BAB I PENDAHULUAN Tesis ini akan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi konsistensi politik luar negeri Mesir terhadap Amerika Serikat (AS) pasca terpilihnya Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir. Menyusul terpilihnya Mursi, tidak sedikit prediksi yang menyebutkan bahwa akan terjadi perubahan politik luar negeri Mesir tehadap AS. Negara-negara Barat, terutama AS, sempat khawatir akan berulangnya fenomena Iran tahun 1979. Akan tetapi, di bawah kepemimpinan Mursi yang berasal dari Ikhwanul Muslimin (IM), yang dikenal luas sering berseberangan dengan kebijakan luar negeri AS, politik luar negeri Mesir terhadap AS ternyata tidak mengalami perubahan secara ekstrim. Latar Belakang Revolusi yang terjadi di suatu negara seringkali berpengaruh terhadap perubahan arah politik luar negeri negara tersebut. Fenomena revolusi Kuba pada 1959 dan Iran pada tahun 1979 merupakan dua contoh relevan terkait efek revolusi terhadap perubahan politik luar negeri. Revolusi yang terjadi di Kuba berawal dari ketidakpuasan rakyat Kuba akan kediktatoran pemerintahan Presiden Fulgencio Batista yang dekat dengan AS. Pada akhirnya, Presiden Batista digulingkan dan digantikan oleh Fidel Castro yang berhalauan sosialis. Di bawah kepemimpinan Castro, politik luar negeri Kuba terhadap AS mengalami perubahan drastis. Perubahan tersebut antara lain dapat dilihat dari kebijakan Kuba dalam melakukan nasionalisasi perusahaan asal AS yang berujung pada putusnya hubungan diplomatik kedua negara.1 Revolusi Iran pecah menyusul ketidakpuasan rakyat Iran akan kepemimpinan Mohammad Reza Shah Pahlevi yang dinilai terlalu otoriter.2 Pemerintahan Pahlevi pada akhirnya tumbang dan digantikan oleh pemerintahan baru yang berlandaskan teologi Islam Syiah di bawah komando Ayatullah Khomeini.3 Pergantian rezim pemerintahan pasca revolusi segera diikuti oleh perubahan ekstrim politik luar negeri Iran terhadap AS. Indikator perubahan tersebut dapat dilihat dari pemutusan hubungan diplomatik dengan AS 1 M. Gonzalez, Che Guevara dan Revolusi Kuba, <http://judicalsophie.files.wordpress.com/2008/12/cheguevara-dan-revolusi-kuba.pdf>, diakses pada 14 Maret 2013. 2 A.M. Ansari, Supremasi Iran: Poros Setan atau Superpower Baru?, Zahra, Jakarta, 2008, p. 77. 3 M.M.J. Fischer, Iran: From Religious Dipute to Revolution, The University of Wisconsin Press, Wisconsin, 2003, p. 212. 1 tidak lama setelah Khomeini berkuasa. Ini hal yang sangat kontras, mengingat selama beberapa dasawarsa sebelumnya AS merupakan sekutu dekat Iran.4 Berselang sekitar tiga dekade kemudian, gerakan rakyat yang berhasil mengakhiri pemerintahan yang telah berkuasa lama terjadi di Mesir. Sebagaimana yang terjadi di Iran, revolusi yang terjadi di Mesir dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan rakyat akan ketidakmampuan pemerintahan Presiden Husni Mubarak dalam mengatasi persoalan kemiskinan, pengangguran, serta terbatasnya akses dalam menyampaikan aspirasi.5 Setelah melalui berbagai protes dan demonstrasi, akhirnya perjuangan rakyat Mesir menuai keberhasilan dengan mundurnya Mubarak pada tahun 2011. Pasca jatuhnya Mubarak, pemerintahan sementara Mesir langsung mengadakan pemilihan umum untuk menentukan presiden terpilih. Pemilihan umum Mesir sendiri berjalan dalam dua putaran. Pada putaran pertama Muhammad Mursi dan Ahmad Syafiq berhasil mengungguli calon-calon lainnya sehingga berhak maju ke putaran kedua. Pada putaran kedua, Muhammad Mursi akhirnya mengalahkan Ahmad Syafiq dan berhak menjadi Presiden Mesir selama lima tahun ke depan.6 Terpilihnya Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir membuat banyak pihak mengira bahwa politik luar negeri Mesir akan mengalami perubahan besar. Sokongan kuat IM di belakang Presiden Mursi dipandang akan mampu mempengaruhi arah kebijakan luar negeri Mesir untuk lebih kontra Israel dan negara-negara Barat, terutama AS. Kemenangan IM pada pemilihan umum Mesir seakan memberikan bayangan akan terjadinya perubahan ekstrim politik luar negeri Mesir terhadap AS, sebagaimana yang pernah dialami oleh Kuba dan Iran. Akan tetapi, bayangan tersebut sirna ketika Presiden Mursi dalam pidatonya di sidang Majelis Umum PBB pada 26 September 2012 menyatakan bahwa Mesir tidak akan merubah politik luar negerinya secara drastis, khususnya terhadap Amerika Serikat.7 Lebih jauh lagi, Presiden Mursi juga berkomitmen untuk terus menjaga hubungan bilateral dengan AS. Hal tersebut terlihat, misalnya, dari pertemuan antara Presiden Mursi dengan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton yang membahas tentang 4 Ansari, p. 55. A. Tamburaka, Revolusi Timur Tengah: Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di Negara-Negara Timur Tengah, Narasi, Yogyakarta, 2011, p. 69. 6 ‘Mursi Menangi Pilpres Mesir,’ Kompas.com, 24 Juni 2012, <http://internasional.kompas.com/read/ 2012/06/24/2202526/Mursi.Menangi.Pilpres.Mesir>, diakses pada 3 Januari 2013. 7 M. Ottaway, ‘President Morsi’s Effect on Egyptian Foreign Policy,’ Carnegie Endowment for International Peace, <http://carnegieendowment.org/2012/09/27/president-morsi-s-effect-on-egyptianforeign-policy/dyom>, diakses pada 11 Maret 2013. 5 2 prospek kerja sama antara kedua negara.8 Keharmonisan hubungan antara kedua negara semakin tampak jelas ketika AS tetap memberlakukan kebijakan pemberian bantuan ekonomi dan militer kepada Mesir di bawah kepemimpinan Muhammad Mursi.9 Berdasarkan informasi tersebut, dapat dilihat bahwa politik luar negeri Mesir terhadap AS tidak mengalami perubahan; Mesir tetap berhubungan baik dengan AS seperti pada masa kepemimpinan Husni Mubarak. Sebagaimana diketahui, Mesir di bawah kepemimpinan Mubarak merupakan sekutu dekat Amerika Serikat. Fenomena ini merupakan suatu paradoks jika melihat komposisi pemerintahan Mesir saat ini yang dikuasai oleh IM. Secara normal, pergantian rezim sekuler Husni Mubarak menuju rezim kepemimpinan Muhammad Mursi yang disokong oleh gerakan Islamis Ikhwanul Muslimin seharusnya berpengaruh besar terhadap arah kebijakan luar negeri Mesir terhadap AS. Berangkat dari fenomena di atas, penulis berupaya untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi konsistensi politik luar negeri Mesir terhadap AS. Selain itu, penelitian ini juga merupakan respon terhadap prediksi yang menyatakan bahwa jika Mesir dikuasai oleh kelompok Ikhwanul Muslimin, maka hal tersebut akan mengubah haluan politik luar negeri Mesir, terutama terhadap AS. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena hingga saat ini masih belum ada penelitian yang secara khusus membahas mengenai politik luar negeri Mesir pasca revolusi terhadap AS. Rumusan Masalah Mengacu pada ketiadaan perubahan politik luar negeri Mesir terhadap AS pada kepemimpinan Presiden Mursi, penulis mengajukan pertanyaan penelitian berikut: Mengapa politik luar negeri Mesir terhadap AS masih tetap konsisten di bawah kepemimpinan Muhammad Mursi, sementara ia didukung oleh Ikhwanul Muslimin yang dikenal luas sebagai berseberangan dengan AS? Tinjauan Literatur Penulisan riset ini secara umum mengambil studi literatur mengenai politik luar negeri Mesir. Literatur pertama berjudul Mubarak Matters: The Foreign Policy of Egypt Under Hosni Mubarak yang ditulis oleh Eric Fillinger. Dalam tulisan tersebut, Fillinger berupaya mengidentifikasi faktor penting dalam penetapan kebijakan luar negeri Mesir. 8 ‘Clinton dan Morsi Bahas Hubungan AS-Mesir,’ VOA Indonesia, <http://www.voaindonesia.com/ content/clinton-dan-morsi-bahas-hubungan-as-mesir/1514980.html>, diakses pada 9 Maret 2013. 9 J.M. Sharp, ‘Egypt: Background and U.S. Relations’, CRS Report for Congress, 26 February 2013, <www.fas.org/sgp/crs/mideast/RL33003.pdf>, diakses pada 9 Maret 2013. 3 Dengan memakai metode cross case study dan pendekatan neorealisme, tulisan Fillinger menghasilkan kesimpulan bahwa politik luar negeri Mesir sangat dipengaruhi oleh keinginan Husni Mubarak dalam menjaga power dan pengaruh Mesir di kawasan Timur Tengah.10 Antonio Freitas menulis Konstelasi Politik Mesir dan Harapan Transisi Perdamaian Timur Tengah. Secara umum Freitas membahas tentang dinamika politik dalam negeri Mesir dan kemungkinan suksesi pemerintahan di Mesir pasca mundurnya Presiden Husni Mubarak yang kelak akan sangat berpengaruh terhadap politik luar negeri Mesir dan perdamaian di Timur Tengah.11 Tulisan ini juga menggambarkan spekulasi tentang siapa suksesor Presiden Husni Mubarak yang diperebutkan antara pihak oposisi, yang diwakili oleh Ikhwanul Muslimin, dengan para loyalis Presiden Mubarak. Akhir dari tulisan Freitas menyebutkan mengenai dua kemungkinan besar yang terjadi pasca pemilihan umum Mesir. Pertama, jika suksesor Presiden Mubarak adalah wakil dari para loyalisnya, maka dapat dipastikan arah politik luar negeri Mesir tidak akan mengalami perubahan dan tetap berpihak pada Israel beserta negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat. Kemungkinan ini pastinya bertentangan dengan kehendak masyarakat Mesir yang menginginkan revolusi dalam pemerintahan Mesir. Terpilihnya loyalis Mubarak dalam pemilihan umum juga berarti merupakan lanjutan dari rezim lama yang dinilai tidak demokratis. Meskipun demikian, kemenangan loyalis Mubarak pada pemilihan umum diprediksi akan memberikan kestabilan terhadap keamanan di kawasan Timur Tengah, mengingat adanya komitmen Mesir era Mubarak terhadap kesepakatan damai dengan Israel dan dukungan terhadap Amerika Serikat. Kedua, jika suksesor Husni Mubarak berasal dari pihak oposisi seperti Ikhwanul Muslimin, maka ada kemungkinan terjadi perubahan kebijakan politik luar negeri Mesir yang secara langsung juga dapat berdampak pada kestabilan keamanan kawasan. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran Israel dan Amerika Serikat. Kedua negara ini tentunya masih ingat akan efek dari revolusi Iran tahun 1979, yang mengubah Iran dari negara sekuler proBarat menjadi negara yang berbasiskan pada teologi Islam Syiah dan menentang kekuatan Barat. Kemungkinan tersebut dikhawatirkan terjadi pada Mesir jika negara yang terletak di sebelah barat Laut Merah tersebut berada di bawah kepemimpinan pihak oposisi. 10 E. Fillinger, Mubarak Matters: The Foreign Policy of Egypt Under Hosni Mubarak, <http://aladinrc.wrlc.org/bitstream/handle/1961/7795/Fillinger,%20Eric%202009S.pdf?sequence=1>, diakses pada 13 Maret 2013. 11 A. Freitas, Konstelasi Politik Mesir dan Harapan Transisi Perdamaian Timur Tengah, <http://www.disis-tl.org/wp-content/uploads/2011/12/KONSTELASI-PETA-POLITIK-MESIR-DANHARAPAN-TRANSISI-PERDAMAIAN-TIMUR.pdf>, diakses pada 4 Januari 2013. 4 Literatur lain yang terkait dengan politik luar negeri Mesir ialah tulisan berjudul Egypt Foreign Policy under Mohammed Morsi: Domestic Considerations and Economic Constraint yang ditulis oleh Janis Grimm dan Stephen Roll. Tulisan ini secara umum membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi fokus politik luar negeri Mesir di bawah kepemimpinan Mohammad Mursi. Pada awal tulisannya, Grimm dan Roll menyebutkan bahwa politik luar negeri Mesir di bawah pimpinan Mursi berfokus pada penegasan peranan Mesir sebagai pemimpin di kawasan Timur Tengah dan pembukaan hubungan luar negeri dengan banyak negara. Melalui pendekatan politik domestik dan metode causal explanation, Grimm dan Roll menyimpulkan bahwa politik luar negeri Mesir pada masa kepemimpinan Mursi dipengaruhi oleh pertimbangan kondisi dalam negeri dan kebutuhan untuk memperbaiki kondisi ekonomi Mesir pasca revolusi.12 Ketiga literatur di atas secara umum menjelaskan mengenai politik luar negeri Mesir. Perbedaannya terletak pada sifat penelitian dan fokus kajian yang dilakukan oleh masing-masing penulis. Literatur pertama berfokus pada politik luar negeri Mesir pada era Husni Mubarak. Ia merupakan penelitian eksplanatif yang berusaha memberikan penjelasan mengenai faktor penting dalam penetapan kebijakan luar negeri Mesir. Adapun literatur kedua berfokus pada pembahasan tentang konstelasi politik Mesir yang di dalamnya memuat prediksi akan berbagai kemungkinan arah politik luar negeri Mesir pasca revolusi dan prospek perdamaian di kawasan Timur Tengah. Penelitian tersebut bersifat prediktif yang berupaya memberikan gambaran mengenai beberapa kemungkinan konstelasi politik Mesir pasca revolusi. Sedangkan literatur ketiga berfokus pada politik luar negeri Mesir pada masa kepemimpinan Muhammad Mursi. Tulisan ini bersifat eksplanatif yang berupaya menjelaskan faktor yang mempengaruhi fokus politik luar negeri Mesir pada masa kepemimpinan Muhammad Mursi. Seperti halnya ketiga literatur di atas, penelitian yang dilakukan oleh penulis juga membahas tentang politik luar negeri Mesir. Fokus kajian dalam penelitian ini lebih menekankan pada penjelasan mengenai konsistensi politik luar negeri Mesir terhadap AS di bawah kepemimpinan Muhammad Mursi. Bedanya dengan ketiga literatur di atas, riset ini mencoba untuk menjelaskan konsistensi politik luar negeri Mesir terhadap AS melalui pendekatan internal dan eksternal yang menekankan pada pengaruh dinamika politik domestik serta kondisi politik internasional terhadap politik luar negeri suatu negara. 12 J. Grimm & S. Roll, Egypt Foreign Policy under Mohammed Morsi, <http://www.swp-berlin.org/en/ publications/swp-comments-en/swp-aktuelle-details/article/egypt_morsis_foreign_policy.html>, diakses pada 11 Maret 2013. 5 Menurut penulis, pendekatan yang menggabungkan faktor internal dan eksternal dalam penetapan politik luar negeri suatu negara menjadi relevan dalam menjelaskan konsistensi politik luar negeri Mesir terhadap AS. Literatur tentang politik luar negeri Mesir pada masa Muhammad Mursi yang penulis jumpai hanya memakai pendekatan yang berfokus pada dinamika politik domestik dalam menjelaskan politik luar negeri Mesir sehingga penelitian dalam tesis ini akan melengkapi analisis dengan mengikutsertakan dinamika internasional dalam menilai politik luar negeri suatu negara. Kerangka Teoritik Teori Politik Luar Negeri Secara umum, tidak ada satu pengertian tunggal dan tepat dalam perumusan definisi politik luar negeri.13 Hugh Gibson dalam bukunya, The Road to Foreign Policy, mendefinisikan politik luar negeri sebagai rencana komprehensif yang dibuat dengan baik, didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman, untuk menjalankan bisnis pemerintahan dengan negara lain.14 Adapun Felix Gross dalam Foreign Policy Analysis menyebutkan bahwa politik luar negeri dalam aspek yang dinamis merupakan sebuah sistem tindakan suatu pemerintahan terhadap pemerintahan lain atau suatu negara terhadap negara lain.15 Berdasarkan definisi-definisi diatas, politik luar negeri secara ringkas dapat diartikan sebagai wacana suatu negara dalam merumuskan kebijakan-kebijakan guna merespon kondisi internasional maupun tindakan negara lain untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Dalam perkembangannya, para ilmuwan ilmu Hubungan Internasional kemudian melakukan kajian mendalam terhadap proses penetapan politik luar negeri. Konsekuensinya, terdapat banyak perbedaan perumusan proses penetapan politik luar negeri antara satu ilmuwan dengan yang lainnya. Dalam penulisan riset ini, penulis menggunakan teori politik luar negeri yang dipaparkan oleh William Coplin. Penetapan politik luar negeri oleh pengambil kebijakan di suatu negara menurut Coplin dipengaruhi oleh empat determinan yang meliputi konteks internasional, kondisi ekonomi dan militer, politik dalam negeri, serta perilaku pengambil 13 A.E. Hara, Pengantar Analisis Politik Luar Negeri: Dari Realisme sampai Konstruktivisme, Nuansa, Bandung, 2011, p. 13. 14 H. Gibson, The Road to Foreign Policy, Doubleday, Doran, and Co, New York, 1944, sebagaimana dikutip dalam S.L. Roy, Diplomasi, Rajawali Press, Jakarta, 1984, p. 31. 15 F. Gross, Foreign Policy Analysis, Philosophical Library, New York, 1954, sebagaimana dikutip dalam Roy, Diplomasi, p. 33. 6 kebijakan.16 Konteks internasional menurut Coplin ialah posisi khusus negara dalam hubungannya dengan negara lain.17 Sedangkan kondisi ekonomi dan militer serta politik domestik merupakan determinan yang secara langsung mempengaruhi perilaku pengambil keputusan dalam menetapkan politik luar negeri. Hubungan keempat determinan tersebut dalam penetapan politik luar negeri dapat dilihat pada bagan berikut. Bagan 1: Proses Penetapan Politik Luar Negeri Menurut William Coplin Politik Dalam Negeri Pengambil Keputusan Tindakan Politik Luar Negeri Konteks Internasional Kondisi Ekonomi dan Militer Berdasarkan bagan diatas dapat dilihat bahwa determinan konteks internasional, politik dalam negeri, serta kondisi ekonomi dan militer berpengaruh terhadap perilaku pengambil keputusan dalam menentukan tindakan politik luar negeri negara yang dipimpinnya. Selain dipengaruhi oleh pertimbangannya akan ketiga determinan tersebut, perilaku pengambil keputusan juga dipengaruhi oleh persepsi dan pemikirannya. Oleh karena penjelasan tentang determinan perilaku pengambil kebijakan kurang begitu dijelaskan oleh Coplin, maka dalam penelitian ini penulis juga memakai teori politik luar negeri yang dirumuskan oleh Richard Snyder yang berfokus pada perilaku pengambil kebijakan sebagai faktor yang melatarbelakangi tindakan politik luar negeri suatu negara. Menurut Snyder, tindakan politik luar negeri suatu negara dipengaruhi oleh faktor subyektif dan sumber-sumber potensial.18 Faktor subyektif adalah persepsi aktor dalam mendefinisikan situasi. Adapun sumber-sumber potensial menurut Snyder bisa berasal dari dalam (setting internal) maupun luar negeri (setting eksternal). Setting internal adalah politik domestik termasuk opini publik, sedangkan setting eksternal ialah faktor-faktor non 16 W.D. Coplin, Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis, Sinar Baru, Bandung, 1992, p. 165, sebagaimana dikutip dalam G. Wuryandari (ed.), Politik Luar Negeri Indonesia: Di Tengah Pusaran Politik Domestik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, pp. 17-18. 17 Coplin, p. 166. 18 P.R. Viotti & M.V. Kauppi, International Relations Theory: Realism, Pluralism, and Globalism, MacMillan, New York, 1990, p. 199. 7 pemerintah dan interaksi antar negara seperti budaya, masyarakat, perdagangan dan lainlain.19 Untuk lebih ringkasnya, hubungan antara faktor-faktor tersebut dapat dilihat pada bagan berikut. Bagan 2: Proses Penetapan Politik Luar Negeri Menurut Richard Snyder Persepsinya terhadap setting internal Pengambil Keputusan Tindakan Politik Luar Negeri Persepsinya terhadap setting eksternal Bagan di atas memperlihatkan bahwa tindakan politik luar negeri suatu negara dipengaruhi oleh persepsi pengambil keputusan terhadap setting internal dan setting eksternal. Persepsi berpengaruh cukup besar, sebab dalam situasi apapun, bagaimana aktor menginterpretasikan kondisi tersebut akan sangat menentukan hasil dari proses pengambilan keputusan.20 Persepsi pengambil keputusan sendiri tidak dapat dilepaskan dari realitas masa lalu, masa kini, dan realitas yang diharapkan di masa depan.21 Berdasarkan penjelasan kedua bagan di atas, dapat diketahui bahwa perilaku pengambil kebijakan dalam menetapkan politik luar negeri negara yang dipimpinnya dapat dipengaruhi oleh konteks internasional, kondisi ekonomi dan militer, serta politik dalam negeri. Dalam konteks internasional, hubungan politik antara Mesir dengan AS pasca revolusi tetap terjalin dengan baik pasca runtuhnya rezim Husni Mubarak. Selama Mesir berada dalam masa transisi kekuasaan, AS secara konsisten masih tetap memberikan bantuan ekonomi dan militer. Selain itu, kuatnya hubungan antara kedua negara juga dipengaruhi oleh fenomena krisis internal di Suriah dan konflik antara Hamas dengan Israel pada 2012. Selama terjadinya krisis Suriah, Mesir dan negara-negara Barat berada di pihak yang sama dalam menyuarakan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di negara 19 Viotti & Kauppi, p.199. J.E. Dougherty & R.L. Pfaltzgraff jr, Contending Theories of International Relations: A Comprehensive Survey 3rd Edition, Harper & Row, New York, 1990, p. 469, sebagaimana dikutip oleh M. Rosyidin, ‘Integrasi Struktur dan Unit: Teori Politik Luar Negeri Dalam Perspektif Realisme Neoklasik’, Global: Jurnal Politik Internasional, vol. 10, no. 2, 2010/2011, p. 152. 21 M. Mas’oed, Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisis dan Teorisasi, LP3ES, Jakarta, 1991, p. 20. 20 8 tersebut. Adapun dalam konflik Hamas dengan Israel pada 2012, Mesir dan AS juga berada pada posisi yang sama dalam mengupayakan perdamaian antara kedua pihak. Respon Mesir dalam menyikapi krisis internal Suriah dan konflik Israel-Hamas menimbulkan bebagai reaksi dari dalam negeri. Dalam permasalahan krisis internal Suriah, hampir semua pihak mendukung sikap Mesir dalam menyuarakan penegakan HAM di negara tersebut. Akan tetapi, dalam konflik Israel-Hamas terdapat pro dan kontra terkait sikap Mesir yang memilih berperan sebagai mediator dalam konflik tersebut. Efek dari krisis internal Suriah dan konflik Israel-Hamas berpengaruh secara langsung terhadap dinamika politik domestik di Mesir. Politik dalam negeri Mesir sendiri sempat diwarnai oleh friksi internal antara rakyat pendukung pemerintahan dengan pihak oposisi. Friksi tersebut disebabkan oleh dekrit Presiden Mursi yang menyebutkan bahwa keputusan presiden tidak dapat digugat oleh institusi lain, termasuk Dewan Pertimbangan yang mempunyai kewenangan untuk mengesahkan keputusan yang diambil oleh Presiden. Meski pada akhirnya dibatalkan, rencana penetapan dekrit tersebut sempat menimbulkan reaksi keras dari pihak oposisi yang notabene berasal dari golongan pluralis yang memiliki kekhawatiran akan diterapkannya hukum Islam sebagai hukum negara. Pembatalan dekrit merupakan upaya pemerintah Mesir, khususnya Presiden Mohammad Mursi, untuk mendapatkan dukungan dari rakyat Mesir dan menjaga kestabilan situasi dalam negeri. Posisi Mesir yang sejalan dengan AS dalam krisis internal Suriah dan konflik Israel-Hamas juga berpengaruh pada sikap AS dalam mendukung pemerintahan Mursi dengan tetap memberikan bantuan ekonomi dan militer. Bantuan ekonomi dan militer yang secara intens diberikan oleh AS tentunya berpengaruh langsung terhadap kondisi ekonomi dan militer Mesir. Di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil sebagai efek dari revolusi, bantuan ekonomi dan militer dari AS pastinya memberikan dampak bagi upaya pemulihan perekonomian dan pemenuhan kebutuhan persenjataan bagi militer Mesir. Selain ketiga faktor tersebut, konsistensi politik luar negeri Mesir terhadap AS juga tidak dapat dilepaskan dari perilaku pengambil kebijakan yang dipengaruhi oleh persepsinya terhadap setting internal dan setting eksternal. Berdasarkan penjelasan tersebut, perilaku Presiden Mursi sebagai pengambil kebijakan turut mempengaruhi konsistensi politik luar negeri Mesir terhadap AS. Perilaku Mursi tersebut dipengaruhi oleh persepsinya terhadap setting internal berupa dinamika politik dalam negeri Mesir serta setting eksternal berupa interaksi Mesir dengan AS. Persepsi Mursi tersebut tidak dapat dilepaskan dari latar belakangnya sebagai kader Ikhwanul Muslimin yang beraliran moderat. Konsistensi politik luar negeri Mesir terhadap AS dengan demikian dipengaruhi 9 oleh beberapa faktor yang meliputi konteks internasional, situasi politik domestik, kondisi ekonomi dan militer Mesir yang bergantung pada bantuan AS, serta perilaku Presiden Mohammad Mursi yang dipengaruhi oleh persepsinya dalam melihat setting internal dan setting eksternal. Hipotesis Dengan menggunakan teori politik luar negeri untuk menjawab pertanyaan penelitian, penulis mengajukan hipotesis bahwa Mesir di bawah kepemimpinan Presiden Mohammad Mursi menjalankan politik luar negeri yang konsisten terhadap AS karena pertimbangan konteks internasional, kepentingan domestik serta perilaku Mursi sebagai pengambil kebijakan. Krisis internal Suriah dan konflik Israel-Hamas menempatkan AS dan Mesir dalam pihak yang sama, yang kemudian secara langsung berpengaruh terhadap kondisi politik dalam negeri yang penuh dengan friksi internal serta intensitas bantuan Amerika Serikat dalam bidang militer dan ekonomi terhadap Mesir. Hal tersebut diperkuat oleh perilaku Mursi yang dipengaruhi oleh persepsinya terhadap kondisi politik dalam negeri Mesir dan hubungan Mesir dengan AS. Metode Penelitian Secara umum penelitian ini berupaya untuk menjelaskan faktor konsistensi politik luar negeri Mesir terhadap AS. Penelitian ini bertujuan untuk mengkonfirmasi relevansi pemakaian teori politik luar negeri yang dirumuskan oleh William Coplin dan Richard Snyder dalam menjelaskan kasus yang penulis angkat. Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel dependen berupa konsistensi politik luar negeri Mesir terhadap AS, sedangkan variabel independennya meliputi konteks internasional, politik domestik, kondisi ekonomi militer, dan perilaku pengambil kebijakan. Penelitian ini merupakan penelitian causal explanation, yaitu penelitian yang berusaha untuk menjelaskan penyebab dari fenomena yang diamati.22 Penelitian ini akan memakai metode kualitatif dalam memverifikasi hipotesa yang telah ditetapkan oleh penulis. Adapun metode analisis data yang akan dipakai penulis dalam penelitian ini ialah analisis isi, yaitu analisis data yang dilakukan melalui kajian-kajian terhadap berbagai dokumen yang berkaitan dengan topik penelitian.23 Untuk mendapatkan data yang akan 22 U. Silalahi, Metode Penelitian Sosial, Refika Aditama, Bandung, 2007, p. 26. J.F. Gubrium & J.A. Holstein, Qualitative Methods, 1992, dalam Encyclopedia of Sociology, vol. 3, Macmillan Publishing, New York, sebagaimana dikutip dalam G.R. Soemantri, ‘Memahami Metode 23 10 dianalisis, penulis menggunakan metode pengumpulan data berupa studi pustaka. Metode ini dilaksanakan dengan cara mencari data yang berkaitan dengan topik permasalahan yang diangkat melalui penelitian terhadap buku, risalah, artikel jurnal, serta berita media cetak dan elektronik. Struktur Penulisan Penelitian ini akan terdiri atas beberapa bab. Bab Pertama dalam penelitian ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan permasalahan, tinjauan literatur, kerangka teoritik, hipotesis, dan metode penelitian. Penjelasan dan analisis tentang konsistensi politik luar negeri Mesir terhadap Amerika Serikat sesuai dengan teori yang digunakan akan dibagi dalam tiga bab. Bab Kedua akan membahas konteks internasional dan kondisi politik dalam negeri Mesir sebagai faktor yang mempengaruhi konsistensi politik luar negeri Mesir terhadap Amerika Serikat. Bab Ketiga akan membahas sejarah dan faksionalisasi pemikiran dalam Ikhwanul Muslimin beserta pengaruhnya terhadap persepsi Mohammad Mursi. Sedangkan Bab Keempat akan menjelaskan pengaruh persepsi Mohammad Mursi sebagai faktor yang mempengaruhi konsistensi politik luar negeri Mesir terhadap Amerika Serikat. Bab Kelima akan menutup penelitian ini dengan menyampaikan kesimpulan berupa intisari dari keseluruhan pembahasan yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya dan inferens yang bisa ditarik dari kasus yang dikaji. Kualitatif,’ MAKARA Sosial Humaniora, vol. 9, no. 2, Desember 2005, p. 60, <http://repository.ui.ac.id/ contents/koleksi/2/079042802a3318ff6e3229371985f40e03564492.pdf>, diakses pada 27 April 2013. 11