PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL DAN PUTUSAN MK. NOMOR 46 TAHUN 2010 Oleh : Aisyah Rasyid Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Watampone Email : [email protected] Abstrak This research is a study of a legitimate child in relation to the national marriage law and the Constitutional Court Decision Number 46 of 2010. The root of the problem is "The position of the legitimate child in the legal system in Indonesia? "This issue is important to study because there is a difference of principle concerning the status of legitimate child of these two pieces of legislation. Children status authorized by Act 1 of 1974 Nomo marriage is child obtained through legitimate marriage, marriage made in accordance with his religion or belief and recorded under the provisions of the applicable laws. Children born of legitimate marriage are entitled to the rights of parents that nasab rights, living rights, inheritance and custody. While the Constitutional Court decision No. 46 of 2010. That the status of a legitimate child is a child born of a legitimate marriage and children born outside legal marriage but her biological father can be demonstrated through the recognition of the wife, the recognition of men concerned or proof through science and technology, such as DNA testing even if not registered they are entitled to the rights of both parents, or from the mother and the man who caused her birth or her biological father. Kata Kunci: anak sah, hukum perkawinan, putusan MK No. 46 Tahun 2010 Pendahuluan Seorang anak yang lahir melalui proses perkawinan berdasarkan hukum hukum negara sebagai anak yang sah baik agama, maupun menyandang predikat sah, demikian pula sebaliknya jika seorang anak yang lahir tidak melalui proses perkawinan yang sah akan menyandang predikat sebagai anak tidak sah yakni anak luar nikah (anak zina). Anak memiliki tidak sah inilah yang problema tersendiri dan memerlukan pemecahan yang serius dari semua pihak, baik dari mereka yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan hukum agama, maupun hukum Negara. Demikian halnya nikah di bawah tangan atau “nikah sirri” yakni pernikahan yang tidak disertai pencatatan di hadapan penghulu agama. Pernikahan seperti ini bertentangan dengan Undang-Undang RI. Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 2 “tiaptiap perkawinan peraturan dicatat perundang-undangan menurut yang berlaku” (Sudarsono, 2010:289) Karena Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II | No. 220 | Aisyah Rasyid itu, perkawinan yang melalui sah, yakni perkawinan yang tercatat dengan pencatatan secara legalitas formal menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat dibenarkan dalam arti tidak yang berlaku. Sedangkan anak yang diakui negara, dilahirkan di luar perkawinan hanya sehingga mereka tidak bisa mendapatkan mempunyai hubungan perdata dengan keterangan akte nikah. ibunya dan keluarga ibunya, sehingga keabsahannya tidak oleh Sementara kalau dicermati Undang- mereka tidak mendapat hak dari ayah Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 biologisnya sebagaimana ayat 1 “Perkawinan adalah sah, apabila sah. dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan tersebut berbeda dengan itu” Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46 menunjukkan Tahun 2010 yang menyatakan bahwa bahwa yang dilakukan menurut ketentuan pencatatan perkawinan dalam pasal 2 ayat agama yang dalam Islam dikenal dengan 2 rukun merupakan kewajiban administrasi yang (Sudarsono, kepercayaannya Hal halnya anak 2010:288) nikah, maka pekawinannya Undang-Undang dianggap sah sekalipun tidak melalui tidak mengikat dengan pencatatan. perkawinan, perkawinan atas keabsahan karena keabsahan Dengan demikian, nikah setelah perkawinan tetap menjadi domain hukum hamil, nikah tembelan/nikah passampo agama dari calon mempelai, sedangkan siri dan nikah di bawah tangan/nikah negara tidak turut campur tentang sah sirri) terjadi perbedaan pandangan para atau ulama (Witanto, 2012:229) atau penegak hukum Islam termasuk perbedaan penafsiran pasal 2 tidaknya Putusan sebuah Mahkamah perkawinan. Konstitus ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun Nomor 46 tahun 2010 berusaha mencari 1974 tentang status perkawinan yang benang merah dari perbedaan pandangan berimplikasi terhadap status anak yang hukum Islam dengan pasal 2 ayat 2 UU dilahirkan. Menurut Undang-Undang RI. Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat 2 serta menawarkan beberapa solusinya, tetapi pasal 43, bahwa anak sah adalah anak tampaknya hasil putusannya pun masih yang dilahirkan melalui perkawinan yang menyisahkan AL-RISALAH | Juli - Desember 2016 tersebut, perbedaan sekaligus pandangan PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL ... | 221 bahkan menjadi berkepanjangan polemik di yang dengan faktor-faktor normatif (asas-asas tengah-tengah hukum). 2) Pendekatan sosiologis karena manyarakat, apalagi Putusan Mahkamah objek Konstitusi tersebut, berangkat sebuah perkembangan kehidupan sosial dalam kasus yang sangat familiar pada masa itu, suatu (Witanto, 2012:251) sehingga boleh jadi perkawinan yang berimplikasi pada status nilai kental anak. 3) Pendekatan filosofis, karena dibanding dengan nilai objetivitasnya terkait masalah hukum yang kajiannya dalam penetapan sebuah hukum. Karena menitipberatkan pada seperangkat nilai itu, tetap memiliki ruang untuk dikaji ideal yang menjadi rujukan dalam setiap lebih lanjut untuk menemukan solusi pembentukan, hukum yang terbaik dan lebih memihak pelaksanaan kepada kebenaran agama. berkaitan dengan proses perkawinan dan subjektivitasnya lebih kajiannya masyarakat normatif Penelitian ini adalah kualitatif yang bersifat deskriftif analitik yang bertujuan memaparkan status anak sah menurut Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Putusan Nomor dianalisis 46 Mahkamah Tahun secara dengan yakni proses pengaturan, kaedah dan hukum yang status anak sah. 4) Pendekatan teologis Metode Penelitian dan terkait 2010, Konstitusi kemudian komprehensif dan cermat dari berbagai komponen yang terkait untuk menjawab permasalahan penelitian ini. karena terjadinya suatu perkawinan dan kelahiran seorang anak bagaimanapun prosesnya baik disenangi ataupun tidak, tidak bisa terhindar dari sebuah keyakinan bahwa apapun yang terjadi pada seseorang adalah merupakan takdir yang telah ditetapkan Allah swt., namun status hukumnya harus dipastikan. Selain itu, pendekatan ini juga digunakan untuk mengulas dan menganalisis berbagai fakta yang ditemukan dari sudut Sedangkan metode pendekatan pandang perundang-undangan dan yang dilakukan dalam penelitian ini ketentuan yang digariskan dalam al- adalah: 1) Yuridis normatif, yaitu suatu Qur’an dan hadis. pendekatan yang menghubungkan antara faktor-faktor yuridis (hukum positif) Pengumpulan, pengolahan dan analisis data penelitian ini termasuk Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II | No.2 222 | Aisyah Rasyid dalam kategori penelitian kepustakaan (Undang-Undang Peradilan Agama dan (library research), maka pola kerja Kompilasi Hukum Islam, t.t.:167) pengolahan datanya bersifat kualitatif, Suatu perkawinan menjadi sah serta dianalisis dengan menggunakan menurut perundang-undangan yang telah analisis isi (content analisis). Setelah diatur dalam pasal 2 ayat 1 semua Undang data yang diperlukan telah perkawinan Undang- menyatakan terhimpun lalu dianalisis secara cermat “perkawinan adalah sah apabila dilakukan dengan berfikir deduktif, induktif atau menurut komparatif. agamanya Pembahasan Karena itu perkawinan yang sah menurut Anak Sah Menurut Hukum Perkawinan Nasional hukum 1) Anak sah kaitannya dengan keabsahan perkawinan. Perkawinan yang melalui prosudur dan hukum yang benar akan melahirkan anak sah. Menurut UndangUndang RI. Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pasal 42 berbunyi “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan dan masing-masing kepercayaannya perkawinan nasional itu. adalah perkawinan yang dilaksanakan menurut hukum yang berlaku setiap agama. Berbicara tentang anak sah, erat ketentuan hukum yang sah”. (Sudarmono, 2010:298) Demikian halnya perkawinan menurut hukum adat bagi masyarakat yang menganut hukum adat di Indonesia. Pada umumnya bagi penganut agama tergantung pada agama yang dianut oleh masyarakat adat Maksudnya jika yang bersangkutan. perkawinan telah dilaksanakan menurut tata atruran hukum agamanya, maka perkawinan itu dianggap sah menurut hukum adat dan anak yang dilahirkan menjadi anak sah. Kecuali bagi Dalam Kompilasi Hukum Islam mereka yang belum menganut salah satu Pasal 99 disebutkan bahwa anak sah agama yang diakui oleh pemerintah, adalah anak yang dilahirkan dalam atau seperti halnya mereka yang menganut akibat hasil kepercayaan agama lama (kuno) seperti perbuatan suami isteri yang sah di luar “sipelebegu” (pemuja roh) di kalangan rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut. orang batak atau agama “keahringan” di perkawinan yang AL-RISALAH | Juli - Desember 2016 sah; PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL ... | 223 kalangan orang-orang dayak Kalimantan Tengah maka Dalam Pasal 42 UU Perkawinan perkawinan yang dilakukan menurut tata menyebutkan bahwa anak sah adalah tertib adat/agama mereka adalah sah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai menurut adat setempat. (Sujana, 2015:91) akibat dari perkawinan sah, sehingga Berangkat dari pandangan tersebut, untuk mengartikan tentang anak tidak sah maka dan lain-lainnya, 2) Anak tidak sah perkawinan menjadi sakral, atau anak luar kawin harus menggunakan berdasarkan pada ketentuan pasal 2 UU logika argumentum a contrario terhadap perkawinan, disatukan dengan urusan pasal tersebut bahwa anak tidak sah atau administrasi, masalah anak luar kawin adalah anak yang tidak pencatatannya. Ijab kabul dan persaksian dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari nikah oleh dua orang saksi dan pencatatan perkawinan yang sah. (Sujana, 2015:64) yakni menjadi satu kesatuan yang tidak boleh Penyebab lahirnya anak tidak sah 1) dipisah-pisahkan. Hal ini menjadi penting anak yang dilahirkan oleh seorang wanita karena tetapi wanita itu tidak mempunyai ikatan suatu merupakan undang-undang suatu kesatuan, jelas misalnya perkawinan dengan pria yang Pasal 2 UU Perkawinan terdiri dari dua menyetubuhinya; 2) anak yang dilahirkan ayat, maka kedua-duanya merupakan dari seorang wanita, kelahiran tersebut suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. diketahui dan dikehendaki oleh ibu Maksudnya suatu perkawinan sah kalau bapaknya, hanya saja salah satu di antara diselenggarakan keduanya berdasarkan hukum masih terikat dengan agama, kemudian dicatat oleh yang perkawinan lain; 3) anak yang lahir dari berwenang sesuai aturan yang berlaku, seorang sehingga tercipta adanya suatu kepastian perceraian tetapi anak yang dilahirkan itu hukum. Inilah yang dijadikan pegangan merupakan hasil hubungan dengan pria dalam yang bukan suaminya ada kemungkinan pelaksanaan Indonesia, sehingga perkawinan menjadi di hukum anak wanita luar kawin dalam masa iddah ini diterima oleh perkawinan nasional dan anak yang lahir keluarga kedua belah pihak secara wajar dari jika wanita yang melahirkan itu kawin hasil perkawinan dikategorikan sebagai anak sah. tersebut dengan pria yang menyetubuhinya; 4) Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II | No.2 224 | Aisyah Rasyid anak yang lahir dari seorang wanita yang kantor Catatan Sipil. (Sujana, 2015:64- ditinggal suami lebih dari 300 hari anak 65) tersebut tidak diakui suaminya; 5) anak Status hukum anak luar kawin yang lahir dari seorang wanita pada hanya mempunyai hubungan keperdataan agama yang mereka peluk menentukan dengan ibu dan keluarga ibunya saja, lain, misalnya dalam agama Katolik tidak sedangkan dengan ayah biologis dan mengenal cerai hidup tetapi dilakukan keluarganya, anak luar kawin sama sekali juga kemudian ia kawim lagi dan tidak mempunyai hubungan keperdataan. melahirkan anak. Anak tersebut dianggap Demikian halnya pembuatan identitas diri anak luar kawin; 6) anak yang lahir dari anak berupa akta kelahiran tidak boleh seorang wanita sedangkan pada mereka dibuatkan. berlaku melarang tercantum di dalamnya adalah anak luar mengadakan perkawinan misalnya Warga kawin dengan hanya mecantumkan nama Negara Indonesai (WNI) dan Warga ibunya saja, sedangkan nama bapaknya Negara Asing (WNA) tidak mendapatkan tidak tercantum, sehingga anak yang dari ijin perkawinan yang tidak tercatat tidak ketentuan dari negara kedutaan besar untuk Kalaupun dibuatkan yang mengadakan perkawinan karena salah mendapat perlindungan satu dari mereka telah mempunyai istri (Saraswati, 2015:47) hukum. tetapi mereka campur dan melahirkan Dari keterangan di atas dipahami anak, anak tersebut juga dinamakan anak bahwa sistem hukum yang berlaku di luar kawin. 7) anak yang dilahirkan oleh Indonesia tidak mengenal perkawinan seorang wanita tetapi anak tersebut sama yang tidak tercatat atau lebih populer sekali tidak mengetahui kedua orang dengan tuanya; mengatur pelaksanaannya dalam sebuah 8) anak yang lahir dari istilah kawin siri, apalagi perkawinan yang tidak dicatat dikantor perundang-undangan. Urusan Agama atau di kantor Catatan perkawinan Sipil. 9) anak yang lahir dari perkawinan pencatatan secara hukum agama dan secara adat tidak dilakukan menurut hukum adat dianggap sah, namun hukum agama dan kepercayaan nasional perkawinan yang dilakukan di serta tidak terdaftar di Kantor Urusan Agama atau di AL-RISALAH | Juli - Desember 2016 luar yang pengetahuan Meskipun terlaksna dan tanpa pengawasan PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL ... | 225 pencatat perkawinan tidak memiliki negatif terhadap status anak yang kekuatan hukum dan tetap dianggap tidak dilahirkan, yakni; Pertama, status anak sah dan perempuan yang dinikahi tanpa yang dilahirkan dianggap anak tidak sah. melalui proses pencatatan tidak dapat Dalam akta kelahirannya ia berstatus memperoleh akta nikah, sehingga kalau sebagai pun melahirkan anak, maka anaknya tercantum dikategorika melahirkannya, anak tidak sah di mata hukum. anak di hanya luar kawin, yang ibu yang tercatum nama nama tidak ayahnya, akan berdampak negatif secara Dampak lain dari perkawinan psikologis dan sosial bagi anak dan yang tidak tercatat (kawin siri) sangat ibunya. Kedua, ketidakjelasan status anak merugikan bagi istri dan perempuan pada di muka hukum, sehingga bisa saja suatu umumnya, baik secara hukum maupun waktu ayahnya menyangkal bahwa anak secara sosial. Secara hukum istri tidak tersebut dianggap sebagai istri, tidak berhak atas (Sujana, 2015:120-121) nafkah, 3) Anak angkat dan warisan jika suaminya bukan anak kandungnya. meninggal dunia, juga istri tidak berhak PP RI Nomor 54 Tahun 2007 mendapat pembagian harta, ketika terjadi tentang pengangkatan anak pasal 39 ayat perpisahan, hukum 1 sebagai berikut: Pengangkatan anak perkawinan mereka tidak pernah terjadi. hanya dapat dilakukan untuk kepentingan Sedangkan sulit yang terbaik bagi anak dan dilakukan masyarakat berdasarkan adat kebiasaan setempat dan lingkungannya, karena mareka terkena ketentuan peraturan perundang-undangan sanksi sosial, bahwa istri tersebut telah yang berlaku. (Saraswati, 2015:189) karena secara berkomunikasi secara sosial, dengan istri tinggal serumah dengan laki-laki tanpa Dengan demikian pengangkatan ikatan perkawinan (kumpul kebo) atau seorang terkadang dijuluki istri simpanan. dasarnya berdampak positif pada kedua Selain dampak yang belah pihak yakni kepentingan orang tua dirasakan oleh istri yang dikawini tidak angkat dan kepentingan anak. Hanya saja melalui hukum tidak boleh orang tua angkat memberi perkawinan nasional, juga berdampak kedudukan yang sama dengan anak pencatatan negatif menjadi anak angkat, pada menurut Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II | No.2 226 | Aisyah Rasyid kandungnya dari nasab dan warisan dan oleh tidak boleh memutuskan hubungan darah Pengangkatan Anak, 2008:33) dengan orang tua kandungnya, calon Dengan anak angkat. demikian, (PP salah satu sebagaimana yang diatur dalam PP RI kategori anak yang diakui secara nasional Nomor walaupun 54 Tahun 2007 tentang tidak melalui dengan pengangkatan anak pasal 39 ayat 2 perkawinan adalah anak angkat. Karena sebagai tidak melalui perkawinan, maka status berikut: Pengangkatan anak sebagaimana yang dimaksudkan dalam anak angkat ayat 1, tidak memutuskan hubungan dengan anak kandung terutama dari segi darah antara anak yang diangkat dengan warisan dan nasab. Tetapi hak-hak anak orang kandung yang lain seperti pemeliharaan tua kandungnya. (Saraswati, 2015:189) tidak boleh disamakan dan pemenuhan kebutuhan hidup mereka Salah satu ketentuan yang harus sama dengan hak anak kandung sendiri. diperhatikan oleh calon orang tua angkat Karena keberadaan mereka tidak malalui adalah kesamaan agama dengan calon dengan perkawinan tetapi diakui oleh anak angkatnya. Betapa banyak anak negara, maka proses pengangkatannya angkat yang terlantar bahkan berakhir melibatkan berbagai unsur, termasuk dengan pemerintah, pembunuhan dan perkosaan sebagaimana dijelaskan karena tidak adanya kesesuain agama atau dalam PP RI Nomor 54 Tahun 2007 setidaknya Pasal orang tua angkat tidak 41 ayat 1 dan memahami atau tidak mengaplikasikan pengangkatan anak. makna agama yang mereka anut. Itulah Hak dan Kewajiban Anak sebabnya kesamaan agama menjadi salah satu ketentuan pengangkatan anak Untuk memahami 2 lebih tentang detail tentang hak dan kewajiban anak, terlebih sebagaimana yang dijelaskan dalam PP dahulu dipahami status anak menurut RI Nomor 54 Tahun 2007 tentang Undang-Undang RI. Nomor 1 Tahun pengangkatan anak pasal 39 ayat 3 1974 Tentang perkawinan, yang terdiri sebagai berikut: Calon orang tua angkat dari dua bagian, yaitu; (1) anak sah atau harus seagama dengan agama yang dianut anak yang lahir dari perkawinan sah, (2) anak yang tidak sah atau anak yang lahir AL-RISALAH | Juli - Desember 2016 PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL ... | 227 di luar perkawinan sah. Berikut ini akan menghendakinya, atau ada komunikasi/ dikemukakan hak dan kewajiban mereka. sepengetahuan anak yang bersangkutan. Keempat, salah satu hak asasi bagi 1) Hak dan kewajiban anak sah Undang-Undang perkawinan manusia tidak terkecuali anak dan tidak Nasional, mengatur tentang hak dan ada seorang pun yang dapat menghalang- kewajiban halangi anak. Pertama, mengatur adalah beribadah menurut agamanya masing- tentang hak anak mendapat pemeliharaan kepercayaan dan pendidikan dari kedua orang tuanya. masing, Bahwa kedua orang tua wajib memelihara kreasi dan mendidik mereka sebaik-baiknya berekspresi sampai anak itu kawin atau dapat berdiri kecerdasannya dan pengalamannya. sendiri dalam arti mampu mencari nafkah untuk kemaslahatan hidupnya. Kedua, anak termasuk dan mengem-bangkan intelektualnya sesuai dengan serta tingkat Kelima, anak yang lahir di dunia ini, khususnya anak yang berasal dari mendapat pernikahan sah, tentu telah mendapatkan perwakilan dari orang tuanya dalam perhatian, bimbingan bahkan pendidikan segala perbuatan hukum selama ia belum dari orang berumur mereka terpenuhi sebagaimana yang telah 18 hak dan tahun atau belum tuanya, bahkan hak-hak melangsungkan perkawinan. Sekiranya diuraikan di atas. terdapat 2) Hak dan kewajiban anak tidak sah atau anak lahir di luar perkawinan sesuatu hal yang harus bersentuhan dengan hukum di dalam dan di luar pengadilan, penyelesaiannya orang maka untuk Menurut Pasal 43 UU Perkawinan tua dapat menyatakan bahwa Anak yang lahir di mewakili anaknya. Ketiga, luar mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan atau keluarga ibunya. Kondisi tersebut sangat menggadaikan harta atau barang-barang berdampak negatif terhadap anak yang yang telah menjadi milik anaknya yang dilahirkan terutama hak-hak mereka yang belum berumur 18 tahun atau belum meliputi; Pertama, status anak yang melangsungkan dilahirkan kalau tua hanya tidak diperbolehkan orang perkawinan memindahkan perkawinan, kepentingan anak kecuali yang tidak sebagai anak tidak sah, akan mendapatkan ia hak-hak Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II | No.2 228 | Aisyah Rasyid sebagaimana layaknya anak-anak yang anak yang lahir dari perkawinan yang sah. lahir melalui proses perkawinan sah Hukum harus memberi perlindungan dan menurut hukum nasional. Kedua, ketidak kepastian hukum yang adil terhadap jelasan status anak di muka hukum, status seorang anak yang dilahirkan dan mengakibatkan hubungan antara anak dan hak-hak yang ada padanya, termasuk ayah tidak kuat, sehingga berpotensi terhadap anak-anak yang dilahirkan di seorang ayah menyangkal bahwa anak luar perkawinan. (Sujana, 2015:184) tersebut bukan anak kandungnya. (Sujana, 2015:121) Adalah suatu ketidak adilan manakala hukum menetapkan bahwa anak yang lahir dari suatu kehamilan Anak biologis Menurut Putusan MK No. 46 Tahun 2010 Menurut dalam Mahkamah putusannya Konstitusi nomor 46/PUU- VIII/2010 tanggal 17 Pebruari 2012 menetapkan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang berdasarkan dapat ilmu dibuktikan pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum termasuk mempunyai hubungan hubungan darah, perdata dengan keluarga ayahnya. karena hubungan seksual di luar perkawinan hanya memiliki hubungan dengan perempuan ibunya. Sementara melakukan tersebut hubungan sebagai laki-laki yang seksual yang menyebabkan terjadinya kehamilan dan kelahiran anak lepas dari tanggung jawabnya sebagai seorang bapak dan anak yang lahir terhadap tidak mendapat hak-hak tersebut sebagai laki-laki bapaknya. Sesungguhnya tidak ada alasan untuk tidak dapat menemukan laki-laki yang menyebabkan terjadinya kehamilan seorang psikologis perempuan, karena secara seorang perempuan yang Tujuan dari putusan Mahkamah melakukanhubungan seksual lebih dari Konstitusi tersebut, untuk memperjelas satu laki-laki, tetap dapat mengetahui kedudukan anak luar kawin, bahwa anak laki-laki yang membuahinya, apa lagi luar kawin pun berhak mendapatkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan perlindungan hukum seperti halnya anak- dan AL-RISALAH | Juli - Desember 2016 teknologi yang ada, sangat PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL ... | 229 memungkinkan bahwa anak yang lahir genetika untuk melakukan pencocokan merupakan anak dari laki-laki tertentu. sehingga seorang anak dapat dipastikan (Witanto,2012:232-233) adanya kesamaan dengan laki-laki yang Dari keterangan di atas di pahami, diperkirakan sebagai ayah biologisnya. bahwa Mahkamah Konstitusi berusaha Jika hasil pemeriksaannya menunjukkan agar yang kesesuaian, maka asal usul keturunan harus dapat jawab hukum.(Witanto, seorang ayah dan ibu menyebabkan kelahiran anak bersama-sama bertanggung dibuktikan di hadapan 2012:233) DNA terhadap anak yang dilahirkan sekaligus (Deoxyribonucleic acid) adalah wadah memberi hak-hak kepada anak sebagai dari semua upaya meminimalisir anak terlantar akibat makhluk hidup termasuk manusia. informasi genetika dari putusnya hubungan dengan dengan ayah Dari keterangan di atas, dipahami biologisnya. Untuk memastikan laki-laki bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyebabkan terjadinya kehamilan berusaha menyingkronkan antara aturan seorang perempuan di luar kawin, selain hukum yang ada dengan perkembangan dibutuhkan pengakuan dari perempuan ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk yang bersangkutan, juga melalui dengan mendapatkan kepastian asal usul anak kecanggihan yang lahir di luar perkawinan, sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi. anak tersebut dapat memperoleh hak- Karena sebuah hukum yang di haknya sebagai anak yang lain dan harapkan legalitasnya semakin sempurna sekaligus dapat memberi pengabdian dan dan dipercaya oleh masyarakat, harus penghormatan tidak saja kepada ibunya, bersentuhan dengan bidang-bidang ilmu tetapi juga kepada ayah biologisnya. yang lain, terutama dalam hal pembuktian Demikian halnya dengan anak yang agar persoalan hukum yang terjadi bisa tidak tercatat di Kantor Urusan Agama lebih terang dan jelas. Dalam proses (KUA) penegakan hukum pada kasus tertentu karena tidak melalui proses perkawinan diperlukan keterlibatan berbagai ilmu yang sah, yang menyebabkan orang yang lain. Misalnya dalam kaitannya asal tuanya tidak mendapatkan akta nikah dan usul keturunan dapat digunakan ahli ilmu anak yang lahir tidak mendapatkan akta atau instansi yang berwenang Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II | No.2 230 | Aisyah Rasyid kelahiran, sehingga perkawinannya Keberadaan norma agama dan dikategorikan sebagai perkawinan tidak norma hukum dalam satu peraturan sah dan anak yang lahir disamakan perundang-undangan yang sama, dengan anak di luar nikah. Mereka tidak memiliki untuk saling berhak dan melemahkan bahkan bertentangan. Dalam biologisnya, hal ini potensi saling melemahkan terjadi demikian pula sebaliknya ayah biologis antara pasal 2 ayat 1 dengan pasal 2 ayat tidak berhak mendapatkan hak-hak dan 2 UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974. kewajibannya dari anak yang lahir dari Pasal 2 ayat 1 yang pada pokoknya proses pernikahannya yang tidak tercatat menjamin bahwa perkawinan adalah sah sebagaimana jika dilakukan menurut hukum masing- mendapatkan kewajiban menurut dari hak-hak ayah mestinya.Karena Mahkamah itu Konstitusi masing potensi agama dan kepercayaannya, pencatatan perkawinan bukanlah faktor ternyata menghalangi dan sebaliknya juga yang menentukan sahnya perkawinan, dihalangi oleh keberlakuan pasal 2 ayat 2 sehingga keabsahan perkawinan tetap yang pada pokoknya mengatur bahwa menjadi domain hukum agama dan perkawinan kepercayaan dari pada kedua calon hukum jika telah dicatat oleh instansi mempelai. Sedangkan negara tidak turut yang berwenang atau pegawai pencatat campur dalam persoalan sah dan tidaknya nikah. Jika pasal 2 ayat 2 itu dimaknai perkawinan. dapat sebagai pencatatan secara administrasi memaksakan suatu ketentuan tentang yang tidak berpengaruh terhadap sah sahnya perkawinan berdasarkan ukuran tidaknya suatu perkawinan, maka hal dari agama tertentu, karena hal itu tersebut tidak bertentangan dengan UUD bertentangan dengan semangat Pasal 29 1945 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi “Negara penambahan syarat perkawinan. Sejalan menjamin tiap-tiap dengan hal itu, kata “perkawinan” dalam memeluk agamanya pasal 2 ayat 1 juga akan dimaknai sebagai Negara kemerdekaan penduduk untuk masing-masing tidak dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. (Witanto, 2012:229) AL-RISALAH | Juli - Desember 2016 karena perkawinan akan tidak yang memiliki kekuatan perjadi terhadap sah secara Islam (Witanto, 2012:230) atau perkawinan PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL ... | 231 menurut rukun nikah yang lima. (Ghazali, dari 2012:46-47) perkawinannya, anak yang dilahirkan Pada dasarnya anak yang lahir luar soal prosedur administrasi harus mendapat hak yang sama dengan nikah dan anak yang lahir tidak melalui anak-anak pencatatan, dilahirkan dari suatu perkawinan yang menurut Mahkamah Konstitusi mendapat diskriminasi dengan pada umumnya yang sah. anak yang sah. Padahal sesungguhnya Jika tidak demikian adanya, maka setiap anak yang lahir memiliki fitrah akan berdampak negatif terhadap anak yang sama sebagai makhluk Tuhan. Pasal yang lahir di luar perkawinan sah yang 28 ayat 2 UUD 1945 berbunyi “Setiap sesungguhnya anak berhak atas kelangsungan hidup dilahirkan di dunia. tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan Anak tidak yang pernah meminta merupakan subyek hukum yang tidak memiliki kemampuan diskriminasi”. Ini berarti tidak boleh ada mempertahankan pengelompokan status terhadap seorang sehingga setiap tindakan hukum yang anak, karena dengan adanya status dan dilakukan kedudukan anak berbeda dimata hukum diwakili oleh orang tuanya atau walinya sesungguhnya Negara telah melakukan yang sah. Kalau terjadi persengketaan diskriminasi terhadap anak yang menjadi perkawinan antara kedua orang tuanya, warganya. maka anak-anak yang dilahirkan tersebut oleh hukumnya seorang anak sendiri, harus Diskriminasi yang dimaksud adalah tidak boleh menjadi korban. Hal ini tidak meniadakan hak-hak keperdataan di anak hanya berlaku bagi persengketaan yang terhadap ayah biologisnya (pasal 43 ayat berkaitan dengan pembatalan perkawinan. (1). Mahkamah Konstitusi berpendapat Maksudnya sah atau tidaknya perkawinan bahwa hubungan anak denga laki-laki tersebut, tidak seyogyanya ditanggung sebagai ayah biologisnya tidak semata- akibatnya ditanggung oleh si anak yang mata karena adanya ikatan perkawinan, lahir dari hubungan seks antara seorang tetapi ayah dan ibu yang dapat juga didasarkan pada adanya hubungan darah pernikahan sah menurut peraturan yang antara anak dengan ayahnya. Terlepas berlaku. Karena itu, negara dan hukum pembuktian melalui proses Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II | No.2 232 | Aisyah Rasyid harus memberikan perlindungan yang adil baru, tentu menimbulkan pro kontra dengan memberikan kesempatan yang dikalangan sama bagi setiap anak untuk tumbuh dan memberikan apresiasi terhadap putusan berkembang sebagaimana anak-anak pada tersebut umumnya. (Witanto, 2012:246-247) memberikan perubahan hukum ke arah Dari keterangan di atas dapat yang masyarakat, karena lebih sebagian diyakini baik akan dalam upaya dipahami bahwa Mahkamah Konstitusi perlindungan hak-hak anak di mata berusaha menarik benang merah antara hukum dan masyarakat dan sebagian lagi kebuntuan hukum yang terjadi selama ini beranggapan dengan setiap anak ingin menemukan jati tersebut dirinya dengan mengetahui ayah yang kerumitan dan persoalan baru terutama menyebabkan ia lahir, walaupun dalam masalah kewarisan yang berlaku di posisinya sebagai ayah biologis, baik Indonesai, dalam bahwa putusan tersebut telah melegalisasi rangka memperjuangkan kepentingan-kepentingan akan keperdataan perzinahan maupun untuk kepentingan-kepentingan 2012:163) lain yang timbul karena adanya kejelasan silsilah keturunan anak yang bahwa dengan putusan memunculkan banyak bahkan di sebagian Indonesia. melihat (Witanto, Adalah sesuatu yang tidak salah kalau Mahkamah Konstitusi mangabulkan bersangkutan. permohonan uji materiil atas dasar adanya Langkah-langkah Penetapan Putusan Mahkamah Konstitusi hak konstitusional sebagai warga negara Latar belakang lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan uji matriil (Yudicial review) yang diajukan oleh Hj. Aisyah Muchtar alias Machica binti H. Muchtar Ibrahim dan Muhammad Iqbal Ramdhan bin Moerdiono membawa paradigma baru dalam sistem hukum perdata dan hukum keluarga di Indonesia. Sebagai wacana AL-RISALAH | Juli - Desember 2016 yang dianggap telah terlanggar oleh ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang dianggap bertentangan dengan pasal 28 UUD 1945, maka pemohon dan anaknya memiliki hak konstitusional mendapatkan pengesahan atas pernikahan anaknya. Hak dan status konstitusional hukum yang dimiliki oleh pemohon telah diciderai PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL ... | 233 oleh norma Perkawinan. hukum Merujuk dalam kepada UU norma sah jika dilakukan masing-masing menurut hukum agam dan konstitusional yang termaktub pada pasal kepercayaannya; b) Namun keberadaan 28 B ayat 1 UUD 1945 kemudian pasal 2 ayat 2 UU Perkawinan yang dikaitkan dengan rukun nikah dalam menyebabkan Islam, yang dicatat menurut peraturan perundang- bersangkutan adalah sah, tetapi terhalang undangan yang berlaku, mengakibatkan oleh pasal 2 ayat 2 UU Perkawinan. adanya dua pemahaman. Di satu sisi, Norma hukum perkawinan adalah sah jika dilakukan sebuah perkawinan maka perkawinan yang mengharuskan perkawinan menurut menurut agama dan kepercayaan masing- yang masing, di sisi lain perkawinan dimaksud berlaku telah mengakibatkan perkawinan tidak memiliki kekuatan hukum karena yang sah dan sesuai dengan rukun nikah tidak tercatat. c) Dari perspektif hukum agama Islam (norma agama) menjadi Islam, perkawinan dinyatakan sah apabila tidak memenuhi lima rukun yakni ijab qabul, peraturan dicatat tiap-tiap perundang-undangan sah menurut norma hukum Nasional. (Witanto, 2012:164-165) Konsep tersebut, Mahkamah merupakan calon mempelai pria, calon mempelai Konstitusi pemikiran baru wanita, dua orang saksi, dan wali dari pihak perempuan. Pasal UU kabur, dan Perkawinan sehingga kontradiktif dengan pasal 2 ayat 1 UU berbagai jelas, 2 terhadap UU Perkawinan di Indonesia, memerlukan tidak d) pertimbangan sebelum menjadi keputusan Perkawinan, serta yakni: pernikahan seseorang 1) Keterangan ahli memenuhi syarat dan rukun secara Islam Pemohon mengajukan seorang ahli, yaitu tetapi tidak dicatat di KUA, maka Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag. yang pernikahannya menjadi tidak sah. e) memberikan keterangan tertulis di bawah Karena perkawinannya tidak sah, lebih sumpah dalam persidangan tanggal 4 Mei lanjut pasal 43 ayat 1 UU perkawinan 2011, yang meliputi: mengatur bahwa anak dari perkawinan a) Pasal dua ayat 1 UU Perkawinan telah tersebut jelas mengakui bahwa perkawinan adalah hubungan kekerabatan denga ibu dan hanya berdampak memiliki yang nasab Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II pada telah dan | No.2 234 | Aisyah Rasyid keluarga ibu. Pada akta kelahirannya, antara anak dan bapak. Jika anak yang anak tersebut akan ditulis sebagai anak akan diadopsi tidak diketahui asal muasal ibu tanpa bapak. f) Anak tersebut juga bapak kandungnya, maka harus diakui akan mengalami kerugian psikologis, sebagai saudara seagama atau anak dikucilkan g) angkat dan bukan dianggap sebagai anak pernikahan kandung. l) dalam fikh tidak pernah dan Keharusan kesulitan biaya. mencatat berimplikasi pada status anak di luar disebutkan nikah yang hanya memiliki hubungan dicatat, tetapi dalam al-Qur’an terdapat perdata dengan ibu dan keluarga ibunya perintah agar mentaati ulil amri. m) adalah bertentangan dengan pasal 28 B Dengan demikian, pasal 2 ayat 2 dan ayat pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan bersifat 2 UUD seharusnya 1945, dilindungi karena dari anak berbagai bahwa diskriminatif pernikahan sehingga harus bertentangan bentuk kekerasan dan diskriminasi karena dengan pasal 27, pasal 28 B ayat 2 dan orang tuanya terlanjur melaksanakan pasal 28 D ayat 2 UUD 1945. n) Jika pernikahan yang tidak tercatat. h) Islam pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU tidak Perkawinan mengandung mudharat, tetapi mengenal dosa turunan atau pelimpahan dosa dari satu pihak ke pihak menghapuskan juga mengandung lain. i) Pertanggungjawaban pidanam mudharat, maka dalam kaedah fikh harus dalam hukum Islam bersifat indifidu. j) dipilih mudharat yang paling ringan. Islam mengenal konsep anak zina yang (Widyanto, 2012:172-175) hanya bernasab kepada ibu kandungnya, Dari keterangan saksi ahli tersebut, namun bukan dari perkawinan sah (yang hanya satu point l yang memberi peluang telah memenuhi syarat dan rukun). Anak untuk mempertahankan pasal 2 ayat 2 UU yang lahir dari perkawinan sah secara Perkawinan dalam arti menaati ulil amri. Islam, meskipun tidak tercatat pada Sementara poin yang lainnya menyarakan instansi harus untuk ditinjau kembali pemberlakuan bernasab kepada kedua orang tuanya pasal 2 ayat 2 UU Perkawinan tersebut, (bapak dan ibu). k) Dalam Islam dilarang sehingga keterangan dari saksi ahli melakukan adopsi anak, jika adopsi tersebut cukup kuat bagi Mahkamah tersebut memutuskan hubungan nasab Konstitusi menerima gugatan pemohon I terkait, tetapi AL-RISALAH | Juli - Desember 2016 tetap PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL ... | 235 dan II seperti yang telah diuraikan Tahun sebelumnya. Lembaran Negara Republik Indonesia 2) Keterangan dari pihak pemerintah dan Nomor 3019) yang menyatakan “Anak DPR 1974 Nomor 1, Tambahan yang dilahirkan di luar perkawinan hanya Keterangan yang diberikan oleh pihak mempunyai hubungan perdata dengan Pemerintah dan DPR ibunya kedua lembaga pada dasarnya tersebut tetap dan keluarga ibunya”, bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 mempertahankan berlakunya pasal 2 ayat sepanjang 2 dan pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan dan hubungan perdata dengan laki-laki yang mereka dibuktikan menyatakan bahwa tidak dimaknai menghilangkan berdasarkan dengan ilmu bertentangan dengan pasal 28 B ayat 1 pengetahuan dan teknologi dan/atau alat dan ayat 2 serta pasal 28 D ayat 1 UUD bukti 1945. Namun jika sekiranya Majelis mempunyai Hakim Konstitusi ayahnya. berpendapat lain, maka mereka memohon kekuatan hukummengikat sepanjang putusan yang seadil-adilnya. (Witanto, dimaknai menghilangkan hubungan 2012:189 dan 197). perdata dengan laki-laki yang dapat 3) Pertimbangan hukum dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan Dari 9 (sembilan) hakim Konstitusi yang dan teknologi dan/atau alat bukti lain memutuskan menurut hukum, ternyata mempunyai Mahkamah perkara tersebut dalam lain menurut hukum ternyata hubungan Dan juga tidak memiliki hubungan memiliki pandangan yang sama dan satu sehingga ayat tersebut harus dibaca orang yang memiliki pandangan yang “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan berbeda, dan amar putusan pada waktu itu mempunyai hubungan perdata dengan berdasar pendapat yang mayoritas yakni: ibunya dan keluarga ibunya serta dengan permohonan para pemohon untuk sebagian. sebagai sebagai musyawarah majelis, 8 (delapan) orang Mengabulkan darah darah ayahnya, laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang dan teknologi dan/atau alat bukti lain Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menurut hukum mempunyai hubungan (lembaran Negara Republik Indonesia darah, termasuk hubungan perdata dengan Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II | No.2 236 | Aisyah Rasyid keluarga ayahnya. (Witanto, 2012:197, hukum yang memadai. Boleh jadi ada 206, 216-217) yang berpendapat bahwa kalau demikian Keterangan di atas menjelaskan bahwa Mahkamah dalam dilegalkan dan anak yang lahir di luar penetapan Putusan Mahkamah Konstitusi kawin disamakan haknya dengan anak Nomor 46 Tahun 2010 mel;alui berbagai yang melalui proses pernikahan sah. pertimbangan, Menurut hemat Penulis bahwa tidak boleh keterangan Konstitusi adanya, maka seolah-olah perzinahan itu baik perorangan ahli, atau pemerintah/DPR, dilihat semata-mata dari segiproses maupun proses pertimbangan hukum, pernikahan orang tuanya, lalu kesalahan sehingga putusan tersebut menjadi suatu orang tua dibebankan kepada anak yang keputusan yang legal dan secara hukum tidak berdosa. dapat diterapkan, walaupun terjadi pro Penutup kontra terhadap keputusan tersebut. Kesimpulan Studi Analisis Penerapannya tentang Hukum Status keabsahan anak memiliki Dalam hal ini penulis sependapat dengan Eka N.A.M. Sihombingyang korelasi dengan hak-haknya terhadap kedua orang tuanya. Hak-hak dimaksud menyatakan bahwa, Putusan Mahkamah adalah; Konstitusi justeru ditimbulkan oleh perkawinan yang sah. memberikanpesan moral kepada laki-laki Anak di luar nikah hanya mempunyai hak agar nasab tidak tersebut sembarangan melakukan (1) hak kepada nasab ibunya yaitu dan yang keluarga hubungan seks di luar pernikahan karena ibunya. (2) hak nafkah, bahwa selama implikasi pemeliharaan anak nafkah ditanggung yang harus dipertanggungjawabkan akibat perbuatan oleh ayah kandungnya, baik biaya tersebut. (Sihombing, 2010) langsung kepada anak, maupun biaya pemelihara anaknya (biaya istri). (3) hak Apalagi kalau dicermati lebih mendalam tentang tujuan putusan MK tersebut, agar anak yang lahir di luar perkawinan mendapatkan perlindungan AL-RISALAH | Juli - Desember 2016 kewarisan, yang mengatur tentang peralihan harta yang ditinggalkan oleh seorang yang telah meninggal dunia PROBLEMATIKA ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN NASIONAL ... | 237 kepada ahli warisnya, terutama anak pada instansi yang telah ditentukan atau kandungnya. (4) Hak perwalian. Kantor Urusan Agama setempat, nikah Dalam hukum perkawinan nasional, sirri atau nikah di bawah tangan, menurut anak yang lahir tidak berdasarkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46 prosudur pernikahan sah seperti anak Tahun 2010 tetap dikategorikan sebagai yang lahir di luar nikah dan anak yang pernikahan sah, sehingga anak yang lahir lahir dari pernikahan tersebut dianggap anak dari perkawinan perkawinan di sirri bawah atau tangan, sah, karenanya mereka berhak bertentangan dengan pasal 2 ayat 2 mendapatkan hak-haknya seperti hak Undang-undang nasab, hak nafkah, hak waris, dan hak perkawinan, sehingga tidak memiliki korelasi hak-hak seperti perwalian. yang diperoleh anak yang lahir dari Implikasi Penelitian prosudur perkawinan sah yakni hak Bahwa UU Perkawinan pasal 2 ayat nasab, hak nafkah, hak waris dan hak 2 menetapkan anak yang lahir tidak perwalian, karena mereka sama sekali melalui tidak memiliki hubungan perdata dengan perundang-undangan ayah biologisnya. Mereka hanya memiliki dinyatakan anak tidak sah dan tidak hubungan proses pencatatan yang menurut berlaku perdata dengan ibu mempunyai dan keluarga ibu halnya anak sah. Karena itu penerapan kandungnya, sehingga semua kebutuhan pasal 2 ayat 2 tersebut perlu dikaji ulang, yang anak sehingga tidak terjadi penelantantaran mereka. anak, baik secara materil maupun moril Bahkan dalam akta kelahiran anak, nama yang sesungguhnya anak tersebut lahir yang tanpa dosa. kandungnya berkaitan tersebut kemaslahatan dibebankan tercantum kepada hanya nama ibu korelasi hak-hak seperti kandungnya tidak boleh tercantum nama Bahwa Putusan MK Nomor 46 ayah biologisnya. Tahun Status anak yang lahir 2010 berimplikasi terhadap tidak perkembangan hukum Islam di Indonesia berdasarkan prosudur pernikahan sah, terutama status anak sah. Sebagai produk seperti pernikahan yang tidak tercatat hukum yang sah, maka putusan MK Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II | No.2 238 | Aisyah Rasyid tersebut seyogianya menjadi ayah dari pernikahan yang tercatat pertimbangan hukum dalam penetapan maupun ayah biologis terutama dari segi keabsahan upaya biaya hidup. Dengan demikian tanggung meminimalisir keterlantaran anak karena jawab terhadap kemaslahatan anaknya tidak mendapat hak-hak dari ayah, baik terutama anak sebagai dari biaya. Daftar Pustaka Abdulrrahman, Ridwan Syahrani, Masalah-Masalah Hukum perkawinan di Indonesia. Bandung: Alumni 1978. Dahlan, Abd. Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I. Cet. I; Jakarta: Ictiar Baru Van Hoever, 1996 Ghazali, Abdul Rahman. Fiqh Munakahat. Cet. V; Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2012. Khallaf, Abdul Wahab. “Ilmu Uşuūl al-Fikh. Cet. II; t.t. Dar al-ilm, 1978. Latif, Syarifuddin. Hukum Perkawinan di Indonesia (buku I). Cet. I; t.t.: Berkah Utami, 2010. Mughniyah, Muhammad Jawad. Al-Fiqh ‘ala al-Mazahab al-Khamsah diterjemahkan oleh Masykur A.B, Afif Muhammad, Idrus al-Kaff dengan judul, Fiqh Lima Mashab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali. Cet. V; Jakarta: Lentera, 2006. Peraturan Pemerintah Penganakatan Anak. Cet. I; t.tp., Asa Mandiri, 2008. Saraswati, Rika. Hukum Perlindungan Anak di Indonesai. Cet. II; tt: PT Citra Aditya Bakti: 2015. Sudarmono, Hukum Perkawinan Nasional. Cet. IV; Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010. Sujana, I Nyoman. Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin Dalam Perspektif Putusan Mahkamah Kostitusi Nomor 56/PUU-VIII, 2010. Cet. I: Yogyakarta: Aswaja Presindo, 2015. Undang-Undang Peradilan Agama dan Kompilasi Hukm Islam (KHI) (Yogayakarta: Graha Pustaka, t.th. Witanto, D.Y. Hukum Keluarga Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin Pasca Keluarnya Putusan MK Tentang Uji Materiil UU Perkawinan. Cet. I; Jakarta: Pustakarya, 2012. AL-RISALAH | Juli - Desember 2016