PENANGANAN YANG DILAKUKAN OLEH REMAJA PUTRI SAAT MENGALAMI DYSMENORRHEA DI DESA JABON TEGAL KECAMATAN PUNGGING KABUPATEN MOJOKERTO SUROYA KARTIKA SARI 1211010133 Subject : Remaja Putri, Dysmenorrhea, Penanganan DESCRIPTION Dysmenorrhea merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan saat awal menstruasi.Dysmenorrhea adalah keluhan ginekologis akibat ketidakseimbangan hormon progesterone dalam darah sehingga mengakibatkan timbul rasa nyeri , sehingga memaksa penderita untuk beristirahat dan meninggalkan pekerjaan atau aktivitasnya sehari-hari selama beberapa jam atau beberapa hari.Penanganan secara farmakologi, nonfarmakologi maupun secara herbal dapat dilakukan oleh remaja putri untuk menangani dysmenorrhea.Tujuan penelitian adalah mengetahui penanganan yang dilakukan remaja putri untuk mengatasi dysmenorrhea di Desa Jabon Tegal Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Populasinya yaitu seluruh remaja putri yang mengalami dysmenorrhea di desa Jabon Tegal kecataman Pungging kabupaten Mojokerto yang berjumlah 28 remaja putri pada tahun 2015 diambil 28 responden sampel dengan tehnik total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknikangket/questionaire kemudian dianalisis menggunakan distribusi frekuensi. Berdasarkan penelitian tersebut penanganan yang dilakukan oleh remaja putri saat mengalami dysmenorrhea yang dikategorikan kurang sebesar43%, cukup baik 53,5%, dan yang baik 3,5%. Remaja putri hampir seluruhnya menanganidysmenorrheadengan tidak mengkonsumsi obat analgesic tetapi dengan melakukan istirahat cukup. Dysmenorrhea yang berat tentu akan membutuhkan penanganan lebih lanjut. Sebab jika tidak diberikan penanganan dysmenorrheaakan menyebabkan aktivitas remaja putri terhambat dan penurunan kualitas hidup para remaja putri. Dari hasil penelitian tersebut penanganan dysmenorrhea menggunakan obat analgesic dapat menyebabkan efek bagi tubuh seperti iritasi lambung, kerusakan hati, serta kerusakan ginjal. Diharapkan pada remaja putri untuk lebih meningkatkan informasi dan pengetahuan tentang penanganan dysmenorrhea yang benar dan meningkatkan perhatian pada masalah kesehatan reproduksi dengan memberikan penyuluhan mengenai penanganan dysmenorrhea. ABSTRACT Dysmenorrhea is the symptom that most often complained at the beginning of menstruation. Dysmenorrhea is a gynecological complaints caused by hormonal imbalances of progesterone in the blood causing pain arise, forcing the patient to rest and leave work or daily activities for a few hours or a few days. Pharmacological treatment, non pharmacology as well as herbal can be done by teenage girls to deal with dysmenorrhea. The research aimed to determine the treatment that done by teenage girls to overcome dysmenorrhea in the Jabontegal, Pungging, Mojokerto. Type of this research was a quantitative study with descriptive design. The population was the entire teenage girls who had dysmenorrhea in Jabontegal Pungging Mojokerto as many as 28 girls in 2015 that was taken 28 respondents as sample with total sampling technique. Data collection was done by using a questionnaire and then analyzed using frequency distribution. Based on the research conducted the treatment of teenage girls who experienced dysmenorrhea currently categorized as bad (43%), as moderate (53.5%), and as good (3.5%). Almost all of the teenage girls treat the dysmenorrhea by not taking analgesic drugs but by doing adequate rest. Severe dysmenorrhea would require further treatment. Because it if not given treatment dysmenorrhea will cause teenage girls activity disrupted and decreased the quality of life. From these results dysmenorrhea treatment using analgesic drugs can cause effects to the body such as stomach irritation, liver damage, and kidney damage. It is expected that teenage girls to further improve their information and knowledge about the correct treatment of dysmenorrhea and increasing attention on reproductive health issues by providing counseling about the treatment of dysmenorrhea. Keywords: Teenage Girl, Dysmenorrhea, Treatment Contributor Date Type Material Identifier Right Summary : 1. Eka Diah Kartiningrum, SKM., M.Kes 2. Elyana Mafticha, S.ST. S.KM. MPH : 10 Juni 2015 : Laporan Penelitian :: Open Document :- LATAR BELAKANG Remaja di Indonesia yang mengalami dysmenorrhea lebih banyak mengatasinya dengan mengkonsumsi obat penghilang rasa nyeri yang beredar dipasaran. Padahal tindakan tersebut adalah hal yang salah karena kandungan obat pereda nyeri mempunyai efek samping bagi tubuh ( Admin, 2005 dikutip Fitriane, 2013). Efek samping yang paling menonjol dalam penggunaan obat pereda nyeri adalah kemampuannya merangsang dan merusak lambung. Selain dapat menyebabkan gangguan lambung (kembung, nyeri, kram, dan perdarahan lambung), obat pereda nyeri juga dapat menyebabkan sakit kepala , pusing, diare, mual dan muntah bagi orang-orang yang peka. Kadang juga dapat terjadi gangguan penglihatan dan pendengaran, penglihatan menjadi kabur dan telinga berdenging (Taruna, 2003 dikutip Fitriane, 2013). Angka kejadian dysmenorrhea di dunia cukup tinggi .Diperkirakan 50% dari seluruh wanita didunia menderita dismenore dan 10-15% diantaranya mengalami dysmenorrhea berat, yang menyebabkan mereka tidak mampu melakukan kegiatan apapun. Bahkan di perkirakan para perempuan di Amerika kehilangan 1,7 juta hari kerja setiap bulan akibat dysmenorrhea (Calis, 2011 dikutip Purwanti, 2013). Di Indonesia angka kejadian dysmenorrhea primer sebesar 54,89% sedangkan sisanya adalah penderita tipe sekunder. Namun di Surabaya didapatkan 1,07% hingga 1,31% dari jumlah penderita dysmenorrhea datang ke bagian kebidanan (Ernawati, 2010 dikutip Lestari, 2013). Berdasarkan studi pendahuluan di Desa Jabon Tegal Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto pada tanggal 25 Februari sampai 4 Maret 2015 diperoleh data primer dari 5 responden yaitu didapatkan bahwa penanganan yang dilakukan oleh remaja putri saat mengalami dysmenorrhea yang dikategorikan kurang baik sebanyak 3 responden (60%) dan yang cukup baik sebanyak 2 responden (40%). Menurut Kowalak (dalam Rizkiyah, 2014) rasa nyeri pada dysmenorrhea kemungkinan terjadi karena peningkatan sekresi prostaglandin dalam darah haid, yang meningkatkan intensitas kontraksi uterus yang normal. Prostaglandin menguatkan kontraksi otot polos miometrium dan kontraksi pembuluh darah uterus sehingga keadaan hipoksia uterus yang secara normal menyertai haid akan bertambah berat. Ada beberapa penanganan dysmenorrhea di antaranya penanganan secara farmakologis yaitu pemberian obat anti-inflammatory non-steroid (NSAID).NSAID mempunyai efek analgesic yang secara langsung menghambat sintesis prostaglandin dan menekan jumlah darah haid yang keluar. Seperti diketahui sintesis prostaglandin diatur oleh dua isoform siklooksigenase (COX) yang berbeda , yaitu COX-1 dan COX-2. Sebagian besar NSAID bekerja menghambat COX-2. Study double blind membandingkan penggunaan melosikam dengan mefenamat memberikan hasil yang sama untuk mengatasi keluhan dysmenorrhea (Sarwono, 2011). Selain itu penggunaan pil kontrasepsi kombinasi bekerja dengan cara mencegah ovulasi dan pertumbuhan jaringan endometrium sehingga mengurangi jumlah darah haid dan sekresi prostaglandin serta kram uterus. Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi sangat efektif untuk mengatasi dysmenorrhea dan sekaligus akan membuat siklus haid menjadi teratur. Progestin dapat juga dipakai untuk pengobatan dysmenorrhea, misalnya medroxyprogesterone asetat (MPA) 5 mg atau didrogesteron 2 x 10 mg mulai haid hari ke-5 sampai 25 (Sarwono, 2011). Namun pengguanaan obat-obatan farmakologi mengakibatkan dampak negative terhadap pengguna oleh sebab itu peneliti tertarik untuk mengetahui cara penanganan yang dilakukan oleh remaja putri untuk menangani dysmenorrhea. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menurut prosesnya merupakan jenis penelitian Deskriptif dengan desain study kasus, mempunyai satu variable yaitu penanganan yang dilakukan oleh remaja putri saat mengalami dysmenorrhea. Subjek pada penelitian ini adalah 28 remaja putri dengan menggunakan teknik total sampling, data yang digunakan yaitu data primer.Tempat dan waktu penelitianya di Desa Jabontegal Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto dilakukan pada bulan April. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menjelaskan bahwa penanganan yang dilakukan oleh remaja putri saat mengalami dysmenorrhea dari jumlah responden sebanyak 28 responden yaitu yang dikategorikan kurang sebanyak 12 responden (43%), cukup baik sebanyak 15 responden (53,5%), dan yang baik sebanyak 1 responden (3,5%). Penanganan dysmenorrhea dengan kompres hangat merupakan salah satu upaya nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri saat menstruasi. Dari 28 responden setengahnya (50%) yang melakukan penanganan dysmenorrhea dengan kompres hangat. Efek hangat dari kompres dapat menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah yang nantinya akan meningkatkan aliran darah ke jaringan. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan makanan ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat diperbaiki yang dapat mengurangi rasa nyeri haid primer yang disebabkan suplai darah ke endometrium kurang (Selfina, 2006) (dalam Arfianti, 2013). Sedangkan menurut Perry dan Potter (2005) (dalam Rakhma, 2012) menyatakan kompres hangat dilakukan dengan mempergunakan buli-buli panas yang dibungkus kain yaitu secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan otot sehingga nyeri haid yang dirasakan akan berkurang atau hilang. Prinsip kerja kompres hangat yang masuk ke dalam tubuh melalui kulit dengan mempergunakan bulibuli panas yang dibungkus kain yaitu secara konduksi dimana terjadi perpindahan panas dari buli-buli panas ke dalam perut yang akan melancarkan sirkulasi darah dan menurunkan ketegangan otot sehingga akan menurunkan nyeri, karena pada wanita yang dysmenorrhea mengalami kontraksi uterus dan otot polos. Pada penelitian ini terdapat hampir seluruhnya (78,5%) remaja putri yang melakukan penanganan lainya yaitu dengan memberikan pijatan. Pemijatan merupakan tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak, biasanya otot tendon atau ligamen, tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan posisi sendi guna menurunkan nyeri, mengahasilkan relaksasi dan meningakatkan relaksasi.Teknik pemijatan berupa usapan lembut, lambat dan panjang atau tidak putus-putus. Gerakan dasar terdiri dari gerakan memutar, gerakan menekan dan mendorong ke depan dan ke belakang menggunakan tenaga dan menepuk-nepuk. Gerakan pemijatan yang dilakukan untuk menangani nyeri berupa gerakan pemijatan yang ringan, usapan lembut dan lambat.Setiap gerakan-gerakan menghasilkan tekanan, arah kecepatan posisi tangan dan gerakan yang berbeda- beda untuk mengahasilkan efek yang diinginkan pada jaringan yang dibawahnya (Henderson, 2006) (dalam Rakhma, 2012). Pengobatan herbal dengan meminum kunyit asam juga dilakukan oleh remaja putri, sebagian kecil (12,8%) dari 28 orang remaja putriada 5 orang yang meminum kunyit asam. Minuman kunyit asam merupakan minuman yang berbahan kunyit dan asam. Kandungankurkuminoid yangmerupakan salah satu jenis antioksidan dan berkhasiat antara lain sebagai bakteriostatik,spasmolitik, antihepatotoksik, dan antiinflamasi. Asam adalah buah yang memiliki kadar antioksidan tinggi dan akan bertambah kadar antioksidannya apabila dipadukan dengan rempah lain. Sifat antioksi dan buah asam dapat ditingkatkan apabila dipadukan dengan bahan rempah lainnya seperti salah satunya kunyit.Asam berfungsi untuk melancarkan peredaran darah sehingga dapat mencegah terjadinya kontriksi pembuluh darah ketika dysmenorrhea (Astawan, 2009) (dalam Rahma, 2011).Beberapa penelitian membuktikan bahwa ekstrak kunyit mampu menurunkan jumlah bakteri di usus yang berkoloni (Escherichiacoli).Di antara tanaman keluarga zingiberaceae, kunyit terbukti mengandung kurkumin (zat warna kuning) paling tinggi dan memiliki kemampuan farmakologis sebagai antibakteri, antiradang, antioksidan, antikanker, anti-HIV dan anti-parasit (Utami, 2012) (dalam Rahma, 2011).Penelitian menunjukan bahwa pada pemberian minuman kunyit yang dicampur dengan asam dapat mengurangi skala nyeri dysmenorrheal selama rata-rata 15 menit setelah perlakuan diberikan (Marlina, 2012) (dalam Rahma, 2011).Maka, meminum kunyit asam dapat mengurangi nyeri saat dysmenorrhea secara berkala. Olahraga juga ternyata menjadi alternatif yang sering dilakukan remaja putri untuk menangani dysmenorrhea. Didapatkan dari penelitian ini hampir seluruhnya responden (89,2%) yaitu 25 responden dari 28 responden yang melakukan olahraga. Kebiasaan olahraga seseorang akan mempengaruhi kejadian dismenore, dimana dengan olahraga dapat membantu pengeluaran hormon endorphin secara alami, sehingga dapat mengurangi rasa nyeri (Giriwoyo, 2012:63dikutip dalam Setyani, 2014). Hasil penelitian Septi Setyani pada Mahasiswi Semester II Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali (2014) diketahui dari 46 responden yang rutin berolahraga sebagian besar mengalami dysmenorrhea ringan yaitu 32 responden (50,0%). Sedangkan dari 18 responden yang tidak rutin berolahraga sebagian besar mengalami dismenorea sedang yaitu 10 responden (15,6%).Maka efektifitas olahraga saat mengalami dysmenorrhea dapat mengatasi maupun mengurangi rasa nyeri menstruasi.Responden dengan olahraga yang rutin akan meningkatkan aliran oksigen dalam darah, aliran oksigen yang lancar ini akan membantu mengurang nyeri yang dirasakan saat dysmenorrhea sehingga remaja tidak merasakan nyeri dysmenorrhea. Dengan istirahat cukup/tehnik relaksasi tubuh akan mengeluarkan hormone endhorpin secara alami,teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigen dalam darah. Penanganan dysmenorrhea dengan cara nonfarmakologi yang dilakukan remaja putri di Desa Jabontegal menunjukkan bahwa hampir setengahnya (42,8%) responden melakukan meditasi/yoga. Meditasi merupakan kegiatan yang memainkan peran pikiran, perasaan, tindakan dan sensasi tubuh secara objektif serta sudah terbukti dapat meringankan nyeri.Hal ini karena nyeri tidak hanya peran dari sensor peraba, tapi juga emosional, pikiran dan perasaan yang berkecamuk sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Karena semua pikiran bergejolak maka akan menimbulkan sensasi yang tidak menyenangkan. Dengan bermeditasi maka seseorang bisa focus sehingga dapat mengurangi penderitaannya (Zinn, 2010dikutip Sinambela, 2011). Menurut Sindhu (2010, dikutip dalam Purwanti, 2013) melakukan yoga minimal 10 menit mampu mengubah pola penerimaan rasa sakit ke fase yang lebih menenangkan dengan merangsang tubuh untuk melepaskan opoid endogen (senyawa yang berfungsi untuk menghambat nyeri).Teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan intesitas nyeri melalui mekanisme merelaksasikan otot-otot yang mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin. Sebagian kecil (21,4%) remaja putri juga melakukan penanganan dysmenorrhea degan mendengarkan musik. Yang dimaksud musik disini adalah musik yang umum dan iramanya teratur yakni seperti music klasik Mozart. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Perdana Sari pada siswi SMA Negeri 5 Denpasar (2012) setelah diberikan terapi musik klasik Mozart sebanyak 8 orang remaja putri mengalami nyeri ringan dengan persentase 53,3%, sedangkan 7 orang remaja putri lainnya mengalami nyeri sedang (46,7%).Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan kadar PGE2 dan PGF2 alfa di dalam darah yang mengakibatkan terjadinya peningkatan kontraksi dan distrimi uterus. Sehingga terjadi penurunan aliran darah dan oksigen ke uterus yang menyebabkan terjadinya iskemia serta peningkatan sensitisasi reseptor nyeri yang mengakibatkan timbulnya nyeri haid (Chang E.,2006, dikutip Perdana, 2012).Musik klasik mempunyai fungsi menenangkan pikiran dan katarsis emosi, serta dapat mengoptimalkan tempo, ritme, melodi, dan harmoni yang teratur dan dapat menghasilkan gelombang alfa serta gelombang beta dalam gendang telinga sehingga memberikan ketenangan yang membuat otak siap menerima masukan baru, efek rileks, dan menidurkan (Nurseha dan Djaafar, 2002, dikutip Perdana, 2012).Maka, terapi musik klasik Mozart dapat berpengaruh terhadap penurunan nyeri dysmenorrhea. Penanganan dysmenorrhea padaremaja putrid bisa dengan menggunakan farmakologi dengan obat anti-inflamasi non-steroidyang dibagi dua macam yaitu ibuprofen dan naproxen. Hasil penelitian menunjukkan hampir setengahnya (29%) dari 28 remaja putri ada 8 remaja putri yang melakukan penanganan dengan farmakologi, 5 remaja mengkonsumsi ibuprofen dan 3 orang mengkonsumsi naproxen. Menurut Wikjosastro (2005) (dalam Rakhma, 2012) mengungkapkan penggunaan obat analgesic dapat digunakan sebagai terapi simptomatik dan dapat ditemukan di pasaran.Selain itu terapi hormonal dan terapi obat non-steroidantiprostaglandindapat diberikan dengan resep dokter dan dibawah pengawasan dokter apabila ditemukan kelainan anatomis maka harus diberikan pengobatan dan dilakukan tindakan yang sesuai oleh dokter ahli. Kandungan yang terdapat pada obat yang beredar dipasaran seperti ibuprofen dalam dosis sekitar 2400 mg sehari, ibuprofen ekuivalen dengan 4 gram aspirin dalam hal efek antiinflamasinya. Obat ini lebih dari 99% terikat protein, dengan mudah dibersihkan, dan mempunyai waktu-paruh terminal dari1-2 jam.Ibuprofen oral sering diresepkan dalam dosis yang lebih rendah (<2400 mg/hari), yang pada dosis ini mempunyai kemanjuran analgesic tetapi bukan antiinflamasi.Penggunaan yang berlebihan pada obat ini dapat menimbulkan iritasi gastrointestinal, raum kulit, pusing, sakit kepala serta efek pada ginjal. Naproxen merupakan penghambat COX yang nonselektif, waktu-paruh eliminasi serumnya adalam 12 jam, tetapi klirensnya meningkat pada dosis di atas 500 mg. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Departemen Kesehatan (2006) (dalam Rakhma, 2012) mengungkapkan resiko yang terjadi apabila dalam penggunaan obat melebihi dosis dapat mengakibatkan nyeri lambung, jantung berdebar, gelisah, kejang atau hilang kesadaran. Penggunaan obat analgesic seperti novalgin Ponstan, acet-aminophendan asam mefenamat sebagian besar (64,2%) juga digunakan oleh remaja putri untuk menangani dysmenorrhea. Acet-aminophenadalah metabolit aktif dari phenacetin yang bertanggung jawab akan efek analgesiknya. Ia adalah prostaglandin lemah dalam jaringan perifer dan tidak memiliki efek inflamasi yang signifikan. Acetaminophensedikit terikat pada protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim mikrosomal hati dan diubah menjadi sulfat dan glukorida yang secara farmakologis tidak aktif.Untuk nyeri akut dan demam bisa diatasi dengan 325500 mg 4 kali sehari.Minum 15 g acet-aminophenbisa fatal. Data baru juga menunjukan acet-aminophendalam kasus kerusakan ginjal yang langkah tanpa kerusakan hati. Pada hasil penelitian ini bahwa remaja putri hampir seluruhnya menangani dysmenorrhea dengan tidak mengkonsumsi obat analgesic.Katzung (2002) dalam dosis terapeutik, sedikit penigkatan enzim-enzim hati kadangkadang bisa terjadi tanpa adanya ikterus: keadaan ini reversible bila obat dihentikan. Dengan dosis yang lebih besar pusing-pusing dan ketegangan bisa terlihat.Gejala-gejala awal dari kerusakan hati meliputi mual, muntah, diare, dan nyeri perut.Data baru juga menunjukan acet-aminophendalam kasus kerusakan ginjal yang langkah tanpa kerusakan hati.Penggunaan obat analgesic dapat digunakan pada perempuan yang mengalami dysmenorrhea tetapi penggunaannya harus mengikuti sesuai aturan dosis yang sudah tercantum pada kemasan dan memastikan obat tersebut benar-benar aman dikonsumsi. SIMPULAN Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil penelitian diatas maka dapat diperoleh kesimpulan dari penelitian yaitu hampir seluruhnya remaja putri tidak mengonsumsi obat analgesic tetapi dengan melakukan istirahat cukup saat mengalami dysmenorrhea , dan penanganan yang dilakukan oleh remaja putri saat mengalami dysmenorrhea sebagian besar dikategorikan cukup baik. REKOMENDASI 1. Bagi masyarakat Diharapkan pada perempuan tentunya untuk lebih meningkatkan informasi dan pengetahuan tentang penanganan dysmenorrhea yang benar dan tepat agar tidak membahayakan tubuh. 2. Bagi tenaga kesehatan Pelayanan kebidanan diharapkan mampu bekerjasama dengan tenaga instansi kesehatan lainnya dalam memberikan penyuluhan kesehatan kepada remaja putri dalam hal kesehatan reproduksi dan penanganan yang dilakukan oleh bidan tidak hanya dengan cara farmakologi saja tetapi diterapkan cara nonfarmakologi juga sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. 3. Bagi peneliti dan peneliti selanjutnya Peneliti selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian dengan variable-variabel lainnya yang berkaitan dengan dysmenorrhea, seperti perbedaan dysmenorrhea sebelum dan setelah melakukan penanganan serta melakukan penelitian tentang efektivitas tehnik relaksasi terhadap penurunan dysmenorrhea. Alamat Corespondensi Email : [email protected] No Hp : 082338704772 Alamat : Ds. Kebonsari Kec. Yosowilangun Kab. Lumajang