pengaruh variabel makroekonomi terhadap harga

advertisement
PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP
HARGA SAHAM PERUSAHAAN SEKTOR CONSUMER
GOODS PADA INDEKS LQ 45
NUR KARDINA MASSIJAYA
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Variabel
Makroekonomi Terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor Consumer Goods Pada
Indeks LQ 45 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Nur Kardina Massijaya
NIM H24110014
ABSTRAK
NUR KARDINA MASSIJAYA. Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap
Harga Saham Perusahaan Sektor Consumer Goods pada Indeks LQ 45. Dibimbing
FARIDA RATNA DEWI.
Pasar modal adalah salah satu sarana investasi masyarakat yang tidak lepas
dari gejolak variabel makroekonomi. Di tengah perkembangan variabel
makroekonomi yang fluktuatif, sektor consumer goods dianggap menarik karena
pesatnya pertumbuhan masyarakat kelas menengah. Tujuan dari penelitian ini
adalah menganalisis pengaruh variabel makroekonomi terhadap pergerakan harga
saham perusahaan sektor consumer goods di indeks LQ 45 secara parsial dan
simultan. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi
linear sederhana dan berganda. Hasil analisis parsial mengindikasikan bahwa
inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap USD berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap harga saham perusahaan consumer goods yang berada di indeks saham
LQ 45, sedangkan PDB dan jumlah uang beredar memberi pengaruh positif dan
signifikan. Kurs beli rupiah terhadap dollar tidak memberi pengaruh terhadap
pergerakan harga saham perusahaan sektor consumer goods yang ada pada indeks
LQ 45 pada periode 2008-2013. Hasil analisis menunjukkan bahwa inflasi, kurs
beli rupiah terhadap US dollar, dan produk domestik bruto secara simultan
memberi pengaruh terhadap pergerakan harga saham perusahaan sektor consumer
goods yang ada pada indeks LQ 45 pada periode 2008-2013.
Kata kunci: consumer goods, indeks LQ 45, inflasi, nilai tukar rupiah, PDB.
ABSTRACT
NUR KARDINA MASSIJAYA. Impact on Macro Economics Variables against
Stock Price of Consumer Goods Companies Listed On LQ 45. Supervised by
FARIDA RATNA DEWI.
Capital market is a choice of which also affected by the fluctuative
development of macroeconomics variables. Consumer goods seems attractive by
the rapid development of middle class inhabitants. The purpose of this research is
to analyze the partial and simultaneous impact of macro economics variables
against stock price of consumer goods companies which listed on LQ 45 in 20082013. The statistical methods used are simple and multiple linear regression. The
analysis on partial indicates that inflation and exchange rate give significant
negative impact on the movement of the stock price, while broad money and GDP
give significant positive impact on the stock price of consumer goods companies
that listed on LQ 45 in 2008-2013. Exchange rate gives no impact on the stock
price movement. Simultaneous analysis indicates that inflation rate, exchange
rate, and gross demosetic product simultaneously give significant positive impact
on the stock price movement.
Keywords: consumer goods, LQ 45 index, inflation, exchange rates, GDP.
PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP
HARGA SAHAM PERUSAHAAN SEKTOR CONSUMER
GOODS PADA INDEKS LQ 45
NUR KARDINA MASSIJAYA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 ini ialah
mengenai pengaruh variabel makroekonomi terhadap harga saham perusahaan
sektor consumer goods yang terdaftar pada indeks LQ 45.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM
selaku dosen pembimbing. Di samping itu, ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Bapak Deddy C. S., STP, MM atas bimbingannya dalam
mengolah data penelitian, serta Bapak Dr Eko Ruddy Cahyadi, S. Hut, MM dan
Ibu Yusrina Permanasari, S.Sos, ME selaku penguji. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Mama dan Papa, serta seluruh keluarga atas segala doa dan
kasih sayangnya. Terima kasih untuk sahabat dan teman-teman di Manajemen
IPB angkatan 48 atas seluruh dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama
ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2015
Nur Kardina Massijaya
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
METODE
Kerangka Pemikiran
Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Sampel
Pengolahan dan Analisis Data
Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
Analisis Korelasi Pearson
Analisis Koefisien Determinansi (Adjusted R2)
Uji F (Uji Simultan)
Uji T (Uji Parsial)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Indeks Sektor Consumer Goods dan LQ 45
Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Harga Saham
Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
Analisis Koefisien Determinansi (Adjusted R2)
Analisis Pengaruh Parsial
Analisis Pengaruh Simultan
Implikasi Manajerial
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
ii
ii
ii
1
3
3
3
4
4
10
11
12
12
12
13
13
14
14
15
15
16
17
19
20
26
28
28
29
29
31
39
3
DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan rata-rata nilai transaksi saham Bursa Efek
Indonesia periode 2008-2013
2 Grafik Indeks Harga Tertinggi Saham Sektoral Periode 2008-2013
3 Kerangka pemikiran penelitian
4 Perkembangan Indeks Consumer Goods dan Indeks LQ 45
periode 2008-2013
5 Diagram Scatterplot
1
2
11
16
19
DAFTAR TABEL
1 Penelitian terdahulu
2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test (1 K-S)
3 Hasil Uji Multikolinearitas 3
4 Hasil Analisis Korelasi Pearson
5 Hasil Analisis Regresi Sederhana Variabel X1
6 Hasil Analisis Regresi Sederhana Variabel X2
7 Hasil Analisis Regresi Sederhana Variabel X3
8 Hasil Analisis Regresi Sederhana Variabel X4
9 Hasil Analisis Regresi Sederhana Variabel X5
10 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
11 Hasil Uji F (Uji Simultan)
9
17
18
20
22
23
23
24
25
26
27
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kriteria Indeks LQ 45
2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
3 Uji Multikolinearitas 1
4 Uji Multikolinearitas 2
5 Uji Multikolinearitas 3
6 Uji Autokolinearitas
7 Model Summary untuk Analisis Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
8 Hasil Korelasi Pearson
9 Hasil Uji T Analisis Regresi Linear Sederhana Variabel X1
10 Hasil Uji T Analisis Regresi Linear Sederhana Variabel X2
11 Hasil Uji T Analisis Regresi Linear Sederhana Variabel X3
12 Hasil Uji T Analisis Regresi Linear Sederhana Variabel X4
13 Hasil Uji T Analisis Regresi Linear Sederhana Variabel X5
14 Hasil Uji F Analisis Regresi Linear Berganda
15 Hasil Uji T Analisis Regresi Linear Berganda
32
32
33
33
33
34
34
35
36
36
36
37
37
38
39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Investasi merupakan pengalokasian dana berupa penanaman modal untuk
satu atau lebih aktiva yang diharapkan akan memberi keuntungan di masa
mendatang. Budaya untuk berinvestasi semakin digalakkan oleh pemerintah,
seperti penyelenggaran Investor Summit and Capital Market Expo yang diadakan
oleh Bursa Efek Indonesia, yang diadakan agar masyarakat tidak hanya
berinvestasi semata namun menjadikan pasar modal sebagai gaya hidup yang
menandai sistem nilai serta sikap terhadap diri sendiri dan lingkungannya,
sehingga diharapkan budaya gemar menabung dapat beralih menjadi gemar
berinvestasi khususnya di pasar modal Indonesia (BEI 2014).
Pasar modal merupakan salah satu sarana investasi masyarakat, yang secara
langsung berperan pada proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara
secara berkesinambungan. Pasar modal yang sehat dan berkembang dengan baik
telah dianggap relevan kepada pertumbuhan ekonomi negara dengan menyalurkan
modal kepada investor dan pengusaha (Tripathi dan Seth 2014).
6238,21
4436
2008
4801
4953
2010
2011
4046
2009
4537,05
2012
2013
Gambar 1. Perkembangan rata-rata nilai transaksi saham Bursa Efek
Indonesia periode 2008-2013
Sumber: idx.co.id
Pengetahuan mengenai sensitivitas pasar modal terhadap faktor kunci
variabel makro dan vice versa sangat penting di berbagai area investasi dan
keuangan (Khan dan Zaman 2011). Terlebih untuk investor, pengetahuan
mengenai fluktuasi variabel makroekonomi yang dapat mempengaruhi pergerakan
pasar modal sangat penting guna meminimalisir angka kerugian dalam
berinvestasi di pasar modal. Makroekonomi dianggap sebagai faktor penting
dalam berinvestasi di Indonesia, dimana makroekonomi mengukur stabilitas
ekonomi pada suatu negara, yang ditunjukkan oleh inflasi, suku bunga, dan nilai
tukar (Yogaswari et al 2012). Selain variabel makroekonomi tersebut, terdapat
variabel jumlah uang beredar dan produk domestik bruto, dimana keduanya
merupakan variabel makroekonomi yang menggambarkan stabilitas kondisi
ekonomi negara terkait.
Peran sektor barang konsumsi (consumer goods) yang tak lepas dari
pengaruh variabel makroekonomi terhitung cukup besar peranannya dalam
menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sektor consumer goods dianggap
menarik bagi para investor karena pertumbuhan indeksnya yang terbilang paling
tinggi di antara sektor-sektor lainnya. Menurut catatan Bursa Efek Indonesia
(2013), per akhir November 2013, indeks harga saham sektoral untuk sektor
industri consumer goods tumbuh sebesar 12,3% year to date (YTD).
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
2008
2009
2010
2011
2012
Agriculture
Mining
Basic Industry
Miscellanous Industry
Consumer Goods
Property&Real Estate
Infrastructure
Finance
Trade, Service & Investments
Manufacturing
2013
Gambar 2 Grafik Indeks Harga Tertinggi Saham Sektoral Periode 2008-2013
Sumber: idx.co.id
Semakin menjamurnya minimarket, convenience store, dan hypermarket
cukup mencerminkan pesatnya pertumbuhan perusahaan-perusahaan pada bidang
industri konsumsi di Indonesia. Sektor consumer goods dianggap cenderung
potensial karena pertumbuhan kelas menengah yang cukup signifikan yang
hampir mencapai 75 juta jiwa. (Tempo 2014).
Di samping indeks sektoral, terdapat pula indeks LQ 45 yang terdiri dari 45
saham terbaik di sektornya dalam klasifikasi industri BEI. Indeks LQ 45 ditinjau
setiap tiga bulan sekali untuk menentukan saham-saham berfrekuensi transaksi
tertinggi di Bursa Efek Indonesia, di mana secara langsung Indeks LQ 45
menggambarkan keaktifan masyarakat dalam berinvestasi di pasar modal
Indonesia. Pengetahuan mengenai hubungan antar harga saham dengan faktor
3
makroekonomi sangat penting, tidak hanya untuk para pelaku industri, bamun
juga penting untuk para pembuat kebijakan (Vejzagic dan Zarafat 2013).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merasa perlu untuk melakukan
penelitian mengenai ada atau tidaknya pengaruh variabel makroekonomi terhadap
harga saham perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar pada indeks LQ
45.
Rumusan Masalah
Nilai tukar rupiah yang semakin melemah, angka inflasi, dan beberapa
variabel makroekonomi lainnya mengundang kekhawatiran investor terhadap
situasi ekonomi Indonesia. Faktor makroekonomi yang terlibat cenderung berasal
dari aspek moneter, seperti inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
(USD) atau yang lebih dikenal dengan kurs dan suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (Puspitasari 2010). Sentimen makroekonomi dinilai cukup besar
pengaruhnya terhadap pergerakan harga saham di pasar modal, tercermin dari
banyaknya investor yang keluar dari pasar modal Indonesia ketika pemerintah
menaikkan harga BBM dan membuat inflasi semakin melonjak. Namun, di tengah
pergerakan variabel makroekonomi yang tampak mengkhawatirkan, performa
indeks emiten sektor consumer goods cenderung menggeliat naik dan mencuri
perhatian. Untuk memutuskan dampak dari variabel makroekonomi terhadap
pergerakan harga saham emiten di sektor consumer goods, diperlukan analisis
mendalam dengan rumusan permasalahan dari penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh inflasi, BI Rate, jumlah uang beredar (M2), kurs
beli rupiah, dan produk domestik bruto (PDB) secara parsial terhadap
harga saham perusahaan consumer goods yang terdaftar dalam indeks
saham LQ 45 pada periode 2008-2013?
2. Bagaimana pengaruh inflasi, BI Rate, jumlah uang beredar (M2), kurs
beli rupiah, dan produk domestik bruto (PDB) secara simultan
terhadap harga saham perusahaan consumer goods yang terdaftar
dalam indeks saham LQ 45 pada periode 2008-2013?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam upaya mengetahui pengaruh
variabel makroekonomi terhadap pergerakan harga saham di sektor
consumer goods. Secara spesifik penelitian ini bertujuan:
1. Menganalisis pengaruh inflasi, BI Rate, jumlah uang beredar (M2), nilai
tukar rupiah, dan produk domestik bruto (PDB) secara parsial terhadap
harga saham perusahaan consumer goods yang terdaftar dalam indeks
saham LQ 45 pada periode 2008-2013.
2. Menganalisis pengaruh inflasi, BI Rate, jumlah uang beredar (M2), nilai
tukar rupiah, dan produk domestik bruto (PDB) secara simultan terhadap
harga saham perusahaan consumer goods yang terdaftar dalam indeks
saham LQ 45 pada periode 2008-2013.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi
kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya kepada perkembangan
investasi di pasar modal Indonesia. Beberapa manfaat yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah:
1. Sebagai informasi atau referensi mengenai hubungan antara beberapa
variabel makroekonomi terhadap pergerakan harga saham perusahaan
yang bergerak di sektor consumer goods.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan
rujukan atau pertimbangan keputusan terkait dengan kebijakan yang
diambil.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh fluktuasi beberapa
variabel makroekonomi terhadap pergerakan harga saham perusahaan yang
bergerak di sektor consumer goods di Bursa Efek Indonesia. Adapun variabel
makroekonomi yang digunakan adalah tingkat inflasi, BI Rate, jumlah uang
beredar (M2), kurs beli rupiah terhadap dollar, dan produk domestik bruto (PDB)
nominal. Perusahaan yang dijadikan fokus penelitian adalah lima perusahaan yang
bergerak disektor consumer goods dan berada dalam listing LQ 45, yaitu Gudang
Garam Tbk (GGRM), Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP), Indofood Sukses
Makmur (INDF), Kalbe Farma Tbk (KLBF), Unilever Indonesia Tbk (UNVR)
yang nilainya telah dirata-ratakan sebagai representatif sektor consumer goods
dalam periode tahun 2008-2013.
TINJAUAN PUSTAKA
Makroekonomi
Makroekonomi merupakan ilmu yang berhubungan dengan pasar
keseluruhan, dimana makroekonomi tidak mencakup hal-hal mendetail terkait
tingkah laku unit individu ekonomi seperti rumah tangga dan perusahaan, yang
merupakan subyek mikroekonomi. Makroekonomi berfokus pada tingkah laku
perekonomian dan kebijakan yang mempengaruhi konsumsi dan investasi, mata
uang dan neraca perdagangan, determinan perubahan tingkat upah dan harga,
kebijakan moneter dan fiskal, jumlah uang beredar, anggaran nasional, suku
bunga, dan utang nasional (Dornbusch et al 2008). O’Sullivan et al (2010)
menjelaskan bahwa makroekonomi merupakan ilmu mengenai ekonomi suatu
negara secara keseluruhan, yang berfokus pada isu inflasi (kenaikan harga
keseluruhan), pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Mankiw
(2006), konsep makroekonomi adalah sebuah kajian tentang gejala atau fenomena
5
sebuah perekonomian secara luas di suatu negara, mencakup inflasi, suku bunga,
jumlah uang beredar, nilai tukar, dan pertumbuhan ekonomi yang
mempengaruhinya.
Jumlah Uang Beredar
Jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money) dapat
didefinisikan sebagai jumlah seluruh uang kartal yang dipegang anggota
masyarakat dan demand deposit yang dimiliki oleh perseorangan pada bank-bank
umum. Sedangkan dalam arti luas (broad money) jumlah uang beredar
mengikutsertakan aset-aset lain yang dapat dengan mudah dikonversi menjadi
uang tunai, yaitu deposito berjangka panjang.
Guna mencapai angka inflasi sasaran, bank sentral pada suatu negara dapat
menentukan suku bunga atau menentukan jumlah uang beredar. Pemerintah
mengendalikan jumlah uang beredar dengan menggunakan instrumen kebijakan
pemerintah berupa operasi pasar terbuka, yakni pembelian dan penjualan obligasi
pemerintah (Mankiw 2006). Kontrol atas jumlah uang beredar ini disebut
kebijakan moneter.
BI Rate
BI Rate adalah suku bunga dengan tenor satu bulan yang diumumkan oleh
Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi
sebagai sinyal kebijakan moneter dan sasaran operasional (Siamat 2005). Suku
bunga BI Rate dipergunakan sejak 2005, dimana BI Rate akan mempengaruhi
suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB), suku bunga deposito dan kredit,
serta suku bunga jangka waktu yang lebih panjang.
Dasar pertimbangan pemilihan SBI-1 bulan sebagai acuan penetapan BI
Rate antara lain sebagai berikut:
1. SBI satu bulan telah dipergunakan sebagai benchmark oleh perbankan
dan pelaku pasar di Indonesia dalam berbagai aktivitasnya.
2. Penggunaan SBI satu bulan sebagai sasaran operasional akan
memperkuat sinyal respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank
Indonesia.
3. Dengan perbaikan kondisi perbankan dan sektor keuangan, SBI satu
bulan terbukti mampu mentransmisikan kebijakan moneter ke sektor
keuangan dan ke sektor ekonomi.
Penetapan BI Rate oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia merupakan
sinyal kebijakan moneter guna mengendalikan inflasi ke arah sasaran inflasi
jangka menengah sekaligus kondusif untuk memelihara pertumbuhan ekonomi,
serta menjaga volatilitas nilai tukar.
Produk Domestik Bruto
Tingkat pertumbuhan dari perekonomian adalah tingkat dimana GDP atau
produk domestik bruto (PDB) meningkat. Permintaan untuk PDB dibagi menjadi
empat komponen: konsumsi, belanja pemerintah, investasi, dan ekspor neto,
tergantung pihak mana yang melakukan pengeluaran. (Dornbusch R et al 2008).
PDB dibedakan menjadi dua, PDB riil, yaitu PDB yang mengukur perubahan
output fisik dalam perekonomian antara periode yang berbeda dengan menilai
semua barang yang diproduksi dalam dua periode tersebut pada harga yang sama,
atau dalam harga konstan, dan PDB nominal, yang mengukur nilai output dalam
suatu periode dengan menggunakan harga pada periode tersebut, atau sering
disebut dengan harga berlaku.
Inflasi
Inflasi merupakan proses kenaikan harga-harga umum barang-barang,
dimana kenaikan harga dari masing-masing tidak bersamaan, namun terjadi secara
terus menerus selama periode tertentu (Mankiw 2006). Kenaikan harga yang
terjadi hanya satu kali bukan inflasi, kecuali bila kenaikan satu harga barang
mendorong kenaikan harga barang lain. Kenaikan harga ini diukur dengan
menggunakan indeks harga, antara lain:
1. Indeks harga konsumen (consumer price index), yang menunjukkan harga
dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.
2. Indeks harga perdagangan besar (wholesale price index), merupakan
indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi
yang diperdagangkan di suatu daerah.
3. PDB deflator, mencakup jumlah barang dan jasa yang diproduksi secara
domestik, yang merupakan rasio dari PDB nominal terhadap PDB riil.
Secara umum, inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif,
tergantung dari tingkat keparahan inflasi. Jika inflasi berada di bawah 10%
setahun, maka inflasi berada dalam tingkat inflasi ringan, dan memberi pengaruh
positif terhadap perekonomian, yaitu meningkatkan pendapatan nasional,
menumbuhkan semangat pekerja, menabung, dan berinvestasi. Sebaliknya, jika
terjadi hiperinflasi (di atas 100% setahun) maka keadaan perekonomian akan
menjadi lesu dan kacau.
Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs, merupakan nilai mata uang
terhadap pembayaran saat ini atau di kemudian hari, antara dua mata uang
masing-masing negara atau wilayah. Nilai tukar rupiah adalah jumlah rupiah
yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Kurs (exchange
rate) antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua
negara untuk saling melakukan perdagangan, dimana fluktuasi nilai tukar akan
berpengaruh pada pergerakan indeks harga saham. Kurs dibedakan menjadi dua
(Mankiw 2006), yaitu:
7
1. Kurs nominal, yaitu harga relatif dari mata uang dua negara.
2. Kurs riil, yaitu harga relatif dari barang-barang kedua negara tersebut.
Jika kurs riil tinggi, barang-barang luar negeri akan relatif lebih murah, dan
barang-barang domestik relatif lebih mahal. Sedangkan jika kurs rill rendah, maka
barang-barang luar negeri akan relatif lebih mahal, dan barang-barang domestik
relatif lebih murah.
Pasar Modal
Menurut UU Pasar Modal No 8 Tahun 1995, pasar modal merupakan
wahana investasi bagi masyarakat yang mempunyai peran strategis dalam
pembangunan nasional sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha.
Pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan
pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas, dimana
pasar modal pada hakikatnya berbeda dengan pasar uang, dimana pasar modal
memperjualbelikan hak kepemilikan perusahaan berupa surat berharga, dan surat
pernyataan hutang perusahaan. Pasar modal adalah pasar abstrak di mana penjual
dan pembeli dalam melakukan transaksinya diwakili oleh Pialang atau Broker
(Riyadi 2006). Weston dan Copeland dalam Andati 2012 memberikan empat
macam manfaat ekonomis pasar modal yaitu: (1) Bursa Surat Berharga (security
exchange) memperlancar proses 25 transaksi dengan menyelenggarakan pasar
dimana dapat dilakukan transaksi yang relatif murah dan efisien (2) Bursa mampu
menyelenggarakan transaksi yang kontinyu dan menguji nilai surat berharga.
Perusahaan yang dinilai baik prospeknya oleh investor memiliki nilai yang tinggi
sehingga memperlancar pembiayaan baru dan pertumbuhan perusahaannya (3)
Harga-harga surat berharga relatif lebih stabil dengan adanya bursa yang
terorganisir.
Adapun instrumen pasar modal yang umumnya diperdagangkan adalah
saham, obligasi, reksa dana, dan instrumen derivatif.
Saham
Istilah saham (stock) mengacu pada bagian dalam kepemilikan perusahaan,
dan pasar modal (stock market) adalah pasar di mana saham-saham ini
diperdagangkan (Mankiw 2006). Terdapat dua jenis saham (Bodie et al 2005),
yaitu:
1. Saham biasa, yang dikenal sebagai sekuritas penyertaan, sekuritas
ukuitas, atau cukup disebut ekuitas (equities), menunjukkan bagian
kepemilikan di sebuah perusahaan. Masing-masing lembar saham
biasa mewakili satu suara tentang segala hal dalam pengurusan
perusahaan dan menggunakan suara tersebut dalam rapat tahunan
perusahaan dan pembagian keuntungan. Pada saham biasa, terdapat
dua karakteristik sebagai alat investasi, yaitu fitur klaim sisa (residual
claim), yang berarti pemegang saham berada di barisan terakhir dari
pihak-pihak yang memiliki klaim atas aset dan pendapatan perusahaan,
dan kewajiban terbatas (limited liability), yaitu mayoritas pemegang
saham akan menanggung kerugian jika perusahaan gagal sebesar nilai
nvestasi aslinya.
2. Saham preferen (preferred stock) memiliki fitur yang serupa dengan
ekuitas sekaligus utang. Namun, pemegang saham preferen tidak
memiliki hak suara atas manajemen perusahaan, dan mirip dengan
obligasi jatuh tempo.
Harga Saham
Harga saham merupakan nilai dari suatu saham pada saat tertentu yang
ditentukan pelaku pasar dan dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran saham
yang bersangkutan di pasar modal, dimana harga saham berperan sebagai nilai
bukti pernyertaan modal pada perseroaan terbatas yang terdaftar di bursa efek atas
saham yang telah beredar. Harga saham yang terbentuk dari interaksi para penjual
dan pembeli saham yang dilatarbelakangi oleh harapan atas profit perusahaan
penerbit saham, mewakili nilai suatu perusahaan. Semakin tinggi nilai harga
saham, maka semakin baik pula citra perusahaan di mata investor.
Indeks Harga Saham
Indeks harga saham merupakan indikator yang menjadi pedoman bagi para
investor guna berinvestasi di pasar modal, khususnya saham. Indeks harga saham
adalah cerminan pergerakan harga saham, dan menggambarkan kekuatan
penawaran dan permintaan saham di bursa saham. Saat ini Bursa Efek Indonesia
memiliki 11 jenis indeks harga saham, yaitu:
1. Indeks Harga Saham Gabungan, yaitu indeks yang menggunakan semua
perusahaan tercatat sebagai komponen perhitungan indeks.
2. Indeks Sektoral, yaitu indeks yang menggunakan semua perusahaan
tercatat yang termasuk dalam masing-masing sektor, dimana sekarang ada
10 sektor yang ada di BEI:
Pertanian, Pertambangan, Industri Dasar, Aneka Industri, Barang
Konsumsi, Properti, Infrastruktur, Keuangan, Perdagangan dan Jasa, serta
Manufaktur.
3. Jakarta Islamic Index (JII), yaitu indeks yang menggunakan 30 saham
yang dipilih dari saham-saham yang masuk dalam kriteria syariah (Daftar
Efek Syariah yang diterbitkan oleh Bapepam-LK) dengan
mempertimbangkan kapitalisasi pasar dan likuiditas.
4. Indeks LQ45, mencakup 45 jenis saham emiten yang dinilai memenuhi
kriteria yang ditentukan dan ditinjau setiap tiga bulan sekali oleh Bursa
Efek Indonesia, dimana untuk menentukan saham-saham yang masuk ke
dalam LQ 45, digunakan dua tahap seleksi. Indeks LQ45 pertama kali
diluncurkan pada tanggal 24 Februari 1997 (Hamdani, 2013).
5. Indeks Kompas100, yaitu indeks yang terdiri dari 100 saham Perusahaan
Tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi
pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Review dan
penggantian saham dilakukan setiap 6 bulan.
9
6. Indeks BISNIS-27, yakni kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan
harian Bisnis Indonesia meluncurkan indeks harga saham yang diberi
nama Indeks BISNIS-27, yang dipilih berdasarkan kriteria fundamental,
teknikal atau likuiditas transaksi dan Akuntabilitas dan tata kelola
perusahaan.
7. Indeks PEFINDO25, yaitu kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan
lembaga rating PEFINDO meluncurkan indeks harga saham yang diberi
nama Indeks PEFINDO25, dimaksudkan untuk memberikan tambahan
informasi bagi pemodal khususnya untuk saham-saham emiten kecil dan
menengah (Small Medium Enterprises / SME).
8. Indeks SRI-KEHATI, merupakan indeks yang dibentuk atas kerja sama
antara Bursa Efek Indonesia dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati
Indonesia (KEHATI), diharapkan memberi tambahan informasi kepada
investor yang ingin berinvestasi pada emiten-emiten yang memiliki kinerja
sangat baik dalam mendorong usaha berkelanjutan, serta memiliki
kesadaran terhadap lingkungan dan menjalankan tata kelola perusahaan
yang baik.
9. Indeks Papan Pengembangan,yaitu indeks yang menggunakan sahamsaham Perusahaan Tercatat yang masuk dalam Papan Pengembangan.
10. Indeks individual, yaitu indeks harga saham masing-masing Perusahaan
Tercatat.
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai pengaruh variabel makroekonomi terhadap
pergerakan indeks harga saham gabungan telah banyak dilakukan. Penelitian
terkait topik pengaruh variabel makroekonomi terhadap harga saham memakai
berbagai macam metode dan berbagai hipotesis untuk menunjang penelitian
mereka.
Tabel 1 Penelitian terdahulu
Peneliti
Tripathy (2011)
Metode
Uji Ljung-Box
Q,BreuschGodfrey LM,
Unit Root,
Granger
Causality
Udegbunam dan Duration dan
Oaikhenan
Convexity
(2012)
Model
Halim (2013)
Hasil Penelitian
Penelitian
menunjukkan
adanya
autokorelasi di antara pasar modal India
dengan variabel makroekonomi.
Perubahan tingkat suku bunga berefek
negatif terhadap pergerakan harga saham,
dan harga saham jatuh bersamaan dengan
naiknya tingkat suku bunga.
Regresi Linier Inflasi dan BI Rate tidak berpengaruh
Berganda
terhadap return saham kapitalisasi besar,
sedangkan jumlah uang beredar dan nilai
tukar berpengaruh signifikan.
Quadir (2012)
Tripathi dan Seth
(2014)
Gultom (2014)
ARIMA Model
Ada hubungan positif antara tingkat suku
bunga dan produksi industri dengan
tingkat pengembalian pasar modal.
Analisis faktor, Ada korelasi signifikan antara indikator
uji ADF dan pasar modal dan faktor makroekonomi.
PP
Unit,
Regresi, ARCH
Model,
Granger
causality, dan
uji
Johansen
Co-intgration
Regresi Linear Inflasi dan suku bunga SBI tidak
Berganda
berpengaruh terhadap indeks LQ 45,
sedangkan jumlah uang beredar positif
terhadap indeks LQ 45, dan nilai tukar
rupiah terhadap USD berpengaruh negatif
terhadap indeks LQ 45 pada periode
2009-2013.
METODE
Kerangka Pemikiran
Berbeda dengan pasar uang yang meliputi aset finansial yang memiliki
jangka waktu satu tahun atau kurang, pasar modal merupakan pasar yang meliputi
aset finansial yang memiliki jangka waktu lebih dari satu tahun, yaitu obligasi,
saham dan reksa dana. Saham sebagai salah satu instrumen pasar modal,
merupakan investasi yang tidak luput dari pengaruh variabel makroekonomi
karena adanya sifat menyebar, salah satunya adalah resiko penurunan daya beli
karena inflasi. Variabel makroekonomi berupa kurs beli rupiah, inflasi, suku
bunga acuan di negara terkait (BI Rate), jumlah uang beredar, dan PDB negara
terkait dianggap memberi pengaruh terhadap harga saham pada pasar modal.
Pengaruh makroekonomi terhadap pergerakan saham ini penting untuk
diperhatikan dalam pengambilan keputusan investasi guna meminimalisir risiko
kerugian investor dalam berinvestasi di pasar modal.
Berdasarkan alat analisis yang digunakan, penelitian ini merupakan
penelitian korelasional, di mana penelitian bertujuan untuk menganalisis pengaruh
dari suatu variabel, dalam hal ini variabel makroekonomi, terhadap variabel lain,
yaitu harga saham perusahaan consumer goods yang berada dalam indeks saham
LQ 45.
Variabel-variabel yang menjadi objek dalam penelitian ini dibagi menjadi
dua kelompok sebagai berikut:
11
1. Variabel terikat (dependent variabel) adalah variabel yang dipengaruhi
oleh variabel bebas. Pada penelitian ini, variabel terikatnya adalah
harga saham perusahaan-perusahaan consumer goods, yang terdiri dari
harga saham Gudang Garam Tbk, Kalbe Farma Tbk, Indofood Sukses
Makmur, Indofood CBP Sukses Makmur, Unilever Indonesia Tbk
yang harga sahamnya dirata-ratakan menjdi satu variabel dependen
yaitu Y.
2. Variabel bebas (independent variabel) merupakan variabel yang
mempengaruhi variabel terikat, dimana pada penelitian ini variabel
bebas yang digunakan adalah inflasi (X1), BI Rate (X2), jumlah uang
beredar (X3), kurs beli rupiah terhadap USD (X4), dan produk
domestik bruto (X5).
Kerangka pemikiran penelitian digunakan untuk menunjukkan arah bagi
suatu penelitian agar penelitian tersebut dapat berjalan sesuai dengan ruang
lingkup yang ditetapkan pada awal penelitian. Gambar 3 menunjukkan kerangka
pemikiran yang digunakan pada penelitian ini.
Gambar 3 Kerangka pemikiran penelitian
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar
sebagai emiten di Bursa Efek Indonesia dan terdaftar dalam indeks LQ45, dimana data
yang digunakan adalah data dari tahun 2008 ke tahun 2013. Periode ini dipilih karena
keterbaharuannya untuk menganalisis rekomendasi investasi terbaik bagi para investor
secara tepat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2014 hingga Januari 2015.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder,
dimana data diperoleh dengan mempelajari literatur-literatur terkait topik yang
dipercaya dan kredibel untuk dijamin kebenarannya. Jenis data sekunder yang
digunakan merupakan data bulanan periode 2008-2013 (time series data). Data
sekunder diperoleh dari sumber terpercaya dan relevan, seperti data situs resmi BI,
BPS, dan Yahoo Finance maupun dari situs resmi perusahaan terkait. Data-data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat inflasi, suku bunga acuan yaitu BI Rate,
nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar, jumlah uang beredar, serta indeks harga saham
lima perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yaitu
Gudang Garam Tbk (GGRM), Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP), Indofood
Sukses Makmur (INDF), Kalbe Farma Tbk (KLBF), Unilever Indonesia Tbk (UNVR).
Metode Pengambilan Sampel
Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling,
yaitu pemilihan sampel yang didasarkan pada kriteria tertentu. Adapun kriteria
pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan yang
bergerak di sektor consumer goods dan terdaftar sebagai emiten di Bursa
Efek Indonesia yang mempublikasikan laporan keuangannya setiap tahun.
2. Sampel yang dipilih adalah perusahaan sektor consumer goods yang memiliki
laporan lengkap tahunan dari 2008-2013 dan berhasil masuk dalam indeks
LQ45.
Pengolahan dan Analisis Data
Alat analisis regresi dipilih karena analisis regresi linier sederhana dapat
menjelaskan pengaruh antara satu variabel independen dengan satu variabel
dependen, dan regresi linier berganda dapat menerangkan pengaruh atau
ketergantungan suatu variabel terikat (Y) dengan dua atau lebih variabel bebas
(X). Bentuk persamaan regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e.....................(1)
Keterangan:
Y
= Harga Saham Perusahaan Consumer Goods di LQ 45
b0
= Konstanta
b1-b5 = Koefisien Regresi
e
= Standar Error
X1
= Inflasi
X2
= BI Rate
X3
= Jumlah Uang Beredar (M2)
13
X4
X5
= Kurs Beli Rupiah Terhadap USD
= Produk Domestik Bruto (PDB)
Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik regresi perlu dilakukan sebelum melakukan pengujian
regresi, utuk memperoleh model-model regresi yang signifikan dan representatif,
serta valid untuk dipertanggungjawabkan. Dalam melakukan uji penyimpangan
asumsi klasik regresi, dilakukan uji berikut:
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam penelitian populasi
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data menjadi prasyarat pokok
dalam analisis parametrik seperti korelasi, uji perbandingan rata-rata, analisis
varian dan sebagainya, dan dinyatakan berdistribusi normal jika signifikansi lebih
besar dari 0,05. Ada dua cara yang biasa digunakan untuk menguji normalitas
pada model regresi, antara lain dengan analisis grafik (normal P-P Plot) dan Uji
One Sample Kolmogorov-Smirnov (Priyatno 2011). Uji normalitas yang
digunakan dalam penelitian ini adalah uji signifikansi Kolmogorov-Smirnov.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen (Priyatno 2011).
Konsekuensi praktis yang timbul sebagai akibat adanya multikolinearitas ini
adalah kesalahan standar penaksiran semakin besar dan probablitias untuk
menerima hipotesis yang salah menjadi semakin besar (Widodo 2013). Model
pengujian multikolinearitas yang biasa digunakan adalah dengan melihat Variabel
Inflation Factor (VIF) dan Tolerance pada model regresi, di mana regresi yang
baik ditunjukkan oleh nilai VIF yang kurang dari 10 dan Tolerance lebih dari 0,1.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengestimasi apakah model regresi
memiliki korelasi antara residual pada periode t dengan residual pada periode
sebelumnya (t-1), dimana model regresi yang baik adalah model yang tidak
memiliki masalah autokorelasi. Metode pengujian autokorelasi yang dilakukan
pada penelitian ini adalah Uji Durbin-Watson, dimana pengambilan
keputusannya sebagai berikut:
1. Nilai du < dw < 4 – du mengindikasikan H0 diterima, yaitu
tidak terjadi autokorelasi.
2. Nilai dw < dl maka H0 ditolak, yaitu terjadi autokorelasi.
Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengui apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual pada satu pengamatan ke
pengamatan yang lain (Priyatno 2011). Model regresi yang baik adalah model
yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Metode pengujian yang dilakukan pada
penelitian ini adalah uji scatterplot (nilai prediksi ZPRED dengan residual
SRESID).
Analisis Korelasi Pearson
Analisis korelasi menunjukkan keeratan hubungan antar dua variabel atau
lebih, dimana tujuan diadakannya analisis korelasi antara lain:
1. Mencari bukti terdapat atau tidaknya hubungan antar variabel.
2. Melihat besar kecilnya hubungan antar variabel dan arah hubungan yang
terjadi.
3. Memperoleh kejelasan atau signifikansi hubungan antar variabel.
Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengukur hubungan antara dia
variabel secara linier dan untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi. Pedoman
untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi yaitu jika korelasi lebih dari 0,5
maka hubungan antar variabel dinyatakan kuat, namun jika kurang dari 0,5 maka
hubungan dinyatakan lemah.
Analisis Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Guna mengestimasi presentase sumbangan pengaruh variabel bebas secara
simultan terhadap variabel terikat, perlu menganalisis data dengan menganalisis
koefisien determinasi, dimana hasil analisis terminasi dapat dilihat di tabel
Model Summary pada output SPSS. Menurut Santoso dalam Priyatno 2011,
untuk regresi dengan lebih dari dua variabel bebas digunakan Adjusted R2
sebagai koefisien determinasi.
Uji T (Parsial)
Uji T pada analisis regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui
pengaruh secara signifikan antara satu variabel independen dengan satu variabel
dependen dengan langkah pengujian sebagai berikut:
1. Menentukan Hipotesis
Hipotesis penelitian merupakan dugaan awal penelitian yang menyatakan
pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen sebelum
dilakukannya penelitian, yang kemudian akan dibuktikan kebenarannya dari hasil
penelitian. Berdasarkan kerangka pemikiran pada penelitian ini, disusun hipotesis
sebagai berikut:
1. H01 = Inflasi tidak berpengaruh terhadap harga saham.
2. H11 = Inflasi berpengaruh terhadap harga saham.
3. H02 = BI Rate tidak berpengaruh terhadap harga saham.
4. H12 = BI Rate berpengaruh terhadap harga saham.
5. H03 = Jumlah uang beredar tidak berpengaruh terhadap harga saham.
6. H13 = Jumlah uang beredar berpengaruh terhadap harga saham.
7. H04 = Kurs beli rupiah terhadap US Dollar tidak berpengaruh terhadap
harga saham.
15
8. H14 = Kurs beli rupiah terhadap US Dollar berpengaruh terhadap harga
saham
9. H05 = Produk domestik bruto tidak berpengaruh terhadap harga saham.
10. H15 = Produk domestik bruto berpengaruh terhadap harga saham.
11. H06 = Inflasi, BI Rate, jumlah uang beredar, kurs beli rupiah terhadap
USD, dan produk domestik bruto secara simultan tidak berpengaruh
terhadap harga saham.
12. H16 = = Inflasi, BI Rate, jumlah uang beredar, kurs beli rupiah terhadap
USD, dan produk domestik bruto secara simultan berpengaruh terhadap
harga saham.
2. Melihat Nilai Signifikansi
a. Apabila t hitung < t tabel dan Sig > 0,005, maka terima H0
b. Apabila t hitung > t tabel dan Sig < 0,005, maka tolak H0
Tabel distibusi t dicari pada α = 5% dengan derajat kebebasan (df) n-k-1,
di mana n adalah jumlah data dan k adalah jumlah variabel independen.
Uji F (Simultan)
Uji simultan dengan F-test pada analisis linier berganda bertujuan untuk
mengetahui adanya pengaruh secara bersama-sama yang diberikan variabel
independen terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan untuk melihat
apakah inflasi, BI Rate, jumlah uang beredar, nilai tukar rupiah, dan produk
domestik bruto secara bersama-sama (simultan) mempengaruhi pergerakan
harga saham perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di indeks LQ 45
pada periode 2008-2013.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Indeks Sektor Consumer Goods dan Indeks LQ45
Sektor Consumer Goods merupakan salah satu sektor aktif penggerak
ekonomi Indonesia, di mana produk-produk perusahaannya yang merupakan
kebutuhan sehari-hari masyarakat Indonesia. Sementara itu, analis saham PT
Anugrah Sentra Investama, Yusuf Nugraha, mengatakan saham consumer goods
diproyeksikan menopang pergerakan indeks saham pada tahun 2014, berdasarkan
pengamatan di tahun 2013 di mana sektor saham consumer goods mencatatkan
kenaikan 13 persen secara year to date, dan tertinggi di bursa (Koran Jakarta
2014). Barang konsumsi atau consumer goods adalah barang yang dipakai secara
langsung atau tidak langsung oleh konsumen untuk keperluan pribadi atau rumah
tangga yang umumnya bersifat sekali habis. Adapun peranan consumer goods
sebagai kebutuhan sehari-hari masyarakat merupakan keunggulan pada industri
barang konsumsi karena adanya tingkat permintaan yang cenderung inelastik,
dengan kata lain barang konsumsi kebutuhan pokok tetap dibutuhkan masyarakat,
walaupun harganya naik (Uli 2009).
Manuver saham perusahaan consumer goods dapat dibilang cukup baik
atas performanya yang cenderung terus meningkat, begitu juga dengan indeks
LQ45 yang mencakup 45 emiten perusahaan yang dianggap memenuhi kriteria
seleksi. Penggantian saham dilakukan setiap enam bulan sekali, yaitu pada awal
bulan Februari dan Agustus, di mana apabila ada saham yang tidak memenuhi
kriteria seleksi, maka saham tersebut dikeluarkan dari perhitungan indeks dan
diganti dengan saham lain yang memenuhi kriteria (Gultom 2014). Selama
periode 2007-2014, ada lima perusahaan dari sektor konsumsi yang beberapa kali
memenuhi kriteria seleksi dan berada dalam daftar indeks LQ 45, yaitu Gudang
Garam Tbk (GGRM), Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP), Indofood Sukses
Makmur (INDF), Kalbe Farma Tbk (KLBF), dan Unilever Indonesia Tbk
(UNVR). Perkembangan indeks sektor konsumsi dan indeks LQ 45 selama
periode tahun 2007-2014 dapat dilihat pada Gambar 4.
Consumer Goods
LQ 45
2.200
2.000
1.800
1.600
1.400
1.200
1.000
800
600
400
200
0
Des-07
Des-08
Des-09
Des-10
Des-11
Des-12
Des-13
Des-14
Gambar 4 Perkembangan Indeks Sektor Consumer Goods dan Indeks LQ
45 Periode 2008-2013
Sumber: bei.go.id (2015)
Indeks sektor consumer goods dan indeks LQ 45 cenderung mengalami
kenaikan di setiap tahunnya, meski pada tahun 2008 kedua indeks tersebut
mengalami penurunan, di mana indeks consumer goods menurun dari 444,391
menjadi 332,097, dan indeks LQ 45 menurun dari 621,128 menjadi 275,758.
Penurunan indeks ini dikarenakan oleh krisis keuangan yang merupakan imbas
dari krisis subprime mortgage di Amerika Serikat, ketika kredit perumahan di AS
diberikan kepada debitur-debitur yang memiliki portofolio kredit yang buruk,
hingga menyebabkan krisis dan berdampak pada kawasan Asia, termasuk
Indonesia. Namun, pada tahun 2009 indeks consumer goods kembali meningkat
ke angka 671,035, begitu juga dengan indeks LQ 45 yang meraih poin 499,236.
Pada tahun 2010, angka indeks consumer good melesat ke poin 1149,782, dan
indeks LQ 45 yang juga meningkat ke angka 682,68. Indeks consumer goods
mempertahankan kinerjanya yang terus meningkat ke angka 1324,757 pada tahun
2011, berbeda dengan indeks LQ 45 yang mengalami sedikit penurunan ke angka
673,506. Pada tahun 2012 indeks LQ 45 kembali mengalami peningkatan ke
17
angka 729,833, namun kembali mengalami penurunan sebanyak hampir delapan
poin ke angka 721,833 pada tahun 2013, dan berhasil mengalami peningkatan
yang cukup signifikan ke angka 898,581 pada tahun 2014. Sementara itu, indeks
consumer goods terus konsisten mengalami meningkatan dengan berhasil melesat
ke angka 1666,61 pada tahun 2012, dan kembali meningkat ke angka 1796,111
pada tahun 2013, serta mencapai angka 2117,919 pada tahun 2014.
Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Harga Saham Perusahaan
Consumer Goods pada LQ45
Pada penelitian ini, peneliti memusatkan penelitian pada harga saham
perusahaan-perusahaan sektor konsumsi yang terdaftar di indeks LQ 45 pada
periode Februari-Agustus 2013, yaitu Gudang Garam Tbk (GGRM), Indofood
CBP Sukses Makmur (ICBP), Indofood Sukses Makmur (INDF), Kalbe Farma
Tbk (KLBF), Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Terdapat variabel independen
yang berupa inflasi, BI Rate, jumlah uang beredar/M2 (JUB), kurs beli rupiah
terhadap USD (KURS), dan produk domestik bruto (PDB). Sedangkan untuk
variabel dependennya adalah harga saham Gudang Garam Tbk (GGRM), harga
saham Kalbe Farma Tbk (KLBF), harga saham Indofood CBP Sukses Makmur
(ICBP), harga saham Indofood Sukses Makmur (INDF), dan harga saham
Unilever Indonesia Tbk (UNVR), di mana harga saham perusahaan-perusahaan
tersebut dirata-ratakan guna menjadi representatif harga saham perusahaan sektor
consumer goods yang terdaftar di indeks LQ 45.
Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah model berdistribusi
normal, di mana pada penelitian ini digunakan dengan menggunakan uji
Kolmogoronov-Smirnov.
Tabel 2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test (1 K-S)
Keterangan
X1
Jumlah Sampel
24
Asymp. Sig.2- tailed
0,720
Sumber: Data diolah (2015)
X2
24
0,251
X3
24
0,902
X4
24
0,331
X5
24
0,693
Y
24
0,218
Output SPSS uji 1 K-S pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa 24 sampel
yang digunakan menghasilkan nilai signifikansi pada seluruh variabel X dan Y
yang lebih besar dari 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel
yang digunakan pada penelitian ini berdistribusi dengan normal.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi korelasi di antara variabel bebas, dengan melihat nilai Variabel
Inflation Factor (VIF). Hasil uji multikolinearitas 1 pada Lampiran 3
menunjukkan bahwa hanya variabel independen X1 dan X4 yang terbebas dari
asumsi klasik multikolinearitas, sedangkan nilai VIF pada variabel X2, X3, dan
X5 lebih dari 10 dan nilai Tolerance kurang dari 0,1 sehingga harus dilakukan
penghilangan pada salah satu variabel yang tidak terbebas dari asumsi klasik
multikolinearitas dan dikalkulasi ulang.
Hasil kalkulasi ulang uji multikolinieritas 2 yang ditunjukkan Lampiran 4
memperlihatkan bahwa variabel X3 dan X5 masih belum terbebas dari asumsi
multikolinieritas, meskipun telah dilakukan penghapusan variabel yang memiliki
nilai VIF terbesar, yaitu variabel X2, sehingga harus dilakukan penghapusan
variabel yang memiliki VIF terbesar dan melakukan kalkulasi kembali.
Tabel 3 Hasil Uji Multikolinearitas 3
Variabel
Inflasi (X1)
Kurs Beli Rupiah (X4)
PDB (X5)
Sumber: Data diolah (2015)
Tolerance
0,711
0,802
0,859
VIF
1,407
1,246
1,164
Nilai VIF yang didapat setelah penghapusan variabel X3 yang ditunjukkan
Lampiran 5 menunjukkan bahwa seluruh variabel yaitu variabel X1, X4, dan X5
sudah terbebas dari asumsi klasik multikolinieritas karena tidak berada lebih dari
angka 10, dan nilai tolerance yang ditunjukkan juga tidak kurang dari 0,1. Tidak
lolosnya variabel BI Rate (X2) dan jumlah uang beredar (X3) dari uji
multikolinieritas membuat kedua variabel tersebut dihilangkan dari persamaan
regresi, sehingga didapat persamaan regresi baru sebagai berikut:
Y = b0 + b1X1 + b4x4 + b5X5 + e
Dimana:
Y
= Harga Saham Perusahaan Consumer Goods di LQ 45
b0
= Konstanta
b1, b4, b5
= Koefisien Regresi
e
= Standar Error
X1
= Inflasi
X4
= Kurs Beli Rupiah Terhadap USD
X5
= Produk Domestik Bruto (PDB)
Uji Autokorelasi
Metode pengujian autokorelasi yang digunakan pada penelitian ini adalah
uji Durbin-Watson, dimana dengan melihat tabel Durbin-Watson, yaitu untuk 3
variabel bebas yang masing-masingnya memiliki 24 sampel, nilai du adalah
sebesar 1, 656 dan nilai dl sebesar 1,101.
19
Pengambilan keputusan pada uji Durbin-Watson pada penelitian ini adalah
H0 diterima, yaitu tidak terjadi autokorelasi. Hal ini dibuktikan pada nilai DurbinWatson di lampiran 6 yang lebih besar dari nilai du (1,656) dan lebih kecil dari
nilai 4 – du (2,344), yaitu sebesar 1,783.
Uji Heteroskedastisitas
Pengujian dalam mengestimasi ada atau tidaknya heteroskedastisitas
dalam penelitian ini dapat dilihat dari hasil output pola gambar scatterplot pada
model regresi yang disajikan sebagai berikut:
Gambar 4 Diagram Scatterplot
Hasil uji heteroskedastistas yang ditunjukkan oleh Gambar 4
memperlihatkan titik-titik data yang menyebar tidak beraturan di atas dan di
bawah atau sekitar angka 0, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
penelitian ini tidak terdapat asumsi klasik heteroskedastisitas model regresi linier
berganda.
Analisis Koefisien Determinansi (Adjusted R2)
Penelitian ini memiliki lebih dari dua variabel bebas, oleh karena itu
digunakan Adjusted R2 sebagai koefisien determinansi yang dapat dilihat pada
tabel Model Summary output SPSS di Lampiran 7. Berdasarkan output SPSS
diperoleh angka Adjusted R Square sebesar 0,457 atau 45,7%. Angka ini dapat
diinterpretasikan bahwa presentase sumbangan variabel inflasi (X1), kurs beli
rupiah terhadap USD (X4), dan produk domestik bruto (X5) terhadap harga saham
perusahaan consumer goods dalam daftar LQ45 adalah sebesar 45,7%. Dalam
kata lain, variasi variabel independen dalam model mampu menjelaskan variabel
dependen sebesar 45,7%, sedangkan 54,3% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain
di luar ruang lingkup penelitian ini.
Analisis Pengaruh Parsial Variabel Makroekonomi terhadap Harga
Saham Perusahaan Sektor Consumer Goods di LQ 45
Analisis Korelasi Antar Variabel
Analisis korelasi perlu dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan antar variabel independen dengan variabel independen, serta hubungan
variabel independen dengan variabel dependen. Nilai korelasi antar variabel
dalam penelitian ini ditunjukkan di Tabel 4.
Tabel 4 Hasil Analisis Korelasi Pearson Antar Variabel
Variabel
Inflasi (X1)
BI Rate (X2)
JUB (X3)
Kurs Beli (X4)
PDB (X5)
Harga Saham
(Y)
Inflasi
(X1)
BI Rate
(X2)
JUB
(X3)
Kurs Beli
(X4)
PDB
(X5)
Harga
Saham (Y)
1
0,850**
-0,266
0,416*
-0,338
-0,410
0,850**
1
-0,633**
0,413*
-0,701**
-0,648
-0,266
-0,633**
1
0,168
0,946**
0,682**
0,416*
0,413*
0,168
1
0,008
-0,203
-0,338
-0,701**
0,946**
0,008
1
0,688**
-0,410*
-0,648**
0,682**
-0,203
0,688**
1
**Korelasi signifikan pada tingkat α = 0,01
*Korelasi signifikan pada tingkat α = 0,05
Sumber: Data diolah (2015)
Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi yaitu jika korelasi
bernilai lebih dari 0,5 maka hubungan antar variabel dinyatakan kuat, sedangkan
apabila nilai koefisien korelasinya bernilai kurang dari 0,5, maka hubungan
dinyatakan lemah (Prayitno 2011). Hasil analisis korelasi Pearson pada Tabel 4
menunjukkan bahwa:
1. Variabel dependen harga saham (Y) memiliki nilai korelasi yang
menunjukkan adanya hubungan positif kuat dan signifikan terhadap
variabel jumlah uang beredar (X3) dan produk domestik bruto (X5),
sedangkan dengan variabel inflasi (X1), BI Rate (X2), dan kurs beli (X4)
nilai korelasinya menunjukkan hubungan negatif namun tidak signifikan.
2. Variabel inflasi memiliki korelasi positif yang kuat dan signifikan dengan
variabel BI Rate (X2) dengan nilai korelasi sebesar 0,850 serta korelasi
positif yang lemah dan signifikan terhadap variabel kurs beli (X4) dengan
nilai korelasi sebesar 0,416. Variabel inflasi memiliki hubungan negatif
namun tidak signifikan terhadap variabel jumlah uang beredar (X3),
produk domestik bruto (X5), dan harga saham (Y).
3. Variabel BI Rate memiliki nilai korelasi negatif kuat dan signifikan
dengan variabel jumlah uang beredar (X3) dan produk domestik bruto
(X5). Variabel BI Rate memiliki korelasi positif lemah dan signifikan
dengan variabel kurs beli rupiah terhadap US dollar (X4), sedangkan
21
dengan variabel harga saham, BI Rate memiliki hubungan positif yang
tidak signifikan.
4. Variabel jumlah uang beredar (X3) memiliki nilai korelasi yang
menggambarkan hubungan positif kuat dan signifikan dengan variabel
produk domestik bruto (X5) dan harga saham (Y), sedangkan dengan
variabel kurs beli (X4) hubungannya positif namun tidak signifikan.
5. Variabel kurs beli rupiah terhadap US dollar (X4) memiliki nilai korelasi
yang menunjukkan hubungan positif namun tidak signifikan dengan
variabel produk domestik bruto (X5), dan dengan harga saham (Y) nilai
korelasinya menunjukkan nilai negatif dan tidak signifikan.
6. Variabel produk domestik bruto memiliki nilai korelasi yang menunjukkan
adanya hubungan positif kuat dan signifikan terhadap variabel harga
saham (Y).
Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan adanya hubungan kuat dan
signifikan antara variabel BI Rate (X2) dan variabel jumlah uang beredar (X3)
dengan variabel independennya. Hal ini mengakibatkan adanya multikolinieritas
dalam model regresi, sehingga kedua variabel tersebut harus dihilangkan dari
model regresi berganda.
Analisis Regresi Linier Sederhana
Analisis regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh
satu variabel dependen terhadap satu variabel independen. Adapun penjelasan
mengenai pengaruh secara parsial setiap variabel dari makroekonomi terhadap
harga saham perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di indeks LQ 45
adalah sebagai berikut.
A. Pengaruh Inflasi terhadap Harga Saham Perusahaan Consumer Goods di
Indeks LQ 45
Hipotesis yang digunakan adalah tolak H0 atau terima H1 jika t hitung > t
tabel atau – t hitung < - t tabel dan terima H0 atau tolak H1 jika t hitung < t tabel
atau – t hitung > - t tabel, dimana t tabel pada penelitian ini adalah 2,080.
Hipotesis untuk variabel inflasi (X1) adalah:
H01
= Inflasi tidak berpengaruh terhadap harga saham.
H11
= Inflasi berpengaruh terhadap harga saham.
Analisis regresi sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh inflasi
terhadap harga saham perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di indeks
LQ 45. Hasil analisis regresi untuk variabel inflasi (X1) terhadap harga saham
ditunjukkan oleh Tabel 5.
Tabel 5 Hasil Analisis Regresi Sederhana Variabel X1
Konstanta
Inflasi (X1)
Koefisien
0,072
-0,716
*Signifikan pada tingkat α = 0,05
Sumber: Data diolah (2015)
Standard Error
0,015
0,340
T hitung
4,668*
-2,106*
Hasil analisis regresi sederhana pada Tabel 5 menunjukkan persamaan
regresi linier sederhana:
Y = 0,072 – 0,716X1
Interpretasi dari konstanta sebesar 0,072 adalah jika variabel inflasi
bernilai 0, maka harga saham perusahaan sektor consumer goods nilainya positif
sebesar 0,072. Koefisien regresi variabel inflasi sebesar -0,716, yang
menunjukkan apabila variabel inflasi (X1) mengalami kenaikan satu satuan,
maka variabel harga saham akan mengalami penurunan sebesar 0,716 satuan.
Variabel inflasi (X1) mendapatkan nilai t hitung sebesar -2,106 < - 2,080,
sehingga dapat disimpulkan bahwa H11 diterima dan hasil pengolahan data pada
penelitian ini memperlihatkan bahwa inflasi secara parsial berpengaruh terhadap
pergerakan harga saham perusahaan consumer goods di indeks saham LQ 45. Hal
ini disebabkan karena inflasi yang merupakan proses terjadinya kenaikan harga
barang-barang secara terus menerus pada periode tertentu akan memicu semakin
tingginya biaya hidup masyarakat, sehingga masyarakat akan terpaksa memilih
untuk mengalokasi dana untuk memenuhi kecukupan konsumsi daripada
investasi, sehingga apabila saat inflasi naik atensi masyarakat untuk berinvestasi
turun, harga saham perusahaan yang cenderung elastis pun akan ikut turun,
termasuk harga saham perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar pada
indeks LQ 45.
B. Pengaruh BI Rate terhadap Harga Saham Perusahaan Consumer Goods
di Indeks LQ 45
Hipotesis yang digunakan adalah tolak H0 atau terima H1 jika t hitung > t
tabel atau – t hitung < - t tabel dan terima H0 atau tolak H1 jika t hitung < t tabel
atau – t hitung > - t tabel, dimana t tabel pada penelitian ini adalah 2,080.
Hipotesis untuk variabel BI Rate (X2) adalah:
H02
H12
= BI Rate tidak berpengaruh terhadap harga saham.
= BI Rate berpengaruh terhadap harga saham.
Analisis regresi sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh BI Rate
terhadap harga saham perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di indeks
LQ 45. Tabel 6 menunjukkan hasil analisis regresi untuk variabel BI Rate (X2)
terhadap harga saham (Y).
Tabel 6 Hasil Analisis Regresi Sederhana Variabel X2
Konstanta
BI Rate (X2)
Koefisien
0,172
-3,121
Standard Error
0,033
0,782
T hitung
5.212
-3.991
*Signifikan pada tingkat α = 0,05
Sumber: Data diolah (2015)
Hasil analisis regresi sederhana pada Tabel 6 menunjukkan persamaan
regresi linier sederhana:
Y = 0,172 – 3,121X2
23
Interpretasi dari konstanta sebesar 0,172 adalah jika variabel BI Rate bernilai 0,
maka harga saham perusahaan sektor consumer goods nilainya positif sebesar
0,172. Koefisien regresi variabel BI Rate sebesar -3,121, yang menunjukkan
apabila variabel BI Rate (X2) mengalami kenaikan satu satuan, maka variabel
harga saham akan mengalami penurunan sebesar 3,121 satuan. Variabel BI Rate
mendapatkan nilai t hitung sebesar -3,991 < - 2,080, sehingga dapat disimpulkan
bahwa H12 diterima dan hasil pengolahan data pada penelitian ini
memperlihatkan bahwa BI Rate secara parsial berpengaruh terhadap pergerakan
harga saham perusahaan consumer goods di indeks saham LQ 45. BI Rate yang
ditentukan setiap bulan oleh Bank Indonesia sebagai tingkat suku bunga acuan
dapat dijadikan sebagai acuan oleh bank-bank di seluruh Indonesia dalam
menetapkan tingkat suku bunga produk simpanan dan pinjaman bagi nasabahnya.
Oleh karena itu, tingginya BI Rate dapat menyebabkan masyarakat lebih memilih
untuk berinvestasi dalam bentuk simpanan di bank dan berdampak pada
penurunan harga saham emiten di Bursa Efek Indonesia, termasuk perusahaan
consumer goods yang terdaftar di indeks LQ 45.
C. Pengaruh Jumlah Uang Beredar terhadap Harga Saham Perusahaan
Consumer Goods di Indeks LQ 45
Hipotesis yang digunakan adalah tolak H0 atau terima H1 jika t hitung > t
tabel atau – t hitung < - t tabel dan terima H0 atau tolak H1 jika t hitung < t tabel
atau – t hitung > - t tabel, dimana t tabel pada penelitian ini adalah 2,080.
Hipotesis untuk variabel jumlah uang beredar (X3) adalah:
H03
= Jumlah uang beredar tidak berpengaruh terhadap harga saham.
H13
= Jumlah uang beredar berpengaruh terhadap harga saham.
Analisis regresi sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh jumlah
uang beredar terhadap harga saham perusahaan sektor consumer goods yang
terdaftar di indeks LQ 45. Hasil analisis regresi sederhana untuk variabel jumlah
uang beredar (X3) terhadap harga saham ditunjukkan oleh Tabel 7.
Tabel 7 Hasil Analisis Regresi Sederhana Variabel X3
Konstanta
JUB (X3)
Koefisien
-0,040
1,967
Standard Error
0,019
0,449
T hitung
-2,089
4,379
*Signifikan pada tingkat α = 0,05
Sumber: Data diolah (2015)
Hasil analisis regresi sederhana pada Tabel 7 menunjukkan persamaan
regresi linier sederhana:
Y = -0,040 + 1,967X3
Interpretasi dari konstanta sebesar -0,040 adalah jika variabel jumlah uang beredar
(X3) bernilai 0, maka harga saham perusahaan sektor consumer goods nilainya
negatif sebesar 0,040. Koefisien regresi variabel jumlah uang beredar sebesar
1,967, yang menunjukkan apabila variabel jumlah uang beredar (X3) mengalami
kenaikan satu satuan, maka variabel harga saham akan mengalami kenaikan
sebesar 1,967 satuan. Variabel jumlah uang beredar mendapatkan nilai t hitung
sebesar 4,379 > 2,080, sehingga dapat disimpulkan bahwa H13 diterima dan hasil
pengolahan data pada penelitian ini memperlihatkan bahwa jumlah uang
beredar/M2 (X3) secara parsial berpengaruh positif terhadap pergerakan harga
saham perusahaan consumer goods di indeks saham LQ 45. Adanya korelasi
negatif kuat dan signifikan antara jumlah uang beredar dan BI Rate, menunjukkan
bahwa banyaknya uang beredar di masyarakat maka akan menyebabkan suku
bunga turun. Turunnya suku bunga akan membuat masyarakat lebih memilih
untuk berinvestasi di pasar modal daripada berinvestasi dalam bentuk tabungan
atau deposito. Peningkatan permintaan akan saham saat jumlah uang yang beredar
tinggi berdampak pada meningkatnya harga saham emiten di Bursa Efek
Indonesia, termasuk perusahaan pada sektor consumer goods yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.
D. Pengaruh Kurs Beli Rupiah pada USD terhadap Harga Saham
Perusahaan Consumer Goods di Indeks LQ 45
Hipotesis yang digunakan adalah tolak H0 atau terima H1 jika t hitung > t tabel
atau – t hitung < - t tabel dan terima H0 atau tolak H1 jika t hitung < t tabel atau
– t hitung > - t tabel, dimana t tabel pada penelitian ini adalah 2,080. Hipotesis
untuk variabel kurs beli rupiah terhadap USD (X4) adalah:
H04
= Kurs beli rupiah terhadap US Dollar tidak berpengaruh terhadap harga
saham.
H14
= Kurs beli rupiah terhadap US Dollar berpengaruh terhadap harga saham.
Analisis regresi sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel
kurs beli (X4) secara parsial terhadap harga saham perusahaan sektor consumer
goods yang terdaftar di indeks LQ 45. Hasil analisis regresi sederhana untuk
variabel kurs beli (X4) terhadap harga saham ditunjukkan oleh Tabel 8.
Tabel 8 Hasil Analisis Regresi Sederhana Variabel X4
Konstanta
Kurs Beli (X4)
Koefisien
0,107
-1,569
Standard Error
0,067
1,610
T hitung
1,588
-0,974
*Signifikan pada tingkat α = 0,05
Sumber: Data diolah (2015)
Hasil analisis regresi sederhana pada Tabel 8 menunjukkan persamaan
regresi linier sederhana:
Y = 0,107 – 1,569X4
Interpretasi dari konstanta sebesar 0,107 adalah jika variabel kurs beli rupiah
terhadap US Dollar bernilai 0, maka harga saham perusahaan sektor consumer
goods nilainya positif sebesar 0,107. Koefisien regresi variabel kurs beli -1,569
menunjukkan apabila variabel kurs beli (X4) mengalami kenaikan satu satuan,
maka variabel harga saham akan mengalami penurunan sebesar 1,569 satuan.
Variabel X4 mendapatkan nilai t hitung sebesar -0,974 > -2,080 sehingga
dapat disimpulkan bahwa hipotesis H04 diterima dan menyatakan bahwa kurs beli
rupiah terhadap USD tidak berpengaruh terhadap harga saham perusahaan
consumer goods dalam daftar Indeks LQ 45. Umumnya, apabila nilai kurs beli
rupiah melonjak, maka akan berpengaruh kepada harga barang impor yang murah.
Namun meski murahnya barang impor dapat berpotensi menggerus eksistensi
25
produk dalam negeri, produk perusahaan consumer goods yang terdaftar di Indeks
LQ 45 merupakan perusahaan besar dimana produk-produknya sudah terdistribusi
hampir ke seluruh pelosok Indonesia, dan lebih dapat ditemukan daripada produkproduk impor yang distribusinya masih terbatas di wilayah Indonesia.
E. Pengaruh Produk Domestik Bruto terhadap Harga Saham Perusahaan
Consumer Goods di Indeks LQ 45
Hipotesis yang digunakan adalah tolak H0 atau terima H1 jika t hitung > t tabel
atau – t hitung < - t tabel dan terima H0 atau tolak H1 jika t hitung < t tabel atau – t
hitung > - t tabel, dimana t tabel pada penelitian ini adalah 2,080. Hipotesis untuk
variabel produk domestik bruto (X5) adalah:
H05
H15
= Produk domestik bruto tidak berpengaruh terhadap harga saham.
= Produk domestik bruto berpengaruh terhadap harga saham.
Analisis regresi sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh parsial
variabel produk domestik bruto secara parsial terhadap harga saham perusahaan
sektor consumer goods yang terdaftar di indeks LQ 45. Hasil analisis regresi
sederhana untuk variabel produk domestik bruto (X5) terhadap harga saham
ditunjukkan oleh Tabel 9.
Tabel 9 Hasil Analisis Regresi Sederhana Variabel X5
Konstanta
PDB (X5)
Koefisien
-0,059
2,405
Standard Error
0,023
0,541
T hitung
-2,545
4,447
*Signifikan pada tingkat α = 0,05
Sumber: Data diolah (2015)
Interpretasi dari konstanta sebesar -0,059 adalah jika produk domestik bruto
(X5) bernilai 0, maka harga saham perusahaan sektor consumer goods nilainya
negatif sebesar 0,059. Koefisien regresi variabel produk domestik bruto sebesar
2,405 menunjukkan apabila variabel produk domestik bruto (X5) mengalami
kenaikan satu satuan, maka variabel harga saham akan mengalami kenaikan
sebesar 2,405 satuan.
Variabel X5 mendapatkan nilai t hitung sebesar 4,447 > 2,080, sehingga
dapat disimpulkan bahwa hipotesis H15 diterima dan menyatakan bahwa produk
domestik bruto (PDB) berpengaruh terhadap harga saham. Hasil yang
menunjukkan bahwa produk domestik bruto berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pergerakan harga saham perusahaan consumer goods yang berada dalam
indeks LQ 45 ini didukung oleh teori persamaan PDB yang terdiri dari gabungan
komponen konsumsi, belanja pemerintah, investasi, dan ekspor neto (Y= C + G +
I + NX). PDB sebagai indikator pertumbuhan perekonomian suatu negara
berbanding lurus dengan pertumbuhan investasi di negara terkait, termasuk
investasi dalam pasar modal, karena pertumbuhan ekonomi yang bagus pada suatu
negara terlihat sebagai naiknya daya beli masyarakat terhadap produk-produk
perusahaan, dalam hal ini termasuk produk perusahaan-perusahaan consumer
goods, dan menjadi prospek investasi yang bagus bagi investor, sehingga
berdampak pada naiknya harga saham emiten di negara terkait.
Analisis Pengaruh Simultan
Analisis pengaruh simultan dengan regresi linier berganda digunakan
untuk mengetahui pengaruh antara dua atau variabel independen dengan satu
variabel dependen yang ditampilkan dalam bentuk persamaan regresi. Hasil
pengolahan data untuk analisis pengaruh simultan variabel makroekonomi
terhadap harga saham perusahaan sektor consumer goods di indeks LQ 45
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Koefisien
0,007
-0,221
-1,201
2,260
Konstanta
Inflasi (X1)
Kurs Beli (X4)
PDB (X5)
*Signifikan pada tingkat α = 0,05
Sumber: Data diolah (2015)
Standard Error
0,054
0,319
1,323
0,579
T hitung
0,124
-0,693
-0,908
3,902*
Analisis pengaruh variabel makroekonomi terhadap harga saham
perusahaan consumer goods yang terdaftar di indeks LQ 45 dengan menggunakan
analisis regresi linier berganda diperoleh model regresi:
Y = 0,007 – 0,221X1 – 1,201X4 + 2,260X5 + e
Persamaan regresi linear berganda dapat diinterprestasikan sebagai
berikut:
1. Konstanta sebesar 0,007 menunjukkan bahwa jika variabel inflasi (X1),
nilai tukar rupiah (X2), dan produk domestik bruto (X3) bernilai 0, maka
harga saham akan memiliki nilai sebesar 0,007.
2. Koefisien regresi variabel inflasi (X1) yang sebesar -0,221 menerangkan
bahwa apabila inflasi mengalami kenaikan satu satuan, maka harga saham
akan mengalami penurunan sebesar 0,221, dengan asumsi variabel
independen lainnya bernilai tetap.
3. Koefisien regresi variabel nilai tukar rupiah terhadap USD (X4) yang
sebesar -1,201 menerangkan bahwa apabila nilai tukar rupiah terhadap
USD mengalami kenaikan satu satuan, maka harga saham akan mengalami
penurunan sebesar 1,201, dengan asumsi variabel independen lainnya
bernilai tetap.
4. Koefisien regresi variabel produk domestik bruto (X5) yang sebesar 2,265
dapat diinterpretasikan bahwa apabila produk domestik bruto mengalami
kenaikan satu satuan, maka harga saham akan mengalami peningkatan
sebesar 2,265, dengan asumsi variabel independen lainnya bernilai tetap.
27
Berbeda dengan uji parsial, uji T pada regresi linear berganda
menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil analisis regresi linear berganda
menunjukkan bahwa dalam model hanya variabel produk domestik bruto (X5)
yang memberikan pengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan
perusahaan consumer goods, dengan t hitung sebesar 3,902 > t tabel,
sedangkan nilai t hitung variabel inflasi (X1) dan kurs beli (X4) memiliki nilai
t hitung di bawah t tabel (2,086). Hal ini disebabkan oleh adanya hubungan
positif kuat dan signifikan yang dimiliki antara variabel produk domestik
bruto (X5) dan variabel harga saham (Y), ditunjukkan oleh nilai korelasi
sebesar 0,688 pada Tabel 4.
Uji F (Uji Simultan)
Pengujian secara simultan memperlihatkan arah (nilai koefisien beta) dan
signifikansi pengaruhnya terhadap variabel dependen, dan menguji hipotesis
pertama yang telah dirumuskan sebelumnya. Output SPSS dari F-Test dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 11 Hasil Uji F (Uji Simultan)
Model
Variabel Dependen
Regression
Y
Sumber: Data diolah (2015)
F
7,465
Sig.
0,002
Dengan menggunakan tingkat keyakinan sebesar 95%, untuk 3 variabel
independen dengan masing-masing 24 data, diperoleh F tabel sebesar 3,160.
Output SPSS menunjukkan angka Fhitung 7,465 > 3,160 dan angka Sig. 0,002 <
0,005 sehingga untuk semua variabel dependen, hipotesis H16 diterima dan dapat
disimpulkan bahwa variabel inflasi (X1), kurs beli rupiah terhadap USD (X4), dan
produk domestik bruto (X5) secara simultan berpengaruh terhadap harga saham.
Implikasi Manajerial
Implikasi manajerial perlu dilakukan terkait hasil penelitian mengenai
variabel-variabel yang mempengaruhi harga saham yang perlu dilakukan guna
menjaga kestabilan harga saham perusahaannya. Berikut adalah beberapa langkah
strategis yang perlu dipertimbangkan:
1. Manajemen perusahaan perlu memberi perhatian lebih dan menyiapkan
langkah-langkah guna mengantisipasi pengaruh negatif dan signifikan
yang diberikan variabel makroekonomi inflasi dan memanfaatkan peluang
prospektif yang diberikan oleh pengaruh positif signifikan variabel PDB
terhadap pergerakan harga saham. Pergerakan harga saham yang kian naik
dapat membantu perusahaan untuk membuat investor tertarik untuk
berinvestasi memenuhi kebutuhan pendanaan ekspansi perusahaan sesuai
struktur modal perusahaan. Walaupun demikian, perusahaan juga tetap
harus memperhatikan variabel yang tidak diperhitungkan dalam penelitian
ini, mengingat besarnya persentase variasi variabel independen dalam
model mampu menjelaskan variabel dependen sebesar 45,7%. Terdapat
54,3% variabel lain di luar ruang lingkup penelitian ini yang perlu
diantisipasi bagi manajemen perusahaan agar lebih memahami
karakteristik harga saham perusahaannya agar tetap dianggap dan terbukti
prospektif bagi investor di pasar modal.
2. Bagi investor, perlu memperhatikan tren pergerakan variabel makro guna
meminimalisir kerugian dalam berinvestasi di pasar modal, mengingat
pergerakan harga saham terjadi setiap detik di setiap hari. Namun, dari
hasil penelitian dapat dikatakan apabila pertumbuhan ekonomi kian
meningkat, keputusan untuk berinvestasi di pasar modal, khususnya
berinvestasi dengan membeli saham perusahaan sektor consumer goods,
adalah keputusan investasi yang cukup tepat.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Tingkat inflasi dan BI Rate berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
harga saham, sedangkan nilai tukar rupiah terhadap USD secara parsial
tidak berpengaruh terhadap pergerakan harga saham perusahaanperusahaan consumer goods yang terdaftar di indeks saham LQ 45 pada
periode 2008-2013. Jumlah uang beredar dan produk domestik bruto
secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.
2. Tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap USD, dan produk domestik
bruto secara simultan berpengaruh terhadap pergerakan harga saham
perusahaan-perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di indeks LQ
45 pada periode 2008-2013.
Saran
1. Perusahaan-perusahaan consumer goods yang termasuk dalam indeks LQ
45 perlu mempertimbangkan manfaat variabel jumlah uang beredar dan
produk domestik bruto yang memberi pengaruh positif dan signifikan
terhadap pergerakan harga sahamnya dalam menyusun struktur modal
untuk ekspansi perusahaan.
2. Investor perlu mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
positif sebagai dasar yang baik untuk alasan berinvestasi di pasar modal,
khususnya di perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di LQ 45
karena pengaruhnya yang positif dan signifikan.
29
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. “Waktunya Berburu Saham Sektor Konsumsi.” Koran Jakarta, 30 Juli
2014. [Internet] Terdapat pada: http://www.koran-jakarta.com/?17105waktunya-berburu-saham-sektor-konsumsi
Andati T. 2012. Pengaruh Faktor-Faktor Makro-Mikro Terhadap Pertumbuhan
Investasi Sektoral Dalam Era Liberalisasi Keuangan: Analisis Q-Tobin
[Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BEI] Bursa Efek Indonesia. 2007. IDX Annual Statistics 2007. Jakarta (ID):
Gedung Bursa Efek Indonesia.
[BEI] Bursa Efek Indonesia. 2008. IDX Annual Statistics 2008. Jakarta (ID):
Gedung Bursa Efek Indonesia.
[BEI] Bursa Efek Indonesia. 2009. IDX Annual Statistics 2009. Jakarta (ID):
Gedung Bursa Efek Indonesia.
[BEI] Bursa Efek Indonesia. 2010. IDX Annual Statistics 2010. Jakarta (ID):
Gedung Bursa Efek Indonesia.
[BEI] Bursa Efek Indonesia. 2011. IDX Annual Statistics 2011. Jakarta (ID):
Gedung Bursa Efek Indonesia.
[BEI] Bursa Efek Indonesia. 2012. IDX Annual Statistics 2012. Jakarta (ID):
Gedung Bursa Efek Indonesia.
[BEI] Bursa Efek Indonesia. 2013. IDX Annual Statistics 2013. Jakarta (ID):
Gedung Bursa Efek Indonesia.
Bodie Z, A Kane, AJ Marcus. 2005. Investasi. Jakarta (ID): Penerbit Salemba
Empat. Terjemahan dari: Investments.
Dornbusch R, S Fischer, dan R Startz. 2008. Makroekonomi. Jakarta [ID]: PT
Media Global Edukasi. Terjemahan dari: Macroeconomics.
Gultom IP. 2014. Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga SBI, Jumlah
Uang Beredar dan Nilai Tukar terhadap Indeks Saham LQ-45 di Bursa Efek
Indonesia Periode 2009-2013 [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Halim L. 2013. Pengaruh Makroekonomi terhadap Return Saham Kapitalisasi
Besar di Bursa Efek Indonesia. FINESTA Vol. 1, No. 2, (2013) 108-113
[Internet]. Tersedia pada:
http://studentjournal.petra.ac.id/index.php/manajemenkeuangan/article/view
/1267
Hamdani M. 2013. Analisis Hubungan Pengungkapan Corporate Social
Responsibility (CSR) Terhadap Kinerja Keuangan dan Harga Saham pada
Perusahaan LQ45 [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hidayat A. “Investor Incar Pertumbuhan Kelas Menengah”. Tempo, 17 Februari
2014. [Internet] Terdapat pada:
http://www.tempo.co/read/news/2014/02/17/092554988/Investor-IncarPertumbuhan-Kelas-Menengah
Khan MN dan S Zaman. 2011. Impact of Macroeconomic Variables on Stock
Prices: Empirical from Karachi Stock Exchange, Pakistan. International
Journal of Operational Management, Marketing and Services.
doi.10.5729/igomms.vol1.issue1.78.
Keown AJ, JD Martin, JW Petty, dan D. F. Scott. 2010. Manajemen Keuangan.
New Jersey (USA): Pearson Education. Terjemahan dari: Finance
Management.
Mankiw NG. 2006. Makroekonomi. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan
dari: Macroeconomics.
O’Sullivan A, Steven M. Sheffrin, Stephen J. Perez. 2010. Macroeconomics 6th
Edition: Principles, Applications, and Tools. New Jersey [USA]: Pearson
Education Inc.
Priyatno D. 2011. Buku Saku SPSS: Analisis Statistik Data Lebih Cepat, Efisien,
dan Akurat. Yogyakarta (ID): MediaKom
Puspitasari D. 2010. Analisis Hubungan ILQ45 dengan Faktor Makroekonomi
Melalui Model VAR [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Quadir MM. 2012. The Effect of Macroeconomic Variables On Stock Returns on
Dhaka Stock Exchange. International Journal of Economic and Financial
Issues. 2 (4) 2012: 480-487. ISSN: 2146-4138.
Riantani S dan Tambunan M. 2013. Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi
dan Indeks Global terhadap Return Saham. SEMANTIK 2013 [Internet].
Terdapat pada: http://eprints.dinus.ac.id/5170/1/P81-Ekon2-SEMANTIK
47_Suskim_Riantani_[universitas_widyatama].pdf
Riyadi S. 2006. Banking Assets and Liability Management. Jakarta (ID): Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Tripathi V dan Seth R. 2014. Stock Market Performance and Macroeconomic
Factors: The Study of Indian Equity Market. Global Business Review 2014
15:291. DOI: 10.1177/0972150914523599.
Tripathy N. 2011. Causal Relationship between Macroeconomic Indicators and
Stock Market di India. Asian Journal of Finance and Accounting. 3 (1):
E13. ISSN: 1946-052X
Udegbunam RI dan Oaikhenan HE. 2012. Interest Rate Risk of Stock Prices in
Nigeria: Empirical Test of The Duration and Convexity Model. Journal of
Emerging
Market
Finance
2012
11:93.
DOI:
10.1177/097265271101100104.
Uli AY. 2009. Analisis Pengaruh Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik
Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Sektor Industri Barang
Konsumsi di BEI. Jakarta (ID): Jurnal Jurusan Akuntansi Universitas
Gunadarma.
Vejzagic M dan H Zarafat. 2013. Relationship Between Macroeconomic
Variables and Stock Market Index: Co-Intergration Evidence From FTSE
Bursa Malaysia Hijrah Shariah Index. Asian Journal Of Management
Sciences And Education. 2 (4) ISSN: 2186-8441
Widodo C. 2013. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sturktur Modal
Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yogaswari DD, AB Nugroho, dan NC Astuti. 2012. The Effect of
Macroeconomic Variables on Stock Price Volatility: Evidence from Jakarta
Composite Index, Agriculture, and Basic Industry Sector. School of
Business and Management, Bandung Institute of Technology, Indonesia.
DOI: 10.7763/IPEDR. 2012. V46. 18
31
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kriteria Indeks LQ 45
Indeks LQ 45 merupakan indeks yang terdiri dari 45 saham perusahaan yang
berhasil memenuhi beberapa kriteria. Kriteria yang harus dipenuhi dalam tahap
pertama adalah:
1. Saham terkait harus berada di top 95% dari total rata-rata tahunan nilai
transaksi saham di pasar reguler.
2. Berada di top 90% dari rata-rata tahunan kapitalisasi pasar.
3. Tercatat di BEI minimum selama 30 hari bursa.
Setelah lolos dari tahap pertama, saham yang lolos akan melalui tahap kedua yang
terdiri dari kriteria berikut:
1. Merupakan urutan tertinggi yang mewakili sektornya dalam klasifikasi
industri BEI.
2. Memiliki porsi yang sama dengan sektor-sektor lain.
3. Merupakan urutan tertinggi berdasarkan frekuensi transaksi.
Lampiran 2 One Sample Kolmogorov-Smirnov Test
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
INFLASI BI RATE
N
Normal Parameters
24
a
Mean
Std.
Deviation
.0615875
24
JUB
24
KURS
BELI
PDB
24
24
Harga
Saham
24
.068576 2.49434
1.77944 12688.41
9.60992E3
4
E6
E6
667
.0258171 .010435 6.34113 9.132045E 3.73087 9300.500
3
79
1E5
2
9E5
154
Kolmogorov-Smirnov Z
.695
1.018
.569
.948
.711
1.052
Asymp. Sig. (2-tailed)
.720
.251
.902
.330
.693
.218
a. Test distribution is Normal.
33
Lampiran 3 Uji Multikolinieritas 1
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Collinearity Statistics
Std. Error
Tolerance
VIF
19129.645
36434.440
INFLASI
-39182.888
159311.372
.120
8.357
BI RATE
-3334.986
589649.383
.053
18.706
.012
.009
.066
15.227
-2.951
2.476
.396
2.527
-.003
.014
.078
12.782
JUB
KURS BELI
PDB
a. Dependent Variable: Harga Saham
Lampiran 4 Uji Multikolinieritas 2
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
INFLASI
Collinearity Statistics
Std. Error
Tolerance
VIF
18957.716
19549.488
-40004.305
63733.847
.708
1.412
.012
.008
.079
12.713
-2.959
1.922
.623
1.606
-.003
.013
.081
12.362
JUB
KURS BELI
PDB
a. Dependent Variable: Harga Saham
Lampiran 5 Uji Multikolinearitas 3
Unstandardized
Coefficients
Model
1
B
(Constant)
INFLASI
Collinearity Statistics
Std. Error
Tolerance
VIF
2049.121
16528.909
-45476.349
65634.961
.711
1.407
-1.586
1.746
.802
1.247
.016
.004
.859
1.164
KURS BELI
PDB
a. Dependent Variable: Harga Saham
Lampiran 6 Uji Autokorelasi
b
Model Summary
Model
1
R
.727
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square
a
.528
.457
Durbin-Watson
6850.450613
1.783
a. Predictors: (Constant), PDB, KURS BELI, INFLASI
b. Dependent Variable: Harga Saham
Lampiran 7 Model Summary untuk Analisis Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
b
Model Summary
Model
1
R
.727
R Square
a
Adjusted R
Square
.528
a. Predictors: (Constant), PDB, KURS BELI, INFLASI
b. Dependent Variable: Harga Saham
.457
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
6850.450613
1.783
35
Lampiran 8 Hasil Analisis Korelasi Pearson
Correlations
INFLASI BI RATE
INFLASI
Pearson
Correlation
1
Sig. (2-tailed)
BI RATE
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
JUB
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
KURS BELI
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
PDB
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
Harga
Pearson
Saham
Correlation
Sig. (2-tailed)
.850
.416
*
.043
-.338
.106
-.410
*
.047
PDB
Harga Saham
-.266
.416
*
-.338
-.410
.000
.209
.043
.106
.047
1
.000
.209
KURS BELI
**
.850
**
-.266
JUB
-.633
**
-.633
**
.045
1
.168
*
.168
.045
.434
-.701
**
.000
-.648
**
.001
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
*
.001
.001
.413
.413
.000
.946
**
-.648
**
.001
.682
**
.000
.000
1
.008
-.203
.972
.341
.008
.000
.972
**
-.203
.000
.341
.682
**
.434
**
.946
-.701
*
1
.688
**
.000
.688
**
.000
1
Lampiran 9 Hasil Uji T Analisis Regresi Linear Sederhana Variabel X1
Coefficients
a
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
INFLASI
Coefficients
Std. Error
Beta
.072
.015
-.716
.340
t
-.410
Sig.
4.669
.000
-2.106
.047
a. Dependent Variable: Harga Saham
Lampiran 10 Hasil Uji T Analisis Regresi Linear Sederhana Variabel X2
Coefficients
a
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
BI RATE
Coefficients
Std. Error
Beta
.172
.033
-3.121
.782
t
-.648
Sig.
5.213
.000
-3.991
.001
a. Dependent Variable: Harga Saham
Lampiran 11 Hasil Uji T Analisis Regresi Linear Sederhana Variabel X3
Coefficients
a
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
Std. Error
(Constant)
-.040
.019
JUB
1.967
.449
a. Dependent Variable: Harga Saham
Coefficients
Beta
t
.682
Sig.
-2.089
.048
4.379
.000
37
Lampiran 12 Hasil Uji T Analisis Regresi Linear Sederhana Variabel X4
Coefficients
a
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
KURS BELI
Coefficients
Std. Error
Beta
.107
.067
-1.569
1.610
t
-.203
Sig.
1.588
.126
-.974
.341
a. Dependent Variable: Harga Saham
Lampiran 13 Hasil Uji T Analisis Regresi Linear Sederhana Variabel X5
Coefficients
a
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
Std. Error
Coefficients
Beta
(Constant)
-.059
.023
PDB
2.405
.541
t
.688
Sig.
-2.545
.018
4.447
.000
a. Dependent Variable: Harga Saham
Lampiran 14 Hasil Uji F Analisis Regresi Linear Berganda
b
ANOVA
Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
1.051E9
3
3.503E8
Residual
9.386E8
20
4.693E7
Total
1.989E9
23
a. Predictors: (Constant), PDB, KURS BELI, INFLASI
b. Dependent Variable: Harga Saham
F
7.465
Sig.
.002
a
Lampiran 15 Hasil Uji T Analisis Regresi Linear Berganda
Coefficients
a
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
INFLASI
KURS BELI
PDB
Std. Error
.007
.054
-.221
.319
-1.201
2.260
a. Dependent Variable: Harga Saham
Coefficients
Beta
t
Sig.
.124
.902
-.126
-.693
.496
1.323
-.156
-.908
.374
.579
.647
3.902
.001
RIWAYAT HIDUP
Nur Kardina Massijaya lahir di kota Makassar, Sulawesi Selatan pada
tanggal 15 Desember 1993 yang merupakan putri kedua dari tiga bersaudara dari
pasangan Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Yusram Massijaya, MS dan Ibu Marsiah
Yusram, SE. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Polisi 1
pada tahun 2005, selanjutnya melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama Negeri 1 Kota Bogor dan kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Kota Bogor. Pada tahun 2011 penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan pada mayor Manajemen
di Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama perkuliahan penulis aktif dalam berorganisasi sebagai Sekretaris
Umum UKM Futsal IPB dan salah satu volunteer Komunitas Sanggar Juara.
Selain itu, penulis juga aktif menjadi Asisten Praktikum mata Kuliah Manajemen
Keuangan.
Download