penanganan yang dilakukan oleh remaja putri saat mengalami

advertisement
PENANGANAN YANG DILAKUKAN OLEH REMAJA PUTRI
SAAT MENGALAMI DYSMENORRHEA DI DESA JABON
TEGAL KECAMATAN PUNGGING KABUPATEN
MOJOKERTO
SUROYA KARTIKA SARI
1211010133
Subject : Remaja Putri, Dysmenorrhea, Penanganan
DESCRIPTION
Dysmenorrhea merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan saat awal
menstruasi.Dysmenorrhea adalah keluhan ginekologis akibat ketidakseimbangan
hormon progesterone dalam darah sehingga mengakibatkan timbul rasa nyeri ,
sehingga memaksa penderita untuk beristirahat dan meninggalkan pekerjaan atau
aktivitasnya sehari-hari selama beberapa jam atau beberapa hari.Penanganan
secara farmakologi, nonfarmakologi maupun secara herbal dapat dilakukan oleh
remaja putri untuk menangani dysmenorrhea.Tujuan penelitian adalah mengetahui
penanganan yang dilakukan remaja putri untuk mengatasi dysmenorrhea di Desa
Jabon Tegal Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif.
Populasinya yaitu seluruh remaja putri yang mengalami dysmenorrhea di desa
Jabon Tegal kecataman Pungging kabupaten Mojokerto yang berjumlah 28 remaja
putri pada tahun 2015 diambil 28 responden sampel dengan tehnik total sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknikangket/questionaire
kemudian dianalisis menggunakan distribusi frekuensi.
Berdasarkan penelitian tersebut penanganan yang dilakukan oleh remaja
putri saat mengalami dysmenorrhea yang dikategorikan kurang sebesar43%,
cukup baik 53,5%, dan yang baik 3,5%. Remaja putri hampir seluruhnya
menanganidysmenorrheadengan tidak mengkonsumsi obat analgesic tetapi
dengan melakukan istirahat cukup.
Dysmenorrhea yang berat tentu akan membutuhkan penanganan lebih
lanjut. Sebab jika tidak diberikan penanganan dysmenorrheaakan menyebabkan
aktivitas remaja putri terhambat dan penurunan kualitas hidup para remaja putri.
Dari hasil penelitian tersebut penanganan dysmenorrhea menggunakan
obat analgesic dapat menyebabkan efek bagi tubuh seperti iritasi lambung,
kerusakan hati, serta kerusakan ginjal. Diharapkan pada remaja putri untuk lebih
meningkatkan informasi dan pengetahuan tentang penanganan dysmenorrhea
yang benar dan meningkatkan perhatian pada masalah kesehatan reproduksi
dengan memberikan penyuluhan mengenai penanganan dysmenorrhea.
ABSTRACT
Dysmenorrhea is the symptom that most often complained at the beginning
of menstruation. Dysmenorrhea is a gynecological complaints caused by
hormonal imbalances of progesterone in the blood causing pain arise, forcing the
patient to rest and leave work or daily activities for a few hours or a few days.
Pharmacological treatment, non pharmacology as well as herbal can be done by
teenage girls to deal with dysmenorrhea. The research aimed to determine the
treatment that done by teenage girls to overcome dysmenorrhea in the Jabontegal,
Pungging, Mojokerto.
Type of this research was a quantitative study with descriptive design. The
population was the entire teenage girls who had dysmenorrhea in Jabontegal
Pungging Mojokerto as many as 28 girls in 2015 that was taken 28 respondents as
sample with total sampling technique. Data collection was done by using a
questionnaire and then analyzed using frequency distribution.
Based on the research conducted the treatment of teenage girls who
experienced dysmenorrhea currently categorized as bad (43%), as moderate
(53.5%), and as good (3.5%). Almost all of the teenage girls treat the
dysmenorrhea by not taking analgesic drugs but by doing adequate rest.
Severe dysmenorrhea would require further treatment. Because it if not
given treatment dysmenorrhea will cause teenage girls activity disrupted and
decreased the quality of life.
From these results dysmenorrhea treatment using analgesic drugs can cause
effects to the body such as stomach irritation, liver damage, and kidney damage. It
is expected that teenage girls to further improve their information and knowledge
about the correct treatment of dysmenorrhea and increasing attention on
reproductive health issues by providing counseling about the treatment of
dysmenorrhea.
Keywords: Teenage Girl, Dysmenorrhea, Treatment
Contributor
Date
Type Material
Identifier
Right
Summary
: 1. Eka Diah Kartiningrum, SKM., M.Kes
2. Elyana Mafticha, S.ST. S.KM. MPH
: 10 Juni 2015
: Laporan Penelitian
:: Open Document
:-
LATAR BELAKANG
Remaja di Indonesia yang mengalami dysmenorrhea lebih banyak
mengatasinya dengan mengkonsumsi obat penghilang rasa nyeri yang beredar
dipasaran. Padahal tindakan tersebut adalah hal yang salah karena kandungan
obat pereda nyeri mempunyai efek samping bagi tubuh ( Admin, 2005 dikutip
Fitriane, 2013). Efek samping yang paling menonjol dalam penggunaan obat
pereda nyeri adalah kemampuannya merangsang dan merusak lambung. Selain
dapat menyebabkan gangguan lambung (kembung, nyeri, kram, dan perdarahan
lambung), obat pereda nyeri juga dapat menyebabkan sakit kepala , pusing, diare,
mual dan muntah bagi orang-orang yang peka. Kadang juga dapat terjadi
gangguan penglihatan dan pendengaran, penglihatan menjadi kabur dan telinga
berdenging (Taruna, 2003 dikutip Fitriane, 2013).
Angka kejadian dysmenorrhea di dunia cukup tinggi .Diperkirakan 50%
dari seluruh wanita didunia menderita dismenore dan 10-15% diantaranya
mengalami dysmenorrhea berat, yang menyebabkan mereka tidak mampu
melakukan kegiatan apapun. Bahkan di perkirakan para perempuan di Amerika
kehilangan 1,7 juta hari kerja setiap bulan akibat dysmenorrhea (Calis, 2011
dikutip Purwanti, 2013). Di Indonesia angka kejadian dysmenorrhea primer
sebesar 54,89% sedangkan sisanya adalah penderita tipe sekunder. Namun di
Surabaya didapatkan 1,07% hingga 1,31% dari jumlah penderita dysmenorrhea
datang ke bagian kebidanan (Ernawati, 2010 dikutip Lestari, 2013). Berdasarkan
studi pendahuluan di Desa Jabon Tegal Kecamatan Pungging Kabupaten
Mojokerto pada tanggal 25 Februari sampai 4 Maret 2015 diperoleh data primer
dari 5 responden yaitu didapatkan bahwa penanganan yang dilakukan oleh
remaja putri saat mengalami dysmenorrhea yang dikategorikan kurang baik
sebanyak 3 responden (60%) dan yang cukup baik sebanyak 2 responden (40%).
Menurut Kowalak (dalam Rizkiyah, 2014)
rasa nyeri pada
dysmenorrhea kemungkinan terjadi karena peningkatan sekresi prostaglandin
dalam darah haid, yang meningkatkan intensitas kontraksi uterus yang normal.
Prostaglandin menguatkan kontraksi otot polos miometrium dan kontraksi
pembuluh darah uterus sehingga keadaan hipoksia uterus yang secara normal
menyertai haid akan bertambah berat.
Ada beberapa penanganan dysmenorrhea di antaranya penanganan
secara farmakologis yaitu pemberian obat anti-inflammatory non-steroid
(NSAID).NSAID mempunyai efek analgesic yang secara langsung menghambat
sintesis prostaglandin dan menekan jumlah darah haid yang keluar. Seperti
diketahui sintesis prostaglandin diatur oleh dua isoform siklooksigenase (COX)
yang berbeda , yaitu COX-1 dan COX-2. Sebagian besar NSAID bekerja
menghambat COX-2. Study double blind
membandingkan penggunaan
melosikam dengan mefenamat memberikan hasil yang sama untuk mengatasi
keluhan dysmenorrhea (Sarwono, 2011). Selain itu penggunaan pil kontrasepsi
kombinasi bekerja dengan cara mencegah ovulasi dan pertumbuhan jaringan
endometrium sehingga mengurangi jumlah darah haid dan sekresi prostaglandin
serta kram uterus. Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi sangat efektif untuk
mengatasi dysmenorrhea dan sekaligus akan membuat siklus haid menjadi
teratur. Progestin dapat juga dipakai untuk pengobatan dysmenorrhea, misalnya
medroxyprogesterone asetat (MPA) 5 mg atau didrogesteron 2 x 10 mg mulai
haid hari ke-5 sampai 25 (Sarwono, 2011). Namun pengguanaan obat-obatan
farmakologi mengakibatkan dampak negative terhadap pengguna oleh sebab itu
peneliti tertarik untuk mengetahui cara penanganan yang dilakukan oleh remaja
putri untuk menangani dysmenorrhea.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menurut prosesnya merupakan jenis penelitian Deskriptif
dengan desain study kasus, mempunyai satu variable yaitu penanganan yang
dilakukan oleh remaja putri saat mengalami dysmenorrhea. Subjek pada
penelitian ini adalah 28 remaja putri dengan menggunakan teknik total sampling,
data yang digunakan yaitu data primer.Tempat dan waktu penelitianya di Desa
Jabontegal Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto dilakukan pada bulan
April.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menjelaskan bahwa penanganan yang dilakukan oleh
remaja putri saat mengalami dysmenorrhea dari jumlah responden sebanyak 28
responden yaitu yang dikategorikan kurang sebanyak 12 responden (43%), cukup
baik sebanyak 15 responden (53,5%), dan yang baik sebanyak 1 responden
(3,5%).
Penanganan dysmenorrhea dengan kompres hangat merupakan salah satu
upaya nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri saat menstruasi. Dari 28
responden setengahnya (50%) yang melakukan penanganan dysmenorrhea
dengan kompres hangat. Efek hangat dari kompres dapat menyebabkan
vasodilatasi pada pembuluh darah yang nantinya akan meningkatkan aliran darah
ke jaringan. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan makanan ke sel-sel
diperbesar dan pembuangan dari zat-zat diperbaiki yang dapat mengurangi rasa
nyeri haid primer yang disebabkan suplai darah ke endometrium kurang (Selfina,
2006) (dalam Arfianti, 2013). Sedangkan menurut Perry dan Potter (2005) (dalam
Rakhma, 2012) menyatakan kompres hangat dilakukan dengan mempergunakan
buli-buli panas yang dibungkus kain yaitu secara konduksi dimana terjadi
pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan
pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan otot sehingga
nyeri haid yang dirasakan akan berkurang atau hilang. Prinsip kerja kompres
hangat yang masuk ke dalam tubuh melalui kulit dengan mempergunakan bulibuli panas yang dibungkus kain yaitu secara konduksi dimana terjadi perpindahan
panas dari buli-buli panas ke dalam perut yang akan melancarkan sirkulasi darah
dan menurunkan ketegangan otot sehingga akan menurunkan nyeri, karena pada
wanita yang dysmenorrhea mengalami kontraksi uterus dan otot polos.
Pada penelitian ini terdapat hampir seluruhnya (78,5%) remaja putri yang
melakukan penanganan lainya yaitu dengan memberikan pijatan. Pemijatan
merupakan tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak, biasanya otot
tendon atau ligamen, tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan posisi sendi
guna menurunkan nyeri, mengahasilkan relaksasi dan meningakatkan
relaksasi.Teknik pemijatan berupa usapan lembut, lambat dan panjang atau tidak
putus-putus. Gerakan dasar terdiri dari gerakan memutar, gerakan menekan dan
mendorong ke depan dan ke belakang menggunakan tenaga dan menepuk-nepuk.
Gerakan pemijatan yang dilakukan untuk menangani nyeri berupa gerakan
pemijatan yang ringan, usapan lembut dan lambat.Setiap gerakan-gerakan
menghasilkan tekanan, arah kecepatan posisi tangan dan gerakan yang berbeda-
beda untuk mengahasilkan efek yang diinginkan pada jaringan yang dibawahnya
(Henderson, 2006) (dalam Rakhma, 2012).
Pengobatan herbal dengan meminum kunyit asam juga dilakukan oleh
remaja putri, sebagian kecil (12,8%) dari 28 orang remaja putriada 5 orang yang
meminum kunyit asam. Minuman kunyit asam merupakan minuman yang
berbahan kunyit dan asam. Kandungankurkuminoid yangmerupakan salah satu
jenis antioksidan dan berkhasiat antara lain sebagai bakteriostatik,spasmolitik,
antihepatotoksik, dan antiinflamasi. Asam adalah buah yang memiliki kadar
antioksidan tinggi dan akan bertambah kadar antioksidannya apabila dipadukan
dengan rempah lain. Sifat antioksi dan buah asam dapat ditingkatkan apabila
dipadukan dengan bahan rempah lainnya seperti salah satunya kunyit.Asam
berfungsi untuk melancarkan peredaran darah sehingga dapat mencegah
terjadinya kontriksi pembuluh darah ketika dysmenorrhea (Astawan, 2009)
(dalam Rahma, 2011).Beberapa penelitian membuktikan bahwa ekstrak kunyit
mampu menurunkan jumlah bakteri di usus yang berkoloni (Escherichiacoli).Di
antara tanaman keluarga zingiberaceae, kunyit terbukti mengandung kurkumin
(zat warna kuning) paling tinggi dan memiliki kemampuan farmakologis sebagai
antibakteri, antiradang, antioksidan, antikanker, anti-HIV dan anti-parasit (Utami,
2012) (dalam Rahma, 2011).Penelitian menunjukan bahwa pada pemberian
minuman kunyit yang dicampur dengan asam dapat mengurangi skala nyeri
dysmenorrheal selama rata-rata 15 menit setelah perlakuan diberikan (Marlina,
2012) (dalam Rahma, 2011).Maka, meminum kunyit asam dapat mengurangi
nyeri saat dysmenorrhea secara berkala.
Olahraga juga ternyata menjadi alternatif yang sering dilakukan remaja
putri untuk menangani dysmenorrhea. Didapatkan dari penelitian ini hampir
seluruhnya responden (89,2%) yaitu 25 responden dari 28 responden yang
melakukan olahraga. Kebiasaan olahraga seseorang akan mempengaruhi kejadian
dismenore, dimana dengan olahraga dapat membantu pengeluaran hormon
endorphin secara alami, sehingga dapat mengurangi rasa nyeri (Giriwoyo,
2012:63dikutip dalam Setyani, 2014). Hasil penelitian Septi Setyani pada
Mahasiswi Semester II Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali (2014)
diketahui dari 46 responden yang rutin berolahraga sebagian besar mengalami
dysmenorrhea ringan yaitu 32 responden (50,0%). Sedangkan dari 18 responden
yang tidak rutin berolahraga sebagian besar mengalami dismenorea sedang yaitu
10 responden (15,6%).Maka efektifitas olahraga saat mengalami dysmenorrhea
dapat mengatasi maupun mengurangi rasa nyeri menstruasi.Responden dengan
olahraga yang rutin akan meningkatkan aliran oksigen dalam darah, aliran oksigen
yang lancar ini akan membantu mengurang nyeri yang dirasakan saat
dysmenorrhea sehingga remaja tidak merasakan nyeri dysmenorrhea. Dengan
istirahat cukup/tehnik relaksasi tubuh akan mengeluarkan hormone endhorpin
secara alami,teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru
dan meningkatkan oksigen dalam darah.
Penanganan dysmenorrhea dengan cara nonfarmakologi yang dilakukan
remaja putri di Desa Jabontegal menunjukkan bahwa hampir setengahnya (42,8%)
responden melakukan meditasi/yoga. Meditasi merupakan kegiatan yang
memainkan peran pikiran, perasaan, tindakan dan sensasi tubuh secara objektif
serta sudah terbukti dapat meringankan nyeri.Hal ini karena nyeri tidak hanya
peran dari sensor peraba, tapi juga emosional, pikiran dan perasaan yang
berkecamuk sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Karena semua pikiran
bergejolak maka akan menimbulkan sensasi yang tidak menyenangkan. Dengan
bermeditasi maka seseorang bisa focus sehingga dapat mengurangi
penderitaannya (Zinn, 2010dikutip Sinambela, 2011). Menurut Sindhu (2010,
dikutip dalam Purwanti, 2013) melakukan yoga minimal 10 menit mampu
mengubah pola penerimaan rasa sakit ke fase yang lebih menenangkan dengan
merangsang tubuh untuk melepaskan opoid endogen (senyawa yang berfungsi
untuk menghambat nyeri).Teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan
intesitas nyeri melalui mekanisme merelaksasikan otot-otot yang mengalami
spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin.
Sebagian kecil (21,4%) remaja putri juga melakukan penanganan
dysmenorrhea degan mendengarkan musik. Yang dimaksud musik disini adalah
musik yang umum dan iramanya teratur yakni seperti music klasik Mozart. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Perdana Sari pada siswi SMA Negeri 5 Denpasar
(2012) setelah diberikan terapi musik klasik Mozart sebanyak 8 orang remaja putri
mengalami nyeri ringan dengan persentase 53,3%, sedangkan 7 orang remaja putri
lainnya mengalami nyeri sedang (46,7%).Hal ini disebabkan oleh adanya
peningkatan kadar PGE2 dan PGF2 alfa di dalam darah yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan kontraksi dan distrimi uterus. Sehingga terjadi penurunan
aliran darah dan oksigen ke uterus yang menyebabkan terjadinya iskemia serta
peningkatan sensitisasi reseptor nyeri yang mengakibatkan timbulnya nyeri haid
(Chang E.,2006, dikutip Perdana, 2012).Musik klasik mempunyai fungsi
menenangkan pikiran dan katarsis emosi, serta dapat mengoptimalkan tempo,
ritme, melodi, dan harmoni yang teratur dan dapat menghasilkan gelombang alfa
serta gelombang beta dalam gendang telinga sehingga memberikan ketenangan
yang membuat otak siap menerima masukan baru, efek rileks, dan menidurkan
(Nurseha dan Djaafar, 2002, dikutip Perdana, 2012).Maka, terapi musik klasik
Mozart dapat berpengaruh terhadap penurunan nyeri dysmenorrhea.
Penanganan dysmenorrhea padaremaja putrid bisa dengan menggunakan
farmakologi dengan obat anti-inflamasi non-steroidyang dibagi dua macam yaitu
ibuprofen dan naproxen. Hasil penelitian menunjukkan hampir setengahnya (29%)
dari 28 remaja putri ada 8 remaja putri yang melakukan penanganan dengan
farmakologi, 5 remaja mengkonsumsi ibuprofen dan 3 orang mengkonsumsi
naproxen. Menurut Wikjosastro (2005) (dalam Rakhma, 2012) mengungkapkan
penggunaan obat analgesic dapat digunakan sebagai terapi simptomatik dan dapat
ditemukan di pasaran.Selain itu terapi hormonal dan terapi obat non-steroidantiprostaglandindapat diberikan dengan resep dokter dan dibawah pengawasan
dokter apabila ditemukan kelainan anatomis maka harus diberikan pengobatan dan
dilakukan tindakan yang sesuai oleh dokter ahli.
Kandungan yang terdapat pada obat yang beredar dipasaran seperti
ibuprofen dalam dosis sekitar 2400 mg sehari, ibuprofen ekuivalen dengan 4 gram
aspirin dalam hal efek antiinflamasinya. Obat ini lebih dari 99% terikat protein,
dengan mudah dibersihkan, dan mempunyai waktu-paruh terminal dari1-2
jam.Ibuprofen oral sering diresepkan dalam dosis yang lebih rendah (<2400
mg/hari), yang pada dosis ini mempunyai kemanjuran analgesic tetapi bukan
antiinflamasi.Penggunaan yang berlebihan pada obat ini dapat menimbulkan
iritasi gastrointestinal, raum kulit, pusing, sakit kepala serta efek pada ginjal.
Naproxen merupakan penghambat COX yang nonselektif, waktu-paruh eliminasi
serumnya adalam 12 jam, tetapi klirensnya meningkat pada dosis di atas 500 mg.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Departemen Kesehatan (2006)
(dalam Rakhma, 2012) mengungkapkan resiko yang terjadi apabila dalam
penggunaan obat melebihi dosis dapat mengakibatkan nyeri lambung, jantung
berdebar, gelisah, kejang atau hilang kesadaran.
Penggunaan obat analgesic seperti novalgin Ponstan, acet-aminophendan
asam mefenamat sebagian besar (64,2%) juga digunakan oleh remaja putri untuk
menangani dysmenorrhea. Acet-aminophenadalah metabolit aktif dari phenacetin
yang bertanggung jawab akan efek analgesiknya. Ia adalah prostaglandin lemah
dalam jaringan perifer dan tidak memiliki efek inflamasi yang signifikan. Acetaminophensedikit terikat pada protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh
enzim mikrosomal hati dan diubah menjadi sulfat dan glukorida yang secara
farmakologis tidak aktif.Untuk nyeri akut dan demam bisa diatasi dengan 325500 mg 4 kali sehari.Minum 15 g acet-aminophenbisa fatal. Data baru juga
menunjukan acet-aminophendalam kasus kerusakan ginjal yang langkah tanpa
kerusakan hati.
Pada hasil penelitian ini bahwa remaja putri hampir seluruhnya
menangani dysmenorrhea dengan tidak mengkonsumsi obat analgesic.Katzung
(2002) dalam dosis terapeutik, sedikit penigkatan enzim-enzim hati kadangkadang bisa terjadi tanpa adanya ikterus: keadaan ini reversible bila obat
dihentikan. Dengan dosis yang lebih besar pusing-pusing dan ketegangan bisa
terlihat.Gejala-gejala awal dari kerusakan hati meliputi mual, muntah, diare, dan
nyeri perut.Data baru juga menunjukan acet-aminophendalam kasus kerusakan
ginjal yang langkah tanpa kerusakan hati.Penggunaan obat analgesic dapat
digunakan pada perempuan yang mengalami dysmenorrhea tetapi penggunaannya
harus mengikuti sesuai aturan dosis yang sudah tercantum pada kemasan dan
memastikan obat tersebut benar-benar aman dikonsumsi.
SIMPULAN
Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil penelitian diatas maka dapat
diperoleh kesimpulan dari penelitian yaitu hampir seluruhnya remaja putri tidak
mengonsumsi obat analgesic tetapi dengan melakukan istirahat cukup saat
mengalami dysmenorrhea , dan penanganan yang dilakukan oleh remaja putri saat
mengalami dysmenorrhea sebagian besar dikategorikan cukup baik.
REKOMENDASI
1. Bagi masyarakat
Diharapkan pada perempuan tentunya untuk lebih meningkatkan
informasi dan pengetahuan tentang penanganan dysmenorrhea yang
benar dan tepat agar tidak membahayakan tubuh.
2. Bagi tenaga kesehatan
Pelayanan kebidanan diharapkan mampu bekerjasama dengan
tenaga instansi kesehatan lainnya dalam memberikan penyuluhan
kesehatan kepada remaja putri dalam hal kesehatan reproduksi dan
penanganan yang dilakukan oleh bidan tidak hanya dengan cara
farmakologi saja tetapi diterapkan cara nonfarmakologi juga sehingga
dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
3.
Bagi peneliti dan peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian dengan
variable-variabel lainnya yang berkaitan dengan dysmenorrhea, seperti
perbedaan dysmenorrhea sebelum dan setelah melakukan penanganan
serta melakukan penelitian tentang efektivitas tehnik relaksasi terhadap
penurunan dysmenorrhea.
Alamat Corespondensi
Email
: [email protected]
No Hp
: 082338704772
Alamat
: Ds. Kebonsari Kec. Yosowilangun Kab. Lumajang
Download