38 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, penulis akan melakukan analisis data yang sudah terkumpul. Data ini terkumpul dalam bentuk prospektus perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia dalam rentang tahun 2008-2014. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh variabel tujuan penggunaan dana untuk investasi, ROE, kepemilikan dewan komisaris, ukuran perusahaan, return pasar dan tingkat bunga sertifikat Bank Indonesia terhadap underpricing. Berdasarkan perumusan model penelitian yang telah diungkapkan sebelumnya, sekaligus untuk kepentingan pengujian hipotesis maka teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, uji asumsi klasik, dan analisis regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan bantuan program aplikasi SPSS 17.0. 4.1 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2014 yang berjumlah 158 perusahaan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini 103 perusahaan. Daftar perusahaan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 1. 39 4.2 Analisis Deksriptif Analisis deksriptif digunakan untuk menjelaskan deskripsi data dari seluruh variabel yang digunakan pada penelitian ini. Selain itu, Dalam statistik deskriptif dapat diketahui karakteristik variabel penelitian dari perusahaan yang dijadikan sampel. Uji statistik ini dilakukan terhadap data undepricing, tujuan penggunaan dana untuk investasi, ROE, kepemilikan dewan komisaris, ukuran perusahaan, return pasar, dan tingkat bunga sertifikat Bank Indonesia. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini: Tabel 4.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif Descriptive Statistics n Minimum Maximum Mean Std. Deviation UP 103 .0035 .7000 .286046 .2354999 TPDI 103 .0000 1.0000 .638005 .3062221 ROE 103 -.4460 1.0143 .157432 .1988362 KDK 103 .0000 .8852 .132874 .2146338 LNTA 103 23.8227 31.4375 27.634041 1.5225765 RP 103 -.0807 .0648 .006540 .0271296 TBSBI 103 .0382 .0975 .063707 .0132098 Valid N (listwise) 103 Sumber : Data sekunder diolah 2016 Dari hasil deskriptif terhadap variabel dependen underpricing, diketahui nilai terkecil untuk underpricing sebesar 0,35% yaitu terjadi pada PT Golden Plantation Tbk. Nilai terbesar dari underpricing sebesar 70% yaitu terjadi pada PT Bank Agris Tbk, PT Bank Dinar Indonesia Tbk, PT Multifilling Mitra Indonesia Tbk, PT Bekasi Asri Pemula Tbk, PT Destinasi Tirta Nusantara Tbk, dan PT 40 Triwira Insan Lestari Tbk. Rata-rata tingkat underpricing sebesar 28,6%, hal ini menunjukkan bahwa tingkat underpricing yang terjadi di Indonesia bisa dikatakan cukup besar, melampaui return IHSG tahun 2014 yang hanya mencapai 23,37% (Zuhri, 2014). Standar deviasi lebih rendah daripada nilai rata-ratanya menunjukkan bahwa tingkat sebaran underpricing memiliki variasi yang cukup rendah. Dari hasil deskriptif terhadap variabel independen tujuan penggunaan dana untuk investasi, diketahui nilai terkecil sebesar 0% dan nilai terbesar sebesar 100%. Rata-rata tujuan penggunaan dana untuk investasi oleh perusahaan yang melakukan IPO sebesar 63,8%. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan IPO sebagian besar perusahaan di Indonesia adalah untuk keperluan belanja modal atau ekspansi bisnis. Standar deviasi lebih rendah daripada nilai rata-ratanya menunjukkan bahwa tingkat sebaran tujuan penggunaan dana untuk investasi memiliki variasi yang cukup rendah. Dari hasil deskriptif terhadap variabel independen ROE, diketahui nilai terkecil sebesar -44,60% yaitu pada PT Sarana Menara Nusantara Tbk dan nilai terbesar sebesar 101,43% yaitu pada PT Harum Energy Tbk. Rata-rata ROE perusahaan yang melakukan IPO sebesar 15,74%. Hal ini menunjukkan rata rata perusahaan yang melakukan IPO mampu memberikan imbal hasil atas ekuitas pemegang saham sebesar 15,74%. Standar deviasi lebih tinggi daripada nilai rataratanya menunjukkan bahwa tingkat sebaran ROE memiliki variasi yang cukup tinggi. 41 Dari hasil deskriptif terhadap variabel independen kepemilikan dewan komisaris diketahui nilai terkecil sebesar 0% dan nilai terbesar sebesar 88,52%. Rata-rata kepemilikan dewan komisaris pada perusahaan yang melakukan IPO sebesar 13,28%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase kepemilikan dewan komisaris di perusahaan yang akan melakukan IPO di Indonesia bisa dikatakan tidak terlalu besar. Standar deviasi lebih tinggi daripada nilai rata-ratanya menunjukkan bahwa tingkat sebaran kepemilikan dewan komisaris memiliki variasi yang cukup tinggi. Dari hasil deskriptif terhadap variabel independen ukuran perusahaaan diketahui nilai terkecil sebesar 23,82 dan nilai terbesar sebesar 31,44. Rata-rata ukuran perusahaan sebesar 27,63. Jika diinterpretasikan dengan fungsi eksponensial, maka diketahui nilai terkecil sebesar 22.185.000.000 yaitu pada PT Skybee Tbk, nilai terbesar sebesar 44.992.171.000.000 yaitu pada PT Bank Tabungan Negara (Persero Tbk), dan rata-rata sebesar 1.003.024.219.740. Standar deviasi lebih rendah daripada nilai rata-ratanya menunjukkan bahwa tingkat sebaran ukuran perusahaaan memiliki variasi yang cukup rendah. Dari hasil deskriptif terhadap variabel independen return pasar diketahui nilai terkecil sebesar -8,07% dan nilai terbesar sebesar 6,48%. Rata-rata return pasar saat IPO sebesar 0,65%. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum saham tercatat di Bursa Efek Indonesia, IHSG cenderung mengalami kenaikan. Standar deviasi lebih tinggi daripada nilai rata-ratanya menunjukkan bahwa tingkat sebaran return pasar memiliki variasi yang cukup tinggi. 42 Dari hasil deskriptif terhadap variabel independen tingkat suku bunga SBI diketahui nilai terkecil sebesar 3,82% dan nilai terbesar sebesar 9,75%. Rata-rata. tingkat suku bunga SBI 6,37%. Standar deviasi lebih rendah daripada nilai rataratanya menunjukkan bahwa tingkat sebaran tingkat suku bunga SBI memiliki variasi yang cukup rendah. 4.3 Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik bertujuan untuk melihat apakah model regresi untuk peramalan memenuhi asumsi-asumsi dalam regresi berganda. Tahap uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. 4.3.1 Uji Normalitas Uji normalitas diukur menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah data yang digunakan dalam penelitian berdistribusi normal. Jika probabilitas > 0,05 maka data berdistribusi normal. Hasil uji normalitas dapat ditunjukkan pada tabel 4.2 berikut ini: 43 Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Residual n 103 Normal Parameters a,,b Mean Std. Deviation Most Extreme Differences .0000 .21718 Absolute .108 Positive .108 Negative -.089 Kolmogorov-Smirnov Z 1.099 Asymp. Sig. (2-tailed) .178 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber : Data sekunder diolah 2016 Hasil uji normalitas menggunakan Kolmogorov Smirnov menghasilkan nilai Asymp.Sig.(2-tailed) sebesar 0,178. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa data residual dalam model regresi ini terdistribusi normal karena nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05. 4.3.2 Uji Multikolinearitas Uji multikolinieritas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi korelasi antar variabel-variabel multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini: independen. Hasil uji 44 Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficientsa Collinearity Statistics Model 1 Tolerance VIF (Constant) TPDI .940 1.064 ROE .984 1.016 KDK .968 1.033 LNTA .935 1.070 RP .978 1.023 TBSBI .969 1.032 a. Dependent Variable: UP Sumber : Data sekunder diolah 2016 Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa semua variabel independen memiliki nilai tolerance lebih besar dari 0.1 dan memiliki nilai VIF kurang dari 10. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi yang kuat antar variabel independen. 4.3.3 Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah gangguan yang muncul dalam fungsi regresi populasi yang mempunyai variabel tidak sama. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. 45 Tabel 4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 B Std. Error (Constant) .507 .204 TPDI .035 .036 ROE -.173 KDK LNTA RP TBSBI Coefficients Beta t Sig. 2.482 .015 .096 .975 .332 .054 -.311 -3.236 .002 -.068 .050 -.131 -1.358 .178 -.010 .007 -.134 -1.357 .178 .063 .393 .015 .159 .874 -.603 .811 -.072 -.744 .459 a. Dependent Variable: ABS Sumber : Data sekunder diolah 2016 Berdasarkan hasil uji Glejser, diketahui bahwa tingkat signifikansi dari masing-masing variabel bebas adalah di atas 5%, kecuali variabel ROE yaitu 0,002. Hal ini menunjukkan bahwa variabel ROE mengandung adanya heteroskedastisitas. Oleh karena itu, dilakukan transformasi data ROE ke bentuk Logaritma Natural. 46 Tabel 4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas 2 Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 B Std. Error (Constant) .511 .214 TPDI .027 .037 LNROE -.055 KDK LNTA RP TBSBI Coefficients Beta t Sig. 2.390 .019 .074 .728 .468 .032 -.173 -1.742 .085 -.090 .053 -.173 -1.716 .089 -.012 .007 -.166 -1.635 .105 .075 .411 .018 .182 .856 -.300 .847 -.035 -.354 .724 a. Dependent Variable: ABS2 Sumber : Data sekunder diolah 2016 Setelah variabel ROE ditransformasi ke bentuk Logaritma Natural, diketahui bahwa tingkat signifikansi dari masing-masing variabel bebas adalah di atas 5%. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada satu pun variabel independen yang signifikan mempengaruhi nilai absolut. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas. 4.3.4 Uji Autokorelasi Autokorelasi asdalah gejala terjadinya korelasi diantara kesalahan pengganggu (ei) dari suatu observasi lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson. Hasil Uji Durbin Watson dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini: 47 Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb Model 1 R R Square .388a Adjusted R Std. Error of the Square Estimate .150 .097 Durbin-Watson .22373872 1.901 a. Predictors: (Constant), TBSBI, KDK, RP, TPDI, LNROE, LNTA b. Dependent Variable: UP Sumber : Data sekunder diolah 2016 Berdasarkan hasil olah data, diketahui bahwa nilai Durbin Watson sebesar 1,901 yang berada pada daerah 1,55 – 2,46 yaitu berada pada daerah tidak ada autokorelasi. Dengan demikian dari model regresi tidak terjadi gejala autokorelasi dan model regresi yang diajukan dapat diterima. 4. 4 Analisis Regresi Linier Berganda Analisa regresi linier berganda digunakan untuk membuktikan enam hipotesis penelitian. Analisa regresi linier berganda digunakan dengan bantuan software SPSS 17.0. Pengujian keenam hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan persamaan sebagai berikut: UP = 1,375 + 0,038 TPDI -0,139 LNROE -0,070 KDK -0,047 LNTA-0,290 RP5 + 2,061 TBSBI Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menguji pengaruh variabel tujuan penggunaan dana untuk investasi, ROE, kepemilikan dewan komisaris, ukuran perusahaan, return pasar dan tingkat bunga sertifikat Bank 48 Indonesia terhadap underpricing perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2014. Hasil regresi linier berganda ditunjukkan pada Tabel 4.7 dibawah ini: Tabel 4.7 Hasil Uji t Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 B (Constant) Std. Error 1.375 .429 .038 .075 LNROE -.139 KDK Coefficients Beta t Sig. 3.207 .002 .050 .514 .609 .064 -.207 -2.173 .032 -.070 .106 -.063 -.657 .513 LNTA -.047 .015 -.304 -3.127 .002 RP -.290 .826 -.033 -.351 .726 TBSBI 2.061 1.700 .116 1.212 .228 TPDI a. Dependent Variable: UP Sumber : Data sekunder diolah 2016 4.4.1 Uji t Dalam persamaan regresi tersebut nilai koefisien konstanta sebesar 1,375 menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap nol atau tidak ada, maka nilai underpricing adalah sebesar 137,5%. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai koefisien regresi untuk variabel tujuan penggunaan dana untuk investasi adalah 0,038 dan nilai signifikansi sebesar 0,609. Hal ini berarti tujuan penggunaan dana untuk 49 investasitidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap underpricing pada tingkat keyakinan 95%.Sementara itu, koefisien bertanda positif, berarti bahwa setiap kenaikan rasio tujuan penggunaan dana untuk investasi sebesar 1% akan menaikkan underpricing sebesar 0,038%. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa “H1 : tujuan penggunaan dana untuk investasi berpengaruh negatif terhadap underpricing” tidak didukung. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai koefisien regresi untuk variabel ROE adalah -0,139 dan nilai signifikansi sebesar 0,032. Hal ini berarti ROE mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap underpricing pada tingkat keyakinan 95%. Sementara itu, koefisien bertanda negatif, berarti bahwa setiap kenaikan LNROE sebesar 1% akan mengurangi underpricing sebesar 0,139%, atau jika diinterpretasikan dengan fungsi eksponensial sama dengan setiap kenaikan ROE sebesar 1% akan mengurangi underpricing sebesar 0,308%. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa “H2 : Return on Equity berpengaruh negatif terhadap underpricing” didukung. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai koefisien regresi untuk variabel kepemilikan dewan komisaris adalah -0,070 dan nilai signifikansi sebesar 0,513. Hal ini berarti kepemilikan dewan komisaris tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap underpricing pada tingkat keyakinan 95%. Sementara itu, koefisien bertanda negatif, berarti bahwa setiap kenaikan rasio kepemilikan dewan komisaris sebesar 1% akan mengurangi underpricing sebesar 0,070%. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa “H3 : kepemilikan dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap underpricing” 50 tidak didukung. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai koefisien regresi untuk variabel ukuran perusahaan adalah -0,047 dan nilai signifikansi sebesar 0,002. Hal ini berarti ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap underpricing pada tingkat keyakinan 95%. Sementara itu, koefisien bertanda negatif, berarti bahwa setiap kenaikan ukuran perusahaan sebesar 1% akan mengurangi underpricing sebesar 0,047%. Dengan demikian hipotesis keempat yang menyatakan bahwa “H4 : ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing” didukung. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai koefisien regresi untuk variabel return pasar adalah -0,290 dan nilai signifikansi sebesar 0,726. Hal ini berarti return pasar tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap underpricing pada tingkat keyakinan 95%. Sementara itu, koefisien bertanda negatif, berarti bahwa setiap kenaikan return pasar sebesar 1% akan mengurangi underpricing sebesar 0,290%. Dengan demikian hipotesis kelima yang menyatakan bahwa “H5 : return pasar berpengaruh positif terhadap underpricing” tidak didukung. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai koefisien regresi untuk variabel tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia adalah 2,061dan nilai signifikansi sebesar 0,228. Hal ini berarti tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap underpricing pada tingkat keyakinan 95%. Sementara itu, koefisien bertanda positif, berarti bahwa setiap kenaikan rasio tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia sebesar 1% akan 51 menaikkan underpricing sebesar 2,061%. Dengan demikian hipotesis keenam yang menyatakan bahwa “H6 : tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia berpengaruh negatif terhadap underpricing” tidak didukung. 4.4.2 Uji Adjusted R Square (Adj. R2) Koefisien determinasi (Adjusted R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Berdasarkan Tabel 4.9 diketahui koefisien determinasi sebesar 0,097 dapat diartikan bahwa underpricing 9,7% dapat dijelaskan oleh variabel tujuan penggunaan dana untuk investasi, ROE, kepemilikan dewan komisaris, ukuran perusahaan, return pasar dan tingkat bunga sertifikat Bank Indonesia. Sedangkan sisanya sebesar 90,3%, dijelaskan oleh variabel lainnya. 4.5 Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa ROE dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing. Variabel tujuan penggunaan dana untuk investasi, kepemilikan dewan komisaris, return pasar dan tingkat bunga sertifikat Bank Indonesia tidak berpengaruh terhadap underpricing. 4.5.1 Hipotesis Pertama Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tujuan penggunaan dana 52 untuk investasi tidak berpengaruh terhadap underpricing. Hasil ini didasari oleh hasil uji regresi dimana nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu 0,609. Hasil perhitungan ini membuat hipotesis pertama yang menyatakan bahwa tujuan penggunaan dana untuk investasi berpegaruh negatif terhadap underpricing ditolak. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Wicaksono (2012) dan Ismiyanti dan Armansyah (2010) yang menyatakan bahwa tujuan penggunaan dana untuk investasi tidak berpengaruh terhadap underpricing. Menurut Wicaksono (2012), informasi tentang tujuan penggunaan dana tidak menjadi penilaian utama investor dalam mengambil keputusan, sebaliknya investor lebih memperhatikan informasi tentang kinerja perusahaan.Sementara itu, hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Kristiantari (2013) dan Kim dkk. (1993) yang menyatakan bahwa tujuan penggunaan dana IPO untuk investasi berpengaruh negatif terhadap underpricing. 4.5.2 Hipotesis Kedua Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel ROE berpengaruh negatif terhadap underpricing. Hasil ini didasari oleh hasil uji regresi dimana nilai koefisien regresi adalah -0,139 dan nilai signifikansi sebesar 0,032. Hasil perhitungan ini membuat hipotesis kedua yang menyatakan bahwa ROE berpegaruh negatif terhadap underpricing diterima. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari dan Hudiwinarsih (2013) yang menyatakan bahwa ROE berpengaruh 53 negatif terhadap underpricing. Semakin tinggi nilai ROE, maka semakin baik pula kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dan hal ini akan mengurangi ketidakpastian bagi investor. Menurut Ratnasari dan Hudiwinarsih (2013) IPO dari emiten dengan ROE yang tinggi akan menciptakan sentimen positif bagi investor dalam membeli saham perusahaan tersebut, sehingga dalam pelaksanaan IPO underwriter dan emiten kemudian cenderung untuk tidak menentukan harga penawaran perdana yang jauh lebih rendah dibawah harga sewajarnya atau dengan kata lain menurunkan besarnya underpricing. 4.5.3 Hipotesis Ketiga Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kepemilikan dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap underpricing. Hasil ini didasari oleh hasil uji regresi dimana nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu 0,513. Hasil perhitungan ini membuat hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa kepemilikan dewan komisaris berpegaruh negatif terhadap underpricing ditolak. Kepemilikan dewan komisaris di perusahaan yang melakukan IPO tidaklah membuat emiten dan underwriter menetapkan harga penawaran yang tinggi untuk menurunkan tingkat underpricing. Selain itu, kepemilikan dewan komisaris juga tidak menjadi penilaian utama investor dalam mengambil keputusan di pasar sekunder. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Deb (2013) yang menyatakan bahwa kepemilikan dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap underpricing. 54 4.5.4 Hipotesis Keempat Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing. Hasil ini didasari oleh hasil uji regresi dimana nilai koefisien regresi adalah -0,047 dan nilai signifikansi sebesar 0,002. Hasil perhitungan ini membuat hipotesis keempat yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpegaruh negatif terhadap underpricing diterima. Menurut Wicaksono (2012), semakin besar suatu perusahaan, maka semakin kecil tingkat ketidakpastian prospek perusahaan di masa yang akan datang. Perusahaan besar juga lebih dikenal oleh investor, hal ini akan mengurangi asimetri informasi pada perusahaan yang besar sehingga dalam pelaksanaan IPO underwriter dan emiten kemudian cenderung untuktidak menentukan harga penawaran perdana yangjauh lebih rendah dibawah harga sewajarnya atau dengan kata lain mengurangi tingkat underpricing (Kristiantari, 2013). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kristiantari (2013), Wicaksono (2012), dan Sulistyawati (2006) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing. Sementara itu, hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Hidayat dan Kusumastuti (2014) dan Handayani (2008) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap underpricing. 4.5.5 Hipotesis Kelima Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel return pasar tidak berpengaruh terhadap underpricing. Hasil ini didasari oleh hasil uji regresi dimana 55 nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu 0,726. Hasil perhitungan ini membuat hipotesis kelima yang menyatakan bahwa return pasar berpegaruh positif terhadap underpricing ditolak. Informasi yang berasal dari eksternal seperti return IHSG tidak menjadi penilaian utama investor dalam mengambil keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa investor fokus pada faktor internal perusahaan dalam mengambil keputusan. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Martani (2003) yang menyatakan bahwa return pasar berpengaruh positif terhadap underpricing. 4.5.6 Hipotesis Keenam Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia tidak berpengaruh terhadap underpricing. Hasil ini didasari oleh hasil uji regresi dimana nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu 0,228. Hasil perhitungan ini membuat hipotesis keenam yang menyatakan bahwa tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia berpegaruh negatif terhadap underpricing ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa dalam menentukan harga penawaran, emiten dan underwriter tidak terpengaruh oleh tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia. Investor juga tidak terpengaruh oleh tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia dalam mengambil keputusan investasi. Kondisi internal perusahaan seperti kinerja keuangan dianggap lebih penting daripada indikator ekonomi secara makro. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Martani (2003) yang menyatakan bahwa tingkat bunga SBI berpengaruh negatif terhadap underpricing.