bab ii tinjauan pustaka

advertisement
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ruang Terbuka Hijau
2.1.1 Pengertian
Ruang Terbuka Hijau (RTH) menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan,
dituliskan bahwa RTH perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan
perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat
ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Selanjutnya disebutkan pula bahwa
dalam RTH pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuhtumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman (Hermit 2008).
2.1.2 Jenis Ruang Terbuka Hijau
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 pada pasal 6 tentang
Penataan RTH Kawasan Perkotaan mengklasifikasikan jenis-jenis RTH meliputi
23 jenis yakni:
1. Taman kota.
2. Taman wisata alam.
3. Taman rekreasi.
4. Taman lingkungan perumahan dan permukiman.
5. Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial.
6. Taman hutan raya.
7. Hutan kota.
8. Hutan lindung.
9. Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng, dan lembah.
10. Cagar alam.
11. Kebun raya.
12. Kebun binatang.
13. Pemakaman umum.
7
14. Lapangan olahraga.
15. Lapangan upacara.
16. Lapangan parkir terbuka.
17. Lahan pertanian perkotaan.
18. Jalur di bawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET).
19. Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ, rawa.
20. Jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas, pedestrian.
21. Kawasan jalur hijau.
22. Daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara.
23. Taman atap.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 tahun 2007 ditinjau dari
manfaatnya terdapat delapan jenis RTH yaitu:
1. RTH untuk mencerminkan identitas suatu daerah.
2. RTH untuk sarana penelitian dan pendidikan.
3. RTH untuk sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial.
4. RTH untuk meningkatkan ekonomi lahan perkotaan.
5. RTH yang dapat menimbulkan rasa bangga dan prestise daerah.
6. RTH sebagai sarana aktifitas sosial.
7. RTH untuk sarana evakuasi untuk keadaan darurat.
8. RTH yang dapat meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.
2.1.3 Manfaat dan peranan Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau (RTH) memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi
ekologis dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan
fungsi ekonomi (DPU 2005). Fungsi ekologis RTH adalah sebagai pelindung
sumberdaya penyangga kehidupan manusia sedangkan fungsi lain RTH dari segi
arsitektural, sosial dan ekonomi adalah sebagai penambah kualitas lingkungan dan
budaya kota dengan menambah keindahan kota serta sebagai tempat bagi
masyarakat untuk bersoaialisasi.
RTH pada daerah perkotaan memiliki fungsi sebagai penyangga kehidupan
masyarakat, hal ini disebabkan oleh manusia yang tinggal di daerah perkotaan
membutuhkan suatu kehidupan yang sehat dan bebas polusi untuk hidup dengan
nyaman. Peran RTH dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan
8
kenyamanan lingkungan adalah sebagai ruang bernafas yang segar serta sebagai
tempat rekreasi karena memiliki nilai keindahan secara visual.
Manusia juga membutuhkan kehadiran lingkungan hijau di tengah-tengah
wilayah kota. Oleh karena itu, manfaat ruang terbuka hijau juga sebagai pelembut
kesan keras dari struktur fisik, membantu manusia mengatasi tekanan dari
kebisingan, udara panas, dan polusi di sekitarnya.
Menurut Fakuara (1987), tujuan dan sasaran pembuatan RTH adalah untuk:
1. Memelihara keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan.
2. Memperkecil berbagai polusi lingkungan seperti pencemaran udara, air,
suara, dan visual.
3. Menciptakan lingkungan perkotaan yang baik dan nyaman.
Dalam Fakuara (1987) juga disebutkan bahwa fungsi dan manfaat hutan kota
atau RTH bagi kota adalah sebagai:
1.
Konservasi tanah dan air.
2. Sarana kesehatan dan olahraga.
3. Wadah rekreasi dan wisata, kesegaran dan keindahan.
4. Pengendalian pencemaran.
5. Habitat satwa liar.
Berdasarkan fungsi dan manfaat RTH bagi kehidupan masyarakat, dapat
diketahui bahwa RTH merupakan salah satu komponen ruang kota yang perlu
diperhatikan tingkat ketersediaannya baik secara kuantitas maupun kualitas dalam
proses perencanaan kota. Keberadaan RTH perlu dikelola secara berkelanjutan
agar tercipta kota yang berwawasan lingkungan.
2.1.4 Kebijakan RTH di Kota Bogor
Berdasarkan kebijaksanaan Pengembangan RTH dalam RTRW Kota Bogor
tahun 1999-2009, pengembangan RTH di Kota Bogor berupa:
1. Pengembangan RTH kota yang dapat menjaga keseimbangan dan kelestarian
lingkungan serta mengurangi dampak pembangunan kota.
2. Pengembangan fungsi RTH kota ditujukan untuk mendapatkan proporsi
yang baik antara dimensi ruang terbuka kota dengan bangunan baik secara
vertikal maupun horizontal.
9
3. Pengembangan RTH kota yang dapat memberikan kesan estetika yang indah
dan menguatkan identitas Bogor.
4. Pengembangan RTH kota sesuai dengan fungsi dan hierarkinya untuk
memenuhi kebutuhan penduduk akan ruang terbuka yang sekaligus dapat
menunjang kegiatan perkotaan.
5. Menetapkan kawasan-kawasan hijau makro sebagai fungsi konservasi untuk
menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan.
6. Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengembangan RTH
kota dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
pengendalian sebagai bentuk peran serta aktif masyarakat dalam perencaan
tata ruang kota.
2.1.5 Kebun Raya Bogor sebagai bagian dari RTH
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 pada pasal
6, dicantumkan bahwa Kebun Raya merupakan salah satu jenis RTH. Kebun raya
merupakan tempat berbagai macam varietas tumbuhan yang ditanami dengan
tujuan untuk kegiatan penelitian, pendidikan, ornamental, termasuk di dalamnya
meliputi perpustakaan, herbarium, greenhouse dan arboretum (Mamiri 2008).
Sabarna (2006) menyatakan bahwa terdapat empat kebun raya yang digunakan
sebagai kawasan ex-situ yaitu (1) KRB yang memiliki tanaman khas ekosistem
hutan hujan tropika; (2) Kebun Raya Cibodas dengan koleksi tanaman dataran
tinggi yang beriklim basah daerah tropis dan tanaman sub tropis;(3) Kebun Raya
Purwodadi dengan koleksi tanaman dataran rendah, iklim kering daerah tropis;
dan (4) Kebun Raya Eka Karya yang memiliki koleksi tanaman dataran tinggi
beriklim kering.
2.2 Bioekologi Kupu-kupu
2.2.1 Klasifikasi
Kupu-kupu termasuk ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Insecta dan Ordo
Lepidoptera (Lepis: sisik, pteron : sayap) karena memiliki sisik halus pada
sayapnya. Ordo ini dibagi menjadi dua sub ordo, yaitu Heterocera yang terdiri
dari ngengat dan Rhopalocera yang terdiri dari kupu-kupu (Barrett & Burns
10
1951). Menurut Preston-Mafham R & Preston-Mafham K (1999) secara
taksonomi, kupu-kupu diklasifikasikan dalam:
Kelas
: Insecta
Ordo
: Lepidoptera
Subordo
: Rhopalocera
Pembagian ordo tersebut berdasarkan ciri khas masing–masing ordo, yaitu:
(1) sayap kupu-kupu bergandengan pada tiap sisi, sedangkan sayap belakang
ngengat mengikat sayap depan; (2) ujung antenna kupu-kupu meluas sedangkan
ngengat tidak; (3) biasanya kupu-kupu terbang pada siang hari sedangkat ngengat
terbang pada malam hari; (4) pada waktu istirahat, sayap kupu-kupu tegak
sedangkan sayap ngengat tidak berdiri (Dephut 1994).
Pembagian famili kupu-kupu berdasarkan prosiding Symposium of the Royal
Entomogical Society of London (1984) diklasifikasikan menjadi lima famili, yaitu:
1. Papilionidae
Borror et al. (1992) mengemukakan bahwa famili Papilionidae disebut juga
sebagai kupu-kupu ekor burung walet, hal ini dikarenakan pada ujung sayapnya
seperti terdapat tambahan sayap meruncing yang menyerupai ekor. Famili ini
terdiri dari 566 spesies yang tersebar di seluruh dunia (Emmel et al. 1992).
Tubuh dari spesies pada famili ini rata-rata berukuran cukup besar (Scott
1986), namun tidak semua spesies dalam famili ini memiliki ekor pada sayap
belakangnya. Sebagian besar spesiesnya memiliki sayap yang biasanya berwarna
hitam dengan tanda warna putih atau warna cerah yang lain (Schulze 2001).
Jenis famili kupu-kupu ini terbang dengan cepat dan kuat namun jarang
bermigrasi ke area yang baru (Emmel et al. 1992). Kupu-kupu jantan terbang
lebih cepat daripada betina, hal ini dikarenakan tubuhnya yang lebih ringan dan
sayapnya yang lebih kecil (Guppy & Shepard 2001). Setiap jenis kupu-kupu
Papilionidae mempunyai inang yang berbeda tetapi sebagian besar kupu-kupu
yang memiliki genus yang sama memiliki inang yang sama (Suhara 2009).
Larvanya memakan berbagai jenis tumbuhan jenis dikotil (Emmel et al. 1992).
Vane et al. (1984) menyatakan bahwa pakan ulat famili ini berasal dari famili
tumbuhan Aristolochiaceae, Annonaceae, dan Lauraceae.
11
Kupu-kupu jenis famili ini banyak yang diperdagangkan, oleh karena itu
pemerintah menetapkan 19 jenis kupu-kupu Papilonidae sebagai kupu-kupu yang
dilindungi. Genus Troides dan Orthoptera dimasukkan ke dalam Appendix II
CITES (Soehartono & Mardiastuti 2002).
2. Pieridae
Famili Pieridae terdiri dari 1.100 spesies di seluruh dunia (Scott 1986).
Famili ini banyak tersebar di wilayah Asia dan Amerika Selatan dan banyak
ditemukan di area hutan terbuka yang lembab dan di hutan tropis (Braby 2000).
Ukuran kupu-kupu pada famili Pieridae, seperti yang dikemukakan dalam
Guppy dan Shepard (2001) berukuran sedang dan bersifat dimorfik dengan ciri
fisik antara kupu-kupu jantan berbeda dengan kupu-kupu betina. Sebagian besar
spesies anggota famili ini berwarna putih, kuning, atau oranye kekuningan dengan
bagian bawah dari sayap belakang berwarna cerah (Schulze 2001).
Scott (1986) menyatakan bahwa semua spesies dari jenis ini terbang
mendekati jenis-jenis bunga untuk mengambil nektarnya, kecuali pada beberapa
spesies di daerah tropis. Kupu-kupu jantan pada famili Pieridae selalu terbang
berpatroli untuk mencari kupu-kupu betina dan mengeluarkan feromon untuk
menarik kupu-kupu betina. Braby (2000) menambahkan bahwa kebiasaan migrasi
ditemukan pada kupu-kupu pada famili ini diseluruh dunia. Larva famili ini
memakan jenis-jenis tumbuhan dikotil, yaitu dari famili Cruciferae dan
Leguminoceae (Scott 1986) dan juga Fabaceae, Santalaceae dan Lauraceae (Vane
et al. 1984).
3. Nymphalidae
Schulze (2001) menulis bahwa kupu-kupu pada famili Nymphalidae disebut
juga sebagai “kupu-kupu berkaki empat” karena sepasang kaki depannya tidak
dapat digunakan untuk berjalan. Famili ini merupakan famili dengan anggota
terbanyak di dunia yakni terdiri dari sekitar 5.000 spesies (Layberry et al. 1998).
Kupu-kupu dari famili ini memiliki sayap depan yang panjang dan sempit,
antena panjang, dan tubuh yang ramping (Garth & Tilden 1986). Kaki depan dari
spesies pada famili ini ditumbuhi oleh rambut yang panjang sehingga disebut juga
sebagai kupu-kupu berkaki sikat (Layberry et al. 1998). Vegetasi yang merupakan
12
pakan ulatnya antara lain berasal dari family Araceae, Gramineae, Verbenaceae,
dan Moraceae (Vane et al. 1984)
4. Lycaenidae
Famili Lycaenidae terdiri dari 4.700 jenis kupu-kupu yang tersebar di dunia
terutama di daerah tropis (Scott 1986). Kupu-kupu pada famili ini disebut juga
sebagai kupu-kupu bersayap tipis karena sayapnya yang tipis dan lembut (Guppy
& Shepard 2001).
Tilden (1965) menyatakan bahwa kupu-kupu pada famili Lycaenidae
merupakan jenis kupu-kupu yang berukuran kecil dan bersifat seksual dimorfik,
dicirikan dengan warna kupu-kupu betina lebih kusam daripada kupu-kupu jantan.
Cara terbang dari famili ini cepat dan tidak menentu serta terbangnya tidak terlalu
jauh (Heath & Clarke 2004). Oleh karena itu, sebagian besar anggota famili ini
tidak melakukan migrasi namun merupakan penerbang yang kuat karena tubuh
dan sayapnya yang besar (Scott 1986).
Emmel et al. (1992) menyatakan bahwa larva dari kupu-kupu dalam famili
Lycaenidae memakan tumbuhan jenis dikotil terutama pada bunga dan buah yang
masih muda. Vegetasi yang menjadi pakan ulatnya berasal dari famili Fagaceae
dan Myrtaceae (Vane et al. 1984).
5. Hesperidae
Famili Hesperidae terdiri dari 3.500 spesies di seluruh dunia (Braby 2000).
Family ini disebut juga sebagai “skippers”, hal ini disebabkan karena cara
terbangnya yang cepat, kontras dengan cara terbang kupu-kupu yang lebih lambat
(Guppy & Shepard 2001).
Kupu-kupu dewasa pada famili Hesperidae berukuran kecil sampai sedang,
kepala meluas, badan yang gemuk dan sayap yang pendek (Braby 2000). Kupukupu pada famili ini memiliki antena berbentuk melengkung atau bengkok
(Schulze 2001). Bagian thoraknya tebal dan berotot sehingga mereka dapat
terbang dengan cepat (Scott 1986). Kebanyakan memiliki warna yang kusam,
coklat atau abu-abu, dan terkadang berwarna mirip ngengat (Layberry et al.
1998).
Scott (1986) menyatakan bahwa kupu-kupu jenis ini jarang yang terbang
jauh dan hanya beberapa yang melakukan migrasi. Larva pada famili ini memakan
13
tumbuhan dari famili Myristiceae, lauraceae, dan Combretaceae (Vane et al.
1984).
2.2.2 Morfologi
Morfologi dari kupu-kupu menurut Morgan (2006) terbagi menjadi tiga
bagian yakni caput (kepala), thorax (dada) dan abdomen (perut). Tubuh kupukupu dilapisi oleh eksoskeleton yang terdiri dari lapisan kitin (Devies 2008).
Lapisan ini tidak tembus air dan tidak larut asam organik. Tiap ruas mempunyai
tiga bagian yang jelas dapat dibedakan, yaitu bagian tergum yang terletak di
sebelah punggung (dorsal), sternum di sebelah bawah badan (ventral) dan pleuron
yang menghubungkan kedua bagian yang telah disebut di sisi kanan dan kiri
tubuhnya (lateral) (Hadi et al. 2009).
Pada bagian kepala kupu-kupu memiliki sepasang mata majemuk, sepasang
antena dan proboscis yang digunakan untuk menghisap nektar bunga. Labia palpi
digunakan sebagai organ perasa untuk menguji kecocokan sumber makanan.
Bagian thoraks dibagi menjadi tiga bagian yaitu prothoraks, mesothoraks, dan
metathoraks . Kupu-kupu memiliki dua pasang sayap dan tiga pasang kaki yang
terdapat pada ruang dada. Kaki-kaki tersebut terdapat pada tiap segmen dada
sedangkan dua pasang sayap terdapat pada metathoraks dan mesothoraks. Kaki
kupu-kupu dibagi menjadi coxa, trochanter, femur, dan tibia (Gambar 2).
Keterangan :
1.Antena
9.Abdomen (perut)
2. Mata majemuk
10. Sayap belakang
3. Kepala
11. Sayap depan
4. Proboscis
12. Outer margin
5.Thorax (dada)
13. Coastal margin
6. Tibia (tulang kering) 14. Saraf
7. Tarsus(tulang paha)
15 Sel
8. Femur
Sumber: www.animalcorner.co.uk
Gambar 2 Anatomi kupu-kupu.
Pada famili kupu-kupu tertentu kaki depannya tereduksi sehingga tidak
dapat digunakan untuk melakukan pergerakan. Abdomen terdiri dari organ-organ
14
pencernaan, ekskresi, dan reproduksi dan terdiri dari sepuluh segmen. Abdomen
dibagi menjadi sepuluh segmen. Segmen ujung adalah alat kelamin dari kupukupu (Morgan 2006; Preston-Mafham R & Preston-Mafham K 1999).
2.2.3 Reproduksi
Borror et al. (1996) menyatakan bahwa selama proses kopulasi kupu-kupu
jantan menempelkan alat kelaminnya dan spermatofor (saluran sperma) dalam
satu lubang yang berhubungan dengan vagina kemudian ke spermateka oleh
spermatofor selanjutnya sperma bergerak. Proses ini terjadi sekitar 6-8 jam.
Setelah proses perkawinan, kupu-kupu betina mencari jenis tanaman yang sesuai
untuk meletakkan telur-telurnya.
2.2.4 Siklus hidup
Kupu-kupu merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna
(holometabola) karena kehidupannya melalui fase telur-larva-pupa-dewasa
(Gambar 3). Dalam daur hidup tersebut kupu-kupu memerlukan makanan pada
saat larva dan dewasa dimana ketika dalam fase larva memakan bagian-bagian
tumbuhan seperti daun dan buah, lalu setelah berkembang menjadi dewasa
memakan nektar.
Lebih lanjut, Preston-Mafham R dan Preston-Mafham K (1999) menjelaskan
keempat fase metamorfosis kupu-kupu sebagai berikut:
1. Telur
Kupu-kupu terbentuk di dalam ovarioles. Telur-telur yang telah dibuahi
kemudian ditaruh pada tumbuhan yang menjadi sumber pakan larva. Telur-telur
tersebut berbeda baik dari segi bentuk dan juga warnanya, sesuai dengan
spesiesnya. Telur-telur tersebut berbentuk bulat kecil dan berwarna putih atau
kuning pucat.
2. Larva
Telur-telur tersebut akan menetas antara tiga sampai lima hari. Larva yang
menetas dari telur kemudian memakan selaput cangkang pembungkus telurnya.
Larva akan terus berkembang namun kulit luarnya tidak meregang sehingga larva
tersebut akan berganti kulit. Larva berganti kulit empat sampai enam kali. Periode
antara pergantian kulit (molting) disebut instar. Sebelum kulit luarnya
mengelupas, kulit barunya sudah terlebih dahulu terbentuk di bawah lapisan
15
eksoskeleton. Apabila pertumbuhan larva sudah maksimal maka larva akan
berhenti makan kemudian melekatkan diri pada ranting atau daun dengan
anyaman benang sehingga larva memasuki fase pupa.
3. Pupa
Proses metamorfosis dalam bentuk pupa dilakukan pada tempat-tempat
tertentu tergantung dari spesies kupu-kupu tersebut. Terdapat spesies-spesies yang
membentuk pupa di tanah, dibelakang batang atau di tempat lain. Pembentukan
kupu-kupu dalam fase pupa antara 7-20 hari sesuai spesies kupu-kupu tersebut.
4. Imago
Ketika
proses
perkembangannya
sudah
sempurna
dan
kondisi
lingkungannya sesuai maka kupu-kupu akan keluar dari pupa. Kupu-kupu akan
keluar dengan cara membelah selaput yang mengelilinginya atau dengan
mensekresikan cairan yang dapat melunakkan selaput pembungkusnya. Setelah
itu, permukaan dorsalnya akan membelah sehingga
akan keluar kupu-kupu.
Setelah keluar, kupu-kupu harus menyesuaikan diri agar sayapnya mengering lalu
kupu-kupu dapat terbang. Fase ini membutuhkan waktu antara tiga sampai empat
jam. Siklus hidup dari kupu-kupu relatif singkat yaitu antara tiga sampai empat
minggu.
Sumber: Suhara 2009
Gambar 3 Metamorfosis kupu-kupu.
16
2.2.5 Ekologi
Dalam suatu habitat, terdapat populasi kupu-kupu baik dalam jumlah kecil
maupun besar (Smart 1976). Ukuran populasi kupu-kupu dipengaruhi oleh faktor
dependen dan independen, faktor dependen adalah faktor yang mempengaruhi
populasi dan memiliki ketergantungan terhadap jumlah individu, misalnya pakan
dan ruang sedangkan faktor independen adalah faktor yang mempengaruhi
populasi tanpa mempertimbangkan jumlah dari satwa yang ada, misalnya iklim.
Menurut Sihombing (1999), faktor dependen lebih banyak berperan sehingga
dapat disimpulkan bahwa kelimpahan kupu-kupu ditentukan oleh ciri bawaan
individu dan faktor-faktor lingkungan. Faktor dependen juga berperan dalam
meninggikan atau menurunkan kelimpahan kupu-kupu sehingga menyebabkan
perbedaan kelimpahan di tiap habitat dan perubahan kelimpahan dalam kisaran
waktu tertentu dalam habitat yang sama. Faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi tersebut dibagi menjadi faktor biotik dan abiotik, yaitu :
2.2.5.1 Faktor biotik
a) Vegetasi
Komponen habitat yang penting bagi kupu-kupu adalah vegetasi sebagai
sumber pakan, tempat untuk berkembang biak dan cover untuk berlindung (Clark
et al. 1966). Jenis vegetasi yang digunakan sebagai tempat berlindung kupu-kupu
umumnya merupakan pohon-pohon besar dan tinggi.
Kupu-kupu dapat digolongkan sebagai pemakan tumbuhan (fitofagus atau
herbivora) karena pada saat larva memakan dedaunan dan setelah dewasa
memakan nektar tumbuhan berbunga. Devies (2008) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa kupu-kupu sebagian besar mendatangi bunga dengan warna
cerah, terutama warna kuning, merah, atau biru. Hubungan saling ketergantungan
antara tumbuhan dengan kupu-kupu diketahui dari terpenuhinya kebutuhan nutrisi
kupu-kupu dari nektar dan pentingnya polinasi untuk kelanjutan hidup tumbuhan,
hal ini menimbulkan terjadinya spesiasi dalam evolusi serangga polinator yang
membutuhkan tumbuhan berevolusi bersamanya sedangkan bagi tumbuhan tanpa
terjadinya polinasi dapat menyebabkan kurangnya reproduksi tumbuhan dan
dengan demikian mengurangi makanan untuk hewan yang bergantung padannya
17
(Hadi et al. 2009). Selain itu, tumbuhan memiliki fungsi sebagai tempat kupukupu meletakkan telur-telurnya dimana telur-telur tersebut diletakkan pada
tumbuhan yang menjadi pakan larvanya. Dikarenakan hubungan saling
ketergantungan tersebut, apabila dalam suatu daerah kurang terdapat vegetasi
yang menjadi sumber pakan kupu-kupu, maka kupu-kupu dapat melakukan
pergerakan untuk mencari daerah baru yang menyediakan sumber makanan
ataupun tempat berlindung bagi kupu-kupu.
b) Hewan lain
Persaingan pada kupu-kupu disebabkan penggunaan sumberdaya yang sama,
misalnya makanan, air, dan ruang baik pada individu jenis yang sama ataupun
berbeda. Persaingan dapat terjadi antara kupu-kupu dan ulat, hal tersebut
disebabkan oleh kupu-kupu yang membutuhkan nektar dari bunga sedangkan ulat
membutuhkan daun (Smart 1976). Smart (1976) menjelaskan bahwa kupu-kupu
tidak menyerang antar sesama kupu-kupu melainkan merupakan mangsa bagi
predator seperti katak, kadal, dan cicak.
Scoble (1995) menerangkan tentang kedudukan kupu-kupu sebagai mangsa
dari burung, kelelawar, parasitoid, dan mamalia. Selain itu hewan lain juga dapat
menjadi predator bagi kupu-kupu, misalnya semut, reptil, atau amfibi. Faktor
tersebut
mempengaruhi
fluktuasi
dalam
perkembangbiakan
kupu-kupu.
Arthropoda biasanya memakan telur, larva, atau pupa sedangkan vertebrata
memakan larva atau pupa.
c) Manusia
Beberapa jenis kupu-kupu merupakan sumber protein bagi manusia.
Misalnya, ulat sutra (Bombix mori) selain menghasilkan sutera juga merupakan
sumber makanan pada beberapa tempat di Asia dimana pupanya dimakan (Scoble
1995). Selain itu, kupu-kupu pisang (Eryonata thrax) merupakan sumber bahan
makanan di Mexico (Sihombing 1999)
2.2.5.2 Abiotik
a) Suhu
Kupu-kupu merupakan hewan berdarah dingin (poukilothermik) karena suhu
tubuhnya akan meningkat atau menurun sesuai dengan suhu lingkungan di
sekitarnya (Simanjuntak 2000). Kupu-kupu membutuhkan suhu tubuh antara 280-
18
350C sebelum dapat terbang, sedangkan apabila suhu tubuhnya di atas 420C dapat
menyebabkan kupu-kupu tersebut mati (Guppy & Shepard 2001). Oleh karena itu,
sayap kupu-kupu berfungsi sebagai thermoregulator. Pada saat udara dingin,
kupu-kupu merentangkan sayapnya, tetapi ketika cuaca panas akan mencari
tempat berteduh (Simanjuntak 2000).
b) Kelembaban
Kelembaban diperlukan dalam menjaga perkembangan telur kupu-kupu
(Mikula 1997). Apabila kelembaban dalam suatu daerah tertentu terlalu tinggi
atau rendah dapat menyebabkan perkembangan telur tersebut terhambat atau
bahkan terhenti. Hal ini juga terjadi pada fase pupa, karena pada fase tersebut
membutuhkan kelembaban yang stabil sehingga dapat medukung kehidupan dan
perkembangan pupa.
c) Sumber air
Air sangat dibutuhkan oleh kupu-kupu sebanding dengan perlunya akan
nektar (Mikula 1997). Pada fase larva, larva mengambil air dari tanaman dan pada
saat dewasa kupu-kupu juga melakukan hal yang sama.
d) Cahaya matahari
Kupu-kupu pada daerah beriklim sedang menghabiskan waktunya lebih
banyak untuk berjemur (basking) dibandingkan dengan kupu-kupu dari daerah
beriklim tropis yang memiliki temperatur yang relatif lebih stabil (PrestonMafham R & Preston-Mafham K 1999). Kupu-kupu berjemur untuk dapat
terbang, apabila otot yang digunakan untuk terbang menerima suhu sebesar 300C.
2.2.6 Sifat
2.2.6.1 Waktu aktif
Kupu-kupu merupakan satwa yang bersifat diurnal atau yang aktif pada
siang hari. Menurut Sihombing (1999), kupu-kupu mulai beraktivitas pada pukul
08.00-10.00 untuk mencari makanan. Pada siang hari kupu-kupu beristirahat di
puncak-puncak pohon dan beberapa diantarannya turun ke bawah untuk minum
pada pukul 12.00-14.00. Sore hari antara pukul 15.00-17.00 kupu-kupu kembali
mencari makanan. Meskipun demikian, jadwal makan dapat tertunda apabila
cuaca hujan atau berkabut.
19
2.2.6.2 Habitat dan penyebaran
Habitat dapat didefinisikan sebagai tempat organisme hidup, Alikodra
(1990) mendefinisikan habitat sebagai suatu tempat yang digunakan sebagai
tempat makan, minum, berlindung, bermain, dan berkembangbiak. Habitat dari
kupu-kupu tersebar dari pelosok pedesaan, hutan sekunder dan primer. Spesies
tertentu cenderung banyak ditemukan pada kondisi lingkungan yang sama
disepanjang area distribusinya (Romoser 1993).
Kupu-kupu menyebar pada tempat-tempat yang menyediakan tumbuhan
sebagai sumber pakan dan tempat berlindungnya (shelter). Neville (1993)
menyatakan bahwa kupu-kupu sering mengunjungi tempat-tempat lembab di
sepanjang aliran sungai maupun semak belukar yang merupakan tempat yang
sering dikunjungi kupu-kupu untuk makan, minum, dan berjemur. Kupu-kupu
menyukai tempat yang bersih dan tidak tercemar sehingga semakin beragam jenis
kupu-kupu maka menandakan bahwa lingkungan tersebut masih baik.
2.2.6.3 Pergerakan
Kupu-kupu melakukan dua macam pergerakan, yaitu pergerakan trivial
(non-migratori) dan migratori (Hadi et al. 2009). Pergerakan trivial adalah
pergerakan di sekitar habitat dan merupakan pergerakan yang dilakukan sepanjang
hidupnya untuk melangsungkan fungsi-fungsi hidupnya, misalnya pergerakan
kupu-kupu berpindah habitat untuk mencari nektar. Sedangkan pergerakan
migratori adalah pergerakan yang cukup jauh dan merupakan perilaku serangga
yang sudah teradaptasi secara periodik keluar dari batas reproduktifnya yang lama
ke tempat yang baru.
Migrasi dilakukan biasanya akibat keadaan lingkungan yang tidak
mendukung sehingga bergerak ke tempat yang lain yang keadaan lingkungannya
mendukung hidupnya (Scoble 1995). Johnson dalam Scoble (1995) membagi
konsep migrasi kupu-kupu menjadi tiga komponen. Pertama, migrasi dimulai
pada saat kupu-kupu mulai dewasa dan berakhir saat kupu-kupu mulai bertelur
sehingga migrasi melibatkan antara tempat berbiak yang satu dengan yang lain.
Kedua, migrasi melibatkan dispersal aktif. Ketiga, migrasi melibatkan
20
perpindahan eksodus dimana kupu-kupu akan terus terbang hingga mendapat
habitat yang sesuai.
Kecepatan terbang dari kupu-kupu tergantung dari ukuran tubuh dan pola
terbangnya. Kupu-kupu terbang tercepat dengan kecepatan 48 kilometer/jam dan
yang terlambat dengan kecepatan 5 kilometer/jam (Davies 2008). Davies (2008)
mencatat bahwa kupu-kupu Monarch (Danaus plexipus) mampu terbang
bermigrasi sejauh 4.635 kilometer dengan ketinggian terbang 3,353 meter.
2.2.7 Dasar hukum
Kupu-kupu memiliki banyak manfaat, misalnya spesimen dari kupu-kupu
banyak dimanfaatkan untuk souvenir atau kerajinan tangan, bahan industri kain
sutra, sebagai objek rekreasi dengan dipelihara dalam kandang, sumber protein,
atau bahan penelitian. Dengan potensi pemanfaatan kupu-kupu yang beragam
tersebut dan meningkatnya permintaan pasar, kupu-kupu banyak diperdagangkan.
Hal ini menyebabkan tingginya aktivitas penangkapan kupu-kupu sehingga
mengancam
kelestariannya.
Oleh
karena
itu,
pemerintah
mengeluarkan
kebijaksanaan berupa peraturan perundang-undangan yaitu UU No.5 tahun 1990
mengenai konservasi sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya. Pemerintah
menetapkan
peraturan
perundang-undangan
mengenai
kupu-kupu
yang
dikategorikan sebagai satwa dilindungi di Indonesia. Pemerintah menetapkan
terdapat 20 jenis kupu-kupu merupakan satwa yang dilindungi berdasarkan PP
No.7 tahun 1999. Jenis-jenis kupu-kupu sayap burung dilindungi berdasarkan
Peraturan
Menteri
Pertanian
No.576/Kpts/Um/8/1980
dan
Peraturan
No.716/Kpts/Um/ 8/1980, berdasarkan status keterancamannya dan distribusinya
yang terbatas.
Pemerintah juga menetapkan Keputusan Presiden No.43 tahun 1978
mengenai ratifikasi konvensi internasional perdagangan flora dan fauna (CITES).
CITES merupakan perjanjian internasional mengenai perdagangan jenis-jenis
satwa yang terancam punah dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kepunahan
spesies satwa dan tumbuhan di seluruh dunia akibat perdagangan (Dephut 2003).
Kupu-kupu yang diperdagangkan dimasukkan ke dalam Appendix II yang artinya
satwa-satwa tersebut tidak terancam punah namun harus diatur perdagangannya
21
karena apabila tidak dapat menjadi punah. Sebanyak 26 spesies masuk ke dalam
daftar ini. Daftar kupu-kupu yang dilindungi disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Daftar Kupu-kupu yang dilindungi undang-undang
No.
Nama Jenis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Ornithoptera goliath
O. akakeae
O. aesacus
O. croesus
O. meridionalis
O. paradisea
O. chimaera
O. rotschildi
O. thitonus
O. priamus
Troides hypolitus
T. vandepolli
T. aesacus
T. cuneifera
T. dohertyi
T. oblongomaculatus
T. plattorum
T. criton
T. riedelii
T. haliphron
T. plato
T. helena
T. meoris
T. rhadamanthus
T. andromache
T. amphrysus
Suku
(Famili)
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
Papilionidae
27
T. miranda
Papilionidae
28
29
Trogonoptera
brookiana
Chetosia myrina
Sebaran
Seram,Papua
Papua
Maluku Utara
Maluku
Papua
Papua
Papua
Papua
Papua
Maluku,Papua
Sulawesi,Papua
Sumatera, Jawa
Maluku
Sumatera,Jawa
P.Sangir,P.Talaud
Papua,Maluku
P.Buru
Maluku utara
P. Tanimbar
Sulawesi selatan
P.Timor
Sulawesi
Papua
Sulawesi
Papua
Sumatera, Jawa
Sumatera,
Kalimantan
PP No.7
Thn.1999
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
CITES
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Papilionidae
Sumatera,Jawa
√
√
Nympalidae
Sulawesi
√
-
Sumber: PP No.7 Tahun 1999 dan CITES
2.3 Potensi Ruang Terbuka Hijau sebagai Habitat Kupu-kupu
Ruang Terbuka Hijau (RTH) selain merupakan salah satu ikon pelestarian
kota juga memiliki fungsi ekologis dan fungsi estetika. Dari segi ekologis, RTH
merupakan sarana perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan
untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. Sedangkan dari fungsi estetika,
RTH menciptakan lingkungan alami yang berfungsi sebagai habitat satwa liar
22
seperti burung, mamalia, atau serangga yang memberikan nilai estetika bagi
masyarakat.
RTH yang ditumbuhi oleh berbagai macam tumbuhan dapat berfungsi
sebagai habitat kupu-kupu. Hal ini dikarenakan potensi berbagai jenis tumbuhan
tersebut dapat berfungsi sebagai sumber pakan dan juga tempat berlindung bagi
kupu-kupu. Selain itu, dengan fungsinya sebagai habitat dari kupu-kupu, RTH
dapat dipandang sebagai area pelestarian keanekaragaman hayati diluar kawasan
konservasi karena memungkinkan untuk dijadikan tempat pelestarian flora dan
fauna.
Download