PARADIGMA BARU DALAM PENGELOLAAN MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH Oleh: M. Yusuf Ibrahim (Pendidikan Sosiologi, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak) Abstrak: Upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang berhasil. Hal ini disebabkan strategi pembangunan pendidikan selama ini bersifat input oriented yang lebih berdasar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi seperti penyediaan berbagai buku, media pembelajaran, sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan akan dapat menghasilkan keluaran yang bermutu. Demikian pula, pengelolaan pendidikan lebih bersifat macro oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat, sedangkan ditingkat daerah belum begitu berperan. Anak dalam mengikuti pendidikan di sekolah terlalu banyak dijejali dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal, pendidikan tidak mengarah pada upaya mengembangkan karakter dan potensi yang dimiliki, tidak mengajarkan kemampuan memecahkan masalah hidup, tidak diarahkan untuk membentuk manusia kreatif dan inovatif. Karena itu, diperlukan pemikiran pengelolaan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang berorientasi pada peserta didik. Kata Kunci: Pengelolaan Manajemen, Mutu Berbasis Sekolah. pendidikan. Tidak diaplikasikannya Kondisi rendahnya mutu ilmu pendidikan dan merajalelanya pendidikan di Indonesia cenderung kemerosotan pendidikan merupakan dibesar-besarkan dan kurang dua hal yang menjadi akar rendahnya dipahami faktor-faktor yang mutu pendidikan di Indonesia. Jika melatarbelakanginya. Suatu masalah hal ini tidak segera di antisipasi dan yang sering mencuat kepermukaan tidak dilakukan perubahan, maka bahwa mengapa mutu pendidikan kita rendah ? suatu jawaban yang mudah bangsa ini ke depannya sulit mengikuti perkembangan kemajuan dan sering diungkapkan bahwa peradaban manusia, termasuk kurikulum kita sering berganti-ganti perkembangan ilmu pengetahuan dan (ganti Menteri Pendidikan, ganti pula teknologi. Perkembangan ilmu kebijakan dan kurikulum), prasarana dan sarana pendidikan kurang pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir memadai, dan diikuti dengan semua aspek kehidupan manusia. rendahnya gaji guru. Kita tidak Berbagai permasalahan hanya dapat menyangkal bahwa relevansi faktordipecahkan melalui upaya penguasaan faktor yang dimaksudkan itu, ada haldan peningkatan ilmu pengetahuan hal lain yang lebih bersifat mendasar dan teknologi. Selain manfaat bagi perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak yang memiliki kehidupan manusia di satu sisi tanggung jawab dalam bidang perubahan dimaksud juga telah 32 Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 1. April 2010 membawa manusia ke dalam era persaingan global yang bersifat kompleks. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus mampu berperan dalam persaingan global. Sebagai bangsa, kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan kualitasnya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, dan efisien dalam proses pelaksanaan pembangunan. Jika tidak, bangsa ini akan kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi yang penuh dengan persaingan. Kalah bersaing, maka bangsa ini tidak dapat menyejajarkan dirinya di tengahtengah bangsa-bangsa dunia karena kualitas sumber daya manusianya yang rendah. Hal ini disebabkan ketidaksiapan sumber daya manusia mengelola pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan. Ini harus mendapatkan perhatian yang serius bagi setiap pengelola pendidikan. Pendidik dapat dianggap salah satu profesi yang sangat mendukung terhadap suksesnya bidang pendidikan termasuk peningkatan mutunya. Oleh karena itu, pendidikan dapat dianggap sebagai salah satu inti dari kekuatan nasional suatu bangsa dalam meningkatkan mutu pendidikan. Melalui peningkatan mutu pendidikan diharapkan peserta didik dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni (IPTEKS). Kita sepakat bahwa majunya dan berkualitasnya suatu bangsa dan negara dapat diukur sampai dimana warga negaranya menguasai IPTEKS. Sebab IPTEKS yang dikuasai akan bermanfaat bagi dinamika masyarakat bangsa dan negaranya. Tidak heran, bila negara menaruh perhatian besar terhadap peningkatan mutu pendidikan bagi peserta didik. Untuk itu, pemerintah melalui gerakan peningkatan mutu pendidikan perlu diwujudkan melalui Sistem Pendidikan Nasional. Sistem Pendidikan Nasional ini merupakan tanggungjawab bagi seluruh komponen bangsa, termasuk para pengelola pendidikan itu sendiri. Bila kita berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pengelola pendidikan dan pendidik itu sendiri memegang peran penting dalam proses peningkatan mutu pendidikan melalui kualitas sumber daya manusianya. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui perbaikan kurikulum, perbaikan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengadaan materi ajar, mengadakan pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya, upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu indikator kekurangberhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke Paradigma Baru Dalam Pengelolaan (M. Yusuf Ibrahim) tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif kecil (Umeadi, 2000). Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama, strategi pembangunan pendidikan selama ini bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih berdasar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi seperti penyediaan bukubuku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga pendidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan akan dapat menghasilkan keluaran yang bermutu sebagaimana diharapkan. Ternyata strategi input output yang diperkenalkan oleh teory education function (Hanushek, 1979, 1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan, melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri. Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat,sedangkan ditingkat daerah belum begitu berperan banyak (Umeadi, 2000). Ketiga, pendidikan di sekolah terlalu menjejali otak anak dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal. Pendidikan kita tidak diarahkan untuk mengembangkan karakter dan potensi yang dimiliki anak, dengan kata lain proses pendidikan kita tidak pernah diarahkan membentuk manusia yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, tidak diarahkan untuk membentuk manusia kreatif dan inovatif (Wina Sanjaya, 2009:2), Padahal manusia kreatif dan inovatif sangat dibutuhkan dalam 33 membangun bangsa ini ke depannya agar sejajar dengan bangsa lainnya. Banyak faktor yang terabaikan oleh pemerintah pusat (ditingkat makro) dan sulitnya melaksanakannya ditingkat sekolah (mikro), karena ditingkat mikro hanya menunggu petunjuk dari tingkat makro. Termasuk tidak ada upaya di tingkat mikro untuk mengembangkan mutu pendidikan di sekolah. Akibatnya banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atas kesenjangan dimaksud, kita perlu memberikan pemahaman konsep dan pelaksanaanya bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan. Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan. Di samping itu mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi peserta didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beraneka ragam dengan kondisi linkungan yang berbeda, maka lembaga sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan mutu pendidikan. Ini akan dapat terlaksana bila lembaga sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan peserta didiknya. Untuk itu, agar kualitas pendidikan tetap 34 Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 1. April 2010 terjaga dan proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara nasional untuk dijadikan sarana evaluasi keberhasilan peningkatan mutu dimaksud, Pemikiran ini telah mendorong munculnya paradigma pendekatan baru, yaitu pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah, karena sekolah merupakan ujung tombak dalam melaksanakan pendidikan. Oleh karena itu, paradigma baru dalam pengelolaan peningkatan mutu berbasis sekolah perlu segera dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab dengan berbagai pendekatan yang harus ada. dalam kegiatan pendidikan. Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (School Based Quality Management) atau dalam nuansa yang bersifat pembangunan (Development) disebut school based quality improvement (Umeadi, 2000). Pendekatan tersebut di atas perlu dituangkan dalam konsep pelaksanaan dengan berorientasi pada kepentingan peserta didik dan masyarakat. Hal ini perlu dijalin kerjasama antara pihak yang berkepentingan untuk itu (Sekolah, masyarakat dan pemerintah). Konsep yang menawarkan kerjasama antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing-masing ini, berkembang didasarkan pada suatu keinginan pemberian kemandirian kepada sekolah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam rangka proses peningkatan mutu pandidikan melalui pengelolaan sumber dayanya. Lembaga sekolah harus mampu menginterpretasikan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kondisi lingkungannya yang berkaitan erat antara kelebihan dan kekurangannya. Selanjutnya, melalui proses perencanaan, sekolah harus memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam bentuk program-program unggulan yang harus dilaksanakan dan dievaluasi sesuai visi dan misinya masingmasing. Sekolah harus menentukan target pencapaian dalam arti luas yang ingin dicapai untuk setiap kurun waktu. Dengan demikian, sekolah secara mandiri tetapi masih dalam kerangka acuan kebijakan nasional dan ditunjang dengan penyediaan input yang memadai, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik dan masyarakat yang mengambil manfaat dari eksistensi sekolah sebagai lembaga peningkatan mutu pendidikan nasional. Apakah Itu Mutu ? Dalam berbagai aktivitas kelembagaan, baik dalam bidang produksi, pemasaran barang dan jasa pada umumnya dan lainnya mutu perlu mendapatkan perhatian secara khusus. Demikian pula dalam bidang pendidikan perlu dilaksanakan peningkatan mutu sekolah maupun mutu lulusan peserta didik. Hal ini diperlukan pengelolaan secara tepat guna dengan berorientasi pada kepentingan masyarakat, khususnya peserta didik dalam meningkatkan mutu lulusan. Paradigma Baru Dalam Pengelolaan (M. Yusuf Ibrahim) Mutu dalam pengertian umum mengandung makna derajat keunggulan suatu produk (hasil kerja dan upaya meningkatkan kualitas) baik berupa barang maupun jasa; baik yang langsung maupun tak langsung yang masih perlu ditingkatkan. Dalam hal ini konteks pendidikan pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan, dan lembaga kependidikan. Dalam "Proses pendidikan" yang dikatakan bermutu dapat dilihat dari berbagai input, seperti: bahan ajar (kognitif, afektif dan psikomotorik), metodologi, keprofessionalitas atau kemampuan guru, sarana sekolah, dukungan administrasi, dan sarana pra- sarana dan sumber daya lainnya guna penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah dan manajemen kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input dan atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi proses belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra kurikuler, baik dalam lingkup substansi yang akademis maupun non akademis yang kesemuanya dilakukan guna mendukung proses pembelajaran. Mutu dalam konteks "hasil pendidikan" mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil tes kemampuan akademis misalnya ulangan umum, EBTA atau EBTANAS. Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olahraga, seni atau 35 keterampilan tambahan tertentu misalnya: komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangable) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb (Umeadi, 2000). Selanjutnya antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. antara yang satu dengan yang lainnya. Akan tetapi agar proses pembelajaran/pendidikan yang sudah baik dan tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (Ouput) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau pada dekade tertentu.. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada output (mutu hasil) yang akan dicapai. Oleh karena itu, tanggung jawab lembaga pendidikan dalam school based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggungjawab akhirnya yaitu pada hasil yang dicapai. Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai sekolah, terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau "kognitif" dapat dilakukan brenchmarking (menggunakan titik acuan standar, misalnya: NEM untuk nasional, atau hasil ulangan umum bersama yang dirancang oleh PKG atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya (brenchmarking) maupun yang lain (ekstra kurikuler) dilakukan oleh sekolah sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ni RAPBS harus merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai 36 Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 1. April 2010 dan skenario bagaimana upaya yang dilakukan untuk mencapainya. Apakah Itu Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah ? Upaya peningkatan mutu pendidikan yang diharapkan tidak akan terjadi begitu saja tanpa proses peningkatan mutu. Untuk itu mutu harus direncanakan. Mutu harus menjadi suatu bagian penting dalam strategi kelembagaan. Untuk meraihnya perlu menggunakan pendekatan yang sistimatis dengan menggunakan proses perencanaan. Oleh karena itu, perencanaan strategi merupakan satu bagian dari peningkatan mutu bagi setiap institusi. Sallis (1993:107) menegaskan, ”Quality does not just happen it must be planned for. Quality need to be approached systematically usinga rigorous strategic planning process. Strategic planning is one of the mayor planks to TQM. Without clear long term direction the institution cannot plan for quality improve” Mutu atau kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dan barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau tersirat. Dalam kontek pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses dan output pendidikan (Rohiat : 2009 : 52). Untuk memahami input pendidikan maka harus dilihat karakteristik input itu apa saja. Menurut Rohiat 2009) karakteristik input meliputi: (a). Memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas, (b). Sumberdaya tersedia dan siap, (c). Staf yang kompeten dan berdidikasi tinggi, (d). Memiliki harapan prestasi yang tinggi, (e). Fokus pada pelanggan (khususnya siswa), (f). Input manajemen. Input manajemen dimaksud meliputi ugas yang jelas, rencana yang rinci dan sistimatis, program yang mendukung bagi pelaksanaan rencana, ketentuanketentuan (aturan main) yang jelas sebagai panutan bagi warga sekolahnya. Untuk bertindak, dan adanya sistem pengendalian mutu yang efektif dan efisien agar sasaran yang telah disepakati dapat dicapai. Di sisi lain, Input pendidikan dapat pula dikatakan segala sesuatu yang harus ada dalam setiap proses pendidikan. Dalam hal ini mencakup sumberdaya (manusia/kepala sekolah, dewan guru, karyawan dan peserta didik, sumberdaya lainnya, seperti peralatan, perlengkapan, uang bahan dsb) dan perangkat lunak (struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana dan program) serta harapanharapan (visi, misi, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai) sebagai panduan dalam melaksanakan proses pendidikan di maksud. Untuk itu diperlukan kesiapan agar proses pendidikan dapat berlangsung dengan baik, yang pada intinya berorientasi pada kepentingan peserta didik dan masyaraka. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input ini dapat diukur dari tingkat kesiapan input, Hal ini didasarkan pada tingginya kesiapan input. Oleh Rohiat (2009) dikatakan, bahwa makin tinggi tingkat kesiapan input makin tinggi pula mutu input tersebut. Sedangkan karakteristik Proses meliputi: (a). Proses belajar mengajar dengan efektivitas yang tinggi, (b). Kepemimpinan sekolah yang kuat, (c). Lingkungan sekolah Paradigma Baru Dalam Pengelolaan (M. Yusuf Ibrahim) yang aman dan tertib, (d). Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, (e). Sekolah memiliki budaya mutu, (f). Sekolah memiliki teamwork yang kompak, cerdas dan dinamis, (g). Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian), (h). Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat, (i). Sekolah memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen, (j). Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (psikologis dab fisik), (k). Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, (l). Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, (m). Memiliki komunikasi yang baik, (n). Sekolah memiliki akuntabilitas, (o). Manajemen lingkungan hidup sekolah yang baik, (p). Sekolah memiliki kemampuan menjaga sustainabilitas (kelangsungan hidupnya). Pada proses pendidikan merupakan sesuatu yang selalu mengakibatkan perubahan-perubahan. Perubahan dimaksud menimbulkan pula pengaruh-pengaruh terhadap berlangsungnya proses dari input, yang selanjutnya menghasilkan output. Ditingkat sekolah proses ini meliputi proses pengambilan keputusan, pengelolaan kelembagaan, program, proses pembelajaran serta proses monitoring dan evaluasi. Proses dapat dikatakan bermutu tinggi apabila ada pengkoordinasian dan keselarasan serta perpaduan input yang dilaksanakan secara harmonis dan terintegrasi sehingga mampu menciptakan sistem pembelajaran yang menyenangkan bagi semua pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran. Satu hal yang sangat penting dalam hal ini bagaimana peserta didik dapat menguasai ilmu 37 pengatahuan dan teknologi, yang selanjutnya diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini akan dapat tercipta apabila proses pembelajaran bermutu dan menyenangkan yang berasal dari sumberdaya yang ada di sekolah. Hasilnya berupa output yang berkualitas tinggi yang sangat diharapkan oleh masing-masing sekolah. Output Sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan melalui proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Menurut Rohiat (2009), pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu, output berupa prestasi akademik (academic achievement) dan prestasi non akademik (non academic achievement). Prestasi akademik misalnya NUAN/UAS, lomba karya ilmiah remaja, lomba (Bahasa ingris, matematika, fisika), cara berpikir (kritis, kreatif divergen, nalar, rasional, induktif, deduktif, dan ilmiah). Prestasi non akademik, misalnya akhlak/budi pekerti, dan perilaku sosial yang baik seperti bebas narkoba, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi olah raga, kesenian, dan kepramukaan. Kualitas output sekolah tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi belajar peserta didik menunjukkan pencapaian yang memuaskan, misalnya prestasi akademik dengan berbagai cakupannya, seperti nilai ulangan harian, nilai dari fortofolio, nilai ulangan umum dan atau nilai 38 Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 1. April 2010 ketuntasan kompetensi (NUAN/UAS), lomba karya ilmiah dan sebagainya. Kualitas outrput sekolah tersebut di atas, perlu dilaksanakan oleh pihak sekolah berikut para pihak yang bertangungjawab atas kemajuan peserta didik yang memang dibutuhkannya. Apalagi kebutuhan peserta didik sangatlah bervariasi dalam memenuhi kebutuhan belajarnya. Termasuk kebutuhan guru dan staf dalam pengembangan profesionalnya. Oleh karena itu, bervariasinya kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya kebutuhan guru dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan ditambah dengan harapan orang tua atau masyarakat akan pendidikan yang bermutu dan tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga berkualitas akan berdampak kepada keharusan setiap individu, khususnya pimpinan kelompok harus mampu merespon dan mengapresiasikan kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan guna peningkatan mutu pendidikan. Proses pengambilan keputusan peningkatan mutu pendidikan dapat dipergunakan berbagai teori, perspektif, dan kerangka acuan dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat, khususnya pihak-pihak yang memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan. Hal ini disebabkan karena sekolah berada pada garda terdepan dalam proses pendidikan, Disisi lain memberikan konsekuensi logis bahwa sekolah harus menjadi bagian utama di dalam proses pembuatan keputusan dalam peningkatan mutu pendidikan. Di lain pihak masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami arti membantu mengontrol pengelolaan pendidikan, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai pendukung dalam hal menentukan kerangka dasar kebijakan pendidikan baik dalam strategi maupun konsep-konsep pengelolaannya yang dalam pelaksanaanya tentu akan berbeda diantaranya. Untuk itu diperlukan strategi pengelolaan sekolah.Strategi tersebut berbeda dengan konsep pengelolaan sekolah yang selama ini dikenal oleh kalangan pendidik Dalam strategi dan konsep lama, proses pengambilan keputusan pendidikan, yang bukan hanya kebijakan makro (rpusat), namun juga mencakup keputusan mikro (sekolah). Sementara sekolah cenderung hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan makro yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, lingkungan sekolah, dan harapan orang tua. Suatu kenyataan yang mencuat kepermukaan bahwa sistem lama seringkali menimbulkan kontradiksi antara apa yang menjadi kebutuhan di sekolah dengan kebijakan yang harus dilaksanakan dalam proses peningkatan kualitas pendidikan. Fenomena pemberian kemandirian kepada sekolah memperlihatkan adanya suatu perubahan pola pikir dari yang bersifat rasional, normatif, dan pendekatan preskriptif di dalam pangambilan keputusan pendidikan yang berorientasi pada pada suatu kesadaran akan kompleksnya kebijakan di dalam sistem pendidikan dan organisasi yang mungkin tidak diapresiasikan secara terpadu oleh Paradigma Baru Dalam Pengelolaan (M. Yusuf Ibrahim) pemerintah pusat. Hal inilah yang kemudian memunculkan pemikiran untuk beralih kepada konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah sebagai pradigma baru, yang merupakan bagian dari desentralisasi pendidikan yang sedang dikembangkan di lembaga sekolah di Indonesia. Paradigma Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreativitas sekolah guna meningkatkan mutu sekolah maupun peserta didik. Untuk itu diperlukan suatu konsep yang dikenal dengan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Konsep tersebut diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan (Edmond. 1979). Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain sebagai berikut: (i). lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (ii). sekolah memiliki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (iii). sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, (iv). adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah, guru dan staf lainnya termasuk siswa yang berprestasi, (v). adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk perbaikan mutu, dan (vii). adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid atau masyarakat. Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan kemampuan sekolah dan masyarakat dalam mengelola perubahan 39 pendidikan kaitannya dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah dan otoritas pendidikan. Pendekatan ini menuntut adanya perubahan sikap dan tingkah laku seluruh komponen sekolah; kepala sekolah, guru dan tenaga atau staf adminitrasi termasuk orang tua dan masyarakat dalam memandang, memahami, membantu sekaligus sebagai pemantau yang melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan sistem informasi yang representatif dan valid. Akhir dari semua itu ditujukan kepada keberhasilan sekolah untuk menyiapkan pedidikan yang bermutu bagi masyarakat (Umeadi, 2000). Dalam pengimplementasian konsep ini, sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya, berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Hal ini akan dapat terwujud apabila mendapatkan dukungan orang tua dan masyarakat. Sekolah harus membuat keputusan, mengatur skala prioritas di samping harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan. Hal tersebut akan dapat terwujud apabila kepala sekolah berperan aktif dalam peningkatan mutu sekolah dan senantiasa bermitra pada pihak-pihak yang menaruh kepedulian besar terhadap pendidikan. Kepala sekolah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai komponen yang berbeda di dalam masyarakat sekolah. Secara 40 Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 1. April 2010 profesional harus terlibat dalam setiap proses perubahan yang terjadi melalui implimentasi prinsip-prinsip pengelolaan peningkatan kualitas pendidikan dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan di dalam sekolah itu sendiri maupun sekolah lainnya. Dengan demikian diperlukan kerjasama dari berbagai komponen yang menaruh perhatian khusus dalam bidang pendidikan. Ada empat hal yang terkait dengan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total, yaitu; (i). perhatian harus ditekankan pada proses dengan terus menerus mengumandangkan peningkatan mutu, (ii). kualitas/mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah, (iii). prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (iv). sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap arif bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional (Umeadi, 2000) Sistem kompetisi dimaksud akan memotivasi sekolah untuk terus meningkatkan diri, sedangkan penghargaan akan dapat memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri bagi setiap komponen yang ada di sekolah, khususnya peserta didik. Dengan demikian sekolah harus mengontrol sumber daya yang ada, termasuk sumber daya manusianya. Lebih lanjut, menggunakan sumberdaaya dimaksud secara lebih efisien. Sumber daya dimaksud harus dapat memberikan manfaat bagi peningkatan mutu. Sementara itu, kebijakan makro dari pemerintah dan/atau otoritas pendidikan lainnya masih diperlukan dalam rangka menjamin tujuan-tujuan yang bersifat nasional dan akuntabilitas yang berlingkup nasional demi kemajuan dunia pendidikan melalui peningkatan mutu pendidikan. Strategi Pelaksanaan Pembelajaran Di Tingkat Sekolah Dalam dunia pendidikan, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisikan rangkatan aktivitas yang dirancang untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengertian tersebut di atas, bila dicermati ada dua hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam mengimplimentasikan strategi pelaksanaan pembelajaran, yaitu: Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumberdaya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan langkahlangkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu strategi (Wina Sanjaya, 2009 : 124). Hal inilah yang harus dilaksanakan sekolah untuk dapat mengimplementasikan peningkatan mutu melalui penerapan strategi. Lebih lanjut Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi Paradigma Baru Dalam Pengelolaan (M. Yusuf Ibrahim) pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Oleh Dick and Carey (1985) juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa (Wina Sanjaya, 2009:124). Dengan demikian, strategi dalam pembelajaran di sekolah perlu mendapatkan perhatian khusus dalam mengimplementasikan konsep dan strategi peningkatan mutu pendidikan. Penutup Mensosialisasikan konsep dasar manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah khususnya kepada masyarakat perlu diterapkan di lingkungan sekolah. Hal ini dilakukan guna memperoleh masukan agar konsep manajemen ini dapat diimplementasikan dengan mudah dan sesuai dengan kondisi lingkungan Indonesia yang memiliki keragaman kultural, sosioekonomi masyarakat dan kompleksitas geografisnya yang tidak sama dan berbeda. Untuk itu, aplikasinya tentu pula berbeda dalam bagi setiap daerah dalam melaksanakan peningkatan mutu sekolah. Oleh karena itu, masyarakat pendidikan perlu diberikan wawasan pengetahuan khususnya masyarakat sekolah dan individu yang peduli terhadap pendidikan, khususnya dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Masyarakat perlu diberikan motivasi, khususnya masyarakat sekolah untuk terlibat dan berpikir mengenai peningkatan mutu 41 pendidikan/di sekolah. Dalam hal ini perlu upaya menggalang kesadaran masyarakat sekolah untuk ikut serta secara aktif dan dinamis dalam mensukseskan peningkatan mutu pendidikan. Motivasi tersebut di atas akan memunculkan pemikiran-pemikiran baru dalam mensukseskan pembangunan pendidikan dari individu dan masyarakat yang menaruh kepedulian terhadap pendidikan, khususnya masyarakat sekolah yang berada di garis paling depan dalam proses pembangunan dimaksud. Tidak mengherankan bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggungjawab semua komponen masyarakat, dengan berorientasi pada peningkatan mutu yang berkelanjutan pada jenjang sekolah. Untuk itulah, mutu pendidikan pada tiap sekolah harus dirumuskan dengan jelas dan dengan target mutu yang harus dicapai setiap tahunnya sehingga tercapai visi-misi sekolah dimasa depan sesuai tuntutan pembangunan bidang pendidikan. Daftar Pustaka Arif Rohman, 2009, Memahami Pendidikan & Imu PendidikanLaks Bang Mediatama Yogyakarta. Dikmenum, 1999, Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah: Suatu Konseps Otonomi Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta. ______, 1998, Upaya Perintisan Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta. Karlof, Bengt and Ostblom, Svante, 1994, Benchmarking: A Sign post to Excellence in 42 Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 1. April 2010 Quality and Productivity, John Wiley and Soons, New York, USA. Prayitno, 2008, Marjohan, Modul Pengembangan Profesi Pendidik, Panitia Sertifikasi Guru, Rayon, Universitas Negeri Padang. Rohiat, 2009, Manajemen Sekolah, Teori dan Praktik, PT. Refika Adithama, Bandung. Roger, Everet M., 1995, Diffusion of Innovations, The Free Press, New York, USA. Sunarto, B.Agung Hartono, Perkembangan Peserta didik, Rineka, Jakarta. Tim Teknis Bappenas, 1999, School _Based Management di Tingkat Pendidikan Dasar, Naskah kerjasama Bappenas dan Bank Dunia, Jakarta. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana PrMedia Group, Jakarta. Victorian's Departement of Education, 1997, Developing a Schools Charter: Qualilty Assurance in Victorian Schools, Education Victoria, Melbourne, Australia. ______, 1998, How Good is Our School: School Perfomance fos School Councillors, Education Victoria, Melbourne, Australia. Udin Syaefudiin, Sa’ud. Inovasi Pendidikan, Alfabeta, Bandung.Umaedi, 2000, Manajemen Mutu Berbasis Sekolah, Sebuah Pendekatan Baru Dalam Pengelolaan Sekolah Untuk Peningkatan Mutu, (Makalah ini disampaikan dalam Rapat Kerja BPK Penabur Jakarta, 12 April 2000, Hotel Lembah Hijau, Ciloto, Jawa Barat).