BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Segmentasi Pasar

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Kajian Teori
2.1.1 Segmentasi Pasar
Perusahaan yang memutuskan untuk beroperasi dalam pasar yang luas
hendaknya menyadari bahwa tidak mungkin dapat melayani seluruh
pelanggan dalam pasar tersebut. Berkenaan dengan masalah tersebut
perusahaan perlu mengidentifikasi segmen pasar yang dapat dilayani dengan
efektif.
Schiffman dan Kanuk (2006 : 37) mendefinisikan segmentasi pasar
sebagai proses membagi pasar menjadi kelompok- kelompok konsumen yang
khas yang mempunyai kebutuhan atau sifat yang sama dan kemudian memilih
satu atau lebih segmen yang akan dijadikan sasaran bauran pemasaran yang
berbeda. Kasali (2000) menyatakan bahwa segmentasi merupakan proses
mengkotak-kotakkan pasar yang heterogen ke dalam kelompok-kelompok
potential customers yang memiliki kesamaan kebutuhan atau kesamaan
karakter yang memiliki respon yang sama dalam membelanjakan uangnya.
Segmentasi faktanya telah digunakan pada tujuan pemasaran
berkembang, hal ini dikarenakan segmentasi mengidentifikasikan subkelompok penting dalam populasi sebagai target pemasaran yang lebih efisien
dari yang lain. Penelitian segmentasi yang telah dilakukan oleh para ahli
mengelompokkan konsumen berdasarkan kelas sosial dan gaya hidup
(Plummer, 1974) maupun variabel- variabel demografi seperti umur, jenis
kelamin, pendapatan, dan variabel demografi lainnya.
Tujuan segmentasi adalah melayani konsumen lebih baik dan
memperbaiki kompetitif perusahaan. Dibalik tujuan utama ini tentu ada
tujuan-tujuan lain yang lebih sempit, seperti meningkatkan penjualan (dalam
unit dan rupiah), memperbaiki pangsa pasar (market share), melakukan
komunikasi dan promosi yang lebih baik, dan memperkuat citra.
Suprapti (2010 : 36) menjelaskan studi segmentasi dirancang untuk
menemukan kebutuhan dan keinginan kelompok konsumen tertentu. Berdasar
informasi itu bisa dikembangkan barang atau jasa tertentu yang dapat
memuaskan kebutuhan dan keinginan tersebut. Selain itu, studi segmentasi
juga dilakukan untuk mengetahui media yang tepat digunakan untuk
menyampaikan pesan-pesan promosi kepada kelompok tertentu. Tiap
kelompok konsumen biasanya memiliki preferensi tertentu terhadap media
komunikasi.
Pasar, khususnya pasar konsumen dapat disegmentasi berdasarkan
empat kelompok besar variabel, yaitu : variabel geografis, demografis,
psikografis, dan perilaku. Pemasar harus menggunakan kombinasi dari
keempat variabel tersebut untuk memperoleh cara segmentasi yang terbaik
(Suprapti, 2010 : 39).
a. Segmentasi geografis adalah tindakan pembagian pasar ke dalam unit-unit
geografis yang berbeda seperti negara, negara bagian atau provinsi,
kabupaten, kota, atau wilayah lainnya. Alasan yang mendasari pembagian
pasar berdasarkan wilayah geografis ini adalah bahwa orang-orang yang
hidup di satu wilayah memiliki kebutuhan atau keinginan yang hampir sama
dan kebutuhan atau keinginan itu berbeda dengan yang dimiliki oleh orangorang dari wilayah geografis lainnya.
b. Segmentasi demografis adalah pembagian pasar ke dalam kelompokkelompok berbeda berdasar variabel demografis seperti umur, jenis kelamin,
status perkawinan, ukuran keluarga, siklus hidup keluarga, penghasilan,
pekerjaan, pendidikan, agama, ras, dan kebangsaan. Segmentasi pasar
berdasar variabel demografis paling cocok menggambarkan kebutuhan,
keinginan, dan tingkat pemakaian konsumen.
c. Segmentasi psikografis adalah pembagian pasar ke dalam kelompokkelompok berbeda berdasar kelas sosial, gaya hidup, atau karakteristik
kepribadian. Variabel segmentasi ini biasanya dikombinasikan dengan
variabel demografis karena seringkali terjadi orang-orang yang berada pada
satu kelompok demografis memiliki ciri atau karakteristik psikografis yang
berbeda.
Karena
itu,
dalam
memilih
segmen
pasarnya,
pemasar
mengkombinasikan variabel demografis dan psikografis untuk merancang
strategi yang tepat.
d. Segmentasi berdasar perilaku merupakan upaya pembagian pasar ke dalam
segmen atau kelompok- kelompok berbeda berdasar saat pembelian, manfaat
yang dicari, status pemakai, tingkat penggunaan, sikap, atau respon mereka
terhadap sebuah produk.
2.1.2 Merek (Brand)
American Marketing Association menyatakan bahwa brand adalah
sebuah nama, desain, simbol ataupun fitur yang lain yang mengidentifikasi
barang atau jasa dari satu penjual yang membedakannya dari penjual yang
lain (Maurya & Mishra, 2012: 123).
Brand mempunyai tiga definisi yang menyatu (Landa, 2006:4), yaitu:
-
Semua karakteristik dari sebuah produk, jasa atau organisasi, termasuk
fitur fisik, asset emosional, budaya dan asosiasi emosional;
-
Identitas brand yang teraplikasi pada setiap produk atau jasa dan ekstensi
dari produk, jasa atau organisasi;
-
Persepsi audiens terhadap brand.
Berbeda dengan yang lain, Neumeier menyatakan bahwa brand adalah
perasaan seseorang terhadap sebuah produk, jasa atau perusahaan. Brand
adalah perasaan karena semua manusia bersifat emosional dan merupakan
makhluk intuisi, seberapapun kerasnya kita mencoba untuk menjadi rasional.
Brand adalah perasaan seseorang karena pada akhirnya brand ditentukan oleh
perseorangan, bukan perusahaan, pasar, maupun publik. Setiap orang
menciptakan versi brandnya masing-masing (Neumeier, 2006:2).
Kapferer menyatakan bahwa brand adalah omnipresent, atau dengan
kata lain brand ada dimana-mana. Brand mempengaruhi hampir semua aspek
dalam hidup manusia: ekonomi, sosial, budaya, olahraga, bahkan agama
(Maurya & Mishra, 2012:122).
Dapat disimpulkan bahwa brand adalah wajah perusahaan, apa yang
pertama kali diperhatikan individual mengenai suatu produk. Brand bisa
berwujud suatu emosi yang ditimbulkan oleh brand tersebut. Brand bisa
berupa banyak hal, dan meski tidak kita sadari, brand mempengaruhi segala
aspek kehidupan kita.
Brand adalah identitas tambahan dari suatu produk yang tak hanya
membedakannya dari produk pesaing, namun merupakan janji produsen atau
kontrak kepercayaan dari produsen kepada konsumen dengan menjamin
konsistensi bahwa sebuah produk akan selalu dapat menyampaikan nilai yang
diharapkan konsumen dari sebuah produk.
Merek dapat memiliki enam level pengertian (Surachman, 2009):
1. Atribut. Atribut berarti bahwa merek mengingatkan pada atibut-atribut
tertentu
2. Manfaat. Manfaat berarti bahwa atribut perlu diterjemahkan menjadi
manfaat fungsional dan emosional
3. Nilai. Nilai berarti bahwa merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai
produsen.
4. Budaya. Budaya berarti bahwa merek juga mewakili budaya tertentu.
5. Kepribadian. Kepribadian berarti bahwa merek juga mencerminkan
kepribadian tertentu.
6. Pemakai. Pemakai berarti bahwa merek menunjukkan jenis konsumen
yang membeli atau menggunakan merek tersebut.
2.1.2.1 Manfaat Merek
Menurut Keller (2008), merek memiliki manfaat bagi konsumen dan
produsen. Bagi produsen, merek memiliki pentingnya:
a. Sebuah alat untuk memudahkan mengidentifikasi proses penanganan atau
identifikasi produk untuk perusahaan, khususnya bagi pengorganisasian
persediaan dan akuntansi proses.
b. Suatu bentuk perlindungan hukum terhadap fitur produk yang unik atau
aspek. Merek bisa mendapatkan perlindungan kekayaan intelektual. Nama-
nama merek dapat dilindungi melalui merek dagang terdaftar, proses
manufaktur dapat dilindungi melalui merek dagang dipatenkan dan
kemasan dapat dilindungi melalui hak cipta dan desain. Hak kekayaan
intelektual ini berfungsi sebagai dan jaminan bagi perusahaan untuk
berinvestasi dengan aman di merek dikembangkan dan bisa mendapatkan
keuntungan dari aset yang berharga.
c. Sebuah sinyal dari tingkat kualitas bagi konsumen puas sehingga mereka
dapat dengan mudah memilih dan membeli kembali waktu lain. Hasil
loyalitas merek seperti permintaan prediktabilitas dan keamanan bagi
perusahaan dan menciptakan penghalang masuk bagi perusahaan lain.
d. Sebuah platform untuk membuat asosiasi dan makna unik yang
membedakan produk dari pesaing lainnya.
e. Sebuah sumber keunggulan kompetitif terutama dalam perlindungan
hukum, loyalitas konsumen dan citra unik yang terbentuk dalam benak
konsumen.
f. Suatu bentuk pengembalian keuangan terutama dalam kaitannya dengan
pendapatan masa depan.
Table 2.1 Manfaat merek bagi konsumen
No.
FUNGSI
MANFAAT BAGI KONSUMEN
1.
Identification
Kemudahan
visibilitas,
makna
produk,
kemudahan pencarian produk.
2.
Practicality
Memfasilitasi waktu dan penghemanatn energi
melalui pembelian kembali produk/jasa yang
sama dan loyalitas.
3.
Guarantee
Memberikan jaminan bagi konsumen bahwa
mereka bisa mendapatkan kualitas yang sama
meskipun waktu pembelian yang berbeda dan
tempat.
4.
Optimization
Memberikan jaminan bahwa konsumen dapat
membeli alternatif terbaik dalam kategori
produk tertentu dan pilihan terbaik untuk tujuan
tertentu
No.
FUNGSI
MANFAAT BAGI KONSUMEN
5.
Characterization
Mendapatkan
konfirmasi
dari
citra
diri
konsumen atau gambar yang akan ditampilkan
kepada orang lain.
6.
Continuity
Kepuasan yang diperoleh melalui keakraban dan
keintiman dengan merek yang digunakan atau
dikonsumsi oleh konsumen selama bertahuntahun.
7.
Hedonistic
Kepuasan yang berhubungan dengan merek,
logo dan daya tarik komunikasi.
8.
Ethical
Kepuasan terkait dengan sikap bertanggung
jawab
dari
merek
berkaitan
dengan
hubungannya dengan massa.
Sumber: Tjiptono (2005)
2.1.3 Brand Personality
Persepsi merek adalah sikap, perspektif, dan pandangan konsumen
terus menuju sebuah merek. Berbagai ciri mengenai merek dapat
mempengaruhi perkembangan sikap merek yang positif (Guthrie, Kim, &
Jung, 2008)
Dalam penelitian perilaku konsumen, cukup banyak perhatian telah
diberikan kepada kepribadian merek, yang mengacu pada set karakteristik
manusia yang menggambarkan merek tertentu, mirip dengan kepribadian
manusia karena konsumen menganggap kualitas manusia untuk nama-nama
merek dan sering mereka merasa mereka berhubungan dengan merek secara
pribadi. Dengan kata lain, kepribadian merek mendefinisikan secara resmi di
sini sebagai "himpunan karakteristik manusia yang terkait dengan merek".
Menurut Maholtra (2012), semakin besar harmoni antara karakteristik
manusia yang konsisten dan khas menggambarkan individu yang sebenarnya
atau yang ideal diri mereka yang menggambarkan sebuah merek.
Kepribadian merek muncul sebagai akibat dari asosiasi konsumen
dengan upaya perusahaan untuk memproyeksikan citra merek tertentu melalui
iklan dan komunikasi, dan dari atribut merek. Banyak bukti yang ada untuk
memperkuat keyakinan bahwa konsumen lebih memilih merek yang lebih
cocok dengan diri mereka sendiri, baik nyata atau ideal. Beberapa ahli juga
telah menemukan bahwa manusia dan kepribadian merek bisa saling
memperkuat satu sama lain. (Long-Yi, 2010)
Dahulu merek sering ditawarkan hanya dengan pendekatan fungsional
artinya kinerja atau kemampuan merek untuk memberikan apa yang telah
dijanjikannya menjadi hal yang ditonjolkan. Namun kemajuan teknologi telah
mengakibatkan kinerja merek sulit dipertahankan sebagai diferensiasi karena
kemajuan teknologi telah membuat merek saling bersaing pada kategori yang
sama. Diferensiasi yang dapat digunakan saat ini adalah penggunaan nilainilai emosional kepribadian target konsumennya (Ferrinadewi, 2008).
Kepribadian dapat dikatakan sebagai keseluruhan pemikiran dan
perasaannya terhadap dirinya sendiri (Sirgy, 1982). Konsep kepribadian dapat
juga disebut sebagai konsep diri, konsep diri sesungguhnya merupakan
struktur kognitif yang ternyata dalam banyak hal berhubungan erat dengan
perasaan dan perilaku. Beberapa ahli berpendapat bahwa konsep diri
merupakan pengetahuan tentang diri yang termasuk didalamnya mengarahkan
prilaku yang lain. Konsep diri merupakan hasil dari proses interaksi antar
individu. Namun ada juga yang berpendapat bahwa konsep diri meliputi
seluruh variasi hal-hal seperti peran identitas, rasa memiliki, dan simbol
lainnya yang digunakan oleh individual untuk pengembangan dan
pemahaman diri.
2.1.3.1 Konsep Brand Personality
Kepribadian merek dikaitkan dengan tingkat yang lebih tinggi dari
respon emosional konsumen, kepercayaan konsumen dan loyalitas (Fournier,
1994). Dengan mengungkapkan karakteristik nilai konsumen, kepribadian
merek memainkan peran yang menentukan dalam pemilihan merek (Guthrie
& Kim, 2009). Aaker, Fournier, dan Brasel (2004) meneliti bagaimana
persepsi ketulusan dan kegembiraan berubah ketika konsumen kecewa
dengan produk atau merek. Kepribadian merek juga menunjukkan bagaimana
konsumen menilai merek itu sendiri dan nilai karakteristik tertentu atas orang
lain, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi pilihan merek mereka
(Guthrie, Kim, dan Jung, 2008). Misalnya, berdasarkan Kim (2000), dia
menemukan bahwa meskipun harapan kepribadian untuk merek pakaian
berbeda, kepribadian merek "kompeten" ditemukan sebagai karakteristik
umum untuk merek yang dirasakan menguntungkan.
Aaker (1997) memberikan banyak implikasi untuk penelitian
kepribadian merek. Pertama, untuk merek menjadi sukses, kepribadiannya
harus sesuai atau ideal dengan kepribadian konsumen (Guthrie, Kim, dan
Jung, 2008). Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi dimensi brand
yang menggambarkan merek, dan memastikan kepribadian dimensi ini secara
memadai digambarkan kepada konsumen, dan tujuan utamanya adalah untuk
memastikan merek mempengaruhi kepribadian dengan preferensi konsumen
untuk kategori produk merek tertentu (Guthrie, Kim, dan Jung, 2008).
2.1.3.2 Dimensi Brand Personality
Jennifer Aaker dalam Azoulay , Journal Brand Management (2003).
“The Brand Personality dimensions” adalah suatu kerangka untuk
menggambarkan dan mengukur kepribadian merek dalam lima dimensi inti.
Model ini mendasarkan lima dimensi inti tersebut berdasarkan analogi
manusia.
Gambar 2.1 Dimensi Brand Personality
Sumber: Aaker (1997)
Aaker (1997) mengembangkan 5 dimensi brand personality yang
terdiri dari Sincerity, Excitement, Competence, Sophistication dan Rugedness.
Dimensi ketulusan merek terdiri dari beberapa item yaitu rendah hati, jujur,
sederhana, dan ceria. Dimensi Excitement terdiri dari berani, semangat,
imajinatif dan modern. Dimensi kompetensi terdiri dari dapat diandalkan,
pandai dan sukses. Dimensi sophistication terdiri dari glamor dan pesona.
Dimensi ruggedness terdiri dari gagah dan kuat. Seperti yang ditunjukan pada
Gambar 2.2.
1. Pertama adalah Sincerity (Down-to-earth, family-oriented, small town,
honest, sincere, realistic, wholesome, original, cheerful, sentimental and
friendly). Dimensi ini menunjukkan sifat manusia yang tulus. Jika
diaplikasikan pada brand dimensi sincerity atau kesungguhan hati ini
mencerminkan
bagaimana
brand
benar-benar
menunjukkan
konsistensinya dalam memenuhi need (kebutuhan), want (keinginan), dan
expectation (harapan) dari konsumen.
2. Kedua adalah excitement (Contemporary, independent, up-to-date,
unique, imaginative, young, cool, sprited, exciting, trendy and daring).
Excitement artinya kegembiraan, bagaimana sebuah brand mampu
memberikan kesenangan pada pemakainya.
3. Ketiga adalah dimensi Competence (Reliable, hardworking, sincere,
intelligent, technical, corporate, successful, leader and confident).
Dimensi Competence ini menunjukkan bahwa suatu brand punya
kemampuan untuk menunjukkan keberadaanya di pasar.
4. Keempat adalah dimensi sophisticating (Upper class, glamor, goodlooking, charming, feminine and smooth. )Dimensi ini lebih mengacu
pada bagaimana suatu brand memberikan nilai bagi konsumennya. Ada
dua elemen yaitu upper class dan charming.
5. Dimensi yang kelima adalah rugedness (Outdoorsy, masculine, western,
tough, and rugged). Dimensi ini menunjukkan bagaimana sebuah brand
mampu bertahan di tengah persingan brand-brand lain. Elemen outdoorsy
mengacu pada sifat kokoh dan maskulin, sedangkan tough menunjukkan
elemen yang kuat.
Setelah melakukan wawancara dengan Brand Manager Cloth Inc,
peneliti memutuskan untuk membatasi penggunaan dimensi dan indikator
brand personality yang digunakan di penelitian ini hanya dibatasi oleh 3
dimensi
yaitu
excitement,
competence
dan
sophisticating.
Untuk
menyesuaikan dengan kategori produk yang diteliti, yaitu produk pakaian
(fashion). Dimana pada penelitian ini dimensi sincerity dan ruggedness tidak
sesuai dengan karakter produk fashion. Keputusan ini juga didasari oleh buku
Exploring Brand Personality Congruence (Asperin, 2007). Dimana dikatakan
menurut framework Aaker, sincerity, excitement dan competence sesuai
dengan warisan dari brand dan mirip dengan dimensi Big Five yakni
agreeableness, extroversion, dan conscientiousness, respectively. Sedangkan
Sophistication dan Ruggedness ialah karakteristik brand yang diinginkan
namun tidak mirip dengan Big Five (Aaker, 1997)
2.1.4
Brand Beliefs
American
Marketing
Association
mengatakan
bahwa
belief
(keyakinan) ialah suatu kognisi atau organisasi kognitif tentang beberapa
aspek dari individu. Tidak seperti sikap, keyakinan selalu emosional atau
motivasi netral. Krench dan Crutchfield (1948) menentukan keyakinan
sebagai istilah umum yang mencakup pengetahuan, pendapat, dan keyakinan
organisasi atas persepsi dan kognisi tentang beberapa aspek dari individu.
Keyakinan identik dengan pengetahuan atau makna bahwa semua mengacu
pada interpretasi konsumen terhadap konsep-konsep penting.
Brand beliefs adalah karakteristik merek yang dianggap penting oleh
konsumen. Dalam riset pasar, pemasar mengembangkan atribut dan
keuntungan dari sebuah merek. Atribut dan keuntungan ini diperoleh dari
sebuah wawancara mendalam atau focus group dengan konsumen. Brand
beliefs adalah sebuah konstruk yang multidimensional karena konstruk ini
mencerminkan atribut produk yang dipersepsikan oleh konsumen (Homer,
2006).
2.1.4.1 Dimensi Brand Beliefs
Kwon dan Lennon dalam Journal of Retailing (2009) menjelaskan
pengukuran dari brand beliefs yang dibagi menjadi online brand beliefs dan
offline brand beliefs. Kwon dan Lennon membagi channel brand beliefs
untuk mengetahui bagaimana respon konsumen terhadap aktivitas marketing
suatu merek dengan cross-channel dan juga melihat apakah ada pengalaman
konsumen di suatu channel dapat berdampak pada brand image di channel
lain.
1. Online brand beliefs. Pengetahuan atau arti dari suatu merek secara online
yang konsepnya diinterpretsikan oleh konsumen. Berikut indikator dari
online brand beliefs:
Aesthetic appeal Saya menyukai tampilan web Cloth Inc
Saya menyukai gambar yang digunakan di web
Saya menyukai halaman pertama web Cloth Inc
Web Cloth Inc membuat pakaian-pakaiannya terlihat
menarik
Navigation convinence Mudah menemukan apa yang dicari di web
Mudah menemukan tabs dan link di web
Mudah mengakses web
Tampilan web teratur dan rapi
Transaction convinence Terlihat mudah memesan produk di web
Terlihat mudah untuk bertransaksi di web
Web terlihat mudah digunakan
Web site content Isi dari web Cloth Inc jelas
Web menggambarkan produk dari brand secara baik
Web menggunakan teknologi yang canggih
Terdapat banyak pilihan produk yang tersedia
2. Offline brand beliefs. Pengetahuan atau arti dari suatu merek secara
offline yang konsepnya diinterpretsikan oleh konsumen. Berikut indikator
dari offline brand beliefs:
Self relevance Saya merasa senang berbelanja di toko Cloth Inc
Saya menyukai bagaiman pakaian Cloth Inc terlihat
bagus saat saya pakai
Saya menyukai pakaian brand Cloth Inc
Saya sering berbelanja di toko Cloth Inc
Brand Cloth Inc terlihat menarik menurut saya
Service Pelayan toko membantu pengunjung yang datang
Pelayan toko memperlakukan konsumen dengan baik
Service yang diberikan oleh store Cloth Inc sangat baik
Merchandise Desain pakaian Cloth Inc stylish
Desain pakaian Cloth Inc menarik
Desain pakaian Cloth Inc up-to-date
Store environment Desain interior toko bagus
Desain interior toko terletak ditempat yang strategis
Atmosfir toko menyenangkan
2.1.5 Brand Loyalty
Loyalty didefinisikan sebagai komitmen yang dipegang teguh untuk
membeli ulang atau berlangganan suatu barang atau jasa secara konsisten di
kemudian hari, menyebabkan pembelian dari brand yang sama atau brand-set
yang sama secara repetitive meski pengaruh situasi dan usaha marketing
berpotensi untuk mengubah perilaku. Kemudian lanjutnya lagi ia menyatakan
bahwa loyalitas diduga adalah konsekuensi dari kepuasan pelanggan. (Lee &
Lee, 2013:134-136). Jadi meski brand lain mengadakan promosi,
diasumsikan bahwa pelanggan akan tetap membeli produk kita.
Jacoby dan Chesnut mengemukakan bahwa loyalty adalah respon
perilaku yang bias yang ditunjukkan dari waktu ke waktu dalam pengambilan
keputusan dengan respek terhadap satu atau beberapa brand alternatif
dibanding brand yang lain, yang adalah fungsi psikologis seseorang (Lee &
Lee, 2013:136). Ketika seseorang suka dengan apa yang kita jual, maka ia
akan condong dengan brand kita meski brand lain mempunyai produk yang
lebih baik.
Neal dan Strauss mengemukakan bahwa brand loyalty mempunyai 2
dimensi yaitu dimensi attitudinal dan behavioral. Dimensi attitudinal merujuk
pada kepuasan pelanggan secara general dan dimensi behavioral merujuk
pada tendensi pelanggan untuk membeli barang dari brand yang sama dalam
jangka waktu yang lama (Liu, Li, Mizerski, & Soh, 2012:925).
Bisa dikatakan bahwa brand loyalty adalah perilaku yang sangat bias
dan menguntungkan perusahaan. Brand loyalty adalah hal yang sangat kuat,
yang pada akhirnya akan bergantung pada usaha perusahaan membuat
pelanggan terus membeli produk suatu brand tertentu dan membuat calon
pelanggan menjadi pelanggan tetap.
2.1.5.1 Dimensi Brand Loyalty
Dilihat dari teori tingkatan brand loyalty menurut Aaker yang dikutip
dari Nugroho (2008:53) yang menjelaskan tentang tingkatan brand loyalty
yang dibagi Aaker menjadi lima kelompok dari yang terendah sampai yang
tertinggi yaitu:
1.
Switcher
Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai
pelanggan yang berada pada tingkatan paling dasar. Semakin tinggi
frekuensi untuk memindahkan pembelinya dari suatu brand ke brandbrand yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama
sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada brand tersebut. Pada tingkatan
ini, brand apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan
yang sangat kecil dalam keputusannya pembelian. Ciri yang paling
nampak dari jenis pelanggan ini adalah orang yang membeli suatu
produk karena harganya murah.
2.
Habitual buyer
Pembeli
yang
berada
dalam
tingkat
loyalitas
ini,
dapat
dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan brand produk yang
dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan
dalam mengonsumsi brand produk tersebut. Pada tingkatan ini, pada
dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan
untuk membeli brand produk yang lain atau berpindah brand terutama
ketika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun sebagai
pengorbanan lain, Dapat disimpulkan, bahwa pembeli ini dalam memilih
suatu brand didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.
3.
Satisfied buyer
Untuk dapat menarik minat pembeli yang masuk dalam tingkatan
ini, maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus
ditanggung oleh pesaing dengan menawarkan promosi atau harga yang
lebih murah.
4.
Liking the brand
Pembeli yang sungguh-sungguh menyukasi brand memiliki
keterikatan emosional yang bersangkutan dengan brand. Rasa suka
pembeli bisa saja disadari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol,
rangkaian, pengalaman dalam menggunakan dalam penggunanan.
5.
Commited buyer
Aaker mengatakan bahwa kepercayaan akan produk yang
dikonsumsi mampu melahirkan komunikasi dan interaksi di antara
pelanggan yang ada (Herizon & Maylina, 2003). Pada tahapan loyalitas
committed buyer pelanggan merupakan pelanggan setia. Pelanggan
memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan
merek tersebut menjadi sangat penting bagi pelanggan dipandang dari
segi fungsi maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya
diri pelanggan. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli
ditunjuk- kan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan
merek tersebut kepada pihak lain.
Gambar 2.2 Tingkatan Brand Loyalty
Sumber: David A. Aaker, Managing Brand Equity, Capitalizing on the value
of a brand name (2009)
Tingkatan brand ini menunjukkan posisi pelanggan terhadap suatu
brand. Tentu semua perusahaan ingin agar semua pelanggannya menjadi
committed buyer dimana pelanggan merasa bangga untuk menggunakan
brand tersebut yang berarti kebanggaan tersebut akan memiliki nilai lebih
tinggi dibandingkan dengan fungsi barang itu sendiri, tetapi hal itu perlu
disertai waktu, usaha dan kerja keras perusahaan untuk menjalankan
strateginya untuk mencapai hal ini.
2.2
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka maka kerangka pemikiran penelitian
sangat dibutuhkan sebagai alur berpikir sekaligus sebagai landasan untuk
menyusun hipotesis penelitian. Penyusunan kerangka pemikiran juga akan
memudahkan pembaca untuk memahami permasalahan utama yang dikaji
dalam penelitian ini. Secara lengkap kerangka pemikiran dapat dilihat pada
gambar berikut :
Gambar 2.3 Research Logical Framework
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2015)
Download