CERAI GUGAT KARENA SUAMI PENGGUNA NARKOBA (Analisis

advertisement
CERAI GUGAT KARENA SUAMI PENGGUNA NARKOBA
(Analisis Putusan Pengadilan Agama Tigaraksa Nomor 0154/Pdt.G/2013/PA)
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Disusun Oleh
Hendrix
NIM:208044100008
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
ABSTRAKSI
Hendrik, Cerai Gugat Karena suami Pengguna Narkoba Menurut Perspektif Hukum
islam dan Hukum Positif (Analisis Putusan Pengadian Agama Tigaraksa Nomor
0154/Pdt.G/2013 PA)
Skripsi: Diajukan kepada fakultas Syariah dan Hukukm sebagai salah satu sarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Syariah UIN syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014.
Skripsi ini ditujukan untuk lebih memperjelas dalam pemahaman terhadap
permasalahan dalam KHI yang tidak tertera alasan perceraian karena faktor narkoba.
Sedangkan pada prakteknya di Pengadilan Agama Tigaraksa terjadi perceraian dengan
alasan suami pengguna narkoba.
Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian dengan
pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini menekankan pada kualitas sesuai dengan
pemahaman deksrptif. Penelitian ini berupa analisis tehadap kasus yang berkenaan
dengan cerai gugat dengan alasan kekerasaan dalam rumah tangga yang dipengaruhi oleh
narkoba yang terjadi di Pengadilan Agama Tigaraksa.
Setelah melihat dan menganalisa putusan Pengadilan Agama Tigaraksa ada
beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan pembahasan gugat cerai karena suami
pemakai narkoba, yaitu:
1. Dalam memutuskan perkara tersebut, hakim berusaha objektif dan berhati - hati
dengan teliti karena tidak sedikit juga kasus yang timbul bukan murni dari faktor
narkoba, tetapi dari unsur lain seperti masalah ekonomi, komunikasi pasif,
perselingkuhan, bahkan kekerasan dalam rumah tangga yang menjadikan unsur
narkoba, sebagai alasan tambahan dalam pengajuan gugatan perceraian.
2. Putusan hakim tentang gugatan perceraian yang mengadung kekrasan dalam rumah
tangga kurang tepat karena terdapat unsur narkoba, karena didalam pasal ll6 KHI
huruf (f) yang menyatakan narkoba termasuk unsur yang memabukan, meskipun kasus
ini tidak murni karena Narkoba atau alasan lain yang menjadikan narkoba sebagai
alasan tambahan.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulilahirabil ‘alamin, segala puja puji serta Syukur dipanjatkan
kepada Allah SWT, Tuhan yang mengatur seluruh kehidupan dan penguasa
seluruh kehendak hati manusia. Shalawat serta salam semoga tetap dilimpahkan
selamanya kepada ushwah hasanah kita yakni Nabi Muhammad SAW, yang telah
mengajarkan kepada umatnya bagaimana memaknai hidup ini sesungguhnya, tak
lupa pula kepada keluarganya, sahabat dan umatnya yang senantiasa kukuh dan
istiqomah dalam memegang sunahnya, sampai hari pembalasan.
Selama penyusunan skripsi ini dan selama penulis belajar di Progam Studi
Ahwal Syakhsiyah konsentrasi Peradilan Agama Fakultas Syariah dan hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis banyak mendapat bantuan dan
sumbangan motifasi dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya. Oleh karena itu izinkanlah penulis untuk menyampaikan
ucapan terima ksaih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Prof. Dr. H. Muhammad
Amin Suma, SH, MA, MM.
2. Ketua Program Studi dan Sekertaris Program Studi Ahwal Syakhsiyah
konsentrasi Peradilan Agama: Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA, dan Hj.
Rosdiana MA yang selalu memberikan bimbingan, motifasi kepada
penulis sehingga penulis bisa merampungkan skripsi ini.
3. Dosen pembimbing: Afwan Faizin MA. ditengah kesibukanya, beliau
telah banyak meluangkan waktu serta arahan dan ilmunya selama penulis
mengerjakan skripsi ini.
ii
4. 4. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Syariah dan hukum yang telah
banyak memberikan ilmunya serta berbagai kemudahan.
5. Kepada seluruh staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Syariah dan
Hukum UIN Jakarta yang telah memberikan bantuan berupa bahan bahan
yang menjadi referensi dalam penulisan ini.
6. Hakim pengadilan Agama Tigaraksa kabupaten Tangerang. Drs. Supyan
Maulani. yang telah membantu penulis dalam wawancara, panitera Drs. H.
Baihaki, dan pegawai pengadilan Agama Tigaraksa kabupaten
yang
sangat membantu penulis dalam memperoleh data-data yang penulis
butuhkan.
7. Ayahanda H.Warida bin Tarmidzi dan ibunda Hj. Arkoni yang selama ini
selalu menjaga dan merawat, mendidik, mendorong serta membimbing
dalam penulisan ini dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. serta
dukungan dari istri tercinta Puji Asih dan anakku yang tersayang M. Luthfi
Messi Al-warid, begitu pula saudara-saudara, Heri Iswanto, Eli Wiyatna,
Ade Yulianti dan seluruh keluarga besar Al warid yang penulis
cintai.mereka juga selalu memotivasi dan mendoakan penulis.
8. Kepada kawan seperjuangan PA 2008, semoga perjuangan dan
persahabatan kita semakin erat walaupun jauh dimata.
Akhirnya kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. dan mudah-mudahan semua
yang telah penulis lakukan mendapat Ridha Allah SWT, semoga Skripsi ini
bermanfaat.
Jakarta, 7 maret 2014 M
Penulis
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI......................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ......................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.............................................
6
D. Review Studi Terdahulu .......................................................
7
E. Metode Penelitian dan Teknik Penelitian .............................
9
F. Sistematika Penulisan ........................................................... 10
BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Perceraian ............................................................................. 12
B. Perceraian dalam perspektif UU No. 1 Tahun 1974 ............ 19
C. Perbedaan Cerai Talak dan Cerai Gugat .............................. 29
D. Pengertian dan Jenis-jenis Narkoba ..................................... 32
E. Dampak Negatif Narkoba ..................................................... 36
BAB III
PROFIL PENGADILAN AGAMA TIGARAKSA
A. Sejarah Singkat ..................................................................... 40
B. Struktur Organisasi ............................................................... 42
C. Tugas dan Wewenang .......................................................... 45
D. Grafik Perkara Masuk dan Diputus Pengadilan Agama
Tigaraksa Tahun 2013 .......................................................... 48
iv
BAB IV
ANALISA PUTUSAN CERAI GUGAT AKIBAT SUAMI
PENGGUNA NARKOBA
A. Kronologis Kasus Perceraian Dalam Perkara Cerai Gugat
Karena Suami Pengguna Narkoba ........................................ 51
B. Pertimbangan dan Putusan Hakim ditinjau dari Perspektif
Hukum Islam dan Hukum Positif ............................................53
C. Analisis Putusan ......................................................................66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 69
B. Saran .................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 71
LAMPIRAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan atau rumah tangga adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang
laki-laki dengan seorang perempuan melalui akad nikah (Ijab Kabul) dengan
tujuan untuk membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera. 1
Sayyid Sabiq menulis dalam bukunya Fikih Sunnah: “Perkawinan adalah
suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak,
berkembang biak dan melestarikan hidupnya, setelah masing-masing pasangan
siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.”2
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah, dan rahmah. Perkawinan juga merupakan sunnatullah yang
artinya perintah Allah dan Rasul-Nya, tidak hanya semata-mata keinginan
manusia semata atau hawa nafsunya saja, karena seorang yang telah berumah
tangga berarti ia telah menjalankan sebagian syari‟at Agama Islam.
Sedangkan dalam syari‟at Islam tujuan dari perkawinan yaitu: 1) Membuat
hubungan antara laki-laki dan perempuan menjadi terhormat dan saling meridhai.
2) Memberikan jalan yang paling sentosa pada sex sebagai naluri manusia,
memelihara keturunan dengan baik dan menghindarkan kaum wanita dari
penindasan kaum laki-laki. 3) Membuat pergaulan suami istri berada dalam
naungan naluri keibuan dan kebapaan, sehingga akan melahirkan anak keturunan
1
Sidi Nazar Bakry, “Kunci Keutuhan Rumah Tangga ;Keluarga Yang Sakinah
“(Jakarta:Pedoman ilmu Jaya,2001) Cet. I, h.2.
2
Mohammad Thalib. (Trans) Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah. (Bandung: PT. Alma‟arif, 1980),
Jilid 6, Cet 15, hlm. 7- 8.
1
2
yang baik sebagai generasi penerus misi kekhalifahan. 4) Menimbulkan suasana
yang tertib dan aman dalam kehidupan sosial.3
Pada hakikatnya, seseorang yang melakukan akad pernikahan adalah saling
berjanji serta berkomitmen untuk saling membantu, menghargai dan menghormati
satu dengan yang lainnya. sehingga tercapailah kebahagiaan dan cita-cita yang
diinginkan. tujuan perkawinan itu tertulis pada Kompilasi Hukum Islam atau yang
biasa disebut KHI, pada pasal 3 yang berbunyi: “Perkawinan bertujuan untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah”. 4
Akan tetapi tidak dapat di pungkiri bahwa dalam kenyataan hidup yang
terdapat di masyarakat roda kehidupan berjalan dinamis, tidak lepas dari
perselisihan antara anggota keluarga tersebut terlebih antara suami dengan istri.
Kenyataan hidup seperti itu membuktikan bahwa memelihara kelestarian
kesinambungan hidup bersama suami istri itu bukanlah perkara yang mudah di
laksanakan, bahkan dalam banyak hal kasih sayang dan kehidupan yang harmonis
antara suami istri tidak dapat di wujudkan.
Munculnya perubahan hidup antara suami dan istri, timbul perselisihan
pendapat antara keduanya, berubahnya kecenderungan hati pada masing-masing
memungkinkan timbulnya krisis rumah tangga yang merubah suasana harmonis
menjadi percekcokan, persesuaian menjadi pertikaian, kasih sayang menjadi
kebencian. 5
3
H. M. Zuffran Sabrie, Analisa Hukum Islam Tentang Anak Luar Nikah. (Jakarta:
Departemen Agama RI, 1998), h. 7-8.
4
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Departemen Agama RI, Direktur Jendral
Kelembagaan Agama Islam Tahun 2001, h.14.
5
Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Op.Cit, h. 220.
3
Dengan begitu Allah SWT mengantisipasinya kemungkinan terjadinya
perceraian dan menempatkan perceraian itu sebagai alternatif terakhir yang tidak
mungkin di hindarkan.6
Perceraian merupakan solusi terakhir yang dapat di tempuh oleh suami istri
dalam mengakhiri ikatan perkawinan setelah mengadakan upaya perdamaian
secara maksimal. Perceraian dapat dilakukan atas kemauan suami ataupun yang
permintaan istri yang disebut cerai gugat.7 Pada dasarnya hukum Islam
menetapkan bahwa alasan perceraian hanya satu macam saja, yaitu pertengkaran
yang sangat memuncak dan membahayakan keselamatan jiwa yang disebut
dengan syiqoq.8
Sedangkan menurut hukum perdata, perceraian hanya dapat terjadi
berdasarkan alasan-alasan yang di tentukan oleh Undang-undang dan harus
dilakukan di depan sidang pengadilan.9Dalam kaitan ini ada dua pengertian yang
perlu dipahami yaitu istilah “bubarnya perkawinan dan perceraian “.10
Perceraian adalah salah satu sebab dari bubarnya atau putusnya perkawinan.
Dalam pasal 38 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
disebutkan bahwa putusnya perkawinan dapat terjadi karena salah satu pihak
6
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), h.190.
7
Syekh Mahmuduna Nasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung :Ramaja
Rosdakarya,1991), h.509.
8
Erlan Naofal, Perkembangan Alasan Perceraian dan Akibat Perceraian Menurut Hukum
Islam dan Hukum Belanda, artikel diakses dari http://badilag. Net.data /artikel/alasan Perceraian
Menurut Hukum Islam.pdf. Pada tanggal 30 Januari 2010.
9
Yahya Harahap, Beberapa Permasalahan Hukum Acara Pada Pengadilan Agama, Jakarta,
Al-Hikmah, 1975), h.133.
10
Erlan Naofal, Perkembangan Alasan Perceraian dan Akibat Perceraian Menurut Hukum
Islam dan Hukum Belanda, artikel diakses dari http://badilag. Net.data /artikel/alasan Perceraian
Menurut Hukum Islam.pdf. Pada tanggal 30 Januari 2010.
4
meninggal
dunia,
karena
perceraian
dan
karena
adanya
putusan
pengadilan.kemudian dalam pasal 39 ayat (2) di tentukan bahwa untuk
melaksanakan perceraian harus cukup alasan yaitu antara suami istri tidak akan
hidup sebagai suami istri. Ketentuan ini di pertegas lagi dalam penjelasan pasal 39
ayat (2) tersebut dan pasal 19 peraturan pemerintah Nomor 9 tahun 1975 yang
mana disebutkan bahwa alasan yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan
perceraian:11
1. Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat dan lain sebagainya
yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain dan tanpa alasan yang
yang sah atau karena hal lain diluar kemauanya.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiyaan berat yang
membahayakan pihak lain
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang menyebabkan
tidak dapat menjalankan kewajibanya sebagai suami istri.
6. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Alasan perceraian ini adalah sama seperti yang tersebut dalam pasal 116
kompilasi hukum Islam dalam penambahan dua ayat yaitu: (a) suami melanggar
taklik talak dan (b) peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidak rukunan dalam berumah tangga.
11
Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Perkawinan, h. 261.
5
Salah satu bentuk perceraian adalah dengan talak. Talak secara harfiyah
berati lepas dan bebas. Dihubungkan arti kata ini dengan putusanya perkawinan
karena antara suami dan istri sudah lepas hubunganya satu masing-masing sudah
bebas. Dalam mengemukakan rumusan yang berbeda namun esensinya sama.
Selain talak, bentuk perceraian yang lain adalah dengan fasakh. Fasak
berasal dari bahasa Arab dari asal kata fa-sa-kha yang secara etimologi berarti
membatalkan. Sedangkan secara terminology fasakh berarti membatalkan ikatan
pernikahan oleh pengadilan agama atau karena pernikahan yang terlanjur
menyalahi hukum pernikahan.
Dari pembahasan di atas penulis merasa tergugah untuk meneliti tentang
kasus perkara gugatan cerai istri dengan alasan suami pemakai narkoba, yang
menimbulkan cekcok dalam keluarga tersebut yang berakibatkan perceraian yang
diajukan oleh istri (Cerai gugat) dikarenakan istri tidak sanggup menerima cacat
kelakuan semisal yang tertera dalam putusan yakni suami sebagai pengguna
narkoba, suami melakukan perselingkuhan, bertindak kasar baik itu ucapan
maupun perbuatan yang mengakibatkan cerai yang diajukan istri sebagai alternatif
terakhir demi kebaikan kedua belah pihak. Guna mendapatkan jawaban yang jelas
serta bukti yang konkrit tentang permasalahan tersebut, maka penulis membuat
penelitian yang berjudul “Cerai Gugat Karena Suami Pengguna Narkoba”
(Analisis
Putusan
0154/Pdt.G/2013/Pa.Tgrs)”
Pengadilan
Agama
Tigaraksa
Nomor
6
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasaan dalam penelitian ini lebih terarah, maka penulis
membatasi lingkup permasalahan yang terjadi dalam hal suami pengguna narkoba
dalam putusan Pengadilan Agama Kabupaten Tanggerang.
Putusan perkara Pengadilan AgamaTanggerang dibatasi pula putusan hakim
yang memutuskan bahwa istri dapat mengajukan cerai gugat dengan alasan suami
pengguna narkoba.
2. Perumusan Masalah
Di dalam KHI tidak tertera alasan – alasan perceraian karena faktor narkoba.
Sedangkan pada prakteknya di Pengadilan Agama tanggerang terjadi perceraian
alasan suami pengguna narkoba. Untuk lebih memperjelas dalam pemahaman
terhadap permasalahan tersebut, maka penulis rincikan bentuk pertanyaan sebagai
berikut:
a. Apa yang menjadi pertimbangan hakim memutuskan perkara nomor
0154/Pdt.G/2013/Pa.Tgrs ?
b. Apakah pertimbangan hakim sudah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetauhui alasan hakim dalam memutuskan perkara nomor
0154/Pdt.G/2013/Pa.Tgrs .
7
b. Untuk mengetahui apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam
memutuskan perkara tersebut.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin penulis sampaikan dari penelitian ini adalah,
setidaknya sebagai berikut :
a. Menjelaskan tentang cara hakim memutuskan suatu perkara dan metodemetode yang digunakan oleh hakim dalam menetapkan suatu putusan.
b. Ingin memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai bagaimana
sebenarnya proses penyelesaian perkara cerai gugat akibat narkoba.
c. Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
acuan dan masukan bagi Sarjana Hukum Islam yang bersifat praktis dan
menjadi rujukan bagi para civitas akademi dan golongan education pada
umumnya.
D. Review Studi Terdahulu
No
1
Identitas
Muhammad
Substantive
Yasir Tentang
Arafat,
Perceraian yang
akibat
kekerasan rumah
dalam
tangga
Pengadilan
Jakarta
perceraian Menjelaskan
terjadi
agama latar
tentang
dalam cerai gugat yang terjadi
tangga
yang akibat suami pengguna
dengan narkoba, jenis – jenis
rumah bersangkutan
di faktor,
Perbedaan
bentuk
serta perceraian dan bahaya
belakang narkoba
Selatan. terjadinya Khulu‟
8
Fakultas
syariah
dan hukum.2007
2
Zakaria,
Mengenai
putusan Mengenai
putusan
Penyelesaian
Pengadilan
Agama Penagdilan
Agama
perkara cerai gugat Jakarta Selatan yang Kabupaten
Tangerang
akibat
kekerasan membahas
tentang yang membahas tantang
dalam
rumah perkara
tangga
(Studi akibat kekerasan dalam akibat suami pengguna
cerai
gugat perkara
putusan Pengadilan rumah tangga
Agama
cerai
gugat
Narkoba.
Jakarta
Selatan No. 1122/
pdt.G/2004/
PA.
JS), 2004
3
Halimatus Sa‟adah Mengenai
Cerai gugat karena cerai
tingginya Menjelaskan
gugat
di terjadinya
tentang
perceraian
penganiayaan suami pengadilan
Agama karena suami pengguna
(Studi
tentang narkoba.
kasus
di Tanggerang
Pengadilan Agama kasus
Tanggerang).
penganiayaan
terhadap istri.
9
E. Metode Penelitian dan Teknik Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian dengan
pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini menekankan pada kualitas sesuai dengan
pemahaman deksriptif. Penelitian ini berupa analisis tehadap kasus yang
berkenaan dengan cerai gugat dengan alasan kekerasaan dalam rumah tangga
yang di pengaruhi oleh narkoba yang terjadi di Pengadilan Agama Tigaraksa.
2. Kriteria Dan Sumber Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data Primer:
1) Putusan PA Tigaraksa tentang cerai gugat karena narkoba
2) Wawancara mendalam terhadap Hakim yang memutus perkara nonmor
0154/Pdt.G/2013/Pa.Tgrs yaitu Drs. Supyan Maulani.
b. Data Sekunder:
1) Buku-buku yang berkenaan dengan tentang cerai (thalak, khulu‟)
2) Artikel-artikel yang berkaitan dengan topik yang sedang di bahas, baik
dari surat kabar ataupun artikel
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam mengumpullkan data penelitian ini adalah
sebagai berikut.
a. Wawancara, yaitu teknik untuk mengumpulkan data untuk mendapatkan
informasi dengan cara mengajukan pertanyaan dan meminta penjelasan
kepada Hakim yang memutus perkara tersebut.
10
b. Studi documenter untuk mendapatkan data tentang
profil Pengadilan
Agama Tigaraksa dan mendapatkan berkas putusan.
c. kajian kepustakaan, untuk memahami teori-teori dan konsep yang
berkenaan dengan dengan metode ijtihad hakim melalui berbagai buku dan
literatur yang dipandang mewakili dan berkaitan dengan objek penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah analisis yuresprudensi. Yaitu teknik analisis
berdasarkan undang-undang dan putusan Pengadilan Agama Tigaraksa. Yang
berusaha dan menyimpulkan dengan mengambil bagian atau hal yang berifat
khusus dalam bentuk kasus dan data menjadi kesimpulan umum yang berlaku
secara general.
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini mengacu pada “Buku pedoman penulisan
Skripsi Tahun 2012 Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
Fakultas Syariah dan Hukum”, yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.12
F. Sistematika Penulisan
Agar mendapatkan gambaran dari isi skripsi ini maka perlu kiranya disusun
sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab I
: Pendahuluan. dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ,
metode penelitian serta tekhnik penelitian dan sistematika penulisan.
12
Buku pedoman skripsi, fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012
11
Bab II
: Tinjauan Umum tentang perceraian . Dalam bab ini di bahas tentang
review studi terdahulu, pengertian, dasar hukum perceraian, alasan
perceraian , perbedaan cerai talaq dan gugat, pengertian narkoba ,jenis
jenis narkoba, dampak negative narkoba dan analisis penulis
Bab III : Profil, demografis dan data perceraian di pengadilan agama
tanggerang
Bab IV : kronologis perkara, putusan hakim, dan analisis penulis
Bab V : Penutup, yang berisi tentang kesimpulan dan saran-saran dari
penelitian ini.
BAB II
KERANGKA TEORITIS
G. KERANGKA TEORITIS
A. Perceraian
1. Pengertian dan Dasar Hukum Perceraian
Perceraian berasal dari Bahasa Arab yaitu thalaq yang berarti membuka
ikatan, baik ikatan nyata seperti ikatan kuda atau tawanan ataupun ikatan ma’nawi
seperti
ikatan
pernikahan.
Sedangkan
thalaq
menurut
istilah
adalah
menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatan dengan
menggunakan kata-kata tertentu. Secara spesifik menurut syara‟ thalaq adalah
melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri tali pernikahan suami istri.13
perkataan thalak dan furqah dalam istilah fiqih mempunyai arti yang umum dan
arti yang khusus. Arti yang umum, ialah segala macam bentuk perceraian yang di
jatuhkan oleh suami, yang telah di tetapkan oleh Hakim dan perceraian yang jatuh
dengan sendirinya seperti perceraian yang di sebabkan meninggalnya salah
seorang dari suami atau istri.arti khusus ialah perceraian yang di jatuhkan oleh
suami saja.14
Thalak merupakan kalimat Bahasa Arab yang artinya “menceraikan„‟ atau
“melepaskan“ mengikuti istilah syara ia bermaksud, melepaskan ikatan
pernikahan atau perkawinan dengan kalimat lafaz yang menunjukan talak atau
perceraian.
13
Kamal muckhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1987 ), Cet ke-1, h.94.
14
Ibid., h. 156.
12
13
Dalam bab ini penulis akan memaparkan beberapa pengertian dari talak,
kata talak berasal dari Bahasa Arab “ithlaq” yang berati melepaskan ikatan
perkawinan yakni perceraian antara suami istri.15 Thalak merupakan perceraian
yang timbul karena sebab-sebab dari pihak suami.16
Jika suami melafadzkan kalimat sindirian kepada istrinya, maka dengan
sendirinya mereka berdua telah berpisah dan istrinya berada dalam keadaan Iddah,
jika semasa istri didalam Iddah kedua pasangan ingin berdamai, mereka boleh
rujuk semula tanpa melalui proses pernikahan. Sebagaimana firman Allah SWT
Surat At – Thalak ayat 2 yang berbunyi:
    

  
   
   
  
 
      
   
  
 
 
 
    
 
  
  
      
   


   
     
 
  
 
    
  
 
   
    
 
  
 
 

 
        
 
  
       
 
  
     
Artinya: Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka
dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu
tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran
dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat.
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan
baginya jalan keluar.
Adapun pengertian perceraian menurut istilah ahli Hukum adalah: Mazhab
Syafi'i mendefinisikan talak sebagai pelepasan akad nikah dengan lafal talak
atau yang semakna dengan lafal talak itu.
15
Muhammad Baghir Al Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al-Quran , As-Sunnah dan Pendapat
para ulama, ( Bandung: Mizan, 2002), Cet ke 2, h. 81.
16
Djamil Lathif, Aneka Hukum Perceraian Di Indonesia, (Jakarta, Ghalia Indah, 1985 ), Cet
ke 2, h. 35.
14
a. Mazhab maliki mendefinisikan talak sebagai suatu sifat hukum yang
menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri.17
b. Mazhab Hanafi dan Mazhab Hambali mendefinisikanya sebagai pelepasan
ikatan perkawinan secara langsung atau pelepasan perkawinan dimasa
yang akan datang.
c. Sayyid Sabiq mendefinisikan talak dengan melepas tali perkawinan dan
mengakhiri hubungan suami istri.18
Menurut Prof. Subekti , S.H. Perceraian adalah penghapusan perkawinan
dengan putusan Hakim, atau tuntutan dari salah satu pihak dalam perkawinan
tersebut.19
Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) mendefinisikan talak
sebagai ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu
sebab putusnya perkawinan dengan cara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal
129, 130, dan 131.20 perceraian ( talak ) dalam ajaran Islam diatur dalam Al Quran dan Hadist Nabi SAW. Dengan adanya landasan tersebut menegaskan
bahwa perceraian dalam Islam boleh dilakukan sebagaimana yang tercantum
dalam surat Al - Baqarah ayat 229:
17
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam "Nikah", Ensiklopedia Islam, (jakarta : PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1994), cet ke - 2, jilid 4, h. 53
18
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Terjemah, (Bandung: PT.Al - Ma'arif, 1996, )cet ke 2, jlid 9.
19
Subekti, Pokok - Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003)cet.ke 31, h. 42
.
20
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressido,
1992), cet ke 1, h. 141.
15
 
 
    
 
  
  
 
   
 
 
   
  
    
     
 
     
    
  
 
 
  
    
 
 
    
   
 
 
 
  
     
  
    
 
 
 
      
 
 
 
    
  
   
 
 
      
 
      
    
 
  
 
  
   
 

 
   
  
 
 
       
   
 
 
     
Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal
bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya
(suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak
ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah
mereka Itulah orang-orang yang zalim.
2. Alasan Perceraian
Ikatan perkawinan sebenarnya dapat putus dan tata caranya telah diatur di
dalam fikih maupun didalam UUP. Meskipun perkawinan tersebut dipandang
mutlak atau tidak boleh dianggap tidak dapat di putuskan. Perkawinan Islam tidak
boleh dipandang sebagai sebuah sakramen seperti yang terdapat di dalam Agama
Hindu dan Kristen, sehingga tidak dapat diputuskan. Ikatan perkawinan harus
dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, bisa bertahan dengan bahagia dan bisa
juga putus di tengah jalan.21
Para Ulama klasik juga telah membahas masalah putusnya perkawinan ini di
dalam lembaran kitab-kitab fikih. Menurut Imam Malik sebab-sebab putusnya
perkawinan adalah thalak, khulu', khiyar atau fasakh, syiqoq, nusyuz, ila' dan
21
Azhari Akmal Tarigan dan Amiur nuruddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta,
Kencana Prenada Media Grouf, 2006), h. 207.
16
zihar. Imam syafi'i menuliskan sebab-sebab putusnya perkawinan adalah thalak,
khulu' khiyar atau fasakh, syiqaq, nusyuz, ila' dan zihar.22
Islam mendorong terwujudnya perkawinan yang bahagia dan kekal dan
menghindarkan terjadinya perceraian (talak). Dapatlah dikatakan, pada hal-hal
yang darurat.
Ada empat kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan rumah tangga
yang dapat memicu terjadinaya perceraian, yaitu.23
a. Terjadinya Nusyuz dari Pihak Istri
Nusyuz bermakna kedurhakaan yang dilakukan seorang istri terhadap
suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran perintah, penyelewengan
dan hal-hal yang dapat menggangu keharmonisan rumah tangga.
Berdasarkan firman Allah SWT memberi opsi sebagai berikut:
1) Istri diberi nasihat dengan cara ma'ruf agar ia segera sadar terhadap
kekeliruan yang diperbuatnya.
2) Pisah ranjang, cara ini bermakna sebagai hukuman psikologis bagi istri
dan dalam kesendirianya tersebut ia dapat melakukan koreksi terhadap
kekeliruanya.
3) Apabila dengan cara ini tidak berhasil, langkah berikutnya adalah memberi
hukuman fisik dengan cara memukulnya, penting untuk dicatat yang boleh
dipukul adalah bagian yang tidak membahayakan si istri, seperti
betisnya.24
22
Azhari Akmal Taringan dan Amirul Nuruddin, Hukum..., h. 208.
Ahmad Rafiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta, Rajawali Pres, 1995), h. 269- 272.
24
Sayuti thalib, hukum kekeluargaan Indonesia,( Jakarta: UI Press, 1986), h. 93.
23
17
b. Nusyuz Suami Terhadap Istri
Kemungkinan nusyuz ternyata tidak hanya datang dari istri tetapi dapat
juga datang dari seorang suami. Selama ini sering disalah pahami bahwa nusyuz
datang dari seorang istri saj, padahal Al- Quran juga menyebutkan adanya nusyuz
dari suami sebagaimana yang tercantum pada firman Allah SWT : (Annisa 4 /
128).

  
    
    
 
  
 
  
  
     
  
    
  
  
      
  
 
      
 
     
 
  

 

  
  
 
      
 
  
    
  
 
    
   
 

 
   
  

 
  

 
Artinya : Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuzatau sikap tidak acuh
dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan
perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagi
mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu
bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari
nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Adapun nusyuznya suami dapat terjadi dalam bentuk kelalaian dari pihak
suami untuk memenuhi kewajibannya terhadap istri, baik nafkah lahir ataupun
bathin.
c. Terjadinya Syiqoq
Jika kedua kemungkinan diatas disebutkan di muka menggambarkan satu
pihak yang melakukan nusyuz sedangkan pihak yang lain dalam kondisi normal,
maka kemungkinan yang ketiga ini terjadi karena kedua - duanya terlibat dalam
Syiqoq (percekcokan), misalnya disebabkan karena faktor ekonomi, sehingga
keduanya sering bertengkar.
18
Tampaknya alasan untuk terjadinya perceraian lebih disebabkan oleh alasan
Syiqoq. Dalam penjelasan Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1989 dinyatakan
bahwa Syiqoq adalah perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami
istri.
Untuk sampai kesimpulan bahwa istri tidak dapat lagi di damaikan harus di
lalui beberapa proses. Sebagaimana firman Allah SWT Q.S. Annisa: 35)
 
     
  
  
  
 
 
    
  
  
 
 
            
 
 
  
 
 
  
   
 
  
 
  
  
    
     
  
    
  
 
Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka
kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud
Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri
itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
d. Salah Satu Pihak Melakukan Perbuatan Zina yang Menimbulkan Saling
Tuduh Menuduh Antar Keduanya.
Cara menyelesaikan adalah dengan cara membuktikan tuduhan yang di
dakwakan dengan cara li'an seperti telah di singgung di muka. Li'an sesungguhnya
telah memasuki "gerbang putusnya" perkawinan, dan bahkan untuk selama
lamanya. Karena akibat Li'an adalah terjadinya talak ba'in kubro.25
Jika diamati aturan-aturan fiqh yang berkenaan dengan talak, terkesan
seolah-olah fikih memberi aturan yang sangat longgar bahkan dalam tingkat
tetentu memberikan kekuasaan yang terlalu besar pada laki-laki. Seolah-olah talak
25
Ibid., h. 214.
19
menjadi hak laki-laki sehingga bisa saja seorang suami bertindak otoriter.
Misalnya, mencerai istri secara sepihak.26
Jika fikih terkesan mempermudah terjadinya perceraian, maka, UUP dan
aturan-aturan lainya terkesan mempersulit terjadinya perceraian ini untuk dapat
terwujudnya sebuah perceraian harus ada alasan-alasan tertentu yang dibenarkan
Undang-undang dan ajaran agama. Jadi semata-mata diserahkan kepada aturanaturan agama.27
B. Perceraian dalam perspektif UU No. 1 Tahun 1974
Pada pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 dijelaskan bahwa tujuan perkawinan
adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal berdasarkan ketuhanan Yang
Maha Esa, salah satu fungsi Undang - Undang perkawinan No. 1 tahun 1974 dan
PP No. 9 tahun 1995 adalah untuk mengatur dan membatasi penggunaan dan
kebolehan talak dengan berbagai syarat yang disesuaikan dengan hukum Islam.
Dan tatacara penggunaan talak mesti melalui campur tangan Pengadilan Agama
yang diberi kewenangan untuk menilai dan mempertimbangkan apakah dasr
alasan suami untuk menthalak istri menurut hukum Islam.
Karena itulah, menurut Al-Sayyid syabiq, penentuan syarat-syarat layak
tidaknya suatu perceraian diakabulkan pengadilan didasarkan pada prinsip
meringankan urusan manusia menjauhkan segala kesempitan serta berpijak pada
jiwa syariat Islam yang penuh dengan kemudahan.28
26
Ibid., h. 215.
27
Ibid., h. 216.
28
Sayyid Sabiq , Fiqih, h. 83.
20
Dalam kitab - kitab fiqih klasik cukup banyak yang bisa dijadikan alasan
perceraian, baik dari pihak istri maupun dari pihak suami. Namun dalam
pembahasan ini penulis hanya mendiskripsikan alasan-alasan perceraian yang
tercover dalam Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974, jo. PP No. 9 tahun
1995 pasal 19 jo, KHI pasal 116.
Dalam KHI pasal 116 disebabkan bahwa alasan alasan perceraian dibagi
menjadi delapan, yaitu dari poin 1 sampai 8, yaitu :
1. Salah satu pihak berbuat zina ataupun pemabuk, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan. Secara umum "zina" bagi orang yang
terkait perkawinan ialah hubungan kelamin (sexual interourse) yang dilakukan
oleh suami atau istri dengan seseorang pihak ketiga yang berlainan seks.29 Hal
lain yang dapat dijadikan alasan perceraian, salah satu menjadi pemabuk,
pemadat, penjudi, atau kebiasaan lainya yang tak bisa disembuhkan. Sebab
semua kebiasaan lainnya yang tak bisa disembuhkan, sebab semua kebiasaan
itu selain melanggar larangan agama juga merugikan diri sendiri, keluarga dan
masyarakat. Hingga, bila suami atau istri ada yang punya kebiasaan tersebut,
lantas salah satu pihak menggugat, maka pengadilan bisa mengabulkanya. Jadi
alasan zina, penjudi, pemabuk, dan lain sebagainya adalah alasan alasan yang
dapat dipergunakan dalam hukum Islam untuk meminta Cerai. Istri yang
berbuat zina memberi hak kepada suaminya untuk menceraikanya, dan
sebaliknya. Demikian pula suami istri yang suka mabuk, penjudi, pemadat,
29
M. Yahya Harahap. Hukum Perkawinan Nasional ( Medan: CV. Zahir Trading co.Medan,
1975), cet. Ke - 1, h. 136.
21
dapat menjadi alasan agar pengadilan memfaskhkan perkawinanya. Dan suami
terhadap istri penjudi, pemabuk, pemadat dapat pula menthalaknya.30
2.
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa
izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuanya. Jadi bila suami meninggalkan istri atau istri meninggalkan
suami selam 2 tahun berturut-turut tanpa izin dan alasanya yang sah, maka
bisa dijadikan alasan peceraian, "meninggalkan pihak lain" setidaknya harus
memenuhi kriteria di bawah ini yaitu pertama, tindakan meninggalkan pihak
lain sebagai kesadaran kehendak bebas. Kedua, bukan karena ada suatu sebab
memaksa yang tak dapat dielakan, seperti suami atas perintah jabatan
dipindahkan ketempat lain.31 Ketiga, tindakan disersi tersebut tanpa izin dan
persetujuan pihak lain dan keempat, perbuatan tersebut harus berturut-turut
untuk minimal 2 tahun.32 Selanjutnya dalam mengomentari masalah ini, M.
Yahya Harahap mengungkapkan: Bagaimanapun dalam mempertimbangkan
permintaan cerai dengan alasan meninggalkan tempat kediaman bersama
sesuatu hal yang mesti dijadikan dasar untuk mengambil kesimpulan harus di
tentukan faktor-faktor:
a. Apa sebab tejadinya peristiwa itu.
b. Dan dipihak siapa letaknya kesalahan yang menjadi sebab istri atau suami
pergi meninggalkan tempat kediaman bersama tersebut.
c. Dan gugatan dengan sendirinya gugur apabila sebelum ada putusan yang
meninggalkan tempat kediaman, kembali dengan suka rela.
30
M. Yahaya Harahap, Hukum..., h. 139.
M. Yahaya Harahap, Hukum..., h. 124.
32
M. Yahaya Harahap, Hukum..., h. 124.
31
22
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. Dari rumusan tersebut,
bahwa baik suami maupun istri dapat menurut perceraian jika salah satu pihak
mendapat hukuman badan (life imprisonment), namun hal itu baru merupakan
alasan, bila hukuman badan tersebut dijatuhkan setelah terjadi perkawinan.
Perrmasalahan alasan ini sangat sederhana dan penerapanya tidaak
memerlukan penafsiran, artinya, dalam pasal 23 PP No. 9/1975 jo. Pasal 74
Undang - Undang No. 7 tahun 1989 telah menentukan bahwa salinan putusan
pidana yang bersangkutan ( suami istri) langsung dianggap mempunyai
kekuatan pembuktian yang menentukan ( bislende bewijskracht). 33
Karena pasal yang dimaksud terdaapat kalimat yang berbunyi:
"Untuk mendapatkan putusaan perceraian sebagai bukti penggugat
cukup menyampaikan salinan putusan pengadilan yang memutuskan perkara
disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu, mempunyai
kekuatan hukum yang tetap".
Pasal 23 PP no. 9/1975 Jo. Gugatan perceraian karena yang salah
seorang dari suami istri mendapat hukuman yang lebih berat sebagaiman yang
dimaksud dalam pasal 19 huruf c, maka untuk mendapatkan putusan
perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan
pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan
bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap"
33
M. Yahaya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peadilan Agama, ( Jakarta:
Pustaka Kartini, 1997), Cet ke-3, h. 259.
23
Pasal 74 Undang - Undang No.7 tahun 2989. Apabila gugatan Percival
didasarkan atas alasan salah satu pihak mendapat pidana penjara, maka untuk
memperoleh
menyampaikan
putusan
perceraian,
sebagai
putusan
pengadilan
salinan
bukti
yang
penggugat
berwenang
cukup
yang
memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dari penegasan diatas, telah jelas bahwa salinan bahwa salinan
putusan pidan dalam perkara perceraian yang didasarkan atas alasan mendapat
hukuman penjara 5 tahun.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain.
Tema kekejaman dan penganiayaan berat masih Universal dan belum
ada standar baku. Maka, ia masih membutuhkan peluang interpretasi dan
penafsiran-penafsiran. Secara umum, kekejaman biasanya perlakuan terhadap
fisik. Artinya, perbuatan itu menyebabkan sakit atau membahayakan.
Maka, dalam hal ini, M. Yahya harahap memberikan penafsiran bahwa
kekejaman tidak hanya bersifat fisik, tapi bisa juga kekejaman terhadap
mental. Seperti penghinaan, penistaan, caci maki, selalu marah akibat
cemburu yang berlebihan dan tak beralasan, atau suami berlaku diktator,
sering berlaku kasar serta kotor. Sebab, kekejaman itu suami pada ketenangan
jiwa dan pikiran yang berdampak membahyakan jasmani maupun rohani.34
34
M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional..., h. 142-144.
24
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri.
Maksud cacat badan atau penyakit disini ialah cacat jasmani atau
rohani yang tidak dapat dihilangkan atau sekalipun dapat sembuh / dalam
waktu yang cukup lama. Sehingga kondisi tersebut dapat menghalangi salah
satu pihak menjalankan kewajiban masing-masing sebagai suami istri. Namun,
para Ulama fikih berbeda pendapat dalam mengkategorikan penyakit apa saja
yang dapat dijadikan alasan tersebut.35
Secara umum dapat disebutkan bahwa lemah syahwat, gila, penyakit
sopak, bisa dijadikan alasan perceraian, demikian menurut pendapat sahabat
Ali bin Ali Abi Thalib dan Umar bin khatab, seperti dikutib oleh Kamal
muhtar.36
Hal signifikan untuk dijadikan acuan, bukan hanya menyebutkan nama
penyakit ataupun bahayanya. Karena suatu penyakit dapat saja berkembang
dan timbul, dalam bentuk baru seperti AIDS misalnya. Dalam hal ini, Ibnu alQayyim, sebagaimana dikutib kamal muhtar, mengemukakan: oleh sebab itu
semua cacat yang menyebabkan suami istri saling menjauhi, tidak dapat
mewujudkan perkawinan, serta tidak ada rasa, kasih sayang dan saling
mencintai dapat dijadikan alasan untuk memilih apakah ia akan tetap
melangsungkan perkawinanya atau bercerai.37
35
Kamal Muhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, ( Jakarta: Bulan Bintang,
1974), cet. Ke-1, h. 195.
36
Kamal muhtar, Asas-Asas..., h. 6.
37
Kamal muhtar, Asas-Asas..., h. 6.
25
Selanjutnya, dalam memeriksa perkara permohonan perceraian alasan
- alasan cacat badan atau penyakit, sedang pengadilan memerlukan alat bukti,
apakah benar salah satu pihak suami / istri mendapat cacat badan atau
penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibanya masing masing,
bisa dibuktikan lewat pemeriksaan Dokter.38
Namun, bukan fakta-fakta cacat atau penyakit, yang harus dibuktikan.
Hal ini ditekankan agar hakim tidak gampang mengabulkan perceraian atas
alasan cacat atau sakit. Akan tetapi tidak dianjurkan agar bersikap kaku.
Barangkali, secara kasuistik dapat dipegang pendapat yang dikemukakan oleh
Dr. Musthafa al - syiba'iy yang dirangkumnya dari pendapat Ibnu Syikah AlZuhri, Syuraih dan Abu Tsur yang antara lain dapat disadur:
"kalau penyakit itu sudah parah sehingga telah menghancurkan sendi sendi
kesejahterahan dan kehidupan rumah tangga, maka dapat dibenarkan
terjadinya perceraian."39
6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan rukun lagi dalam rumah tangga.
Alasan ini menurut bahasa Al- Qur'an disebut Syiqoq. Menurut definisi
, Syiqoq adalah perceraian yang terjadi karena percekcokan terus menerus
antara suami dan istri, sehingga memerlukan tangan 2 orang Hakam ( juru
damai) dari pihak suami maupun istri.40dalam penjelasan pasal 76 ayat 1
38
Undang- Undang Peradilan Agama ( UU No. 7 tahun 1998) (Jakarta: Sinar Grafika, 1996)
cet. Ke - 1, h. 31.
39
Musthafa As Syibay, Wanita Diantara Hukum Dan Undang-Undang ( jakarta: bulan
bintang), h. 204.
40
A. Zihdi Muhdhor, memahami hukum perkawinan ( nikah, thalak, cerai, dan rujuk), (
bandung, Al bayan, 1995), cet. Ke- 2, h.31.
26
undang - undang No.7 tahun 1989, dikatakan: 'syiqoq adalah perselisihan yang
tajam dan terus menerus antara suami dan istri."41 Untuk mendapatkan
keputusan perceraian karena alasan syiqoq harus ada saksi saksi dari kerabat
dekat suami maupun istri, yang nantinya akan diangkat di pengadilan sebagai
hakam.42Dalam penjelasan pasal 76 ayat 2 Undang Undang No.7 tahun 1989,
dikatakan bahwa Hakam adalah orang yang ditetapkan pengadilan dari pihak
keluarga suami atau pihak istri
untuk mencapai upaya penyelesaian
perselisihan terhadap syiqoq."
Selain itu peran hakam amat dibutuhkan untuk bisa mendamaikan
perselisihan suami istri, sehingga sedini mungkin perceraian bisa dihindarkan.
Mengenai masalah syiqoq, Al - Qur;an telah menjelaskan dalam surat An Nissa ayat (4): 35.
  
  
  
  
 
 
    
  
  
 
 
            
 
 
 
  
 
 
  
   
 
  
 
  
  
    
     
  
    
  
   
  
Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,
maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang
hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu
bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha Mengenal.
Pada umumnya perselisihan dan percekcokan yang sering terjadi
dalam kehidupan suami istri disebabkan oleh beberapa faktor berikut.:
a. Perselisihan yang menyangkut keuangan.
b. Faktor hubungan seksual.
41
UUPA ( UU No.7 tahun 1989) h. 31.
42
UUPA ( UU No.7 tahun 1989) h. 31.
27
c. Faktor berlainan Agama atau ketidak patuhan dalam menjalankan ajaran
Agama maupun ibadah.
d. Faktor cara mendidik anak-anak.43
7. Melanggar ta'lik talak
Menurut bahasa ta'lik talak adalah penggantungan talak. Sedang
menurut definisi Hukum Indonesia itu semacam ikrar, yang dengan ikrar itu,
suami menggantungkan terjadinya talak atas istrinya bila ternyata dikemudian
hari melanggar salah satu atau semua yang diikrarkannya itu.
Menurut KHI pasal l point e, menjelaskan bahwa ta'lik talak ialah
perjanjian yang diucapkan mempelai pria setelah akad nikah yang
dicantumkan dalam akta nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada
suatu keadaaan tertentu yanng mungkin terjadi dimasa yang akan datang.44
Ta'lik talak dalam KHI termasuk kategori "perjanjian perkawinan"
namun, perjanjian ini juga sifatnya tidak wajib dalam setiap perkawinan.
Meski begitu, bila sekali ta'lik talak sudah diperjanjikan, maka tidak dapat
dicabut kembali. Menurut pasal 46 ayat 2 KHI, bila keadaan yang diisyaratkan
dalam ta;lik talak benar benar terjadi, kemudian dengan tidak sendirinya talak
jatuh. Namun agar talak benar - benar jatuh,, istri harus mengajukan
perkaranya ke sidang Pengadilan Agama.
Pengucapan ikrar dan shigat ta'lik talak biasanya dilakukan ketika akad
nikah berlangsung. Setelah akad nikah biasanya pihak istri meminta pegawai
pencatat nikah menganjurkan agar suami mengucapkan shigat ta'lik talak .45
43
M. Yahya Harahap, hukum perkawinan Nasional..., h.145- 146.
44
H. Abdurrahman, kompilasi hukum Islam..., h.17.
45
Kamal Muhtar, Asas-Asas..., h. 207.
28
Shighat ta‟lik talak berisi, bila sewaktu - waktu suami:
a. Meninggalkan istri selama 2 tahun berturut-turut.
b. Atau tidak memberi nafkah wajib kepada istrinya 3 bulan lamanya.
c. Atau menyakiti badan / jasmani istrinya.
d. Atau membiarkan (tidak memperdulikan) istrinya 6 bulan lamanya
kemudian istrinya tidak ridha dan mengajukan haknya kepada pengadilan
Agama, dan membayar uang sebesar RP. 1000,- ( seribu rupiah ) sebagai
iwad ( pengganti), maka jatuhlah talak satu suami kepada istrinya.
8. Peralihan Agama atau Murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan
dalam rumah tangga.
Dalam ajaran Islam murtad bisa berdampak Hukum, yakni perubahan
kedudukan suami istri dalam perkawinan,
46
dalam bahasa lain, peralihan
agama atau murtad dikategorikan perkara "fasakh" yang berarti batal atau
rusak.47
Maksudnya fasakh ialah perceraian yang disebabkan oleh timbulnya
hal-hal yang dianggap berat oleh suami atau istri atau keduanya, sehingga
mereka tidak sanggup untuk melaksanakan kehidupan suami istri dalam
mencapai tujuanya.48
Tentang murtad yang menyebabkan fasakh, Mahdiah SH menyatakan
sering kita jumpai di dalam masyarakat dimana seorang laki-laki beragama
Islam sebelum akad nikah atau sebaliknya. Rumah tangga senula berjalan
46
Kamal Mukhtar, Asas - asas..., h. 202.
47
Mahmud Yunus, Kamus..., h. 194.
48
Kamal Muhtar, Asas-Asas..., h.194.
29
dengan baik tapi mungkin kurang menghayati ajaran agama Islam atau karena
pembinaanya yang kurang mantab, maka kemudian keluar dari agama Islam
atau disebut murtad. Dengan keluarnya dari Agama Islam perkawinan tersebut
fasakh.49
C. Perbedaan Cerai Talak dan Cerai Gugat
1. Cerai Talak
Cerai talak adalah ikrar suami dihadapan sidang pengadilan Agama yang
menjadi salah satu penyebab putusnya perkawinan atau perceraian yang dilakukan
atas kehendak suami. Sebagaimana terdapat dalam Undang – Undang Peradilan
Agama No. 7 tahun 1989 pada pasal 66 ayat (1) seorang suami yang beragama
Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada
pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak.
Sidang Kompilasi Hukum Islam pada pasal 117 yaitu Thalak ikrar suami
dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya
perkawinan. Dengan car sebagaiman dimaksud dalam pasal (129), (130) dan
(131). Cerai thalak ini hanya dapat dilakukan oleh suami, karena suamilah yang
berhak untuk menthalak istrinya sedangkan istri tidak berhak menthalak
suaminya. Bagi suami yang mengajukan thalak maka suami harus melengkapi
persyaratan administrasi sebagai berikut:
a. Kartu Tanda Penduduk.
b. Surat keterangan thalak dari kepala Desa / Lurah.
c. Kutipan Akta Nikah (model NA).
49
Mahdiah, Permasalahan Hukum Perkawinan dan Kewarisan, (Jakarta: Pustaka Pannjimas,
1994) cet.ke-1, h. 31.
30
d. Membayar uang muka perkara.
e. Surat Izin talak dari atasan atau kesatuan bagi pegawai negri sipil atau
anggota TNI / POLRI.50
2. Cerai Gugat
Sedangkan cerai gugat adalah perceraian yang dilakukan atas kehendak istri
hal ini diatur dalam Undang-undang No.3 tahun 2006 tentang perubahan atas
undang-undang No.7 tahun 1989 tentang peradilan agama pasal 73 ayat (1)
gugatan perceraian diajukan oleh istri atas kuasanya kepada pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila
penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin
tergugat. Dalam kompilasi hukum islam cerai gugat juga diatur pada pasal 132
ayat (1) yaitu: gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada
pengadilan Agama yang di daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal
penggugat kecuali istri meninggalkan kediaman bersama tanpa izin suami.
Perkara cerai gugat, seorang istri diberikan suatu hak gugat untuk bercerai
dari suaminya, karena dalam cerai talak haknya hanya dimiliki oleh suami. Akan
tetapi , bukan berarti cerai talak haknya mutlak millik suami karena apabila suami
melanggar alasan – alasan perceraian yang tercantum dalam pasal 116 Kompilasi
hukum Islam dan pasal 19 peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang
pelaksanaan perkawinan . maka istri berhak mengajukan Gugat cerai. Dengan
demikian masing masing pihak telah mempunyai jalur tertentu dalam upaya
menentukan perceraian . 51
50
A. Sutarmadi dan Mesraini , Administrasi Pernikahan dan Managemen Keluarga, (Jakarta:
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 66.
51
Amir Nuruddin dan Azhar Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia; Study kritis
perkembangan hukum islam dari fiqih, UU No 1/1974 sampai KHI, ( jakarta:kencana, 2004) cet ke
-1 h. 232.
31
Hukum Islam juga tidak mengenal istilah cerai gugat karena cerai gugat
hanyalah istilah hukum yang digunakan dalam Hukum Acara di Indonesia, akan
tetapi dalam hukum Islam mengenal khulu, yang mempunyai persamaan dangan
cerai gugat dan tetap ada perbedaanya yaitu juga dalam khulu itu ada iwad harus
dibayar oleh istri, dan yang mengucapkan kalimat perceraian ( talak ) adalah
suami setelah adanya pembayaran iwadl tesebut.sedangkan cerai gugat tidak ada
pembayaran awadl serta yang memutuskan perceraian adalah Hakim.52
Cerai gugat yaitu istri harus minta cerai dulu kepada suami, karena dalam
Islam Istri tidak punya hak untuk menceraikan suami serta mengembalikan iwadl
kepada suami. Hal inilah yang menjadi perbedaan antara cerai talak dan cerai
gugat. Perkara cerai gugat, juga ada persyaratan administrasi yang harus
dilengkapi dalam mengajukan gugatan cerai sebagai berikut:
1. Kartu Tanda Penduduk.
2. Surat Keterangan untuk talak dari kepala Desa/ Lurah.
3. Kutipan Akta Nikah (Model NA).
4. Membayar uang muka biaya perkara.
5. Surat izin talak dari atasan atau kesatuan bagi Pegawai Negri Sipil atau
TNI/ POLRI.53
52
M. Yasir Arafat, Perceraian Akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga, (Skripsi S1)
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), h. 16.
53
A. Sutarmadi dan Mesraini , Administrasi Pernikahan dan Managemen Keluarga, (Jakarta:
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 66.
32
D. Pengertian dan Jenis-jenis Narkoba
1. Pengertian Narkoba
Salah satu persoalan besar yang tengah dihadapi bangsa indonesia, dan
juga bangsa-bangsa lainya di dunia saat ini adalah seputar maraknya
penyalahgunaan narkotika dan pbat - obatan berbahaya (narkoba), yang semakin
mengkhawatirkan.saat ini, jutaan orang yang telah terjerumus dalam lembah
hitam narkoba. Dan ribuan nyawa telah melayang karena jeratan 'lingkaran syetan'
bernama narkoba. Telah banyak keluarga yang hancur karenanya. Tidak sedikit
pula generasi muda yang kehilangan masa depan karena perangkap narkoba.
Secara etimologi narkoba berasal dari bahasa inggris narcose atau narcosis
yang berarti menidurkan dan pembiusan.54 narkotika berasal dari bahasa yunani
yaitu narke atau narkam yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa.55
Secara terminologi, dalam kamus besar bahasa Indonesia, narkoba atu
narkotika adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit,
menimbulkan rasa ngantuk atau merangsang.56
Narkoba sendiri adalah sebuah singkatan yaitu narkotika adalah zat atau
obat berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintentis maupun emi sintentis
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
54
Poerwidinata, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta : Vers Luys, 1952), h. 112.
55
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Islam (Bandung: Alumni, 1986), Cet.Ii, h. 36.
56
Anton M . Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta : Balai Pustaka, 1998) Cet
II, h. 609.
33
ketergantungan.57Sedangkan yang dimaksud dengan psikotropika ialah zat atau
obat baik alamiah maupun sintentis bukan narkotika, yang berkhasiat psikotif
melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktifitas netral dan prilaku.58
Zat adiktif adalah hal-hal yang yang menyebabkan ketergantungan. Kata
adiktif sendiri berasal dari bahasa inggris yaitu addicted yang berarti ketagihan,
ketergantungan dan kecanduan.59
Dari ketiga definisi di atas, bisa sedikit disimpulkan bahwa narkoba akan
membawa pada prilaku adiktif terhadap zat atau obat obatan atau tanaman yang
bisa menurunkan atau bahan menghilangkan kesadaran, apabila seseorang sudah
mulai ketagihan atau kecanduan narkoba maka akan melakukan apa saja untuk
mendapatkan barang tersebut. Perilaku adiktif ini yang bisa membawa
kesengsaraan baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Kepribadian adiksi,
dengan cara menyembunyikan tindakan, berpura pura, berbohong menipu dan
ingkar janji adalah salah satu dampak yang berpengaruh pada perilaku seorang
pemakai narkoba.60
2. Jenis-jenis Narkoba
Berdasarkan Undang - undang No. 22 tahun 1997, jenis narkotika di bagi ke
dalam 3 kelompok, yatu narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III.
57
Zulkarnain Nasution Dkk, Kompilasi Perundang -Undangan Tentang Narkoba, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2006, h. 223.
58
Zulkarnain Nasution, Ibid., h. 162.
59
Sunarno, Narkoba, Bahaya dan Upaya Pencegahanya, Pt. Bengawan Ilmu, Semarang,
2007, h. 40.
60
Siswantoro Sunarso, Penegakan Hukum Psikotropika (dalam kajian sosiologi hukum), PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, h. 112-113.
34
Narkotika golongan I ialah narkotika yang paling berbahaya. Dan daya
aktifnya sangat berbahaya. Dan daya aktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak
boleh digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu
pengetahuan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.
Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Golongan III adalah narkotika
yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan
penelitian. Berikut ini beberapa jenis narkoba yang cukup popular:
a. Opium, adalah getah yang berwarna puth seperti susu yang keluar dari
kotak biji tanaman papaaver samni vervum yang belum masak. Jika buah
candu yang bulat telur itu kena torehan, getah tersebut jika ditampung dan
kemudian dijemur akan menjadi opium mentah. Car modern untuk
memprosesnya sekarang adalah dengan jalan mengolah jeraminya secara
besar - besaran, kemudian dari jeramin candu yang matang setelah
diproses akan menghasilkan alkolida dalam bentuk cairan, padat dan
bubuk.
b. Morpin, adalah jenis narkotika yang bahan bakunya berasal dari candu
atau opium. Sekitar 4 - 12% norpin adalah prototipe analgetik yang kuat,
tidak berbau, rasanya pahit, berbentuk, kristal putih, dan warnanya maikn
lama makin berubah menjadi kecoklat - coklatan.61
c. Ganja / tanaman ganja, adalah damar yang diambil dari tanaman genus
cannabis, termasuk biji dan buahnya.damar ganja yang pengolahanya yang
61
Satya Jlewana, Gangguan Penggunan Zat Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif Lainya
(Jakarta: Karisma Indonesia, 1986), h. 25.
35
menggunakan damar sebagai bahan dasar. Di india, ganja dikenal dengan
sebutan Indin Hemp, karena ia merupakan sumber kegembiraan dan dapat
merangsang selera tertawa yang berlebihan
d. Heroin adalah zat semi sintentis turunan morpin, proses pembuatanya
adalah dengan cara achethalasi dengan aceticanydrida, bahan bakunya
adalah morfin asam cuka anhidraid bahan bakunya adalah morfin asam
cuka , andhidrain atau asetil klorid. Heroin dapat diklasifikasikan sebagi
berikut :
1) Heroin nomor satu, bentuknya masih merupakan bubuk atau gumpalan
yang berwarna kuning tua sampai coklat, jenis sebagian besar masih
berisi morfin dan merupakan hasil ekstrasi.
2) Heroin nomor dua sudah merupakan bubuk berwarna abu - abu sampai
puth dan masih merupakan bentuk transisi dari morpin ke heroin yang
belum murni.
3) Heroin nomor tiga, merupakan bentuk butir - butir kecil kebanyakan
pembuatanya. Biasanya masih di campur dengan cafien, barbital dan
klinin.
4) Heroin nomor empat bentuknya sudah merupakan kristal khusus untuk
disuntikan.62
5) Shabu-shabu yang berbentuk bumbu masak, yakni kristak - kristal
kecil berwarna putih, tidak berbau, serta mudah larut dalam air
alkohol. Air shabub shabu juga termasuk turunan amphetamine yang
62
Sumarno Ma'sum, Penanggulangan Bahaya Narkotika Dan Ketergantungan Obat (Jakarta:
CV Mas Agung, 1987), h. 78.
36
jika dikonsumsi memiliki pengaruh yang kuat terhadap fungsi otak.
Pemakaian segera akan aktif , banyak ide, tidak merasa lelah meskipun
sudah bekerja lama, tidak merasa lapar, dan tiba - tiba memiliki rasa
percaya diri yang besar.
6) Putaw, jenis narkotika in marak diperedarkan dan dikonsumsi oleh
generasi muda, khususnya sebagai " trend anak modern" agar tidak
dianggap ketinggalan zaman, istilah putaw sebenrnya merupakan
minuman khas cina yang mengandung alkohol dan rasanya seperti
Green sand, akan tetapi oleh para pecandu narkotika barang ssejenis
heroin yang masih serumpun dengan ganja itu dijuluki putaw lebih
rendah, hanya saja kadar narkotika yang dikandung putaw lebih rendah
atau dapat disebut dengan heroin ualitas empat sampai enam.
7) Alkohol, alkohol termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut dapat
menyebabkan ketagihan ketergantungan. Karena zat adiktifnya
tersebut maka orang yang meminumnya lama kelamaan tanpa disadari
akan menambah takaran sampai pada dosis keracunan ( intoksidasi)
atau mabok.
8) Sadativa/ hipnotika, di dunia kedokteran terdapat jenis obat yang
mengandung zat aktif nitrazepam atau barbiturate atau senyawa lain
yang khasiatnya serupa. Golongan ini psikotropika golongan IV.
E. Dampak Negatif Narkoba
Penyalahgunaan narkoba tidak hanya berdampak hanya pada merosotnya
kualitas manusia, tetapi juga meningkatnya jumlah dan kualitas dan kriminalitas.
37
Jenis bukan hanya kejahatan kecil, melainkan sudah kejahatan besar dan sadis,
penipuan, penyiksaan, pembunuhan, sampai korupsi dan kolosi, nepotisme,
bahkan pengaturan personil pejabat.
Dunia narkoba sangat erat engan pelacuran, korupsi, manipulasi, serta
kriminalitas, demi narkoba, tidak jarang seorang anak tega membunuh saudara,
ayah, ibu, kakek, atau neneknya. Narkoba dapat merubah manusia menjadi kejam,
tidak berkeprimanusiaan, berbudi pekerti rendah, berperangai, berakhlak lebih
buruk dari binatang.63
Selain dampak buruk terhadap pemakai,
penyalahgunaan narkoba
berdampak pada lingkungan disekitarnya:
1. Kehidupan keluarga dan rumah tangga
a. Orang tua cemas karena uang dan barang berharga hilang, masa depan
anak tak
b. jelas karena tak jelas karena putus sekolah.
c. Pengeluaran keuangan meningkat untuk keperluan biaya narkoba, atau
biaya pengobatan.
d. Perilaku pecandu menyedihkan hati orang tua dan menjadi aib bagi
keluarga, seperti berbohong, kasar, mencuri ,menipu, tidsk bertanggung
jawab, tidak disiplin, acuh tak acuh.
e. Suasana keluarga tidak harmonis karena sering melakukan tindak
kekerasaan dalam rumah tangga terhadap istri dan anak.
f. Tidak adanya tanggung jawab untuk menafkahi anak dan istri.
63
Sudarsono, Kenakalan Remaja (Jakarta: Rineka Cipta, I992) Cet II, h. 67.
38
2. Kehidupan masyarakat
a. terbentuk kelompok preman, sebagai lapisan masyarakat,yang hidupnya
tidak produktif, dan katergantungan terhadap narkoba, dan menjadi
pengedar.
b. Meningkatnya
kejahatan,
perampokan,
kekerasaan,
pencurian
di
masyarakat.
3. Kehidupan bangsa dan negara
a. Mafia perdagangan gelap narkoba slalu berusaha memasok narkoba,
terjalin hubungan antara pengedar atau bandar dengan narkoba, sehingga
terciptalah pasar gelap.
b. Masyarakat yang rawaan penggunaan pada penggunaan dan peredaran
narkoba, tidak memiliki daya tahan, kesinambungan penmbangunan
terganggu, negara menderita kerugian, karena masyarakat tidak produktif
dan tingkat kejahatan tinggi.64
Rumah tangga adalah tingkatan kehidupan sosial yang paling rendah,
keharmonisan rumah tangga sangat di inginkan oleh banyak orang. Bila salah
seorang anggota keluarga termasuk pengguna narkoba, tentu keharmonisan akan
mulai tercemari. Tak jarang kisruh rumah tangga akan mulai muncul dengan
kehadiran pecandu barang haram tersebut. Ketika sebuah rumah tangga memiliki
seorang keluarga yang sudah ketergantungan, persoalan yang timbul cukup
beragam, bisa saja si korban suka menjual dan menggadaikan barang berharga
64
Goeres Mere, Petunjuk Teknis Advokat, Bidang Penyalahgunaan Narkoba Bagi
Masyarakat, (Jakarta, BNN, 2008), h. 6.
39
yang di milikinya demi terpenuhi kebutuhan syetannya, mengancam dengan
perkataan yang tak sepantasnnya di ucapkan terhadap orang tua, dan berbagai
kasus-kasus lain yang sifatnya merugikan dan membahayakan keharmonisan
rumah tangga.
seorang suami yang pencadu narkoba, akan sangat rentan melakukan
perbuatan kasar kepada isterinya, tak jarang isteri menjadi sasaran pukulan dan
tendangan saat suami lagi kehilangan akal sehat karena pengaruh ketergantungan
barang haram. Belum lagi persoalan lain, si suami sering menjual dan
menggadaikan barang berharga di bawah harga normal, demi medapatkan secuil
narkoba tanpa sepengetahuan keluarga.
Kasus lain, saat barang berharga yang di miliki tidak ada lagi, pemikiran
kotor akan mulai muncul, sering pencandu ketika kehabisan modal mencuri harta
benda orang lain untuk di jadikan modal demi mendapatkan barang terlaknat
tersebut. Sisi bahaya narkoba bukan hanya terhadap pengguna dan keluarga saja,
akan tetapi memliki imbas kepada orang lain dalam kehidupan sosial.
BAB III
PROFIL PENGADILAN AGAMA TIGARAKSA
H. PROFIL PENGADILAN AGAMA TIGARAKSA
A. Sejarah Singkat
Di wilayah Nusantara, sebelum pemerintah kolonial Belanda terdapat empat
macam Lembaga Pengadilan, Pengadilan Pradata, Padu, Adat dan Peradilan
Serambi. Pengadilan Pradata merupakan Pengadilan kerajaan yang menangani
kasus - kasus makar yang di tangani oleh Raja secara langsung. Sedangkan
Pengadilan Padu ditangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Raja menangani kasuskasus Pradata dan Pidana ringan.
Pengadilan Adat menangani yang berhubungan dengan sengketa masyarakat
Adat ditangani oleh Kepala Adat kebanyakan terdapat diwilayah Indonesia diluar
pulau Jawa. Pengadilan Serambi, pada masa Sultan Agung memerintah kerajaan
Mataram, menggantikan Pengadilan Pradata yang kewenanganya meliputi kasus
pidana dan perdata. Kekuasaan pengadilan serambi dijabat oleh Raja, akan tetapi
dalam prakteknya ditangani oleh para Penghulu yang diangkat oleh Raja.65
Pada awal pemerintahan Kolonial Belanda, keberadaan pengadilan Agama
masih tetap dipertahankan. Bahkan keberadaanya diakui dalam Staats Blaad l882
nomor 152 tanggal l9 januari l882 untuk pengadilan Agama diwilayah Jawa dan
Madura dan dalam Staatsblaad l937 Nomor 638 untuk pengadilan Agama di
wilayah Kalimantan Selatan dan Timur, meliputi perkawinan, perceraian, waris
dan wakaf. Sejak l april l937, kewenangan pengadilan Agama di wilayah Jawa
dan Madura dipersempit hanya berwenang mengadili kasus perkawinan dan
65
Laporan Tahunaan Pengadilan Agama Tigaraksa Tahun 20l2.
40
41
perceraian, sedangkan kasus waris dan wakaf menjadi wewenang ladraad
(sekarang Pengadilan Negri).66
Sebagai kelanjutan dari sikap pemerintah Hindia Belanda terhadap
Peradilan Agama, pada tahun l982 dengan ketetapan Komisaris Jendral tanggal l2
maret l828 Nomor l7 khusus untuk jakarta ditiap - tiap distrik yang terdiri dari :
1. Komandan Distrik sebagai Ketua
2. Para penghulu masjid dan kepala Wilayah sebagai anggota.67
Majlis ada perbedaan semangat dan arti terhadap pasal 13 staadblaad 1820
nomor 22, maka melalui reso;usi tanggal l desember l835 pemerintah dimasa itu
mengeluarkan penjelasan pasal l3 staadblaad Nomor 22 tahun l820 sebagai
berikut: 68
"Apabila terjadi sengketa antarra orang - orang Jawa satu sama lain
mengenai soal perkawinan, pembagian harta, dan sengketa - sengketanya
sejenis yang harus diputus menurut hukum Islam, maka "Pendeta" memberi
keputusan, tetapi gugatan untuk mendapat pembiayaan yang timbul dari
keputusan, tetapi gugatan untuk mendapat pembiayaan yang timbul dari
keputusan dari para " pendeta " itu harus diajukan kepada pengadilan pengadilan biasa."
Penjelasaan ini dilatarbelakangi pula oleh adanya kehendak dari pemerintah
Hindia Belanda untuk memberlakukan politik konkordansi dalam bidang hukum,
karena beranggapan bahwa hukum Eropa jauh lebih baik dari hukum yang telah
ada di Indonesia. Seperti diketahui bahwa pada tahun l838 dibelanda diberlakukan
burgerlijik wetboek (BW).
66
R. Soepomo, Sistem Hukum Di Indonesia Sebelum Perang Dunia ll, 1970, h. 68.
67
Dadang Mutaqin dkk, Peradilan Agama Dan Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum
Indonesia, ( Yogyakarta: UI Press, 1999 H. 4l.
68
Staadblad No. 22 Tahun l820.
42
Akan tetapi dalam rangka pelaksanaan politik konkordansi itu, Mr. Scholten
van oud haarlem yang menjadi ketua komisi penyesuain Undang - Undang
belanda dengan keadaan istimewa di Hindia Belanda membuat sebuah nota
kepada pemerintahanya, dalam nota itu dikatakan bahwa.:
"Untuk mencegah timbulnya keadaan yang tidak menyenangkan mungkin
juga perlawanan jika diadakan pelanggaran terhadap agama orang bumi
putera, maka harus diikhtiayarkan sedapat - dapatnya agar mereka itu
dapat tinggal tetap dalam lingkungan ( hukum ) agama serta adat istiadat
mereka."
Adapun kronologis pengadilan Agama tigaraksa adalah sebagai berikut.
Pengadilan Agama Tigaraksa dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor : 85 tahun 1996 tanggal 01 Nopember 1996 dan Pengadilan
Agama tigaraksa diresmikan pada hari kamis tanggal 21 Agustus 1997 bertepatan
dengan tanggal 17 Rabiul Awwal 1418 H oleh Direktur Peradilan Agama atas
nama Menteri Agama bertempat di gedung Negara (Pendopo) PEMDA
Kabupaten DT.II Tangerang yang pada saat itu Bapak Let.Kol. Agus Junara
menjabat sebagai Bupati.69
B. Struktur Organisasi
Berdasarkan surat keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 004
Tahun l992 tentang susunan organisasi serta surat keputusan mentri Agama RI
Nomor 003 tahun l990 tentang susunan organisasi ditetapkan bahwa struktur
organisasi pengadilan Agama tigaraksa sebagaiman berlaku pada pengadilan
agama dilingkungan departemen Agama RI, adalah sebagai berikut.:
69
http://pa-tigaraksa.net/profil-pengadilan/sejarah
43
1. Ketua hakim
: Drs. H. Uyun kamaludin, SH, MH
2. Wakil ketua
: Drs. Muhayah, SH, MH
3. Dewan hakim
: - Dra. Erawati, SH,MH
- Drs. H. Syaifudin Z, SH, MH
- Dra. Nurhayati
- Drs. Supyan maulani
- Drs. H. Syaifullah
- Drs. Nrkhalish, MH
- Drs. Hendi Rustandi, SH
- Drs. Muhyar, MH
- Dra. A'i Jamillah, MH
- Ahmad bisri, SH, MH
- Zainul Arifin, SH,
- H. Rosmani daud, Sag
- H. Antung Jumhuri, SH, MH
- Fitriel Hamid, M.Ag
- Dra. Hj. Aprin Astuti
- Musidah, S. Ag, MH
- Chandra Boy Seroza, SH, MH
- Rachmat Arijaya, S,Ag
d. Panitera / sekertaris : Drs. H. Baihaki
e. Ketua panitera
: Pariyanto, SH
f. Wakil sekertaris
: Rudiyanta, SH
44
g. Ka. Sub. Umum
: Henny Fitria, SE
h. Ka. Sub. Keuangan
: Siti Rodiyah, SH, MH
i. Ka. Sub. Kepegawaian
: Puspa Rini, SH
j. Panmud gugatan
: Nurmala Sari Josepha, SH
k. Panmud permohonan
: Hamid Syafi, S. Ag
l. Panmud hukum
: Naili Ivada, S. Ag
m. Panitra pengganti
: -Fathiyah Sadim, S. Ag
-Hikmah Nurmal, SH
-Siti Zubaedah, SH
-Mardiayati, SH, MH
- Siti Hajar, S.HI
- Drs. Mahyuta
n. Juru sita
:- Agus Priyono, SH
- Zaenal Aripin
o. Juru sita pengganti
: - Jupri Sowarno, S. Ag
- H. Hendri
- Cahyo saputro
- A. Sofyana S. Kom
- Dwi Budiayana, A.md
- Henny Fitria, SE
- Pusparini, SH
- Asep Sony Dwi Sutendhi, Amd
45
C. Tugas dan Wewenang
Wilayah hukum / yuridiksi yang dimaksud pada pembahasan ini bermuara
pada istilah kewenangan memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan suatu
perkara bagi pengadilan.
Peradilan agama mempunyai wewenang atau kekuasaan atau sering
disebut kompetensi yang menyangkut dua hal:
Kompetensi relatif yaitu kekuasaam peradilan yang satu jenis dan satu tingkatan
dalam perbedaanya dengan kekuasaan pengadilan yang sama jenis dan sama
tingkatan.70
Wilayah kekuasaan hukum pengadilan Agama Tigaraksa adalah wilayah yang
meliputi wilayah hukum kabupaten Tangerang yang merupakan pemekaran
wilayah baru antara kabupaten Tangerang dan kota Tangerang telah diserahkan
pada tanggal 21 Agustus 1996 antara Drs. H. ABDURAHMAN ABROR selaku
Ketua pengadilan Agama Tangerang kepada Drs. A.D. DIMYATI, SH selaku
ketua pengadilan Agama Tigaraksa yang terdiri dari 19 kecamatan 3 kemantren
dan 306 Desa serta berdasarkan PERDA Kabupaten Tangerang telah mengalami
Pemekaran menjadi 36 Kecamatan.
Secara geografis Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan berbatasan
sebagai berikut:
a. Sebelah Barat : Wilayah Kabupaten Lebak dan Serang
b. Sebelah Utara: Laut Jawa
c. Sebelah timur : Wilayah Kota Tangerang dan DKI Jakarta
d. Sebelah Selatan : Wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Depok
70
Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta:Kenccana Prenada Media Group,
2006,) h. 137.
46
Luas wilayah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan meliputi
area seluas 1.110,38 Ha.
Kompetensi absolut yaitu kekuasaan pengadilan yang berhubungan dengan
jenis perkara atau jenis pengadilan.
Dalam Undang - Undang Nomor 7 tahun 1989 ya g menjadi kompetensi
absolut peradilan Agama yaitu 71
1. Perkawinan
2. Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukm Islam
3. Wakaf dan sedekah
Sejalan dengan bertambahnya kompetensi peradilan Agama berdasarkan
Undang - undang No.3 tahun 2006 tentang perubahan undang - undang nomor 7
tahun 1989 dan telah dirubah untuk kedua kalinya dengan undang - undang nomor
7 tahun 1989, dimana kedudukan peradilan Agama sebagai salah sau kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara
tertentu yaitu:
a. perkawinan
b. Waris
c. Wasiat
d. Hibah
e. Wakaf
f. Zakat
g. Infaq
71
Undang-undang no 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama pasal 49 ayat (1).
47
h. Shadaqah
i. Ekonomi syariah
Dan selain perkara-perkara dibidang perkawinan waris, wasiat, hibah,
wakaf, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah, didalamnya juga diatur bahwa
pengadilan agama berwenang memberikan itsbat kesaksian rukyat hilal dalam
penentuan awal bulan pada tahun hijriyah dan memberikan keterangan atau
nasehat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat.
48
D. Grafik Perkara Masuk dan Diputus Pengadilan Agama Tigaraksa Tahun
2013
BAB IV
ANALISA PUTUSAN CERAI GUGAT
AKIBAT SUAMI PENGGUNA NARKOBA
I. ANALISA PUTUSAN CERAI GUGAT AKIBAT SUAMI
PENGGUNA NARKOBA
Perceraian menurut ajaran Islam diakui sebagai solusi terakhir dalam
menghadapi kemelut rumah tangga. Dengan konsekuensi logis, bila perceraian
tidak dilakukan maka sebuah rumah tangga seolah-olah neraka bagi kedua belah
pihak atau bagi salah satunya. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan syari‟at
yang lebih mengedepankan aspek kemaslahatan dalam hal apapun, termasuk
masalah pernikahan, dan perceraian baru dapat dilakukan bila tidak ada jalan lain
lagi. Oleh karena itu menurut hemat penulis cara yang paling ideal dalam
menghadapi kemelut rumah tangga adalah dengan jalan musyawarah dan sikap
saling mengalah antara satu sama lain.72
Namun kalau perselisihan itu terjadi karena disebabkan oleh krisis ahklak
yang dilakukan oleh suami dan membawa dampak negatif bagi keluarganya dan
berpengaruh terhadap keharmonisan rumah tangganya. Oleh karena itu pada
kesempatan kali ini, penulis akan mencoba menganalisis kasus perceraian putusan
Nomor 0l54/Pdt.G/20l3/PA.Tgrs.
Tentang duduk perkara dalam surat gugatan tertanggal 04 Maret 2013 M
yang teredaftar di kepanitian Pengadilan Agama Tigaraksa pada Nomor
0l54/Pdt.G/20l3/PA.Tgrs. telah mengajukan pokok-pokok permasalahan sebagai
berikut:
72
Suheri Sidik Ismail, ketentraman Suami Istri, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1999),cet.ke 1. H 12.
49
50
1. Bahwa pada tanggal 3 maret l99l, dihadapan pejabat pencatat Nikah kantor
urusan agama kecamatan Ciputat Timur, kota Tangerang selatan, sebagaimana
terbukti dalam kutipan akta Nikah Nomor : -, tanggal 03 maret l99l.
2. Bahwa setelah menikah penggugat dan tergugat hidup rukun sebagaimana
layaknya suami istri dengan baik, telah berhubungan badan dan terakhir
keduanya bertempat tinggal di Ciputat dan dikaruniai 2 orang anak.
3. Bahwa kehidupan rumah tangga penggugat dan tergugat mulai goyah dan
terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus yang sulit diatasi
sejak bulan 2006 di Ciputat.
2. Bahwa sebab-sebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran penggugat tidak
memberi nafkah selama 5 tahun, penggugat menggunakan narkoba, tergugat
ringan tangan, tergugat sudah memulangkan penggugat kepada orang tuanya,
tergugat bahasanya kasar pada penggugat, tergugat suka SMS maupun telepon
kepada wanita idaman lain.
3. Bahwa akibat perselisihan penggugat dan tergugat sudah berpisah ranjang
kurang lebih 7 tahun.
4. Bahwa dengan sebab-sebab diatas maka penggugat merasa rumah tangganya
sudah tidak bisa dipertahankan karena sering terjadi perselisihan terus
menerus.
Dalam
putusan
Pengadilan
Agama
Tigaraksa
Nomor
0l54/Pdt.G/20l3/PA.Tgrs dapat diketahui bahwa para Hakim pada umumnya
dalam memberikan putusan mengambil dasar hukum. Diantaranya faktor-faktor
penyebab perceraian diatas sesuai dengan peraturan pemerintah No. 9 Tahun
1975.
51
Menurut penulis terhadap putusan Pengadilan Agama Tigaraksa Nomor
0l54/Pdt.G/20l3/PA.Tgrs. persengketaan terjadi dikarenakan faktor krisis akhlak
suami, yakni tergugat tidak dapat melaksanakan kewajibanya sebagai suami dan
tidak dapat mencontohkan yang baik pada keluarganya, yang pada hakikatnyaa
seorang suami sebagai pemimpin harus menjadi panutan didalam rumah
tangganya.
Dan dikarenakan suami mempunyai keburukan dalam akhlaknya atau krisis
akhlak seperti suka mabuk-mabaukan, dan mengkonsumsi narkoba, perilaku
seperti ini sering terjadi ketegangan antara suami dengan istri yang berakibat
pertengkaran. Dan dalam perkara putusan ini, ketika bertengkar tergugat sering
melakukan kekerasan kepada penggugat bahkan tergugat sering
pergi
meninggalkan rumah.
Yang akhirnya karena penggugat sudah tidak sanggup lagi menanggung
perasaannya maka penggugat pun memilih untuk mengajukan gugatan cerai
kepengadilan Agama Tigaraksa dikarenakan kondisi yang terjadi pada dirinya.
A. Kronologis Kasus Perceraian Dalam Perkara Cerai Gugat Karena Suami
Pengguna Narkoba
Dalam perkara Nomor 0l54/Pdt.G/20l3/PA.Tgrs. penggugat adalah istri
yaitu Syarifina Humairoh, umur 44 tahun,agama Islam, pekerjaan Ibu rumah
tangga, bertempat tinggal di kota Tangerang selatan, dan tergugat yng bernama
Wijaya Kusuma, umur 44 Tahun, agama Islam, pekerjaan swasta, bertempat
tinggal di Kota Tangerang Selatan.
52
Perkawinan mereka telah tercatat di PPN KUA kecematan Ciputat Timur,
kota Tangerang Selatan, sebagaiman telah terbukti dalam buku kutipan Akta
Nikah tertanggal 03 Maret 1991. Setelah menikah penggugat dan tergugat hidup
rukun sebagiman layaknya suami istri dengan baik dan telah berhubungan badan
dan keduanya bertempat tinggal di kecamatan Ciputat Timur kota tangerang
selatan, yaitu di kediaman orang tua suami.
Bahwa selama hidup berumah tangga antara penggugat dan terggugat telah
berhubungan sebagiman layaknya suami istri dan dikaruniai 2 orang anak laki laki
anak pertama berumur 21 Tahun, dan anak yang kedua berumur 16 Tahun,
Semula rumah tangga antara penggugat dengan tergugat berjalan rukun dan
harmonis namun kurang lebih sejak 2006 yang lalu, rumah tangga dirasakan mulai
goyah sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang sulit untuk dirukunkan
lagi yang disebabkan oleh hal-hal sebagi berikut :
1. Tergugat sudah tidak memberikan nafkah selama 5 tahun.
2. Tergugat sudah memulangkan penggugat kepada orang tua penggugat.
3. Tergugat ringan tangan.
4. Tergugat tutur katanya kasar terhadap penggugat.
5. Tergugat suka SMS maupun Telponn kepada wanita lain (WIL).
Bahwa perselisihan dan pertengkaran tersebut diatas mencapai puncaknya
terjadi sejak 2006, kemudian antara penggugat dan tergugat berpisah rumah,
samapi 2013 sampai sekarang sudah tidak ada hubungan seperti layaknya suami
istri.
53
Bahwa rumah tangga tersebut sudah sulitt untuk dibina menjadi suatu rumah
tangga yang baik dan harmonis kembali, sehingga tujuan perkawinan untuk
membentuk suatu rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah sudah tidak
mungkin tercapai lagi.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, pengguat talah mengajukan gugatanya
kepada Pengadilan Agama Tigaraksa pada Tanggal 04 februari 2013 yang
terdaftar
di
kepaniteraan
Pengadilan
Agama
Tigaraksa
pada
nomor
0154/Pdt.G/2013/PA.Tgrs. memohon agar bapak Ketua Pengadilan Agama
tigaraksa mengabulkan gugata penggugat seluruhnya, menjatuhkan thalak satu
tergugat dan mentapkan biaya perkara ini sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
B. Pertimbangan dan Putusan Hakim ditinjau dari Perspektif Hukum Islam
dan Hukum Positif
Suatu tindak pidana yang dilakukan baik disengaja atau tidak disengaja
dalam
pandangan
Hukum
Islam
merupakan
perbuatan
yang
harus
dipertanggungjawabkan. Itu artinya si pelaku harus mempertangggungjawabkan
atas pebuatanya, dan perbuatan tersebut tidak dapat dibebani atau ditanggung oleh
siapapun baik itu keluarganya, saudara atau kerabatnya sekalipun. Seperti apa
yang ditegaskan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 286:
54
     

  
        
  
  
   
   
  
  
  
 
  
  
  
  

 
    
   
   
      
 
 
 
  
       
 
      
     
 
  
   
 
    
 
 
          
 
    
 
  
           


  
 

 
 
   
  
    
   
       
     
 
   
Artinya:
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau
hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami,
janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya
Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak
sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan
rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami
terhadap kaum yang kafir."
Ayat diatas menegaskan bahwasanya hukuman atau pidana tidak dapat
dialihkan, dipindahkan atau dilemparkan kepada orang lain ataupun kepada
keluarga terdakwa. Sanksi pidana hanya diberikan kepada pelaku tindak pidana
atau yang melakukan perbuatan melanggar hukum.
Pengertian pertanggungjawaban
pidan dalam syariat
Islam adalah
pembebanan seorang dengan akibat perbuatan atau tidak adanya perbuatan yang
dikerjakannya dengan kemauan sendiri, dimana ia mengetahui maksud dan akibatakibat dari perbuatannya itu. Pertanggungjawaban pidana tersebut ditegaskan
dalam tiga unsur: pertama, adanya perbuatan yang dilarang. Kedua, perbuatan itu
dikerjakan dengan kemauan sendiri artinya tidak ada unsur paksaan, ketiga,
pelaku mengtahui akibat mengetahui akibat perbuatanya itu. 73
73
Ahmad Wardi Muchlis, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah, h.74
55
Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksanaan kekuasaan Kehakiman
untuk rakyat pencari keadilan bagi yang beragam Islam, mengenai perkara perdata
tertentu yang diatur dalam undang-undang.74
Dengan adanya unsur-unsur tersebut maka seorang yang dapat dibebani
pertanmggungjawaban
pidana
hanya
manusia
yang
bisa
mempertanggungjawabkan perbuatanya. Adapun yang dimaksud dengan manusia
disini adalah manusia yang memiliki akal pikiran, sudah dewasa, mengetahui
perbuatan yang dilarang dan tidak dilarang serta mengetahui akibat-akibat dari
perbuatan tersebut. Dan apabila manusia terebut melakukan perbuatan jarimah
tanpa dibarengi dengan tiga unsur diatas maka tidaak ada pertanggungjawaban
pidana kepadanya. Oleh karena itu tidak ada pertanggungjawaban pidana bagi
anak di bawah umnur, orang gila, orang dungu, orang yang dipaksa dan orang
yang melakukan jarimah karena terpaksa.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, Hukuman dimaksudkan sebagai
makhluk yang saling berinteraksi satu dengan yang lainya. Hukuman merupakan
cara beban dan tanggungjawab pidana, dipikulkan bagi pembuat jarimah yang
bertujuan untuk terciptanya sebuah kehidupan yang tentram, aman, kondusif.
Harus ada kesesuaian antara hukuman sebagai beban kepentingan manusia.75
Sebagaimana telah diketahui, bahwa Hukum Pidana Islam mengenal asas
legalitas yang mana dalam pengertianya dijelaskan bahwa sebelum ada nash
(ketentuan ), tidak ada hukum bagi orang –orang yang berakal sehat, itu artinya,
74
Mukri Arto, praktek perkara Peradilan Agama,(Yogyakarta : Pustaka pelajar, 1996)cet.1
hal 16.
75
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam. h. 87.
56
bahwa perbuatan orang-orang yang cakap (mukalaf) tidak dapat dikatakan
ssebagai perbuatan yang dilarang, selama belum ada nash (ketentuan) yang
melarangnya dan ia mempunyai kebebasan untuk melakukan perbuatan itu atau
meninggalkanya, sehingga ada nash yang melarangnya. Untuk itu syarat syarat
mengenai jarimah yang harus terdapat pada pelaku dalam kedudukanya sebagai
orang yang bertanggung jawab yaitu:pelaku sanggup memahami nash-nash syara
yang berisi Hukum Taklifi, perbuatan itu mungkin dikerjakan, perbuatan itu
disanggupi oleh mukalaf, yakni ada dalam jangkauan kemampuan mukallaf, baik
mengerjakanya maupun meninggalkanya, dan perbuatan tersebut diketahui oleh
mukallaf dengan sempurna.
Dalam hal ini
pelaku harus mengetahui hukum-hukum tersebut harus
ditetapkan dan disiarkan kepada orang banyak. Disamping itu, dalam hukum
pidana Islam juga mengenal asas atau kaidah yaitu tidak ada jarimah kecuali
dengan adanya kententuan nash. Pada ketentuan hukum itu sendiri ada faktor yang
mendorong seseorang untuk berbuat atau tidak berbuat. Hal ini berarti mengetahui
bahwa ia akan dikenakan hukuman apabila tidak menaati peraturan atau ketentuan
hukum tersebut. Dengan demikian bahwa suatu ketentuan tentang jarimah harus
berisi ketentuan hukumanya.76
Terkait dengan putusan hakim Pengadilan Agama Tigaraksa mengenai hal
ini, penulis bisa menyatakan bahwa menurut Hukum Pidana Islam perbuatan
terdakwa merupakan suatu jarimah atau tindak pidana atas selain jiwa, karena
akibat dari tindakan tergugat, si korban mengalami luka lecet pada pipinya dan
memar pada daun telinga korban.dalam hal ini perbuatan tergugat jelas
bertentangan dengan hukum Islam karena tugas kaum laki-laki (suami) adalah
76
Wardi Mukhlich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam.h. 29-31.
57
melindungi perempuan, menjadi pemimpin keluarga, menafkahi keluarga, dan
bukanya untuk menguasai dan memonopoli atau bertindak sewenang-wenang
terhadap seorang perempuan (istri). Allah telah memberikan kelebihan jasmani
atau fisik terhadap kaum laki-laki (suami). Sesuai dengan firman Allah SWT
dalam Al- quran surat An-Nisa (4) Ayat 34:
 
 
   
   
   
  
 
 
 
   
  
 
  
    
    
 

   
 
  
   

      
  
 
 
 
  
     
 
 
 
 
    
 
  
    
 
     
 
 

   
  
    
 
   
   
 
 
 
    
 
  
 
   

 

   

  

 
   

  
 

 
  
   
  
 
    
     
 
Artinya: kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang
lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian
dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat
kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh
karena Allah telah memelihara (mereka) wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah
mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika
mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
Ayat diatas sudah jelas, bahwa kaum laki-laki berkewajiban memilihara dan
menjaga perempuan ,karena suami diberi kelebihan jasmani, ayat ini juga sebagai
pijakan bagi suami untuk memberikan pendidikan kepada istri mereka yang
membangkang dengan cara menasehati. Dan jika dengan cara nasehat dia masih
membangkang pula, maka pukulah mereka. Namun demikian, pukulan itu tidak
boleh menyakiti dan melukai.77
77
Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983),juz V, h. 48-49.
58
Jika mau secara ketat mengikuti aturan hukum pidana Islam, pelaku
selayaknya dijatuhi hukuman qishash atau diyat karena tergugat telah melakukan
tindak pidana atas selain jiwa atau melakukan kekerasaan terhadap istrinya yang
menyebabkan istri mengalami luka ringan.dalam Hukum Pidana Islam hukuman
Qishash mengenai tindak pidana atas selain jiwa dijelaskan dalam surat AlMaidah 5 ayat 45:
 

   
 
   
      

     
 
    
 
   
     
    
     
 
    

 

  
   
 
  
  
    
 
   
 
   
  
   

 
  
 
 
  
  
 
 
       
  
    
  
  
 
         
 

Artinya: dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat)
bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan
hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada
kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak
itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang
zalim.
Namun jika korban memaafkan perbuatan tergugat tanpa diberlakukan
hukuman pengganti yakni Diyat, tidak berarti tergugat lepas bebas tanpa dikenai
hukuman. Maka dalam hal ini ulil amri mempunyai hak atau wewenang untuk
menjatuhkan hukuman Ta‟zir terhadap tergugat, karena tergugat selain melanggar
hak individu (hak dhami) terdakwa juga melanggar hak masyarakat (hak jamaah
atau juga hak Allah) sehingga tercapailah atau terciptalah kemashlahatan umum di
dalam masyarakat.78
78
A.djazuli, Fiqih Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1997) hal. 153.
59
Dengan demikian dijatuhkanya hukuman Ta‟zir oleh ulil amri atau
pemimpin negara terhadap tergugat bukan hanya bertujuan menciptakan
kemashlahatan didalam masyarakat tetapi juga bertujuan untuk membuat efek jera
dan ,memperbaiki tingah laku tergugat dan juga masyarakat supaya tidak
mengikuti perbuatan tindak pidana yang telah dilakukan oleh tergugat terhadap
penggugat begitu juga terhadap perbuatan tindak pidana lainya.
Ketentuan tindak pidana atas selain atau sering disebut dengan kejahatan
terhadap tubuh yang terdapat dalam surat Al-maidah diatas, diperkuat dengan
adanya hadist nabi yang meriwatkan oleh Al- Hasan Al-basri dari muqotil, yang
artinya “ seorang perempuan mengadu kepada Rasulullah Saw, bahwa suaminya
telah memukulnya, Rasulullah Saw bersabda, „ia akan dikenakan hukuman kisas‟
(H.R. Al-Hasan Al-Basri dari muqatil).79
Dalam Hukum Positif hukuman harus memuat tiga unsur antara lain : a)
pemidanaan harus mengandung semacam kehilangan atau kesengsaraan yang
biasanya secara wajar dirumuskan sebagai sasaran dari tindakan pemidanaan.
Unsur pertama ini pada dasarnya merupakan kerugian atau kejahatan yang
didierita oleh subyek yang menjadi korban sebagai akibat dari tindakan tindakan
yang dilakukan seecara sadar oleh pelaku. Tindakan pelaku dianggap salah bukan
saja karena mengakibatkan penderitaan bagi orang lain, tetapi juga karena
melawan hukum. b) setiap pemidanaan harus datang dari institusi yang berwenang
secara hukum, itu artinya pemidanaan tidak tidak hanya sebagai konsekuensi
alamiah suatu utindakan, melainkan sebagai hasil keputusan tersebut dilakukan
79
Soenarji dan Ibrahim Hosen, Al-quran dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen
Agama,2004),jilid 2, juz 4-6,h.154.
60
oleh lembaga yang berwenang. c) penguasa yang berwenang berhak untuk
menjatuhkan pemidanaan hanya kepada pelaku yang telah terbukti sengaja
melanggar hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam
masyarakat.80
Terkait dengan putusan yang dijatuhkan oleh Majlis Hakim Pengadilan
Agama mengenai kekerasan fisik yang terjadi dalam lingkungan keluarga, bahwa
tindakan tersebut dilakukan oleh tergugat yang bernama wijaya kusuma terhadap
istrinya yaitu syarifina humairah. Dalam Hukum Positif perbuatan terdakwa
dianggap sebagai kejahatan terhadap martabat kemanusiaan yang melanggar Hak
Asasi Manusia. Oleh karena itu pelaku atau tergugat dapat dipidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang No.23 Tahun
2004 tentang penghapusan kekerasaan Dalam rumah tangga (PKDRT)
Tergugat telah melanggar pasal 44 ayat (1) UU (PKDRT) karena tergugat
melakukan kekrasaan fisik terhadap istrinya dalam lingkup rumah tangga.
Meskipun tidak mengakibatkan penyakit dan halangan dalam melakukan
pekerjaan akan tetapi perbuatan tergugat tersebuut dikategorikan perbuatan tindak
pidana karena tidak ditemukan alasan pembenar dan pemaaf dalam menghapuskan
pertanggungjawaban pidana. Oleh karena itu perbuatan tergugat telah selaras
dengan unsur-unsur yang tercantum dalam pasal 44 ayat (1) dan (4) UU PKDRT
tersebut yang berbunyi:
Setiap yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah
tangga sebgaiamana dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana
80
M. Solehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track System &
Implementasinya, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2003),h, 70-71.
61
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000.00
(lima belas juta rupiah ) ayat 4 menegaskan dalam hal perbuatan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh suami terhadap
istri atau sebaliknya yang menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari
dipidan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling
banyak Rp. 5.000.000.00 ( lima juta rupiah).81
Pelaksanaan tugas peradilan seorang Hakim tidak boleh dipengaruhi oleh
kekuasaan siapapun, bahkan ketua pengadilan sendir tidak berhak ikut campur
dalam soal peradilan yang dilaksanakanya. Hakim bertanggung jawab kepada diri
sendiri dan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas putusan yang telah ditetapkan.82
Pada hari sidang yang telah ditetapkan, penggugat telah hadir dipersidangan
dan tidak pernah hadir lagi dalam persidangan dan tidak mengutus orang lain
sebagai wakil atau kuasanya.
Kemudian dibacakan surat gugatan tertanggal 04 Maret 2013. Yang isinya
tetap dipertahankan oleh penggugat. Atas gugatan penggugat tersebut.
Untuk menguatkan dalil- dalil gugatanya, penggugat telah mengajukan alatalat bukti berupa fotocopi kutipan Akta Nikah yang dikeluarkan oleh KUA
Kecamatan Ciputat Timur, kota Tangerang Selatan.
81
UU Republik Indonesia, No. 23 Tahun Penghapusan Kekerasaan Dalam Rumah Tangga h.
15-16.
82
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Jakarta : ciputat press), cet.
1 hal. 32
62
Selain bukti surat, penggugat juga telah menghadirkan 2 orang saksi
keluarga yang memberikan keterangan didepan sidang pengadilan dengan
dibawah sumpah sebagai berikut:
1. saksi yang intinya menerangkan sebagi berikut
-
Bahwa, saksi kenal dengan penggugat dan tergugat
-
Bahwa saksi sebagi kaka penggugat
-
Bahwa, penggugat dan tergugat sebagai suami istri
-
Bahwa setelah menikah penggugat dan tergugat hidup berumah tangga
terakhir tinggal di pamulang
-
Bahwa dari pernikahan penggugat dan tergugat dikaruniai 2 orang anak
laki-laki, anak pertama berumur 21 tahun dan anak yang kedua berumur
16 tahun
-
Bahwa pada awalnya rumah tangga penggugat dan tergugat harmonis
-
Bahwa sejak 2006, ruamh tangga penggugat dan tergugat mulai tidak
rukun, sering terjadi perselisihan dan pertengkaran.
-
Bahwa penyebab perselisihan dan pertengkaran masalah karena tergugat
tidak bertanggung jawab dan kasar.
-
Bahwa saksi belum pernah menyaksikan langsung pertengkaran penggugat
dan tergugat, saksi mengetahuinya dari cerita tergugat. Tidak ada
hubungan seperti layaknya suami istri sejak bulan maret 2012
-
Bahwa saksi sudah ccukup menasehati agar pengguat dan tergugat rukun.
-
Bahwa tidak ada musyawarah keluarga kedua belah pihak sudah berusaha
mendamaikan mereka, karena keuarga tergugat beritikad jelek.
-
Bahwa saksi tidak sanggup lagi mengupayakan perdamaian.
63
2. Saksi II, menerangakan yang intinya sebagai berikut :
-
Bahwa saksi kenal dengan penggugat dan tergugat
-
Bahwa saksi sebagi kakak penggugat
-
Bahwa penggugat dan terguugat sebagai suami istri
-
Bahwa setelah menikah penggugat dan tergugat hidup berumah tangga
terakhir tinggal di pamulang
-
Bahwa dari pernikahan penggugat dan tergugat dikaruniaii dua orang anak
laki-laki nak yang pertama berumur 21 tahun dan anak yang kedua
berumur 16 tahun
-
Bahwa pada awalnya berumah tangga penggugat dan tergugat harmonis
-
Bahwa sejak tiga tahun yang lalu, rumah tangga penggugat dengan
tergugat mulai tidak rukun, sering terjadi perselisihan dan pertengkaran
-
Bahwa penyebab perselisihan dan pertengkaran maslah karena tergugat
suka mengkonsumsi narkoba dan kasar
-
Bahwa saksi belum pernah menyaksikan langsung pertengkaran tergugat
dan penggugat, saksi mengetahuinya dari cerita penggugat
-
Bahwa antara penggugat dengan tergugat berpisah rumah, sampai
sekarang sudah tidak ada hubungan seperti layaknya suami istri sejak
bulan maret 2012
-
Bahwa saksi sudah cukup menasehati agar penggugat dan tergugat rukun
-
Bahwa tidak ada musyawarah keluarga kedua belah pihak sudah beruash
mendamaikan kedua belah pihak, karena keluarga tergugat beritikad jelak
64
-
Bahwa saksi tidak sanggup lagi untuk mengupayakan perdamaian Hakim
menimbang bahwa penggugat menyatakan tidak mengajukan atau
memberikan keterangan atau sesuatu apapun. Dan Hakim menimbang
bahwa hal-hal yang telah disampaikan dipersidangan telah dicatat
selengkapnya dalam berita acara selengkapnya dan Majlis telah menunjuk
berita acara tersebut yan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan
putusan ini
Alasan yang pokok Hakim memutuskan karena terjadinya pertengkaran
terus menerus dan majlis Hakim juga telah menarik kesimpulan sebagaimana
tersebut diatas dan yang menjadi sebab perselisihan telah cukup jelas, maka majlis
Hakim berpendapat bahwa dikabulkanya gugatan penggugat telah dapat memenui
ketentuan pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo pasal
76 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 1989.
Dengan telah diperolehnya suatu fakta yang berkaitan dengan duduk perkara
antara penggugat dengan tergugat telah terjadi perselisihan yang tidak mungkin
lagi dapat dirukunkan. Dinilai telah memenuhi alasan Hukum baik berdasarkan
ketentuan Undang-Undag yang berlaku sebagaiman yang tersebut pada pasal 19
(f) PP Nomor 9 Tahun 1975 dan KHI pasal 116 (f) yaitu :”antara suami dan istri
terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan
hidup rukun lagi dalam rumah tangga “. Dan sesuai dengan pendapat Ulama Fiqh
dalam kitab Ghayatul Maromil Syaikhil Majdhi yang berbunyi “ apabla istri sudah
sangat memuncak kebencianya kepada suami,maka diperkenankan hakim untuk
menjatuhkan thalak laki-laki tersebut dengan thalak satu “. Maka thalak yang
patut terjadi dalam perkara ini adalah thalak satu Ba‟in Shugra.
65
Ketentuan hakim Isalam sebagiamana yang tersebut dalam Al Quran surah
Ar- Rum ayat 21 yang diperjelas oleh pasal 3 Kompilasi Hukum Islam maupun
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaiman
tersebutpada pasal 1 UU nomor 1 tahun 1974, dinyatakan bahwa perkawinan
bertujuan untuk mewujudkan kehidupa rumah tangga yang sakinah, mawadah
warahmah dan manakala antara pengguat dan tergugat sring terjadi perselisihan
dan percekcokan terus menerus, maka kehidupan rumah tangga antara penggugat
dan tergugat sudah tidak dapat dibina dengan baik dan untuk mencapai tujuan
perkaeinan sebagaiman tersebut diatas akan sulit tercapai, dan karenanya majlis
hakim berpendapat agar masng-masing pihak tidak lagi lebih jauh melanggar
norma-norma hukum maka percerain dapat dijadikan satu alternatif untuk
menyelesaikan perselisihan rumah tangga antara penggugat dan tergugat
Bahwa berdasarkan ketentuann pasal 89 ayat (1) UU nomor 7 tahun 1989,
maka biaya perkara patut dibebankan kepada penggugat
Mengingat segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan kaidah syariah yang berkaitan dengan perkara ini.
Adapun mengenai penetapan putusan pengadilan dalam perkara ini
khususnya pada perkara cerai gugat maupun cerai thalak yang disebabkan dilatar
belakangi faktor krisis akhlak pada umumnya mengandung amar putusan tunggal,
yaitu penetapan putusan yang berupaya pengabulan penggugat untuk melakukan
perbuatan hukum sebagai mana yang dimohonkan seperti :
1. Menyatakan tergugat telah dipanggil dengan cara sepatutnya untuk hadir
dipersidangan, akan tetapi tidak hadir.
66
2. Mengabulkan gugatan penggugat dengan verstek
3. Menjatuhkan thalak satu ba‟in sughra dari tergugat (wijaya kusuma) terhadap
penggugat ( syariifina humairo)
4. Memerintahkan kepada panitera pengadilan Agama Tigaraksa untuk
mengirimkan salinan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap kepada
Kantor Urusan Agama Kecamatan Ciputat kota Tangerang Selatan.
5. Membebankan kepada penggugat untuk membayar biaya perkara yang hingga
kini dihitung sebesar Rp 391.000,- ( Tiga ratus sembilan puluh satu rupiah).
Telah jelas termuat diatas amar putusan yang diberikan oleh Pengadilan Agama
Tigaraksa dengan mengabulkan gugatan kepada penggugat untuk menceraikan
suaminya ( tergugat) karena dalil –dalil yang telah diajuakan penggugat dalam
gugatanya adalah dalil yang benar. Dengan demikian dijatuhkanya putusan ini
pada hari Senin tanggal 04 maret 2013 M. Yanag bertepatan dengan tanggal 21
Rabiul Tsani 1434 H, oleh kami Drs. Supyan Maulani sebagai Hakim ketua
majlis, Dra. Ai Jamilah MH dan misidah, S.Ag, M.HI, masing-masing sebagai
Hakim anggota Majlis, putusan ini hari itu juga dibacakan dalam sidang terbuka
untuk umum, dibantu oleh Hikmah Nurmala, SH sebagai panitera pengganti,
dengan dihadiri oleh penggugat tanpa dihadiri tergugat.
C. Analisis Putusan
Perceraian memang menjadi hal yanng sangat tidak diinginkan oleh setiap
keluarga, tetapi apabila dalam keluarga sudah tidak ada lagi keharmonisan yang
mungkin lebih banyak membawa mudharat dari pada maslahat, perceraian
menjadi satu - satunya cara dalam pasangan suami istri.
67
Dalam perceraian banyak sekali faktor faktor yang menyebabkan terjadinya
perceraian, baik dari sudah tidak adanya kecocokan, faktor ekonomi, faktor belum
mempunyai keturunan hingga sampai salah satu pihak menggunakan obat-obatan
terlarang. Yang apabila salah satu faktor diatas terjadi di dalam rumah tangga dan
berakibat kepada keharmonisan suatu rumah tangga sehingga tidak dapat
dirukunkan lagi, maka perceraian biasanya menjadi jalan keluarnya dalam
mengatasi permasalahan tersebut.
Dalam pembahasan ini penulis menganalisa tentang perceraian yang
disebabkan karena faktor narkoba.
Perkara Nomor 0l54/Pdt.G/20l3/PA.Tgrs.persidangan diketuai oleh Drs.
Supyan Maulani dan hakim anggota Dra. Ai jamilah, MH dan Musidah, S.Ag,
M.HI dengan panitera pengganti Hikmah Nurmala, SH.
Perkawinan antara penggugat dan tergugat terjadi pada tgl 03 Maret l99l,
dihadapan pejabat pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Ciputat
Timur, Kota Tangerang Selatan
Awal perkawinanya mereka sangat rukun dan harmonis sebagaimana
selayaknya rumah tangga suami istrii lainya, dan sampai dikarunia 2 orang
anak,bahwa rumah tanggany mulai goyah dan terjadi perselisihan dan
pertengkaran secara terus menerus yang sulit diatasi kurang lebih sejak 2006 yang
lalu, yang akhirnya pihak penggugat tidak sanggup mempertahankan rumah
tangganya.
Gugatan yang terjadi karena perselisihan yang disebabkan karena penggugat
dan tergugat sudah tidak ada kecocokan dan selalu berbeda pendapat dalam rumah
68
tangga, dan tergugat juga tidak mencukupi kebutuhan keluarga sehingga menjadi
tanggungan penggugat, dan lebih dari itu tergugat juga menggunakan
narkoba,sehingga tergugat bertindak kasar terhadap penggugat. Dalam kasus ini
penulis menganggap bahwa ada kebenaran tentang perkara yang diajukan, karena
dalam persidangan tergugat selaku suami tidak hadir dalam persidangan walaupun
sudah dipanggil secara patut oleh majlis hakim.
Akhirnya hakim memutuskan perkara ini dengan menjatuhkan perkara ini
dengan menjatuhkan talak satu bain sughro dan diputus secara verstek, landasan
hukum yang digunakan oleh hakim dalam memutuskan perkara ini adalah pasal
ll6 huruf (f) instruksi presiden RI No.l tahun l99l.
Adapun analisa yang dapat penulis jabarkan dalam kasus ini bahwa
seharusnya hakim pengadilan agama tigaraksa menggunakan pasal ll6 huruf (a)
karena dalam kasus ini penulis melihat unsur narkoba lebih kuat dari unsur
gugatan yang lain. Sebagaimana yang telah diutarakan oleh salah satu saksi.
Karena dampak yang di timbulkan dari narkoba amat berbahaya pada merosotnya
kualitas manusia, tetapi juga meningkatnya jumlah kualitas kriminalitas. Jenis
bukan hanya kejahatan besar dan sadis, penipuan, penyiksaan, pembunuhan,
sampai korupsi, kolusi dan nepotisme. Narkoba dapat mengubah manusia menjadi
kejam, tidak berkeprimanusiaan, berbudi pekerti rendah, berperangai dan
berakhlak lebih buruk dari pada binatang.
BAB V
PENUTUP
J. PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melihat dan menganalisa beberapa putusan Pengadilan Agama
Tigaraksa untuk penulis ada beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan
pembahasan gugat cerai karena suami pemakai narkoba, yaitu:
1. Dalam memutuskan perkara - perkara tersebut, hakim berusaha objektif dan
berhati - hati dengan teliti karena tidak sedikit juga kasus yang timbul bukan
murni dari faktor narkoba, tetapi dari unsur lain seperti masalah ekonomi,
komunikasi pasif, perselingkuhan, bahkan kekerasan dalam rumah tangga
yang menjadikan unsur narkoba, sebagai alasan tambahan dalam pengajuan
gugatan perceraian.
2. Putusan hakim tentang gugatan perceraian yang mengadung kekrasan dalam
rumah tangga kurang tepat karena terdapat unsur narkoba, karena didalam
pasal ll6 KHI huruf (f) yang menyatakan narkoba termasuk unsur yang
memabukan, meskipun kasus ini tidak murni karena Narkoba atau alasan
lain yang menjadikan narkoba sebagai alasan tambahan.
B. Saran
Dari pembahasan skripsi diatas, saran yang diberikan oleh penulis adalah:
1. Peningkatan kepedulian antar sesama khususnya dalam keluarga, apabila
keluarga yang terkena narkoba, sebaiknya keluarga member perhatian
69
70
lebih agar tidak meluas kepada yang lain. Proses penyembuhan yang
intensif baik dari segi religius maupun segi kedokteran yang akan sangat
membantu penyembuhan narkoba.
2. Bagi hakim pengadilan Agama Tigaraksa harus berhati - hati dan teliti
dalam memtuskan perkara yang ada unsur narkoba, baik dari pemeriksaan
hingga penggunaan landasan hukum dalam memutuskan perkara yang
mengandung unsur narkoba.
3. Bagi pasangan suami istri bisa lebih menambah intensitas komunikasi
dalam rumah tangga agar tidak terjadi kesalahpahaman ketika ada sesuatu
yang tidak lumrah dalam kehidupan keluarga, karena tujuan dari
perkawinan adalah membentuk keluarga yang sakinah mawadah
warrahmah.
4. Bagi pasangan suami istri keduanya harus saling meningkatkan
ketakwaan, menjalankan aspek spiritual yang ditingkatkan sehingga
terwujudnya keluarga yang penuh religi.
5. Bagi para istri harusnya tetap mempertahankan pernikahan jika terjadi
masalah kecil dalam rumah tangga, dan tidak langsung saja menggugat
cerai, akan tetapi mendoakan agar suami dan keluarganya tetap harmonis.
6. Bagi para mahasiswa yang ingin mengambil judul tentanng perkara
narkoba harus dapat menganalisis Undang-undang terbaru tentang
narkoba, karena di skripsi ini tidak dijelaskan secara detail tentang
Undang-undang narkoba terbaru.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Akademika
Pressido. 1992.
Al Habsyi, Muhammad Baghir. Fiqih Praktis Menurut Al-Quran , As-Sunnah dan
Pendapat para ulama, ( Bandung: Mizan, 2002).
Amir, Syarifudin. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana.
2007.
Arafat, M. Yasir. Perceraian Akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga, (Skripsi
S1) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003).
Arto, Mukri. Praktek Perkara Peradilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka pelajar,
1996).
As Syibay, Musthafa. Wanita Diantara Hukum Dan Undang-Undang ( Jakarta:
Bulan Bintang). 1999.
Bakry, Sidi Nazar. Kunci Keutuhan Rumah Tangga; Keluarga Yang Sakinah
(Pedoman ilmu Jaya) 2001.
Buku pedoman skripsi, fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2012
Departemen Agama RI, Direktur Jendral
Direktorat Jendral Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. 2001.
Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Perkawinan.
2003.
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam "Nikah", Ensiklopedia Islam, (jakarta : PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994).
Djalil, Basiq. Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kenccana Prenada Media
Group, 2006).
Djazuli, A. Fiqih Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam),
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997).
Harahap, M. Yahya. Hukum Perkawinan Nasional (Medan: CV. Zahir Trading
co.Medan, 1975).
Harahap, M. Yahya. Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peadilan Agama,
(Jakarta: Pustaka Kartini, 1997).
71
72
Harahap, Yahya. Beberapa Permasalahan Hukum Acara Pada Pengadilan
Agama. Jakarta: Al-Hikmah. 1975.
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983).
Jlewana, Satya. Gangguan Penggunan Zat Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif
Lainya (Jakarta: Karisma Indonesia, 1986).
Lathif, Djamil. Aneka Hukum Perceraian Di Indonesia, (Jakarta, Ghalia Indah,
1985).
Muhdhor, A. Zihdi. Memahami Hukum Perkawinan (nikah, thalak, cerai, dan
rujuk), (Bandung, Al Bayan, 1995).
Mahdiah, Permasalahan Hukum Perkawinan dan Kewarisan, (Jakarta: Pustaka
Pannjimas, 1994.
Mere, Goeres. Petunjuk Teknis Advokat, Bidang Penyalahgunaan Narkoba Bagi
Masyarakat, (Jakarta: BNN, 2008).
Mutaqin, Dadang dkk. Peradilan Agama Dan Kompilasi Hukum Islam Dalam
Tata Hukum Indonesia, (Yogyakarta: UI Press, 1999).
Moelyono, Anton M. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1998).
Muhammad, Abdul Kadir. Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Jakarta: ciputat
press) 2006.
Ma'sum, Sumarno. Penanggulangan Bahaya Narkotika Dan Ketergantungan
Obat, Jakarta: CV Mas Agung, 1987.
Nasir, Syekh Mahmuduna. Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Ramaja
Rosdakarya. 1991.
Nuruddin, Amir dan Azhar Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia;
Study kritis perkembangan hukum islam dari fiqih, UU No 1/1974 sampai
KHI, ( Jakarta: kencana, 2004).
Nasution, Zulkarnain Dkk, Kompilasi Perundang -Undangan Tentang Narkoba,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006.
Poerwidinata, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta : Vers Luys, 1952).
Rafiq, Ahmad. Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta, Rajawali Pres, 1995).
Sabrie, H. M. Zuffran. Analisa Hukum Islam Tentang Anak Luar Nikah. Jakarta:
Departemen Agama RI. 1998.
73
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah Terjemah, (Bandung: PT.Al - Ma'arif, 1996).
Subekti, Pokok - Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003).
Sutarmadi, Ahmad dan Mesraini, Administrasi Pernikahan dan Managemen
Keluarga, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2006.
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Islam, (Bandung: Alumni, 1986).
Sunarno, Narkoba, Bahaya dan Upaya Pencegahanya, Pt. Bengawan Ilmu,
Semarang, 2007.
Sunarso, Siswantoro. Penegakan Hukum Psikotropika (dalam kajian sosiologi
hukum), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, I992).
Soepomo, R. Sistem Hukum Di Indonesia Sebelum Perang Dunia ll, 1970.
Soenarji dan Ibrahim Hosen, Al-quran dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen
Agama, 2004).
Solehuddin, M. Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track
System & Implementasinya, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2003).
Thalib, Mohammad. (Trans) Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah. Bandung: PT.
Alma‟arif. 1980.
Tarigan, Azhari Akmal dan Amiur nuruddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,
(Jakarta, Kencana Prenada Media Grouf, 2006).
Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1986).
Undang-Undang Peradilan Agama ( UU No. 7 tahun 1998) (Jakarta: Sinar
Grafika, 1996).
Sumber Online:
Laporan
Tahunaan
Pengadilan
Agama
Tigaraksa
Tahun
20l3.
http://patigaraksa.net/profil-pengadilan/sejarah. Diakses pada 13/11/2013.
Naofal, Erlan. Perkembangan Alasan Perceraian dan Akibat Perceraian Menurut
Hukum Islam dan Hukum Belanda, artikel diakses dari http://badilag.
Net.data /artikel/alasan Perceraian Menurut Hukum Islam.pdf. Diakses
pada 13/11/2013.
DAFTAR WAWANCARA
Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Tigaraksa Drs. Supyan Maulani
Tanya :
Mengapa bapak menggunakan pasal 116 huruf ( f) KHI dalam
memutuskan perkara padahal, didalam keterangan Saksi ada hal lain
dalam alasan masalah rumah tangganya?
Jawab :
Substansi dari pasal ll6 point (f) adalah komulasi dari berbagai alasan
perceraian, karena alasan perceraian sangat variatif dan ada sebab akibat dari
permasalahan rumah tangga. Contohnya adalah suami pengguna narkoba,
ketika suami adalah seorang pengguna narkoba, lalu suami melalaikan
kewajibanya sebagai kepala keluarga sehingga menimbulkan percekcokan
dalam
perkawinan
sehingga
menimbulkan
kemudharatan
yang
berkepanjangan.
Tanya :
Dalam putusan bapak, Nomor 0154/Pdt.G/2013/PA.Tgrs. Bagaiman
bapak
Jawab:
membuktikan perkara ini ?
Dalam pembuktian ini hakim hanya cukup mendengakan saksi - saksi
yang diajukan, jika saksi saksi kurang meyakinkan dalam persidangan,
hakim bisa membuktikan dengan mendengarkan dokter seperti test visum, tes
urine dll.
Tanya:
Menurut
bapak
apa
alasan
utama
dari
perkara
Nomor
0154/Pdt.G/2013/PA.Tgrs?
Jawab :
Alasan utama dalam perkara ini adalah tergugat sudah tidak memberikan
nafkah lahir bathin dan tidak mencukupi kebutuhan rumah tangganya karena
tergugat sudah bepisah kurang lebih 7 tahun, dan tidak mempunyai i'tikad
baik Sehingga tergugat tidak menjalankan hak dan kewajibanya sebagai
kepala rumah tangga.
Tanya :
Apabila penggugat mengajukan gugatan dengan alasan suami
pengguna narkoba, bagaimana hakim membuktikan hal tersebut?
Jawab :
Dalam hal ini Hakim bersifat pasif hanya menerima laporan perkara dan
tidak perluu membuktikan dengan cara lain, karena kasus perceraian adalah
hukum perdata personal, cukup mengajukan dua orang saksi yang jujur dan
adil sudah cukup.
Tanya :
Menurut bapak, apa dampak narkoba dalam kehidupan rumah
tangga?
Jawab:
Dampak narkoba banyak sekali, karena narkoba pemikiran sudah tidak
normal, dampak buruk bagi keluarga, seperti tidak memberi nafkah,
terjadinya
kekerasan
dalam
rumah
tangga,
sehingga
kelangsungan
perkawinan antara hak dan kewajiban tidak berjalan, sebagai mana tujuan
pernikahan yang membentuk keluarga yang sakinah mawaddah, warahmah.
Download