Konsultasi Tripartit

advertisement
Konperensi Perburuhan Internasional, Sidang ke-88, Tahun 2000
KONSULTASI
TRIPARTIT
STANDAR PERBURUHAN INTERNASIONAL
KANTOR PERBURUHAN INTERNASIONAL – JENEWA
KONSULTASI TRIPARTIT
Konperensi Perburuhan Internasional
Sidang ke-88, Tahun 2000-12-28
Laporan III (Bagian 1B)
Butir ketiga dalam agenda:
Informasi dan laporan mengenai aplikasi
Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi
Kajian Umum
Mengenai Konvensi No. 144 Tahun 1976 tentang Konsultasi Tripartit (Standar Perburuhan
Internasional) dan Rekomendasi Konsultasi Tripartit No. 152 Tahun 1976 (Kegiatan
Organisasi Perburuhan Internasional)
Laporan Panitia Ahli mengenai
Aplikasi Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi
(pasal 19, 22, dan 35 Konstitusi)
KONSULTASI
TRIPARTIT
KANTOR PERBURUHAN INTERNASIONAL – JENEWA
Hak Cipta © Organisasi Perburuhan Internasional 2000
Pertama terbit tahun 2001
Hak cipta publikasi Kantor Perburuhan Internasional dilindungi oleh Protokol 2 dari Konvensi Hak Cipta Dunia
(Universal Copyright Convention). Walaupun begitu, kutipan singkat yang diambil dari publikasi tersebut
dapat diperbanyak tanpa otorisasi dengan syarat agar menyebutkan sumbernya. Untuk mendapatkan hak
perbanyakan dan penerjemahan, surat lamaran harus dialamatkan kepada Publications Bureau (Rights and
Permissions), International Labour Office, CH-1211 Geneva 22, Switzerland. Kantor Perburuhan Internasional
akan menyambut baik lamaran tersebut.
Perpustakaan, lembaga dan pengguna lainnya yang terdaftar dalam Kantor Lisensi Hak Cipta (Copyright
Licensing Agency) di Inggris dengan alamat 90 Tottenham Court Road, London W1P OLP (Fax: + 44 (0)171
631 5500), Pusat Pengesahan Hak Cipta (Copyright Clearance Center) di Amerika Serikat dengan alamat 222
Rosewood Drive, Danvers, MA 01923 (Fax: + 1 508 750 4470) atau Organisasi Hak Perbanyakan (Reproduction
Rights Organizations) terkait di negara lain, dapat membuat fotokopi sesuai dengan ijin lisensi yang dikeluarkan
bagi mereka untuk keperluan tersebut.
ISBN 92-2-811508-4
Diterjemahkan dari Tripartite Consultation (ISBN 92-2-111508-9)
Sesuai dengan tata cara Perserikatan Bangsa-Bangsa, pencantuman informasi dalam publikasi-publikasi ILO beserta sajian bahan tulisan yang terdapat
di dalamnya sama sekali tidak mencerminkan opini apapun dari Kantor Perburuhan Internasional (International Labour Office) mengenai informasi
yang berkenaan dengan status hukum suatu negara, daerah atau wilayah atau kekuasaan negara tersebut, atau status hukum pihak-pihak yang berwenang
dari negara tersebut, atau yang berkenaan dengan penentuan batas-batas negara tersebut.
Dalam publikasi-publikasi ILO tersebut, setiap opini yang berupa artikel, kajian dan bentuk kontribusi tertulis lainnya, yang telah diakui dan ditandatangani
oleh masing-masing penulisnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab masing-masing penulis tersebut. Pemuatan atau publikasi opini tersebut tidak
kemudian dapat ditafsirkan bahwa Kantor Perburuhan Internasional menyetujui atau menyarankan opini tersebut.
Penyebutan nama perusahaan, produk dan proses yang bersifat komersil juga tidak berarti bahwa Kantor Perburuhan Internasional mengiklankan atau
mendukung perusahaan, produk atau proses tersebut. Sebaliknya, tidak disebutnya nama suatu perusahaan tertentu, produk atau proses tertentu yang
bersifat komersil juga tidak dapat dianggap sebagai tanda tidak adanya dukungan atau persetujuan dari Kantor Perburuhan Internasional.
Publikasi-publikasi ILO dapat diperoleh melalui penyalur-penyalur buku utama atau melalui kantor-kantor perwakilan ILO di berbagai negara atau
langsung melalui Kantor Pusat ILO dengan alamat ILO Publications, International Labour Office, CH-1211 Geneva 22, Switzerland atau melalui
Kantor Organisasi Perburuhan Internasional di Jakarta dengan alamat Gedung PBB, Lantai 5, Jl. M. H. Thamrin No. 14, Jakarta 10240. Katalog atau
daftar publikasi terbaru dapat diminta secara cuma-cuma pada alamat tersebut.
Dicetak di Jakarta, Indonesia, 2001
PCL
IKHTISAR
Paragraf
1.
Pendahuluan ..................................................................................
1-27
2.
Definisi dan metode implementasi ................................................
28-51
3.
Prosedur konsultasi ........................................................................
52-73
4.
Hal-hal yang perlu dibahas dalam konsultasi ................................
74-117
5.
Berfungsinya prosedur ................................................................... 118-135
6.
Kesulitan-kesulitan dan prospek ratifikasi .................................... 136-148
Penutup ................................................................................................... 149-153
Lampiran-lampiran
LAPORAN III(1B)-2000
DAFTAR ISI
Paragraf
1.
2.
3.
Pendahuluan .................................................................................
1-27
I.
Latar Belakang Kajian ...........................................................
1-4
II.
Tripartisme pada Tingkat Internasional .................................
5-7
III. Tripartisme pada Tingkat Nasional Dalam Kaitannya
Dengan Standar Perburuhan Internasional .............................
IV. Isi Instrumen ..........................................................................
8-17
18-22
V.
Peningkatan Jumlah Ratifikasi ..............................................
23-24
VI. Informasi yang Tersedia .........................................................
25-26
VII. Garis Besar Kajian .................................................................
27
Definisi dan Metode Implementasi .............................................
28-51
I.
Definisi ...................................................................................
28-47
II.
Metode Implementasi .............................................................
48-51
Prosedur Konsultasi .....................................................................
52-73
I.
Konsultasi dalam Kerangka Kelembagaan ............................
55-68
II.
Konsultasi melalui Komunikasi Tertulis ................................
69-71
III. Prosedur-prosedur Konsultasi Lainnya ..................................
72-73
LAPORAN III(1B)-2000
Konsultasi Tripartit
4.
Hal-hal yang Perlu Dibahas dalam Konsultasi .........................
74-117
I.
77-107
Konsultasi tentang Standar Perburuhan Internasional ..........
1.
Konsultasi yang diwajibkan oleh Konvensi .................
2.
Konsultasi-konsultasi tambahan yang
diharapkan oleh Rekomendasi ......................................
3.
II.
5.
77-98
99-104
Konsultasi-konsultasi lain ............................................. 105-107
Konsultasi tentang Aspek-aspek lain dari
Kegiatan-kegiatan ILO ........................................................... 108-117
1. Konsultasi-konsultasi yang disarankan oleh
Rekomendasi ................................................................. 108-115
2. Konsultasi-konsultasi lain ............................................. 116-117
Berfungsinya Prosedur ................................................................ 118-135
I.
Frekuensi Konsultasi ............................................................. 119-122
II.
Dukungan Administratif ........................................................ 123-124
III. Pelatihan Para Peserta dalam Konsultasi ............................... 125-129
IV. Mengeluarkan Laporan Tahunan ........................................... 130-133
V.
6.
Koordinasi dengan Badan-badan Nasional lain ..................... 134-135
Kesulitan-kesulitan dan Prospek Ratifikasi .............................. 136-148
I.
Kesulitan-kesulitan yang menghalangi ratifikasi .................. 136-144
II.
Prospek ratifikasi ................................................................... 145-148
Penutup ................................................................................................ 149-153
viii
LAPORAN III(1B)-2000
Daftar isi
Halaman
Lampiran-lampiran
A.
B.
C.
D.
E.
F.
Naskah Instrumen Perburuhan tahun 1976:
Konvensi No. 144 dan Rekomendasi No. 152 .......................
85
Naskah Rekomendasi Konsultasi No. 113 Tahun 1960
(Tingkat Industrial dan Nasional) ..........................................
97
Resolusi mengenai konsultasi tripartit di tingkat nasional
tentang kebijakan ekonomi dan sosial, diterima dan disetujui
oleh Konperensi Perburuhan Internasional
pada tanggal 19 Juni 1996 ......................................................
101
Ratifikasi Konvensi Konsultasi Tripartit No. 144 Tahun 1976
(Standar Perburuhan Internasional) ........................................
107
Tabel laporan-laporan yang akan dan telah diterima
mengenai Konvensi No. 144 dan Rekomendasi No. 152 ......
109
Perundang-undangan yang dijadikan acuan dalam Kajian ....
117
LAPORAN III(1B)-2000
ix
PENDAHULUAN
I.
1
LATAR BELAKANG KAJIAN
1. Dalam Sidangnya yang ke 267 pada bulan November 1996, Badan
Pengurus Kantor Perburuhan Internasional telah memutuskan untuk
meminta Negara Anggota yang belum meratifikasi Konvensi No. 144 Tahun
1976 mengenai Konsultasi Tripartit (Standar Perburuhan Internasional)
untuk menyerahkan laporan mengenai hukum perburuhan nasional yang
berlaku dan praktek perburuhan yang telah dianggap lumrah dan menjadi
kebiasaan di negara masing-masing, yakni yang berkenaan dengan hal-hal
yang menjadi pokok Konvensi. Keputusan ini sesuai dengan Pasal 19 ayat
5 (e) Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Berdasarkan
keputusan ini, dan sesuai dengan Pasal 19 ayat 6 (d) Konstitusi, maka seluruh
pemerintah Negara Anggota juga diminta menyerahkan laporan mengenai
hukum dan praktek perburuhan nasional yang telah menjadi kebiasaan dan
berlaku di negara masing-masing, yakni yang berkenaan dengan hal-hal
yang menjadi pokok Rekomendasi No. 152 Tahun 1976 mengenai Konsultasi
Tripartit (Kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional). Laporan-laporan
yang diberikan sehubungan dengan keputusan tersebut bersama dengan
laporan-laporan yang wajib diserahkan setiap dua tahun sekali menurut Pasal
22 dan Pasal 35 Konstitusi oleh Negara-negara Anggota yang telah
meratifikasi Konvensi tersebut telah memungkinkan Panitia Ahli di Bidang
Pelaksanaan Konvensi dan Rekomendasi (Committee of Experts on the
LAPORAN III(1B)-2000
1
Konsultasi Tripartit
Application of Conventions and Recommendations), sebagaimana lazimnya,
untuk melakukan Kajian Umum mengenai pengaruh yang diberikan [oleh
hukum dan praktek perburuhan nasional di masing-masing negara] terhadap
pelaksanaan kedua instrumen perburuhan tersebut [yaitu Konvensi 144/1976
dan Rekomendasi 152/1976].
2. Kajian ini merupakan Kajian Umum kedua mengenai Konvensi
dan Rekomendasi mengenai konsultasi tripartit tahun 1976. Ketika Kajian
sebelumnya1 dipresentasikan dalam Sidang ke 68 Konperensi Perburuhan
Internasional pada bulan Juni 1982, Konvensi 144/1976 telah berlaku selama
empat tahun dan telah diratifikasi oleh 27 negara. Dewasa ini, Konvensi
144/1976 telah diratifikasi oleh 93 negara. Jumlah ini sedikit melebihi
setengah jumlah seluruh Negara Anggota ILO. Meskipun klausul-klausul
menimbang yang dikemukakan dalam Kajian tahun 1982 dalam banyak hal
masih relevan, klausul-klausul tersebut masih dapat dilengkapi dengan
pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari dialog-dialog selama dua
dasawarsa mengenai pelaksanaan Konvensi 144/1976 antara badan-badan
pengawas ILO dan pemerintah-pemerintah Negara Anggota peratifikasi.
3. Mungkin akan ada manfaatnya untuk mengingat kembali konteks
yang dijadikan dasar pemilihan instrumen perburuhan tersebut oleh Badan
Pengurus dalam meminta laporan-laporan sesuai dengan Pasal 19 Konstitusi,
yaitu bahwa pemilihan ini dilakukan mengikuti keputusan Konperensi
Perburuhan Internasional (ILC) dalam Sidangnya yang ke 83 pada tahun
1996 untuk menerima kesimpulan-kesimpulan yang diajukan oleh Panitia
Konsultasi Tripartit. Menurut kesimpulan-kesimpulan tersebut, ILO
hendaknya “menggunakan semua cara yang layak,” antara lain, “untuk
1
ILO, General Survey of the Repor ts relating to Convention No. 144 and Recommendation No. 152 (Kajian
Umum mengenai Laporan-laporan yang berkaitan dengan Konvensi No. 144 dan Rekomendasi No. 152),
Konperensi Perburuhan Internasional (International Labor Conference/ ILC), Sidang ke 68, 1982, Laporan III
(Bagian 4B). Kajian Umum ini selanjutnya disebut sebagai “Kajian Umum 1982”.
2
LAPORAN III(1B)-2000
Pendahuluan
mendorong ratifikasi dan/ atau pelaksanaan secara efektif Konvensi No.
144 tahun 1976 mengenai Konsultasi Tripartit (Standar Perburuhan
Internasional), Rekomendasi No. 152 tahun 1976 mengenai Konsultasi
Tripartit (Kegiatan Organsasi Perburuhan Internasional), dan Rekomendasi
No. 113 tahun 1960 mengenai Konsultasi (Tingkat Industrial dan
Nasional)”.2
4. Akan tetapi, berdasarkan dokumen yang disiapkan oleh Kantor
Perburuhan Internasional, Badan Pengurus tidak meminta laporan-laporan
mengenai upaya-upaya yang dilakukan demi terlaksananya Rekomendasi
No. 113.3 Karena itu, sejak awal hendaknya sudah dijelaskan bahwa subyek
Kajian ini bukanlah pembahasan mengenai berbagai praktek konsultasi
tripartit yang berkenaan dengan masalah-masalah perburuhan secara luas
pada umumnya di tingkat nasional. Sebaliknya, fokus Kajian ini secara
spesifik membahas syarat-syarat konsultasi tripartit dalam kaitannya dengan
standar perburuhan internasional atau aspek-aspek lain kegiatan-kegiatan
ILO yang tercakup oleh Rekomendasi No. 152.
2
Resolusi mengenai konsultasi tripartit pada tingkat nasional di bidang kebijakan ekonomi dan sosial, dalam
ILO: Official Bulletin (Buletin Resmi) Volume LXXIX, 1996, Seri A, No. 2, hal 67-69. Lihat Lampiran C dalam
buku ini.
3
Rekomendasi No. 113 direproduksi dalam Lampiran B buku ini. Panitia Ahli melakukan Kajian Umum mengenai
Rekomendasi No. 113 ini pada tahun 1976: ILO: General Survey of the Repor ts relating to the Consultation
(Industrial and National Levels) Recommendation (Kajian Umum terhadap Laporan-laporan yang berkaitan
dengan Rekomendasi Konsultasi Tingkat Industrial dan Nasional), 1960 (No. 113), ILC, Sidang ke 61, 1976,
Laporan III (Bagian 4B). Laporan yang disiapkan sebagai dasar kerja Komite Konsultasi Tripartit pada Sidang
Konperensi tahun 1996 berisi analisa perkembangan terakhir di bidang ini: ILO: Tripar tite consultation at the
national level on economic and social policy (Konsultasi Tripartit Tingkat Nasional mengenai Kebijakan Ekonomi
dan Sosial), Konperensi Perburuhan Internasional (ILC), Sidang ke 83, 1996, Laporan IV. Referensi lain yang
bermanfaat berisi studi perbandingan dan satu seri studi negara dan wilayah mengenai subyek ini: A. Trebilcock
et al., Towards social dialogue: Tripartite cooperation in national economic and social policy-making (Menuju
Dialog Sosial: Kerjasama Tripartit dalam Pembuatan Kebijakan Nasional di bidang Ekonomi dan Sosial), Geneva,
ILO, 1994.
LAPORAN III(1B)-2000
3
Konsultasi Tripartit
II.
T RIPARTISME PADA T INGKAT INTERNASIONAL
5. Sejak awal, peran inti ILO adalah mengupayakan kerjasama antar
pemerintah, pengusaha, dan pekerja dalam menegakkan keadilan sosial
melalui peraturan urusan perburuhan pada tingkat internasional, dengan
tujuan untuk menciptakan “perdamaian yang universal dan abadi”.4 Komisi
mengenai Perundang-undangan Perburuhan Internasional didirikan pada
tahun 1919 oleh Konperensi Perdamaian. Anggota-anggota komisi ini antara
lain terdiri dari wakil-wakil pekerja – suatu langkah tak terduga dalam suatu
konperensi diplomatik – yang diberi tugas membangun mekanisme
kelembagaan guna mewadahi kerjasama ini. Hasilnya adalah, Bagian XIII
Perjanjian Versailles menetapkan pelembagaan suatu organisasi ketenagakerjaan dengan struktur tripartit yang bersifat permanen di dalam Liga
Bangsa-Bangsa. Dengan adanya struktur tripartit, maka dalam konperensi
umum organisasi tersebut, masing-masing anggotanya diwakili oleh dua
delegasi pemerintah dan dua delegasi lainnya, yang masing-masing mewakili
pengusaha dan pekerja. Masing-masing delegasi memberikan suara secara
individu, sedangkan badan eksekutifnya, yaitu Badan Pengurus Kantor Ketenagakerjaan Internasional, akan terdiri dari satu setengah bagian perwakilan
pemerintah, satu setengah bagian perwakilan pengusaha dan satu setengah
bagian perwakilan pekerja yang masing-masing dipilih oleh Delegasi Pengusaha dan Delegasi Pekerja dalam Konperensi. Hal ini dimaksudkan untuk
memastikan keikutsertaan wakil-wakil pengusaha dan pekerja pada setiap
tahap kegiatan penetapan standar Organisasi, mulai dari penetapan agenda
Konperensi hingga ke pengawasan pelaksanaan standar tersebut.
6. Orisinalitas prinsip ini dan keberanian struktur kelembagaan tidak
luput dari perhatian para pengamat pada masa itu. Ada pengamat yang
berpendapat bahwa organisasi internasional yang baru ini merupakan
4
Kutipan ini sesuai dengan bunyi kalimat pertama Konstitusi ILO. Kata “abadi” ditambahkan setelah berakhirnya
Perang Dunia Kedua.
4
LAPORAN III(1B)-2000
Pendahuluan
penjelmaan dari titik temu antara pengembangan perjanjian-perjanjian kerja
kolektif dan pengembangan hukum-hukum internasional, dua bentuk
“pluralisme hukum” yang telah mulai merambah monopoli pembuatan hukum
oleh negara.5 Seorang pengamat lain melihat keikutsertaan langsung
“masyarakat industri” dalam menangani urusan-urusan sosial dan perburuhan
pada tingkat internasional sebagai salah satu manifestasi awal gerakan menjauh
dari “era individualisme Negara,” yang disambutnya dengan baik.6 Dengan
demikian, tripartisme ILO menjadi fokus dari suatu harapan yang bersifat
agak utopis,7 yang menjadi ciri yang menggejala setelah berakhirnya Perang
Dunia Pertama, yaitu harapan akan terjadinya suatu transformasi mendasar
dalam tatanan masyarakat internasional. Namun, jauh dari terpenuhinya
ramalan yang mengatakan bahwa Negara tidak akan diperlukan lagi,
dasawarsa-dasawarsa berikutnya justru menyaksikan lahirnya universalisasi
model Negara berdaulat melalui proses dekolonisasi dan, akhir-akhir ini,
melalui peningkatan jumlah Negara yang ditandai dengan lahirnya negaranegara baru. Meskipun instrumen legislatif ILO memiliki wewenang yang
timbul karena instrumen itu diterima dan disetujui oleh badan-badan tripartit
yang menjadi ajang perwakilan mitra-mitra sosial dari hampir seluruh negara
yang ada di dunia, instrumen tersebut pada hakekatnya tak lebih dari sekedar
kumpulan standar yang diajukan kepada sekumpulan Negara yang tetap
menjadi majikan bagi perundang-undangan nasional masing-masing maupun
bagi komitmen internasional masing-masing.8
5
G. Gurvitch: Le temps présent et l’idée du droit social (Paris, Vrin, 1931).
G.Scelle: L’Organisation internationale du Travail et le BIT (Paris, Rivière, 1930). Scelle adalah anggota
Panitia Ahli dari tahun 1937 hingga 1957.
6
7
Sebagaimana pengamatan Albert Thomas dalam kata pengantarnya kepada Scelle, op.cit.
Yakni dengan suatu proviso (ketentuan dalam suatu perjanjian yang mempersyaratkan terpenuhinya suatu
kondisi sebelum kondisi yang lain dapat dipenuhi) yang bersifat spesifik, yaitu bahwa semua anggota, sesuai
dengan kewajiban mereka untuk tunduk kepada pihak yang berwenang menurut Pasal 19 ayat 5(b) dan 6(b)
Konstitusi, terikat untuk menguji, dengan itikad baik, upaya yang dapat dilakukan bagi terlaksananya standar
ketenagekerjaan internasional yang baru mereka terima dan setujui.
8
LAPORAN III(1B)-2000
5
Konsultasi Tripartit
7. Pada waktu Liga Bangsa-Bangsa diganti oleh Perserikatan BangsaBangsa, metode-metode yang telah ada tetap dipertahankan tetapi lembagalembaga yang bernaung di bawah organisasi dunia itu mengalami
transformasi sebagai akibat dari pergantian itu. Meskipun demikian, ILO
tetap mempertahankan struktur tripartit yang dimilikinya dan tetap
memegang teguh mandat yang telah diberikan kepadanya oleh Konstitusi
selama 80 tahun. Deklarasi mengenai maksud dan tujuan Organisasi
Perburuhan Internasional – yang telah diterima dan disetujui oleh Konperensi
Perburuhan Internasional di Philadelphia pada tahun 1944 dan dimasukkan
ke dalam Konstitusi – melestarikan tujuan-tujuan yang ruang lingkupnya
lebih lebar dan membawa misi Organisasi yang lebih luas. Deklarasi tersebut
menegaskan kembali relevansi metodenya berdasarkan suatu “upaya
internasional yang harmonis, terpadu dan berkesinambungan yang
memungkinkan wakil-wakil pekerja dan wakil-wakil pengusaha – dengan
status yang setara dengan status yang dinikmati pemerintah – bergabung
dengan pemerintah dalam diskusi bebas dan pengambilan keputusan yang
bersifat demokratis untuk menggalang kesejahteraan bersama”.
III. T RIPARTISME PADA T INGKAT NASIONAL DALAM KAITANNYA
DENGAN STANDAR PERBURUHAN INTERNASIONAL
8. Tercapainya fungsi kerjasama tripartit yang sehat dalam kaitannya
dengan standar perburuhan internasional didasarkan pada keyakinan bahwa
hal tersebut didukung oleh dialog yang bersifat analog pada tingkat nasional.
Sebenarnya pelaksanaan fungsi kerjasama tripartit ini hanya terdiri dari suatu
kewajiban untuk sekedar memberikan informasi, bukan kewajiban untuk
melakukan konsultasi. Sekalipun demikian, kewajiban yang dibebankan
kepada para pemerintah menurut Pasal 23 ayat 2 Konstitusi, yaitu agar para
pemerintah menyampaikan salinan dari laporan-laporan yang ditentukan
menurut Pasal 19 dan Pasal 22 kepada organisasi-organisasi yang mewakili
6
LAPORAN III(1B)-2000
Pendahuluan
pengusaha dan pekerja, menyiratkan bahwa partisipasi aktif organisasiorganisasi pengusaha dan pekerja dalam melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan standar perburuhan internasional sangatlah diharapkan.
9. Di samping itu, banyak Konvensi perburuhan internasional yang
memuat ketentuan-ketentuan yang menetapkan bahwa organisasi-organisasi
yang mewakili pengusaha dan pekerja harus mau berhubungan dan
bekerjasama dalam menjalankan fungsi masing-masing. Sejak sidangnya
yang pertama sekali, agaknya Konperensi memang perlu menetapkan prinsip
kerjasama tripartit yang mengatur penyerapan dan penerapan standar
perburuhan internasional untuk diperluas pada tingkat nasional hingga ke
proses implementasinya. Untuk itu, dirancang tiga jenis ketentuan [yang
dijelaskan dalam butir 10, 11, dan 12 berikut ini.]
10. Konvensi pertama9 yang diterima dan disetujui oleh Konperensi
menetapkan bahwa setiap pengecualian terhadap pelaksanaan Konvensi
hanya boleh dilakukan setelah terlebih dahulu dikonsultasikan dengan
organisasi-organisasi yang mewakili pengusaha dan pekerja. Sejumlah besar
instrumen [hukum perburuhan] mengenai berbagai subyek menyebutkan
kewajiban untuk melakukan konsultasi, baik sebelum suatu hukum atau
peraturan diterima dan disetujui maupun pada saat klausul-klausul tertentu
Konvensi hendak dilaksanakan, atau dengan memperhatikan pengecualianpengecualian tertentu yang memang diberikan oleh Konvensi.
11. Konvensi lain yang juga dihasilkan dalam sidang yang sama dari
Konperensi tersebut10 memuat suatu ketentuan dengan tujuan spesifik, yaitu
membentuk lembaga-lembaga guna memastikan dilakukannya konsultasi
antara wakil-wakil pengusaha dan pekerja. Lembaga-lembaga yang dimaksud
Konvensi No. 1 Tahun 1919 mengenai Jam Kerja (Industri)
9
10
Konvensi No. 2 Tahun 1919 mengenai Pengangguran
LAPORAN III(1B)-2000
7
Konsultasi Tripartit
dalam hal ini berbentuk komite-komite atau panitia-panitia yang harus diajak
berkonsultasi mengenai segala hal yang berkaitan dengan fungsi dan cara
kerja instansi-instansi umum yang menangani masalah penciptaan lapangan
kerja dan penempatan tenaga kerja. Beberapa Konvensi, misalnya, konvensikonvensi mengenai layanan penempatan tenaga kerja atau penetapan upah
minimum, juga menetapkan kewajiban untuk mendirikan suatu badan atau
prosedur kerja guna memastikan keterlibatan wakil-wakil pengusaha dan
pekerja.
12. Ketentuan jenis yang ketiga menetapkan bahwa badan-badan umum
pemerintah yang berwenang harus mengupayakan kerjasama antara
organisasi-organsasi yang mewakili pengusaha dan pekerja dalam
menerapkan perundang-undangan yang dimaksudkan untuk memberikan
kekuatan hukum bagi pelaksanaan Konvensi, atau dalam perumusan dan
penerapan kebijakan nasional, seperti pemberian kesempatan dan perlakuan
yang sama kepada setiap orang atau kebijakan penerimaan dan penempatan
tenaga kerja yang tidak diskriminatif.
13. Hal lain yang menjadi upaya awal ILO adalah mencari jalan agar
organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja pada tingkat nasional secara
aktif dapat terlibat dalam mekanisme pengawasan pelaksanaan standar
perburuhan internasional secara reguler. Berdasarkan rekomendasi Panitia
Ahli dan Panitia Konperensi di bidang Penerapan Standar Perburuhan
Internasional (the Conference Committee on the Application of Standards),
pada tahun 1932 Badan Pengurus memutuskan untuk memasukkan suatu
pertanyaan ke dalam formulir laporan mengenai [pelaksanaan] Konvensikonvensi yang sudah diratifikasi. Pertanyaan tersebut meminta para
pemerintah untuk menyatakan apakah mereka sudah menerima masukkanmasukkan/ hasil-hasil pengamatan dari organisasi-organisasi pengusaha dan
pekerja mengenai praktek pelaksanaan Konvensi. Apabila sudah, mereka
8
LAPORAN III(1B)-2000
Pendahuluan
diminta menyampaikan rangkuman hasil pengamatan tersebut, bersama
dengan komentar-komentar yang menurut mereka bermanfaat.11
14. Di samping kewajiban-kewajiban baru yang timbul sehubungan
dengan penyerahan laporan-laporan,12 Instrumen Amandemen Konstitusi
yang diterima dan disetujui oleh Konperensi pada tahun 1946 menyebutkan
dalam Pasal 23 Ayat 2 kewajiban setiap Negara Anggota untuk
menyampaikan kepada organisasi-organisasi perwakilan pengusaha dan
pekerja salinan informasi dan laporan-laporan yang disampaikan kepada
Direktur Jenderal sesuai dengan dengan Pasal 19 dan Pasal 22 Konstitusi.
Karena itu, menurut ketentuan konstitusional ini, organisasi-organisasi yang
mewakil pengusaha dan pekerja harus diberi semua informasi dan laporan
yang disampaikan oleh pemerintah negara masing-masing kepada Kantor
Perburuhan Internasional mengenai langkah-langkah yang diambil untuk
mengajukan Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi kepada
pemerintah, upaya-upaya yang dilakukan demi terlaksananya Konvensikonvensi yang belum diratifikasi dan Rekomendasi-rekomendasi maupun
demi terlaksananya Konvensi-konvensi yang sudah diratifikasi. Atas dasar
ini, organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja diperkenankan memberikan
hasil pengamatan mereka sendiri sebagaimana yang disarankan oleh baik
Panitia Ahli maupun Panitia Konperensi. Panitia Ahli telah berulang kali
menekankan nilai dari hasil-hasil pengamatan ini, yang kini semakin banyak
dipresentasikan,13 supaya dapat dilakukan penilaian yang lebih baik terhadap
Risalah Sidang Ke-60 Badan Pengurus (Oktober 1932), hal. 79 dan 156.
11
Khususnya, kewajiban untuk memberikan informasi kepada Direktur Jenderal mengenai langkah-langkah
yang diambil untuk mengajukan instrumen yang telah diterima dan disetujui oleh Konperensi kepada pihak
berwenang/ pemerintah (pasal 19, ayat 5(c) dan 6(c) dan kewajiban untuk melaporkan upaya yang telah dilakukan
demi terlaksananya Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi dan Rekomendasi-rekomendasi, sebagaimana
diminta oleh Badan Pengurus (pasal 19, ayat 5(e) dan 6(d)).
12
13
Panitia rata-rata memeriksa sekitar 200 hasil pengamatan di setiap sidang yang diselenggarakan dalam waktu
lebih dari sepuluh tahun terakhir ini.
LAPORAN III(1B)-2000
9
Konsultasi Tripartit
praktek penerapan standar perburuhan internasional serta kesulitan-kesulitan
yang dijumpai.14
15. Melalui resolusi mengenai penguatan tripartisme dalam
keseluruhan kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional15, Konperensi
Perburuhan Internasional pada tahun 1971 memberikan daya dorong yang
menentukan bagi gerakan yang menyebabkan diterima dan disetujuinya
standar perburuhan internasional tahun 1976. “Menimbang bahwa unsur
tripartit dalam Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) telah terbukti
merupakan alas yang kokoh bagi keberhasilan ILO, sebagaimana
dicontohkan melalui penyusunan Undang-undang Perburuhan Internasional
dan berfungsinya mekanisme pengawasan yang berkaitan dengan standar
perburuhan internasional yang tiada bandingannya dalam keluarga bangsabangsa,” dan “memperhatikan, dengan sikap setuju, bahwa di banyak Negara
Anggota ILO, semakin banyak didirikan dewan penasehat atau badan-badan
lainnya dengan struktur tripartit yang serupa; hal ini menyiratkan kesetaraan
perwakilan (representasi) antara anggota-anggota pengusaha dan pekerja
dari dewan penasehat atau badan-badan tersebut,” maka resolusi antara lain
mengundang Badan Pengurus supaya meminta Panitia Ahli
“mempertimbangkan langkah-langkah yang dapat diambil oleh ILO untuk
memastikan implementasi efektif Pasal 23 Ayat 2 Konstitusi” dan “untuk
menyarankan agar para pemerintah berkonsultasi dengan organisasiorganisasi yang paling mewakili pengusaha dan pekerja sebelum menyusun
tanggapan yang bersifat final terhadap angket ILO yang berkaitan dengan
hal-hal yang tercantum pada agenda sidang-sidang Konperensi Umum”.
14
Panitia memeriksa praktek pelaksanaan standar perburuhan internasional dengan memperhatikan hasil-hasil
pengamatan ini dalam Laporan Umumnya pada tahun 1986 (alinea 80 hingga 108).
15
ILO: Official Bulletin (Buletin Resmi), Vol. LIV, 1971, No. 3, hal. 260-262.
10
LAPORAN III(1B)-2000
Pendahuluan
16. Sesuai dengan resolusi ini, Panitia Ahli melakukan kaji ulang yang
mendalam pada tahun 1972 mengenai situasi yang berkaitan dengan peran
pengusaha dan pekerja serta organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja
dalam implementasi standar perburuhan internasional.16 Ide untuk menerima
dan menyetujui suatu Konvensi khusus mengenai subyek ini, yang
dilontarkan oleh anggota Pekerja dari Panitia Konperensi pada waktu
pembahasan kaji ulang ini dilakukan, mendapatkan dukungan luas dalam
Badan Pengurus, yang memutuskan dalam Sidangnya yang ke 191 pada
bulan November 1973 untuk memasukkan suatu rancangan berjudul
“Pembentukan mekanisme tripartit nasional untuk meningkatkan
implementasi standar ILO” ke dalam agenda Sidang yang ke 60 pada tahun
1975. Pada Sidang yang ke 61 pada tahun 1976, Konperensi menerima dan
menyetujui Konvensi No. 144 dan Rekomendasi No. 152.
17. Dalam suatu resolusi baru mengenai penguatan tripartisme dalam
prosedur pengawasan standar internasional dan program-program kerjasama
teknis ILO, yang diterima dan disetujui pada tahun 1977, Konperensi
mencatat bahwa diterima dan disetujuinya instrumen perburuhan tahun 1976
mendorong keefektifan tindakan tripartit dalam pelaksanaan standar
perburuhan internasional. Mencatat bahwa “partisipasi kelembagaan dari
organisasi-organisasi yang paling mewakili pengusaha dan pekerja amatlah
penting untuk mencapai obyektivitas dan keefektifan yang dibutuhkan” bagi
prosedur-prosedur pengawasan, maka Konperensi mengundang Badan
Pengurus, secara khusus, “untuk memperkokoh partisipasi organisasiorganisasi pengusaha dan pekerja dalam pengawasan pelaksanaan Konvensikonvensi dan Rekomendasi-rekomendasi” dan mendesak para pemerintah
Negara Anggota agar berupaya mempercepat ratifikasi dan pelaksanaan
Konvensi No. 144.17
CEACR, Laporan Umum, ILC, 1972, Laporan III (Bagian 4A), alinea 28-29.
16
17
ILO: Official Bulletin (Buletin Resmi), Vol. LX, 1977, Series A, No. 3, hal. 168-171.
LAPORAN III(1B)-2000
11
Konsultasi Tripartit
IV. I SI INSTRUMEN P ERBURUHAN INTERNASIONAL.
18
Konvensi No. 144
18. Konvensi ini lebih dari sekedar kewajiban untuk menyampaikan
informasi yang digariskan dalam Pasal 23 Ayat 2 Konstitusi karena konvensi
ini menuntut komitmen Negara-negara yang meratifikasinya untuk
mengkonsultasikan setiap langkah yang berkaitan dengan pelaksanaan
standar perburuhan internasional yang akan diambil pada tingkat nasional.
Karena itu, Negara-negara yang sudah meratifikasi konvensi ini
berkewajiban menjalankan prosedur-prosedur untuk memastikan konsultasi
yang efektif antara wakil-wakil pemerintah, pengusaha dan pekerja dalam
hal berikut: (a) tanggapan pemerintah terhadap angket mengenai hal-hal
yang tercantum dalam agenda Konperensi dan komentar-komentar
pemerintah mengenai naskah-naskah yang diajukan untuk dibahas oleh
Konperensi; (b) Usulan-usulan yang akan dibuat dan disampaikan kepada
pihak berwenang/ pemerintah sehubungan dengan diajukannya instrumen
perburuhan; (c) Pemeriksaan ulang Konvensi-konvensi yang belum
diratifikasi serta rekomendasi-rekomendasi; (d) Laporan mengenai
pelaksanaan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi; dan (e) Usulanusulan untuk membatalkan Konvensi.
19. Sifat dan bentuk prosedur konsultasi harus ditetapkan sesuai dengan
praktek-praktek/ tatacara yang berlaku secara nasional, setelah
dikonsultasikan dengan organisasi-organisasi yang mewakili pengusaha dan
pekerja. Demi kelancaran pelaksanaan prosedur, organisasi-organisasi
pengusaha dan pekerja harus memilih wakil-wakil mereka secara bebas
dan terwakili secara berimbang di setiap organisasi tripartit.
18
Naskah lengkap Konvensi No. 144 dan Rekomendasi No. 152 terdapat dalam Lampiran A.
12
LAPORAN III(1B)-2000
Pendahuluan
20. Konsultasi harus dilakukan menurut jeda waktu yang ditetapkan
melalui perjanjian, setidak-tidaknya sekali dalam setahun. Pihak berwenang
yang berkompeten harus bertanggung jawab terhadap dukungan administratif prosedur konsultasi dan membuat pengaturan-pengaturan sebagaimana
seharusnya dengan organisasi-organisasi perwakilan guna membiayai
pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada para peserta dalam melaksanakan
prosedur-prosedur tersebut. Akhirnya, bilamana dianggap tepat, pihak
berwenang harus menerbitkan laporan tahunan mengenai pelaksanaan
prosedur-prosedur tersebut.
Rekomendasi No. 152
21. Rekomendasi ini mencakup semua ketentuan Konvensi dan juga
mengindikasikan bahwa konsultasi hendaknya dilakukan sehubungan
dengan (a) persiapan dan implementasi langkah-langkah legislatif atau
tindakan-tindakan lain yang berpengaruh terhadap Konvensi dan
Rekomendasi; dan (b) laporan-laporan yang harus dibuat menurut Pasal 19
Konstitusi mengenai pengaruh yang timbul terhadap Konvensi-konvensi
yang belum diratifikasi dan terhadap Rekomendasi-rekomendasi. Selain
itu, hendaknya ditetapkan, setelah konsultasi dengan organisasi-organisasi
perwakilan, apakah prosedur-prosedur konsultasi perlu diperluas ke halhal lain seperti (a) persiapan, implementasi dan evaluasi kegiatan kerjasama
teknis yang diikuti oleh ILO; (b) tindakan yang harus diambil sehubungan
dengan resolusi dan kesimpulan-kesimpulan lain yang diterima dan disetujui
oleh Konperensi atau pertemuan-pertemuan lainnya yang diselenggarakan
oleh ILO; dan (c) sosialisasi kegiatan-kegiatan ILO.
22. Rekomendasi ini juga memberikan contoh-contoh prosedur
konsultasi, antara lain melalui suatu panitia yang secara khusus dibentuk
untuk menangani hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan ILO;
melalui suatu badan yang memiliki kompetensi umum di bidang ekonomi,
LAPORAN III(1B)-2000
13
Konsultasi Tripartit
sosial atau perburuhan; melalui sejumlah badan dengan tanggung jawab
khusus; atau melalui komunikasi tertulis antara pihak-pihak yang setuju
bahwa komunikasi seperti itu layak dan memadai untuk dilakukan.
79
Konvensi No. 144
71
59
35
38 39
43
45 47
26
50 51
Ratifikasi
54
50 %
40 %
29
20
88 93
76
(data per 31 Desember tiap tahun)
34
83
30 %
20
11
10 %
20 %
Persentase Ratifikasi
berbanding jumlah Anggota ILO
77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99
19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19
14
LAPORAN III(1B)-2000
Pendahuluan
V.
PENINGKATAN J UMLAH RATIFIKASI
23. Konvensi No. 144 diberlakukan pada tanggal 16 Mei 1978. Per 10
Desember 1999,19 konvensi ini telah diratifikasi oleh 93 negara. Sejak Kajian
Umum terdahulu dilakukan, jumlah negara yang meratifikasi konvensi ini
terus meningkat.20 Peningkatan ini hendaknya tidak dilihat secara absolut
saja, tetapi juga secara relatif, dengan memperhitungkan peningkatan jumlah
Negara Anggota ILO dalam dasawarsa terakhir. Pada tahun 1985, tercatat
seperempat Negara Anggota ILO terikat oleh Konvensi ini. Pada tahun 1991
jumlahnya naik menjadi sepertiga dan pada tahun 1998 jumlahnya sudah
lebih dari setengah (lihat grafik). Pada tahun 1982, terjadi ketimpangan
yang cukup signifikan dalam distribusi geografis ratifikasi Konvensi karena
sebagian besar negara yang meratifikasi Konvensi No. 144 adalah negaranegara Eropa Barat.21 Tetapi sejak itu, negara-negara di seluruh wilayah
dunia meratifikasi konvensi ini, termasuk negara-negara Afrika dan sebagian
besar negara-negara Eropa Tengah dan Eropa Timur yang berada dalam
masa transisi.
24. Pada tahun 1979 dan 1987, Konvensi dan Rekomendasi ini
dimasukkan oleh Badan Pengurus ke dalam kategori instrumen perburuhan
yang ratifikasi serta aplikasinya perlu diprioritaskan.22 Sebagai bagian dari
pengkajian ulang terhadap prosedur pengawasan reguler, Badan Pengurus
memutuskan pada bulan November 1993 bahwa Konvensi ini merupakan
Daftar ratifikasi dapat dilihat pada Lampiran D.
19
Pada tahun 1999 tercatat lima ratifikasi baru: dari Albania, Kolombia, Kongo, Republik Dominika, dan Republik
Korea.
20
Kajian Umum tahun 1982, alinea 35.
21
Laporan akhir Badan Pekerja di Bidang Standar Perburuhan Internasional, dalam ILO: Official Bulletin (Buletin
Resmi ILO), Vol. LXII, 1979, Seri A, terbitan khusus; Laporan Badan Pekerja di Bidang Standar Perburuhan
Internasional, dalam Official Bulletin, Vol. LXX, 1987, Seri A, terbitan khusus.
22
LAPORAN III(1B)-2000
15
Konsultasi Tripartit
salah satu dari Konvensi-konvensi prioritas yang akan terus dimintakan
laporannya secara rinci setiap dua tahun sekali.23 Dalam pertemuan pertama
di bulan November 1995, Badan Pekerja Bidang Penetapan Kebijakan yang
menangani Revisi Standar Perburuhan, yang didirikan oleh Panitia Badan
Pengurus bidang Masalah-masalah Hukum dan Standar Perburuhan
Internasional, berpendapat bahwa Konvensi ini tidak perlu direvisi, dan
Badan Pengurus memutuskan untuk mengecualikannya dari revisi.24
VI. I NFORMASI YANG T ERSEDIA
25. Informasi yang tersedia bagi Panitia terdiri dari 136 laporan yang
disampaikan oleh para pemerintah sesuai dengan Pasal 19 Konstitusi.25
Informasi ini juga menggali informasi dari laporan-laporan yang
disampaikan menurut Pasal 22 dan 35 Konstitusi dan mencatat hasil-hasil
pengamatan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja.26 Karena itu, dari
satu negara ke negara yang lain, informasi yang tersedia cukup bervariasi.
Secara khusus, Panitia mencatat beberapa laporan yang menyebutkan badanbadan konsultasi dengan mitra-mitra sosial tanpa menjelaskan seberapa jauh
23
Dokumen GB.258/LILS/6/1.
Dokumen GB.264/9/2.
24
Daftar negara-negara yang memberikan laporan tercantum dalam Lampiran E.
25
26
Austria: Federal Chamber of Labour (BAK: Kamar Perburuhan Federal); Bangladesh: Bangladesh Employers
Federation (BEF: Federasi Pengusaha Bangladesh); Belarus: Federation of Trade Unions of Belarus (Federasi
Serikat Pekerja Belarus); Brasilia: National Confederation of Commerce (CNC: Konfederasi Perdagangan
Nasional), National Confederation of Agriculture (CAN: Konfederasi Pertanian Nasional), National Confederation of Transport (CNT: Konfederasi Transportasi Nasional); Kanada: Canadian Labour Congress (CLC:
Konggres Perburuhan Kanada); Mauritius: Mauritius Employers’ Federation, Trade Union of Institutional Corps
(FSCC: Federasi Pengusaha Mauritius, Serikat Pekerja Korps Kelembagaan); Sri Lanka: Lanka Jathika Estate
Workers Union (LJEWU: Serikat Pekerja Perkebunan “Lanka Jathika”); Turki: Confederation of Turkish Labour
Real Trade Unions (HAK-/TM: Konfederasi Serikat Pekerja Buruh Riil Turki), Confederation of Turkish Employers’ Associations (T/SK: Konfederasi Asosiasi Pengusaha Turki), Confederation of Progressive Trade Unions
of Turkey (D/SK: Konfederasi Serikat Pekerja Progresif Turki).
16
LAPORAN III(1B)-2000
Pendahuluan
badan-badan itu menangani hal-hal yang dicakup oleh instrumen perburuhan
tersebut. Tampaknya, hal ini menunjukkan kurangnya pengetahuan tentang
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam instrumen tersebut, sehingga
diperlukan upaya-upaya baru untuk menjelaskan serta mengilustrasikannya.
26. Mengingat pentingnya instrumen tersebut untuk mengintensifkan
dialog tripartit mengenai hal-hal yang menjadi keprihatinan Organisasi,
Panitia sangat menyesalkan kurangnya perhatian/ kepedulian pemerintah
negara-negara yang belum meratifikasi Konvensi ini karena banyak sekali
dari mereka yang tidak memberikan laporan, sehingga efeknya sama saja
dengan menolak memberikan informasi mengenai praktek-praktek
perburuhan nasional di negara masing-masing. Panitia juga menyesalkan
sikap beberapa pemerintah yang, meskipun sudah terikat oleh Konvensi,
tidak mengirimkan laporan mengenai efek yang diberikan kepada
Rekomendasi.
VII. G ARIS BESAR K AJIAN
27. Dalam Bab 2, Panitia menyebutkan definisi konsep-konsep dasar yang
terdapat dalam Konvensi dan Rekomendasi dan membahas metode-metode
penerapan instrumen tersebut. Bab 3 menjelaskan prosedur-prosedur untuk
melaksanakan konsultasi yang diwajibkan, dan membandingkan
keunggulan-keunggulan dan perkembangan-perkembangan yang telah
terjadi. Bab 4 menelaah berbagai subyek konsultasi, sedangkan Bab 5
meninjau bentuk-bentuk praktek konsultasi. Dalam bab 6, Panitia membahas
faktor-faktor penghalang serta prospek ratifikasi Konvensi sebelum akhirnya
merumuskan beberapa catatan penutup.
LAPORAN III(1B)-2000
17
DEFINISI DAN METODE
IMPLEMENTASI
I.
2
DEFINISI
28. Kewajiban pokok menurut Konvensi dijelaskan dalam Pasal 2, ayat
1. Berdasarkan ketentuan ini, setiap Negara Anggota “berkewajiban
menjalankan prosedur-prosedur yang disusun untuk memastikan
terlaksananya konsultasi-konsultasi yang efektif sehubungan dengan halhal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan Organisasi Perburuhan
Internasional yang dijelaskan dalam Pasal 5, ayat 1 di bawah, di antara
wakil-wakil pemerintah, pengusaha, dan pekerja”. Pasal 3, ayat 1 berbunyi,
“wakil-wakil pengusaha dan pekerja, demi terlaksananya prosedur yang
digariskan dalam Konvensi ini, harus dipilih secara bebas oleh organisasiorganisasi perwakilan masing-masing, di mana organisasi-organisasi itu
ada”. “Organisasi-organisasi perwakilan” ini didefinisikan dalam Pasal 1
sebagai “organisasi-organisasi yang paling mewakili pengusaha dan pekerja,
yang menikmati hak kebebasan berserikat”. Di samping itu, menurut Pasal
3, ayat 2 Konvensi, pengusaha dan pekerja harus “terwakili dengan
komposisi berimbang di dalam badan-badan tempat konsultasi dilakukan”.
Dengan mempertimbangkan upaya-upaya untuk mempersiapkan instrumen
perburuhan tersebut, Panitia berpendapat bahwa arti dari beberapa konsep
dasar yang terdapat dalam definisi-definisi di atas memerlukan pembahasan.
LAPORAN III(1B)-2000
19
Konsultasi Tripartit
1.
”Konsultasi Efektif”
29. Sebagaimana dititikberatkan oleh Panitia dalam Kajian 1
sebelumnya, pengertian istilah “konsultasi” hendaknya dibedakan dari
pengertian “informasi” maupun dari pengertian “membuat ketetapan
bersama” (codetermination). Pengertian konsultasi juga harus dibedakan
dari pengertian “negosiasi (perundingan),” yang menyiratkan inisiatif yang
diambil oleh pihak-pihak yang berbeda kepentingan atau memiliki benturan
kepentingan, dengan tujuan untuk mencapai mufakat. Konsultasi-konsultasi
yang diwajibkan menurut ketentuan-ketentuan Konvensi lebih dimaksudkan
untuk membantu pemerintah mengambil keputusan daripada mencapai kata
sepakat. Supaya efektif dan bermanfaat, konsultasi hendaknya dilakukan
tidak hanya sebagai tanda menjalankan kewajiban saja, tetapi mendapatkan
perhatian yang serius dari pemerintah. Meskipun pemerintah harus memiliki
itikad baik dalam melakukan konsultasi, pemerintah tidak boleh terikat pada
pendapat atau opini yang berkembang dan tetap harus bertanggung jawab
penuh atas keputusan terakhir yang diambilnya. Pengamatan yang dilakukan
selama tahap pertama persiapan instrumen perburuhan menunjukkan bahwa
adalah “suatu prinsip yang diterima secara umum” bahwa “hasil konsultasi
hendaknya tidak dianggap mengikat, dan bahwa keputusan tertinggi harus
diambil oleh pemerintah atau badan legislatif, sebagaimana nantinya”.2
Selebihnya terjadi penolakan3 terhadap usulan amandemen agar pemerintah
membenarkan setiap penolakan untuk menerima pendapat yang
dikemukakan selama konsultasi berlangsung.
1
Kajian Umum 1982, paragraf 42.
ILO: Establishment of national tripartite machinery to improve the implementation of ILO standards
(pembentukan sistem tripartit nasional untuk memperbaiki implementasi standar ILO), ILC, Sidang ke 60,
1975, Laporan ke VII (2), hal. 29.
2
3
ILO: Record of Proceedings (Notulen Sidang), ILC, Sidang ke 61, hal. 136.
20
LAPORAN III(1B)-2000
Definisi dan metode implementasi
30. Konsekuensi penting dari kenyataan bahwa konsultasi tidak
memiliki sifat negosiasi adalah kenyataan bahwa wakil-wakil pengusaha
dan pekerja yang ikut dalam konsultasi tidak harus terikat oleh keputusan
atau posisi terakhir yang diambil pemerintah. Apabila mereka harus terikat
oleh posisi pemerintah hanya karena mereka telah diajak berkonsultasi, maka
hal ini jelas bertentangan dengan prinsip hak otonomi yang dimiliki
pengusaha dan pekerja dalam berhubungan dengan pemerintah, yang umum
berlaku dalam badan-badan ILO. Meskipun demikian, prosedur konsultasi
boleh saja menetapkan tujuan yang dimaksudkan agar berbagai pihak yang
terlibat dalam konsultasi tersebut dapat mencapai suatu konsensus tanpa
harus mengorbankan hak otonomi masing-masing.4
31. Agar efektif, konsultasi harus dilakukan sebelum keputusan final
diambil, tanpa mengindahkan sifat atau bentuk dari prosedur konsultasi
yang dipilih. Akan tercatat dalam survei dewasa ini bahwa, tergantung dari
praktek-praktek yang berlaku secara nasional, konsultasi dapat berarti
penyerahan usulan keputusan pemerintah kepada wakil-wakil pengusaha
dan pekerja, atau meminta wakil-wakil tersebut untuk membantu
merumuskan proposal; yang dapat didasarkan pada pertukaran komunikasi
atau melalui diskusi dengan badan-badan tripartit. Faktor yang penting di
sini adalah bahwa orang-orang yang diajak berkonsultasi hendaknya mampu
mengemukakan pendapat mereka sebelum pemerintah mengambil keputusan
final. Ini berarti, konsultasi barulah efektif apabila wakil-wakil pengusaha
dan pekerja telah memiliki semua informasi yang perlu mereka ketahui jauh-
Di Amerika Serikat, ketentuan Executive Order No. 12216 tanggal 18 Juni 1980 yang menetapkan pembentukan
the President’s Committee on the ILO (Panitia Presiden tentang ILO) menyatakan perlunya upaya untuk
mengusahakan terciptanya keseimbangan antara penghormatan terhadap hak otonomi yang dimiliki para mitra
sosial dan keinginan untuk mencapai konsensus sebagai berikut: “dengan pengakuan yang semestinya bahwa
dalam sistem tripartit ILO, wakil-wakil pemerintah, pengusaha dan karyawan sepenuhnya mandiri dan berhak
mengambil posisi masing-masing tanpa harus tergantung satu sama lain, Panitia hendaknya berusaha sekuat
tenaga untuk mengembangkan satu posisi yang terkoordinir mengenai kebijakan Amerika Serikat tentang
masalah-masalah ILO”.
4
LAPORAN III(1B)-2000
21
Konsultasi Tripartit
jauh hari sebelumnya sehingga mereka dapat merumuskan pendapat mereka
sendiri setelah mempelajari informasi itu. Perlu ditekankan di sini bahwa
penyampaian informasi dan laporan yang dikirimkan ke Kantor Perburuhan
Internasional menurut Pasal 23 ayat 2 Konstitusi tidak dengan sendirinya
memenuhi kewajiban untuk memastikan terlaksananya konsultasi yang
efektif karena, pada tahap itu, posisi pemerintah sudah final.
2.
”Organisasi-organisasi Perwakilan”
32. Menurut Pasal 3 ayat 1 Konstitusi, wakil-wakil pengusaha dan
pekerja yang ikut berpartisipasi dalam prosedur konsultasi harus dengan
bebas memilih “organisasi-organisasi perwakilan” mereka sendiri. Artinya,
hal ini sesuai dengan definisi yang diberikan dalam Pasal 1 oleh “organisasiorganisasi yang paling mewakili pengusaha dan pekerja yang menikmati
hak kebebasan berserikat”.
33. Kesimpulan-kesimpulan yang diterima setelah diskusi pertama
mengenai usulan instrumen perburuhan menyebutkan bahwa: “wakil-wakil
pengusaha dan pekerja hendaknya bebas memilih organisasi-organisasi yang
paling mewakili aspirasi mereka sesuai dengan pengertian Pasal 3 ayat 5
Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional”. 5 Referensi yang bersifat
eksplisit terhadap ketentuan Konstitusi ini akhirnya tidak dipertahankan
karena dianggap terlalu berlebihan, dan tidak dimasukkan ke dalam
instrumen yang ada.6 Kendati demikian, telah menjadi jelas bahwa istilah
ILO: Establishment of Tripartite Machiner y to Promote the Implementation of International Labour Standards (Pembentukan Sistem Tripartit untuk Mempromosikan Implementasi Standar Perburuhan Internasional),
ILC, Sidang ke 61, 1976, Laporan IV (1), hal. 19 dan 21. Menurut pasal 3 ayat 5 Konstitusi ILO, “Negaranegara Anggota berupaya menominasikan delegasi-delegasi dan penasehat-penasehat non-pemerintah yang
dipilih dengan persetujuan organisasi-organisasi industrial, apabila ada, yaitu yang paling mewakili pengusaha
atau pekerja, sebagaimana nanti, di negara masing-masing.”
5
6
ILC, Sidang ke 61, 1976, Laporan IV(1), hal. 27-28; Laporan IV(2), hal. 10-14.
22
LAPORAN III(1B)-2000
Definisi dan metode implementasi
“organisasi-organisasi perwakilan” harus dipahami menurut Pasal 3 ayat 5
Konstitusi.
34. Dalam Advisory Opinion No.1 yang dikeluarkannya, Pengadilan
Tetap Internasional (Permanent Court of International Justice) menetapkan
bahwa, dalam ketentuan Konstitusi ini, penggunaan bentuk jamak istilah
“organisasi” mengacu pada organisasi-organisasi pengusaha dan organisasiorganisasi pekerja sekaligus.7 Berdasarkan pendapat ini, suatu
Memorandum yang dikeluarkan oleh Kantor Perburuhan Internasional dalam
menanggapi pertanyaan Pemerintah Swedia mengenai penafsiran istilah
“organisasi” menyebutkan bahwa istilah “organisasi-organisasi yang paling
mewakili pengusaha dan pekerja” dalam Pasal 1 Konstitusi “tidak hanya
berarti organisasi pengusaha yang terbesar dan organisasi pekerja yang
terbesar. Apabila di suatu negara terdapat dua atau lebih organisasi
pengusaha atau pekerja yang masing-masing mewakili satu wadah pendapat
yang signifikan, maka meskipun salah satu dari mereka secara organisasi
lebih besar dari yang lainnya, mereka semuanya dapat dianggap sebagai
‘organisasi-organisasi yang paling mewakili/ representatif’ dalam pengertian
Konvensi ini. Pemerintah hendaknya berupaya memperoleh persetujuan
dari seluruh organisasi yang berkepentingan dalam menyusun prosedur
konsultatif yang dipersyaratkan oleh Konvensi. Tetapi, apabila hal ini tidak
dimungkinkan, maka pada akhirnya pemerintahlah yang harus memutuskan,
dengan itikad baik dan dengan memperhatikan situasi dan kondisi nasional
yang ada, organisasi-organisasi mana yang layak ditunjuk sebagai yang
paling mewakili/ representatif”.8
Permanent Court of International Justice (Pengadilan Tetap Internasional): Keputusan Pengadilan mengenai
Penafsiran Pasal 389 Perjanjian Versailles, ILO, Official Bulletin (Buletin Resmi), Vol. VI, 1922, No. 7, hal.
291-298.
7
8
ILO, Official Bulletin (Buletin Resmi), Vol. LXI, 1978, Seri A, No. 3, hal. 193-198, paragraf 16.
LAPORAN III(1B)-2000
23
Konsultasi Tripartit
35. Penunjukkan organisasi-organisasi yang dapat ikut ambil bagian
dalam konsultasi yang diwajibkan oleh Konvensi berpotensi memicu
timbulnya konflik mengenai siapa yang paling berhak mewakili badan-badan
usaha umum/ milik negara, dan organisasi mana yang berhak diikutsertakan
dalam perwakilan selain organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja yang
paling mewakili/ representatif.
36. Mengingat istilah “pengusaha” memiliki cakupan pengertian yang
luas, meliputi pengusaha yang menjalankan badan usaha milik negara atau
badan usaha umum/ pemerintah, maka dalam sejumlah kesempatan selama
tahap persiapan telah berulang kali ditekankan bahwa, sesuai dengan definisi
yang digunakan dalam Konstitusi dan dalam banyak instrumen ILO, istilah
“pengusaha” haruslah berarti setiap orang yang bertanggung jawab karena
mempekerjakan orang lain, bukan sekedar berarti “pengusaha swasta”.9
Setelah mendengarkan komentar dari Konfederasi Pengusaha Swedia (SAF)
yang mempertanyakan, mengapa di antara anggota-anggota Pengusaha dari
Panitia ILO Swedia juga terdapat wakil-wakil pemerintah daerah setempat,
Panitia Ahli berpendapat bahwa pemerintah daerah setempat dalam hal ini
adalah pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja dalam porsi yang cukup
besar dari angkatan kerja yang ada dan karena itu berkepentingan untuk
ikut dalam konsultasi yang diwajibkan menurut Konvensi. Panitia juga mencatat bahwa pemerintah daerah setempat melakukan perundingan dengan
para pegawai yang dipekerjakannya atau dengan organisasi-organisasi kepegawaian setempat melalui organisasi-organisasi terkait [yang dalam hal ini
adalah organisasi-organisasi pengusaha]. Tindakan seperti ini adalah tindakan yang wajar dan lazim dilakukan oleh pengusaha, yang dalam hal ini kebetulan adalah pemerintah daerah. Panitia juga menyimpulkan bahwa keberadaan wakil-wakil pemerintah daerah di dalam Panitia ILO Swedia tidak
membuat komposisi keanggotaan dalam Panitia ILO Swedia menjadi berat
9
ILC, Sidang ke 61, 1976, Laporan IV(1), paragraf 21; Record of Proceedings (Notulen Sidang), ILC, Sidang ke
61, 1976, No. 21, paragraf 16.
24
LAPORAN III(1B)-2000
Definisi dan metode implementasi
sebelah dan keluar dari ketentuan yang telah digariskan dalam Pasal 3 ayat
2 Konvensi, yang menetapkan bahwa pengusaha dan pekerja harus terwakili
secara berimbang dalam badan-badan tempat konsultasi dilakukan.10
37. Meskipun Konvensi menetapkan bahwa organisasi-organisasi yang
diikutkan dalam konsultasi haruslah organisasi-organisasi pengusaha dan
pekerja yang paling mewakili/ representatif, Konvensi sama sekali tidak
menghalangi keikutsertaan wakil-wakil organisasi lain. Bagaimanapun juga,
ada baiknya mengetahui pandangan dari wakil-wakil pekerja atau pengusaha
kategori lain – seperti pekerja mandiri (self-employed workers), petani, atau
anggota koperasi – yang suaranya kurang terwakili oleh organisasi-organisasi
pengusaha dan pekerja yang paling mewakili. Konvensi-konvensi
perburuhan internasional tertentu bahkan mewajibkan konsultasi seluasluasnya dengan seluruh lapisan penduduk yang aktif bekerja,11 sedangkan
konvensi-konvensi lain secara spesifik mengharuskan konsultasi dengan
orang-orang yang nantinya akan terkena dampak atau akibat dari
pelaksanakan konvensi-konvensi itu.12
38. Di samping itu, Konvensi tidak menolak lembaga-lembaga
swadaya masyarakat yang tidak memiliki mandat untuk mewakili pengusaha
Report of the Committee of Experts (Laporan Panitia Ahli), 1980, hal. 195-196.
10
Misalnya, menurut ketentuan Pasal 3 Konvensi No. 122 Tahun 1964 mengenai Kebijakan Lapangan Kerja
(Employment Policy ), “para wakil dari orang-orang yang nantinya terkena dampak/ akibat dari langkah-langkah
yang akan diambil, terutama wakil-wakil pengusaha dan pekerja” harus diajak berkonsultasi mengenai kebijakankebijakan perburuhan yang akan diberlakukan. Formulir laporan yang telah disetujui oleh Badan Pengurus
mencontohkan wakil-wakil dari orang-orang yang bekerja di sektor pedesaan dan sektor informal sebagai “orang-orang yang nantinya terkena dampak,” di luar wakil-wakil organisasi pengusaha dan pekerja.
11
12
Misalnya, Konvensi No. 159 Tahun 1983 tentang Rehabilitasi dan Lapangan Kerja Kejuruan (bagi Penyandang
Cacat) menyebutkan bahwa selain “organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja yang representatif,” ”para
wakil organisasi penyandang cacat dan organisasi yang didirikan bagi penyandang cacat juga harus diajak
berkonsultasi” mengenai kebijakan di bidang rehabilitasi dan pemberian lapangan kerja bagi penyandang cacat.
Lihat Panitia Ahli, Kajian Umum tentang rehabilitasi dan lapangan kerja kejuruan bagi penyandang cacat,
1998, paragraf 90-92.
LAPORAN III(1B)-2000
25
Konsultasi Tripartit
atau pekerja untuk ikut serta dalam dalam konsultasi. Kemungkinan
menyelenggarakan konsultasi dalam forum yang komposisinya tidak tripartit
dan yang memperbolehkan keikutsertaan pihak-pihak lain di luar wakilwakil pengusaha dan pekerja juga disebutkan dalam pembahasan sewaktu
tahap persiapan dilakukan. Artinya, konsultasi dapat diikuti oleh ahli-ahli
independen, wakil-wakil organisasi wanita, wakil-wakil suku terasing atau
asosiasi-asosiasi konsumen. Hal ini sebagian dimaksudkan untuk
memungkinkan dilakukannya konsultasi melalui badan atau forum yang
komposisi pesertanya tidak harus secara ketat bersifat tripartit sehingga
dengan demikian, istilah “tripartit” tidak dimunculkan dalam bagian operatif
instrumen perburuhan yang bersangkutan.13 Meskipun demikian, perlu
ditekankan di sini bahwa konsultasi dengan pihak-pihak lain tersebut tidak
boleh menjadi konsultasi yang dominan sehingga memperkecil atau
meremehkan arti konsultasi dengan mitra-mitra sosial utama [yaitu wakilwakil pengusaha dan pekerja], apalagi menggantikannya.
3.
“Hak Kebebasan Berserikat”
39. Klausul definisi dalam Pasal 1 Konvensi menyebutkan bahwa
organisasi-organisasi perwakilan yang dimaksudkan Konvensi adalah
organisasi-organisasi yang menikmati “hak kebebasan berserikat”. Untuk
itu, diperkenalkan suatu amandemen dalam pembahasan kedua mengenai
instrumen perburuhan yang diusulkan dengan alasan bahwa “adalah penting
bagi organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja untuk menikmati
kebebasan berserikat; kalau tidak, tidak akan ada sistem konsultasi tripartit
yang efektif, baik pada tingkat nasional maupun tingkat internasional, karena
pengusaha dan pekerja haruslah mampu menyatakan pandangan mereka
Lihat: ILC, Sidang ke 60, 1975, Laporan VII(2), hal. 14-15 dan 20-21; Record of Proceedings (Notulen Sidang),
ILC, Sidang ke 61, 1976, No. 21, paragraf 10. Lembaga-lembaga swadaya masyarakat jarang sekali ikut serta
dalam badan-badan yang bertanggung jawab menangani urusan-urusan ILO. Di Norwegia, misalnya, LSM
dengan nama Asosiasi Norwegia bagi Perserikatan Bangsa-bangsa (the Norwegian Association for the United
Nations) ikut duduk dalam Panitia ILO Norwegia namun hanya dengan status sebagai pengamat.
13
26
LAPORAN III(1B)-2000
Definisi dan metode implementasi
tanpa paksaan atau tekanan dari pihak manapun”. Amandemen ini diterima
dan disetujui secara aklamasi setelah gugurnya usulan amandemen lain yang
menyebutkan bahwa organisasi-organisasi perwakilan adalah organisasiorganisasi “yang anggota-anggotanya menikmati hak-hak yang tertera dalam
Konvensi No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan
Perlindungan atas Hak Berorganisasi”.14 Suatu referensi yang bersifat
eksplisit terhadap Konvensi No. 87 dalam bagian operatif dari instrumen
perburuhan tersebut telah ditolak dalam pem-bahasan pertama, terutama
karena referensi itu diperkirakan akan menim-bulkan kesulitan-kesulitan
bagi negara-negara yang belum meratifikasi Konvensi No. 87.15 Di sisi lain,
dalam pembahasan yang sama tercapai kata sepakat bahwa Mukadimah
instrumen perburuhan tersebut harus mengacu pada Konvensi No. 87 dan
Konvensi No. 98 Tahun 1949 tentang Hak Berorganisasi dan Berunding
Bersama.16
40. Dalam konteks ini, acuan terhadap “hak kebebasan berserikat”
dimaksudkan untuk menjamin bahwa konsultasi berlangsung dalam kondisi
yang memungkinkan organisasi-organisasi perwakilan untuk
mengemukakan sudut pandang masing-masing dengan kebebasan dan
kemandirian penuh. Hal ini hanya dapat dijamin apabila prinsip-prinsip
yang terkandung dalam Konvensi No. 87 dan Konvensi No. 98 dihargai
sepenuhnya, termasuk hak semua pekerja dan pengusaha untuk berserikat
dan menjadi anggota organisasi yang mereka pilih sendiri, hak organisasiorganisasi seperti itu untuk menangani urusan internalnya sendiri tanpa
campur tangan pemerintah, dan hak organisasi-organisasi pengusaha dan
pekerja untuk mendapatkan perlindungan dari tindakan saling campur tangan
terhadap organisasi masing-masing.
14
ILO: Record of Proceedings (Notulen Sidang), ILC, Sidang ke 61, 1976, No. 21, paragraf 13.
15
ILC, Sidang ke 61, 1976, Laporan IV(1), paragraf 28.
16
ibid, paragraf 18
LAPORAN III(1B)-2000
27
Konsultasi Tripartit
41. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa dalam menerima dan
menyetujui formulir laporan untuk Konvensi No. 144, Badan Pengurus
berpendapat bahwa untuk mengawasi pelaksanaan Konvensi, hanya
pemerintah negara-negara yang belum meratifikasi Konvensi No. 87 sajalah
yang perlu diminta menunjukkan bagaimana hak kebebasan berserikat bagi
organisasi-organisasi yang disebutkan dalam Pasal 1 dijamin.
4.
Pilihan Bebas bagi Wakil-wakil Pengusaha dan Pekerja
42. Menurut Pasal 3 ayat 1 Konvensi, demi prosedur konsultasi, wakilwakil pengusaha dan pekerja harus “dipilih secara bebas” oleh organisasi
masing-masing. Hanya dengan membiarkan masing-masing organisasi
memilih wakil-wakilnya sendiri barulah dapat dijamin bahwa para peserta
prosedur konsultasi adalah mereka yang benar-benar mewakili/ representatif.
43. Instrumen perburuhan tersebut tidak memuat ketentuan-ketentuan
mengenai cara pengangkatan wakil-wakil organisasi. Selama tahap
persiapan, sewaktu Panitia Konperensi melakukan pemeriksaan dalam
pembahasan pertama Usulan-usulan Kesimpulan (Proposed Conclusions)
yang dijadikan dasar pengangkatan wakil-wakil pengusaha dan pekerja atas
usulan organisasi masing-masing, para anggota Pengusaha dan Pekerja
menentang amandemen yang dirancang untuk memberikan kebebasan yang
lebih besar kepada pemerintah untuk mengangkat wakil-wakil pengusaha
dan pekerja. Mereka menuntut agar pengangkatan wakil-wakil pengusaha
dan pekerja oleh pemerintah dilakukan “setelah terlebih dahulu
mengkonsultasikannya” dengan organisasi-organisasi perwakilan masingmasing. 17 Meskipun usulan-usulan instrumen perburuhan yang
dikemukakan dalam pembahasan kedua tidak membicarakan metode
pengangkatan wakil, telah dipahami bahwa, apabila wakil-wakil tersebut
17
ibid, paragraf 32.
28
LAPORAN III(1B)-2000
Definisi dan metode implementasi
tetap diangkat oleh pemerintah, maka konsultasi yang dilakukan dengan
organisasi-organisasi yang bersangkutan mengenai pengangkatan wakilwakil hanyalah sekedar konsultasi belaka yang tidak menjamin bahwa
pengangkatan itu dilakukan berdasarkan pilihan bebas masing-masing
organisasi tersebut dan bahwa, apabila wakil-wakil itu diangkat oleh
pemerintah berdasarkan usulan organisasi, maka pemerintah hendaknya
terikat oleh usulan tersebut.
44. Dalam prakteknya, prinsip pilihan bebas barulah dihargai apabila
organisasi-organisasi itu sendiri mengangkat wakil-wakil mereka secara
langsung. Tetapi prinsip ini juga dihargai dalam hal, sebagaimana yang sering
terjadi, wakil-wakil itu diangkat secara resmi oleh pemerintah setelah dinominasikan oleh organisasi masing-masing, dengan catatan bahwa dalam hal
ini pemerintah terikat untuk mengangkat wakil-wakil yang diajukan itu.
5.
Komposisi perwakilan yang berimbang
45. Menurut Pasal 3 ayat 2 Konvensi, “pengusaha dan pekerja wajib
terwakili dalam komposisi berimbang dalam badan-badan tempat konsultasi
berlangsung”.
46. Selama tahan persiapan, telah disepakati bahwa persyaratan tentang
“komposisi berimbang” ini hendaknya tidak ditafsirkan sebagai penentuan
jumlah perwakilan secara ketat yang angkanya harus tepat sama, tetapi
dimaksudkan untuk memastikan bahwa kepentingan pengusaha dan pekerja
terwakili dengan benar secara berimbang sehingga pandangan/ pendapat yang
mereka ajukan mendapatkan porsi dan bobot yang sama. Kesepakatan ini
diambil karena penentuan jumlah perwakilan berimbang yang angkanya benarbenar tepat sulit dicapai, terutama bila ada banyak organisasi perwakilan.18
18
ILC, Sidang ke 60, 1975, Laporan VII(2), hal. 22-24.
LAPORAN III(1B)-2000
29
Konsultasi Tripartit
Selain itu, penentuan jumlah yang tepat sama untuk menjamin komposisi
berimbang juga tidak terlalu penting karena dalam prosedur konsultasi yang
benar-benar murni konsultasi, pada umumnya tidak diperlukan pemungutan
suara.19
47. Hendaknya juga dicatat bahwa Konvensi tidak mengharuskan
perwakilan yang proporsional antara pengusaha dan pekerja di satu sisi,
dan pemerintah di sisi lain. Posisi pemerintah dianggap unik bila
dibandingkan dengan posisi para mitra sosialnya, tanpa mengindahkan
jumlah yang sesungguhnya dari wakil-wakilnya sendiri. Dalam hal ini,
konsultasi dalam pengertian Konvensi dapat dilakukan dalam badan bipartit
yang telah dipanggil untuk menelaah posisi pemerintah.
II.
METODE I MPLEMENTASI
48. Instrumen perburuhan tidak menetapkan persyaratan-persyaratan
secara tepat dan terinci mengenai metode pelaksanaannya. Misalnya,
Konvensi tidak mengharuskan pemerintah mengundangkan perundangundangan yang ditujukan untuk melaksanakan prosedur-prosedur
Konvensi.20 Sewaktu Badan Pengurus menyetujui formulir laporan untuk
Konvensi, Badan Pengurus memberikan konfirmasi bahwa Konvensi dapat
dilaksanakan melalui hukum atau praktek-praktek perburuhan yang umum
berlaku maupun melalui pengundangan undang-undang dan peraturan.21
ILC, Sidang ke 61, 1976, Laporan IV(1), paragraf 34.
19
20
Kecuali ada halangan-halangan konstitusional atau ketentuan-ketentuan legislatif yang bertentangan dengan
Konvensi.
Badan Pengurus, Sidang ke 204 (November 1977), dokumen GB.204/16/23, Bagian I formulir laporan
menanyakan apakah pasal-pasal Konvensi diberi kekuatan hukum melalui: “(a) hukum adat atau kebiasaan/
praktek adat; atau (b) melalui undang-undang”.
21
30
LAPORAN III(1B)-2000
Definisi dan metode implementasi
49. Di antara prosedur-prosedur konsultasi standar perburuhan
internasional yang diidentifikasikan oleh Kantor Perburuhan Internasional
dalam laporannya mengenai hukum dan praktek perburuhan22, sejumlah
prosedur yang menjadi inspirasi dalam tahap persiapan telah dikembangkan
tanpa naskah yang bersifat spesifik, dan dalam beberapa hal tertentu,
didasarkan pada praktek perburuhan yang telah lama dianut.23 Di sejumlah
Negara pendukung Konvensi, konsultasi berlangsung tanpa adanya
ketentuan tertentu mengenai hal ini dalam hukum internal masing-masing.24
50. Namun, di banyak negara, prosedur konsultasi diatur oleh dekrit,
peraturan, atau perintah menteri, dan yang lebih jarang, oleh undang-undang,
seperti Undang-undang Perburuhan.25 Prosedur konsultasi juga dapat
disusun berdasarkan suatu perjanjian nasional. Apabila ada dewan penasehat
perburuhan, penerimaan atau modifikasi peraturan-peraturan internalnya
mungkin cukup memadai untuk mengorganisir konsultasi mengenai halhal yang dibahas oleh Konvensi dengan mendirikan, bilamana perlu, suatu
panitia atau badan pekerja yang kompeten.
51. Panita berpendapat bahwa ada alasan-alasan yang dapat dibenarkan
untuk menyimpulkan, dari pengalaman Panitia mengawasi pelaksanaan
Konvensi selama 20 tahun, bahwa mekanisme-mekanisme pelaksanaan
Konvensi atau tempat yang diberikan pada instrumen perburuhan tersebut
22
ILC, Sidang ke 60, 1975, Laporan VII(1), hal. 9-16.
Misalnya, sejak 1927 di Swedia , 1974 di Norwegia, 1954 di Denmark dan di India.
23
Misalnya, di Austria, Jerman, Eslandia, Irlandia , Selandia Baru, Portugal, Spanyol, Inggris dan Venezuela.
Di Sri Lanka, serikat pekerja perkebunan “Lanka Jathika” menyesalkan bahwa badan konsultatif tidak memiliki
status hukum dan tidak lebih dari sekedar badan administratif yang didirikan oleh Menteri Perburuhan saat ini
sehingga tidak ada jaminan bahwa badan konsultatif tersebut nantinya akan terus dipertahankan.
24
Di Indonesia, menurut Serikat Pekerja Indonesia, kenyataan bahwa ketentuan-ketentuan yang diterima dan
disetujui melalui Keputusan Presiden yang meratifikasi Konvensi dinyatakan dalam bentuk Keputusan Menteri
Tenaga Kerja menunjukkan tidak adanya jaminan bahwa Konvensi akan dilaksanakan.
25
LAPORAN III(1B)-2000
31
Konsultasi Tripartit
dalam hirarki/ jenjang perundang-undangan nasional di suatu negara, apabila
ditinjau dari segi penyusunan prosedur konsultasi yang efektif, bukanlah
hal yang terlalu menentukan jika dibandingkan dengan kualitas keseluruhan
dari dialog sosial yang berlangsung di negara tersebut. Di negara-negara
tertentu, walaupun naskah Konvensi telah diterima dan diserap sebagaimana
adanya, pelaksanaan Konvensi secara efektif ternyata masih belum dapat
dipastikan, sedangkan di negara-negara lain, praktek-praktek perburuhannya
saja sudah dapat menjamin terlaksananya ketentuan-ketentuan yang terdapat
dalam Konvensi. Meskipun Negara-negara yang terikat oleh Konvensi ini
relatif bebas menentukan sendiri metode pelaksanaan Konvensi, mereka
dituntut untuk menunjukkan, dalam laporan yang harus mereka berikan
setiap dua tahun sekali berdasarkan pasal 22 Konstitusi, bahwa konsultasikonsultasi yang diperlukan dalam prakteknya telah benar-benar dilakukan.
32
LAPORAN III(1B)-2000
PROSEDUR-PROSEDUR
KONSULTASI
3
52. Mengikuti resolusi tahun 1971 mengenai pengokohan tripartisme
dalam seluruh kegiatan ILO, yang mencatat dan menyetujui pembentukan
badan-badan berstruktur tripartit serupa dengan yang dimiliki ILO1 di
Negara-Negara Anggota, pengembangan instrumen perburuhan
internasional untuk pertama kalinya ditempatkan pada agenda Konperensi
di bawah judul “Pembentukan mekanisme tripartit nasional untuk
meningkatkan pelaksanaan standar ILO”. Konsultasi-konsultasi tripartit
mengenai standar perburuhan cenderung dilihat dari perspektif kelembagaan,
dengan mengambil contoh pengalaman negara-negara yang telah melakukan
konsultasi-konsultasi tripartit dalam badan-badan yang sesuai.2 Namun,
pembahasan-pembahasan yang dilakukan dalam tahap persiapan membawa
perubahan yang signifikan. Seusai pembahasan pertama tercapai persetujuan
untuk membuang acuan terhadap “pembentukan” mekanisme atau prosedur
untuk mencegah supaya instrumen perburuhan tersebut tidak diartikan
sebagai tuntutan untuk membentuk mekanisme baru padahal konsultasi dapat
dilakukan di dalam kerangka badan-badan yang sudah ada, baik yang bersifat
Lihat paragraf 15 di atas.
1
2
ILC, Sidangnya yang ke 60, 1975, Laporan VII(1), hal. 9-16.
LAPORAN III(1B)-2000
33
Konsultasi Tripartit
tripartit murni maupun tidak.3 Di samping itu, suatu ketentuan yang
memungkinkan dilakukannya konsultasi melalui komunikasi tertulis juga
disetujui4 dan, dalam pembahasan kedua, usulan agar konsultasi dapat
dilakukan dengan seluruh cara yang ada, termasuk secara tertulis,
mendapatkan persetujuan secara umum.5
53. Akibatnya, perumusan redaksional kata yang amat fleksibel dalam
Konvensi memberikan ruang gerak yang cukup luas kepada Negara Anggota
untuk memilih prosedur konsultasi, sedangkan Rekomendasi memberikan
daftar contoh-contoh cara konsultasi yang dapat dilakukan. Menurut Pasal
2 ayat 2 Konvensi, “sifat dan bentuk prosedur” yang “menjadi tanggung
jawab Anggota untuk dijalankan,” sesuai dengan Pasal 2 ayat 1, “wajib
ditetapkan di masing-masing negara sesuai dengan praktek perburuhan
nasional yang lazim berlaku, setelah konsultasi dilakukan dengan organisasiorganisasi perwakilan, bilamana organisasi-organisasi perwakilan tersebut
ada dan bilamana prosedur-prosedur tersebut belum disusun”. Selanjutnya,
dalam ayat 2(3) Rekomendasi disebutkan: “Misalnya, konsultasi dapat
dilakukan: (a) melalui suatu panitia yang secara spesifik dibentuk untuk
menangani masalah-masalah yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan
Organisasi Perburuhan Internasional; (b) melalui suatu badan yang memiliki
pengetahuan dan keahlian umum di bidang ekonomi, sosial atau perburuhan;
(c) melalui sejumlah badan dengan tanggung jawab khusus untuk subyek
tertentu; atau (d) melalui komunikasi tertulis apabila masing-masing pihak
yang terlibat dalam prosedur konsultasi sepakat bahwa komunikasi tertulis
dianggap memadai dan pantas dilakukan.”
3
ILC, Sidangnya yang ke 61, 1976, Laporan IV(1), paragraf 14; ILO: Risalah Jalannya Sidang, ILC, Sidang ke
61, 1976, No. 21, paragraf 36.
ILC, Sidang ke 61, 1976, Laporan IV(1), paragraf 30.
4
5
ILO: Risalah Jalannya Sidang, ILC, Sidang ke 60, 1976, No. 21, paragraf 18.
34
LAPORAN III(1B)-2000
Prosedur-prosedur konsultasi
54. Berbagai pilihan yang diusulkan oleh Rekomendasi sebagaimana
disebutkan di atas hanyalah bersifat indikatif (memberikan petunjuk). Karena
itu, berbagai pilihan tersebut tidaklah bersifat eksklusif secara timbal balik
atau merupakan pilihan-pilihan yang telah diuji secara lengkap dan mendalam. Dalam kenyataannya, Negara-Negara Anggota seringkali mengkombinasikan konsultasi tertulis dan lisan, dan komunikasi lisan tidak perlu harus
berlangsung di dalam kerangka kelembagaan yang bersifat permanen.
DI DALAM SUATU K ERANGKA
KELEMBAGAAN
I.
KONSULTASI
1.
Badan-badan dengan Kompetensi Khusus yang Menangani
Urusan-urusan yang Berhubungan dengan ILO
55. Pembentukan panitia-panitia tripartit yang bersifat permanen untuk
menangani hal-hal yang berhubungan dengan ILO merupakan bentuk
prosedur konsultasi institusional yang paling tua dan paling banyak dipilih.
Panitia-panitia tripartit seperti itu merupakan bagian dari praktek perburuhan
yang telah terbentuk di Denmark, Finlandia6 , Jerman, India, Norwegia,
dan Swedia7 jauh sebelum diterima dan disetujuinya instrumen perburuhan
internasional tahun 1976.
56. Di San Marino dibentuk suatu panitia tripartit untuk menangani
kebutuhan yang timbul sewaktu San Marino bergabung dengan ILO. 8 Di
Amerika Serikat dibentuk suatu panitia setingkat kabinet di bawah Kantor
Dekrit No. 851/77 tanggal 24 November 1977 mengenai pembentukan Panitia Penasehat ILO Finlandia diterima
dan disetujui pada saat prosedur ratifikasi.
6
Ordonansi tanggal 8 Desember 1977 yang memuat tata tertib bagi Panitia ILO menjadikan dan menjelaskan
praktek perburuhan ini dalam undang-undang setelah ratifikasi Konvensi.
7
8
Keputusan No. 20 tanggal 21 Juli 1983 dari Konggres Negara mengenai keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan
ILO.
LAPORAN III(1B)-2000
35
Konsultasi Tripartit
Kepresidenan untuk memastikan terlaksananya konsultasi tripartit justru
pada saat Amerika Serikat sedang mempertimbangkan untuk mengundurkan
diri dari keanggotaan ILO. Setelah Amerika Serikat kembali menjadi anggota
ILO atas rekomendasi panitia setingkat kabinet tersebut, panitia itu diganti
menjadi Panitia Penasehat Federal (Panitia Kepresidenan mengenai ILO).9
Panitia ini antara lain mempertimbangkan kesimpulan-kesimpulan yang
diambil Panel Penasehat Tripartit mengenai Standar Perburuhan
Internasional (TAPILS), yang bertanggung jawab atas peninjauan kembali
Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi.
57. Panitia-panitia penasehat khusus juga telah dibentuk bagi dan
setelah ratifikasi Konvensi di Argentina10, Mesir11 , Estonia12, Perancis13,
Eslandia14, Irak15, Republik Korea16, Malawi17, Polandia 18, Trinidad dan
Tobago19, dan Uruguai.20 Panitia-panitia serupa juga dibentuk untuk
Perintah Eksekutif No. 12216 tanggal 18 Juni 1980.
9
10
Perintah Menteri Perburuhan dan Jaminan Sosial No. 990 tanggal 22 September 1990 mengenai pembentukan
Panitia Konsultasi Tripartit untuk Meningkatkan Pelaksanaan Standar Perburuhan Internasional.
Perintah Menteri No. 1 11 Tahun 1982 mengenai pembentukan Panitia Konsultasi Tripartit Permanen yang
membidangi kegiatan-kegiatan ILO.
11
Peraturan Dewan ILO Estonia yang diterima dan disetujui berdasarkan konsensus tanggal 24 November 1993.
12
13
Perintah Menteri Sosial dan Solidaritas Nasional tanggal 18 November 1983 mengenai pembentukan Panitia
Penasehat ILO.
Sesuai dengan praktek administratif dari tahun 1981.
14
15
Perintah Menteri Perburuhan No. 759 tanggal 17 Agustus 1983 mengenai pembentukan panitia konsultasi
tripartit nasional yang membidangi Konvensi dan Rekomendasi perburuhan internasional.
16
Dewan Urusan Perburuhan Internasional.
17
Keputusan tgl. 9 Agustus 1985 mengenai pembentukan panitia tripartit tentang ratifikasi Konvensi-konvensi ILO.
Ordonansi Perdana Menteri No. 1 tgl. 5 Januari 1990 mengenai pembentukan Panitia Tripartit Polandia untuk
Kerjasama dengan ILO.
18
Keputusan Kabinet tanggal 16 Mei 1996 mengenai pembentukan Panitia Konsultasi Tripartit 144.
19
20
Perintah Kementerian Perburuhan dan Jaminan Sosial tanggal 11 Maret 1985. Kelompok kerja tripartit ILO
telah dibentuk di Kementrian Perburuhan tahun 1967.
36
LAPORAN III(1B)-2000
Prosedur-prosedur konsultasi
melengkapi atau menggantikan prosedur-prosedur konsultasi yang ada di
Pantai Gading21, Guatemala22, Hungaria23, dan Republik Arab Suriah24.
58. Beberapa negara yang belum meratifikasi Konvensi juga memiliki
panitia-panitia serupa, termasuk Jepang (yang menyelenggarakan pertemuan
untuk membahas masalah-masalah perburuhan internasional dan sub-sub
panitia ILO sesuai dengan praktek yang telah lama berlaku), Angola25,
Republik Ceko26, dan Kuwait.27
59. Badan-badan ini, yang sebagian besar memiliki sekitar 10 hingga
20 anggota28, memenuhi ketentuan Pasal 3 Konvensi. Wakil-wakil pengusaha
dan pekerja langsung diangkat oleh organisasi-organisasi masing-masing atau,
yang lebih sering, diangkat setelah dinominasikan oleh organisasi-organisasi
masing-masing dan keikutsertaannya dinyatakan dalam komposisi yang
berimbang. Suara pengusaha dan pekerja yang termasuk dalam kategori khusus
juga dapat terwakili tanpa harus melanggar prinsip perwakilan berimbang.29
21
Perintah Kementerian Lapangan Kerja dan Layanan Publik No. 834/ EFB/CAB.1 tgl. 26 Januari 1995 mengenai
Panitia Tripartit untuk urusan-urusan ILO.
Perintah No. 93-95 Kementrian Perburuhan dan Perlindungan Sosial mengenai pembentukan Panitia Tripartit
mengenai Masalah-masalah Perburuhan Internasional.
22
Dewan Nasional ILO dibentuk tgl. 26 Mei 1999 berdasarkan perjanjian antara Pemerintah dan or ganisasiorganisasi pengusaha dan pekerja yang paling representatif (mewakili).
23
24
Perintah Menteri Sosial dan Perburuhan No. 1214 tgl. 30 Oktober 1995.
Dekrit No. 50/91 tgl. 16 Agustus 1991 mengenai pembentukan Panitia ILO Nasional.
25
26
Undang-undang Komisi Kerjasama Dengan ILO, diterima dan disetujui bersama oleh Menteri Peburuhan dan
Sosial dan Menteri Luar Negeri (1993).
27
Perintah Menteri Sosial dan Perburuhan No. 114 tahun 1996 mengenai pembentukan Panitia Studi Standar
dan Konvensi Perburuhan.
Dari satu negara ke negara lain, jumlah ini bervariasi antara tiga hingga 40 anggota, dan tergantung pada
jumlah organisasi pengusaha dan pekerja yang terwakili dan tempat yang diberikan kepada instansi-instansi
berwenang administratif yang berkepentingan di antara wakil-wakil pemerintah. Sebagian dari panitia-panitia
ini memiliki anggota tituler dan anggota pengganti.
28
29
Dengan memperhatikan perwakilan pengusaha publik, lihat supra , paragraf 36.
LAPORAN III(1B)-2000
37
Konsultasi Tripartit
Misalnya, di Perancis, selain wakil-wakil pengusaha dan wakil-wakil dari
lima organisasi serikat pekerja yang paling representatif, wakil-wakil guru
dan petani juga diikutsertakan dalam kegiatan Panitia Penasehat ILO. Di
Norwegia, wakil-wakil pemilik kapal dan pelaut duduk bersama wakil-wakil
pengusaha dan pekerja dalam panitia tripartit ILO.
60. Panitia-panitia tipe ini pada umumnya terlembaga di bawah
naungan menteri yang bertanggung jawab atas masalah-masalah perburuhan,
dan biasanya diketuai oleh salah seorang wakil menteri. Tetapi, instansiinstansi pemerintah lain yang berkepentingan juga dapat menempatkan
wakilnya. Misalnya, keikutsertaan seorang wakil menteri luar negeri dalam
kegiatan panitia-panitia tripartit ILO merupakan hal yang lazim.
61. Di beberapa negara, panitia penasehat bukanlah sekedar forum
untuk bertukar pendapat, tetapi juga dapat mengeluarkan pendapat resmi
atau bahkan keputusan resmi. Di Malawi, misalnya, keputusan-keputusan
yang diambil oleh panitia penasehat bersifat mengikat Menteri Perburuhan.30
Di Finlandia, Dekrit mengenai pembentukan Panitia ILO menetapkan
keputusan-keputusan yang harus diambil berdasarkan mayoritas tunggal.
Di Trinidad dan Tobago, tata tertib Panitia ILO mengharuskan dilakukannya
pemungutan suara apabila tidak tercapai konsensus. Sebaliknya, di Perancis
Perintah mengenai pembentukan Panitia Penasehat menetapkan bahwa
pengumpulan pendapat dilakukan tanpa bantuan pemungutan suara.
2.
Badan-badan dengan Kompetensi Umum di Bidang Ekonomi,
Sosial atau Perburuhan.
62. Rekomendasi 152 mengacu pada dua tipe badan penasehat yang
berbeda. Yang pertama, yang berbentuk “dewan-dewan ekonomi dan sosial,”
30
Meskipun demikian, komposisi Panitia ini (dua wakil pengusaha, dua wakil pekerja, dan lima wakil pemerintah)
jelas menunjukkan bahwa tidak ada keputusan yang dapat diambil tanpa persetujuan pemerintah.
38
LAPORAN III(1B)-2000
Prosedur-prosedur konsultasi
pada umumnya mempunyai mandat yang mencakup semua masalah
ekonomi, sosial, dan pembangunan, dan sering kali mengikutsertakan
anggota-anggota yang mewakili kepentingan-kepentingan di luar
kepentingan pengusaha dan pekerja. Yang kedua, berbentuk “dewan-dewan
penasehat tenaga kerja,” dibentuk dengan tujuan yang lebih spesifik, yaitu
mengupayakan terjadinya konsultasi antara wakil-wakil pengusaha dan
pekerja mengenai masalah-masalah perburuhan serta lapangan kerja.31
63. Mengenai tipe badan-badan penasehat yang pertama, informasi
yang ada cenderung membenarkan temuan Panitia dalam Kajian Umum
tahun 1982, yaitu bahwa badan-badan penasehat tersebut tampaknya hampir
tidak pernah diajak berkonsultasi mengenai hal-hal yang menjadi pokok
bahasan instrumen perburuhan (yaitu Konvensi 144 dan Rekomendasi
152).32 Panitia hanya menjumpai satu kasus yang dengan jelas menunjukkan
bahwa dewan ekonomi dan sosial memiliki mandat yang jelas untuk
menimbang pokok bahasan tersebut, yaitu di Romania.33 Di Kroasia, Dewan
Ekonomi dan Sosial yang didirikan pada tahun 1997 mempunyai panitia
hubungan internasional yang bertanggung jawab menangani kegiatankegiatan ILO tetapi panitia ini baru akan memulai tugasnya.34
64. Laporan dari sejumlah negara lain menyebutkan adanya badanbadan serupa tanpa menjelaskan apakah konsultasi sebagaimana dimaksud
dalam Konvensi 144 dan Rekomendasi 152 benar-benar telah dilaksanakan
menurut ketentuan-ketentuan yang menjadi landasan hukum badan-badan
Kedua tipe ini dapat diterapkan secara bersama-sama, seperti yang terjadi di Belgia (Dewan Ekonomi Pusat
dan Dewan Perburuhan Nasional).
31
32
Kajian Umum Tahun 1982, paragraf 76.
Undang-undang Tahun 1997 mengenai Pengorganisasian dan Pemfungsian Dewan Ekonomi dan Sosial
menyebutkan dalam bagian 6 (d) bahwa pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang timbul dari Konvensi No. 144
merupakan salah satu tanggung jawab Dewan.
33
34
Menurut laporan pemerintah.
LAPORAN III(1B)-2000
39
Konsultasi Tripartit
tersebut.35 Panita juga mencatat bahwa apabila di suatu negara yang terikat
Konvensi diusulkan supaya badan-badan penasehat tersebut hendaknya juga
menimbang hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan ILO di bidang
penetapan standar, usulan seperti itu pada umumnya tidak ditindaklanjuti.36
Di Spanyol, kemungkinan ini menjadi bahan diskusi pada waktu Dewan
Ekonomi dan Sosial dibentuk.37 Di Hungaria, segera setelah ratifikasi
Konvensi dilakukan, diusulkan supaya konsultasi-konsultasi yang
diwajibkan itu dilangsungkan dalam Dewan Rekonsiliasi Kepentingan, tetapi
akhirnya diputuskan untuk membentuk suatu panitia dengan kompetensi
khusus untuk menangani hal-hal ini.38
65. Di sisi lain, pemeriksaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
standar perburuhan internasional atau kegiatan-kegiatan ILO sering kali
merupakan salah satu tanggung jawab badan-badan penasehat tipe kedua.
Di Namibia, kompetensi Dewan Penasehat Perburuhan untuk menimbang
standar perburuhan internasional ditetapkan oleh Undang-Undang
Perburuhan.39 Begitu pula halnya di Lesotho. Di sana kompetensi Panitia
Penasehat Nasehat bidang Perburuhan ditetapkan menurut Undang-Undang
Perburuhan.40 Di Swasilan, perundang-undangan nasionalnya menetapkan
Laporan pertama Algeria mengenai pelaksanaan Konvensi mengacu pada Dekrit Presiden No. 93-225 tanggal
5 November 1993 mengenai pembentukan Dewan Nasional Ekonomi dan Sosial, suatu “badan penasehat untuk
dialog dan konsultasi di bidang ekonomi, sosial, dan budaya”. Di Afrika Selatan, Undang-undang No. 35
Tahun 1994 tentang pembentukan Dewan Nasional Ekonomi, Pembangunan dan Perburuhan (NEDLAC)
menetapkan bahwa Dewan tersebut menimbang rancangan undang-undang perburuhan yang diusulkan. Laporan
dari Kazakhstan menyebutkan kegiatan-kegiatan Panitia Tripartit Nasional untuk Kemitraan Sosial di bidang
ekonomi, sosial, dan hubungan industrial.
35
36
Misalnya di Turki.
37
Undang-undang No. 21/91 tgl. 17 Juni 1991 mengenai pembentukan Dewan Ekonomi dan Sosial.
38
Lihat supra, catatan 23.
39
Bagian 8, ayat 1(d) Undang-undang Perburuhan tgl. 13 Maret 1992, Dokumen-dokumen Hukum Perburuhan,
1992/2.
40
Bagian 42 Perintah Undang-undang Perburuhan No. 24 Tahun 1992.
40
LAPORAN III(1B)-2000
Prosedur-prosedur konsultasi
bahwa Badan Penasehat Perburuhan berwenang membuat usulan-usulan
untuk melakukan tindakan yang berhubungan dengan pokok-pokok bahasan
konsultasi yang tercakup dalam Konvensi.41 Perumusan usulan-usulan
mengenai Konvensi-konvensi ILO juga merupa-kan bagian dari mandat
Dewan Nasional bagi Kemitraan Sosial di Ukraina.42 Di Kosta Rika, Dekrit
yang mengeluarkan peraturan-peraturan prosedur Dewan Perburuhan
Agung43 menyatakan bahwa Dewan wajib bertanggung jawab, antara lain,
untuk melakukan konsultasi mengenai hal-hal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5, ayat 1 Konvensi 144. Di El Salvador, salah satu fungsi Dewan
Perburuhan Agung adalah “memberikan nasehat kepada Pemerintah dalam
berhubungan dengan ILO”.44 Di Latvia, Peraturan Dewan Kerjasama
Tripartit Nasional, yang diterima dan disetujui berdasar-kan perjanjian,
menyatakan bahwa Dewan menimbang usulan-usulan yang diajukan untuk
ratifikasi dan pelaksanaan Konvensi-konvensi ILO.
66. Apabila naskah perundang-undangan yang membentuk badan
penasehat perburuhan tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa badan
penasehat perburuhan harus diajak berkonsultasi mengenai hal-hal yang
menjadi pokok bahasan Konvensi dan Rekomendasi, maka konsultasi seperti
itu dapat dilakukan kemudian, umumnya di bawah naungan suatu sub-panitia
dengan wewenang khusus untuk menangani urusan-urusan dengan ILO.45 Di
Yunani, misalnya, dibentuk bagian pelaksanaan standar perburuhan
internasional berdasarkan dekrit dalam Dewan Perburuhan Agung dengan
41
Bagian 19 Undang-undang Lapangan Kerja No. 5 tgl. 26 September 1980.
42
Bagian 4 Peraturan Dewan Nasional untuk Kemitraan Sosial yang secara resmi diundangkan melalui Dekrit
Presiden 27 April 1993.
Dekrit No. 27272-MTSS tgl. 20 Agustus 1998.
43
Dekrit No. 69 tgl. 21 Desember 1994.
44
Dewan penasehat juga dapat menjadi badan konsultatif bagi pelaksanaan Konvensi berkat kompetensi yang
dimilikinya di bidang perburuhan dan karena tidak adanya ketentutan spesifik yang disusun bagi pelaksanaan
Konvensi, seperti yang terjadi di Siprus.
45
LAPORAN III(1B)-2000
41
Konsultasi Tripartit
tujuan untuk melakukan konsultasi yang dituntut oleh Konvensi.46 Badan
Penasehat itu juga dapat memanfaatkan kuasa yang dimilikinya untuk
mengupayakan sendiri pembentukan panitia spesialis tipe ini. Di Australia,
misalnya, Dewan Konsultasi Perburuhan Nasional membentuk Panitia Urusan
Perburuhan Internasional. Di Suriname, Badan Penasehat Perburuhan
membentuk suatu sub-panitia yang menangani urusan-urusan dengan ILO.
Di Lithuania, Dewan Tripartit membentuk Komisi Permanen untuk Konsultasi
Tripartit guna meningkatkan pelaksanaan standar perburuhan internasional.
Di Belgia, setelah ratifikasi Konvensi dilakukan, disusun suatu perjanjian
protokol antara Menteri Lapangan Kerja dan Perburuhan dan Dewan
Perburuhan Nasional untuk mendefinisikan prosedur konsultasi Dewan, yang
membentuk suatu panitia ILO.
67. Komposisi dewan-dewan penasehat perburuhan pada umumnya
memenuhi ketentuan yang mengharuskan pemilihan wakil-wakil secara
bebas oleh organisasi masing-masing dan ketentuan yang mengharuskan
pengusaha dan pekerja terwakili secara berimbang. Pihak-pihak lain di luar
wakil-wakil organisasi pengusaha dan pekerja yang paling mewakili
(representatif) kadang-kadang boleh ikut serta, baik secara permanen
maupun mengikuti pokok-pokok bahasan yang tercantum pada agenda. Di
Belgia, misalnya, wakil-wakil pekerja mandiri (self-employed) dan wakilwakil petani mendapat jatah kursi di Dewan Perburuhan Nasional bersama
dengan pengusaha. Di Yunani, komposisi perwakilan dalam Dewan
Perburuhan Agung tergantung pada pokok bahasan. Apabila yang menjadi
pokok bahasan adalah pegawai pemerintah, maka wakil-wakil dari instansi
pemerintah atau departemen yang terkait duduk dalam Dewan sebagai wakil
pekerja; apabila yang dibahas adalah masalah kelautan atau maritim, maka
yang duduk sebagai wakil pengusaha dan wakil pekerja masing-masing
adalah wakil-wakil pemilik kapal dan wakil-wakil pelaut.
46
Dekrit Presiden No. 296 tgl. 4 Juli 1991 mengenai “Prosedur untuk Meningkatkan Pelaksanaan Standar
Perburuhan Internasional”.
42
LAPORAN III(1B)-2000
Prosedur-prosedur konsultasi
68. Konsultasi yang berlangsung di dalam dewan-dewan penasehat
perburuhan tak jarang mengarah pada pembentukan pendapat resmi yang
akhirnya diterima dan disetujui. Hal ini lebih sering terjadi di dalam dewandewan penasehat perburuhan daripada di dalam panitia-panitia dengan
wewenang khusus untuk menangani hal-hal yang berhubungan dengan ILO.
Di Belgia, Dewan Perburuhan Nasional mengeluarkan satu pendapat yang
diterima dan disetujui berdasarkan konsensus atau, bila tidak tercapai
konsensus, mengeluarkan berbagai pendapat yang telah disuarakan. Di Kosta
Rika, peraturan prosedur Dewan Perburuhan Agung menetapkan bahwa
keputusan harus diambil berdasarkan konsensus. Peraturan Dewan
Kerjasama Tripartit Nasional di Latvia menyebutkan bahwa keputusankeputusan yang diambil berdasarkan persetujuan oleh tiga pihak bersifat
mengikat ketiga pihak yang bersangkutan. Di Suriname, Dewan Penasehat
Perburuhan harus, berdasarkan ketentuan Dekrit yang membentuknya,
menerima dan menyetujui pendapat-pendapat yang disuarakan oleh
mayoritas tunggal, meskipun pendapat minoritas juga dapat
dikumandangkan apabila diminta.
II.
KONSULTASI
MELALUI
KOMUNIKASI T ERTULIS
69. Konsultasi yang dituntut oleh Konvensi dapat dilaksanakan melalui
komunikasi secara tertulis seperti yang terjadi di Austria, Barbados, Meksiko,
Belanda, Selandia Baru, Portugal, Spanyol, Turki, Inggris, dan Venezuela.
Di negara-negara ini konsultasi tertulis dapat dilengkapi, bilamana perlu,
dengan bertukar pendapat secara informal atau melalui pertemuanpertemuan ad hoc untuk membahas subyek-subyek tertentu.
70. Konsultasi melalui komunikasi tertulis juga dapat dilakukan
sebagai tambahan atau pelengkap dari konsultasi yang dilakukan dalam
badan-badan khusus seperti yang terjadi di Australia, Siprus, Perancis,
LAPORAN III(1B)-2000
43
Konsultasi Tripartit
Jerman, India, Mauritius dan Norwegia. Di Cile, Panitia Tripartit untuk
Konvensi No. 144 bertanggung jawab meninjau ulang Konvensi-konvensi
yang belum diratifikasi, sedangkan hal-hal lain yang harus dikonsultasikan
menurut ketentuan Pasal 5 ayat 1 Konvensi dibahas melalui pertukaran
pendapat secara tertulis.
71. Menurut Rekomendasi, konsultasi melalui komunikasi tertulus
hendaknya dilakukan hanya “apabila mereka yang terlibat dalam prosedur
konsultasi sepakat bahwa komunikasi seperti itu patut dilakukan dan
memadai”. Dalam kaitan inilah Panitia mempertimbangkan kasus Portugal
yang telah menetapkan prosedur-prosedur seperti itu sebelum ratifikasi
Konvensi, dalam konteks pemeriksaan laporan-laporan yang ditetapkan
menurut pasal 22 Konstitusi. Namun, setelah ratifikasi dilakukan, organisasiorganisasi pengusaha dan pekerja Portugal berpendapat bahwa prosedur
konsultasi yang disusun hanya berdasarkan komunikasi tertulis saja tidaklah
cukup untuk menjamin “keefektifan” konsultasi sebagaimana dimaksud oleh
Konvensi. Dalam menanggapi hal ini, Pemerintah Portugal, dengan mengacu
pada Pasal 2, ayat 2 Konvensi, menekankan bahwa, karena prosedur konsultasi
melalui komunikasi tertulis itu sudah berjalan sebelum ratifikasi dilakukan,
maka Pemerintah Portugal tidak merasa perlu atau berkewajiban untuk
mengkonsultasikan sifat dan bentuk prosedur konsultasi kepada organisasiorganisasi perwakilan.47 Meskipun demikian, Panitia berpendapat bahwa
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 ayat 2 hendaknya tidak
ditafsirkan sebagai ketentuan-ketentuan yang menutup kemungkinan untuk
meninjau kembali prosedur-prosedur yang ada untuk melakukan konsultasi
dengan organisasi-organisasi yang ikut menjalankan prosedur-prosedur itu.
Karena, apabila ratifikasi justru mengakibatkan pembakuan bentuk prosedur
konsultasi yang dinilai tidak memuaskan oleh pihak-pihak yang harus
dikonsultasikan pendapatnya, maka sesungguhnya, hal ini merupakan suatu
paradoks, dan jelas-jelas bertentangan dengan tujuan Konvensi itu sendiri.
47
Permintaan langsung mengenai pelaksanaan Konvensi di Portugal, 1987.
44
LAPORAN III(1B)-2000
Prosedur-prosedur konsultasi
II.
PROSEDUR-PROSEDUR KONSULTASI LAINNYA
72. Dari informasi yang tersedia tampak bahwa saran yang diberikan
dalam Rekomendasi supaya konsultasi dilakukan “melalui sejumlah badan
dengan tanggung jawab khusus untuk subyek tertentu” tidak dijalankan.
Seperti dalam Kajian terdahulu48, laporan-laporan yang menyebutkan
keberadaan badan-badan khusus bipartit atau tripartit49 tidak menjelaskan
seberapa jauh badan-badan ini dalam kenyataan sesungguhnya digunakan
untuk berkonsultasi secara teratur sebagaimana digariskan dalam instrumen
perburuhan yang mengaturnya. Tampaknya, badan-badan seperti ini palingpaling hanya berperan sebagai pendukung dalam konsultasi, terutama apabila
pendapat mengenai hal-hal yang menjadi mandat mereka sedang diperlukan.
73. Sebaliknya, ada juga praktek-praktek konsultasi yang tidak tercantum
dalam Rekomendasi tetapi yang dipraktekkan oleh negara-negara tertentu.
Di Brasilia, panitia-panitia ad hoc triparit secara teratur dibentuk berdasarkan
perintah menteri dengan tujuan untuk menimbang prospek ratifikasi dan
pelaksanaan instrumen perburuhan tertentu. Di Cina, di luar konsultasi yang
wajib dilakukan berdasarkan butir-butir yang terdaftar dalam Pasal 5 ayat 1
Konvensi, lazim diselenggarakan pertemuan tripartit tingkat tinggi tahunan
untuk mengkaji ulang segala sesuatu yang berkaitan dengan standar
perburuhan internasional.
48
Kajian Umum Tahun 1982, paragraf 81-82.
49
Misalnya, yang secara khusus menangani bidang-bidang tertentu seperti hubungan industrial, pengupahan,
lapangan kerja dan pelatihan, diskriminasi pekerjaan, jaminan sosial atau keselamatan dan kesehatan kerja.
LAPORAN III(1B)-2000
45
HAL-HAL YANG DICAKUP
OLEH KONSULTASI
4
74. Berdasarkan ketentuan-ketentuan Pasal 2, ayat 1 Konvensi,
konsultasi secara efektif antara wakil-wakil pemerintah, pengusaha, dan
pekerja haruslah mencakup “hal-hal yang menyangkut kegiatan-kegiatan
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5, ayat 1 Konvensi”. Hal-hal yang disebutkan satu per satu dalam
ketentuan ini berkaitan dengan kegiatan-kegiatan penetapan standar
perburuhan oleh ILO; konsultasi harus dilakukan berdasarkan naskahnaskah yang diusulkan, penyerahan instrumen perburuhan yang telah
diterima dan disetujui kepada pihak berwenang, peninjauan ulang instrumen
tersebut secara berkala menurut jangka waktu tertentu, penyusunan laporan
mengenai pelaksanaan Konvensi-konvensi dan usulan-usulan untuk
membatalkan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi.
75. Juga mengenai kegiatan-kegiatan yang terkait dengan penetapan
standar perburuhan, Rekomendasi menetapkan bahwa konsultasi-konsultasi
tersebut hendaknya juga mencakup laporan-laporan yang harus disusun
mengenai Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi beserta Rekomendasirekomendasinya, dan langkah-langkah yang mungkin akan diambil untuk
meningkatkan pelaksanaannya. Rekomendasi menambahkan, supaya
hendaknya ditetapkan seberapa jauh prosedur-prosedur konsultasi ini dapat
digunakan untuk aspek-aspek kegiatan ILO lainnya, seperti misalnya
kegiatan kerjasama teknis, resolusi dan kesimpulan yang diterima dan
LAPORAN III(1B)-2000
47
Konsultasi Tripartit
disetujui dalam konperensi-konperensi dan pertemuan-pertemuan serta
upaya-upaya pemasyarakatan Organisasi.
76. Di bawah ini Panitia akan membahas konsultasi-konsultasi
mengenai standar perburuhan internasional yang telah dilakukan, dengan
menarik perbedaan antara standar yang dituntut oleh Konvensi dan standar
yang hanya sekedar diusulkan dalam Rekomendasi. Kemudian Panitia akan
membahas konsultasi-konsultasi mengenai aspek-aspek lain kegiatan ILO
sebagaimana diusulkan oleh Rekomendasi. Panitia juga mencatat indikasiindikasi yang diberikan dalam beberapa laporan tentang konsultasi mengenai
hal-hal lain yang menjadi kepentingan Organisasi. Meskipun tidak dituntut
oleh instrumen perburuhan tahun 1976, di negara-negara tertentu konsultasi
tentang hal-hal lain tersebut tetap dilakukan.
I.
KONSULTASI MENGENAI STANDAR PERBURUHAN
I NTERNASIONAL
1.
Konsultasi yang dituntut oleh Konvensi
77. Di negara-negara yang menetapkan pelaksanaan konsultasi melalui
suatu kerangka badan konsultatif khusus, bukanlah hal yang tidak lazim
apabila naskah hukum yang menetapkan pembentukan badan konsultatif
khusus itu menetapkan wewenang yang dimilikinya berdasarkan butir-butir
yang disebutkan dalam Konvensi dengan secara eksplisit mengacu pada
Pasal 5 ayat 1, atau dengan mereproduksi ketentuan-ketentuan yang
terkandung di dalamnya.1 Di negara-negara lain yang juga menetapkan
pembentukan badan jenis ini, komunikasi tertulis dapat saja dilakukan untuk
konsultasi mengenai hal-hal tertentu.
1
Misalnya, seperti yang terjadi di Kolombia, Kosta Rika, Pantai Gading, Mesir, Finlandia, Yunani, Hungaria,
Polandia, Republik Arab Suriah, dan Trinidad dan Tobago.
48
LAPORAN III(1B)-2000
Hal-hal yang dicakup oleh konsultasi
(a) Butir-butir pada agenda Konperensi
78. Menurut ketentuan Pasal 5, ayat 1(a) Konvensi, konsultasi dengan
organisasi-organisasi perwakilan pengusaha dan pekerja harus dilakukan
oleh pemerintah untuk membahas “tanggapan pemerintah terhadap angket
mengenai butir-butir agenda Konperensi Perburuhan Internasional dan
komentar/ pandangan pemerintah tentang naskah yang diusulkan untuk
dibahas oleh Konperensi”.
79. Karena itu, menurut rincian yang diberikan oleh ketentuan ini,
organisasi-organisasi perwakilan pengusaha dan pekerja harus diajak
berkonsultasi di setiap tahap persiapan prosedur pembahasan ganda2 untuk
membahas butir-butir agenda Konperensi yang ditujukan untuk menerima
dan menyetujui instrumen perburuhan baru. Maksud konsultasi itu pertamatama adalah untuk mempersiapkan tanggapan yang akan diberikan
pemerintah atas angket yang disodorkan oleh Kantor Perburuhan
Internasional. Selain itu, konsultasi tersebut juga dimaksudkan untuk
mengkaji komentar atau pandangan pemerintah mengenai rancangan atau
usulan naskah instrumen perburuhan yang disusun Kantor Perburuhan
Internasional dalam pembahasan tahap kedua pada Konperensi Perburuhan
Internasional.
80. Dengan menanggapi angket Kantor Perburuhan Internasional dan
mengomentari naskah-naskah yang diusulkan, setiap Negara Anggota dapat
memberikan pengaruh yang menentukan terhadap isi instrumen perburuhan
yang sedang disiapkan. Dengan mengkombinasikan semua tanggapan dan
pandangan yang diberikan oleh Negara-Negara Anggota, pembahasan
Konperensi menjadi lebih komprehensif karena pembahasan itu dilakukan
berdasarkan informasi seakurat mungkin mengenai apa yang menjadi
2
Dalam pembahasan tunggal, konsultasi dilakukan hanya untuk membahas tanggapan yang akan diberikan
atas angket Kantor Perburuhan Internasional.
LAPORAN III(1B)-2000
49
Konsultasi Tripartit
harapan, kepentingan dan keprihatinan Negara-Negara Anggota serta situasi
dan kondisi nasional masing-masing. Karena itu, partisipasi aktif NegaraNegara Anggota dalam tahap ini amatlah penting untuk menjamin relevansi
dan keefektifan standar perburuhan tersebut.
81. Dalam resolusi yang dikeluarkannya tahun 1971, Konperensi
Perburuhan Internasional menyebutkan bahwa konsultasi yang dilakukan
pemerintah dengan organisasi-organisasi perwakilan untuk membahas
bagaimana pemerintah sebaiknya menanggapi angket dari Kantor
Perburuhan Internasional merupakan salah aspek yang perlu digiatkan
pelaksanaannya untuk memperkokoh tripartisme di dalam kegiatan-kegiatan
ILO. Berdasarkan rancangan amandemen yang diserahkan oleh Badan
Pengurus, yang juga memakai perumusan redaksional kalimat yang dipakai
dalam resolusi tahun 1971, Konperensi Perburuhan Internasional, dalam
sidangnya pada tahun 1987, mengubah (mengamandemen) pasal-pasal yang
tercantum pada Peraturan Tata Tertibnya mengenai tahap-tahap persiapan
untuk prosedur pembahasan tunggal dan prosedur pembahasan ganda dengan
memasukkan ketentuan-ketentuan yang mewajibkan pemerintah untuk
terlebih dahulu berkonsultasi dengan organisasi-organisasi pengusaha dan
pekerja yang paling representatif sebelum memberikan tanggapan akhir atas
angket Kantor Perburuhan Internasional dan komentar/ pandangan akhir
tentang Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi yang diusulkan.
Dengan demikian, pendapat atau pandangan dari organisasi-organisasi
pengusaha dan organisasi-organisasi pekerja dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam laporan-laporan Kantor Perburuhan Internasional.3
82. Bagi Negara-Negara Anggota yang terikat oleh Konvensi 144,
konsultasi dengan organisasi-organisasi perwakilan mengenai butir-butir
agenda Konperensi merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dengan
3
Lihat Pasal 38 dan Pasal 39 Tata Tertib Konperensi Perburuhan Internasional, Risalah Jalannya Sidang,
Konperensi Perburuhan Internasional (ILC), Sidangnya yang ke 73, 1987, No. 2 dan No. 14.
50
LAPORAN III(1B)-2000
Hal-hal yang dicakup oleh konsultasi
berbagai cara. Konsultasi dalam bentuk komunikasi tertulis tampaknya
merupakan cara konsultasi yang paling lazim4, walaupun rancangan
tanggapan dan pandangan pemerintah juga dapat diserahkan kepada panitia
nasional yang bertanggung jawab menangani urusan-urusan dengan ILO.5
Selain itu, kedua cara ini juga dapat digabung.6
83. Sebagaimana halnya dengan hal-hal lain yang memerlukan
pembahasan melalui konsultasi, Pemerintah harus mempertimbangkan
pendapat organisasi-organisasi perwakilan sebelum menetapkan posisi akhir
yang akan diambilnya meskipun hal ini tidak berarti bahwa pemerintah harus
memasukkan pendapat organisasi-organisasi tersebut dalam komunikasi atau
korespondensi yang dilakukannya dengan Kantor Perburuhan Internasional.
Kendati demikian, pendapat organisasi-organisasi perwakilan tersebut
hendaknya disebutkan dalam laporan akhir yang disampaikan oleh
pemerintah Negara yang bersangkutan kepada ILO apabila dalam konsultasi
dengan organisasi-organisasi perwakilan tersebut terjadi perbedaan pendapat
yang amat besar.7
(b) Pengajuan instrumen perburuhan
kepada badan-badan yang berwenang
84. Menurut ketentuan Pasal 5, ayat 1(b) Konvensi, konsultasi harus
mencakup “usulan-usulan yang akan diajukan kepada badan-badan yang
berwenang sehubungan dengan pengajuan Konvensi-konvensi dan
Termasuk di negara-negara yang telah membentuk panitia yang berwenang membahas urusan-urusan dengan
ILO, seperti Australia, Denmark, Perancis, India, Malawi dan Amerika Serikat.
4
5
Seperti misalnya yang terjadi di Belgia dan Swedia.
Di Siprus, konsultasi tertulis boleh ditambahkan berdasarkan permintaan salah satu pihak atau pihak lain
dengan menyelenggarakan konsultasi dalam Dewan Penasehat Perburuhan atau dengan menyelenggarakan suatu
pertemuan ad hoc.
6
7
Seperti misalnya yang terjadi di Denmark.
LAPORAN III(1B)-2000
51
Konsultasi Tripartit
Rekomendasi-rekomendasi [kepada pemerintah] menurut pasal 19 Konvensi”.
85. Sebagaimana disebutkan oleh Panitia dalam pandangannya mengenai
hal ini, yang dituangkan dalam Kajian Umum tahun 1998, pengajuan
Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi kepada pemerintah
dimaksudkan supaya setiap Negara Anggota dapat mengambil keputusan
secara cepat dan bertanggung jawab mengenai instrumen perburuhan yang
telah diterima dan disetujui oleh Konperensi.8 Sehubungan dengan ini,
Memorandum Badan Pengurus mengenai kewajiban untuk mengajukan
Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi kepada instansi
pemerintah yang berwenang menitikberatkan bahwa kewajiban ini tidaklah
mengharuskan pemerintah untuk mengusulkan ratifikasi atau pelaksanaan
instrumen perburuhan yang diajukan. Pemerintah memiliki kebebasan penuh
untuk membuat usulan-usulan mengenai tindakan yang akan dilakukan.
Kendati demikian, organisasi-organisasi perwakilan harus diajak berkonsultasi
terlebih dahulu mengenai sifat dari usulan-usulan tersebut.
86. Tergantung negaranya, organisasi-organisasi perwakilan dapat
diminta untuk menyatakan sudut pandang mereka mengenai langkah apa
yang harus dilakukan secara mandiri sehubungan dengan instrumen
perburuhan baru. Ada kalanya mereka hanya diminta memberikan pendapat
tentang instrumen baru tersebut setelah naskahnya dikirimkan kepada
mereka. Tetapi ada kalanya mereka juga diminta untuk memeriksa suatu
rancangan usulan, baik melalui komunikasi secara tertulis maupun melalui
wakil-wakil mereka yang duduk dalam badan penasehat yang memang
dibentuk untuk membahas hal ini.9 Pemerintah tidak terikat untuk
menyampaikan pendapat-pendapat yang dinyatakan organisasi-organisasi
perwakilan kepada badan-badan (penasehat) yang berwenang menangani
8
Lihat: Laporan Panitia Ahli, 1998, paragraf 218-227.
9
Di Brasilia, suatu panitia ad hoc tripartit dibentuk untuk memeriksa instrumen perburuhan yang baru diterima
dan disetujui.
52
LAPORAN III(1B)-2000
Hal-hal yang dicakup oleh konsultasi
masalah perburuhan. Meskipun demikian, penyampaian pendapat seperti
oleh pemerintah kepada badan-badan yang berwenang tersebut merupakan
praktek yang umum dijalankan di negara-negara tertentu, terutama apabila
konsultasi yang dilakukan menghasilkan pendapat resmi yang diterima oleh
badan penasehat yang berwenang.10
(c) Peninjauan ulang terhadap Konvensi-konvensi dan
Rekomendasi-rekomendasi yang belum diratifikasi.
87. Menurut ketentuan Pasal 5 ayat 1(c) Konvensi, konsultasi harus
mencakup “peninjauan kembali Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi
dan Rekomendasi-rekomendasi yang pelaksanaannya belum dilakukan, guna
mempertimbangkan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk
meningkatkan pelaksanaannya beserta ratifikasinya, sebagaimana seharusnya”.
88. Ketentuan ini merupakan perpanjangan dari ketentuan sebelumnya.
Pengajuan instrumen perburuhan baru kepada badan-badan berwenang harus
dilakukan dalam kurun waktu dari satu tahun hingga 18 bulan setelah
instrumen itu diterima dan disetujui oleh Konperensi dan kondisi atau
keadaan yang dapat menyebabkan diambilnya keputusan bahwa ratifikasi
atau pelaksanaan instrumen perburuhan tersebut tidak dimungkinkan atau
tidak dikehendaki dapat berubah. Peninjauan ulang instrumen perburuhan
tersebut memberikan kesempatan untuk melakukan penilaian mengenai
apakah perkembangan-perkembangan yang terjadi sejak instrumen itu
diajukan telah mengubah prospek ratifikasi atau pelaksanaannya.
89. Peninjauan ulang tersebut harus dilakukan “menurut jangka waktu
yang dipandang tepat”. Selama tahap persiapan, penjelasan bahwa peninjauan
Di Belgia, konsultasi yang dilakukan menghasilkan pendapat yang diterima oleh Dewan Perburuhan Nasional.
Di Kosta Rika, pendapat Dewan Tinggi Perburuhan diberikan kepada Majelis Legislatif. Di Sipr us, rekomendasi
Badan Penasehat Perburuhan merupakan bagian integral dari dokumen pengajuan.
10
LAPORAN III(1B)-2000
53
Konsultasi Tripartit
ulang ini hendaknya dilakukan “sekurang-kurangnya sekali setahun” telah
ditolak sehingga ketentuan ini tidak dapat ditafsirkan sebagai ketentuan yang
mengharuskan dilakukannya peninjauan ulang setiap tahun terhadap
Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi dan Rekomendasi-rekomendasi
yang pelaksanaannya belum dilakukan. Dengan kata lain, ketentuan ini
hendaknya dipandang hanya sebagai himbauan bagi dilanjutkannya proses
peninjauan ulang dengan program yang meliputi satu jangka waktu.11
90. Meskipun pemilihan instrumen perburuhan yang akan dievaluasi
dan penetapan “jangka waktu yang dipandang tepat” mengandung penafsiran
luas yang pemahamannya tergantung pada praktek perburuhan nasional,
hal ini dalam kenyataannya sering kali terinspirasi oleh kesimpulan dan
rekomendasi yang dikeluarkan ILO mengenai kebijakan di bidang penetapan
standar perburuhan. Misalnya, instrumen yang diklasifikasikan oleh Badan
Pengurus sebagai instrumen yang ratifikasi dan pelaksanaannya
diprioritaskan terlihat sebagai instrumen yang paling sering dievaluasi.12
(d) Laporan-laporan mengenai Konvensi-konvensi
yang telah diratifikasi
91. Menurut ketentuan Pasal 5 ayat 1(d) Konvensi, konsultasi harus
mencakup “pertanyaan-pertanyaan atau masalah-masalah yang timbul dari
laporan-laporan yang harus diberikan kepada Kantor Perburuhan
Internasional menurut pasal 22 Konstitusi”.
92. Sekali lagi, Panitia tidak dapat terlalu menekankan fakta bahwa
kewajiban berkonsultasi dengan organisasi-organisasi perwakilan mengenai
11
ILC, Sidangnya yang ke 61, 1976, Laporan IV (2), hal. 23-24; ILC, Risalah Jalannya Sidang, Sidangnya yang
ke 61, No. 21, paragraf 29.
Seperti yang misalnya terjadi di Meksiko dan Sri Lanka. Di Amerika Serikat, agenda Panel Penasehat Tripartit
mengenai Standar Perburuhan Internasional (TAPILS) secara teratur memasukkan hasil evaluasi prospek ratifikasi
Konvensi-konvensi Dasar maupun Konvensi-konvensi lain.
12
54
LAPORAN III(1B)-2000
Hal-hal yang dicakup oleh konsultasi
laporan pelaksanaan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi harus dengan
jelas dibedakan dari kewajiban untuk menyampaikan laporan-laporan tersebut
menurut pasal 23 pasal 2 Konstitusi. Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban
yang digariskan oleh ketentuan ini, tidaklah cukup bagi pemerintah untuk
sekedar menyampaikan kepada organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja
salinan laporan yang mereka kirimkan kepada Kantor Perburuhan
Internasional, karena, setelah pemerintah memberikan laporannya kepada
Kantor Perburuhan Internasional, maka setiap komentar atau pendapat yang
kemudian disusulkan oleh organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja kepada
Kantor Perburuhan Internasional tidak dapat menggantikan konsultasi yang
seharusnya dilakukan untuk mempersiapkan laporan.
93. Konsultasi pada umumnya dilakukan secara tertulis. Pemerintah
mengirimkan rancangan laporan kepada organisasi-organisasi perwakilan
untuk mengetahui pendapat mereka sebelum mempersiapkan laporan yang
definitif. Pemerintah dapat saja memasukkan ikhtisar pandangan yang
diterimanya dari organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja dalam laporan
yang dikirimkannya kepada Kantor Perburuhan Internasional beserta dengan
pengamatan dan pandangan pemerintah sendiri apabila hal ini dipandang
bermanfaat walaupun hal ini bukan merupakan suatu keharusan.13 Di
beberapa negara, badan-badan penasehat yang berwenang tidak saja
memeriksa rancangan laporan14 tetapi juga dapat secara resmi menyetujui
naskah rancangan.15
Di Finlandia, cara seperti ini (yaitu memasukkan ikhtisar pandangan dari organisasi-organisasi yang mewakili
pengusaha dan pekerja ke dalam laporan) telah disepakati dalam Panitia Penasehat ILO.
13
14
Di Irak, panitia tripartit nasional memiliki suatu sub-panitia untuk laporan-laporan yang harus disusun menurut
Pasal 22 Konstitusi. Di Filipina, rancangan laporan diperiksa oleh satu kelompok kerja dari Dewan Tripartit
Perdamaian Industrial. Di Uruguai dibentuk sidang-sidang khusus Kelompok Kerja ILO untuk menyiapkan
laporan.
15
Seperti yang digariskan oleh peraturan prosedur Dewan Konsultatif Tripartit Serikat Pengusaha, Negara dan
Pekerja Latvia yang fungsinya telah diambil alih oleh Dewan Kerjasama Tripartit Nasional. Di Belgia, yang
membuat laporan justru badan penasehat yang berwenang, yaitu Dewan Perburuhan Nasional. Pemerintah
hanya mengirimkan laporan itu ke ILO.
LAPORAN III(1B)-2000
55
Konsultasi Tripartit
94. Pemerintah di sebagian besar negara yang telah memberlakukan
Konvensi 144 menggunakan cara yang berbeda satu sama lain untuk
berkonsultasi dengan organisasi-organisasi perwakilan tentang semua
laporan yang harus disusun mengenai pelaksanaan Konvensi-konvensi yang
telah diratifikasi. Tetapi, ada pemerintah16 yang dalam setiap laporannya
mengenai pelaksanaan Konvensi menyebutkan tidak adanya pertanyaan/
masalah yang timbul sehubungan dengan laporan-laporan yang wajib
diberikan menurut pasal 22 Konstitusi, padahal pelaksanaan beberapa
Konvensi [di negara tersebut] telah mendorong Panitia melakukan
pengamatan-pengamatan dan mendorong timbulnya pembahasanpembahasan di dalam Panitia Konperensi, sedangkan di sisi lain, organisasiorganisasi yang mewakili pekerja [di negara itu] menyatakan bahwa laporanlaporan yang disodorkan oleh pemerintah kepada mereka tidak saja datang
sangat terlambat tetapi juga sudah dalam bentuk definitif [artinya, sudah
ditentukan sedemikian rupa sehingga hampir tidak mungkin untuk diubah
lagi]. Praktek seperti ini dikecam oleh Panitia Konperensi, yang kemudian
mendesak pemerintah negara yang bersangkutan untuk meninjau kembali
prosedur konsultasi yang dijalankannya guna memastikan terjadinya
konsultasi yang efektif dalam batas waktu yang wajar yang dimaksudkan
untuk menyiapkan laporan mengenai pelaksanaan Konvensi-konvensi yang
telah diratifikasi, terutama pelaksanaan Konvensi-konvensi yang menjadi
pokok bahasan yang dikomentari oleh Panitia Ahli.17
95. Meskipun hal ini merupakan suatu kasus tersendiri, Panitia
berharap dapat menjelaskan pengertian yang seharusnya diberikan untuk
istilah “pertanyaan-pertanyaan/ masalah yang timbul” dari laporan.
Perumusan redaksional kata ini, yang sudah terkandung dalam angket Kantor
Perburuhan Internasional dalam tahap awal penyiapan instrumen
Yaitu Inggris .
16
17
ILC, Risalah Jalannya Sidang, Sidangnya yang ke 80, 1993, No. 25, hal. 25/67.
56
LAPORAN III(1B)-2000
Hal-hal yang dicakup oleh konsultasi
perburuhan, dipertahankan seperti apa adanya selama tahap persiapan tanpa
diberi penjelasan sama sekali. Dalam hal ini, tampaknya pemerintah
beranggapan bahwa pemerintah-lah yang berwenang untuk menentukan
apakah ada “pertanyaan-pertanyaan atau masalah” yang timbul atau tidak.
Padahal, di dalam tahap persiapan, penafsiran seperti ini tidak diperbolehkan
karena bertentangan dengan tujuan Konvensi. Dengan kata lain, penafsiran
seperti ini menyiratkan bahwa berlangsung tidaknya konsultasi mengenai
pokok-pokok bahasan sebagaimana dituntut oleh Konvensi sepenuhnya
tergantung pada pemerintah. Panitia berpendapat, dan dengan keyakinan
penuh menegaskan bahwa tujuan dilakukannya konsultasi sebagaimana
dituntut oleh ketentuan-ketentuan Konvensi adalah untuk menetapkan ada
tidaknya “pertanyaan-pertanyaan atau masalah” yang timbul dari laporanlaporan yang harus disusun.
(e) Usulan-usulan untuk membatalkan Konvensi-konvensi
yang telah diratifikasi
96. Menurut ketentuan Pasal 5 ayat 1(e) Konvensi, konsultasi harus
mencakup “usulan-usulan untuk membatalkan Konvensi-konvensi yang
telah diratifikasi”.
97. Tahun-tahun terakhir ini konsultasi yang membahas usulan
pembatalan suatu konvensi telah berlangsung di beberapa negara.18 Banyak
laporan dari negara-negara yang ketentuan-ketentuan nasionalnya tidak
secara khusus mewajibkan konsultasi untuk pembatalan suatu konvensi
menunjukkan bahwa konsultasi mengenai hal ini diajukan oleh pemerintah
apabila pemerintah yang bersangkutan berkeinginan membatalkan suatu
Konvensi walaupun tidak timbul situasi yang menyebabkan Konvensi itu
perlu dibatalkan. Apabila hal ini terjadi, tampaknya badan-badan penasehat
yang berwenang sering kali menjadi forum konsultasi.
18
Misalnya Cile, Belanda, dan Portugal.
LAPORAN III(1B)-2000
57
Konsultasi Tripartit
98. Panitia memiliki kesempatan 19 untuk menunjukkan bahwa
meskipun pemerintah wajib berkonsultasi dengan organisasi-organisasi
perwakilan apabila pemerintah berkeinginan untuk membatalkan suatu
Konvensi, pemerintah tidak terikat untuk mencantumkan dalam surat
pembatalan Konvensi yang dikeluarkannya pendapat-pendapat yang
menentang pembatalan itu yang dinyatakan sewaktu konsultasi berlangsung.
2.
Konsultasi-konsultasi tambahan yang dimungkinkan
oleh Rekomendasi
(a) Laporan-laporan mengenai Konvensi dan Rekomendasi
yang belum diratifikasi
99. Menurut Paragraf 5(e) Rekomendasi, konsultasi hendaknya
mencakup “pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari laporan-laporan yang
harus diberikan kepada Kantor Perburuhan Internasional menurut pasal 19
dan pasal 22 Konstitusi”.
100. Di samping konsultasi mengenai laporan yang harus diberikan
menurut pasal 22 Konstitusi, yang diwajibkan oleh Pasal 5, ayat 1(d) Konvensi,
Rekomendasi menambahkan bahwa konsultasi hendaknya juga mencakup
laporan-laporan yang harus diberikan menurut pasal 19 Konstitusi. Laporanlaporan ini terdiri dari laporan-laporan yang diminta oleh Badan Pengurus
mengenai kedudukan atau posisi undang-undang dan praktek perburuhan
nasional yang berkaitan dengan hal-hal yang menjadi pokok-pokok bahasan
dalam Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi atau dalam Rekomendasirekomendasi, serta upaya-upaya yang telah dilakukan, atau diusulkan untuk
dilakukan demi terlaksananya instrumen perburuhan ini.20
Dalam permintaan langsung mengenai pelaksanaan Konvensi yang ditujukan kepada Pemerintah Swedia pada
tahun 1993.
19
20
Pasal 19, ayat 5(e) dan ayat 6(d) Konstitusi ILO.
58
LAPORAN III(1B)-2000
Hal-hal yang dicakup oleh konsultasi
101. Di banyak negara yang melakukan konsultasi dengan organisasiorganisasi perwakilan mengenai persiapan laporan-laporan yang harus dibuat
menurut pasal 22 Konstitusi tentang pelaksanaan Konvensi-konvensi yang
telah diratifikasi, konsultasi juga mencakup laporan-laporan yang harus
diberikan menurut pasal 19.21 Apabila telah dicapai kesepakatan untuk
melakukan konsultasi guna membahas laporan mengenai Konvensikonvensi yang telah diratifikasi, tampaknya tak ada halangan yang
merintangi dilakukannya konsultasi untuk membahas laporan tentang
Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi dan Rekomendasirekomendasi.22 Selanjutnya, penyiapan laporan-laporan ini memberikan
peluang tambahan untuk meninjau ulang Konvensi-konvensi yang belum
diratifikasi dan Rekomendasi-rekomendasi, dengan mengkonsultasikannya
dengan wakil-wakil pengusaha dan pekerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5, ayat 1(c) Konvensi.23
(b) Upaya-upaya untuk mewujudkan pelaksanaan Konvensi
dan Rekomendasi
102. Menurut Paragraf 5(c) Rekomendasi, konsultasi hendaknya
dilakukan “menurut praktek perburuhan nasional yang berlaku, mengenai
persiapan dan pelaksanaan legislatif atau langkah-langkah lain yang
dimaksudkan sebagai upaya agar Konvensi-konvensi dan Rekomendasirekomendasi perburuhan internasional dapat terlaksana, khususnya
Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi termasuk upaya-upaya bagi
21
Seperti misalnya di Australia, Cina, Finlandia, Jerman, India, Republik Korea, Mauritius, Filipina, Spanyol,
Inggris, Amerika Serikat, Uruguai.
22
Sebaliknya, di Trinidad dan Tobago, ketentuan-ketentuan (terms of reference) Panitia Konsultasi Tripartit
meliputi setiap hal yang oleh Rekomendasi disarankan untuk dikonsultasikan kecuali laporan-laporan yang
harus disusun menurut pasal 19.
23
Di Selandia Baru, permintaan akan laporan-laporan yang harus disusun menurut pasal 19 menentukan pilihan
instrumen perburuhan yang akan dievaluasi kembali menurut ketentuan Konvensi ini.
LAPORAN III(1B)-2000
59
Konsultasi Tripartit
pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan konsultasi dan
kolaborasi dengan wakil-wakil pengusaha dan pekerja”.
103. Di negara-negara tertentu, evaluasi terhadap upaya-upaya yang
harus dilakukan supaya standar perburuhan internasional dapat terlaksana
secara eksplisit dimasukkan ke dalam ketentuan-ketentuan (terms of
reference) badan penasehat yang berwenang.24 Pernah pula dijumpai kasus25
di mana badan penasehat itu sendiri mengambil inisiatif untuk melakukan
evaluasi karena beranggapan bahwa usulan perubahan (amandemen)
undang-undang yang diajukan tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam Konvensi yang telah diratifikasi.
104. Hendaknya diperhatikan pula bahwa konsultasi mengenai laporan
yang harus dibuat, khususnya laporan-laporan mengenai pelaksanaan
Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi menurut Pasal 5 ayat 1(d)
Konvensi, memuat penilaian tentang langkah-langkah hukum dan upayaupaya lain yang dimaksudkan untuk mewujudkan pelaksanaan instrumen
perburuhan tersebut.26 Hal ini terjadi pada kasus di mana pelaksanaan
Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi mendorong Panitia untuk
memberikan komentar.27
Misalnya seperti yang terjadi di Malawi di mana Panitia Tripartit Ratifikasi Konvensi ILO bertanggung jawab
membuat rekomendasi bagi pelaksanaan secara hukum instrumen perburuhan ILO, baik yang sudah maupun
belum diratifikasi. Di Uruguai, Kelompok Kerja ILO bertanggung jawab menganalisa seluruh aspek perundangundangan yang berlaku atau yang secara langsung berkaitan dengan standar internasional ILO mengenai jaminan
perburuhan dan sosial.
24
25
Yaitu di Swedia.
26
Pemerintah Irak, misalnya, menyebutkan bahwa konsultasi dilakukan untuk membahas situasi perundangundangan yang berhubungan dengan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi untuk penyiapan laporan-laporan
yang harus disusun menurut pasal 22 Konstitusi.
27Misalnya di Siprus , konsultasi dilakukan khususnya untuk membahas masalah-masalah yang berhubungan
dengan pelaksanaan Konvensi-konvensi tertentu berdasarkan komentar atau pandangan yang diberikan oleh
Panitia.
60
LAPORAN III(1B)-2000
Hal-hal yang dicakup oleh konsultasi
3.
Konsultasi lain
(a) Prosedur-prosedur pengaduan dan penyampaian keluhan
105. Laporan-laporan dari negara-negara tertentu menunjukkan bahwa
badan penasehat yang berwenang telah melakukan evaluasi terhadap upayaupaya untuk melaksanakan rekomendasi-rekomendasi Badan Pengurus
sehubungan dengan pengaduan yang dilakukan menurut pasal 24 Konstitusi28
atau dugaan mengenai adanya pelanggaran kebebasan berserikat.29 Meskipun
demikian, ada pemerintah30 yang beranggapan bahwa Panitia Tripartit ILO Nasional bukanlah badan yang tepat untuk mengajukan masalah-masalah yang dapat
menyebabkan pertentangan antara pemerintah dengan salah satu mitra sosial.31
(b) Penetapan standar ILO
106. Laporan-laporan dari beberapa negara menunjukkan telah
dilakukannya konsultasi tripartit mengenai pekerjaan Badan Pengurus yang
berkaitan dengan penetapan standar perburuhan. Dengan demikian,
konsultasi mengenai butir-butir yang diusulkan pada agenda Konperensi32
Yaitu di Irak dan Venezuela.
28
Yaitu di Argentina.
29
30
Yaitu di Swedia.
31
Panitia juga mencatat bahwa di Pantai Gading, Perintah yang menetapkan pembentukan Panitia Tripartit
yang menangani urusan-urusan yang berhubungan dengan ILO menggariskan bahwa Panitia Tripartit Nasional
ILO wajib dilibatkan dalam konsultasi mengenai “perkara-perkara perselisihan nasional di bidang perburuhan
sebelum perkara-perkara tersebut dilimpahkan ke badan nasional atau badan internasional lain”. Panitia
berpendapat bahwa ketentuan seperti itu sama sekali tidak boleh membatasi hak organisasi pengusaha dan
pekerja untuk melimpahkan perkara perselisihan nasional kepada badan-badan ILO yang berwenang, baik
dengan menyampaikan komentar atau pandangan mengenai pelaksanaan Konvensi-konvensi yang telah
diratifikasi dan pengaduan yang dilakukan menurut pasal 24 Konstitusi atau dengan menyampaikan keluhan
mengenai pelanggaran kebebasan berserikat yang diduga telah terjadi karena tidak satupun dari prosedur-prosedur
pengaduan atau penyampaian keluhan ini yang boleh dilarang dengan alasan bahwa masalah tersebut merupakan
masalah nasional yang masih dapat diselesaikan secara internal.
32
Di Kanada, Cile, Finlandia, Guatemala, Norwegia, dan Swedia.
LAPORAN III(1B)-2000
61
Konsultasi Tripartit
memberikan kesempatan kepada para mitra sosial untuk menyatakan
pandangan mereka pada tingkat nasional pada tahap awal prosedur yang
menuju pada persiapan untuk menyusun standar perburuhan baru, yaitu
pemilihan subyek yang dapat digunakan untuk mengembangkan standar
perburuhan baru tersebut. Konsultasi menenai tanggapan yang harus
diberikan atas permintaan Partai Pekerja Badan Pengurus mengenai
Kebijakan yang berkaitan dengan Revisi Standar Perburuhan33 dan mengenai
upaya-upaya yang diberikan untuk melaksanakan rekomendasirekomendasinya 34 merupakan perpanjangan konsultasi sebagaimana
dimaksud oleh instrumen perburuhan tersebut terhadap pengevaluasian
kembali instrumen ILO dan usulan-usulan untuk membatalkannya. Dalam
kaitan ini, Panitia hanya dapat mendorong kerjasama yang lebih erat antar
mitra sosial dalam kebijakan penetapan standar ILO.
(c) Tindak lanjut Deklarasi ILO mengenai Prinsip-prinsip
dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja
107. Ada pemerintah35 yang dalam laporannya tentang Rekomendasi
menyatakan bermaksud meminta pandangan para mitra sosial mengenai
laporan-laporan yang wajib diberikan dalam konteks tindak lanjut Deklarasi
ILO mengenai Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja Tahun
1998. Pemerintah yang belum meratifikasi semua Konvensi Dasar ILO
dihimbau untuk menyerahkan laporan yang dimaksudkan sebagai tindak
lanjut Deklarasi.36 Panitia telah diberi informasi bahwa, dalam menyerahkan
laporan yang dimaksudkan sebagi tindak lanjut Deklarasi, sejumlah
Di Belgia, Kanada, Cile , dan Swedia.
33
34
Di Finlandia.
35
Yaitu pemerintah Inggris.
36
Deklarasi ILO mengenai Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja dan Tindak Lanjutnya, 1998
Bagian II (B) (1).
62
LAPORAN III(1B)-2000
Hal-hal yang dicakup oleh konsultasi
pemerintah menyatakan bahwa laporan-laporan yang mereka berikan
disiapkan setelah konsultasi dengan mitra sosial dilakukan. Dari segi
pemasyarakatan tindak lanjut Deklarasi, konsultasi mengenai penyiapan
laporan-laporan ini dapat dimasukkan ke dalam konteks konsultasi yang
diselenggarakan menurut Pasal 5 ayat 1(c) Konvensi mengenai
pengevaluasian kembali Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi dalam
jangka waktu sebagaimana seharusnya “untuk mempertimbangkan langkahlangkah apa yang dapat diambil untuk meningkatkan pelaksanaan dan
ratifikasi Konvensi-konvensi tersebut sebagaimana mestinya”.
ASPEK LAIN K EGIATAN ILO
II.
KONSULTASI
1.
Konsultasi yang diusulkan oleh Rekomendasi
MENGENAI
108. Menurut ketentuan Paragraf 6 Rekomendasi, “pihak berwenang,
setelah berkonsultasi dengan organisasi-organisasi perwakilan, hendaknya
menetapkan sampai sejauh mana” prosedur konsultasi “hendaknya
digunakan untuk tujuan konsultasi mengenai hal-hal yang menjadi
kepentingan bersama,” seperti misalnya kegiatan kerjasama teknis
Organisasi (ILO), tindakan yang harus diambil sehubungan dengan resolusi
dan kesimpulan yang diterima dan disetujui oleh konperensi-konperensi
dan rapat-rapat Organisasi, dan peningkatan kegiatan Organisasi.
(a) Kegiatan kerjasama teknis ILO
109. Dalam Paragraf 6(a), Rekomendasi memperhitungkan bahwa
konsultasi dapat mencakup “persiapan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan
kerjasama teknis yang diikuti oleh Organisasi Perburuhan Internasional”.
110. Baik Konperensi maupun Badan Pengurus telah berkali-kali
LAPORAN III(1B)-2000
63
Konsultasi Tripartit
menyatakan bahwa kaitan yang erat antara wakil-wakil pengusaha dan pekerja
dengan kegiatan-kegiatan kerjasama teknis ILO adalah penting. Baru-baru
ini Konperensi menekankan dalam resolusi yang dikeluarkannya mengenai
peran ILO dalam kerjasama teknis yang diterima dan disetujui dalam
Sidangnya yang ke 87 tahun 1999 bahwa “komposisi unik ILO di dalam
keluarga Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai suatu badan yang terbentuk
dari serikat pekerja, organisasi-organisasi pengusaha dan pemerintah,
merupakan kekuatan nyata yang dapat digunakan bagi keunggulan kerjasama
teknik. Keunggulan ini harus dimanfaatkan secara lebih sistematis dan lebih
efektif”. Karena itu, Konperensi menekankan bahwa ILO hendaknya
“mengintegrasikan keterlibatan tripartit di seluruh tahap kerjasama teknis dari
mulai perumusannya hingga ke manajemen dan pelaksanaannya guna
memperkuat kapasitas unsur-unsur tripartit yang ada”.37
111. Ada sedikit informasi yang diberikan mengenai konsultasi yang
diselenggarakan mengenai masalah ini, dan informasi tersebut terutama
berasal dari negara donor.38 Di salah satu negara donor tersebut, panitia
tripartit yang menangani hal-hal yang berhubungan dengan ILO39 mendirikan
suatu gugus tugas proyek yang bertanggung jawab, antara lain, untuk
mengevaluasi kegiatan kerjasama teknis dengan pembiayaan multibilateral.
Sedangkan di negara lain, konsultasi seperti ini dilakukan dalam panitia
yang berbeda di dalam Departemen Luar Negeri.40
37
ILC, Risalah Jalannya Sidang, Sidang ke 87, 1999, No. 22.
38
Di antara negara penerima bantuan, dalam hal ini India, pemeriksaan program kerjasama teknis tercantum
pada agenda Panitia Tripartit mengenai Konvensi.
Negara donor yang dimaksud adalah Norwegia.
39
Negara lain yang dimaksudkan di sini adalah Denmark. Selain itu, laporan dari Jerman menunjukkan bahwa
meskipun konsultasi mengenai masalah-masalah kerjasama teknis ini diselenggarakan secara teratur, Program
Internasional Penghapusan Perburuhan Anak (IPEC), yang merupakan salah satu proyek kerjasama teknis
terpenting yang salah satu pesertanya adalah Jerman, merupakan pokok pertukaran pendapat yang cukup sering
dilakukan dengan para mitra sosial.
40
64
LAPORAN III(1B)-2000
Hal-hal yang dicakup oleh konsultasi
(b) Resolusi dan Kesimpulan yang diterima dan disetujui
oleh Konperensi dan Rapat ILO
112. Dalam Paragraf 6(b) Rekomendasi dicantumkan bahwa
konsultasi dapat dilakukan guna membahas “tindakan yang wajib diambil
sehubungan dengan resolusi dan kesimpulan lain yang diterima dan disetujui
oleh Konperensi Perburuhan Internasional, konperensi-konperensi regional,
panitia-panitia industrial dan rapat-rapat lain yang diselenggarakan oleh
Organisasi Perburuhan Internasional”.
113. Dalam prakteknya, konsultasi-konsultasi seperti itu diadakan di
beberapa negara dan mencakup, misalnya, semua hal selain butir-butir
penetapan standar perburuhan yang tercantum dalam agenda Konperensi41,
upaya-upaya yang dilakukan bagi pelaksanaan Deklarasi Tripartit Prinsipprinsip mengenai Perusahaan-perusahaan Multinasional dan Kebijakan
Sosial42 serta kesimpulan-kesimpulan panitia industrial.43
(c) Peningkatan kegiatan-kegiatan ILO
114. Dalam Paragraf (c) Rekomendasi disebutkan bahwa konsultasi
dapat dilakukan untuk membahas “peningkatan pengetahuan mengenai
kegiatan-kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional sebagai suatu elemen
yang dapat digunakan dalam program-program dan kebijakan-kebijakan
ekonomi dan sosial.
115. Laporan-laporan tertentu yang disebutkan sehubungan dengan
kegiatan-kegiatan yang secara bersama-sama dikerjakan oleh pemerintah
Seperti yang terjadi di Meksiko.
41
Seperti yang terjadi Di Belgia dan Finlandia.
42
43
Seperti yang terjadi di India.
LAPORAN III(1B)-2000
65
Konsultasi Tripartit
dan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja untuk meningkatkan
pengetahuan mengenai kegiatan-kegiatan Organisasi.44
2.
Konsultasi-konsultasi Lain
116. Ada beberapa laporan yang menyebutkan dilakukannya
konsultasi tripartit untuk membahas hal-hal lain yang berhubungan dengan
Organisasi, seperti misalnya instrumen amandemen Konstitusi45 dan
pembahasan Partai Pekerja Badan Pengurus mengenai Dimensi Sosial
Liberalisasi Perdagangan Internasional.46
117. Panitia juga mencatat bahwa di beberapa negara, badan-badan
tripartit yang kompeten untuk mengevaluasi hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan ILO juga diajak berkonsultasi untuk membahas kegiatankegiatan serupa atau terkait yang dilakukan oleh organisasi-organisasi
global47 dan organisasi-organisasi regional internasional lainnya.48
44
Misalnya, seperti yang terjadi di Jerman dalam rangka perayaan hari jadi ke 75 Organisasi Perburuhan
Internasional, dan di Inggris dalam rangka perayaan lima puluh tahun diterima dan disetujuinya Konvensi No.
87.
45
Di Guatemala.
Di Perancis dan San Marino.
46
47Misalnya di Irak , Komisi Tripartit dilibatkan dalam konsultasi mengenai rancangan Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa mengenai pekerja migran.
48Misalnya di Finlandia dilakukan konsultasi yang membahas kegiatan-kegiatan Dewan Nordik yang merupakan
suatu organisasi internasional yang bersifat regional; Sedangkan di Kenya , konsultasi dilakukan untuk membahas
kegiatan Komisi Perburuhan Organisasi Persatuan Afrika, dan di Kuwait dan Republik Arab Suriah, konsultasi
diadakan untuk membahas kegiatan penetapan standar perburuhan yang dilakukan oleh Organisasi Perburuhan
Arab.
66
LAPORAN III(1B)-2000
PEMFUNGSIAN PROSEDUR
5
118. Instrumen perburuhan mengandung serangkaian ketentuan
mengenai praktek pemfungsian (cara untuk menjalankan fungsi) prosedur
konsultasi yang berkaitan dengan frekuensi konsultasi, tanggung jawab atas
dukungan administratif terhadap prosedur tersebut, pelatihan para peserta
yang nantinya dilibatkan dalam upaya untuk menjalankan prosedur,
pembuatan laporan tahunan dan koordinasi antara prosedur dengan kegiatankegiatan yang dilakukan oleh badan-badan lain.
I.
F REKUENSI KONSULTASI
119. Menurut Pasal 5 ayat 2 Konvensi, “untuk memastikan supaya
hal-hal yang menjadi pokok bahasan dalam ayat 1 Pasal ini mendapatkan
pertimbangan yang memadai, konsultasi wajib dilakukan dalam jangka
waktu yang disepakati menurut perjanjian, sekurang-kurangnya sekali
setahun”.
120. Meskipun ketentuan ini menuntut supaya konsultasi dilakukan
sekurang-kurangnya sekali dalam setahun, ketentuan ini tidak menyebutkan
bahwa setiap tahun konsultasi yang dilakukan harus membahas butir-butir
yang digariskan dalam Pasal 5 ayat 1 Konvensi. Terutama dalam kaitannya
dengan evaluasi ulang Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi dan
Rekomendasi-rekomendasi, konsultasi harus diselenggarakan “dalam jangka
LAPORAN III(1B)-2000
67
Konsultasi Tripartit
waktu sebagaimana seharusnya” karena ketentuan yang menggariskan
supaya konsultasi seperti itu diadakan setiap tahun telah secara eksplisit
ditolak selama tahap persiapan.1 Kata “sekurang-kurangnya sekali setahun”
di sini dimaksudkan untuk memastikan supaya jangan sampai konsultasi
tidak dilakukan sama sekali selama bertahun-tahun.2 Dalam kenyataannya,
frekuensi konsultasi ditentukan oleh pokok bahasannya. Misalnya, walaupun
pengajuan instrumen perburuhan baru kepada pihak berwenang
mempersyaratkan dilakukannya konsultasi tahunan, pengajuan itu jelas
berbeda dari pengajuan usulan-usulan untuk membatalkan Konvensikonvensi yang telah diratifikasi.
121. Informasi yang ada di sebagian besar negara menunjukkan bahwa
konsultasi memang dilakukan sekurang-kurangnya sekali setahun. Apabila
konsultasi dilakukan dalam kerangka kelembagaan, badan-badan yang
khusus menangani hal ini dengan sejumlah kecil anggota tampaknya sanggup
mengadakan pertemuan yang lebih sering3 daripada dewan-dewan penasehat
perburuhan.4 Di dewan-dewan penasehat perburuhan, pertemuan para komisi
atau partai pekerja (working parties) yang bertanggung jawab atas hal-hal
yang berhubungan dengan ILO pada umumnya diadakan dalam periode
antara sidang paripurna yang satu dengan sidang paripurna berikutnya. Selain
itu juga dimungkinkan untuk mengadakan pertemuan di luar jadwal
pertemuan yang normal atas inisiatif presiden atau anggota badan penasehat.5
Lihat supra , paragraf 89
1
ILC, Sidangnya yang ke 61, 1976, Laporan IV (2), hal. 36
2
3
Misalnya, beberapa kali dalam sebulan, apabila perlu, di Kosta Rika, Guatemala dan Irak; sekali sebulan di
Mesir dan Trinidad dan Tobago; dan sekali setiap dua bulan di Finlandia dan Norwegia .
Misalnya sekali atau dua kali setahun di Australia.
4
5
Misalnya di Australia, Siprus , dan El Salvador.
68
LAPORAN III(1B)-2000
Pemfungsian prosedur
122. Selain itu, hendaknya ditekankan bahwa instrumen perburuhan
tersebut tidak membatasi inisiatif pemerintah dalam menjalankan konsultasi.
Selama tahap persiapan, suatu usulan amandemen yang dirancang untuk
memberikan penjelasan bahwa pemerintahlah yang mengambil inisiatif
untuk melakukan konsultasi telah ditarik karena ditentang oleh anggotaanggota Pengusaha dan Pekerja, dan kemudian disepakati bahwa pengusaha
dan pekerja juga dapat meminta konsultasi dilakukan.6
II.
DUKUNGAN ADMINISTRATIF
123. Menurut ketentuan Pasal 4 ayat 1 Konvensi, “badan yang
berwenang wajib bertanggung jawab memberikan dukungan administratif
kepada prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Konvensi ini”.
Rekomendasi menunjukkan dalam Paragraf 4 bahwa badan yang berwenang
hendaknya memikul tanggung jawab atas pembiayaan prosedur-prosedur
tersebut.
124. Dukungan administratif terhadap prosedur-prosedur tersebut
meliputi, antara lain, penyediaan ruang rapat/ pertemuan, korespondensi,
dan apabila perlu, bantuan dari suatu sekretariat. Di sebagian besar negara,
dukungan administratif ini tampaknya diberikan oleh departemen yang
bertanggung jawab atas urusan-urusan perburuhan.7
6
ILC, Risalah Jalannya Sidang, Sidang ke 61, 1976, No. 21, paragraf 19.
7
Di negara-negara tertentu, dewan penasehat perburuhan dapat mempunyai sekretariat sendiri, seperti misalnya
Dewan Perburuhan Nasional di Belgia.
LAPORAN III(1B)-2000
69
Konsultasi Tripartit
III. PELATIHAN BAGI PESERTA KONSULTASI
125. Menurut ketentuan Pasal 4 ayat 2 Konvensi, “wajib dibuat
pengaturan-pengaturan” antara badan/ instansi yang berwenang dan
organisasi-organisasi perwakilan “untuk membiayai pelatihan-pelatihan yang
perlu bagi peserta”. Rekomendasi menunjukkan dalam Paragraf 3(3) bahwa
“hendaknya diambil langkah-langkah, melalui kerjasama dengan organisasiorganisasi pengusaha dan pekerja yang berkepentingan, untuk memberikan
pelatihan sebagaimana seharusnya supaya peserta yang nantinya bertugas
menjalankan prosedur-prosedur konsultasi dapat melakukan fungsinya
secara efektif”. Selain itu juga disebutkan dalam Paragraf 4 bahwa
pembiayaan program-program pelatihan, bilamana perlu, hendaknya menjadi
tanggung jawab badan/ instansi yang berwenang.
126. Tujuan dari ketentuan-ketentuan ini adalah bahwa, apabila
pelatihan bagi para peserta konsultasi memang terbukti perlu, maka
diharapkan pembiayaannya dapat dilakukan melalui pengaturan antara
pihak-pihak yang berkepentingan. Konvensi tidak mengharuskan
pemerintah untuk menanggung pembiayaan ini, sedangkan Rekomendasi
hanya mengusulkan solusi ini “bilamana perlu,” yaitu apabila organisasiorganisasi perwakilan yang ada tidak mampu memberikan pelatihan bagi
peserta pengusaha dan pekerja.
127. Selain itu, sebagaimana ditekankan selama tahap persiapan,
pengaturan seperti itu hendaknya dibuat hanya apabila diperlukan. Jadi hal
ini bukanlah merupakan suatu keharusan di negara-negara yang sistem
konsultasinya telah dijalankan.8
8
ILC, Risalah Jalannya Sidang, Sidang ke 61, No. 21, paragraf 24.
70
LAPORAN III(1B)-2000
Pemfungsian prosedur
128. Dalam hal ini, laporan-laporan yang datang dari beberapa negara9
menunjukkan bahwa pelatihan spesifik tidaklah perlu karena wakil-wakil
pengusaha dan pekerja sudah cukup berkualitas dan sering kali memiliki
pengalaman yang luas tentang hal-hal yang berhubungan dengan ILO karena
mereka pernah bertugas mewakili pemerintah. Selain itu, dapat disetujui
pula bahwa keputusan mengenai perlu tidaknya pelatihan bagi para peserta
dalam konsultasi hendaknya diserahkan kepada organisasi masing-masing.10
129. Meskipun demikian, di negara-negara tertentu11 diberikan
pelatihan khusus kepada para peserta dengan dukungan dari ILO, terutama
pada waktu prosedur konsultasi disusun.
IV.
MENGELUARKAN LAPORAN TAHUNAN
130. Menurut ketentuan Pasal 6 Konvensi, “apabila dianggap perlu
setelah konsultasi dengan organisasi-organisasi perwakilan dilakukan, pihak
atau badan yang berwenang wajib mengeluarkan laporan tahunan mengenai
pemfungsian prosedur-prosedur konsultasi sebagaimana ditetapkan dalam
Konvensi.
131. Ketentuan ini tidak membebankan kewajiban untuk mengeluarkan
suatu laporan tahunan. Tetapi, kewajiban ini menuntut supaya organisasiorganisasi perwakilan yang ada diajak berkonsultasi untuk membahas apakah
laporan-laporan seperti itu perlu dikeluarkan atau tidak. Selain itu, ketentuan
ini juga tidak menetapkan syarat-syarat mengenai bentuk laporan. Selama
tahap persiapan dinyatakan bahwa laporan ini tidak perlu berbentuk suatu
Misalnya di Meksiko, Norwegia, Spanyol dan Amerika Serikat .
9
Misalnya di Australia, Austria, Eslandia, dan Swedia.
10
11
Misalnya di Estonia dan Guinea.
LAPORAN III(1B)-2000
71
Konsultasi Tripartit
publikasi terpisah tetapi dapat, misalnya, terdiri dari satu bagian dari suatu
laporan yang lebih umum.12 Laporan tahunan yang mencakup “cara kerja
prosedur” dapat memasukkan, misalnya, informasi mengenai komposisi
badan-badan konsultatif, jumlah pertemuan yang diadakan, agenda pertemuan,
usulan-usulan yang diajukan dan kesimpulan-kesimpulan yang dicapai.
Meskipun demikian, rincian mengenai pendapat-pendapat yang dilontarkan
sewaktu konsultasi tidak perlu dimasukkan dan informasi yang bersifat rahasia
juga sudah barang tentu tidak perlu diungkapkan.13
132. Di negara-negara tertentu14, laporan mengenai prosedur konsultasi
berbentuk suatu publikasi terpisah, sedangkan di negara-negara lain laporan
tersebut merupakan bagian dari laporan yang lebih umum sifatnya seperti
misalnya laporan tahunan Departemen Perburuhan.15
133. Di beberapa negara, para peserta konsultasi sepakat bahwa
laporan-laporan seperti itu16 tidak perlu dikeluarkan. Catatan rinci hasil
pertemuan atau catatan mengenai keputusan yang diambil oleh badan
konsultatif di banyak negara17 disimpan sebagai dokumentasi. Agaknya,
catatan-catatan ini cukup memadai untuk mengingat kembali konsultasi
yang telah dilakukan.
ILC, Sidang ke 61, 1976, Laporan IV(2), hal. 26.
12
ILC, Risalah Jalannya Sidang, Sidang ke 61, 1976, No. 21, paragraf 32-33. Di Australia, misalnya, walaupun
ketentuan Undang-undang Dewan Konsultatif Perburuhan Nasional mewajibkan pembahasan yang telah
dilakukan dijaga kerahasiaannya, hal ini tidak menghalangi publikasi laporan mengenai kegiatan Panitia Urusan
Perburuhan Internasional, yang dilampirkan dalam laporan tahunan Departemen Hubungan Internasional.
13
Yaitu Finlandia, Norwegia, Swedia, dan Trinidad dan Tobago. Publikasi laporan semacam ini juga diinginkan
di Pantai Gading.
14
Misalnya di Eslandia dan India.
15
Misalnya di Austria, Siprus, Jerman, Meksiko, Belanda dan Selandia Baru .
16
17
Misalnya di Argentina, Belgia, Cile, Denmark, Yunani, Guatemala, dan San Marino .
72
LAPORAN III(1B)-2000
Pemfungsian prosedur
V.
KOORDINASI DENGAN B ADAN -BADAN NASIONAL LAINNYA
134. Rekomendasi menunjukkan dalam Paragraf 8 bahwa “langkahlangkah yang sesuai dengan kondisi dan praktek perburuhan nasional yang
ada hendaknya diupayakan guna memastikan koordinasi antar prosedur”.
Begitu pula halnya dengan “kegiatan badan-badan nasional yang menangani
masalah-masalah serupa”.
135. Ketentuan ini, yang tidak diinginkan untuk dimasukkan ke dalam
Konvensi18, dirancang untuk memastikan bahwa prosedur-prosedur
konsultasi yang digariskan oleh instrumen perburuhan baru tidak tumpang
tindih dengan badan-badan konsultatif yang ada.19 Laporan-laporan yang
diberikan tidak mengandung informasi rinci mengenai cara supaya ketentuan
ini menjadi efektif. Hendaknya dicatat bahwa dalam banyak kasus di mana
konsultasi dilakukan di dalam badan penasehat yang bertanggung jawab
menangani urusan perburuhan, pengaturan kelembagaan ini hendaknya
cukup memadai untuk memastikan terlaksananya koordinasi seperti yang
dimaksudkan dalam ketentuan ini. Di negara-negara di mana konsultasi
dilakukan melalui prosedur lain, ketentuan ini dapat digunakan untuk
memastikan bahwa standar perburuhan internasional lebih banyak dijadikan
bahan pertimbangan dalam pembahasan oleh badan-badan penasehat yang
memiliki tanggung jawab umum di bidang ekonomi dan sosial, atau dalam
urusan perburuhan.
ILC, Sidang ke 61, 1976, Laporan IV(1), paragraf 65.
18
19
ILC, Sidang ke 60, 1975, Laporan VII(2), hal. 36-38.
LAPORAN III(1B)-2000
73
KESULITAN-KESULITAN YANG DIHADAPI
DAN PROSPEK RATIFIKASI
6
I. KESULITAN -KESULITAN UNTUK MELAKUKAN RATIFIKASI
136. Ada pemerintah-pemerintah yang dalam laporan-laporannya
menginformasikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi di dalam hukum dan
praktek perburuhan nasional yang menghalangi atau memperlambat ratifikasi
Konvensi. Laporan-laporan tersebut ada yang memberikan rincian mengenai
kesulitan-kesulitan yang ada dan upaya-upaya yang akan dilakukan untuk
mengatasinya.
137. Menurut Pemerintah Saudi Arabia, tidak adanya ketentuan
perundang-undangan nasional di negaranya yang mendukung pelaksanaan
Konvensi menyebabkan Pemerintah Saudi Arabia tidak dapat meratifikasi
Konvensi tersebut. Dalam menanggapi hal ini, Panitia mengingatkan
kembali, sebagaimana yang sudah ditekankan dalam Bab II, bahwa
pelaksanaan Konvensi tidak memerlukan perundang-undangan tertentu
karena Konvensi dapat dilaksanakan melalui hukum adat atau praktek
perburuhan yang lazim berlaku.1
1
Kecuali terdapat halangan-halangan konstitusional atau ketentuan-ketentuan legislatif yang bertentangan dengan
Konvensi.
LAPORAN III(1B)-2000
75
Konsultasi Tripartit
138. Pemerintah Maroko berpendapat bahwa prosedur nasional yang
ada tidak memadai, dan karena itu ingin, melalui kerja sama dengan ILO,
mempersiapkan peraturan untuk membuat prosedur konsultasi sebagaimana
digariskan oleh instrumen perburuhan yang mengatur hal ini, dengan tujuan
supaya dapat meratifikasi Konvensi. Pemeritah Bahrain juga berpendapat
bahwa perundang-undangan nasional di negaranya tidak memadai bagi
pelaksanaan Konvensi dan menyebutkan bahwa untuk meratifikasi Konvensi
akan dilakukan kajian dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan
sosial yang ada.
139. Menurut Pemerintah Uni Emirat Arab, struktur federal negaranya
merupakan penghalang ratifikasi, sedangkan Pemerintah Kanada berharap
dapat memastikan bahwa konsultasi pada tingkat federal cukup memadai
untuk memenuhi tuntutan Konvensi sebelum ratifikasi dilakukan.
Sehubungan dengan ini, Panitia mencatat bahwa di beberapa negara federal
yang terikat oleh Konvensi, tampaknya dimungkinkan untuk melakukan
konsultasi pada tingkat federal yang dapat memuaskan pihak-pihak yang
berkepentingan.
140. Penunjukkan organisasi-organisasi perwakilan untuk
berpartisipasi dalam konsultasi menimbulkan kesulitan di negara-negara
tertentu di mana instrumen perburuhan tersebut tidak dapat sepenuhnya
dilaksanakan sehingga akibatnya, ratifikasi Konvensi tidak dapat segera
dilakukan. Pemerintah Kamboja menjelaskan kesulitan-kesulitan yang
dialaminya dalam menetapkan mana dari organisasi-organisasi pengusaha
dan pekerja yang baru dibentuk yang paling representatif. Laporan dari
Kroasia menyebutkan bahwa serikat-serikat pekerja di sana telah beberapa
kali meminta pemerintah untuk mengupayakan ratifikasi Konvensi tetapi
yang menjadi masalah adalah belum dapat ditetapkannya organisasiorganisasi mana yang paling representatif menurut ketentuan Pasal 1
Konvensi padahal hal ini justru merupakan prasyarat yang mutlak harus
76
LAPORAN III(1B)-2000
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan prospek ratifikasi
dipenuhi supaya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi dapat
sepenuhnya dilaksanakan. Karena itu, Kesepakatan mengenai pembentukan
Dewan Ekonomi dan Sosial hanya bersifat sementara. Apabila masalah ini
terselesaikan dan kesepakatan baru dibuat, maka tidak akan ada lagi yang
menghalangi ratifikasi Konvensi. Pemerintah Slovenia berpendapat bahwa
ratifikasi Konvensi hanya mungkin dilakukan apabila rancangan undangundang baru mengenai Kamar Dagang, yang saat ini masih dalam
pembahasan di parlemen, disetujui untuk menjadi undang-undang.
141. Secara lebih umum, laporan dari Viet Nam menyebutkan
kesulitan-kesulitan yang dihadapi dengan munculnya tripartisme dalam
konteks peralihan ke ekonomi pasar. Pemerintah Cape Verde berpendapat
bahwa aplikasi dan ratifikasi Konvensi menuntut langkah-langkah
pendahuluan guna meningkatkan kesadaran para mitra sosial dan mendirikan
struktur yang tepat.
142. Laporan-laporan lain menyebutkan kesulitan-kesulitan yang
berkaitan dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tertentu yang terdapat
di dalam Konvensi. Pemerintah Tunisia menyebutkan bahwa pengaturanpengaturan yang harus dilakukan menurut Pasal 4 ayat 2 Konvensi untuk
membiayai pelatihan peserta konsultasi tidak diatur oleh undang-undang
atau praktek perburuhan yang ada, sedangkan laporan dari Lebanon
mempertanyakan apakah ILO dapat memberikan bantuan biaya pelatihan.
Dalam menjawab pertanyaan ini, Panitia mengingatkan pemerintah Lebanon
untuk menyimak Bab V yang menyebutkan bahwa pengaturan untuk
pembiayaan pelatihan harus didasarkan pada kesepakatan antara pihak-pihak
yang berkepentingan, yaitu apabila mereka berpendapat bahwa pelatihan
peserta konsultasi perlu dilakukan supaya konsultasi dapat berjalan efektif.
Selain itu Bab V juga menyebutkan bahwa Konvensi tidak membebani
pemerintah dengan kewajiban untuk membiayai pelatihan tersebut.
LAPORAN III(1B)-2000
77
Konsultasi Tripartit
143. Pemerintah Lebanon juga berpendapat bahwa agaknya tidaklah
mungkin, dalam batas waktu yang telah ditetapkan, untuk melakukan
konsultasi terlebih dahulu sebagaimana digariskan oleh Pasal 5 ayat 1(d)
untuk membahas laporan-laporan yang harus disusun menurut pasal 22
Konstitusi mengingat hal ini memerlukan banyak pertemuan/ rapat supaya
pihak-pihak yang berkepentingan dapat mencapai suatu kesepakatan. Dalam
menanggapi hal ini, Panitia menunjukkan bahwa konsultasi yang efektif
sebagaimana dituntut oleh Konvensi tidak mengharuskan tercapainya suatu
kesepakatan. Dengan merujuk pada Pasal 5 ayat 2 Konvensi, Pemerintah
Tunisia melaporkan bahwa frekuensi konsultasi tidaklah diatur dalam
undang-undang atau praktek perburuhan nasional. Meskipun demikian,
Pemerintah Tunisia menyebutkan bahwa ratifikasi Konvensi masih tetap
dipertimbangkan. Menurut Pemerintah Kanada, suatu prosedur yang
sistematis yang melibatkan seluruh unsur tripartit untuk meninjau kembali
Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi perlu disusun untuk
mengupayakan pelaksanaan Pasal 5 ayat 1(c) Konvensi sebelum ratifikasi
dilakukan.
144. Kesulitan-kesulitan administratif juga dilontarkan oleh
Pemerintah Uni Emirat Arab, yang menekankan bahwa administrasi
perburuhan hanya memiliki sumber daya terbatas untuk memenuhi
komitmen yang timbul dari ketujuh Konvensi yang telah diratifikasi dan
karena itu tidak akan sanggup untuk memberikan komitmen baru. Kendati
begitu, Pemerintah Uni Emirat Arab menyatakan tekadnya untuk
memasyarakatkan konsultasi tripartit secara teratur, apabila perlu melalui
jalur hukum. Laporan dari Kanada menyebutkan keprihatinan yang
dinyatakan oleh organisasi perwakilan pengusaha karena formalitas yang
berlebihan, biaya-biaya tambahan yang harus dikeluarkan serta pemborosan
waktu yang akan timbul sebagai akibat ratifikasi Konvensi.2
78
LAPORAN III(1B)-2000
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan prospek ratifikasi
II.
PROSPEK RATIFIKASI
145. Beberapa laporan menyebutkan prosedur ratifikasi yang dewasa
ini sedang berlangsung. Laporang-laporan lainnya ada yang menyebutkan
bahwa Konvensi ini merupakan salah satu dari Konvensi-konvensi yang
sedang dipertimbangkan untuk diratifikasi dalam waktu dekat.
146. Prosedur ratifikasi telah dimulai di Belize, Benin, Afrika Selatan,
dan Swis. Di Honduras dan Kazakhstan sedang disiapkan undang-undang
ratifikasi yang nantinya akan diserahkan ke Parlemen.
147. Selanjutnya, Pemerintah Kuba dan Peru menyebutkan bahwa
karena konsultasi yang diwajibkan telah secara luas dilakukan, maka
ratifikasi sedang dipertimbangkan. Di Papua Nugini, Konvensi ini
merupakan salah satu dari Konvensi-konvensi yang diinginkan untuk
diratifikasi. Pemerintah Seychelles menyatakan bahwa dalam prakteknya,
pelaksanaan Konvensi tidak menimbulkan kesulitan-kesulitan dan bahwa
ratifikasi kemungkinan dapat dilakukan dalam waktu dekat.
148. Pemerintah Singapura yang berpendapat bahwa prosedur
konsultasi yang efektif sudah ada, akan terus mengkaji apakah ratifikasi
Konvensi akan meningkatkan kerangka kerja yang ada. Di Jepang,
Pemerintah berpendapat bahwa upaya-upaya yang dilakukan bagi
pelaksanaan Konvensi masih belum menyeluruh dan bahwa masih
diperlukan studi-studi tambahan sebelum ratifikasi dapat dilakukan.
LAPORAN III(1B)-2000
79
PENUTUP
149. Dengan menerima dan menyetujui instrumen perburuhan 1976,
Panitia Ahli Pelaksanaan Konvensi dan Rekomendasi bermaksud
memasyarakatkan pelaksanaan prinsip tripartisme pada tingkat nasional,
yang merupakan karakteristik mendasar Organisasi Perburuhan Internasional
sekaligus kondisi yang diperlukan supaya prinsip tripartisme dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Secara khusus, Panitia menginginkan agar dialog
tripartit, yang amat vital bagi pelaksanaan tugas-tugas ILO, diteruskan hingga
ke tingkat nasional melalui prosedur konsultasi efektif dengan wakil-wakil
pengusaha dan pekerja mengenai setiap langkah yang akan diambil
sehubungan dengan standar perburuhan internasional.
150. Kurang lebih 20 tahun setelah Konvensi diberlakukan, Panitia
dengan antusias menyambut kenyataan bahwa prosedur-prosedur konsultasi
dalam berbagai bentuk dewasa ini sudah dapat dijumpai di sebagian besar
Negara Anggota, termasuk yang belum meratifikasi Konvensi. Yang lebih
menggembirakan lagi, di negara-negara tersebut prosedur-prosedur
konsultasi yang ada saat ini sedang diperluas untuk mencakup lebih banyak
lagi bidang-bidang kegiatan ILO. Memang harus diakui, ada beberapa negara
yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan Konvensi maupun dalam
meratifikasinya. Kendati begitu, kesulitan tersebut tidak ada hubungannya
dengan tidak adanya kemauan politik dari negara yang bersangkutan, tetapi
LAPORAN III(1B)-2000
81
Konsultasi Tripartit
berkaitan dengan upaya untuk memilih bentuk konsultasi mana yang paling
tepat, masalah dalam menentukan organisasi-organisasi pengusaha dan
pekerja mana yang paling mewakili, masalah-masalah yang timbul akibat
peralihan dari pluralisme politik ke ekonomi pasar, sumber-sumber daya
administratif yang tidak mencukupi, atau keterbatasan-keterbatasan dana.
151. Perlu dicatat di sini bahwa dari sekian banyak laporan yang
masuk, tidak satu pun di antaranya yang menentang relevansi instrumen
perburuhan tersebut. [Hal ini merupakan perkembangan yang cukup
menggembirakan], mengingat bahwa sewaktu tahap persiapan, ada sejumlah
kecil pemerintah yang sangat berkeberatan atas gagasan untuk memperluas
prosedur dialog ILO ke tingkat nasional. Dalam Kajian yang dilakukannya
pada tahun 1982, Panitia Ahli masih mencatat adanya keberatan-keberatan
ini, yang sebenarnya diwariskan dari kasus-kasus yang menyangkal adanya
perbedaan kepentingan antara pengusaha dan pekerja, atau pernyataan bahwa
perbedaan tersebut, kalau toh ada, telah diselesaikan dalam konteks nasional.
Dalam kasus-kasus lain keberatan-keberatan seperti itu timbul karena
dimasukkannya konsultasi tripartit ke dalam kegiatan-kegiatan penetapan
standar perburuhan ILO dikuatirkan dapat menggerogoti hak prerogatif
Negara untuk membuat undang-undang.
152. Kekuatiran seperti ini, yang timbul akibat kecurigaan terhadap
tripartisme, tidak terbukti. Dewasa ini banyak negara yang menekankan
pentingnya dialog sosial untuk menggalang hubungan yang harmonis antara
pemerintah dan para mitra sosial, dan juga demi proses demokratisasi dalam
kehidupan bermasyarakat. Buktinya, sebagian besar ratifikasi Konvensi
akhir-akhir ini dilakukan oleh negara-negara Afrika dan Eropa Tengah dan
Eropa Timur yang saat ini sedang dalam masa transisi ke arah multi partai
dan ekonomi pasar. Konsultasi yang dituntut oleh instrumen perburuhan
itu sendiri sebenarnya sudah mempermudah pengembangan dialog sosial
karena konsultasi seperti itu memberikan kesempatan sekaligus
82
LAPORAN III(1B)-2000
Penutup
memperkenalkan prosedur rutin kepada para mitra sosial untuk saling
bertukar pikiran di antara mereka sendiri atau bertukar pikiran dengan
pemerintah. Dialog sosial yang efektif dan tumbuh dari evaluasi tripartit
secara sistematis terhadap posisi nasional dalam kaitannya dengan standar
perburuhan internasional dapat menjadi unsur penentu dalam penyelesaian
konflik dan dalam upaya untuk memperkuat demokrasi yang baru lahir di
Negara-Negara yang baru berdiri.
153. Dengan meminta laporan mengenai Konvensi No. 144 dan
Rekomendasi No. 152 sebagaimana diatur dalam pasal 19 Konstitusi, Badan
Pengurus berharap dapat memberikan kontribusi kepada upaya-upaya supaya
pemasyarakatan ratifikasi Konvensi dan pelaksanaan instrumen perburuhan
ini mendapatkan prioritas. Panitia berbesar hati dengan hasil pemeriksaan
laporan-laporan yang masuk dan dengan kemajuan yang selama ini telah
diperoleh dalam pelaksanaan standar perburuhan sebagaimana yang
tercantum dalam instrumen perburuhan tersebut. Meskipun demikian,
Panitia terus menekankan pentingnya upaya-upaya untuk memperkokoh
penetapan standar perburuhan dan kegiatan-kegiatan Organisasi Perburuhan
Internasional lainnya dengan harapan agar kemajuan-kemajuan yang telah
dicapai dapat terus dipertahankan dan bahkan diperluas lagi dalam tahuntahun mendatang. Hal lain yang juga cukup menggembirakan untuk
dikemukakan di sini adalah bahwa kesulitan-kesulitan yang masih ada
ternyata tidak mempengaruhi prinsip konsultasi tripartit. Kesulitan-kesulitan
tersebut sebagian besar terkait dengan masalah-masalah yang bersifat praktis
dan beberapa pemerintah telah menyatakan tekadnya untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan tersebut. Upaya yang lebih besar untuk memasyarakatkan
ratifikasi dan pelaksanaan instrumen perburuhan dengan bantuan teknis
Kantor Perburuhan Internasional bilamana perlu diharapkan dapat
memungkinkan diterapkannya instrumen tersebut secara universal dalam
waktu yang tidak terlalu lama. Panitia berharap bahwa Kajian Umum ini
dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan upaya pemasyarakatan
LAPORAN III(1B)-2000
83
Konsultasi Tripartit
ratifikasi dan pelaksanaan instrumen perburuhan ini melalui peningkatkan
pemahaman ruang lingkup dan kepentingan instrumen tersebut. Karena itu,
Panitia berharap agar Konvensi No. 144 mendapatkan lebih banyak lagi
ratifikasi dalam waktu dekat ini.
84
LAPORAN III(1B)-2000
LAMPIRAN A
NASKAH INSTRUMEN PERBURUHAN 1976
Konvensi No. 144
KONVENSI MENGENAI K ONSULTASI T RIPARTIT UNTUK M ENINGKATKAN
PELAKSANAAN STANDAR PERBURUHAN INTERNASIONAL
Konperensi Umum Organisasi Perburuhan Internasional,
Setelah [para pesertanya] dikumpulkan di Jenewa oleh Badan Pengurus
Kantor Perburuhan Internasional dan setelah bertemu dalam sidangnya
yang ke enampuluh satu pada tanggal 2 Juni 1976, dan
Mengingat ketentuan-ketentuan Konvensi-konvensi dan rekomendasirekomendasi Perburuhan Internasional yang ada, terutama Konvensi
Tahun 1948 mengenai Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas Hak
untuk Berorganisasi, Konvensi Tahun 1949 mengenai Hak Berserikat
dan Berunding Bersama, dan Rekomendasi Konsultasi Tahun 1960, yang
menegaskan hak pengusaha dan pekerja untuk mendirikan organisasiorganisasi yang bebas dan mandiri serta mengambil langkah-langkah
untuk mengembangkan konsultasi yang efektif di tingkat nasional antara
pejabat pemerintah dan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja,
serta adanya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam banyak Konvensi
LAPORAN III(1B)-2000
85
Konsultasi Tripartit
dan Rekomendasi perburuhan internasional yang mengharuskan
konsultasi antara organisasi-organisasi pengusaha dan organisasiorganisasi pekerja mengenai upaya-upaya yang perlu dilakukan agar
instrumen perburuhan tersebut dapat terlaksana, dan
Setelah mempertimbangkan butir keempat agenda sidang yang berjudul
“Pembentukan mekanisme tripartit untuk meningkatkan pelaksanaan
standar perburuhan internasional,” dan
Setelah memutuskan untuk menerima dan menyetujui usulan-usulan tertentu
mengenai konsultasi tripartit guna meningkatkan pelaksanaan standar
perburuhan internasional, dan
Setelah menetapkan bahwa usulan-usulan tersebut harus berbentuk suatu
Konvensi internasional,
menerima dan menyetujui pada tanggal duapuluh satu bulan Juni tahun seribu
sembilan ratus tujuh puluh enam, konvensi berikut, yang dapat disebut sebagai
Konvensi Konsultasi Tripartit (Standar Perburuhan Internasional) 1976:
Pasal 1
Dalam Konvensi ini istilah “organisasi-organisasi perwakilan” berarti
organisasi-organisasi yang paling mewakili pengusaha dan pekerja (organisasiorganisasi pengusaha dan pekerja yang paling representatif), yang menikmati hak
kebebasan berserikat.
Pasal 2
1. Setiap Anggota Organisasi Perburuhan Internasional yang meratifikasi
Konvensi ini berkewajiban menjalankan prosedur-prosedur untuk memastikan
konsultasi-konsultasi yang efektif sehubungan dengan hal-hal yang berkaitan
dengan kegiatan-kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional yang dijabarkan
dalam Pasal 5 ayat 1, di bawah, antara wakil-wakil pemerintah, pengusaha, dan
pekerja.
2. Sifat dan bentuk prosedur-prosedur yang digariskan dalam ayat 1 pasal ini
wajib ditetapkan di negara masing-masing sesuai dengan praktek perburuhan
86
LAPORAN III(1B)-2000
Lampiran
nasional yang telah menjadi kebiasaan di negara tersebut, setelah dikonsultasikan
dengan organisasi-organisasi perwakilan yang ada dan apabila prosedur-prosedur
yang digariskan tersebut belum disusun.
Pasal 3
1.Wakil-wakil pengusaha dan pekerja, demi prosedur-prosedur yang
ditetapkan dalam Konvensi ini, wajib dipilih secara bebas oleh organisasi-organisai
perwakilan yang ada.
2. Pengusaha dan pekerja harus terwakili secara berimbang dalam badanbadan tempat konsultasi dilakukan.
Pasal 4
1. Pihak berwenang [pemerintah] bertanggung jawab memberikan dukungan
administratif terhadap [pelaksanaan] prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam
Konvensi ini.
2. Untuk membiayai pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada mereka yang
bertugas menjalankan prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Konvensi ini,
dibuat pengaturan-pengaturan antara pemerintah dan organisasi-organisasi
perwakilan yang ada.
Pasal 5
1. Maksud dari prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Konvensi ini
haruslah berupa konsultasi-konsultasi mengenai:
(a) tanggapan pemerintah terhadap angket mengenai butir-butir agenda
Konperensi Perburuhan Internasional dan komentar pemerintah mengenai
naskah yang diusulkan untuk dibahas oleh Konperensi;
(b) usulan-usulan yang akan diajukan kepada instansi pemerintah yang berwenang
atau instansi-instansi pemerintah yang berwenang sehubungan dengan
Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi yang diajukan kepada
pemerintah sesuai dengan pasal 19 Konstitusi Organisasi Perburuhan
Internasional;
LAPORAN III(1B)-2000
87
Konsultasi Tripartit
(c)
pemeriksaan kembali Konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi yang
belum diratifikasi dan belum dijalankan, setiap jangka waktu tertentu
sebagaimana sewajarnya, guna mempertimbangkan langkah-langkah yang
dapat diambil untuk mengupayakan pelaksanaan dan ratifikasi Konvensikonvensi dan rekomendasi-rekomendasi tersebut sebagaimana seharusnya;
(d) pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari laporan-laporan yang akan diberikan
kepada Kantor Perburuhan Internasional menurut pasal 22 Konstitusi
Organisasi Perburuhan Internasional;
(e)
usulan-usulan untuk secara resmi membatalkan Konvensi-konvensi yang telah
diratifikasi.
2. Guna memastikan bahwa hal-hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini mendapatkan pertimbangan yang memadai, konsultasi hendaknya
dilakukan menurut jangka waktu yang ditetapkan oleh perjanjian, sekurangkurangnya sekali setahun.
Pasal 6
Bilamana dianggap perlu, setelah berkonsultasi dengan organisasi-organisasi
perwakilan yang ada, pihak berwenang wajib mengeluarkan laporan tahunan
mengenai cara kerja prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Konvensi ini.
Pasal 7
Ratifikasi resmi Konvensi ini wajib disampaikan kepada Direktur Jenderal
Kantor Perburuhan Internasional untuk didaftar.
Pasal 8
1. Konvensi ini mengikat hanya bagi Anggota-anggota Organisasi Perburuhan
Internasional yang ratifikasinya telah didaftar pada Direktur Jenderal.
2. Konvensi ini mulai berlaku dua belas bulan setelah tanggal ratifikasi oleh
dua Anggota Organisasi Perburuhan Internasional didaftar pada Direktur Jenderal.
88
LAPORAN III(1B)-2000
Lampiran
3. Selanjutnya, Konvensi ini akan berlaku bagi setiap Anggota dua belas
bulan setelah tanggal ratifikasinya didaftar.
Pasal 9
1. Anggota yang telah meratifikasi Konvensi ini, setelah terlampauinya waktu
10 tahun terhitung sejak tanggal Konvensi ini mulai berlaku, dapat membatalkannya
dengan suatu undang-undang yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Kantor
Perburuhan Internasional untuk didaftar. Pembatalan itu tidak akan berlaku hingga
satu tahun setelah tanggal didaftarnya undang-undang yang membatalkan Konvensi
ini kepada Direktur Jenderal.
2. Setiap Anggota yang telah meratifikasi Konvensi ini dan yang dalam waktu
satu tahun setelah berakhirnya masa sepuluh tahun sebagaimana tersebut dalam
ayat tersebut di atas tidak menggunakan hak pembatalan menurut ketentuan dalam
pasal ini, akan terikat untuk sepuluh tahun lagi, dan sesudah itu dapat membatalkan
Konvensi ini pada waktu berakhirnya tiap-tiap masa sepuluh tahun sebagaimana
diatur dalam Pasal ini.
Pasal 10
1. Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional wajib memberitahukan
kepada segenap Anggota Organisasi Perburuhan Internasional tentang pendaftaran
semua ratifikasi dan pembatalan yang disampaikan kepadanya oleh Anggota
Organisasi.
2. Pada saat pemberitahuan kepada Anggota Organisasi tentang pendaftaran
ratifikasi kedua yang disampaikan kepadanya, Direktur Jenderal wajib meminta
perhatian Anggota Organisasi mengenai tanggal mulai berlakunya Konvensi ini.
Pasal 11
Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional wajib menyampaikan
kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk didaftarkan, sesuai
dengan Pasal 102 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, hal ikhwal mengenai semua
ratifikasi dan pembatalan yang didaftarkannya menurut ketentuan pasal-pasal
tersebut di atas.
LAPORAN III(1B)-2000
89
Konsultasi Tripartit
Pasal 12
Pada waktu yang dianggap perlu, Badan Pengurus Kantor Perburuhan
Internasional wajib menyampaikan kepada Konperensi laporan mengenai
pelaksanaan Konvensi ini dan wajib mempertimbangkan perlunya mengagendakan
dalam Konvensi, perubahan Konvensi ini seluruhnya atau sebagian.
Pasal 13
1. Jika Konperensi menyetujui Konvensi baru yang memperbaiki Konvensi
ini secara keseluruhan atau sebagian, kecuali Konvensi baru menentukan lain,
maka:
(a)
ratifikasi oleh Anggota atas Konvensi baru yang memperbaiki, secara hukum
berarti pembatalan atas Konvensi ini tanpa mengurangi ketentuan dalam Pasal
(5) di atas, jika dan bilamana Konvensi baru yang memperbaiki itu mulai
berlaku;
(b) sejak tanggal Konvensi baru yang memperbaiki itu berlaku, Konvensi ini
tidak dapat disahkan lagi oleh Anggota.
2. Konvensi ini akan tetap berlaku dalam bentuk dan isi aslinya bagi anggota
yang telah meratifikasinya, tetapi belum meratifikasi Konvensi yang
memperbaikinya.
Pasal 14
Bunyi naskah Konvensi ini dalam bahasa Inggris dan bahasa Perancis samasama resmi.
90
LAPORAN III(1B)-2000
Lampiran
Rekomendasi No. 152
REKOMENDASI M ENGENAI KONSULTASI TRIPARTIT UNTUK
MENINGKATKAN PELAKSANAAN STANDAR PERBURUHAN
INTERNASIONAL DAN AKSI NASIONAL YANG BERKAITAN DENGAN
KEGIATAN ORGANISASI PERBURUHAN INTERNASIONAL
Konperensi Umum Organisasi Perburuhan Internasional,
Setelah [para pesertanya] dikumpulkan di Jenewa oleh Badan Pengurus
Kantor Perburuhan Internasional, dan setelah mengadakan Sidangnya
yang ke Enampuluh satu pada tanggal 2 Juni 1976, dan
Mengingat ketentuan-ketentuan dari Konvensi-konvensi perburuhan
internasional yang ada beserta Rekomendasi-rekomendasinya, terutama
Konvensi Tahun 1948 mengenai Kebebasan Berserikat dan Perlindungan
atas Hak Berorganisasi, Konvensi Tahun 1949 mengenai Hak
Berorganisasi dan Berunding Bersama, dan Rekomendasi Tahun 1960
mengenai Konsultasi (Pada Tingkat Industrial dan Nasional), yang
menegaskan hak pengusaha dan pekerja untuk mendirikan organisasi
yang bebas dan mandiri serta menghimbau diambilnya langkah-langkah
untuk mengupayakan konsultasi yang efektif pada tingkat nasional antara
pihak berwenang (pemerintah) dan organisasi-organisasi pengusaha dan
pekerja, dan juga ketentuan-ketentuan berbagai Konvensi dan
Rekomendasi perburuhan internasional yang mengharuskan konsultasi
dengan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja mengenai langkahlangkah yang diambil agar berbagai konvensi dan rekomendasi tersebut
dapat dilaksanakan, dan
Setelah mempertimbangkan butir keempat agenda sidang yang berjudul
“Pembentukan mekanisme tripartit untuk mengupayakan pelaksanaan
standar perburuhan internasional,” dan
LAPORAN III(1B)-2000
91
Konsultasi Tripartit
Setelah memutuskan untuk menerima dan menyetujui usulan-usulan tertentu
mengenai konsultasi tripartit guna meningkatkan pelaksanaan standar
perburuhan internasional, dan
Setelah menetapkan bahwa usulan-usulan tersebut harus berbentuk suatu
Rekomendasi,
menerima dan menyetujui pada tanggal duapuluh satu bulan Juni tahun seribu
sembilan ratus tujuh puluh enam Rekomendasi berikut, yang dapat disebut sebagai
Rekomendasi Tahun 1976 mengenai Konsultasi Tripartit (Kegiatan Organisasi
Perburuhan Internasional):
1. Dalam Rekomendasi ini, istilah “organisasi-organisasi perwakilan” (representative organizations) berarti organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja yang
paling representatif (paling mewakili pengusaha dan pekerja) yang menikmati
hak kebebasan berserikat.
2. (1) Setiap Anggota Organisasi Perburuhan Internasional hendaknya
menjalankan prosedur-prosedur untuk memastikan konsultasi yang efektif
sehubungan dengan hal-hal mengenai kegiatan-kegiatan Organisasi Perburuhan
Internasional sesuai dengan paragraf 5 hingga paragraf 7 Rekomendasi ini, antara
wakil-wakil pemerintah, pengusaha, dan pekerja.
(2) Sifat dan bentuk prosedur-prosedur sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) paragraf ini hendaknya ditetapkan sesuai dengan praktek perburuhan nasional
yang lazim di negara masing-masing, setelah dikonsultasikan dengan organisasiorganisasi perwakilan bilamana prosedur-prosedur tersebut belum disusun.
(3) Misalnya, konsultasi dapat dilakukan:
(a)
melalui suatu panitia yang secara khusus dibentuk untuk menangani masalahmasalah yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan Organisasi Perburuhan
Internasional;
(b) melalui suatu badan yang memiliki kesanggupan (kompetensi) umum dalam
bidang ekonomi, sosial, atau perburuhan;
(c)
92
melalui sejumlah badan yang memiliki tanggung jawab khusus dalam subyek
tertentu;
LAPORAN III(1B)-2000
Lampiran
(d) melalui komunikasi tertulis, bilamana mereka yang terlibat dalam prosedur
konsultasi setuju bahwa komunikasi tertulis memadai dan sudah sewajarnya
dilakukan.
3. (1) Wakil-wakil pengusaha dan pekerja, demi prosedur yang ditetapkan
dalam Rekomendasi ini, hendaknya dipilih secara bebas oleh organisasi-organisasi
perwakilan masing-masing.
(2) Pengusaha dan pekerja hendaknya terwakili secara berimbang dalam
badan-badan tempat konsultasi dilakukan.
(3) Melalui kerjasama dengan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja
yang berkepentingan, hendaknya diupayakan untuk memberikan pelatihan
sebagaimana seharusnya supaya para peserta prosedur konsultasi dapat
menjalankan fungsi masing-masing secara efektif.
4. Pihak berwenang hendaknya bertanggung jawab memberikan dukungan
administratif dan biaya bagi prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam
Rekomendasi ini, termasuk pembiayaan program-program pelatihan bilamana
perlu.
5. Maksud dari prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Rekomendasi ini
hendaknya berupa konsultasi-konsultasi:
(a) mengenai tanggapan pemerintah terhadap angket mengenai butir-butir agenda
Konperensi Perburuhan Internasional dan komentar pemerintah mengenai
naskah-naskah yang diusulkan untuk dibahas oleh Konperensi;
(b) mengenai usulan-usulan yang akan diajukan kepada instansi pemerintah yang
berwenang atau instansi-instansi pemerintah yang berwenang dalam kaitannya
dengan pengajuan Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi sesuai
dengan pasal 19 Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional;
(c) yang tunduk pada praktek perburuhan nasional yang lazim berlaku, mengenai
persiapan dan pelaksanaan upaya-upaya legislatif atau upaya-upaya lain
supaya Konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi perburuhan
internasional, terutama Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi (termasuk
upaya-upaya untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan mengenai konsultasi
LAPORAN III(1B)-2000
93
Konsultasi Tripartit
atau kolaborasi dengan wakil-wakil pengusaha dan pekerja) dapat terlaksana
dengan baik.
(d) mengenai pemeriksaan kembali Konvensi-konvensi dan rekomendasirekomendasi yang belum diratifikasi dan belum dijalankan, setiap jangka
waktu tertentu sebagaimana sewajarnya, guna mempertimbangkan langkahlangkah yang dapat diambil untuk mengupayakan pelaksanaan dan ratifikasi
Konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi tersebut sebagaimana
seharusnya;
(e)
mengenai pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari laporan-laporan yang akan
diberikan kepada Kantor Perburuhan Internasional menurut pasal 19 dan pasal
22 Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional;
(f)
usulan-usulan untuk secara resmi membatalkan Konvensi-konvensi yang telah
diratifikasi.
6. Pihak berwenang, setelah berkonsultasi dengan organisasi-organisasi
perwakilan, hendaknya menetapkan seberapa jauh prosedur-prosedur ini dapat
digunakan untuk maksud konsultasi mengenai hal-hal lain yang menjadi
kepentingan bersama, seperti:
(a)
persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan kerjasama teknik yang diikuti
oleh Organisasi Perburuhan Internasional;
(b) tindakan yang harus diambil sehubungan dengan resolusi-resolusi dan
kesimpulan-kesimpulan yang diambil oleh Konperensi Perburuhan
Internasional, konperensi-konperensi regional, panitia-panitia industrial, dan
pertemuan-pertemuan lain yang diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan
Internasional;
(c)
meningkatkan pengetahuan mengenai kegiatan-kegiatan Organisasi
Perburuhan Internasional sebagai unsur untuk digunakan dalam kebijakankebijakan dan program-program ekonomi dan sosial.
7. Guna memastikan bahwa hal-hal yang disebut dalam paragraf-paragraf
sebelumnya diberi pertimbangan yang memadai, konsultasi hendaknya dilakukan
dalam jangka waktu sebagaimana lazimnya, yang ditetapkan menurut perjanjian,
sekurang-kurangnya sekali setahun.
94
LAPORAN III(1B)-2000
Lampiran
8. Hendaknya diambil langkah-langkah yang sesuai dengan kondisi dan
praktek perburuhan nasional yang ada guna memastikan koordinasi antara prosedurprosedur yang ditetapkan dalam Rekomendasi ini dan kegiatan-kegiatan dari badanbadan nasional yang menangani masalah serupa.
9. Bilamana perlu, setelah berkonsultasi dengan organisasi-organisasi
perwakilan, pihak berwenang hendaknya mengeluarkan laporan tahunan mengenai
cara kerja prosedur yang ditetapkan dalam Rekomendasi ini.
LAPORAN III(1B)-2000
95
LAMPIRAN B
Rekomendasi No. 113
REKOMENDASI M ENGENAI KONSULTASI DAN K ERJASAMA ANTARA PIHAK
BERWENANG PUBLIK DAN ORGANISASI-ORGANISASI P ENGUSAHA DAN
PEKERJA PADA T INGKAT INDUSTRIAL DAN NASIONAL
Konperensi Umum Organisasi Perburuhan Internasional,
Setelah [para pesertanya] dikumpulkan di Jenewa oleh Badan Pengurus
Kantor Perburuhan Internasional, dan mengadakan Sidangnya yang ke
Empat puluh empat pada tanggal 1 Juni 1960, dan
Setelah memutuskan menerima dan menyetujui usulan-usulan tertentu
sehubungan dengan konsultasi dan kerjasama antara pihak-pihak
berwenang publik dan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja pada
tingkat industrial dan tingkat nasional, yang merupakan butir kelima
dalam agenda sidang, dan
Setelah menetapkan bahwa usulan-usulan tersebut harus berbentuk suatu
Rekomendasi,
menerima dan menyetujui pada tanggal duapuluh bulan Juni tahun seribu sembilan
ratus enam puluh Rekomendasi berikut yang disebut sebagai Rekomendasi Tahun
1960 mengenai Konsultasi (Pada Tingkat Industrial dan Nasional):
LAPORAN III(1B)-2000
97
Konsultasi Tripartit
1. (1) Hendaknya diambil langkah-langkah yang sesuai dengan kondisi
nasional yang ada untuk mengupayakan konsultasi dan kerjasama yang efektif
pada tingkat industrial maupun nasional antara pihak berwenang (pemerintah)
dan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja, dan juga antara organisasiorganisasi pengusaha dan organisasi-organisasi pekerja, sebagaimana dimaksud
dalam paragraf 4 dan 5 di bawah ini, mengenai hal-hal yang menjadi kepentingan/
keprihatinan bersama.
(2) Langkah-langkah tersebut hendaknya diambil tanpa diskriminasi apapun
terhadap atau di antara organisasi-organisasi sebagaimana dimaksud dalam butir
(1) berdasarkan ras, jenis kelamin, agama, aliran politik atau asal usul bangsa para
anggotanya.
2. Konsultasi dan kerjasama seperti itu hendaknya tidak mengurangi atau
membatasi kebebasan berserikat atau hak-hak yang dimiliki organisasi-organisasi
pengusaha dan pekerja termasuk hak berunding bersama.
3. Sesuai dengan tata cara, adat kebiasaan atau praktek yang lazim berlaku,
konsultasi dan kerjasama seperti itu hendaknya ditetapkan atau dipermudah:
(a) melalui aksi sukarela oleh organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja; atau
(b) melalui aksi oleh pemerintah atau pihak berwenang untuk memasyarakatkan
konsultasi dan kerjasama seperti itu; atau
(c)
melalui undang-undang atau peraturan; atau
(d) melalui kombinasi ketiganya.
4. Konsultasi dan kerjasama seperti itu hendaknya bertujuan meningkatkan
pengertian bersama dan hubungan baik antara pihak berwenang (pemerintah),
organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja, dan juga antara organisasi-organisasi
pengusaha dan organisasi-organisasi pekerja, dengan tujuan mengembangkan
perekonomian baik secara keseluruhan maupun secara individual pada masingmasing bagian, memperbaiki kondisi kerja dan meningkatkan standar kehidupan.
5. Secara khusus, konsultasi dan kerjasama seperti itu hendaknya memiliki
tujuan sebagai berikut:
(a)
98
supaya organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja bersama-sama
LAPORAN III(1B)-2000
Lampiran
mempertimbangkan hal-hal yang menjadi kepentingan/ keprihatinan bersama
dengan tujuan untuk sedapat mungkin mengusahakan tercapainya jalan keluar
atau solusi yang disepakati bersama; dan
(b) memastikan bahwa pihak berwenang (pemerintah) meminta pendapat, nasehat
dan bantuan dari organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja sebagaimana
seharusnya, mengenai hal-hal seperti:
(i)
persiapan dan pelaksanaan undang-undang dan peraturan yang
menyangkut kepentingan mereka;
(ii) pembentukan dan penetapan fungsi badan-badan nasional, seperti badanbadan yang bertanggung jawab atas pengorganisasian upaya-upaya
penciptaan lapangan kerja dan penempatan tenaga kerja, pelatihanpelatihan kejuruan dan pelatihan ulang, perlindungan perburuhan,
kesehatan dan keselamatan kerja, produktivitas, jaminan dan
kesejahteraan sosial; dan
(iii) penjabaran serta pelaksanaan rencana-rencana pengembangan ekonomi
dan sosial.
LAPORAN III(1B)-2000
99
LAMPIRAN C
RESOLUSI MENGENAI K ONSULTASI T RIPARTIT
PADA T INGKAT
1
TENTANG K EBIJAKAN EKONOMI DAN SOSIAL
NASIONAL
Konperensi Umum Organisasi Perburuhan Internasional, pada Sidangnya
yang ke 83 (1996),
Menimbang bahwa kerjasama tripartit memainkan peran penting dalam
struktur dan kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional, dan juga
dalam pengembangan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi dan sosial,
Menimbang bahwa kerjasama tripartit akhir-akhir ini telah menunjukkan
sejumlah perkembangan di banyak negara,
Setelah meneliti perkembangan-perkembangan tersebut berdasarkan Laporan
VI yang berjudul “Konsultasi tripartit pada tingkat nasional di bidang
kebijakan ekonomi dan sosial,”
Mengingat jiwa dan isi Deklarasi dan Program Aksi yang diterima dan
disetujui oleh Pertemuan Puncak Tingkat Dunia bagi Pengembangan
Sosial yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa di
Kopenhagen dari tanggal 6 Maret hingga 12 Maret 1995;
menerima dan menyetujui kesimpulan-kesimpulan berikut dan mengundang Badan
Pengurus Kantor Perburuhan Internasional untuk meminta Direktur Jenderal:
1
Diterima dan disetujui pada tanggal 19 Juni 1996.
LAPORAN III(1B)-2000
101
Konsultasi Tripartit
—
mengupayakan supaya kesimpulan-kesimpulan berikut mendapatkan
perhatian dari Negara-Negara Anggota dan organisasi-organisasi pengusaha
dan pekerja;
—
Menggunakan kesimpulan-kesimpulan ini sebagai bahan pertimbangan dalam
mempersiapkan kegiatan-kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional di
masa yang akan datang.
KESIMPULAN-KESIMPULAN MENGENAI
KONSULTASI TRIPARTIT PADA
TINGKAT NASIONAL TENTANG KEBIJAKAN EKONOMI DAN SOSIAL
1. Dalam kesimpulan-kesimpulan ini, istilah “kerjasama tripartit” diberi
pengertian luas dan mengacu pada semua urusan antara pemerintah dan organisasiorganisasi pengusaha dan pekerja mengenai perumusan dan pelaksanaan kebijakan
ekonomi dan sosial.
2. Kerjasama tripartit bukanlah akhir dari kerjasama itu sendiri. Kerjasama
tripartit pada dasarnya merupakan suatu cara kerjasama dengan tujuan:
(a)
mengupayakan perkembangan ekonomi dan keadilan sosial secara beriringan;
(b) merekonsiliasikan, bilamana perlu, tuntutan-tuntutan perkembangan ekonomi
dan tuntutan-tuntutan keadilan sosial.
3. Kerjasama tripartit yang bermakna dan efektif tidak dapat terlaksana tanpa
ekonomi pasar dan demokrasi. Kerjasama tripartit dapat menopang fungsi keduanya
(ekonomi pasar dan demokrasi) secara efektif. Kerjasama tripartit dapat ikut
membantu menopang kelangsungan fungsi ekonomi pasar secara efektif dengan
menangani konsekuensi-konsekuensi sosial yang ditimbulkannya (oleh ekonomi
pasar tersebut). Kerjasama tripartit juga dapat memperkokoh demokrasi dengan
mempersilakan mitra-mitra sosial, yang mewakili segmen-segmen penting dalam
populasi, untuk ikut ambil bagian dengan berbagai cara di dalam perumusan
kebijakan dan proses-proses pembuatan keputusan yang berkenaan dengan
kebijakan ekonomi dan sosial.
4. Meskipun dalam beberapa hal kerjasama tripartit ternyata tidaklah seefektif
seperti yang diinginkan oleh beberapa atau semua pihak, ada banyak bentuk lain
102
LAPORAN III(1B)-2000
Lampiran
kerjasama tripartit di berbagai wilayah dunia yang berbeda, yang secara umum
diakui efektif. Misalnya saja bentuk-bentuk kerjasama tripartit yang terjalin pada
tingkat nasional dan mencakup sejumlah besar masalah ekonomi dan sosial; bentukbentuk kerjasama tripartit yang terjalin pada tingkat sektoral, regional dan lokal;
begitu pula halnya dengan bentuk-bentuk kerjasama tripartit yang terbina pada
tingkat nasional sehubungan dengan subyek-subyek tertentu seperti keselamatan
dan kesehatan kerja. Karena kerjasama tripartit melibatkan mitra-mitra sosial
dalam proses perumusan kebijakan dan proses pembuatan keputusan, kerjasama
tripartit sering kali merupakan sarana yang positif untuk mencapai kompromikompromi yang dapat diterima oleh semua pihak, yang pada dasarnya merupakan
kompromi antara tuntutan-tuntutan ekonomi di satu sisi dan tuntutan-tuntutan sosial
di sisi lain. Karena sifatnya yang dapat diterima oleh semua pihak maka kompromikompromi seperti ini memiliki peluang paling besar untuk diwujudkan, sekaligus
meningkatkan perdamaian dan keselarasan sosial.
5. Perbedaan-perbedaan besar dapat muncul mengenai, misalnya, seberapa
penting kerjasama tripartit formal dan informal, seberapa penting hubungan industrial bipartit dan tripartit atau bahkan mengenai seberapa tajam pembedaan
yang ingin ditarik oleh masing-masing pihak antara bidang-bidang yang menjadi
kompetensi pihak berwenang (pemerintah) dan bidang-bidang yang menjadi
kompetensi mitra sosial. Kendati demikian, kerjasama tripartit merupakan
instrumen yang cukup fleksibel dan dapat beradaptasi dalam situasi-situasi yang
paling bervariasi asalkan masing-masing pihak mempunyai kemauan kuat untuk
melakukannya.
6. Dewasa ini, yang menjadi tantangan utama dalam kerjasama tripartit adalah
bagaimana memberikan kontribusi secara efektif terhadap upaya-upaya untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang timbul di banyak negara akibat semakin
parahnya kesulitan-kesulitan ekonomi dan globalisasi ekonomi, dan juga akibat
program-program penyesuaian struktural yang akhirnya menjadi suatu kebutuhan
karena terdorong oleh kedua hal tersebut (yakni kesulitan-kesulitan dan globalisasi
ekonomi). Mengingat hal ini merupakan masalah yang serius, maka pemecahannya
memerlukan penguatan kerjasama tripartit pada tingkat nasional dan pada tingkattingkat lain yang perlu. Salah satu peran inti kerjasama tripartit hendaknya
mengupayakan rekonsiliasi antara hal-hal yang dituntut oleh keadilan sosial dengan
LAPORAN III(1B)-2000
103
Konsultasi Tripartit
hal-hal yang menjadi tuntutan persaingan usaha dan perkembangan ekonomi.
Hendaknya diingat bahwa kerjasama tripartit sebaiknya dilakukan tidak hanya
sewaktu kondisi ekonomi sedang memburuk saja, tetapi juga sewaktu kondisi
ekonomi sedang menggairahkan.
7. Karena globalisasi ekonomi membatasi kemampuan masing-masing pihak
untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi dan sosial pada skala nasional, maka
kerjasama internasional dapat memberikan sumbangan untuk memecahkan
masalah-masalah ini. Kerjasama internasional ini hendaknya terutama ditujukan
untuk meminimalkan pengaruh-pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh globalisasi
ekonomi. Meskipun dijumpai banyak kesulitan untuk membentuk kerjasama seperti
itu, ada kebutuhan mendesak untuk mencari jalan dan menemukan cara untuk
menggalang kerjasama tersebut.
8. Kebutuhan supaya kerjasama tripartit beradaptasi dengan lingkungannya
tidaklah mengubah kenyataan bahwa berfungsinya kerjasama tripartit secara efektif
tergantung pada kondisi-kondisi tertentu yang bersifat mendasar. Pertama-tama,
adanya tiga pihak yang berbeda satu sama lain, yang sepenuhnya mandiri dan
tidak terikat/ bergantung satu sama lain, serta menjalankan fungsi yang berbeda
merupakan suatu keharusan yang mau tidak mau harus ada. Hal ini merupakan
prasyarat untuk menghormati hak berserikat sebagaimana ditetapkan dalam
Konvensi No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan
atas Hak Berorganisasi, dan Konvensi No. 98 Tahun 1949 mengenai Hak Berserikat
dan Berunding Bersama. Kedua, hal yang tak kalah pentingnya adalah bahwa
masing-masing pihak harus bersedia mengkaji masalah yang ada secara bersamasama dan mengupayakan jalan keluar yang mendatangkan manfaat timbal balik
bagi mereka semua dan bagi masyarakat nasional secara keseluruhan. Hal ini hanya
dapat terwujud apabila semua pihak bersedia melakukan dialog dengan rasa
tanggung jawab yang mendorong mereka memperjuangkan kepentingan yang lebih
besar daripada kepentingan masing-masing.
9. Kerjasama tripartit juga dapat berfungsi dengan baik apabila masing-masing
pihak cukup tangguh dalam menjalankan fungsi masing-masing secara efektif,
yakni apabila organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja benar-benar mandiri,
cukup representatif, dan bertanggung jawab kepada para anggotanya; apabila
mereka terstruktur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan komitmen yang
104
LAPORAN III(1B)-2000
Lampiran
diperlukan serta memastikan bahwa komitmen tersebut dapat diwujudkan; dan
apabila mereka memiliki kemampuan teknik dan pengetahuan untuk menangani
subyek yang dibahas. Yang juga tidak kalah pentingnya adalah perimbangan
kekuatan yang wajar di antara ketiga pihak tersebut. Negara, dalam hal ini
pemerintah, berperan penting mengupayakan keberhasilan kerjasama tripartit.
10. Di sejumlah negara, keberadaan kerangka pendukung kelembagaan dan
prosedural sangat membantu – dan kadang-kadang sangat penting bagi –
berfungsinya kerjasama tripartit secara efektif dan, dalam beberapa hal, bagi
munculnya dan identifikasi organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja.
11. Untuk meningkatkan kerjasama tripartit, Organisasi Perburuhan
Internasional hendaknya menggunakan segala cara yang layak dan mengambil
langkah-langkah yang tepat, termasuk inisiatif-inisiatif berikut:
(a) mendorong ratifikasi dan atau pelaksanaan secara efektif Konvensi No. 144
Tahun 1976 tentang Konsultasi Tripartit (Standar Perburuhan Internasional);
Rekomendasi No. 152 Tahun 1976 tentang Konsultasi Tripartit (Kegiatan
Organisasi Perburuhan Internasional); dan Rekomendasi No. 113 Tahun 1960
tentang Konsultasi (Tingkat Industrial dan Nasional);
(b) memperbesar kemauan pemerintah, organisasi-organisasi pengusaha dan
organisasi-organisasi pekerja untuk menggunakan kerjasama tripartit;
(c) memasyarakatkan kerjasama tripartit pada tingkat nasional dan tingkat-tingkat
lain yang sesuai. Upaya-upaya di bidang ini hendaknya terutama diarahkan
untuk memastikan tercapainya kondisi-kondisi yang perlu bagi berfungsinya
kerjasama tripartit yang baik. Dalam kaitan ini, perlu diberikan perhatian
khusus kepada upaya-upaya pengumpulan, evaluasi dan penyebarluasan
informasi, upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, dan
menawarkan bantuan guna memperkokoh kemampuan pemerintah dan
organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja untuk berpartisipasi secara
efektif dalam kerjasama tripartit.
(d) Menjalankan, sesuai dengan harapan yang dinyatakan oleh Pertemuan Puncak
Kopenhagen yang menyerukan kerjasama internasional, peran istimewa yang
diberikan kepadanya berdasarkan “mandat, dan struktur serta keahlian
tripartit” yang dimilikinya. Sehubungan dengan ini, upaya mencari cara dan
LAPORAN III(1B)-2000
105
Konsultasi Tripartit
jalan yang dapat digunakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional untuk
menjalankan amanat ini merupakan hal mendesak yang harus segera
dilakukan. Organisasi Perburuhan Internasional hendaknya menjalin
hubungan yang lebih intensif dan mengembangkan kerjasama dengan Bank
Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), Organisasi Perdagangan Dunia
(WTO) dan badan-badan internasional lainnya supaya mereka menjadi lebih
peka terhadap konsekuensi-konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan.
Organisasi Perburuhan Internasional hendaknya juga meningkatkan upayaupaya yang ditujukan untuk meyaknikan Bank Dunia dan Dana Moneter
Internasional akan kebutuhan untuk berkonsultasi dengan mitra-mitra sosial
secara nasional mengenai usulan program penyesuaian struktural dan
mendorong penggunaan kerjasama tripartit dalam proses perumusan kebijakan
dan proses pengambilan keputusan. Organisasi Perburuhan Internasional juga
hendaknya membantu mitra-mitra sosial nasional sewaktu konsultasi
berlangsung, apabila diminta.
106
LAPORAN III(1B)-2000
LAMPIRAN D
RATIFIKASI K ONVENSI NO. 144 TAHUN 1976 TENTANG KONSULTASI
TRIPARTIT (S TANDAR P ERBURUHAN INTERNASIONAL)
Tanggal berlakunya Konvensi: 16 Mei 1978
Negara
Albania
Algeria
Argentina
Australia
Austr ia
Azerbaijan
Kep. Bahama
Bangladesh
Barbados
Belarus
Belgia
Botswana
Brazil
Bulgaria
Burundi
Chad
LAPORAN III(1B)-2000
Ratifikasi
didaftar tgl:
30-6-1999
12-7-1993
13-4-1987
11-6-1979
2-3-1979
12-8-1993
16-8-1979
17-4-1979
6-4-1983
15-9-1993
29-10-1982
5-6-1997
27-9-1994
12-6-1998
10-10-1997
7-1-1998
Negara
Cile
Cina
Kolombia
Kongo
Kosta Rika
Pantai Gading
Siprus
Denmark
Rep. Dominika
Ekuador
Mesir
El Salvador
Estonia
Fiji
Finlandia
Perancis
Ratifikasi
didaftar tgl:
27-7-1992
2-11-1990
9-11-1999
26-11-1999
29-7-1981
5-6-1987
28-6-1977
6-6-1978
15-6-1999
23-11-1979
25-3-1982
15-6-1995
22-3-1994
18-5-1998
2-10-1978
8-6-1982
107
Konsultasi Tripartit
Negara
Gabon
Jerman
Yunani
Grenada
Guatemala
Guinea
Guyana
Hungaria
Eslandia
India
Indonesia
Irak
Irlandia
Italia
Yamaika
Kenya
Republik Korea
Latvia
Lesotho
Madagaskar
Malawi
Maur itius
Meksiko
Rep. Moldova
Mongolia
Mosambik
Namibia
Nepal
Belanda
Selandia Baru
Nikaragua
108
Ratifikasi
didaftar tgl:
6-12-1988
23-7-1979
28-8-1981
25-10-1994
13-6-1989
16-10-1995
10-1-1983
4-1-1994
30-6-1981
27-2-1978
17-10-1990
11-9-1978
22-6-1979
18-10-1979
23-10-1996
6-6-1990
15-11-1999
25-7-1994
27-1-1998
22-4-1997
1-10-1986
14-6-1994
28-6-1978
12-8-1996
10-8-1998
23-12-1996
3-1-1995
21-3-1995
27-7-1978
5-6-1987
1-10-1981
Negara
Niger ia
Norwegia
Pakistan
Filipina
Polandia
Portugal
Romania
San Marino
Sao Tome dan Principe
Sierra Leone
Slovakia
Spanyol
Sri Lanka
Sur iname
Swasilan
Swedia
Rep. Arab Suriah
Tansania
Togo
Trinidad dan Tobago
Turki
Uganda
Ukraina
Inggris
Amer ika Serikat
Uruguai
Venezuela
Zambia
Zimbabwe
Total ratifikasi
Ratifikasi
didaftar tgl:
3-5-1994
9-8-1977
25-10-1994
10-6-1991
15-3-1993
9-1-1981
9-12-1992
23-5-1985
17-6-1992
21-1-1985
10-2-1997
13-2-1984
17-3-1994
16-11-1979
5-6-1981
16-5-1977
28-5-1985
30-5-1983
8-11-1983
7-6-1995
12-7-1993
13-1-1994
16-5-1994
15-2-1977
15-6-1988
22-5-1987
17-6-1983
4-12-1978
14-12-1989
93
LAPORAN III(1B)-2000
LAMPIRAN E
TABEL LAPORAN TENTANG PELAKSANAAN KONVENSI NO. 144 TAHUN
1976 MENGENAI KONSULTASI TRIPARTIT (STANDAR PERBURUHAN
INTERNASIONAL) DAN TENTANG REKOMENDASI NO. 152 T AHUN 1976
MENGENAI KONSULTASI TRIPARTIT (KEGIATAN ORGANISASI
PERBURUHAN INTERNASIONAL)
(Artikel 19 Konstitusi)
Artikel 19 Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional menetapkan bahwa
Anggota-anggota hendaknya “melapor kepada Direktur Jenderal Kantor
Perburuhan Internasional, menurut jangka waktu sebagaimana diminta oleh Badan
Pengurus, mengenai posisi undang-undang dan praktek perburuhan sehubungan
dengan hal-hal yang menjadi pokok Konvensi-konvensi dan Rekomendasirekomendasi di bidang perburuhan yang belum diratifikasi. Hal-hal yang berkaitan
dengan Konvensi dan yang menjadi kewajiban Negara-Negara Anggota dijabarkan
dalam ayat 5(e) pasal tersebut di atas. Ayat 6(d) membahas Rekomendasi. Ayat
7(a) dan 7(b) membahas kewajiban-kewajiban khusus Negara-Negara federal. Pasal
23 Konstitusi menetapkan bahwa sebelum pertemuan Konperensi berikutnya,
Direktur Jenderal wajib memberikan ikhtisar laporan yang disampaikan kepadanya
oleh Negara-Negara Anggota sesuai dengan pasal 19, dan bahwa setiap Negara
Anggota wajib menyampaikan salinan laporan-laporan tersebut kepada organisasiorganisai perwakilan pengusaha dan pekerja.
Pada Sidangnya yang ke 218 pada bulan November 1981, Badan Pengurus
LAPORAN III(1B)-2000
109
Konsultasi Tripartit
memutuskan untuk tidak melanjutkan publikasi ikhtisar laporan mengenai
Konvensi-konvensi yang belum diratifikasi beserta Rekomendasi-rekomendasinya,
dan memutuskan untuk menerbitkan hanya daftar laporan-laporan yang telah
diterima, dengan pemahaman bahwa Direktur Jenderal akan menunjukkan untuk
konsultasi kepada Konperensi semua laporan asli yang telah diterimanya dan bahwa
salinan dari laporan-laporan itu akan diberikan kepada anggota-anggota delegasi
yang memintanya.
Pada Sidangnya yang ke 267 pada bulan November 1996, Badan Pengurus
menyetujui upaya-upaya baru untuk melakukan rasionalisasi dan penyederhanaan.
Sejak itu, laporan-laporan yang diterima berdasarkan pasal 19 Konstitusi
muncul dalam bentuk yang telah disederhanakan dalam tabel yang dilampirkan
pada Laporan III (Bagian 1B) Panitia Ahli mengenai Pelaksanaan Konvensi dan
Rekomendasi (Committee of Experts on the Application of Conventions and Recommendations).
Permintaan-permintaan untuk melakukan konsultasi dan memperoleh salinan
laporan-laporan tersebut ditujukan kepada sekretariat Panitia Penerapan Standar
(Committee on the Application of Standards).
Laporan-laporan tersebut, yang dilampirkan dalam daftar di bawah ini,
mengacu pada pelaksanaan Konvensi No. 144 Tahun 1976 mengenai Konsultasi
Tripartit (Standar Perburuhan Internasional) dan Rekomendasi No. 152 Tahun
1976 mengenai Konsultasi Tripartit (Kegiatan Organisasi Perburuhan
Internasional).
110
LAPORAN III(1B)-2000
Lampiran
Negara Anggota
Konvensi 144
Rekomendasi 152
Afganistan
Albania
sudah ratifikasi
Algeria
sudah ratifikasi
Angola
X
X
sudah ratifikasi
X
Australia
sudah ratifikasi
X
Austr ia
sudah ratifikasi
X
Azerbaijan
sudah ratifikasi
Kep. Bahamas
sudah ratifikasi
Antigua dan Barbuda
Argentina
Armenia
Bahrain
X
X
Bangladesh
sudah ratifikasi
X
Barbados
sudah ratifikasi
X
Belarus
sudah ratifikasi
X
Belgia
sudah ratifikasi
X
Belize
X
X
Benin
X
X
Bolivia
X
X
Bosnia dan Hercegovina
Botswana
sudah ratifikasi
Brasilia
sudah ratifikasi
X
Bulgaria
sudah ratifikasi
X
Burkina Faso
Burundi
sudah ratifikasi
Kamboja
X
X
Kamerun
Kanada
X
X
Cape Verde
X
X
Republik Afrika Tengah
Chad
sudah ratifikasi
Cile
sudah ratifikasi
LAPORAN III(1B)-2000
X
111
Konsultasi Tripartit
Negara Anggota
Cina
Kolombia
Konvensi 144
Rekomendasi 152
sudah ratifikasi
X
X/ sudah ratifikasi
X
Komoro
Kongo
sudah ratifikasi
Kosta Rika
sudah ratifikasi
Pantai Gading
sudah ratifikasi
X
Kroasia
X
X
Kuba
X
X
Siprus
sudah ratifikasi
Republik Ceko
X
X
sudah ratifikasi
X
X/ sudah ratifikasi
X
sudah ratifikasi
X
Republik Demokratik Kongo
Denmark
Jibouti
Dominika
Republik Dominika
Ekuador
Mesir
sudah ratifikasi
El Salvador
sudah ratifikasi
X
sudah ratifikasi
X
Guinea Ekuatorial
Eritrea
Estonia
Etiopia
Fiji
sudah ratifikasi
Finlandia
sudah ratifikasi
Perancis
sudah ratifikasi
Gabon
sudah ratifikasi
X
sudah ratifikasi
X
Yunani
sudah ratifikasi
X
Grenada
sudah ratifikasi
Guatemala
sudah ratifikasi
X
Gambia
Georgia
Jerman
Ghana
112
X
LAPORAN III(1B)-2000
Lampiran
Negara Anggota
Guinea
Konvensi 144
Rekomendasi 152
sudah ratifikasi
Guinea Bissau
Guyana
sudah ratifikasi
X
Haiti
Honduras
X
X
Hungaria
sudah ratifikasi
X
Eslandia
sudah ratifikasi
India
sudah ratifikasi
X
Indonesia
sudah ratifikasi
X
Republik Islam Iran
Irak
sudah ratifikasi
Irlandia
sudah ratifikasi
Israel
X
X
Italia
sudah ratifikasi
X
Yamaika
sudah ratifikasi
Jepang
X
X
Yordania
X
X
Kazakhstan
X
X
Kenya
Republik Korea
Kuwait
sudah ratifikasi
X
X /sudah ratifikasi
X
X
X
Kirgistan
Republik Demokratik Rakyat Laos
Latvia
sudah ratifikasi
Lebanon
X
X
Lesotho
sudah ratifikasi
X
sudah ratifikasi
X
Liberia
Libya Arab Jamahir iya
Lituania
Luksemburg
X
X
Madagaskar
sudah ratifikasi
X
Malawi
sudah ratifikasi
Malaysia
LAPORAN III(1B)-2000
X
X
113
Konsultasi Tripartit
Negara Anggota
Konvensi 144
Rekomendasi 152
Maur itius
sudah ratifikasi
X
Meksiko
sudah ratifikasi
X
Republik Moldova
sudah ratifikasi
Mongolia
sudah ratifikasi
Mali
Malta
Mauritania
Maroko
X
X
Mosambik
sudah ratifikasi
X
Myanmar
X
X
Namibia
sudah ratifikasi
Nepal
sudah ratifikasi
Belanda
sudah ratifikasi
Selandia Baru
sudah ratifikasi
Nikaragua
sudah ratifikasi
X
Niger
Nigeria
sudah ratifikasi
Norwegia
sudah ratifikasi
Oman
Pakistan
X
X
X
sudah ratifikasi
X
Panama
X
X
Papua Nugini
X
X
Paraguai
Peru
X
X
Filipina
sudah ratifikasi
X
Polandia
sudah ratifikasi
X
Portugal
sudah ratifikasi
X
Qatar
Romania
X
X
sudah ratifikasi
X
Federasi Rusia
Rwanda
Saint Kitts dan Nevis
Santa Lusia
114
LAPORAN III(1B)-2000
Lampiran
Negara Anggota
Konvensi 144
Rekomendasi 152
Saint Vincent dan Grenadine
San Marino sudah ratifikasi
Sao Tome dan Principe
Saudi Arabia
X
sudah ratifikasi
X
X
X
X
Senegal
Seychelles
Sierra Leone
Singapura
sudah ratifikasi
X
Slovakia
sudah ratifikasi
Slovenia
X
X
X
Kep. Solomon
Somalia
Afrika Selatan
X
Spanyol
sudah ratifikasi
X
Sri Lanka
sudah ratifikasi
X
Suriname
sudah ratifikasi
X
Swasilan
sudah ratifikasi
Swedia
sudah ratifikasi
X
X
X
sudah ratifikasi
X
Sudan
Swis
Republik Arab Sur iah
Tajikistan
Republik Uni Tanzania
Thailand
sudah ratifikasi
X
X
Mantan Republik Yugoslavia
Togo
sudah ratifikasi
X
Trinidad dan Tobago
sudah ratifikasi
X
Tunisia
Turki
X
X
sudah ratifikasi
X
Turkmenistan
Uganda
sudah ratifikasi
Ukraina
sudah ratifikasi
X
X
X
Uni Emirat Arab
LAPORAN III(1B)-2000
115
Konsultasi Tripartit
Negara Anggota
Konvensi 144
Rekomendasi 152
Inggris
sudah ratifikasi
X
Amerika Serikat
sudah ratifikasi
X
Uruguai
sudah ratifikasi
X
Uzbekistan
Venezuela sudah ratifikasi
X
Viet Nam
X
Yemen
X
Zambia
sudah ratifikasi
Zimbabwe sudah ratifikasi
X
X
X
X = laporan diterima.
Catatan: Di samping laporan-laporan yang telah diterima tersebut, sebanyak 18 laporan juga telah
diterima dari wilayah-wilayah teritorial non-metropolitan (bukan negara ibu) sebagai ber ikut: wilayahwilayah jajahan Inggris meliputi Anguilla, Ber muda, Kepulauan Virginia Ingg ris (Br itish Virgin Islands),
Kepulauan Falkland (Malvinas), Gibraltar, Guernsey, Isle of Man, Jersey, St. Helena.
116
LAPORAN III(1B)-2000
LAMPIRAN F
UNDANG-UNDANG YANG DIJADIKAN ACUAN KAJIAN
Referensi-referensi berikut ini terbatas pada naskah undang-undang yang
dijadikan acuan dalam Kajian dan memuat ketentuan-ketentuan yang berkaitan
dengan hal-hal yang dicakup oleh Konvensi 144 atau Rekomendasi 152.
Berdasarkan informasi yang diberikan dalam laporan-laporan yang telah diterima,
referensi-referensi tersebut dikutip tanpa prasangka adanya ketentuan-ketentuan
seperti itu di negara-negara lain, dan juga tidak harus mencakup seluruh
perundangan-undangan nasional yang relevan. Selain itu, referensi-referensi
terhadap undang-undang tersebut sama sekali tidak menyiratkan bahwa pelaksanaan
Konvensi 144 dan Rekomendasi 152 menuntut diterima dan disetujuinya undangundang serupa karena, sebagaimana dicatat oleh Panitia dalam Kajian yang
dilakukannya, instrumen perburuhan internasional juga dapat dilaksanakan melalui
perjanjian-perjanjian atau hukum adat atau praktek-praktek perburuhan yang lazim
berlaku (ayat 48 hingga ayat 51 Kajian).
Angola
— Dekrit No. 50/91 tanggal 6 Agustus 1991 mengenai pembentukan Panitia
ILO Nasional.
LAPORAN III(1B)-2000
117
Konsultasi Tripartit
Argentina
—
Perintah Menteri Perburuhan dan Keamanan Sosial No. 990 tanggal 22 September 1990 mengenai pembentukan Panitia Konsultasi Tripartit untuk
Meningkatkan Pelaksanaan Standar Perburuhan Internasional.
Kosta Rika
—
Dekrit No. 27272-MTSS tanggal 20 Agustus 1998 yang mengeluarkan
peraturan-peraturan mengenai prosedur Dewan Agung Perburuhan.
Pantai Gading
—
Perintah Menteri Lapangan Kerja dan Pelayanan Publik No. 834/EFP/CAB.1
tanggal 26 Januari 1995 mengenai pembentukan Panitia Tripartit untuk
menangani urusan-urusan ILO.
Republik Ceko
—
Undang-undang Komisi Kerjasama dengan ILO, diterima dan disetujui secara
bersama oleh Menteri Tenaga Kerja dan Sosial dan Menteri Luar Negeri
pada tahun 1993.
Mesir
—
Perintah Menteri No. 111 tahun 1982 mengenai pembentukan Panitia
Konsultasi Tripartit Permanen untuk kegiatan-kegiatan ILO.
Finlandia
—
Dekrit No. 851/77 tanggal 24 November 1977 mengenai Panitia Penasehat
ILO Finlandia.
Perancis
—
Perintah Menteri Sosial dan Solidaritas Nasional tanggal 18 November 1982
mengenai pembentukan Panitia Penasehat ILO.
118
LAPORAN III(1B)-2000
Lampiran
Yunani
— Dekrit Presiden No. 296 tanggal 4 Juli 1991 mengenai Prosedur Peningkatan
Pelaksanaan Standar Perburuhan Internasional.
Guatemala
—
Perintah No. 93-95 Menteri Tenaga Kerja dan Perlindungan Sosial mengenai
pembentukan Panitia Tripartit untuk menangani Masalah-masalah Perburuhan
Internasional.
Irak
—
Perintah Menteri Tenaga Kerja No. 759 tanggal 17 Agustus 1983 mengenai
pembentukan Panitia Konsultasi Tripartit Nasional yang membidangi
Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi Perburuhan Internasional.
Kuwait
—
Perintah Menteri Sosial dan Tenaga Kerja No. 114 tahun 1996 mengenai
pembentukan Panitia Studi Standar dan Konvensi Perburuhan.
Lesotho
—
Perintah Undang-undang Perburuhan No. 24 Tahun 1992.
Malawi
—
Keputusan tanggal 9 Agustus 1985 mengenai pembentukan Panitia Tripartit
yang membidangi ratifikasi Konvensi ILO.
Namibia
—
Undang-undang Tenaga Kerja tanggal 13 Maret 1992 (ILO: Dokumendokumen hukum perburuhan, 1992/2).
LAPORAN III(1B)-2000
119
Konsultasi Tripartit
Polandia
—
Peraturan Perdana Menteri No. 1 tanggal 5 Januari 1990 mengenai
pembentukan Panitia Tripartit Polandia untuk Kerjasama dengan ILO.
Romania
—
Hukum tahun 1997 mengenai Pengorganisasian dan Pemfungsian Dewan
Ekonomi dan Sosial.
San Marino
—
Keputusan No. 20 tanggal 21 Juli 1983 Konggres Negara mengenai
keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan ILO.
Swasilan
—
Undang-undang Lapangan Kerja No. 5 tanggal 26 September 1980.
Swedia
—
Peraturan/ Ordonansi tanggal 8 Desember 1977 mengenai tata tertib bagi
Panitia ILO.
Republik Arab Suriah
—
Perintah Menteri Sosial dan Tenaga Kerja No. 1214 tanggal 30 Oktober 1995.
Trinidad dan Tobago
—
Keputusan Kabinet tanggal 16 Mei 1996 mengenai pembentukan Panitia
Konsultasi Tripartit “144”.
Ukraina
—
Dekrit Presiden tanggal 27 April 1993 yang mengeluarkan Peraturan Dewan
Nasional untuk Kemitraan Sosial.
120
LAPORAN III(1B)-2000
Lampiran
Amerika Serikat
— Perintah Eksekutif No. 12216 tanggal 18 Juni 1980 mengenai pembentukan
Panitia Presiden tentang ILO.
Uruguai
—
Perintah Menteri Tenaga Kerja dan Keamanan Sosial tanggal 11 Maret 1985.
LAPORAN III(1B)-2000
121
ISBN 92-2-811508-4
Download