PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENTS DENGAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA Oleh: Dewi Sartika Abstrak: Pembelajaran model kooperatif TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa mampu memahami pembelajaran secara maksimal. Kata Kunci: Membaca Pemahaman, model kooperatif TGT Pendahuluan Undang-undang RI No.20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan bahwa pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertangungjawab. Untuk mewujudkan tujuan tersebut salah satu cara yang ditempuh adalah melakukan inovasi dalam pembelajaran, agar suasana pembelajaran lebih bervariasi. Selama ini, metode pembelajaran yang sering diterapkan pada peserta didik adalah metode ceramah yang berasal dari satu arah yaitu dari guru. Dampak yang timbul dari penerapan metode ini secara terus menerus adalah kurangnya keterampilan dan kreatifitas siswa terhadap fenomena alam sebagai akibat pemahaman yang terbatas. Dengan demikian, penerapan metode seperti ini tidak banyak memberikan kontribusi yang cukup dalam merangsang daya serap belajar siswa khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia serta akan berimplikasi pada kecenderungan menurunnya prestasi belajar siswa. Untuk mengantisipasi dan usaha menyiasati adanya pemahaman siswa yang terbatas, kurangnya antisipasi dan kreativitas terhadap fenomena alam sekitar serta usaha untuk menggalang daya serap belajar siswa, maka diperlukan adanya inovasi dalam belajar yang dapat membantu meningkatkan pemahaman dan penalaran siswa. Sebagai bagian dari upaya menyikapi permasalahan dan kenyataan pengajaran matematika, salah satu hal yang perlu dilakukan adalah menerapkan pembelajaran yang berorientasi pada suatu model pembelajaran yang sesuai. Dalam pengembangan perangkat pembelajaran yang diperlukan saat ini adalah pembelajaran yang inovatif dan kreatif yaitu antara lain mengembangkan pembelajaran yang berorientasi model pembelajaran kelompok. Pembelajaran yang dimaksud adalah mode pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Turnaments (TGT). Model pembelajaran Tipe Teams Games Tournamaents (TGT) merupakan suatu bentuk pembelajaran yang bertujuan untuk memberi suasana rilek pada siswa, karena model pembelajaran ini disajikan dalam bentuk game atau permainan. Tipe pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT) ini dirasa tepat digunakan dalam proses pembelajaran. Konsep Membaca Pada hakikatnya membaca adalah suatu aktivitas membatin yang suatu hal yang lahir, tentunya dalam pengertian luas. Maksud dari lahir disini adalah benda dalam artian fisik, konkrit maupun absrak yang dapat didera olah panca indera manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam pengertian melalui pengheliatan, perabaan, penciuman, pengecapan maupun pendengaran. Sedangkan tidak langsung dapat diartikan melalui ciri-ciri suatu benda atau keadaan, ataupun dengan peralatan bantu tertentu. Sebagai contoh adalah membaca tulisan. “Tulisan adalah suatu bentuk fisik konkrit yang melalui indera pengheliatan atau bisa juga melalui peradaban yang tuna netra.” (Klein, dkk. dalam Rahim, 2009:1) pertama membaca merupakan suatu proses. Maksudnya adalah informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca memiliki peranan yang utama dalam membentuk makna, kedua membaca adalah strategis. Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengontruksi makna. Ketiga membaca merupakna interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks tergantung pada konteks. Hakikat Membaca Siswa Pada hakikatnya aktivitas membaca terdiri dari dua bagian yaitu membaca sebagai proses dan membaca sebagai produk. Membaca sebagai proses mengacu pada aktivitas fisik dan mental. Sedangkan membaca sebagai produk mengacu pada konsekuensi dari aktivitas yang dilakukan pada saat membaca. Pelajaran membaca di sekolah diselenggarakan dalam rangka pengembangan kemampuan membaca yang mutlak harus dimiliki oleh setiap siswa agar dpat mengembangkan diri secara berkelanjutan. Melalui pembelajaran di sekolah, siswa diharapkan memperoleh dasar-dasar kemampuan membaca di samping kemampuan menulis dan menghitung, serta kemampuan esensial lainnya. Dengan dasar kemampuan itu, siswa dapat menyerap pengetahuan yang sebagian besar disampaikan melalui tulisan. Tujuan Pembelajaran Membaca Tujuan setiap pembaca adalah memahami bacaan yang dibacanya. Pemahaman terhadap bacaan dapat dipandang sebagai suatu proses yang bergulir, terus menerus dan berkelanjutan. Membaca pemahaman sebagai sebuah proses, berarti memahami bacaan sudah terjadi ketika kita belum membaca buku apapun. Kemudian, paham itu menapaki tahapan yang berbeda yang terus berubah saat baris demi baris, kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf dari bacaan yang mulai kita baca. Selanjutnya, pemahaman bacaan itu akan mencapai tahapan yang lain pula ketika kita sampai pada bagian terakhir bacaan itu. Begitu besarnya peranan membaca untuk menambah pengetahuan seseorang. Begitu besar pula peran orang lain dalam menyempurnakan pemahaman seseorang terhadap apa yang dibacanya. Karena itu, di kelas membaca merupaka proses memasukkan informasi dan pengetahuan ke dalam otak siswa (Santosa, 2008:20). Membaca Pemahaman Pemahaman berasal dari kata paham yang artinya mengerti, memahami. Menurut Daryanto (1998:48), pemahaman diartikan sebagai proses atau perbuatan memahami atau memahamkan. Jadi membaca pemahaman adalah suatu kegiatan atau proses yang melibatkan beberapa aktivitas, baik berupa kegiatan fisik maupun mental dalam rangka memahami atau mengerti suatu permasalahan. Menurut Santosa (2008:48), proses membaca pemahaman merupakan suatu kegiatan yang yang sangat komplek yang melibatkan babeberapa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah: 1) Aspek sensori, 2) Aspek perseptual, 3) Aspek skemata, 4) Aspek berpikir, 5) Aspek apektif. Kemampuan membaca siswa banyak ditentukan oleh pengalamannya membaca dan kemampuannya menguasai pengetahuan yang berkaitan dengan aspek-aspek kebahasaan, misalnya kosa kata dan struktur. Aspek yang terpenting dalam penilaian membaca adalah pemahaman. Karena alat ukur yang paling tepat digunakan berbentuk tes. Menurut Santosa (2008:52), ada dua jenis tes yang dapat digunakan menguji kemampuan membaca siswa, yaitu tes pemahaman kalimat dan tes pemahaman wacana. 1. Tes Pemahaman Kalimat. Jenis tes ini biasanya diberikan di kelas rendah. Dalam penyusunan tes pemahaman kalimat ada dua cara yang dat ditempuh guru yaitu menyajikan gambar dan menyajikan kata atau frase untuk pilihan jawabannya. Tes pemahaman kalimat biasa digunakan untuk mengukur kemampuan siswa memahami fungsi kosa kata dan struktur dalam kalimat. 2. Tes Pemahaman Wacana. Tes pemahaman wacana bersifat integratif. Artinya banyak aspek yang dapat diukur dengan menggunakan tes ini, misalnya penguasaan kosa kata, penguasaan struktur, daan pemahaman isi wacana. Tes ini dapat diberikan dikelas tinggi maupun kelas rendah. Tes pemahaman wacana terdiri dari tes pilihan ganda dan tes pilihan rumpang. Menurut Santosa (2008:64-65), metode pembelajaran membaca pemahaman dikelompokkan menjadi: 1) membaca teknik, 2) membaca dalam hati, 3) membaca pemahaman, 4) membaca indah, 5) membaca cepat, 6) membaca pustaka, 8) membaca bahasa. Semuanya dapat dilaksanakan dengan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaents (TGT). Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Menurut Ibrahim dalam Rahmah (2005:9-10), unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: Hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, pendembangan keterampilan sosial. 1. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam atau berenang bersama. 2. Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi. 3. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama. 4. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab di antara para anggota kelompok. 5. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok. 6. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar. 7. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan. Beberapa ciri dari pembelajaran kooepratif adalah; (a) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, (b) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, (c) bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda, (d) penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.” (Ibrahim, dkk. dalamRahmah, 2005:10). Tujuan pembelajaran kooperatif adalah agar paserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampikan pendapat mereka secara berkelompok (Isjoni, dalam Rahmah. 2005:9-10). Hasil Belajar Akademik Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain. Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilanketerampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial. Keterampilan Kooperatif Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari keterampilanketerampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membangun tugas anggota kelompok selama kegiatan. Menurut Isjoni dalam Rahmah (2005:14-15), keterampilan kooperatif dibagi menjadi: Keterampilan Kooperatif Tingkat Awal; Keterampilan Tingkat Menengah,dan Keterampilan Tingkat Mahir. Metode Teams Games Tournament (TGT) Pembelajaran model kooperatif TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan keterlibatan belajar (Chotimah. 2009:296). Selanjutnya Slavin dalam Chotimah (2009:270-271), mengemukakan 5 komponen utama dalam TGT yaitu: Penyajian Kelas (teacher presentation), Kelompok (Teams), Permainan (Games), Pertandingan (Tournaments), Penghargaan kelompok (Teams recognition). 1. Penyajian Kelas (teacher presentation). Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi, yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karean skor game akan menentukan skor kelompok. 2. Kelompok (Teams). Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, dan ras atau etnis. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game. 3. Permainan (Games). Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaanpertanyaan sederhana bernomor. 4. Pertandingan (Tournaments). Yakni perlombaan yang diadakan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. 5. Penghargaan kelompok (Teams recognition). Yakni penghargaan dengan mengumumkan kelompok yang menang. Langkah-Langkah Pembelajaran Membaca Dengan Metode Teams Games Tournaments (TGT) Chotimah dkk (2009:272-274), merincikan langkah-langkah yang dilakukan pengajar dalam melaksanakan pembelajaran dengan metode Teams Games Tournaments (TGT) sebagai berikut: 1) menulis topik pembelajaran di papan tulis, 2) menyampaikan tujuan pembelajaran, 3) membagi peserta didik dalam kelompok masing – masing kelompok beranggotakan 4-5 orang secara heterogen, 4) meminta masing-masing kelompok membaca materi yang akan di pelajari, 5) menyiapkan meja turnamen dan perlengkapan turnamen, 6) membagi perlengkapan untuk turnamen, 7) menunutun kegiatan turnamen, 8) merekap skor nilai kelompok masing-masing di papan tulis, 9) memberi penguatan pada jawaban soal turnamen, 10) membimbing peserta didik mengambil kesimpulan. Simpulan Belajar akan bermakna jika proses belajar memperhatikan atau memperlihatkan keterkaitan yang baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh seseorang atau materi yang dikuasainya. Tipe teams games tournaments adalah metode mengajar dengan mengedepankan konsep bermain sambil belajar. Kegiatan ini bertujuan untuk memupuk semangat anak didik untuk selalu riang dalam melakukan suatu kegiatan dalam hal ini adalah belajar, agar proses pembelajaran tidak terkesan membosankan. Daftar Pustaka Slameto.2010. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruha. Edisi Jakarta: Renika Cipta. Sudjana, Nana & Ibrahim. 2004. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru Algensindo. Irzani . 2009. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Mataram: media grafindo ress. Japar. 2009. Jurnal Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan OpenEnded. Makasar: Balai Diklat Keagamaan Makassar. Tersedia di: http://mathematicse.wordpress.com/2007/12/25/jurnal-pembelajaranmatematika-dengan-pendekatan-open-ended (14 Desember 2016). Slameto. 2010. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruha. Edisi Jakarta: Renika Cipta. Sardiman. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Syaiful Sagala. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Probelematika Belajar dan Mengajar. Alfabeta: Bandung. Slameto. 2010. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruha. Edisi Jakarta: Renika Cipta. STRATEGI THINK-TALK-WRITE MELALUI BELAJAR DALAM KELOMPOK KECIL Oleh: Sriaryaningsih Abstrak: Pembelajaran matematika hendaknya memperhatikan karakteristik matematika, mengingat siswa sebagai subjek didik perlu dikaji hal-hal yang mampu mengembangkan potensinya masing-masing. Strategi think-talk-write yang diterapkan melalui belajar dalam kelompok kecil merupakan salah satu alternatif strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk menjadikan siswa dapat aktif dalam proses pembelajaran dengan menunjukan berbagai kemampuannya. Implikasi penting yang timbul dari penggunaan strategi tersebut selain peningkatan aktivitas belajar adalah meningkatnya prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, tulisan ini menjadi penting untuk memberikan penjelasan terutama kepada guru matematika agar dapat melaksanakan suatu strategi pembelajaran yang tepat yaitu strategi think-talk-write. Kata Kunci: Hasil Belajar, Aktivitas Belajar, Strategi think-talk-write Pendahuluan Masyarakat umum mengetahui bahwa pendidikan memiliki peran sentral yang sangat penting. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat menuntut adanya upaya perbaikan kualitas pendidikan secara kontinyu. Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan salah satu upaya pemerintah memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Dikatakan demikian, karena KTSP menuntut adanya perubahan paradigma baik dalam hal cara guru mengajar, cara siswa belajar, maupun cara mengevaluasi siswa. Di dalam KTSP disebutkan sebagai berikut, “Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan potensinya...” (Muslich, 2007:11). Implikasinya, pembelajaran yang sebelumnya bersifat teacher oriented hendaknya diubah menjadi pembelajaran bersifat student oriented yang memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dengan demikian, pemahaman konsep, kemampuan penalaran dan komunikasi, serta kemampuan pemecahan masalah siswa dapat ditingkatkan, yang nantinya akan berimbas pada peningkatan prestasi belajar Matematika siswa. Model pengajaran langsung (direct teaching) merupakan salah satu model pengajaran yang cenderung diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Salah satu dampak dari direct teaching, keterlibatan guru yang cenderung mendominasi KBM, menjadikan aktivitas belajar siswa berkurang dan berakibat menurunkan kemampuan berpikir siswa, karena pemahaman konsep oleh siswa diperoleh melalui transfer informasi dari guru. Jean Peaget (dalam Rohani, 2004:7) menegaskan, “seorang anak akan berpikir sepanjang ia berbuat. Tanpa berbuat anak tak berpikir. Agar ia berpikir sendiri (aktif) ia harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri”. Jadi, seyogyanya proses membangun pemahaman tersebut dilakukan sendiri oleh siswa dan guru memantapkan saja (Muslich, 2007:52). Akibat lainnya yang biasa di amati adalah lemahnya interaksi di dalam KBM baik antar siswa maupun antara siswa dengan guru Matematika. Siswa jarang berdiskusi dengan siswa lainnya dalam menghadapi masalah Matematika, dan hampir tidak berani mengajukan pertanyaan jika ada ketidakjelasan materi yang disampaikan guru. Ketidakpahaman siswa akan konsep Matematika, membuat siswa kurang mampu mengekspresikan kemampuannya dalam komunikasi tertulis. Prakteknya siswa cenderung menuliskan semua hal yang dituliskan guru di papan tulis tanpa memahami makna yang terkandung dari simbol-simbol yang dituliskan terlebih dahulu. Karena setiap simbol mengandung ide, adalah penting bahwa ide harus dipahami sebelum ide itu sendiri disimbolkan (Hudojo, 2003:73). Strategi think-talk-write yang diterapkan melalui belajar dalam kelompok kecil merupakan salah satu alternatif strategi pembelajaran yang dapat digunakan. Strategi think-talk-write dipilih, karena melalui tahap think memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikirnya dalam memecahkan masalah. Nasution (1989:124) berkata dalam semua proses pemecahan masalah, yang paling penting dan paling sukar ialah langkah pertama yakni mencari, mengidentifikasi, merumuskan dan menjelaskan masalah. Oleh karena itu, tahap think merupakan basic bagi siswa untuk memahami adanya masalah. Membangun interaksi siswa yang merupakan pengembangan kemampuan sosial seperti berkomunikasi dan berpendapat dilakukan pada tahap talk. Interaksi dapat ditingkatkan dengan belajar kelompok (Muslich, 2007:50). Hakekat Pembelajaran Matematika Matematika berasal dari bahasa Latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang semuanya berkaitan dengan penalaran. Ciri utama Matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat dari kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam Matematika bersifat konsisten (Depdiknas, 2004:17). Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku melalui latihan atau pengalaman sebagai akibat interaksi dengan lingkungannya (Purwanto, 1990:85). Dengan demikian, seseorang dikatakan telah melakukan kegiatan belajar apabila orang tersebut telah memperoleh hasil, yaitu perubahan tingkah laku (perilaku). Pembelajaran pada hakekatnya adalah untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan pengembangan potensi dalam masing-masing individu. Pembelajaran Matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat Matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa. Berkenaan dengan hal tersebut, menurut Suherman (2003) dalam Depdiknas (2007:7) maka perlu memperhatikan karakteristik pembelajaran Matematika di sekolah yaitu sebagai berikut: (1) Pembelajaran Matematika berjenjang (bertahap), (2) Pembelajaran Matematika mengikuti metode spiral, (3) Pembelajaran Matematika menekankan pola pikir deduktif, (4) Pembelajaran Matematika menganut kebenaran konsistensi. Pembelajaran Matematika hendaknya memperhatikan karakteristik Matematika di atas. Mengingat siswa sebagai subjek didik, perlu dikaji halhal yang mampu mengembangkan potensinya masing-masing. Ebbut dan Staker memberikan asumsi tentang karakteristik subjek didik dalam mempelajari Matematika sebagai berikut: (1) murid akan mempelajari Matematika jika mereka mempunyai motivasi, (2) murid mempelajari Matematika dengan caranya sendiri, (3) murid mempelajari Matematika baik secara mandiri maupun dengan kerjasama dengan temannya, (4) murid memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda dalam mempelajari Matematika (Depdiknas, 2006:5). Perbedaan-perbedaan individual setiap siswa merupakan hal yang harus menjadi pertimbangan dalam pembelajaran Matematika. Oleh karenanya, pemilihan strategi yang digunakan dalam pembelajaran haruslah diperhatikan. Istilah-istilah dalam Pembelajaran Dalam mengajarkan suatu materi pokok tertentu dalam Matematika, digunakan model, strategi, pendekatan, metode, maupun teknik yang sesuai dengan kondisi dan situasi siswa yang di ajar agar tujuan pembelajaran tercapai dengan hasil yang optimal. Pembelajaran yang dimaksud merupakan perpaduan pengertian kegiatan pengajaran oleh guru dan belajar oleh peserta didik. Agar dapat dibedakan yang dimaksud dengan model, strategi, pendekatan, metode dan teknik mengajar, berikut akan dipaparkan pengertiannya. 1. Model Model merupakan suatu konsepsi untuk mengajar suatu materi dalam mencapai tujuan tertentu (Depdiknas, 2004:3). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Joyce dan Weill (1986), setiap model memiliki unsur-unsur berupa : Sintaks, Sistem Sosial, Prinsip Reaksi, Sistem Pendukung, Dampak Instruksional dan Pengiring (Suherman dan Winataputra, 1992:48). Dalam model mencakup strategi, pendekatan, metode dan teknik. Contoh model dalam pembelajaran Matematika: Direct Teaching, Problem Based Instruction dan Model Kooperatif. 2. Strategi mengajar 3. 4. 5. Dalam konteks pengajaran, strategi bisa diartikan sebagai suatu pola umum tindakan guru-peserta didik dalam manifestasi aktivitas pengajaran (Rohani, 2004:32). Pada dasarnya, strategi mengajar adalah tindakan nyata dari guru atau praktek guru melaksanakan pengajaran melalui cara tertentu, yang dinilai lebih efektif dan efisien (Sudjana, 1987:147). Strategi yang dimaksud adalah mencakup bagaimana memilih dan menggunakan suatu pendekatan, metode maupun teknik dalam melaksanakan pengajaran. Pendekatan Pendekatan belajar mengajar dapat merupakan suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu materi untuk mencapai tujuan belajar-mengajar (Suherman dan Winataputra, 1992:220). Contoh pendekatan dalam pembelajaran Matematika : Pendekatan Spiral, Pendekatan Deduktif dan Pendekatan Kontekstual. Metode mengajar Metode mengajar adalah cara mengajar atau cara menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Metode mengajar sifatnya umum dan dapat dilakukan pada semua mata pelajaran. Contoh metode dalam pembelajaran Matematika : Metode Penemuan Terbimbing, Metode Diskusi dan Metode Penugasan. Teknik mengajar Teknik merupakan cara mengajar yang memerlukan keahlian khusus sesuai dengan karakter materi pelajaran, peserta didik atau keterampilan guru. Sebuah metode mengajar suatu topik atau subtopik jika dilakukan oleh seorang guru yang menguasainya atau berbakat, dapat menjadi sebuah teknik mengajar (Suherman dan Winataputra, 1992:220). Contoh : Bagaimana teknik bertanya yang benar dan teknik menjelaskan yang efektif di dalam proses belajar mengajar. Strategi Think-Talk-Write dalam Pembelajaran Strategi mengajar menyangkut pemilihan cara yang dipilih guru dalam menentukan ruang lingkup, urutan bahasan, kegiatan pembelajaran, dan lain-lain dalam menyampaikan materi Matematika kepada siswa di depan kelas (Hudoyo, 1990:11). Think-talk-write adalah strategi yang memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan menuliskan bahasa tersebut dengan lancar dan terstruktur. Strategi think-talk-write yang dipilih pada penelitian ini dibangun dengan memberikan waktu kepada siswa untuk melakukan kegiatan berpikir, merefleksikan hasil pemikiran untuk menyusun ide-ide, dan menguji ide-ide itu sebelum menuliskannya (Andriani, 2008:1). Pelaksanaan Strategi Think-Talk-Write Mengutip pernyataan Suherman (2008:14), di dalam strategi think-talkwrite dijelaskan sebagai berikut : pembelajaran dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak dan mengkritisi), informasi yang diperoleh dari bahan bacaan tersebut kemudian dikomunikasikan dalam diskusi kelompok, sebagai pedoman untuk menyelesaiakan permasalahan yang diberikan dalam kelompok. Melalui presentasi dan diskusi kelas, persepsi disamakan dan hasil diskusi ditulis dalam laporan hasil diskusi berupa lembar kerja kelompok. Andriani (2008:1) mengungkapkan, tahapan belajar siswa dengan menggunakan strategi think-talk-write adalah : 1. Tahap think, yaitu tahap berpikir dimana siswa membaca teks berupa bahan bacaan maupun soal. Dalam tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri, 2. Tahap kedua adalah talk (berbicara atau diskusi) memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan tentang penyelidikannya pada tahap think. Pada tahap ini siswa merefleksikan, menyusun, serta menguji (negosiasi, sharing) ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Kemajuan komunikasi siswa akan terlihat pada dialognya dalam berdiskusi baik dalam bertukar ide dengan orang lain ataupun refleksi mereka sendiri yang diungkapkannya kepada orang lain, 3. Tahap ketiga adalah write, siswa menuliskan ide-ide yang diperolehnya dari kegiatan tahap pertama dan kedua. Tulisan ini terdiri atas landasan konsep yang digunakan, keterkaitan dengan materi sebelumnya, strategi penyelesaian, dan solusi yang diperolehnya. Belajar dan bekerja dalam kelompok merupakan bentuk kegiatan belajar aktif yang mampu menumbuhkembangkan keterampilan sosial siswa (Ahmadi, 1997:125). Berlmutter dan De Montmollin menyatakan, dalam kelompok, siswa belajar lebih cepat, dan bahwa pengalaman kelompok sering beralih ke anggota-anggota kelompok sehingga mereka bekerja lebih efektif sekembali ke pekerjaan mereka masing-masing (Abdullah, 2007:75). Dalam penelitian ini, paktek pemecahan masalah diimplementasikan melalui belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4 hingga 5 orang untuk tiap kelompoknya. Keseluruhan alur atau urutan kegiatan belajar mengajar (sintaks) strategi pembelajaran think-talk-write terdiri dari 6 fase, yakni (1) memotivasi siswa, (2) mengorganisasi siswa ke dalam kelompok belajar dan memberikan tugas kelompok, (3) membimbing kelompok bekerja dan belajar, (4) diskusi kelas dan melaporkan hasil diskusi, (5) penguatan terhadap hasil diskusi, (6) mengakhiri pembelajaran. Prestasi Belajar Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh individu setelah mengalami suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu. Djamarah (1994:24) menyimpulkan, prestasi belajar adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan siswa dalam segala hal yang dipelajari di sekolah yang menyangkut pengetahuan/kecakapan yang dinyatakan sesudah hasil penilaian. Lebih lanjut Nurkancana dan Sunartana menyatakan, Prestasi belajar bisa juga disebut kecakapan nyata (actual ability) yang diperoleh seseorang setelah belajar, bukan suatu kecakapan potensial (potensial ability) yaitu suatu kemampuan dasar yang berupa disposisi yang dimiliki individu untuk mencapai suatu prestasi. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat penulis simpulkan prestasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perkembangan kecakapan nyata (actual ability) yang diperoleh siswa setelah belajar bukan kecakapan potensial (potensial ability), sebab prestasi belajar ini dapat ditunjukkan oleh angka-angka yang merupakan hasil pengukuran yang lazim disebut dengan skor. Skor dikonversikan ke dalam nilai berdasarkan kriteria tertentu atau norma. Dalam penelitian ini, hasil belajar dinyatakan dalam bentuk nilai, hasil dari mengerjakan tes Matematika. Peranan guru sebagai pendidik sangat menentukan prestasi belajar siswa. Guru dituntut menciptakan suasana belajar yang kondusif serta senatiasa mengadakan penilaian dalam proses pembelajaran. Penilaian merupakan sistem yang berkesinambungan untuk dapat menilai prestasi belajar siswa. Bagi guru, penilaian berfungsi untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran ke arah yang lebih baik. Bagi siswa sendiri, hasil penilaian dapat digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa, serta membantu meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga dapat meningkatkan prestasinya. Aktivitas Belajar Aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik itu secara jasmani maupun rohani. Sardiman (2003:95) menegaskan, “Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas”. Aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran merupakan salah satu indikator dari keberhasilan belajar siswa. Aktivitas yang dimaksud adalah kegiatan yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, mendiskusikan materi ajar, dan mengerjakan tugas-tugas. Dalam proses belajar mengajar, guru perlu membangun aktivitas siswa meliputi berpikir dan berkomunikasi baik lisan maupun tertulis. Melalui aktivitas individu, penerimaan pelajaran dapat bertahan lama, karena informasi yang didapat siswa dipikirkan kembali, diolah, kemudian diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda. Dengan partisipasi aktif siswa, pengetahuan mereka akan berkembang dengan lebih baik yang pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa (Slameto, 2003:36). Aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar. Penggunaan prinsip aktivitas dalam proses pembelajaran memiliki manfaat tertentu sebagaimana yang dikemukakan Hamalik (2003:175-176) antara lain : 1. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri, 2. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral, 3. Memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan siswa, 4. Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri, 5. Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis, 6. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan orang tua siswa dengan guru, 7. Pengajaran dilaksanakan secara realistis dan konkret sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindari terjadinya verbalistis, 8. Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di masyarakat. Simpulan Strategi think-talk-write yang diterapkan melalui belajar dalam kelompok kecil merupakan salah satu alternatif strategi pembelajaran yang dapat digunakan. Strategi think-talk-write dipilih, karena melalui tahap think memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikirnya dalam memecahkan masalah. Dalam strategi think-talk-write, pembelajaran dapat dilakukan dengan dimulai berpikir melalui bahan bacaan (menyimak dan mengkritisi), kemudian informasi yang diperoleh dari bahan bacaan tersebut dikomunikasikan dalam diskusi kelompok. Hal tersebut diperlukan sebagai pedoman untuk menyelesaiakan permasalahan yang diberikan dalam kelompok. Melalui presentasi dan diskusi kelas, persepsi disamakan dan hasil diskusi ditulis dalam laporan hasil diskusi berupa lembar kerja kelompok. Apabila strategi think-talk-write dilaksanakan didalam proses pembelajaran secara utuh dan komperehensif dengan mengacu kepada tahapan pembelajarannya maka dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa. Aktivitas belajar siswa setelah diterapkan strategi tersebut akan nampak dalam bentuk keaktifan dan kemampuan siswa dalam hal membaca, mendengar, mengamati, menyimak, mendiskusikan, menanyakan, merangkum, menyimpulkan, dan menerapkan. Sedangkan hasil belajar siswa dapat ditunjukan nilai belajar yang meningkat. Daftar Pustaka Abdullah, J. 2007. “Mengoptimalkan Pembelajaran Kooperatif Model STAD Untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Pengolahan Data di Kelas VI SDN 08 Cakranegara Tahun Pelajaran 2005/2006”. Jurnal Pendidikan Karya Tulis Ilmiah Guru Kota Mataram Tahun 2007. Hlm. 71-86. Ahmadi, A. dan Prasetya, J.T. 1997. Strategi Belajar Mengajar Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK. Bandung: Pustaka Setia. Andriani, M. 2008. Dunia matematika : Strategi Pembelajaran Think-TalkWrite. http://mellyirzal.blogspot.com/: 23-12-2008. Depdiknas. 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2007. Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas Djamarah, S.B. 1994. Prestasi Belajar Dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional. Hamalik, O. 2003. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara. Hudojo, H. 2003. Common Textbook : Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: JICA-Universitas Negeri Malang. Muslich, M. 2007. KTSP Dasar Pemahaman Dan Pengembangan. Malang: Bumi Aksara. Nasution. 1989. Kurikulum Dan Pengajaran. Bandung: Bumi Aksara. Purwanto, N. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rohani, A. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Sardiman, A.M. 2003. Interaksi Dan Motivasi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sudjana, N. 1987. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algresindo. Suherman, E. 2008. Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa. Http://model-belajar-dan-pembelajaran.html: 17-092008. Suherman, E. dan Winataputra, U.S. 1992. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.