hubungan gejala positif-negatif gangguan skizofrenia pada anak

advertisement
HUBUNGAN GEJALA POSITIF-NEGATIF GANGGUAN
SKIZOFRENIA PADA ANAK REMAJA DENGAN TINGKAT
DEPRESI PADA ORANGTUA PENDERITA DI RSJD DR.
AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH
Skripsi
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan Pendidikan Tahap Akademik
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammdiyah Semarang
Disusun Oleh :
Btari Tisa Anindya Kirana Prabowo
H2A013033
Pembimbing:
Dr. Rihadini, SpKJ
Dr. Wijayanti Fuad
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017
i
http://repository.unimus.ac.id
ii
http://repository.unimus.ac.id
iii
http://repository.unimus.ac.id
iv
http://repository.unimus.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah swt karena rahmat-Nya, saya
dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.
Saya menyadari bahwa keberhasilan dalam pembuatan skripsi ini tidak
lepas dari dukungan dan bantuan dari beberapa pihak. Maka dari itu saya
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Rifki Muslim, SpB, SpU (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Semarang
2. Dr. Rihadini, SpKJ, selaku pembimbing utama yang telah meluangkan
waktu untuk membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini
3. Dr. Wijayanti Fuad, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan arahan yang sangat berarti bagi penulis dalam
menyelesaikan karya tulis ini
4. Dr. Suprihhartini, SpKJ, selaku penguji yang telah memberikan masukan
dalam perbaikan skripsi ini
5. Seluruh perawat dan staff di RSJD Amino Gondohutomo yang telah
membantu dalam pelaksanaan penelitian
6. Bapak Sapto Prabowo, Ibu Hesti Anggriani, adik-adik, serta keluarga yang
saya sayangi yang telah memberikan dukungan moral, spiritual, dan
material kepada saya, dan
7. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan masih memiliki
banyak kekurangan. Oleh sebab itu penulis menerima masukan yang diberi dari
pembaca dengan senang hati. Penulis juga berharap agar skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.
v
http://repository.unimus.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman Judul .………………………………………………………………….
Halaman Persetujuan ……………………………………………………………
Halaman Pengesahan ……………………………………………………………
Halaman Pernyataan …………………………………………………………….
Kata Pengantar ………………………………………………………………….
Daftar Isi ………………………………………………………………………...
Daftar Tabel ……………………………………………………………………..
Daftar Skema ……………………………………………………………………
Daftar Lampiran ………………………………………………………………...
Abstrak ………………………………………………………………………….
BAB I
A. Latar Belakang ………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………..
D. Keaslian Penelitian ……………………………………………………...
E. Manfaat Penelitian ………………………………………………………
BAB II
A. Depresi
1. Pengertian …………………………………………………………...
2. Epidemiologi ………………………………………………………..
3. Etiologi ……………………………………………………………...
4. Gambaran Klinis………………………………………………….....
5. Kriteria Diagnosis…………………………………………………...
B. Skizofrenia
1. Pengertian …………………………………………………………...
2. Epidemiologi ………………………………………………………..
3. Etiologi ……………………………………………………………...
4. Gambaran dan Perjalananan Klinis …………………………………
5. Kriteria Diagnosis …………………………………………………..
6. Gejala Positif dan Negatif …………………………………………..
C. Hubungan Gejala Positif dan Negatif Gangguan Skizofrenia pada Anak
Remaja terhadap Depresi Orangtua Penderita …………………………
D. Kerangka Teori …………………………………………………………
E. Kerangka Konsep ………………………………………………………
F. Hipotesis .………………………………………………………………
BAB III
A. Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………………
B. Jenis Penelitian ………………………………………………………….
C. Populasi dan Sampel ……………………………………………………
D. Besar Sampel ……………………………………………………………
E. Variabel Penelitian ……………………………………………………...
vi
http://repository.unimus.ac.id
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
ix
x
xi
1
3
3
3
4
6
6
7
10
11
13
13
14
16
18
19
24
27
28
28
29
29
29
30
30
F. Definisi Operasional …………………………………………………….
G. Bahan dan Alat ………………………………………………………….
H. Data yang Dikumpulkan ………………………………………………...
I. Cara Kerja ………………………………………………………………
J. Alur Penelitian ………………………………………….………………
K. Pengolahan Data ………………………………………………………...
L. Jadwal Penelitian ………………………………………………………..
BAB IV
A. Hasil Penelitian …………………………………………………………
B. Pembahasan ……………………………………………………………..
C. Keterbatasan Penelitian …………………………………………………
BAB V
A. Kesimpulan ……………………………………………………………...
B. Saran …………………………………………………………………….
Daftar Pustaka …………………………………………………………………..
vii
http://repository.unimus.ac.id
31
31
32
33
34
34
36
37
39
41
42
42
43
DAFTAR TABEL
Tabel.1 Keaslian Penelitian…………………………………………………..
3
Tabel.2 Definisi Operasional…………………………………………………
31
Tabel.3 Jadwal Penelitian……………………………………………………
36
viii
http://repository.unimus.ac.id
DAFTAR SKEMA
Skema.1 Kerangka Teori……………………………………………………..
Skema.2 Kerangka Konsep…………………………………………………...
Skema.3 Alur Penelitian……………………………………………………...
ix
http://repository.unimus.ac.id
27
28
34
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran.1 Lembar Penjelasan Penelitian…………………………………...
46
Lampiran.2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden………………………..
48
Lampiran.3 Angket Identitas dan Assesment Penelitian.…………………….
49
Lampiran.4 Kuesioner Beck Inventory Depression…………………………..
56
Lampiran.5 Lembar Disposisi RSJD Dr. Amino Gondohutomo……………..
61
Lampiran.6 Lembar Izin Permohonan Data………………………………….
62
Lampiran.7 Hasil Uji Statistik ……………………………………………….
63
x
http://repository.unimus.ac.id
Gejala Positif-Negatif Gangguan Skizofrenia pada Anak Remaja
dengan Tingkat Depresi pada Orangtua Penderita
Btari Tisa Anindya Kirana Prabowo1 , Rihadini2 , Wijayanti Fuad2
1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Semarang
2
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Semarang
ABSTRAK
Latar Belakang: Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang dapat
ditandai dengan keadaan seperti murung, sedih, tidak berdaya, merasa bersalah,
dan merasa berdosa yang seringkali muncul tanpa disadari oleh individu tersebut.
Individu yang memiliki anak dengan skizofrenia dapat menjadi prediktor
terjadinya depresi. Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronis dan
dapat kambuh sehingga dalam merawat pasien dapat menimbulkan beban dalam
diri orangtua. Beban yang dirasakan tersebut akan mengakibatkan konsekuensi
negatif terhadap keadaan fisik, emosi, serta ekonomi mereka. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui hubungan gejala positif-negatif gangguan skizofrenia pada anak
remaja dengan tingkat depresi pada orangtua penderita.
Metode: Penelitian cross sectional dengan sampel orangtua yang memiliki anak
remaja skizofrenia yang dirawat inap di RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang sebanyak 35 orang dengan teknik sampling total sampling. Tingkat
depresi diukur mengguankan kuesioner BDI (Beck Depression Inventory) dan
dianalisis menggunakan uji chi-square.
Hasil: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gejala positif-negatif
gangguan skizofrenia pada anak remaja dengan tingkat depresi pada orang tua
dengan p-value = 0,565 (>0,05).
Simpulan: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gejala positif-negatif
gangguan skizofrenia pada anak remaja dengan tingkat depresi pada orang tua.
Kata Kunci: gejala positif-negatif, depresi, orangtua penderita
xi
http://repository.unimus.ac.id
Positive-Negative Symptoms of Schizophrenia Disorders in
Teenagers with Patien Parent’s Level of Depression
Btari Tisa Anindya Kirana Prabowo1 , Rihadini2 , Wijayanti Fuad2
1
Student of Medical Faculty, Muhammadiyah University Semarang
2
Staff Lecturer of Medical Faculty, Muhammadiyah University Semarang
ABSTRACT
Background: Depression is a mood disorder that can be characterized such as
depressed, sad,helpless, and feel guilty that often occur unnoticed by the
individual. Individuals who have a children with schizophrenia may be a
predictor of depression. Schizophrenia is a chronic and recurrent disorder that
can cause a burden in their parents.That burden can cause some negative
consequences for their physical, emotion, and economies. The purpose of this
study was to determine the relationship of positive and negative symptoms of
schizophrenia disorder in teenagers with patien parent’s level of depression.
Method: Cross sectional study with samples of this research are parents who
have teenagers with schizophrenia who are hospitalized in RSJD DR. Amino
Gondohutomo Semarang. Total samples are 35 peoples using total sampling
technique. Depression level were measured by BDI (Beck Depression Inventiry)
questionnaires and analyzed using the chi-square test.
Result: There is no significant relationship between positive and negative
symptoms of schizophrenia disorders in teenagers with patien parents’s level of
depression with p-value=0.565 (>0.005).
Conclusion: There is no significant relationship between positive and negative
symptoms of schizophrenia disorders in teenagers with patien parents’s level of
depression.
Keywords: positive and negative symptoms, depression, patien’s parent
Korespondensi: Btari Tisa A. K. P, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Semarang. Jl. Wonodri No. 2A Semarang, Jawa Tengah,
Indonesia, telepon/faks (024)8415764. Email: [email protected]
xii
http://repository.unimus.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang dapat ditandai
dengan keadaan seperti murung, sedih, tidak berdaya, merasa bersalah, dan
merasa berdosa yang seringkali muncul tanpa disadari oleh penderita sehingga
dapat menimbulkan dampak yang lebih berat seperti bunuh diri. Keadaan
depresi
dapat
berkembang
menjadi
semakin
berat
sehingga
dapat
membahayakan individu yang bersangkutan.1 WHO menyatakan bahwa
gangguan depresi menduduki urutan keempat penyakit terbanyak di dunia.
Sekitar 20% wanita dan 12% laki-laki mengalami gangguan depresi pada
suatu waktu dalam kehidupan. Jumlah gangguan depresi diperkirakan akan
semakin meningkat pada tahun 2020.2
Pada tahun 2013 menurut data riset kesehatan dasar yang diadakan
oleh Departemen Kesehatan RI, masyarakat yang mengalami depresi dan
cemas yakni sekitar 6% dari populasi penduduk Indonesia atau sekitar 37.728
orang yang mayoritas berusia lebih dari 15 tahun. Data dari Dinas Kesehatan
Kota Semarang pada tahun 2010 menyatakan sekitar 63,84% atau 91.700
orang dari 143.635 remaja membutuhkan perawatan konseling yang diduga
memiliki masalah kejiwaan.3 Berdasarkan data yang dilaporkan oleh CDC
tahun 2007-2010, usia 40-59 tahun merupakan kelompok usia dengan
prevalensi depresi paling tinggi, yakni sebesar 9,45%. Selanjutnya untuk usia
18-39 tahun prevalensinya sebesar 8% dan usia 12-17 tahun sebesar 6,3%.
Depresi merupakan gangguan yang dapat diderita tanpa memandang
usia, latar belakang, status sosial, dan jenis kelamin. Seseorang dapat terpicu
mengalami depresi akibat adanya interaksi antara tekanan dan ketahanan
mental diri terhadap lingkungan. Rasa cemas dan kesedihan yang timbul
akibat adanya gangguan kesehatan dapat dirasakan oleh individu yang
1
http://repository.unimus.ac.id
bersangkutan maupun anggota keluarga lainnya yang kemudian dapat
menyebabkan terjadinya depresi.4 Peristiwa kehidupan yang sangat berat dapat
menjadi prediktor terkuat terjadinya depresi pada individu.5
Skizofrenia merupakan gangguan mental berupa munculnya gangguan
pikiran, emosi, persepsi, gerakan, serta perilaku aneh. Prevalensi penderita
skizofrenia di Indonesia yakni 0,3-1% dan muncul pada usia 15-35 tahun.6
Penderita skizofrenia tidak mampu menjalankan aktivitas sehari-hari dengan
normal sehingga membutuhkan caregiver informal seperti orangtua, teman,
atau kerabat. Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronis dan dapat
kambuh sehingga dalam merawat pasien dapat menimbulkan beban dalam diri
caregiver. Beban yang dirasakan oleh caregiver akan mengakibatkan
konsekuensi negatif terhadap keadaan fisik, emosi, serta ekonomi mereka.
Kualitas hidup caregiver dapat menurun sehingga menyebabkan timbulnya
depresi pada caregiver akibat berbagai beban yang ditanggungnya. Caregiver
pada pasien skizofrenia dapat menderita morbiditas psikologis akibat beban
yang dirasakan selama merawat dan mengasuh pasien skizofrenia. Morbiditas
psikologis tersebut muncul karena caregiver mengalami kesulitan dalam
mengatasi perilaku aneh serta adanya dampak gejala positif dan negatif
gangguan skizofrenia.7
Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang
beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari
golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah,
membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan
al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keadaan nabi) itu, mereka adalah
benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S. 3: 164)
2
http://repository.unimus.ac.id
Berdasarkan penguraian latar belakang di atas, peneliti ingin
mengetahui hubungan gejala positif-negatif gangguan skizofrenia pada anak
remaja dengan tingkat depresi pada orangtua penderita di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan gejala positif-negatif gangguan skizofrenia pada anak
remaja dengan tingkat depresi pada orangtua penderita?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan gejala positif-negatif gangguan skizofrenia pada
anak remaja dengan tingkat depresi pada orangtua penderita
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan gejala positif-negatif gangguan skizofrenia pada anak
remaja
b. Mendeskripsikan tingkat depresi pada orangtua penderita
c. Menganalisis hubungan gejala positif-negatif gangguan skizofrenia
pada anak remaja dengan tingkat depresi pada orangtua penderita
D. Keaslian Penelitian
Tabel 1. Keaslian Penelitian
No
1.
Peneliti
Meta Safitri
(2010)
Judul
Perbedaan Kualitas
Hidup antara Pasien
Skizofrenia Gejala
Positif dan Gejala
Negatif Menonjol
Metode Penelitian
Case control study
Hasil
Pasien skizofrenia
dengan gejala
positif menonjol
memiliki kualitas
hidup lebih baik
dibandingkan
pasien dengan
gejala negatif
menonjol
3
http://repository.unimus.ac.id
2.
Nyda
Chaerin
Noor (2011)
Perbedaan Derajat
Depresi Ibu dari
Penderita Skizofrenia
Rawat Inap dengan
Ibu dari Penderita
Skizofrenia Rawat
Jalan di Rumah Sakit
Jiwa Daerah
Surakarta
Cross sectional
Ibu dari penderita
skizofrenia rawat
inap lebih depresi
dari pada ibu dari
penderita
skizofrenia rawat
jalan.
3.
Kiki Amilia
Brilianita
(2014)
Hubungan antara
Gejala Positif dan
Negatif Skizofrenia
dengan Tingkat
Depresi pada
Caregiver
Pasien Skizofrenia
Cross sectional
Caregiver dengan
pasien gejala positif
mengalami tingkat
depresi yang lebih
rendah daripada
caregiver dengan
pasien gejala
negatif
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya
adalah variabel yang diteliti yaitu tingkat depresi pada orangtua penderita
skizofrenia, periode tahun pengambilan sampel, kuesioner yang digunakan
yaitu Beck Depression Inventory (BDI), tempat sampel penelitian diambil
yaitu di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Kota Semarang, Jawa Tengah,
Indonesia sehingga memungkinkan terdapat hasil penelitian yang berbeda
ditinjau dari letak demografi.
E. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan khususnya bagi ilmu
kedokteran jiwa tentang tingkat depresi pada orangtua penderita gangguan
skizofrenia dengan gejala positif-negatif.
2.
Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi rumah sakit
Rumah sakit mendapatkan tambahan ilmu dan informasi tentang tingkat
depresi pada keluarga penderita skizofrenia terutama orangtua penderita
skizofrenia.
4
http://repository.unimus.ac.id
b. Manfaat bagi institusi (Universitas Muhammadiyah Semarang)
Sebagai sumber referensi dan acuan untuk penelitian selanjutnya serta
memberikan informasi tentang gangguan jiwa terutama depresi.
c. Manfaat bagi pembaca
Menambah ilmu pengetahuan di bidang ilmu kedokteran jiwa mengenai
depresi
d. Manfaat bagi penulis
Penulis dapat memperluas wawasan dan menambah ilmu pengetahuan
5
http://repository.unimus.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Depresi
1. Pengertian
Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang dapat ditandai
dengan munculnya perasaan sedih, murung, serta iritabilitas. Distorsi
kognitif juga dapat dialami pasien, seperti perasaan bersalah, perasaan
tidak berharga, mengkritik diri sendiri, turunnya kepercayaan diri, pesimis
dan mudah putus asa. Selain itu didapatkan pula keadaan tidak bertenaga,
rasa malas, retardasi psikomotor, serta menarik diri dari hubungan sosial.
Pasien dapat mengalami gangguan tidur seperti sulit masuk tidur atau
terbangun dini hari, nafsu makan yang semakin berkurang, dan gairah
seksual yang menurun.5
2. Epidemiologi
a. Insiden dan Prevalensi
Prevalensi gangguan depresi berat didapatkan sekitar 15-25%
terjadi pada perempuan, yakni sebanyak 10% di perawatan primer dan
15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah dan usia remaja
didapatkan prevalensi masing-masing sekitar 2% dan 5% dari
komunitas yang memiliki gangguan depresi berat.5
b. Jenis Kelamin
Perempuan memiliki risiko dua kali lipat lebih besar jika
dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini diduga karena adanya
perbedaan
hormon,
pengaruh
melahirkan,
perbedaan
stressor
psikososial antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang
dipelajari tentang ketidakberdayaan.5
c. Usia
Depresi banyak terjadi pada usia rata-rata 40 tahun dan hampir
50% awitan dimulai pada usia 20-50 tahun. Gangguan berat juga dapat
timbul saat masa anak atau saat lanjut usia. Data terkini menyebutkan
6
http://repository.unimus.ac.id
bahwa depresi berat lebih banyak terjadi di kelompok usia kurang dari
20 tahun. Hal ini diduga berhubungan dengan meningkatnya
penyalahgunaan zat dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam
kelompok usia tersebut.5
d. Status Perkawinan
Individu yang tidak memiliki keeratan hubungan interpersonal,
pernah bercerai dan berpisah akan rentan mengalami depresi. Wanita
yang telah menikah juga akan cenderung lebih tinggi mengalami
depresi jika dibandingkan dengan mereka yang tidak menikah, namun
hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki.5
e. Faktor Sosioekonomi dan Budaya
Status sosioekonomi dan budaya tidak memiliki korelasi dengan
terjadinya gangguan depresi berat. Depresi lebih sering ditemui di
daerah pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan.5
3. Etiologi
Faktor yang menyebabkan depresi adalah faktor genetik, pengalaman
hidup, kehilangan hubungan bermakna, dan cara berpikir.5
a. Faktor genetik
Genetik
merupakan
faktor
yang
berperan
penting
dalam
perkembangan gangguan mood walaupun pada kenyataannya faktor
non genetik juga dapat berpengaruh pada beberapa orang. Depresi
akibat faktor genetik dapat terjadi karena pengaruh serotonin dan saraf
penghantar lain yang berada di otak, yakni gen (5HT/serotonin) yang
mampu mempengaruhi produksi dari hormon stress dan kortisol yang
dalam dosis tertentu dapat mengakibatkan kerusakan hipocampus dan
amygdala. Penderita depresi akan mengalami keadaan di mana kortisol
diproduksi secara berlebih.
7
http://repository.unimus.ac.id
b. Faktor Organobiologi
Dilaporkan terdapat kelainan di metabolit amin biogenic-seperti
asam 5-hydroxyindoleacetic (5-HIAA), asam homovanilic (HVA), dan
3-methoxy-4-hydroxiphenyl-glycol (MHPG) di dalam darah, urin, dan
cairan serebrospinal (CSF) pasien dengan gangguan mood.
1) Amin biogenic
Norepinephrine dan serotonin adalah neurotransmitter yang paling
terlibat dalam patofisiologi gangguan mood.
2) Norepinephrine
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respon klinik
antidepresan
mungkin
merupakan
peran
langsung
sistem
noradrenergic dalam depresi. Bukti lain yang juga melibatkan
reseptor beta-2 presinaptik pada depresi, telah mengaktifkan
reseptor yang mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan
norepinephrine. Reseptor beta-2 presinaptik juga terletak pada
neuron serotonergic dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.
3) Dopamine
Aktivitas dopamine berkurang pada depresi. Penemuan subtipe
baru reseptor dopamine dan meningkatnya fungsi regulasi
presinaptik serta pasca sinaptik memperlihatkan adanya hubungan
antara dopamine dan gangguan mood. Teori terbaru menyatakan
bahwa jalur dopamine mesolimbic mungkin mengalami disfungsi
pada depresi dan reseptor dopamine D1 mungkin hipoaktif pada
depresi.
4) Serotonin
Seseorang yang mengalami depresi diakibatkan karena jumlah
serotonin yang berkurang di celah sinaps atau aktivitas serotonin
berkurang. Serotonin bertanggung jawab untuk kontrol regulasi
efek, agresi, tidur, dan nafsu makan.
8
http://repository.unimus.ac.id
c. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dengan stressful sering mendahului episode
pertama dibandingkan episode berikutnya. Dalam teori dikemukakan
bahwa adanya stress sebelum episode pertama akan menyebabkan
perubahan biologi
otak
yang bertahan lama. Perubahan ini
menyebabkan perubahan berbagai neurotransmitter dan sistem sinyal
intraneuron. Termasuk hilangnya beberapa neuron dan penurunan
kontak sinaps. Dampaknya adalah seorang individu berisiko tinggi
mengalami episode berulang gangguan mood, sekalipun tanpa stressor
dari luar. Peristiwa kehidupan yang paling sering berhubungan dengan
depresi adalah kehilangan orangtua sebelum berusia 11 tahun. Stressor
lingkungan paling sering berhubungan dengan kejadian episode
depresi adalah kehilangan pasangan. Faktor risiko lain yaitu
kehilangan pekerjaan di mana orang yang keluar dari pekerjaannya
berisiko tiga kali lebih besar untuk gejala dibandingkan yang bekerja.
Kehilangan objek cinta pada masa perkembangan walaupun tidak
secara langsung menimbulkan gejala depresi, namun berpengaruh pada
ekspresi dari penyakit, misalnya onset timbulnya gangguan, episode
yang lebih parah, adanya gangguan kepribadian dan keinginan untuk
bunuh diri.
d. Faktor Kepribadian
Semua orang dapat mengalami depresi sesuai dengan situasi tanpa
perlu memandang pola kepribadiannya. Orang dengan gangguan
kepribadian obsesi kompulsi dan histerionik berisiko tinggi mengalami
depresi dibandingkan dengan gangguan kepribadian paranoid atau
antisosial. Pasien dengan gangguan distimik dan siklotimik berisiko
menjadi gangguan depresi berat. Peristiwa stressful merupakan
prediktor terkuat untuk kejadian episode depresi. Riset menunjukkan
bahwa pasien yang mengalami stressor akibat tidak adanya
kepercayaan diri lebih sering mengalami depresi.
9
http://repository.unimus.ac.id
4. Gambaran Klinis
Secara umum disimpulkan gangguan mood merupakan suatu
gangguan yang berlangsung lama dan cenderung kambuh. Gejala depresi
yang teridentifikasi secara dini dan dapat teratasi lebih awal dapat
mencegah berkembangnya gejala-gejala tersebut menjadi episode depresi
penuh. Pada pasien dengan gangguan depresi berat, walaupun mungkin
gejala telah ada, umumnya belum menunjukkan suatu premorbid gangguan
kepribadian. Sekitar 50 persen pasien dengan episode depresi pertama
terjadi sebelum usia 40 tahun. Awitan yang terjadi setelah usia 40 tahun
biasanya dihubungkan dengan tidak adanya riwayat gangguan mood dalam
keluarga, gangguan kepribadian anti sosial, dan penyalahgunaan alkohol.5
Episode depresi yang tidak ditangani akan berlangsung 6-13 bulan.
Mayoritas penanganan episode depresi sekitar 3 bulan walaupun dalam
prosedur baku penatalaksanaan gangguan depresi setidaknya dilakukan
selama 6 bulan agar tidak mudah kambuh. Penghentian antidepresan
sebelum 3 bulan hampir selalu mengakibatkan kambuhnya gejala. Apabila
gangguan menjadi progresif maka episode akan cenderung lebih sering
dan berlangsung lebih lama.5
Mood terdepresi, kehilangan minat, dan berkurangnya energi
adalah gejala utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya
sedih, tidak memiliki harapan, dicampakkan, atau tidak berharga. Emosi
pada mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau
kesedihan yang normal. Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul
pada sekitar dua per tiga pasien depresi, dan 10 sampai 15 persen di
antaranya melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat di rumah sakit
dengan percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri memiliki umur hidup
lebih panjang dibandingkan dengan mereka yang tidak dirawat.5
Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami
depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka
menarik diri dari keluarga, teman, dan aktivitas yang sebelumnya menarik
bagi dirinya. Hampir semua pasien depresi mengeluh tentang penurunan
10
http://repository.unimus.ac.id
energi yang mengakibatkan mereka kesulitan dalam menyelesaikan tugas,
mengalami hendaya di sekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi
untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80 persen pasien mengeluh
masalah tidur, khususnya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering
terbangun di malam hari karena memikirkan masalah yang dihadapi.
Mayoritas pasien menunjukkan peningkatan atau penurunan nafsu makan,
peningkatan atau penurunan berat badan, dan mengalami tidur lebih lama
dari biasanya.5
Beberapa penelitian menunjukkan depresi pada orang tua dapat
dihubungkan dengan status ekonomi yang rendah, kehilangan pasangan,
penyakit fisik, dan isolasi sosial. Gangguan depresi pada orang tua
seringkali tidak terdiagnosis karena gejala yang ada lebih sering tampak
sebagai keluhan somatik. Pasien usia lanjut yang mengalami depresi
memperlihatkan gejala yang berbeda dibandingkan dewasa muda. Mereka
akan lebih banyak memiliki keluhan somatik. Pasien usia lanjut juga lebih
rentan terhadap episode depresi berat dengan ciri melankolik, ditandai oleh
adanya hipokondriasis, harga diri yang rendah, perasaan tidak berharga,
dan kecenderungan menyalahkan diri sendiri. Tidak terdeteksinya
gangguan depresi pada usia lanjut juga disebabkan dokter menerima gejala
depresi sebagai hal yang normal pada pasien orang tua sebagai bagian dari
proses penuaan.5
5. Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis depresi menurut PPDGJ-III dapat terbagi menjadi:8
a. Gejala utama
1) Afek depresif
2) Kehilangan minat dan kegembiraan
3) Berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah dan
menurunnya aktivitas
b. Gejala lainnya
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang
2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
11
http://repository.unimus.ac.id
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
6) Tidur terganggu
7) Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut
diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan
diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika
gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. PPDGJ III
menggolongkan tingkatan depresi menjadi tiga, yakni depresi berat,
sedang dan ringan sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta
dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Gejala tersebut
terdiri atas gejala utama dan gejala lainnya.8
a. Depresi ringan
1) Minimal terdapat 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut di
atas
2) Ditambah minimal 2 dari gejala lainnya
3) Tidak boleh terdapat gejala yang berat di antaranya
4) Lama seluruh episode berlangsung minimal 2 minggu
5) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang
biasa dilakukannya
b. Depresi sedang
1) Minimal terdapat 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode
depresi ringan
2) Ditambah minimal 3 dari gejala lainnya
3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu
4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan, dan urusan rumah tangga
c. Depresi berat
1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada
12
http://repository.unimus.ac.id
2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa
di antaranya harus berintensitas berat
3) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)
yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci
4) Episode depresif biasanya hanya berlangsung sekurang-kurangnya
2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat
cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam
kurun waktu kurang dari 2 minggu
5) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan, atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf
yang sangat terbatas
B. Skizofrenia
1. Pengertian
Skizofrenia berasal dari Bahasa Yunani, schizein yang berarti
terpisah atau pecah dan phren yang artinya jiwa. Menurut Eugen Bleuler,
skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah belah, adanya
keretakan atau ketidakharmonisan antara proses berpikir, perasaan dan
perbuatan. Dalam PPDGJ III, skizofrenia diartikan sebagai suatu deskripsi
sindrom dengan variasi penyebab yang banyak belum diketahui dan
perjalanan penyakit yang luas namun tidak selalu bersifat kronik, serta
sejumlah akibat yang tergantung pada pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya.10
2. Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup skizofrenia sekitar 1,3% dan biasanya mulai
menyerang usia 20 tahunan yang memberi dampak tidak dapat pulih
kembali seperti awal kehidupan remaja sehingga mereka akan kehilangan
kesempatan untuk mendapat pekerjaan serta kemampuan berkeluarga.
Beberapa penelitian yang melibatkan survey berulang terhadap populasi
yang sama selama 10 tahun lebih, mayoritas memperkirakan prevalensi
13
http://repository.unimus.ac.id
berada di kisaran 2,4 hingga 6,7 setiap 1000 populasi beresiko di negara
maju dan dikisaran 1,4 hingga 6,8 setiap 1000 populasi beresiko di negara
berkembang.11
Di Indonesia laporan departemen kesehatan 2001 diperkirakan 1 di
antara 4-5 penduduk di Indonesia menderita gangguan jiwa atau berarti
200-250 per 1000 penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa, mulai
dari gangguan jiwa ringan hingga berat. Prevalensi ini bisa jauh lebih
tinggi dari yang ditetapkan WHO yang hanya 1-4 per 1000 penduduk.12
3. Etiologi
Belum ditemukan etiologi yang pasti mengenai skizofrenia. Ada beberapa
hasil penelitian yang dilaporkan saat ini6,13:
a. Biologi
Tidak ada gangguan fungsional dan struktur yang patognomonik
yang ditemukan pada penderita skizofrenia. Meskipun demikian
beberapa gangguan organik dapat terlihat pada sub populasi pasien.
Gangguan yang paling banyak dijumpai yaitu pelebaran ventrikel 3
dan lateral yang stabil dan terkadang sudah terlihat sebelum awitan
penyakit, atrofi bilateral lobus temporal medial dan lebih spesifik pada
girus parahipocampus, hipocampus dan amygdala, disorientasi spasial
sel piramid hipocampus dan penurunan volume korteks prefrontal
dorso lateral. Beberapa penelitian melaporkan bahwa semua perubahan
ini statis dan telah dibawa sejak lahir dan beberapa kasus
perjalanannya progresif. Lokasinya menunjukkan gangguan perilaku
yang ditemui gangguan skizofrenia, misalnya gangguan hipocampus
dikaitkan dengan infermen memori dan atrofi lobus frontalis
dihubungkan dengan simptom negatif skizofrenia.
b. Biokimia
Etiologi biokimia skizofrenia belum diketahui. Hipotesis paling
banyak yakni adanya gangguan neurotransmitter sentral di mana
terjadi peningkatan aktivitas dopamin sentral (hipotesis dopamine).
Hipotesis ini dibuat berdasarkan 3 penemuan utama:
14
http://repository.unimus.ac.id
1) Efektifitas obat-obat neuroleptik pada skizofrenia yang bekerja
memblok reseptor dopamine paska sinap.
2) Terjadinya psikosis akibat penggunaan amfetamin. Amfetamin
melepaskan dopamine sentral. Selain itu amfetamin juga
memperburuk skizofrenia.
3) Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nukleus kaudatus,
nukleus akumben, dan putamen pada skizofrenia
c. Genetika
Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara
bermakna, kompleks dan poligen. Sesuai dengan penelitian hubungan
darah, skizofrenia adalah gangguan yang bersifat familial, semakin
dekat hubungan kekerabatan semakin tinggi risiko terjadinya
skizofrenia. Pada penelitian adopsi, anak yang mempunyai orang tua
skizofrenia namun diadopsi dan diasuh oleh keluarga normal maka
peningkatan angka sakitnya sama dengan bila anak tersebut diasuh
sendiri oleh orangtuanya yang skizofrenia. Frekuensi kejadian
gangguan non psikotik meningkat pada keluarga skizofrenia serta
secara genetik dikaitkan dengan gangguan kepribadian ambang dan
skizotipal,
gangguan
obsesif-kompulsif,
dan
kemungkinan
dihubungkan dengan gangguan kepribadian paranoid dan antisosial.
d. Faktor Keluarga
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting
dalam menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien
yang pulang ke rumah akan sering kambuh pada tahun berikutnya bila
dibandingkan dengan pasien yang ditempatkan di panti penitipan.
Pasien yang berisiko adalah pasien yang tinggal bersama keluarga
yang tidak harmonis, memperlihatkan kecemasan berlebihan, sangat
protektif, terlalu ikut campur, sangat mengritik, dan sering tidak
dibebaskan oleh keluarganya.
Beberapa peneliti mengidentifakasi suatu cara komunikasi yang
patologis dan aneh pada keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi
15
http://repository.unimus.ac.id
sering samar-samar atau tidak jelas dan sedikit tidak logis. Batson
menggambarkan suatu karakteristik “ikatan ganda” yaitu pasien sering
diminta oleh anggota keluarga untuk merespon pesan yang bentuknya
kontradiktif,
sehingga
membingungkan.
Penelitian
terbaru
menyampaikan bahwa pola komunikasi keluarga tersebut mungkin
disebabkan dampak memiliki anak skizofrenia.
4. Gambaran dan Perjalanan Klinis
Skizofrenia adalah penyakit kronis dengan gejala heterogen. Menurut
penelitian terakhir psikopatologi pada skizofrenia dapat digolongkan pada
3 dimensi, yakni gejala positif, gejala negatif, dan disorganisasi. Gejala
positif meliputi, halusinasi, waham, gaduh gelisah, dan perilaku aneh serta
bermusuhan. Gejala negatif meliputi afek tumpul atau datar, menarik diri,
berkurangnya motivasi, miskin kontak emosional, pasif, apatis, dan sulit
berpikir abstrak. Gejala-gejala disorganisasi meliputi disorganisasi
pembicaraan, disorganisasi perilaku, serta gangguan pemusatan perhatian,
dan pengolahan informasi. Gejala-gejala ini juga dikaitkan dengan
hendaya sosial dan pekerjaan pada pasien skizofrenia.13
Perjalanan klinis gangguan skizofrenia berlangsung secara perlahanlahan meliputi beberapa fase, dimulai dengan keadaan premorbid (sebelum
sakit), prodromal (awal sakit), fase aktif, dan keadaan residual (sisa).
a. Fase premorbid
Riwayat premorbid tipikal pada skizofrenia adalah mereka sebelum
sakit memilik ciri atau gangguan kepribadian tertentu yakni skizoid,
skizotipal, paranoid, dan ambang.13
b. Fase prodromal
Fase prodromal adalah tanda dan gejala awal suatu penyakit. Untuk
kepentingan deteksi dini, pemahaman pada fase prodromal menjadi
sangat penting karena dapat memberi kesempatan atau peluang yang
lebih besar untuk mencegah berlarutnya gangguan, disabilitas dan
memberi kemungkinan kesembuhan yang lebih besar jika diberi terapi
yang tepat. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia berupa cemas,
16
http://repository.unimus.ac.id
depresi, keluhan somatik, perubahan perilaku dan timbulnya minat
baru yang tidak lazim. Gejala prodromal tersebut dapat berlangsung
beberapa bulan atau beberapa tahun sebelum diagnosis pasti
skizofrenia ditegakkan. Keluhan kecemasan dapat berupa perasaan
khawatir, was-was, tidak berani sendiri, takut keluar rumah, dan
merasa diteror. Keluhan somatik dapat berupa nyeri kepala, nyeri
punggung, kelemahan dan gangguan pencernaan. Perubahan minat,
kebiasaan dan perilaku dapat berupa pasien mengembangkan gagasan
abstrak, filsafat dan keagamaan. Munculnya gejala prodromal ini dapat
terjadi dengan atau tanpa pencetus, misalnya trauma emosi, frustasi
karena permintaannya tidak terpenuhi, penyalahgunaan zat, berpisah
dengan orang yang dicintai.13
c. Fase aktif
Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata
secara klinis yakni kekacauan alam pikir, perasaan dan perilaku.
Penilaian pasien terhadap realita mulai terganggu dan pemahaman
dirinya buruk atau bahkan tidak ada. Pada pasien ini diagnosis
skizofrenia dapat ditegakkan, biasanya terdapat waham, halusinasi,
hendaya penilaian realita, serta gangguan alam pikiran, perasaan dan
perilaku. Gejala skizofrenia secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua, yaitu gejala positif dan negatif.14
d. Fase Residual
Pada fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala
klinis skizofrenia, hanya tersisa beberapa gejala sisa, misalnya berupa
penarikan diri, hendaya fungsi peran, perilaku aneh, hendaya
perawatan diri, afek tumpul afek datar, merasa mampu meramal atau
peristiwa yang belum terjadi, ide atau gagasan yang aneh, tidak masuk
akal.14
17
http://repository.unimus.ac.id
5. Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ-III atau ICD-10 yakni
terdapat sedikitnya satu gejala berikut ini yang sangat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala tersebut kurang jelas)9:
a. Thought echo yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda; atau thought incertion or
withdrawal yaitu isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam
pikirannya atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
dirinya; dan thought broadcasting yaitu isi pikirannya tersiar keluar
sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.
b. Delusion of control yaitu waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; delusion of influence yaitu waham
tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau
delusion of passivity yaitu waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; dan delusion perception yaitu
pengalaman indrawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi
dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c.
Halusinasi berupa suara yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien yang mendiskusikan perihal pasien di antara
mereka sendiri; atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah
satu bagian tubuh.
d.
Waham-waham menetap lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu atau kemampuan di atas manusia
biasa.
Selain ciri di atas, terdapat ciri lain sebagai pedoman diagnosis
skizofrenia, paling sedikit ada dua gejala di bawah ini yang harus selalu
ada secara jelas, yaitu9:
18
http://repository.unimus.ac.id
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, atau disertai oleh ide-ide
berlebihan yang menetap atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus.
b. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang relevan atau neologisme.
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah, posisi tubuh tertentu
atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
d. Gejala-gejala “negatif” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial, tetapi semua harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika
6. Gejala Positif dan Gejala Negatif
a. Gejala Positif
Gejala positif pada gangguan skizofrenia merupakan gejala yang
paling efektif diobati dengan obat antipsikotik, dapat terjadi secara
dramatis, dan muncul secara tiba-tiba.21
1) Halusinasi
Menurut Bleuler, halusinasi merupakan gejala aksesori
yang dapat mengganggu kehidupan batin penderita skizofrenia.
Pasien
mendengar
suara
meniup,
menderu,
bersenandung,
gemeretak, menembak, bunyi guruh, musik, suara menangis dan
tertawa, atau suara berbisik, berbicara, memanggil. Mereka melihat
hal-hal individu, hewan, orang dan segala macam tokoh-tokoh
mustahil. Pasien dapat membau dan merasakan segala macam halhal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, serta dapat
menyentuh hal, hewan atau orang-orang dan merasa dipukul oleh
tetes hujan, api, dan peluru.11
19
http://repository.unimus.ac.id
Persepsi yang dapat menyebabkan orang untuk "merasakan
semua siksaan dan mungkin semua hal menyenangkan" pasti akan
mempengaruhi perilaku, dan banyak yang tampaknya tidak bisa
dimengerti dalam skizofrenia mungkin menjadi dapat dimengerti
ketika pengalaman pasien dengan halusinasi terungkap. Keluarga
dan penyedia layanan kesehatan mungkin tidak memiliki
pengalaman luar biasa terkait persepsi terdistorsi yang sering
dimiliki penderita skizofrenia namun kadang-kadang pengalaman
ini dapat membantu mereka membayangkan sesuatu dari apa yang
terjadi dengan pasien. Selain itu, keluarga dapat menegur pasien
saat mendengarkan orang-orang yang tidak ada, dan dokter akan
terburu-buru mengadakan pertemuan singkat dengan pasien yang
tampaknya lebih memperhatikan suara orang tidak berwujud
daripada yang mereka lakukan ke dokter di depan mereka. DSMIV-TR terus memberikan penekanan pada gejala peringkat pertama
dalam halusinasi pendengaran serta menentukan bahwa adanya
halusinasi pendengaran dengan komentar-komentar pada perilaku
seseorang atau pikiran atau suara-suara yang bercakap-cakap satu
sama lain, cukup untuk memenuhi kriteria gejala skizofrenia.11
a) Halusinasi Pendengaran
Menurut WHO, halusinasi pendengaran merupakan jenis
halusinasi yang paling umum dalam skizofrenia. Pasien
percaya bahwa halusinasi tersebut merupakan manifestasi nyata
dari seseorang di suatu tempat yang sedang berbicara kepada
mereka. Mereka sering berusaha menguji realitas suara tersebut
serta mengkonfirmasi bahwa suara tersebut benar-benar
mengetahui apa yang dipikirkan, dilakukan atau direncanakan
pasien. Saat suara menggagalkan percobaan mereka, misalnya
gagal untuk secara akurat memprediksi apa yang akan disajikan
untuk makan malam, penjelasan delusi akan menegaskan
kenyataan penyebab eksternal. Ide-ide referensi dan khayalan
20
http://repository.unimus.ac.id
lain lebih lanjut memperkuat interpretasi dari halusinasi. Saat
ini tidak ada penjelasan yang baik mengenai konten halusinasi
pendengaran yang pada umumnya negatif.11
Isi dari halusinasi umumnya menghina atau merendahkan
pasien. Pasien akan mendengar ancaman, komentar yang
merendahkan pribadi, dan tuduhan keji pikiran atau perilaku.
Tidak mengherankan pasien sering tertekan, takut, atau marah
oleh pengalaman-pengalaman ini dan dapat memiliki rasa
bersalah yang rumit, depresi, atau respon yang melawan.
Stressor sosial, penyakit fisik dan nyeri kronis, semua dapat
meningkatkan frekuensi halusinasi. Halusinasi dapat terjadi
secara terus menerus dan tak berakhir dari terjaga sampai tidur,
atau bisa datang tidak teratur.11
Dengan berlalunya waktu, kebanyakan pasien akan
mengalami penurunan frekuensi halusinasi atau perubahan
dalam sifat pengalaman halusinasi mereka. Halusinasi yang
pada
awalnya
sangat
menjengkelkan,
memprovokasi
kemarahan atau panik, setelah tahap-tahap awal penyakit telah
surut maka pasien dapat membangkitkan strategi-strategi
melalui proses trial and error selama periode beberapa tahun
dan mengurangi dampak halusinasi pada kehidupan mereka.
Strategi sederhana seperti berteriak kadang-kadang dapat
mengurangi atau menghentikan pengalaman, meskipun dokter
dan keluarga dapat melihat ini sebagai tanda kemerosotan yang
menyedihkan. Kurangnya gangguan orang-orang di sekitar
pasien, bernyanyi atau mendengarkan musik dapat memblokir
pengalaman, dan kadang-kadang pergeseran postur atau
berbicara dengan orang lain dapat membantu. Sayangnya bagi
orang-orang dengan skizofrenia kronis kontak teratur hanya
tersedia dengan suara orang lain melalui radio atau televisi. Hal
ini dapat memperburuk halusinasi pada beberapa orang dengan
21
http://repository.unimus.ac.id
skizofrenia. Suara dapat mengambil peran untuk memandu
kehidupan
mengambil
penderita
peran
skizofrenia.
moral
untuk
Suara
pasien,
bahkan
dapat
menunjukkan
konsekuensi emosional perilaku tertentu, atau bertindak
sebagai hati nurani atau penyesalan dalam menanggapi
tindakan pasien. Pasien dengan dominasi gejala positif atau sisa
skizofrenia akan melewati jangka waktu lama dengan beberapa
gejala yang jelas dan tidak adanya halusinasi namun
mempertahankan
interpretasi
delusional
yang
penuh
pengalaman halusinasi masa lalu mereka.11
b) Halusinasi Visual
Halusinasi visual yang sering ditemui membentuk gambar
bernyawa, orang atau bagian orang (terutama kepala dan
wajah), gambar agama, makhluk yang fantastis yang mungkin
mirip dengan gambar di film dan televisi, dan hewan.
Halusinasi visual umumnya lebih diskrit dan durasinya lebih
terbatas daripada halusinasi pendengaran namun ada pula
pasien yang memiliki pengalaman halusinasi visual sepanjang
hari. Isi dari halusinasi auditori dan visual sering tergantung
pada budaya orang mengalami halusinasi.11
c) Halusinasi Taktil
Halusinasi taktil hadir dalam 15 sampai 25 persen orang
dengan skizofrenia, dengan tidak ada pola yang jelas mengenai
varians kebudayaan yang jelas. Halusinasi taktil tertentu,
seperti rasa serangga merayap pada atau di bawah kulit
(formication), ditemukan dalam berbagai penyakit mental.
Halusinasi taktil skizofrenia dapat mengambil berbagai
bentuk.11
2) Delusi
Seperti halusinasi, delusi memegang tempat khusus di
bidang medis dan persepsi skizofrenia, dengan pandangan bahwa
22
http://repository.unimus.ac.id
delusi merupakan kategori diskrit pikiran yang dihasilkan dan
dipelihara melalui mekanisme yang unik dan terdiri dari ide-ide
yang tidak dapat diakses untuk alasan normal. Pada DSM-IV-TR,
delusi aneh adalah mereka yang dianggap tidak masuk akal oleh
orang-orang dalam budaya pasien, dan ini umumnya berarti sesuatu
yang dinilai tidak mungkin secara fisik.11
3) Thought Disorder
Pasien mengalami disfungsional berpikir berupa kesulitan
dalam menghubungkan atau memikirkan sesuatu secara logis.
Pembicaraan mereka sulit dimengerti dan saat berbicara seringkali
berhenti secara tiba-tiba.22
4) Movement Disorder
Gangguan ini dapat ditandai dengan munculnya gerakan
tubuh gelisah. Pasien dengan gangguan gerakan dapat mengulang
gerakan tertentu atau dapat pula menjadi katatonik.22
b. Gejala Negatif
Gejala negatif kurang dikenali sebagai penyebab disabilitas pada
skizofrenia. Dapat diklaim bahwa gejala-gejala yang negatif adalah
gejala yang paling penting dalam skizofrenia karena keparahan gejala
negatif dapat memprediksi disabilitas. Gejala negatif juga merupakan
prediktor yang paling signifikan dari fungsi sosial. Prognosis gejala
negatif lebih buruk dibandingkan dengan gejala positif sehingga
disabilitas yang timbul juga akan lebih buruk. 11
1) Alogia
Disfungsi dalam berkomunikasi atau terbatasnya produktivitas
berpikir dan berbicara21
2) Afek tumpul atau datar
Ekspresi emosi yang terbatas21
3) Asociality
Berkurangnya minat dan interaksi sosial21
23
http://repository.unimus.ac.id
4) Anhedonia
Seseorang tidak mendapat kesenangan dari melakukan kegiatan
kegiatan yang dulu menyenangkannya atau membuatnya bahagia21
5) Avolition
Kondisi
berkurangnya
energi
dan
ketiadaan
minat
atau
ketidakmampuan untuk tekun melakukan apa yang biasanya
merupakan aktivitas rutin. Misalnya menjaga kebersihan diri dan
mengalami kesulitan untuk tekun dalam beraktivitas seperti
sekolah, bekerja, dan pekerjaan rumah tangga.21
Gejala skizofrenia pada remaja tidak berbeda dengan gejala
skizofrenia pada orang dewasa. Beberapa gejala awal skizofrenia pada
remaja dapat berupa23:
1) Penarikan diri dari teman dan keluarga
2) Penurunan kinerja di sekolah
3) Kesulitan tidur
4) Mudah marah
5) Kurang motivasi
6) Perilaku aneh
C. Hubungan Gejala Positif dan Negatif Gangguan Skizofrenia pada Anak
Remaja terhadap Depresi Orangtua Penderita
Keluarga terdiri dari berbagai subsistem, yakni subsistem orang tua,
subsistem anak dan sebagainya. Jika ada anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa, secara langsung dan tidak langsung maka akan mempengaruhi
ekulibrium keluarga tersebut dan lingkungan sekitarnya. Dampak yang terjadi
dapat bervariasi tergantung dari gangguan jiwa yang dialami, perjalanan
alamiah serta dampak dari gangguan jiwa tersebut. Orangtua merupakan
partner yang penting dalam kesehatan mental karena mereka memegang
peranan besar dalam usaha mendukung kesehatan mental bagi anggota
keluarga. Pada umumnya orangtua bersikap sebagai carers dan merupakan
24
http://repository.unimus.ac.id
orang yang paling mengetahui latar belakang permasalahan anggota
keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. Mereka merupakan orang yang
secara langsung bertanggung jawab terhadap segala kebutuhan anak,
memberikan informasi mengenai kompetensi anak, pola perilaku dan sikap
anak serta kekuatan dan kelemahan anaknya. Di samping itu mereka pulalah
yang bertanggung jawab mencari pertolongan bagi anaknya yang mengalami
gangguan jiwa (skizofrenia).15
Individu depresi hidup untuk orang lain bukan untuk dirinya sendiri.
Orang yang menjadi tujuan hidup orang yang mengalami depresi sebagai hal
lain yang dominan, dapat berupa prinsip, idealisme, atau suatu institusi, serta
individu lain. Depresi terjadi ketika pengalaman hidup yang dialami oleh
pasien tidak dapat diadaptasi dengan baik oleh mereka.15
Menurut teori sosial lingkungan, lingkungan seperti hubungan keluarga
yang ambivalen, abusive, mengandung penolakan atau ketergantungan yang
tinggi dapat meningkatkan risiko gangguan mood. Kehilangan hubungan atau
peran hidup yang penting serta adanya penganiayaan fisik atau seksual dapat
menjadi suatu faktor depresi. Isolasi sosial dan keuangan yang sangat terbatas
dikaitkan dengan depresi.15 Orangtua yang memiliki anak dengan gangguan
skizofrenia memiliki hubungan parental yang kurang sehat jika dibandingkan
dengan orangtua yang memiliki anak non skizofrenia.24 Lama sakit, tingkat
psikopatologi, dan disabilitas yang dialami seseorang dengan skizofrenia dapat
menyebabkan beban psikologis caregiver.25 Caregiver juga dapat mengalami
trauma akibat perilaku kekerasan yang dilakukan pasien.26
Distribusi tingkat depresi menurut gejala positif dan negatif gangguan
skizofrenia menunjukkan bahwa caregiver informal seperti orangtua yang
merawat pasien dengan gejala positif mengalami tingkat depresi yang lebih
rendah dibandingkan caregiver dengan pasien gejala negatif. Temuan ini
sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pengasuhan
pasien skizofrenia dengan gejala negatif lebih sulit daripada pasien dengan
gejala positif sehingga perbedaan dalam pengasuhan tersebut menjadikan
beban tersendiri dalam diri seorang caregiver. Beban yang dialami oleh diri
25
http://repository.unimus.ac.id
caregiver baik beban objektif berupa beban biaya finansial yang dikeluarkan
untuk merawat penderita, hambatan aktivitas caregiver, isolasi sosial,
pengucilan atau diskriminasi bagi keluarga penderita dan menurunnya
kesehatan fisik, maupun beban subjektif yaitu perasaan cemas, sedih, frustasi,
dan kekhawatiran akan masa depan penderita, ketidakberdayaan, perasaan
kehilangan, dan perasaan bersalah. Beban caregiver bertambah karena gejalagejala gangguan yang muncul pada pasien skizofrenia dapat mengganggu
caregiver dalam merawat pasien. Beban pada diri caregiver tersebut dapat
mempengaruhi kualitas hidup seorang caregiver. Dikarenakan berbagai beban
inilah kualitas hidup seorang caregiver dapat menurun dan dapat
menyebabkan depresi pada diri caregiver.16 Selain hal itu juga ditemukan
bahwa pasien skizofrenia dengan gejala negatif memiliki prognosis yang lebih
buruk dan terdapat afek tumpul yang dominan. Telah ditemukan pada
penelitian sebelumnya bahwa pasien skizofrenia dengan gejala negatif sering
melakukan upaya bunuh diri sehingga caregiver harus memberi perhatian
penuh pada pasien skizofrenia dengan gejala negatif yang akhirnya dapat
menambah beban tersendiri dalam pengasuhan pasien oleh caregiver.17
26
http://repository.unimus.ac.id
D. Kerangka Teori
Skizofrenia
Gejala positifnegatif
Beban
psikologis
objektif
Beban
psikologis
subjektif
- Biaya finansial
- Cemas
- Hambatan
aktivitas orangtua
- Sedih
- Isolasi sosial
Disorganisasi
- Frustasi
- Khawatir
-Pengucilan
Faktor
organobiologi
Faktor genetik
Stressor pada
orangtua
penderita
Depresi pada
orangtua
penderita
Faktor
psikososial
Faktor
kepribadian
27
http://repository.unimus.ac.id
E. Kerangka Konsep
Variabel bebas
Variabel terikat
Gejala positif-negatif
skizofrenia pada anak
remaja
Tingkat depresi
orangtua
penderita
F. Hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan antara gejala positif-negatif skizofrenia pada anak
remaja dengan tingkat depresi pada orangtua penderita
H1 : Ada hubungan antara gejala positif-negatif skizofrenia pada anak
remaja dengan tingkat depresi pada orangtua penderita
28
http://repository.unimus.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
1. Ruang Lingkup Keilmuan
Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah Bidang Ilmu
Kedokteran Jiwa
2. Waktu Penelitian
a. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan
b. Waktu penelitian dilaksanakan pada Oktober-Desember 2016
3. Tempat Penelitian
Pengambilan data ini diambil di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional, yaitu peneliti mencari hubungan antara variabel
bebas (faktor risiko) dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan
pengukuran sesaat.18
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
a. Populasi Target
Orangtua yang memiliki anak remaja skizofrenia
b. Populasi Terjangkau
Orangtua yang memiliki anak remaja skizofrenia yang sedang dirawat
inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Provinsi
Jawa Tengah
29
http://repository.unimus.ac.id
2. Sampel
a. Kriteria Inklusi
1) Orangtua yang memiliki anak remaja skizofrenia yang bersedia
menjadi responden
2) Orangtua yang tinggal serumah dengan penderita skizofrenia
3) Orangtua angkat (ibu/ayah tiri)
4) Penderita skizofrenia berusia 12-19 tahun yang diagnosisnya telah
ditegakkan oleh dokter spesialis jiwa RSJD Dr. Amino
Gondohutomo
b. Kriteria Eksklusi
1) Orangtua yang memiliki kelainan fisik atau kelainan organik
sehingga tidak kooperatif untuk menjadi responden
2) Orangtua yang menderita gangguan jiwa
D. Besar Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel penelitian yang memiliki jumlah sampel sama dengan
populasi.19
E. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah gejala positif-negatif pada anak
remaja skizofrenia
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat depresi pada orangtua
penderita skizofrenia
30
http://repository.unimus.ac.id
F. Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi Operasional
Jenis
Nama
Definisi
Variabel
Variabel
Operasional
Variabel
bebas
Gejala
positifnegatif

Gejala positif adalah
tanda-tanda gangguan jiwa
yang tidak dimiliki oleh
orang normal tetapi gejala
tersebut dimiliki oleh
penderita gangguan jiwa
seperti halusinasi, waham,
pembicaraan dan perilaku
yang tidak terorganisasi
Nilai
Skala
Alat ukur :
Rekam medis
Nominal
Alat ukur :
Kuesioner BDI
Ordinal
 Poin A: skor 0
 Poin B: skor 1
 Poin C: skor 2
 Poin D: skor 3

Variabel
terikat
Tingkat
depresi
pada
orangtua
Gejala negatif adalah
tanda-tanda gangguan jiwa
yang dapat dialami oleh
orang normal namun pada
penderita skizofrenia,
gejala ini akan muncul
lebih parah, seperti afek
datar, alogia, asiciality,
anhedonia, dan avolition
Gangguan alam perasaan yang
dialami orangtua ditandai
dengan gangguan dalam
berpikir dan perilaku, rasa tidak
berdaya, serta kehilangan
harapan
Nilai ukur :
 0-9 normal
 10-15 depresi ringan
 16-23 depresi
sedang
 24-63 depresi berat
G. Bahan dan Alat
1. Lembar penjelasan penelitian
2. Lembar informed consent
3. Rekam medis lengkap pasien anak remaja skizofrenia di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah
Kuesioner Beck Depression Inventory (BDI) adalah salah satu alat ukur
dari Dr. Aaron T. Beck yang digunakan untuk skrining depresi. BDI
memiliki skala depresi yang terdiri atas 21 item yang menggambarkan 21
kategori, yaitu: (a) perasaan sedih, (b) perasaan pesimis, (c) perasaan
gagal, (d) perasaan tak puas, (e) perasaan bersalah, (f) perasaan dihukum,
31
http://repository.unimus.ac.id
(g) membenci diri sendiri, (h) menyalahkan diri, (i) keinginan bunuh diri,
(j) mudah menangis, (k) mudah tersinggung, (l) menarik diri dari
hubungan sosial, (m) tak mampu mengambil keputusan, (n) penyimpangan
citra tubuh, (o) kemunduran pekerjaan, (p) gangguan tidur, (q) kelelahan,
(r) kehilangan nafsu makan, (s) penurunan berat badan, (t) preokupasi
somatik, dan (u) kehilangan libido. Setiap kelompok pertanyaan terdiri
dari empat pernyataan. Pernyataannya menjelaskan keparahan simtom
dengan kesatuan nomer urut dari tidak ada atau ringan (nilai 0) ke berat
(nilai 3). Cara penilaian kuesioner BDI adalah sebagai berikut:
Poin A: skor 0
Poin B: skor 1
Poin C: skor 2
Poin D: skor 3
Klasifikasi nilainya adalah sebagai berikut20:
Nilai 0-9 menunjukkan tidak ada gejala depresi
Nilai 10-15 menunjukkan adanya depresi ringan
Nilai 16-23 menunjukkan adanya depresi sedang
Nilai 24-63 menunjukkan adanya depresi berat
4. Kuesioner data pribadi mencakup identitas orangtua pasien berupa
nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status
pernikahan, riwayat kelainan fisik dan organik, serta riwayat gangguan
jiwa.
H. Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian merupakan data sekunder dan data
primer. Data sekunder merupakan data yang berasal langsung dari hasil
penelitian melalui rekam medis di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi
Jawa Tengah untuk mengetahui gejala positif-negatif pasien skizofrenia.
Setelah itu data primer yaitu data yang berasal dari penelitian dengan
menggunakan kuesioner, yakni mengumpulkan orangtua pasien yang sesuai
dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang kemudian diberikan kuesioner Beck
32
http://repository.unimus.ac.id
Depression Inventory (BDI) untuk diisi.
I. Cara Kerja
1. Mencari rekam medis lengkap pasien anak remaja skizofrenia di RSJD
Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah
2. Mengumpulkan orangtua
pasien anak remaja skizofrenia yang
memenuhi kriteria inklusi
3. Meminta kesediaan responden untuk menjadi sampel dengan menjelaskan
maksud dan tujuan penelitian serta menandatangani lembar persetujuan
responden.
4. Meminta responden mengisi kuesioner data pribadi dan Beck Depression
Inventory (BDI)
5. Setelah responden mengisi, peneliti mengecek terlebih dahulu kuesioner
yang telah diisi. Bila ditemukan jawaban yang kurang jelas atau belum
lengkap, peneliti melakukan klarifikasi ataupun meminta responden untuk
melengkapi jawaban
6. Mengumpulkan data yang didapat untuk selanjutnya diolah dan dianalisis
33
http://repository.unimus.ac.id
J. Alur Penelitian
Pasien anak remaja skizofrenia yang dirawat
inap di RSJD Dr Amino Gondohutomo
Gejala negatif
Gejala positif
Orangtua penderita
Memenuhi kriteria inklusi
Memenuhi kriteria eksklusi
Mengisi kuesioner data
pribadi dan BDI
Analisis dan
pengolahan data
Hasil akhir penelitian
dan kesimpulan
K. Pengolahan Data
1. Tahapan Pengolahan Data
a. Editing, yaitu tahap yang dilakukan saat mengumpulkan data dari
kuesioner responden. Peneliti mengecek kembali lembar kuesioner
responden yang belum lengkap untuk dilengkapi.
b. Coding, yaitu tahap yang dilakukan dengan pemberian kode pada
jawaban responden dengan tujuan mempermudah dalam analisis
data.
c. Proccessing, yaitu proses penganalisis data hasil penelitian.
d. Cleaning, yaitu tahap memastikan kembali data yang dimasukkan
terdapat kesalahan atau tidak.
Data-data tersebut kemudian dimasukkan dalam program SPSS dan
dihitung frekuensinya yang kemudian ditampilkan dalam tabel.
34
http://repository.unimus.ac.id
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis yang digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik
setiap variabel penelitian. Analisis ini menghasilkan presentase dan
distribusi frekuensi dari setiap variabel. Variabel yang dijelaskan
adalah gejala positif-negatif skizofrenia pada anak remaja dan
tingkat depresi pada orangtua.
b. Analisis Bivariat
Analisis
ini
digunakan
untuk
dua
variabel
yang
diduga
berhubungan. Dalam analisis penelitian ini analisis bivariat
digunakan untuk mengetahui hubungan gejala positif-negatif
skizofrenia pada anak remaja dengan tingkat depresi pada orangtua
penderita. Uji hipotesis yang akan digunakan untuk melihat ada
atau tidaknya hubungan terhadap kedua variabel ini adalah uji chi
square.
35
http://repository.unimus.ac.id
L. Jadwal Penelitian
Tahun
2017
1.
Penyusunan Pendahuluan Penelitian
2.
Penyusunan Tinjauan Pustaka
3.
Penyusunan Metode Penelitian
4.
Ujian Proposal
5.
Pengumpulan Data
6.
Pengolahan dan Analisis Data
7.
Penyelesaian Skripsi
8.
Presentasi Hasil Penelitian dan
Penyusunan Artikel Ilmiah
36
http://repository.unimus.ac.id
Januari
Desember 2016
November 2016
Oktober 2016
Kegiatan
September 2016
Juni-Juli 2016
No
Agustus 2016
Bulan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
a. Gejala Positif-Negatif Gangguan Skizofrenia Anak Remaja
Tabel 4. Distribusi Frekuensi berdasarkan Gejala Skizofrenia
Gejala
F
%
Positif
28
80,0
Negatif
7
20,0
Total
35
100,0
Tabel 4 menunjukkan sebagian besar responden memiliki anak dengan
gejala positif gangguan skizofrenia (80,0%).
b. Karakteristik Responden
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Karakteristik
Karakteristik Responden
F
%
Umur
31-40
4
11,4
41-50
14
40,0
51-60
13
37,1
61-70
4
11,4
Jenis kelamin
Laki-laki
22
62,9
Perempuan
13
37,1
Pendidikan
Tidak sekolah
1
2,9
SD
21
60,0
SMP
7
20,0
SMA
6
17,1
Pekerjaan
Tidak bekerja
1
2,9
Swasta
7
20,0
Wiraswasta
5
14,3
Buruh
5
14,3
Petani
12
34,3
IRT
4
11,4
37
http://repository.unimus.ac.id
Nelayan
Pendapatan
500.000-1.000.000
1.100.000-3.000.000
Status
Menikah
Cerai hidup / mati
Hubungan
Orang tua kandung
Orang tua tiri
1
2,9
24
11
68,6
31,4
29
6
82,9
17,1
34
1
97,1
2,9
Tabel 5 menunjukkan responden sebagian besar berumur 41-50 tahun
(40,0%) dan berjenis kelamin laki-laki (62,9%). Tingkat pendidikan
terakhir responden terbanyak berada pada pendidikan Sekolah Dasar (SD)
(60,0%), sebagian besar responden bekerja sebagai petani (34,3%),
sebagian besar responden memiliki rata-rata pendapatan Rp.500.000Rp.1.000.000 (68,6%). Sebagian besar responden berstatus menikah
(82,9%) dan sebagian besar responden merupakan orang tua kandung
pasien skizofrenia (97,1%).
c. Tingkat Depresi Orangtua
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Depresi
Orangtua
Kategori
F
%
Normal
27
77,1
Ringan
1
2,9
Sedang
5
14,3
Berat
2
5,7
35
100,0
Total
Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki anak
dengan skizofrenia berada pada kategori tingkat depresi normal (77,1%),
sedangkan orangtua dengan tingkat depresi ringan berjumlah 1 orang
(2,9%), tingkat depresi sedang 5 orang (14,3%) dan tingkat depresi berat 2
orang (5,7%).
38
http://repository.unimus.ac.id
2. Analisis Bivariat
Tabel 7. Hubungan Gejala Positif Negatif dengan Tingkat Depresi
Gejala
P-Value
Tingkat Depresi
Total
Positif
Negatif
Normal
Ringan
Sedang
Berat
Total
22
5
(62.86%)
(14.29%)
1
0
(2.86%)
(0%)
3
2
(8.57%)
(5.71%)
2
0
(5.71%)
(0%)
28
7
27
0,565
1
5
2
35
Tabel 7 menunjukkan 22 orang responden orangtua dengan anak yang
memiliki gejala positif dan 5 orang responden orangtua dengan anak yang
memiliki gejala negatif gangguan skizofrenia memiliki tingkat depresi yang
normal (27 orang). Hasil uji Chi Square menunjukkan pada tingkat
kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,565 (>0,05) hal ini berarti Ho
diterima, sehingga dapat diartikan tidak ada hubungan yang signifikan
antara gejala positif-negatif gangguan skizofrenia pada anak remaja dengan
tingkat depresi pada orang tua.
B. Pembahasan
Berdasarkan analisis data hasil penelitian yang telah dilakukan,
diperoleh bahwa bahwa nilai p-value = 0,565 (>0,05) sehingga Ho diterima.
Hal ini dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara gejala
positif-negatif gangguan skizofrenia pada anak remaja dengan tingkat depresi
pada orang tua.
Hasil penelitian ini menunjukkan distribusi tingkat depresi normal pada
orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia gejala positif mengalami
39
http://repository.unimus.ac.id
tingkat depresi yang lebih tinggi yaitu sebesar 68.86% sedangkan tingkat
depresi normal pada orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia gejala
negatif mengalami tingkat depresi yang lebih rendah yaitu sebesar 14.29%.
Tingkat depresi ringan pada orang tua dengan anak remaja penderita
skizofrenia gejala postif mengalami tingkat depresi sebesar 2.86% sedangkan
tingkat depresi ringan pada orang tua dengan dengan anak remaja penderita
skizofrenia gejala negatif tidak ditemukan dalam penelitian ini (0%). Untuk
tingkat depresi sedang pada orang tua dengan anak remaja penderita
skizofrenia gejala positif mengalami tingkat depresi sebesar 8.57% sedangkan
tingkat depresi sedang pada orang tua dengan anak remaja penderita
skizofrenia gejala negatif sebesar 5.71%. Tingkat depresi berat pada orang tua
dengan anak remaja penderita skizofrenia gejala positif sebesar 5.71%
sedangkan tingkat depresi berat pada orang tua dengan anak remaja penderita
skizofrenia gejala negatif tidak ditemukan dalam penelitian ini (0%). Hal ini
dapat terjadi karena proporsi sampel penelitian tidak sama rata antara orang tua
dengan anak remaja penderita skizofrenia positif dan negatif. Dalam penelitian
ini sampel orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia positif lebih
banyak yaitu 28 responden dan sampel orang tua dengan anak remaja penderita
skizofrenia negatif sebesar 7 responden.
Distribusi tingkat depresi menurut gejala skizofrenia menunjukkan
bahwa orang tua dengan pasien gejala positif mengalami tingkat depresi yang
lebih tinggi yaitu sebesar 17.14% daripada orang tua dengan pasien gejala
negatif 5.71%. Temuan ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa pengasuhan pasien skizofrenia dengan gejala negatif lebih
sulit daripada pasien dengan gejala positif. Sehingga perbedaan dalam
pengasuhan tersebut menjadikan beban tersendiri dalam diri orang tua dengan
anak remaja penderita skizofrenia.27
Beban yang dialami oleh orang tua baik beban objektif berupa beban
biaya finansial yang dikeluarkan untuk merawat penderita, hambatan aktivitas
orang tua, isolasi sosial, pengucilan atau diskriminasi bagi keluarga penderita
dan menurunnya kesehatan fisik, maupun beban subjektif yaitu perasaan
40
http://repository.unimus.ac.id
cemas, sedih, frustasi, dan kekhawatiran akan masa depan penderita,
ketidakberdayaan, perasaan kehilangan, dan perasaan bersalah. Beban orang
tua bertambah karena gejala-gejala gangguan yang muncul pada pasien
skizofrenia dapat mengganggu orang tua dalam merawat pasien. Beban pada
diri orang tua tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup seorang orang tua.
Dikarenakan berbagai beban inilah kualitas hidup seorang orang tua dapat
menurun dan dapat menyebabkan depresi pada diri orang tua.28
C. Keterbatasan Penelitan
1. Jumlah responden orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia
positif dan negatif tidak disamaratakan. Hal ini dapat memberi pengaruh
pada hasil penelitian, karena pada penelitian-penelitian sebelumnya
menyatakan bahwa orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia
negatif lebih mengalami depresi.
2. Waktu penelitian yang singkat juga mempengaruhi jumlah sampel yang
didapat oleh peneliti.
41
http://repository.unimus.ac.id
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara gejala positif-negatif gangguan skizofrenia
pada anak remaja dengan tingkat depresi pada orang tua.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka saran yang dapat
disampaikan peneliti adalah:
1. Orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia baik gejala positif
ataupun negatif sebaiknya juga mendapatkan edukasi bagaimana cara
menghadapi stress dalam merawat remaja penderita skizofrenia baik gejala
positif ataupun negative.
2. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, dengan populasi yang
proporsional dan lebih besar.
42
http://repository.unimus.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
1. Ibrahim, A. S. Gangguan Alam Perasaan: Manik Depresi. Tangerang:
Jelajah Nusa; 2011.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pharmaceutical Care untuk
Penderita Gangguan Depresif; 2007.
3. Dinkes Kota Semarang. Rekap Laporan Program Kesehatan Remaja;
2010.
4. Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta; 2003.
5. Ismail, R. Irawati, et Siste, K. Buku Ajar Psikiatri: Gangguan Depresi.
Jakarta: FKUI; 2010. Hal: 209-215.
6. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, 4th edition, Text revision, 1400 K Street, N.W,
Washington, DC 2005; 2000. Hal: 298-306.
7. Dewi, I. Hubungan Karakteristik Caregiver terhadap Beban Caregiver
Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Jakarta Periode Desember 2010-Februari 2011. Jakarta: Universitas
Pembangunan Nasional; 2011.
8. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III: Gangguan Suasana Perasaan (Mood
[Afektif]). Jakarta: Departemen Kesehatan; 1993. Hal: 150-155.
9. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III: Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan
Gangguan Waham. Jakarta: Departemen Kesehatan; 1993. Hal: 107-108.
10. Maramis, Willy F., et Maramis, A.A. Ilmu Kedokteran Jiwa: Skizofrenia.
Surabaya: Airlangga University Press; 2009. Hal: 261.
11. Tamiaga, A.C. Schizophrenia and Other Psychotyc Disorder in Kaplan &
Saddock, Comprehensive Textbook of Psychiatry vol 1, 7th ed; 2009. Hal:
1451-1462.
12. Hasanat N., Utami M., dan Subandi. The Social Course of The Early
Phase of Psychotyc Illness: a Preliminary Descriptive Study from
Jogjakarta, dibacakan pada 3rd National Conference on Schizophrenia,
Sanur Bali; 2004.
43
http://repository.unimus.ac.id
13. Kirkpatrick B et Tek C. Schizophrenia: Clinical Features and
Psychopatology in Kaplan & Saddock (ed) Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th edition, Lippincott William and Wilkins. New York; 2005.
Hal: 1432-1448.
14. Andreasen, N.C et Black, D.W. Introductory Textbook of Psychiatry 3rd
edition, American Psychiatryc Publishing Inc. Washington DC, London,
England; 2001.
15. Sadock, Benjamin J. Buku Ajar Psikiatri Klinis edisi 2. Jakarta: EGC;
2010. Hal: 154-155.
16. Fitrikasari A, Kadarman, Woroasih dan Sarjana W. Medica Hospitalia:
Gambaran Beban Caregiver Penderita Skizofrenia di Poliklinik Rawat
Jalan RSJ Amino Gondohutomo Semarang; 2012.
17. Justina N, Hidajat. Jurnal Soul Vol.6 No.1 : Profil Kepribadian dan
Psychological Well-Being Caregiver Skizofrenia; 2013.
18. Sastroasmoro, Sudigdo. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis edisi
ke-5. Jakarta: Sagung Seto; 2014.
19. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan
kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabet; 2010.
Pendekatan
Kuantitatif,
20. Beck A T, Steer R A, et Brown G K. Beck Depression Inventory-II (BDIII) Manual; 2016.
21. Stahl, S. M. Stahl’s Essential Psychopharmacology: Neuroscientific Basis
and Practical Applications 3rd Edition; Psychosis and Schizophrenia. USA:
Cambridge University Press; 2008. Hal: 250-253.
22. National Institute of Mental Health. Schizophrenia. Bethesda: U.S.
Department of Health and Human Services National Institutes of
Health.NIH Publication; 2015.
23. Mc Clellan, J. Practice parameter for the assessment and treatment of
children and adolescents with schizophrenia. Journal of the American
Academy of Child & Adolescent Psychiatry; 2013.
24. Wiguna T, Ismail R.I, Noorhana S.R, Kaligis F, Aji A.N, et Belfer M.L.
Family responses to a child with schizophrenia: An Indonesian experience.
Asian Journal of Psychiatry; 2015.
44
http://repository.unimus.ac.id
25. Jagannathan A, Thirthalli J, Hamza A, Nagendra H.R, et Gangadhar B.N.
Predictor of family caregiver burden in schizophrenia: Study from an inpatient tertiary care hospital in India. Asian Journal of Psychiatry; 2014.
26. Hanzawa S, et al. Psychological impact on caregivers traumatized by the
violent behavior of a family member with schizophrenia. Asian Journal of
Psychiatry; 2012.
27. Brillianita, et al. Hubungan antara Gejala Positif dan Negatif Skizofrenia
dengan Tingkat Depresi pada Caregiver Pasien Skizofrenia. Universitas
Jember; 2014.
28. Fitrikasari A, Kadarman, Woroasih dan Sarjana W. Gambaran Beban
Caregiver Penderita Skizofrenia di Poliklinik Rawat Jalan RSJ Amino
Gondohutomo Semarang. Medica Hispitalia 2012; Vol 1 (2) : 118-122.
45
http://repository.unimus.ac.id
Lampiran 1
46
http://repository.unimus.ac.id
47
http://repository.unimus.ac.id
Lampiran 2
48
http://repository.unimus.ac.id
Lampiran 3
49
http://repository.unimus.ac.id
50
http://repository.unimus.ac.id
51
http://repository.unimus.ac.id
52
http://repository.unimus.ac.id
53
http://repository.unimus.ac.id
54
http://repository.unimus.ac.id
55
http://repository.unimus.ac.id
Lampiran 4
56
http://repository.unimus.ac.id
57
http://repository.unimus.ac.id
58
http://repository.unimus.ac.id
59
http://repository.unimus.ac.id
60
http://repository.unimus.ac.id
Lampiran 5
61
http://repository.unimus.ac.id
Lampiran 6
62
http://repository.unimus.ac.id
Lampiran 7
Distribusi responden orangtua penderita berdasarkan gejala positif dan
negatif
gejala_postif_negatif
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
positif
28
80,0
80,0
80,0
negatif
7
20,0
20,0
100,0
35
100,0
100,0
Total
Distribusi responden orangtua penderita berdasarkan BDI
BDI
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
normal
27
77,1
77,1
77,1
ringan
1
2,9
2,9
80,0
sedang
5
14,3
14,3
94,3
berat
2
5,7
5,7
100,0
Total
35
100,0
100,0
Distribusi responden orangtua penderita berdasarkan karakteristik usia
usia orang tua
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
31-40
4
11,4
11,4
11,4
41-50
14
40,0
40,0
51,4
51-60
13
37,1
37,1
88,6
61-70
4
11,4
11,4
100,0
Total
35
100,0
100,0
63
http://repository.unimus.ac.id
Distribusi responden orangtua penderita berdasarkan karakteristik jenis
kelamin
jenis kelamin
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
laki-laki
22
62,9
62,9
62,9
perempuan
13
37,1
37,1
100,0
Total
35
100,0
100,0
Distribusi
responden
orangtua
penderita
berdasarkan
karakteristik
pendidikan terakhir
pendidikan terakhir
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
tdk sekolah
1
2,9
2,9
2,9
21
60,0
60,0
62,9
SMP
7
20,0
20,0
82,9
SMA
6
17,1
17,1
100,0
Total
35
100,0
100,0
SD
Valid
Distribusi
responden
orangtua
penderita
berdasarkan
karakteristik
pendapatan
pendapatan
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
500.000-1.000.000
24
68,6
68,6
68,6
1.100.0000-3.000.000
11
31,4
31,4
100,0
Total
35
100,0
100,0
64
http://repository.unimus.ac.id
Distribusi
responden
orangtua
penderita
berdasarkan
karakteristik
pekerjaan
pekerjaan
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
tdk bekerja
1
2,9
2,9
2,9
swasta
7
20,0
20,0
22,9
wiraswasta
5
14,3
14,3
37,1
buruh
5
14,3
14,3
51,4
petani
12
34,3
34,3
85,7
IRT
4
11,4
11,4
97,1
nelayan
1
2,9
2,9
100,0
35
100,0
100,0
Valid
Total
Distribusi responden orangtua penderita berdasarkan karakteristik status
pernikahan
Status pernikahan
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
menikah
Valid
29
82,9
82,9
82,9
cerai
6
17,1
17,1
100,0
Total
35
100,0
100,0
Distribusi
responden
orangtua
penderita
berdasarkan
karakteristik
hubungan darah
Hubungan darah
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
orang tua kandung
Valid
orang tua tiri
Total
34
97,1
97,1
97,1
1
2,9
2,9
100,0
35
100,0
100,0
65
http://repository.unimus.ac.id
Hubungan usia dengan tingkat depresi orangtua penderita
usia orang tua A * BDI1 Crosstabulation
Count
BDI1
normal
ringan
Total
sedang
berat
31-40
4
0
0
0
4
41-50
8
1
4
1
14
51-60
11
0
1
1
13
61-70
4
0
0
0
4
27
1
5
2
35
usia orang tua A
Total
Hubungan pendidikan terakhir dengan tingkat depresi orangtua penderita
pendidikanterakhir * BDI1 Crosstabulation
Count
BDI1
normal
tdk sekolah
ringan
Total
sedang
berat
0
1
0
0
1
18
0
1
2
21
SMP
5
0
2
0
7
SMA
4
0
2
0
6
27
1
5
2
35
SD
pendidikanterakhir
Total
Hubungan pendapatan dengan tingkat depresi orangtua penderita
pendapatan * BDI1 Crosstabulation
Count
BDI1
normal
500.000-1.000.000
ringan
Total
sedang
berat
19
0
4
1
24
8
1
1
1
11
27
1
5
2
35
pendapatan
1.100.0000-3.000.000
Total
66
http://repository.unimus.ac.id
Hubungan pekerjaan dengan tingkat depresi orangtua penderita
pekerjaan * BDI1 Crosstabulation
Count
BDI1
normal
pekerjaan
ringan
Total
sedang
berat
tdk bekerja
1
0
0
0
1
swasta
6
1
0
0
7
wiraswasta
4
0
1
0
5
buruh
3
0
2
0
5
petani
9
0
1
2
12
IRT
3
0
1
0
4
nelayan
1
0
0
0
1
27
1
5
2
35
Total
Hubungan status pernikahan dengan tingkat depresi orangtua penderita
status * BDI1 Crosstabulation
Count
BDI1
normal
menikah
ringan
Total
sedang
berat
21
1
5
2
29
6
0
0
0
6
27
1
5
2
35
status
cerai
Total
Hubungan hubungan darah dengan tingkat depresi orangtua penderita
hubungan * BDI1 Crosstabulation
Count
BDI1
normal
orang tua kandung
ringan
Total
sedang
berat
26
1
5
2
34
1
0
0
0
1
27
1
5
2
35
hubungan
orang tua tiri
Total
67
http://repository.unimus.ac.id
Hubungan gejala positif-negatif dengan tingkat depresi orangtua penderita
BDI1 * gejala_postif_negatif Crosstabulation
Count
gejala_postif_negatif
positif
Total
negatif
normal
22
5
27
ringan
1
0
1
sedang
3
2
5
berat
2
0
2
28
7
35
BDI1
Total
Chi-Square Tests
za
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
a
3
,565
Likelihood Ratio
2,423
3
,489
Linear-by-Linear
,071
1
,790
Pearson Chi-Square
2,037
Association
N of Valid Cases
35
a. 6 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,20.
68
http://repository.unimus.ac.id
Download