Penentuan Frekuensi Maksimum Komunikasi Radio dan Sudut…..(Jiyo) PENENTUAN FREKUENSI MAKSIMUM KOMUNIKASI RADIO DAN SUDUT ELEVASI ANTENA Jiyo Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, LAPAN ABSTRACT In this paper, the calculation of two parameters of HF radio communication were discussed. That are maximum frequency and elevation angle. By using formulas of calculation, we made a simulation by using an assumption of Earth radius at equatorial region (6788.388 km). The analysis of relationship between that two parameters and diurnal variation of ionosphere, we have 5 conclutions: (1) the maximum frequency of HF communication depend on critical frequency (foF2) and height (h) of the ionosphere, and distance (d) of transmiter-reciever, (2) in relation to diurnal variation, maximum frequency of HF communication at day time are higher than its value in the night time, (3) the longer distance of HF communication need higher value of maximum frequency, (4) the longer distance of HF communication need higher antenna tower, and (5) night time HF communication more sensitive to the objects in near area and it was need higher antenna tower. ABSTRAK Pada makalah ini dibahas tentang perhitungan dua parameter komunikasi radio HF yakni frekuensi maksimum dan sudut elevasi. Kemudian dengan perumusan tersebut dilakukan simulasi menggunakan asumsi jari-jari bumi di ekuator yaitu 6378,388 kilometer. Dari analisis tentang hubungan antara dua parameter komunikasi radio HF tersebut dengan variasi harian lapisan ionosfer, maka disimpulkan hal-hal berikut : (1) frekuensi maksimum komunikasi radio HF bergantung kepada frekuensi kritis (foF2) dan ketinggian (h) lapisan ionosfer serta jarak komunikasi (d); (2) karena variasi harian lapisan ionosfer, maka frekuensi maksimum komunikasi radio pada siang hari lebih besar dibandingkan nilainya pada malam hari; (3) untuk komunikasi radio jarak jauh diperlukan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan komunikasi jarak dekat; (4) untuk komunikasi jarak jauh diperlukan tiang antena yang lebih tinggi; (5) komunikasi radio pada malam hari lebih rentan terhadap gangguan oleh obyek di sekitar antena sehingga diperlukan tiang antena yang lebih tinggi. Kata kunci: Frekuensi maksimum, Sudut elevasi, Komunikasi radio HF, Ionosfer 1 PENDAHULUAN Perambatan gelombang radio adalah perjalanan gelombang radio dari stasiun pemancar (Tx) menuju stasiun penerima (Rx). Prosesnya ada tiga cara yaitu secara langsung (line of sight), melalui permukaan bumi (ground wave), dan melalui angkasa (sky wave). Gelombang radio yang merambat di angkasa dapat dipantulkan oleh lapisan ionosfer sehingga menjangkau jarak ribuan kilometer, dan bahkan mengelilingi bumi tanpa perangkat pemancar ulang (repeater). Pemantulan oleh lapisan ionosfer bergantung kepada frekuensi gelombang radio, frekuensi lapisan ionosfer, ketinggian, dan jarak antara stasiun pemancar dengan stasiun penerima. Pemahaman tentang perambatan/ propagasi gelombang radio di angkasa dan pemantulannya oleh lapisan ionosfer menjadi penting agar dapat diketahui 25 Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 1 Maret 2009:25-30 rentang frekuensi dan waktu pemantulan itu terjadi. Selain itu dapat pula diketahui perubahan frekuensi maksimum dari gelombang radio yang dapat dipantulkan oleh lapisan ionosfer ketika terjadi perubahan frekuensi dan ketinggian lapisan serja jarak komunikasi. Selanjutnya, jika terjadi perubahan frekuensi maksimum komunikasi radio maka dapat diambil langkah-langkah untuk mengatisipasi akibatnya. Selain frekuensi maksimum komunikasi radio, informasi tentang sudut elevasi juga penting untuk dipahami. Penentuan frekuensi maksimum komunikasi radio dapat menggunakan perumusan secant dengan mempertimbangkan kelengkungan permukaan bumi. Kelengkungan bumi bergantung kepada jejarinya. Bentuk bumi tidak bulat sempurna seperti bola akan tetapi berbentuk bola pejal. Oleh karenanya, jejari bumi di kutub dan di ekuator berbeda nilainya. Untuk penyederhanaan, maka pada makalah ini jari-jari bumi yang digunakan adalah jejari bumi daerah ekuator sehingga perumusan ini hanya berlaku untuk daerah tersebut. Tujuan dari pembahasan ini adalah untuk memperoleh pemahaman tentang penentuan frekuensi maksimum komunikasi radio dan sudut elevasinya serta perubahan kedua parameter tersebut ketika frekuensi dan ketinggian lapisan tersebut berubah. Dengan pemahaman ini maka dapat diketahui pengaruh dari kondisi ekstrim di lapisan ionosfer terhadap kinerja komunikasi radio. 2 MENENTUKAN MAKSIMUM FREKUENSI Frekuensi maksimum adalah satu besaran yang sangat penting dalam komunikasi HF (3-30 MHz). Frekuensi maksimum bergantung kepada dua hal yakni frekuensi kritis pada titik pantul di lapisan ionosfer dan geometri dari sirkit komunikasinya (McNamara, 1992). Perhatikan skema penjalaran gelombang angkasa pada Gambar 2-1. Besaran yang diketahui adalah jarak di permukaan bumi antara stasiun pemancar (Tx) dan penerima (Rx) yaitu d, ketinggian lapisan ionosfer h, dan jari-jari bumi RB. Ketiganya dalam satuan kilometer. Rumus frekuensi maksimum gelombang radio yang dapat dipantulkan lapisan ionosfer (MOF, Maximum Oblique Frequency) dengan frekuensi kritisnya fc dan ketinggian h serta jarak lurus antara Tx dan Rx d’ adalah sebagai berikut: MOF f c 1 (d ' )2 4 ( h h) 2 ( h h) h Gambar 2-1: Skema pemantulan gelombang radio oleh lapisan ionosfer 26 (2-1) Penentuan Frekuensi Maksimum Komunikasi Radio dan Sudut…..(Jiyo) Nilai fc dan h dapat diperoleh dari pengamatan ionosfer menggunakan ionosonda. Karena tidak semua parameter ruas kanan persamaan (2-1) diketahui, maka diturunkan dengan menggunakan rumus-rumus pada alinea berikut. Sudut 1 (dalam radian) dapat dihitung menggunakan perbandingan panjang busur ½ d dengan jejari bumi (RB) sehingga diperoleh rumus berikut: 1 d 2 RB (elv) maka langkah penurunannya sebagai berikut: (2-2) Gambar 3-1: Skema sudut elevasi Kemudian h dapat diturunkan dari perumusan cos 1 menggunakan perbandingan ruas RB dengan ruas (RB-h) sehingga diperoleh rumus berikut : Perhatikan Gambar 3-1 yang merupakan cuplikan dari Gambar 2-1 di titik Tx. Dari skema pada gambar ini, maka diperoleh: h (1 cos 1 ) RB (2-3) 2 2 elevasi 90 (2-3) atau Jadi dengan diperoleh : rumus (2-2) dan elevasi 2 2 90 d RB (2-4) (h h) h (1 cos1) RB h 1 cos 2RB Kemudian d’ dapat dihitung menggunakan rumus berikut: d ' 2 RB sin (2-5) Dengan demikianmaka menjadi. 2 rumus (2-1) 2 d d h 1 cos RB 2RB 2RB h 1 cos d R B 2RB MOF fc 3 (3-2) Karena 1 =90-2 maka diperoleh rumus: elevasi 2 1 (3-3) Dengan 1 dari persamaan (2-2) dan perumusan tangen 2 maka diperoleh rumus berikut : h 1 cos 1 RB 2 arctan 2 RB sin 1 (3-4) Jadi perhitungan sudut elevasi menjadi: 1 2R sin 4 B (3-1) (2-6) MENGHITUNG SUDUT ELEVASI Sudut elevasi mencakup dua hal sekaligus yakni sudut pancar dan sudut datang. Sudut pancar merupakan sudut yang dibentuk oleh berkas gelombang radio yang dipancarkan dan garis horisontal di stasiun pemancar (Tx). Sedangkan sudut datang diartikan sebagai sudut yang dibentuk oleh berkas gelombang datang dengan garis horisontal di stasiun penerima (Rx) (McNamara, 1992). Untuk menentukan sudut elevasi h 1 cos d R 2R B d B elevasi arctan d 2 RB 2 RB sin 2 R 1 B (3-5) Besaran sudut elevasi pada rumus (3-5) adalah radian, sehingga untuk aplikasinya perlu diubah menjadi derajat. Caranya dengan mengalikan nilai sudut elevasi dengan (180/π). 4 HASIL SIMULASI Simulasi perhitungan MOF menggunakan rumus (2-6) menghasilkan grafik pada Gambar 4-1. Untuk sirkit komunikasi radio dengan jarak 1000 km, 27 Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 1 Maret 2009:25-30 ketinggian titik pantul di lapisan ionosfer 200 km, dan beberapa nilai frekuensi kritis dari 3 MHz hingga 15 MHz dihasilkan grafik MOF pada Gambar 4-1(a). Sedangkan grafik pada Gambar 4-1(b) menunjukkan perubahan nilai MOF dengan frekuensi kritis tetap (7 MHz) dan untuk nilai ketinggian titik pantul dari 200 km hingga 500 km. Kemudian grafik pada Gambar 4-1(c) menunjukkan perubahan MOF terhadap jarak sirkit dengan frekuensi kritis 7 MHz dan ketinggian titik pantul 200 km. Dalam simulasi ini radius Bumi diasumsikan untuk wilayah ekuator saja - seperti wilayah Indonesia - sehingga diambil nilainya 6378,388 kilometer (Esiklopedia Indonesia). Gambar 4-2 menunjukkan perubahan sudut elevasi terhadap perubahan jarak dan ketinggian titik pantul. Grafik pada Gambar 4-2(a) menunjukkan penurunan besaran sudut elevasi terhadap pertambahan jarak sirkit komunikasi untuk ketinggian titik pantul 200 km. Sedangkan grafik pada Gambar 4-2(b) menunjukkan kenaikan besaran sudut elevasi sebagai akibat semakin tingginya titik pantul di lapisan ionosfer pada sirkit komunikasi radio dengan jarak 1000 km. Dengan simulasi tersebut diperoleh informasi perubahan MOF dan sudut elevasi yang lebih mudah dilihat secara visual daripada menganalisis perubahan variabel pada rumus (2-6) dan (3-5). Dengan demikian akan mempermudah analisis selanjutnya. (a) 40 (b) 30 h =200km; d =1000km d =1000 km; f c =7 MHz 27 35 h =200 km; f c =7MHz 30 25 20 15 MOF (MHz) 24 30 MOF (MHz) MOF (MHz) (c) 35 21 18 15 12 10 9 5 6 20 15 10 5 0 3 0 25 200 250 300 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 350 400 450 500 100 600 1100 1600 2100 2600 3100 d (Km) h (Km) f c (MHz) Gambar 4-1: Variasi frekuensi maksimum (MOF) terhadap perubahan frekuensi kritis lapisan ionosfer (a), terhadap ketinggian (b), dan jarak (c) (a) 70 h =200km; RB=6378,388km; d =1000km; RB=6378,388km 60 60 50 50 Elevasi (derajat) Elevasi (derajat) 70 (b) 40 30 20 10 40 30 20 10 0 0 0 500 1000 1500 d (Km) 2000 2500 3000 200 250 300 350 400 450 500 h (Km) Gambar 4-2 : Variasi sudut elevasi terhadap perubahan jarak (a) dan terhadap ketinggian (b) 28 Penentuan Frekuensi Maksimum Komunikasi Radio dan Sudut…..(Jiyo) 5 PEMBAHASAN Telah disebutkan bahwa MOF merupakan salah satu besaran yang penting dalam komunikasi radio HF. Oleh karena itu pemahaman tentang perubahannya juga akan menjadi penting untuk diketahui. Dari grafik pada Gambar 4-1(a) terlihat bahwa nilai MOF bertambah tinggi seiring bertambah besarnya nilai fc. Jadi, apabila terjadi kenaikan frekuensi kritis lapisan ionosfer, maka frekuensi maksimum komunikasi juga akan bertambah tinggi. Demikian pula sebaliknya jika terjadi penurunan frekuensi kritis. Variasi harian frekuensi kritis lapisan ionosfer Indonesia (Jiyo, 2007) menunjukkan bahwa pada pukul 04.00-05.00 waktu setempat nilainya mencapai minimum dan kemudian naik relatif cepat pada selang waktu pukul 07.00 hingga pukul 11.00 waktu setempat. Pada selang waktu pukul 11.00-15.00 waktu setempat nilai frekuensi kritis relatif tidak berubah. Selanjutnya dari pukul 15.00 waktu setempat hingga tengah malam terjadi penurunan nilai frekuensi kritis secara perlahan-lahan. Sebagai akibatnya maka nilai MOF juga akan mencapai minimum pada pukul 04.00-05.00 waktu setempat, MOF akan berubah dengan cepat pada selang waktu pukul 07.00-11.00 waktu setempat, MOF relatif stabil pada pukul 11.00-15.00 waktu setempat, kemudian MOF akan menurun perlahan-lahan hingga tengah malam. Kemudian grafik pada Gambar 4-1(b) menunjukkan bahwa nilai MOF menurun seiring bertambahnya ketinggian titik pantul. Ketinggian lapisan ionosferkhususnya lapisan F2 – pada siang hari relatif lebih tinggi dibandingkan nilainya pada malam hari (misalnya Jiyo, 2008). Sebagai dampaknya adalah jika nilai frekuensi kritis tetap maka MOF pada siang hari lebih rendah dibandingkan pada malam hari. Pada kenyataannya justru pada malam hari cenderung terjadi penurunan nilai fc maupun h sehingga akan menurunkan dan sekaligus menaikkan nilai MOF. Yang terjadi justru MOF siang hari lebih tinggi dibandingkan pada malam hari. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh faktor fc pada persamaan 2-7 lebih kuat dibandingkan h. Selanjutnya grafik pada Gambar 4-1(c) memperlihatkan kenaikan MOF terhadap pertambahan jarak antara pemancar dengan penerima (d). Semakin jauh lokasi stasiun penerima maka semakin tinggi nilai MOF-nya. Ini pemahaman dengan mengabaikan faktor fc dan h. Jika ketiga faktor fc, h, dan d secara serentak diperhitungkan maka pembahasannya sedikit lebih kompleks sehingga pada pembahasan ini akan ditinjau secara lebih sederhana dan umum. Pada siang hari umumnya nilai MOF lebih tinggi dibandingkan nilainya pada malam hari. Kemudian nilai MOF untuk sirkit komunikasi jarak jauh lebih tinggi dibandingkan untuk komunikasi jarak dekat. Dengan demikian untuk komunikasi radio jarak jauh diperlukan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan komunikasi jarak dekat. Grafik pada Gambar 4-2(a) menunjukkan bahwa semakin jauh jarak komunikasi, maka sudut elevasinya semakin kecil. Sedangkan grafik Gambar 4-2(b) memperlihatkan kenaikan sudut elevasi terhadap kenaikan ketinggian. Komunikasi radio jarak dekat sudut elevasinya besar sehingga ketinggian antena tidak harus tinggi. Sebaliknya untuk komunikasi jarak jauh diperlukan tiang antena yang cukup tinggi. Jika terlalu rendah, maka objek yang ada di sekitar antena akan menghalangi berkas gelombang yang seharusnya mencapai stasiun penerima. Sudut elevasi yang kecil artinya berkas gelombang hampir sejajar dengan permukaan bumi di sekitar antena sehingga terjadi kemungkinan gelombang yang dipancarkan pada sudut tersebut merambat di sepanjang permukaan bumi (ground wave). Jika terjadi kondisi seperti ini maka kemungkinan gelombang radio tidak bisa menjangkau 29 Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 1 Maret 2009:25-30 stasiun yang dituju karena terserap oleh permukaan bumi. Selanjutnya, telah disebutkan bahwa secara umum nilai h pada malam hari lebih rendah daripada nilainya pada siang hari. Berdasarkan grafik pada Gambar 4-2(b), maka sudut elevasi pada malam hari lebih kecil dibandingkan siang hari. Ini memberikan implikasi bahwa komunikasi malam hari diperlukan tiang antena yang lebih tinggi untuk meningkatkan keberhasilannya. Hal ini juga memperlihatkan bahwa kemungkinan gangguan komunikasi oleh objek di sekitar antena akan lebih besar terjadi pada malam hari. Sedangkan pada siang hari relatif lebih kecil. Pemahaman ini disimpulkan dari analisis perilaku lapisan ionosfer dan perumusan untuk menentukan besarnya frekuensi maksimum. Pembuktian di lapangan diperlukan untuk mengkonfirmasikan hasil-hasil tersebut. 6 KESIMPULAN Dari pembahasan di bab 5 maka dapat disimpulkan hal-hal berikut : Frekuensi maksimum komunikasi radio HF bergantung kepada frekuensi kritis (foF2) dan ketinggian (h) lapisan ionosfer serta jarak komunikasi (d), Karena frekuensi kritis lapisan ionosfer pada siang hari lebih tinggi dibandingkan nilainya pada malam hari, maka 30 frekuensi maksimum komunikasi radio pada siang hari juga lebih tinggi dibandingkan nilainya pada malam hari, Untuk komunikasi radio jarak jauh diperlukan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan komunikasi jarak dekat, Untuk komunikasi jarak jauh diperlukan tiang antena yang lebih tinggi, Komunikasi radio pada malam hari lebih rentan terhadap gangguan oleh objek di sekitar antena sehingga diperlukan tiang antena yang lebih tinggi. DAFTAR RUJUKAN ----, Ensiklopedia Indonesia, Edisi Khusus, P.T. Ichtiar Baru – Van Hove, Jakarta, halaman 543. Jiyo, 2007. Variasi Lapisan F Ionosfer Indonesia, Publikasi Ilmiah LAPAN: Sains Atmosfer & Iklim, Sains Antariksa serta Pemanfaatannya, halaman 147-153. Jiyo, 2008. Metode Pembacaan Data Ionosfer Hasil Pengamatan Menggunakan Ionosonda FMCW, Berita Dirgantara, Vol. 9 No. 2, halaman 25-30. McNamara, L. F., 1992. The Ionosophere : Cummunications, Surveillance, and Direction Finding, Kreiger Publishing Company, halaman 42-43.