PERAN TEORI QIRA`AT DALAM MEMAHAMI AYAT RELASI GENDER

advertisement
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
Website : http://e-journal.stain-pekalongan.ac.id/index.php/Muwazah
PERAN TEORI QIRA’AT
DALAM MEMAHAMI AYAT RELASI GENDER
Ahmad Muttaqin
Pondok Pesantren. Al-Junaidiyah, Bone Sulawesi
Email: [email protected]
Abstract : Al-Quran at the first time was sent down to transform the bias gender relation. In relation
to this, it is necessary to let the Quranic verses to talk about gender itself by using the variant
readings (Qira’at) of the Al-Quran. This paper aims to built the argument how important the qira’at
is to understand the verses talking about gender. For example, this will analyze the Q.S. Al-Nisa’ (4):
19. This concludes that variant readings (qira’at) contributes to understand the Quran thematically
and contextually. Second, using the qira’at in Q.S. Al-Nisa’ (4): 19, we understand how to position
the women more respectfully.
Keywords: Qira’at, Gender, Thematic-Contextual
Abstrak: Al-Quran pada saat pertama diturunkan untuk mengubah hubungan bias gender.
Sehubungan dengan ini, perlu untuk membiarkan ayat-ayat Al-Quran berbicara tentang gender itu
sendiri dengan menggunakan bacaan varian (Qira'at) dari Al-Quran. Paper ini bertujuan untuk
membangun argumen tentang pentingnya Qira'at untuk memahami ayat-ayat Al-Quran berbicara
tentang gender. Misalnya, analisis Q.S. Al-Nisa '(4): 19, dengan kesimpulan bahwa varian bacaan
(Qira'at) memberikan kontribusi untuk memahami Quran tematis dan kontekstual dan menggunakan
Qira'at dalam Q.S. Al-Nisa '(4): 19, bisa memahami posisi kaum perempuan dengan lebih terhormat.
Kata kunci: Qira’at, Gender, Tematik-Kontekstual
1. PENDAHULUAN
Quran melakukan transformasi dan reformasi
Penafsiran tidak terlepas dari bias
untuk menghapuskan bias dalam keadilan
ideologi sang penafsir. Konstruk sosial dan
gender. Hal ini dapat dilihat dari usaha Al-
budaya
turut
Quran yang menyinggung persoalan rumah
membentuk hasil penafsiran ketika menafsiran
tangga, perkawinan, warisan dan persoalan
Al-Quran. Tidak terkecuali budaya patriarkal.
lain
Budaya patriarkal adalah sebuah budaya yang
perempuan. Oleh karenanya, Al-Quran pada
mengunggulkan
masa sekarang harus tetap dibiarkan untuk
di
mana
penafsir
posisi
hidup
laki-laki
di
atas
yang
terkait
relasi
laki-laki
dan
perempuan. Ketika menafsiran Al-Quran para
menyuarakan
penafsir yang hidup pada masa tersebut, jika
memberikan ruang kepada dirinya. Untuk itu,
tidak
akan
sebagai upaya memahami semangat Al-Quran
keterpengaruhan worldview-nya, maka produk
dalam menghapuskan ketim-pangan gender
penafsirannya sangat mungkin mengandung
pada masa ia diturunkan, seorang penafsir
bias gender.
harus mempertimbangkan ragam qira’at untuk
memiliki
kesadaran
Al-Quran sendiri sejak pertama turun
keadilan
gender
dengan
kemudian dikonteks-tualisasikan pada masa
sangat memperjuangkan keadilan gender. Al-
14 |
Peran Teori Qira’at dalam Memahami Ayat Relasi Gender (Ahmad Muttaqien)
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
sekarang. Qira’at dan Al-Quran tidak dapat
yang tak dapat dipisahkan. Al-Quran tanpa
dipisahkan antara satu dengan lainnya.
qira’at tidak mungkin menjadi bacaan. Ini
Posisi ragam qira‘at dalam sebuah
berarti qira‘at pada dasarnya adalah wahyu
penafsiran sering dijadikan bahan untuk
sama dengan Al-Quran itu sendiri. Ragam
menafsiran sebuah ayat. Dalam tafsir bercorak
qira’at tersebut diturunkan kepada Nabi.
fiqih misalnya, qira‘at kerap kali mewarnai
Qira’at yang berderajat mutawatir adalah Al-
hasil olah pemikiran para penafsir. Qira‘at
Quran, sedangkan yang tidak sampai kepada
sendiri merupakan ragam bacaan Al-Quran
derajat mutawatir, tidak termasuk kategori
yang telah dipraktekkan oleh Nabi maupun
qira’at maupun Al-Quran. Karenanya, dalam
para Sahabat.
menafsirkan Al-Quran, qira‘at mutawatirah
Berangkat dari latar belakang di atas,
bukan lagi harus diposisikan sebagai sumber
tulisan ini secara spesifik akan menawarkan
sekunder, tetapi menjadi sumber utama atau
ragam qira‘at dalam penafsiran ayat relasi
bahkan objek penafsiran itu sendiri.
gender. Oleh karena-nya, rumusan masalah
Salah satu metode penafsiran Al-
yang akan dijawab dalam makalah ini ada dua.
Quran adalah metode tematik atau maudu’i.
Pertama, bagaimana peran ragam qira’at
Metode ini berangkat dari Al-Quran yufassiru
dalam memahami ayat Al-Quran. Kedua,
ba’d}uhu ba’d}an. Artinya, metode tematik
bagai-mana penafsiran ayat-ayat relasi gender
mengarah pada tema tertentu kemudian
dengan menggunakan ragam qira’at.
mencari pandangan Al-Quran mengenai tema
tersebut dengan cara menghimpun semua ayat
2. PEMBAHASAN
yang membicarakannya, menganalisis, dan
2.1. Sumbangsih Ragam Qira‘at dalam Kajian
memahami ayat demi ayat (Shibab, 2013,
Tematik-Kontekstual.
Selama
penafsir
selangkah lebih maju ke arah penafsiran Al-
memposisikan qira‘at sebagai salah satu
Quran yang lebih mempertimbangkan faktor
sumber dalam menafsirkan ayat Al-Quran. Hal
maqasid (purposeful). Metode memahami Al-
tersebut dapat dilihat dalam kitab-kitab tafsir
Quran dengan tematik, prinsip dan nilai yang
bercorak fiqih yang menggunakan ragam
lebih tinggi berangkat dari anggapan bahwa
qira‘at untuk mengoksplorasi implikasi hukum
Al-Quran adalah keseluruhan yang menyatu
dari keragaman qira‘at terhadap ayat tersebut.
(Auda, 2007, h. 132).
Al-Quran
ini,
h.385.). Metode ini, menurut Jasser Auda,
adalah
sebagian
kalam
Tuhan
yang
Agak berbeda dengan di atas, kajian
diturunkan kepada Nabi Muhammad secara
tematik dalam hal ini adalah bagaimana
mutawatir. Sedangkan qira’at adalah cara baca
keragaman qira‘at dalam satu ayat digunakan
atau pengucapan. Walaupun kedua istilah ini
untuk melihat pesan ayat tersebut. Keragaman
terkesan berbeda, namun pada hakikatnya
qira‘at adalah wahyu. Karenanya, keragaman
antara keduanya seperti dua sisi mata koin
ini perlu dilihat untuk menentukan pesan
Peran Teori Qira’at dalam Memahami Ayat Relasi Gender (Ahmad Muttaqien)
| 15
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
umum yang yang ingin disampaikan ayat
Dasar dari pandangan ini adalah hadis riwayat
tersebut dari berbagai bacaan yang telah
‘Ubaid bin Ka’ab yang menyatakan Nabi
dilegalkan oleh Nabi. Ketika qira‘at tersebut
memohon sampai empat kali agar umatnya
terverifikasi berasal dari Nabi, maka qira‘at
diberi kemudahan dalam membaca Al-Quran.
tersebut adalah bagian dari Al-Quran sendiri.
Kemudian
Maka memahami ayat dengan menggunakan
membaca Al-Quran dengan tujuh huruf dan
ragam qira‘at yang meliputinya adalah bagian
huruf manapun yang dibaca adalah benar.
dari usaha memberikan ruang kepada Al-
Hadis-hadis ini diriwayatkan dalam S{ah}ih}
Quran untuk berbicara dengan sendirinya.
Muslim no. 1943, Sunan Abu Daud no. 1480,
baru,
Jibril
menyampaikan
untuk
Sebenarnya gagasan ini bukan hal
Sunan al-Nasa’i no. 939, Musnad Ah}mad no.
sebab
21210, 21214.
praktik
penafsiran
dengan
menggunakan qira’at telah diaplikasikan oleh
Selain itu terdapat hadis-hadis yang
para sahabat. Keragaman qira’at, sebagaimana
menceritakan
yang diungkap oleh Abdul Mustaqim, telah
Muhammad.
menjadi salah satu sumber penafsiran di era
bahwa saya diutus kepada umat yang ‘ummi.
sahabat. Qira‘at dengan qira’at yang lain bisa
Di antara mereka ada orang tua dan orang
saling
lemah yang belum pernah membaca kitab
memperjelas
kandungan
ayat(
Mustaqim, 2012), h. 61).
Lantas
sekalipun.
kemudian
Kemudian
Jibril
Nabi
mengatakan
mengatakan
bisa
sesungguhnya Al-Quran diturunkan dengan
di
atas?
tujuh huruf. Hadis-hadis ini terdapat dalam
mempertimbangkan
Sunan al-Tirmiz\i no. 2944, Musnad Ah}mad
berbagai qira’at akan mampu memberikan
no. 21242, 23446 dan 23494. Pada hadis lain,
pemahaman yang lebih komprehensif. Jika
Nabi menyatakan di antara umatnya ada orang
beberapa penafsir masih memposisikan qira’at
ummi, anak-anak dan tua renta yang belum
adalah pilihan; mana yang lebih tepat dan
pernah membaca kitab sebelumnya (Athaillah,
sesuai, maka kajian tematik ini memposisikan
, 2010, h. 176.). Beragam hadis di atas
ragam qira’at dalam satu ayat sebagai satu
menunjukkan
kesatuan
bacaan sab’ah ah}ruf bertujuan untuk memberi
Penafsiran
dari
dengan
yang
apa
Nabi
mendatangi
yang
dikembangkan
tawaran
Jibril
penjelasan
saling
berhubungan
(wholeness). Kesemua qira’at yang muncul
dalam lingkup sebuah ayat harus menjadi
bahwa
fleksibilitas
dalam
kemudahan.
Abdullah
Saeed(2006,
h.
69-76),
pertimbangan untuk menarik signifikansi ayat
memberikan
dari berbagai qira’at tersebut.
fleksibilitas dalam bacaan Al-Quran adalah
penjelasan
bahwa
fenomena
Bagi sebagian orang, kemunculan
lampu hijau untuk mendekati pemahaman Al-
ragam qira‘at masih dianggap sebatas media
Quran dengan berbagai cara yang berbeda.
untuk
dalam
Nabi melegalkan perbedaan pengucapan tentu
pengucapan Al-Quran bagi bangsa Arab dulu.
agar sahabat dan umat Islam pada waktu itu
16 |
memberikan
kemudahan
Peran Teori Qira’at dalam Memahami Ayat Relasi Gender (Ahmad Muttaqien)
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
mudah dalam membaca Al-Quran. Oleh
meliputi perbedaan komposisi kimia dan
karenanya, bisa saja hikmah dibalik fenomena
hormon
itu ditarik dalam ranah interpretasi Al-Quran
reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya (
bahwa Al-Quran bisa saja didekati dengan
Hidayatullah, , 2010,h.. 9-10).
berbagai
pendekatan
untuk
dalam
tubuh,
anatomi
fisik,
Adapun istilah “gender” bisa diartikan
memudahkan
dalam memahami Al-Quran pada konteks
sebagai
kekinian. Penjelasan Saeed di atas mendukung
terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki
pemahaman
dan perempuan. Gender dipergunakan untuk
kontekstual
ayat
dengan
interpretasi
mental
dan
kultural
menunjukkan pembagian kerja yang dianggap
penggunaan ragam qira’at-nya.
Mendudukkan ragam qira’at pada
tepat bagi laki-laki dan perempuan. Artinya
posisi ini, bukan hanya menjadi alternatif
gender sebagai konsep yang digunakan untuk
dalam memahami ayat Al-Quran secara
mengidentifikasi
kontekstual, tetapi juga berusaha menun-
perempuan dilihat dari pengaruh sosial budaya.
jukkan bahwa fenomena fleksibilitas qira’at
Pengertian ini menunjukkan bahwa gender
tidak hanya diperuntukkan bagi bangsa
adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat
Arab. Adanya fleksibilitas qira’at tersebut
(social constructions), bukannya sesuatu yang
memiliki fungsi dan manfaat bagi bangsa
bersifat kodrati (Hidayatullah, 2010, h.. 9).
non-Arab yang tidak bermasalah dalam
Jadi istilah seks mengacu kepada sifat biologis,
persoalan kesulitan pengucapan. Bangsa
sedangkan gender merupakan persepsi dan
non-Arab tetap dapat menggunakan ragam
harapan-harapan
qira’at dalam memahami ayat Al-Quran
seharusnya kepada laki-laki dan perempuan.
sesuai konteksnya masing-masing. Dengan
begitu, ragam qira’at bukan hanya merespon
bangsa Arab, tetapi non-Arab pun juga
mendapat
perhatian
dari
fenomena
fleksibilitas bacaan Al-Quran.
bersifat
perlu
dibedakan
pengertian dari “seks” dan “gender”. Terma
“seks”
secara
mengidentifikasi
umum
digunakan
perbedaan
untuk
laki-laki
dan
perempuan dari segi atonomi biologi. Makanya
dalam kamus Indonesia seks diartikan dengan
jenis
kelamin,
karena
lebih
kultural
dan
yang
gender, yaitu kedudukan perempuan pada
wilayah sosial kultural. Aliran feminisme
memandang
perbedaan
gender
melahirkan
ketidakadilan
baik
stereotipe,
telah
berupa
subordinasi,
kekerasan dan beban kerja bagi perempuan.
2.2. Persoalan Gender dalam Islam
kali
laki-laki
Gerakan feminisme lebih kepada aspek
marginalisasi,
Pertama
perbedaan
Sebab sifat gender adalah sifat yang bisa
diubah dan ditukar dan dipengaruhi oleh
konstruk sosial. Sifat gender inilah yang ingin
diperjuangkan agar baik laki-laki maupun
perempuan
tidak
menjadi
korban
dalam
konstruk gender.
banyak
berkonsentrasi pada aspek biologi seseorang,
Peran Teori Qira’at dalam Memahami Ayat Relasi Gender (Ahmad Muttaqien)
| 17
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
2.3. Nabi seorang feminis
Feminisme
tentang
memanusiakan perempuan, seperti larangan
diawali
ketimpangan
oleh
posisi
persepsi
perempuan
mengubur
larangan
bayi
perempuan
menjadikan
hidup-hidup,
perempuan
sebagai
dibandingkan laki-laki di masyarakat. Dari
warisan, perempuan sekarang memiliki hak
ketimpangan ini kemudian muncul berbagai
waris, perempuan tidak bisa dikawin cerai
upaya
seenaknya, perempuan memiliki hak dan
untuk
menemukan
formula
untuk
menyatarakan perempuan dan laki-laki dalam
kewajiban yang sama di hadapan-Nya.
segala bidang sesuai dengan potensi yang
Adapun yang sifatnya evolutif yaitu
dimiliki sebagai umat manusia. Upaya tersebut
perubahan yang dilakukan secara bertahap,
kemudian dikenal dengan gerakan feminisme
adaptif, dan sifatnya kondisional seperti kadar
(Anshori dkk, , 1997, h.19).
warisan perempuan yang berbeda dengan laki-
Al-Quran sebagai rujukan pertama
laki, kesaksian perempuan dianggap setengah
pada dasarnya berusaha memposisikan laki-
dari kesaksian laki-laki, adanya ‘iddah, nikah
laki dan perempuan secara adil. Kedudukan
harus diwakilkan wali, saksi nikah tidak boleh
perempuan seperti yang digambarkan dalam
perempuan, adanya hak ijbar, poligami dan
Al-Quran merupakan suatu peningkatan nyata
adanya hak talak pada laki-laki. Berbagai
dari keadaan yang berlangsung sebelumnya di
bentuk aturan tersebut untuk konteks masa
Arabia pra-Islam (Schimmel, 1998, h. 92).
kini masih menunjukkan adanya diskriminasi
Bahkan, sesuatu yang tidak bisa dipungkiri,
terhadap perempuan. Namun dalam konteks
salah satu kunci sukses dakwah Nabi dalam
historis Nabi, kasus tersebut bisa dimaklumi
melakukan
dalam
karena sangat terkait dengan sosio-kultural
masyarakat Arab, adalah karena ajaran-ajaran
masa itu yang mengharuskan perempuan
yang dibawanya berisi pembebasan dari
diposisikan
berbagai aspek penindasan dan persamaan.
Wadud (2001,h. 147-148), Al-Quran memang
Sebuah
bagi
lebih sering menganjurkan reformasi gradual,
komunitas yang selama ini termarginalkan dan
sebab jika kebiasaan tersebut dihapuskan
tidak
secara
perubahan-perubahan
ajaran
yang
dimanusiakan,
menyejukkan
termasuk
kaum
seperti
masif
justru
itu.
Menurut
akan
Amina
menimbulkan
perempuan (Najwah, 2006, Vol. 7, h. 77). Bisa
masalah baru, makanya tetap dijalankan secara
dikatakan Nabi Muhammad sendiri adalah
pelan-pelan mengikuti konteks perubahan itu
seorang feminis, karena memperjuangkan hak
terjadi.
perempuan atas ketimpangan sosial yang ada.
Secara garis besar gaung kebebasan
2.4. Mufassir dan budaya Patriarkal
yang dibawa oleh Nabi, ada yang bersifat
Jika Al-Quran dan hadis berbicara
perombakan total dan ada pula yang sifatnya
demikian, lantas mengapa justru beberapa
evolutif.
Perombakan
secara
total
yaitu
persoalan ketidakadilan gender pada masa kini
tradisi
yang
tidak
bersumber dari teks Al-Quran dan hadis? Hal
penghapusan
bentuk
18 |
Peran Teori Qira’at dalam Memahami Ayat Relasi Gender (Ahmad Muttaqien)
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
yang perlu disadari adalah produk pemahaman
cukup banyak disebutkan dalam beberapa
dan interpretasi Al-Quran dan hadis pasti
surah. Hal ini yang kurang dieksplorasi dalam
dipengaruhi oleh penafsirnya. Cara pandang
kitab-kitab tafsir klasik. Oleh karenanya, pada
penafsir juga terkadang dipengaruhi oleh
sub-bagian
tradisi ataupun konstruk sosial di mana dia
bagaimana pemahaman ayat relasi gender
hidup. Hal ini senada dengan jawaban Hamim
dengan
Ilyas bahwa lebih dahulu harus dibedakan
melingkupinya. Sebagai contoh aplikasi teori
antara Islam orisinil, historis dan kultural.
qira’at, penulis akan mencoba menganalisis
Islam orisinil adalah pengamalan Islam yang
Q.S. Al-Nisa’ (4): 19.
selanjutnya
melihat
akan
ragam
membahas
qiraat
yang
berkembang pada masa Nabi. Islam historis
adalah tradisi yang berkembang di tengah
masyarakat, terutama setalah wafatnya Nabi.
Sedangkan Islam kultural dipahami sebagai
penerjemahan
nilai-nilai
agama
dalam
2.5. Peran qira’at dalam memahami ayat
relasi gender (Al-Nisa’(4): 19).
‫ﻦ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﻀﻠُﻮ‬
ُ ‫ﻌ‬ ‫ﻭﻟَﺎ َﺗ‬ ‫ﺎ‬‫ﺮﻫ‬ ‫ﺀ َﻛ‬ ‫ﺎ‬‫ﻨﺴ‬‫ﻥ َﺗﺮِﺛُﻮﺍ ﺍﻟ‬ ‫ﻢ َﺃ‬ ‫ ﱡﻞ َﻟ ُﻜ‬‫ﻳﺤ‬ ‫ﻮﺍ ﻟَﺎ‬‫ﻣﻨ‬ ‫ﻦ ﺁ‬ ‫ﻳ‬‫ﺎ ﺍﱠﻟﺬ‬‫ﻳﻬ‬‫ﺎ َﺃ‬‫ﻳ‬
kebudayaan maupun karya-karya dalam Islam.
‫ﻦ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﺮﻭ‬ ‫ﺎﺷ‬‫ﻭﻋ‬ ‫ﻨﺔ‬‫ﻴ‬‫ﺒ‬‫ﻣ‬ ‫ﺸﺔ‬
 ‫ﲔ ﺑِﻔَﺎﺣ‬
 ‫ﻳ ْﺄﺗ‬ ‫ﻥ‬ ‫ﻦ ﺇِﻟﱠﺎ َﺃ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﻮ‬‫ﻴُﺘﻤ‬‫ﺎ ﺁَﺗ‬‫ﻌﺾِ ﻣ‬ ‫ﺒ‬ِ‫ﻮﺍ ﺑ‬‫ﻫﺒ‬ ‫َﺘ ْﺬ‬‫ﻟ‬
Feminis Islam sepakat bahwa ketidakadilan
‫ﻴﻪ‬‫ﻪ ﻓ‬ ‫ﻌ َﻞ ﺍﻟﱠﻠ‬ ‫ﺠ‬
 ‫ﻳ‬‫ﻴﺌًﺎ ﻭ‬‫ﺷ‬
 ‫ﻮﺍ‬‫ﺮﻫ‬ ‫ﻥ َﺗ ْﻜ‬ ‫ﻰ َﺃ‬‫ﻌﺴ‬ ‫ﻦ َﻓ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﻮ‬‫ﻫُﺘﻤ‬ ِ‫ﻥ َﻛﺮ‬ ِ‫ َﻓﺈ‬‫ﻭﻑ‬‫ﻌﺮ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺑِﺎْﻟ‬
gender tidak muncul pada masa Islam orisinil.
Ketidakadilan itu baru muncul pada Islam
‫ﺍ‬‫ﲑ‬‫ﺍ َﻛﺜ‬‫ﻴﺮ‬‫ﺧ‬
Artinya:
historis dan kultural (Wijaya, 2011), h. XIV-
Wahai orang-orang yang beriman!
XV.). Oleh karena itu, melakukan studi
Tidak halal bagi kamu mewarisi
agama, terutama kajian atas teks Al-Quran
perempuan dengan jalan paksa dan
dan Hadis, perlu menggunakan pendekatan
janganlah
feminisme untuk mengembalikan semangat
mereka karena hendak mengambil
keadilan gender yang dulu telah diperjuangkan
kembali sebagian dari apa yang telah
oleh
bisa
kamu berikan kepadanya, kecuali
memberikan solusi baik atas problem gender
apabila mereka melakukan perbuatan
yang muncul dari kesalahan interpretasi
keji yang nyata. Dan bergaullah
agama (internal) maupun ketidakadilan gender
dengan mereka dengan cara yang
yang berbuah dari pola struktur budaya
patut. Jika kamu tidak menyukai
patriarkal masyarakat (eksternal).
mereka, (maka bersabarlah) karena
Nabi.
Para
menggunakan
Dengan
begitu
mufassir
ragam
agama
klasik
qira’at
kamu
menyusahkan
telah
boleh jadi kamu tidak menyukai
dalam
sesuatu, padahal Allah menjadikan
menafsirkan Al-Quran. Tetapi, kecenderungan
kebaikan yang banyak padanya.
penggunaan qira’at lebih dominan dalam
penafsiran ayat-ayat hukum, teologi dan fiqih.
Padahal dalam Al-Quran isu relasi gender
Peran Teori Qira’at dalam Memahami Ayat Relasi Gender (Ahmad Muttaqien)
| 19
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
a. Ragam Qira‘at
saat berhenti ((Al-Khatib, 2000), h.
1) ‫ﻞ‬
‫ﺤﱡ‬
ِ ‫ﻟَﺎ َﻳ‬
41).
Na’im bin Maisarah membaca (‫)ﻻ ﻳﺤﻞ‬
dengan huruf ta dengan taqdir-nya la
6) ‫ﻦ‬
َ ‫َﻳ ْﺄﺗِﻴ‬
tahillu lakum al-waras\atu. Adapun
Abu ‘Amru, Abu Ja’far, Al-As{bihaniy,
Imam yang lain membaca dengan
Warasy,
huruf ya
membaca dengan mengganti hamzah
al-Azraq
dan
al-Susi
menjadi alif (‫)ﻳﺎﺗﻴﻦ‬. (Al-Khatib, 2000),
2) ‫َآ ْﺮهًﺎ‬
h. 41).
Ibn Kas\ir, Nafi’, Abu ‘Amru, Ibn
‘Amir, ‘As}im, Abu Ja’far danYa’qum
7) ‫ﺸ ٍﺔ‬
َ‫ﺡ‬
ِ ‫ﻦ ِﺏﻔَﺎ‬
َ ‫ن َﻳ ْﺄﺗِﻴ‬
ْ ‫ِإﻟﱠﺎ َأ‬
men-fathah-kan
Ubay bin Ka’ab membaca dengan ( ‫إﻻ‬
huruf kaf (‫) َآ ْﺮهًﺎ‬. Sedangkan H{amzah,
‫)أن ﻳﻔﺤﺸﻦ ﻋﻠﻴﻜﻢ‬. Adapun Ibn Mas’ud
al-Kisa’i, Khalaf, al-H{asan dan al-
membaca dengan (‫ﻦ‬
ّ ‫إﻻ أن ﻳﻔﺤﺸﻦ و ﻋﺎﺵﺮوه‬
A’masy
men-
). Bacaan ini juga bacaan Ibn ‘Abbas
dhommah-kan huruf kaf (‫(( ) ُآ ْﺮهًﺎ‬Al-
dan ‘Ikrimah. Namun Ibnu H{ayyan
Khatib, 2000), h. 40.).
mengomentari bahwa kedua bacaan ini
membaca
dengan
membaca
dengan
bertentangan dengan mushaf Imam
3) ‫ﻀﻠُﻮ ُهﻦﱠ‬
ُ ‫َوﻟَﺎ َﺗ ْﻌ‬
Ibn
Mas’ud
dan lebih condong kepada penafsiran
membaca
dengan
menambahkan (‫ )أن‬menjadi ( ‫َوﻟَﺎأن‬
‫ﻀﻠُﻮ ُهﻦﱠ‬
ُ ‫) َﺗ ْﻌ‬.
menambahkan
Adapun
ha
saktah
atau penjelasan, bukan Al-Quran ((AlKhatib, 2000), h. 41.).
Ya’qub
ketika
8) ‫ُﻡ َﺒ ﱢﻴ َﻨ ٍﺔ‬
berhenti menjadi (‫ﻀﻠُﻮ ُه ﱠﻨ ْﻪ‬
ُ ‫(( ) َوﻟَﺎ َﺗ ْﻌ‬Al-
Nafi’,
Khatib, 2000), h. 40.).
H{amzah, al-Kisa’i, H{afs} ‘an ‘As}im,
Abu
‘Amru,
Ibn
‘Amir,
Abu Ja’far, Ya’qub membaca dengan
meng-kasrah huruf ya atau mengikuti
4) ‫ِﻟ َﺘ ْﺬ َهﺒُﻮا‬
Zaid Ibn ‘Ali< membaca dengan men-
wazan isim fa’il dari “bayyana”. Ibnu
d}ammah-kan huruf ta dan men-kasrah-
Kas}ir, Abu Bakar ‘an ‘A<s}im, al-H{asan,
kan huruf ha menjadi (‫)ِﻟ ُﺘ ْﺬ ِهﺒُﻮا‬.( (Al-
Ibn Muh}ais}in membaca dengan men-
Khatib, 2000), h. 41.).
fatah-kan huruf ya (ٍ‫) ُﻡ َﺒ ﱠﻴ َﻨﺔ‬. Adapun Ibn
‘Abbas membaca dengan kasrah huruf
ba dan sukun huruf ya (‫ )ﻡﺒﻴﻨﺔ‬menjadi
5) ‫ﻦ‬
‫ﺁ َﺗ ْﻴ ُﺘﻤُﻮ ُه ﱠ‬
Ya’qub
membaca
dengan
isim fa’il dari verba (‫)أﺏﺎن‬. Ada riwayat
menambahkan huruf ha saktah pada
juga dari Ibn ‘Abbas membaca dengan
bayyinah. Selain ragam di atas al-
20 |
Peran Teori Qira’at dalam Memahami Ayat Relasi Gender (Ahmad Muttaqien)
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
Kisa’i dan H{amzah juga membaca
Ibn
Manzur
(tt,
h.3875),
dengan ima<lah huruf ha dan huruf
menjelaskan panjang lebar perbe-daan
sebelumnya (‫)ﻡﺒﻴﻨﻪ‬.( (Al-Khatib, 2000),
antara kata al-kurhu dan al-karhu. Ia
h. 42).
mengutip pendapat al-Farra’ bahwa kata
al-kurhu berarti masyaqqah (kesulitan
atau kesukaran) Adapun arti kata al-
9) ‫ن‬
ْ ‫ف َﻓِﺈ‬
ِ ‫ﺏِﺎ ْﻟ َﻤ ْﻌﺮُو‬
Abu “Amru dan Ya’qub dengan cara
karhu adalah ijbar, dengan pemaksaan.
meng-idgham-kan huruf fa dengan fa
Ibnu Abbas dalam menafsirkan kata
setelahnya ((Al-Khatib, 2000), h. 42).
kurhan ditujukan kepada perbuatannya
yang ingin memperdayai perempuan
10) ‫َﻓ َﻌﺴَﻰ‬
karena kebencian.
H{amzah,
al-Kisa’i
membacanya
dengan
dan
Kata karhan berasal dari kata
Khalaf
imalah((Al-
Khatib, 2000), h. 43).
‫اآﺮاﻩ‬
yang
berarti
yang
dipaksakan kepada seseorang untuk
melakukannya.
11) ‫ﻞ اﻟﱠﻠ ُﻪ‬
َ ‫ﺠ َﻌ‬
ْ ‫َو َﻳ‬
sesuatu
dengan
kata
qiraat
Penggunaan
karhan
menunjukkan
Imam Jumhur membaca dengan nas}ab
bahwa perempuan itu dipaksa agar mau
sebagai ‘at}af dari an takrahu. Adapun
dimiliki (Fahrudin, 2006,h.10)..
‘Isa ibn ‘Umar membaca denfan me-
Kedua, kata ‫ ﻡﺒﻴﻨﺔ‬bisa dibaca
rafa’-kan huruf lam dengan asumsi
dengan mubayyinah atau mubayyanah.
kalimatnya wa huwa yaj’alu. Adapun
Kata mubayyinah adalah bentuk wazan
al-Zamakhsyari setuju jika diabca
isim fa’il dari verba bayyana. Adapun
dengan rafa’ karena posisinya sebagai
arti bayyana adalah tampak, jelas dan
hal.( (Al-Khatib, 2000), h. 43)
terang seperti kata tabayyana yang
menunjukkan makna fi’il lazim. Al-
12) ‫ﺧ ْﻴﺮًا َآﺜِﻴﺮًا‬
َ
Qasimi mengutip perkataan Abu al-
Al-Azraq dan Warasy membaca huruf
Su’ud bahwa kata mubayyinah memiliki
ra secara tarqiq pada keduanya ((Al-
arti tampaknya perilaku keji tersebut
Khatib, 2000), h. 43).
lantaran, misalnya, karena istri nusyuz
(membangkang), mencela suami dan
b. Implikasi makna
keluarganya dengan ucapan yang tidak
Di antara perbedaan qira’at
sopan, serta karakternya yang pemarah.
dalam ayat di atas, ada dua kata kunci
Adapun kata mubayyanah merupakan
yang akan menjadi fokus kajian yang
ism
terkait relasi gender yaitu kata ‫ آﺮهﺎ‬dan
muta’addi.
‫ﻡﺒﻴﻨﺔ‬.
ditampakkan,
maf’ul
yang
Kata
berarti
ini
maka
Peran Teori Qira’at dalam Memahami Ayat Relasi Gender (Ahmad Muttaqien)
bentuk
berarti
objek
jika
yang
| 21
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
dimaksud
adalah
dijelaskan
atau
istri
yang
sudah
tua,
sementara
dibuktikan kondisi perbuatan keji itu
seleranya tertuju pada istri mudanya,
dilakukan atau dengan menghadirkan
lalu dia menahan dan menelantarkan
empat saksi yang melihat peristiwa
istri
tersebut.
menggaulinya sampai istri tuanya minta
tuanya.
Dia
tidak
pernah
untuk diceraikan dengan memberikan
c. Makna relasi gender
tebusan
Pertama, kata ‫آﺮهﺎ‬
Ayat
ini
atau
dia
tetap
menahannya hingga perempuan tersebut
adalah
larangan
meninggal
dunia,
menjadikan perempuan sebagai barang
mewarisi
hartanya.
warisan yang dapat dipindahtangankan
menganjurkan
dari ayah kepada anak atau dari anak
menceraikan istrinya, jika dia tidak mau
kepada walinya. Dalam tradisi jahiliyah,
menggaulinya dengan baik dan dilarang
seseorang yang meninggal dunia dan
untuk
meninggalkan istri lebih dari satu, maka
kebencian kepadanya.
lalu
dapat
Ayat
kepada
mewarisi
dia
suami
hartanya
ini
untuk
kerena
walinya (yang laki-laki) lebih berhak
Kata yang berarti pemaksaan
dari pada orang tua perempuan. Jika
maupun kebencian ini bukan merupakan
mereka mengawini perempuan tersebut
sebab haramnya perempuan dijadikan
atau mereka menikahkannya dengan
sebagai
orang lain, maka maharnya diambil
ditegaskan
walinya, atau yang lebih kejam lagi,
peristiwa yang terjadi pada masa itu.
perempuan
Pada masa tersebut, mereka mewarisi
tersebut
ditahan
dalam
harta
warisan,
untuk
melainkan
menerangkan
rumah walinya hingga meninggal dunia.
perempuan
Oleh karenanya, ketika Islam datang,
sepengetahuannya. Jadi, tanpa sebab
perlakuan seperti ini dilarang dan
ada pemaksaan atau kebencian, perilaku
dihapuskan.
ini tetap dilarang dalam agama Islam.
Qira’ah
fathah
22 |
padanya
(‫آﺮهﺎ‬
yang
)
menggunakan
mengandung
arti
tanpa
ridho
dan
Melihat sebab turunnya ayat ini,
setidaknya dapat disimpulkan dua hal.
kebencian pada perempuan tersebut.
Pertama,
Bentuk qira’ah ini bisa dimaknai bahwa
perempuan sebagaimana harta warisan
jika perempuan yang ditinggalkan itu
yang dapat dikuasai oleh ahli waris laki-
tidak cantik, maka dia ditahan sampai
laki dengan cara paksa. Penafsiran ini
meninggal dunia lalu hartanya diwarisi
merupakan
oleh walinya. Dalam penafsiran lain Ibn
larangan menelantarkan istri karena
Adil berkata bahwa ayat ini berkenaan
kebencian kepadanya lalu dia menunggu
dengan seorang laki-laki yang memiliki
agar istri menggugat cerai dengan
larangan
qira’ah
menjadikan
karhan.
Kedua,
Peran Teori Qira’at dalam Memahami Ayat Relasi Gender (Ahmad Muttaqien)
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
Dari pemaparan di atas, qira’ah
membayar tebusan atau membiarkannya
sampai
meninggal,
sehingga
ia
mendapatkan harta warisan darinya. Ini
merupakan
penafsiran
dari
qira’ah
kurhan. Al-Quran diturunkan dengan
qira’at
ragam
mempertegas
tersebut
bahwa
motif
untuk
apapun
dengan
mubayyinah
kata
perilaku
yang
keburukannya,
adalah
jelas
seperti
terlihat
nusyuz
atau
melecehkan suami. Adapun qira’ah
dengan kata mubayyanah, perbuatan
istri
yang
melakukan
perbuatan
dibalik praktik mewariskan perempuan
menyimpang secara sembunyi-sembunyi
tidak dibenarkan sama sekali.
sehingga
perlu
dibuktikan
dengan
menghadirkan saksi yang melihat atau
Kedua, kata ‫ﻣﺒﻴﻨﺔ‬
bukti
yang
jelas.
Dengan
begitu,
Menurut Ibn Kas\ir, ayat ini turun
seorang suami tidak bisa semena-mena
berkenaan dengan seorang laki-laki
menuduh atau mengambil keputusan
yang memiliki istri tetapi tidak ingin
menceraikan istri tanpa bukti yang jelas.
menggauli dengan baik, bahkan sering
menyakitinya. Di sisi lain istrinya
d. Kontekstualisasi
tersebut memiliki harta atau mahar
Dari pemaparan di atas dapat
yang dulu telah diberikan. Perilaku ini
dipahami bahwa Al-Quran berusaha
dilakukan agar mahar tersebut menjadi
menghapuskan
tebusan
buruk
perempuan dengan berbagai motif pada
suami. Seorang suami menyakiti istri
saat itu. Motif-motif tersebut dapat
untuk meminta kembali sesuatu yang
dipahami dari ragam qira’at yang telah
telah diberikan kepada istrinya, baik
diturunkan (dilegalkan) kepada Nabi. Al-
berupa mahar, uang belanja maupun
Quran menghadir-kan berbagai motif
harta lainnya.
dengan
terhadap
perlakuan
maksud
praktik
pewarisan
menjelaskan
bahwa
Kata ta’d}uluhunna berasal dari
pelarangan
mad}i
berarti
bukan hanya sekedar motif pemaksaan
menekan, mempersempit, mencegah,
tetapi lebih kepada upaya membebaskan
menghalangi, memukul menahan atau
keter-belengguan perempuan dari tradisi
mempersulit. Dari pengertian ini, ayat
jahiliah yang ada pada saat itu. Se-
ini
mangat pembebasan inilah yang harus
fi’il
“’ad}d}ala”
ditujukan
juga
yang
kepada
setiap
me-wariskan
perempuan
tindakan negatif negatif suami terhadap
ditarik
istinya. Ayat ini tidak memperkenankan
signifikasi dari ayat tersebut.
suami untuk menganiaya istri dengan
maksud ingin menguasai hartanya.
dalam
rangka
mema-hami
Jika dikontekskan pada berbagai
fenomena
mewariskan
pada
saat
perempuan
Peran Teori Qira’at dalam Memahami Ayat Relasi Gender (Ahmad Muttaqien)
ini,
praktik
kepada
ahli
| 23
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
waris mungkin tidak dijumpai lagi.
relasi gender sebagaimana contoh pada Q.S.
Tetapi
al-Nisa’ (4): 19 di atas.
dalam
model
memperlakukan
lain,
perempuan
praktik
sebagai
barang dagangan yang bisa dipindah-
REFERENCE
tangankan dapat dilihat dalam berbagai
Anshori, Dadang S. dkk, 1997,. Membincang
fenomena. Beberapa contoh, misalnya
Feminisme: Refleksi Muslimah atas
perdagangan perempuan, wanita PSK
Peran
yang terbelenggu kondisi ekonomi dan
Bandung: Pustaka Hidayah.
sebagainya. Berbagai fenomena inilah
al-Khatib, Abdul Latif. 2000, Mu’jam al-
yang
harus
diperjuangkan
untuk
membebaskan
perempuan
dari
ketertindasan. Jika zaman dahulu kultur
jahiliyah
yang
memaksa
mereka
Sosial
Kaum
Wanita.
Qira’at. Dimasqi: Dar Sa’d al-Din.
al-Manzur, Ibn,tt, Lisan al-‘Arabi. Kairo: Dar
al-Ma’arif.
Athaillah. 2010, Sejarah Al-Quran: Verifikasi
dipindahtangankan, maka pada saat ini
tentang
sistem
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
keamanan
Otentisitas
Al-Quran.
dan
kondisi
yang harus
diperbaiki
Auda, Jasser. 2007, Maqas}id al-Syari’ah as
dalam rangka menghapuskan berbagai
Philosophy of Islamic Law: A
bentuk
Systems Approach. London: The
kesejahteraan
penistaan
terhadap
kaum
International Institute of Islamic
perempuan.
Thought.
Connolly, Peter (ed.). 2011, Aneka Pendekatan
3. KESIMPULAN
Ragam qira’at adalah bagian dari wahyu
sehingga perlu diperhatikan ketika memahami
Studi Agama terj. Imam Khoiri.
Yogyakarta: Lkis. 2011.
membantu
Fahrudin, Ali, tt, Pengaruh Perbedaan Qira’at
memahami kandungan ayat secara tematik dan
dalam Penafsiran Ayat-Ayat tentang
kontekstual Persoalan ketimpangan gender
Relasi
tidak terlepas dari pemahaman teks Al-Quran
Hidayatullah. Tidak dipublikasikan.
qira’at
Ragam
ayat.
yang
dipandang
keterpengaruhan
dapat
tekstual
konteks
serta
sosial-kultural
penafsir. Oleh karena itu perlu meninjau ulang
ayat
gender
maksud
dengan
Al-Quran
mempertimbangkan
sejak
pertama
kali
Gender.Tesis
UIN
Syarif
Fakih, Mansoer, 2001, Analisis Gender dan
Transformasi
Sosial.
Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hidayatullah, Syarif, 2010, Teologi Feminisme
Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
memberikan
Mustaqim, Abdul, 2012, Dinamika Sejarah
kontribusi untuk mengungkap dan memahami
Tafsir Al-Quran: Studi Aliran-Aliran
hal-hal yang ingin disuarakan oleh ayat-ayat
Tafsir
diturunkan.
Ragam
qira’at
dari
Pertengahan
24 |
Periode
hingga
Klasik,
Modern-
Peran Teori Qira’at dalam Memahami Ayat Relasi Gender (Ahmad Muttaqien)
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
Kontemporer.
Yogyakarta:
Adab
Spritualitas
Najwah, Nurun, 2006, Perempuan dalam
Shibab, Muhammad Quraish, 2013, Kaidah
Tafsir . Tangerang: Lentera Hati.
Sejarah Awal Islam dalam Esensia:
Ilmu-Ilmu
Yogyakarta:
Fakultas
Ushuluddin.
Ushuluddin
Saeed, Abdullah, 2006, Interpreting the Quran
towards a Contemporary Approach.
Schimmel, Annemarie, 1998, Jiwaku adalah
Feminim
Amina,
2001,
Perempuan:
Quran
Meluruskan
Menurut
Bias
Abdullah Ali. Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta.
Wijaya, Aksin, 2011, Menggugat Otentisitas
New York: Routledge.
Aspek
Wadud,
Gender dalam Tradisi Tafsir terj.
UIN Sunan Kalijaga.
Wanita:
Rahmani
Astuti. Bandung: Mizan.
Press.
Jurnal
terj.
Islam
dalam
Wahyu Tuhan: Kritik Atas Nalar
Tafsir Gender. Yogyakarta: Magnum
Pustaka Utama.
Peran Teori Qira’at dalam Memahami Ayat Relasi Gender (Ahmad Muttaqien)
| 25
Download