Antibodi Sumi Manafe Jeni H. Maukari Jonris A. Naru Welsar D. Langke Mersiana R. Manurak Pengertian Antibodi atau imunoglobulin Antibody atau immunoglobulin merupakan protein pelindung yang dihasilkan oleh limfosit vertebrata. Antibody memiliki kemampuan luar biasa untuk menolak atau mengabaikan bagian instriksik molekul dari organism inangnya. Secara khusus antibody dapat mengenali dan menetralkan molekul asing yang dihasilkan dari invasi organism virus, bakteri, atau sesuatu (agen) menular lainnya. (Garrett, Biochemistry) Antibody atau immunoglobulins sering kali disingkat dengan Ig. Immunoglobulins mengikat bacteri, virus, atau molekul besar yang diidentifikasi sebagai benda asing. Immunoglobulins diproduksi oleh limfosit B atau sel B.(david dan michael. Principles of biochemistry fourth edition) Secara umum dan luas antibodi dapat diartikan sebagai protein yang dapat ditemukan pada plasma darah dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan dan menetralisir benda asing seperti bakteri dan virus. Antibodi Protein penyusun 1) Antigen, mengikatkan diri kepada sel-sel musuh. 2) Membusukkan struktue biologi antigen tersebut dan menghancurkannya Fungsi Sifat • spesifik • Mengenal struktur antigen/ musuh dengan baik. Jenis-jenis antibodi antibodi Enzim pepain dan pepsin Fab (fragment antigen binding) Fc ( fragment crystalizable) Berdasarkan ukuran molekulnya dapat dibedakan menjadi 5 kelas yakni kelas immunoglobulin G, A, M, D, dan E, dan masing-masing kelas masih dapat dibedakan menjadi subkelas-subkelas. Tiap kelas Ig memiliki karakteristik tersendiri misalnya berat molekul, komposisi asam amino, dan strukturnya. Mekanisme pembentukan antibodi Leukosit yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh terdiri atas fagosit dan limfosit. Fagosit merupakan sel yang akan menghancurkan benda asing yang masuk ke dalam tubuh dengan cara menelannya (fagositosis). Fagosit terdiri atas neutrofil dan makrofag. Neutrofil terdapat di dalam darah, sedangkan makrofag mampu memasuki ke dalam jaringan ataupun rongga tubuh. Limfosit terdiri dari dua jenis, yaitu limfosit B dan limfosit T. Limfosit B terbentuk dan dimatangkan dalam sumsum tulang (bone marrow). Dalam sumsum tulang, berdeferensiasi menjadi sel plasma yang berfungsi menyekresikan antibodi ke dalam cairan tubuh merupakan memori yang berfungsi menyimpan informasi antigenyang disimpan dalam bentuk DNA untuk memproduksi antibodi yang cocok dengan antigen. Sel limfosit B hidup dalam waktu yang lama. Limfosit T Limfosit T dimatangkan di kelenjar timus. Di kelenjar timus, limfosit T juga berdeferensiasi menjadi sel T sitotoksik (cytotoxic T cell), sel T penolong (helper T cell), sel T supressor (supressor T cell), dan sel T memori (memory T cell. Sel T sitotoksik berfungsi dalam membunuh sel yang terinfeksi. Sel T penolong berfungsi mengaktifkan limfosit B dan limfosit T. Sel supressor berfungsi dalam mengutangi produksi antibodi oleh selsel plasma dengan cara menghambat aktivitas sel T penolong dan sel T sitotoksik. SelT memori diproduksi untuk mengingat antigen yang telah masuk ke dalam tubuh. Jika kelak antigen yang sama menyerang tubuh kembali, maka dengan adanya sel T memory akan terjadi respon sekunder yang lebih cepatdan kuat. Akibatnya, sering antigen telah diluncurkan sebelum terjadi demam atau radang. Menurut Roitt (1988) terdapat 2 teori mengenai mekanisme pembentukan antibodi yaitu: Teori instruktif (oleh Erlich) : pada setiap organisme memiliki prekursor limpfosit B yang hanya sejenis. Antigen akan memerintahkan precursor limfosit B tersebut untuk menyesuaikan dengan antigen yang masuk yang kemudian berkembang menjadi sel plasma untuk membentuk antibodi. Teori instrukstif saat ini telah ditinggalkan oleh para ahli. Teori selektif (oleh Jerne & Burnet): Pembentukan antibodi berdasarkan clonal selection theory sebagai berikut: pada setiap organisme terdapat berjuta-juta precursor limfosit B. Oleh Jerne & Burnet (1978) dikatakan ada sekitar 108-1012 jenis sel limfosit B. Dengan adanya antigen yang masuk ke dalam tubuh suatu organisme, maka akan merangsang interaksi antara antigen determinan (epitope) dengan sel limfosit B yang sesuai yang kemudian akan memacu diferensiasi dan proliferasi dari sel tersebut menjadi sel plasma yang memiliki kemampuan menghasilkan antibody (immunoglobulin). Ketika mendapatkan luka, maka selain reaksi pembekuan darah, tubuh juga dengan cepat melindungi bukaan pada luka dari infeksi bakteri dan mikroorganisme lainnya. Adanya luka secara langsung telah merusakkan sistem pertahanan tubuh nonspesifik eksternal. Ketika terjadi luka, histamin dilepaskan oleh mast cell (mastosit), dan sel basofil yang tersebar di seluruh jaringan. Histamin yang diterima reseptor pada otot polos dan endotelium di dinding kapiler darah menyebabkan kapiler darah mengalami vasodilatasi (penambahan diameter), sementara vena menyempit. Hal ini menyebabkan kapiler darah menjadi lebih permeabel. Daerah tersebut akan terlihat memerah dan membengkak. Selain mengeluarkan histamin, mastosit juga menghasilkan faktor kemotaksis untuk ‘menarik’ dan mengaktifkan eosinofil, neutrofil, dan monosit (sel fagosit), serta faktor pengaktif keping darah yang akan terlibat dalam proses pembekuan darah. Sel fagosit, baru akan terlihat di sekitar daerah luka setelah sekitar 30 sampai 90 menit kemudian. Eosinofil berperan dalam menghambat dan mengurangi konsentrasi histamin yang dikeluarkan mastosit, agar tidak terjadi reaksi yang berlebihan. Jika terjadi infeksi oleh bakteri, maka neutrofil akan mengaktifkan lisosom. Lisosom melepaskan enzim lysozim yang akan mendegradasi bakteri dan selsel dari jaringan yang rusak di sekitar luka. Monosit dan makrofag juga menghasilkan endogenous pyrogen. Zat ini memberikan sinyal pada pengatur suhu di hipotalamus, untuk menaikkan suhu tubuh beberapa derajat. Kita menyebut situasi ini sebagai demam. Hal ini terjadi terutama jika infeksi yang diderita cukup berat. Naiknya suhu tubuh dimaksudkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau organisme patogen, agar lebih mudah dilumpuhkan. Respons tubuh ini dapat dikatakan sebagai respons sistem pertahanan tubuh nonspesifik dan belum melibatkan sel-sel limfosit. Antibodi yang disekresikan sel plasma akan berikatan dengan antigen mikroba, untuk kemudian dapat dikenali oleh makrofag dan dicerna. Fenomena ini disebut opsonic adherence (Opsin adalah istilah yang berarti “bersiap untuk makan”) atau opsonisasi. Proses ini pada dasarnya adalah mekanisme penandaan sel mikroba pelumpuh antigen dengan antibodi. SEKIAN & TERIMA KASIH