Generis bagi Indonesia untuk mengatur PVT sesuai dengan nilai moral dan nilai gotong royong di masyarakat. Varietas lokal diatur di dalam ketentuan UU No. 29 Tahun 2000 sebagai upaya untuk mewujudkan sila kelima Pancasila yakni “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” dan ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Revisi terhadap UU No. 29 Tahun 2000 harus memperhatikan aspek filosofis, sosiologis dan yuridis agar dapat berlaku efektif. Indonesia tidak perlu menjadi anggota UPOV. Hal ini disebabkan karena Pasal 27 ayat (3) huruf b TRIPs Agreement telah memberikan kebebasan kepada negara anggota termasuk Indonesia untuk mengatur mengenai PVT secara Sui Generis. Indonesia hanya memiliki kewajiban untuk melaksanakan TRIPs Agreement dan CBD sedangkan Indonesia tidak terikat kewajiban untuk melaksanakan UPOV. Ketentuan UU No. 29 Tahun 2000 juga telah memuat standard PVT sesuai dengan standard UPOV meskipun Indonesia bukan anggota UPOV. Sistem UPOV dikhawatirkan dapat menghambat pelaksanaan sistem budidaya tanaman di Indonesia. Hambatan tersebut dirasakan karena UPOV tidak mengatur mengenai hak petani dan pelestarian varietas lokal termasuk juga aspek Benefit Sharing atas pemanfaatan varietas lokal. Indonesia memiliki keuntungan dengan tidak menjadi anggota UPOV. Indonesia akan lebih dapat melindungi hak petani untuk menggunakan varietas tanaman hasil pemuliaan sebatas hanya untuk digunakan sendiri oleh Petani tersebut. Indonesia juga memiliki SDG tanaman yang berlimpah sehingga masyarakat lokal harus tetap mendapatkan Benefit Sharing atas pemanfaatan varietas lokal oleh pihak lain. Kesejahteraan para petani dan pelestarian varietas lokal menjadi alasan utama bagi Indonesia untuk tidak masuk ke dalam UPOV. Apabila Indonesia ingin menjadi anggota UPOV maka semua aturan di bidang varietas tanaman yang bukan hasil pemuliaan harus dikeluarkan sehingga varietas tanaman esensial dan varietas lokal yang didaftar, oleh karena bukan rezim HKI. d. Rancangan Undang-Undang dari Usulan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 1. Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Jangkauan pengaturan Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dibatasi pada sektor pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Dari hasil invetarisasi hukum positif yang berkaitan dengan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, ditemukan sejumlah peraturan perundang-undangan yang secara parsial telah diatur dan belum terintegrasi satu dengan yang lain. Maka untuk mewujudkan kesejahteraan petani sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menganggap sangat perlu menyusun Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani sebagai landasan untuk menyelesaikan permasalahan petani yang terstruktur, yang disebabkan oleh faktor internal, eksternal, dan faktor bencana alam dan perubahan iklim global yang tidak bisa dikontrol oleh petani. Pengaturan yang terkait dengan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani diantaranya tersebar dalam 21 (dua puluh satu) Undang-Undang yaitu: Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Bagi Hasil Tanah Pertanian, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 56 PRP Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, UndangUndang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UndangUndang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, UndangUndang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 tentang Perjanjian Internasional Mengenai Sumberdaya Genetik Untuk Pangan dan Pertanian, UndangUndang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, UndangUndang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura. Oleh karena itu Peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat ini dapat dikatakan masih bersifat parsial dan hanya mengatur kepentingan subsektor. Perlindungan petani adalah segala upaya untuk membantu petani dalam menghadapi permasalahan baik karena pengaruh internal, eksternal maupun karena bencana alam dan perubahan iklim global sehingga petani dapat hidup mandiri, berdaulat dalam rangka kebutuhan hidupnya secara layak. Perlindungan petani dilakukan antara lain melalui jaminan harga komoditas yang menguntungkan, jaminan memperoleh sarana produksi, jaminan infrastruktur pertanian, jaminan pemasaran hasil pertanian, jaminan pengutamaan hasil pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, jaminan kepastian usaha, jaminan penghasilan karena program pemerintah, jaminan penghapusan praktik-praktik ekonomi biaya tinggi, dan jaminan ganti rugi akibat gagal panen, serta asuransi pertanian. Sedangkan konsep dari Pemberdayaan petani adalah segala upaya untuk mengubah pola pikir para petani, peningkatan usahatani, penumbuhan dan penguatan kelembagaantani dalam meningkatkan kesejahteraannya. Pemberdayaan petani dilakukan antara lain melalui penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, penguatan kelembagaan petani, pemberian fasilitas sumber pembiayaan/ permodalan, pemberian bantuan kredit kepemilikan lahan, pembentukan kelembagaan keuangan/bank bagi petani, dan pemberian fasilitas untuk mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan informasi. 2. Rancangan Undang-Undang Pangan. Materi muatan dalam Undang-Undang Pangan sifatnya sangat umum dan banyak dilakukan pendelegasian pengaturan sehingga dalam pelaksanaannya ditemui beberapa kendala. Terutama dalam hal penegakan hukum menyangkut penerapan sanksi yang relatif masih rendah sehingga tidak menimbulkan efek jera. Konsep ketahanan pangan dalam Undang-Undang Pangan belum menjawab penyediaan pangan dan produksi pangan dalam negeri, hal ini berkaitan dengan kelembagaan pangan. Belum adanya pengaturan yang jelas dan tegas menyangkut keamanan pangan (labelisasi) untuk dikonsumsi masyarakat, misalnya dalam hal pencantuman tanggal kadaluarsa. Negara bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi Hak atas Pangan serta menjamin ketersediaan pangan bagi rakyatnya terutama distribusi pangan dan kemudahan rakyat untuk mengakses pangan. e. Rancangan Undang-Undang dari Usulan Pemerintah Pembentukan Undang-Undang baru sebagai prakarsa pemerintah untuk menindaklanjuti UU No. 18 Tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan yaitu ketentuan praktik kedokteran hewan dan otoritas veteriner. 2. Program Legislasi Pertanian (PROLEGTAN) Sesuai dengan visi dan misi pembangunan hukum bidang pertanian yaitu terwujud dan berfungsinya hukum pertanian yang kuat, lengkap dan terdesentralisasi serta berwawasan lingkungan maka beberapa Undang-Undang yang telah diundangkan diperlukan adanya Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri sebagai peraturan pelaksanaannya. Dalam Program Legislasi Pertanian Tahun 2011 terdapat 8 (delapan) kebijakan guna menyelesaikan permasalahan pembangunan pertanian yang ditindaklanjuti peraturan perundang-undangan. Adapun 8 (delapan) kebijakan dimaksud sebagai berikut: (1) Penerapan pembangunan pertanian yang berkelanjutan guna mengantisipasi perubahan iklim. (2) Perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian (jaringan irigasi, sarana jalan dan perluasan lahan pertanian). (3) Penerapan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. (4) Pengembangan sistem perbenihan dan perbibitan nasional. (5) Pengembangan sistem pembiayaan pertanian yang berpihak kepada petani. (6) Penguatan kelembagaan ekonomi petani dan pemantapan kelembagaan penyuluhan sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. (7) Kampanye nasional penganekaragaman pangan. (8) Peningkatan koordinasi integrasi, dan sinkronisasi antarsektor. Yang tertuang dalam kegiatan rencana kerja Tahunan yaitu penyusunan dokumen perundang-undangan bidang Tanaman, Ternak dan Kesehatan Hewan, Karantina Pertanian, Sumberdaya Sarana Prasarana Melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan Program Legislasi Pertanian (Prolegtan). 3. Pengembangan Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Pertanian Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional atau biasa disingkat JDIHN merupakan suatu wadah pendayagunaan bersama atas dokumen hukum secara tertib, terpadu, dan berkesinambungan, selain itu JDIHN adalah suatu sarana pemberian pelayanan informasi hukum secara lengkap, akurat, mudah dan cepat kepada seluruh stakeholders yang membutuhkannya supaya dengan begitu dapat dibandingkan menunjang pembangunan sebelumnya, karena tanpa hukum yang keberadaan lebih maksimal JDIHN, maka pembangunan hukum di Indonesia akan sulit direalisasikan, dengan begitu otomatis pembangunan nasional secara keseluruhan akan terhambat. Hal tersebut diataslah yang melatarbelakangi pembentukan sistem JDIHN dinegeri ini sejak pembuatan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012, dimana JDIHN pada tersebut bertujuan untuk : 1. Menjamin terciptanya pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum yang terpadu dan terintegrasi dengan instansi pemerintah dan institusi lainnya; 2. Menjamin ketersediaan dokumentasi dan informasi hukum yang lengkap dan akurat; 3. Mengembangkan kerja sama yang efektif antara Pusat jaringan dengan Anggota jaringan, dan sesama Anggota jaringan dalam rangka penyediaan dokumentasi dan informasi hukum. Kegiatan yang di lakukan subbagian Dokumentasi dan Informasi Hukum Tahun 2012 yaitu: a. Pengelolaan dan Pelayanan Dokumentasi dan Informasi Hukum Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 30/Permentan/OT.140/5/2011 tentang Rincian Tugas Pekerjaan Unit Kerja Eselon IV Lingkup Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian, pengelolaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum di Kementerian Pertanian berada pada tingkat Eselon IV dengan nomenklatur Sub Bagian Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum, di bawah Sekretariat Jenderal (Eselon I), Biro Hukum dan Informasi Publik (Eselon II), dan Bagian Peraturan Peraturan Perundang-Undangan II (Eselon III). Sub Bagian Jaringan Dokumentasi dan Informasi, Biro Hukum dan Informasi Publik Kementerian Pertanian mempunyai tugas: 1) Melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana kerja dan anggaran subbagian jaringan dokumentasi dan informasi hukum, yang kegiatannya meliputi: a) Mengumpulkan data dan informasi; b) Mengolah dan menganalisis data dan informasi; c) Menyusun kerangka acuan kegiatan, rencana anggaran biaya, dan rencana operasional kegiatan; d) Menyajikan rencana kerja dan anggaran. 2) Melakukan penyiapan bahan bimbingan jaringan dokumentasi dan informasi hukum yang kegiatannya meliputi: a) Mengumpulkan bahan penerbitan himpunan peraturan perundang-undangan di bidang pertanian; b) Memberikan pelayanan dan menginformasikan peraturan perundang-undangan di bidang pertanian; c) Mengumpulkan dan menyiapkan bahan bimbingan pengembangan jaringan dokumentasi dan informasi hukum. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional atau biasa disingkat JDIHN merupakan suatu wadah pendayagunaan bersama atas dokumen hukum secara tertib, terpadu, dan berkesinambungan, selain itu JDIHN adalah suatu sarana pemberian pelayanan informasi hukum secara lengkap, akurat, mudah dan cepat kepada seluruh stakeholders yang membutuhkannya supaya dengan begitu dapat menunjang pembangunan hukum yang lebih maksimal dibandingkan sebelumnya, karena tanpa keberadaan JDIHN, maka pembangunan hukum di Indonesia akan sulit direalisasikan, dengan begitu otomatis pembangunan nasional secara keseluruhan akan terhambat. Hal tersebut diataslah yang melatarbelakangi pembentukan sistem JDIHN dinegeri ini sejak pembuatan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012, dimana JDIHN pada tersebut bertujuan untuk: 1. Menjamin terciptanya pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum yang terpadu dan terintegrasi dengan instansi pemerintah dan institusi lainnya; 2. Menjamin ketersediaan dokumentasi dan informasi hukum yang lengkap dan akurat; 3. Mengembangkan kerja sama yang efektif antara Pusat jaringan dengan Anggota jaringan, dan sesama Anggota jaringan dalam rangka penyediaan dokumentasi dan informasi hukum. b. Penerbitan Peraturan Menteri Pertanian. Sebagai salah satu upaya pengembangan Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi (SJDI) Hukum, sesuai amanat Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan dan untuk mewujudkan keterbukaan informasi publik yang diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Biro Hukum dan Informasi Publik Kementerian Pertanian menerbitkan Himpunan Peraturan/Keputusan Menteri Pertanian Tahun 2012 merupakan kelanjutan dari Himpunan Peraturan/Keputusan Menteri Pertanian tahun 2011. Penerbitan Himpunan Peraturan/Keputusan Menteri Pertanian ini bertujuan untuk memberikan informasi dan mempermudah dalam penemuan kembali peraturan perundang-undangan Bidang Pertanian yang diharapkan mampu membantu bagi pemberian pelayanan, pelaksanaan, pembinaan, dan peningkatan usaha sektor Pertanian. Selama tahun 2012, JDIH Biro Hukum Kementerian Pertanian telah menghimpun dan menyusun 4 (empat) Kompendium/Kodifikasi Hukum adalah sebagai berikut: 1. Kompendium Bidang Peternakan; 2. Kompendium Bidang Lahan; 3. Kompendium Bidang Penyuluhan; 4. Kompendium Bidang Hortikultura. Menghimpun dan menyusun Peraturan dan Keputusan Menteri Pertanian dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yakni pada Juni dan Desember pada setiap tahunnya. Hal tersebut dilakukan untuk memaksimalkan inventarisasi, pengumpulan dan pengolahan Peraturan Menteri Pertanian yang sudah ada. Selama tahun 2012, telah dihimpun: 1) Himpunan Peraturan Menteri Pertanian Bagian Pertama A; 2) Himpunan Peraturan Menteri Pertanian Bagian Pertama B; 3) Himpunan Peraturan/Keputusan Menteri Pertanian dengan Sistem Katalog. c. Penempatan Peraturan Menteri Pertanian dalam Berita Negara. Proses akhir dari pembuatan peraturan perundang-undangan adalah pengundangan dan penyebarluasan yang memerlukan penanganan secara terarah, terpadu, terencana, efektif dan efesien serta akuntabel. Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Maksudnya agar supaya setiap orang dapat mengetahui peraturan perundang-undangan, pemerintah wajib menyebarluaskan peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia. Dengan penyebarluasan diharapkan masyarakat mengerti, dan memahami maksud-maksud yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan, sehingga dapat melaksanakan dimaksud. ketentuan peraturan perundang-undangan 4. Program Pelayanan Perjanjian dan Pertimbangan Bantuan Hukum a) Perjanjian Perjanjian oleh Kementerian Pertanian dilaksanakan dengan harapan diperolehnya berbagai manfaat seperti peningkatan produktivitas; efisiensi; jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas, pembagian risiko, pemanfaatan potensi sarana, prasarana dan sumber daya secara maksimal, dan lain sebagainya yang dapat membantu tercapainya tujuan Kementerian Pertanian. Dari segi hal-hal yang dikerjasamakan, Kementerian Pertanian melaksanakan perjanjian dalam berbagai bidang seperti kerjasama penelitian dan pengembangan, pemanfaatan aset, pelaksanaan kegiatan maupun program-program yang tidak mungkin dapat dikerjakan sendiri. Fungsi pelayanan perjanjian dilaksanakan oleh Subbagian Perjanjian dengan melaksanakan tugas yang meliputi penyiapan bahan penyusunan naskah perjanjian, penyiapan bahan penyusunan naskah perjanjian, dan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan naskah perjanjian. Pekerjaan tersebut direalisasikan dalam berbagai bentuk kegiatan yang meliputi inventarisasi dan penyiapan bahan penyusunan naskah perjanjian; penyiapan bahan telaahan naskah perjanjian; penelaahan, analisis, dan penyajian bahan penyusunan naskah perjanjian, penyiapan bahan koordinasi pembahasan, bahan konsultasi, bahan sosialisasi dan apresiasi serta menyajikan hasil pemantauan dan evaluasi naskah perjanjian, dsb. b) Pertimbangan dan Bantuan Hukum Untuk menunjang kegiatan pada Subbagian Pertimbangan dan Bantuan Hukum, Biro Hukum dan Informasi Publik, Kementerian Pertanian sering dihadapkan pada permasalahan dalam rangka memberikan bantuan dan pelayanan hukum terhadap Instansi maupun Pejabat pada Kementerian Pertanian yaitu antara lain sebagai berikut : a. Inventarisasi Aset (tanah/bangunan) yang bermasalah Lingkup Kementerian Pertanian. b. Penyusunan Legal Opinion permasalahan di bidang pertanian c. Penanganan Perkara Tata Usaha Negara d. Penanganan Perkara Perdata di Pengadilan Negeri e. Penanganan Perkara pengujian peraturan perundang-undangan di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi 5. Program Pengelolaan Pelayanan Informasi Publik a. Penyusunan Peraturan/Keputusan Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Kementerian Pertanian Penyusunan peraturan/keputusan sebagai pelaksanaan dari UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008, Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010, dan Peraturan Komisi Informasi Nomor 2 Tahun 2010. Kegiatan ini dilaksanakan dengan pengumpulan bahan/data, konsinyasi, pembahasan dengan Eselon I/PPID lingkup Kementerian Pertanian. Peraturan/keputusan yang telah disusun sebagai berikut : 1) Peraturan Menteri Pertanian tentang Pedoman Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Kementerian Pertanian dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32/Permentan/OT.140/5/2011. 2) Keputusan Menteri Pertanian tentang Penunjukkan PPID Utama dan PPID Pelaksana Eselon I Kementerian Pertanian. 3) Keputusan Kepala Biro Hukum dan Informasi Publik selaku PPID Utama tentang Daftar Informasi Publik yang Dikuasai Kementerian Pertanian. 4) Keputusan Kepala Biro Hukum dan Informasi Publik selaku PPID Utama tentang Panduan Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan untuk Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik pada Kementerian Pertanian. Lebih lanjut akan dilakukan penyusunan : 1) Peraturan Menteri Pertanian tentang Uji Konsekuensi Informasi Publik Kementerian Pertanian. 2) Keputusan Menteri Pertanian tentang tentang Daftar Informasi yang Dikecualikan Kementerian Pertanian. 3) Keputusan Kepala Biro Hukum dan Informasi Publik selaku PPID Utama tentang SOP Pengelolaan Informasi Publik di Kementerian Pertanian. b. Peningkatan Kapasitas Layanan Informasi Publik Dalam rangka memberikan pemahaman tentang pentingnya Keterbukaan Informasi Publik bagi pejabat/pegawai/petugas pengelolaan dan layanan informasi, Biro Hukum dan Informasi Publik melaksanakan kegiatan : 1) Sosialisasi Keterbukaan Informasi Publik. Sosialisasi mengenai Keterbukaan Informasi Publik ditujukan dalam rangka peningkatan kapasitas layanan informasi publik. Kegiatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan pemahaman umumnya bagi Pejabat Struktural UK/UPT (Atasan PPID) dan khususnya bagi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) lingkup Kementerian Pertanian tentang pentingnya keterbukaan informasi publik beserta batasan-batasannya. 2) Keikutsertaan dalam pendidikan, latihan yang diselenggarakan oleh Unit Kerja di Kementerian Pertanian atau di luar Kementerian Pertanian dan juga yang diselenggarakan swasta. Peningkatan kapasitas pelayanan informasi ini berupa keikutsertaan dalam diklat, kursus, workshop, seminar, lokakarya, atau pun studi banding pada lembaga yang telah menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan informasi publik. 3) Bimbingan Teknis Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Dalam rangka memberikan peningkatan kompetensi petugas Pengelola Informasi Dokumentasi (PID) maupun Pejabat Fungsional bidang Informasi dan Dokumentasi (PFID) dalam membantu Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) untuk mengelola dan melayani informasi publik kepada masyarakat. Kegiatan ini berupa bimbingan teknis yang diselenggarakan oleh Biro Hukum dan Informasi Publik. Pada kegiatan ini akan mengundang narasumber/praktisi baik dari institusi terkait, pakar informasi, akademisi perguruan tinggi maupun pihak swasta yang bergerak dalam bidang informasi dan komunikasi publik. c. Penyiapan bahan penyajian, pemutakhiran, dan pengemasan dokumen informasi publik bidang pertanian yang terbarukan melalui multimedia Berkenaan dengan kewajiban Badan Publik sesuai pasal 7 UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008, yaitu membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien. Pendokumentasian Informasi adalah kegiatan penyimpanan data dan informasi, catatan dan/atau keterangan yang dibuat dan/atau diterima oleh satuan kerja di lingkungan Kementerian Pertanian guna membantu PPID dalam melayani permintaan informasi. Kegiatan pendokumentasian informasi publik memakai aplikasi yang dikembangkan pada Portal Website PPID Kementan http://ppid.deptan.go.id/. Aplikasi pada portal tersebut memudahkan Petugas PID dalam mengelola dokumen, merekap layanan dan keberatan informasi publik. Selain itu, dapat memudahkan PPID dalam membuat laporan monitoring dan evaluasi informasi publik. Disamping itu juga dikembangkan dan dibangun penyediaan digital informasi, analisis database informasi publik, dan aplikasi dalam pengelolaan dan pelayanan informasi publik. Disamping itu untuk percepatan implementasi informasi publik khususnya informasi pembangunan pertanian disajikan melaluin pameran dan peragaan. D. Indikator Pencapaian Tujuan Indikator pencapaian tujuan terlaksananya kegiatan penyempurnaan peraturan perundang-undangan termasuk pemberian bantuan hukum, dan pelaksanaan pengelolaan informasi publik meliputi: a. Terlaksananya kegiatan penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang pertanian; b. Terlaksananya pengembangan sistem jaringan dokumentasi dan informasi hukum; c. Terlaksananya kegiatan perumusan perjanjian, pemberian pertimbangan dan bantuan hukum di bidang pertanian serta ketata usahaan; d. Terlaksananya pengelolaan informasi publik melalui peningkatan layanan informasi, multi media, pameran dan peragaan serta perpustakaan digital bidang pertanian. E. Aspek Sumber Daya Manusia Berdasarkan tupoksi masing-masing bagian dari Biro Hukum dan Informasi Publik sampai dengan tahun 2011 jumlah personil 73 orang (termasuk Kepala Biro), yang tersebar di unit-unit bagian sebagai berikut: Kepala Biro Hukum dan Informasi Publik : 1 (satu) Kepala Bagian : 4 (empat) 1. Bagian Perundang-Undangan I 2. Bagian Perundang-Undangan II 3. Bagian Perjanjian dan Bantuan Hukum 4. Bagian Pengelolaan Informasi Publik Kepala Subbagian 1. Subbagian Perundang-Undangan IA 2. Subbagian Perundang-Undangan IB 3. Subbagian Perundang-Undangan IC 4. Subbagian Perundang-Undangan IIA 5. Subbagian Perundang-Undangan IIB 6. Subbagian Dokumentasi dan Informasi Hukum 7. Subbagian Perjanjian 8. Subbagian Pertimbangan dan Bantuan Hukum 9. Subbagian Tata Usaha Biro 10. Subbagian Pelayanan Informasi : 12 (dua belas) 11. Subbagian Pameran dan Peragaan 12. Subbagian Multimedia Jabatan Struktural S3 : 1 (satu) S2 : 3 (tiga) S1 : 13 (tiga belas) Jabatan Fungsional Umum S2 : 4 (empat) S1 : 24 (dua puluh empat) D3/SMA : 29 (dua puluh sembilan) Sumber Daya Manusia Biro Hukum dan Informasi Publik pada akhir tahun 2014 diperkirakan akan mencapai jumlah personil sebanyak 130 orang dengan tingkat pendidikan S2 sebanyak 10 orang , S1 bidang hukum sebanyak 25 orang, S1 bidang informasi, Komputer sebanyak 25 orang, S1 teknis sebanyak 10 orang, sedangkan S1 umum sebanyak 25 orang dan D3/SMU sebanyak 25 orang. F. Aspek Sarana dan Prasarana Dalam rangka mendukung program kegiatan Biro Hukum dan Informasi Publik di atas, maka prioritas anggaran dipergunakan untuk pengadaan : 1. Pengadaan Komputer dan Peralatannya yaitu (Pengadaan Laptop sebanyak 5 unit), Pengadaan Komputer Desktop dan printer sebanyak 5 unit, Pengadaan Printer berwarna/deskjet sebanyak 3 unit, Pengadaan Scanner sebanyak 3 unit). 2. Pengadaan Kendaraan Bermotor Roda dua 4 (empat) unit. 3. Pengadaan Kendaraan Bermotor Roda empat dan atau roda enam 1 (satu) unit. 4. Sarana dan prasarana yaitu pengadaan meubelair berupa meja dan kursi sebanyak 5 unit dan pengadaan filling cabinet, lemari kaca/besi dll sebanyak 1 unit. BAB IV. PENUTUP Rencana Srategis Biro Hukum dan Informasi Publik Tahun 2010-2014 merupakan bagian integral dari perencanaan pembangunan pertanian secara keseluruhan yang berisi visi, misi, tujuan, sasaran, cara-cara mencapai tujuan dan sasaran serta indikator output dalam waktu tertentu. Rencana Srategis Biro Hukum dan Informasi Publik Tahun 2010-2014 merupakan acuan atau pedoman bagi seluruh jajaran Biro Hukum dan Informasi Publik dalam melaksanakan kegiatannya. Keberhasilan pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran sebagaimana tercantum Rencana Srategis ini memerlukan komitmen dan kebersamaan sseluruh pihak-pihak terkait baik dari internal maupun eksternal Biro Hukum dan Informasi Publik. Pengimplementasian Rencana strategis ini secara tertib dan disiplin diharapkan dapat meningkatkan kinerja organisasi dan sekaligus dapat diwujudkan akuntabilitasnya sesuai dengan tuntutan transparasi dari masyarakat. Rencana Strategis ini bersifat dinamis, yang dapat disempurnakan sewaktu-waktu apabila diperlukan. Demikian Rencana Strategis ini disusun, semoga bermanfaat dan menjadi pedoman dalam bekerja kearah pencapaian tujuan pembangunan pertanian.