BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dekade terakhir ini

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada dekade terakhir ini pertumbuhan kesadaran publik terhadap peran
perusahaan dimasyarakat meningkat, hal ini dapat dilihat pada banyaknya perusahaan
yang dianggap telah memberi kontribusi bagi kemajuan ekonomi dan teknologi tetapi
di lain sisi perusahaan tersebut mendapat kritik karena telah menciptakan masalah
sosial yang dapat mempengaruhi lingkungan hidup. Pada saat ini banyak industri
yang
menggunakan
bahan-bahan
kimia
yang
keanekaragaman hayati, kerusakan hutan tropis,
menyebabkan
punahnya
pencemaran air, udara, serta
merusak lapisan ozon, yang semua masalah ini menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan sekitar sehingga masyarakat bereaksi untuk menuntut
perusahaan memberikan rasa keadilan terhadap lingkungan sekitar; seperti kasus yang
terjadi di Indonesia PT. Indo Rayon Utama yang berlokasi di Toba Samosir, kegiatan
operasinya ditutup sementara akibat limbah bubur kertas yang menyebabkan
kerusakan lingkungan di sekitar Danau Toba (Halim, 1999) dan penduduk sekitar
perusahaan tersebut, dan begitu pula pada kasus Lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo
Jawa Timur. Selain masalah yang berhubungan dengan lingkungan alam yang sering
mendapat perhatian dari masyarakat adalah masalah lingkungan kerja seperti
demonstrasi dan mogok kerja para buruh yang banyak terjadi di Indonesia, hal ini
Universitas Sumatera Utara
akbat kebijakan upah dan pemberian fasilitas kesejahteraan yang di terapkan
perusahaan tidak mencerminkan rasa keadilan (Utomo, 2000).
Masalah-masalah sosial inilah yang sedang dihadapi Indonesia dan negaranegara lainnya terutama negara yang sedang berkembang. Masalah pencemaran
lingkungan ini sangat erat kaitannya dengan perusahaan-perusahaan industri yang
sebagian besar menghasilkan limbah. Perusahaan dituntut dalam memanfaatkan dan
mengolah sumber daya yang ada sehingga sedapat mungkin meminimalkan beban
sosial seperti apabila terjadi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh limbah
perusahaan, maka perusahaan berkewajiban bertanggung jawab dari dampak tersebut.
Masalah penting lainnya adalah seberapa jauh perusahaan dapat bertanggung jawab
terhadap masalah sosial ekonomi secara keseluruhan dan bagaimana perlakuan
keuangan yang tepat untuk menggambarkan transaksi antar perusahaan dengan
lingkungan sosialnya tersebut. Sehingga masalah masalah tersebut perlu di tangani
dan dipcahkan oleh semua pihak terutama oleh pihak perusahaan. Oleh sebab itu
dunia bisnis tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab lingkungannya
(Satriawan dan Djasuli, 2001).
Tujuan sebuah organisasi atau perusahaan pada umumnya adalah mencari laba
(profit oriented), tetapi seiring dengan perkembangan zaman, tujuan tersebut
mengalami pergeseran. Adanya tuntutan dari masyarakat pengguna hasil produksi
perusahaan mengubah orientasi tujuannya, bukan lagi hanya mendapatkan laba tetapi
bagaimana masyarakat memberikan pengakuan terhadap eksistensi perusahaan.
England (1970) dalam Hasibuan (2001) menyebutkan delapan sasaran yang dianggap
Universitas Sumatera Utara
penting oleh pimpinan organisasi di Amerika. Sasaran tersebut adalah ; (1) efisiensi
organisasi, (2) produktivitas tinggi, (3) memaksimalkan keuntungan, (4) pertumbuhan
organisasi, (5) kepemimpinan organisasi dalam sektornya, (6) stabilitas organisasi,
(7) kesejahteraan karyawan dan (8) kesejahteraan sosial di lingkungan organisasi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Humble (1983) dalam Sarjono (2002)
yang menyebutkan bahwa bidang-bidang pokok dimana suatu organisasi harus
menentukan sasarannya yaitu : (1) perusahaan, (2) profitabilitas, (3) pembaharuan, (4)
kedudukan pasar, (5) produktifitas, (6) sumber-sumber keuangan dan fisik, (7)
prestasi dan pengembangan manajer, (8) prestasi dan sikap pekerja, dan (9) tanggung
jawab sosial. Lebih lanjut diungkapkan oleh Humble (1983) dalam Sarjono (2002),
tanggung jawab sosial dibagi menjadi dua yaitu :
1. Tanggung jawab eksternal dalam hal hubungan dengan masyarakat, hubungan
dengan konsumen, pencemaran, pengemasan, hubungan dengan investasi dan
hubungan dengan pemegang saham sedangkan ;
2. Tanggung jawab internal dalam hal kondisi kerja, struktur organisasi dan gaya
manajemen, komunikasi, hubungan perburuhan dan pendidikan serta
pelatihan.
Pertumbuhan kesadaran tanggung jawab sosial perusahaan mengakibatkan
adanya kritik terhadap penggunaan laba sebagai satu-satunya alat ukur kinerja
perusahaan serta tekanan dari berbagai pihak khususnya stakeholder terhadap sektor
swasta untuk menerima tanggung jawab terhadap dampak pengaruh aktivitas bisnis
dalam masyarakat. Badan usaha sebagai salah satu pelaku ekonomi mempunyai
Universitas Sumatera Utara
pengaruh besar terhadap kehidupan perekonomian dan masyarakat luas, sehingga
suatu badan usaha tidak hanya bertanggung jawab kepada investor dan kreditor, tetapi
juga masyarakat luas.
Laporan keuangan tahunan merupakan media potensial bagi perusahaan
untuk mengakomodasikan kepada stakeholder informasi yang dihasilkan dari
berbagai transaksi yang dilakukan oleh perusahaan. Ruang lingkup informasi yang
diungkapkan dalam laporan keuangan perusahaan semakin diperluas, tidak hanya
memberikan informasi keuangan konvensional yang sempit dan terbatas pada angkaangka akuntansi tetapi juga laporan keuangan harus dapat mengakomodasi
kepentingan
para
pengambil
keputusan
dengan
cara
menampilkan
pertanggungjawaban sosialnya, yang nanti mampu menampilkan
performance
perusahaan secara lengkap. Informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan
tahunan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pengungkapan wajib (mandatory
disclosure ) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure ).
Adapun
salah
satu
jenis
informasi
pengungkapan
sukarela
adalah
pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Di Indonesia peraturan yang
mengatur tentang disclosure adalah keputusan BAPEPAM NO. Kep-38/PM/1996
(Hadi dan Sabeni, 2002). Pengungkapan sukarela muncul karena adanya kesadaran
masyarakat dan lingkungan sekitar, keberhasilan perusahaan tidak hanya tertuju pada
laba tetapi juga ditentukan oleh kepedulian perusahaan terhadap masyarakat sekitar
(Yuliani, 2003). Aspek pertanggungjawaban sosial merupakan hal yang wajar dan
logis sebagai konsekuensi kontrak sosial antara perusahaan dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Pengungkapan sosial dalam laporan keuangan perusahaan akan memberikan nilai
tersendiri bagi perusahaan yang go public. Perusahaan dapat pula menyajikan laporan
tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah
(Value Added Statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan
hidup memegang peran penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai
kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Tujuan laporan
keuangan
adalah
untuk
melaporkan
aktivitas-aktivitas
perusahaan
yang
mempengaruhi komunitas yang mana dapat ditentukan dan dijelaskan atau diukur dan
penting bagi perusahaan dalam lingkungan sosialnya (Belkoui, 2003). Dari
pernyataan diatas, menunjukkan manifestasi akan adanya kepedulian laporan
keuangan terhadap masalah sosial yang merupakan pertanggungjawaban sosial
perusahaan.
Konsep CSR pada umumnya menyatakan bahwa tanggungjawab perusahaan
tidak hanya terhadap pemiliknya atau pemegang saham saja tetapi juga terhadap
para stakeholder yang terkait dan/atau terkena dampak dari keberadaan perusahaan.
Perusahaan yang menjalankan aktivitas CSR akan memperhatikan
dampak
operasional perusahaan terhadap kondisi sosial dan lingkungan dan berupaya
agar
dampaknya
positif.
Sehingga
dengan
adanya konsep CSR diharapkan
kerusakan lingkungan yang terjadi di dunia, mulai dari penggundulan hutan, polusi
udara dan air, hingga perubahan iklim dapat dikurangi.
Universitas Sumatera Utara
Berbagai dampak dari keberadaan perusahaan ditengah-tengah masyarakat
telah menyadarkan masyarakat di dunia bahwa sumber daya alam adalah terbatas dan
oleh karenanya pembangunan ekonomi harus dilaksanakan secara berkelanjutan,
dengan konsekuensi bahwa perusahaan dalam menjalankan usahanya
perlu
menggunakan sumber daya dengan efisien dan memastikan bahwa sumber daya
tersebut tidak habis, sehingga tetap dapat dimanfaatkan oleh generasi di masa datang.
Dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), maka
kegiatan CSR menjadi lebih terarah, paling tidak perusahaan perlu berupaya
melaksanakan konsep tersebut.
Kesadaran stakeholder akan pentingnya pembangunan berkelanjutan yang
dilakukan oleh perusahaan mendorong perusahaan untuk mengungkapkan praktikpraktik atau kegiatan CSR yang dilakukan. Semakin kuatnya tekanan stakeholder
dalam hal pengungkapan praktik-praktik CSR yang dilakukan oleh perusahaan
menyebabkan perlunya memasukkan unsur sosial dalam pertanggungjawaban
perusahaan ke dalam akuntansi. Hal ini mendorong lahirnya suatu konsep yang
disebut sebagai Social Accounting, Socio Economic Accounting ataupun Social
Responsibility Accounting (Indira dan Dini, 2005). Dengan lahirnya akuntansi sosial,
produk akuntansi juga dapat digunakan oleh manajemen sebagai sarana untuk
mempertanggungjawabkan kinerja sosial perusahaan dan memberikan informasi yang
berguna dalam pengambilan keputusan bagi stekeholders.
Dalam lingkup wilayah Indonesia, standar akuntansi keuangan Indonesia
belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial, akibatnya
Universitas Sumatera Utara
yang terjadi di dalam praktik perusahaan hanya dengan sukarela mengungkapkannya.
Secara implisit Ikatan Akutansi Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akutansi
Keuangan (PSAK) Nomor 1 (revisi 2004) paragraf 9 menyarankan untuk
mengungkapkan tanggung jawab akan masalah sosial sebagai berikut :
“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan engenai
lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi
industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peran penting dan bagi
industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang
memegang peranan penting.”
CSR di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas. Pasal 74 ayat 1 Undang-undang tersebut menyebutkan
bahwa ”Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan”. Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, pasal 15 (b) menyatakan bahwa ”setiap penanam modal berkewajiban
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”.
Pentingnya pengungkapan CSR telah membuat banyak peneliti untuk
melakukan penelitian dan diskusi mengenai praktik dan motivasi perusahaan untuk
melakukan CSR. Beberapa penelitian yang terkait dengan pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan telah banyak dilakukan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Belkaoui dan Krapik (1989); Cowen, (1987);
Hackston dan Milne (1996); Sembiring (2005) dan Anggraeni (2006) yang meneliti
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR. Diantara faktor-
Universitas Sumatera Utara
faktor yang menjadi variabel dalam penelitian tersebut adalah ukuran perusahaan,
profitabilitas, leverage dan ukuran dewan komisaris.
Pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan CSR tercermin dalam
teori agensi yang menjelaskan bahwa perusahaan besar mempunyai biaya agensi yang
besar, oleh karena itu perusahaan besar akan lebih banyak mengungkapkan informasi
daripada perusahaan kecil. Akan tetapi, tidak semua penelitian mendukung hubungan
antara ukuran perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian yang
tidak berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini seperti yang disebutkan
dalam Hackston dan Milne (1996) antara lain Roberts (1992), Sigh dan Ahuja (1983),
Davey (1982) dan Ng (1985). Sebaliknya penelitian yang berhasil menunjukkan
hubungan kedua variabel ini antara lain Belkaoui dan Karpik (1989), Adam et. al.,
(1995, 1998), Hackston dan Milne (1996), Kokubu et. al., (2001), Hasibuan (2001),
Sembiring (2005) dan Anggraeni (2006).
Faktor lain yang diduga mempengaruhi pengungkapan CSR adalah
profitabilitas. Hubungan profitabilitas terhadap pengungkapan CSR menurut
Bowman dan Haire (1976) dalam Heckston dan Milne (1996) bahwa kepekaan sosial
membutuhkan gaya managerial yang sama sebagaimana yang diperlukan untuk dapat
membuat perusahaan menguntungkan (profitable). Penelitian yang dilakukan oleh
Bowman dan Haire (1976) serta Preston (1978) dalam Hackston dan Milne (1996)
mendukung hubungan profitabilitas dengan pengungkapan CSR. Sedangkan
penelitian yang dilakukan Hackston dan Milne (1996) dan Belkaoui dan Karpik
Universitas Sumatera Utara
(1989) melaporkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan
CSR.
Leverage memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki
perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang. Scott
(2000) menyampaikan pendapat yang mengatakan bahwa semakin tinggi leverage
kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang,
maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi
dibandingkan laba dimasa depan. Perusahaan yang memiliki rasio leverage tinggi
akan lebih sedikit mengungkapkan CSR supaya dapat melaporkan laba sekarang yang
lebih tinggi.
Faktor lain yang mempengaruhi pengungkapan CSR adalah dewan komisaris.
Dengan wewenang yang dimiliki, dewan komisaris dapat memberikan pengaruh yang
cukup kuat untuk menekan manajemen untuk mengungkapkan CSR. Sehingga
perusahaan yang memiliki ukuran dewan komisaris yang lebih besar akan lebih
banyak mengungkapkan CSR. Hal ini sejalan dengan penelitian Hadi dan Arifin
(2002) dan Sembiring (2005) yang menunjukan hasil bahwa proporsi dewan
komisaris independen mempengaruhi tingkat pengungkapan sukarela.
Marwata (2003) mengemukakan bahwa umur perusahaan memiliki pengaruh
terhadap pengungkapan CSR yang bersifat sukarela, alasan yang mendasari adalah
bahwa perusahaan yang berumur lebih tua memiliki pengalaman yang lebih banyak
dalam mempublikasikan laporan keuangan. Perusahaan yang memiliki pengalaman
Universitas Sumatera Utara
lebih banyak akan lebih
mengetahui kebutuhan konstitusi akan informasi bagi
perusahaan.
1.2.
Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: Apakah karakteristik Pengungkapan CSR (ukuran perusahaan, profitabilitas,
leverage, ukuran dewan komisaris, dan usia) perusahaan industri manufaktur di Bursa
Efek Indonesia periode 2004 – 2008 berpengaruh secara simultan dan parsial
terhadap reaksi investor?
1.3.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui pengaruh karakteristik Pengungkapan CSR (ukuran perusahaan,
profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, dan usia) perusahaan industri
manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2004 – 2008 secara simultan dan secara
parsial terhadap reaksi investor
1.4.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah: untuk memperkuat
penelitian sebelumnya berkenaan faktor apakah yang mempengaruhi pengungkapan
CSR perusahaan dan bagaimana pengaruh secara parsial dan simultan pengungkapan
CSR terhadap reaksi investor.
Universitas Sumatera Utara
1.5.
Originalitas Penelitian
Penelitian ini merupakan replikasi penelitian Hasibuan (2001) berjudul
Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Sosial (Social
Disclosures) Dalam Laporan Tahunan Emitmen Di Bursa Efek Jakarta Dan Bursa
Efek Surabaya.
Replikasi penelitian ini dilakukan peneliti akibat peneliti melihat adanya gap
yang terdapat pada penelitian Hasibuan (2001) dimana pengungkapan CSR adalah
salah satu cara bagi perusahaan untuk meningkatkan image perusahaan di mata
publik dan investor, jadi sangatlah bagus agar tujuan pengungkapan CSR lebih
mendekati sasarannya dengan membuat reaksi investor sebagai variabel terikat pada
penelitian ini.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Hasibuan (2001) adalah:
1. Tahun penelitian, Hasibuan menggunakan data tahun 2000, penelitian ini
menggunakan data tahun 2004 – 2008.
2. Penelitian Hasibuan hanya melihat faktor faktor yang mempengaruhi CSR,
sedangkan penelitian ini memilih faktor yang mempengaruhi CSR dan melihat
pengaruh CSR terhadap reaksi investor.
Universitas Sumatera Utara
Download