PARADIGMA BARU DALAM PENGELOLAAN

advertisement
PARADIGMA BARU DALAM PENGELOLAAN MANAJEMEN
PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH
Oleh:
M. Yusuf Ibrahim
(Pendidikan Sosiologi, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak)
Abstrak: Upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang berhasil.
Hal ini disebabkan strategi pembangunan pendidikan selama ini bersifat
input oriented yang lebih berdasar kepada asumsi bahwa bilamana semua
input pendidikan telah dipenuhi seperti penyediaan berbagai buku, media
pembelajaran, sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan
lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan akan dapat
menghasilkan keluaran yang bermutu. Demikian pula, pengelolaan
pendidikan lebih bersifat macro oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di
tingkat pusat, sedangkan ditingkat daerah belum begitu berperan. Anak
dalam mengikuti pendidikan di sekolah terlalu banyak dijejali dengan
berbagai bahan ajar yang harus dihafal, pendidikan tidak mengarah pada
upaya mengembangkan karakter dan potensi yang dimiliki, tidak
mengajarkan kemampuan memecahkan masalah hidup, tidak diarahkan
untuk membentuk manusia kreatif dan inovatif. Karena itu, diperlukan
pemikiran pengelolaan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
yang berorientasi pada peserta didik.
Kata Kunci: Pengelolaan Manajemen, Mutu Berbasis Sekolah.
pendidikan. Tidak diaplikasikannya
Kondisi rendahnya
mutu
ilmu pendidikan dan merajalelanya
pendidikan di Indonesia cenderung
kemerosotan pendidikan merupakan
dibesar-besarkan
dan
kurang
dua hal yang menjadi akar rendahnya
dipahami
faktor-faktor
yang
mutu pendidikan di Indonesia. Jika
melatarbelakanginya. Suatu masalah
hal ini tidak segera di antisipasi dan
yang sering mencuat kepermukaan
tidak dilakukan perubahan, maka
bahwa mengapa mutu pendidikan kita
rendah ? suatu jawaban yang mudah
bangsa ini ke depannya sulit
mengikuti perkembangan kemajuan
dan sering diungkapkan bahwa
peradaban
manusia,
termasuk
kurikulum kita sering berganti-ganti
perkembangan ilmu pengetahuan dan
(ganti Menteri Pendidikan, ganti pula
teknologi.
Perkembangan
ilmu
kebijakan dan kurikulum), prasarana
dan sarana pendidikan kurang
pengetahuan dan teknologi telah
membawa perubahan di hampir
memadai, dan diikuti
dengan
semua aspek kehidupan manusia.
rendahnya gaji guru. Kita tidak
Berbagai permasalahan hanya dapat
menyangkal bahwa relevansi faktordipecahkan melalui upaya penguasaan
faktor yang dimaksudkan itu, ada haldan peningkatan ilmu pengetahuan
hal lain yang lebih bersifat mendasar
dan teknologi. Selain manfaat bagi
perlu mendapatkan perhatian dari
berbagai pihak yang memiliki
kehidupan manusia di satu sisi
tanggung jawab dalam bidang
perubahan dimaksud juga telah
32
Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 1. April 2010
membawa manusia ke dalam era
persaingan global yang bersifat
kompleks. Oleh karena itu, bangsa
Indonesia harus mampu berperan
dalam persaingan global. Sebagai
bangsa,
kita
perlu
terus
mengembangkan dan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia melalui
peningkatan kualitasnya. Peningkatan
kualitas sumber daya manusia
merupakan kenyataan yang harus
dilakukan secara terencana, terarah,
intensif, dan efisien dalam proses
pelaksanaan pembangunan. Jika tidak,
bangsa ini akan kalah bersaing dalam
menjalani era globalisasi yang penuh
dengan persaingan. Kalah bersaing,
maka bangsa ini tidak dapat
menyejajarkan dirinya di tengahtengah bangsa-bangsa dunia karena
kualitas sumber daya manusianya
yang rendah. Hal ini disebabkan
ketidaksiapan sumber daya manusia
mengelola pendidikan sesuai dengan
tujuan
pendidikan.
Ini
harus
mendapatkan perhatian yang serius
bagi setiap pengelola pendidikan.
Pendidik dapat dianggap salah satu
profesi yang sangat mendukung
terhadap
suksesnya
bidang
pendidikan termasuk peningkatan
mutunya. Oleh karena itu, pendidikan
dapat dianggap sebagai salah satu inti
dari kekuatan nasional suatu bangsa
dalam
meningkatkan
mutu
pendidikan. Melalui peningkatan
mutu pendidikan diharapkan peserta
didik
dapat
menguasai
ilmu
pengetahuan dan teknologi serta seni
(IPTEKS). Kita sepakat bahwa
majunya dan berkualitasnya suatu
bangsa dan negara dapat diukur
sampai dimana warga negaranya
menguasai IPTEKS. Sebab IPTEKS
yang dikuasai akan bermanfaat bagi
dinamika masyarakat bangsa dan
negaranya. Tidak heran, bila negara
menaruh perhatian besar terhadap
peningkatan mutu pendidikan bagi
peserta didik. Untuk itu, pemerintah
melalui gerakan peningkatan mutu
pendidikan perlu diwujudkan melalui
Sistem Pendidikan Nasional. Sistem
Pendidikan Nasional ini merupakan
tanggungjawab
bagi
seluruh
komponen bangsa, termasuk para
pengelola pendidikan itu sendiri.
Bila kita berbicara mengenai
kualitas sumber daya manusia,
pengelola pendidikan dan pendidik itu
sendiri memegang peran penting
dalam proses peningkatan mutu
pendidikan melalui kualitas sumber
daya manusianya.
Peningkatan
kualitas
pendidikan merupakan suatu proses
yang terintegrasi dengan proses
peningkatan kualitas sumber daya
manusia itu sendiri. Menyadari
pentingnya
proses
peningkatan
kualitas sumber daya manusia, maka
pemerintah bersama kalangan swasta
sama-sama telah dan terus berupaya
mewujudkan amanat tersebut melalui
berbagai
usaha
pembangunan
pendidikan yang lebih berkualitas
antara lain
melalui
perbaikan
kurikulum, perbaikan sistem evaluasi,
perbaikan
sarana
pendidikan,
pengadaan materi ajar, mengadakan
pelatihan bagi guru dan tenaga
kependidikan lainnya. Tetapi pada
kenyataannya, upaya pemerintah
tersebut belum cukup berarti dalam
meningkatkan kualitas pendidikan.
Salah satu indikator kekurangberhasilan ini ditunjukkan antara lain
dengan NEM siswa untuk berbagai
bidang studi pada jenjang SLTP dan
SLTA yang tidak memperlihatkan
kenaikan yang berarti bahkan boleh
dikatakan konstan dari tahun ke
Paradigma Baru Dalam Pengelolaan (M. Yusuf Ibrahim)
tahun, kecuali pada beberapa sekolah
dengan jumlah yang relatif kecil
(Umeadi, 2000).
Ada dua faktor yang dapat
menjelaskan
mengapa
upaya
perbaikan mutu pendidikan selama ini
kurang atau tidak berhasil. Pertama,
strategi pembangunan pendidikan
selama ini bersifat input oriented.
Strategi yang demikian lebih berdasar
kepada asumsi bahwa bilamana
semua input pendidikan telah
dipenuhi seperti penyediaan bukubuku (materi ajar) dan alat belajar
lainnya,
penyediaan
sarana
pendidikan, pelatihan guru dan tenaga
pendidikan lainnya, maka secara
otomatis lembaga pendidikan akan
dapat menghasilkan keluaran yang
bermutu sebagaimana diharapkan.
Ternyata strategi input output yang
diperkenalkan oleh teory education
function (Hanushek, 1979, 1981)
tidak berfungsi sepenuhnya di
lembaga
pendidikan,
melainkan
hanya terjadi dalam institusi ekonomi
dan industri. Kedua, pengelolaan
pendidikan selama ini lebih bersifat
macro oriented, diatur oleh jajaran
birokrasi di tingkat pusat,sedangkan
ditingkat daerah belum begitu
berperan banyak (Umeadi, 2000).
Ketiga, pendidikan di sekolah terlalu
menjejali otak anak dengan berbagai
bahan ajar yang harus dihafal.
Pendidikan kita tidak diarahkan untuk
mengembangkan karakter dan potensi
yang dimiliki anak, dengan kata lain
proses pendidikan kita tidak pernah
diarahkan membentuk manusia yang
cerdas,
memiliki
kemampuan
memecahkan masalah hidup, tidak
diarahkan untuk membentuk manusia
kreatif dan inovatif (Wina Sanjaya,
2009:2), Padahal manusia kreatif dan
inovatif sangat dibutuhkan dalam
33
membangun bangsa ini ke depannya
agar sejajar dengan bangsa lainnya.
Banyak faktor yang terabaikan
oleh pemerintah pusat (ditingkat
makro) dan sulitnya melaksanakannya
ditingkat sekolah (mikro), karena
ditingkat mikro hanya menunggu
petunjuk
dari
tingkat
makro.
Termasuk tidak ada upaya di tingkat
mikro untuk mengembangkan mutu
pendidikan di sekolah. Akibatnya
banyak faktor yang diproyeksikan di
tingkat makro (pusat) tidak berjalan
sebagaimana mestinya di tingkat
mikro (sekolah).
Atas kesenjangan dimaksud,
kita perlu memberikan pemahaman
konsep dan pelaksanaanya bahwa
pembangunan pendidikan bukan
hanya terfokus pada penyediaan
faktor input pendidikan tetapi juga
harus lebih memperhatikan faktor
proses pendidikan. Input pendidikan
merupakan hal yang mutlak harus ada
dalam batas-batas tertentu tetapi tidak
menjadi jaminan dapat secara
otomatis
meningkatkan
mutu
pendidikan.
Di
samping
itu
mengingat sekolah sebagai unit
pelaksana pendidikan formal terdepan
dengan berbagai keragaman potensi
peserta didik yang memerlukan
layanan pendidikan yang beraneka
ragam dengan kondisi linkungan yang
berbeda, maka lembaga sekolah harus
dinamis
dan
kreatif
dalam
melaksanakan
perannya
untuk
mengupayakan peningkatan mutu
pendidikan. Ini akan dapat terlaksana
bila lembaga sekolah dengan berbagai
keragamannya
itu,
diberikan
kepercayaan untuk mengatur dan
mengurus dirinya sendiri sesuai
dengan kondisi lingkungan dan
kebutuhan peserta didiknya. Untuk
itu, agar kualitas pendidikan tetap
34
Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 1. April 2010
terjaga dan proses peningkatan mutu
tetap terkontrol, maka harus ada
standar yang diatur dan disepakati
secara nasional untuk dijadikan
sarana
evaluasi
keberhasilan
peningkatan mutu dimaksud,
Pemikiran
ini
telah
mendorong munculnya paradigma
pendekatan baru, yaitu pengelolaan
peningkatan mutu pendidikan di masa
mendatang harus berbasis sekolah,
karena sekolah merupakan ujung
tombak
dalam
melaksanakan
pendidikan.
Oleh
karena
itu,
paradigma baru dalam pengelolaan
peningkatan mutu berbasis sekolah
perlu segera dilaksanakan dengan
penuh
tanggungjawab
dengan
berbagai pendekatan yang harus ada.
dalam
kegiatan
pendidikan.
Pendekatan ini, kemudian dikenal
dengan manajemen peningkatan mutu
pendidikan berbasis sekolah (School
Based Quality Management) atau
dalam
nuansa
yang
bersifat
pembangunan (Development) disebut
school based quality improvement
(Umeadi, 2000).
Pendekatan tersebut di atas
perlu dituangkan dalam konsep
pelaksanaan dengan berorientasi pada
kepentingan peserta didik dan
masyarakat. Hal ini perlu dijalin
kerjasama
antara
pihak
yang
berkepentingan untuk itu (Sekolah,
masyarakat dan pemerintah).
Konsep yang menawarkan
kerjasama antara sekolah, masyarakat
dan pemerintah dengan tanggung
jawabnya
masing-masing
ini,
berkembang didasarkan pada suatu
keinginan pemberian kemandirian
kepada sekolah untuk ikut terlibat
secara aktif dan dinamis dalam rangka
proses peningkatan mutu pandidikan
melalui pengelolaan sumber dayanya.
Lembaga
sekolah
harus
mampu menginterpretasikan dan
menangkap esensi kebijakan makro
pendidikan serta memahami kondisi
lingkungannya yang berkaitan erat
antara kelebihan dan kekurangannya.
Selanjutnya,
melalui
proses
perencanaan,
sekolah
harus
memformulasikannya
ke
dalam
kebijakan mikro dalam bentuk
program-program unggulan yang
harus dilaksanakan dan dievaluasi
sesuai visi dan misinya masingmasing. Sekolah harus menentukan
target pencapaian dalam arti luas yang
ingin dicapai untuk setiap kurun
waktu. Dengan demikian, sekolah
secara mandiri tetapi masih dalam
kerangka acuan kebijakan nasional
dan ditunjang dengan penyediaan
input yang memadai, memiliki
tanggung
jawab
terhadap
pengembangan sumber daya yang
dimilikinya sesuai dengan kebutuhan
belajar peserta didik dan masyarakat
yang mengambil manfaat dari
eksistensi sekolah sebagai lembaga
peningkatan
mutu
pendidikan
nasional.
Apakah Itu Mutu ?
Dalam berbagai aktivitas
kelembagaan, baik dalam bidang
produksi, pemasaran barang dan jasa
pada umumnya dan lainnya mutu
perlu mendapatkan perhatian secara
khusus. Demikian pula dalam bidang
pendidikan
perlu
dilaksanakan
peningkatan mutu sekolah maupun
mutu lulusan peserta didik. Hal ini
diperlukan pengelolaan secara tepat
guna dengan berorientasi pada
kepentingan masyarakat, khususnya
peserta didik dalam meningkatkan
mutu lulusan.
Paradigma Baru Dalam Pengelolaan (M. Yusuf Ibrahim)
Mutu dalam pengertian umum
mengandung
makna
derajat
keunggulan suatu produk (hasil kerja
dan upaya meningkatkan kualitas)
baik berupa barang maupun jasa; baik
yang langsung maupun tak langsung
yang masih perlu ditingkatkan. Dalam
hal ini konteks pendidikan pengertian
mutu
mengacu
pada
proses
pendidikan,
dan
lembaga
kependidikan.
Dalam
"Proses
pendidikan" yang dikatakan bermutu
dapat dilihat dari berbagai input,
seperti: bahan ajar (kognitif, afektif
dan
psikomotorik),
metodologi,
keprofessionalitas atau kemampuan
guru, sarana sekolah, dukungan
administrasi, dan sarana pra- sarana
dan sumber daya lainnya guna
penciptaan suasana yang kondusif.
Manajemen sekolah dan manajemen
kelas
berfungsi
mensinkronkan
berbagai
input
dan
atau
mensinergikan semua komponen
dalam interaksi proses belajar
mengajar baik antara guru, siswa dan
sarana pendukung di kelas maupun di
luar kelas; baik konteks kurikuler
maupun ekstra kurikuler, baik dalam
lingkup substansi yang akademis
maupun
non
akademis
yang
kesemuanya
dilakukan
guna
mendukung proses pembelajaran.
Mutu dalam konteks "hasil
pendidikan" mengacu pada prestasi
yang dicapai oleh sekolah pada setiap
kurun waktu tertentu (apakah tiap
akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau
5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi
yang dicapai atau hasil pendidikan
(student achievement) dapat berupa
hasil tes kemampuan akademis
misalnya ulangan umum, EBTA atau
EBTANAS. Dapat pula prestasi di
bidang lain seperti prestasi di suatu
cabang
olahraga,
seni
atau
35
keterampilan
tambahan
tertentu
misalnya: komputer, beragam jenis
teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah
dapat berupa kondisi yang tidak dapat
dipegang (intangable) seperti suasana
disiplin,
keakraban,
saling
menghormati,
kebersihan,
dsb
(Umeadi, 2000).
Selanjutnya antara proses dan
hasil pendidikan yang bermutu saling
berhubungan. antara yang satu dengan
yang lainnya. Akan tetapi agar proses
pembelajaran/pendidikan yang sudah
baik dan tidak salah arah, maka mutu
dalam artian hasil (Ouput) harus
dirumuskan lebih dahulu oleh
sekolah, dan harus jelas target yang
akan dicapai untuk setiap tahun atau
pada dekade tertentu.. Berbagai input
dan proses harus selalu mengacu pada
output (mutu hasil) yang akan
dicapai. Oleh karena itu, tanggung
jawab lembaga pendidikan dalam
school based quality improvement
bukan hanya pada proses, tetapi
tanggungjawab akhirnya yaitu pada
hasil yang dicapai. Untuk mengetahui
hasil/prestasi yang dicapai sekolah,
terutama yang menyangkut aspek
kemampuan akademik atau "kognitif"
dapat
dilakukan
brenchmarking
(menggunakan titik acuan standar,
misalnya: NEM untuk nasional, atau
hasil ulangan umum bersama yang
dirancang oleh PKG atau MGMP).
Evaluasi terhadap seluruh hasil
pendidikan pada tiap sekolah baik
yang
sudah
ada
patokannya
(brenchmarking) maupun yang lain
(ekstra kurikuler) dilakukan oleh
sekolah sebagai evaluasi diri dan
dimanfaatkan untuk memperbaiki
target mutu dan proses pendidikan
tahun berikutnya. Dalam hal ni
RAPBS harus merupakan penjabaran
dari target mutu yang ingin dicapai
36
Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 1. April 2010
dan skenario bagaimana upaya yang
dilakukan untuk mencapainya.
Apakah Itu Peningkatan Mutu
Pendidikan Berbasis Sekolah ?
Upaya peningkatan mutu
pendidikan yang diharapkan tidak
akan terjadi begitu saja tanpa proses
peningkatan mutu. Untuk itu mutu
harus direncanakan. Mutu harus
menjadi suatu bagian penting dalam
strategi
kelembagaan.
Untuk
meraihnya
perlu
menggunakan
pendekatan yang sistimatis dengan
menggunakan proses perencanaan.
Oleh karena itu, perencanaan strategi
merupakan
satu
bagian
dari
peningkatan mutu bagi setiap
institusi.
Sallis
(1993:107)
menegaskan, ”Quality does not just
happen it must be planned for.
Quality need to be approached
systematically
usinga
rigorous
strategic planning process. Strategic
planning is one of the mayor planks
to TQM. Without clear long term
direction the institution cannot plan
for quality improve”
Mutu atau kualitas adalah
gambaran
dan
karakteristik
menyeluruh dan barang atau jasa yang
menunjukkan kemampuannya dalam
memuaskan
kebutuhan
yang
diharapkan atau tersirat. Dalam
kontek pendidikan, pengertian mutu
mencakup input, proses dan output
pendidikan (Rohiat : 2009 : 52).
Untuk memahami input pendidikan
maka harus dilihat karakteristik input
itu apa saja. Menurut Rohiat 2009)
karakteristik
input
meliputi:
(a). Memiliki kebijakan, tujuan, dan
sasaran
mutu
yang
jelas,
(b). Sumberdaya tersedia dan siap,
(c). Staf yang kompeten dan
berdidikasi tinggi, (d). Memiliki
harapan prestasi yang tinggi, (e).
Fokus pada pelanggan (khususnya
siswa), (f). Input manajemen. Input
manajemen dimaksud meliputi ugas
yang jelas, rencana yang rinci dan
sistimatis, program yang mendukung
bagi pelaksanaan rencana, ketentuanketentuan (aturan main) yang jelas
sebagai
panutan
bagi
warga
sekolahnya. Untuk bertindak, dan
adanya sistem pengendalian mutu
yang efektif dan efisien agar sasaran
yang telah disepakati dapat dicapai.
Di sisi lain, Input pendidikan
dapat pula dikatakan segala sesuatu
yang harus ada dalam setiap proses
pendidikan. Dalam hal ini mencakup
sumberdaya (manusia/kepala sekolah,
dewan guru, karyawan dan peserta
didik, sumberdaya lainnya, seperti
peralatan, perlengkapan, uang bahan
dsb) dan perangkat lunak (struktur
organisasi
sekolah,
peraturan
perundang-undangan, deskripsi tugas,
rencana dan program) serta harapanharapan (visi, misi, tujuan dan sasaran
yang ingin dicapai) sebagai panduan
dalam
melaksanakan
proses
pendidikan di maksud. Untuk itu
diperlukan kesiapan agar proses
pendidikan dapat berlangsung dengan
baik, yang pada intinya berorientasi
pada kepentingan peserta didik dan
masyaraka. Oleh karena itu, tinggi
rendahnya mutu input ini dapat diukur
dari tingkat kesiapan input, Hal ini
didasarkan pada tingginya kesiapan
input. Oleh Rohiat (2009) dikatakan,
bahwa makin tinggi tingkat kesiapan
input makin tinggi pula mutu input
tersebut.
Sedangkan
karakteristik
Proses meliputi: (a). Proses belajar
mengajar dengan efektivitas yang
tinggi, (b). Kepemimpinan sekolah
yang kuat, (c). Lingkungan sekolah
Paradigma Baru Dalam Pengelolaan (M. Yusuf Ibrahim)
yang
aman
dan
tertib,
(d). Pengelolaan tenaga kependidikan
yang efektif, (e). Sekolah memiliki
budaya mutu, (f). Sekolah memiliki
teamwork yang kompak, cerdas dan
dinamis, (g). Sekolah memiliki
kewenangan
(kemandirian),
(h).
Partisipasi yang tinggi dari warga
sekolah dan masyarakat, (i). Sekolah
memiliki keterbukaan (transparansi)
manajemen, (j). Sekolah memiliki
kemauan untuk berubah (psikologis
dab fisik), (k). Sekolah melakukan
evaluasi dan perbaikan secara
berkelanjutan, (l). Sekolah responsif
dan antisipatif terhadap kebutuhan,
(m). Memiliki komunikasi yang baik,
(n). Sekolah memiliki akuntabilitas,
(o). Manajemen lingkungan hidup
sekolah yang baik, (p). Sekolah
memiliki
kemampuan
menjaga
sustainabilitas
(kelangsungan
hidupnya).
Pada
proses
pendidikan
merupakan sesuatu yang selalu
mengakibatkan perubahan-perubahan.
Perubahan dimaksud menimbulkan
pula pengaruh-pengaruh terhadap
berlangsungnya proses dari input,
yang
selanjutnya
menghasilkan
output. Ditingkat sekolah proses ini
meliputi
proses
pengambilan
keputusan, pengelolaan kelembagaan,
program, proses pembelajaran serta
proses monitoring dan evaluasi.
Proses dapat dikatakan bermutu tinggi
apabila ada pengkoordinasian dan
keselarasan serta perpaduan input
yang dilaksanakan secara harmonis
dan terintegrasi sehingga mampu
menciptakan sistem pembelajaran
yang menyenangkan bagi semua
pihak yang terlibat dalam proses
pembelajaran. Satu hal yang sangat
penting dalam hal ini bagaimana
peserta didik dapat menguasai ilmu
37
pengatahuan dan teknologi, yang
selanjutnya
diaplikasikan
dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini akan
dapat
tercipta
apabila
proses
pembelajaran
bermutu
dan
menyenangkan yang berasal dari
sumberdaya yang ada di sekolah.
Hasilnya
berupa
output
yang
berkualitas tinggi yang sangat
diharapkan
oleh
masing-masing
sekolah.
Output
Sekolah
adalah
prestasi sekolah yang dihasilkan
melalui proses pembelajaran dan
manajemen di sekolah. Menurut
Rohiat (2009), pada umumnya, output
dapat diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu,
output
berupa
prestasi
akademik (academic achievement)
dan prestasi non akademik (non
academic achievement).
Prestasi akademik misalnya
NUAN/UAS, lomba karya ilmiah
remaja, lomba (Bahasa ingris,
matematika, fisika), cara berpikir
(kritis, kreatif divergen, nalar,
rasional, induktif, deduktif, dan
ilmiah). Prestasi non akademik,
misalnya akhlak/budi pekerti, dan
perilaku sosial yang baik seperti
bebas narkoba, kejujuran, kerjasama
yang baik, rasa kasih sayang yang
tinggi terhadap sesama, solidaritas
yang tinggi, toleransi, kedisiplinan,
kerajinan,
prestasi
olah
raga,
kesenian, dan kepramukaan.
Kualitas output sekolah tinggi
jika prestasi sekolah, khususnya
prestasi
belajar
peserta
didik
menunjukkan
pencapaian
yang
memuaskan,
misalnya
prestasi
akademik
dengan
berbagai
cakupannya, seperti nilai ulangan
harian, nilai dari fortofolio, nilai
ulangan umum dan atau nilai
38
Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 1. April 2010
ketuntasan kompetensi (NUAN/UAS),
lomba karya ilmiah dan sebagainya.
Kualitas
outrput
sekolah
tersebut di atas, perlu dilaksanakan
oleh pihak sekolah berikut para pihak
yang bertangungjawab atas kemajuan
peserta
didik
yang
memang
dibutuhkannya. Apalagi kebutuhan
peserta didik sangatlah bervariasi
dalam
memenuhi
kebutuhan
belajarnya. Termasuk kebutuhan guru
dan staf dalam pengembangan
profesionalnya. Oleh karena itu,
bervariasinya kebutuhan siswa akan
belajar, beragamnya kebutuhan guru
dan staf lain dalam pengembangan
profesionalnya,
berbedanya
lingkungan sekolah satu dengan
lainnya dan ditambah dengan harapan
orang tua atau masyarakat akan
pendidikan yang bermutu dan
tuntutan
dunia
usaha
untuk
memperoleh tenaga berkualitas akan
berdampak kepada keharusan setiap
individu,
khususnya
pimpinan
kelompok harus mampu merespon
dan
mengapresiasikan
kondisi
tersebut di dalam proses pengambilan
keputusan guna peningkatan mutu
pendidikan.
Proses pengambilan keputusan
peningkatan mutu pendidikan dapat
dipergunakan
berbagai
teori,
perspektif, dan kerangka acuan
dengan
melibatkan
berbagai
kelompok masyarakat, khususnya
pihak-pihak
yang
memiliki
kepedulian
terhadap
dunia
pendidikan. Hal ini disebabkan karena
sekolah berada pada garda terdepan
dalam proses pendidikan, Disisi lain
memberikan
konsekuensi logis
bahwa sekolah harus menjadi bagian
utama di dalam proses pembuatan
keputusan dalam peningkatan mutu
pendidikan.
Di lain pihak masyarakat
dituntut partisipasinya agar lebih
memahami
arti
membantu
mengontrol pengelolaan pendidikan,
sedangkan pemerintah pusat berperan
sebagai pendukung dalam hal
menentukan kerangka dasar kebijakan
pendidikan baik dalam strategi
maupun
konsep-konsep
pengelolaannya
yang
dalam
pelaksanaanya tentu akan berbeda
diantaranya. Untuk itu diperlukan
strategi pengelolaan sekolah.Strategi
tersebut
berbeda dengan konsep
pengelolaan sekolah yang selama ini
dikenal oleh kalangan pendidik
Dalam strategi dan konsep
lama, proses pengambilan keputusan
pendidikan, yang bukan hanya
kebijakan makro (rpusat), namun juga
mencakup keputusan mikro (sekolah).
Sementara sekolah cenderung hanya
melaksanakan
kebijakan-kebijakan
makro yang belum tentu sesuai
dengan kebutuhan belajar siswa,
lingkungan sekolah, dan harapan
orang tua.
Suatu
kenyataan
yang
mencuat kepermukaan bahwa sistem
lama
seringkali
menimbulkan
kontradiksi antara apa yang menjadi
kebutuhan di sekolah dengan
kebijakan yang harus dilaksanakan
dalam proses peningkatan kualitas
pendidikan. Fenomena pemberian
kemandirian
kepada
sekolah
memperlihatkan
adanya
suatu
perubahan pola pikir dari yang
bersifat rasional, normatif, dan
pendekatan preskriptif di dalam
pangambilan keputusan pendidikan
yang berorientasi pada pada suatu
kesadaran
akan
kompleksnya
kebijakan di dalam sistem pendidikan
dan organisasi yang mungkin tidak
diapresiasikan secara terpadu oleh
Paradigma Baru Dalam Pengelolaan (M. Yusuf Ibrahim)
pemerintah pusat. Hal inilah yang
kemudian memunculkan pemikiran
untuk
beralih
kepada
konsep
manajemen
peningkatan
mutu
berbasis sekolah sebagai pradigma
baru, yang merupakan bagian dari
desentralisasi pendidikan yang sedang
dikembangkan di lembaga sekolah di
Indonesia.
Paradigma
Manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah
merupakan alternatif baru dalam
pengelolaan pendidikan yang lebih
menekankan kepada kemandirian dan
kreativitas
sekolah
guna
meningkatkan mutu sekolah maupun
peserta didik. Untuk itu diperlukan
suatu konsep yang dikenal dengan
manajemen
peningkatan
mutu
berbasis sekolah. Konsep tersebut
diperkenalkan oleh teori effective
school yang lebih memfokuskan diri
pada perbaikan proses pendidikan
(Edmond. 1979). Beberapa indikator
yang menunjukkan karakter dari
konsep manajemen ini antara lain
sebagai berikut: (i). lingkungan
sekolah yang aman dan tertib,
(ii). sekolah memiliki misi dan target
mutu yang ingin dicapai, (iii). sekolah
memiliki kepemimpinan yang kuat,
(iv). adanya harapan yang tinggi dari
personel sekolah (kepala sekolah,
guru dan staf lainnya termasuk siswa
yang
berprestasi,
(v).
adanya
pengembangan staf sekolah yang
terus menerus terhadap berbagai
aspek akademik dan administratif,
dan pemanfaatan hasilnya untuk
perbaikan mutu, dan (vii). adanya
komunikasi dan dukungan intensif
dari orang tua murid atau masyarakat.
Pengembangan konsep manajemen ini
didesain
untuk
meningkatkan
kemampuan sekolah dan masyarakat
dalam
mengelola
perubahan
39
pendidikan kaitannya dengan tujuan
keseluruhan,
kebijakan,
strategi
perencanaan, inisiatif kurikulum yang
telah ditentukan oleh pemerintah dan
otoritas pendidikan. Pendekatan ini
menuntut adanya perubahan sikap dan
tingkah laku seluruh komponen
sekolah; kepala sekolah, guru dan
tenaga atau staf adminitrasi termasuk
orang tua dan masyarakat dalam
memandang, memahami, membantu
sekaligus sebagai pemantau yang
melaksanakan
monitoring
dan
evaluasi dalam pengelolaan sistem
informasi yang representatif dan
valid. Akhir dari semua itu ditujukan
kepada keberhasilan sekolah untuk
menyiapkan pedidikan yang bermutu
bagi masyarakat (Umeadi, 2000).
Dalam pengimplementasian konsep
ini, sekolah memiliki tanggung jawab
untuk mengelola dirinya, berkaitan
dengan permasalahan administrasi,
keuangan dan fungsi setiap personel
sekolah di dalam kerangka arah dan
kebijakan yang telah dirumuskan oleh
pemerintah. Hal ini akan dapat
terwujud
apabila
mendapatkan
dukungan orang tua dan masyarakat.
Sekolah harus membuat keputusan,
mengatur skala prioritas di samping
harus menyediakan lingkungan kerja
yang lebih profesional bagi guru, dan
meningkatkan
pengetahuan
dan
kemampuan. Hal tersebut akan dapat
terwujud apabila kepala sekolah
berperan aktif dalam peningkatan
mutu sekolah dan senantiasa bermitra
pada pihak-pihak yang menaruh
kepedulian
besar
terhadap
pendidikan.
Kepala sekolah harus tampil
sebagai koordinator dari sejumlah
orang yang mewakili berbagai
komponen yang berbeda di dalam
masyarakat
sekolah.
Secara
40
Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 1. April 2010
profesional harus terlibat dalam
setiap proses perubahan yang
terjadi
melalui
implimentasi
prinsip-prinsip
pengelolaan
peningkatan kualitas pendidikan
dengan menciptakan kompetisi dan
penghargaan di dalam sekolah itu
sendiri maupun sekolah lainnya.
Dengan
demikian
diperlukan
kerjasama dari berbagai komponen
yang menaruh perhatian khusus
dalam bidang pendidikan.
Ada empat hal yang terkait
dengan prinsip-prinsip pengelolaan
kualitas total, yaitu; (i). perhatian
harus ditekankan pada proses dengan
terus menerus mengumandangkan
peningkatan mutu, (ii). kualitas/mutu
harus ditentukan oleh pengguna jasa
sekolah, (iii). prestasi harus diperoleh
melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (iv). sekolah
harus menghasilkan siswa yang
memiliki
ilmu
pengetahuan,
keterampilan, sikap arif bijaksana,
karakter dan memiliki kematangan
emosional (Umeadi, 2000) Sistem
kompetisi dimaksud akan memotivasi
sekolah untuk terus meningkatkan
diri, sedangkan penghargaan akan
dapat memberikan motivasi dan
meningkatkan kepercayaan diri bagi
setiap komponen yang ada di sekolah,
khususnya peserta didik. Dengan
demikian sekolah harus mengontrol
sumber daya yang ada, termasuk
sumber daya manusianya. Lebih
lanjut, menggunakan sumberdaaya
dimaksud secara lebih efisien.
Sumber daya dimaksud harus dapat
memberikan
manfaat
bagi
peningkatan mutu. Sementara itu,
kebijakan makro dari pemerintah
dan/atau otoritas pendidikan lainnya
masih diperlukan dalam rangka
menjamin tujuan-tujuan yang bersifat
nasional dan akuntabilitas yang
berlingkup nasional demi kemajuan
dunia pendidikan melalui peningkatan
mutu pendidikan.
Strategi Pelaksanaan Pembelajaran Di
Tingkat Sekolah
Dalam dunia pendidikan,
strategi pembelajaran dapat diartikan
sebagai perencanaan yang berisikan
rangkatan aktivitas yang dirancang
untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pengertian tersebut di atas,
bila dicermati ada dua hal yang perlu
mendapatkan
perhatian
dalam
mengimplimentasikan
strategi
pelaksanaan pembelajaran, yaitu:
Pertama,
strategi
pembelajaran
merupakan
rencana
tindakan
(rangkaian
kegiatan)
termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan
berbagai sumberdaya/kekuatan dalam
pembelajaran. Ini berarti penyusunan
suatu strategi baru sampai pada proses
penyusunan rencana kerja belum
sampai pada tindakan. Kedua,
strategi disusun untuk mencapai
tujuan tertentu. Artinya, arah dari
semua keputusan penyusunan strategi
adalah pencapaian tujuan. Dengan
demikian,
penyusunan
langkahlangkah pembelajaran, pemanfaatan
berbagai fasilitas dan sumber belajar
semuanya diarahkan dalam upaya
pencapaian tujuan. Oleh sebab itu,
sebelum menentukan strategi, perlu
dirumuskan tujuan yang jelas dapat
diukur keberhasilannya, sebab tujuan
adalah rohnya dalam implementasi
suatu strategi (Wina Sanjaya, 2009 :
124). Hal inilah yang harus
dilaksanakan sekolah untuk dapat
mengimplementasikan peningkatan
mutu melalui penerapan strategi.
Lebih lanjut Kemp (1995)
menjelaskan
bahwa
strategi
Paradigma Baru Dalam Pengelolaan (M. Yusuf Ibrahim)
pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan
guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara
efektif dan efisien. Oleh Dick and
Carey (1985) juga menyebutkan
bahwa strategi pembelajaran itu
adalah suatu set materi dan prosedur
pembelajaran yang digunakan secara
bersama-sama untuk menimbulkan
hasil belajar pada siswa (Wina
Sanjaya,
2009:124).
Dengan
demikian,
strategi
dalam
pembelajaran di sekolah perlu
mendapatkan perhatian khusus dalam
mengimplementasikan konsep dan
strategi peningkatan mutu pendidikan.
Penutup
Mensosialisasikan
konsep
dasar manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah khususnya kepada
masyarakat perlu diterapkan di
lingkungan sekolah. Hal ini dilakukan
guna memperoleh masukan agar
konsep
manajemen
ini
dapat
diimplementasikan dengan mudah
dan sesuai dengan kondisi lingkungan
Indonesia yang memiliki keragaman
kultural, sosioekonomi masyarakat
dan kompleksitas geografisnya yang
tidak sama dan berbeda. Untuk itu,
aplikasinya tentu pula berbeda dalam
bagi
setiap
daerah
dalam
melaksanakan peningkatan mutu
sekolah. Oleh karena itu, masyarakat
pendidikan perlu diberikan wawasan
pengetahuan khususnya masyarakat
sekolah dan individu yang peduli
terhadap pendidikan,
khususnya
dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan.
Masyarakat perlu diberikan
motivasi, khususnya masyarakat
sekolah untuk terlibat dan berpikir
mengenai
peningkatan
mutu
41
pendidikan/di sekolah. Dalam hal ini
perlu upaya menggalang kesadaran
masyarakat sekolah untuk ikut serta
secara aktif dan dinamis dalam
mensukseskan peningkatan mutu
pendidikan.
Motivasi tersebut di atas akan
memunculkan pemikiran-pemikiran
baru
dalam
mensukseskan
pembangunan
pendidikan
dari
individu dan masyarakat yang
menaruh
kepedulian
terhadap
pendidikan, khususnya masyarakat
sekolah yang berada di garis paling
depan dalam proses pembangunan
dimaksud.
Tidak mengherankan
bahwa peningkatan mutu pendidikan
merupakan tanggungjawab semua
komponen
masyarakat,
dengan
berorientasi pada peningkatan mutu
yang berkelanjutan
pada jenjang
sekolah. Untuk itulah,
mutu
pendidikan pada tiap sekolah harus
dirumuskan dengan jelas dan dengan
target mutu yang harus dicapai setiap
tahunnya sehingga tercapai visi-misi
sekolah dimasa depan sesuai tuntutan
pembangunan bidang pendidikan.
Daftar Pustaka
Arif Rohman, 2009, Memahami
Pendidikan
&
Imu
PendidikanLaks
Bang
Mediatama Yogyakarta.
Dikmenum, 1999, Peningkatan Mutu
Pendidikan Berbasis Sekolah:
Suatu
Konseps
Otonomi
Sekolah
(paper
kerja),
Depdikbud, Jakarta.
______, 1998, Upaya Perintisan
Peningkatan Mutu Pendidikan
Berbasis
Sekolah
(paper
kerja), Depdikbud, Jakarta.
Karlof, Bengt and Ostblom, Svante,
1994,
Benchmarking:
A Sign post to Excellence in
42
Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 1. April 2010
Quality and Productivity,
John Wiley and Soons, New
York, USA.
Prayitno, 2008, Marjohan, Modul
Pengembangan
Profesi
Pendidik, Panitia Sertifikasi
Guru, Rayon, Universitas
Negeri Padang.
Rohiat, 2009, Manajemen Sekolah,
Teori dan Praktik, PT. Refika
Adithama, Bandung.
Roger, Everet M., 1995, Diffusion of
Innovations, The Free Press,
New York, USA.
Sunarto,
B.Agung
Hartono,
Perkembangan Peserta didik,
Rineka, Jakarta.
Tim Teknis Bappenas, 1999, School
_Based
Management
di
Tingkat Pendidikan Dasar,
Naskah kerjasama Bappenas
dan Bank Dunia, Jakarta.
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, Kencana PrMedia
Group, Jakarta.
Victorian's
Departement
of
Education, 1997, Developing
a Schools Charter: Qualilty
Assurance
in
Victorian
Schools, Education Victoria,
Melbourne, Australia.
______, 1998, How Good is Our
School: School Perfomance
fos
School
Councillors,
Education
Victoria,
Melbourne, Australia.
Udin Syaefudiin, Sa’ud. Inovasi
Pendidikan,
Alfabeta,
Bandung.Umaedi,
2000,
Manajemen Mutu Berbasis
Sekolah, Sebuah Pendekatan
Baru Dalam Pengelolaan
Sekolah Untuk Peningkatan
Mutu,
(Makalah
ini
disampaikan dalam Rapat
Kerja BPK Penabur Jakarta,
12 April 2000, Hotel Lembah
Hijau, Ciloto, Jawa Barat).
Download