BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Multithreading Pada saat membangun sebuah program, kita sering menemukan proses yang harus dikerjakan dengan urutan sequencial yang memiliki pola tertentu. Meskipun masingmasing indeks didalam urutan tersebut memiliki variable yang berubah-ubah nilainya sesuai indeks yang diwakilinya, contohnya proses perkalian matriks, penentuan nilai deret bilangan dan deret aritmatika, pemrosesan matriks adjacency didalam teori graph, penyusunan laporan didalam file Microsoft Excel, dan lain-lain. Pada penerapannya, proses-proses sequencial tersebut harus diolah mulai dari indeks pertama hingga indeks terakhir. Maka secara logika indeks yang ke n tidak akan diproses sebelum indeks yang ke n-1 selesai diproses dan indeks yang ke n-1 juga tidak akan diproses sebelum indeks yang ke n-2 selesai diproses. Tetapi dengan menggunakan teknik multithreading, kita mampu mengolah indeks-indeks yang ada didalam sebuah proses sequencial tanpa menunggu indeks yang sebelumnya selesai diproses. Dan salah satu keuntungan yang didapat melalui multithreading adalah proses runtime akan berjalan lebih cepat karena multithreading mampu memparalelkan proses yang berjalan pada proses sequencial tersebut. 2.1.1 Pengertian Multitasking Kita mungkin sering mendengar tentang multitasking, sebuah kemampuan didalam sebuah sistem operasi yang memungkinkan berjalannya lebih dari satu program pada saat yang bersamaan. Sebagai contoh, kita bisa mencetak sebuah dokumen sambil mendengarkan music, atau kita bisa menonton video sambil mendownload sebuah lagu dari internet. Multitasking bisa dilakukan dalam dua cara berdasarkan bagaimana cara sistem operasi menghentikan program, dua cara tersebut adalah preemptive multitasking dan cooperative (atau nonpreemptive) multitasking (Sun Microsystem, 1994). Preemptive multitasking adalah sistem operasi menghentikan program tanpa persetujuan dari program yang bersangkutan dengan kata lain program dihentikan dengan cara dipaksa sehingga program berakhir sebelum perintah exit. Sedangkan Universitas Sumatera Utara 8 cooperative multitasking adalah ketika program berakhir pada saat program tersebut diperintahkan untuk berakhir. 2.1.2 Pengertian Multithreading Program dengan multithreading sebenarnya mengembangkan ide dari multitasking tersebut dengan mengambil satu level pemahaman dibawahnya, yaitu sebuah program tunggal yang menjalankan lebih dari satu task pada waktu yang bersamaan (Sun Microsystem, 1994). Biasanya task tersebut disebut dengan thread yang merupakan singkatan dari istilah thread control. Maka, sebuah program yang menjalankan lebih dari satu thread pada saat yang bersamaan disebut dengan program multithreading. Untuk lebih memperjelas mengenai multithreading, penulis akan mencoba memberikan gambaran melalui gambar 2.1.1 dibawah ini. Gambar 2.1.1 : Penjabaran multithreading Pada gambar 2.1.1 diberikan penjabaran tentang multithreading. Gambar yang disebelah kiri adalah proses squencial dan yang disebelah kanan adalah proses yang dikerjakan dengan multithreading. Pada proses multithreading dapat dilihat bahwa ada dua thread yang bekerja meskipun diatur dengan penjadwalan. Pada proses multithreading tersebut, akan lebih banyak code yang dieksekusi pada saat thread yang lain sedang menunggu. Universitas Sumatera Utara 9 Pemrograman multithreading telah ada lebih dari 30 tahun ini (Shene C-k, 2001), beberapa sistem sebelumnya juga sudah mendukung pemrograman multithreading dengan beberapa nama yang berbeda. Sebagai contoh IBM memanggil sebuah thread dengan sebutan coroutine. Dan sekarang ini hampir semua sistem operasi mendukung pemrograman multithreading sejak Windows 95/NT hingga sistem operasi turunan dari Unix. 2.1.3 Penjadwalan Thread Processor komputer semakin lama semakin cepat, sebelum kemampuan aplikasi komputer belum mampu memepertahankan kecepatannya. Untuk aplikasi komersial, nilai rata-rata CPI (Cycles Per Instruction) processor mencapai 2.5 atau 3 CPI. Melalui instruksi empat arah dari processor, satu diantara 3 CPI berarti hanya satu slot dari dua puluh yang sedang baik untuk digunakan. Karena itu kemampuan aplikasi komputer tidak berubah meskipun kemampuan hardware telah ditingkatkan. Penjadwalan thread adalah sebuah metode yang digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap thread yang sedang dieksekusi pada multithreaded processor. Resource utilitas dari masing-masing multiple thread diukur pada saat thread tersebut dieksekusi secara bersamaan pada sebuah multithreaded processor (Chrysos, 2003). 2.1.4 Desain Perancangan Pemrograman Multithreading Pada saat ini, hampir semua sistem operasi mendukung pemrograman multithreading sejak Windows 95/NT hingga sistem operasi turunan Unix. Untuk melakukan pemrograman multithreading, dibutuhkan bahasa yang berbasis objek (Object Oriented Programming) dikarenakan hanya bahasa pemrograman yang berorientasi objek yang menyediakan fasilitas untuk pemrograman multithreading dimana bahasa tersebut menyediakan eksekusi serentak dari banyak thread yang ada pada sebuah program yang sama. Pada dasarnya, thread menyediakan cara untuk mengeksekusi program secara parallel didalam satu program yang sama. Untuk desain perancangan pemrograman multithreading digunakan metode UML (Unified Modelling Language). UML dikeluarkan oleh Object Management Group (OMG), adalah sebuah bahasa grafis yang telah diterima secara umum sebagai metode standart untuk menggambarkan sistem perangkat lunak yang dikembangkan berorientasi objek (Saxena dan Shrivastava, 2009). Selain diaplikasikan pada desain Universitas Sumatera Utara 10 perancangan program atau sistem, UML juga bisa diaplikasikan pada perancangan proses bisnis dan arsitektur sistem hardware. Detail dan deskripsi yang baik tentang UML ditunjukkan pada tulisan oleh Booch et al tahun 2004 dan Alhir tahun 1998. 2.1.4.1 Representasi UML dari Proses dan Thread Gambar 2.1.2 : Representasi UML untuk proses dan thread Pada gambar 2.1.2 menunjukkan detail dari sebuah proses dan thread serta relasi antara keduanya menggunakan class diagram. Pada desain ini, digunakan stereotype dari UML untuk mendefenisikan proses dan thread yang dinamakan <<process>> dan <<thread>>. Stereotype tersebut mendefenisikan class dari proses dan thread yang sedang aktif yang dinamakan class process dan thread. Class process memiliki multiple anggota dari class thread dan dijelaskan sebagai relasi 1..n pada diagram (Saxena dan Shrivastava, 2009). Universitas Sumatera Utara 11 2.1.4.2 Representasi UML dari Execution Core Gambar 2.1.3 : Stereotype dari execution core Gambar 2.1.4 : Class diagram dari sebuah core Gambar 2.1.5 : Anggota tunggal dan multiple dari core Pemodelan UML untuk menggambarkan core eksekusi yang ditunjukkan menggunakan UML. Gambar 2.1.3 menunjukkan stereotype <<Execution_core>>, gambar 2.1.4 menunjukkan class diagram dari core yang ditunjukkan, dan gambar 2.1.5 menunjukkan anggota tunggal dan multiple dari core (Saxena dan Shrivastava, 2009). Universitas Sumatera Utara 12 2.2 Kriptografi Untuk membuktikan pengaruh mutltithreading didalam meningkatkan kecepatan proses, maka penulis menerapkan teknik multithreading tersebut pada proses kriptografi dengan algoritma affine cipher. Kriptografi adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara menjaga agar data atau pesan tetap aman saat dikirimkan, dari pengirim ke penerima tanpa mengalami gangguan dari pihak ketiga (Stalling, 1998). Tujuan penerapan kriptografi adalah untuk membuat sesuatu yang tersembunyi, baik itu berupa text, suara, gambar, dan video. Untuk lebih memperjelas pengertian kriptografi, penulis mencoba menjabarkan arsitektur umum kriptografi melalui gambar 2.2.1 dibawah ini. ALGORITMA PLAIN TEXT KEY TOLONG UANGNYA DISIMPAN DIBAWAH KASUR KAMAR SAYA, JANGAN LUPA KAMAR DIKUNCI LALU SIMPANKAN KUNCI ITU DIBAWAH POT BUNGA WBMBWN=FJWNWZI=YX VXRGJW=YXOJPJS=HJV FQ=HJRJQ=VJZJ+=CJW NJW=MFGJ=HJRJQ=YX HFWTX=MJMF=VXRGJW HJW=HFWTX=XAF=YXO JPJS=GBA=OFWNJ CIPHER TEXT Gambar 2.2.1 : Arsitektur umum kriptografi Dari arsitektur umum kriptografi diatas terlihat bahwa text pada kotak sebelah kiri merupakan text mentah (plain text) dan text pada kotak sebelah kanan adalah text hasil enkripsi atau mekanisme yang dilakukan untuk merubah text mentah menjadi text tersembunyi (Septiarini dan Hamdani, 2011) yang disebut dengan cipher text. Sedangkan setelah menjadi cipher text, text tetap bisa kembali diubah menjadi bentuk plain text-nya, proses ini disebut dengan dekripsi. Enkripsi dan dekripsi dilakukan melalui sebuah algoritma yang algoritma tersebut memiliki key yang hanya diketahui oleh pengirim dan penerima. Didalam penulisan skripsi ini, penulis mencoba melakukan proses kriptografi dengan algoritma affine cipher. Universitas Sumatera Utara 13 2.2.1 Affine Cipher Affine cipher adalah perluasan dari metode Caesar cipher, yang mengalihkan plain text dengan sebuah nilai dan menambahkannya dengan pergeseran P menghasilkan cipher text C yang dinyatakan dengan fungsi kongruen 𝐶𝐶 = 𝑚𝑚 𝑃𝑃 + 𝑏𝑏 (𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑛𝑛) Yang mana n adalah ukuran alphabet, m adalah bilangan bulat yang harus relatif prima dengan n (m dan n tidak mempunyai faktor prima bersamaan atau FPB m dan b = 1) maka jika tidak relatif prima, maka dekripsi tidak bisa dilakukan, dan b adalah jumlah pergeseran. Untuk melakukan deskripsi, rumus enkripsi diatas harus dipecahkan untuk memperoleh P. Solusi kekongruenan tersebut hanya ada jika invers m (mod n), dinyatakan dengan m -1. Jika m -1 ada maka dekripsi dilakukan dengan persamaan sebagai berikut 𝑃𝑃 = 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑚𝑚) (𝐶𝐶 − 𝑏𝑏)(𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑛𝑛) Invers(m) didapat dengan menggunakan persamaan 𝑚𝑚𝑚𝑚 (𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑛𝑛) ≡ 1 (𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑛𝑛) Untuk lebih jelas mengenai proses algoritma Affine Cipher, maka akan dijabarkan melalui contoh dibawah ini. P = {A=0, B=1, C=2, …} maka n = 26 (0 S/D 25) Plaintext = KRIPTO (10 17 8 15 19 14) m = 7 dan b = 10 (dikarenakan 7 dan 10 adalah relatif prima) Enkripsi: C ≡ 7P + 10 (mod 26) p1 = 10 c1 ≡ 7 ⋅ 10 + 10 ≡ 80 ≡ 2 (mod 26) (huruf ‘C’) p2 = 17 c2 ≡ 7 ⋅ 17 + 10 ≡ 129 ≡ 25 (mod 26) (huruf ‘Z’) p3 = 8 c3 ≡ 7 ⋅ 8 + 10 ≡ 66 ≡ 14 (mod 26) (huruf ‘O’) p4 = 15 c4 ≡ 7 ⋅ 15 + 10 ≡ 115 ≡ 11 (mod 26) (huruf ‘L’) p5 = 19 c1 ≡ 7 ⋅ 19 + 10 ≡ 143 ≡ 13 (mod 26) (huruf ‘N’) p6 = 14 c1 ≡ 7 ⋅ 14 + 10 ≡ 108 ≡ 4 (mod 26) (huruf ‘E’) Universitas Sumatera Utara 14 maka didapat hasil ciphertext yaitu CZOLINE Kemudian untuk melakukan dekripsi, mula-mula cari invers(m). 7x ≡ 1 (mod 26) x = 15, karena 7.15 (mod 26) = 1 (mod 26) maka P = 15 (C – 10) (mod 26) c1 = 2 p1 ≡ 15 ⋅ (2 – 10) = –120 ≡ 10 (mod 26) (huruf ‘K’) c2 = 25 p2 ≡ 15 ⋅ (25 – 10) = 225 ≡ 17 (mod 26) (huruf ‘R’) c3 = 14 p3 ≡ 15 ⋅ (14 – 10) = 60 ≡ 8 (mod 26) (huruf ‘I’) c4 = 11 p4 ≡ 15 ⋅ (11 – 10) = 15 ≡ 15 (mod 26) (huruf ‘P’) c5 = 13 p5 ≡ 15 ⋅ (13 – 10) = 45 ≡ 19 (mod 26) (huruf ‘T’) c6 = 4 p6 ≡ 15 ⋅ (4 – 10) = –90 ≡ 14 (mod 26) (huruf ‘O’) maka didapatlah Plaintext berupa KRIPTO Dalam kasus tugas akhir ini, n adalah 2.147.483.647 dikarenakan nilai dari integer adalah antara - 2.147.483.647 hingga 2.147.483.647, karena nilai dibatasi tidak boleh lebih kecil dari nol, maka rentang yang diterapkan adalah antara 0 hingga 2.147.483.647. Nilai integer diambil karena penulis mencoba menerapkan algoritma enkripsi tersebut pada gambar dan masing-masing pixel gambar dapat diwakili dengan nilai integer. Universitas Sumatera Utara