Mikroba simbiotik usus serangga, isyaratkan terobosan biofuel

advertisement
17
Mikroba simbiotik usus serangga, isyaratkan terobosan biofuel
Boleh jadi, jauh di dalam usus serangga tersembunyi kunci bagi salah satu tantangan
industri biofuel: “Bagaimana secara mudah dan murah mengubah limbah biomassa
tanaman yang alot, lignoselulosa menjadi bahan bakar nabati (BBN) etanol yang
mendatangkan profit”. Belalang (Lucusta sp.), herbivora hama tanaman, ditemukan
periset di Amerika Serikat mengandung enzim-enzim sangat aktif memecah biomassa
lignoselulosa, endoglukanase dan silanase.
Di dunia, setiap tahunnya ada sekitar 50 juta ton biomassa lignin atau lignoselulosa
dihasilkan dari tanaman dan sebagian besar masih berupa limbah yang belum
termanfaatkan. Bahan organik yang alot ini merupakan karbohidrat nabati terbanyak ketiga
setelah sukrosa dan selulosa. Sukrosa dan selulosa telah dapat diubah menjadi etanol,
sementara lignoselulosa belum. Adanya cara untuk memproses molekul yang sangat alot
ini, dapat meningkatkan produksi biofuel dan memangkas gas rumahkaca yang
ditimbulkan dari apabila biomassa tersebut hanya dibakar saja sebagai limbah [1][2].
Serangga memiliki katalis alami yang dapat dieksploitasi untuk mengubah bahan tanaman
menjadi biofuel secara lebih efisien, menurut laporan para peneliti yang dipublikasikan
pada jurnal ilmiah PloS Genetics tahun 2013 ini [3]. Serangga herbivora seringkali
mengandalkan mikroba simbiotik di dalam ususnya untuk mencerna biomassa karbohidrat
ini, selulosa dan lignin, dari bahan tanaman.
Dengan membandingkan genom mikroba hasil analisis Metagenome, dari usus serangga
belalang, rayap dan ulat hama periset tersebut menemukan adanya keragaman mikroba
usus tersebut dan kemampuan mereka untuk memecah bahan tanaman sangat terkait
dengan apa yang biasa dimakannya. Penemuan ini dapat digunakan sebagai petunjuk
kedepan untuk pencarian enzim-enzim penting dalam industri biofuel generasi dua.
Penelitian juga menemukan bahwa mikroba simbion usus tersebut mengalami evolusi guna
beradaptasi dengan jenis makanan yang berbeda. Selain itu, ditemukan juga belalang
mungkin target yang baik untuk menemukan biokatalis karena ususnya mengandung enzim
yang dapat memecah molekul selulosa dan lignin. Aktivitas spesifik enzim endoglukanase
mikroba simbiotik dari usus belalang belasan kali lebih tinggi daripada enzim sejenis yang
dari usus ulat hama. Demikian juga enzim silanasenya, enzim silanase (xylanase) dari
belalang memiliki aktivitas spesifik yang lebih tinggi daripada yang dari ulat hama,
meskipun hanya beberapa persen [3]. Enzim silanase ini berperan penting dalam
mendegradasi struktur ikatan kovalen xylan-lignin [4].
Serangga merupakan salah satu kelompok organisme yang paling beragam di bumi yang
mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang beragam ekstrem. Khususnya,
serangga herbivore mampu memanfaatkan berbagai spesies tanaman sebagai makanannya.
Mikroba usus serangga (simbion) berperan penting dalam adaptasi serangga terhadap
berbagai jenis makanan dan mereka penting untuk degradasi biomassa lignoselulosa,
produksi nutrisi, detoksifikasi senyawa, dan adaptasi lingkungan [5][6]. Selain itu, simbion
usus serangga juga bersifat menurun pada serangga, dari generasi ke generasi berikutnya,
mengindikasikan bahwa mikrobiota simbiotik adalah komponen dinamis dari evolusi
kompetitif antara tanaman dengan serangga herbivora, juga sebagai pendorong untuk
spesifikasi serangga [7].
www.ibriec.org | Juli 2013 | 1(1), 17-19
Penulis: Djoko Santoso
18
Gambar variasi fisik dan makanan serangga belalang hama tanaman (www.google.com/search?q=%22
hama+belalang)
Di Indonesia, belalang (Lucusta sp.) masih merupakan serangga hama pada tanaman,
termasuk pada tanaman yang menghasilkan limbah pertanian lignoselulosa terbesar, yaitu
tanaman padi dan kelapa sawit [8][9]. Jerami dari padi dan tandan kosong dari kelapa sawit
adalah dua jenis limbah tanaman yang melimpah di Indonesia. Temuan bahwa belalang
mengandung enzim-enzim “sangat aktif” untuk mendegradasi biomassa limbah tersebut,
mengisyaratkan juga bagi Indonesia akan terobosan produksi biofuel generasi 2 yang
ramah lingkungan dan menjaga keamanan pangan.
Apakah isyarat ilmiah ini cukup kuat untuk ditangkap sebagai peluang yang kemudian
diterjemahkan menjadi program nyata pengembangan biofuel generasi dua, masih
menyisakan tanda tanya, terutama bagi kita.
Referensi:
[1] Jiao L. (2013) Insects’ gut microbes hint at biofuel breakthrough. SciDevNet. m.scidev.net/
global/biofuels/news/insects-gut-microbes-hint-at-biofuel-breakthrough-.html.
[2] Isroi (2013) Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik In Situ untuk Memenuhi
Kebutuhan Pupuk Petani. www.ibriec.org | 1(1):7-12.
www.ibriec.org | Juli 2013 | 1(1), 17-19
Penulis: Djoko Santoso
19
[3] Shi W, Xie S, Chen X, Sun S, Zhou X, Liu L et al. (2013) Comparative Genomic Analysis of
the Endosymbionts of Herbivorous Insects Reveals Eco-Environmental Adaptations:
Biotechnology Applications. PloS Genetics 9:1-12.
[4] Mora F, Comtat J, Barnoud F, Pla F, Noe P. (1986). Action of xylanases on chemical pulp
fibers. Part I: Investigations on cell-wall modifications. J. Wood Chem. Technol. 6:147-165.
[5] Shi WB, Ding SY, Yuan JS (2011) Comparison of insect gut cellulase and xylanase activity
across different insect species with distinct food sources. Bioenerg Res 4: 1–10.
[6] Shi WB, Uzuner U, Jesudhasan PR, Pillai SD, Yuan JY (2011) Comparative analysis of insect
gut symbiotic composition and diversity as adaptation to different food type. Biofuels 2: 529–
544.
[7] Moran NA, McCutcheon JP, Nakabachi A (2008) Genomics and evolution of heritable
bacterial symbionts. Annu Rev Genet 42: 165–190.
[8] Anonim (2013) Hama belalang serang tanaman padi di Tasikmalaya. Antarajawabarat.com,
25/4/2013.
[9] Rusli A. (2012) Mengenal belalang (Locusta migratoria) pada areal tanaman kelapa sawit.
www.pabriksawit.com, 14/1/2012.
www.ibriec.org | Juli 2013 | 1(1), 17-19
Penulis: Djoko Santoso
Download