HUBUNGAN GEJALA POSITIF-NEGATIF GANGGUAN SKIZOFRENIA PADA ANAK REMAJA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA ORANGTUA PENDERITA DI RSJD DR. AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH Skripsi Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan Pendidikan Tahap Akademik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammdiyah Semarang Disusun Oleh : Btari Tisa Anindya Kirana Prabowo H2A013033 Pembimbing: Dr. Rihadini, SpKJ Dr. Wijayanti Fuad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2017 i http://repository.unimus.ac.id ii http://repository.unimus.ac.id iii http://repository.unimus.ac.id iv http://repository.unimus.ac.id KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Allah swt karena rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. Saya menyadari bahwa keberhasilan dalam pembuatan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari beberapa pihak. Maka dari itu saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Rifki Muslim, SpB, SpU (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang 2. Dr. Rihadini, SpKJ, selaku pembimbing utama yang telah meluangkan waktu untuk membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini 3. Dr. Wijayanti Fuad, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti bagi penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini 4. Dr. Suprihhartini, SpKJ, selaku penguji yang telah memberikan masukan dalam perbaikan skripsi ini 5. Seluruh perawat dan staff di RSJD Amino Gondohutomo yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian 6. Bapak Sapto Prabowo, Ibu Hesti Anggriani, adik-adik, serta keluarga yang saya sayangi yang telah memberikan dukungan moral, spiritual, dan material kepada saya, dan 7. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu penulis menerima masukan yang diberi dari pembaca dengan senang hati. Penulis juga berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. v http://repository.unimus.ac.id DAFTAR ISI Halaman Judul .…………………………………………………………………. Halaman Persetujuan …………………………………………………………… Halaman Pengesahan …………………………………………………………… Halaman Pernyataan ……………………………………………………………. Kata Pengantar …………………………………………………………………. Daftar Isi ………………………………………………………………………... Daftar Tabel …………………………………………………………………….. Daftar Skema …………………………………………………………………… Daftar Lampiran ………………………………………………………………... Abstrak …………………………………………………………………………. BAB I A. Latar Belakang …………………………………………………………. B. Rumusan Masalah ……………………………………………………… C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………….. D. Keaslian Penelitian ……………………………………………………... E. Manfaat Penelitian ……………………………………………………… BAB II A. Depresi 1. Pengertian …………………………………………………………... 2. Epidemiologi ……………………………………………………….. 3. Etiologi ……………………………………………………………... 4. Gambaran Klinis…………………………………………………..... 5. Kriteria Diagnosis…………………………………………………... B. Skizofrenia 1. Pengertian …………………………………………………………... 2. Epidemiologi ……………………………………………………….. 3. Etiologi ……………………………………………………………... 4. Gambaran dan Perjalananan Klinis ………………………………… 5. Kriteria Diagnosis ………………………………………………….. 6. Gejala Positif dan Negatif ………………………………………….. C. Hubungan Gejala Positif dan Negatif Gangguan Skizofrenia pada Anak Remaja terhadap Depresi Orangtua Penderita ………………………… D. Kerangka Teori ………………………………………………………… E. Kerangka Konsep ……………………………………………………… F. Hipotesis .……………………………………………………………… BAB III A. Ruang Lingkup Penelitian ……………………………………………… B. Jenis Penelitian …………………………………………………………. C. Populasi dan Sampel …………………………………………………… D. Besar Sampel …………………………………………………………… E. Variabel Penelitian ……………………………………………………... vi http://repository.unimus.ac.id i ii iii iv v vi viii ix x xi 1 3 3 3 4 6 6 7 10 11 13 13 14 16 18 19 24 27 28 28 29 29 29 30 30 F. Definisi Operasional ……………………………………………………. G. Bahan dan Alat …………………………………………………………. H. Data yang Dikumpulkan ………………………………………………... I. Cara Kerja ……………………………………………………………… J. Alur Penelitian ………………………………………….……………… K. Pengolahan Data ………………………………………………………... L. Jadwal Penelitian ……………………………………………………….. BAB IV A. Hasil Penelitian ………………………………………………………… B. Pembahasan …………………………………………………………….. C. Keterbatasan Penelitian ………………………………………………… BAB V A. Kesimpulan ……………………………………………………………... B. Saran ……………………………………………………………………. Daftar Pustaka ………………………………………………………………….. vii http://repository.unimus.ac.id 31 31 32 33 34 34 36 37 39 41 42 42 43 DAFTAR TABEL Tabel.1 Keaslian Penelitian………………………………………………….. 3 Tabel.2 Definisi Operasional………………………………………………… 31 Tabel.3 Jadwal Penelitian…………………………………………………… 36 viii http://repository.unimus.ac.id DAFTAR SKEMA Skema.1 Kerangka Teori…………………………………………………….. Skema.2 Kerangka Konsep…………………………………………………... Skema.3 Alur Penelitian……………………………………………………... ix http://repository.unimus.ac.id 27 28 34 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran.1 Lembar Penjelasan Penelitian…………………………………... 46 Lampiran.2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden……………………….. 48 Lampiran.3 Angket Identitas dan Assesment Penelitian.……………………. 49 Lampiran.4 Kuesioner Beck Inventory Depression………………………….. 56 Lampiran.5 Lembar Disposisi RSJD Dr. Amino Gondohutomo…………….. 61 Lampiran.6 Lembar Izin Permohonan Data…………………………………. 62 Lampiran.7 Hasil Uji Statistik ………………………………………………. 63 x http://repository.unimus.ac.id Gejala Positif-Negatif Gangguan Skizofrenia pada Anak Remaja dengan Tingkat Depresi pada Orangtua Penderita Btari Tisa Anindya Kirana Prabowo1 , Rihadini2 , Wijayanti Fuad2 1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Semarang 2 Staf Pengajar Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Semarang ABSTRAK Latar Belakang: Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang dapat ditandai dengan keadaan seperti murung, sedih, tidak berdaya, merasa bersalah, dan merasa berdosa yang seringkali muncul tanpa disadari oleh individu tersebut. Individu yang memiliki anak dengan skizofrenia dapat menjadi prediktor terjadinya depresi. Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronis dan dapat kambuh sehingga dalam merawat pasien dapat menimbulkan beban dalam diri orangtua. Beban yang dirasakan tersebut akan mengakibatkan konsekuensi negatif terhadap keadaan fisik, emosi, serta ekonomi mereka. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan gejala positif-negatif gangguan skizofrenia pada anak remaja dengan tingkat depresi pada orangtua penderita. Metode: Penelitian cross sectional dengan sampel orangtua yang memiliki anak remaja skizofrenia yang dirawat inap di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang sebanyak 35 orang dengan teknik sampling total sampling. Tingkat depresi diukur mengguankan kuesioner BDI (Beck Depression Inventory) dan dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gejala positif-negatif gangguan skizofrenia pada anak remaja dengan tingkat depresi pada orang tua dengan p-value = 0,565 (>0,05). Simpulan: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gejala positif-negatif gangguan skizofrenia pada anak remaja dengan tingkat depresi pada orang tua. Kata Kunci: gejala positif-negatif, depresi, orangtua penderita xi http://repository.unimus.ac.id Positive-Negative Symptoms of Schizophrenia Disorders in Teenagers with Patien Parent’s Level of Depression Btari Tisa Anindya Kirana Prabowo1 , Rihadini2 , Wijayanti Fuad2 1 Student of Medical Faculty, Muhammadiyah University Semarang 2 Staff Lecturer of Medical Faculty, Muhammadiyah University Semarang ABSTRACT Background: Depression is a mood disorder that can be characterized such as depressed, sad,helpless, and feel guilty that often occur unnoticed by the individual. Individuals who have a children with schizophrenia may be a predictor of depression. Schizophrenia is a chronic and recurrent disorder that can cause a burden in their parents.That burden can cause some negative consequences for their physical, emotion, and economies. The purpose of this study was to determine the relationship of positive and negative symptoms of schizophrenia disorder in teenagers with patien parent’s level of depression. Method: Cross sectional study with samples of this research are parents who have teenagers with schizophrenia who are hospitalized in RSJD DR. Amino Gondohutomo Semarang. Total samples are 35 peoples using total sampling technique. Depression level were measured by BDI (Beck Depression Inventiry) questionnaires and analyzed using the chi-square test. Result: There is no significant relationship between positive and negative symptoms of schizophrenia disorders in teenagers with patien parents’s level of depression with p-value=0.565 (>0.005). Conclusion: There is no significant relationship between positive and negative symptoms of schizophrenia disorders in teenagers with patien parents’s level of depression. Keywords: positive and negative symptoms, depression, patien’s parent Korespondensi: Btari Tisa A. K. P, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. Jl. Wonodri No. 2A Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, telepon/faks (024)8415764. Email: [email protected] xii http://repository.unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang dapat ditandai dengan keadaan seperti murung, sedih, tidak berdaya, merasa bersalah, dan merasa berdosa yang seringkali muncul tanpa disadari oleh penderita sehingga dapat menimbulkan dampak yang lebih berat seperti bunuh diri. Keadaan depresi dapat berkembang menjadi semakin berat sehingga dapat membahayakan individu yang bersangkutan.1 WHO menyatakan bahwa gangguan depresi menduduki urutan keempat penyakit terbanyak di dunia. Sekitar 20% wanita dan 12% laki-laki mengalami gangguan depresi pada suatu waktu dalam kehidupan. Jumlah gangguan depresi diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun 2020.2 Pada tahun 2013 menurut data riset kesehatan dasar yang diadakan oleh Departemen Kesehatan RI, masyarakat yang mengalami depresi dan cemas yakni sekitar 6% dari populasi penduduk Indonesia atau sekitar 37.728 orang yang mayoritas berusia lebih dari 15 tahun. Data dari Dinas Kesehatan Kota Semarang pada tahun 2010 menyatakan sekitar 63,84% atau 91.700 orang dari 143.635 remaja membutuhkan perawatan konseling yang diduga memiliki masalah kejiwaan.3 Berdasarkan data yang dilaporkan oleh CDC tahun 2007-2010, usia 40-59 tahun merupakan kelompok usia dengan prevalensi depresi paling tinggi, yakni sebesar 9,45%. Selanjutnya untuk usia 18-39 tahun prevalensinya sebesar 8% dan usia 12-17 tahun sebesar 6,3%. Depresi merupakan gangguan yang dapat diderita tanpa memandang usia, latar belakang, status sosial, dan jenis kelamin. Seseorang dapat terpicu mengalami depresi akibat adanya interaksi antara tekanan dan ketahanan mental diri terhadap lingkungan. Rasa cemas dan kesedihan yang timbul akibat adanya gangguan kesehatan dapat dirasakan oleh individu yang 1 http://repository.unimus.ac.id bersangkutan maupun anggota keluarga lainnya yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya depresi.4 Peristiwa kehidupan yang sangat berat dapat menjadi prediktor terkuat terjadinya depresi pada individu.5 Skizofrenia merupakan gangguan mental berupa munculnya gangguan pikiran, emosi, persepsi, gerakan, serta perilaku aneh. Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia yakni 0,3-1% dan muncul pada usia 15-35 tahun.6 Penderita skizofrenia tidak mampu menjalankan aktivitas sehari-hari dengan normal sehingga membutuhkan caregiver informal seperti orangtua, teman, atau kerabat. Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronis dan dapat kambuh sehingga dalam merawat pasien dapat menimbulkan beban dalam diri caregiver. Beban yang dirasakan oleh caregiver akan mengakibatkan konsekuensi negatif terhadap keadaan fisik, emosi, serta ekonomi mereka. Kualitas hidup caregiver dapat menurun sehingga menyebabkan timbulnya depresi pada caregiver akibat berbagai beban yang ditanggungnya. Caregiver pada pasien skizofrenia dapat menderita morbiditas psikologis akibat beban yang dirasakan selama merawat dan mengasuh pasien skizofrenia. Morbiditas psikologis tersebut muncul karena caregiver mengalami kesulitan dalam mengatasi perilaku aneh serta adanya dampak gejala positif dan negatif gangguan skizofrenia.7 Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keadaan nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S. 3: 164) 2 http://repository.unimus.ac.id Berdasarkan penguraian latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui hubungan gejala positif-negatif gangguan skizofrenia pada anak remaja dengan tingkat depresi pada orangtua penderita di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. B. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan gejala positif-negatif gangguan skizofrenia pada anak remaja dengan tingkat depresi pada orangtua penderita? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan gejala positif-negatif gangguan skizofrenia pada anak remaja dengan tingkat depresi pada orangtua penderita 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan gejala positif-negatif gangguan skizofrenia pada anak remaja b. Mendeskripsikan tingkat depresi pada orangtua penderita c. Menganalisis hubungan gejala positif-negatif gangguan skizofrenia pada anak remaja dengan tingkat depresi pada orangtua penderita D. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian No 1. Peneliti Meta Safitri (2010) Judul Perbedaan Kualitas Hidup antara Pasien Skizofrenia Gejala Positif dan Gejala Negatif Menonjol Metode Penelitian Case control study Hasil Pasien skizofrenia dengan gejala positif menonjol memiliki kualitas hidup lebih baik dibandingkan pasien dengan gejala negatif menonjol 3 http://repository.unimus.ac.id 2. Nyda Chaerin Noor (2011) Perbedaan Derajat Depresi Ibu dari Penderita Skizofrenia Rawat Inap dengan Ibu dari Penderita Skizofrenia Rawat Jalan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Cross sectional Ibu dari penderita skizofrenia rawat inap lebih depresi dari pada ibu dari penderita skizofrenia rawat jalan. 3. Kiki Amilia Brilianita (2014) Hubungan antara Gejala Positif dan Negatif Skizofrenia dengan Tingkat Depresi pada Caregiver Pasien Skizofrenia Cross sectional Caregiver dengan pasien gejala positif mengalami tingkat depresi yang lebih rendah daripada caregiver dengan pasien gejala negatif Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah variabel yang diteliti yaitu tingkat depresi pada orangtua penderita skizofrenia, periode tahun pengambilan sampel, kuesioner yang digunakan yaitu Beck Depression Inventory (BDI), tempat sampel penelitian diambil yaitu di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia sehingga memungkinkan terdapat hasil penelitian yang berbeda ditinjau dari letak demografi. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan khususnya bagi ilmu kedokteran jiwa tentang tingkat depresi pada orangtua penderita gangguan skizofrenia dengan gejala positif-negatif. 2. Manfaat Praktis a. Manfaat bagi rumah sakit Rumah sakit mendapatkan tambahan ilmu dan informasi tentang tingkat depresi pada keluarga penderita skizofrenia terutama orangtua penderita skizofrenia. 4 http://repository.unimus.ac.id b. Manfaat bagi institusi (Universitas Muhammadiyah Semarang) Sebagai sumber referensi dan acuan untuk penelitian selanjutnya serta memberikan informasi tentang gangguan jiwa terutama depresi. c. Manfaat bagi pembaca Menambah ilmu pengetahuan di bidang ilmu kedokteran jiwa mengenai depresi d. Manfaat bagi penulis Penulis dapat memperluas wawasan dan menambah ilmu pengetahuan 5 http://repository.unimus.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang dapat ditandai dengan munculnya perasaan sedih, murung, serta iritabilitas. Distorsi kognitif juga dapat dialami pasien, seperti perasaan bersalah, perasaan tidak berharga, mengkritik diri sendiri, turunnya kepercayaan diri, pesimis dan mudah putus asa. Selain itu didapatkan pula keadaan tidak bertenaga, rasa malas, retardasi psikomotor, serta menarik diri dari hubungan sosial. Pasien dapat mengalami gangguan tidur seperti sulit masuk tidur atau terbangun dini hari, nafsu makan yang semakin berkurang, dan gairah seksual yang menurun.5 2. Epidemiologi a. Insiden dan Prevalensi Prevalensi gangguan depresi berat didapatkan sekitar 15-25% terjadi pada perempuan, yakni sebanyak 10% di perawatan primer dan 15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah dan usia remaja didapatkan prevalensi masing-masing sekitar 2% dan 5% dari komunitas yang memiliki gangguan depresi berat.5 b. Jenis Kelamin Perempuan memiliki risiko dua kali lipat lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini diduga karena adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan.5 c. Usia Depresi banyak terjadi pada usia rata-rata 40 tahun dan hampir 50% awitan dimulai pada usia 20-50 tahun. Gangguan berat juga dapat timbul saat masa anak atau saat lanjut usia. Data terkini menyebutkan 6 http://repository.unimus.ac.id bahwa depresi berat lebih banyak terjadi di kelompok usia kurang dari 20 tahun. Hal ini diduga berhubungan dengan meningkatnya penyalahgunaan zat dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam kelompok usia tersebut.5 d. Status Perkawinan Individu yang tidak memiliki keeratan hubungan interpersonal, pernah bercerai dan berpisah akan rentan mengalami depresi. Wanita yang telah menikah juga akan cenderung lebih tinggi mengalami depresi jika dibandingkan dengan mereka yang tidak menikah, namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki.5 e. Faktor Sosioekonomi dan Budaya Status sosioekonomi dan budaya tidak memiliki korelasi dengan terjadinya gangguan depresi berat. Depresi lebih sering ditemui di daerah pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan.5 3. Etiologi Faktor yang menyebabkan depresi adalah faktor genetik, pengalaman hidup, kehilangan hubungan bermakna, dan cara berpikir.5 a. Faktor genetik Genetik merupakan faktor yang berperan penting dalam perkembangan gangguan mood walaupun pada kenyataannya faktor non genetik juga dapat berpengaruh pada beberapa orang. Depresi akibat faktor genetik dapat terjadi karena pengaruh serotonin dan saraf penghantar lain yang berada di otak, yakni gen (5HT/serotonin) yang mampu mempengaruhi produksi dari hormon stress dan kortisol yang dalam dosis tertentu dapat mengakibatkan kerusakan hipocampus dan amygdala. Penderita depresi akan mengalami keadaan di mana kortisol diproduksi secara berlebih. 7 http://repository.unimus.ac.id b. Faktor Organobiologi Dilaporkan terdapat kelainan di metabolit amin biogenic-seperti asam 5-hydroxyindoleacetic (5-HIAA), asam homovanilic (HVA), dan 3-methoxy-4-hydroxiphenyl-glycol (MHPG) di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinal (CSF) pasien dengan gangguan mood. 1) Amin biogenic Norepinephrine dan serotonin adalah neurotransmitter yang paling terlibat dalam patofisiologi gangguan mood. 2) Norepinephrine Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respon klinik antidepresan mungkin merupakan peran langsung sistem noradrenergic dalam depresi. Bukti lain yang juga melibatkan reseptor beta-2 presinaptik pada depresi, telah mengaktifkan reseptor yang mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan norepinephrine. Reseptor beta-2 presinaptik juga terletak pada neuron serotonergic dan mengatur jumlah pelepasan serotonin. 3) Dopamine Aktivitas dopamine berkurang pada depresi. Penemuan subtipe baru reseptor dopamine dan meningkatnya fungsi regulasi presinaptik serta pasca sinaptik memperlihatkan adanya hubungan antara dopamine dan gangguan mood. Teori terbaru menyatakan bahwa jalur dopamine mesolimbic mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan reseptor dopamine D1 mungkin hipoaktif pada depresi. 4) Serotonin Seseorang yang mengalami depresi diakibatkan karena jumlah serotonin yang berkurang di celah sinaps atau aktivitas serotonin berkurang. Serotonin bertanggung jawab untuk kontrol regulasi efek, agresi, tidur, dan nafsu makan. 8 http://repository.unimus.ac.id c. Faktor Psikososial Peristiwa kehidupan dengan stressful sering mendahului episode pertama dibandingkan episode berikutnya. Dalam teori dikemukakan bahwa adanya stress sebelum episode pertama akan menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan ini menyebabkan perubahan berbagai neurotransmitter dan sistem sinyal intraneuron. Termasuk hilangnya beberapa neuron dan penurunan kontak sinaps. Dampaknya adalah seorang individu berisiko tinggi mengalami episode berulang gangguan mood, sekalipun tanpa stressor dari luar. Peristiwa kehidupan yang paling sering berhubungan dengan depresi adalah kehilangan orangtua sebelum berusia 11 tahun. Stressor lingkungan paling sering berhubungan dengan kejadian episode depresi adalah kehilangan pasangan. Faktor risiko lain yaitu kehilangan pekerjaan di mana orang yang keluar dari pekerjaannya berisiko tiga kali lebih besar untuk gejala dibandingkan yang bekerja. Kehilangan objek cinta pada masa perkembangan walaupun tidak secara langsung menimbulkan gejala depresi, namun berpengaruh pada ekspresi dari penyakit, misalnya onset timbulnya gangguan, episode yang lebih parah, adanya gangguan kepribadian dan keinginan untuk bunuh diri. d. Faktor Kepribadian Semua orang dapat mengalami depresi sesuai dengan situasi tanpa perlu memandang pola kepribadiannya. Orang dengan gangguan kepribadian obsesi kompulsi dan histerionik berisiko tinggi mengalami depresi dibandingkan dengan gangguan kepribadian paranoid atau antisosial. Pasien dengan gangguan distimik dan siklotimik berisiko menjadi gangguan depresi berat. Peristiwa stressful merupakan prediktor terkuat untuk kejadian episode depresi. Riset menunjukkan bahwa pasien yang mengalami stressor akibat tidak adanya kepercayaan diri lebih sering mengalami depresi. 9 http://repository.unimus.ac.id 4. Gambaran Klinis Secara umum disimpulkan gangguan mood merupakan suatu gangguan yang berlangsung lama dan cenderung kambuh. Gejala depresi yang teridentifikasi secara dini dan dapat teratasi lebih awal dapat mencegah berkembangnya gejala-gejala tersebut menjadi episode depresi penuh. Pada pasien dengan gangguan depresi berat, walaupun mungkin gejala telah ada, umumnya belum menunjukkan suatu premorbid gangguan kepribadian. Sekitar 50 persen pasien dengan episode depresi pertama terjadi sebelum usia 40 tahun. Awitan yang terjadi setelah usia 40 tahun biasanya dihubungkan dengan tidak adanya riwayat gangguan mood dalam keluarga, gangguan kepribadian anti sosial, dan penyalahgunaan alkohol.5 Episode depresi yang tidak ditangani akan berlangsung 6-13 bulan. Mayoritas penanganan episode depresi sekitar 3 bulan walaupun dalam prosedur baku penatalaksanaan gangguan depresi setidaknya dilakukan selama 6 bulan agar tidak mudah kambuh. Penghentian antidepresan sebelum 3 bulan hampir selalu mengakibatkan kambuhnya gejala. Apabila gangguan menjadi progresif maka episode akan cenderung lebih sering dan berlangsung lebih lama.5 Mood terdepresi, kehilangan minat, dan berkurangnya energi adalah gejala utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak memiliki harapan, dicampakkan, atau tidak berharga. Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan yang normal. Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua per tiga pasien depresi, dan 10 sampai 15 persen di antaranya melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat di rumah sakit dengan percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri memiliki umur hidup lebih panjang dibandingkan dengan mereka yang tidak dirawat.5 Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman, dan aktivitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua pasien depresi mengeluh tentang penurunan 10 http://repository.unimus.ac.id energi yang mengakibatkan mereka kesulitan dalam menyelesaikan tugas, mengalami hendaya di sekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80 persen pasien mengeluh masalah tidur, khususnya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering terbangun di malam hari karena memikirkan masalah yang dihadapi. Mayoritas pasien menunjukkan peningkatan atau penurunan nafsu makan, peningkatan atau penurunan berat badan, dan mengalami tidur lebih lama dari biasanya.5 Beberapa penelitian menunjukkan depresi pada orang tua dapat dihubungkan dengan status ekonomi yang rendah, kehilangan pasangan, penyakit fisik, dan isolasi sosial. Gangguan depresi pada orang tua seringkali tidak terdiagnosis karena gejala yang ada lebih sering tampak sebagai keluhan somatik. Pasien usia lanjut yang mengalami depresi memperlihatkan gejala yang berbeda dibandingkan dewasa muda. Mereka akan lebih banyak memiliki keluhan somatik. Pasien usia lanjut juga lebih rentan terhadap episode depresi berat dengan ciri melankolik, ditandai oleh adanya hipokondriasis, harga diri yang rendah, perasaan tidak berharga, dan kecenderungan menyalahkan diri sendiri. Tidak terdeteksinya gangguan depresi pada usia lanjut juga disebabkan dokter menerima gejala depresi sebagai hal yang normal pada pasien orang tua sebagai bagian dari proses penuaan.5 5. Kriteria Diagnosis Kriteria diagnosis depresi menurut PPDGJ-III dapat terbagi menjadi:8 a. Gejala utama 1) Afek depresif 2) Kehilangan minat dan kegembiraan 3) Berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas b. Gejala lainnya 1) Konsentrasi dan perhatian berkurang 2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang 11 http://repository.unimus.ac.id 3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna 4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis 5) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri 6) Tidur terganggu 7) Nafsu makan berkurang Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. PPDGJ III menggolongkan tingkatan depresi menjadi tiga, yakni depresi berat, sedang dan ringan sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Gejala tersebut terdiri atas gejala utama dan gejala lainnya.8 a. Depresi ringan 1) Minimal terdapat 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas 2) Ditambah minimal 2 dari gejala lainnya 3) Tidak boleh terdapat gejala yang berat di antaranya 4) Lama seluruh episode berlangsung minimal 2 minggu 5) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya b. Depresi sedang 1) Minimal terdapat 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode depresi ringan 2) Ditambah minimal 3 dari gejala lainnya 3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu 4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah tangga c. Depresi berat 1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada 12 http://repository.unimus.ac.id 2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat 3) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci 4) Episode depresif biasanya hanya berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu 5) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas B. Skizofrenia 1. Pengertian Skizofrenia berasal dari Bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisah atau pecah dan phren yang artinya jiwa. Menurut Eugen Bleuler, skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau ketidakharmonisan antara proses berpikir, perasaan dan perbuatan. Dalam PPDGJ III, skizofrenia diartikan sebagai suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab yang banyak belum diketahui dan perjalanan penyakit yang luas namun tidak selalu bersifat kronik, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.10 2. Epidemiologi Prevalensi seumur hidup skizofrenia sekitar 1,3% dan biasanya mulai menyerang usia 20 tahunan yang memberi dampak tidak dapat pulih kembali seperti awal kehidupan remaja sehingga mereka akan kehilangan kesempatan untuk mendapat pekerjaan serta kemampuan berkeluarga. Beberapa penelitian yang melibatkan survey berulang terhadap populasi yang sama selama 10 tahun lebih, mayoritas memperkirakan prevalensi 13 http://repository.unimus.ac.id berada di kisaran 2,4 hingga 6,7 setiap 1000 populasi beresiko di negara maju dan dikisaran 1,4 hingga 6,8 setiap 1000 populasi beresiko di negara berkembang.11 Di Indonesia laporan departemen kesehatan 2001 diperkirakan 1 di antara 4-5 penduduk di Indonesia menderita gangguan jiwa atau berarti 200-250 per 1000 penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa, mulai dari gangguan jiwa ringan hingga berat. Prevalensi ini bisa jauh lebih tinggi dari yang ditetapkan WHO yang hanya 1-4 per 1000 penduduk.12 3. Etiologi Belum ditemukan etiologi yang pasti mengenai skizofrenia. Ada beberapa hasil penelitian yang dilaporkan saat ini6,13: a. Biologi Tidak ada gangguan fungsional dan struktur yang patognomonik yang ditemukan pada penderita skizofrenia. Meskipun demikian beberapa gangguan organik dapat terlihat pada sub populasi pasien. Gangguan yang paling banyak dijumpai yaitu pelebaran ventrikel 3 dan lateral yang stabil dan terkadang sudah terlihat sebelum awitan penyakit, atrofi bilateral lobus temporal medial dan lebih spesifik pada girus parahipocampus, hipocampus dan amygdala, disorientasi spasial sel piramid hipocampus dan penurunan volume korteks prefrontal dorso lateral. Beberapa penelitian melaporkan bahwa semua perubahan ini statis dan telah dibawa sejak lahir dan beberapa kasus perjalanannya progresif. Lokasinya menunjukkan gangguan perilaku yang ditemui gangguan skizofrenia, misalnya gangguan hipocampus dikaitkan dengan infermen memori dan atrofi lobus frontalis dihubungkan dengan simptom negatif skizofrenia. b. Biokimia Etiologi biokimia skizofrenia belum diketahui. Hipotesis paling banyak yakni adanya gangguan neurotransmitter sentral di mana terjadi peningkatan aktivitas dopamin sentral (hipotesis dopamine). Hipotesis ini dibuat berdasarkan 3 penemuan utama: 14 http://repository.unimus.ac.id 1) Efektifitas obat-obat neuroleptik pada skizofrenia yang bekerja memblok reseptor dopamine paska sinap. 2) Terjadinya psikosis akibat penggunaan amfetamin. Amfetamin melepaskan dopamine sentral. Selain itu amfetamin juga memperburuk skizofrenia. 3) Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nukleus kaudatus, nukleus akumben, dan putamen pada skizofrenia c. Genetika Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara bermakna, kompleks dan poligen. Sesuai dengan penelitian hubungan darah, skizofrenia adalah gangguan yang bersifat familial, semakin dekat hubungan kekerabatan semakin tinggi risiko terjadinya skizofrenia. Pada penelitian adopsi, anak yang mempunyai orang tua skizofrenia namun diadopsi dan diasuh oleh keluarga normal maka peningkatan angka sakitnya sama dengan bila anak tersebut diasuh sendiri oleh orangtuanya yang skizofrenia. Frekuensi kejadian gangguan non psikotik meningkat pada keluarga skizofrenia serta secara genetik dikaitkan dengan gangguan kepribadian ambang dan skizotipal, gangguan obsesif-kompulsif, dan kemungkinan dihubungkan dengan gangguan kepribadian paranoid dan antisosial. d. Faktor Keluarga Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien yang pulang ke rumah akan sering kambuh pada tahun berikutnya bila dibandingkan dengan pasien yang ditempatkan di panti penitipan. Pasien yang berisiko adalah pasien yang tinggal bersama keluarga yang tidak harmonis, memperlihatkan kecemasan berlebihan, sangat protektif, terlalu ikut campur, sangat mengritik, dan sering tidak dibebaskan oleh keluarganya. Beberapa peneliti mengidentifakasi suatu cara komunikasi yang patologis dan aneh pada keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi 15 http://repository.unimus.ac.id sering samar-samar atau tidak jelas dan sedikit tidak logis. Batson menggambarkan suatu karakteristik “ikatan ganda” yaitu pasien sering diminta oleh anggota keluarga untuk merespon pesan yang bentuknya kontradiktif, sehingga membingungkan. Penelitian terbaru menyampaikan bahwa pola komunikasi keluarga tersebut mungkin disebabkan dampak memiliki anak skizofrenia. 4. Gambaran dan Perjalanan Klinis Skizofrenia adalah penyakit kronis dengan gejala heterogen. Menurut penelitian terakhir psikopatologi pada skizofrenia dapat digolongkan pada 3 dimensi, yakni gejala positif, gejala negatif, dan disorganisasi. Gejala positif meliputi, halusinasi, waham, gaduh gelisah, dan perilaku aneh serta bermusuhan. Gejala negatif meliputi afek tumpul atau datar, menarik diri, berkurangnya motivasi, miskin kontak emosional, pasif, apatis, dan sulit berpikir abstrak. Gejala-gejala disorganisasi meliputi disorganisasi pembicaraan, disorganisasi perilaku, serta gangguan pemusatan perhatian, dan pengolahan informasi. Gejala-gejala ini juga dikaitkan dengan hendaya sosial dan pekerjaan pada pasien skizofrenia.13 Perjalanan klinis gangguan skizofrenia berlangsung secara perlahanlahan meliputi beberapa fase, dimulai dengan keadaan premorbid (sebelum sakit), prodromal (awal sakit), fase aktif, dan keadaan residual (sisa). a. Fase premorbid Riwayat premorbid tipikal pada skizofrenia adalah mereka sebelum sakit memilik ciri atau gangguan kepribadian tertentu yakni skizoid, skizotipal, paranoid, dan ambang.13 b. Fase prodromal Fase prodromal adalah tanda dan gejala awal suatu penyakit. Untuk kepentingan deteksi dini, pemahaman pada fase prodromal menjadi sangat penting karena dapat memberi kesempatan atau peluang yang lebih besar untuk mencegah berlarutnya gangguan, disabilitas dan memberi kemungkinan kesembuhan yang lebih besar jika diberi terapi yang tepat. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia berupa cemas, 16 http://repository.unimus.ac.id depresi, keluhan somatik, perubahan perilaku dan timbulnya minat baru yang tidak lazim. Gejala prodromal tersebut dapat berlangsung beberapa bulan atau beberapa tahun sebelum diagnosis pasti skizofrenia ditegakkan. Keluhan kecemasan dapat berupa perasaan khawatir, was-was, tidak berani sendiri, takut keluar rumah, dan merasa diteror. Keluhan somatik dapat berupa nyeri kepala, nyeri punggung, kelemahan dan gangguan pencernaan. Perubahan minat, kebiasaan dan perilaku dapat berupa pasien mengembangkan gagasan abstrak, filsafat dan keagamaan. Munculnya gejala prodromal ini dapat terjadi dengan atau tanpa pencetus, misalnya trauma emosi, frustasi karena permintaannya tidak terpenuhi, penyalahgunaan zat, berpisah dengan orang yang dicintai.13 c. Fase aktif Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis yakni kekacauan alam pikir, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien terhadap realita mulai terganggu dan pemahaman dirinya buruk atau bahkan tidak ada. Pada pasien ini diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan, biasanya terdapat waham, halusinasi, hendaya penilaian realita, serta gangguan alam pikiran, perasaan dan perilaku. Gejala skizofrenia secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu gejala positif dan negatif.14 d. Fase Residual Pada fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia, hanya tersisa beberapa gejala sisa, misalnya berupa penarikan diri, hendaya fungsi peran, perilaku aneh, hendaya perawatan diri, afek tumpul afek datar, merasa mampu meramal atau peristiwa yang belum terjadi, ide atau gagasan yang aneh, tidak masuk akal.14 17 http://repository.unimus.ac.id 5. Kriteria Diagnosis Kriteria diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ-III atau ICD-10 yakni terdapat sedikitnya satu gejala berikut ini yang sangat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala tersebut kurang jelas)9: a. Thought echo yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau thought incertion or withdrawal yaitu isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya; dan thought broadcasting yaitu isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya. b. Delusion of control yaitu waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; delusion of influence yaitu waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau delusion of passivity yaitu waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; dan delusion perception yaitu pengalaman indrawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat. c. Halusinasi berupa suara yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien yang mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri; atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh. d. Waham-waham menetap lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kemampuan di atas manusia biasa. Selain ciri di atas, terdapat ciri lain sebagai pedoman diagnosis skizofrenia, paling sedikit ada dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas, yaitu9: 18 http://repository.unimus.ac.id a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, atau disertai oleh ide-ide berlebihan yang menetap atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus. b. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang relevan atau neologisme. c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah, posisi tubuh tertentu atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor. d. Gejala-gejala “negatif” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi semua harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika 6. Gejala Positif dan Gejala Negatif a. Gejala Positif Gejala positif pada gangguan skizofrenia merupakan gejala yang paling efektif diobati dengan obat antipsikotik, dapat terjadi secara dramatis, dan muncul secara tiba-tiba.21 1) Halusinasi Menurut Bleuler, halusinasi merupakan gejala aksesori yang dapat mengganggu kehidupan batin penderita skizofrenia. Pasien mendengar suara meniup, menderu, bersenandung, gemeretak, menembak, bunyi guruh, musik, suara menangis dan tertawa, atau suara berbisik, berbicara, memanggil. Mereka melihat hal-hal individu, hewan, orang dan segala macam tokoh-tokoh mustahil. Pasien dapat membau dan merasakan segala macam halhal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, serta dapat menyentuh hal, hewan atau orang-orang dan merasa dipukul oleh tetes hujan, api, dan peluru.11 19 http://repository.unimus.ac.id Persepsi yang dapat menyebabkan orang untuk "merasakan semua siksaan dan mungkin semua hal menyenangkan" pasti akan mempengaruhi perilaku, dan banyak yang tampaknya tidak bisa dimengerti dalam skizofrenia mungkin menjadi dapat dimengerti ketika pengalaman pasien dengan halusinasi terungkap. Keluarga dan penyedia layanan kesehatan mungkin tidak memiliki pengalaman luar biasa terkait persepsi terdistorsi yang sering dimiliki penderita skizofrenia namun kadang-kadang pengalaman ini dapat membantu mereka membayangkan sesuatu dari apa yang terjadi dengan pasien. Selain itu, keluarga dapat menegur pasien saat mendengarkan orang-orang yang tidak ada, dan dokter akan terburu-buru mengadakan pertemuan singkat dengan pasien yang tampaknya lebih memperhatikan suara orang tidak berwujud daripada yang mereka lakukan ke dokter di depan mereka. DSMIV-TR terus memberikan penekanan pada gejala peringkat pertama dalam halusinasi pendengaran serta menentukan bahwa adanya halusinasi pendengaran dengan komentar-komentar pada perilaku seseorang atau pikiran atau suara-suara yang bercakap-cakap satu sama lain, cukup untuk memenuhi kriteria gejala skizofrenia.11 a) Halusinasi Pendengaran Menurut WHO, halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling umum dalam skizofrenia. Pasien percaya bahwa halusinasi tersebut merupakan manifestasi nyata dari seseorang di suatu tempat yang sedang berbicara kepada mereka. Mereka sering berusaha menguji realitas suara tersebut serta mengkonfirmasi bahwa suara tersebut benar-benar mengetahui apa yang dipikirkan, dilakukan atau direncanakan pasien. Saat suara menggagalkan percobaan mereka, misalnya gagal untuk secara akurat memprediksi apa yang akan disajikan untuk makan malam, penjelasan delusi akan menegaskan kenyataan penyebab eksternal. Ide-ide referensi dan khayalan 20 http://repository.unimus.ac.id lain lebih lanjut memperkuat interpretasi dari halusinasi. Saat ini tidak ada penjelasan yang baik mengenai konten halusinasi pendengaran yang pada umumnya negatif.11 Isi dari halusinasi umumnya menghina atau merendahkan pasien. Pasien akan mendengar ancaman, komentar yang merendahkan pribadi, dan tuduhan keji pikiran atau perilaku. Tidak mengherankan pasien sering tertekan, takut, atau marah oleh pengalaman-pengalaman ini dan dapat memiliki rasa bersalah yang rumit, depresi, atau respon yang melawan. Stressor sosial, penyakit fisik dan nyeri kronis, semua dapat meningkatkan frekuensi halusinasi. Halusinasi dapat terjadi secara terus menerus dan tak berakhir dari terjaga sampai tidur, atau bisa datang tidak teratur.11 Dengan berlalunya waktu, kebanyakan pasien akan mengalami penurunan frekuensi halusinasi atau perubahan dalam sifat pengalaman halusinasi mereka. Halusinasi yang pada awalnya sangat menjengkelkan, memprovokasi kemarahan atau panik, setelah tahap-tahap awal penyakit telah surut maka pasien dapat membangkitkan strategi-strategi melalui proses trial and error selama periode beberapa tahun dan mengurangi dampak halusinasi pada kehidupan mereka. Strategi sederhana seperti berteriak kadang-kadang dapat mengurangi atau menghentikan pengalaman, meskipun dokter dan keluarga dapat melihat ini sebagai tanda kemerosotan yang menyedihkan. Kurangnya gangguan orang-orang di sekitar pasien, bernyanyi atau mendengarkan musik dapat memblokir pengalaman, dan kadang-kadang pergeseran postur atau berbicara dengan orang lain dapat membantu. Sayangnya bagi orang-orang dengan skizofrenia kronis kontak teratur hanya tersedia dengan suara orang lain melalui radio atau televisi. Hal ini dapat memperburuk halusinasi pada beberapa orang dengan 21 http://repository.unimus.ac.id skizofrenia. Suara dapat mengambil peran untuk memandu kehidupan mengambil penderita peran skizofrenia. moral untuk Suara pasien, bahkan dapat menunjukkan konsekuensi emosional perilaku tertentu, atau bertindak sebagai hati nurani atau penyesalan dalam menanggapi tindakan pasien. Pasien dengan dominasi gejala positif atau sisa skizofrenia akan melewati jangka waktu lama dengan beberapa gejala yang jelas dan tidak adanya halusinasi namun mempertahankan interpretasi delusional yang penuh pengalaman halusinasi masa lalu mereka.11 b) Halusinasi Visual Halusinasi visual yang sering ditemui membentuk gambar bernyawa, orang atau bagian orang (terutama kepala dan wajah), gambar agama, makhluk yang fantastis yang mungkin mirip dengan gambar di film dan televisi, dan hewan. Halusinasi visual umumnya lebih diskrit dan durasinya lebih terbatas daripada halusinasi pendengaran namun ada pula pasien yang memiliki pengalaman halusinasi visual sepanjang hari. Isi dari halusinasi auditori dan visual sering tergantung pada budaya orang mengalami halusinasi.11 c) Halusinasi Taktil Halusinasi taktil hadir dalam 15 sampai 25 persen orang dengan skizofrenia, dengan tidak ada pola yang jelas mengenai varians kebudayaan yang jelas. Halusinasi taktil tertentu, seperti rasa serangga merayap pada atau di bawah kulit (formication), ditemukan dalam berbagai penyakit mental. Halusinasi taktil skizofrenia dapat mengambil berbagai bentuk.11 2) Delusi Seperti halusinasi, delusi memegang tempat khusus di bidang medis dan persepsi skizofrenia, dengan pandangan bahwa 22 http://repository.unimus.ac.id delusi merupakan kategori diskrit pikiran yang dihasilkan dan dipelihara melalui mekanisme yang unik dan terdiri dari ide-ide yang tidak dapat diakses untuk alasan normal. Pada DSM-IV-TR, delusi aneh adalah mereka yang dianggap tidak masuk akal oleh orang-orang dalam budaya pasien, dan ini umumnya berarti sesuatu yang dinilai tidak mungkin secara fisik.11 3) Thought Disorder Pasien mengalami disfungsional berpikir berupa kesulitan dalam menghubungkan atau memikirkan sesuatu secara logis. Pembicaraan mereka sulit dimengerti dan saat berbicara seringkali berhenti secara tiba-tiba.22 4) Movement Disorder Gangguan ini dapat ditandai dengan munculnya gerakan tubuh gelisah. Pasien dengan gangguan gerakan dapat mengulang gerakan tertentu atau dapat pula menjadi katatonik.22 b. Gejala Negatif Gejala negatif kurang dikenali sebagai penyebab disabilitas pada skizofrenia. Dapat diklaim bahwa gejala-gejala yang negatif adalah gejala yang paling penting dalam skizofrenia karena keparahan gejala negatif dapat memprediksi disabilitas. Gejala negatif juga merupakan prediktor yang paling signifikan dari fungsi sosial. Prognosis gejala negatif lebih buruk dibandingkan dengan gejala positif sehingga disabilitas yang timbul juga akan lebih buruk. 11 1) Alogia Disfungsi dalam berkomunikasi atau terbatasnya produktivitas berpikir dan berbicara21 2) Afek tumpul atau datar Ekspresi emosi yang terbatas21 3) Asociality Berkurangnya minat dan interaksi sosial21 23 http://repository.unimus.ac.id 4) Anhedonia Seseorang tidak mendapat kesenangan dari melakukan kegiatan kegiatan yang dulu menyenangkannya atau membuatnya bahagia21 5) Avolition Kondisi berkurangnya energi dan ketiadaan minat atau ketidakmampuan untuk tekun melakukan apa yang biasanya merupakan aktivitas rutin. Misalnya menjaga kebersihan diri dan mengalami kesulitan untuk tekun dalam beraktivitas seperti sekolah, bekerja, dan pekerjaan rumah tangga.21 Gejala skizofrenia pada remaja tidak berbeda dengan gejala skizofrenia pada orang dewasa. Beberapa gejala awal skizofrenia pada remaja dapat berupa23: 1) Penarikan diri dari teman dan keluarga 2) Penurunan kinerja di sekolah 3) Kesulitan tidur 4) Mudah marah 5) Kurang motivasi 6) Perilaku aneh C. Hubungan Gejala Positif dan Negatif Gangguan Skizofrenia pada Anak Remaja terhadap Depresi Orangtua Penderita Keluarga terdiri dari berbagai subsistem, yakni subsistem orang tua, subsistem anak dan sebagainya. Jika ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, secara langsung dan tidak langsung maka akan mempengaruhi ekulibrium keluarga tersebut dan lingkungan sekitarnya. Dampak yang terjadi dapat bervariasi tergantung dari gangguan jiwa yang dialami, perjalanan alamiah serta dampak dari gangguan jiwa tersebut. Orangtua merupakan partner yang penting dalam kesehatan mental karena mereka memegang peranan besar dalam usaha mendukung kesehatan mental bagi anggota keluarga. Pada umumnya orangtua bersikap sebagai carers dan merupakan 24 http://repository.unimus.ac.id orang yang paling mengetahui latar belakang permasalahan anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. Mereka merupakan orang yang secara langsung bertanggung jawab terhadap segala kebutuhan anak, memberikan informasi mengenai kompetensi anak, pola perilaku dan sikap anak serta kekuatan dan kelemahan anaknya. Di samping itu mereka pulalah yang bertanggung jawab mencari pertolongan bagi anaknya yang mengalami gangguan jiwa (skizofrenia).15 Individu depresi hidup untuk orang lain bukan untuk dirinya sendiri. Orang yang menjadi tujuan hidup orang yang mengalami depresi sebagai hal lain yang dominan, dapat berupa prinsip, idealisme, atau suatu institusi, serta individu lain. Depresi terjadi ketika pengalaman hidup yang dialami oleh pasien tidak dapat diadaptasi dengan baik oleh mereka.15 Menurut teori sosial lingkungan, lingkungan seperti hubungan keluarga yang ambivalen, abusive, mengandung penolakan atau ketergantungan yang tinggi dapat meningkatkan risiko gangguan mood. Kehilangan hubungan atau peran hidup yang penting serta adanya penganiayaan fisik atau seksual dapat menjadi suatu faktor depresi. Isolasi sosial dan keuangan yang sangat terbatas dikaitkan dengan depresi.15 Orangtua yang memiliki anak dengan gangguan skizofrenia memiliki hubungan parental yang kurang sehat jika dibandingkan dengan orangtua yang memiliki anak non skizofrenia.24 Lama sakit, tingkat psikopatologi, dan disabilitas yang dialami seseorang dengan skizofrenia dapat menyebabkan beban psikologis caregiver.25 Caregiver juga dapat mengalami trauma akibat perilaku kekerasan yang dilakukan pasien.26 Distribusi tingkat depresi menurut gejala positif dan negatif gangguan skizofrenia menunjukkan bahwa caregiver informal seperti orangtua yang merawat pasien dengan gejala positif mengalami tingkat depresi yang lebih rendah dibandingkan caregiver dengan pasien gejala negatif. Temuan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pengasuhan pasien skizofrenia dengan gejala negatif lebih sulit daripada pasien dengan gejala positif sehingga perbedaan dalam pengasuhan tersebut menjadikan beban tersendiri dalam diri seorang caregiver. Beban yang dialami oleh diri 25 http://repository.unimus.ac.id caregiver baik beban objektif berupa beban biaya finansial yang dikeluarkan untuk merawat penderita, hambatan aktivitas caregiver, isolasi sosial, pengucilan atau diskriminasi bagi keluarga penderita dan menurunnya kesehatan fisik, maupun beban subjektif yaitu perasaan cemas, sedih, frustasi, dan kekhawatiran akan masa depan penderita, ketidakberdayaan, perasaan kehilangan, dan perasaan bersalah. Beban caregiver bertambah karena gejalagejala gangguan yang muncul pada pasien skizofrenia dapat mengganggu caregiver dalam merawat pasien. Beban pada diri caregiver tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup seorang caregiver. Dikarenakan berbagai beban inilah kualitas hidup seorang caregiver dapat menurun dan dapat menyebabkan depresi pada diri caregiver.16 Selain hal itu juga ditemukan bahwa pasien skizofrenia dengan gejala negatif memiliki prognosis yang lebih buruk dan terdapat afek tumpul yang dominan. Telah ditemukan pada penelitian sebelumnya bahwa pasien skizofrenia dengan gejala negatif sering melakukan upaya bunuh diri sehingga caregiver harus memberi perhatian penuh pada pasien skizofrenia dengan gejala negatif yang akhirnya dapat menambah beban tersendiri dalam pengasuhan pasien oleh caregiver.17 26 http://repository.unimus.ac.id D. Kerangka Teori Skizofrenia Gejala positifnegatif Beban psikologis objektif Beban psikologis subjektif - Biaya finansial - Cemas - Hambatan aktivitas orangtua - Sedih - Isolasi sosial Disorganisasi - Frustasi - Khawatir -Pengucilan Faktor organobiologi Faktor genetik Stressor pada orangtua penderita Depresi pada orangtua penderita Faktor psikososial Faktor kepribadian 27 http://repository.unimus.ac.id E. Kerangka Konsep Variabel bebas Variabel terikat Gejala positif-negatif skizofrenia pada anak remaja Tingkat depresi orangtua penderita F. Hipotesis Ho : Tidak ada hubungan antara gejala positif-negatif skizofrenia pada anak remaja dengan tingkat depresi pada orangtua penderita H1 : Ada hubungan antara gejala positif-negatif skizofrenia pada anak remaja dengan tingkat depresi pada orangtua penderita 28 http://repository.unimus.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah Bidang Ilmu Kedokteran Jiwa 2. Waktu Penelitian a. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan b. Waktu penelitian dilaksanakan pada Oktober-Desember 2016 3. Tempat Penelitian Pengambilan data ini diambil di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah B. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu peneliti mencari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran sesaat.18 C. Populasi dan Sampel 1. Populasi a. Populasi Target Orangtua yang memiliki anak remaja skizofrenia b. Populasi Terjangkau Orangtua yang memiliki anak remaja skizofrenia yang sedang dirawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah 29 http://repository.unimus.ac.id 2. Sampel a. Kriteria Inklusi 1) Orangtua yang memiliki anak remaja skizofrenia yang bersedia menjadi responden 2) Orangtua yang tinggal serumah dengan penderita skizofrenia 3) Orangtua angkat (ibu/ayah tiri) 4) Penderita skizofrenia berusia 12-19 tahun yang diagnosisnya telah ditegakkan oleh dokter spesialis jiwa RSJD Dr. Amino Gondohutomo b. Kriteria Eksklusi 1) Orangtua yang memiliki kelainan fisik atau kelainan organik sehingga tidak kooperatif untuk menjadi responden 2) Orangtua yang menderita gangguan jiwa D. Besar Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total sampling, yaitu teknik pengambilan sampel penelitian yang memiliki jumlah sampel sama dengan populasi.19 E. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah gejala positif-negatif pada anak remaja skizofrenia 2. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat depresi pada orangtua penderita skizofrenia 30 http://repository.unimus.ac.id F. Definisi Operasional Tabel 2. Definisi Operasional Jenis Nama Definisi Variabel Variabel Operasional Variabel bebas Gejala positifnegatif Gejala positif adalah tanda-tanda gangguan jiwa yang tidak dimiliki oleh orang normal tetapi gejala tersebut dimiliki oleh penderita gangguan jiwa seperti halusinasi, waham, pembicaraan dan perilaku yang tidak terorganisasi Nilai Skala Alat ukur : Rekam medis Nominal Alat ukur : Kuesioner BDI Ordinal Poin A: skor 0 Poin B: skor 1 Poin C: skor 2 Poin D: skor 3 Variabel terikat Tingkat depresi pada orangtua Gejala negatif adalah tanda-tanda gangguan jiwa yang dapat dialami oleh orang normal namun pada penderita skizofrenia, gejala ini akan muncul lebih parah, seperti afek datar, alogia, asiciality, anhedonia, dan avolition Gangguan alam perasaan yang dialami orangtua ditandai dengan gangguan dalam berpikir dan perilaku, rasa tidak berdaya, serta kehilangan harapan Nilai ukur : 0-9 normal 10-15 depresi ringan 16-23 depresi sedang 24-63 depresi berat G. Bahan dan Alat 1. Lembar penjelasan penelitian 2. Lembar informed consent 3. Rekam medis lengkap pasien anak remaja skizofrenia di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah Kuesioner Beck Depression Inventory (BDI) adalah salah satu alat ukur dari Dr. Aaron T. Beck yang digunakan untuk skrining depresi. BDI memiliki skala depresi yang terdiri atas 21 item yang menggambarkan 21 kategori, yaitu: (a) perasaan sedih, (b) perasaan pesimis, (c) perasaan gagal, (d) perasaan tak puas, (e) perasaan bersalah, (f) perasaan dihukum, 31 http://repository.unimus.ac.id (g) membenci diri sendiri, (h) menyalahkan diri, (i) keinginan bunuh diri, (j) mudah menangis, (k) mudah tersinggung, (l) menarik diri dari hubungan sosial, (m) tak mampu mengambil keputusan, (n) penyimpangan citra tubuh, (o) kemunduran pekerjaan, (p) gangguan tidur, (q) kelelahan, (r) kehilangan nafsu makan, (s) penurunan berat badan, (t) preokupasi somatik, dan (u) kehilangan libido. Setiap kelompok pertanyaan terdiri dari empat pernyataan. Pernyataannya menjelaskan keparahan simtom dengan kesatuan nomer urut dari tidak ada atau ringan (nilai 0) ke berat (nilai 3). Cara penilaian kuesioner BDI adalah sebagai berikut: Poin A: skor 0 Poin B: skor 1 Poin C: skor 2 Poin D: skor 3 Klasifikasi nilainya adalah sebagai berikut20: Nilai 0-9 menunjukkan tidak ada gejala depresi Nilai 10-15 menunjukkan adanya depresi ringan Nilai 16-23 menunjukkan adanya depresi sedang Nilai 24-63 menunjukkan adanya depresi berat 4. Kuesioner data pribadi mencakup identitas orangtua pasien berupa nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status pernikahan, riwayat kelainan fisik dan organik, serta riwayat gangguan jiwa. H. Data yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan dalam penelitian merupakan data sekunder dan data primer. Data sekunder merupakan data yang berasal langsung dari hasil penelitian melalui rekam medis di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah untuk mengetahui gejala positif-negatif pasien skizofrenia. Setelah itu data primer yaitu data yang berasal dari penelitian dengan menggunakan kuesioner, yakni mengumpulkan orangtua pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang kemudian diberikan kuesioner Beck 32 http://repository.unimus.ac.id Depression Inventory (BDI) untuk diisi. I. Cara Kerja 1. Mencari rekam medis lengkap pasien anak remaja skizofrenia di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah 2. Mengumpulkan orangtua pasien anak remaja skizofrenia yang memenuhi kriteria inklusi 3. Meminta kesediaan responden untuk menjadi sampel dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta menandatangani lembar persetujuan responden. 4. Meminta responden mengisi kuesioner data pribadi dan Beck Depression Inventory (BDI) 5. Setelah responden mengisi, peneliti mengecek terlebih dahulu kuesioner yang telah diisi. Bila ditemukan jawaban yang kurang jelas atau belum lengkap, peneliti melakukan klarifikasi ataupun meminta responden untuk melengkapi jawaban 6. Mengumpulkan data yang didapat untuk selanjutnya diolah dan dianalisis 33 http://repository.unimus.ac.id J. Alur Penelitian Pasien anak remaja skizofrenia yang dirawat inap di RSJD Dr Amino Gondohutomo Gejala negatif Gejala positif Orangtua penderita Memenuhi kriteria inklusi Memenuhi kriteria eksklusi Mengisi kuesioner data pribadi dan BDI Analisis dan pengolahan data Hasil akhir penelitian dan kesimpulan K. Pengolahan Data 1. Tahapan Pengolahan Data a. Editing, yaitu tahap yang dilakukan saat mengumpulkan data dari kuesioner responden. Peneliti mengecek kembali lembar kuesioner responden yang belum lengkap untuk dilengkapi. b. Coding, yaitu tahap yang dilakukan dengan pemberian kode pada jawaban responden dengan tujuan mempermudah dalam analisis data. c. Proccessing, yaitu proses penganalisis data hasil penelitian. d. Cleaning, yaitu tahap memastikan kembali data yang dimasukkan terdapat kesalahan atau tidak. Data-data tersebut kemudian dimasukkan dalam program SPSS dan dihitung frekuensinya yang kemudian ditampilkan dalam tabel. 34 http://repository.unimus.ac.id 2. Analisis Data a. Analisis Univariat Analisis yang digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis ini menghasilkan presentase dan distribusi frekuensi dari setiap variabel. Variabel yang dijelaskan adalah gejala positif-negatif skizofrenia pada anak remaja dan tingkat depresi pada orangtua. b. Analisis Bivariat Analisis ini digunakan untuk dua variabel yang diduga berhubungan. Dalam analisis penelitian ini analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan gejala positif-negatif skizofrenia pada anak remaja dengan tingkat depresi pada orangtua penderita. Uji hipotesis yang akan digunakan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan terhadap kedua variabel ini adalah uji chi square. 35 http://repository.unimus.ac.id L. Jadwal Penelitian Tahun 2017 1. Penyusunan Pendahuluan Penelitian 2. Penyusunan Tinjauan Pustaka 3. Penyusunan Metode Penelitian 4. Ujian Proposal 5. Pengumpulan Data 6. Pengolahan dan Analisis Data 7. Penyelesaian Skripsi 8. Presentasi Hasil Penelitian dan Penyusunan Artikel Ilmiah 36 http://repository.unimus.ac.id Januari Desember 2016 November 2016 Oktober 2016 Kegiatan September 2016 Juni-Juli 2016 No Agustus 2016 Bulan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat a. Gejala Positif-Negatif Gangguan Skizofrenia Anak Remaja Tabel 4. Distribusi Frekuensi berdasarkan Gejala Skizofrenia Gejala F % Positif 28 80,0 Negatif 7 20,0 Total 35 100,0 Tabel 4 menunjukkan sebagian besar responden memiliki anak dengan gejala positif gangguan skizofrenia (80,0%). b. Karakteristik Responden Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Karakteristik Karakteristik Responden F % Umur 31-40 4 11,4 41-50 14 40,0 51-60 13 37,1 61-70 4 11,4 Jenis kelamin Laki-laki 22 62,9 Perempuan 13 37,1 Pendidikan Tidak sekolah 1 2,9 SD 21 60,0 SMP 7 20,0 SMA 6 17,1 Pekerjaan Tidak bekerja 1 2,9 Swasta 7 20,0 Wiraswasta 5 14,3 Buruh 5 14,3 Petani 12 34,3 IRT 4 11,4 37 http://repository.unimus.ac.id Nelayan Pendapatan 500.000-1.000.000 1.100.000-3.000.000 Status Menikah Cerai hidup / mati Hubungan Orang tua kandung Orang tua tiri 1 2,9 24 11 68,6 31,4 29 6 82,9 17,1 34 1 97,1 2,9 Tabel 5 menunjukkan responden sebagian besar berumur 41-50 tahun (40,0%) dan berjenis kelamin laki-laki (62,9%). Tingkat pendidikan terakhir responden terbanyak berada pada pendidikan Sekolah Dasar (SD) (60,0%), sebagian besar responden bekerja sebagai petani (34,3%), sebagian besar responden memiliki rata-rata pendapatan Rp.500.000Rp.1.000.000 (68,6%). Sebagian besar responden berstatus menikah (82,9%) dan sebagian besar responden merupakan orang tua kandung pasien skizofrenia (97,1%). c. Tingkat Depresi Orangtua Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Depresi Orangtua Kategori F % Normal 27 77,1 Ringan 1 2,9 Sedang 5 14,3 Berat 2 5,7 35 100,0 Total Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki anak dengan skizofrenia berada pada kategori tingkat depresi normal (77,1%), sedangkan orangtua dengan tingkat depresi ringan berjumlah 1 orang (2,9%), tingkat depresi sedang 5 orang (14,3%) dan tingkat depresi berat 2 orang (5,7%). 38 http://repository.unimus.ac.id 2. Analisis Bivariat Tabel 7. Hubungan Gejala Positif Negatif dengan Tingkat Depresi Gejala P-Value Tingkat Depresi Total Positif Negatif Normal Ringan Sedang Berat Total 22 5 (62.86%) (14.29%) 1 0 (2.86%) (0%) 3 2 (8.57%) (5.71%) 2 0 (5.71%) (0%) 28 7 27 0,565 1 5 2 35 Tabel 7 menunjukkan 22 orang responden orangtua dengan anak yang memiliki gejala positif dan 5 orang responden orangtua dengan anak yang memiliki gejala negatif gangguan skizofrenia memiliki tingkat depresi yang normal (27 orang). Hasil uji Chi Square menunjukkan pada tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,565 (>0,05) hal ini berarti Ho diterima, sehingga dapat diartikan tidak ada hubungan yang signifikan antara gejala positif-negatif gangguan skizofrenia pada anak remaja dengan tingkat depresi pada orang tua. B. Pembahasan Berdasarkan analisis data hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa bahwa nilai p-value = 0,565 (>0,05) sehingga Ho diterima. Hal ini dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara gejala positif-negatif gangguan skizofrenia pada anak remaja dengan tingkat depresi pada orang tua. Hasil penelitian ini menunjukkan distribusi tingkat depresi normal pada orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia gejala positif mengalami 39 http://repository.unimus.ac.id tingkat depresi yang lebih tinggi yaitu sebesar 68.86% sedangkan tingkat depresi normal pada orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia gejala negatif mengalami tingkat depresi yang lebih rendah yaitu sebesar 14.29%. Tingkat depresi ringan pada orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia gejala postif mengalami tingkat depresi sebesar 2.86% sedangkan tingkat depresi ringan pada orang tua dengan dengan anak remaja penderita skizofrenia gejala negatif tidak ditemukan dalam penelitian ini (0%). Untuk tingkat depresi sedang pada orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia gejala positif mengalami tingkat depresi sebesar 8.57% sedangkan tingkat depresi sedang pada orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia gejala negatif sebesar 5.71%. Tingkat depresi berat pada orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia gejala positif sebesar 5.71% sedangkan tingkat depresi berat pada orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia gejala negatif tidak ditemukan dalam penelitian ini (0%). Hal ini dapat terjadi karena proporsi sampel penelitian tidak sama rata antara orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia positif dan negatif. Dalam penelitian ini sampel orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia positif lebih banyak yaitu 28 responden dan sampel orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia negatif sebesar 7 responden. Distribusi tingkat depresi menurut gejala skizofrenia menunjukkan bahwa orang tua dengan pasien gejala positif mengalami tingkat depresi yang lebih tinggi yaitu sebesar 17.14% daripada orang tua dengan pasien gejala negatif 5.71%. Temuan ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pengasuhan pasien skizofrenia dengan gejala negatif lebih sulit daripada pasien dengan gejala positif. Sehingga perbedaan dalam pengasuhan tersebut menjadikan beban tersendiri dalam diri orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia.27 Beban yang dialami oleh orang tua baik beban objektif berupa beban biaya finansial yang dikeluarkan untuk merawat penderita, hambatan aktivitas orang tua, isolasi sosial, pengucilan atau diskriminasi bagi keluarga penderita dan menurunnya kesehatan fisik, maupun beban subjektif yaitu perasaan 40 http://repository.unimus.ac.id cemas, sedih, frustasi, dan kekhawatiran akan masa depan penderita, ketidakberdayaan, perasaan kehilangan, dan perasaan bersalah. Beban orang tua bertambah karena gejala-gejala gangguan yang muncul pada pasien skizofrenia dapat mengganggu orang tua dalam merawat pasien. Beban pada diri orang tua tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup seorang orang tua. Dikarenakan berbagai beban inilah kualitas hidup seorang orang tua dapat menurun dan dapat menyebabkan depresi pada diri orang tua.28 C. Keterbatasan Penelitan 1. Jumlah responden orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia positif dan negatif tidak disamaratakan. Hal ini dapat memberi pengaruh pada hasil penelitian, karena pada penelitian-penelitian sebelumnya menyatakan bahwa orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia negatif lebih mengalami depresi. 2. Waktu penelitian yang singkat juga mempengaruhi jumlah sampel yang didapat oleh peneliti. 41 http://repository.unimus.ac.id BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara gejala positif-negatif gangguan skizofrenia pada anak remaja dengan tingkat depresi pada orang tua. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka saran yang dapat disampaikan peneliti adalah: 1. Orang tua dengan anak remaja penderita skizofrenia baik gejala positif ataupun negatif sebaiknya juga mendapatkan edukasi bagaimana cara menghadapi stress dalam merawat remaja penderita skizofrenia baik gejala positif ataupun negative. 2. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, dengan populasi yang proporsional dan lebih besar. 42 http://repository.unimus.ac.id DAFTAR PUSTAKA 1. Ibrahim, A. S. Gangguan Alam Perasaan: Manik Depresi. Tangerang: Jelajah Nusa; 2011. 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pharmaceutical Care untuk Penderita Gangguan Depresif; 2007. 3. Dinkes Kota Semarang. Rekap Laporan Program Kesehatan Remaja; 2010. 4. Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2003. 5. Ismail, R. Irawati, et Siste, K. Buku Ajar Psikiatri: Gangguan Depresi. Jakarta: FKUI; 2010. Hal: 209-215. 6. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th edition, Text revision, 1400 K Street, N.W, Washington, DC 2005; 2000. Hal: 298-306. 7. Dewi, I. Hubungan Karakteristik Caregiver terhadap Beban Caregiver Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta Periode Desember 2010-Februari 2011. Jakarta: Universitas Pembangunan Nasional; 2011. 8. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III: Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif]). Jakarta: Departemen Kesehatan; 1993. Hal: 150-155. 9. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III: Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham. Jakarta: Departemen Kesehatan; 1993. Hal: 107-108. 10. Maramis, Willy F., et Maramis, A.A. Ilmu Kedokteran Jiwa: Skizofrenia. Surabaya: Airlangga University Press; 2009. Hal: 261. 11. Tamiaga, A.C. Schizophrenia and Other Psychotyc Disorder in Kaplan & Saddock, Comprehensive Textbook of Psychiatry vol 1, 7th ed; 2009. Hal: 1451-1462. 12. Hasanat N., Utami M., dan Subandi. The Social Course of The Early Phase of Psychotyc Illness: a Preliminary Descriptive Study from Jogjakarta, dibacakan pada 3rd National Conference on Schizophrenia, Sanur Bali; 2004. 43 http://repository.unimus.ac.id 13. Kirkpatrick B et Tek C. Schizophrenia: Clinical Features and Psychopatology in Kaplan & Saddock (ed) Comprehensive Textbook of Psychiatry, 8th edition, Lippincott William and Wilkins. New York; 2005. Hal: 1432-1448. 14. Andreasen, N.C et Black, D.W. Introductory Textbook of Psychiatry 3rd edition, American Psychiatryc Publishing Inc. Washington DC, London, England; 2001. 15. Sadock, Benjamin J. Buku Ajar Psikiatri Klinis edisi 2. Jakarta: EGC; 2010. Hal: 154-155. 16. Fitrikasari A, Kadarman, Woroasih dan Sarjana W. Medica Hospitalia: Gambaran Beban Caregiver Penderita Skizofrenia di Poliklinik Rawat Jalan RSJ Amino Gondohutomo Semarang; 2012. 17. Justina N, Hidajat. Jurnal Soul Vol.6 No.1 : Profil Kepribadian dan Psychological Well-Being Caregiver Skizofrenia; 2013. 18. Sastroasmoro, Sudigdo. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis edisi ke-5. Jakarta: Sagung Seto; 2014. 19. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabet; 2010. Pendekatan Kuantitatif, 20. Beck A T, Steer R A, et Brown G K. Beck Depression Inventory-II (BDIII) Manual; 2016. 21. Stahl, S. M. Stahl’s Essential Psychopharmacology: Neuroscientific Basis and Practical Applications 3rd Edition; Psychosis and Schizophrenia. USA: Cambridge University Press; 2008. Hal: 250-253. 22. National Institute of Mental Health. Schizophrenia. Bethesda: U.S. Department of Health and Human Services National Institutes of Health.NIH Publication; 2015. 23. Mc Clellan, J. Practice parameter for the assessment and treatment of children and adolescents with schizophrenia. Journal of the American Academy of Child & Adolescent Psychiatry; 2013. 24. Wiguna T, Ismail R.I, Noorhana S.R, Kaligis F, Aji A.N, et Belfer M.L. Family responses to a child with schizophrenia: An Indonesian experience. Asian Journal of Psychiatry; 2015. 44 http://repository.unimus.ac.id 25. Jagannathan A, Thirthalli J, Hamza A, Nagendra H.R, et Gangadhar B.N. Predictor of family caregiver burden in schizophrenia: Study from an inpatient tertiary care hospital in India. Asian Journal of Psychiatry; 2014. 26. Hanzawa S, et al. Psychological impact on caregivers traumatized by the violent behavior of a family member with schizophrenia. Asian Journal of Psychiatry; 2012. 27. Brillianita, et al. Hubungan antara Gejala Positif dan Negatif Skizofrenia dengan Tingkat Depresi pada Caregiver Pasien Skizofrenia. Universitas Jember; 2014. 28. Fitrikasari A, Kadarman, Woroasih dan Sarjana W. Gambaran Beban Caregiver Penderita Skizofrenia di Poliklinik Rawat Jalan RSJ Amino Gondohutomo Semarang. Medica Hispitalia 2012; Vol 1 (2) : 118-122. 45 http://repository.unimus.ac.id Lampiran 1 46 http://repository.unimus.ac.id 47 http://repository.unimus.ac.id Lampiran 2 48 http://repository.unimus.ac.id Lampiran 3 49 http://repository.unimus.ac.id 50 http://repository.unimus.ac.id 51 http://repository.unimus.ac.id 52 http://repository.unimus.ac.id 53 http://repository.unimus.ac.id 54 http://repository.unimus.ac.id 55 http://repository.unimus.ac.id Lampiran 4 56 http://repository.unimus.ac.id 57 http://repository.unimus.ac.id 58 http://repository.unimus.ac.id 59 http://repository.unimus.ac.id 60 http://repository.unimus.ac.id Lampiran 5 61 http://repository.unimus.ac.id Lampiran 6 62 http://repository.unimus.ac.id Lampiran 7 Distribusi responden orangtua penderita berdasarkan gejala positif dan negatif gejala_postif_negatif Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid positif 28 80,0 80,0 80,0 negatif 7 20,0 20,0 100,0 35 100,0 100,0 Total Distribusi responden orangtua penderita berdasarkan BDI BDI Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid normal 27 77,1 77,1 77,1 ringan 1 2,9 2,9 80,0 sedang 5 14,3 14,3 94,3 berat 2 5,7 5,7 100,0 Total 35 100,0 100,0 Distribusi responden orangtua penderita berdasarkan karakteristik usia usia orang tua Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 31-40 4 11,4 11,4 11,4 41-50 14 40,0 40,0 51,4 51-60 13 37,1 37,1 88,6 61-70 4 11,4 11,4 100,0 Total 35 100,0 100,0 63 http://repository.unimus.ac.id Distribusi responden orangtua penderita berdasarkan karakteristik jenis kelamin jenis kelamin Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid laki-laki 22 62,9 62,9 62,9 perempuan 13 37,1 37,1 100,0 Total 35 100,0 100,0 Distribusi responden orangtua penderita berdasarkan karakteristik pendidikan terakhir pendidikan terakhir Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent tdk sekolah 1 2,9 2,9 2,9 21 60,0 60,0 62,9 SMP 7 20,0 20,0 82,9 SMA 6 17,1 17,1 100,0 Total 35 100,0 100,0 SD Valid Distribusi responden orangtua penderita berdasarkan karakteristik pendapatan pendapatan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 500.000-1.000.000 24 68,6 68,6 68,6 1.100.0000-3.000.000 11 31,4 31,4 100,0 Total 35 100,0 100,0 64 http://repository.unimus.ac.id Distribusi responden orangtua penderita berdasarkan karakteristik pekerjaan pekerjaan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent tdk bekerja 1 2,9 2,9 2,9 swasta 7 20,0 20,0 22,9 wiraswasta 5 14,3 14,3 37,1 buruh 5 14,3 14,3 51,4 petani 12 34,3 34,3 85,7 IRT 4 11,4 11,4 97,1 nelayan 1 2,9 2,9 100,0 35 100,0 100,0 Valid Total Distribusi responden orangtua penderita berdasarkan karakteristik status pernikahan Status pernikahan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent menikah Valid 29 82,9 82,9 82,9 cerai 6 17,1 17,1 100,0 Total 35 100,0 100,0 Distribusi responden orangtua penderita berdasarkan karakteristik hubungan darah Hubungan darah Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent orang tua kandung Valid orang tua tiri Total 34 97,1 97,1 97,1 1 2,9 2,9 100,0 35 100,0 100,0 65 http://repository.unimus.ac.id Hubungan usia dengan tingkat depresi orangtua penderita usia orang tua A * BDI1 Crosstabulation Count BDI1 normal ringan Total sedang berat 31-40 4 0 0 0 4 41-50 8 1 4 1 14 51-60 11 0 1 1 13 61-70 4 0 0 0 4 27 1 5 2 35 usia orang tua A Total Hubungan pendidikan terakhir dengan tingkat depresi orangtua penderita pendidikanterakhir * BDI1 Crosstabulation Count BDI1 normal tdk sekolah ringan Total sedang berat 0 1 0 0 1 18 0 1 2 21 SMP 5 0 2 0 7 SMA 4 0 2 0 6 27 1 5 2 35 SD pendidikanterakhir Total Hubungan pendapatan dengan tingkat depresi orangtua penderita pendapatan * BDI1 Crosstabulation Count BDI1 normal 500.000-1.000.000 ringan Total sedang berat 19 0 4 1 24 8 1 1 1 11 27 1 5 2 35 pendapatan 1.100.0000-3.000.000 Total 66 http://repository.unimus.ac.id Hubungan pekerjaan dengan tingkat depresi orangtua penderita pekerjaan * BDI1 Crosstabulation Count BDI1 normal pekerjaan ringan Total sedang berat tdk bekerja 1 0 0 0 1 swasta 6 1 0 0 7 wiraswasta 4 0 1 0 5 buruh 3 0 2 0 5 petani 9 0 1 2 12 IRT 3 0 1 0 4 nelayan 1 0 0 0 1 27 1 5 2 35 Total Hubungan status pernikahan dengan tingkat depresi orangtua penderita status * BDI1 Crosstabulation Count BDI1 normal menikah ringan Total sedang berat 21 1 5 2 29 6 0 0 0 6 27 1 5 2 35 status cerai Total Hubungan hubungan darah dengan tingkat depresi orangtua penderita hubungan * BDI1 Crosstabulation Count BDI1 normal orang tua kandung ringan Total sedang berat 26 1 5 2 34 1 0 0 0 1 27 1 5 2 35 hubungan orang tua tiri Total 67 http://repository.unimus.ac.id Hubungan gejala positif-negatif dengan tingkat depresi orangtua penderita BDI1 * gejala_postif_negatif Crosstabulation Count gejala_postif_negatif positif Total negatif normal 22 5 27 ringan 1 0 1 sedang 3 2 5 berat 2 0 2 28 7 35 BDI1 Total Chi-Square Tests za Value df Asymp. Sig. (2sided) a 3 ,565 Likelihood Ratio 2,423 3 ,489 Linear-by-Linear ,071 1 ,790 Pearson Chi-Square 2,037 Association N of Valid Cases 35 a. 6 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,20. 68 http://repository.unimus.ac.id