BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan dapat diartikan hal – hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. (Koentjaraningrat, 1974 : 19) Kebudayaan merupakan keseluruhan hasil kreativitas manusia yang sangat kompleks. Di dalamnya berisi struktur – struktur yang saling berhubungan, sehingga merupakan kesatuan yang berfungsi sebagai pedoman dalam kehidupan. Adanya kait mengait di antara unsur – unsur itulah sehingga dapat dikatakan bahwa kebudayaan adalah sebagai sistem. Artinya, kebudayaan merupakan kesatuan organis dari rangkaian gejala, ujud, dan unsur – unsur yang berkaitan satu dengan yag lain. (Tri Widiarto, 2009:10) Dalam buku Tri Widiarto yang berjudul Psikologi Lintas Budaya Indonesia, Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa kebudayaan adalah budi daya manusia dalam hidup masyarakat. Sementara itu kebudayaan juga sering disamakan dengan istilah culture. Sebenarnya istilah tersebut berasal dari kata Colere dari bahasa latin artinya mengelola atau mengerjakan bangunan, yaitu mengolah tanah menjadi lahan pertanian. (Tri Widiarto, 2009 : 11) Kebudayaan yang merupakan suatu corak kehidupan yang ada didalam masyarakat diungkapkan dalam bentuk cara bertindak, berbicara, berpikir dan hidup. Kebudayaan merupakan hasil budidaya manusia yang memberikan ciri untuk mengangkat derajat manusia sebagai makhluk paling sempurna diantara makhluk yang lainnya. Dari kebudayaan dapat diketahui tingkat keberadab an manusia. 2. Wujud kebudayaan dan Unsur – unsur kebudayaan Menurut Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan terdiri dari tiga wujud yaitu : a. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide – ide, gagasan, nilai – nilai, norma – norma, dan peraturan. b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitet kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. c. Wujud kebudayaan sebagai benda – benda hasil karya manusia. Ketiga wujud kebudayaan di atas dalam kenyataan kehidupan masyarakat tidak akan terpisah satu dengan yang lainnya. Kebudayaan ide dan adat istiadat mengatur dan memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia. Perbuatan dan karya manusia, menghasilkan benda – benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauh manusia dari lingkungan alaminya, sehingga mempengaruhi pula pola – pola perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi cara pikirnya (Koentjaraningrat, 1974 : 11). 3. Unsur – unsur Kebudayaan Dalam unsur – unsur kebudayaan yang universal merupakan unsur – unsur yang pasti bisa didapatkan di semua kebudayaan di dunia (Koentjaraningrat, 1974 : 11). Unsur – unsur kebudayaan dikelompokan menjadi cabang – cabang kebudayaan yang tetap. Kebudayaan dapat dibagi ke dalam unsur – unsur, sosial, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, filsafat, dan religi. Di samping itu ada pula yang membagi kebudayaan ke dalam unsur – unsur seperti : pola – pola komunikasi, bentuk jasa – jasa, pertukaran barang dan jasa, bentuk – bentuk hak milik, kontrol sosial, praktek religi dan magi, mitologi, filsafat, ilmu, kesenian, dan rekreasi (Tri Widiarto, 2009:15). 4. Pengertian Upacara Tradisional Upacara adalah rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat kepada aturan – aturan tertentu menurut adat atau agama, perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan peristiwa penting. Upacara tradisional merupakan suatu kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat pendukungya dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan keselamatan, yang mengandung aturan – aturan yang wajib dipenuhi dan dilaksanakan oleh warga masyarakat (Hambali Hasan,1984:1). Dari pengertian diatas terdapat hal – hal penting dalam upacara tradisional yang dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Upacara tradisional dalam pelaksanaannya mengandung aturan – aturan yang harus dipenuhi oleh warga pendukungnya. b. Upacara tradisional sebagai suatu kegiatan sosial yang dilaksanakan oleh sekelompok warga masyarakat yang bertujuan untuk mencapai keselamatan. c. Upacara tradisional tumbuh dan menyebar melalui berbagai sikap manusia terhadap peristiwa tertentu. 5. Tujuan Upacara Tradisional Upacara tradisional yang dilakukan oleh suatu masyarakat bertujuan agar terhindar dari segala macam bahaya, sakit penyakit dan malapetaka serta masyarakat berharap selalu diberikan keselamatan. Tujuan upacara tradisional untuk mewujudkan pengertian dan pemahaman atas nilai – nilai serta gagasan vital yang terkandung didalamnya (Hambali Hasan, 1985:2) Tujuan upacara tradisional yang dilakukan oleh anggota masyarakat baik secara bersama atau individu adalah mendapatkan keselamatan agar dihindarkan dari segala hal – hal yang buruk yang membawa musibah. Upacara tradisional dilakukan secara berkala dan juga mengingatkan semua warga masyarakat yang ada dalam komunitas, jika terjadi penyimpangan akibat yang muncul akan menimpa seluruh masyarakat satu desa (Slamet Ds, 1984:54). 6. Jenis – Jenis Upacara Tradisional Upacara – upacara tradisional yang ada di Indonesia secara garis besar dapat dikelompokan menjadi : a. Upacara tradisional kaitanya dengan alam, merupakan upacara yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap dunia gaib dan peristiwa – peristiwa alam. b. Upacara tradisional yang berhubungan dengan sosial. Upacara tradisional ini berhubungan erat dengan adanya suatu harapan keselamatan seseorang maupun keselamatan orang tertentu agar mencapai suatu keselamatan dalam hidunya, serta dijauhkan dari gangguan – gangguan makhluk halus dan perbuatan yang dapat mengakibatkan kecelakaan dan kerugian (Kamajaya Karkoro, 1992:V) c. Upacara tradisional yang berkaitan dengan mitos, yaitu upacara tradisional yang didalamnya mengandung pemujaan terhadap seseorang tokoh yang memiliki kekuasaan terhadap alam yang berada dipangkuannya. d. Upacara tradisional yang berkaitan dengan legenda. Dalam kaitannya dengan jenis ini diadakan pembagian yang lebih khusus yaitu : 1) Legenda perseorangan, yaitu legenda yang dianggap oleh yang empunya cerita benar – benar terjadi (James Dananjaya, 1991 :73) 2) Legenda setempat, yaitu legenda yang menceritakan tentang kejadian di suatu tempat baik yang menyangkut nama tempat, bentuk tipologi, yaitu bentuk permukaan suatu daerah apakah berbukit – bukit, berjurang dan sebagainya (James Dananjaya, 1991:75) 7. Sistem Kerukunan Dalam Upacara Tradisional Kerukunan merupakan suatu kehidupan masyarakat untuk saling menghargai, menghormati, dan mengisi antar masyarakat yang menghuni suatu wilayah. Rukun berarti dalam keadaan selaras tanpa perselisihan dan pertentangan disetiap anggota keluarga dan selalu saling membantu dalam segala masalah (Suseno,1998:39) 8. Sistem Solidaritas Masyarakat Desa Sekendal mengenal Sistem gotong royog yanng tinggi. Sistem gotong royong ini sudah dikenal sejak jaman dahulunya yang diwariskan secara turun temurun dari tiap – tiap generasi. Gotong royong dalam bahasa Dayak Balangin disebut juga dengan Pangari yang berarti bersama – sama mengerjakan sesuatu, saling membantu, dan saling mengutamakan bagi yang membutuhkan bantuan. Masyarakat desa Sekendal memiliki nilai kebersamaan yang tinggi. Nilai kebersamaan tersebut tercermin dari salah satu tradisi yang ada di desa Sekendal, yaitu tradisi adat Baranyun. Dalam pelaksanaan tradisi adat Baranyun ini masyarakat secara bersama – sama saling membantu satu sama lainnya untuk mempersiapkan tradisi adat Baranyun. Masyarakat secara bersama – sama bergotong royong untuk melengkapi segala persyaratan serta peralatan yang digunakan dalam tradisi adat Baranyun. Pada awal hingga akhir pelaksanaan upacara adat Baranyun masyarakat secara bersama – sama memeriahkan upacara adat Baranyun. Dalam pelaksanaan upacara adat Baranyun masyarakat yang secara bersama – sama melaksanakan upacara adat saling menghargai serta menghormati satu sama lain tanpa ada pembedaan baik golongan sosial, etnis dan agama. 9. Nilai – Nilai Budaya Nilai – nilai yang terkandung dalam tradisi adat Baranyun diantaranya sebagai berikut : a. Sikap gotong royong dapat dilihat dari kebersamaan masyarakat yang secara bersama – sama membantu dalam menyiapkan perlengkapan adat Baranyun, gotong royong ini dilakukan sampai acara upacara adat selesai. b. Toleransi beragam terlihat dari jalannya upacara adat Baranyun yang selalu diikuti oleh masyarakat tanpa melihat perbedaan agama yang ada. c. Nilai persatuan nampak pada persiapan dan pelaksanaan upacara adat Baranyun, dimana masyarakat bersatu untuk dapat mewujudkan supaya upacara tersebut dapat berjalan lancar seperti yang diharapkan. 10. Pengertian Simbol Menurut etimologinya, simbol diambil dari kata Yunani sumballo (sumballein), yang mempunyai beberapa arti, yaitu berwawancara, merenungkan, memperbandingkan, bertemu, melemparkan menjadi satu, menyatukan. Bentuk simbol adalah penyatuan dua hal luluh menjadi satu. (Hans J. Daeng, 2008:82) Dalam pengenalan dan penggunaan simbol – simbol pada masyarakat Dayak di Kalimantan Barat jelas terdapat banyak persamaan. Hal ini ada kaitannya dengan kepercayaan mereka, yang menganggap bahwa alam itu, baik yang nyata maupun yang gaib, merupakan sumber dan basis kehidupan. Oleh karena itu, jika mereka bijaksana menata alam mereka akan mendapat rezeki dari alam, dibantu bahkan dilindungi oleh alam. (Paulus Folrus, 1994 : 44) Penggunaan simbol dalam suku Dayak berkaitan dengan suatu kepercayaan. Mereka percaya bahwa alam ini baik yang nyata maupun yang gaib memiliki suatu kekuatan dan mereka percaya bahwa ada kekuatan lain di luar dirinya yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah. Suku Dayak menganggap pengetahuan akan tanda-tanda atau simbol tertentu dalam kehidupan mereka adalah hal yang wajar. Manusia banyak memiliki kekurangan dan manusia tidak dapat hidup sendiri. Dengan keterbatasan itulah, manusia sadar bahwa hidup harus selaras dengan yang lain, hidup harus selalu menyadari dari mana mereka berasal. Kesadaran akan keterbatasan itulah yang membuat alam pikiran untuk memunculkan simbolsimbol atau dengan kata lain alam pikiran itu diungkapkan dalam bentuk simbol-simbol. Suku Dayak menggunakan simbol adalah untuk menyatakan identitas sebagai orang Dayak. Tetapi simbol tersebut juga merupakan perlindungan, ketika terjadi suatu masalah, maka roh halus atau roh nenek moyang akan melindungi atau menolong misalnya Pantak, Pantak adalah patung yang terbuat dari kayu belian atau kayu besi yang dipuja dan disembah mereka percaya bahwa Pantak merupakan jelmaan dari roh Jubata. B. Penelitian Yang Relevan Seperti yang dikemukakan dalam penelitian Nonik Apriliyawati yang membahas tentang makna tradisi sedekah bumi (Dekahan ) dalam mendorong kerukunan masyarakat Dusun Teleng Kec. Karanggeneng Kab. Lamongan. Penelitian ini membahas secara luas tentang Tradisi Sedekah Bumi yang dilakukan di daerah pedesaan yang kebanyakan penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Upacara tradisi Sedekah Bumi di Dusun Teleng dilakukan atas dasar usaha masyarakat mengadakan selamatan yang bertujuan untuk menghindarkan masyarakat dari bahaya “Pagebluk”. Di samping itu upacara tradisi ini juga merupakan ungkapan syukur dari masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen yang diberikan. Dan nilai – nilai yang terkandung dalam tradisi sedekah bumi adalah nilai kesatuan yakni rasa persaudaraan dan rasa ingin membantu satu sama lainnya untuk memunculkan rasa kebersamaan yang didasari oleh rasa senasib seperjuangan, serta nilai komunikasi yakni sebagai sarana komunikasi serta silaturahmi antar warga masyarakat. Pada penelitian ini memiliki suatu kesamaan yaitu sama– sama membahas tentang ungkapan syukur masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen, serta masyarakat berharap selalu diberikan keselamatan. Penelitian tersebut memiliki suatu perbedaan. Baik itu dari segi tempat serta objek penelitian sudah jelas berbeda. Penelitian membahas secara luas bagaimana prosesi upacara adat baranyun dan makna upacara adat baranyun bagi masyarakat desa Sekendal Kecamatan Air Besar Kabupaten Landak propinsi Kalimantan Barat. Tadisi adat Baranyun dapat menimbulkan nilai – nilai kebersamaan, gotong royong, persatuan antar masyarakat yang memiliki perbedaan ideologi, etnis dan budaya.