Konperensi Perburuhan Internasional, Sidang ke-88, Tahun 2000 KONSULTASI TRIPARTIT STANDAR PERBURUHAN INTERNASIONAL KANTOR PERBURUHAN INTERNASIONAL – JENEWA KONSULTASI TRIPARTIT Konperensi Perburuhan Internasional Sidang ke-88, Tahun 2000-12-28 Laporan III (Bagian 1B) Butir ketiga dalam agenda: Informasi dan laporan mengenai aplikasi Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi Kajian Umum Mengenai Konvensi No. 144 Tahun 1976 tentang Konsultasi Tripartit (Standar Perburuhan Internasional) dan Rekomendasi Konsultasi Tripartit No. 152 Tahun 1976 (Kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional) Laporan Panitia Ahli mengenai Aplikasi Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi (pasal 19, 22, dan 35 Konstitusi) KONSULTASI TRIPARTIT KANTOR PERBURUHAN INTERNASIONAL – JENEWA Hak Cipta © Organisasi Perburuhan Internasional 2000 Pertama terbit tahun 2001 Hak cipta publikasi Kantor Perburuhan Internasional dilindungi oleh Protokol 2 dari Konvensi Hak Cipta Dunia (Universal Copyright Convention). Walaupun begitu, kutipan singkat yang diambil dari publikasi tersebut dapat diperbanyak tanpa otorisasi dengan syarat agar menyebutkan sumbernya. Untuk mendapatkan hak perbanyakan dan penerjemahan, surat lamaran harus dialamatkan kepada Publications Bureau (Rights and Permissions), International Labour Office, CH-1211 Geneva 22, Switzerland. Kantor Perburuhan Internasional akan menyambut baik lamaran tersebut. Perpustakaan, lembaga dan pengguna lainnya yang terdaftar dalam Kantor Lisensi Hak Cipta (Copyright Licensing Agency) di Inggris dengan alamat 90 Tottenham Court Road, London W1P OLP (Fax: + 44 (0)171 631 5500), Pusat Pengesahan Hak Cipta (Copyright Clearance Center) di Amerika Serikat dengan alamat 222 Rosewood Drive, Danvers, MA 01923 (Fax: + 1 508 750 4470) atau Organisasi Hak Perbanyakan (Reproduction Rights Organizations) terkait di negara lain, dapat membuat fotokopi sesuai dengan ijin lisensi yang dikeluarkan bagi mereka untuk keperluan tersebut. ISBN 92-2-811508-4 Diterjemahkan dari Tripartite Consultation (ISBN 92-2-111508-9) Sesuai dengan tata cara Perserikatan Bangsa-Bangsa, pencantuman informasi dalam publikasi-publikasi ILO beserta sajian bahan tulisan yang terdapat di dalamnya sama sekali tidak mencerminkan opini apapun dari Kantor Perburuhan Internasional (International Labour Office) mengenai informasi yang berkenaan dengan status hukum suatu negara, daerah atau wilayah atau kekuasaan negara tersebut, atau status hukum pihak-pihak yang berwenang dari negara tersebut, atau yang berkenaan dengan penentuan batas-batas negara tersebut. Dalam publikasi-publikasi ILO tersebut, setiap opini yang berupa artikel, kajian dan bentuk kontribusi tertulis lainnya, yang telah diakui dan ditandatangani oleh masing-masing penulisnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab masing-masing penulis tersebut. Pemuatan atau publikasi opini tersebut tidak kemudian dapat ditafsirkan bahwa Kantor Perburuhan Internasional menyetujui atau menyarankan opini tersebut. Penyebutan nama perusahaan, produk dan proses yang bersifat komersil juga tidak berarti bahwa Kantor Perburuhan Internasional mengiklankan atau mendukung perusahaan, produk atau proses tersebut. Sebaliknya, tidak disebutnya nama suatu perusahaan tertentu, produk atau proses tertentu yang bersifat komersil juga tidak dapat dianggap sebagai tanda tidak adanya dukungan atau persetujuan dari Kantor Perburuhan Internasional. Publikasi-publikasi ILO dapat diperoleh melalui penyalur-penyalur buku utama atau melalui kantor-kantor perwakilan ILO di berbagai negara atau langsung melalui Kantor Pusat ILO dengan alamat ILO Publications, International Labour Office, CH-1211 Geneva 22, Switzerland atau melalui Kantor Organisasi Perburuhan Internasional di Jakarta dengan alamat Gedung PBB, Lantai 5, Jl. M. H. Thamrin No. 14, Jakarta 10240. Katalog atau daftar publikasi terbaru dapat diminta secara cuma-cuma pada alamat tersebut. Dicetak di Jakarta, Indonesia, 2001 PCL IKHTISAR Paragraf 1. Pendahuluan .................................................................................. 1-27 2. Definisi dan metode implementasi ................................................ 28-51 3. Prosedur konsultasi ........................................................................ 52-73 4. Hal-hal yang perlu dibahas dalam konsultasi ................................ 74-117 5. Berfungsinya prosedur ................................................................... 118-135 6. Kesulitan-kesulitan dan prospek ratifikasi .................................... 136-148 Penutup ................................................................................................... 149-153 Lampiran-lampiran LAPORAN III(1B)-2000 DAFTAR ISI Paragraf 1. 2. 3. Pendahuluan ................................................................................. 1-27 I. Latar Belakang Kajian ........................................................... 1-4 II. Tripartisme pada Tingkat Internasional ................................. 5-7 III. Tripartisme pada Tingkat Nasional Dalam Kaitannya Dengan Standar Perburuhan Internasional ............................. IV. Isi Instrumen .......................................................................... 8-17 18-22 V. Peningkatan Jumlah Ratifikasi .............................................. 23-24 VI. Informasi yang Tersedia ......................................................... 25-26 VII. Garis Besar Kajian ................................................................. 27 Definisi dan Metode Implementasi ............................................. 28-51 I. Definisi ................................................................................... 28-47 II. Metode Implementasi ............................................................. 48-51 Prosedur Konsultasi ..................................................................... 52-73 I. Konsultasi dalam Kerangka Kelembagaan ............................ 55-68 II. Konsultasi melalui Komunikasi Tertulis ................................ 69-71 III. Prosedur-prosedur Konsultasi Lainnya .................................. 72-73 LAPORAN III(1B)-2000 Konsultasi Tripartit 4. Hal-hal yang Perlu Dibahas dalam Konsultasi ......................... 74-117 I. 77-107 Konsultasi tentang Standar Perburuhan Internasional .......... 1. Konsultasi yang diwajibkan oleh Konvensi ................. 2. Konsultasi-konsultasi tambahan yang diharapkan oleh Rekomendasi ...................................... 3. II. 5. 77-98 99-104 Konsultasi-konsultasi lain ............................................. 105-107 Konsultasi tentang Aspek-aspek lain dari Kegiatan-kegiatan ILO ........................................................... 108-117 1. Konsultasi-konsultasi yang disarankan oleh Rekomendasi ................................................................. 108-115 2. Konsultasi-konsultasi lain ............................................. 116-117 Berfungsinya Prosedur ................................................................ 118-135 I. Frekuensi Konsultasi ............................................................. 119-122 II. Dukungan Administratif ........................................................ 123-124 III. Pelatihan Para Peserta dalam Konsultasi ............................... 125-129 IV. Mengeluarkan Laporan Tahunan ........................................... 130-133 V. 6. Koordinasi dengan Badan-badan Nasional lain ..................... 134-135 Kesulitan-kesulitan dan Prospek Ratifikasi .............................. 136-148 I. Kesulitan-kesulitan yang menghalangi ratifikasi .................. 136-144 II. Prospek ratifikasi ................................................................... 145-148 Penutup ................................................................................................ 149-153 viii LAPORAN III(1B)-2000 Daftar isi Halaman Lampiran-lampiran A. B. C. D. E. F. Naskah Instrumen Perburuhan tahun 1976: Konvensi No. 144 dan Rekomendasi No. 152 ....................... 85 Naskah Rekomendasi Konsultasi No. 113 Tahun 1960 (Tingkat Industrial dan Nasional) .......................................... 97 Resolusi mengenai konsultasi tripartit di tingkat nasional tentang kebijakan ekonomi dan sosial, diterima dan disetujui oleh Konperensi Perburuhan Internasional pada tanggal 19 Juni 1996 ...................................................... 101 Ratifikasi Konvensi Konsultasi Tripartit No. 144 Tahun 1976 (Standar Perburuhan Internasional) ........................................ 107 Tabel laporan-laporan yang akan dan telah diterima mengenai Konvensi No. 144 dan Rekomendasi No. 152 ...... 109 Perundang-undangan yang dijadikan acuan dalam Kajian .... 117 LAPORAN III(1B)-2000 ix PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG KAJIAN 1. Dalam Sidangnya yang ke 267 pada bulan November 1996, Badan Pengurus Kantor Perburuhan Internasional telah memutuskan untuk meminta Negara Anggota yang belum meratifikasi Konvensi No. 144 Tahun 1976 mengenai Konsultasi Tripartit (Standar Perburuhan Internasional) untuk menyerahkan laporan mengenai hukum perburuhan nasional yang berlaku dan praktek perburuhan yang telah dianggap lumrah dan menjadi kebiasaan di negara masing-masing, yakni yang berkenaan dengan hal-hal yang menjadi pokok Konvensi. Keputusan ini sesuai dengan Pasal 19 ayat 5 (e) Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Berdasarkan keputusan ini, dan sesuai dengan Pasal 19 ayat 6 (d) Konstitusi, maka seluruh pemerintah Negara Anggota juga diminta menyerahkan laporan mengenai hukum dan praktek perburuhan nasional yang telah menjadi kebiasaan dan berlaku di negara masing-masing, yakni yang berkenaan dengan hal-hal yang menjadi pokok Rekomendasi No. 152 Tahun 1976 mengenai Konsultasi Tripartit (Kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional). Laporan-laporan yang diberikan sehubungan dengan keputusan tersebut bersama dengan laporan-laporan yang wajib diserahkan setiap dua tahun sekali menurut Pasal 22 dan Pasal 35 Konstitusi oleh Negara-negara Anggota yang telah meratifikasi Konvensi tersebut telah memungkinkan Panitia Ahli di Bidang Pelaksanaan Konvensi dan Rekomendasi (Committee of Experts on the LAPORAN III(1B)-2000 1 Konsultasi Tripartit Application of Conventions and Recommendations), sebagaimana lazimnya, untuk melakukan Kajian Umum mengenai pengaruh yang diberikan [oleh hukum dan praktek perburuhan nasional di masing-masing negara] terhadap pelaksanaan kedua instrumen perburuhan tersebut [yaitu Konvensi 144/1976 dan Rekomendasi 152/1976]. 2. Kajian ini merupakan Kajian Umum kedua mengenai Konvensi dan Rekomendasi mengenai konsultasi tripartit tahun 1976. Ketika Kajian sebelumnya1 dipresentasikan dalam Sidang ke 68 Konperensi Perburuhan Internasional pada bulan Juni 1982, Konvensi 144/1976 telah berlaku selama empat tahun dan telah diratifikasi oleh 27 negara. Dewasa ini, Konvensi 144/1976 telah diratifikasi oleh 93 negara. Jumlah ini sedikit melebihi setengah jumlah seluruh Negara Anggota ILO. Meskipun klausul-klausul menimbang yang dikemukakan dalam Kajian tahun 1982 dalam banyak hal masih relevan, klausul-klausul tersebut masih dapat dilengkapi dengan pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari dialog-dialog selama dua dasawarsa mengenai pelaksanaan Konvensi 144/1976 antara badan-badan pengawas ILO dan pemerintah-pemerintah Negara Anggota peratifikasi. 3. Mungkin akan ada manfaatnya untuk mengingat kembali konteks yang dijadikan dasar pemilihan instrumen perburuhan tersebut oleh Badan Pengurus dalam meminta laporan-laporan sesuai dengan Pasal 19 Konstitusi, yaitu bahwa pemilihan ini dilakukan mengikuti keputusan Konperensi Perburuhan Internasional (ILC) dalam Sidangnya yang ke 83 pada tahun 1996 untuk menerima kesimpulan-kesimpulan yang diajukan oleh Panitia Konsultasi Tripartit. Menurut kesimpulan-kesimpulan tersebut, ILO hendaknya “menggunakan semua cara yang layak,” antara lain, “untuk 1 ILO, General Survey of the Repor ts relating to Convention No. 144 and Recommendation No. 152 (Kajian Umum mengenai Laporan-laporan yang berkaitan dengan Konvensi No. 144 dan Rekomendasi No. 152), Konperensi Perburuhan Internasional (International Labor Conference/ ILC), Sidang ke 68, 1982, Laporan III (Bagian 4B). Kajian Umum ini selanjutnya disebut sebagai “Kajian Umum 1982”. 2 LAPORAN III(1B)-2000 Pendahuluan mendorong ratifikasi dan/ atau pelaksanaan secara efektif Konvensi No. 144 tahun 1976 mengenai Konsultasi Tripartit (Standar Perburuhan Internasional), Rekomendasi No. 152 tahun 1976 mengenai Konsultasi Tripartit (Kegiatan Organsasi Perburuhan Internasional), dan Rekomendasi No. 113 tahun 1960 mengenai Konsultasi (Tingkat Industrial dan Nasional)”.2 4. Akan tetapi, berdasarkan dokumen yang disiapkan oleh Kantor Perburuhan Internasional, Badan Pengurus tidak meminta laporan-laporan mengenai upaya-upaya yang dilakukan demi terlaksananya Rekomendasi No. 113.3 Karena itu, sejak awal hendaknya sudah dijelaskan bahwa subyek Kajian ini bukanlah pembahasan mengenai berbagai praktek konsultasi tripartit yang berkenaan dengan masalah-masalah perburuhan secara luas pada umumnya di tingkat nasional. Sebaliknya, fokus Kajian ini secara spesifik membahas syarat-syarat konsultasi tripartit dalam kaitannya dengan standar perburuhan internasional atau aspek-aspek lain kegiatan-kegiatan ILO yang tercakup oleh Rekomendasi No. 152. 2 Resolusi mengenai konsultasi tripartit pada tingkat nasional di bidang kebijakan ekonomi dan sosial, dalam ILO: Official Bulletin (Buletin Resmi) Volume LXXIX, 1996, Seri A, No. 2, hal 67-69. Lihat Lampiran C dalam buku ini. 3 Rekomendasi No. 113 direproduksi dalam Lampiran B buku ini. Panitia Ahli melakukan Kajian Umum mengenai Rekomendasi No. 113 ini pada tahun 1976: ILO: General Survey of the Repor ts relating to the Consultation (Industrial and National Levels) Recommendation (Kajian Umum terhadap Laporan-laporan yang berkaitan dengan Rekomendasi Konsultasi Tingkat Industrial dan Nasional), 1960 (No. 113), ILC, Sidang ke 61, 1976, Laporan III (Bagian 4B). Laporan yang disiapkan sebagai dasar kerja Komite Konsultasi Tripartit pada Sidang Konperensi tahun 1996 berisi analisa perkembangan terakhir di bidang ini: ILO: Tripar tite consultation at the national level on economic and social policy (Konsultasi Tripartit Tingkat Nasional mengenai Kebijakan Ekonomi dan Sosial), Konperensi Perburuhan Internasional (ILC), Sidang ke 83, 1996, Laporan IV. Referensi lain yang bermanfaat berisi studi perbandingan dan satu seri studi negara dan wilayah mengenai subyek ini: A. Trebilcock et al., Towards social dialogue: Tripartite cooperation in national economic and social policy-making (Menuju Dialog Sosial: Kerjasama Tripartit dalam Pembuatan Kebijakan Nasional di bidang Ekonomi dan Sosial), Geneva, ILO, 1994. LAPORAN III(1B)-2000 3 Konsultasi Tripartit II. T RIPARTISME PADA T INGKAT INTERNASIONAL 5. Sejak awal, peran inti ILO adalah mengupayakan kerjasama antar pemerintah, pengusaha, dan pekerja dalam menegakkan keadilan sosial melalui peraturan urusan perburuhan pada tingkat internasional, dengan tujuan untuk menciptakan “perdamaian yang universal dan abadi”.4 Komisi mengenai Perundang-undangan Perburuhan Internasional didirikan pada tahun 1919 oleh Konperensi Perdamaian. Anggota-anggota komisi ini antara lain terdiri dari wakil-wakil pekerja – suatu langkah tak terduga dalam suatu konperensi diplomatik – yang diberi tugas membangun mekanisme kelembagaan guna mewadahi kerjasama ini. Hasilnya adalah, Bagian XIII Perjanjian Versailles menetapkan pelembagaan suatu organisasi ketenagakerjaan dengan struktur tripartit yang bersifat permanen di dalam Liga Bangsa-Bangsa. Dengan adanya struktur tripartit, maka dalam konperensi umum organisasi tersebut, masing-masing anggotanya diwakili oleh dua delegasi pemerintah dan dua delegasi lainnya, yang masing-masing mewakili pengusaha dan pekerja. Masing-masing delegasi memberikan suara secara individu, sedangkan badan eksekutifnya, yaitu Badan Pengurus Kantor Ketenagakerjaan Internasional, akan terdiri dari satu setengah bagian perwakilan pemerintah, satu setengah bagian perwakilan pengusaha dan satu setengah bagian perwakilan pekerja yang masing-masing dipilih oleh Delegasi Pengusaha dan Delegasi Pekerja dalam Konperensi. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan keikutsertaan wakil-wakil pengusaha dan pekerja pada setiap tahap kegiatan penetapan standar Organisasi, mulai dari penetapan agenda Konperensi hingga ke pengawasan pelaksanaan standar tersebut. 6. Orisinalitas prinsip ini dan keberanian struktur kelembagaan tidak luput dari perhatian para pengamat pada masa itu. Ada pengamat yang berpendapat bahwa organisasi internasional yang baru ini merupakan 4 Kutipan ini sesuai dengan bunyi kalimat pertama Konstitusi ILO. Kata “abadi” ditambahkan setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua. 4 LAPORAN III(1B)-2000 Pendahuluan penjelmaan dari titik temu antara pengembangan perjanjian-perjanjian kerja kolektif dan pengembangan hukum-hukum internasional, dua bentuk “pluralisme hukum” yang telah mulai merambah monopoli pembuatan hukum oleh negara.5 Seorang pengamat lain melihat keikutsertaan langsung “masyarakat industri” dalam menangani urusan-urusan sosial dan perburuhan pada tingkat internasional sebagai salah satu manifestasi awal gerakan menjauh dari “era individualisme Negara,” yang disambutnya dengan baik.6 Dengan demikian, tripartisme ILO menjadi fokus dari suatu harapan yang bersifat agak utopis,7 yang menjadi ciri yang menggejala setelah berakhirnya Perang Dunia Pertama, yaitu harapan akan terjadinya suatu transformasi mendasar dalam tatanan masyarakat internasional. Namun, jauh dari terpenuhinya ramalan yang mengatakan bahwa Negara tidak akan diperlukan lagi, dasawarsa-dasawarsa berikutnya justru menyaksikan lahirnya universalisasi model Negara berdaulat melalui proses dekolonisasi dan, akhir-akhir ini, melalui peningkatan jumlah Negara yang ditandai dengan lahirnya negaranegara baru. Meskipun instrumen legislatif ILO memiliki wewenang yang timbul karena instrumen itu diterima dan disetujui oleh badan-badan tripartit yang menjadi ajang perwakilan mitra-mitra sosial dari hampir seluruh negara yang ada di dunia, instrumen tersebut pada hakekatnya tak lebih dari sekedar kumpulan standar yang diajukan kepada sekumpulan Negara yang tetap menjadi majikan bagi perundang-undangan nasional masing-masing maupun bagi komitmen internasional masing-masing.8 5 G. Gurvitch: Le temps présent et l’idée du droit social (Paris, Vrin, 1931). G.Scelle: L’Organisation internationale du Travail et le BIT (Paris, Rivière, 1930). Scelle adalah anggota Panitia Ahli dari tahun 1937 hingga 1957. 6 7 Sebagaimana pengamatan Albert Thomas dalam kata pengantarnya kepada Scelle, op.cit. Yakni dengan suatu proviso (ketentuan dalam suatu perjanjian yang mempersyaratkan terpenuhinya suatu kondisi sebelum kondisi yang lain dapat dipenuhi) yang bersifat spesifik, yaitu bahwa semua anggota, sesuai dengan kewajiban mereka untuk tunduk kepada pihak yang berwenang menurut Pasal 19 ayat 5(b) dan 6(b) Konstitusi, terikat untuk menguji, dengan itikad baik, upaya yang dapat dilakukan bagi terlaksananya standar ketenagekerjaan internasional yang baru mereka terima dan setujui. 8 LAPORAN III(1B)-2000 5 Konsultasi Tripartit 7. Pada waktu Liga Bangsa-Bangsa diganti oleh Perserikatan BangsaBangsa, metode-metode yang telah ada tetap dipertahankan tetapi lembagalembaga yang bernaung di bawah organisasi dunia itu mengalami transformasi sebagai akibat dari pergantian itu. Meskipun demikian, ILO tetap mempertahankan struktur tripartit yang dimilikinya dan tetap memegang teguh mandat yang telah diberikan kepadanya oleh Konstitusi selama 80 tahun. Deklarasi mengenai maksud dan tujuan Organisasi Perburuhan Internasional – yang telah diterima dan disetujui oleh Konperensi Perburuhan Internasional di Philadelphia pada tahun 1944 dan dimasukkan ke dalam Konstitusi – melestarikan tujuan-tujuan yang ruang lingkupnya lebih lebar dan membawa misi Organisasi yang lebih luas. Deklarasi tersebut menegaskan kembali relevansi metodenya berdasarkan suatu “upaya internasional yang harmonis, terpadu dan berkesinambungan yang memungkinkan wakil-wakil pekerja dan wakil-wakil pengusaha – dengan status yang setara dengan status yang dinikmati pemerintah – bergabung dengan pemerintah dalam diskusi bebas dan pengambilan keputusan yang bersifat demokratis untuk menggalang kesejahteraan bersama”. III. T RIPARTISME PADA T INGKAT NASIONAL DALAM KAITANNYA DENGAN STANDAR PERBURUHAN INTERNASIONAL 8. Tercapainya fungsi kerjasama tripartit yang sehat dalam kaitannya dengan standar perburuhan internasional didasarkan pada keyakinan bahwa hal tersebut didukung oleh dialog yang bersifat analog pada tingkat nasional. Sebenarnya pelaksanaan fungsi kerjasama tripartit ini hanya terdiri dari suatu kewajiban untuk sekedar memberikan informasi, bukan kewajiban untuk melakukan konsultasi. Sekalipun demikian, kewajiban yang dibebankan kepada para pemerintah menurut Pasal 23 ayat 2 Konstitusi, yaitu agar para pemerintah menyampaikan salinan dari laporan-laporan yang ditentukan menurut Pasal 19 dan Pasal 22 kepada organisasi-organisasi yang mewakili 6 LAPORAN III(1B)-2000 Pendahuluan pengusaha dan pekerja, menyiratkan bahwa partisipasi aktif organisasiorganisasi pengusaha dan pekerja dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan standar perburuhan internasional sangatlah diharapkan. 9. Di samping itu, banyak Konvensi perburuhan internasional yang memuat ketentuan-ketentuan yang menetapkan bahwa organisasi-organisasi yang mewakili pengusaha dan pekerja harus mau berhubungan dan bekerjasama dalam menjalankan fungsi masing-masing. Sejak sidangnya yang pertama sekali, agaknya Konperensi memang perlu menetapkan prinsip kerjasama tripartit yang mengatur penyerapan dan penerapan standar perburuhan internasional untuk diperluas pada tingkat nasional hingga ke proses implementasinya. Untuk itu, dirancang tiga jenis ketentuan [yang dijelaskan dalam butir 10, 11, dan 12 berikut ini.] 10. Konvensi pertama9 yang diterima dan disetujui oleh Konperensi menetapkan bahwa setiap pengecualian terhadap pelaksanaan Konvensi hanya boleh dilakukan setelah terlebih dahulu dikonsultasikan dengan organisasi-organisasi yang mewakili pengusaha dan pekerja. Sejumlah besar instrumen [hukum perburuhan] mengenai berbagai subyek menyebutkan kewajiban untuk melakukan konsultasi, baik sebelum suatu hukum atau peraturan diterima dan disetujui maupun pada saat klausul-klausul tertentu Konvensi hendak dilaksanakan, atau dengan memperhatikan pengecualianpengecualian tertentu yang memang diberikan oleh Konvensi. 11. Konvensi lain yang juga dihasilkan dalam sidang yang sama dari Konperensi tersebut10 memuat suatu ketentuan dengan tujuan spesifik, yaitu membentuk lembaga-lembaga guna memastikan dilakukannya konsultasi antara wakil-wakil pengusaha dan pekerja. Lembaga-lembaga yang dimaksud Konvensi No. 1 Tahun 1919 mengenai Jam Kerja (Industri) 9 10 Konvensi No. 2 Tahun 1919 mengenai Pengangguran LAPORAN III(1B)-2000 7 Konsultasi Tripartit dalam hal ini berbentuk komite-komite atau panitia-panitia yang harus diajak berkonsultasi mengenai segala hal yang berkaitan dengan fungsi dan cara kerja instansi-instansi umum yang menangani masalah penciptaan lapangan kerja dan penempatan tenaga kerja. Beberapa Konvensi, misalnya, konvensikonvensi mengenai layanan penempatan tenaga kerja atau penetapan upah minimum, juga menetapkan kewajiban untuk mendirikan suatu badan atau prosedur kerja guna memastikan keterlibatan wakil-wakil pengusaha dan pekerja. 12. Ketentuan jenis yang ketiga menetapkan bahwa badan-badan umum pemerintah yang berwenang harus mengupayakan kerjasama antara organisasi-organsasi yang mewakili pengusaha dan pekerja dalam menerapkan perundang-undangan yang dimaksudkan untuk memberikan kekuatan hukum bagi pelaksanaan Konvensi, atau dalam perumusan dan penerapan kebijakan nasional, seperti pemberian kesempatan dan perlakuan yang sama kepada setiap orang atau kebijakan penerimaan dan penempatan tenaga kerja yang tidak diskriminatif. 13. Hal lain yang menjadi upaya awal ILO adalah mencari jalan agar organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja pada tingkat nasional secara aktif dapat terlibat dalam mekanisme pengawasan pelaksanaan standar perburuhan internasional secara reguler. Berdasarkan rekomendasi Panitia Ahli dan Panitia Konperensi di bidang Penerapan Standar Perburuhan Internasional (the Conference Committee on the Application of Standards), pada tahun 1932 Badan Pengurus memutuskan untuk memasukkan suatu pertanyaan ke dalam formulir laporan mengenai [pelaksanaan] Konvensikonvensi yang sudah diratifikasi. Pertanyaan tersebut meminta para pemerintah untuk menyatakan apakah mereka sudah menerima masukkanmasukkan/ hasil-hasil pengamatan dari organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja mengenai praktek pelaksanaan Konvensi. Apabila sudah, mereka 8 LAPORAN III(1B)-2000 Pendahuluan diminta menyampaikan rangkuman hasil pengamatan tersebut, bersama dengan komentar-komentar yang menurut mereka bermanfaat.11 14. Di samping kewajiban-kewajiban baru yang timbul sehubungan dengan penyerahan laporan-laporan,12 Instrumen Amandemen Konstitusi yang diterima dan disetujui oleh Konperensi pada tahun 1946 menyebutkan dalam Pasal 23 Ayat 2 kewajiban setiap Negara Anggota untuk menyampaikan kepada organisasi-organisasi perwakilan pengusaha dan pekerja salinan informasi dan laporan-laporan yang disampaikan kepada Direktur Jenderal sesuai dengan dengan Pasal 19 dan Pasal 22 Konstitusi. Karena itu, menurut ketentuan konstitusional ini, organisasi-organisasi yang mewakil pengusaha dan pekerja harus diberi semua informasi dan laporan yang disampaikan oleh pemerintah negara masing-masing kepada Kantor Perburuhan Internasional mengenai langkah-langkah yang diambil untuk mengajukan Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi kepada pemerintah, upaya-upaya yang dilakukan demi terlaksananya Konvensikonvensi yang belum diratifikasi dan Rekomendasi-rekomendasi maupun demi terlaksananya Konvensi-konvensi yang sudah diratifikasi. Atas dasar ini, organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja diperkenankan memberikan hasil pengamatan mereka sendiri sebagaimana yang disarankan oleh baik Panitia Ahli maupun Panitia Konperensi. Panitia Ahli telah berulang kali menekankan nilai dari hasil-hasil pengamatan ini, yang kini semakin banyak dipresentasikan,13 supaya dapat dilakukan penilaian yang lebih baik terhadap Risalah Sidang Ke-60 Badan Pengurus (Oktober 1932), hal. 79 dan 156. 11 Khususnya, kewajiban untuk memberikan informasi kepada Direktur Jenderal mengenai langkah-langkah yang diambil untuk mengajukan instrumen yang telah diterima dan disetujui oleh Konperensi kepada pihak berwenang/ pemerintah (pasal 19, ayat 5(c) dan 6(c) dan kewajiban untuk melaporkan upaya yang telah dilakukan demi terlaksananya Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi dan Rekomendasi-rekomendasi, sebagaimana diminta oleh Badan Pengurus (pasal 19, ayat 5(e) dan 6(d)). 12 13 Panitia rata-rata memeriksa sekitar 200 hasil pengamatan di setiap sidang yang diselenggarakan dalam waktu lebih dari sepuluh tahun terakhir ini. LAPORAN III(1B)-2000 9 Konsultasi Tripartit praktek penerapan standar perburuhan internasional serta kesulitan-kesulitan yang dijumpai.14 15. Melalui resolusi mengenai penguatan tripartisme dalam keseluruhan kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional15, Konperensi Perburuhan Internasional pada tahun 1971 memberikan daya dorong yang menentukan bagi gerakan yang menyebabkan diterima dan disetujuinya standar perburuhan internasional tahun 1976. “Menimbang bahwa unsur tripartit dalam Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) telah terbukti merupakan alas yang kokoh bagi keberhasilan ILO, sebagaimana dicontohkan melalui penyusunan Undang-undang Perburuhan Internasional dan berfungsinya mekanisme pengawasan yang berkaitan dengan standar perburuhan internasional yang tiada bandingannya dalam keluarga bangsabangsa,” dan “memperhatikan, dengan sikap setuju, bahwa di banyak Negara Anggota ILO, semakin banyak didirikan dewan penasehat atau badan-badan lainnya dengan struktur tripartit yang serupa; hal ini menyiratkan kesetaraan perwakilan (representasi) antara anggota-anggota pengusaha dan pekerja dari dewan penasehat atau badan-badan tersebut,” maka resolusi antara lain mengundang Badan Pengurus supaya meminta Panitia Ahli “mempertimbangkan langkah-langkah yang dapat diambil oleh ILO untuk memastikan implementasi efektif Pasal 23 Ayat 2 Konstitusi” dan “untuk menyarankan agar para pemerintah berkonsultasi dengan organisasiorganisasi yang paling mewakili pengusaha dan pekerja sebelum menyusun tanggapan yang bersifat final terhadap angket ILO yang berkaitan dengan hal-hal yang tercantum pada agenda sidang-sidang Konperensi Umum”. 14 Panitia memeriksa praktek pelaksanaan standar perburuhan internasional dengan memperhatikan hasil-hasil pengamatan ini dalam Laporan Umumnya pada tahun 1986 (alinea 80 hingga 108). 15 ILO: Official Bulletin (Buletin Resmi), Vol. LIV, 1971, No. 3, hal. 260-262. 10 LAPORAN III(1B)-2000 Pendahuluan 16. Sesuai dengan resolusi ini, Panitia Ahli melakukan kaji ulang yang mendalam pada tahun 1972 mengenai situasi yang berkaitan dengan peran pengusaha dan pekerja serta organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja dalam implementasi standar perburuhan internasional.16 Ide untuk menerima dan menyetujui suatu Konvensi khusus mengenai subyek ini, yang dilontarkan oleh anggota Pekerja dari Panitia Konperensi pada waktu pembahasan kaji ulang ini dilakukan, mendapatkan dukungan luas dalam Badan Pengurus, yang memutuskan dalam Sidangnya yang ke 191 pada bulan November 1973 untuk memasukkan suatu rancangan berjudul “Pembentukan mekanisme tripartit nasional untuk meningkatkan implementasi standar ILO” ke dalam agenda Sidang yang ke 60 pada tahun 1975. Pada Sidang yang ke 61 pada tahun 1976, Konperensi menerima dan menyetujui Konvensi No. 144 dan Rekomendasi No. 152. 17. Dalam suatu resolusi baru mengenai penguatan tripartisme dalam prosedur pengawasan standar internasional dan program-program kerjasama teknis ILO, yang diterima dan disetujui pada tahun 1977, Konperensi mencatat bahwa diterima dan disetujuinya instrumen perburuhan tahun 1976 mendorong keefektifan tindakan tripartit dalam pelaksanaan standar perburuhan internasional. Mencatat bahwa “partisipasi kelembagaan dari organisasi-organisasi yang paling mewakili pengusaha dan pekerja amatlah penting untuk mencapai obyektivitas dan keefektifan yang dibutuhkan” bagi prosedur-prosedur pengawasan, maka Konperensi mengundang Badan Pengurus, secara khusus, “untuk memperkokoh partisipasi organisasiorganisasi pengusaha dan pekerja dalam pengawasan pelaksanaan Konvensikonvensi dan Rekomendasi-rekomendasi” dan mendesak para pemerintah Negara Anggota agar berupaya mempercepat ratifikasi dan pelaksanaan Konvensi No. 144.17 CEACR, Laporan Umum, ILC, 1972, Laporan III (Bagian 4A), alinea 28-29. 16 17 ILO: Official Bulletin (Buletin Resmi), Vol. LX, 1977, Series A, No. 3, hal. 168-171. LAPORAN III(1B)-2000 11 Konsultasi Tripartit IV. I SI INSTRUMEN P ERBURUHAN INTERNASIONAL. 18 Konvensi No. 144 18. Konvensi ini lebih dari sekedar kewajiban untuk menyampaikan informasi yang digariskan dalam Pasal 23 Ayat 2 Konstitusi karena konvensi ini menuntut komitmen Negara-negara yang meratifikasinya untuk mengkonsultasikan setiap langkah yang berkaitan dengan pelaksanaan standar perburuhan internasional yang akan diambil pada tingkat nasional. Karena itu, Negara-negara yang sudah meratifikasi konvensi ini berkewajiban menjalankan prosedur-prosedur untuk memastikan konsultasi yang efektif antara wakil-wakil pemerintah, pengusaha dan pekerja dalam hal berikut: (a) tanggapan pemerintah terhadap angket mengenai hal-hal yang tercantum dalam agenda Konperensi dan komentar-komentar pemerintah mengenai naskah-naskah yang diajukan untuk dibahas oleh Konperensi; (b) Usulan-usulan yang akan dibuat dan disampaikan kepada pihak berwenang/ pemerintah sehubungan dengan diajukannya instrumen perburuhan; (c) Pemeriksaan ulang Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi serta rekomendasi-rekomendasi; (d) Laporan mengenai pelaksanaan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi; dan (e) Usulanusulan untuk membatalkan Konvensi. 19. Sifat dan bentuk prosedur konsultasi harus ditetapkan sesuai dengan praktek-praktek/ tatacara yang berlaku secara nasional, setelah dikonsultasikan dengan organisasi-organisasi yang mewakili pengusaha dan pekerja. Demi kelancaran pelaksanaan prosedur, organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja harus memilih wakil-wakil mereka secara bebas dan terwakili secara berimbang di setiap organisasi tripartit. 18 Naskah lengkap Konvensi No. 144 dan Rekomendasi No. 152 terdapat dalam Lampiran A. 12 LAPORAN III(1B)-2000 Pendahuluan 20. Konsultasi harus dilakukan menurut jeda waktu yang ditetapkan melalui perjanjian, setidak-tidaknya sekali dalam setahun. Pihak berwenang yang berkompeten harus bertanggung jawab terhadap dukungan administratif prosedur konsultasi dan membuat pengaturan-pengaturan sebagaimana seharusnya dengan organisasi-organisasi perwakilan guna membiayai pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada para peserta dalam melaksanakan prosedur-prosedur tersebut. Akhirnya, bilamana dianggap tepat, pihak berwenang harus menerbitkan laporan tahunan mengenai pelaksanaan prosedur-prosedur tersebut. Rekomendasi No. 152 21. Rekomendasi ini mencakup semua ketentuan Konvensi dan juga mengindikasikan bahwa konsultasi hendaknya dilakukan sehubungan dengan (a) persiapan dan implementasi langkah-langkah legislatif atau tindakan-tindakan lain yang berpengaruh terhadap Konvensi dan Rekomendasi; dan (b) laporan-laporan yang harus dibuat menurut Pasal 19 Konstitusi mengenai pengaruh yang timbul terhadap Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi dan terhadap Rekomendasi-rekomendasi. Selain itu, hendaknya ditetapkan, setelah konsultasi dengan organisasi-organisasi perwakilan, apakah prosedur-prosedur konsultasi perlu diperluas ke halhal lain seperti (a) persiapan, implementasi dan evaluasi kegiatan kerjasama teknis yang diikuti oleh ILO; (b) tindakan yang harus diambil sehubungan dengan resolusi dan kesimpulan-kesimpulan lain yang diterima dan disetujui oleh Konperensi atau pertemuan-pertemuan lainnya yang diselenggarakan oleh ILO; dan (c) sosialisasi kegiatan-kegiatan ILO. 22. Rekomendasi ini juga memberikan contoh-contoh prosedur konsultasi, antara lain melalui suatu panitia yang secara khusus dibentuk untuk menangani hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan ILO; melalui suatu badan yang memiliki kompetensi umum di bidang ekonomi, LAPORAN III(1B)-2000 13 Konsultasi Tripartit sosial atau perburuhan; melalui sejumlah badan dengan tanggung jawab khusus; atau melalui komunikasi tertulis antara pihak-pihak yang setuju bahwa komunikasi seperti itu layak dan memadai untuk dilakukan. 79 Konvensi No. 144 71 59 35 38 39 43 45 47 26 50 51 Ratifikasi 54 50 % 40 % 29 20 88 93 76 (data per 31 Desember tiap tahun) 34 83 30 % 20 11 10 % 20 % Persentase Ratifikasi berbanding jumlah Anggota ILO 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 14 LAPORAN III(1B)-2000 Pendahuluan V. PENINGKATAN J UMLAH RATIFIKASI 23. Konvensi No. 144 diberlakukan pada tanggal 16 Mei 1978. Per 10 Desember 1999,19 konvensi ini telah diratifikasi oleh 93 negara. Sejak Kajian Umum terdahulu dilakukan, jumlah negara yang meratifikasi konvensi ini terus meningkat.20 Peningkatan ini hendaknya tidak dilihat secara absolut saja, tetapi juga secara relatif, dengan memperhitungkan peningkatan jumlah Negara Anggota ILO dalam dasawarsa terakhir. Pada tahun 1985, tercatat seperempat Negara Anggota ILO terikat oleh Konvensi ini. Pada tahun 1991 jumlahnya naik menjadi sepertiga dan pada tahun 1998 jumlahnya sudah lebih dari setengah (lihat grafik). Pada tahun 1982, terjadi ketimpangan yang cukup signifikan dalam distribusi geografis ratifikasi Konvensi karena sebagian besar negara yang meratifikasi Konvensi No. 144 adalah negaranegara Eropa Barat.21 Tetapi sejak itu, negara-negara di seluruh wilayah dunia meratifikasi konvensi ini, termasuk negara-negara Afrika dan sebagian besar negara-negara Eropa Tengah dan Eropa Timur yang berada dalam masa transisi. 24. Pada tahun 1979 dan 1987, Konvensi dan Rekomendasi ini dimasukkan oleh Badan Pengurus ke dalam kategori instrumen perburuhan yang ratifikasi serta aplikasinya perlu diprioritaskan.22 Sebagai bagian dari pengkajian ulang terhadap prosedur pengawasan reguler, Badan Pengurus memutuskan pada bulan November 1993 bahwa Konvensi ini merupakan Daftar ratifikasi dapat dilihat pada Lampiran D. 19 Pada tahun 1999 tercatat lima ratifikasi baru: dari Albania, Kolombia, Kongo, Republik Dominika, dan Republik Korea. 20 Kajian Umum tahun 1982, alinea 35. 21 Laporan akhir Badan Pekerja di Bidang Standar Perburuhan Internasional, dalam ILO: Official Bulletin (Buletin Resmi ILO), Vol. LXII, 1979, Seri A, terbitan khusus; Laporan Badan Pekerja di Bidang Standar Perburuhan Internasional, dalam Official Bulletin, Vol. LXX, 1987, Seri A, terbitan khusus. 22 LAPORAN III(1B)-2000 15 Konsultasi Tripartit salah satu dari Konvensi-konvensi prioritas yang akan terus dimintakan laporannya secara rinci setiap dua tahun sekali.23 Dalam pertemuan pertama di bulan November 1995, Badan Pekerja Bidang Penetapan Kebijakan yang menangani Revisi Standar Perburuhan, yang didirikan oleh Panitia Badan Pengurus bidang Masalah-masalah Hukum dan Standar Perburuhan Internasional, berpendapat bahwa Konvensi ini tidak perlu direvisi, dan Badan Pengurus memutuskan untuk mengecualikannya dari revisi.24 VI. I NFORMASI YANG T ERSEDIA 25. Informasi yang tersedia bagi Panitia terdiri dari 136 laporan yang disampaikan oleh para pemerintah sesuai dengan Pasal 19 Konstitusi.25 Informasi ini juga menggali informasi dari laporan-laporan yang disampaikan menurut Pasal 22 dan 35 Konstitusi dan mencatat hasil-hasil pengamatan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja.26 Karena itu, dari satu negara ke negara yang lain, informasi yang tersedia cukup bervariasi. Secara khusus, Panitia mencatat beberapa laporan yang menyebutkan badanbadan konsultasi dengan mitra-mitra sosial tanpa menjelaskan seberapa jauh 23 Dokumen GB.258/LILS/6/1. Dokumen GB.264/9/2. 24 Daftar negara-negara yang memberikan laporan tercantum dalam Lampiran E. 25 26 Austria: Federal Chamber of Labour (BAK: Kamar Perburuhan Federal); Bangladesh: Bangladesh Employers Federation (BEF: Federasi Pengusaha Bangladesh); Belarus: Federation of Trade Unions of Belarus (Federasi Serikat Pekerja Belarus); Brasilia: National Confederation of Commerce (CNC: Konfederasi Perdagangan Nasional), National Confederation of Agriculture (CAN: Konfederasi Pertanian Nasional), National Confederation of Transport (CNT: Konfederasi Transportasi Nasional); Kanada: Canadian Labour Congress (CLC: Konggres Perburuhan Kanada); Mauritius: Mauritius Employers’ Federation, Trade Union of Institutional Corps (FSCC: Federasi Pengusaha Mauritius, Serikat Pekerja Korps Kelembagaan); Sri Lanka: Lanka Jathika Estate Workers Union (LJEWU: Serikat Pekerja Perkebunan “Lanka Jathika”); Turki: Confederation of Turkish Labour Real Trade Unions (HAK-/TM: Konfederasi Serikat Pekerja Buruh Riil Turki), Confederation of Turkish Employers’ Associations (T/SK: Konfederasi Asosiasi Pengusaha Turki), Confederation of Progressive Trade Unions of Turkey (D/SK: Konfederasi Serikat Pekerja Progresif Turki). 16 LAPORAN III(1B)-2000 Pendahuluan badan-badan itu menangani hal-hal yang dicakup oleh instrumen perburuhan tersebut. Tampaknya, hal ini menunjukkan kurangnya pengetahuan tentang ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam instrumen tersebut, sehingga diperlukan upaya-upaya baru untuk menjelaskan serta mengilustrasikannya. 26. Mengingat pentingnya instrumen tersebut untuk mengintensifkan dialog tripartit mengenai hal-hal yang menjadi keprihatinan Organisasi, Panitia sangat menyesalkan kurangnya perhatian/ kepedulian pemerintah negara-negara yang belum meratifikasi Konvensi ini karena banyak sekali dari mereka yang tidak memberikan laporan, sehingga efeknya sama saja dengan menolak memberikan informasi mengenai praktek-praktek perburuhan nasional di negara masing-masing. Panitia juga menyesalkan sikap beberapa pemerintah yang, meskipun sudah terikat oleh Konvensi, tidak mengirimkan laporan mengenai efek yang diberikan kepada Rekomendasi. VII. G ARIS BESAR K AJIAN 27. Dalam Bab 2, Panitia menyebutkan definisi konsep-konsep dasar yang terdapat dalam Konvensi dan Rekomendasi dan membahas metode-metode penerapan instrumen tersebut. Bab 3 menjelaskan prosedur-prosedur untuk melaksanakan konsultasi yang diwajibkan, dan membandingkan keunggulan-keunggulan dan perkembangan-perkembangan yang telah terjadi. Bab 4 menelaah berbagai subyek konsultasi, sedangkan Bab 5 meninjau bentuk-bentuk praktek konsultasi. Dalam bab 6, Panitia membahas faktor-faktor penghalang serta prospek ratifikasi Konvensi sebelum akhirnya merumuskan beberapa catatan penutup. LAPORAN III(1B)-2000 17 DEFINISI DAN METODE IMPLEMENTASI I. 2 DEFINISI 28. Kewajiban pokok menurut Konvensi dijelaskan dalam Pasal 2, ayat 1. Berdasarkan ketentuan ini, setiap Negara Anggota “berkewajiban menjalankan prosedur-prosedur yang disusun untuk memastikan terlaksananya konsultasi-konsultasi yang efektif sehubungan dengan halhal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional yang dijelaskan dalam Pasal 5, ayat 1 di bawah, di antara wakil-wakil pemerintah, pengusaha, dan pekerja”. Pasal 3, ayat 1 berbunyi, “wakil-wakil pengusaha dan pekerja, demi terlaksananya prosedur yang digariskan dalam Konvensi ini, harus dipilih secara bebas oleh organisasiorganisasi perwakilan masing-masing, di mana organisasi-organisasi itu ada”. “Organisasi-organisasi perwakilan” ini didefinisikan dalam Pasal 1 sebagai “organisasi-organisasi yang paling mewakili pengusaha dan pekerja, yang menikmati hak kebebasan berserikat”. Di samping itu, menurut Pasal 3, ayat 2 Konvensi, pengusaha dan pekerja harus “terwakili dengan komposisi berimbang di dalam badan-badan tempat konsultasi dilakukan”. Dengan mempertimbangkan upaya-upaya untuk mempersiapkan instrumen perburuhan tersebut, Panitia berpendapat bahwa arti dari beberapa konsep dasar yang terdapat dalam definisi-definisi di atas memerlukan pembahasan. LAPORAN III(1B)-2000 19 Konsultasi Tripartit 1. ”Konsultasi Efektif” 29. Sebagaimana dititikberatkan oleh Panitia dalam Kajian 1 sebelumnya, pengertian istilah “konsultasi” hendaknya dibedakan dari pengertian “informasi” maupun dari pengertian “membuat ketetapan bersama” (codetermination). Pengertian konsultasi juga harus dibedakan dari pengertian “negosiasi (perundingan),” yang menyiratkan inisiatif yang diambil oleh pihak-pihak yang berbeda kepentingan atau memiliki benturan kepentingan, dengan tujuan untuk mencapai mufakat. Konsultasi-konsultasi yang diwajibkan menurut ketentuan-ketentuan Konvensi lebih dimaksudkan untuk membantu pemerintah mengambil keputusan daripada mencapai kata sepakat. Supaya efektif dan bermanfaat, konsultasi hendaknya dilakukan tidak hanya sebagai tanda menjalankan kewajiban saja, tetapi mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Meskipun pemerintah harus memiliki itikad baik dalam melakukan konsultasi, pemerintah tidak boleh terikat pada pendapat atau opini yang berkembang dan tetap harus bertanggung jawab penuh atas keputusan terakhir yang diambilnya. Pengamatan yang dilakukan selama tahap pertama persiapan instrumen perburuhan menunjukkan bahwa adalah “suatu prinsip yang diterima secara umum” bahwa “hasil konsultasi hendaknya tidak dianggap mengikat, dan bahwa keputusan tertinggi harus diambil oleh pemerintah atau badan legislatif, sebagaimana nantinya”.2 Selebihnya terjadi penolakan3 terhadap usulan amandemen agar pemerintah membenarkan setiap penolakan untuk menerima pendapat yang dikemukakan selama konsultasi berlangsung. 1 Kajian Umum 1982, paragraf 42. ILO: Establishment of national tripartite machinery to improve the implementation of ILO standards (pembentukan sistem tripartit nasional untuk memperbaiki implementasi standar ILO), ILC, Sidang ke 60, 1975, Laporan ke VII (2), hal. 29. 2 3 ILO: Record of Proceedings (Notulen Sidang), ILC, Sidang ke 61, hal. 136. 20 LAPORAN III(1B)-2000 Definisi dan metode implementasi 30. Konsekuensi penting dari kenyataan bahwa konsultasi tidak memiliki sifat negosiasi adalah kenyataan bahwa wakil-wakil pengusaha dan pekerja yang ikut dalam konsultasi tidak harus terikat oleh keputusan atau posisi terakhir yang diambil pemerintah. Apabila mereka harus terikat oleh posisi pemerintah hanya karena mereka telah diajak berkonsultasi, maka hal ini jelas bertentangan dengan prinsip hak otonomi yang dimiliki pengusaha dan pekerja dalam berhubungan dengan pemerintah, yang umum berlaku dalam badan-badan ILO. Meskipun demikian, prosedur konsultasi boleh saja menetapkan tujuan yang dimaksudkan agar berbagai pihak yang terlibat dalam konsultasi tersebut dapat mencapai suatu konsensus tanpa harus mengorbankan hak otonomi masing-masing.4 31. Agar efektif, konsultasi harus dilakukan sebelum keputusan final diambil, tanpa mengindahkan sifat atau bentuk dari prosedur konsultasi yang dipilih. Akan tercatat dalam survei dewasa ini bahwa, tergantung dari praktek-praktek yang berlaku secara nasional, konsultasi dapat berarti penyerahan usulan keputusan pemerintah kepada wakil-wakil pengusaha dan pekerja, atau meminta wakil-wakil tersebut untuk membantu merumuskan proposal; yang dapat didasarkan pada pertukaran komunikasi atau melalui diskusi dengan badan-badan tripartit. Faktor yang penting di sini adalah bahwa orang-orang yang diajak berkonsultasi hendaknya mampu mengemukakan pendapat mereka sebelum pemerintah mengambil keputusan final. Ini berarti, konsultasi barulah efektif apabila wakil-wakil pengusaha dan pekerja telah memiliki semua informasi yang perlu mereka ketahui jauh- Di Amerika Serikat, ketentuan Executive Order No. 12216 tanggal 18 Juni 1980 yang menetapkan pembentukan the President’s Committee on the ILO (Panitia Presiden tentang ILO) menyatakan perlunya upaya untuk mengusahakan terciptanya keseimbangan antara penghormatan terhadap hak otonomi yang dimiliki para mitra sosial dan keinginan untuk mencapai konsensus sebagai berikut: “dengan pengakuan yang semestinya bahwa dalam sistem tripartit ILO, wakil-wakil pemerintah, pengusaha dan karyawan sepenuhnya mandiri dan berhak mengambil posisi masing-masing tanpa harus tergantung satu sama lain, Panitia hendaknya berusaha sekuat tenaga untuk mengembangkan satu posisi yang terkoordinir mengenai kebijakan Amerika Serikat tentang masalah-masalah ILO”. 4 LAPORAN III(1B)-2000 21 Konsultasi Tripartit jauh hari sebelumnya sehingga mereka dapat merumuskan pendapat mereka sendiri setelah mempelajari informasi itu. Perlu ditekankan di sini bahwa penyampaian informasi dan laporan yang dikirimkan ke Kantor Perburuhan Internasional menurut Pasal 23 ayat 2 Konstitusi tidak dengan sendirinya memenuhi kewajiban untuk memastikan terlaksananya konsultasi yang efektif karena, pada tahap itu, posisi pemerintah sudah final. 2. ”Organisasi-organisasi Perwakilan” 32. Menurut Pasal 3 ayat 1 Konstitusi, wakil-wakil pengusaha dan pekerja yang ikut berpartisipasi dalam prosedur konsultasi harus dengan bebas memilih “organisasi-organisasi perwakilan” mereka sendiri. Artinya, hal ini sesuai dengan definisi yang diberikan dalam Pasal 1 oleh “organisasiorganisasi yang paling mewakili pengusaha dan pekerja yang menikmati hak kebebasan berserikat”. 33. Kesimpulan-kesimpulan yang diterima setelah diskusi pertama mengenai usulan instrumen perburuhan menyebutkan bahwa: “wakil-wakil pengusaha dan pekerja hendaknya bebas memilih organisasi-organisasi yang paling mewakili aspirasi mereka sesuai dengan pengertian Pasal 3 ayat 5 Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional”. 5 Referensi yang bersifat eksplisit terhadap ketentuan Konstitusi ini akhirnya tidak dipertahankan karena dianggap terlalu berlebihan, dan tidak dimasukkan ke dalam instrumen yang ada.6 Kendati demikian, telah menjadi jelas bahwa istilah ILO: Establishment of Tripartite Machiner y to Promote the Implementation of International Labour Standards (Pembentukan Sistem Tripartit untuk Mempromosikan Implementasi Standar Perburuhan Internasional), ILC, Sidang ke 61, 1976, Laporan IV (1), hal. 19 dan 21. Menurut pasal 3 ayat 5 Konstitusi ILO, “Negaranegara Anggota berupaya menominasikan delegasi-delegasi dan penasehat-penasehat non-pemerintah yang dipilih dengan persetujuan organisasi-organisasi industrial, apabila ada, yaitu yang paling mewakili pengusaha atau pekerja, sebagaimana nanti, di negara masing-masing.” 5 6 ILC, Sidang ke 61, 1976, Laporan IV(1), hal. 27-28; Laporan IV(2), hal. 10-14. 22 LAPORAN III(1B)-2000 Definisi dan metode implementasi “organisasi-organisasi perwakilan” harus dipahami menurut Pasal 3 ayat 5 Konstitusi. 34. Dalam Advisory Opinion No.1 yang dikeluarkannya, Pengadilan Tetap Internasional (Permanent Court of International Justice) menetapkan bahwa, dalam ketentuan Konstitusi ini, penggunaan bentuk jamak istilah “organisasi” mengacu pada organisasi-organisasi pengusaha dan organisasiorganisasi pekerja sekaligus.7 Berdasarkan pendapat ini, suatu Memorandum yang dikeluarkan oleh Kantor Perburuhan Internasional dalam menanggapi pertanyaan Pemerintah Swedia mengenai penafsiran istilah “organisasi” menyebutkan bahwa istilah “organisasi-organisasi yang paling mewakili pengusaha dan pekerja” dalam Pasal 1 Konstitusi “tidak hanya berarti organisasi pengusaha yang terbesar dan organisasi pekerja yang terbesar. Apabila di suatu negara terdapat dua atau lebih organisasi pengusaha atau pekerja yang masing-masing mewakili satu wadah pendapat yang signifikan, maka meskipun salah satu dari mereka secara organisasi lebih besar dari yang lainnya, mereka semuanya dapat dianggap sebagai ‘organisasi-organisasi yang paling mewakili/ representatif’ dalam pengertian Konvensi ini. Pemerintah hendaknya berupaya memperoleh persetujuan dari seluruh organisasi yang berkepentingan dalam menyusun prosedur konsultatif yang dipersyaratkan oleh Konvensi. Tetapi, apabila hal ini tidak dimungkinkan, maka pada akhirnya pemerintahlah yang harus memutuskan, dengan itikad baik dan dengan memperhatikan situasi dan kondisi nasional yang ada, organisasi-organisasi mana yang layak ditunjuk sebagai yang paling mewakili/ representatif”.8 Permanent Court of International Justice (Pengadilan Tetap Internasional): Keputusan Pengadilan mengenai Penafsiran Pasal 389 Perjanjian Versailles, ILO, Official Bulletin (Buletin Resmi), Vol. VI, 1922, No. 7, hal. 291-298. 7 8 ILO, Official Bulletin (Buletin Resmi), Vol. LXI, 1978, Seri A, No. 3, hal. 193-198, paragraf 16. LAPORAN III(1B)-2000 23 Konsultasi Tripartit 35. Penunjukkan organisasi-organisasi yang dapat ikut ambil bagian dalam konsultasi yang diwajibkan oleh Konvensi berpotensi memicu timbulnya konflik mengenai siapa yang paling berhak mewakili badan-badan usaha umum/ milik negara, dan organisasi mana yang berhak diikutsertakan dalam perwakilan selain organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja yang paling mewakili/ representatif. 36. Mengingat istilah “pengusaha” memiliki cakupan pengertian yang luas, meliputi pengusaha yang menjalankan badan usaha milik negara atau badan usaha umum/ pemerintah, maka dalam sejumlah kesempatan selama tahap persiapan telah berulang kali ditekankan bahwa, sesuai dengan definisi yang digunakan dalam Konstitusi dan dalam banyak instrumen ILO, istilah “pengusaha” haruslah berarti setiap orang yang bertanggung jawab karena mempekerjakan orang lain, bukan sekedar berarti “pengusaha swasta”.9 Setelah mendengarkan komentar dari Konfederasi Pengusaha Swedia (SAF) yang mempertanyakan, mengapa di antara anggota-anggota Pengusaha dari Panitia ILO Swedia juga terdapat wakil-wakil pemerintah daerah setempat, Panitia Ahli berpendapat bahwa pemerintah daerah setempat dalam hal ini adalah pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja dalam porsi yang cukup besar dari angkatan kerja yang ada dan karena itu berkepentingan untuk ikut dalam konsultasi yang diwajibkan menurut Konvensi. Panitia juga mencatat bahwa pemerintah daerah setempat melakukan perundingan dengan para pegawai yang dipekerjakannya atau dengan organisasi-organisasi kepegawaian setempat melalui organisasi-organisasi terkait [yang dalam hal ini adalah organisasi-organisasi pengusaha]. Tindakan seperti ini adalah tindakan yang wajar dan lazim dilakukan oleh pengusaha, yang dalam hal ini kebetulan adalah pemerintah daerah. Panitia juga menyimpulkan bahwa keberadaan wakil-wakil pemerintah daerah di dalam Panitia ILO Swedia tidak membuat komposisi keanggotaan dalam Panitia ILO Swedia menjadi berat 9 ILC, Sidang ke 61, 1976, Laporan IV(1), paragraf 21; Record of Proceedings (Notulen Sidang), ILC, Sidang ke 61, 1976, No. 21, paragraf 16. 24 LAPORAN III(1B)-2000 Definisi dan metode implementasi sebelah dan keluar dari ketentuan yang telah digariskan dalam Pasal 3 ayat 2 Konvensi, yang menetapkan bahwa pengusaha dan pekerja harus terwakili secara berimbang dalam badan-badan tempat konsultasi dilakukan.10 37. Meskipun Konvensi menetapkan bahwa organisasi-organisasi yang diikutkan dalam konsultasi haruslah organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja yang paling mewakili/ representatif, Konvensi sama sekali tidak menghalangi keikutsertaan wakil-wakil organisasi lain. Bagaimanapun juga, ada baiknya mengetahui pandangan dari wakil-wakil pekerja atau pengusaha kategori lain – seperti pekerja mandiri (self-employed workers), petani, atau anggota koperasi – yang suaranya kurang terwakili oleh organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja yang paling mewakili. Konvensi-konvensi perburuhan internasional tertentu bahkan mewajibkan konsultasi seluasluasnya dengan seluruh lapisan penduduk yang aktif bekerja,11 sedangkan konvensi-konvensi lain secara spesifik mengharuskan konsultasi dengan orang-orang yang nantinya akan terkena dampak atau akibat dari pelaksanakan konvensi-konvensi itu.12 38. Di samping itu, Konvensi tidak menolak lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang tidak memiliki mandat untuk mewakili pengusaha Report of the Committee of Experts (Laporan Panitia Ahli), 1980, hal. 195-196. 10 Misalnya, menurut ketentuan Pasal 3 Konvensi No. 122 Tahun 1964 mengenai Kebijakan Lapangan Kerja (Employment Policy ), “para wakil dari orang-orang yang nantinya terkena dampak/ akibat dari langkah-langkah yang akan diambil, terutama wakil-wakil pengusaha dan pekerja” harus diajak berkonsultasi mengenai kebijakankebijakan perburuhan yang akan diberlakukan. Formulir laporan yang telah disetujui oleh Badan Pengurus mencontohkan wakil-wakil dari orang-orang yang bekerja di sektor pedesaan dan sektor informal sebagai “orang-orang yang nantinya terkena dampak,” di luar wakil-wakil organisasi pengusaha dan pekerja. 11 12 Misalnya, Konvensi No. 159 Tahun 1983 tentang Rehabilitasi dan Lapangan Kerja Kejuruan (bagi Penyandang Cacat) menyebutkan bahwa selain “organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja yang representatif,” ”para wakil organisasi penyandang cacat dan organisasi yang didirikan bagi penyandang cacat juga harus diajak berkonsultasi” mengenai kebijakan di bidang rehabilitasi dan pemberian lapangan kerja bagi penyandang cacat. Lihat Panitia Ahli, Kajian Umum tentang rehabilitasi dan lapangan kerja kejuruan bagi penyandang cacat, 1998, paragraf 90-92. LAPORAN III(1B)-2000 25 Konsultasi Tripartit atau pekerja untuk ikut serta dalam dalam konsultasi. Kemungkinan menyelenggarakan konsultasi dalam forum yang komposisinya tidak tripartit dan yang memperbolehkan keikutsertaan pihak-pihak lain di luar wakilwakil pengusaha dan pekerja juga disebutkan dalam pembahasan sewaktu tahap persiapan dilakukan. Artinya, konsultasi dapat diikuti oleh ahli-ahli independen, wakil-wakil organisasi wanita, wakil-wakil suku terasing atau asosiasi-asosiasi konsumen. Hal ini sebagian dimaksudkan untuk memungkinkan dilakukannya konsultasi melalui badan atau forum yang komposisi pesertanya tidak harus secara ketat bersifat tripartit sehingga dengan demikian, istilah “tripartit” tidak dimunculkan dalam bagian operatif instrumen perburuhan yang bersangkutan.13 Meskipun demikian, perlu ditekankan di sini bahwa konsultasi dengan pihak-pihak lain tersebut tidak boleh menjadi konsultasi yang dominan sehingga memperkecil atau meremehkan arti konsultasi dengan mitra-mitra sosial utama [yaitu wakilwakil pengusaha dan pekerja], apalagi menggantikannya. 3. “Hak Kebebasan Berserikat” 39. Klausul definisi dalam Pasal 1 Konvensi menyebutkan bahwa organisasi-organisasi perwakilan yang dimaksudkan Konvensi adalah organisasi-organisasi yang menikmati “hak kebebasan berserikat”. Untuk itu, diperkenalkan suatu amandemen dalam pembahasan kedua mengenai instrumen perburuhan yang diusulkan dengan alasan bahwa “adalah penting bagi organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja untuk menikmati kebebasan berserikat; kalau tidak, tidak akan ada sistem konsultasi tripartit yang efektif, baik pada tingkat nasional maupun tingkat internasional, karena pengusaha dan pekerja haruslah mampu menyatakan pandangan mereka Lihat: ILC, Sidang ke 60, 1975, Laporan VII(2), hal. 14-15 dan 20-21; Record of Proceedings (Notulen Sidang), ILC, Sidang ke 61, 1976, No. 21, paragraf 10. Lembaga-lembaga swadaya masyarakat jarang sekali ikut serta dalam badan-badan yang bertanggung jawab menangani urusan-urusan ILO. Di Norwegia, misalnya, LSM dengan nama Asosiasi Norwegia bagi Perserikatan Bangsa-bangsa (the Norwegian Association for the United Nations) ikut duduk dalam Panitia ILO Norwegia namun hanya dengan status sebagai pengamat. 13 26 LAPORAN III(1B)-2000 Definisi dan metode implementasi tanpa paksaan atau tekanan dari pihak manapun”. Amandemen ini diterima dan disetujui secara aklamasi setelah gugurnya usulan amandemen lain yang menyebutkan bahwa organisasi-organisasi perwakilan adalah organisasiorganisasi “yang anggota-anggotanya menikmati hak-hak yang tertera dalam Konvensi No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas Hak Berorganisasi”.14 Suatu referensi yang bersifat eksplisit terhadap Konvensi No. 87 dalam bagian operatif dari instrumen perburuhan tersebut telah ditolak dalam pem-bahasan pertama, terutama karena referensi itu diperkirakan akan menim-bulkan kesulitan-kesulitan bagi negara-negara yang belum meratifikasi Konvensi No. 87.15 Di sisi lain, dalam pembahasan yang sama tercapai kata sepakat bahwa Mukadimah instrumen perburuhan tersebut harus mengacu pada Konvensi No. 87 dan Konvensi No. 98 Tahun 1949 tentang Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama.16 40. Dalam konteks ini, acuan terhadap “hak kebebasan berserikat” dimaksudkan untuk menjamin bahwa konsultasi berlangsung dalam kondisi yang memungkinkan organisasi-organisasi perwakilan untuk mengemukakan sudut pandang masing-masing dengan kebebasan dan kemandirian penuh. Hal ini hanya dapat dijamin apabila prinsip-prinsip yang terkandung dalam Konvensi No. 87 dan Konvensi No. 98 dihargai sepenuhnya, termasuk hak semua pekerja dan pengusaha untuk berserikat dan menjadi anggota organisasi yang mereka pilih sendiri, hak organisasiorganisasi seperti itu untuk menangani urusan internalnya sendiri tanpa campur tangan pemerintah, dan hak organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja untuk mendapatkan perlindungan dari tindakan saling campur tangan terhadap organisasi masing-masing. 14 ILO: Record of Proceedings (Notulen Sidang), ILC, Sidang ke 61, 1976, No. 21, paragraf 13. 15 ILC, Sidang ke 61, 1976, Laporan IV(1), paragraf 28. 16 ibid, paragraf 18 LAPORAN III(1B)-2000 27 Konsultasi Tripartit 41. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa dalam menerima dan menyetujui formulir laporan untuk Konvensi No. 144, Badan Pengurus berpendapat bahwa untuk mengawasi pelaksanaan Konvensi, hanya pemerintah negara-negara yang belum meratifikasi Konvensi No. 87 sajalah yang perlu diminta menunjukkan bagaimana hak kebebasan berserikat bagi organisasi-organisasi yang disebutkan dalam Pasal 1 dijamin. 4. Pilihan Bebas bagi Wakil-wakil Pengusaha dan Pekerja 42. Menurut Pasal 3 ayat 1 Konvensi, demi prosedur konsultasi, wakilwakil pengusaha dan pekerja harus “dipilih secara bebas” oleh organisasi masing-masing. Hanya dengan membiarkan masing-masing organisasi memilih wakil-wakilnya sendiri barulah dapat dijamin bahwa para peserta prosedur konsultasi adalah mereka yang benar-benar mewakili/ representatif. 43. Instrumen perburuhan tersebut tidak memuat ketentuan-ketentuan mengenai cara pengangkatan wakil-wakil organisasi. Selama tahap persiapan, sewaktu Panitia Konperensi melakukan pemeriksaan dalam pembahasan pertama Usulan-usulan Kesimpulan (Proposed Conclusions) yang dijadikan dasar pengangkatan wakil-wakil pengusaha dan pekerja atas usulan organisasi masing-masing, para anggota Pengusaha dan Pekerja menentang amandemen yang dirancang untuk memberikan kebebasan yang lebih besar kepada pemerintah untuk mengangkat wakil-wakil pengusaha dan pekerja. Mereka menuntut agar pengangkatan wakil-wakil pengusaha dan pekerja oleh pemerintah dilakukan “setelah terlebih dahulu mengkonsultasikannya” dengan organisasi-organisasi perwakilan masingmasing. 17 Meskipun usulan-usulan instrumen perburuhan yang dikemukakan dalam pembahasan kedua tidak membicarakan metode pengangkatan wakil, telah dipahami bahwa, apabila wakil-wakil tersebut 17 ibid, paragraf 32. 28 LAPORAN III(1B)-2000 Definisi dan metode implementasi tetap diangkat oleh pemerintah, maka konsultasi yang dilakukan dengan organisasi-organisasi yang bersangkutan mengenai pengangkatan wakilwakil hanyalah sekedar konsultasi belaka yang tidak menjamin bahwa pengangkatan itu dilakukan berdasarkan pilihan bebas masing-masing organisasi tersebut dan bahwa, apabila wakil-wakil itu diangkat oleh pemerintah berdasarkan usulan organisasi, maka pemerintah hendaknya terikat oleh usulan tersebut. 44. Dalam prakteknya, prinsip pilihan bebas barulah dihargai apabila organisasi-organisasi itu sendiri mengangkat wakil-wakil mereka secara langsung. Tetapi prinsip ini juga dihargai dalam hal, sebagaimana yang sering terjadi, wakil-wakil itu diangkat secara resmi oleh pemerintah setelah dinominasikan oleh organisasi masing-masing, dengan catatan bahwa dalam hal ini pemerintah terikat untuk mengangkat wakil-wakil yang diajukan itu. 5. Komposisi perwakilan yang berimbang 45. Menurut Pasal 3 ayat 2 Konvensi, “pengusaha dan pekerja wajib terwakili dalam komposisi berimbang dalam badan-badan tempat konsultasi berlangsung”. 46. Selama tahan persiapan, telah disepakati bahwa persyaratan tentang “komposisi berimbang” ini hendaknya tidak ditafsirkan sebagai penentuan jumlah perwakilan secara ketat yang angkanya harus tepat sama, tetapi dimaksudkan untuk memastikan bahwa kepentingan pengusaha dan pekerja terwakili dengan benar secara berimbang sehingga pandangan/ pendapat yang mereka ajukan mendapatkan porsi dan bobot yang sama. Kesepakatan ini diambil karena penentuan jumlah perwakilan berimbang yang angkanya benarbenar tepat sulit dicapai, terutama bila ada banyak organisasi perwakilan.18 18 ILC, Sidang ke 60, 1975, Laporan VII(2), hal. 22-24. LAPORAN III(1B)-2000 29 Konsultasi Tripartit Selain itu, penentuan jumlah yang tepat sama untuk menjamin komposisi berimbang juga tidak terlalu penting karena dalam prosedur konsultasi yang benar-benar murni konsultasi, pada umumnya tidak diperlukan pemungutan suara.19 47. Hendaknya juga dicatat bahwa Konvensi tidak mengharuskan perwakilan yang proporsional antara pengusaha dan pekerja di satu sisi, dan pemerintah di sisi lain. Posisi pemerintah dianggap unik bila dibandingkan dengan posisi para mitra sosialnya, tanpa mengindahkan jumlah yang sesungguhnya dari wakil-wakilnya sendiri. Dalam hal ini, konsultasi dalam pengertian Konvensi dapat dilakukan dalam badan bipartit yang telah dipanggil untuk menelaah posisi pemerintah. II. METODE I MPLEMENTASI 48. Instrumen perburuhan tidak menetapkan persyaratan-persyaratan secara tepat dan terinci mengenai metode pelaksanaannya. Misalnya, Konvensi tidak mengharuskan pemerintah mengundangkan perundangundangan yang ditujukan untuk melaksanakan prosedur-prosedur Konvensi.20 Sewaktu Badan Pengurus menyetujui formulir laporan untuk Konvensi, Badan Pengurus memberikan konfirmasi bahwa Konvensi dapat dilaksanakan melalui hukum atau praktek-praktek perburuhan yang umum berlaku maupun melalui pengundangan undang-undang dan peraturan.21 ILC, Sidang ke 61, 1976, Laporan IV(1), paragraf 34. 19 20 Kecuali ada halangan-halangan konstitusional atau ketentuan-ketentuan legislatif yang bertentangan dengan Konvensi. Badan Pengurus, Sidang ke 204 (November 1977), dokumen GB.204/16/23, Bagian I formulir laporan menanyakan apakah pasal-pasal Konvensi diberi kekuatan hukum melalui: “(a) hukum adat atau kebiasaan/ praktek adat; atau (b) melalui undang-undang”. 21 30 LAPORAN III(1B)-2000 Definisi dan metode implementasi 49. Di antara prosedur-prosedur konsultasi standar perburuhan internasional yang diidentifikasikan oleh Kantor Perburuhan Internasional dalam laporannya mengenai hukum dan praktek perburuhan22, sejumlah prosedur yang menjadi inspirasi dalam tahap persiapan telah dikembangkan tanpa naskah yang bersifat spesifik, dan dalam beberapa hal tertentu, didasarkan pada praktek perburuhan yang telah lama dianut.23 Di sejumlah Negara pendukung Konvensi, konsultasi berlangsung tanpa adanya ketentuan tertentu mengenai hal ini dalam hukum internal masing-masing.24 50. Namun, di banyak negara, prosedur konsultasi diatur oleh dekrit, peraturan, atau perintah menteri, dan yang lebih jarang, oleh undang-undang, seperti Undang-undang Perburuhan.25 Prosedur konsultasi juga dapat disusun berdasarkan suatu perjanjian nasional. Apabila ada dewan penasehat perburuhan, penerimaan atau modifikasi peraturan-peraturan internalnya mungkin cukup memadai untuk mengorganisir konsultasi mengenai halhal yang dibahas oleh Konvensi dengan mendirikan, bilamana perlu, suatu panitia atau badan pekerja yang kompeten. 51. Panita berpendapat bahwa ada alasan-alasan yang dapat dibenarkan untuk menyimpulkan, dari pengalaman Panitia mengawasi pelaksanaan Konvensi selama 20 tahun, bahwa mekanisme-mekanisme pelaksanaan Konvensi atau tempat yang diberikan pada instrumen perburuhan tersebut 22 ILC, Sidang ke 60, 1975, Laporan VII(1), hal. 9-16. Misalnya, sejak 1927 di Swedia , 1974 di Norwegia, 1954 di Denmark dan di India. 23 Misalnya, di Austria, Jerman, Eslandia, Irlandia , Selandia Baru, Portugal, Spanyol, Inggris dan Venezuela. Di Sri Lanka, serikat pekerja perkebunan “Lanka Jathika” menyesalkan bahwa badan konsultatif tidak memiliki status hukum dan tidak lebih dari sekedar badan administratif yang didirikan oleh Menteri Perburuhan saat ini sehingga tidak ada jaminan bahwa badan konsultatif tersebut nantinya akan terus dipertahankan. 24 Di Indonesia, menurut Serikat Pekerja Indonesia, kenyataan bahwa ketentuan-ketentuan yang diterima dan disetujui melalui Keputusan Presiden yang meratifikasi Konvensi dinyatakan dalam bentuk Keputusan Menteri Tenaga Kerja menunjukkan tidak adanya jaminan bahwa Konvensi akan dilaksanakan. 25 LAPORAN III(1B)-2000 31 Konsultasi Tripartit dalam hirarki/ jenjang perundang-undangan nasional di suatu negara, apabila ditinjau dari segi penyusunan prosedur konsultasi yang efektif, bukanlah hal yang terlalu menentukan jika dibandingkan dengan kualitas keseluruhan dari dialog sosial yang berlangsung di negara tersebut. Di negara-negara tertentu, walaupun naskah Konvensi telah diterima dan diserap sebagaimana adanya, pelaksanaan Konvensi secara efektif ternyata masih belum dapat dipastikan, sedangkan di negara-negara lain, praktek-praktek perburuhannya saja sudah dapat menjamin terlaksananya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi. Meskipun Negara-negara yang terikat oleh Konvensi ini relatif bebas menentukan sendiri metode pelaksanaan Konvensi, mereka dituntut untuk menunjukkan, dalam laporan yang harus mereka berikan setiap dua tahun sekali berdasarkan pasal 22 Konstitusi, bahwa konsultasikonsultasi yang diperlukan dalam prakteknya telah benar-benar dilakukan. 32 LAPORAN III(1B)-2000 PROSEDUR-PROSEDUR KONSULTASI 3 52. Mengikuti resolusi tahun 1971 mengenai pengokohan tripartisme dalam seluruh kegiatan ILO, yang mencatat dan menyetujui pembentukan badan-badan berstruktur tripartit serupa dengan yang dimiliki ILO1 di Negara-Negara Anggota, pengembangan instrumen perburuhan internasional untuk pertama kalinya ditempatkan pada agenda Konperensi di bawah judul “Pembentukan mekanisme tripartit nasional untuk meningkatkan pelaksanaan standar ILO”. Konsultasi-konsultasi tripartit mengenai standar perburuhan cenderung dilihat dari perspektif kelembagaan, dengan mengambil contoh pengalaman negara-negara yang telah melakukan konsultasi-konsultasi tripartit dalam badan-badan yang sesuai.2 Namun, pembahasan-pembahasan yang dilakukan dalam tahap persiapan membawa perubahan yang signifikan. Seusai pembahasan pertama tercapai persetujuan untuk membuang acuan terhadap “pembentukan” mekanisme atau prosedur untuk mencegah supaya instrumen perburuhan tersebut tidak diartikan sebagai tuntutan untuk membentuk mekanisme baru padahal konsultasi dapat dilakukan di dalam kerangka badan-badan yang sudah ada, baik yang bersifat Lihat paragraf 15 di atas. 1 2 ILC, Sidangnya yang ke 60, 1975, Laporan VII(1), hal. 9-16. LAPORAN III(1B)-2000 33 Konsultasi Tripartit tripartit murni maupun tidak.3 Di samping itu, suatu ketentuan yang memungkinkan dilakukannya konsultasi melalui komunikasi tertulis juga disetujui4 dan, dalam pembahasan kedua, usulan agar konsultasi dapat dilakukan dengan seluruh cara yang ada, termasuk secara tertulis, mendapatkan persetujuan secara umum.5 53. Akibatnya, perumusan redaksional kata yang amat fleksibel dalam Konvensi memberikan ruang gerak yang cukup luas kepada Negara Anggota untuk memilih prosedur konsultasi, sedangkan Rekomendasi memberikan daftar contoh-contoh cara konsultasi yang dapat dilakukan. Menurut Pasal 2 ayat 2 Konvensi, “sifat dan bentuk prosedur” yang “menjadi tanggung jawab Anggota untuk dijalankan,” sesuai dengan Pasal 2 ayat 1, “wajib ditetapkan di masing-masing negara sesuai dengan praktek perburuhan nasional yang lazim berlaku, setelah konsultasi dilakukan dengan organisasiorganisasi perwakilan, bilamana organisasi-organisasi perwakilan tersebut ada dan bilamana prosedur-prosedur tersebut belum disusun”. Selanjutnya, dalam ayat 2(3) Rekomendasi disebutkan: “Misalnya, konsultasi dapat dilakukan: (a) melalui suatu panitia yang secara spesifik dibentuk untuk menangani masalah-masalah yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional; (b) melalui suatu badan yang memiliki pengetahuan dan keahlian umum di bidang ekonomi, sosial atau perburuhan; (c) melalui sejumlah badan dengan tanggung jawab khusus untuk subyek tertentu; atau (d) melalui komunikasi tertulis apabila masing-masing pihak yang terlibat dalam prosedur konsultasi sepakat bahwa komunikasi tertulis dianggap memadai dan pantas dilakukan.” 3 ILC, Sidangnya yang ke 61, 1976, Laporan IV(1), paragraf 14; ILO: Risalah Jalannya Sidang, ILC, Sidang ke 61, 1976, No. 21, paragraf 36. ILC, Sidang ke 61, 1976, Laporan IV(1), paragraf 30. 4 5 ILO: Risalah Jalannya Sidang, ILC, Sidang ke 60, 1976, No. 21, paragraf 18. 34 LAPORAN III(1B)-2000 Prosedur-prosedur konsultasi 54. Berbagai pilihan yang diusulkan oleh Rekomendasi sebagaimana disebutkan di atas hanyalah bersifat indikatif (memberikan petunjuk). Karena itu, berbagai pilihan tersebut tidaklah bersifat eksklusif secara timbal balik atau merupakan pilihan-pilihan yang telah diuji secara lengkap dan mendalam. Dalam kenyataannya, Negara-Negara Anggota seringkali mengkombinasikan konsultasi tertulis dan lisan, dan komunikasi lisan tidak perlu harus berlangsung di dalam kerangka kelembagaan yang bersifat permanen. DI DALAM SUATU K ERANGKA KELEMBAGAAN I. KONSULTASI 1. Badan-badan dengan Kompetensi Khusus yang Menangani Urusan-urusan yang Berhubungan dengan ILO 55. Pembentukan panitia-panitia tripartit yang bersifat permanen untuk menangani hal-hal yang berhubungan dengan ILO merupakan bentuk prosedur konsultasi institusional yang paling tua dan paling banyak dipilih. Panitia-panitia tripartit seperti itu merupakan bagian dari praktek perburuhan yang telah terbentuk di Denmark, Finlandia6 , Jerman, India, Norwegia, dan Swedia7 jauh sebelum diterima dan disetujuinya instrumen perburuhan internasional tahun 1976. 56. Di San Marino dibentuk suatu panitia tripartit untuk menangani kebutuhan yang timbul sewaktu San Marino bergabung dengan ILO. 8 Di Amerika Serikat dibentuk suatu panitia setingkat kabinet di bawah Kantor Dekrit No. 851/77 tanggal 24 November 1977 mengenai pembentukan Panitia Penasehat ILO Finlandia diterima dan disetujui pada saat prosedur ratifikasi. 6 Ordonansi tanggal 8 Desember 1977 yang memuat tata tertib bagi Panitia ILO menjadikan dan menjelaskan praktek perburuhan ini dalam undang-undang setelah ratifikasi Konvensi. 7 8 Keputusan No. 20 tanggal 21 Juli 1983 dari Konggres Negara mengenai keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan ILO. LAPORAN III(1B)-2000 35 Konsultasi Tripartit Kepresidenan untuk memastikan terlaksananya konsultasi tripartit justru pada saat Amerika Serikat sedang mempertimbangkan untuk mengundurkan diri dari keanggotaan ILO. Setelah Amerika Serikat kembali menjadi anggota ILO atas rekomendasi panitia setingkat kabinet tersebut, panitia itu diganti menjadi Panitia Penasehat Federal (Panitia Kepresidenan mengenai ILO).9 Panitia ini antara lain mempertimbangkan kesimpulan-kesimpulan yang diambil Panel Penasehat Tripartit mengenai Standar Perburuhan Internasional (TAPILS), yang bertanggung jawab atas peninjauan kembali Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi. 57. Panitia-panitia penasehat khusus juga telah dibentuk bagi dan setelah ratifikasi Konvensi di Argentina10, Mesir11 , Estonia12, Perancis13, Eslandia14, Irak15, Republik Korea16, Malawi17, Polandia 18, Trinidad dan Tobago19, dan Uruguai.20 Panitia-panitia serupa juga dibentuk untuk Perintah Eksekutif No. 12216 tanggal 18 Juni 1980. 9 10 Perintah Menteri Perburuhan dan Jaminan Sosial No. 990 tanggal 22 September 1990 mengenai pembentukan Panitia Konsultasi Tripartit untuk Meningkatkan Pelaksanaan Standar Perburuhan Internasional. Perintah Menteri No. 1 11 Tahun 1982 mengenai pembentukan Panitia Konsultasi Tripartit Permanen yang membidangi kegiatan-kegiatan ILO. 11 Peraturan Dewan ILO Estonia yang diterima dan disetujui berdasarkan konsensus tanggal 24 November 1993. 12 13 Perintah Menteri Sosial dan Solidaritas Nasional tanggal 18 November 1983 mengenai pembentukan Panitia Penasehat ILO. Sesuai dengan praktek administratif dari tahun 1981. 14 15 Perintah Menteri Perburuhan No. 759 tanggal 17 Agustus 1983 mengenai pembentukan panitia konsultasi tripartit nasional yang membidangi Konvensi dan Rekomendasi perburuhan internasional. 16 Dewan Urusan Perburuhan Internasional. 17 Keputusan tgl. 9 Agustus 1985 mengenai pembentukan panitia tripartit tentang ratifikasi Konvensi-konvensi ILO. Ordonansi Perdana Menteri No. 1 tgl. 5 Januari 1990 mengenai pembentukan Panitia Tripartit Polandia untuk Kerjasama dengan ILO. 18 Keputusan Kabinet tanggal 16 Mei 1996 mengenai pembentukan Panitia Konsultasi Tripartit 144. 19 20 Perintah Kementerian Perburuhan dan Jaminan Sosial tanggal 11 Maret 1985. Kelompok kerja tripartit ILO telah dibentuk di Kementrian Perburuhan tahun 1967. 36 LAPORAN III(1B)-2000 Prosedur-prosedur konsultasi melengkapi atau menggantikan prosedur-prosedur konsultasi yang ada di Pantai Gading21, Guatemala22, Hungaria23, dan Republik Arab Suriah24. 58. Beberapa negara yang belum meratifikasi Konvensi juga memiliki panitia-panitia serupa, termasuk Jepang (yang menyelenggarakan pertemuan untuk membahas masalah-masalah perburuhan internasional dan sub-sub panitia ILO sesuai dengan praktek yang telah lama berlaku), Angola25, Republik Ceko26, dan Kuwait.27 59. Badan-badan ini, yang sebagian besar memiliki sekitar 10 hingga 20 anggota28, memenuhi ketentuan Pasal 3 Konvensi. Wakil-wakil pengusaha dan pekerja langsung diangkat oleh organisasi-organisasi masing-masing atau, yang lebih sering, diangkat setelah dinominasikan oleh organisasi-organisasi masing-masing dan keikutsertaannya dinyatakan dalam komposisi yang berimbang. Suara pengusaha dan pekerja yang termasuk dalam kategori khusus juga dapat terwakili tanpa harus melanggar prinsip perwakilan berimbang.29 21 Perintah Kementerian Lapangan Kerja dan Layanan Publik No. 834/ EFB/CAB.1 tgl. 26 Januari 1995 mengenai Panitia Tripartit untuk urusan-urusan ILO. Perintah No. 93-95 Kementrian Perburuhan dan Perlindungan Sosial mengenai pembentukan Panitia Tripartit mengenai Masalah-masalah Perburuhan Internasional. 22 Dewan Nasional ILO dibentuk tgl. 26 Mei 1999 berdasarkan perjanjian antara Pemerintah dan or ganisasiorganisasi pengusaha dan pekerja yang paling representatif (mewakili). 23 24 Perintah Menteri Sosial dan Perburuhan No. 1214 tgl. 30 Oktober 1995. Dekrit No. 50/91 tgl. 16 Agustus 1991 mengenai pembentukan Panitia ILO Nasional. 25 26 Undang-undang Komisi Kerjasama Dengan ILO, diterima dan disetujui bersama oleh Menteri Peburuhan dan Sosial dan Menteri Luar Negeri (1993). 27 Perintah Menteri Sosial dan Perburuhan No. 114 tahun 1996 mengenai pembentukan Panitia Studi Standar dan Konvensi Perburuhan. Dari satu negara ke negara lain, jumlah ini bervariasi antara tiga hingga 40 anggota, dan tergantung pada jumlah organisasi pengusaha dan pekerja yang terwakili dan tempat yang diberikan kepada instansi-instansi berwenang administratif yang berkepentingan di antara wakil-wakil pemerintah. Sebagian dari panitia-panitia ini memiliki anggota tituler dan anggota pengganti. 28 29 Dengan memperhatikan perwakilan pengusaha publik, lihat supra , paragraf 36. LAPORAN III(1B)-2000 37 Konsultasi Tripartit Misalnya, di Perancis, selain wakil-wakil pengusaha dan wakil-wakil dari lima organisasi serikat pekerja yang paling representatif, wakil-wakil guru dan petani juga diikutsertakan dalam kegiatan Panitia Penasehat ILO. Di Norwegia, wakil-wakil pemilik kapal dan pelaut duduk bersama wakil-wakil pengusaha dan pekerja dalam panitia tripartit ILO. 60. Panitia-panitia tipe ini pada umumnya terlembaga di bawah naungan menteri yang bertanggung jawab atas masalah-masalah perburuhan, dan biasanya diketuai oleh salah seorang wakil menteri. Tetapi, instansiinstansi pemerintah lain yang berkepentingan juga dapat menempatkan wakilnya. Misalnya, keikutsertaan seorang wakil menteri luar negeri dalam kegiatan panitia-panitia tripartit ILO merupakan hal yang lazim. 61. Di beberapa negara, panitia penasehat bukanlah sekedar forum untuk bertukar pendapat, tetapi juga dapat mengeluarkan pendapat resmi atau bahkan keputusan resmi. Di Malawi, misalnya, keputusan-keputusan yang diambil oleh panitia penasehat bersifat mengikat Menteri Perburuhan.30 Di Finlandia, Dekrit mengenai pembentukan Panitia ILO menetapkan keputusan-keputusan yang harus diambil berdasarkan mayoritas tunggal. Di Trinidad dan Tobago, tata tertib Panitia ILO mengharuskan dilakukannya pemungutan suara apabila tidak tercapai konsensus. Sebaliknya, di Perancis Perintah mengenai pembentukan Panitia Penasehat menetapkan bahwa pengumpulan pendapat dilakukan tanpa bantuan pemungutan suara. 2. Badan-badan dengan Kompetensi Umum di Bidang Ekonomi, Sosial atau Perburuhan. 62. Rekomendasi 152 mengacu pada dua tipe badan penasehat yang berbeda. Yang pertama, yang berbentuk “dewan-dewan ekonomi dan sosial,” 30 Meskipun demikian, komposisi Panitia ini (dua wakil pengusaha, dua wakil pekerja, dan lima wakil pemerintah) jelas menunjukkan bahwa tidak ada keputusan yang dapat diambil tanpa persetujuan pemerintah. 38 LAPORAN III(1B)-2000 Prosedur-prosedur konsultasi pada umumnya mempunyai mandat yang mencakup semua masalah ekonomi, sosial, dan pembangunan, dan sering kali mengikutsertakan anggota-anggota yang mewakili kepentingan-kepentingan di luar kepentingan pengusaha dan pekerja. Yang kedua, berbentuk “dewan-dewan penasehat tenaga kerja,” dibentuk dengan tujuan yang lebih spesifik, yaitu mengupayakan terjadinya konsultasi antara wakil-wakil pengusaha dan pekerja mengenai masalah-masalah perburuhan serta lapangan kerja.31 63. Mengenai tipe badan-badan penasehat yang pertama, informasi yang ada cenderung membenarkan temuan Panitia dalam Kajian Umum tahun 1982, yaitu bahwa badan-badan penasehat tersebut tampaknya hampir tidak pernah diajak berkonsultasi mengenai hal-hal yang menjadi pokok bahasan instrumen perburuhan (yaitu Konvensi 144 dan Rekomendasi 152).32 Panitia hanya menjumpai satu kasus yang dengan jelas menunjukkan bahwa dewan ekonomi dan sosial memiliki mandat yang jelas untuk menimbang pokok bahasan tersebut, yaitu di Romania.33 Di Kroasia, Dewan Ekonomi dan Sosial yang didirikan pada tahun 1997 mempunyai panitia hubungan internasional yang bertanggung jawab menangani kegiatankegiatan ILO tetapi panitia ini baru akan memulai tugasnya.34 64. Laporan dari sejumlah negara lain menyebutkan adanya badanbadan serupa tanpa menjelaskan apakah konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Konvensi 144 dan Rekomendasi 152 benar-benar telah dilaksanakan menurut ketentuan-ketentuan yang menjadi landasan hukum badan-badan Kedua tipe ini dapat diterapkan secara bersama-sama, seperti yang terjadi di Belgia (Dewan Ekonomi Pusat dan Dewan Perburuhan Nasional). 31 32 Kajian Umum Tahun 1982, paragraf 76. Undang-undang Tahun 1997 mengenai Pengorganisasian dan Pemfungsian Dewan Ekonomi dan Sosial menyebutkan dalam bagian 6 (d) bahwa pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang timbul dari Konvensi No. 144 merupakan salah satu tanggung jawab Dewan. 33 34 Menurut laporan pemerintah. LAPORAN III(1B)-2000 39 Konsultasi Tripartit tersebut.35 Panita juga mencatat bahwa apabila di suatu negara yang terikat Konvensi diusulkan supaya badan-badan penasehat tersebut hendaknya juga menimbang hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan ILO di bidang penetapan standar, usulan seperti itu pada umumnya tidak ditindaklanjuti.36 Di Spanyol, kemungkinan ini menjadi bahan diskusi pada waktu Dewan Ekonomi dan Sosial dibentuk.37 Di Hungaria, segera setelah ratifikasi Konvensi dilakukan, diusulkan supaya konsultasi-konsultasi yang diwajibkan itu dilangsungkan dalam Dewan Rekonsiliasi Kepentingan, tetapi akhirnya diputuskan untuk membentuk suatu panitia dengan kompetensi khusus untuk menangani hal-hal ini.38 65. Di sisi lain, pemeriksaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan standar perburuhan internasional atau kegiatan-kegiatan ILO sering kali merupakan salah satu tanggung jawab badan-badan penasehat tipe kedua. Di Namibia, kompetensi Dewan Penasehat Perburuhan untuk menimbang standar perburuhan internasional ditetapkan oleh Undang-Undang Perburuhan.39 Begitu pula halnya di Lesotho. Di sana kompetensi Panitia Penasehat Nasehat bidang Perburuhan ditetapkan menurut Undang-Undang Perburuhan.40 Di Swasilan, perundang-undangan nasionalnya menetapkan Laporan pertama Algeria mengenai pelaksanaan Konvensi mengacu pada Dekrit Presiden No. 93-225 tanggal 5 November 1993 mengenai pembentukan Dewan Nasional Ekonomi dan Sosial, suatu “badan penasehat untuk dialog dan konsultasi di bidang ekonomi, sosial, dan budaya”. Di Afrika Selatan, Undang-undang No. 35 Tahun 1994 tentang pembentukan Dewan Nasional Ekonomi, Pembangunan dan Perburuhan (NEDLAC) menetapkan bahwa Dewan tersebut menimbang rancangan undang-undang perburuhan yang diusulkan. Laporan dari Kazakhstan menyebutkan kegiatan-kegiatan Panitia Tripartit Nasional untuk Kemitraan Sosial di bidang ekonomi, sosial, dan hubungan industrial. 35 36 Misalnya di Turki. 37 Undang-undang No. 21/91 tgl. 17 Juni 1991 mengenai pembentukan Dewan Ekonomi dan Sosial. 38 Lihat supra, catatan 23. 39 Bagian 8, ayat 1(d) Undang-undang Perburuhan tgl. 13 Maret 1992, Dokumen-dokumen Hukum Perburuhan, 1992/2. 40 Bagian 42 Perintah Undang-undang Perburuhan No. 24 Tahun 1992. 40 LAPORAN III(1B)-2000 Prosedur-prosedur konsultasi bahwa Badan Penasehat Perburuhan berwenang membuat usulan-usulan untuk melakukan tindakan yang berhubungan dengan pokok-pokok bahasan konsultasi yang tercakup dalam Konvensi.41 Perumusan usulan-usulan mengenai Konvensi-konvensi ILO juga merupa-kan bagian dari mandat Dewan Nasional bagi Kemitraan Sosial di Ukraina.42 Di Kosta Rika, Dekrit yang mengeluarkan peraturan-peraturan prosedur Dewan Perburuhan Agung43 menyatakan bahwa Dewan wajib bertanggung jawab, antara lain, untuk melakukan konsultasi mengenai hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, ayat 1 Konvensi 144. Di El Salvador, salah satu fungsi Dewan Perburuhan Agung adalah “memberikan nasehat kepada Pemerintah dalam berhubungan dengan ILO”.44 Di Latvia, Peraturan Dewan Kerjasama Tripartit Nasional, yang diterima dan disetujui berdasar-kan perjanjian, menyatakan bahwa Dewan menimbang usulan-usulan yang diajukan untuk ratifikasi dan pelaksanaan Konvensi-konvensi ILO. 66. Apabila naskah perundang-undangan yang membentuk badan penasehat perburuhan tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa badan penasehat perburuhan harus diajak berkonsultasi mengenai hal-hal yang menjadi pokok bahasan Konvensi dan Rekomendasi, maka konsultasi seperti itu dapat dilakukan kemudian, umumnya di bawah naungan suatu sub-panitia dengan wewenang khusus untuk menangani urusan-urusan dengan ILO.45 Di Yunani, misalnya, dibentuk bagian pelaksanaan standar perburuhan internasional berdasarkan dekrit dalam Dewan Perburuhan Agung dengan 41 Bagian 19 Undang-undang Lapangan Kerja No. 5 tgl. 26 September 1980. 42 Bagian 4 Peraturan Dewan Nasional untuk Kemitraan Sosial yang secara resmi diundangkan melalui Dekrit Presiden 27 April 1993. Dekrit No. 27272-MTSS tgl. 20 Agustus 1998. 43 Dekrit No. 69 tgl. 21 Desember 1994. 44 Dewan penasehat juga dapat menjadi badan konsultatif bagi pelaksanaan Konvensi berkat kompetensi yang dimilikinya di bidang perburuhan dan karena tidak adanya ketentutan spesifik yang disusun bagi pelaksanaan Konvensi, seperti yang terjadi di Siprus. 45 LAPORAN III(1B)-2000 41 Konsultasi Tripartit tujuan untuk melakukan konsultasi yang dituntut oleh Konvensi.46 Badan Penasehat itu juga dapat memanfaatkan kuasa yang dimilikinya untuk mengupayakan sendiri pembentukan panitia spesialis tipe ini. Di Australia, misalnya, Dewan Konsultasi Perburuhan Nasional membentuk Panitia Urusan Perburuhan Internasional. Di Suriname, Badan Penasehat Perburuhan membentuk suatu sub-panitia yang menangani urusan-urusan dengan ILO. Di Lithuania, Dewan Tripartit membentuk Komisi Permanen untuk Konsultasi Tripartit guna meningkatkan pelaksanaan standar perburuhan internasional. Di Belgia, setelah ratifikasi Konvensi dilakukan, disusun suatu perjanjian protokol antara Menteri Lapangan Kerja dan Perburuhan dan Dewan Perburuhan Nasional untuk mendefinisikan prosedur konsultasi Dewan, yang membentuk suatu panitia ILO. 67. Komposisi dewan-dewan penasehat perburuhan pada umumnya memenuhi ketentuan yang mengharuskan pemilihan wakil-wakil secara bebas oleh organisasi masing-masing dan ketentuan yang mengharuskan pengusaha dan pekerja terwakili secara berimbang. Pihak-pihak lain di luar wakil-wakil organisasi pengusaha dan pekerja yang paling mewakili (representatif) kadang-kadang boleh ikut serta, baik secara permanen maupun mengikuti pokok-pokok bahasan yang tercantum pada agenda. Di Belgia, misalnya, wakil-wakil pekerja mandiri (self-employed) dan wakilwakil petani mendapat jatah kursi di Dewan Perburuhan Nasional bersama dengan pengusaha. Di Yunani, komposisi perwakilan dalam Dewan Perburuhan Agung tergantung pada pokok bahasan. Apabila yang menjadi pokok bahasan adalah pegawai pemerintah, maka wakil-wakil dari instansi pemerintah atau departemen yang terkait duduk dalam Dewan sebagai wakil pekerja; apabila yang dibahas adalah masalah kelautan atau maritim, maka yang duduk sebagai wakil pengusaha dan wakil pekerja masing-masing adalah wakil-wakil pemilik kapal dan wakil-wakil pelaut. 46 Dekrit Presiden No. 296 tgl. 4 Juli 1991 mengenai “Prosedur untuk Meningkatkan Pelaksanaan Standar Perburuhan Internasional”. 42 LAPORAN III(1B)-2000 Prosedur-prosedur konsultasi 68. Konsultasi yang berlangsung di dalam dewan-dewan penasehat perburuhan tak jarang mengarah pada pembentukan pendapat resmi yang akhirnya diterima dan disetujui. Hal ini lebih sering terjadi di dalam dewandewan penasehat perburuhan daripada di dalam panitia-panitia dengan wewenang khusus untuk menangani hal-hal yang berhubungan dengan ILO. Di Belgia, Dewan Perburuhan Nasional mengeluarkan satu pendapat yang diterima dan disetujui berdasarkan konsensus atau, bila tidak tercapai konsensus, mengeluarkan berbagai pendapat yang telah disuarakan. Di Kosta Rika, peraturan prosedur Dewan Perburuhan Agung menetapkan bahwa keputusan harus diambil berdasarkan konsensus. Peraturan Dewan Kerjasama Tripartit Nasional di Latvia menyebutkan bahwa keputusankeputusan yang diambil berdasarkan persetujuan oleh tiga pihak bersifat mengikat ketiga pihak yang bersangkutan. Di Suriname, Dewan Penasehat Perburuhan harus, berdasarkan ketentuan Dekrit yang membentuknya, menerima dan menyetujui pendapat-pendapat yang disuarakan oleh mayoritas tunggal, meskipun pendapat minoritas juga dapat dikumandangkan apabila diminta. II. KONSULTASI MELALUI KOMUNIKASI T ERTULIS 69. Konsultasi yang dituntut oleh Konvensi dapat dilaksanakan melalui komunikasi secara tertulis seperti yang terjadi di Austria, Barbados, Meksiko, Belanda, Selandia Baru, Portugal, Spanyol, Turki, Inggris, dan Venezuela. Di negara-negara ini konsultasi tertulis dapat dilengkapi, bilamana perlu, dengan bertukar pendapat secara informal atau melalui pertemuanpertemuan ad hoc untuk membahas subyek-subyek tertentu. 70. Konsultasi melalui komunikasi tertulis juga dapat dilakukan sebagai tambahan atau pelengkap dari konsultasi yang dilakukan dalam badan-badan khusus seperti yang terjadi di Australia, Siprus, Perancis, LAPORAN III(1B)-2000 43 Konsultasi Tripartit Jerman, India, Mauritius dan Norwegia. Di Cile, Panitia Tripartit untuk Konvensi No. 144 bertanggung jawab meninjau ulang Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi, sedangkan hal-hal lain yang harus dikonsultasikan menurut ketentuan Pasal 5 ayat 1 Konvensi dibahas melalui pertukaran pendapat secara tertulis. 71. Menurut Rekomendasi, konsultasi melalui komunikasi tertulus hendaknya dilakukan hanya “apabila mereka yang terlibat dalam prosedur konsultasi sepakat bahwa komunikasi seperti itu patut dilakukan dan memadai”. Dalam kaitan inilah Panitia mempertimbangkan kasus Portugal yang telah menetapkan prosedur-prosedur seperti itu sebelum ratifikasi Konvensi, dalam konteks pemeriksaan laporan-laporan yang ditetapkan menurut pasal 22 Konstitusi. Namun, setelah ratifikasi dilakukan, organisasiorganisasi pengusaha dan pekerja Portugal berpendapat bahwa prosedur konsultasi yang disusun hanya berdasarkan komunikasi tertulis saja tidaklah cukup untuk menjamin “keefektifan” konsultasi sebagaimana dimaksud oleh Konvensi. Dalam menanggapi hal ini, Pemerintah Portugal, dengan mengacu pada Pasal 2, ayat 2 Konvensi, menekankan bahwa, karena prosedur konsultasi melalui komunikasi tertulis itu sudah berjalan sebelum ratifikasi dilakukan, maka Pemerintah Portugal tidak merasa perlu atau berkewajiban untuk mengkonsultasikan sifat dan bentuk prosedur konsultasi kepada organisasiorganisasi perwakilan.47 Meskipun demikian, Panitia berpendapat bahwa ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 ayat 2 hendaknya tidak ditafsirkan sebagai ketentuan-ketentuan yang menutup kemungkinan untuk meninjau kembali prosedur-prosedur yang ada untuk melakukan konsultasi dengan organisasi-organisasi yang ikut menjalankan prosedur-prosedur itu. Karena, apabila ratifikasi justru mengakibatkan pembakuan bentuk prosedur konsultasi yang dinilai tidak memuaskan oleh pihak-pihak yang harus dikonsultasikan pendapatnya, maka sesungguhnya, hal ini merupakan suatu paradoks, dan jelas-jelas bertentangan dengan tujuan Konvensi itu sendiri. 47 Permintaan langsung mengenai pelaksanaan Konvensi di Portugal, 1987. 44 LAPORAN III(1B)-2000 Prosedur-prosedur konsultasi II. PROSEDUR-PROSEDUR KONSULTASI LAINNYA 72. Dari informasi yang tersedia tampak bahwa saran yang diberikan dalam Rekomendasi supaya konsultasi dilakukan “melalui sejumlah badan dengan tanggung jawab khusus untuk subyek tertentu” tidak dijalankan. Seperti dalam Kajian terdahulu48, laporan-laporan yang menyebutkan keberadaan badan-badan khusus bipartit atau tripartit49 tidak menjelaskan seberapa jauh badan-badan ini dalam kenyataan sesungguhnya digunakan untuk berkonsultasi secara teratur sebagaimana digariskan dalam instrumen perburuhan yang mengaturnya. Tampaknya, badan-badan seperti ini palingpaling hanya berperan sebagai pendukung dalam konsultasi, terutama apabila pendapat mengenai hal-hal yang menjadi mandat mereka sedang diperlukan. 73. Sebaliknya, ada juga praktek-praktek konsultasi yang tidak tercantum dalam Rekomendasi tetapi yang dipraktekkan oleh negara-negara tertentu. Di Brasilia, panitia-panitia ad hoc triparit secara teratur dibentuk berdasarkan perintah menteri dengan tujuan untuk menimbang prospek ratifikasi dan pelaksanaan instrumen perburuhan tertentu. Di Cina, di luar konsultasi yang wajib dilakukan berdasarkan butir-butir yang terdaftar dalam Pasal 5 ayat 1 Konvensi, lazim diselenggarakan pertemuan tripartit tingkat tinggi tahunan untuk mengkaji ulang segala sesuatu yang berkaitan dengan standar perburuhan internasional. 48 Kajian Umum Tahun 1982, paragraf 81-82. 49 Misalnya, yang secara khusus menangani bidang-bidang tertentu seperti hubungan industrial, pengupahan, lapangan kerja dan pelatihan, diskriminasi pekerjaan, jaminan sosial atau keselamatan dan kesehatan kerja. LAPORAN III(1B)-2000 45 HAL-HAL YANG DICAKUP OLEH KONSULTASI 4 74. Berdasarkan ketentuan-ketentuan Pasal 2, ayat 1 Konvensi, konsultasi secara efektif antara wakil-wakil pemerintah, pengusaha, dan pekerja haruslah mencakup “hal-hal yang menyangkut kegiatan-kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, ayat 1 Konvensi”. Hal-hal yang disebutkan satu per satu dalam ketentuan ini berkaitan dengan kegiatan-kegiatan penetapan standar perburuhan oleh ILO; konsultasi harus dilakukan berdasarkan naskahnaskah yang diusulkan, penyerahan instrumen perburuhan yang telah diterima dan disetujui kepada pihak berwenang, peninjauan ulang instrumen tersebut secara berkala menurut jangka waktu tertentu, penyusunan laporan mengenai pelaksanaan Konvensi-konvensi dan usulan-usulan untuk membatalkan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi. 75. Juga mengenai kegiatan-kegiatan yang terkait dengan penetapan standar perburuhan, Rekomendasi menetapkan bahwa konsultasi-konsultasi tersebut hendaknya juga mencakup laporan-laporan yang harus disusun mengenai Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi beserta Rekomendasirekomendasinya, dan langkah-langkah yang mungkin akan diambil untuk meningkatkan pelaksanaannya. Rekomendasi menambahkan, supaya hendaknya ditetapkan seberapa jauh prosedur-prosedur konsultasi ini dapat digunakan untuk aspek-aspek kegiatan ILO lainnya, seperti misalnya kegiatan kerjasama teknis, resolusi dan kesimpulan yang diterima dan LAPORAN III(1B)-2000 47 Konsultasi Tripartit disetujui dalam konperensi-konperensi dan pertemuan-pertemuan serta upaya-upaya pemasyarakatan Organisasi. 76. Di bawah ini Panitia akan membahas konsultasi-konsultasi mengenai standar perburuhan internasional yang telah dilakukan, dengan menarik perbedaan antara standar yang dituntut oleh Konvensi dan standar yang hanya sekedar diusulkan dalam Rekomendasi. Kemudian Panitia akan membahas konsultasi-konsultasi mengenai aspek-aspek lain kegiatan ILO sebagaimana diusulkan oleh Rekomendasi. Panitia juga mencatat indikasiindikasi yang diberikan dalam beberapa laporan tentang konsultasi mengenai hal-hal lain yang menjadi kepentingan Organisasi. Meskipun tidak dituntut oleh instrumen perburuhan tahun 1976, di negara-negara tertentu konsultasi tentang hal-hal lain tersebut tetap dilakukan. I. KONSULTASI MENGENAI STANDAR PERBURUHAN I NTERNASIONAL 1. Konsultasi yang dituntut oleh Konvensi 77. Di negara-negara yang menetapkan pelaksanaan konsultasi melalui suatu kerangka badan konsultatif khusus, bukanlah hal yang tidak lazim apabila naskah hukum yang menetapkan pembentukan badan konsultatif khusus itu menetapkan wewenang yang dimilikinya berdasarkan butir-butir yang disebutkan dalam Konvensi dengan secara eksplisit mengacu pada Pasal 5 ayat 1, atau dengan mereproduksi ketentuan-ketentuan yang terkandung di dalamnya.1 Di negara-negara lain yang juga menetapkan pembentukan badan jenis ini, komunikasi tertulis dapat saja dilakukan untuk konsultasi mengenai hal-hal tertentu. 1 Misalnya, seperti yang terjadi di Kolombia, Kosta Rika, Pantai Gading, Mesir, Finlandia, Yunani, Hungaria, Polandia, Republik Arab Suriah, dan Trinidad dan Tobago. 48 LAPORAN III(1B)-2000 Hal-hal yang dicakup oleh konsultasi (a) Butir-butir pada agenda Konperensi 78. Menurut ketentuan Pasal 5, ayat 1(a) Konvensi, konsultasi dengan organisasi-organisasi perwakilan pengusaha dan pekerja harus dilakukan oleh pemerintah untuk membahas “tanggapan pemerintah terhadap angket mengenai butir-butir agenda Konperensi Perburuhan Internasional dan komentar/ pandangan pemerintah tentang naskah yang diusulkan untuk dibahas oleh Konperensi”. 79. Karena itu, menurut rincian yang diberikan oleh ketentuan ini, organisasi-organisasi perwakilan pengusaha dan pekerja harus diajak berkonsultasi di setiap tahap persiapan prosedur pembahasan ganda2 untuk membahas butir-butir agenda Konperensi yang ditujukan untuk menerima dan menyetujui instrumen perburuhan baru. Maksud konsultasi itu pertamatama adalah untuk mempersiapkan tanggapan yang akan diberikan pemerintah atas angket yang disodorkan oleh Kantor Perburuhan Internasional. Selain itu, konsultasi tersebut juga dimaksudkan untuk mengkaji komentar atau pandangan pemerintah mengenai rancangan atau usulan naskah instrumen perburuhan yang disusun Kantor Perburuhan Internasional dalam pembahasan tahap kedua pada Konperensi Perburuhan Internasional. 80. Dengan menanggapi angket Kantor Perburuhan Internasional dan mengomentari naskah-naskah yang diusulkan, setiap Negara Anggota dapat memberikan pengaruh yang menentukan terhadap isi instrumen perburuhan yang sedang disiapkan. Dengan mengkombinasikan semua tanggapan dan pandangan yang diberikan oleh Negara-Negara Anggota, pembahasan Konperensi menjadi lebih komprehensif karena pembahasan itu dilakukan berdasarkan informasi seakurat mungkin mengenai apa yang menjadi 2 Dalam pembahasan tunggal, konsultasi dilakukan hanya untuk membahas tanggapan yang akan diberikan atas angket Kantor Perburuhan Internasional. LAPORAN III(1B)-2000 49 Konsultasi Tripartit harapan, kepentingan dan keprihatinan Negara-Negara Anggota serta situasi dan kondisi nasional masing-masing. Karena itu, partisipasi aktif NegaraNegara Anggota dalam tahap ini amatlah penting untuk menjamin relevansi dan keefektifan standar perburuhan tersebut. 81. Dalam resolusi yang dikeluarkannya tahun 1971, Konperensi Perburuhan Internasional menyebutkan bahwa konsultasi yang dilakukan pemerintah dengan organisasi-organisasi perwakilan untuk membahas bagaimana pemerintah sebaiknya menanggapi angket dari Kantor Perburuhan Internasional merupakan salah aspek yang perlu digiatkan pelaksanaannya untuk memperkokoh tripartisme di dalam kegiatan-kegiatan ILO. Berdasarkan rancangan amandemen yang diserahkan oleh Badan Pengurus, yang juga memakai perumusan redaksional kalimat yang dipakai dalam resolusi tahun 1971, Konperensi Perburuhan Internasional, dalam sidangnya pada tahun 1987, mengubah (mengamandemen) pasal-pasal yang tercantum pada Peraturan Tata Tertibnya mengenai tahap-tahap persiapan untuk prosedur pembahasan tunggal dan prosedur pembahasan ganda dengan memasukkan ketentuan-ketentuan yang mewajibkan pemerintah untuk terlebih dahulu berkonsultasi dengan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja yang paling representatif sebelum memberikan tanggapan akhir atas angket Kantor Perburuhan Internasional dan komentar/ pandangan akhir tentang Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi yang diusulkan. Dengan demikian, pendapat atau pandangan dari organisasi-organisasi pengusaha dan organisasi-organisasi pekerja dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam laporan-laporan Kantor Perburuhan Internasional.3 82. Bagi Negara-Negara Anggota yang terikat oleh Konvensi 144, konsultasi dengan organisasi-organisasi perwakilan mengenai butir-butir agenda Konperensi merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dengan 3 Lihat Pasal 38 dan Pasal 39 Tata Tertib Konperensi Perburuhan Internasional, Risalah Jalannya Sidang, Konperensi Perburuhan Internasional (ILC), Sidangnya yang ke 73, 1987, No. 2 dan No. 14. 50 LAPORAN III(1B)-2000 Hal-hal yang dicakup oleh konsultasi berbagai cara. Konsultasi dalam bentuk komunikasi tertulis tampaknya merupakan cara konsultasi yang paling lazim4, walaupun rancangan tanggapan dan pandangan pemerintah juga dapat diserahkan kepada panitia nasional yang bertanggung jawab menangani urusan-urusan dengan ILO.5 Selain itu, kedua cara ini juga dapat digabung.6 83. Sebagaimana halnya dengan hal-hal lain yang memerlukan pembahasan melalui konsultasi, Pemerintah harus mempertimbangkan pendapat organisasi-organisasi perwakilan sebelum menetapkan posisi akhir yang akan diambilnya meskipun hal ini tidak berarti bahwa pemerintah harus memasukkan pendapat organisasi-organisasi tersebut dalam komunikasi atau korespondensi yang dilakukannya dengan Kantor Perburuhan Internasional. Kendati demikian, pendapat organisasi-organisasi perwakilan tersebut hendaknya disebutkan dalam laporan akhir yang disampaikan oleh pemerintah Negara yang bersangkutan kepada ILO apabila dalam konsultasi dengan organisasi-organisasi perwakilan tersebut terjadi perbedaan pendapat yang amat besar.7 (b) Pengajuan instrumen perburuhan kepada badan-badan yang berwenang 84. Menurut ketentuan Pasal 5, ayat 1(b) Konvensi, konsultasi harus mencakup “usulan-usulan yang akan diajukan kepada badan-badan yang berwenang sehubungan dengan pengajuan Konvensi-konvensi dan Termasuk di negara-negara yang telah membentuk panitia yang berwenang membahas urusan-urusan dengan ILO, seperti Australia, Denmark, Perancis, India, Malawi dan Amerika Serikat. 4 5 Seperti misalnya yang terjadi di Belgia dan Swedia. Di Siprus, konsultasi tertulis boleh ditambahkan berdasarkan permintaan salah satu pihak atau pihak lain dengan menyelenggarakan konsultasi dalam Dewan Penasehat Perburuhan atau dengan menyelenggarakan suatu pertemuan ad hoc. 6 7 Seperti misalnya yang terjadi di Denmark. LAPORAN III(1B)-2000 51 Konsultasi Tripartit Rekomendasi-rekomendasi [kepada pemerintah] menurut pasal 19 Konvensi”. 85. Sebagaimana disebutkan oleh Panitia dalam pandangannya mengenai hal ini, yang dituangkan dalam Kajian Umum tahun 1998, pengajuan Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi kepada pemerintah dimaksudkan supaya setiap Negara Anggota dapat mengambil keputusan secara cepat dan bertanggung jawab mengenai instrumen perburuhan yang telah diterima dan disetujui oleh Konperensi.8 Sehubungan dengan ini, Memorandum Badan Pengurus mengenai kewajiban untuk mengajukan Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi kepada instansi pemerintah yang berwenang menitikberatkan bahwa kewajiban ini tidaklah mengharuskan pemerintah untuk mengusulkan ratifikasi atau pelaksanaan instrumen perburuhan yang diajukan. Pemerintah memiliki kebebasan penuh untuk membuat usulan-usulan mengenai tindakan yang akan dilakukan. Kendati demikian, organisasi-organisasi perwakilan harus diajak berkonsultasi terlebih dahulu mengenai sifat dari usulan-usulan tersebut. 86. Tergantung negaranya, organisasi-organisasi perwakilan dapat diminta untuk menyatakan sudut pandang mereka mengenai langkah apa yang harus dilakukan secara mandiri sehubungan dengan instrumen perburuhan baru. Ada kalanya mereka hanya diminta memberikan pendapat tentang instrumen baru tersebut setelah naskahnya dikirimkan kepada mereka. Tetapi ada kalanya mereka juga diminta untuk memeriksa suatu rancangan usulan, baik melalui komunikasi secara tertulis maupun melalui wakil-wakil mereka yang duduk dalam badan penasehat yang memang dibentuk untuk membahas hal ini.9 Pemerintah tidak terikat untuk menyampaikan pendapat-pendapat yang dinyatakan organisasi-organisasi perwakilan kepada badan-badan (penasehat) yang berwenang menangani 8 Lihat: Laporan Panitia Ahli, 1998, paragraf 218-227. 9 Di Brasilia, suatu panitia ad hoc tripartit dibentuk untuk memeriksa instrumen perburuhan yang baru diterima dan disetujui. 52 LAPORAN III(1B)-2000 Hal-hal yang dicakup oleh konsultasi masalah perburuhan. Meskipun demikian, penyampaian pendapat seperti oleh pemerintah kepada badan-badan yang berwenang tersebut merupakan praktek yang umum dijalankan di negara-negara tertentu, terutama apabila konsultasi yang dilakukan menghasilkan pendapat resmi yang diterima oleh badan penasehat yang berwenang.10 (c) Peninjauan ulang terhadap Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi yang belum diratifikasi. 87. Menurut ketentuan Pasal 5 ayat 1(c) Konvensi, konsultasi harus mencakup “peninjauan kembali Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi dan Rekomendasi-rekomendasi yang pelaksanaannya belum dilakukan, guna mempertimbangkan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk meningkatkan pelaksanaannya beserta ratifikasinya, sebagaimana seharusnya”. 88. Ketentuan ini merupakan perpanjangan dari ketentuan sebelumnya. Pengajuan instrumen perburuhan baru kepada badan-badan berwenang harus dilakukan dalam kurun waktu dari satu tahun hingga 18 bulan setelah instrumen itu diterima dan disetujui oleh Konperensi dan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan diambilnya keputusan bahwa ratifikasi atau pelaksanaan instrumen perburuhan tersebut tidak dimungkinkan atau tidak dikehendaki dapat berubah. Peninjauan ulang instrumen perburuhan tersebut memberikan kesempatan untuk melakukan penilaian mengenai apakah perkembangan-perkembangan yang terjadi sejak instrumen itu diajukan telah mengubah prospek ratifikasi atau pelaksanaannya. 89. Peninjauan ulang tersebut harus dilakukan “menurut jangka waktu yang dipandang tepat”. Selama tahap persiapan, penjelasan bahwa peninjauan Di Belgia, konsultasi yang dilakukan menghasilkan pendapat yang diterima oleh Dewan Perburuhan Nasional. Di Kosta Rika, pendapat Dewan Tinggi Perburuhan diberikan kepada Majelis Legislatif. Di Sipr us, rekomendasi Badan Penasehat Perburuhan merupakan bagian integral dari dokumen pengajuan. 10 LAPORAN III(1B)-2000 53 Konsultasi Tripartit ulang ini hendaknya dilakukan “sekurang-kurangnya sekali setahun” telah ditolak sehingga ketentuan ini tidak dapat ditafsirkan sebagai ketentuan yang mengharuskan dilakukannya peninjauan ulang setiap tahun terhadap Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi dan Rekomendasi-rekomendasi yang pelaksanaannya belum dilakukan. Dengan kata lain, ketentuan ini hendaknya dipandang hanya sebagai himbauan bagi dilanjutkannya proses peninjauan ulang dengan program yang meliputi satu jangka waktu.11 90. Meskipun pemilihan instrumen perburuhan yang akan dievaluasi dan penetapan “jangka waktu yang dipandang tepat” mengandung penafsiran luas yang pemahamannya tergantung pada praktek perburuhan nasional, hal ini dalam kenyataannya sering kali terinspirasi oleh kesimpulan dan rekomendasi yang dikeluarkan ILO mengenai kebijakan di bidang penetapan standar perburuhan. Misalnya, instrumen yang diklasifikasikan oleh Badan Pengurus sebagai instrumen yang ratifikasi dan pelaksanaannya diprioritaskan terlihat sebagai instrumen yang paling sering dievaluasi.12 (d) Laporan-laporan mengenai Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi 91. Menurut ketentuan Pasal 5 ayat 1(d) Konvensi, konsultasi harus mencakup “pertanyaan-pertanyaan atau masalah-masalah yang timbul dari laporan-laporan yang harus diberikan kepada Kantor Perburuhan Internasional menurut pasal 22 Konstitusi”. 92. Sekali lagi, Panitia tidak dapat terlalu menekankan fakta bahwa kewajiban berkonsultasi dengan organisasi-organisasi perwakilan mengenai 11 ILC, Sidangnya yang ke 61, 1976, Laporan IV (2), hal. 23-24; ILC, Risalah Jalannya Sidang, Sidangnya yang ke 61, No. 21, paragraf 29. Seperti yang misalnya terjadi di Meksiko dan Sri Lanka. Di Amerika Serikat, agenda Panel Penasehat Tripartit mengenai Standar Perburuhan Internasional (TAPILS) secara teratur memasukkan hasil evaluasi prospek ratifikasi Konvensi-konvensi Dasar maupun Konvensi-konvensi lain. 12 54 LAPORAN III(1B)-2000 Hal-hal yang dicakup oleh konsultasi laporan pelaksanaan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi harus dengan jelas dibedakan dari kewajiban untuk menyampaikan laporan-laporan tersebut menurut pasal 23 pasal 2 Konstitusi. Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang digariskan oleh ketentuan ini, tidaklah cukup bagi pemerintah untuk sekedar menyampaikan kepada organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja salinan laporan yang mereka kirimkan kepada Kantor Perburuhan Internasional, karena, setelah pemerintah memberikan laporannya kepada Kantor Perburuhan Internasional, maka setiap komentar atau pendapat yang kemudian disusulkan oleh organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja kepada Kantor Perburuhan Internasional tidak dapat menggantikan konsultasi yang seharusnya dilakukan untuk mempersiapkan laporan. 93. Konsultasi pada umumnya dilakukan secara tertulis. Pemerintah mengirimkan rancangan laporan kepada organisasi-organisasi perwakilan untuk mengetahui pendapat mereka sebelum mempersiapkan laporan yang definitif. Pemerintah dapat saja memasukkan ikhtisar pandangan yang diterimanya dari organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja dalam laporan yang dikirimkannya kepada Kantor Perburuhan Internasional beserta dengan pengamatan dan pandangan pemerintah sendiri apabila hal ini dipandang bermanfaat walaupun hal ini bukan merupakan suatu keharusan.13 Di beberapa negara, badan-badan penasehat yang berwenang tidak saja memeriksa rancangan laporan14 tetapi juga dapat secara resmi menyetujui naskah rancangan.15 Di Finlandia, cara seperti ini (yaitu memasukkan ikhtisar pandangan dari organisasi-organisasi yang mewakili pengusaha dan pekerja ke dalam laporan) telah disepakati dalam Panitia Penasehat ILO. 13 14 Di Irak, panitia tripartit nasional memiliki suatu sub-panitia untuk laporan-laporan yang harus disusun menurut Pasal 22 Konstitusi. Di Filipina, rancangan laporan diperiksa oleh satu kelompok kerja dari Dewan Tripartit Perdamaian Industrial. Di Uruguai dibentuk sidang-sidang khusus Kelompok Kerja ILO untuk menyiapkan laporan. 15 Seperti yang digariskan oleh peraturan prosedur Dewan Konsultatif Tripartit Serikat Pengusaha, Negara dan Pekerja Latvia yang fungsinya telah diambil alih oleh Dewan Kerjasama Tripartit Nasional. Di Belgia, yang membuat laporan justru badan penasehat yang berwenang, yaitu Dewan Perburuhan Nasional. Pemerintah hanya mengirimkan laporan itu ke ILO. LAPORAN III(1B)-2000 55 Konsultasi Tripartit 94. Pemerintah di sebagian besar negara yang telah memberlakukan Konvensi 144 menggunakan cara yang berbeda satu sama lain untuk berkonsultasi dengan organisasi-organisasi perwakilan tentang semua laporan yang harus disusun mengenai pelaksanaan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi. Tetapi, ada pemerintah16 yang dalam setiap laporannya mengenai pelaksanaan Konvensi menyebutkan tidak adanya pertanyaan/ masalah yang timbul sehubungan dengan laporan-laporan yang wajib diberikan menurut pasal 22 Konstitusi, padahal pelaksanaan beberapa Konvensi [di negara tersebut] telah mendorong Panitia melakukan pengamatan-pengamatan dan mendorong timbulnya pembahasanpembahasan di dalam Panitia Konperensi, sedangkan di sisi lain, organisasiorganisasi yang mewakili pekerja [di negara itu] menyatakan bahwa laporanlaporan yang disodorkan oleh pemerintah kepada mereka tidak saja datang sangat terlambat tetapi juga sudah dalam bentuk definitif [artinya, sudah ditentukan sedemikian rupa sehingga hampir tidak mungkin untuk diubah lagi]. Praktek seperti ini dikecam oleh Panitia Konperensi, yang kemudian mendesak pemerintah negara yang bersangkutan untuk meninjau kembali prosedur konsultasi yang dijalankannya guna memastikan terjadinya konsultasi yang efektif dalam batas waktu yang wajar yang dimaksudkan untuk menyiapkan laporan mengenai pelaksanaan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi, terutama pelaksanaan Konvensi-konvensi yang menjadi pokok bahasan yang dikomentari oleh Panitia Ahli.17 95. Meskipun hal ini merupakan suatu kasus tersendiri, Panitia berharap dapat menjelaskan pengertian yang seharusnya diberikan untuk istilah “pertanyaan-pertanyaan/ masalah yang timbul” dari laporan. Perumusan redaksional kata ini, yang sudah terkandung dalam angket Kantor Perburuhan Internasional dalam tahap awal penyiapan instrumen Yaitu Inggris . 16 17 ILC, Risalah Jalannya Sidang, Sidangnya yang ke 80, 1993, No. 25, hal. 25/67. 56 LAPORAN III(1B)-2000 Hal-hal yang dicakup oleh konsultasi perburuhan, dipertahankan seperti apa adanya selama tahap persiapan tanpa diberi penjelasan sama sekali. Dalam hal ini, tampaknya pemerintah beranggapan bahwa pemerintah-lah yang berwenang untuk menentukan apakah ada “pertanyaan-pertanyaan atau masalah” yang timbul atau tidak. Padahal, di dalam tahap persiapan, penafsiran seperti ini tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan tujuan Konvensi. Dengan kata lain, penafsiran seperti ini menyiratkan bahwa berlangsung tidaknya konsultasi mengenai pokok-pokok bahasan sebagaimana dituntut oleh Konvensi sepenuhnya tergantung pada pemerintah. Panitia berpendapat, dan dengan keyakinan penuh menegaskan bahwa tujuan dilakukannya konsultasi sebagaimana dituntut oleh ketentuan-ketentuan Konvensi adalah untuk menetapkan ada tidaknya “pertanyaan-pertanyaan atau masalah” yang timbul dari laporanlaporan yang harus disusun. (e) Usulan-usulan untuk membatalkan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi 96. Menurut ketentuan Pasal 5 ayat 1(e) Konvensi, konsultasi harus mencakup “usulan-usulan untuk membatalkan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi”. 97. Tahun-tahun terakhir ini konsultasi yang membahas usulan pembatalan suatu konvensi telah berlangsung di beberapa negara.18 Banyak laporan dari negara-negara yang ketentuan-ketentuan nasionalnya tidak secara khusus mewajibkan konsultasi untuk pembatalan suatu konvensi menunjukkan bahwa konsultasi mengenai hal ini diajukan oleh pemerintah apabila pemerintah yang bersangkutan berkeinginan membatalkan suatu Konvensi walaupun tidak timbul situasi yang menyebabkan Konvensi itu perlu dibatalkan. Apabila hal ini terjadi, tampaknya badan-badan penasehat yang berwenang sering kali menjadi forum konsultasi. 18 Misalnya Cile, Belanda, dan Portugal. LAPORAN III(1B)-2000 57 Konsultasi Tripartit 98. Panitia memiliki kesempatan 19 untuk menunjukkan bahwa meskipun pemerintah wajib berkonsultasi dengan organisasi-organisasi perwakilan apabila pemerintah berkeinginan untuk membatalkan suatu Konvensi, pemerintah tidak terikat untuk mencantumkan dalam surat pembatalan Konvensi yang dikeluarkannya pendapat-pendapat yang menentang pembatalan itu yang dinyatakan sewaktu konsultasi berlangsung. 2. Konsultasi-konsultasi tambahan yang dimungkinkan oleh Rekomendasi (a) Laporan-laporan mengenai Konvensi dan Rekomendasi yang belum diratifikasi 99. Menurut Paragraf 5(e) Rekomendasi, konsultasi hendaknya mencakup “pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari laporan-laporan yang harus diberikan kepada Kantor Perburuhan Internasional menurut pasal 19 dan pasal 22 Konstitusi”. 100. Di samping konsultasi mengenai laporan yang harus diberikan menurut pasal 22 Konstitusi, yang diwajibkan oleh Pasal 5, ayat 1(d) Konvensi, Rekomendasi menambahkan bahwa konsultasi hendaknya juga mencakup laporan-laporan yang harus diberikan menurut pasal 19 Konstitusi. Laporanlaporan ini terdiri dari laporan-laporan yang diminta oleh Badan Pengurus mengenai kedudukan atau posisi undang-undang dan praktek perburuhan nasional yang berkaitan dengan hal-hal yang menjadi pokok-pokok bahasan dalam Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi atau dalam Rekomendasirekomendasi, serta upaya-upaya yang telah dilakukan, atau diusulkan untuk dilakukan demi terlaksananya instrumen perburuhan ini.20 Dalam permintaan langsung mengenai pelaksanaan Konvensi yang ditujukan kepada Pemerintah Swedia pada tahun 1993. 19 20 Pasal 19, ayat 5(e) dan ayat 6(d) Konstitusi ILO. 58 LAPORAN III(1B)-2000 Hal-hal yang dicakup oleh konsultasi 101. Di banyak negara yang melakukan konsultasi dengan organisasiorganisasi perwakilan mengenai persiapan laporan-laporan yang harus dibuat menurut pasal 22 Konstitusi tentang pelaksanaan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi, konsultasi juga mencakup laporan-laporan yang harus diberikan menurut pasal 19.21 Apabila telah dicapai kesepakatan untuk melakukan konsultasi guna membahas laporan mengenai Konvensikonvensi yang telah diratifikasi, tampaknya tak ada halangan yang merintangi dilakukannya konsultasi untuk membahas laporan tentang Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi dan Rekomendasirekomendasi.22 Selanjutnya, penyiapan laporan-laporan ini memberikan peluang tambahan untuk meninjau ulang Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi dan Rekomendasi-rekomendasi, dengan mengkonsultasikannya dengan wakil-wakil pengusaha dan pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, ayat 1(c) Konvensi.23 (b) Upaya-upaya untuk mewujudkan pelaksanaan Konvensi dan Rekomendasi 102. Menurut Paragraf 5(c) Rekomendasi, konsultasi hendaknya dilakukan “menurut praktek perburuhan nasional yang berlaku, mengenai persiapan dan pelaksanaan legislatif atau langkah-langkah lain yang dimaksudkan sebagai upaya agar Konvensi-konvensi dan Rekomendasirekomendasi perburuhan internasional dapat terlaksana, khususnya Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi termasuk upaya-upaya bagi 21 Seperti misalnya di Australia, Cina, Finlandia, Jerman, India, Republik Korea, Mauritius, Filipina, Spanyol, Inggris, Amerika Serikat, Uruguai. 22 Sebaliknya, di Trinidad dan Tobago, ketentuan-ketentuan (terms of reference) Panitia Konsultasi Tripartit meliputi setiap hal yang oleh Rekomendasi disarankan untuk dikonsultasikan kecuali laporan-laporan yang harus disusun menurut pasal 19. 23 Di Selandia Baru, permintaan akan laporan-laporan yang harus disusun menurut pasal 19 menentukan pilihan instrumen perburuhan yang akan dievaluasi kembali menurut ketentuan Konvensi ini. LAPORAN III(1B)-2000 59 Konsultasi Tripartit pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan konsultasi dan kolaborasi dengan wakil-wakil pengusaha dan pekerja”. 103. Di negara-negara tertentu, evaluasi terhadap upaya-upaya yang harus dilakukan supaya standar perburuhan internasional dapat terlaksana secara eksplisit dimasukkan ke dalam ketentuan-ketentuan (terms of reference) badan penasehat yang berwenang.24 Pernah pula dijumpai kasus25 di mana badan penasehat itu sendiri mengambil inisiatif untuk melakukan evaluasi karena beranggapan bahwa usulan perubahan (amandemen) undang-undang yang diajukan tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi yang telah diratifikasi. 104. Hendaknya diperhatikan pula bahwa konsultasi mengenai laporan yang harus dibuat, khususnya laporan-laporan mengenai pelaksanaan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi menurut Pasal 5 ayat 1(d) Konvensi, memuat penilaian tentang langkah-langkah hukum dan upayaupaya lain yang dimaksudkan untuk mewujudkan pelaksanaan instrumen perburuhan tersebut.26 Hal ini terjadi pada kasus di mana pelaksanaan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi mendorong Panitia untuk memberikan komentar.27 Misalnya seperti yang terjadi di Malawi di mana Panitia Tripartit Ratifikasi Konvensi ILO bertanggung jawab membuat rekomendasi bagi pelaksanaan secara hukum instrumen perburuhan ILO, baik yang sudah maupun belum diratifikasi. Di Uruguai, Kelompok Kerja ILO bertanggung jawab menganalisa seluruh aspek perundangundangan yang berlaku atau yang secara langsung berkaitan dengan standar internasional ILO mengenai jaminan perburuhan dan sosial. 24 25 Yaitu di Swedia. 26 Pemerintah Irak, misalnya, menyebutkan bahwa konsultasi dilakukan untuk membahas situasi perundangundangan yang berhubungan dengan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi untuk penyiapan laporan-laporan yang harus disusun menurut pasal 22 Konstitusi. 27Misalnya di Siprus , konsultasi dilakukan khususnya untuk membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan Konvensi-konvensi tertentu berdasarkan komentar atau pandangan yang diberikan oleh Panitia. 60 LAPORAN III(1B)-2000 Hal-hal yang dicakup oleh konsultasi 3. Konsultasi lain (a) Prosedur-prosedur pengaduan dan penyampaian keluhan 105. Laporan-laporan dari negara-negara tertentu menunjukkan bahwa badan penasehat yang berwenang telah melakukan evaluasi terhadap upayaupaya untuk melaksanakan rekomendasi-rekomendasi Badan Pengurus sehubungan dengan pengaduan yang dilakukan menurut pasal 24 Konstitusi28 atau dugaan mengenai adanya pelanggaran kebebasan berserikat.29 Meskipun demikian, ada pemerintah30 yang beranggapan bahwa Panitia Tripartit ILO Nasional bukanlah badan yang tepat untuk mengajukan masalah-masalah yang dapat menyebabkan pertentangan antara pemerintah dengan salah satu mitra sosial.31 (b) Penetapan standar ILO 106. Laporan-laporan dari beberapa negara menunjukkan telah dilakukannya konsultasi tripartit mengenai pekerjaan Badan Pengurus yang berkaitan dengan penetapan standar perburuhan. Dengan demikian, konsultasi mengenai butir-butir yang diusulkan pada agenda Konperensi32 Yaitu di Irak dan Venezuela. 28 Yaitu di Argentina. 29 30 Yaitu di Swedia. 31 Panitia juga mencatat bahwa di Pantai Gading, Perintah yang menetapkan pembentukan Panitia Tripartit yang menangani urusan-urusan yang berhubungan dengan ILO menggariskan bahwa Panitia Tripartit Nasional ILO wajib dilibatkan dalam konsultasi mengenai “perkara-perkara perselisihan nasional di bidang perburuhan sebelum perkara-perkara tersebut dilimpahkan ke badan nasional atau badan internasional lain”. Panitia berpendapat bahwa ketentuan seperti itu sama sekali tidak boleh membatasi hak organisasi pengusaha dan pekerja untuk melimpahkan perkara perselisihan nasional kepada badan-badan ILO yang berwenang, baik dengan menyampaikan komentar atau pandangan mengenai pelaksanaan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi dan pengaduan yang dilakukan menurut pasal 24 Konstitusi atau dengan menyampaikan keluhan mengenai pelanggaran kebebasan berserikat yang diduga telah terjadi karena tidak satupun dari prosedur-prosedur pengaduan atau penyampaian keluhan ini yang boleh dilarang dengan alasan bahwa masalah tersebut merupakan masalah nasional yang masih dapat diselesaikan secara internal. 32 Di Kanada, Cile, Finlandia, Guatemala, Norwegia, dan Swedia. LAPORAN III(1B)-2000 61 Konsultasi Tripartit memberikan kesempatan kepada para mitra sosial untuk menyatakan pandangan mereka pada tingkat nasional pada tahap awal prosedur yang menuju pada persiapan untuk menyusun standar perburuhan baru, yaitu pemilihan subyek yang dapat digunakan untuk mengembangkan standar perburuhan baru tersebut. Konsultasi menenai tanggapan yang harus diberikan atas permintaan Partai Pekerja Badan Pengurus mengenai Kebijakan yang berkaitan dengan Revisi Standar Perburuhan33 dan mengenai upaya-upaya yang diberikan untuk melaksanakan rekomendasirekomendasinya 34 merupakan perpanjangan konsultasi sebagaimana dimaksud oleh instrumen perburuhan tersebut terhadap pengevaluasian kembali instrumen ILO dan usulan-usulan untuk membatalkannya. Dalam kaitan ini, Panitia hanya dapat mendorong kerjasama yang lebih erat antar mitra sosial dalam kebijakan penetapan standar ILO. (c) Tindak lanjut Deklarasi ILO mengenai Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja 107. Ada pemerintah35 yang dalam laporannya tentang Rekomendasi menyatakan bermaksud meminta pandangan para mitra sosial mengenai laporan-laporan yang wajib diberikan dalam konteks tindak lanjut Deklarasi ILO mengenai Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja Tahun 1998. Pemerintah yang belum meratifikasi semua Konvensi Dasar ILO dihimbau untuk menyerahkan laporan yang dimaksudkan sebagai tindak lanjut Deklarasi.36 Panitia telah diberi informasi bahwa, dalam menyerahkan laporan yang dimaksudkan sebagi tindak lanjut Deklarasi, sejumlah Di Belgia, Kanada, Cile , dan Swedia. 33 34 Di Finlandia. 35 Yaitu pemerintah Inggris. 36 Deklarasi ILO mengenai Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja dan Tindak Lanjutnya, 1998 Bagian II (B) (1). 62 LAPORAN III(1B)-2000 Hal-hal yang dicakup oleh konsultasi pemerintah menyatakan bahwa laporan-laporan yang mereka berikan disiapkan setelah konsultasi dengan mitra sosial dilakukan. Dari segi pemasyarakatan tindak lanjut Deklarasi, konsultasi mengenai penyiapan laporan-laporan ini dapat dimasukkan ke dalam konteks konsultasi yang diselenggarakan menurut Pasal 5 ayat 1(c) Konvensi mengenai pengevaluasian kembali Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi dalam jangka waktu sebagaimana seharusnya “untuk mempertimbangkan langkahlangkah apa yang dapat diambil untuk meningkatkan pelaksanaan dan ratifikasi Konvensi-konvensi tersebut sebagaimana mestinya”. ASPEK LAIN K EGIATAN ILO II. KONSULTASI 1. Konsultasi yang diusulkan oleh Rekomendasi MENGENAI 108. Menurut ketentuan Paragraf 6 Rekomendasi, “pihak berwenang, setelah berkonsultasi dengan organisasi-organisasi perwakilan, hendaknya menetapkan sampai sejauh mana” prosedur konsultasi “hendaknya digunakan untuk tujuan konsultasi mengenai hal-hal yang menjadi kepentingan bersama,” seperti misalnya kegiatan kerjasama teknis Organisasi (ILO), tindakan yang harus diambil sehubungan dengan resolusi dan kesimpulan yang diterima dan disetujui oleh konperensi-konperensi dan rapat-rapat Organisasi, dan peningkatan kegiatan Organisasi. (a) Kegiatan kerjasama teknis ILO 109. Dalam Paragraf 6(a), Rekomendasi memperhitungkan bahwa konsultasi dapat mencakup “persiapan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan kerjasama teknis yang diikuti oleh Organisasi Perburuhan Internasional”. 110. Baik Konperensi maupun Badan Pengurus telah berkali-kali LAPORAN III(1B)-2000 63 Konsultasi Tripartit menyatakan bahwa kaitan yang erat antara wakil-wakil pengusaha dan pekerja dengan kegiatan-kegiatan kerjasama teknis ILO adalah penting. Baru-baru ini Konperensi menekankan dalam resolusi yang dikeluarkannya mengenai peran ILO dalam kerjasama teknis yang diterima dan disetujui dalam Sidangnya yang ke 87 tahun 1999 bahwa “komposisi unik ILO di dalam keluarga Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai suatu badan yang terbentuk dari serikat pekerja, organisasi-organisasi pengusaha dan pemerintah, merupakan kekuatan nyata yang dapat digunakan bagi keunggulan kerjasama teknik. Keunggulan ini harus dimanfaatkan secara lebih sistematis dan lebih efektif”. Karena itu, Konperensi menekankan bahwa ILO hendaknya “mengintegrasikan keterlibatan tripartit di seluruh tahap kerjasama teknis dari mulai perumusannya hingga ke manajemen dan pelaksanaannya guna memperkuat kapasitas unsur-unsur tripartit yang ada”.37 111. Ada sedikit informasi yang diberikan mengenai konsultasi yang diselenggarakan mengenai masalah ini, dan informasi tersebut terutama berasal dari negara donor.38 Di salah satu negara donor tersebut, panitia tripartit yang menangani hal-hal yang berhubungan dengan ILO39 mendirikan suatu gugus tugas proyek yang bertanggung jawab, antara lain, untuk mengevaluasi kegiatan kerjasama teknis dengan pembiayaan multibilateral. Sedangkan di negara lain, konsultasi seperti ini dilakukan dalam panitia yang berbeda di dalam Departemen Luar Negeri.40 37 ILC, Risalah Jalannya Sidang, Sidang ke 87, 1999, No. 22. 38 Di antara negara penerima bantuan, dalam hal ini India, pemeriksaan program kerjasama teknis tercantum pada agenda Panitia Tripartit mengenai Konvensi. Negara donor yang dimaksud adalah Norwegia. 39 Negara lain yang dimaksudkan di sini adalah Denmark. Selain itu, laporan dari Jerman menunjukkan bahwa meskipun konsultasi mengenai masalah-masalah kerjasama teknis ini diselenggarakan secara teratur, Program Internasional Penghapusan Perburuhan Anak (IPEC), yang merupakan salah satu proyek kerjasama teknis terpenting yang salah satu pesertanya adalah Jerman, merupakan pokok pertukaran pendapat yang cukup sering dilakukan dengan para mitra sosial. 40 64 LAPORAN III(1B)-2000 Hal-hal yang dicakup oleh konsultasi (b) Resolusi dan Kesimpulan yang diterima dan disetujui oleh Konperensi dan Rapat ILO 112. Dalam Paragraf 6(b) Rekomendasi dicantumkan bahwa konsultasi dapat dilakukan guna membahas “tindakan yang wajib diambil sehubungan dengan resolusi dan kesimpulan lain yang diterima dan disetujui oleh Konperensi Perburuhan Internasional, konperensi-konperensi regional, panitia-panitia industrial dan rapat-rapat lain yang diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional”. 113. Dalam prakteknya, konsultasi-konsultasi seperti itu diadakan di beberapa negara dan mencakup, misalnya, semua hal selain butir-butir penetapan standar perburuhan yang tercantum dalam agenda Konperensi41, upaya-upaya yang dilakukan bagi pelaksanaan Deklarasi Tripartit Prinsipprinsip mengenai Perusahaan-perusahaan Multinasional dan Kebijakan Sosial42 serta kesimpulan-kesimpulan panitia industrial.43 (c) Peningkatan kegiatan-kegiatan ILO 114. Dalam Paragraf (c) Rekomendasi disebutkan bahwa konsultasi dapat dilakukan untuk membahas “peningkatan pengetahuan mengenai kegiatan-kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional sebagai suatu elemen yang dapat digunakan dalam program-program dan kebijakan-kebijakan ekonomi dan sosial. 115. Laporan-laporan tertentu yang disebutkan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang secara bersama-sama dikerjakan oleh pemerintah Seperti yang terjadi di Meksiko. 41 Seperti yang terjadi Di Belgia dan Finlandia. 42 43 Seperti yang terjadi di India. LAPORAN III(1B)-2000 65 Konsultasi Tripartit dan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja untuk meningkatkan pengetahuan mengenai kegiatan-kegiatan Organisasi.44 2. Konsultasi-konsultasi Lain 116. Ada beberapa laporan yang menyebutkan dilakukannya konsultasi tripartit untuk membahas hal-hal lain yang berhubungan dengan Organisasi, seperti misalnya instrumen amandemen Konstitusi45 dan pembahasan Partai Pekerja Badan Pengurus mengenai Dimensi Sosial Liberalisasi Perdagangan Internasional.46 117. Panitia juga mencatat bahwa di beberapa negara, badan-badan tripartit yang kompeten untuk mengevaluasi hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan ILO juga diajak berkonsultasi untuk membahas kegiatankegiatan serupa atau terkait yang dilakukan oleh organisasi-organisasi global47 dan organisasi-organisasi regional internasional lainnya.48 44 Misalnya, seperti yang terjadi di Jerman dalam rangka perayaan hari jadi ke 75 Organisasi Perburuhan Internasional, dan di Inggris dalam rangka perayaan lima puluh tahun diterima dan disetujuinya Konvensi No. 87. 45 Di Guatemala. Di Perancis dan San Marino. 46 47Misalnya di Irak , Komisi Tripartit dilibatkan dalam konsultasi mengenai rancangan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai pekerja migran. 48Misalnya di Finlandia dilakukan konsultasi yang membahas kegiatan-kegiatan Dewan Nordik yang merupakan suatu organisasi internasional yang bersifat regional; Sedangkan di Kenya , konsultasi dilakukan untuk membahas kegiatan Komisi Perburuhan Organisasi Persatuan Afrika, dan di Kuwait dan Republik Arab Suriah, konsultasi diadakan untuk membahas kegiatan penetapan standar perburuhan yang dilakukan oleh Organisasi Perburuhan Arab. 66 LAPORAN III(1B)-2000 PEMFUNGSIAN PROSEDUR 5 118. Instrumen perburuhan mengandung serangkaian ketentuan mengenai praktek pemfungsian (cara untuk menjalankan fungsi) prosedur konsultasi yang berkaitan dengan frekuensi konsultasi, tanggung jawab atas dukungan administratif terhadap prosedur tersebut, pelatihan para peserta yang nantinya dilibatkan dalam upaya untuk menjalankan prosedur, pembuatan laporan tahunan dan koordinasi antara prosedur dengan kegiatankegiatan yang dilakukan oleh badan-badan lain. I. F REKUENSI KONSULTASI 119. Menurut Pasal 5 ayat 2 Konvensi, “untuk memastikan supaya hal-hal yang menjadi pokok bahasan dalam ayat 1 Pasal ini mendapatkan pertimbangan yang memadai, konsultasi wajib dilakukan dalam jangka waktu yang disepakati menurut perjanjian, sekurang-kurangnya sekali setahun”. 120. Meskipun ketentuan ini menuntut supaya konsultasi dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun, ketentuan ini tidak menyebutkan bahwa setiap tahun konsultasi yang dilakukan harus membahas butir-butir yang digariskan dalam Pasal 5 ayat 1 Konvensi. Terutama dalam kaitannya dengan evaluasi ulang Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi dan Rekomendasi-rekomendasi, konsultasi harus diselenggarakan “dalam jangka LAPORAN III(1B)-2000 67 Konsultasi Tripartit waktu sebagaimana seharusnya” karena ketentuan yang menggariskan supaya konsultasi seperti itu diadakan setiap tahun telah secara eksplisit ditolak selama tahap persiapan.1 Kata “sekurang-kurangnya sekali setahun” di sini dimaksudkan untuk memastikan supaya jangan sampai konsultasi tidak dilakukan sama sekali selama bertahun-tahun.2 Dalam kenyataannya, frekuensi konsultasi ditentukan oleh pokok bahasannya. Misalnya, walaupun pengajuan instrumen perburuhan baru kepada pihak berwenang mempersyaratkan dilakukannya konsultasi tahunan, pengajuan itu jelas berbeda dari pengajuan usulan-usulan untuk membatalkan Konvensikonvensi yang telah diratifikasi. 121. Informasi yang ada di sebagian besar negara menunjukkan bahwa konsultasi memang dilakukan sekurang-kurangnya sekali setahun. Apabila konsultasi dilakukan dalam kerangka kelembagaan, badan-badan yang khusus menangani hal ini dengan sejumlah kecil anggota tampaknya sanggup mengadakan pertemuan yang lebih sering3 daripada dewan-dewan penasehat perburuhan.4 Di dewan-dewan penasehat perburuhan, pertemuan para komisi atau partai pekerja (working parties) yang bertanggung jawab atas hal-hal yang berhubungan dengan ILO pada umumnya diadakan dalam periode antara sidang paripurna yang satu dengan sidang paripurna berikutnya. Selain itu juga dimungkinkan untuk mengadakan pertemuan di luar jadwal pertemuan yang normal atas inisiatif presiden atau anggota badan penasehat.5 Lihat supra , paragraf 89 1 ILC, Sidangnya yang ke 61, 1976, Laporan IV (2), hal. 36 2 3 Misalnya, beberapa kali dalam sebulan, apabila perlu, di Kosta Rika, Guatemala dan Irak; sekali sebulan di Mesir dan Trinidad dan Tobago; dan sekali setiap dua bulan di Finlandia dan Norwegia . Misalnya sekali atau dua kali setahun di Australia. 4 5 Misalnya di Australia, Siprus , dan El Salvador. 68 LAPORAN III(1B)-2000 Pemfungsian prosedur 122. Selain itu, hendaknya ditekankan bahwa instrumen perburuhan tersebut tidak membatasi inisiatif pemerintah dalam menjalankan konsultasi. Selama tahap persiapan, suatu usulan amandemen yang dirancang untuk memberikan penjelasan bahwa pemerintahlah yang mengambil inisiatif untuk melakukan konsultasi telah ditarik karena ditentang oleh anggotaanggota Pengusaha dan Pekerja, dan kemudian disepakati bahwa pengusaha dan pekerja juga dapat meminta konsultasi dilakukan.6 II. DUKUNGAN ADMINISTRATIF 123. Menurut ketentuan Pasal 4 ayat 1 Konvensi, “badan yang berwenang wajib bertanggung jawab memberikan dukungan administratif kepada prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Konvensi ini”. Rekomendasi menunjukkan dalam Paragraf 4 bahwa badan yang berwenang hendaknya memikul tanggung jawab atas pembiayaan prosedur-prosedur tersebut. 124. Dukungan administratif terhadap prosedur-prosedur tersebut meliputi, antara lain, penyediaan ruang rapat/ pertemuan, korespondensi, dan apabila perlu, bantuan dari suatu sekretariat. Di sebagian besar negara, dukungan administratif ini tampaknya diberikan oleh departemen yang bertanggung jawab atas urusan-urusan perburuhan.7 6 ILC, Risalah Jalannya Sidang, Sidang ke 61, 1976, No. 21, paragraf 19. 7 Di negara-negara tertentu, dewan penasehat perburuhan dapat mempunyai sekretariat sendiri, seperti misalnya Dewan Perburuhan Nasional di Belgia. LAPORAN III(1B)-2000 69 Konsultasi Tripartit III. PELATIHAN BAGI PESERTA KONSULTASI 125. Menurut ketentuan Pasal 4 ayat 2 Konvensi, “wajib dibuat pengaturan-pengaturan” antara badan/ instansi yang berwenang dan organisasi-organisasi perwakilan “untuk membiayai pelatihan-pelatihan yang perlu bagi peserta”. Rekomendasi menunjukkan dalam Paragraf 3(3) bahwa “hendaknya diambil langkah-langkah, melalui kerjasama dengan organisasiorganisasi pengusaha dan pekerja yang berkepentingan, untuk memberikan pelatihan sebagaimana seharusnya supaya peserta yang nantinya bertugas menjalankan prosedur-prosedur konsultasi dapat melakukan fungsinya secara efektif”. Selain itu juga disebutkan dalam Paragraf 4 bahwa pembiayaan program-program pelatihan, bilamana perlu, hendaknya menjadi tanggung jawab badan/ instansi yang berwenang. 126. Tujuan dari ketentuan-ketentuan ini adalah bahwa, apabila pelatihan bagi para peserta konsultasi memang terbukti perlu, maka diharapkan pembiayaannya dapat dilakukan melalui pengaturan antara pihak-pihak yang berkepentingan. Konvensi tidak mengharuskan pemerintah untuk menanggung pembiayaan ini, sedangkan Rekomendasi hanya mengusulkan solusi ini “bilamana perlu,” yaitu apabila organisasiorganisasi perwakilan yang ada tidak mampu memberikan pelatihan bagi peserta pengusaha dan pekerja. 127. Selain itu, sebagaimana ditekankan selama tahap persiapan, pengaturan seperti itu hendaknya dibuat hanya apabila diperlukan. Jadi hal ini bukanlah merupakan suatu keharusan di negara-negara yang sistem konsultasinya telah dijalankan.8 8 ILC, Risalah Jalannya Sidang, Sidang ke 61, No. 21, paragraf 24. 70 LAPORAN III(1B)-2000 Pemfungsian prosedur 128. Dalam hal ini, laporan-laporan yang datang dari beberapa negara9 menunjukkan bahwa pelatihan spesifik tidaklah perlu karena wakil-wakil pengusaha dan pekerja sudah cukup berkualitas dan sering kali memiliki pengalaman yang luas tentang hal-hal yang berhubungan dengan ILO karena mereka pernah bertugas mewakili pemerintah. Selain itu, dapat disetujui pula bahwa keputusan mengenai perlu tidaknya pelatihan bagi para peserta dalam konsultasi hendaknya diserahkan kepada organisasi masing-masing.10 129. Meskipun demikian, di negara-negara tertentu11 diberikan pelatihan khusus kepada para peserta dengan dukungan dari ILO, terutama pada waktu prosedur konsultasi disusun. IV. MENGELUARKAN LAPORAN TAHUNAN 130. Menurut ketentuan Pasal 6 Konvensi, “apabila dianggap perlu setelah konsultasi dengan organisasi-organisasi perwakilan dilakukan, pihak atau badan yang berwenang wajib mengeluarkan laporan tahunan mengenai pemfungsian prosedur-prosedur konsultasi sebagaimana ditetapkan dalam Konvensi. 131. Ketentuan ini tidak membebankan kewajiban untuk mengeluarkan suatu laporan tahunan. Tetapi, kewajiban ini menuntut supaya organisasiorganisasi perwakilan yang ada diajak berkonsultasi untuk membahas apakah laporan-laporan seperti itu perlu dikeluarkan atau tidak. Selain itu, ketentuan ini juga tidak menetapkan syarat-syarat mengenai bentuk laporan. Selama tahap persiapan dinyatakan bahwa laporan ini tidak perlu berbentuk suatu Misalnya di Meksiko, Norwegia, Spanyol dan Amerika Serikat . 9 Misalnya di Australia, Austria, Eslandia, dan Swedia. 10 11 Misalnya di Estonia dan Guinea. LAPORAN III(1B)-2000 71 Konsultasi Tripartit publikasi terpisah tetapi dapat, misalnya, terdiri dari satu bagian dari suatu laporan yang lebih umum.12 Laporan tahunan yang mencakup “cara kerja prosedur” dapat memasukkan, misalnya, informasi mengenai komposisi badan-badan konsultatif, jumlah pertemuan yang diadakan, agenda pertemuan, usulan-usulan yang diajukan dan kesimpulan-kesimpulan yang dicapai. Meskipun demikian, rincian mengenai pendapat-pendapat yang dilontarkan sewaktu konsultasi tidak perlu dimasukkan dan informasi yang bersifat rahasia juga sudah barang tentu tidak perlu diungkapkan.13 132. Di negara-negara tertentu14, laporan mengenai prosedur konsultasi berbentuk suatu publikasi terpisah, sedangkan di negara-negara lain laporan tersebut merupakan bagian dari laporan yang lebih umum sifatnya seperti misalnya laporan tahunan Departemen Perburuhan.15 133. Di beberapa negara, para peserta konsultasi sepakat bahwa laporan-laporan seperti itu16 tidak perlu dikeluarkan. Catatan rinci hasil pertemuan atau catatan mengenai keputusan yang diambil oleh badan konsultatif di banyak negara17 disimpan sebagai dokumentasi. Agaknya, catatan-catatan ini cukup memadai untuk mengingat kembali konsultasi yang telah dilakukan. ILC, Sidang ke 61, 1976, Laporan IV(2), hal. 26. 12 ILC, Risalah Jalannya Sidang, Sidang ke 61, 1976, No. 21, paragraf 32-33. Di Australia, misalnya, walaupun ketentuan Undang-undang Dewan Konsultatif Perburuhan Nasional mewajibkan pembahasan yang telah dilakukan dijaga kerahasiaannya, hal ini tidak menghalangi publikasi laporan mengenai kegiatan Panitia Urusan Perburuhan Internasional, yang dilampirkan dalam laporan tahunan Departemen Hubungan Internasional. 13 Yaitu Finlandia, Norwegia, Swedia, dan Trinidad dan Tobago. Publikasi laporan semacam ini juga diinginkan di Pantai Gading. 14 Misalnya di Eslandia dan India. 15 Misalnya di Austria, Siprus, Jerman, Meksiko, Belanda dan Selandia Baru . 16 17 Misalnya di Argentina, Belgia, Cile, Denmark, Yunani, Guatemala, dan San Marino . 72 LAPORAN III(1B)-2000 Pemfungsian prosedur V. KOORDINASI DENGAN B ADAN -BADAN NASIONAL LAINNYA 134. Rekomendasi menunjukkan dalam Paragraf 8 bahwa “langkahlangkah yang sesuai dengan kondisi dan praktek perburuhan nasional yang ada hendaknya diupayakan guna memastikan koordinasi antar prosedur”. Begitu pula halnya dengan “kegiatan badan-badan nasional yang menangani masalah-masalah serupa”. 135. Ketentuan ini, yang tidak diinginkan untuk dimasukkan ke dalam Konvensi18, dirancang untuk memastikan bahwa prosedur-prosedur konsultasi yang digariskan oleh instrumen perburuhan baru tidak tumpang tindih dengan badan-badan konsultatif yang ada.19 Laporan-laporan yang diberikan tidak mengandung informasi rinci mengenai cara supaya ketentuan ini menjadi efektif. Hendaknya dicatat bahwa dalam banyak kasus di mana konsultasi dilakukan di dalam badan penasehat yang bertanggung jawab menangani urusan perburuhan, pengaturan kelembagaan ini hendaknya cukup memadai untuk memastikan terlaksananya koordinasi seperti yang dimaksudkan dalam ketentuan ini. Di negara-negara di mana konsultasi dilakukan melalui prosedur lain, ketentuan ini dapat digunakan untuk memastikan bahwa standar perburuhan internasional lebih banyak dijadikan bahan pertimbangan dalam pembahasan oleh badan-badan penasehat yang memiliki tanggung jawab umum di bidang ekonomi dan sosial, atau dalam urusan perburuhan. ILC, Sidang ke 61, 1976, Laporan IV(1), paragraf 65. 18 19 ILC, Sidang ke 60, 1975, Laporan VII(2), hal. 36-38. LAPORAN III(1B)-2000 73 KESULITAN-KESULITAN YANG DIHADAPI DAN PROSPEK RATIFIKASI 6 I. KESULITAN -KESULITAN UNTUK MELAKUKAN RATIFIKASI 136. Ada pemerintah-pemerintah yang dalam laporan-laporannya menginformasikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi di dalam hukum dan praktek perburuhan nasional yang menghalangi atau memperlambat ratifikasi Konvensi. Laporan-laporan tersebut ada yang memberikan rincian mengenai kesulitan-kesulitan yang ada dan upaya-upaya yang akan dilakukan untuk mengatasinya. 137. Menurut Pemerintah Saudi Arabia, tidak adanya ketentuan perundang-undangan nasional di negaranya yang mendukung pelaksanaan Konvensi menyebabkan Pemerintah Saudi Arabia tidak dapat meratifikasi Konvensi tersebut. Dalam menanggapi hal ini, Panitia mengingatkan kembali, sebagaimana yang sudah ditekankan dalam Bab II, bahwa pelaksanaan Konvensi tidak memerlukan perundang-undangan tertentu karena Konvensi dapat dilaksanakan melalui hukum adat atau praktek perburuhan yang lazim berlaku.1 1 Kecuali terdapat halangan-halangan konstitusional atau ketentuan-ketentuan legislatif yang bertentangan dengan Konvensi. LAPORAN III(1B)-2000 75 Konsultasi Tripartit 138. Pemerintah Maroko berpendapat bahwa prosedur nasional yang ada tidak memadai, dan karena itu ingin, melalui kerja sama dengan ILO, mempersiapkan peraturan untuk membuat prosedur konsultasi sebagaimana digariskan oleh instrumen perburuhan yang mengatur hal ini, dengan tujuan supaya dapat meratifikasi Konvensi. Pemeritah Bahrain juga berpendapat bahwa perundang-undangan nasional di negaranya tidak memadai bagi pelaksanaan Konvensi dan menyebutkan bahwa untuk meratifikasi Konvensi akan dilakukan kajian dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan sosial yang ada. 139. Menurut Pemerintah Uni Emirat Arab, struktur federal negaranya merupakan penghalang ratifikasi, sedangkan Pemerintah Kanada berharap dapat memastikan bahwa konsultasi pada tingkat federal cukup memadai untuk memenuhi tuntutan Konvensi sebelum ratifikasi dilakukan. Sehubungan dengan ini, Panitia mencatat bahwa di beberapa negara federal yang terikat oleh Konvensi, tampaknya dimungkinkan untuk melakukan konsultasi pada tingkat federal yang dapat memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan. 140. Penunjukkan organisasi-organisasi perwakilan untuk berpartisipasi dalam konsultasi menimbulkan kesulitan di negara-negara tertentu di mana instrumen perburuhan tersebut tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan sehingga akibatnya, ratifikasi Konvensi tidak dapat segera dilakukan. Pemerintah Kamboja menjelaskan kesulitan-kesulitan yang dialaminya dalam menetapkan mana dari organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja yang baru dibentuk yang paling representatif. Laporan dari Kroasia menyebutkan bahwa serikat-serikat pekerja di sana telah beberapa kali meminta pemerintah untuk mengupayakan ratifikasi Konvensi tetapi yang menjadi masalah adalah belum dapat ditetapkannya organisasiorganisasi mana yang paling representatif menurut ketentuan Pasal 1 Konvensi padahal hal ini justru merupakan prasyarat yang mutlak harus 76 LAPORAN III(1B)-2000 Kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan prospek ratifikasi dipenuhi supaya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi dapat sepenuhnya dilaksanakan. Karena itu, Kesepakatan mengenai pembentukan Dewan Ekonomi dan Sosial hanya bersifat sementara. Apabila masalah ini terselesaikan dan kesepakatan baru dibuat, maka tidak akan ada lagi yang menghalangi ratifikasi Konvensi. Pemerintah Slovenia berpendapat bahwa ratifikasi Konvensi hanya mungkin dilakukan apabila rancangan undangundang baru mengenai Kamar Dagang, yang saat ini masih dalam pembahasan di parlemen, disetujui untuk menjadi undang-undang. 141. Secara lebih umum, laporan dari Viet Nam menyebutkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dengan munculnya tripartisme dalam konteks peralihan ke ekonomi pasar. Pemerintah Cape Verde berpendapat bahwa aplikasi dan ratifikasi Konvensi menuntut langkah-langkah pendahuluan guna meningkatkan kesadaran para mitra sosial dan mendirikan struktur yang tepat. 142. Laporan-laporan lain menyebutkan kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tertentu yang terdapat di dalam Konvensi. Pemerintah Tunisia menyebutkan bahwa pengaturanpengaturan yang harus dilakukan menurut Pasal 4 ayat 2 Konvensi untuk membiayai pelatihan peserta konsultasi tidak diatur oleh undang-undang atau praktek perburuhan yang ada, sedangkan laporan dari Lebanon mempertanyakan apakah ILO dapat memberikan bantuan biaya pelatihan. Dalam menjawab pertanyaan ini, Panitia mengingatkan pemerintah Lebanon untuk menyimak Bab V yang menyebutkan bahwa pengaturan untuk pembiayaan pelatihan harus didasarkan pada kesepakatan antara pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu apabila mereka berpendapat bahwa pelatihan peserta konsultasi perlu dilakukan supaya konsultasi dapat berjalan efektif. Selain itu Bab V juga menyebutkan bahwa Konvensi tidak membebani pemerintah dengan kewajiban untuk membiayai pelatihan tersebut. LAPORAN III(1B)-2000 77 Konsultasi Tripartit 143. Pemerintah Lebanon juga berpendapat bahwa agaknya tidaklah mungkin, dalam batas waktu yang telah ditetapkan, untuk melakukan konsultasi terlebih dahulu sebagaimana digariskan oleh Pasal 5 ayat 1(d) untuk membahas laporan-laporan yang harus disusun menurut pasal 22 Konstitusi mengingat hal ini memerlukan banyak pertemuan/ rapat supaya pihak-pihak yang berkepentingan dapat mencapai suatu kesepakatan. Dalam menanggapi hal ini, Panitia menunjukkan bahwa konsultasi yang efektif sebagaimana dituntut oleh Konvensi tidak mengharuskan tercapainya suatu kesepakatan. Dengan merujuk pada Pasal 5 ayat 2 Konvensi, Pemerintah Tunisia melaporkan bahwa frekuensi konsultasi tidaklah diatur dalam undang-undang atau praktek perburuhan nasional. Meskipun demikian, Pemerintah Tunisia menyebutkan bahwa ratifikasi Konvensi masih tetap dipertimbangkan. Menurut Pemerintah Kanada, suatu prosedur yang sistematis yang melibatkan seluruh unsur tripartit untuk meninjau kembali Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi perlu disusun untuk mengupayakan pelaksanaan Pasal 5 ayat 1(c) Konvensi sebelum ratifikasi dilakukan. 144. Kesulitan-kesulitan administratif juga dilontarkan oleh Pemerintah Uni Emirat Arab, yang menekankan bahwa administrasi perburuhan hanya memiliki sumber daya terbatas untuk memenuhi komitmen yang timbul dari ketujuh Konvensi yang telah diratifikasi dan karena itu tidak akan sanggup untuk memberikan komitmen baru. Kendati begitu, Pemerintah Uni Emirat Arab menyatakan tekadnya untuk memasyarakatkan konsultasi tripartit secara teratur, apabila perlu melalui jalur hukum. Laporan dari Kanada menyebutkan keprihatinan yang dinyatakan oleh organisasi perwakilan pengusaha karena formalitas yang berlebihan, biaya-biaya tambahan yang harus dikeluarkan serta pemborosan waktu yang akan timbul sebagai akibat ratifikasi Konvensi.2 78 LAPORAN III(1B)-2000 Kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan prospek ratifikasi II. PROSPEK RATIFIKASI 145. Beberapa laporan menyebutkan prosedur ratifikasi yang dewasa ini sedang berlangsung. Laporang-laporan lainnya ada yang menyebutkan bahwa Konvensi ini merupakan salah satu dari Konvensi-konvensi yang sedang dipertimbangkan untuk diratifikasi dalam waktu dekat. 146. Prosedur ratifikasi telah dimulai di Belize, Benin, Afrika Selatan, dan Swis. Di Honduras dan Kazakhstan sedang disiapkan undang-undang ratifikasi yang nantinya akan diserahkan ke Parlemen. 147. Selanjutnya, Pemerintah Kuba dan Peru menyebutkan bahwa karena konsultasi yang diwajibkan telah secara luas dilakukan, maka ratifikasi sedang dipertimbangkan. Di Papua Nugini, Konvensi ini merupakan salah satu dari Konvensi-konvensi yang diinginkan untuk diratifikasi. Pemerintah Seychelles menyatakan bahwa dalam prakteknya, pelaksanaan Konvensi tidak menimbulkan kesulitan-kesulitan dan bahwa ratifikasi kemungkinan dapat dilakukan dalam waktu dekat. 148. Pemerintah Singapura yang berpendapat bahwa prosedur konsultasi yang efektif sudah ada, akan terus mengkaji apakah ratifikasi Konvensi akan meningkatkan kerangka kerja yang ada. Di Jepang, Pemerintah berpendapat bahwa upaya-upaya yang dilakukan bagi pelaksanaan Konvensi masih belum menyeluruh dan bahwa masih diperlukan studi-studi tambahan sebelum ratifikasi dapat dilakukan. LAPORAN III(1B)-2000 79 PENUTUP 149. Dengan menerima dan menyetujui instrumen perburuhan 1976, Panitia Ahli Pelaksanaan Konvensi dan Rekomendasi bermaksud memasyarakatkan pelaksanaan prinsip tripartisme pada tingkat nasional, yang merupakan karakteristik mendasar Organisasi Perburuhan Internasional sekaligus kondisi yang diperlukan supaya prinsip tripartisme dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Secara khusus, Panitia menginginkan agar dialog tripartit, yang amat vital bagi pelaksanaan tugas-tugas ILO, diteruskan hingga ke tingkat nasional melalui prosedur konsultasi efektif dengan wakil-wakil pengusaha dan pekerja mengenai setiap langkah yang akan diambil sehubungan dengan standar perburuhan internasional. 150. Kurang lebih 20 tahun setelah Konvensi diberlakukan, Panitia dengan antusias menyambut kenyataan bahwa prosedur-prosedur konsultasi dalam berbagai bentuk dewasa ini sudah dapat dijumpai di sebagian besar Negara Anggota, termasuk yang belum meratifikasi Konvensi. Yang lebih menggembirakan lagi, di negara-negara tersebut prosedur-prosedur konsultasi yang ada saat ini sedang diperluas untuk mencakup lebih banyak lagi bidang-bidang kegiatan ILO. Memang harus diakui, ada beberapa negara yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan Konvensi maupun dalam meratifikasinya. Kendati begitu, kesulitan tersebut tidak ada hubungannya dengan tidak adanya kemauan politik dari negara yang bersangkutan, tetapi LAPORAN III(1B)-2000 81 Konsultasi Tripartit berkaitan dengan upaya untuk memilih bentuk konsultasi mana yang paling tepat, masalah dalam menentukan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja mana yang paling mewakili, masalah-masalah yang timbul akibat peralihan dari pluralisme politik ke ekonomi pasar, sumber-sumber daya administratif yang tidak mencukupi, atau keterbatasan-keterbatasan dana. 151. Perlu dicatat di sini bahwa dari sekian banyak laporan yang masuk, tidak satu pun di antaranya yang menentang relevansi instrumen perburuhan tersebut. [Hal ini merupakan perkembangan yang cukup menggembirakan], mengingat bahwa sewaktu tahap persiapan, ada sejumlah kecil pemerintah yang sangat berkeberatan atas gagasan untuk memperluas prosedur dialog ILO ke tingkat nasional. Dalam Kajian yang dilakukannya pada tahun 1982, Panitia Ahli masih mencatat adanya keberatan-keberatan ini, yang sebenarnya diwariskan dari kasus-kasus yang menyangkal adanya perbedaan kepentingan antara pengusaha dan pekerja, atau pernyataan bahwa perbedaan tersebut, kalau toh ada, telah diselesaikan dalam konteks nasional. Dalam kasus-kasus lain keberatan-keberatan seperti itu timbul karena dimasukkannya konsultasi tripartit ke dalam kegiatan-kegiatan penetapan standar perburuhan ILO dikuatirkan dapat menggerogoti hak prerogatif Negara untuk membuat undang-undang. 152. Kekuatiran seperti ini, yang timbul akibat kecurigaan terhadap tripartisme, tidak terbukti. Dewasa ini banyak negara yang menekankan pentingnya dialog sosial untuk menggalang hubungan yang harmonis antara pemerintah dan para mitra sosial, dan juga demi proses demokratisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Buktinya, sebagian besar ratifikasi Konvensi akhir-akhir ini dilakukan oleh negara-negara Afrika dan Eropa Tengah dan Eropa Timur yang saat ini sedang dalam masa transisi ke arah multi partai dan ekonomi pasar. Konsultasi yang dituntut oleh instrumen perburuhan itu sendiri sebenarnya sudah mempermudah pengembangan dialog sosial karena konsultasi seperti itu memberikan kesempatan sekaligus 82 LAPORAN III(1B)-2000 Penutup memperkenalkan prosedur rutin kepada para mitra sosial untuk saling bertukar pikiran di antara mereka sendiri atau bertukar pikiran dengan pemerintah. Dialog sosial yang efektif dan tumbuh dari evaluasi tripartit secara sistematis terhadap posisi nasional dalam kaitannya dengan standar perburuhan internasional dapat menjadi unsur penentu dalam penyelesaian konflik dan dalam upaya untuk memperkuat demokrasi yang baru lahir di Negara-Negara yang baru berdiri. 153. Dengan meminta laporan mengenai Konvensi No. 144 dan Rekomendasi No. 152 sebagaimana diatur dalam pasal 19 Konstitusi, Badan Pengurus berharap dapat memberikan kontribusi kepada upaya-upaya supaya pemasyarakatan ratifikasi Konvensi dan pelaksanaan instrumen perburuhan ini mendapatkan prioritas. Panitia berbesar hati dengan hasil pemeriksaan laporan-laporan yang masuk dan dengan kemajuan yang selama ini telah diperoleh dalam pelaksanaan standar perburuhan sebagaimana yang tercantum dalam instrumen perburuhan tersebut. Meskipun demikian, Panitia terus menekankan pentingnya upaya-upaya untuk memperkokoh penetapan standar perburuhan dan kegiatan-kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional lainnya dengan harapan agar kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dapat terus dipertahankan dan bahkan diperluas lagi dalam tahuntahun mendatang. Hal lain yang juga cukup menggembirakan untuk dikemukakan di sini adalah bahwa kesulitan-kesulitan yang masih ada ternyata tidak mempengaruhi prinsip konsultasi tripartit. Kesulitan-kesulitan tersebut sebagian besar terkait dengan masalah-masalah yang bersifat praktis dan beberapa pemerintah telah menyatakan tekadnya untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut. Upaya yang lebih besar untuk memasyarakatkan ratifikasi dan pelaksanaan instrumen perburuhan dengan bantuan teknis Kantor Perburuhan Internasional bilamana perlu diharapkan dapat memungkinkan diterapkannya instrumen tersebut secara universal dalam waktu yang tidak terlalu lama. Panitia berharap bahwa Kajian Umum ini dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan upaya pemasyarakatan LAPORAN III(1B)-2000 83 Konsultasi Tripartit ratifikasi dan pelaksanaan instrumen perburuhan ini melalui peningkatkan pemahaman ruang lingkup dan kepentingan instrumen tersebut. Karena itu, Panitia berharap agar Konvensi No. 144 mendapatkan lebih banyak lagi ratifikasi dalam waktu dekat ini. 84 LAPORAN III(1B)-2000 LAMPIRAN A NASKAH INSTRUMEN PERBURUHAN 1976 Konvensi No. 144 KONVENSI MENGENAI K ONSULTASI T RIPARTIT UNTUK M ENINGKATKAN PELAKSANAAN STANDAR PERBURUHAN INTERNASIONAL Konperensi Umum Organisasi Perburuhan Internasional, Setelah [para pesertanya] dikumpulkan di Jenewa oleh Badan Pengurus Kantor Perburuhan Internasional dan setelah bertemu dalam sidangnya yang ke enampuluh satu pada tanggal 2 Juni 1976, dan Mengingat ketentuan-ketentuan Konvensi-konvensi dan rekomendasirekomendasi Perburuhan Internasional yang ada, terutama Konvensi Tahun 1948 mengenai Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas Hak untuk Berorganisasi, Konvensi Tahun 1949 mengenai Hak Berserikat dan Berunding Bersama, dan Rekomendasi Konsultasi Tahun 1960, yang menegaskan hak pengusaha dan pekerja untuk mendirikan organisasiorganisasi yang bebas dan mandiri serta mengambil langkah-langkah untuk mengembangkan konsultasi yang efektif di tingkat nasional antara pejabat pemerintah dan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja, serta adanya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam banyak Konvensi LAPORAN III(1B)-2000 85 Konsultasi Tripartit dan Rekomendasi perburuhan internasional yang mengharuskan konsultasi antara organisasi-organisasi pengusaha dan organisasiorganisasi pekerja mengenai upaya-upaya yang perlu dilakukan agar instrumen perburuhan tersebut dapat terlaksana, dan Setelah mempertimbangkan butir keempat agenda sidang yang berjudul “Pembentukan mekanisme tripartit untuk meningkatkan pelaksanaan standar perburuhan internasional,” dan Setelah memutuskan untuk menerima dan menyetujui usulan-usulan tertentu mengenai konsultasi tripartit guna meningkatkan pelaksanaan standar perburuhan internasional, dan Setelah menetapkan bahwa usulan-usulan tersebut harus berbentuk suatu Konvensi internasional, menerima dan menyetujui pada tanggal duapuluh satu bulan Juni tahun seribu sembilan ratus tujuh puluh enam, konvensi berikut, yang dapat disebut sebagai Konvensi Konsultasi Tripartit (Standar Perburuhan Internasional) 1976: Pasal 1 Dalam Konvensi ini istilah “organisasi-organisasi perwakilan” berarti organisasi-organisasi yang paling mewakili pengusaha dan pekerja (organisasiorganisasi pengusaha dan pekerja yang paling representatif), yang menikmati hak kebebasan berserikat. Pasal 2 1. Setiap Anggota Organisasi Perburuhan Internasional yang meratifikasi Konvensi ini berkewajiban menjalankan prosedur-prosedur untuk memastikan konsultasi-konsultasi yang efektif sehubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional yang dijabarkan dalam Pasal 5 ayat 1, di bawah, antara wakil-wakil pemerintah, pengusaha, dan pekerja. 2. Sifat dan bentuk prosedur-prosedur yang digariskan dalam ayat 1 pasal ini wajib ditetapkan di negara masing-masing sesuai dengan praktek perburuhan 86 LAPORAN III(1B)-2000 Lampiran nasional yang telah menjadi kebiasaan di negara tersebut, setelah dikonsultasikan dengan organisasi-organisasi perwakilan yang ada dan apabila prosedur-prosedur yang digariskan tersebut belum disusun. Pasal 3 1.Wakil-wakil pengusaha dan pekerja, demi prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Konvensi ini, wajib dipilih secara bebas oleh organisasi-organisai perwakilan yang ada. 2. Pengusaha dan pekerja harus terwakili secara berimbang dalam badanbadan tempat konsultasi dilakukan. Pasal 4 1. Pihak berwenang [pemerintah] bertanggung jawab memberikan dukungan administratif terhadap [pelaksanaan] prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Konvensi ini. 2. Untuk membiayai pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada mereka yang bertugas menjalankan prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Konvensi ini, dibuat pengaturan-pengaturan antara pemerintah dan organisasi-organisasi perwakilan yang ada. Pasal 5 1. Maksud dari prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Konvensi ini haruslah berupa konsultasi-konsultasi mengenai: (a) tanggapan pemerintah terhadap angket mengenai butir-butir agenda Konperensi Perburuhan Internasional dan komentar pemerintah mengenai naskah yang diusulkan untuk dibahas oleh Konperensi; (b) usulan-usulan yang akan diajukan kepada instansi pemerintah yang berwenang atau instansi-instansi pemerintah yang berwenang sehubungan dengan Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi yang diajukan kepada pemerintah sesuai dengan pasal 19 Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional; LAPORAN III(1B)-2000 87 Konsultasi Tripartit (c) pemeriksaan kembali Konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi yang belum diratifikasi dan belum dijalankan, setiap jangka waktu tertentu sebagaimana sewajarnya, guna mempertimbangkan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengupayakan pelaksanaan dan ratifikasi Konvensikonvensi dan rekomendasi-rekomendasi tersebut sebagaimana seharusnya; (d) pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari laporan-laporan yang akan diberikan kepada Kantor Perburuhan Internasional menurut pasal 22 Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional; (e) usulan-usulan untuk secara resmi membatalkan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi. 2. Guna memastikan bahwa hal-hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini mendapatkan pertimbangan yang memadai, konsultasi hendaknya dilakukan menurut jangka waktu yang ditetapkan oleh perjanjian, sekurangkurangnya sekali setahun. Pasal 6 Bilamana dianggap perlu, setelah berkonsultasi dengan organisasi-organisasi perwakilan yang ada, pihak berwenang wajib mengeluarkan laporan tahunan mengenai cara kerja prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Konvensi ini. Pasal 7 Ratifikasi resmi Konvensi ini wajib disampaikan kepada Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional untuk didaftar. Pasal 8 1. Konvensi ini mengikat hanya bagi Anggota-anggota Organisasi Perburuhan Internasional yang ratifikasinya telah didaftar pada Direktur Jenderal. 2. Konvensi ini mulai berlaku dua belas bulan setelah tanggal ratifikasi oleh dua Anggota Organisasi Perburuhan Internasional didaftar pada Direktur Jenderal. 88 LAPORAN III(1B)-2000 Lampiran 3. Selanjutnya, Konvensi ini akan berlaku bagi setiap Anggota dua belas bulan setelah tanggal ratifikasinya didaftar. Pasal 9 1. Anggota yang telah meratifikasi Konvensi ini, setelah terlampauinya waktu 10 tahun terhitung sejak tanggal Konvensi ini mulai berlaku, dapat membatalkannya dengan suatu undang-undang yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional untuk didaftar. Pembatalan itu tidak akan berlaku hingga satu tahun setelah tanggal didaftarnya undang-undang yang membatalkan Konvensi ini kepada Direktur Jenderal. 2. Setiap Anggota yang telah meratifikasi Konvensi ini dan yang dalam waktu satu tahun setelah berakhirnya masa sepuluh tahun sebagaimana tersebut dalam ayat tersebut di atas tidak menggunakan hak pembatalan menurut ketentuan dalam pasal ini, akan terikat untuk sepuluh tahun lagi, dan sesudah itu dapat membatalkan Konvensi ini pada waktu berakhirnya tiap-tiap masa sepuluh tahun sebagaimana diatur dalam Pasal ini. Pasal 10 1. Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional wajib memberitahukan kepada segenap Anggota Organisasi Perburuhan Internasional tentang pendaftaran semua ratifikasi dan pembatalan yang disampaikan kepadanya oleh Anggota Organisasi. 2. Pada saat pemberitahuan kepada Anggota Organisasi tentang pendaftaran ratifikasi kedua yang disampaikan kepadanya, Direktur Jenderal wajib meminta perhatian Anggota Organisasi mengenai tanggal mulai berlakunya Konvensi ini. Pasal 11 Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional wajib menyampaikan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk didaftarkan, sesuai dengan Pasal 102 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, hal ikhwal mengenai semua ratifikasi dan pembatalan yang didaftarkannya menurut ketentuan pasal-pasal tersebut di atas. LAPORAN III(1B)-2000 89 Konsultasi Tripartit Pasal 12 Pada waktu yang dianggap perlu, Badan Pengurus Kantor Perburuhan Internasional wajib menyampaikan kepada Konperensi laporan mengenai pelaksanaan Konvensi ini dan wajib mempertimbangkan perlunya mengagendakan dalam Konvensi, perubahan Konvensi ini seluruhnya atau sebagian. Pasal 13 1. Jika Konperensi menyetujui Konvensi baru yang memperbaiki Konvensi ini secara keseluruhan atau sebagian, kecuali Konvensi baru menentukan lain, maka: (a) ratifikasi oleh Anggota atas Konvensi baru yang memperbaiki, secara hukum berarti pembatalan atas Konvensi ini tanpa mengurangi ketentuan dalam Pasal (5) di atas, jika dan bilamana Konvensi baru yang memperbaiki itu mulai berlaku; (b) sejak tanggal Konvensi baru yang memperbaiki itu berlaku, Konvensi ini tidak dapat disahkan lagi oleh Anggota. 2. Konvensi ini akan tetap berlaku dalam bentuk dan isi aslinya bagi anggota yang telah meratifikasinya, tetapi belum meratifikasi Konvensi yang memperbaikinya. Pasal 14 Bunyi naskah Konvensi ini dalam bahasa Inggris dan bahasa Perancis samasama resmi. 90 LAPORAN III(1B)-2000 Lampiran Rekomendasi No. 152 REKOMENDASI M ENGENAI KONSULTASI TRIPARTIT UNTUK MENINGKATKAN PELAKSANAAN STANDAR PERBURUHAN INTERNASIONAL DAN AKSI NASIONAL YANG BERKAITAN DENGAN KEGIATAN ORGANISASI PERBURUHAN INTERNASIONAL Konperensi Umum Organisasi Perburuhan Internasional, Setelah [para pesertanya] dikumpulkan di Jenewa oleh Badan Pengurus Kantor Perburuhan Internasional, dan setelah mengadakan Sidangnya yang ke Enampuluh satu pada tanggal 2 Juni 1976, dan Mengingat ketentuan-ketentuan dari Konvensi-konvensi perburuhan internasional yang ada beserta Rekomendasi-rekomendasinya, terutama Konvensi Tahun 1948 mengenai Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas Hak Berorganisasi, Konvensi Tahun 1949 mengenai Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama, dan Rekomendasi Tahun 1960 mengenai Konsultasi (Pada Tingkat Industrial dan Nasional), yang menegaskan hak pengusaha dan pekerja untuk mendirikan organisasi yang bebas dan mandiri serta menghimbau diambilnya langkah-langkah untuk mengupayakan konsultasi yang efektif pada tingkat nasional antara pihak berwenang (pemerintah) dan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja, dan juga ketentuan-ketentuan berbagai Konvensi dan Rekomendasi perburuhan internasional yang mengharuskan konsultasi dengan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja mengenai langkahlangkah yang diambil agar berbagai konvensi dan rekomendasi tersebut dapat dilaksanakan, dan Setelah mempertimbangkan butir keempat agenda sidang yang berjudul “Pembentukan mekanisme tripartit untuk mengupayakan pelaksanaan standar perburuhan internasional,” dan LAPORAN III(1B)-2000 91 Konsultasi Tripartit Setelah memutuskan untuk menerima dan menyetujui usulan-usulan tertentu mengenai konsultasi tripartit guna meningkatkan pelaksanaan standar perburuhan internasional, dan Setelah menetapkan bahwa usulan-usulan tersebut harus berbentuk suatu Rekomendasi, menerima dan menyetujui pada tanggal duapuluh satu bulan Juni tahun seribu sembilan ratus tujuh puluh enam Rekomendasi berikut, yang dapat disebut sebagai Rekomendasi Tahun 1976 mengenai Konsultasi Tripartit (Kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional): 1. Dalam Rekomendasi ini, istilah “organisasi-organisasi perwakilan” (representative organizations) berarti organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja yang paling representatif (paling mewakili pengusaha dan pekerja) yang menikmati hak kebebasan berserikat. 2. (1) Setiap Anggota Organisasi Perburuhan Internasional hendaknya menjalankan prosedur-prosedur untuk memastikan konsultasi yang efektif sehubungan dengan hal-hal mengenai kegiatan-kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional sesuai dengan paragraf 5 hingga paragraf 7 Rekomendasi ini, antara wakil-wakil pemerintah, pengusaha, dan pekerja. (2) Sifat dan bentuk prosedur-prosedur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paragraf ini hendaknya ditetapkan sesuai dengan praktek perburuhan nasional yang lazim di negara masing-masing, setelah dikonsultasikan dengan organisasiorganisasi perwakilan bilamana prosedur-prosedur tersebut belum disusun. (3) Misalnya, konsultasi dapat dilakukan: (a) melalui suatu panitia yang secara khusus dibentuk untuk menangani masalahmasalah yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional; (b) melalui suatu badan yang memiliki kesanggupan (kompetensi) umum dalam bidang ekonomi, sosial, atau perburuhan; (c) 92 melalui sejumlah badan yang memiliki tanggung jawab khusus dalam subyek tertentu; LAPORAN III(1B)-2000 Lampiran (d) melalui komunikasi tertulis, bilamana mereka yang terlibat dalam prosedur konsultasi setuju bahwa komunikasi tertulis memadai dan sudah sewajarnya dilakukan. 3. (1) Wakil-wakil pengusaha dan pekerja, demi prosedur yang ditetapkan dalam Rekomendasi ini, hendaknya dipilih secara bebas oleh organisasi-organisasi perwakilan masing-masing. (2) Pengusaha dan pekerja hendaknya terwakili secara berimbang dalam badan-badan tempat konsultasi dilakukan. (3) Melalui kerjasama dengan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja yang berkepentingan, hendaknya diupayakan untuk memberikan pelatihan sebagaimana seharusnya supaya para peserta prosedur konsultasi dapat menjalankan fungsi masing-masing secara efektif. 4. Pihak berwenang hendaknya bertanggung jawab memberikan dukungan administratif dan biaya bagi prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Rekomendasi ini, termasuk pembiayaan program-program pelatihan bilamana perlu. 5. Maksud dari prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Rekomendasi ini hendaknya berupa konsultasi-konsultasi: (a) mengenai tanggapan pemerintah terhadap angket mengenai butir-butir agenda Konperensi Perburuhan Internasional dan komentar pemerintah mengenai naskah-naskah yang diusulkan untuk dibahas oleh Konperensi; (b) mengenai usulan-usulan yang akan diajukan kepada instansi pemerintah yang berwenang atau instansi-instansi pemerintah yang berwenang dalam kaitannya dengan pengajuan Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi sesuai dengan pasal 19 Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional; (c) yang tunduk pada praktek perburuhan nasional yang lazim berlaku, mengenai persiapan dan pelaksanaan upaya-upaya legislatif atau upaya-upaya lain supaya Konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi perburuhan internasional, terutama Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi (termasuk upaya-upaya untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan mengenai konsultasi LAPORAN III(1B)-2000 93 Konsultasi Tripartit atau kolaborasi dengan wakil-wakil pengusaha dan pekerja) dapat terlaksana dengan baik. (d) mengenai pemeriksaan kembali Konvensi-konvensi dan rekomendasirekomendasi yang belum diratifikasi dan belum dijalankan, setiap jangka waktu tertentu sebagaimana sewajarnya, guna mempertimbangkan langkahlangkah yang dapat diambil untuk mengupayakan pelaksanaan dan ratifikasi Konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi tersebut sebagaimana seharusnya; (e) mengenai pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari laporan-laporan yang akan diberikan kepada Kantor Perburuhan Internasional menurut pasal 19 dan pasal 22 Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional; (f) usulan-usulan untuk secara resmi membatalkan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi. 6. Pihak berwenang, setelah berkonsultasi dengan organisasi-organisasi perwakilan, hendaknya menetapkan seberapa jauh prosedur-prosedur ini dapat digunakan untuk maksud konsultasi mengenai hal-hal lain yang menjadi kepentingan bersama, seperti: (a) persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan kerjasama teknik yang diikuti oleh Organisasi Perburuhan Internasional; (b) tindakan yang harus diambil sehubungan dengan resolusi-resolusi dan kesimpulan-kesimpulan yang diambil oleh Konperensi Perburuhan Internasional, konperensi-konperensi regional, panitia-panitia industrial, dan pertemuan-pertemuan lain yang diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional; (c) meningkatkan pengetahuan mengenai kegiatan-kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional sebagai unsur untuk digunakan dalam kebijakankebijakan dan program-program ekonomi dan sosial. 7. Guna memastikan bahwa hal-hal yang disebut dalam paragraf-paragraf sebelumnya diberi pertimbangan yang memadai, konsultasi hendaknya dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana lazimnya, yang ditetapkan menurut perjanjian, sekurang-kurangnya sekali setahun. 94 LAPORAN III(1B)-2000 Lampiran 8. Hendaknya diambil langkah-langkah yang sesuai dengan kondisi dan praktek perburuhan nasional yang ada guna memastikan koordinasi antara prosedurprosedur yang ditetapkan dalam Rekomendasi ini dan kegiatan-kegiatan dari badanbadan nasional yang menangani masalah serupa. 9. Bilamana perlu, setelah berkonsultasi dengan organisasi-organisasi perwakilan, pihak berwenang hendaknya mengeluarkan laporan tahunan mengenai cara kerja prosedur yang ditetapkan dalam Rekomendasi ini. LAPORAN III(1B)-2000 95 LAMPIRAN B Rekomendasi No. 113 REKOMENDASI M ENGENAI KONSULTASI DAN K ERJASAMA ANTARA PIHAK BERWENANG PUBLIK DAN ORGANISASI-ORGANISASI P ENGUSAHA DAN PEKERJA PADA T INGKAT INDUSTRIAL DAN NASIONAL Konperensi Umum Organisasi Perburuhan Internasional, Setelah [para pesertanya] dikumpulkan di Jenewa oleh Badan Pengurus Kantor Perburuhan Internasional, dan mengadakan Sidangnya yang ke Empat puluh empat pada tanggal 1 Juni 1960, dan Setelah memutuskan menerima dan menyetujui usulan-usulan tertentu sehubungan dengan konsultasi dan kerjasama antara pihak-pihak berwenang publik dan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja pada tingkat industrial dan tingkat nasional, yang merupakan butir kelima dalam agenda sidang, dan Setelah menetapkan bahwa usulan-usulan tersebut harus berbentuk suatu Rekomendasi, menerima dan menyetujui pada tanggal duapuluh bulan Juni tahun seribu sembilan ratus enam puluh Rekomendasi berikut yang disebut sebagai Rekomendasi Tahun 1960 mengenai Konsultasi (Pada Tingkat Industrial dan Nasional): LAPORAN III(1B)-2000 97 Konsultasi Tripartit 1. (1) Hendaknya diambil langkah-langkah yang sesuai dengan kondisi nasional yang ada untuk mengupayakan konsultasi dan kerjasama yang efektif pada tingkat industrial maupun nasional antara pihak berwenang (pemerintah) dan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja, dan juga antara organisasiorganisasi pengusaha dan organisasi-organisasi pekerja, sebagaimana dimaksud dalam paragraf 4 dan 5 di bawah ini, mengenai hal-hal yang menjadi kepentingan/ keprihatinan bersama. (2) Langkah-langkah tersebut hendaknya diambil tanpa diskriminasi apapun terhadap atau di antara organisasi-organisasi sebagaimana dimaksud dalam butir (1) berdasarkan ras, jenis kelamin, agama, aliran politik atau asal usul bangsa para anggotanya. 2. Konsultasi dan kerjasama seperti itu hendaknya tidak mengurangi atau membatasi kebebasan berserikat atau hak-hak yang dimiliki organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja termasuk hak berunding bersama. 3. Sesuai dengan tata cara, adat kebiasaan atau praktek yang lazim berlaku, konsultasi dan kerjasama seperti itu hendaknya ditetapkan atau dipermudah: (a) melalui aksi sukarela oleh organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja; atau (b) melalui aksi oleh pemerintah atau pihak berwenang untuk memasyarakatkan konsultasi dan kerjasama seperti itu; atau (c) melalui undang-undang atau peraturan; atau (d) melalui kombinasi ketiganya. 4. Konsultasi dan kerjasama seperti itu hendaknya bertujuan meningkatkan pengertian bersama dan hubungan baik antara pihak berwenang (pemerintah), organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja, dan juga antara organisasi-organisasi pengusaha dan organisasi-organisasi pekerja, dengan tujuan mengembangkan perekonomian baik secara keseluruhan maupun secara individual pada masingmasing bagian, memperbaiki kondisi kerja dan meningkatkan standar kehidupan. 5. Secara khusus, konsultasi dan kerjasama seperti itu hendaknya memiliki tujuan sebagai berikut: (a) 98 supaya organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja bersama-sama LAPORAN III(1B)-2000 Lampiran mempertimbangkan hal-hal yang menjadi kepentingan/ keprihatinan bersama dengan tujuan untuk sedapat mungkin mengusahakan tercapainya jalan keluar atau solusi yang disepakati bersama; dan (b) memastikan bahwa pihak berwenang (pemerintah) meminta pendapat, nasehat dan bantuan dari organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja sebagaimana seharusnya, mengenai hal-hal seperti: (i) persiapan dan pelaksanaan undang-undang dan peraturan yang menyangkut kepentingan mereka; (ii) pembentukan dan penetapan fungsi badan-badan nasional, seperti badanbadan yang bertanggung jawab atas pengorganisasian upaya-upaya penciptaan lapangan kerja dan penempatan tenaga kerja, pelatihanpelatihan kejuruan dan pelatihan ulang, perlindungan perburuhan, kesehatan dan keselamatan kerja, produktivitas, jaminan dan kesejahteraan sosial; dan (iii) penjabaran serta pelaksanaan rencana-rencana pengembangan ekonomi dan sosial. LAPORAN III(1B)-2000 99 LAMPIRAN C RESOLUSI MENGENAI K ONSULTASI T RIPARTIT PADA T INGKAT 1 TENTANG K EBIJAKAN EKONOMI DAN SOSIAL NASIONAL Konperensi Umum Organisasi Perburuhan Internasional, pada Sidangnya yang ke 83 (1996), Menimbang bahwa kerjasama tripartit memainkan peran penting dalam struktur dan kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional, dan juga dalam pengembangan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi dan sosial, Menimbang bahwa kerjasama tripartit akhir-akhir ini telah menunjukkan sejumlah perkembangan di banyak negara, Setelah meneliti perkembangan-perkembangan tersebut berdasarkan Laporan VI yang berjudul “Konsultasi tripartit pada tingkat nasional di bidang kebijakan ekonomi dan sosial,” Mengingat jiwa dan isi Deklarasi dan Program Aksi yang diterima dan disetujui oleh Pertemuan Puncak Tingkat Dunia bagi Pengembangan Sosial yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kopenhagen dari tanggal 6 Maret hingga 12 Maret 1995; menerima dan menyetujui kesimpulan-kesimpulan berikut dan mengundang Badan Pengurus Kantor Perburuhan Internasional untuk meminta Direktur Jenderal: 1 Diterima dan disetujui pada tanggal 19 Juni 1996. LAPORAN III(1B)-2000 101 Konsultasi Tripartit — mengupayakan supaya kesimpulan-kesimpulan berikut mendapatkan perhatian dari Negara-Negara Anggota dan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja; — Menggunakan kesimpulan-kesimpulan ini sebagai bahan pertimbangan dalam mempersiapkan kegiatan-kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional di masa yang akan datang. KESIMPULAN-KESIMPULAN MENGENAI KONSULTASI TRIPARTIT PADA TINGKAT NASIONAL TENTANG KEBIJAKAN EKONOMI DAN SOSIAL 1. Dalam kesimpulan-kesimpulan ini, istilah “kerjasama tripartit” diberi pengertian luas dan mengacu pada semua urusan antara pemerintah dan organisasiorganisasi pengusaha dan pekerja mengenai perumusan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi dan sosial. 2. Kerjasama tripartit bukanlah akhir dari kerjasama itu sendiri. Kerjasama tripartit pada dasarnya merupakan suatu cara kerjasama dengan tujuan: (a) mengupayakan perkembangan ekonomi dan keadilan sosial secara beriringan; (b) merekonsiliasikan, bilamana perlu, tuntutan-tuntutan perkembangan ekonomi dan tuntutan-tuntutan keadilan sosial. 3. Kerjasama tripartit yang bermakna dan efektif tidak dapat terlaksana tanpa ekonomi pasar dan demokrasi. Kerjasama tripartit dapat menopang fungsi keduanya (ekonomi pasar dan demokrasi) secara efektif. Kerjasama tripartit dapat ikut membantu menopang kelangsungan fungsi ekonomi pasar secara efektif dengan menangani konsekuensi-konsekuensi sosial yang ditimbulkannya (oleh ekonomi pasar tersebut). Kerjasama tripartit juga dapat memperkokoh demokrasi dengan mempersilakan mitra-mitra sosial, yang mewakili segmen-segmen penting dalam populasi, untuk ikut ambil bagian dengan berbagai cara di dalam perumusan kebijakan dan proses-proses pembuatan keputusan yang berkenaan dengan kebijakan ekonomi dan sosial. 4. Meskipun dalam beberapa hal kerjasama tripartit ternyata tidaklah seefektif seperti yang diinginkan oleh beberapa atau semua pihak, ada banyak bentuk lain 102 LAPORAN III(1B)-2000 Lampiran kerjasama tripartit di berbagai wilayah dunia yang berbeda, yang secara umum diakui efektif. Misalnya saja bentuk-bentuk kerjasama tripartit yang terjalin pada tingkat nasional dan mencakup sejumlah besar masalah ekonomi dan sosial; bentukbentuk kerjasama tripartit yang terjalin pada tingkat sektoral, regional dan lokal; begitu pula halnya dengan bentuk-bentuk kerjasama tripartit yang terbina pada tingkat nasional sehubungan dengan subyek-subyek tertentu seperti keselamatan dan kesehatan kerja. Karena kerjasama tripartit melibatkan mitra-mitra sosial dalam proses perumusan kebijakan dan proses pembuatan keputusan, kerjasama tripartit sering kali merupakan sarana yang positif untuk mencapai kompromikompromi yang dapat diterima oleh semua pihak, yang pada dasarnya merupakan kompromi antara tuntutan-tuntutan ekonomi di satu sisi dan tuntutan-tuntutan sosial di sisi lain. Karena sifatnya yang dapat diterima oleh semua pihak maka kompromikompromi seperti ini memiliki peluang paling besar untuk diwujudkan, sekaligus meningkatkan perdamaian dan keselarasan sosial. 5. Perbedaan-perbedaan besar dapat muncul mengenai, misalnya, seberapa penting kerjasama tripartit formal dan informal, seberapa penting hubungan industrial bipartit dan tripartit atau bahkan mengenai seberapa tajam pembedaan yang ingin ditarik oleh masing-masing pihak antara bidang-bidang yang menjadi kompetensi pihak berwenang (pemerintah) dan bidang-bidang yang menjadi kompetensi mitra sosial. Kendati demikian, kerjasama tripartit merupakan instrumen yang cukup fleksibel dan dapat beradaptasi dalam situasi-situasi yang paling bervariasi asalkan masing-masing pihak mempunyai kemauan kuat untuk melakukannya. 6. Dewasa ini, yang menjadi tantangan utama dalam kerjasama tripartit adalah bagaimana memberikan kontribusi secara efektif terhadap upaya-upaya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul di banyak negara akibat semakin parahnya kesulitan-kesulitan ekonomi dan globalisasi ekonomi, dan juga akibat program-program penyesuaian struktural yang akhirnya menjadi suatu kebutuhan karena terdorong oleh kedua hal tersebut (yakni kesulitan-kesulitan dan globalisasi ekonomi). Mengingat hal ini merupakan masalah yang serius, maka pemecahannya memerlukan penguatan kerjasama tripartit pada tingkat nasional dan pada tingkattingkat lain yang perlu. Salah satu peran inti kerjasama tripartit hendaknya mengupayakan rekonsiliasi antara hal-hal yang dituntut oleh keadilan sosial dengan LAPORAN III(1B)-2000 103 Konsultasi Tripartit hal-hal yang menjadi tuntutan persaingan usaha dan perkembangan ekonomi. Hendaknya diingat bahwa kerjasama tripartit sebaiknya dilakukan tidak hanya sewaktu kondisi ekonomi sedang memburuk saja, tetapi juga sewaktu kondisi ekonomi sedang menggairahkan. 7. Karena globalisasi ekonomi membatasi kemampuan masing-masing pihak untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi dan sosial pada skala nasional, maka kerjasama internasional dapat memberikan sumbangan untuk memecahkan masalah-masalah ini. Kerjasama internasional ini hendaknya terutama ditujukan untuk meminimalkan pengaruh-pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh globalisasi ekonomi. Meskipun dijumpai banyak kesulitan untuk membentuk kerjasama seperti itu, ada kebutuhan mendesak untuk mencari jalan dan menemukan cara untuk menggalang kerjasama tersebut. 8. Kebutuhan supaya kerjasama tripartit beradaptasi dengan lingkungannya tidaklah mengubah kenyataan bahwa berfungsinya kerjasama tripartit secara efektif tergantung pada kondisi-kondisi tertentu yang bersifat mendasar. Pertama-tama, adanya tiga pihak yang berbeda satu sama lain, yang sepenuhnya mandiri dan tidak terikat/ bergantung satu sama lain, serta menjalankan fungsi yang berbeda merupakan suatu keharusan yang mau tidak mau harus ada. Hal ini merupakan prasyarat untuk menghormati hak berserikat sebagaimana ditetapkan dalam Konvensi No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas Hak Berorganisasi, dan Konvensi No. 98 Tahun 1949 mengenai Hak Berserikat dan Berunding Bersama. Kedua, hal yang tak kalah pentingnya adalah bahwa masing-masing pihak harus bersedia mengkaji masalah yang ada secara bersamasama dan mengupayakan jalan keluar yang mendatangkan manfaat timbal balik bagi mereka semua dan bagi masyarakat nasional secara keseluruhan. Hal ini hanya dapat terwujud apabila semua pihak bersedia melakukan dialog dengan rasa tanggung jawab yang mendorong mereka memperjuangkan kepentingan yang lebih besar daripada kepentingan masing-masing. 9. Kerjasama tripartit juga dapat berfungsi dengan baik apabila masing-masing pihak cukup tangguh dalam menjalankan fungsi masing-masing secara efektif, yakni apabila organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja benar-benar mandiri, cukup representatif, dan bertanggung jawab kepada para anggotanya; apabila mereka terstruktur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan komitmen yang 104 LAPORAN III(1B)-2000 Lampiran diperlukan serta memastikan bahwa komitmen tersebut dapat diwujudkan; dan apabila mereka memiliki kemampuan teknik dan pengetahuan untuk menangani subyek yang dibahas. Yang juga tidak kalah pentingnya adalah perimbangan kekuatan yang wajar di antara ketiga pihak tersebut. Negara, dalam hal ini pemerintah, berperan penting mengupayakan keberhasilan kerjasama tripartit. 10. Di sejumlah negara, keberadaan kerangka pendukung kelembagaan dan prosedural sangat membantu – dan kadang-kadang sangat penting bagi – berfungsinya kerjasama tripartit secara efektif dan, dalam beberapa hal, bagi munculnya dan identifikasi organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja. 11. Untuk meningkatkan kerjasama tripartit, Organisasi Perburuhan Internasional hendaknya menggunakan segala cara yang layak dan mengambil langkah-langkah yang tepat, termasuk inisiatif-inisiatif berikut: (a) mendorong ratifikasi dan atau pelaksanaan secara efektif Konvensi No. 144 Tahun 1976 tentang Konsultasi Tripartit (Standar Perburuhan Internasional); Rekomendasi No. 152 Tahun 1976 tentang Konsultasi Tripartit (Kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional); dan Rekomendasi No. 113 Tahun 1960 tentang Konsultasi (Tingkat Industrial dan Nasional); (b) memperbesar kemauan pemerintah, organisasi-organisasi pengusaha dan organisasi-organisasi pekerja untuk menggunakan kerjasama tripartit; (c) memasyarakatkan kerjasama tripartit pada tingkat nasional dan tingkat-tingkat lain yang sesuai. Upaya-upaya di bidang ini hendaknya terutama diarahkan untuk memastikan tercapainya kondisi-kondisi yang perlu bagi berfungsinya kerjasama tripartit yang baik. Dalam kaitan ini, perlu diberikan perhatian khusus kepada upaya-upaya pengumpulan, evaluasi dan penyebarluasan informasi, upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, dan menawarkan bantuan guna memperkokoh kemampuan pemerintah dan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja untuk berpartisipasi secara efektif dalam kerjasama tripartit. (d) Menjalankan, sesuai dengan harapan yang dinyatakan oleh Pertemuan Puncak Kopenhagen yang menyerukan kerjasama internasional, peran istimewa yang diberikan kepadanya berdasarkan “mandat, dan struktur serta keahlian tripartit” yang dimilikinya. Sehubungan dengan ini, upaya mencari cara dan LAPORAN III(1B)-2000 105 Konsultasi Tripartit jalan yang dapat digunakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional untuk menjalankan amanat ini merupakan hal mendesak yang harus segera dilakukan. Organisasi Perburuhan Internasional hendaknya menjalin hubungan yang lebih intensif dan mengembangkan kerjasama dengan Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan badan-badan internasional lainnya supaya mereka menjadi lebih peka terhadap konsekuensi-konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan. Organisasi Perburuhan Internasional hendaknya juga meningkatkan upayaupaya yang ditujukan untuk meyaknikan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional akan kebutuhan untuk berkonsultasi dengan mitra-mitra sosial secara nasional mengenai usulan program penyesuaian struktural dan mendorong penggunaan kerjasama tripartit dalam proses perumusan kebijakan dan proses pengambilan keputusan. Organisasi Perburuhan Internasional juga hendaknya membantu mitra-mitra sosial nasional sewaktu konsultasi berlangsung, apabila diminta. 106 LAPORAN III(1B)-2000 LAMPIRAN D RATIFIKASI K ONVENSI NO. 144 TAHUN 1976 TENTANG KONSULTASI TRIPARTIT (S TANDAR P ERBURUHAN INTERNASIONAL) Tanggal berlakunya Konvensi: 16 Mei 1978 Negara Albania Algeria Argentina Australia Austr ia Azerbaijan Kep. Bahama Bangladesh Barbados Belarus Belgia Botswana Brazil Bulgaria Burundi Chad LAPORAN III(1B)-2000 Ratifikasi didaftar tgl: 30-6-1999 12-7-1993 13-4-1987 11-6-1979 2-3-1979 12-8-1993 16-8-1979 17-4-1979 6-4-1983 15-9-1993 29-10-1982 5-6-1997 27-9-1994 12-6-1998 10-10-1997 7-1-1998 Negara Cile Cina Kolombia Kongo Kosta Rika Pantai Gading Siprus Denmark Rep. Dominika Ekuador Mesir El Salvador Estonia Fiji Finlandia Perancis Ratifikasi didaftar tgl: 27-7-1992 2-11-1990 9-11-1999 26-11-1999 29-7-1981 5-6-1987 28-6-1977 6-6-1978 15-6-1999 23-11-1979 25-3-1982 15-6-1995 22-3-1994 18-5-1998 2-10-1978 8-6-1982 107 Konsultasi Tripartit Negara Gabon Jerman Yunani Grenada Guatemala Guinea Guyana Hungaria Eslandia India Indonesia Irak Irlandia Italia Yamaika Kenya Republik Korea Latvia Lesotho Madagaskar Malawi Maur itius Meksiko Rep. Moldova Mongolia Mosambik Namibia Nepal Belanda Selandia Baru Nikaragua 108 Ratifikasi didaftar tgl: 6-12-1988 23-7-1979 28-8-1981 25-10-1994 13-6-1989 16-10-1995 10-1-1983 4-1-1994 30-6-1981 27-2-1978 17-10-1990 11-9-1978 22-6-1979 18-10-1979 23-10-1996 6-6-1990 15-11-1999 25-7-1994 27-1-1998 22-4-1997 1-10-1986 14-6-1994 28-6-1978 12-8-1996 10-8-1998 23-12-1996 3-1-1995 21-3-1995 27-7-1978 5-6-1987 1-10-1981 Negara Niger ia Norwegia Pakistan Filipina Polandia Portugal Romania San Marino Sao Tome dan Principe Sierra Leone Slovakia Spanyol Sri Lanka Sur iname Swasilan Swedia Rep. Arab Suriah Tansania Togo Trinidad dan Tobago Turki Uganda Ukraina Inggris Amer ika Serikat Uruguai Venezuela Zambia Zimbabwe Total ratifikasi Ratifikasi didaftar tgl: 3-5-1994 9-8-1977 25-10-1994 10-6-1991 15-3-1993 9-1-1981 9-12-1992 23-5-1985 17-6-1992 21-1-1985 10-2-1997 13-2-1984 17-3-1994 16-11-1979 5-6-1981 16-5-1977 28-5-1985 30-5-1983 8-11-1983 7-6-1995 12-7-1993 13-1-1994 16-5-1994 15-2-1977 15-6-1988 22-5-1987 17-6-1983 4-12-1978 14-12-1989 93 LAPORAN III(1B)-2000 LAMPIRAN E TABEL LAPORAN TENTANG PELAKSANAAN KONVENSI NO. 144 TAHUN 1976 MENGENAI KONSULTASI TRIPARTIT (STANDAR PERBURUHAN INTERNASIONAL) DAN TENTANG REKOMENDASI NO. 152 T AHUN 1976 MENGENAI KONSULTASI TRIPARTIT (KEGIATAN ORGANISASI PERBURUHAN INTERNASIONAL) (Artikel 19 Konstitusi) Artikel 19 Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional menetapkan bahwa Anggota-anggota hendaknya “melapor kepada Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional, menurut jangka waktu sebagaimana diminta oleh Badan Pengurus, mengenai posisi undang-undang dan praktek perburuhan sehubungan dengan hal-hal yang menjadi pokok Konvensi-konvensi dan Rekomendasirekomendasi di bidang perburuhan yang belum diratifikasi. Hal-hal yang berkaitan dengan Konvensi dan yang menjadi kewajiban Negara-Negara Anggota dijabarkan dalam ayat 5(e) pasal tersebut di atas. Ayat 6(d) membahas Rekomendasi. Ayat 7(a) dan 7(b) membahas kewajiban-kewajiban khusus Negara-Negara federal. Pasal 23 Konstitusi menetapkan bahwa sebelum pertemuan Konperensi berikutnya, Direktur Jenderal wajib memberikan ikhtisar laporan yang disampaikan kepadanya oleh Negara-Negara Anggota sesuai dengan pasal 19, dan bahwa setiap Negara Anggota wajib menyampaikan salinan laporan-laporan tersebut kepada organisasiorganisai perwakilan pengusaha dan pekerja. Pada Sidangnya yang ke 218 pada bulan November 1981, Badan Pengurus LAPORAN III(1B)-2000 109 Konsultasi Tripartit memutuskan untuk tidak melanjutkan publikasi ikhtisar laporan mengenai Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi beserta Rekomendasi-rekomendasinya, dan memutuskan untuk menerbitkan hanya daftar laporan-laporan yang telah diterima, dengan pemahaman bahwa Direktur Jenderal akan menunjukkan untuk konsultasi kepada Konperensi semua laporan asli yang telah diterimanya dan bahwa salinan dari laporan-laporan itu akan diberikan kepada anggota-anggota delegasi yang memintanya. Pada Sidangnya yang ke 267 pada bulan November 1996, Badan Pengurus menyetujui upaya-upaya baru untuk melakukan rasionalisasi dan penyederhanaan. Sejak itu, laporan-laporan yang diterima berdasarkan pasal 19 Konstitusi muncul dalam bentuk yang telah disederhanakan dalam tabel yang dilampirkan pada Laporan III (Bagian 1B) Panitia Ahli mengenai Pelaksanaan Konvensi dan Rekomendasi (Committee of Experts on the Application of Conventions and Recommendations). Permintaan-permintaan untuk melakukan konsultasi dan memperoleh salinan laporan-laporan tersebut ditujukan kepada sekretariat Panitia Penerapan Standar (Committee on the Application of Standards). Laporan-laporan tersebut, yang dilampirkan dalam daftar di bawah ini, mengacu pada pelaksanaan Konvensi No. 144 Tahun 1976 mengenai Konsultasi Tripartit (Standar Perburuhan Internasional) dan Rekomendasi No. 152 Tahun 1976 mengenai Konsultasi Tripartit (Kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional). 110 LAPORAN III(1B)-2000 Lampiran Negara Anggota Konvensi 144 Rekomendasi 152 Afganistan Albania sudah ratifikasi Algeria sudah ratifikasi Angola X X sudah ratifikasi X Australia sudah ratifikasi X Austr ia sudah ratifikasi X Azerbaijan sudah ratifikasi Kep. Bahamas sudah ratifikasi Antigua dan Barbuda Argentina Armenia Bahrain X X Bangladesh sudah ratifikasi X Barbados sudah ratifikasi X Belarus sudah ratifikasi X Belgia sudah ratifikasi X Belize X X Benin X X Bolivia X X Bosnia dan Hercegovina Botswana sudah ratifikasi Brasilia sudah ratifikasi X Bulgaria sudah ratifikasi X Burkina Faso Burundi sudah ratifikasi Kamboja X X Kamerun Kanada X X Cape Verde X X Republik Afrika Tengah Chad sudah ratifikasi Cile sudah ratifikasi LAPORAN III(1B)-2000 X 111 Konsultasi Tripartit Negara Anggota Cina Kolombia Konvensi 144 Rekomendasi 152 sudah ratifikasi X X/ sudah ratifikasi X Komoro Kongo sudah ratifikasi Kosta Rika sudah ratifikasi Pantai Gading sudah ratifikasi X Kroasia X X Kuba X X Siprus sudah ratifikasi Republik Ceko X X sudah ratifikasi X X/ sudah ratifikasi X sudah ratifikasi X Republik Demokratik Kongo Denmark Jibouti Dominika Republik Dominika Ekuador Mesir sudah ratifikasi El Salvador sudah ratifikasi X sudah ratifikasi X Guinea Ekuatorial Eritrea Estonia Etiopia Fiji sudah ratifikasi Finlandia sudah ratifikasi Perancis sudah ratifikasi Gabon sudah ratifikasi X sudah ratifikasi X Yunani sudah ratifikasi X Grenada sudah ratifikasi Guatemala sudah ratifikasi X Gambia Georgia Jerman Ghana 112 X LAPORAN III(1B)-2000 Lampiran Negara Anggota Guinea Konvensi 144 Rekomendasi 152 sudah ratifikasi Guinea Bissau Guyana sudah ratifikasi X Haiti Honduras X X Hungaria sudah ratifikasi X Eslandia sudah ratifikasi India sudah ratifikasi X Indonesia sudah ratifikasi X Republik Islam Iran Irak sudah ratifikasi Irlandia sudah ratifikasi Israel X X Italia sudah ratifikasi X Yamaika sudah ratifikasi Jepang X X Yordania X X Kazakhstan X X Kenya Republik Korea Kuwait sudah ratifikasi X X /sudah ratifikasi X X X Kirgistan Republik Demokratik Rakyat Laos Latvia sudah ratifikasi Lebanon X X Lesotho sudah ratifikasi X sudah ratifikasi X Liberia Libya Arab Jamahir iya Lituania Luksemburg X X Madagaskar sudah ratifikasi X Malawi sudah ratifikasi Malaysia LAPORAN III(1B)-2000 X X 113 Konsultasi Tripartit Negara Anggota Konvensi 144 Rekomendasi 152 Maur itius sudah ratifikasi X Meksiko sudah ratifikasi X Republik Moldova sudah ratifikasi Mongolia sudah ratifikasi Mali Malta Mauritania Maroko X X Mosambik sudah ratifikasi X Myanmar X X Namibia sudah ratifikasi Nepal sudah ratifikasi Belanda sudah ratifikasi Selandia Baru sudah ratifikasi Nikaragua sudah ratifikasi X Niger Nigeria sudah ratifikasi Norwegia sudah ratifikasi Oman Pakistan X X X sudah ratifikasi X Panama X X Papua Nugini X X Paraguai Peru X X Filipina sudah ratifikasi X Polandia sudah ratifikasi X Portugal sudah ratifikasi X Qatar Romania X X sudah ratifikasi X Federasi Rusia Rwanda Saint Kitts dan Nevis Santa Lusia 114 LAPORAN III(1B)-2000 Lampiran Negara Anggota Konvensi 144 Rekomendasi 152 Saint Vincent dan Grenadine San Marino sudah ratifikasi Sao Tome dan Principe Saudi Arabia X sudah ratifikasi X X X X Senegal Seychelles Sierra Leone Singapura sudah ratifikasi X Slovakia sudah ratifikasi Slovenia X X X Kep. Solomon Somalia Afrika Selatan X Spanyol sudah ratifikasi X Sri Lanka sudah ratifikasi X Suriname sudah ratifikasi X Swasilan sudah ratifikasi Swedia sudah ratifikasi X X X sudah ratifikasi X Sudan Swis Republik Arab Sur iah Tajikistan Republik Uni Tanzania Thailand sudah ratifikasi X X Mantan Republik Yugoslavia Togo sudah ratifikasi X Trinidad dan Tobago sudah ratifikasi X Tunisia Turki X X sudah ratifikasi X Turkmenistan Uganda sudah ratifikasi Ukraina sudah ratifikasi X X X Uni Emirat Arab LAPORAN III(1B)-2000 115 Konsultasi Tripartit Negara Anggota Konvensi 144 Rekomendasi 152 Inggris sudah ratifikasi X Amerika Serikat sudah ratifikasi X Uruguai sudah ratifikasi X Uzbekistan Venezuela sudah ratifikasi X Viet Nam X Yemen X Zambia sudah ratifikasi Zimbabwe sudah ratifikasi X X X X = laporan diterima. Catatan: Di samping laporan-laporan yang telah diterima tersebut, sebanyak 18 laporan juga telah diterima dari wilayah-wilayah teritorial non-metropolitan (bukan negara ibu) sebagai ber ikut: wilayahwilayah jajahan Inggris meliputi Anguilla, Ber muda, Kepulauan Virginia Ingg ris (Br itish Virgin Islands), Kepulauan Falkland (Malvinas), Gibraltar, Guernsey, Isle of Man, Jersey, St. Helena. 116 LAPORAN III(1B)-2000 LAMPIRAN F UNDANG-UNDANG YANG DIJADIKAN ACUAN KAJIAN Referensi-referensi berikut ini terbatas pada naskah undang-undang yang dijadikan acuan dalam Kajian dan memuat ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hal-hal yang dicakup oleh Konvensi 144 atau Rekomendasi 152. Berdasarkan informasi yang diberikan dalam laporan-laporan yang telah diterima, referensi-referensi tersebut dikutip tanpa prasangka adanya ketentuan-ketentuan seperti itu di negara-negara lain, dan juga tidak harus mencakup seluruh perundangan-undangan nasional yang relevan. Selain itu, referensi-referensi terhadap undang-undang tersebut sama sekali tidak menyiratkan bahwa pelaksanaan Konvensi 144 dan Rekomendasi 152 menuntut diterima dan disetujuinya undangundang serupa karena, sebagaimana dicatat oleh Panitia dalam Kajian yang dilakukannya, instrumen perburuhan internasional juga dapat dilaksanakan melalui perjanjian-perjanjian atau hukum adat atau praktek-praktek perburuhan yang lazim berlaku (ayat 48 hingga ayat 51 Kajian). Angola — Dekrit No. 50/91 tanggal 6 Agustus 1991 mengenai pembentukan Panitia ILO Nasional. LAPORAN III(1B)-2000 117 Konsultasi Tripartit Argentina — Perintah Menteri Perburuhan dan Keamanan Sosial No. 990 tanggal 22 September 1990 mengenai pembentukan Panitia Konsultasi Tripartit untuk Meningkatkan Pelaksanaan Standar Perburuhan Internasional. Kosta Rika — Dekrit No. 27272-MTSS tanggal 20 Agustus 1998 yang mengeluarkan peraturan-peraturan mengenai prosedur Dewan Agung Perburuhan. Pantai Gading — Perintah Menteri Lapangan Kerja dan Pelayanan Publik No. 834/EFP/CAB.1 tanggal 26 Januari 1995 mengenai pembentukan Panitia Tripartit untuk menangani urusan-urusan ILO. Republik Ceko — Undang-undang Komisi Kerjasama dengan ILO, diterima dan disetujui secara bersama oleh Menteri Tenaga Kerja dan Sosial dan Menteri Luar Negeri pada tahun 1993. Mesir — Perintah Menteri No. 111 tahun 1982 mengenai pembentukan Panitia Konsultasi Tripartit Permanen untuk kegiatan-kegiatan ILO. Finlandia — Dekrit No. 851/77 tanggal 24 November 1977 mengenai Panitia Penasehat ILO Finlandia. Perancis — Perintah Menteri Sosial dan Solidaritas Nasional tanggal 18 November 1982 mengenai pembentukan Panitia Penasehat ILO. 118 LAPORAN III(1B)-2000 Lampiran Yunani — Dekrit Presiden No. 296 tanggal 4 Juli 1991 mengenai Prosedur Peningkatan Pelaksanaan Standar Perburuhan Internasional. Guatemala — Perintah No. 93-95 Menteri Tenaga Kerja dan Perlindungan Sosial mengenai pembentukan Panitia Tripartit untuk menangani Masalah-masalah Perburuhan Internasional. Irak — Perintah Menteri Tenaga Kerja No. 759 tanggal 17 Agustus 1983 mengenai pembentukan Panitia Konsultasi Tripartit Nasional yang membidangi Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi Perburuhan Internasional. Kuwait — Perintah Menteri Sosial dan Tenaga Kerja No. 114 tahun 1996 mengenai pembentukan Panitia Studi Standar dan Konvensi Perburuhan. Lesotho — Perintah Undang-undang Perburuhan No. 24 Tahun 1992. Malawi — Keputusan tanggal 9 Agustus 1985 mengenai pembentukan Panitia Tripartit yang membidangi ratifikasi Konvensi ILO. Namibia — Undang-undang Tenaga Kerja tanggal 13 Maret 1992 (ILO: Dokumendokumen hukum perburuhan, 1992/2). LAPORAN III(1B)-2000 119 Konsultasi Tripartit Polandia — Peraturan Perdana Menteri No. 1 tanggal 5 Januari 1990 mengenai pembentukan Panitia Tripartit Polandia untuk Kerjasama dengan ILO. Romania — Hukum tahun 1997 mengenai Pengorganisasian dan Pemfungsian Dewan Ekonomi dan Sosial. San Marino — Keputusan No. 20 tanggal 21 Juli 1983 Konggres Negara mengenai keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan ILO. Swasilan — Undang-undang Lapangan Kerja No. 5 tanggal 26 September 1980. Swedia — Peraturan/ Ordonansi tanggal 8 Desember 1977 mengenai tata tertib bagi Panitia ILO. Republik Arab Suriah — Perintah Menteri Sosial dan Tenaga Kerja No. 1214 tanggal 30 Oktober 1995. Trinidad dan Tobago — Keputusan Kabinet tanggal 16 Mei 1996 mengenai pembentukan Panitia Konsultasi Tripartit “144”. Ukraina — Dekrit Presiden tanggal 27 April 1993 yang mengeluarkan Peraturan Dewan Nasional untuk Kemitraan Sosial. 120 LAPORAN III(1B)-2000 Lampiran Amerika Serikat — Perintah Eksekutif No. 12216 tanggal 18 Juni 1980 mengenai pembentukan Panitia Presiden tentang ILO. Uruguai — Perintah Menteri Tenaga Kerja dan Keamanan Sosial tanggal 11 Maret 1985. LAPORAN III(1B)-2000 121 ISBN 92-2-811508-4