GAHARU DAN CARA PENYUNTIKAN GUBAL GAHARU PADA POHON GAHARU OLEH SYUKUR, SP, MP wIDYAISARA MUDA BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI 2015 I. TANAMAN GAHARU A. PENGERTIAN GAHARU : Gaharu merupakan substansi aromatic berupa gumpalan yang terdapat diantara sel-sel kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas serta memiliki kandungan kadar damar wangi, berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati sebagai akibat dari proses infeksi yang terjadi baik secara alami maupun buatan. Pada umunya terjadi pada pohon gaharu jenis Aquilaria spp. Gaharu juga biasa disebut dengan Karas/Alim/Garu dll. B. POHON PENGHASIL GAHARU : Pohon Penghasil Gaharu (Aquilaria spp.) adalah spesies asli Indoneisa. Beberapa spesies gaharu komersial yang sudah mulai dibudidayakan adalah : Aquilaria malaccensis, A. microcarpa, A. beccariana, A. hirta, A. filaria, dan Gyrinops verstegii, serta A. crassna asal Kamboja. C. MANFAAT POHON GAHARU : Gaharu mengandung essens yang disebuat sebagai minyak essens (essential oil) yang dapat dibuat dengan ekstraksi atau penyulingan dari gubal gaharu. Essens gaharu ini digunakan sebagai bahan pengikat (fixative) dari berbagai jenis parfum, kosmetika, dan obat-obatan herbal. Selain itu, serbuk tatu abu dari gaharu digunakan sebagai bahan pembuat dupa/hio dan bubuk aroma therapy. Daun pohon gaharu bisa dibuat menjadi teh daun pohon gaharu yang membantu kebugaran tubuh. Senyawa aktif Agarospirol yang terkandung dalam daun pohon gaharu dapat menekan sistem syaraf pusat sehingga menimbulkan efek menenangkan, teh daun gaharu juga ampuh untuk obat anti mabuk. Ampas dari sulingan minyak dari marga Aquilaria di Jepang dimanfaatkan sebagai kamfer anti ngengat dan juga mengharumkan isi lemari. Oleh masyarakat tradisional Indonesia gaharu digunakan untuk obat nyamuk dengan cara membakar kulit atau kayu gaharu sampai berasap. Aroma harum itulah yang tidak disukai nyamuk. Gaharu merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat di negara-negara Timur Tengah yang digunakan sebagai dupa untuk ritual keagamaan. Masyarakat di Asia Timur juga menggunakannya sebagai hio. Minyak gaharu merupakan bahan baku yang sangat mahal dan terkenal untuk industri kosmetika seperti parfum, sabun, lotions, pembersih muka, serta obat-obatan seperti obat hepatitis, 2 liver, anti alergi, batuk, penenang sakit perut, rheumatik, malaria,TBC, kanker, asthma,tonikum, dan aroma therapy. D. PROSPEK BISNIS GAHARU : Sebanyak 2000 ton/tahun gaharu memenuhi pusat perdagangan gaharu di Singapura. Gaharu tersebut 70% berasal dari Indonesia dan 30% dari negara Asia Tenggara lainnya. Hutan alam sudah tidak mampu lagi menyediakan gaharu. Gaharu hasil budidaya merupakan alternatif pilihan untuk mendukung kebutuhan masyarakat dunia secara berkelanjutan. Jika satu pohon menghasilkan10 kg gaharu (semua kelas), maka diperlukan pemanenan 200.000 pohon setiap tahunnya. Dengan harga dari Rp.500.000 s.d Rp. 30juta/kg tergantung asal spesies pohon dan kualitas pohon. Minyak gaharu yang disuling dari gaharu kelas rendah (kemedangan) memiliki harga mulai dari Rp. 50.000 s.d Rp. 100.000/ml maka keuntungan dari budidaya gaharu dapat mengubah tingkat kesejahteraan masyarakat. PT. SBS GAHARU akan memakai sistem bagi hasil, dimana hasil gaharu petani akan dibeli oleh perusahaan dengan rumus 35:65, artinya PT.SBS GAHARU 35% dan petani mendapat 65%. Berinvestasi di pohon gaharu sangatlah menggiurkan, karena dalam 5-8 tahun anda dapat menghasilkan sedikitnya Rp. 10 juta/pohon. Dengan sistem inokulasi anda dapat panen lebih awal. II. PENYUNTIKAN GUBAL GAHARU PADA POHON GAHARU A. Syarat Pohon Gaharu yang Akan Disuntik 1) Pohon sudah berbuah dan berumur 5-6 tahun. 2) Pertumbuhan pohon pesat, dengan garis tengah batang >10 cm. 3) Kelembapan pohon cukup tinggi, keadaan disekitar pohon yang cukup teduh membuat kelembapan cukup tinggi. 3 B. Persiapan Alat dan Bahan 1) Bor kayu dengan garis tengah 13 mm. 2) Spidol permanen. 3) Kapas, spatula, dan pinset. 4) Lilin lunak atau gluteks. 5) Meteran. 6) Alkohol 70%. 7) Bibit gubal gaharu. C. Cara Menyuntik Gubal Pembuatan Lubang 1) Jarak lubang pertama dengan permukaan tanah 20 cm. 2) Jarak antara satu lubang dengan lubang lainnya 10 cm. 3) Mata bor dan lubang bor disterilkan dengan menggunakan alcohol. 4) Lubang bor dibuar setiap sepertiga lingkaran pohon. Batang yang akan disuntik diukur dan diberi tanda dengan spidol permanen. 5) Setiap menyelesaikan satu lubang, mata bor harus disterilkan. 6) Arah lubang miring, kurang lebih 15o-30o ke arah atas dengan tujuan agar air hujan tidak masuk ke dalam lubang. Kedalaman bor sepertiga garis tengah pohon. 4 Penyuntikan Gubal 1) Bibit gubal baru dimasukkan ke dalam lubang sampai penuh sebelum lubang menjadi kering dengan 2) cara menekan dengan menggunakan spatula yang steril. Lubang yang telah terisi bibit gubal segera ditutup dengan lilin lunak atau gluteks. Penutupan dengan lilin bertujuan agar air tidak masuk ke dalam lubang. Sebulan sekali lubang perlu dikontrol, ada kebocoran atau tidak. 3) Cara lain, lubang yang telah berisi bibit gubal (inokulan) sebaiknya tidak ditutup agar udara bebas masuk ke dalam lubang sehingga inokulan dapat berkembang dengan baik dan banyak jaringan kayu yang terinfeksi. Semakin banyak jaringan yang terinfeksi, produksi gaharu akan semakin tinggi. D. Evaluasi Pascapenyuntikan Evaluasi setelah tiga bulan penyuntikan dapat dilakukan untuk mengetahui keberhasilan penyuntikan. 1) Pilih secara acak tiga pohon garahu yang telah disuntik. 2) Tepat diatas atau dibawah tempat penyuntikan dibor kembali. 3) Kayu hasil pengeboran diperiksa warnanya. Bila warna kayu menjadi cokelat dan ketika dibakar 5 berbau wangi, berarti penyuntikan berhasil. 4) Bila hasil pengeboran berwarna putih dan ketika dibakar tidak mengeluarkan bau wangi, berarti penyuntikan tidak berhasil. 5) Bila belum berhasil, pemeriksaan diulang tiga bulan kemudian. 6) Bila belum berhasil, perlu dilakukan penyuntikan ulang. Dalam pelaksanaannya, penyuntikan harus dilakukan dalam keadaan steril karena bila tidak steril tanaman mudah terkontaminasi mikroba lain yang dapat mengakibatkan kegagalan. E. Penyediaan Inokulan Penyediaan inokulan pembentuk gubal baru memerlukan sarana dan prasarana laboratorium yang steril dan tenga mikrobiologi yang terampil. Oleh karena itu, penyedian inokulan tidak mungkin dilakukan oleh petani. Penyediaan inokulan hanya dapat dilakukan oleh lembaga terkait dan pemerintah daerah tempat gaharu dikembangkan. Inokulan yang dikembangkan di laboratorium merupakan biakan murni dari produksi inokulan murni hasil pemurnian (isolasi) pohon gaharu di sekitar kawasan budi daya. Jamur pembentuk gubal yang ditumbuhkan pada media khusus dapat menjadi inokulan untuk inokulasi ke dalam pohon atau akar gaharu sebagai pemacu pembentukan gubal baru. Pemakaian bibit gubal dapat menghindari penebangan gaharu yang sia-sia di hutan. F. Pengembangan Inokulan. Teknik pengembangan inokulan dapat dilakukan melalui tahap-tahap berikut ini. 1) Pilih pohon gaharu alami yang sudah terinfeksi jamur pembentukan gabul baru. 2) Ambil potongan batang atau cabang pohon yang terinfeksi sebagai preparat. 3) Masukkan preparat ke dalam kotak es untuk di bawa ke laboratorium. 4) Kembangkan spora dari preparat di dalam media, kemudian indentifikasi jenis jamurnya sebagai 6 biakan murni. 5) Kembangkan spora biakan murni ke dalam media padat, seperti serbuk gergaji pohon gaharu. 6) Masukkan media pada ke dalam incubator pembiakan dalam suhu 24-32 oC dan kelembapan 80% selama 1-2 bulan. 7) Masukkan spora yang sudah dibiakkan ke dalam botol dan simpanlah botol dalam freezer incubator. Bibit gubal adalah sejenis mikroba yang menyebabkan terjadinya gubal gaharu di dalam batang pohon gaharu yang terinfeksi. Ada beberapa jenis mikroba yang dapat menimbulkan gubal gaharu pada pohon gaharu. Beberapa jenis jamur pembentuk gubal gaharu adalah sebagai berikut. a. Jamur Cytosphaera malaccensis sebagai hasil isolasi dari gubal yang terbentuk pada batang gaharu Aquilaria malaccensis. b. Phialophora parasitica dapat menginfeksi pohon yang masih hidup dan potongan batang yang sudah mati. c. Mikoriza abuskular, vesicular pada gubal yang diperoleh dari akar pohon Aquilaria malaccensis. d. Jamur Fusarium lateritium, Fusarium popullaria, Fusarium rhinocledeilla, Fusarium rizoctonia, Fusarium oxisporium, Fusarium bulbigenum, dan Fusarium botryodiplodia. e. Fusarium lateritium merupakan mikroba yang lebih efektif dalam memacu pembentukan gubal gaharu pada pohon Gyrinops versteegii. Jamur tersebut lebih efektif daripada jamur Fusarium popullaria. Semua jenis Fusarium dapat membentuk gubal, terutama Fusarium lateritium. f. Jamur Lasiodiploda sp. g. Jamur Libertella sp. h. Jamur Trichoderma sp. i. Jamur Thielaviopsis sp. j. Jamur Phytium sp k. Jamur Scytalidium sp. Cara lain mendapatkan gubal gaharu adalah mirip dengan pembuatan gaharu sisip, yaitu potongan gubal gaharu kecil dimasukkan ke dalam lubang yang dibuat dengan bor ke dalam pohon, kemudian lubang ditutup dengan lilin. Potongan gubal gaharu berfungsi sebagai inokulan pada pohon gaharu yang masih sehat. Namun, cara tersebut tidak banyak dilakukan dan yang umum dilakukan adalah dengan menyuntikan Fusarium lateritium. 7 Pemberian zat stressing agent, yaitu zat pengatur tumbuh yang dapat memanipulasi atau mengkondisikan system pertahanan pohon melemah sehingg mempercepat terjadinya infeksi yang dapat membentuk gubal gaharu. Pemberian zat stressing agent telah dicoba untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Agar tanaman gaharu stress, dapat pula dilakukan dengan cara melukai pohon atau memasukkan karbit ke dalam lubang yang dibuat pada batangnya. Biasanya, Fusarium, masuk kedalam tubuh tananam secara alami dan membentuk gubal gaharu secara alami. DAFTAR PUSTAKA Asosiasi Gaharu Indonesia 2002. Beberapa masalah dan kendala pengusahaan kayu gaharu, Prosiding Lokakarya Pengembangan Tanaman Gaharu, RLPS, DEPHUT, Jakarta. Biro KLN dan Investasi, 20 02. Gaharu, Menjual Kayu dalam Gram, Setjen DEPHUT, Jakarta. Biro KLN dan Investasi, 2003. Strategi Generik Pengembangan Komoditas Gaharu, Setjen DEPHUT, Jakarta. Dtjen RLPS, 1997. Peluang pasar kayu gaharu di dalam dan luar negeri. Pengembangan Tanaman Gaharu, Ditjen RLPS, DEPHUT, Jakarta. Prosiding Lokakarya Hartoyo, Susilowati, K. Purba, Y. Sumarna, Sutiyono, M. Kaomini, Gusmelina, 1988. Telaah Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Diskusi Hasil Hutan Bukan Kayu, P3HH dan Sosek Kehutanan, Bogor. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid I s/d III Badan Litbang Kehutanan, DEPHUT, Jakarta. Isnaini, Y. 2005. Teknik Induksi Gaharu dan Seleksi pohon gaharu Potensial, Pelatihan Nasional Budidaya dan pengolahan Gaharu, Seameo Biotrop, Bogor. Parman dan T. Mulyaningsih, 2001. Teknologi Pembudidayaan Tanaman Lokakarya Pengembangan Tanaman Gaharu, RLPS Dephut, Jakarta. Gaharu, Prosiding Permana, E. 2005. Identifikasi beberapa soecies gaharu (Aquilaria spp) asli Indonesia, Pelatihan Nasional Budidaya dan Pengolahan Gaharu, Fahutan IPB, Seameo Biotrop, Bogor. Rohadi, DS. dan E. Sumadiwangsa, 2001. Prospek dan tantangan pengembangan Gaharu di Indonesia. Prosiding Lokakarya Pengembangan Tanaman Gaharu , RLPS, Dephut, Jakarta. 8 Sidiyasa, K dan S. Suharti, 1998. Potensi jenis pohon penghasil gaharu, Pengembangan Tanaman Gaharu, RLPS Dephut, Jakarta. Prosiding Lokakarya Santoso, E. 1986 Pembentukan gaharu dengan cara inokulasi . Prosiding Diskusi Hasil Penelitian Menunjang Pemafaatan Hutan Lestari, P3H& KA, Bogor. Santoso, E. M. Turjaman, R. Iraianto, L. Setiasih, Y. Sumarna, Teknologi Produksi Gaharu, Temu Pakar Gaharu, Surabaya. 9