meruntuhkan hegemoni persia dan romawi

advertisement
Laporan Bulanan
SYAMINA
Edisi 08/Mei 2016
DAFTAR ISI —————————
BIOGRAFI UMAR BIN KHATHTHAB — 2
UMAR DILANTIK SEBAGAI KHALIFAH — 3
MERUNTUHKAN HEGEMONI DAN EKSISTENSI PERSIA — 5
1. Perang Namariq (13 H/634 M) — 6
2. Perang Saqathiya [13 H/634 M] — 6
3. Perang Barosma [13 H/634 M] — 6
4. Perang Jisr (Jembatan) [13 H/634 M] — 6
5. Perang Buwaib [13 H/634 M] — 6
6. Perang Qadisyah [14 H/635 M] — 7
7. Perang Nahawand [21 H] — 7
MERUNTUHKAN HEGEMONI ROMAWI — 7
1. Penaklukan Damaskus [14 H/635 M] — 8
2. Peperangan di Fihl [13 H/634 M] — 8
3. Penaklukan Baisan dan Thabariyah — 8
4. Pertempuran Qanasrin — 8
5. Peperangan Homs [15 H/636 M] — 9
6. Pembebasan Al-Quds [15 H/637 M] — 9
BEBERAPA FOREIGN POLICY UMAR BIN KHATHTHAB — 10
1. Menyebarkan Keadilan dan Tidak Memaksa Umat
Lain Masuk Islam Sebagai Karakter Penaklukan
Islam — 10
2. Tepat dalam Memilih Gubernur dan Panglima
Perang serta Mengevaluasi Kinerja Mereka — 11
3. Memerhatikan Batas-Batas Wilayah Kekuasaan
Islam — 18
4. Membangun Pola Hubungan dengan Penguasa
Persia dan Romawi — 19
Kesimpulan — 19
ABOUT US —————————
Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari
Lembaga Kajian SYAMINA (LKS). LKS merupakan
sebuah lembaga kajian independen yang bekerja
dalam rangka membantu masyarakat untuk
mencegah segala bentuk kezaliman.
Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil
kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen
masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013
ini merupakan salah satu dari sekian banyak media
yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja
mencegah kezaliman.
Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran
yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh
masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap
hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan
ilmiah dan menitik-beratkan pada metode analisis
dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal.
Pandangan yang tertuang dalam laporan ini
merupakan pendapat yang diekspresikan oleh
masing-masing penulis. Untuk komentar atau
pertanyaan tentang publikasi kami, kirimkan e-mail
ke: [email protected].
Seluruh laporan kami bisa diunduh di website: www.
syamina.org
MERUNTUHKAN HEGEMONI
PERSIA DAN ROMAWI
Foreign Policy Khalifah Umar Bin Khaththab
P
restasi yang berhasil ditoreh Umar bin Khaththab tatkala
menjabat khalifah terasa cukup unik dan mengesankan.
Umar bin Khaththab yang dijuluki oleh Rasulullah n
sebagai Al-Faruq langsung menjabat sebagai khalifah pengganti
Abu Bakar setelah kematiannya pada tahun 13 Hijriah. Jika Abu
Bakar adalah khalifah yang berjasa mengokohkan politik Islam
dan membuka jalan bagi pembebasan negeri-negeri di sekitarnya
dengan foreign policy (kebijakan luar negeri) yang diambilnya,
terkhusus Irak dan Syam, maka dapat dikatakan bahwa Umar
bin Khaththab adalah penyempurna foreign policy Abu Bakar.
Sejarah mencatat, dalam rentang waktu selama sepuluh tahun
lebih masa khilafahnya, Umar berhasil meruntuhkan hegemoni
1
Laporan Bulanan
SYAMINA
Persia dan Romawi, terkhusus di wilayah Irak,
Syam, Mesir dan Jazirah Arab. Bahkan tidak hanya
berhasil meruntuhkan hegemoni Persia, Umar bin
Khaththab juga tuntas melenyapkan eksistensi
Persia.
Edisi 08/Mei 2016
juga pernah berkerja mengembala beberapa ternak
milik bibinya dari pihak ibu.7
Selain berprofesi sebagai penggembala, Umar
juga terlibat dalam perdagangan dan mendapatkan
keuntungan darinya, meski ia tidak menjadi salah
seorang konglomerat di Mekah. Dari aktivitas
perdagangan ini, ia mendapatkan berbagai macam
pengetahuan dari negara yang disinggahinya saat
berdagang.
BIOGRAFI UMAR BIN KHATHTHAB
Dilahirkan 13 tahun setelah Tahun Gajah,1 ia
diberi nama Umar oleh orang tuanya, Khaththab.
Garis keturunannya bertemu dengan Rasulullah n
pada kakek yang kedelapan, yaitu Ka’ab bin Luayy
bin Ghalib.2 Sementara ibunya adalah Hantamah
binti Hisyam bin Al-Mughirah, dari bani Makhzum,
kakak dari Abu Jahal bin Hisyam.3
Umar menempati posisi yang menonjol pada
masyarakat Mekah Jahiliah dan secara efektif
memberi sumbangsih pada peristiwa di Mekah.
Ia terbantu oleh sejarah mulia nenek moyangnya.
Interaksi Umar dengan kakeknya dan latar belakang
keluarganyalah yang pada akhirnya memberi
pengalaman, ilmu dan pengetahuan mengenai
kondisi-kondisi orang Arab dan kehidupan mereka.
Apalagi dengan kepandaian dan kecerdasannya,
orang-orang Arab selalu merujuk pada Umar
bin Khaththab untuk menguraikan perselisihan
mereka.8
Jika Abu Bakar berasal dari bani Taim, maka
Umar bin Khaththab juga berasal dari keluarga
terpandang bangsa Quraisy, bani ‘Adi. Kakeknya,
Nufail bin Abdul Uzza termasuk orang yang
diminta pertimbangan oleh bangsa Quraisy jika
terjadi pertikaian.4
Umar menghabiskan sebagian hidupnya pada
masa jahiliah dan tumbuh berkembang seperti
kebanyakan anak-anak bangsa Quraisy pada
umumnya. Hanya saja karena berasal dari keluarga
terpandang, Umar termasuk salah seorang pemuda
Quraisy yang bisa membaca dan menulis pada saat
itu. Suatu keterampilan yang dapat dibilang cukup
langka untuk bangsa Arab pada masa itu.5
Pada
fase
hidupnya,
Umar
pernah
menjalani hidup pada masa jahiliah, mengukur
kedalamannya, memahami hakikatnya, tradisinya,
adat istiadatnya, dan membelanya dengan segenap
kekuatan yang dimilikinya. Oleh karenanya,
ketika ia memeluk Islam, kemudian memahami
keindahannya,
hakikatnya,
dan
meyakini
perbedaan antara kebenaran dan kebatilan,
dan juga antara keimanan dan kekufuran, maka
keislamannya begitu bermakna pada dirinya.
Tidaklah mengherankan jika ia pernah berujar,
“Sesungguhnya, ikatan Islam akan terlepas ikat
demi ikat, apabila seseorang tumbuh dalam Islam
yang tidak mengenal jahiliah.”9
Semasa kecil, Umar sudah memikul tanggung
jawab dan tugas yang bisa dibilang cukup berat.
Ia tumbuh dalam kehidupan sangat keras yang
tidak mengenal kemewahan. Dengan sikap keras
dan kasar, ayahnya, Khaththab, menyuruhnya ke
padang pengembalaan untuk mengembalakan
unta miliknya.6 Bahkan, Umar tidak hanya
mengembala ternak milik ayahnya saja, namun
Umar memeluk Islam pada saat berusia 27
tahun.10 Saat itu, enam tahun setelah Rasulullah
n diangkat sebagai seorang Nabi. Ia tercatat
sebagai laki-laki ke 40 yang menyatakan keislaman
mereka. Sejarawan mencatat bahwa keislamannya
As-Suyuthi, Tarikh Al-Khulafa’, Maktabah Nizar Mushthafa Al-Baz,
2004, hal. 89.
2 Muhammad Husain Heikal, Umar bin Khaththab, terj Ali Audah,
Litera Antar Nusa, Bogor, 2002, hal. 8.
3
Inilah pendapat yang benar mengenai nama dan nasab ibu Umar bin
Khaththab. Lihat Muhammad bin Shamil as-Sulami, Al-Bidayah wan
Nihayah: Masa Khalafa`ur Rasyidin, terj Abu Ihsan Al-Atsari, Darul
Haq, 2004, hal. 168.
4
Ali Muhammad Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab fi Sirah Ibn Al-Khaththab
Amir Al-Mukminin ‘Umar bin Al-Khaththab: Syakhshiyyatuhu wa
‘Ashruhu, Maktabah Shahabah, 2002, hal. 16.
5
Muhammad Husain Heikal, Umar bin Khaththab, hal. 11.
6Ibid, hal. 9.
1
7Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab ..., hal. 18.
8
Ibid, 19.
9
Perkataan Umar bin Khaththab ini disebutkan oleh Ibnu Taimiyyah
dalap Majmu’ Al-Fatawanya, jilid. 10, hal. 301.
10 Muhammad Shamil, Al-Bidayah wan Nihayah: Masa Khalafa`ur
Rasyidin, hal. 170.
2
Laporan Bulanan
SYAMINA
Edisi 08/Mei 2016
hanya berjarak tiga hari setelah keislaman paman
Rasulullah n, Hamzah bin Abdul Muthallib.11
selama sepuluh tahunan menjabat sebagai khalifah
banyak terobosan yang telah ia lakukan.
Sebelum keislamannya, Umar bahkan sempat
berkeinginan untuk membunuh Rasulullah n.
Namun, hidayah Allah lebih dahulu menyelinap
dalam hatinya kemudian malah berbalik mencintai
Rasululullah n.12 Keislaman Umar, bagaimanapun,
tidak terlepas dari peran doa Rasulullah n: “Ya
Allah! Kuatkanlah Islam dengan salah satu dari
dua orang yang paling Engkau cintai; Abu Jahal bin
Hisyam atau Umar bin Khaththab.”13
Tidak sebagaimana Abu Bakar, yang saat
dibaiat dan dilantik sebagai khalifah yang diawali
dengan ketegangan antara pihak Muhajirin dan
Anshar, proses pengangkatan Umar bin Khaththab
berlangsung dengan kesepakatan dan kerelaan
para tokoh Muhajirin dan Anshar.16
Tatkala merasa sakit yang dideritanya semakin
parah, Abu Bakar dengan sigap berusaha mencari
penggantinya sepeninggalnya kelak. Abu Bakar
pun bermusyawarah dengan para sahabat. Semua
sahabat berusaha menolak masalah kepemimpinan
dari diri sendiri dan menyerahkannya kepada
saudaranya yang dipandang lebih baik dan lebih
layak. Oleh karena itu, mereka kembali menemui
Abu Bakar seraya berkata, “Wahai Khalifah
Rasulullah! Kami akan berpendapat seperti
pendapatmu.” Abu Bakar lantas menanggapinya,
“Biarkan aku sejenak hingga aku melihat masalah
ini, demi kepentingan Allah, agama, dan hambahamba-Nya.”
Keislaman Umar memberi pengaruh besar
terhadap dakwah Islam. Umar lah yang mengusulkan
kepada Rasulullah n untuk mendakwahkan Islam
secara terang-terangan dan dikabulkan oleh
Rasulullah n, sehingga untuk pertama kalinya
umat Islam bisa terang-terangan masuk ke Masjidil
Haram secara berombongan. Umarlah yang berani
terang-terangan menyatakan keislamannya di
hadapan para tokoh bangsa Quraisy.14 Selain itu,
ketika umat Islam lainnya sembunyi-sembunyi
berhijrah ke Yatsrib (Madinah), justru Umar
menantang bangsa Quraisy, yaitu siapa di antara
mereka yang berani menghalanginya berhijrah ke
Yatsrib.15
Abu Bakar pun memanggil beberapa sahabat
senior dari kalangan Muhajirin dan Anshar untuk
meminta pendapat mereka tentang Umar bin
Khaththab. Di antaranya yaitu Abdurrahman bin
Auf, Utsman bin Affan, Usaid bin Khudair, Sa’id
bin Zaid, dan Thalhah bin Ubaidillah. Mereka
semuanya sependapat bahwa Umar bin Khaththab
adalah orang terbaik setelah Abu Bakar dan setuju
apabila nanti ditunjuk sebagai pengganti Abu Bakar
sebagai khalifah, kecuali Thalhah bin Ubaidillah
yang agak keberatan lantaran sikap Umar yang
keras. Abu Bakar pun lantas menjelaskan sebab
sikap keras Umar kepada mereka, “Hal itu karena
ia melihat aku bersikap lembut. Jika saja masalah
kekhalifahan ini diserahkan padanya, niscaya ia
akan meninggalkan watak dirinya.”17
UMAR DILANTIK SEBAGAI KHALIFAH
Pengalaman selama sekitar 17 tahun
mendampingi Rasulullah n dan sekitar 2 tahun
lebih ikut serta membantu Abu Bakar Ash-Shiddiq
dalam menjalankan roda kekhalifahan merupakan
bekal paling berharga yang dimiliki Umar bin
Khaththab sebagai khalifah. Segala aspek yang
berkaitan tentang khilafah telah ia kuasai dengan
baik. Ia tahu betul pekerjaan apa saja yang telah,
sedang, dan yang belum dilakukan dan belum
tercapai pada masa Abu Bakar. Visi dan misi
kekhalifahan yang dipahami Abu Bakar dan
diwarisi dari Rasulullah n, telah mendarah daging
dalam diri Umar. Tidaklah mengherankan jika
Abu Bakar menulis wasiat yang dibacakan
kepada penduduk Madinah dan di berbagai kota
melalui para panglima pasukan. Teks wasiat
tersebut berbunyi,
11 Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, hal. 93.
12Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab ..., hal. 28.
13 Doa Rasulullah n ini diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya, no hadits. 5696.
14 Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, hal. 93-94.
15Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab ..., hal. 28-31.
16 Mengenai proses pengangkatan Umar bin Khaththab sebagai
pengganti Abu Bakar, lihat Ibnu Atsir, Al-Kamil fi at-Tarikh, Darul
Kutub Al-‘Arabi, Beirut, 1997, jilid. 2, hal. 226.
17 Ibnu Atsir, Al-Kamil fi at-Tarikh, jilid. 2, hal. 266-267.
3
Laporan Bulanan
SYAMINA
Edisi 08/Mei 2016
pada hari kiamat adalah yang mengikuti kebatilan
di dunia. Allah k menyebutkan penghuni surga,
menyebutkan amal perbuatan terbaik mereka
dan mengampuni keburukannya. Jika engkau
mengingat mereka katakanlah, ‘Aku takut jika tidak
bertemu mereka.’ Allah k menyebutkan penghuni
neraka, menyebutkan amal perbuatan terburuk
mereka dan menolak kebaikannya. Apabila engkau
mengingat mereka, katakanlah, ‘Aku berharap
tidak bersama dengan mereka’. Hendaklah seorang
hamba berharap dan takut, tidak berandai-andai
terhadap Allah, serta tidak berputus asa akan
rahmat-Nya. Apabila engkau menjaga wasiatku ini,
janganlah sesuatu yang gaib menjadi yang lebih
engkau cintai daripada kematian. Karena kematian
pasti menghampirimu. Jika engkau menyia-nyiakan
wasiatku ini, janganlah sesuatu yang gaib menjadi
yang lebih engkau benci daripada kematian. Karena
engkau tidak akan bisa membuat kematian tidak
berdaya.”21
“Bismillahirrahmanirrahim.
Inilah
yang
diamanatkan oleh Abu Bakar bin Abu Quhafah di
akhir masanya di dunia yang akan ditinggalkannya,
dan di awal masanya di akhirat yang akan di
masukinya. Yaitu tempat orang kafir akan beriman,
pendosa akan yakin dan pendusta akan berkata jujur.
Dengan pertimbangan matang aku mengangkat
pemimpin untuk kalian setelahku, yaitu Umar
bin Khaththab. Dengarkanlah ia dan patuhilah.
Aku belum mampu mendatangkan kebaikan bagi
Allah, Rasul-Nya, agama-Nya, dan kalian semua.
Jika ia berlaku adil, hal itu sesuai persangkaanku
dan pengetahuanku tentangnya. Apabila ia berlaku
zalim, tiap-tiap orang akan mendapatkan dosa.
Hanya kebaikanlah yang aku harapkan. Aku tidak
mengetahui perkara yang gaib. ‘Dan orang yang
zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana
mereka akan kembali (QS. Asy-Syu’ara: 227).”18
Setelah mendengar wasiat itu, Umar menemui
Abu Bakar dan mengutarakan keberatan dan
keenggenannya menerima wasiat tersebut. Akan
tetapi, pilihan dan keputusan Abu Bakar sudah final
dan tidak bisa diganggu-gugat. Tidak ada pilihan
lain, kecuali Umar harus menerimanya.19
Dari proses pengangkatan Umar bin Khaththab
jelaslah bahwa pencalonan Umar oleh Abu Bakar
tidak memiliki kekuatan secara syar’i selama tidak
berpijak pada kerelaan mayoritas umat Islam
terhadap Umar. Abu Bakar tidak menetapkan
pencalonan Umar kecuali setelah berkonsultasi
dengan para tokoh sahabat. Abu Bakar bertanya
kepada setiap mereka secara pribadi. Ketika
kesepakatan mereka sudah kuat, baru Abu Bakar
mengumumkan pencalonan Umar.22
Abu Bakar menugaskan Utsman bin Affan
untuk membacakan surat amanat kepada orangorang dan kelak melakukan baiat terhadap Umar
bin Khaththab sebelum Abu Bakar meninggal
dunia dan setelah distempel.20 Abu Bakar kemudian
bertemu empat mata dengan Umar bin Khaththab
untuk memberikan beberapa rekomendasi dan
nasihat. Berikut nasihat tersebut:
Pada Senin, 21 Jumadal Tsani 13 Hijriah, setelah
Magrib, Abu Bakar meninggal dunia.23 Sejak saat itu,
Umar bin Khaththab langsung menggantikan dan
melaksanakan tugas-tugas dengan sebaik-baiknya
sebagai khalifah.
“Bertakwalah pada Allah, Wahai Umar!
Ketahuilah bahwa di sisi Allah terdapat amalan
pada siang hari tetapi tidak diterima oleh Allah pada
malam harinya, dan amalan di malam hari tetapi
tidak diterima Allah pada siang harinya. Allah tidak
menerima amalan sunah sebelum amalan wajib
ditunaikan. Orang yang berat timbangan amalnya
pada hari kiamat adalah yang mengikuti kebenaran
di dunia. Orang yang ringan timbangan amalnya
Setelah resmi menjabat sebagai khalifah, Umar
bin Khaththab lantas berpidato di hadapan umat
Islam,
“Sesungguhnya, Allah menguji kalian dengan
aku, dan mengujiku dengan kalian setelah
sahabatku (Abu Bakar). Demi Allah! Tidak datang
18Adz-Dzahabi, Tarikh Al-Islam, Maktabah at-Taufiqiyyah, jilid. 3, hal.
11.
19Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab ..., hal. 92.
20 Ibnu Sa’ad, Ath-Thabaqat Al-Kubra, Dar Shadir, Beirut, 1968, jilid. 3,
hal. 199.
21
Ibnul Jauzi, Shifah ash-Shafwah, Darul Hadits, Kairo, 2000, jilid. 1,
hal. 100.
22Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab ..., hal. 93.
23 Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah, Dar Hajr, 2003, jilid. 9, hal.
574.
4
Laporan Bulanan
SYAMINA
kepadaku suatu perkara kalian kemudian perkara
itu ditangani oleh seseorang selain aku. Tidak
seorang absen dari hadapanku, lalu ia tidak
melakukan pembagian dan amanah. Demi Allah!
Jika mereka berbuat baik, pasti aku akan berbuat
baik kepadanya. Apabila mereka berbuat buruk,
niscaya aku akan menjauhinya.”24
Edisi 08/Mei 2016
lainnya, hingga ia mendengarkan kebenaran.
Setelah sikap kerasku ini, aku akan meletakkan
pipiku pada orang-orang yang memiliki harga diri
dan kesucian dan merasa cukup dengan rezeki
yang diperolehnya.
Aku mempunyai kewajiban untuk berakhlak
seperti yang telah aku ucapkan. Tuntunlah aku agar
konsekuen terhadap akhlak tersebut. Kewajibanku
terhadap kalian, aku tidak akan menggunakan
sedikitpun pajak bumi kalian, begitu juga seluruh
harta rampasan (fa`i) yang diberikan Allah kepada
kalian, kecuali sesuai dengan ketentuan-Nya.
Kewajibanku terhadap kalian, jika terjadi sesuatu
di hadapanku, ia tidak akan keluar kecuali hakhaknya terpenuhi. Kewajibanku terhadap kalian,
aku akan menambah bantuan dan rezeki kalian—
insyaallah—dan memenuhi kebutuhan kalian di
perbatasan. Kewajibanku terhadap kalian, aku tidak
menjerumuskan kalian pada kebinasaan, tidak
menampatkan kalian selamanya di perbatasan.
Jika kalian sedang dalam ekspedisi pasukan, akulah
yang akan menanggung keluarga kalian hingga
kalian kembali kepada mereka.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa pidato
perdana Umar bin Khaththab, setelah ia memuji
Allah k dan menyanjung-Nya, yaitu,
“Bacalah Al-Qur`An, pahami dan amalkanlah,
maka engkau akan menjadi ahlinya. Evaluasilah
diri kalian sebelum kalian dievaluasi. Berhiaslah
untuk pertunjukan yang besar, di hari di mana
kalian dihadapkan kepada Allah. Tiada sesuatu pun
dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).
Sesungguhnya, orang yang memiliki hak tidak
dipatuhi jika ia bermaksiat kepada Allah. Ingatlah
bahwa aku memosisikan diriku tentang harta Allah
seperti posisi seorang wali anak yatim. Jika sudah
berkecukupan, aku akan menahan diri. Apabila
membutuhkan, aku akan memakan dengan cara
yang baik.”25
Bertakwalah kepada Allah, wahai hambahamba Allah! Bantulah aku untuk menjaga diri
kalian dengan cara menahan diri kalian. Bantulah
aku untuk menjaga diriku dengan cara beramar
makruf dan nahi mungkar, menasihati aku dalam
urusan kalian yang diamanatkan kepadaku. Aku
mengatakan ucapanku ini dan meminta ampun
kepada Allah untuk diriku dan diri kalian.”26
Dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa
setelah dua hari diangkat sebagai khalifah, orangorang berbicara tentang ketakutan mereka kepada
kekerasan Umar bin Khaththab. Umar menyadari
bahwa ia sendiri yang harus menjelaskan
permasalahan ini. Umar pun berpidato di hadapan
mereka. Umar menyebutkan sebagian sikapnya
bersama Nabi n dan Khalifah Abu Bakar, dan
sebagaimana mereka berdua meninggal dunia
dalam keadaan ridha kepadanya.
Dalam riwayat lain disebutkan, “Orang Arab
tidak lain seperti unta jinak yang mengikuti
penuntunnya. Hendaklah ia melihat penuntunnya
ke mana pun ia menuntunnya. Adapun aku, demi
Rabb Ka’bah, akan membawa kalian di atas jalanNya.”27
Umar bin Khaththab berkata, “Kemudian
aku telah mengurusi masalah kalian, wahai
manusia. Ketahuilah bahwa kekerasan itu telah
melemahkanku. Ketahuilah bahwa kekerasan itu
hanya aku tujukan kepada orang-orang zalim dan
melampaui batas. Aku tidak akan membiarkan
seseorang berbuat zalim kepada siapa pun, atau
melebihi batas, hingga aku meletakkan pipinya
di atas tanah dan meletakkan kakiku di atas pipi
Setelah menjadi khalifah, foreign policy
pertama yang diambil oleh Umar bin Khaththab
adalah mengirim pasukan tambahan ke Irak yang
24 Ibnu Sa’ad, Ath-Thabaqat Al-Kubra, jilid. 3, hal. 275.
25 Muttaqi Hindi, Kanz Al-‘Ummal fi Sunan Al-Aqwal wa Al-Af’al,
Muassasah Risalah, 1981, jilid. 16, hal. 166.
26Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab ..., hal. 102. Dinukil dari Al-Idarah Al‘Asykariyyah fi ‘Ahd Al-Faruq, hal. 101.
27Ath-Thabari, Tarikh ar-Rusul wa Al-Muluk, jilid. 3, hal. 433.
MERUNTUHKAN HEGEMONI DAN EKSISTENSI PERSIA
5
Laporan Bulanan
SYAMINA
saat itu berada di bawah kekuasaan Persia. Pada
kesempatan itu, Umar menunjuk Abu Ubaid bin
Mas’ud Ats-Tsaqafi sebagai komandan perang,
yang didampingi oleh Sa’ad bin Ubaid dan Salith
bin Qais.
Edisi 08/Mei 2016
dikomandani Bahman yang ditunjuk oleh Rustum
untuk membalas kekalahan Persia tiba dari
Qussannathif. Bahman mengirim utusan dengan
secarik surat, “Menyeberanglah kepada kami, kami
akan membiarkan kalian menyeberang; atau kalian
yang membiarkan kami menyeberang.”
1. Perang Namariq28 (13 H/634 M)
Abu Ubaid lalu memutuskan untuk pasukan
Islamlah yang menyeberang meski mendapat
ketidaksetujuan dari beberapa orang yang
bersamanya. Pada perang itu, kuda-kuda pasukan
Islam melihat gajah besar Persia yang belum pernah
mereka lihat sebelumnya sehingga membuat
kuda-kuda itu takut dan tidak mau bergerak maju.
Setiap kali pasukan Persia menyerbu dengan
pasukan gajah dan genta-genta yang mereka
bunyikan, kuda-kuda pasukan Islam tidak bisa
dikendalikan dan pasukan mereka pun tidak lagi
beraturan. Hal ini membuat pasukan Islam terjepit
dan mereka terdesak ke arah jembatan. Sebagian
mereka menceburkan diri ke sungai Eufrat untuk
menyeberang, sehingga sebagian di antara mereka
ada yang selamat dan sebagiannya lagi tenggelam.
Sebulan selepas keberangkatannya dari
Madinah, Abu Ubaid tiba suatu padang pasir
di dekat Namariq. Di sana Mutsanna sudah
menunggunya untuk bergabung dengan pasukan
Abu Ubaid sebagaimana yang diinstruksikan
Umar kepadanya. Setelah istirahat beberap hari
beristirahat, Abu Ubaid pun menyerang pasukan
Persia yang dipimpin Jaban di Namariq. Mereka
berhasil membuat Jaban beserta pasukan terpukul
mundur.29
2. Perang Saqathiya [13 H/634 M]
Abu
Ubaid
kemudian
melanjutkan
perjalanannya menuju Kaskas. Kota tersebut
dipimpin oleh putra paman Kaisar Persia yang
bernama Narsi. Kemudian Narsi menggiring
pasukannya untuk melawan Abu Ubaid dan
akhirnya bertemu di Saqathiya. Pada perang itu,
Abu Ubaid berhasil mengalahkan pasukan Narsi
dan mendapatkan ghanimah yang berjumlah
besar.30
Pada perang ini, pasukan Islam mengalami
kekalahan. Di antara mereka yang terbunuh, terluka
dan tenggelam sekitar 4.000 orang, termasuk Abu
Ubaid dan Salith bin Qais; 2.000 orang kabur; dan
sisa 3.000 orang lainnya tetap bersama Mutsanna
bin Haritsah. Sementara di pihak pasukan Persia
terbunuh sekitar 6.000 orang.34
3. Perang Barosma [13 H/634 M]
Tidak lama kemudian, pasukan Islam yang
dipimpin Abu Ubaid kembali bertemu dengan
pasukan Persia di Barosma, suatu tempat yang
terletak antara Kaskar dan Saqathiya. Dalam
pertempuran ini lagi-lagi pasukan Islam meraih
kemenangan atas pasukan Persia.31
5. Perang Buwaib [13 H/634 M]
Setelah pasukan Islam terpisah-pisah pasca
perang Jisr, Umar kembali mengkonsolidasikan
pasukannya di wilayah yang lain untuk bergabung
dengan pasukan Mutsanna di Irak, sehingga
terkumpul pasukan yang banyak di sana. Kabar
ini diketahui oleh panglima Persia, Rustum
dan Fairazan, dan mereka pun mempersiapkan
pasukannya.
4. Perang Jisr (Jembatan) [13 H/634 M]
Perang ini terjadi di daerah antara Qussannathif32
atau Marwahah.33 Abu Ubaid beserta pasukannya
menyeberangi sungai Eufrat dari sebelah timur,
Marwahah. Sementara pasukan Persia yang
Akhirnya dua pasukan pun saling bertemu.
Saat itu terjadi pada bulan Ramadhan. Mutsanna
memerintahkan pasukannya untuk berbuka agar
tubuh mereka tetap kuat saat menyerang musuh.
Mereka pun semuanya berbuka. Pertempuran
28 Namarik merupakan suatu daerah di Kufah.
29 Muhammad Ridha, Umar bin Khaththab, terj. Imtihan Syafi’i, AlQawam, Solo, 2013, hal. 115-116.
30Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab ..., hal. 432.
31 Ibid, hal. 433-444.
32 Nama suatu wilayah di dekat Kufah, di tepi Timur sungai Eufrat.
33 Marwahah berada di tepi Barat sungai Eufrat.
34
6
Muhammad Ridha, Umar bin Khaththab, hal. 119-120.
Laporan Bulanan
SYAMINA
Edisi 08/Mei 2016
7. Perang Nahawand: Puncak Runtuhnya
Hegemoni dan Eksistensi Persia [21 H]
sengit antara pasukan Islam dan Persia pun tak
terelakkan. Pada perang ini pasukan Islam berhasil
mengalahkan tentara Persia. Pasukan Persia yang
terbunuh sekitar 100.000 personil.35
Pasukan
Islam
telah
memenangkan
pertempuran atas Persia berkali-kali secara
berturut-turut, dan mereka masih mengusir sisasisa tentara Persia tanpa memberi kesempatan
mereka untuk mengambil nafas. Terutama sejak
pertempuran di Qadisiyah hingga pertempuran
Nahawand yang berjarak sekitar empat tahun.
Kekalahan bertubi-tubi tersebut membuat para
pemimpin Persia murka dan marah sehingga
mereka pun mengirim surat kepada Raja Persia
Yazdegerd untuk bangkit kembali memulai
peperangan baru. Yazdegerd pun menyambut
usulan tersebut dan mulai membangun kembali
kekuatan mereka di sisa-sisa benteng mereka.
6. Perang Qadisyah [14 H/635 M]
Setelah mengalami beberapa kekalahan, Persia
lalu menggalang kekuatan di bawah raja mereka
yang baru, Yazdegerd. Ketika Umar mengetahui
hal itu, ia pun memerintahkan wajib militer
karena kondisinya menuntut hal itu, yaitu dengan
memerintahkan Mutsanna melihat kabilah-kabilah
yang mampu berperang dan mengikutsertakan
mereka, baik suka atau tidak.
Selain itu, Umar juga mengajak kabilahkabilah lain di Jazirah Arab untuk berjihad ke
Irak. Umar lalu menunjuk Sa’ad bin Abi Waqqash
sebagai komandan pasukan yang diberangkatkan
dari Madinah untuk bergabung dengan Mutsanna
di Irak. Pasukan tersebut berjumlah 4.000 personil.
Ketika Sa’ad tiba di Zarwad, Mutsanna sedang sakit
keras yang berakhir dengan kematiannya. Dengan
demikian, Sa’ad pun lantas ditunjuk menjadi
panglima perang menggatikan Mutsanna.
Sa’ad mengetahui kabar itu dan segera mengirim
surat kepada Umar. Lalu Umar bermusyawarah
di majlis syuranya dan memutuskan bahwa yang
memimpin pasukan-pasukan Islam di Nahawand
adalah Nu’man bin Muqarrin dan khalifah
meletakkan rencana untuk memobilisasi umat
Islam.37
Lagi-lagi pasukan Persia yang berjumlah sekitar
150.000 personil yang dipimpin oleh Fairazan
kembali mengalami kekalahan. Para sejarawan
menyebut perang Nahawand dengan fathul
futuh (pembebasan penentuan) karena setelah
penaklukannya tidak ada lagi peperangan yang
berarti dengan Persia, dan setelah peperangan
ini bangsa Persia tidak mampu bangkit kembali.
Nu’man bin Muqarrin menemui syahid pada
perang ini. Ketika berita mengenai penaklukan dan
syahidnya Nu’man sampai kepada Umar, ia pun
pilu atasnya.38
Sebelum terjadi pertempuran di Qadisiyah,
Sa’ad—atas perintah Umar—sempat mengutus
utusan untuk berdialog dengan Kisra dan Rustum.
Namun, hal ini ditanggapi tidak baik oleh Kisra.
Akhirnya, peperangan antara dua pasukan pun tidak
terhindarkan, 120.000 pasukan Persia beradu pedang
dengan 39.000 pasukan Islam. Pertempuran sengit
yang terjadi selama empat hari ini berakhir dengan
kemenangan di pihak pasukan Islam. Persia sendiri
menganggap Perang Qadisiyah merupakan perang
penentuan. Penentuan apakah mereka akan tetap
bertahan sebagai sebuah kerajaan dan imperium
atau bubar tanpa negara akibat kekalahan.36
MERUNTUHKAN HEGEMONI ROMAWI
Setelah kemenangan di Qadisiyah, tidak lama
berselang pasukan Islam berhasil membebaskan
beberapa kota Persia, seperti: Madain (Shafar 16
H/637 M), Tikrit dan Mosul (Jumadal Ula 16 H/ 637
M), Jalula (Dzulqa’dah 16 H/637 M), Ramhurmuz,
Tastar, dan Junday Satur.
Selain berhasil meruntuhkan hegemoni Persia,
pasukan Islam pada masa Umar bin Khaththab
juga sukses meruntuhkan hegemoni Romawi
dalam waktu yang hampir bersamaan. Runtuhnya
hegemoni Romawi terjadi setelah mereka
mengalami berbagai kekalahan secara berturut-
35Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab ..., hal. 439-441.
36 Muhammad Ridha, Umar bin Khaththab, hal. 159-220.
37Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab ..., hal. 521.
38 Muhammad Ridha, Umar bin Khaththab, hal. 385.
7
Laporan Bulanan
SYAMINA
turut, seperti dalam perang Damaskus, Fihl, Baisan,
Thabariyah, Homs, dan Al-Quds (Elia).
Edisi 08/Mei 2016
Jumlah pasukan Romawi pada perang Damaskus
berjumlah sekitar 60.000, sementara pasukan Islam
berjumlah 40.000 personil.39
1. Penaklukan Damaskus [14 H/635 M]
2. Peperangan di Fihl [13 H/634 M]
Penaklukan-penaklukan di negeri Syam pada
masa Umar bin Khaththab merupakan periode
kedua penaklukan pasukan Islam pasca penaklukan
pada masa Abu Bakar, yaitu setelah berakhirnya
Perang Yarmuk dan kalahnya pasukan Romawi.
Kemudian datanglah kabar kepada Abu Ubaidah,
panglima perang Yarmuk, bahwa pasukan Romawi
telah berkumpul di Fihl, sementara pasukan
tambahan juga telah datang dari Homs untuk
memperkuat Damaskus.
Sebagaimana yang diinstruksikan Umar,
pasukan Islam pun bergerak ke Fihl setelah
penaklukan Damaskus. Di Fihl, pasukan Romawi
sudah berkumpul sekitar 100.000 personil yang
kebanyakan datang dari Homs dan beberapa
wilayah yang sudah dibebaskan oleh pasukan
Islam.40
Abu Ubaidah menunjuk Syurahbil bin Hasanah
sebagai pimpinan umum saat Perang Fihl. Pada
perang ini, pasukan Romawi kembali menderita
kekalahan. Korban pasukan Romawi berjumlah
sekitar 80.000, sementara sisa-sisa pasukan lainnya
berhasil melarikan diri.41
Abu Ubaidah bigung, apakah menyerang
Damaskus dahulu atau menyerbu Fihl, atau negeri
lainnya. Untuk itu, ia mengirim utusan kepada
Umar. Kemudian Umar pun menginstruksikannya
untuk menyerang Damaskus terlebih dahulu
karena ia merupakan benteng Syam dan pusat
Kekaisaran Romawi. Kemudian baru menaklukkan
Fihl, lalu Homs.
3. Penaklukan Baisan dan Thabariyah
Selanjutnya
Abu
Ubaidah
bersama
pasukannya lalu berangkat kembali menuju
Homs. Ia kemudian mengangkat Syurahbil bin
Hasanah untuk memimpin pasukan Islam yang
ada di Urdun. Syurahbil bersama Amr bin Al-Ash
berangkat mengepung Baisan. Penduduk Baisan
keluar mengadakan perlawanan namun berhasil
dikalahkan. Akhirnya mereka meminta damai
sebagaimana penduduk Damaskus.
Abu Ubaidah berangkat ke Damaskus tanpa
menghadapi perlawanan yang berarti karena
pasukan Romawi mengandalkan penduduk
pribumi di wilayah sebelum masuk kota Damaskus
untuk menghadang langkah pasukan Islam.
Hanya saja mereka tidak memiliki semangat dan
keberanian untuk mengadakan perlawanan.
Ketika pasukan Islam tiba di Ghuthah, Damaskus,
istana-istana Romawi dan rumah-rumah di sana
sudah kosong karena penduduknya mengungsi ke
Damaskus.
Pada saat yang hampir bersamaan dengan
pengutusan Syurahbil bin Hasanah, Abu Ubaidah
juga mengirim Abu Al-A’war as-Sulami ke
Thabariyah. Pada awalnya penduduknya juga
mengadakan perlawanan, tetapi akhirnya juga
meminta perdamaian sebagaimana penduduk
Baisan.42
Lantaran Damaskus merupakan kota yang
memang dipersiapkan dalam waktu yang panjang
oleh Romawi maka benteng pertahanannya
pun cukup kuat. Akhirnya pasukan Islam pun
mengepung Damaskus selama lebih dari empat
bulan.
4. Pertempuran Qanasrin
Setelah penaklukan Damaskus, Abu Ubaidah
menunjuk Khalid bin Walid menuju Qanasrin.
Tatkala tiba di sana, penduduknya menyerang
bersama sekutu mereka dari orang-orang Nasrani
Arab. Khalid pun mengadakan perlawanan
Dengan menggunakan berbagai strategi
akhirnya Damaskus berhasil dibebaskan oleh
pasukan Islam pada Dzulqa’dah 14 H. Dalam
penaklukan Damaskus, sebagian bentengnya
ditaklukkan
dengan
pertempuran
sengit,
sementara benteng lainnya dengan perdamaian.
39Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab ..., hal. 547-555.
40Ibid.
41 Muhammad Ridha, Umar bin Khaththab, hal. 155.
42Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab ..., hal. 557.
8
Laporan Bulanan
SYAMINA
sengit. Pasukan Islam mengalami kemenangan.
Sementara banyak dari pasukan Romawi yang
terbunuh, termasuk komandan mereka, Maynas.43
Untuk menaklukkan Al-Quds, Umar berusaha
memecah konsentrasi Romawi dengan menyerang
beberapa sisa-sisa wilayah yang masih dikuasai
Romawi di wilayah Syam. Umar memerintahkan
Muawiyah bin Abi Sufyan untuk menyerang Qisarya
guna menyibukkan penjaganya dari pasukan Amr
bin Al-Ash. Umar juga mengirim Alqamah bin
Hakim Al-Farisi dan Masruq bin Fulan Al-Makki
untuk memimpin pasukan guna menyibukkan
Romawi di Elia. Selain itu, Umar juga mengirim
surat kepada Abu Ayyub Al-Maliki untuk memimpin
pasukan lain untuk menyibukkan pasukan Romawi
di Ramalla.45
5. Peperangan Homs [15 H/636 M]
Abu Ubaidah meneruskan pengejaran terhadap
Romawi yang melarikan diri ke Homs. Setelah tiba
di sana, ia pun berdiam di sekeliling Homs dan
mengepungnya. Khalid bin Walid pun menyusul
dari Qinasra dan bersama-sama melakukan
pengepungan. Saat pengepungan ini terjadi, cuaca
di Homs sedang musim dingin. Setelah musim
dingin berakhir, pengepungan pun semakin
diperketat. Akhirnya penduduk Homs meminta
perdamaian sehingga berakhirlah pengepungan
Homs.
Ath-Thabari menyebutkan bahwa ketika Abu
Ubaidah mendatangi Baitul Maqdis, penduduknya
meminta damai seperti yang dilakukan kota-kota
laim di Syam. Mereka juga meminta hendaknya yang
melakukan perjanjian adalah Umar bin Khaththab
sendiri. Abu Ubaidah pun menyampaikan hal itu
pada Umar. Kemudian berangkatlah Umar dari
Madinah dengan menjadikan Ali bin Abi Thalib
sebagai pemimpin Madinah.46
Abu Ubaidah menurunkan di Homs pasukan
yang banyak, bersama para komandan perang.
Kemudian Abu Ubaidah mengirim surat kepada
Umar mengabarkan bahwa Heraklius telah
membendung sungai di sekitarnya sehingga kadang
mengalir dan kadang tidak mengalir. Kemudian
Umar pun membalasnya dan memerintahkannya
untuk menduduki negerinya.44
Merupakan kebiasaan Heraklius tatkala
hendak meninggalkan Baitul Maqdis ia senantiasa
berkata, “Salam untukmu, wahai Suriah. Salam dari
orang yang akan berpisah denganmu, tapi sebentar
lagi ia akan datang kembali.” Ketika Heraklius
sudah bertekad untuk meninggalkan Syam dan
sampai di kota ar-Raha, ia meminta keluarganya
untuk menemaninya ke Roma. Tetapi, mereka
menjawab, “Tinggalnya kami di sini lebih baik
bagimu daripada kami pergi ikut bersamamu”,
lalu ia pun meninggalkan mereka. Tatkala tiba di
Syimsyath, Heraklius naik ke dataran tinggi di sana
lalu menghadap ke arah Baitul Maqdis dan berkata,
“Salam atasmu, wahai Suriah. Salam yang tidak
akan kembali lagi.”47
6. Pembebasan Al-Quds [15 H/637 M]
Palestina dipimpin oleh seorang panglima
Romawi bernama Arthabun. Ia merupakan
panglima agung yang mewakili Emperatur Romawi.
Ia juga seorang yang cerdik, pandangannya jauh
ke depan, namun paling jahat perbuatannya. Ia
menempatkan pasukannya yang besar di Ramalla
dan Elia (Al-Quds). Panglima pasukan Islam yang
ditunjuk oleh Umar pada pembebasan ini adalah
Amr bin Al-Ash.
Peperangan di Al-Quds secara praktis telah
terkobar sebelum Perang Ajnadain II (15 H) karena
Arthabun sudah menempatkan pasukan yang
besar di Ramalla dan Elia. Sementara jarak antara
dan Elia hanya berjarak 18 mil. Ramalla adalah
ibukota Palestina saat itu, sementara Elia adalah
kota terbesarnya.
43
44
Edisi 08/Mei 2016
Kemudian Heraklius berjalan hingga tiba di
Konstantinopel, wilayah kerajaannya. Ia bertanya
kepada salah seorang pengikutnya yang pernah
ditawan oleh pasukan Islam, “Ceritakanlah
kepadaku tentang mereka (pasukan Islam)!”
45 Ibid, hal. 559-560.
46Ath-Thabari, Tarikh ar-Rasul wa Al-Muluk, jilid. 4, hal. 64-66.
47 Ibid, jilid. 3, hal. 603.
Ibid, hal. 558-559.
Ibid, hal. 558.
9
Laporan Bulanan
SYAMINA
Edisi 08/Mei 2016
Orang tersebut lalu menjawab, “Saya akan
menceritakannya seolah-olah Anda melihatnya.
Mereka adalah para prajurit di siang hari, dan
pendeta di malam hari. Mereka tidak mengambil
dari orang-orang yang ditaklukkannya kecuali
dengan membayar harganya (jizyah). Tidak ke
suatu negeri kecuali dengan membawa kedamaian.
Mereka memerangi musuh-musuh mereka
sehingga mereka menaklukkannya.” Mendengar
itu, Heraklius lalu berkata, “Jika yang engkau
sampaikan benar, sungguh, mereka nanti akan
menguasai tempat aku berdiri ini.”48
penaklukan yang dilakukan pasukan Islam pada
masa Khulafa` Rasyidin. Mereka menuduh
bahwa penaklukan Islam merupakan perang
yang berkedok agama. Mereka mengatakan
bahwa pasukan Islam memang memiliki ideologi
(akidah), akan tetapi mereka berinteraksi dengan
fanatisme buta. Menurut mereka, pasukan
Islam menyuruh bangsa lain untuk tunduk pada
prinsip Islam dengan kekerasan dan pemaksaan.
Mereka memperjuangkan prinsip tersebut dengan
menumpahkan darah; tanpa belas kasihan. Mereka
membawa Al-Qur`An di salah satu tangan mereka
dan membawa pedang di tangan lainnya.
BEBERAPA FOREIGN POLICY UMAR BIN KHATHTHAB
Mereka juga berusaha menyudutkan Islam
dengan mengatakan bahwa eksistensi Islam dapat
dipertahankan dengan meneruskan rencana
permusuhan, mengharuskan umat lain masuk
Islam secara kaffah di bawah tajamnya pedang, atau
paling tidak Islam memperluas kontrol globalnya.
Tidak ada satu pun agama yang mendorong para
pengikutnya untuk berperang di salah satu tahapan
dalam hidupnya, namun beginilah keadaannya
dalam Islam. Inti tuduhan para orientalis adalah
bahwa Islam disebarkan hanya dengan kekuatan
yang dimilikinya. Atau pasukan Islam adalah orang
yang paling banyak permusuhannya dibanding
agama lain.49
Sejak menjabat sebagai khalifah, Umar bin
Khaththab telah menggariskan beberapa target
dan menjalankan kebijakan politik luar negerinya.
Di antara foreign policy terpenting Umar yaitu:
1. Menyebarkan Keadilan dan Tidak Memaksa
Umat Lain Masuk Islam Sebagai Karakter
Penaklukan Islam
Umar bin Khaththab menyadari bahwa hak
mendapat keadilan merupakan hak setiap orang,
termasuk orang-orang yang ditaklukkan. Bagi
Umar, menaklukkan suatu bangsa tidak bertujuan
untuk menzalimi penduduknya; sebaliknya untuk
menyeru dan menyentuh hati mereka agar tertarik
kepada Islam dengan menyebarkan keadilan yang
diusung oleh Islam.
Akan tetapi, ada beberapa yang juga dari
kalangan orientalis yang menjawab tuduhantuduhan tersebut. Mereka mendiskripsikan bahwa
pembebasan dalam Islam sebagai pembebasan
yang ideal dan penuh dengan karakter yang mulia.
Mereka dengan jujur mengatakan bahwa pasukan
Islam senantiasa menggunakan etika yang mulia
saat berperang. Rasul mereka melarang untuk
membunuh pendeta, perempuan, anak-anak, dan
orang buta, sebagaimana ia melarang pasukan
Islam membakar ladang-ladang pertanian, dan
memotong pepohonan.
Umar sadar bahwa hanya menaklukkan
fisik suatu bangsa tanpa berusaha
memenangkan hati dan pikiran mereka
agar tertarik kepada Islam tidak banyak
memberi kemaslahatan bagi Islam.
Karena dengan hanya menaklukkan fisik, justru
suatu saat mereka akan berbalik menyerang tatkala
kondisi politik umat Islam lemah. Apalagi dengan
rencana penaklukan yang besar, Umar sangat
memerlukan pasukan tambahan dari bangsa lain
yang ditaklukkan lantaran ketertarikan mereka
pada Islam.
Pasukan Islam selalu menaati perintah Rasul
mereka dengan teliti tiada tandingnya. Mereka
tidak pernah melanggar kehormatan para wanita,
tidak pernah menghanguskan tanaman-tanaman
Sebagian pakar sejarah orientalis berusaha
keras untuk memutarbalikkan fakta tentang
48
49Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab ..., hal. 599.
Ibid, jilid. 3, hal. 602-603.
10
Laporan Bulanan
SYAMINA
di sekitar medan peperangan. Ketika bangsa
Romawi melempari mereka dengan anak panah
beracun, pasukan Islam tidak membalas mereka
dengan balasan serupa. Pasukan Romawi suka
menjarah desa-desa dan selalu membakarnya;
baik ketika datang maupun pergi. Sementara ketika
pasukan Islam membebaskan sebuah kota, mereka
senantiasa menjaga akhlak mereka yang mulia dan
tidak mencoba untuk melakukan hal itu sama sekali.
ikhlas dalam berjihad, mengharap keridhaan Allah
dalam beramal, dan menjauhi setiap perbuatan
dosa. Dalam diri mereka terdapat keinginan kuat
untuk membebaskan bangsa dan individu dari
menyembah makhluk untuk selanjutnya beribadah
kepada Allah Yang Maha Pencipta, memindahkan
mereka dari kehidupan dunia yang sempit menuju
kehidupan akhirat yang luas.
Para panglima pasukan Islam memimpin
pasukan di garda depan dan merasakan berbagai
macam hantaman pertama di medan jihad. Banyak
di antara mereka yang akhirnya menemui syahid.
Sementara saat kondisi aman, para panglima
tersebut berjalan di belakang prajuritnya. Mereka
menjadi sahabat bagi para prajuritnya ketika
pulang dan kembali dari medan perang, serta ikut
menanggung beban dan menolong yang lemah.
Para panglima Islam tersebut juga merangkap
sebagai juru dakwah di barisan pertama. Mereka
menerapkan aturan-aturan perang dalam Islam
secara sempurna. Sebenarnya, umat Islam
senantiasa berpartisipasi dalam perang di jalan
Allah, bukan seperti peperangan yang dilakukan
oleh bangsa lain.
Orientalis
jujur
lainnya
mengatakan
bahwa kota-kota Islam berkembang dengan
perluasan, yang menyeru kepada akidahnya
dengan mendiskusikan tentang gerakan-gerakan
pemikiran yang sudah ada. Lebih dari itu, Islam
mau berkembang dan menghapus semua sekat
pemisah klasik seperti bangsa, bahasa, dan adat
istiadat. Kesempatan langka ini terpenuhi untuk
seluruh bangsa dan masyarakat sipil untuk
memulai kehidupan dengan pemikiran baru
berasaskan persamaan mutlak, dan dengan spirit
bersaing dan bebas.50
Fakta sejarah menunjukkan bahwa pasukan
Islam tidak pernah memaksa seorang pun untuk
memeluk Islam. Ini karena mereka konsisten
dengan firman Allah k yang menerangkan bahwa
tidak ada paksaan dalam menganut agama Islam.51
Sedangkan penerimaan masyarakat terhadap Islam
disebabkan mereka menyentuh Islam itu sendiri,
hakikat bahwa Islam merupakan anugerah yang
besar buat mereka.
2. Tepat dalam Memilih Gubernur dan Panglima
Perang serta Mengevaluasi Kinerja Mereka
zz Kriteria gubernur dan panglima perang
menurut Umar bin Khaththab
Umar bin Khaththab memiliki metode khusus
dalam memilih dan menyeleksi panglima perang
ketika penaklukan dan pembebasan dilakukan.
Di antara syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
calon panglima Islam adalah:
Ketika mereka berinterkasi dengan pasukan
dan umat Islam yang berperilaku dengan akhlak
mulai, senantiasa konsisten terhadap hukum,
perintah, dan larangan dalam Islam. Mereka juga
tersentuh dengan Islam setelah menyaksikan
sendiri bagaimana para panglima dan pasukan
Islam yang selalu berdakwah dengan perbuatan
yang nyata. Sikap-sikap mereka merupakan sikap
yang mulia yang dikenal oleh sejarah dunia.
a. Panglima perang harus orang bertakwa,
wara’, dan mengetahui hukum-hukum Islam
Umar
bin
Khaththab
senantiasa
mengulang nasihatnya, “Barang siapa
yang mengangkat seorang ahli maksiat dan
mengetahui bahwa dia seorang ahli maksiat
maka ia juga tak ada ubahnya seperti orang
yang ia pilih.”52 Tatkala Umar memilih
Sa’id bin Amir untuk memimpin sebagian
Saat itu, para khalifah dan para panglima
pasukan senantiasa memerintahkan pasukannya
untuk meminta pertolongan Allah dan bertakwa,
lebih mementingkan urusan akhirat daripada dunia,
50
51
Edisi 08/Mei 2016
Ibid, hal. 599-600.
QS. Al-Baqarah: 256.
52
11
Muttaqi Hindi, Kanz Al-‘Ummal ..., jilid. 5, hal. 761.
Laporan Bulanan
SYAMINA
wilayah Syam, ia menolak amanah itu.
Umar lalu berkata kepadanya, “Sekalikali tidak! Demi Dzat yang jiwaku dalam
genggaman Tangan-Nya, janganlah kalian
memikulkannya di pundakku, sedangkan
kalian duduk-duduk di rumah.”53
Edisi 08/Mei 2016
“Benar. Ia memang memiliki keahlian
seperti itu.”55
d. Panglima perang harus seorang yang
cerdik, cerdas, dan berpengalaman dalam
pertempuran
Suatu saat, Umar bin Khaththab berkata
di hadapan pasukannya, “Kewajibanku
atas kalian adalah aku tidak menempatkan
kalian dalam bahaya dan tidak menahan
kalian di perbatasan.”
b. Panglima perang harus orang yang
berhati-hati dan matang dalam membuat
keputusan
Pada saat Umar bin Khaththab memilih
Abu Ubaid Ats-Tsaqafi sebagai panglima
perang, ia berkata kepadanya, “Tiada
yang menghalangiku untuk menjadikan
Salith sebagai panglima perang selain
karena ketergesa-gesaannya dalam perang.
Sesungguhnya ketergesa-gesaan dalam
perang menyebabkan kerugian. Demi Allah!
Kalau bukan karena ketergesa-gesaannya,
pasti aku akan menunjuknya sebagai
panglima perang. Peperangan hanya bisa
dimenangkan oleh orang yang memiliki
tingkat kewaspadaan yang tinggi.”54
Pada suatu kesempatan, Amr bin Al-Ash
dan pasukannya bertemu dengan pasukan
Romawi pada Perang Anjadain untuk
membebaskannya. Masa itu, panglima
pasukan Romawi adalah Arthabun,
seorang panglima yang cerdik, memiliki,
serta menghayati setiap keputusan dan
pekerjaannya. Arthabun memilih Elia dan
Ramlah untuk menampatkan pasukannya
yang besar. Amr bin Al-Ash lalu mengirim
surat guna melaporkan situasi medan
pertempuran kepada Umar.
c. Panglima perang harus seorang pemberani
dan piawai memanah
Dalam surat belasannya, Umar menulis,
“Kita akan memanah Arthabun Romawi
dengan Arthabun Arab. Lihatlah celah
(kelemahan mereka) yang lebar oleh
kalian.” Amr bin Al-Ash lalu berusaha
mengumpulkan
infomasi
mengenai
Arthabun dan pasukannya agar bisa
menentukan strategi yang akan dijalankan
agar bisa mengalahkannya. Untuk itu, ia
sendiri yang menyelinap ke perkemahan
panglima Romawi tersebut sehingga
menyebabkannya
hampir
terbunuh.
Ketika berita itu sampai pada Umar, ia pun
berkomentar, “’Amr telah mengalahkannya.
Alangkah cerdiknya Amr bin Al-Ash.”56
Tatkala Umar bin Khaththab ingin
mengangkat seorang panglima perang
untuk membebaskan kota Nahawand,
ia meminta saran kepada para sahabat
lain. Mereka pun mengusulkan, “Wahai
Amirul Mukminin! Engkau lebih tahu
mengenai penduduk Irak. Pasukanmu
telah mendatangimu. Engkau telah melihat
mereka dan berbicara pada mereka.”
Umar lantas menjawab, “Demi Allah!
Aku pasti akan memilih seorang lelaki di
antara kalian yang mahir memanah dan
bisa memanfaatkan kemahirannya itu
saat berkecamuk perang.” Para sahabat
pun bertanya, “Siapa lelaki itu, Wahai
Amirul Mukminin?” Umar lalu menjawab,
“Nu’man bin Muqarrin Al-Muzanni.”
Mereka pun menyetujui seraya berkata,
e. Panglima perang harus mengetahui politik
syar’i, ahli berdiplomasi, terampil, memiliki
intuisi dan strategi perang
Tak dipungkiri lagi bahwa di antara kriteria
yang seyogianya dimiliki oleh panglima
53Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab ..., hal. 601.
54 Ibnu Atsir, Al-Kamil fi at-Tarikh, 2, hal. 273.
55 Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah, jilid. 10, hal. 116.
56Ath-Thabari, Tarikh ar-Rusul wa Al-Muluk, jilid. 3, hal. 605-607.
12
SYAMINA
Laporan Bulanan
perang adalah memiliki kecerdasan dan
kepandaian, berani, mengetahui medan
perang, dan bisa memperdaya musuh.
Di samping itu, tak kalah pentingnya
adalah seorang panglima harus amanah,
ramah, dan senantiasa menegur dan
mengingatkan pasukannya jika melakukan
kesalahan. Oleh karena itu, Umar bin
Khaththab memilih Sa’ad bin Abi Waqqash
untuk memimpin pembebasan Irak setelah
sebelumnya ia meminta saran kepada para
sahabat.
f. Panglima
perang
pekerjaannya
harus
ini juga telah bersemanyam dalam diri
Sa’ad bin Abi Waqqash, Abu Ubaidah bin
Al-Jarrah, Amr bin Al-Ash, dan panglima
lainnya.58
zz Evaluasi kinerja gubernur
Setelah memilih panglima perang dan
gubernur terbaik dalam pandangannya, Umar bin
Khaththab tidak berlepas tangan begitu saja atas
orang dan kinerja sosok yang ditunjuknya. Umar
juga ikut terlibat dalam pengawasan dan evaluasi
kinerja para panglima perang dan gubernur
tersebut. Bahkan Umar tidak segan untuk memberi
dan menjatuhkan hukuman jika mereka terbukti
melakukan kesalahan.
mencintai
Di antara strategi Umar bin Khaththab
yaitu tidak akan memilih seseorang untuk
menjadi panglima perang yang tidak senang
dengan tugasnya dan tidak qana’ah. Kecuali
jika hal itu terpaksa dilakukan agar proses
pembebasan bisa dijalankan dengan baik,
dan tidak ada orang lain yang lebih cakap
dan piawai sebagai panglima perang.
Saat dirinya menjabat sebagai Gubernur Mesir,
ada beberapa aduan tentang diri Amr bin Al-Ash
yang sampai kepada Umar, baik yang diajukan
oleh umat Islam maupun oleh orang-orang Qibthi.
Hal ini yang menyebabkan Amr sering dipanggil
oleh Umar. Amr sering mendapat teguran keras
dari Umar kerena kebijakan yang dikeluarkannya,
termasuk kasus ketika Amr membuat mimbar yang
tingginya melebihi leher umat Islam.
Suatu ketika Umar menyeru dan
mendorong umat Islam untuk memerangi
Persia di Irak. Namun, tidak ada satu pun
yang menyambut seruan itu. Begitu juga di
hari kedua dan ketiga, dan begitulah selama
tiga hari berturut-turut. Pada hari keempat,
barulah Abu Ubaid bin Mas’ud Ats-Tsaqafi
menyambut seruan itu dan mengajak
umat Islam lain untuk memerangi Persia
yang kemudian disambut oleh umat
Islam yang lain. Umar lantas memilih
Abu Ubaid meski ia bukan seorang yang
pernah melihat dan menemani Nabi n
untuk menjadi panglima perang pada fase
pertama pembebasan Irak.
Di antara aduan tersebut adalah aduan salah
seorang penduduk Mesir yang mengajukan
dakwaan karena anak laki-laki Amr memukulnya
dengan cambuk. Umar lalu memanggil Amr beserta
anak sekaligus untuk menghadapnya di Madinah.
Setelah terbukti bahwa anak Amr bersalah, Umar
lantas menyuruh orang Mesir tersebut untuk
membalas mencambuk anaknya. Setelah itu,
Umar melirik Amr dan berkata, “Sejak kapan kamu
memperbudak manusia padahal mereka dilahirkan
oleh ibu mereka dalam keadaan merdeka.”59
Amr juga pernah diadukan oleh salah
seorang prajuritnya kepada Umar karena telah
menuduhnya sebagai seorang munafik. Umar
lantas mengirim surat yang dibawa prajurit yang
melaporkan tadi kepada Amr. Surat itu berisi
agar Amr secara terbuka mengadili prajurit tadi
di muka rakyatnya dan mencambuk prajurit tadi
jika terbukti sebagai seorang munafik dengan
Salah seorang sahabat protes atas
keputusan Umar tersebut, “Mengapa
Anda tidak memilih panglima perang
dari kalangan sahabat?” Umar menjawab,
“Sesungguhnya, aku memilih seseorang
yang memenuhi seruanku.”57 Sifat-sifat
57
Edisi 08/Mei 2016
58Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab ..., hal. 602.
59 Ibid, hal. 409-410.
Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah, jilid. 9, hal. 591.
13
Laporan Bulanan
SYAMINA
mendatangkan saksi-saksi. Ternyata tuduhan
Amr tidak berhasil dibuktikan sehingga—sesuai
hukum Islam—prajurit tadi pun mencambuk Amr
disebabkan tuduhannya tersebut.
Edisi 08/Mei 2016
aku akan mencabut jenggotmu. Tetapi pergilah
dan jangan pernah menjabat lagi selamanya.”61
zz Menggariskan kewajiban dan hak dari setiap
panglima perang dan pasukannya
Sebagian
orang
menghalanginya
dan
mengusulkan agar Amr menebusnya dengan tanah.
Amr menolak usulan tersebut. Saat pukulan akan
mengenai kepala Amr, prajurit itu lalu bertanya
kepadanya, “Apakah ada yang akan menghalangiku
untuk mencambukmu?” Amr menjawab, “Tidak
ada. Lakukan saja apa yang telah diperintahkan
(Umar) kepadamu.” Prajurit tadi pun kemudian
berkata, “(Jika begitu) aku memaafkanmu.”60
Umar bin Khaththab menyadari bahwa suatu
pasukan tidak akan berhasil menjalankan misinya
kecuali terjalin sinergi dan sinkronisasi antara
panglima dan pasukannya. Untuk itu, Umar
menggariskan kewajiban dan hak masing-masing
dari setiap panglima perang dan pasukannya dalam
nasihat dan surat-suratnya.
Hak panglima perang62
Hak-hak panglima perang, yang merupakan
kewajiban setiap prajurit perang, yang
digariskan Umar di antaranya:
Tidak sekedar memberi hukuman, Umar
bin Khaththab juga tidak segan memecat para
pejabatnya yang menghina rakyatnya tanpa alasan
yang diperbolehkan syariat. Qais bin Abi Hazim
pernah menuturkan, “Umar pernah mengangkat
seorang Anshar (sebagai salah seorang pejabatnya).
Ia lalu berkunjung ke rumah pembesar Hirah yang
bernama Amr bin Hayyan bin Baqilah. Dia (Amr)
kemudian menyuguhkan makanan dan minuman
yang diminta. Tiba-tiba pejabat Anshar tadi
menghentikan candaan dan memanggilnya (Amr)
lalu menarik jenggotnya.
a. Ditaati
Ketika Umar mengutus Abu Ubaid bin
Mas’ud Ats-Tsaqafi untuk menjadi
panglima perang ke Irak, ia juga mengirim
Salamah bin Salam Al-Khazraji dan Salith
bin Qais Al-Anshari sebagai pendamping
Abu Ubaid. Umar memerintahkan Abu
Ubaid untuk selalu bermusyawarah
dengan mereka berdua ketika ingin
memutuskan
sebuah
perkara,
dan
memberitahunya bahwa Salith dan
Salamah adalah veteran perang Badar.
Pada perang di Jisr menghadapi Persia, Abu
Ubaid memutuskan agar pasukan Islam
tidak menyeberangi jembatan. Sementara
Salith
justru
mengusulkan
untuk
menyeberanginya. Namun Abu Ubaid tetap
pada pendiriannya. Hal inilah di antara
sebab kekalahan pasukan Islam pada
perang tersebut. Mengomentari perbedaan
pendapat tersebut Salith berkata, “Kalau
saja aku tidak benci melanggar ketaatan,
niscaya aku bersama orang-orang akan
meninggalkan peperangan ini. Tapi aku
mendengar dan taat meskipun engkau
Dia (Amr) lantas mengendarai kudanya
menghadap Umar dan berkata, ‘Wahai Amirul
Mukminin! Engkau mengangkat seorang raja
atau kaisar? Apa yang dia (pejabatmu) lakukan
kepadaku tidak seperti apa yang engkau lakukan
di kerajaanmu.’ Dengan tenang Umar lalu
bertanya, ‘Apa yang terjadi?’ Ia menjelaskan, ‘Salah
seorang pejabatmu singgah di rumahku, lalu kami
menyuguhkan makanan dan minuman yang ia
inginkan. Tiba-tiba ia menghentikan candaan dan
memanggilku, lalu menarik jenggotku.’
Umar kemudian menulis surat kepada pejabat
tersebut. Di antara isinya berbunyai, ‘Bagaimana
mungkin (bisa engkau lakukan). Ia telah memberimu
makanan dan minuman yang telah kau minta
namun engkau malah menarik jenggotnya? Demi
Allah! Sekiranya jenggot itu bukan sunah, niscaya
61 Ibid, hal. 112-113.
62 Mengenai hak-hak panglima perang, lihat lengkap Ash-Shallabi,
Fashl Al-Khitab ..., hal. 387-390.
60Ibid.
14
Laporan Bulanan
SYAMINA
telah melakukan sebuah kesalahan. Dan
Umar mengikutsertakanku bersamamu.”
diadukan kepada panglimanya. Panglima
perang saat itu lantas mengirim surat
kepada Umar mengani masalah itu.
b. Mengambil dan menetapkan keputusan
Kemudian Umar menulis surat balasan
yang berisi, “Segera ambil sumpah darinya
bahwa ia tidak tahu kalau periuk itu berisi
emas, kecuali setelah periuk itu berada di
tangannya. Jika ia sudah bersumpah berikan
periuk itu (beserta isinya) kepadanya.
Namun jika ia menolak, bagikan periuk
berisi emas itu kepada pasukan Islam.”
Prajurit tersebut pun bersumpah bahwa
tidak mengetahuinya kecuali setelah
berada di tangannya, lalu panglima perang
tersebut pun menyerahkannya kepadanya.
Disebutkan pada surat An-Nisa’: 83
bahwa Allah k menghendaki rakyat
menyerahkan semua urusan di tangan
para pemimpinnya agar menjadi sebab
diraihnya suatu kemaslahatan dan
keputusan yang tepat. Jika terdapat suatu
persoalan yang masih ambigu, mereka
bisa menjelaskan dan menujukannya
para para pemimpin. Oleh karena itu,
dianjurkan untuk bermusyawarah supaya
memperoleh kebenaran.
Umar menetapkan bahwa dalam setiap
kelompok pasukan terdapat seorang
pemimpin. Mereka harus mempercayakan
semua urusan pendapat dan pengaturan
kepada pemimpin mereka, sehingga tidak
terjadi perbedaan pendapat di antara
mereka yang mengakibatkan perselisihan.
c. Disegerakan pelaksanaan perintahnya
Pada masa kekhilafahnnya, tugas pertama
yang dilakukan Umar bin Khaththab
adalah menyeru umat Islam Madinah
untuk berperang melawan Persia. Umar
mengajak mereka selama tiga hari berturutturut, tetapi tidak ada seorang pun yang
menjawab seruan itu. Pada hari keempat,
Abu Ubaid bin Mas’ud Ats-Tsaqafi
menanggapi seruan tersebut. Hal inilah
yang mendorong Umar untuk mengangkat
Abu Ubadi sebagai panglima perang, meski
masih ada para sahabat Rasulullah n. Itu
karena Abu Ubaid adalah orang pertama
yang menjawab seruan Umar.
Pada tahun ketika Umar mengirimkan
pasukan Islam ke Nahawand untuk
berkumpul di sana, pasukan tersebut terdiri
dari penduduk Madinah yang berasal dari
Muhajirin dan Anshar. Di antara mereka
ada Abdullah bin Umar bin Khaththab, Abu
Musa Al-Asy’ari yang memimpin penduduk
Bashrah, dan Hudzaifah bin Al-Yaman
yang memimpin penduduk Kufah. Ketika
mereka sudah berkumpul di Nahawand,
Umar menulis surat kepada mereka yang
di antaranya berbunyi, “Jika kalian sudah
bertemu, pemimpin perang kalian adalah
Nu’man bin Muqarrin Al-Muzanni.”
Pada saat Umar mengutus Utbah bin
Ghazwan ke Basrah, ia memberi nasihat
kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah atas
kepemimpinanmu. Jangan sampai jiwamu
menyeretmu ke dalam kesombongan yang
bisa menyebabkan kerusakan hubungan
antara kamu dan saudara-saudaramu.
Engkau telah menyertai Rasulullah dan
engkau menjadi mulia setelah kehinaan
menimpamu. Engkau menjadi kuat
karenanya setelah kamu lemah sehingga
sekarang engkau menjadi pemimpin yang
berkuasa dan raja yang ditaati. Engkau
memerintahkan
seluruh
perintahmu
kepada rakyatmu. Betapa besar nikmat
Saat penaklukan kota Ablah63 panglima
perang membagikan ghanimah kepada
seluruh pasukannya. Ketika pembagian
sudah selesai dilakukan, bagian salah satu
prajurit adalah satu periuk tembaga. Ketika
prajurit itu memegang periuk tersebut,
ternyata berisi emas. Prajurit itu pun
63
Edisi 08/Mei 2016
Ablah adalah sebuah negeri yang berada di pinggiran sungai Tigris,
tepatnya di ujung teluk.
15
Laporan Bulanan
SYAMINA
ini. Jika nikmat itu tidak mengangkatmu
lebih dari kemampuanmu, ia akan
merendahkanmu lebih rendah dari orangorang yang di bawahmu.”
“Wahai Amirul Mukminin! Sungguh kami
berada di wilayah perbatasan menghadapi
musuh. Kami membanggakan diri dengan
pakaian perang, sedangkan jihad adalah
sebuah kebutuhan.” Umar lantas terdiam.
Ia tidak menyalahkan Mua’wiyah dan
menyetujui maksud dari hal itu karena
tujuannya demi kebenaran dan agama.
Hak prajurit perang64
Sementara hak-hak setiap prajurit, yang
merupakan kewajiban panglima perang,
yang ditetapkan Umar, di antaranya yaitu:
Umar
juga
senantiasa
memantau
keadaan pasukannya ketika perjalanan
menuju medan perang. Umar pernah
memerintahkan Sa’ad bin Abi Waqqash
untuk selalu memenuhi permintaan
musuh yang datang kepada pasukan
Islam dan meminta perlindungan serta
tidak berkhianat kepada mereka. Umar
menjelaskan bahwa pengkhianatan bisa
menyebabkan kebinasaan dan kelemahan
bagi pasukan Islam itu sendiri.
a. Diperhatikan kondisi mereka
Umar bin Khaththab memberikan panjipanji perang kepada para panglima
perangnya. Sebelum mereka berangkat
menuju medan perang, Umar mengecek
perlengkapan mereka dan memberi
nasihat kepada mereka. Ia berkata,
“Pakailah sarung perang, baju perang, dan
alas kaki kalian. Panahlah sasaran kalian,
jinakkan tunggangan kalian, kemudian
meloncatlah ke atas kuda kalian. Pakailah
pakaian keseharian kalian atau pakaian
orang Arab. Tinggalkanlah hidup mewah
dan pakaian bangsa non-Arab. Kekuatan
kalian tidak akan melemah selama kalian
melompat ke atas kuda kalian, naik di atas
punggung kuda kalian, dan menggunakan
pakaian yang keras.”
Perhatian
Umar
terhadap
kondisi
perbekalan dan tunggangan prajurit
juga tampat dari keputusannya yang
mengirimkan ransum berupa kambing dan
daging unta untuk pasukan Islam di Irak
dari Madinah, An-Naqi’ dan ar-Rabdzah
yang diangkut dengan unta. Umar juga
mempersiapkan kuda-kuda yang berasal
dari baitul mal dan ditambatkan di
beberapa kota sesuai dengan kebutuhan.
Ketika Umar datang ke negeri Syam untuk
mengadakan perjanjian damai dengan
penduduk Baitul Maqdis, ia membangun
kantor urusan logistik makanan pasukan
yang dikenal dengan nama Al-Ahra’.
Ini menunjukkan bahwa Umar sangat
perhatian
dalam
mempersiapkan
pasukannya, menunjukkan kekuatan,
meluruskan para panglima perang
dalam barisan, inspeksi militer, dan
menampakkan kekuatan besar pada
musuh,
baik
ketika
peperangan
berlangsung maupun ketika bersiap-siap
untuk melaksanakan peperangan.
b. Diperlakukan dengan ramah dan belas
kasih
Tatkala
bertemu
Mu’awiyah
saat
berkunjung ke Syam, Umar melihat
keagungan seorang raja, pakaiannya yang
banyak, dan perkakasnya. Umar pun
mengingkari hal itu. Umar berkata kepada
Mu’awiyah, “Apakah engkau Kisra, wahai
Mu’awiyah?” Mu’awiyah pun menjawab,
64
Edisi 08/Mei 2016
Umar bin Khaththab pernah menulis
surat kepada salah seorang panglima
perangnya, Sa’ad bin Abi Waqqash. Surat
itu di antaranya berisi, “Bersikap ramahlah
terhadap prajuritmu ketika engkau dalam
perjalanan menuju medan perang. Jangan
engkau merepotkan mereka dengan
perjalanan yang melelahkan. Janganlah
terlalu sebentar-sebentar singgah di suatu
Terkait persoalan ini, lihat Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab ..., hal. 391399.
16
Laporan Bulanan
SYAMINA
persinggahan saat engkau menemani
mereka, sehingga mereka sampai di
hadapan musuh mereka dalam kondisi
kekuatan mereka berkurang akibat
perjalanan itu. Sungguh, mereka berjalan
mendatangi musuh yang bermukim,
yang menjaga diri mereka dan kuda-kuda
mereka.
Edisi 08/Mei 2016
sesuai, dan dekatilah ahli fikih dan ahli
Qur`An.”
Adapun kepada Amr bin Ma’dikarib,
Umar menulis, “Amma ba’du. Telah
sampai
kepadaku
berita
tentang
pembangkanganmu
terhadap
pimpinanmu dan cacianmu atasnya.
Sesungguhnya engkau memiliki pedang
yang engkau namakan ash-Shamshamah,
dan aku juga memiliki pedang yang
kenamai Al-Mushammam. Demi Allah!
Aku bersumpah kalau saja aku meletakkan
pedangku di atas kepalamu, niscaya aku
tidak akan mengangkat pedang itu sampai
aku memotong kepalamu dengannya.”
Ketika surat itu sampai ke tangannya, Amr
bergumam, “Demi Allah! Jika ia (Umar)
mau niscaya ia akan melakukannya.”
Bermukimlah pada hari Jumat sehari
semalam, sehingga mereka bisa beristirahat
dan jiwa mereka kembali bersemangat,
supaya mereka bisa melemparkan panahpanah mereka dan membawa perbekalan
mereka. Arahkanlah tempat persinggahan
mereka ke desa-desa orang-orang yang
sedang melakukan perjanjian damai.”
c. Diperlakukan adil jika terjadi perselisihan
atau pertikaian
Dari kedua teks surat di atas jelas
mengungkapkan
bahwa
seorang
pemimpin harus menghindari perselisihan
dengan prajuritnya di medan perang
dengan mempersatukan antara hati
mereka, khususnya ketika mereka berada
di hadapan musuh. Seorang pemimpin
hendaknya berkonsultasi dengan orangorang yang memiliki pengalaman dalam
berperang. Surat itu tidak dimaksudkan
untuk memutuskan hubungan kasih
sayang di antara mereka berdua, ketika
mereka kembali ke negeri mereka sendiri.
Di antara nasihat Umar bin Khaththab
kepada para gubernur dan panglima
perang adalah janganlah panglima
perang ataupun pimpinan detasemen
mencambuk seorang prajurit tanpa sebab
yang dibenarkan syariat Islam. Dalam
kasus lain, Umar mengutus Salman bin
Rabi’ah Al-Bahili sebagai panglima perang
bersama dengan Amr bin Ma’dikarib dan
Thulaihah bin Khuwailid Al-Asadi.
Suatu ketika terjadi perselisihan antara Amr
bin Ma’dikarib dan Salman bin Rabi’ah.
Kabar tersebut sampai ke telinga Umar.
Umar pun mengirim surat kepada Salman
yang berisi, “Amma ba’du. Telah sampai
kepadaku tentang sesuatu yang engkau
perbuat kepada Amr. Engkau melakukan
perbuatan yang tidak baik. Sekarang,
jika kamu berada di negeri musuh maka
perhatikanlah Amr dan Thulaihah.
Dekatilah
mereka,
dengarkanlah
perkataan yang mereka ucapkan, karena
sesungguhnya mereka memiliki ilmu dan
pengalaman dalam berperang. Apabila
kamu telah sampai di negeri sendiri maka
tempatkanlah mereka pada posisi yang
d. Mendapat teguran jika
melakukan kesalahan
lalai
atau
Umar senantiasa mengingatkan dan
menegur setiap pasukannya, terkhusus
panglima perangnya yang lalai. Dalam
pandangan Umar, justru teguran itu adalah
kewajibannya sebagai pemimpin dan
hak pasukannya. Oleh karena itu, Umar
memerintahkan para panglima perang
untuk selalu berhati-hati pada musuh,
terkhusus terhadap serangan musuh
pada malam hari dan serangan musuh
saat pasukan Islam lengah. Umar juga
meminta mereka untuk selalu berjaga-
17
Laporan Bulanan
SYAMINA
jaga di markas dan di setiap perjalanan.
Umar pernah berkata kepada Sa’ad bin Abi
Waqqash, “Gerakkanlah para pengawasmu
pada pasukan dan waspadalah terhadap
serangan musuh yang mengintaimu.”
Edisi 08/Mei 2016
perang; baik internal ataupun eksternal,
ketersediaan air dan rumput yang
melimpah, dan lain sebagainya.
Sebelum Perang Qadisiyah, Umar juga
menulis surat kepada Sa’ad bin Abi
Waqqash agar berada di batu yang paling
dekat dengan negeri mereka, karena
mereka akan lebih tahu dengan jalurjalur mereka dibanding musuh, sehingga
ketika—misalnya—kalah, ia bisa mundur
bersama pasukannya sehingga mereka bisa
terhindar dari terbunuh. Musuh tidak akan
bisa mengejar mereka karena pengecut
dan tidak tahu jalur-jalurnya.
Umar bin Khaththab juga memberi wasiat
kepada para panglima perangnya untuk
membuat mata-mata dan menyebar
intelijen ketika tiba di negeri musuh. Hal
itu dilakukan agar mereka mengetahui
keadaan dan strategi musuh. Pada suatu
kesempatan, Umar berkirim surat kepada
Sa’ad bin Abi Waqqash yang berisi, “Jika
engkau telah menginjakkan kaki di negeri
musuh gerakkanlah mata-mata di antara
kalian dan mereka. Jangan sampai keadaan
mereka tidak kamu ketahui. Hendaknya
orang Arab atau orang yang engkau
percaya berada di sekitarmu, sehingga
engkau merasa tenang dengan nasihat
dan kejujurannya. Ini karena kabar berita
pembohong besar tidak bermanfaat
bagimu, meskipun engkau mempercayai
sebagian berita itu. Sementara seorang
licik akan memata-mataimu dan tidaklah
memberi informasi padamu.
3. Memperhatikan
Kekuasaan Islam
Batas-Batas
Wilayah
Lantaran kekhawatiran Umar bin Khaththab
atas keselamatan umat Islam, serta kebenciannya
terhadap Romawi saat berperang dengan mereka,
maka tatkala disebut Romawi, Umar akan berujar,
“Demi Allah! Saya sangat ingin sekali jika sekiranya
di antara kita dan Romawi ini ada jalan yang
dipenuhi dengan bara api, sehingga semakin jelas
mana wilayah kita dan mana wilayah mereka.”65
Umar juga pernah mengatakan perkataan yang
serupa mengenai bangsa Persia tentang batas-batas
wilayah Islam, “Demi Allah! Jika sekiranya di antara
kampung dan gunung terdapat batas, mereka tidak
menerobos pada kita dan kita tidak menerobos
pada mereka, cukuplah kampung itu bagi kita. Aku
sangat mementingkan keselamatan umat Islam
daripada harta rampasan perang (anfal).”66
Ketika engkau mendekati negeri musuh,
hendaklah engkau memperbanyak matamata dan memperbanyak detasemen
sehingga detasemen itu akan memutus
bala bantuan dan prasarana untuk mereka.
Mata-mata itu akan mengintai kelemahan
musuh. Pilihlah dari kalangan pasukanmu
orang-orang yang pandai dan kuat untuk
menjadi mata-mata. Pilihlah di antara
mereka yang pandai menunggang kuda,
karena jika mereka bertemu musuh,
pertama kali yang engkau dapatkan dari
mereka adalah pendapatmu yang kuat.”
Umar memerintahkan agar mendirikan basisbasis militer Islam yang memiliki beberapa tugas
dan misi yang selain untuk tujuan militer juga
untuk menjaga keselamatan umat Islam. Ditambah
lagi bahwa basis-basis militer itu menjadi pusat
militer di tempat-tempat strtegis yang terletak pada
batas-batas antara basis militer itu dengan negerinegeri yang telah dibebaskan. Di antara fungsi basis
militer itu adalah menangkis serangan musuh dari
e. Ditempatkan pada posisi yang tepat saat
berperang
Umar bin Khaththab juga pernah memberi
wasiat kepada Sa’ad bin Abi Waqqash
agar tidak menyerang musuh sebelum
mengenali situasi dan kondisi medan
65Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab ..., hal. 612. Dinukil dari Tatikh AlYa’qubi, jilid.2, hal. 155.
66Ath-Thabari, Tarikh ar-Rusul wa Al-Muluk, jilid. 4, hal. 28.
18
SYAMINA
Laporan Bulanan
luar dan sebagai pusat konsentrasi pasukan dan
penyebaran Islam.
Ahli sejarah Arab mengatakan bahwa surat
menyurat itu sudah terjalin dengan Kaisar
Heraklius. Tetapi mereka tidak bisa memastikan
apakah itu dengan Heraklius I. Ini karena mereka
tidak mampu memastikan apakah dibebaskannya
Syam oleh pasukan Islam terjadi pada masa
Heraklius I, atau pada masa anaknya Heraklius II
yang dikenal dengan Heraklius Konstantinopel.
Suatu yang dapat dipastikan oleh ahli sejarah
Arab adalah adanya kurir yang pulang pergi untuk
melakukan korespondensi antara keduanya.69
Saat itu Islam sudah menguasai Basrah dan
Kufah yang bersebelahan dengan Persia dan Fustat
di Mesir dan kota-kota pelabuhan berikut pantainya,
serta pantai-pantai di Syam untuk menangkal
serangan Romawi dari laut dan menempatkan
empat pasukan setelah itu. Empat pasukan itu
adalah pasukan Homs, pasukan Damaskus,
pasukan Yordania, dan pasukan Palestina. Ini di
samping kamp-kamp militer, benteng-benteng
yang berada di pelabuhan, yang pasukan Islam
telah berhasil mengusir musuh dari sana dan
menguasainya, serta menjadikannya sebagai basis
militer mereka, selain juga menempatkan pasukan
mereka di sana untuk menjaga batas-batas wilayah
Islam.67
Disebutkan dalam sejarah bahwa Ummu
Kultsum binti Ali bin Abi Thalib, istri Umar, suatu
ketika mengirimkan utusan ke kota tempat Kaisar
Romawi tinggal dengan membawa hadiah dari
Madinah kepada permaisuri Kaisar Romawi.
Kemudian permaisuri Kaisar Romawi mengirimkan
sebuah kalung berharga sebagai balasannya.
Kemudian Umar mengambil kalung tersebut dan
menyerahkannya ke baitul mal. Disebutkan dalam
buku sejarah bahwa Ummu Kultsum mengirim
hadiah itu melalui kurir Umar.70
Tatkala pasukan Islam maju untuk melakukan
pembebasan, pada akhir perluasan wilayah,
mereka selalu mendirikan kota untuk menjaga
perbatasan, membiayai pasukan penjaga dan
dipimpin oleh panglima yang paling mumpuni. Di
antara prosedur paling penting yang dibuat Umar
bin Khaththab di wilayah Irak dan Masyriq adalah
gudang senjata yang dibangun di tengah-tengah
pasukan Islam dan Persia. Umar juga pernah
berpesan kepada Sa’ad bin Abi Waqqash sebelum
perang Qadisiyah, “Jika engkau sudah usai Perang
Qadisiyah, hendaknya gudang senjata kalian
berada di wilayah tersebut.”68
4. Membangun
Pola
Hubungan
Penguasa Persia dan Romawi
Edisi 08/Mei 2016
Kesimpulan
Adalah sebuah fakta bahwa khalifah Umar bin
Khaththab telah berhasil meruntuhkan hegemoni
Persia dan Romawi di Syam, Irak, Mesir, Jazirah
Arab, serta negeri-negeri sekitarnya. Hegemoni
Persia berakhir dengan kekalahan mereka di Perang
Nahawand, sementara hegemoni Romawi mulai
pudar tatkala Al-Quds diserahkan kepada umat
Islam dan kembalinya kaisar Romawi ke negeri
asalnya. Yang cukup mencengangkan adalah hal
itu hanya berlangsung dalam waktu yang relatif
singkat, kurang dari sepuluh tahun.
dengan
Hubungan Umar bin Khaththab dengan raja
Persia adalah hubungan peperangan. Raja Persia
dan pasukannya hancur binasa ketika ia menghalau
pasukan Islam yang berhasil menyerang negerinya
serta menundukkan kekuasaannya. Adapun
mengenai hubungan Umar dengan Kaisar Romawi
adalah hubungan perdamaian. Terjadi perdamaian
antara dua negara semenjak Syam dan Jazirah Arab
berhasil dibebaskan pada masa Umar. Terjadi
korespondensi antara kedua pihak.
Keberhasilan Umar meruntuhkan hegemoni
Persia dan Romawi tidak terlepas dari foreign
policy yang diambilnya, yaitu dengan membangun
karakter pembebasan Islam yang kokoh,
memilih para panglima dan gubernur yang
tepat dan mengevaluasi kinerja mereka, sangat
memperhatikan keamanan perbatasan-perbatasan
67Ash-Shallabi, Fash Al-Khitab ..., hal. 612-613.
68Ath-Thabari, Tarikh ar-Rusul wa Al-Muluk, jilid. 3, hal. 491.
69Ash-Shallabi, Fash Al-Khitab ..., hal. 617.
70Ath-Thabari, Tarikh ar-Rusul wa Al-Muluk, jilid 4, hal. 260.
19
Laporan Bulanan
SYAMINA
negeri Islam, dan membangun pola interaksi
dengan penguasa Persia dan Romawi.
Tentu saja, keberhasilan Umar bin Khaththab
dalam meruntuhkan hegemoni Persia dan
Romawi bukan sekedar lantaran kecerdasan
dan kebrilianannya sebagai pemimpin. Seluruh
tindakan yang ia lakukan, dapat dibilang, muncul
dari keyakinannya kepada Islam. Dari keyakinan
itulah muncul suatu kerakter mulia, dan dari
karakter mulia muncul tindakan dan sikap yang
juga mulia.
Di sisi lain, keberhasilan foreign policy Umar bin
Khaththab tentu tidak terlepas dari keberhasilannya
dalam mengelola berbagai aspek internal dalam
pemerintahannya, terkhusus masalah ekonomi.
Bagaimanapun, foreign policy yang terwujud
dalam bentuk jihad tentu membutuhkan biaya dan
sumberdaya manusia yang tidak sedikit. Umar bin
Khaththab berhasil mengimbangi foreign policynya dengan manajemen ekonomi yang baik. Selain
dari zakat, fa’i, ghanimah, jizyah dan kharaj yang
sudah ada sejak masa Rasulullah n dan Abu Bakar,
Umar juga berusaha menambah pemasukan negara
dengan menetapkan ‘usyur. ‘Usyur adalah sejenis
pajak atau bea cukai yang diambil dari pedagang
non-Muslim yang melintas atau berdagang di
wilayah Islam.
Walhasil, perkataan Mahmud Syit Khathahb
atas jasa Umar bin Khaththab terhadap Islam
mungkin merupakan gambaran tepat. Ia
menuturkan, “Jika penyebab kemenangan Islam
sangatlah banyak, maka penyebab utama dari
berbagai sebab tersebut adalah karakter akhlak
dan kepemimpinan yang tiada bandingnya dari
Umar bin Khaththab. Anugerah itu tidak terulang
kembali pada orang lain seiring berjalannya masa,
kecuali hanya sedikit.” [Ali Sadikin]
20
Edisi 08/Mei 2016
Download