5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Payudara Normal Payudara wanita normal memiliki 15-20 lobus dan masing-masing lobus terdiri dari banyak lobulus. Tiap lobulus memiliki sekumpulan kelenjar kecil yang dapat menghasilkan air susu. Setelah bayi lahir, air susu akan keluar dari lobulus melalui saluran atau duktus payudara lalu menuju puting. Ruang antara lobulus dan duktus diisi oleh jaringan fibrous dan lemak (National Cancer Institute, 2012). Gambar 2.1 Payudara Sumber : National Cancer Institute, 2012 2.1.1 Sistem Limfatik Payudara Pembuluh getah bening pada payudara terbagi atas 3 yaitu pembuluh getah bening aksila, pembuluh getah bening mammaria interna, dan pembuluh getah bening di daerah tepi kuadran medial bawah payudara. Pembuluh getah bening aksila mengalirkan getah bening dari daerah sekitar areola, payudara kuadran Universitas Sumatera Utara 6 lateral bawah dan kuadran lateral atas payudara. Pembuluh getah bening mammaria interna mengalirkan getah bening dari bagian dalam dan medial payudara. Pembuluh ini berjalan di atas fasia pektoralis lalu menembus fasia tersebut dan masuk ke dalam m.pektoralis mayor. Lalu pembuluh ini berjalan ke medial bersama-sama dengan sistem perforantes menembus m.interkostalis dan bermuara ke dalam kelenjar getah bening mammaria interna (Anwar, et al., 2011). Sel kanker payudara dapat masuk ke pembuluh limfe dan tumbuh di dalam nodus limfe. Sebagian besar pembuluh limfe payudara berhubungan dengan nodus limfe di bawah lengan (axillary node) dan sebagian lainnya berhubungan dengan internal mammary nodes dan supraclavicular atau infraclavicular nodes. Bila sel kanker telah menyebar ke dalam nodus limfe, kemungkinan besar sel tersebut dapat masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke organ lain (American Cancer Society, 2014). Gambar 2.2 Nodus Limfe pada Payudara Sumber : American Cancer Society, 2014 Universitas Sumatera Utara 7 2.2 Kanker Payudara 2.2.1 Defenisi Kanker Payudara Kanker payudara adalah tumor ganas yang berasal dari sel-sel payudara. Sebuah tumor ganas adalah sekelompok sel kanker yang tumbuh dan menginvasi jaringan disekitarnya atau menyebar (metastasis) ke organ tubuh yang lainnya (American Cancer Society, 2014). 2.2.2 Faktor Risiko Kanker Payudara a. Jenis Kelamin Wanita lebih berisiko terkena kanker payudara. Kanker payudara juga dapat terjadi pada laki-laki, tetapi 100 kali lebih sering terjadi pada wanita. Hal ini dapat terjadi kemungkinan disebabkan karena hormon estrogen dan progesteron yang sedikit pada laki-laki dimana hormon tersebut dapat memicu pertumbuhan kanker payudara (American Cancer Society, 2014). b. Usia Risiko terkena kanker payudara semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Kira-kira 1 dari 8 kanker payudara yang invasif terjadi pada wanita berusia dibawah 45 tahun, sementara 2 dari 3 kanker payudara terjadi pada wanita yang berusia 55 tahun ke atas (American Cancer Society, 2014). c. Tumor jinak pada payudara Peningkatan risiko terkena kanker payudara dengan riwayat tumor payudara berhubungan dengan adanya proses proliferasi yang berlebihan. Proses proliferasi yang berlebihan tanpa diimbangi dengan proses apoptosis (kematian sel) akan dapat menimbulkan keganasan karena tidak adanya kemampuan untuk mendeteksi adanya kerusakan DNA. Wanita yang pernah menderita atau menderita kelainan proliferatif memiliki resiko terkena kanker payudara yang lebih tinggi. Wanita yang telah melalui biopsi terdapat kelainan payudara proliferatif memiliki risiko terkena kanker 1,5 – 2,0 kali untuk hiperplasia, dan 45 kali untuk hiperplasia atipikal (Indrati et al., 2005). Risiko terkena kanker Universitas Sumatera Utara 8 payudara yaitu 1,6 kali pada wanita yang didiagnosis memiliki tumor jinak payudara pada kategori tumor yang masih rendah (Hartmann, L. C. et al., 2005). d. Riwayat keluarga dengan kanker payudara Kanker payudara merupakan penyakit kanker yang familial (Sindroma Li Fraumeni atau LFS). Penyebab sindrom ini 75% disebabkan oleh adanya mutasi gen pada gen p53 (gen penekan tumor / tumor suppressor gene). Akibat mutasi yang terjadi pada gen p53, sel akan terus berproliferasi tanpa batas karena gen penekan tumor tersebut sudah terganggu (Indrati et al., 2005). Penelitian sebelumnya menunjukkan proporsi wanita yang terkena kanker payudara 20-30% dengan riwayat kanker payudara dalam keluarga (Ahmed, I. et al., 2015). Penyebab utama kanker berhubungan dengan riwayat keluarga kanker payudara dan adanya mutasi gen yaitu gen BRCA1 dan BRCA2. Mutasi gen ini berkontribusi 5-10% penyebab kanker payudara (Majeed et al., 2014). PALB2 (partner and localizer of BRCA2) merupakan protein untuk berinteraksi dengan BRCA2 yang penting dalam mengatur fungsi gen BRCA2. Apabila terjadi kehilangan fungsi atau mutasi pada PALB2, akan dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang dilakukan, didapatkan 0,6% sampai 3,9% mutasi pada PALB2 terjadi pada keluarga yang memiliki riwayat kanker payudara (Antoniou, A.C. et al., 2014). e. Riwayat kanker payudara dan kanker ovarium pada penderita Wanita yang memiliki riwayat kanker ovarium kemungkinan akan terkena kanker payudara, karena pada wanita yang menderita kanker payudara dapat dilihat adanya hiperplasia korteks ovarium (Indrati et al., 2005). Payudara merupakan organ yang berpasangan dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama. Seorang wanita dengan riwayat kanker payudara unilateral memiliki risiko yang tinggi untuk terkena kanker payudara di sisi kontralateral payudara (Lehman C. D. et al., 2007). f. Pola konsumsi makanan berlemak Diet lemak yang tinggi akan meningkatkan pembentukan jaringan adiposa sehingga dapat meningkatkan produksi estrogen (Indrati et al., 2005). Kolesterol dimetabolisme oleh enzim di ovarium dan adrenal lalu akan menghasilkan Universitas Sumatera Utara 9 hormon testosteron dan estradiol. Metabolisme kolesterol akan menghasilkan jalur perantara yaitu 27-hydroxycholesterol (27-OHC) yang dihasilkan oleh makrofag melalui enzim 27-hydroxylase (CYP27A1). 27-OHC akan mengikat reseptor α estrogen pada sel epitel kelenjar mamae dan dapat memicu kanker payudara. 27OHC juga dapat mengaktifkan reseptor X di hati sehingga dapat meningkatkan metastasis dari kanker payudara (Warner, M. & Gustafsson, 2014). g. Aktivitas fisik Aktivitas yang cukup akan dapat mengurangi risiko terkena kanker payudara namun mekanismenya secara jelas belum diketahui. Olahraga berhubungan dengan rendahnya kadar lemak dalam tubuh dan rendahnya hormon yang dapat memicu kanker payudara, dan dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Dengan berolahraga yang cukup atau beraktivitas yang cukup, hormon dalam sirkulasi akan turun sehingga proses proliferasi akan turun dan dapat mencegah terjadinya kanker payudara. Risiko kanker payudara menurun sebesar 37% pada wanita yang berolahraga dalam waktu yang lama (Indrati et al., 2005). h. Lama menyusui Menyusui berhubungan dengan siklus hormonal. Kadar estrogen akan segera meningkat setelah proses melahirkan, sedangkan hormon progesteron akan menurun tajam setelah meningkat selama masa kehamilan. Selama masa menyusui kadar estrogen dan progesteron dalam darah akan tetap rendah. Penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron ini dapat menurunkan proses proliferasi pada jaringan payudara (Indrati et al., 2005). i. Periode Menstruasi Wanita dengan usia menstruasi pertama terlalu cepat (usia dibawah 12 tahun) dan menopause yang terlalu lama (di atas 55 tahun) memiliki risiko kanker payudara yang tinggi karena memiliki waktu terpapar hormon estrogen dan progesteron yang lama (American Cancer Society, 2014). j. Terapi Hormon setelah Menopause Hormon estrogen dan progesteron dapat digunakan sebagai terapi osteoporosis. Dari penelitian sebelumnya, kombinasi hormon sebagai terapi pada wanita pasca menopause dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Hormon ini Universitas Sumatera Utara 10 juga dapat meningkatkan risiko kematian pada penderita kanker payudara. Penggunaan estrogen tunggal tanpa progesteron tidak menunjukkan hasil yang jelas dalam meningkatkan risiko kanker payudara (American Cancer Society, 2014). k. Radiasi Pengion Radiasi pengion ke dada dapat meningkatkan kanker payudara. Besar risiko bergantung pada dosis radiasi, waktu sejak pajanan, dan usia. Hanya perempuan yang diradiasi sebelum usia 30 tahun, saat perkembangan payudara, yang tampaknya terkena. Sebagai contoh, 20% sampai 30% perempuan yang diradiasi untuk penyakit Hodgkin saat remaja dan usia 20 tahunan akan terjangkit kanker payudara, tetapi risiko untuk perempuan yang diterapi pada usia setelah itu tidak meningkat. Dosis radiasi yang rendah pada penapisan mamografi hampir tidak berefek pada insidensi kanker payudara. Setiap kemungkinan efek dikompensasi oleh manfaat deteksi dini kanker payudara (Kumar, Ramzi & Stanley, 2007). 2.2.3 Patogenesis Kanker payudara Seperti pada kanker lainnya, penyebab kanker payudara masih belum diketahui, namun terdapat tiga faktor penting yang dapat menyebabkan kanker payudara yaitu perubahan genetik, pengaruh hormon, dan faktor lingkungan. a. Perubahan Genetik Seperti pada sebagian besar kanker lainnya, mutasi yang memengaruhi protoonkogen dan gen penekan tumor di epitel payudara ikut serta dalam proses transformasi onkogenik. Di antara berbagai mutasi tersebut, yang paling banyak dipelajari adalah ekspresi berlebihan protoonkogen ERBB2 (HER2/NEU), yang diketahui mengalami amplifikasi pada hampir 30% kanker payudara. Gen ini adalah anggota dari famili reseptor faktor pertumbuhan epidermis, dan ekspresi berlebihannya berkaitan dengan prognosis yang buruk. Secara analog, amplifikasi gen RAS dan MYC juga dilaporkan terjadi pada sebagian kanker payudara. Mutasi gen penekan tumor RB1 dan TP53 juga ditemukan. Universitas Sumatera Utara 11 b. Pengaruh Hormon Kelebihan estrogen endogen, atau yang lebih tepat ketidakseimbangan hormon jelas berperan penting. Banyak faktor risiko seperti usia subur yang lama, nuliparitas, dan usia lanjut saat memiliki anak pertama menunjukkan peningkatan pajanan ke kadar estrogen yang tinggi saat daur haid. Tumor ovarium fungsional yang mengeluarkan estrogen dilaporkan berkaitan dengan kanker payudara pada wanita pascamenopause. Estrogen merangsang faktor pertumbuhan oleh sel epitel payudara normal dan oleh sel kanker. Dihipotesiskan bahwa reseptor estrogen dan progesteron yang secara normal terdapat di epitel payudara, mungkin berinteraksi dengan promotor pertumbuhan, seperti transforming growth factor α (berkaitan dengan faktor pertumbuhan epitel), platelet-derived factor, dan faktor pertumbuhan fibroblas yang dikeluarkan oleh sel kanker payudara, untuk menciptakan suatu mekanisme autokrin perkembangan tumor. c. Faktor Lingkungan Pengaruh lingkungan diisyaratkan oleh insidensi kanker payudara yang berbeda-beda dalam kelompok yang secara genetis homogen dan perbedaan geografi dalam prevalensi. Faktor lingkungan yang penting adalah iradiasi dan estrogen eksogen (Kumar, Ramzi & Stanley, 2007). Universitas Sumatera Utara 12 2.2.4 Histopatologi Kanker Payudara a. Ductal Carcinoma In Situ Ductal Carcinoma In Situ (DCIS) atau dikenal juga dengan intraductal carcinoma adalah tumor yang non-invasif atau kanker yang pre-invasif. Pada kanker tipe ini, sel duktus payudara telah berubah menjadi sel kanker. Sampai saat ini belum diketahui cara yang tepat untuk mengetahui tipe kanker yang dapat berubah menjadi kanker yang invasif (American Cancer Society, 2014). Gambaran histologik DCIS beragam. Pola arsitekturnya antara lain tipe solid, kribriformis, papilaris, mikropapilaris, dan clinging. Disetiap tipe mungkin ditemukan nekrosis. Gambaran nukleus bervariasi dari derajat rendah dan monomorfik hingga derajat tinggi dan heterogen. DCIS sering disertai kalsifikasi karena bahan sekretorik atau debris nekrotik yang mengalami kalsifikasi. Apabila terjadi metastasis, karsinoma invasif terdapat pada payudara dan kuadran yang sama dengan DCIS sebelumnya (Kumar, Ramzi & Stanley, 2007). b. Lobular Carcinoma In Situ (LCIS) LCIS tidak seperti DCIS yaitu memperlihatkan gambaran histologik yang uniform. Sel bersifat monomorf dengan nukleus polos bundar dan terdapat dalam kelompok kohesif di duktus dan lobulus. Vakuol musin intrasel (sel cincin stempel) sering ditemukan. LCIS hampir selalu ditemukan secara tidak sengaja dan tidak seperti DCIS, tumor ini jarang membentuk metastasis. LCIS tidak membentuk massa sehingga jarang mengalami kalsifikasi. Sekitar sepertiga perempuan dengan LCIS akhirnya mengalami karsinoma invasif yang dapat muncul pada kedua payudara, tidak seperti DCIS pada payudara yang sama (Kumar, Ramzi & Stanley, 2007). c. Karsinoma duktus invasif Karsinoma duktus invasif merupakan kanker payudara yang paling sering terjadi. Sebagian besar kanker masuk ke dalam kategori ini (70% hingga 80%). Karsinoma duktus invasif merupakan istilah yang digunakan untuk semua karsinoma yang tidak dapat disubklasifikasikan ke dalam salah satu tipe khusus dan tidak menunjukkan bahwa tumor ini secara spesifik berasal dari sitem duktus. Universitas Sumatera Utara 13 Kanker tipe ini biasanya berkaitan dengan DCIS, namun kadang-kadang ditemukan LCIS. Sebagian besar karsinoma duktus menimbulkan respons desmoplastik, yang menggantikan lemak payudara yang normal (menghasilkan densitas pada mamografi) dan membentuk massa yang teraba keras. Gambaran mikroskopik heterogen, berkisar dari tumor dengan pembentukan tubulus yang sempurna serta nukleus derajat rendah hingga tumor yang terdiri atas lembaranlembaran sel yang anaplastik. Kanker tahap lanjut dapat menyebabkan kulit cekung (dimpling), retraksi puting payudara, atau fiksasi ke dinding dada (Kumar, Ramzi & Stanley, 2007). d. Karsinoma lobulus invasif Karsinoma lobulus invasif terdiri atas sel yang secara morfologis identik dengan sel pada LCIS. Sel-sel secara sendiri-sendiri menginvasi stroma dan sering tersusun membentuk rangkaian. Meskipun sebagian besar tumor bermanifestasi sebagai massa yang dapa diraba atau densitas pada mamografi, sebagian memiliki pola invasi difus tanpa respon desmoplastik serta secara klinis tersamar. Karsinoma lobulus lebih sering bersifat multisentrik dan bilateral (10% hingga 20%). Tumor ini membentuk kurang dari 20% dari semua kanker payudara (Kumar, Ramzi & Stanley, 2007). e. Tipe Kanker yang Jarang Terjadi 1. Inflammatory Breast Cancer Inflammatory Breast Cancer didefenisikan berdasarkan gambaran klinis berupa payudara yang membesar, bengkak, dan erimatosa, biasanya tanpa teraba adanya massa (Kumar, Ramzi & Stanley, 2007). Kira-kira 1% sampai 3% dari seluruh tipe kanker payudara merupakan inflammatory breast cancer. Inflammatory breast cancer disebabkan oleh sel kanker yang menghambat aliran pembuluh limfe bukan karena proses inflamasi atau infeksi. Inflammatory breast cancer berisiko lebih tinggi untuk bermetastasis dan prognosis yang buruk (American Cancer Society, 2014). 2. Paget disease of the nipple Penyakit paget pada puting dimulai pada duktus dan menyebar ke kulit puting lalu menuju areola yaitu daerah gelap yang mengelilingi puting. Universitas Sumatera Utara 14 Kulit puting dan areola akan tampak krusta, bersisik, kemerahan, sensasi panas terbakar atau gatal. Kanker ini juga sering dihubungkan dengan DCIS. Kanker tipe ini jarang terjadi yaitu 1% dari semua tipe kanker payudara (American Cancer Society, 2014). 3. Phyllodes tumor Tumor phyllodes sangat jarang terjadi dan berkembang dari jaringan stroma (connective tissue) payudara. Tumor ini biasanya jinak namun dapat juga ganas. Pada phyllodes ganas yang telah menyebar, dapat dilakukan kemoterapi untuk jaringan lunak (sarcoma) payudara (American Cancer Society, 2014). 4. Angiosarcoma Angiosarcoma diawali dengan sel kanker yang berkembang di pembuluh darah atau pembuluh limfe. Kanker ini jarang terjadi, bila kanker ini terjadi sebagian besar diakibatkan karena komplikasi dari pengobatan radiasi yang muncul dalam 5 sampai 10 tahun setelah mendapatkan radiasi (American Cancer Society, 2014). 5. Special types of Invasive Breast Carcinoma Terdapat beberapa subtipe dari invasive breast carcinoma dimana beberapa dari subtipe kanker ini memiliki prognosis yang lebih baik dari kanker invasif lainnya yaitu adenoid cystic carcinoma, low-grade adenosquamous carcinoma, medullary carcinoma, mucinous carcinoma, papillary carcinoma, tubular carcinoma. Sedangkan subtipe kanker yang memiliki prognosis yang sama dengan kanker invasif lainnya yaitu metaplastic carcinoma, micropapillary carcinoma, mixed carcinoma (kombinasi antara kanker ductus dan lobulus yang invasif) (American Cancer Society, 2014). Universitas Sumatera Utara 15 2.2.5 Klasifikasi Kanker Payudara Tabel 2.1 Klasifikasi Kanker Payudara Berdasarkan TNM Tumor Primer ( T ) TX T0 Tis T1 T1a T1b T1c T2 T3 T4 T4a T4b T4c T4d Tumor primer tidak dapat diduga Tumor primer tidak di jumpai Karsinoma insitu Tumor ≤ 2cm Tumor ≤ 0,5 cm Tumor ≥ 0,5 cm dan ≤ 1 cm Tumor ≥ 1 cm dan ≤ 2 cm Tumor > 2cm dan < 5cm Tumor > 5cm Berapapun ukuran tumor dengan ekstensi langsung ke dinding dada dan kulit Ekstensi ke dinding dada tidak termasuk otot pektoralis Edema (termasuk peau d’orange) atau ulserasi kulit payudara, atau satelit nodul pada kulit. Gabungan T4a dan T4b Karsinoma Inflamasi Kelenjar Getah Bening Regional ( N ) NX N0 N1 N2 N2a N2b N3 N3a N3b N3c KGB regional tidak bisa di duga Tidak ada metastase KGB regional Dijumpai metastase KGB aksila ipsilateral, mobile Teraba KGB aksila ipsilateral, terfiksasi atau secara klinis tampak KGB mamari interna ipsilateral dengan tidak adanya metastase KGB aksila. Teraba KGB aksila yang terfiksasi satu dengan lainnya atau kestruktur sekitarnya. Secara klinis metastase hanya dijumpai pada KGB mamari interna ipsilateral dan tidak dijumpai metastase KGB aksila secara klinis. Metastase pada KGB infraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB aksila atau dalam klinis tampak KGB mamari interna ipsilateral dan secara klinis terbukti adanya metastase KGB aksila atau adanya metastase KGB supraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB aksila atau mamari interna . Metastase KGB infaraklavikular ipsilateral Metastase pada KGB mamari interna ipsilateral dan KGB aksila Metastase pada KGB supraklavikular ipsilateral Metastase Jauh ( M ) MX M0 M1 Metastase jauh tidak dapat dibuktikan Tidak dijumpai metastase jauh Dijumpai metastase jauh Sumber : American Joint Committee on Cancer (2009) Universitas Sumatera Utara 16 Tabel 2.2 Klasifikasi Stadium Kanker Payudara dari AJCC Stadium T N M Stadium 0 Tis N0 M0 Stadium I T1 N0 M0 Stadium IIA T0 N1 M0 T1 N1 M0 T2 N0 M0 T2 N1 M0 T3 N0 M0 T0 N2 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0 T4 N0 M0 T4 N1 M0 T4 N2 M0 Stadium IIIC Semua T N3 M0 Stadium IV Semua T Semua N M1 Stadium IIB Stadium IIIA Stadium IIIB Sumber : American Joint Committee on Cancer (2009) 2.2.6 Histologi Grade Kanker Payudara Histologi grade kanker payudara didasarkan pada tingkat diferensiasi jaringan tumor. Pada kanker payudara diferensiasi ini mengarah pada karakteristik morfologi sel yang dinilai oleh ahli patologi yang terlatih. Pemeriksaan ini menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin pada jaringan tumor (Rakha et al, 2010). Universitas Sumatera Utara 17 Tabel 2.3 Histologi Grade Kanker Payudara Grade Grade 1 (low grade) Sel kanker sedikit berbeda dengan sel yang normal. Pertumbuhan sel kanker tersebut sangat lambat. Grade 2 (moderate Sel kanker tidak seperti sel normal. Sel kanker grade) tumbuh lebih cepat dari grade 1 tetapi tidak secepat grade 3. Grade 3 (high grade) Sel kanker terlihat sangat berbeda dari sel yang normal. Pertumbuhan sel kanker sangat cepat. Sumber : Cancer Council Australia (2014) 2.2.7 Manifestasi Klinis Kanker Payudara 1. Massa tumor Sebagian besar massa payudara tidak nyeri dan lokasi massa tersering di kuadran lateral atas. Massa pada umumnya soliter, konsistensi agak keras, batas tidak tegas, permukaan tidak licin, mobilitas kurang (pada stadium lanjut dapat terfiksasi ke dinding toraks). Massa cenderung membesar secara bertahap (Desen, 2011). 2. Perubahan kulit a. Tanda lesung Ketika tumor mengenai ligamen glandula mamae, ligamen tersebut memendek sehingga kulit disekitarnya akan tertarik dan menjadi cekung. b. Perubahan kulit jeruk (peau d’orange) Ketika vasa limfatik subkutis tersumbat sel kanker, hambatan drainase limfe menyebabkan odem kulit, folikel rambut akan tenggelam ke bawah dan tampak seperti tanda kulit jeruk. Universitas Sumatera Utara 18 c. Nodul satelit kulit Ketika sel kanker dalam vasa limfatik subkutis masing-masing membentuk nodul metastasis, di sekitar lesi primer dapat muncul banyak nodul yang tersebar secara klinis dan disebut tanda satelit. d. Invasi dan ulserasi kulit Ketika tumor menginvasi kulit akan tampak perubahan berwarna merah atau merah gelap. Bila tumor terus bertambah besar, lokasi tersebut dapat menjadi iskemik dan terbentuk ulserasi berbentuk bunga terbalik yang disebut tanda kembang kol. e. Perubahan inflamatorik Perubahan inflamatorik disebut juga karsinoma mamae inflamatorik, keseluruhan kulit mamae menjadi warna merah dan bengkak, mirip dengan peradangan, dan dapat disebut tanda peradangan (Desen, 2011). 3. Perubahan papila mamae a. Adanya retraksi dan distorsi papila mamae umumnya akibat tumor menginvasi jaringan subpapilar. b. Sekret papilar yang disebabkan karsinoma papilar dalam duktus yang besar atau tumor mengenai d uktus yang besar. c. Perubahan eksematoid yaitu merupakan manifestasi spesifik dari kanker eksematoid (penyakit Paget). Pada klinisnya akan tampak areola dan papila maame tererosi, berkrusta, adanya sekret, deskuamasi (Desen, 2011). 4. Pembesaran kelenjar limfe regional Pembesaran kelenjar limfe aksila ipsilateral yang solieter ataupun multipel akan terbentuk pada kanker payudara. Awalnya kelenjar limfe ini dapat digerakkan dan kemudian akan melakukan adhesi ke jaringan sekitarnya. Lama kelamaan kelenjar limfe dapat membesar (Desen, 2011). Universitas Sumatera Utara 19 2.2.8. Prognosis Kanker Payudara Observasi tingkat kelangsungan hidup dalam lima tahun menunjukkan persentase dari pasien yang hidup selama lima tahun terakhir setelah didiagnosis kanker. Kebanyakan pasien dengan kanker payudara masih dapat hidup setelah 5 tahun didiagnosis. Hal ini sangat membantu untuk megurangi kematian dan lebih akurat untuk menggambarkan dampak kanker dengan kelangsungan hidup. Untuk memperoleh tingkat kelangsungan hidup selama 5 tahun, dokter harus melihat orang-orang yang menjalani pengobatan selama 5 tahun terkahir. Perbaikan pengobatan yang diberikan dapat memberikan pandangan yang lebih baik bagi orang-orang yang didiagnosis dengan kanker payudara. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi prognosis seseorang, seperti umur dan tingkat kesehatan, persentase reseptor hormon sel kanker, pengobatan yang diterima, dan bagaimana respon sel kanker terhadap pengobatan. Data statistik yang tersedia yaitu dari database National Cancer Institute tidak membagi prognosis dari semua substage atau substadium seperti IA dan IB. Selain itu, penting untuk diketahui bahwa data statistik ini didasarkan pada stadium kanker ketika pertama kali didiagnosis. Data ini tidak digunakan untuk kanker yang kemudian datang kembali atau kambuh dan yang telah metastasis (American Cancer Society, 2014). Tabel 2.4 Prognosis Kanker Payudara Stadium 0 I II III IV 5-year Relative Survival Rate 100% 100% 93% 72% 22% Sumber : American Cancer Society, 2014 Universitas Sumatera Utara 20 2.3 Metastasis Kanker Payudara di Hati Penyebaran kanker payudara terjadi melalui saluran limfe dan darah. Metastasis ke kelenjar getah bening ditemukan pada sekitar 40% kanker yang bermanifestasi sebagai massa yang dapat dipalpasi, tetapi pada kurang dari 15% kasus ditemukan dengan mamografi. Lesi yang teletak di tengah atau kuadran luar biasanya mula-mula menyebar ke kelenjar aksila. Tumor yang terletak di kuadran dalam sering mengenai kelenjar getah bening di sepanjang arteria mamaria interna. Kelenjar supraklavikula kadang-kadang menjadi tempat utama penyebaran, tetapi kelenjar ini baru terkena hanya setelah kelenjar aksilaris dan mamaria interna terkena. Akhirnya, terjadi penyebaran ke tempat yang lebih distal, dengan kelainan metastasik di hampir semua organ atau jaringan di tubuh. Lokasi yang disukai adalah paru, tulang, hati, dan kelenjar serta pada organ yang jarang yaitu otak, limpa, dan hipofisis. Namun, tidak ada tempat yang dapat lolos sebagai tempat metastasis kanker payudara (Kumar, Ramzi & Stanley, 2007). Hati merupakan organ yang paling sering sebagai lokasi terjadinya deposit sekunder. Neoplasma yang sering menyebabkan metastasis ke hati berasal dari kolon, payudara, paru, lambung, dan pankreas (Patel, 2005). Dari penelitian sebelumnya, didapatkan metastasis kanker payudara di hati dapat dipengaruhi oleh pengobatan atau penanganan yang dilakukan dan didapatkan bahwa pada pasien yang telah melakukan operasi pengangkatan tumor primer akan cenderung lebih mudah mengalami metastasis di hati dibandingkan pasien yang tidak melakukan operasi (Margaret, C.C, et al., 2014). Gejala yang dapat timbul pada metastasis di hati, yaitu adanya hepatomegali, asites, terjadinya penurunan berat badan, peningkatan enzim hati yang abnormal, jaundice, dan beberapa dapat asimtomatik (Patel, 2005). Pemeriksaan yang dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang radiologis dalam penegakan diagnosa adanya metastasis di hati, yaitu foto polos, ultrasonografi (USG), CT , MRI, arteriografi, dan biopsi perkutan dengan bantuan ultrasonografi atau CT (Patel, 2005). Universitas Sumatera Utara 21 a. Ultrasonografi USG merupakan pemeriksaan awal yang baik dan dapat mendeteksi sebagian besar kejadian metastasis. Pemeriksaan USG hati merupakan suatu modalitas pencitraan yang akurat untuk mengetahui penyakit hati baik yang difus maupun fokal, menentukan staging tumor primer, mendeteksi deposit sekunder, dan dapat membantu pada biopsi hati atau prosedur yang intervensonal. Pada hati yang normal, batas luar hati adalah rata dengan pola eko yang homogen, sedangkan pada metastasis hati akan diperlihatkan eko yang buruk, kistik, hiperekoik, atau adanya infiltrasi yang difus (Patel, 2005). Gambaran eko bergantung pada jenis asal tumor primer. Pada metastasis adenokarsinoma sering memperlihatkan gambaran lesi yang bulat, fokal, tepinya hipoekoik dan struktur eko yang lebih tinggi atau hiperekoik, dan disertai nekrosis sentral. Keadaan ini disebut juga sebagai target cell’s sign (Rasad, 2009). b. Computed tomography (CT) Pemeriksaan CT dapat diusulkan apabila pemeriksaan dengan ultrasonografi tidak berhasil. Pemeriksaan CT dapat mendemonstrasikan keseluruhan dari penyakit hati. CT merupakan pemeriksaan yang paling sensitif, namun membutuhkan bolus injeksi kontras (Patel, 2005). c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Pemeriksaan dengan MRI memberikan pencitraan potongan melintang yang sangat baik seperti CT, namun tanpa radiasi. Struktur pembuluh darah di hati dapat diperlihatkan tanpa menyuntikkan kontras dengan menggunakan Magnetic Resonance Angiography (MRA) (Patel, 2005). d. Angiografi Pemeriksaan dengan angiografi dapat memperlihatkan gambaran anatomi vaskular hati. Pemeriksaan arteriografi hanya dilakukan pada kasus yang sulit atau kurang jelas. Gambaran arteriografi pada metastasis hati biasanya avaskular (Patel, 2005). Universitas Sumatera Utara