problematika anak sah dalam perspektif hukum perkawinan

advertisement
PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF
HUKUM PERKAWINAN NASIONAL DAN
PUTUSAN MK. NOMOR 46 TAHUN 2010
Oleh : Aisyah Rasyid
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Watampone
Email : [email protected]
Abstrak
This research is a study of a legitimate
child in relation to the national marriage
law and the Constitutional Court Decision
Number 46 of 2010. The root of the
problem is "The position of the legitimate
child in the legal system in Indonesia?
"This issue is important to study because
there is a difference of principle
concerning the status of legitimate child
of these two pieces of legislation.
Children status authorized by Act 1 of
1974 Nomo marriage is child obtained
through legitimate marriage, marriage
made in accordance with his religion or
belief and recorded under the provisions
of the applicable laws. Children born of
legitimate marriage are entitled to the
rights of parents that nasab rights, living
rights, inheritance and custody. While the
Constitutional Court decision No. 46 of
2010. That the status of a legitimate child
is a child born of a legitimate marriage
and children born outside legal marriage
but her biological father can be
demonstrated through the recognition of
the wife, the recognition of men
concerned or proof through science and
technology, such as DNA testing even if
not registered they are entitled to the
rights of both parents, or from the mother
and the man who caused her birth or her
biological father.
Kata Kunci: anak
sah,
hukum
perkawinan, putusan MK No. 46 Tahun
2010
Pendahuluan
Seorang anak yang lahir melalui
proses
perkawinan
berdasarkan
hukum
hukum
negara
sebagai
anak
yang
sah
baik
agama,
maupun
menyandang
predikat
sah,
demikian
pula
sebaliknya jika seorang anak yang lahir
tidak melalui proses perkawinan yang sah
akan menyandang predikat sebagai anak
tidak sah yakni anak luar nikah (anak
zina). Anak
memiliki
tidak sah inilah yang
problema
tersendiri
dan
memerlukan pemecahan yang serius dari
semua pihak, baik dari mereka yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
hukum agama, maupun hukum Negara.
Demikian halnya nikah di bawah tangan
atau “nikah sirri” yakni pernikahan yang
tidak disertai pencatatan di hadapan
penghulu agama. Pernikahan seperti ini
bertentangan dengan Undang-Undang RI.
Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 2 “tiaptiap
perkawinan
peraturan
dicatat
perundang-undangan
menurut
yang
berlaku” (Sudarsono, 2010:289) Karena
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
| No.
220 | Aisyah Rasyid
itu,
perkawinan
yang
melalui
sah, yakni perkawinan yang tercatat
dengan pencatatan secara legalitas formal
menurut peraturan perundang-undangan
tidak dapat dibenarkan dalam arti tidak
yang berlaku. Sedangkan anak yang
diakui
negara,
dilahirkan di luar perkawinan hanya
sehingga mereka tidak bisa mendapatkan
mempunyai hubungan perdata dengan
keterangan akte nikah.
ibunya dan keluarga ibunya, sehingga
keabsahannya
tidak
oleh
Sementara kalau dicermati Undang-
mereka tidak mendapat hak dari ayah
Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2
biologisnya sebagaimana
ayat 1 “Perkawinan adalah sah, apabila
sah.
dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya
dan
tersebut
berbeda
dengan
itu”
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46
menunjukkan
Tahun 2010 yang menyatakan bahwa
bahwa yang dilakukan menurut ketentuan
pencatatan perkawinan dalam pasal 2 ayat
agama yang dalam Islam dikenal dengan
2
rukun
merupakan kewajiban administrasi yang
(Sudarsono,
kepercayaannya
Hal
halnya anak
2010:288)
nikah,
maka
pekawinannya
Undang-Undang
dianggap sah sekalipun tidak melalui
tidak
mengikat
dengan pencatatan.
perkawinan,
perkawinan
atas
keabsahan
karena
keabsahan
Dengan demikian, nikah setelah
perkawinan tetap menjadi domain hukum
hamil, nikah tembelan/nikah passampo
agama dari calon mempelai, sedangkan
siri dan nikah di bawah tangan/nikah
negara tidak turut campur tentang sah
sirri) terjadi perbedaan pandangan para
atau
ulama
(Witanto, 2012:229)
atau
penegak
hukum
Islam
termasuk perbedaan penafsiran pasal 2
tidaknya
Putusan
sebuah
Mahkamah
perkawinan.
Konstitus
ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
Nomor 46 tahun 2010 berusaha mencari
1974 tentang status perkawinan yang
benang merah dari perbedaan pandangan
berimplikasi terhadap status anak yang
hukum Islam dengan pasal 2 ayat 2 UU
dilahirkan. Menurut Undang-Undang RI.
Perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat 2 serta
menawarkan beberapa solusinya, tetapi
pasal 43, bahwa anak sah adalah anak
tampaknya hasil putusannya pun masih
yang dilahirkan melalui perkawinan yang
menyisahkan
AL-RISALAH | Juli - Desember 2016
tersebut,
perbedaan
sekaligus
pandangan
PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL ... | 221
bahkan
menjadi
berkepanjangan
polemik
di
yang
dengan faktor-faktor normatif (asas-asas
tengah-tengah
hukum). 2) Pendekatan sosiologis karena
manyarakat, apalagi Putusan Mahkamah
objek
Konstitusi tersebut, berangkat sebuah
perkembangan kehidupan sosial dalam
kasus yang sangat familiar pada masa itu,
suatu
(Witanto, 2012:251) sehingga boleh jadi
perkawinan yang berimplikasi pada status
nilai
kental
anak. 3) Pendekatan filosofis, karena
dibanding dengan nilai objetivitasnya
terkait masalah hukum yang kajiannya
dalam penetapan sebuah hukum. Karena
menitipberatkan pada seperangkat nilai
itu, tetap memiliki ruang untuk dikaji
ideal yang menjadi rujukan dalam setiap
lebih lanjut untuk menemukan solusi
pembentukan,
hukum yang terbaik dan lebih memihak
pelaksanaan
kepada kebenaran agama.
berkaitan dengan proses perkawinan dan
subjektivitasnya
lebih
kajiannya
masyarakat
normatif
Penelitian ini adalah kualitatif yang
bersifat deskriftif analitik yang bertujuan
memaparkan status anak sah menurut
Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974
Putusan
Nomor
dianalisis
46
Mahkamah
Tahun
secara
dengan
yakni
proses
pengaturan,
kaedah
dan
hukum
yang
status anak sah. 4) Pendekatan teologis
Metode Penelitian
dan
terkait
2010,
Konstitusi
kemudian
komprehensif
dan
cermat dari berbagai komponen yang
terkait untuk menjawab permasalahan
penelitian ini.
karena
terjadinya
suatu
perkawinan dan kelahiran seorang anak
bagaimanapun prosesnya baik disenangi
ataupun tidak, tidak bisa terhindar dari
sebuah keyakinan bahwa apapun yang
terjadi pada seseorang adalah merupakan
takdir yang telah ditetapkan Allah swt.,
namun status hukumnya harus dipastikan.
Selain itu, pendekatan ini juga digunakan
untuk
mengulas
dan
menganalisis
berbagai fakta yang ditemukan dari sudut
Sedangkan
metode
pendekatan
pandang
perundang-undangan
dan
yang dilakukan dalam penelitian ini
ketentuan yang digariskan dalam al-
adalah: 1) Yuridis normatif, yaitu suatu
Qur’an dan hadis.
pendekatan yang menghubungkan antara
faktor-faktor
yuridis
(hukum
positif)
Pengumpulan,
pengolahan
dan
analisis data penelitian ini termasuk
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
| No.2
222 | Aisyah Rasyid
dalam kategori penelitian kepustakaan
(Undang-Undang Peradilan Agama dan
(library research), maka pola kerja
Kompilasi Hukum Islam, t.t.:167)
pengolahan datanya bersifat kualitatif,
Suatu
perkawinan
menjadi
sah
serta dianalisis dengan menggunakan
menurut perundang-undangan yang telah
analisis isi (content analisis). Setelah
diatur dalam pasal 2 ayat 1
semua
Undang
data
yang
diperlukan
telah
perkawinan
Undang-
menyatakan
terhimpun lalu dianalisis secara cermat
“perkawinan adalah sah apabila dilakukan
dengan berfikir deduktif, induktif atau
menurut
komparatif.
agamanya
Pembahasan
Karena itu perkawinan yang sah menurut
Anak Sah Menurut Hukum Perkawinan
Nasional
hukum
1) Anak sah
kaitannya dengan keabsahan perkawinan.
Perkawinan yang melalui prosudur dan
hukum
yang
benar
akan
melahirkan anak sah. Menurut UndangUndang RI. Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan, pasal 42 berbunyi
“Anak yang sah adalah anak yang
dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan
dan
masing-masing
kepercayaannya
perkawinan
nasional
itu.
adalah
perkawinan yang dilaksanakan menurut
hukum yang berlaku setiap agama.
Berbicara tentang anak sah, erat
ketentuan
hukum
yang
sah”.
(Sudarmono,
2010:298)
Demikian
halnya
perkawinan
menurut hukum adat bagi masyarakat
yang menganut hukum adat di Indonesia.
Pada umumnya bagi penganut agama
tergantung pada agama yang dianut oleh
masyarakat
adat
Maksudnya
jika
yang
bersangkutan.
perkawinan
telah
dilaksanakan menurut tata atruran hukum
agamanya, maka perkawinan itu dianggap
sah menurut hukum adat dan anak yang
dilahirkan menjadi anak sah. Kecuali bagi
Dalam Kompilasi Hukum Islam
mereka yang belum menganut salah satu
Pasal 99 disebutkan bahwa anak sah
agama yang diakui oleh pemerintah,
adalah anak yang dilahirkan dalam atau
seperti halnya mereka yang menganut
akibat
hasil
kepercayaan agama lama (kuno) seperti
perbuatan suami isteri yang sah di luar
“sipelebegu” (pemuja roh) di kalangan
rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut.
orang batak atau agama “keahringan” di
perkawinan
yang
AL-RISALAH | Juli - Desember 2016
sah;
PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL ... | 223
kalangan orang-orang dayak Kalimantan
Tengah
maka
Dalam Pasal 42 UU Perkawinan
perkawinan yang dilakukan menurut tata
menyebutkan bahwa anak sah adalah
tertib adat/agama mereka adalah sah
anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
menurut adat setempat. (Sujana, 2015:91)
akibat dari perkawinan sah, sehingga
Berangkat dari pandangan tersebut,
untuk mengartikan tentang anak tidak sah
maka
dan
lain-lainnya,
2) Anak tidak sah
perkawinan
menjadi
sakral,
atau anak luar kawin harus menggunakan
berdasarkan pada ketentuan pasal 2 UU
logika argumentum a contrario terhadap
perkawinan, disatukan dengan urusan
pasal tersebut bahwa anak tidak sah atau
administrasi,
masalah
anak luar kawin adalah anak yang tidak
pencatatannya. Ijab kabul dan persaksian
dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari
nikah oleh dua orang saksi dan pencatatan
perkawinan yang sah. (Sujana, 2015:64)
yakni
menjadi satu kesatuan yang tidak boleh
Penyebab lahirnya anak tidak sah 1)
dipisah-pisahkan. Hal ini menjadi penting
anak yang dilahirkan oleh seorang wanita
karena
tetapi wanita itu tidak mempunyai ikatan
suatu
merupakan
undang-undang
suatu
kesatuan,
jelas
misalnya
perkawinan
dengan
pria
yang
Pasal 2 UU Perkawinan terdiri dari dua
menyetubuhinya; 2) anak yang dilahirkan
ayat, maka kedua-duanya merupakan
dari seorang wanita, kelahiran tersebut
suatu kesatuan yang tidak terpisahkan.
diketahui dan dikehendaki oleh ibu
Maksudnya suatu perkawinan sah kalau
bapaknya, hanya saja salah satu di antara
diselenggarakan
keduanya
berdasarkan
hukum
masih
terikat
dengan
agama, kemudian dicatat oleh yang
perkawinan lain; 3) anak yang lahir dari
berwenang sesuai aturan yang berlaku,
seorang
sehingga tercipta adanya suatu kepastian
perceraian tetapi anak yang dilahirkan itu
hukum. Inilah yang dijadikan pegangan
merupakan hasil hubungan dengan pria
dalam
yang bukan suaminya ada kemungkinan
pelaksanaan
Indonesia,
sehingga
perkawinan
menjadi
di
hukum
anak
wanita
luar kawin
dalam
masa
iddah
ini diterima oleh
perkawinan nasional dan anak yang lahir
keluarga kedua belah pihak secara wajar
dari
jika wanita yang melahirkan itu kawin
hasil
perkawinan
dikategorikan sebagai anak sah.
tersebut
dengan pria yang menyetubuhinya; 4)
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
| No.2
224 | Aisyah Rasyid
anak yang lahir dari seorang wanita yang
kantor Catatan Sipil. (Sujana, 2015:64-
ditinggal suami lebih dari 300 hari anak
65)
tersebut tidak diakui suaminya; 5) anak
Status hukum anak luar kawin
yang lahir dari seorang wanita pada
hanya mempunyai hubungan keperdataan
agama yang mereka peluk menentukan
dengan ibu dan keluarga ibunya saja,
lain, misalnya dalam agama Katolik tidak
sedangkan dengan ayah biologis dan
mengenal cerai hidup tetapi dilakukan
keluarganya, anak luar kawin sama sekali
juga kemudian ia kawim lagi dan
tidak mempunyai hubungan keperdataan.
melahirkan anak. Anak tersebut dianggap
Demikian halnya pembuatan identitas diri
anak luar kawin; 6) anak yang lahir dari
anak berupa akta kelahiran tidak boleh
seorang wanita sedangkan pada mereka
dibuatkan.
berlaku
melarang
tercantum di dalamnya adalah anak luar
mengadakan perkawinan misalnya Warga
kawin dengan hanya mecantumkan nama
Negara Indonesai (WNI) dan Warga
ibunya saja, sedangkan nama bapaknya
Negara Asing (WNA) tidak mendapatkan
tidak tercantum, sehingga anak yang dari
ijin
perkawinan yang tidak tercatat tidak
ketentuan
dari
negara
kedutaan
besar
untuk
Kalaupun dibuatkan yang
mengadakan perkawinan karena salah
mendapat
perlindungan
satu dari mereka telah mempunyai istri
(Saraswati, 2015:47)
hukum.
tetapi mereka campur dan melahirkan
Dari keterangan di atas dipahami
anak, anak tersebut juga dinamakan anak
bahwa sistem hukum yang berlaku di
luar kawin. 7) anak yang dilahirkan oleh
Indonesia tidak mengenal perkawinan
seorang wanita tetapi anak tersebut sama
yang tidak tercatat atau lebih populer
sekali tidak mengetahui kedua orang
dengan
tuanya;
mengatur pelaksanaannya dalam sebuah
8)
anak
yang
lahir
dari
istilah
kawin
siri,
apalagi
perkawinan yang tidak dicatat dikantor
perundang-undangan.
Urusan Agama atau di kantor Catatan
perkawinan
Sipil. 9) anak yang lahir dari perkawinan
pencatatan secara hukum agama dan
secara adat tidak dilakukan menurut
hukum adat dianggap sah, namun hukum
agama dan kepercayaan
nasional perkawinan yang dilakukan di
serta tidak
terdaftar di Kantor Urusan Agama atau di
AL-RISALAH | Juli - Desember 2016
luar
yang
pengetahuan
Meskipun
terlaksna
dan
tanpa
pengawasan
PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL ... | 225
pencatat
perkawinan
tidak
memiliki
negatif
terhadap
status
anak
yang
kekuatan hukum dan tetap dianggap tidak
dilahirkan, yakni; Pertama, status anak
sah dan perempuan yang dinikahi tanpa
yang dilahirkan dianggap anak tidak sah.
melalui proses pencatatan tidak dapat
Dalam akta kelahirannya ia berstatus
memperoleh akta nikah, sehingga kalau
sebagai
pun melahirkan anak, maka anaknya
tercantum
dikategorika
melahirkannya,
anak tidak sah di mata
hukum.
anak
di
hanya
luar
kawin,
yang
ibu
yang
tercatum
nama
nama
tidak
ayahnya, akan berdampak negatif secara
Dampak lain dari perkawinan
psikologis dan sosial bagi anak dan
yang tidak tercatat (kawin siri) sangat
ibunya. Kedua, ketidakjelasan status anak
merugikan bagi istri dan perempuan pada
di muka hukum, sehingga bisa saja suatu
umumnya, baik secara hukum maupun
waktu ayahnya menyangkal bahwa anak
secara sosial. Secara hukum istri tidak
tersebut
dianggap sebagai istri, tidak berhak atas
(Sujana, 2015:120-121)
nafkah,
3) Anak angkat
dan
warisan
jika
suaminya
bukan
anak
kandungnya.
meninggal dunia, juga istri tidak berhak
PP RI Nomor 54 Tahun 2007
mendapat pembagian harta, ketika terjadi
tentang pengangkatan anak pasal 39 ayat
perpisahan,
hukum
1 sebagai berikut: Pengangkatan anak
perkawinan mereka tidak pernah terjadi.
hanya dapat dilakukan untuk kepentingan
Sedangkan
sulit
yang terbaik bagi anak dan dilakukan
masyarakat
berdasarkan adat kebiasaan setempat dan
lingkungannya, karena mareka terkena
ketentuan peraturan perundang-undangan
sanksi sosial, bahwa istri tersebut telah
yang berlaku. (Saraswati, 2015:189)
karena
secara
berkomunikasi
secara
sosial,
dengan
istri
tinggal serumah dengan laki-laki tanpa
Dengan
demikian
pengangkatan
ikatan perkawinan (kumpul kebo) atau
seorang
terkadang dijuluki istri simpanan.
dasarnya berdampak positif pada kedua
Selain
dampak
yang
belah pihak yakni kepentingan orang tua
dirasakan oleh istri yang dikawini tidak
angkat dan kepentingan anak. Hanya saja
melalui
hukum
tidak boleh orang tua angkat memberi
perkawinan nasional, juga berdampak
kedudukan yang sama dengan anak
pencatatan
negatif
menjadi anak angkat, pada
menurut
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
| No.2
226 | Aisyah Rasyid
kandungnya dari nasab dan warisan dan
oleh
tidak boleh memutuskan hubungan darah
Pengangkatan Anak, 2008:33)
dengan
orang
tua
kandungnya,
calon
Dengan
anak
angkat.
demikian,
(PP
salah
satu
sebagaimana yang diatur dalam PP RI
kategori anak yang diakui secara nasional
Nomor
walaupun
54
Tahun
2007
tentang
tidak
melalui
dengan
pengangkatan anak pasal 39 ayat 2
perkawinan adalah anak angkat. Karena
sebagai
tidak melalui perkawinan, maka status
berikut:
Pengangkatan
anak
sebagaimana yang dimaksudkan dalam
anak angkat
ayat 1, tidak memutuskan hubungan
dengan anak kandung terutama dari segi
darah antara anak yang diangkat dengan
warisan dan nasab. Tetapi hak-hak anak
orang
kandung yang lain seperti pemeliharaan
tua
kandungnya.
(Saraswati,
2015:189)
tidak boleh disamakan
dan pemenuhan kebutuhan hidup mereka
Salah satu ketentuan yang harus
sama dengan hak anak kandung sendiri.
diperhatikan oleh calon orang tua angkat
Karena keberadaan mereka tidak malalui
adalah kesamaan agama dengan calon
dengan perkawinan tetapi diakui oleh
anak angkatnya. Betapa banyak anak
negara, maka proses pengangkatannya
angkat yang terlantar bahkan berakhir
melibatkan berbagai unsur, termasuk
dengan
pemerintah,
pembunuhan
dan
perkosaan
sebagaimana
dijelaskan
karena tidak adanya kesesuain agama atau
dalam PP RI Nomor 54 Tahun 2007
setidaknya
Pasal
orang
tua
angkat
tidak
41
ayat
1
dan
memahami atau tidak mengaplikasikan
pengangkatan anak.
makna agama yang mereka anut. Itulah
Hak dan Kewajiban Anak
sebabnya kesamaan agama menjadi salah
satu
ketentuan
pengangkatan
anak
Untuk
memahami
2
lebih
tentang
detail
tentang hak dan kewajiban anak, terlebih
sebagaimana yang dijelaskan dalam PP
dahulu
dipahami status anak menurut
RI Nomor 54 Tahun 2007 tentang
Undang-Undang RI. Nomor 1 Tahun
pengangkatan anak pasal 39 ayat 3
1974 Tentang perkawinan, yang terdiri
sebagai berikut: Calon orang tua angkat
dari dua bagian, yaitu; (1) anak sah atau
harus seagama dengan agama yang dianut
anak yang lahir dari perkawinan sah, (2)
anak yang tidak sah atau anak yang lahir
AL-RISALAH | Juli - Desember 2016
PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL ... | 227
di luar perkawinan sah. Berikut ini akan
menghendakinya, atau ada komunikasi/
dikemukakan hak dan kewajiban mereka.
sepengetahuan anak yang bersangkutan.
Keempat, salah satu hak asasi bagi
1) Hak dan kewajiban anak sah
Undang-Undang
perkawinan
manusia tidak terkecuali anak dan tidak
Nasional, mengatur tentang hak dan
ada seorang pun yang dapat menghalang-
kewajiban
halangi
anak.
Pertama,
mengatur
adalah
beribadah
menurut
agamanya
masing-
tentang hak anak mendapat pemeliharaan
kepercayaan
dan pendidikan dari kedua orang tuanya.
masing,
Bahwa kedua orang tua wajib memelihara
kreasi
dan mendidik mereka sebaik-baiknya
berekspresi
sampai anak itu kawin atau dapat berdiri
kecerdasannya dan pengalamannya.
sendiri dalam arti mampu mencari nafkah
untuk kemaslahatan hidupnya.
Kedua,
anak
termasuk
dan
mengem-bangkan
intelektualnya
sesuai
dengan
serta
tingkat
Kelima, anak yang lahir di dunia
ini, khususnya anak yang berasal dari
mendapat
pernikahan sah, tentu telah mendapatkan
perwakilan dari orang tuanya dalam
perhatian, bimbingan bahkan pendidikan
segala perbuatan hukum selama ia belum
dari orang
berumur
mereka terpenuhi sebagaimana yang telah
18
hak
dan
tahun
atau
belum
tuanya,
bahkan
hak-hak
melangsungkan perkawinan. Sekiranya
diuraikan di atas.
terdapat
2) Hak dan kewajiban anak tidak sah
atau anak lahir di luar perkawinan
sesuatu
hal
yang
harus
bersentuhan dengan hukum di dalam dan
di
luar
pengadilan,
penyelesaiannya
orang
maka
untuk
Menurut Pasal 43 UU Perkawinan
tua
dapat
menyatakan bahwa Anak yang lahir di
mewakili anaknya.
Ketiga,
luar
mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan
atau
keluarga ibunya. Kondisi tersebut sangat
menggadaikan harta atau barang-barang
berdampak negatif terhadap anak yang
yang telah menjadi milik anaknya yang
dilahirkan terutama hak-hak mereka yang
belum berumur 18 tahun atau belum
meliputi; Pertama, status anak yang
melangsungkan
dilahirkan
kalau
tua
hanya
tidak
diperbolehkan
orang
perkawinan
memindahkan
perkawinan,
kepentingan
anak
kecuali
yang
tidak
sebagai anak tidak sah,
akan
mendapatkan
ia
hak-hak
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
| No.2
228 | Aisyah Rasyid
sebagaimana layaknya anak-anak yang
anak yang lahir dari perkawinan yang sah.
lahir melalui proses perkawinan sah
Hukum harus memberi perlindungan dan
menurut hukum nasional. Kedua, ketidak
kepastian hukum yang adil terhadap
jelasan status anak di muka hukum,
status seorang anak yang dilahirkan dan
mengakibatkan hubungan antara anak dan
hak-hak yang ada padanya, termasuk
ayah tidak kuat, sehingga berpotensi
terhadap anak-anak yang dilahirkan di
seorang ayah menyangkal bahwa anak
luar perkawinan. (Sujana, 2015:184)
tersebut
bukan
anak
kandungnya.
(Sujana, 2015:121)
Adalah
suatu
ketidak
adilan
manakala hukum menetapkan bahwa
anak yang lahir dari suatu kehamilan
Anak biologis Menurut Putusan MK No.
46 Tahun 2010
Menurut
dalam
Mahkamah
putusannya
Konstitusi
nomor
46/PUU-
VIII/2010 tanggal 17 Pebruari 2012
menetapkan bahwa anak yang lahir di
luar perkawinan mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga
ibunya serta dengan laki-laki sebagai
ayahnya
yang
berdasarkan
dapat
ilmu
dibuktikan
pengetahuan
dan
teknologi dan/atau alat bukti lain menurut
hukum
termasuk
mempunyai
hubungan
hubungan darah,
perdata
dengan
keluarga ayahnya.
karena
hubungan
seksual
di
luar
perkawinan hanya memiliki hubungan
dengan
perempuan
ibunya.
Sementara
melakukan
tersebut
hubungan
sebagai
laki-laki
yang
seksual
yang
menyebabkan terjadinya kehamilan dan
kelahiran anak
lepas dari tanggung
jawabnya sebagai seorang bapak dan anak
yang
lahir
terhadap
tidak
mendapat
hak-hak
tersebut
sebagai
laki-laki
bapaknya. Sesungguhnya tidak ada alasan
untuk tidak dapat menemukan laki-laki
yang menyebabkan terjadinya kehamilan
seorang
psikologis
perempuan,
karena
secara
seorang
perempuan
yang
Tujuan dari putusan Mahkamah
melakukanhubungan seksual lebih dari
Konstitusi tersebut, untuk memperjelas
satu laki-laki, tetap dapat mengetahui
kedudukan anak luar kawin, bahwa anak
laki-laki yang membuahinya, apa lagi
luar kawin pun berhak mendapatkan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan
perlindungan hukum seperti halnya anak-
dan
AL-RISALAH | Juli - Desember 2016
teknologi
yang
ada,
sangat
PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL ... | 229
memungkinkan bahwa anak yang lahir
genetika untuk melakukan pencocokan
merupakan anak dari laki-laki tertentu.
sehingga seorang anak dapat dipastikan
(Witanto,2012:232-233)
adanya kesamaan dengan laki-laki yang
Dari keterangan di atas di pahami,
diperkirakan sebagai ayah biologisnya.
bahwa Mahkamah Konstitusi berusaha
Jika hasil pemeriksaannya menunjukkan
agar
yang
kesesuaian, maka asal usul keturunan
harus
dapat
jawab
hukum.(Witanto,
seorang
ayah
dan
ibu
menyebabkan
kelahiran
anak
bersama-sama
bertanggung
dibuktikan
di
hadapan
2012:233)
DNA
terhadap anak yang dilahirkan sekaligus
(Deoxyribonucleic acid) adalah wadah
memberi hak-hak kepada anak sebagai
dari semua
upaya meminimalisir anak terlantar akibat
makhluk hidup termasuk manusia.
informasi
genetika
dari
putusnya hubungan dengan dengan ayah
Dari keterangan di atas, dipahami
biologisnya. Untuk memastikan laki-laki
bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi
yang menyebabkan terjadinya kehamilan
berusaha menyingkronkan antara aturan
seorang perempuan di luar kawin, selain
hukum yang ada dengan perkembangan
dibutuhkan pengakuan dari perempuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk
yang bersangkutan, juga melalui dengan
mendapatkan kepastian asal usul anak
kecanggihan
yang lahir di luar perkawinan, sehingga
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi.
anak tersebut dapat memperoleh hak-
Karena sebuah hukum yang di
haknya sebagai anak yang lain dan
harapkan legalitasnya semakin sempurna
sekaligus dapat memberi pengabdian dan
dan dipercaya oleh masyarakat, harus
penghormatan tidak saja kepada ibunya,
bersentuhan dengan bidang-bidang ilmu
tetapi juga kepada ayah biologisnya.
yang lain, terutama dalam hal pembuktian
Demikian halnya dengan anak yang
agar persoalan hukum yang terjadi bisa
tidak tercatat di Kantor Urusan Agama
lebih terang dan jelas. Dalam proses
(KUA)
penegakan hukum pada kasus tertentu
karena tidak melalui proses perkawinan
diperlukan keterlibatan berbagai ilmu
yang sah, yang menyebabkan orang
yang lain. Misalnya dalam kaitannya asal
tuanya tidak mendapatkan akta nikah dan
usul keturunan dapat digunakan ahli ilmu
anak yang lahir tidak mendapatkan akta
atau instansi yang berwenang
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
| No.2
230 | Aisyah Rasyid
kelahiran,
sehingga
perkawinannya
Keberadaan
norma
agama
dan
dikategorikan sebagai perkawinan tidak
norma hukum dalam satu peraturan
sah dan anak yang lahir disamakan
perundang-undangan
yang
sama,
dengan anak di luar nikah. Mereka tidak
memiliki
untuk
saling
berhak
dan
melemahkan bahkan bertentangan. Dalam
biologisnya,
hal ini potensi saling melemahkan terjadi
demikian pula sebaliknya ayah biologis
antara pasal 2 ayat 1 dengan pasal 2 ayat
tidak berhak mendapatkan hak-hak dan
2 UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974.
kewajibannya dari anak yang lahir dari
Pasal 2 ayat 1 yang pada pokoknya
proses pernikahannya yang tidak tercatat
menjamin bahwa perkawinan adalah sah
sebagaimana
jika dilakukan menurut hukum masing-
mendapatkan
kewajiban
menurut
dari
hak-hak
ayah
mestinya.Karena
Mahkamah
itu
Konstitusi
masing
potensi
agama
dan
kepercayaannya,
pencatatan perkawinan bukanlah faktor
ternyata menghalangi dan sebaliknya juga
yang menentukan sahnya perkawinan,
dihalangi oleh keberlakuan pasal 2 ayat 2
sehingga keabsahan perkawinan tetap
yang pada pokoknya mengatur bahwa
menjadi domain hukum agama dan
perkawinan
kepercayaan dari pada kedua calon
hukum jika telah dicatat oleh instansi
mempelai. Sedangkan negara tidak turut
yang berwenang atau pegawai pencatat
campur dalam persoalan sah dan tidaknya
nikah. Jika pasal 2 ayat 2 itu dimaknai
perkawinan.
dapat
sebagai pencatatan secara administrasi
memaksakan suatu ketentuan tentang
yang tidak berpengaruh terhadap sah
sahnya perkawinan berdasarkan ukuran
tidaknya suatu perkawinan, maka hal
dari agama tertentu, karena hal itu
tersebut tidak bertentangan dengan UUD
bertentangan dengan semangat Pasal 29
1945
ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi “Negara
penambahan syarat perkawinan. Sejalan
menjamin
tiap-tiap
dengan hal itu, kata “perkawinan” dalam
memeluk agamanya
pasal 2 ayat 1 juga akan dimaknai sebagai
Negara
kemerdekaan
penduduk untuk
masing-masing
tidak
dan
untuk
beribadah
menurut agamanya dan kepercayaannya
itu”. (Witanto, 2012:229)
AL-RISALAH | Juli - Desember 2016
karena
perkawinan
akan
tidak
yang
memiliki
kekuatan
perjadi terhadap
sah
secara
Islam
(Witanto, 2012:230) atau perkawinan
PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL ... | 231
menurut rukun nikah yang lima. (Ghazali,
dari
2012:46-47)
perkawinannya, anak yang dilahirkan
Pada dasarnya anak yang lahir luar
soal
prosedur
administrasi
harus mendapat hak yang sama dengan
nikah dan anak yang lahir tidak melalui
anak-anak
pencatatan,
dilahirkan dari suatu perkawinan yang
menurut
Mahkamah
Konstitusi mendapat diskriminasi dengan
pada
umumnya
yang
sah.
anak yang sah. Padahal sesungguhnya
Jika tidak demikian adanya, maka
setiap anak yang lahir memiliki fitrah
akan berdampak negatif terhadap anak
yang sama sebagai makhluk Tuhan. Pasal
yang lahir di luar perkawinan sah yang
28 ayat 2 UUD 1945 berbunyi “Setiap
sesungguhnya
anak berhak atas kelangsungan hidup
dilahirkan di dunia.
tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan
dari
kekerasan
dan
Anak
tidak
yang
pernah
meminta
merupakan
subyek
hukum yang tidak memiliki kemampuan
diskriminasi”. Ini berarti tidak boleh ada
mempertahankan
pengelompokan status terhadap seorang
sehingga setiap tindakan hukum yang
anak, karena dengan adanya status dan
dilakukan
kedudukan anak berbeda dimata hukum
diwakili oleh orang tuanya atau walinya
sesungguhnya Negara telah melakukan
yang sah. Kalau terjadi persengketaan
diskriminasi terhadap anak yang menjadi
perkawinan antara kedua orang tuanya,
warganya.
maka anak-anak yang dilahirkan tersebut
oleh
hukumnya
seorang
anak
sendiri,
harus
Diskriminasi yang dimaksud adalah
tidak boleh menjadi korban. Hal ini tidak
meniadakan hak-hak keperdataan di anak
hanya berlaku bagi persengketaan yang
terhadap ayah biologisnya (pasal 43 ayat
berkaitan dengan pembatalan perkawinan.
(1). Mahkamah Konstitusi berpendapat
Maksudnya sah atau tidaknya perkawinan
bahwa hubungan anak denga laki-laki
tersebut, tidak seyogyanya ditanggung
sebagai ayah biologisnya tidak semata-
akibatnya ditanggung oleh si anak yang
mata karena adanya ikatan perkawinan,
lahir dari hubungan seks antara seorang
tetapi
ayah dan ibu yang
dapat
juga
didasarkan
pada
adanya
hubungan
darah
pernikahan sah menurut peraturan yang
antara anak dengan ayahnya. Terlepas
berlaku. Karena itu, negara dan hukum
pembuktian
melalui proses
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
| No.2
232 | Aisyah Rasyid
harus memberikan perlindungan yang adil
baru, tentu menimbulkan pro kontra
dengan memberikan kesempatan yang
dikalangan
sama bagi setiap anak untuk tumbuh dan
memberikan apresiasi terhadap putusan
berkembang sebagaimana anak-anak pada
tersebut
umumnya. (Witanto, 2012:246-247)
memberikan perubahan hukum ke arah
Dari keterangan di atas dapat
yang
masyarakat,
karena
lebih
sebagian
diyakini
baik
akan
dalam
upaya
dipahami bahwa Mahkamah Konstitusi
perlindungan hak-hak anak di mata
berusaha menarik benang merah antara
hukum dan masyarakat dan sebagian lagi
kebuntuan hukum yang terjadi selama ini
beranggapan
dengan setiap anak ingin menemukan jati
tersebut
dirinya dengan mengetahui ayah yang
kerumitan dan persoalan baru terutama
menyebabkan ia lahir, walaupun dalam
masalah kewarisan yang berlaku di
posisinya sebagai ayah biologis, baik
Indonesai,
dalam
bahwa putusan tersebut telah melegalisasi
rangka
memperjuangkan
kepentingan-kepentingan
akan
keperdataan
perzinahan
maupun untuk kepentingan-kepentingan
2012:163)
lain yang timbul karena adanya kejelasan
silsilah
keturunan
anak
yang
bahwa
dengan
putusan
memunculkan
banyak
bahkan
di
sebagian
Indonesia.
melihat
(Witanto,
Adalah sesuatu yang tidak salah
kalau Mahkamah Konstitusi mangabulkan
bersangkutan.
permohonan uji materiil atas dasar adanya
Langkah-langkah Penetapan Putusan
Mahkamah Konstitusi
hak konstitusional sebagai warga negara
Latar belakang lahirnya Putusan
Mahkamah Konstitusi atas permohonan
uji
matriil
(Yudicial
review)
yang
diajukan oleh Hj. Aisyah Muchtar alias
Machica binti H. Muchtar Ibrahim dan
Muhammad
Iqbal
Ramdhan
bin
Moerdiono membawa paradigma baru
dalam sistem hukum perdata dan hukum
keluarga di Indonesia. Sebagai wacana
AL-RISALAH | Juli - Desember 2016
yang dianggap telah terlanggar oleh
ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat
1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan yang dianggap bertentangan
dengan pasal 28 UUD 1945, maka
pemohon dan anaknya memiliki hak
konstitusional mendapatkan pengesahan
atas
pernikahan
anaknya.
Hak
dan
status
konstitusional
hukum
yang
dimiliki oleh pemohon telah diciderai
PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL ... | 233
oleh
norma
Perkawinan.
hukum
Merujuk
dalam
kepada
UU
norma
sah
jika
dilakukan
masing-masing
menurut
hukum
agam
dan
konstitusional yang termaktub pada pasal
kepercayaannya; b) Namun keberadaan
28 B ayat 1 UUD 1945 kemudian
pasal 2 ayat 2 UU Perkawinan yang
dikaitkan dengan rukun nikah dalam
menyebabkan
Islam,
yang
dicatat menurut peraturan perundang-
bersangkutan adalah sah, tetapi terhalang
undangan yang berlaku, mengakibatkan
oleh pasal 2 ayat 2 UU Perkawinan.
adanya dua pemahaman. Di satu sisi,
Norma
hukum
perkawinan adalah sah jika dilakukan
sebuah
perkawinan
maka
perkawinan
yang
mengharuskan
perkawinan
menurut
menurut agama dan kepercayaan masing-
yang
masing, di sisi lain perkawinan dimaksud
berlaku telah mengakibatkan perkawinan
tidak memiliki kekuatan hukum karena
yang sah dan sesuai dengan rukun nikah
tidak tercatat. c) Dari perspektif hukum
agama Islam (norma agama) menjadi
Islam, perkawinan dinyatakan sah apabila
tidak
memenuhi lima rukun yakni ijab qabul,
peraturan
dicatat
tiap-tiap
perundang-undangan
sah
menurut
norma
hukum
Nasional. (Witanto, 2012:164-165)
Konsep
tersebut,
Mahkamah
merupakan
calon mempelai pria, calon mempelai
Konstitusi
pemikiran
baru
wanita, dua orang saksi, dan wali dari
pihak
perempuan.
Pasal
UU
kabur,
dan
Perkawinan
sehingga
kontradiktif dengan pasal 2 ayat 1 UU
berbagai
jelas,
2
terhadap UU Perkawinan di Indonesia,
memerlukan
tidak
d)
pertimbangan sebelum menjadi keputusan
Perkawinan,
serta
yakni:
pernikahan
seseorang
1) Keterangan ahli
memenuhi syarat dan rukun secara Islam
Pemohon mengajukan seorang ahli, yaitu
tetapi tidak dicatat di KUA, maka
Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag. yang
pernikahannya menjadi tidak sah. e)
memberikan keterangan tertulis di bawah
Karena perkawinannya tidak sah, lebih
sumpah dalam persidangan tanggal 4 Mei
lanjut pasal 43 ayat 1 UU perkawinan
2011, yang meliputi:
mengatur bahwa anak dari perkawinan
a) Pasal dua ayat 1 UU Perkawinan telah
tersebut
jelas mengakui bahwa perkawinan adalah
hubungan kekerabatan denga ibu dan
hanya
berdampak
memiliki
yang
nasab
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
pada
telah
dan
| No.2
234 | Aisyah Rasyid
keluarga ibu. Pada akta kelahirannya,
antara anak dan bapak. Jika anak yang
anak tersebut akan ditulis sebagai anak
akan diadopsi tidak diketahui asal muasal
ibu tanpa bapak. f) Anak tersebut juga
bapak kandungnya, maka harus diakui
akan mengalami kerugian psikologis,
sebagai saudara seagama atau anak
dikucilkan
g)
angkat dan bukan dianggap sebagai anak
pernikahan
kandung. l) dalam fikh tidak pernah
dan
Keharusan
kesulitan
biaya.
mencatat
berimplikasi pada status anak di luar
disebutkan
nikah yang hanya memiliki hubungan
dicatat, tetapi dalam al-Qur’an terdapat
perdata dengan ibu dan keluarga ibunya
perintah agar mentaati ulil amri. m)
adalah bertentangan dengan pasal 28 B
Dengan demikian, pasal 2 ayat 2 dan
ayat
pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan bersifat
2
UUD
seharusnya
1945,
dilindungi
karena
dari
anak
berbagai
bahwa
diskriminatif
pernikahan
sehingga
harus
bertentangan
bentuk kekerasan dan diskriminasi karena
dengan pasal 27, pasal 28 B ayat 2 dan
orang tuanya terlanjur
melaksanakan
pasal 28 D ayat 2 UUD 1945. n) Jika
pernikahan yang tidak tercatat. h) Islam
pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU
tidak
Perkawinan mengandung mudharat, tetapi
mengenal
dosa
turunan
atau
pelimpahan dosa dari satu pihak ke pihak
menghapuskan
juga
mengandung
lain. i) Pertanggungjawaban pidanam
mudharat, maka dalam kaedah fikh harus
dalam hukum Islam bersifat indifidu. j)
dipilih mudharat yang paling ringan.
Islam mengenal konsep anak zina yang
(Widyanto, 2012:172-175)
hanya bernasab kepada ibu kandungnya,
Dari keterangan saksi ahli tersebut,
namun bukan dari perkawinan sah (yang
hanya satu point l yang memberi peluang
telah memenuhi syarat dan rukun). Anak
untuk mempertahankan pasal 2 ayat 2 UU
yang lahir dari perkawinan sah secara
Perkawinan dalam arti menaati ulil amri.
Islam, meskipun tidak tercatat pada
Sementara poin yang lainnya menyarakan
instansi
harus
untuk ditinjau kembali pemberlakuan
bernasab kepada kedua orang tuanya
pasal 2 ayat 2 UU Perkawinan tersebut,
(bapak dan ibu). k) Dalam Islam dilarang
sehingga keterangan dari saksi ahli
melakukan adopsi anak, jika adopsi
tersebut cukup kuat bagi Mahkamah
tersebut memutuskan hubungan nasab
Konstitusi menerima gugatan pemohon I
terkait,
tetapi
AL-RISALAH | Juli - Desember 2016
tetap
PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL ... | 235
dan II seperti yang telah diuraikan
Tahun
sebelumnya.
Lembaran Negara Republik Indonesia
2) Keterangan dari pihak pemerintah dan
Nomor 3019) yang menyatakan “Anak
DPR
1974
Nomor
1,
Tambahan
yang dilahirkan di luar perkawinan hanya
Keterangan yang diberikan oleh pihak
mempunyai hubungan perdata dengan
Pemerintah dan DPR
ibunya
kedua
lembaga
pada dasarnya
tersebut
tetap
dan
keluarga
ibunya”,
bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28
mempertahankan berlakunya pasal 2 ayat
sepanjang
2 dan pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan dan
hubungan perdata dengan laki-laki yang
mereka
dibuktikan
menyatakan
bahwa
tidak
dimaknai
menghilangkan
berdasarkan
dengan
ilmu
bertentangan dengan pasal 28 B ayat 1
pengetahuan dan teknologi dan/atau alat
dan ayat 2 serta pasal 28 D ayat 1 UUD
bukti
1945. Namun jika sekiranya Majelis
mempunyai
Hakim
Konstitusi
ayahnya.
berpendapat lain, maka mereka memohon
kekuatan
hukummengikat
sepanjang
putusan yang seadil-adilnya. (Witanto,
dimaknai
menghilangkan
hubungan
2012:189 dan 197).
perdata dengan laki-laki yang dapat
3) Pertimbangan hukum
dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan
Dari 9 (sembilan) hakim Konstitusi yang
dan teknologi dan/atau alat bukti lain
memutuskan
menurut hukum, ternyata mempunyai
Mahkamah
perkara
tersebut
dalam
lain
menurut
hukum ternyata
hubungan
Dan
juga
tidak
memiliki
hubungan
memiliki pandangan yang sama dan satu
sehingga ayat tersebut harus dibaca
orang yang memiliki pandangan yang
“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan
berbeda, dan amar putusan pada waktu itu
mempunyai hubungan perdata dengan
berdasar pendapat yang mayoritas yakni:
ibunya dan keluarga ibunya serta dengan
permohonan
para
pemohon untuk sebagian.
sebagai
sebagai
musyawarah majelis, 8 (delapan) orang
Mengabulkan
darah
darah
ayahnya,
laki-laki sebagai ayahnya yang dapat
dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan
Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang
dan teknologi dan/atau alat bukti lain
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
menurut hukum mempunyai hubungan
(lembaran Negara Republik Indonesia
darah, termasuk hubungan perdata dengan
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
| No.2
236 | Aisyah Rasyid
keluarga ayahnya. (Witanto, 2012:197,
hukum yang memadai. Boleh jadi ada
206, 216-217)
yang berpendapat bahwa kalau demikian
Keterangan di atas menjelaskan
bahwa
Mahkamah
dalam
dilegalkan dan anak yang lahir di luar
penetapan Putusan Mahkamah Konstitusi
kawin disamakan haknya dengan anak
Nomor 46 Tahun 2010 mel;alui berbagai
yang melalui proses pernikahan sah.
pertimbangan,
Menurut hemat Penulis bahwa tidak boleh
keterangan
Konstitusi
adanya, maka seolah-olah perzinahan itu
baik
perorangan
ahli,
atau
pemerintah/DPR,
dilihat
semata-mata
dari
segiproses
maupun proses pertimbangan hukum,
pernikahan orang tuanya, lalu kesalahan
sehingga putusan tersebut menjadi suatu
orang tua dibebankan kepada anak yang
keputusan yang legal dan secara hukum
tidak berdosa.
dapat diterapkan, walaupun terjadi pro
Penutup
kontra terhadap keputusan tersebut.
Kesimpulan
Studi
Analisis
Penerapannya
tentang
Hukum
Status keabsahan anak memiliki
Dalam hal ini penulis sependapat
dengan
Eka
N.A.M.
Sihombingyang
korelasi dengan hak-haknya terhadap
kedua orang tuanya. Hak-hak dimaksud
menyatakan bahwa, Putusan Mahkamah
adalah;
Konstitusi
justeru
ditimbulkan oleh perkawinan yang sah.
memberikanpesan moral kepada laki-laki
Anak di luar nikah hanya mempunyai hak
agar
nasab
tidak
tersebut
sembarangan
melakukan
(1)
hak
kepada
nasab
ibunya
yaitu
dan
yang
keluarga
hubungan seks di luar pernikahan karena
ibunya. (2) hak nafkah, bahwa selama
implikasi
pemeliharaan anak nafkah ditanggung
yang
harus
dipertanggungjawabkan akibat perbuatan
oleh
ayah
kandungnya,
baik
biaya
tersebut. (Sihombing, 2010)
langsung kepada anak, maupun biaya
pemelihara anaknya (biaya istri). (3) hak
Apalagi
kalau
dicermati
lebih
mendalam tentang tujuan putusan MK
tersebut, agar anak yang lahir di luar
perkawinan mendapatkan perlindungan
AL-RISALAH | Juli - Desember 2016
kewarisan,
yang
mengatur
tentang
peralihan harta yang ditinggalkan oleh
seorang yang telah meninggal dunia
PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL ... | 237
kepada ahli warisnya, terutama anak
pada instansi yang telah ditentukan atau
kandungnya. (4) Hak perwalian.
Kantor Urusan Agama setempat, nikah
Dalam hukum perkawinan nasional,
sirri atau nikah di bawah tangan, menurut
anak yang lahir tidak berdasarkan dengan
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46
prosudur pernikahan sah seperti anak
Tahun 2010 tetap dikategorikan sebagai
yang lahir di luar nikah dan anak yang
pernikahan sah, sehingga anak yang lahir
lahir
dari pernikahan tersebut dianggap anak
dari
perkawinan
perkawinan
di
sirri
bawah
atau
tangan,
sah,
karenanya
mereka
berhak
bertentangan dengan pasal 2 ayat 2
mendapatkan hak-haknya seperti hak
Undang-undang
nasab, hak nafkah, hak waris, dan hak
perkawinan,
sehingga
tidak memiliki korelasi hak-hak seperti
perwalian.
yang diperoleh anak yang lahir dari
Implikasi Penelitian
prosudur perkawinan sah yakni hak
Bahwa UU Perkawinan pasal 2 ayat
nasab, hak nafkah, hak waris dan hak
2 menetapkan anak yang lahir tidak
perwalian, karena mereka sama sekali
melalui
tidak memiliki hubungan perdata dengan
perundang-undangan
ayah biologisnya. Mereka hanya memiliki
dinyatakan anak tidak sah dan tidak
hubungan
proses
pencatatan
yang
menurut
berlaku
perdata
dengan
ibu
mempunyai
dan
keluarga
ibu
halnya anak sah. Karena itu penerapan
kandungnya, sehingga semua kebutuhan
pasal 2 ayat 2 tersebut perlu dikaji ulang,
yang
anak
sehingga tidak terjadi penelantantaran
mereka.
anak, baik secara materil maupun moril
Bahkan dalam akta kelahiran anak, nama
yang sesungguhnya anak tersebut lahir
yang
tanpa dosa.
kandungnya
berkaitan
tersebut
kemaslahatan
dibebankan
tercantum
kepada
hanya
nama
ibu
korelasi
hak-hak
seperti
kandungnya tidak boleh tercantum nama
Bahwa Putusan MK Nomor 46
ayah biologisnya.
Tahun
Status
anak
yang
lahir
2010
berimplikasi
terhadap
tidak
perkembangan hukum Islam di Indonesia
berdasarkan prosudur pernikahan sah,
terutama status anak sah. Sebagai produk
seperti pernikahan yang tidak tercatat
hukum yang sah, maka putusan MK
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
| No.2
238 | Aisyah Rasyid
tersebut
seyogianya
menjadi
ayah
dari
pernikahan
yang
tercatat
pertimbangan hukum dalam penetapan
maupun ayah biologis terutama dari segi
keabsahan
upaya
biaya hidup. Dengan demikian tanggung
meminimalisir keterlantaran anak karena
jawab terhadap kemaslahatan anaknya
tidak mendapat hak-hak dari ayah, baik
terutama
anak
sebagai
dari
biaya.
Daftar Pustaka
Abdulrrahman, Ridwan Syahrani, Masalah-Masalah Hukum perkawinan di Indonesia.
Bandung: Alumni 1978.
Dahlan, Abd. Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I. Cet. I; Jakarta: Ictiar Baru Van
Hoever, 1996
Ghazali, Abdul Rahman. Fiqh Munakahat. Cet. V; Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2012.
Khallaf, Abdul Wahab. “Ilmu Uşuūl al-Fikh. Cet. II; t.t. Dar al-ilm, 1978.
Latif, Syarifuddin. Hukum Perkawinan di Indonesia (buku I). Cet. I; t.t.: Berkah Utami,
2010.
Mughniyah, Muhammad Jawad. Al-Fiqh ‘ala al-Mazahab al-Khamsah diterjemahkan
oleh Masykur A.B, Afif Muhammad, Idrus al-Kaff dengan judul, Fiqh Lima
Mashab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali. Cet. V; Jakarta: Lentera,
2006.
Peraturan Pemerintah Penganakatan Anak. Cet. I; t.tp., Asa Mandiri, 2008.
Saraswati, Rika. Hukum Perlindungan Anak di Indonesai. Cet. II; tt: PT Citra Aditya
Bakti: 2015.
Sudarmono, Hukum Perkawinan Nasional. Cet. IV; Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010.
Sujana, I Nyoman. Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin Dalam Perspektif Putusan
Mahkamah Kostitusi Nomor 56/PUU-VIII, 2010. Cet. I: Yogyakarta: Aswaja
Presindo, 2015.
Undang-Undang Peradilan Agama dan Kompilasi Hukm Islam (KHI) (Yogayakarta:
Graha Pustaka, t.th.
Witanto, D.Y. Hukum Keluarga Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin Pasca Keluarnya
Putusan MK Tentang Uji Materiil UU Perkawinan. Cet. I; Jakarta:
Pustakarya, 2012.
AL-RISALAH | Juli - Desember 2016
Download