BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Pengembangan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Mutakhir
Pengembangan sistem proteksi dalam jaringan distribusi dan transmisi sangat
diperlukan untuk mengamankan kerja sistem dan peralatan-peralatan pada sistem
pembangkitan. Dalam suatu peralatan di sistem pembangkitan terpasang rele-rele
proteksi, dan diperlukannya setting terhadap rele tersebut dengan mengetahui
gangguan-gangguan seperti gangguan arus hubung singkat. Hasil akhir dalam laporan
ini diharapkan untuk dapat mencegah atau mengamankan suatu peralatan dan sistem
pembangkitan dari gangguan, sehingga sistem proteksi dapat bekerja dengan efektif,
selektif dan handal.
1) Penelitian yang dilakukan oleh Julian Maruli Torang Manurung (2012) yang
berjudul “Studi Pengaman Busbar 150 kV pada Gardu Induk Siantan”. Pada
penelitian tersebut dijelaskan tentang bagaimana cara membandingkan sistem
yang ada dengan kondisi ideal serta mendesain sistem proteksi sesuai dengan
kondisi busbar ganda.
2) Penelitian yang dilakukan oleh Anaa Istrimaroh, Nasrun Hariyanto dan Syahrial
(2013) yang berjudul “Penentuan Setting Rele Arus Lebih Generator dan Rele
Differensial Transformator Unit 4 PLTA Cirata II”. Pada penelitian tersebut
dijelaskan tentang bagaimana cara menggunakan simulasi software dan
menghitung manual untuk mengetahui arus gangguan, sehingga diperoleh setting
rele arus lebih generator dan transformator dengan arus yang melewati rele dan
waktu delay.
3) Penelitian yang dilakukan oleh I Made Aris Sastrawan (2010) yang berjudul
“Analisa Setting Rele OCR (Over Current Relay) pada Sistem 150 kV Bali Pasca
Dioperasikannya Pembangkit Celukan Bawang”. Pada penelitian tersebut
dijelaskan tentang bagaimana cara penentuan setting arus dan waktu rele OCR,
4
5
dengan analisa gangguan hubung singkat antar phasa dan tiga phasa simetris
dengan menggunakan program ETAP PowerStation 4.0.
4) Penelitian yang dilakukan oleh Dewa Putu Wahyu Sanjaya (2014) yang berjudul
“Perhitungan Setting Relay Untuk Pengaman Captive Power di Bandara
Internasional Ngurah Rai-Bali”. Pada penelitian tersebut dijelaskan mengenai
setting waktu tunda dan waktu kerja relay arus lebih pada pengaman captive
power sebelum dan setelah dilakukannya pengembangan bandara tahap III.
5) Penelitian yang dilakukan oleh Afriansyah (2012) yang berjudul “Analisis
Koordinasi Over Current Relay Pada Penyulang Darmasaba Akibat Pemasangan
Recloser Sibang Kaja”. Pada penelitian tersebut dijelaskan mengenai penyetelan
ulang peralatan pengaman Penyulang Darmasaba, Recloser Sibang Kaja dan
koordinasi OCR antar kedua peralatan proteksi.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Sistem busbar
Busbar merupakan bagian utama dalam suatu gardu induk yang berfungsi
sebagai tempat terhubungnya semua bay yang ada pada gardu induk tersebut, baik
bay line maupun bay trafo. Umumnya gardu induk didesain dengan konfigurasi 2
busbar (double busbar), namun juga masih terdapat gardu induk yang memiliki satu
busbar (single busbar).
Sistem gardu induk yang dikelola oleh PT PLN (Persero) beroperasi pada
beberapa level tegangan. Level tegangan ini dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu
tegangan ekstra tinggi dan tegangan tinggi. Gardu induk yang beroperasi pada level
tegangan 500 kV dan 275 kV disebut sebagai GITET (Gardu Induk Tegangan Ekstra
Tinggi), sedangkan gardu induk yang beroperasi pada level tegangan 150 kV dan 70
kV disebut sebagai GI (Gardu Induk). GITET dibangun dengan konfigurasi sistem
satu setengah PMT, sedangkan GI umumnya menggunakan konfigurasi 1 breaker
(single breaker). Namun, pada beberapa GI yang tersambung langsung dengan
6
pembangkit
juga
menggunakan
konfigurasi
sistem
satu
setengah
PMT.
(PT.PLN(Persero), 2013)
Gardu Induk satu setengah PMT memiliki bagian utama yang disebut sebagai
diameter yang berfungsi untuk menghubungkan 2 busbar pada sistem gardu induk
satu setengah PMT tersebut. Diameter dilengkapi dengan 3 buah Pemutus Tenaga
(PMT), di antaranya : PMT busbar A (PMT A), PMT busbar B (PMT B) dan PMT
pengapit (PMT AB).
Dalam pengoperasian busbar tidak terlepas dari kondisi abnormal yang
disebut sebagai gangguan. Gangguan yang terjadi pada busbar adalah gangguan yang
bersifat destruktif. Apabila terjadi gangguan pada busbar, maka kemungkinan terjadi
kerusakan pada peralatan instalasi yang sangat besar. Di samping itu, keandalan
sistem dalam menyalurkan pasokan daya juga akan terganggu. Proteksi busbar adalah
suatu sistem proteksi yang berperanan penting dalam mengamankan gangguan yang
terjadi pada busbar. Sistem proteksi ini harus bekerja secara sensitif, selektif, cepat
dan harus stabil untuk gangguan yang terjadi di luar daerah proteksian busbar.
Sistem proteksi busbar merupakan suatu sistem kolektif yang meliputi : trafo
arus (CT) / trafo tegangan (PT), relai proteksi, pemutus tenaga (PMT), catu daya dan
rangkaian pengawatannya. Bagian-bagian dari sistem proteksi ini seperti terlihat pada
gambar 2.1.
Gambar 2.1 komponen utama relay proteksi
Sumber : PT PLN (Persero), 2013
7
Daerah kerja proteksi busbar adalah daerah di antara semua trafo arus (CT)
yang tersambung di busbar tersebut. Sistem proteksi busbar harus bekerja tanpa tunda
waktu (instantaneous) apabila terjadi gangguan di dalam zona proteksiannya (area
warna hijau) seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2. Namun, untuk gangguan yang
terjadi di luar zona proteksiannya (di luar area warna hijau), proteksi busbar tidak
boleh bekerja (rele harus stabil).
Gambar 2.2 Daerah proteksi busbar
Sumber : PT PLN (Persero), 2013
2.2.1.1 Gardu induk dengan single busbar
Gardu induk dengan single busbar merupakan gardu induk yang mempunyai
satu atau single busbar. Pada umumnya gardu dengan sistem ini adalah gardu induk
diujung atau akhir dari suatu transmisi, seperti gambar 2.3 dibawah ini :
8
Gambar 2.3 gambar gardu induk single busbar
Sumber : Aslimeri, 2008
2.2.1.2 Gardu induk dengan double busbar
Gardu induk dengan double busbar merupakan gardu induk yang mempunyai
dua atau double busbar. Sistem ini sangat umum, hampir semua gardu induk
menggunakan sistem ini karena sangat relaktif untuk mengurangi pemadaman beban
pada saat melakukan perubahan sistem (maneuver system) seperti gambar 2.4
dibawah ini :
Gambar 2.4 Gambar gardu induk double busbar
Sumber : Aslimeri, 2008
9
Berikut definisi dan fungsi bagian utama sistem proteksi busbar diantanya adalah :
2.2.2 Sistem pengaman busbar
2.2.2.1 Circuit breaker (CB) atau pemutus tenaga (PMT)
Pemutus Tenaga (PMT) merupakan peralatan saklar atau switching mekanis,
yang mampu menutup, mengalirkan dan memutus arus beban dalam kondisi normal
serta mampu menutup, mengalirkan (dalam periode waktu tertentu) dan memutus
arus beban dalam spesifik kondisi abnormal (gangguan) seperti kondisi short circuit
atau hubung singkat. Fungsi utamanya adalah sebagai alat pembuka atau penutup
suatu rangkaian listrik dalam kondisi berbeban, serta mampu membuka atau menutup
saat terjadi arus gangguan (hubung singkat) pada jaringan atau peralatann lain.
Ra
Sa
Ta
Tb
Rb
Sb
Gambar 2.5 Pemutus tenaga (PMT)
Sumber : PT PLN (Persero), 2013
Keterangan :
Ra
Rb
Sa
= Terminal atas fasa R ( Merah ).
= Terminal bawah fasa R.
= Terminal atas fasa S ( Kuning ).
10
Sb
Ta
Tb
= Terminal bawah fasa S.
= Terminal atas fasa T ( Biru ).
= Terminal bawah fasa T.
2.2.2.2 Disconnecting switch atau pemisah (PMS)
Pemisah (PMS) merupakan suatu peralatan sistem tenaga listrik yang
berfungsi sebagai saklar pemisah rangkaian listrik tanpa arus beban (memisahkan
peralatan listrik dari peralatan lain yang bertegangan), dimana pembukaan atau
penutupan PMS ini hanya dapat dilakukan dalam kondisi tanpa beban. Terdapat dua
macam fungsi PMS, yaitu :
a. Pemisah Peralatan berfungsi untuk memisahkan peralatan listrik dari peralatan
lain atau instalasi lain yang bertegangan. PMS ini boleh dibuka atau ditutup
hanya pada rangkaian yang tidak berbeban.
b. Pemisah Tanah (Pisau Pentanahan/Pembumian) berfungsi untuk mengamankan
peralatan dari tegangan sisa yang timbul dari sebuah jaringan SUTT yang telah
diputuskan, dan dapat juga untuk mengamankan dari tegangan induksi yang
berasal dari kabel penghantar atau kabel yang lainnya. Hal ini perlu untuk
keamanan bagi orang-orang yang bekerja pada peralatan instalasi.
Gambar 2.6 Disconnecting switch atau pemisah (PMS)
Sumber : PT PLN (Persero), 2013
11
2.2.2.3 Current transformer atau trafo arus (CT)
Trafo arus (CT) merupakan peralatan yang digunakan untuk melakukan
pengukuran besaran arus pada intalasi tenaga listrik disisi primer yang berskala besar
dengan melakukan transformasi dari besaran arus yang besar menjadi besaran arus
yang kecil secara akurat dan teliti untuk keperluan pengukuran dan proteksi. Fungsi
dari trafo arus yaitu :
-
Mengkonversi besaran arus pada sistem tenaga listrik dari besaran primer menjadi
besaran sekunder untuk keperluan pengukuran sistem metering dan proteksi.
-
Mengisolasi rangkaian sekunder terhadap rangkaian primer, sebagai pengamanan
terhadap manusia atau operator yang melakukan pengukuran.
-
Standarisasi besaran sekunder, untuk arus nominal 1 Amp dan 5 Amp.
Berdasarkan lokasi pemasangan trafo arus dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Trafo arus pemasangan luar ruangan (outdoor) yaitu memiliki konstruksi fisik
yang kokoh, isolasi yang baik, biasanya menggunakan isolasi minyak untuk
rangkaian elektrik internal dan bahan keramik untuk isolator ekternal.
Gambar 2.7 Trafo arus pemasangan luar ruangan
Sumber : PT PLN (Persero), 2013
b. Trafo arus pemasangan dalam ruangan (indoor) yaitu memiliki ukuran yang lebih
kecil dari pada trafo arus pemasangan luar ruangan, menggunakan isolator dari
bahan resin.
12
Gambar 2.8 Trafo arus pemasangan dalam ruangan
Sumber : PT PLN (Persero), 2013
2.2.2.4 Trafo tegangan (PT)
Trafo tegangan merupakan peralatan yang mentransformasi tegangan sistem
yang lebih tinggi ke suatu tegangan sistem yang lebih rendah untuk peralatan
indikator, alat ukur dan rele. Fungsi dari trafo tegangan yaitu :
-
Mentranformasikan besaran tegangan sistem dari yang tinggi ke besaran tegangan
listrik yang lebih rendah sehingga dapat digunakan untuk peralatan proteksi dan
pengukuran yang lebih aman, akurat dan teliti.
-
Mengisolasi bagian primer yang tegangannya sangat tinggi dengan bagian
sekunder yang teganganya rendah untuk digunakan sebagi sistem proteksi dan
pengukuran peralatan dibagian primer.
-
Sebagai standarisasi besaran tegangan sekunder (100, 100√3, 110 dan 110√3 volt)
untuk keperluan peralatan sisi sekunder.
Berdasarkan jenisnya trafo tegangan terdiri dari dua jenis, yaitu:
a. Trafo tegangan magnetik (Magnetic Voltage Transformer/ VT) disebut juga trafo
tegangan induktif. Terdiri dari belitan primer dan sekunder pada inti besi yang
prinsip kerjanya belitan primer menginduksikan tegangan kebelitan sekundernya.
13
Gambar 2.9 Trafo tegangan magnetik (Magnetic Voltage Transformer/ VT)
Sumber : PT PLN (Persero), 2013
b. Trafo tegangan kapasitif (Capasitive Voltage Transformer/ CVT) ini terdiri dari
rangkaian seri dua kapasitor atau lebih yang berfungsi sebagai pembagi tegangan
dari tegangan tinggi ke tegangan rendah pada primer, selanjutnya tegangan pada
satu kapasitor ditransformasikan menggunakan trafo tegangan yang lebih rendah
agar diperoleh tegangan sekunder.
Gambar 2.10 Trafo tegangan kapasitif (Capasitive Voltage Transformer/ CVT)
Sumber : PT PLN (Persero), 2013
14
2.2.2.5 Rele proteksi
Rele proteksi merupakan susunan piranti, baik elektronik maupun magnetik
yang direncanakan untuk mendeteksi suatu kondisi ketidaknormalan pada peralatan
listrik yang bisa mambahayakan atau tidak diinginkan. Rele pengaman akan secara
otomatis memberikan sinyal atau perintah untuk membuka pemutus tenaga (circuit
breaker) agar bagian yang terganggu dapat dipisahkan dari sistem yang normal. Rele
pengaman dapat mengetahui adanya gangguan pada peralatan yang perlu diamankan
dengan mengukur atau membandingkan besaran-besaran yang diterimanya, misalnya
arus, tegangan, daya, sudut fasa, frekuensi, impedansi, dan sebagainya sesuai dengan
besaran yang tclah ditentukan. Alat tersebut kemudian akan mengambil keputusan
seketika dengan perlambatan waktu membuka pemutus tenaga atau hanya
memberikan tanda tanpa membuka pemutus tenaga. Pemutus tenaga dalam hal ini
harus mempunyai kemampuan untuk memutus arus hubung singkat maksimum yang
melewatinya dan harus mampu menutup rangkaian dalam keadaan hubung singkat
yang kemudian membuka kembali. Rele pengaman juga memiliki fungsi untuk
menunjukkan lokasi dan macam gangguannya. Data dari rele tersebut akan
memudahkan kita dalam menganalisis gangguannya. (Ikhwan, 2011)
a) Differensial busbar
Relay differensial merupakan suatu rele yang prinsip kerjanya berdasarkan
kesimbangan (balance), yang membandingkan arus-arus sekunder transformator
arus (CT) yang terpasang pada terminal-terminal peralatan atau instalasi listrik
yang diamankan. Penggunaan rele differensial sebagai rele pengaman, antara
lain pada generator, transformator daya, busbar, dan saluran transmisi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan relai deferensial,
yaitu:
-
Polaritas transformator arus harus sesuai, sedemikian hingga pada kondisi normal,
tidak akan ada arus yang mengalir pada operating coil.
-
Perbandingan transformasi serta kapasitas transformator arus, harus sesuai.
15
-
Penetapan relai dan pemilihan penghantar yang sesuai sehingga tidak akan terjadi
kondisi dimana salah satu transformator arus menjadi jenuh arus gangguan yang
besar.
Secara umum rele differensial dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1) Rele differensial longitudinal (Longitudinal differensial relay) biasa dikenal
sebagai circulating current type. Dalam keadaan normal, maka gangguan yang
terjadi diluar daerah pengamanan mengakibatkan tidak ada arus atau bahkan
sangat kecil yang akan mengalir di operating coil.
2) Rele differensial persentase (Percentage differensial relay) muncul karena
kekurangan dari rele differensial longitudinal yaitu arus setting harus dibuat lebih
besar dari arus operasi dalam keadaan normal untuk mengatasi arus gangguan
yang cukup besar yang berada diluar daerah proteksinya.
Prinsip kerja proteksi differensial busbar menggunakan metode Merz-Price
Circulating Current. Semua arus yang masuk dan keluar dari busbar
dibandingkan satu sama lain. Pada kondisi sistem normal atau terjadi gangguan di
luar zona proteksi busbar, tidak ada resultan arus yang mengalir ke relai
differensial busbar sehingga relai tidak bekerja. Namun sebaliknya apabila terjadi
gangguan di dalam zona busbar, maka akan timbul resultan arus yang besar dan
mengalir ke relai differensial busbar sehingga relai bekerja.
Gambar 2.11 Prinsip kerja differensial busbar
Sumber : PT PLN (Persero), 2013
16
Komponen yang menyusun suatu sistem proteksi differensial busbar adalah :
-
Bus Zone
Bus zone merupakan bagian dari differensial busbar yang berfungsi untuk
menentukan busbar yang terganggu. Apabila Gardu Induk mempunyai lebih dari
satu busbar, maka sistem proteksi busbar di GI tersebut mempunyai beberapa
zona proteksian tergantung dari jumlah busbar yang dimiliki (satu zona
mengamankan satu busbar), seperti pada Gambar 2.11. Bus zone 1 meliputi CT a,
CT b, dan CT c, sedangkan untuk Bus zone 2 meliputi CT d, CT e dan CT f.
-
Check Zone
Check zone berfungsi untuk memastikan bahwa rele proteksi busbar akan bekerja
dengan benar pada saat terjadi gangguan internal dan tidak akan bekerja pada saat
gangguan eksternal. Check zone bekerja dengan cara membandingkan semua arus
yang tersambung dalam gardu induk tanpa membandingkan arus yang ada pada
double busbar, seperti Gambar 2.11. Check Zone meliputi CT g, CT h, CT j, dan
CTk.
Berdasarkan jenisnya, rele proteksi busbar dibagi menjadi 2 yakni :
1) Rele Busbar Jenis High Impedance
Rele busbar jenis high impedance dipasang dengan skema semua CT yang
terhubung pada busbar yang sama dihubungkan secara paralel satu sama lain.
Metode ini mempunyai keunggulan yaitu lebih mudah diterapkan dan lebih
mudah dikembangkan pada gardu induk, sangat sensitif terhadap gangguan fasatanah dan fasa-fasa serta sangat stabil terhadap gangguan eksternal. Namun, rele
jenis ini juga memiliki kelemahan yakni semua CT dalam satu zona busbar harus
mempunyai rasio yang sama serta membutuhkan stabilizing resistor dan tahanan
non linier.
2) Rele Busbar Jenis Low Impedance
Rele busbar jenis low impedance menggunakan skema dimana masing-masing CT
yang tersambung ke busbar dihubungkan ke rele secara langsung. Hal ini
memungkinkan digunakannya CT dengan rasio yang berbeda. Namun kelemahan
17
dari rele ini adalah harus memiliki modul CT cadangan untuk keperluan pada
busbar nantinya. Apabila modul cadangan ini tidak tersedia, maka pada busbar
juga membutuhkan penambahan rele busbar baru.
b) Rele arus lebih
Rele arus lebih adalah suatu rele yang bekerja hanya berdasarkan adanya
kenaikan arus yang melebihi suatu nilai tertentu yang melewatinya. Selain
mengamankan peralatan terhadap naiknya arus, rele pengaman ini harus juga
dapat bekerja pada jangka waktu yang telah ditentukan sehingga pengaturan
waktu dapat dikaitkan dengan masalah koordinasi pengaman.
Prinsip kerja rele arus lebih atau Over Current Relay yaitu dengan membaca
inputan berupa besaran arus kemudian membandingkannya dengan nilai setting,
apabila nilai besaran arus yang terbaca oleh rele melebihi dari nilai setting, maka
rele akan mengirim perintah trip (lepas) kepada Circuit Breaker (CB) setelah
waktu tunda yang diterapkan pada setting. Rele arus lebih memproteksi terhadap
gangguan fasa tanah digunakan rele arus gangguan tanah atau Ground Fault
Relay (GFR). (dewa, 2014)
Pada kondisi normal, arus beban mengalir pada saluran transmisi melalui trafo
arus, besaran arus ini di transformasikan ke besaran sekunder. Arus yang mengalir
pada kumparan rele lebih kecil dari suatu harga yang ditentukan (setting),
sehingga rele tidak akan bekerja. Apabila terjadinya gangguan hubung singkat,
arus beban meningkat dan menyebabkan arus meningkat melebihi suatu harga
yang ditentukan (diatas setting), maka rele akan bekerja dan meberikan perintah
trip pada tripping coil untuk bekerja dan membuka PMT, sehingga saluran
transmisi yang terganggu dipisahkan dari jaringan.
Berdasarkan karakteristiknya, rele arus lebih (over current relay) ini dapat
dibagi menjadi 3 yaitu :
18
1) Rele Arus Lebih Seketika ( Instantaneous )
Rele arus lebih yang mempunyai karakteristik waktu kerja seketika ialah jenis rele
arus lebih dimana jangka waktu rele mulai saat rele arusnya pick up sampai
selesainya kerja rele sangat singkat berkisar antara 20 sampai 100 milli second
yaitu tanpa penundaan waktu.
Gambar 2.12 Karakteristik waktu seketika (Instantaneous)
Sumber : Aris, 2010
2) Rele Arus Lebih Waktu Tertentu ( Definite Time )
Rele arus lebih dengan karakteristik waktu tertentu ialah jenis rele arus lebih
dimana jangka waktu mulai rele arus pick up sampai selesainya kerja rele
diperpanjang dengan nilai tertentu dan tidak hanya tergantung dari besarnya arus
yang menggerakan.
Gambar 2.13 Karakteristik waktu tertentu (Definite)
Sumber : Aris, 2010
19
3) Rele Arus Lebih Waktu Terbalik ( Inverse Time )
Rele dengan karakteristik waktu terbalik ialah jenis rele arus lebih dimana jangka
waktu mulai rele arus pick up sampai selesainya kerja rele mempunyai sifat waktu
terbalik untuk nilai arus yang kecil setelah rele pick up dan kemudian mempunyai
sifat waktu tertentu untuk nilai arus yang lebih besar. Bentuk perbandingan
terbalik dari waktu arus ini sangat bermacam – macam, akan tetapi dapat
digolongkan sebagai berikut :
-
Berbanding terbalik ( inverse = i )
-
Sangat berbanding terbalik ( very inverse = vi )
-
Sangat berbanding terbalik sekali ( extremely inverse = ei )
Gambar 2.14 Karakteristik waktu terbalik (Inverse)
Sumber : Aris, 2010
2.2.3 Hubung singkat
Salah satu bagian yang sangat penting dalam analisis suplai daya listrik adalah
perhitungan arus yang mengalir dalam komponen-komponen penyusun jaringan saat
terjadi gangguan. Dalam mencapai keadaan gangguan ini, tidak jarang di berbagai
titik pada jaringan sengaja dibuat gangguan. Besarnya arus gangguan ini dapat
digunakan sebagai acuan dalam menentukan berapa setting arus yang sebaiknya
digunakan untuk proteksi serta rating-rating CB yang diperlukan. (Aris, 2010)
Hubung singkat atau gangguan ini bertujuan untuk:
1. Untuk menentukan arus maksimum dan minimum hubungan singkat tiga phasa
20
2. Untuk menentukan arus gangguan tak-simetris bagi gangguan satu dan dua fasa
ke tanah, gangguan antar phasa dan rangkaian terbuka.
3. Untuk menentukan besaran kapasitas dari circuit breaker (CB).
4. Untuk menentukan distribusi arus gangguan dan tingkat tegangan busbar selama
gangguan
Ada beberapa jenis gangguan hubung singkat yang terjadi pada sistem tenaga
listrik 3 phasa, yaitu :
1. Hubung singkat tiga phasa simetris :
-
Tiga phasa (L – L – L)
-
Tiga phasa ke tanah (3L – G)
2. Hubung singkat tidak simetri
-
Satu phasa ke tanah (1L – G)
-
Antar phasa ke tanah (2L – G)
-
Antar phasa (L – L)
2.2.3.1 Perhitungan arus hubung singkat 150 kV
Berdasarkan jenis gangguan hubung singkat pada sistem tenaga listrik untuk
mencari arus hubung singkat pada sistem maka perlu untuk mengetahui impedansi
sumber dan arus pembangkit dapat dicari dengan menggunakan persamaanpersamaan dibawah ini :
a) Untuk menghitung impedansi sumber data yang diperlukan adalah data level
tegangan 150 kV dan arus sumber dengan persamaan sebagai berikut:
(Julian, 2012)
Zbase 150 kV=
(Vbase )2
Sbase
…………………...………………….………….........(2.1)
Keterangan :
Zbase
: Impedansi sumber (ohm)
Vbase
: Tegangan sumber (kV)
Sbase
: Arus (MVA)
21
Untuk mengghitung arus pembangkit atau sumber dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut : (Julian, 2012)
Ibase 150 kV=
Sbase
Vbase ×√3
…………..…………………………………………..(2.2)
Keterangan :
I base 150 kV
: Arus pembangkit atau sumber (A)
Untuk menghitung arus hubung singkat pada sistem rele pengaman pada
gangguan hubung singkat 3 fasa, 2 fasa dan 1 fasa ke tanah dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut : (Manurung, 2012)
-
Gangguan hubung singkat 3 fasa pada sisi 150 kV
Ifault 3fasa =
-
Z1Total
×Ibase 150 kV….…………..………………………....(2.3)
Gangguan hubung singkat 2 fasa pada sisi 150 kV
Ifault 2fasa =
-
S
S
2×Z1Total
×Ibase 150 kV……………..…………...…..………(2.4)
Gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah pada sisi 150 kV
Ifault 1fasa-tanah =
S
2×Z1Total +Z0 Total
×Ibase 150 kV……………….……......(2.5)
Keterangan:
Ifault 3fasa
: Arus hubung singkat tiga fasa di sisi 150 kV
Ifault 2fasa
: Arus hubung singkat dua fasa di sisi 150 kV
Ifault 1fasa-tanah
: Arus hubung singkat satu fasa ke tanah di sisi 150 kV
Z1Total
: Impedansi total tiga fasa
Z2Total
: Impedansi total dua fasa
Z0Total
: Impedansi total satu fasa ke tanah
22
2.2.4 Prinsip dasar perhitungan setting arus rele pengaman
Sebagai dasar pertimbangan untuk menghitung setting arus rele adalah dengan
memperhatikan dua faktor yaitu arus kerja (pick up) dan arus kembali (drop off). Arus
kerja (arus pick up = Ip) adalah nilai arus yang mengalir ketika rele arus lebih bekerja
dan menutup kontak. Sedangkan arus kembali (arus drop off = Id) adalah nilai arus
yang mengalir pada rele dan menyebabkan rele arus lebih berhenti bekerja. Suatu
harga perbandingan antara besarnya arus drop off dan arus pick up biasanya
dinyatakan dengan notasi kd , sehingga :
Kd
Id
Ip

…………………………………………………. …(2.6)
Keterangan :
Kd = Faktor arus kembali
Id = Arus kembali (arus drop off).
Ip = Arus kerja (arus pick up).
Nilai Kd untuk rele dengan karakteristik waktu arus tertentu mempunyai nilai
0,7 – 0,9, sedangkan karakteristik waktu terbalik mempunyai nilai 1,0. Maka dengan
memperhatikan dua faktor tersebut diatas, kaidah penyetelan rele adalah sebagai
berikut : (PT. PLN (Persero), 2013)
-
Rele tidak boleh bekerja pada keadaan beban maksimum. Dalam beberapa hal,
arus nominal pada trafo arus (CT) merupakan arus maksimumnya, sehingga
penyetelan arusnya adalah :
I set

K fk
 I nom ..............................…………………………. (2.7)
Kd
Keterangan :
I set
= Setelan arus
Kfk
= Faktor keamanan, mempunyai nilai 1,1 - 1,25
Kd
= Faktor arus kembali
23
I nom
= Arus maksimum yang diijinkan untuk peralatan
yang diamankan.
-
Pada zone pengaman rele arus dapat mencapai paling sedikit adalah ujung dari
seksi berikutnya pada arus gangguan yang minimum (jumlah pembangkit yang
beroperasi minimum) atau arus gangguan minimum dapat diambil arus gangguan
dua phase.
2.2.5 Prinsip dasar perhitungan setting koordinasi rele pengaman
Penyetelan arus (Is) pada rele pada umumnya didasarkan pada penyetelan
batas minimumnya, dengan demikian adanya gangguan hubung singkat dibeberapa
seksi berikutnya, rele arus akan bekerja. Untuk mendapatkan pengamanan yang
selektif, maka penyetelan waktunya dibuat secara bertingkat.
Syarat untuk mensetting waktu tunda (td) dari rele, harus diketahui data
sebagai berikut : (PT.PLN (Persero), 2013)
-
Besaran arus hubung singkat (I).
-
Penyetelan / setting arusnya ( Is).
-
Kurva karakteristik rele yang dipakai.
Maka waktu waktu tunda ( td ) dapat dicari dengan persamaan :
0,02
td
 If

 I 
set 
 
0,14
1
 t ...................……....……………………… (2.8)
Keterangan : If adalah arus gangguan hubung singkat dua phase.
t adalah waktu kerja rele yang dikehendaki.
Untuk menentukan waktu tunda pada rele pengaman saluran transmisi nilai t
ditetapkan dengan nilai 1 detik.
Waktu koordinasi rele pengaman baik itu pengaman utama dan backup pada
busbar terhadap gangguan maksimum dapat dicari dengan persamaan :
24
t
0,14
I f

 I 
set 

 t d .......................................................................(2.9)
0 , 02
1
Keterangan : t adalah setting koordinasi rele pengaman
If adalah arus gangguan hubung singkat tiga phase.
td adalah waktu tunda.
2.2.5.1 In service measurement (pengukuran dalam keadaan operasi)
In service measurement dilakukan dengan memeriksa besaran arus yang
mengerjakan sistem proteksi dan meter sesaat sebelum dan sesudah dilakukan
shutdown testing/measurement dan dilakukan oleh regu pemeliharaan proteksi. Hal
ini
dilakukan
guna
memastikan
ada
tidaknya
permasalahan
terhadap
wiring/pengawatan rangkaian arus.
a) Pemeriksaan besaran arus differensial (Id) pada relai differensial busbar dan
circulating current jenis low impedance dan high impedance tipe arus.
b) Pemeriksaan besaran tegangan differensial (Vd) pada relai differensial busbar dan
circulating current jenis high impedance tipe tegangan.
c) Pemeriksaan besaran arus pada relai breaker failure.
d) Pemeriksaan besaran arus pada relai short zone.
e) Pemeriksaan besaran arus pada OCR/GFR
f) Pemeriksaan besaran tegangan pada relai tegangan nol.
g) Pemeriksaan besaran tegangan pada relai frekuensi kurang.
h) Pemeriksaan besaran arus dan tegangan pada meter.
Pemeriksaan besaran analog ini dapat dilakukan dengan cara melihat nilai
pengukuran pada display rele untuk rele jenis numerik, dan melakukan pengukuran
dengan menggunakan tang ampere dan voltmeter untuk rele jenis statik dan
elektromekanik.
25
Shutdown
testing
atau
measurement
(pengujian
dalam keadaan
tidak
bertegangan)
Shutdown testing atau measurement dilakukan pada saat busbar dalam
keadaan tidak bertegangan atau padam. Pekerjaan ini dilakukan secara rutin di setiap
pemeliharaan maupun pada saat investigasi ketidaknormalan proteksi.
-
Pengujian rele differensial busbar
Pengujian rele differensial busbar dilakukan untuk melihat skema tripping
rele proteksi busbar. Untuk menguji skema rele proteksi busbar secara keseluruhan
dilakukan dengan cara memadamkan semua bay pada GI/GITET atau dengan cara
melakukan pemadaman secara bergantian pada setiap bay di GI/GITET tersebut.
a) Pengujian fungsi rele differensial busbar dilakukan secara rutin setiap 6 tahun
sekali untuk menguji skema dan sistem tripping untuk setiap bay.
b) Setiap dilakukan penggantian rele atau setting rele.
-
Pengujian rele arus lebih atau rele gangguan tanah (OCR/GFR)
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui arus kerja, arus reset atau kembali,
waktu kerja dan karakteristik dari relai OCR/GFR dengan nilai settingnya.
a) Arus kerja minimum (pick-up) dan arus kembali (drop-off)
Pengujian ini dilakukan dengan menginjeksikan arus pada rele OCR/GFR di
bawah nilai setting arusnya kemudian dinaikkan secara bertahap hingga
didapatkan nilai arus kerja minimum yang membuat rele OCR/GFR pickup/starting. Setelah itu, arus injeksi diturunkan secara bertahap hingga didapatkan
besaran arus yang membuat rele OCR/GFR reset (drop-off).
b) Karakteristik waktu kerja rele
Pengujian karakteristik rele dilakukan dengan menginjeksikan arus pada rele
OCR/GFR sebesar 2xIset, 3xIset dan 5xIset dan mengukur waktu kerja rele.
Pengujian individu rele OCR/GFR dilakukan :
26
-
Secara rutin 2 tahun sekali untuk rele elektromekanik dan elektrostatik dan 6
tahun untuk rele numerik atau digital.
-
Setiap dilakukan perubahan setting rele, logic rele atau penggantian modul di rele.
(PT.PLN (Persero), 2013)
Shutdown function check (pengujian fungsi pada saat sistem tidak bertegangan)
Shutdown function check dilakukan untuk mengetahui fungsi dari rele-rele
proteksi busbar maupun indikator yang ada pada bay tersebut. Item– item yang harus
diperiksa pada saat shutdown function test adalah sebagai berikut :
Pengujian rele OCR/GFR ini bertujuan untuk menguji sistem tripping dan
alarm dari rele OCR/GFR. Pengujian fungsi rele OCR/GFR dilakukan :
1) Secara rutin setiap 2 tahun sekali untuk menguji sistem tripping setiap bay atau
PMT yang ditripkan oleh rele OCR/GFR.
2) Setiap dilakukan penggantian rele atau penggantian PMT.
2.2.6 Penerapan program ETAP PowerStation dalam analisis hubung singkat
ETAP (Electrical Transient Analysis Program) PowerStation adalah software
untuk power system yang bekerja berdasarkan plant (project). ETAP PowerStation
dapat melakukan penggambaran single line diagram secara grafis, dimana setiap
plant harus menyediakan modeling peralatan dan alat-alat pendukung yang
berhubungan dengan analisis yang akan dilakukan, misalnya generator, data motor,
data kabel, dan lain-lain. ETAP PowerStation dapat melakukan penggambaran single
line diagram secara grafis dan mengadakan beberapa analisis atau studi yakni Short
Circuit (hubung singkat), Load Flow (aliran daya), motor starting, harmonisa,
transient stability, protective device coordination, dan cable derating.(Aris, 2010)
ETAP PowerStation juga menyediakan fasilitas library yang akan
mempermudah desain suatu sistem kelistrikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam bekerja dengan ETAP PowerStation adalah:
27
1. One Line Diagram, menunjukkan hubungan antar komponen atau peralatan listrik
sehingga membentuk suatu sistem kelistrikan.
2. Library, informasi mengenai semua peralatan yang akan dipakai dalam sistem
kelistrikan. Data elektris meupun mekanis dari peralatan yang detail atau lengkap
dapat mempermudah dan memperbaiki hasil simulasi atau analisa.
3. Standar yang dipakai, biasanya mengacu pada standar IEC dan ANSI, frekuensi
sistem dan metode-metode yang dipakai.
4. Study Case, berisikan parameter-parameter yang berhubungan dengan metode
studi yang akan dilakukan dan format hasil analisa.
Kelengkapan data dari setiap elemen atau peralatan listrik pada sistem yang
akan dianalisa akan sangat membantu hasil simulasi atau analisa dapat mendapatkan
hasil yang akurat dan mendekati operasional sebenarnya.
Untuk studi hubung singkat, data-data yang harus dimasukkan antara lain data
bus, data saluran, data pembangkit (generator), dan data beban. Untuk memulai short
circuit analysis maka single line diagram (SLD) sistem tenaga listrik digambarkan
terlebih dahulu, sesuai dengan kondisi sistem yang akan dianalisis.
Download