C12das_BAB II Tinjauan Pustaka

advertisement
4
2.1.1 Taksonomi
Klasifikasi Sarcophyton dalam sistem taksonomi adalah sebagai berikut
(Fabricius dan Alderslade, 2001):
Kingdom : Animalia
Filum : Coelenterata (Cnidaria)
Kelas : Anthozoa
Sub-kelas : Octocorallia (Alcyonaria)
Ordo : Alcyonaceae
Sub-ordo : Alcyoniina
Famili : Alcyoniidae
Genus : Sarcophyton
2.1.2 Anatomi
Hewan kelompok Sarcophyton termasuk ke dalam Kelas Anthozoa dan hanya
memiliki bentuk polip (menempel pada substrat dan tidak dapat bergerak bebas)
yang membentuk berkoloni (membentuk kumpulan polip soliter) (Fabricius dan
Alderslade, 2001). Tubuh koloni lunak dan lentur serta memiliki tangkai yang
melekat pada substrat keras. Bagian atas tangkai disebut kapitulum dengan bentuk
bervariasi, anatara lain seperti jamur, lobus, atau bercabang. Kapitulum
mengandung polip sehingga disebut bagian fertil sedangkan tangkainya lebih
banyak mengandung spikula, yaitu duri-duri kecil dari karbonat kalsium yang
berfungsi sebagai penyokong jaringan tubuh sehingga disebut bagian steril
(Gambar 2) (Manuputty, 2002).
5
Polip dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu antokodia, kaliks dan
antostela (Gambar 2). Antokodia merupakan bagian yang terdapat di permukaan
koloni dan bersifat retraktil, yaitu dapat ditarik masuk ke dalam jaringan tubuh.
Apabila antokodia ditarik ke dalam, maka yang nampak dari atas adalah pori-pori
kecil seperti bintang. Bangunan luar yang dari pori-pori inilah yang disebut kaliks.
Bagian antokodia memiliki tentakel yang berjumlah delapan dengan deretan duriduri di sepanjang sisinya. Duri-duri ini disebut pinnula dan berfungsi untuk
membantu mengalirkan air dan zat makanan ke mulut. Antokodia juga
mengandung spikula yang letaknya berderet sampai ke ujung masing-masing
tentakel (Manuputty, 2002).
Terdapat mulut yang berbentuk kepingan pada pangkal tentakel yang disebut
stomodeum. Lanjutan mulut berupa saluran pendek disebut farinks atau esofagus.
Bagian dalam farinks disusun oleh sel-sel epitel kelenjar dan sel-sel epitel
kolumnar yang berflagel. Fungsi flagela untuk membantu mengalirkan air ke
dalam rongga perut pada proses respirasi. Sel-sel epitel tadi tersusun sedemikian
rupa sehingga bagian dalam farinks berbentuk alur-alur yang disebut sifonoglifa
(Manuputty, 2002).
Bagian kaliks memiliki rongga gastrovaskuler atau rongga perut, terusan dari
farinks (yang terbagi menjadi delapan yang disebut septa), benang-benang septa
dan organ reproduksi atau gonad. Septa membagi rongga perut menjadi delapan
ruangan. Dua diantara delapan septa tadi lebih panjang dan melebar ke bagian
basal polip mengandung banyak falgela dan fungsinya untuk membantu
mengalirkan air dan sisa-sisa makanan ke atas untuk dibuang ke luar. Enam septa
lainnya pendek-pendek, mengandung sel-sel kelenjar yang berfungsi membantu
6
proses pencernaan makanan. Masing-masing septa memiliki otot retractor yang
fungsinya membantu kontraksi antokodia (Manuputty, 2002).
Sumber: (Bayer, 1956 dalam Manuputty, 2002)
Gambar 2. Penampang polip melintang karang lunak
Sebagian besar karang lunak hanya memiliki satu tipe polip, yaitu autoozoid
yang berperan dalam proses makan dan reproduksi. Autozooid umumnya
berbentuk bulat tabung dengan mulut dan tentakel pada satu sisi ujung yang sama.
Istilah bagi hewan yang hanya memiliki satu tipe polip adalah monomorpik
(monomorphic). Beberapa spesies, umumnya yang berukuran besar, disebut
dimorpik (dimorphic) karena memiliki bentuk polip ke dua yang disebut
siphonozooid yang ukurannya lebih kecil dibanding autozooid dan berfungsi
untuk mengalirkan air laut beserta partikel-partikel tersuspensi ke seluruh koloni
(Gambar 3). Hewan Sarcophyton sendiri termasuk tipe dimorpik (Fabricius dan
Alderslade, 2001).
7
Sumber: (Fabricius dan Alderslade, 2001)
Gambar 3. Representasi autozooid dan siphonozooid
2.1.3 Sistem Pencernaan dan Makanan
Kebanyakan anggota Cnidaria adalah karnivora. Sebagian besar dari karang
lunak, salah satunya Sarcophyton bersifat suspension feeder yang menangkap
partikel-partikel kecil dari air laut untuk mendapatkan makanan. Makanannya
merupakan partikel organik kecil termasuk fitoplanton, siliata, zooplankton kecil,
dan bakterioplankton. Partikel organik besar yang bersentuhan dengan tentakel
atau pinulle akan terperangkap, diperiksa, kemudian ditelan bila sesuai. Mangsa
akan dilepas bila yang terperangkap terlalu besar (Fabricius dan Alderslade,
2001).
Mulut pada Sarcophyton dikelilingi oleh tentakel-tentakel. Tentakel-tentakel
ini diselimuti oleh ribuan sel yang terspesialisasi disebut knidosit (cnidocytes)
yang merupakan ciri khas dari Cnidaria. Knidosit memiliki tiga bentuk dasar,
yaitu glutinant, volvant, dan penetrant. Sel tipe volvant dan glutinant digunakan
8
untuk mengacaukan orientasi gerak mangsa dan dapat pula membantu
penempelan pada substrat. Tipe penetrant mirip harpun kecil yang beracun dan
sering disebut nematokis (nematocysts). Sel ini dapat menembakan racun ke
predator sebagai bentuk pertahanan atau menyerang mangsa untuk ditangkap
(Fatherree, 1998).
Epidermis Sarcophyton ditutupi dengan rapat oleh mikrofili (microvilli) yang
berperan dalam penyerapan material organik terlarut. Meski demikian, konsentrasi
nutrient terlarut yang dapat digunakan dan tersedia di sebagian besar perairan
tropis masih rendah serta belum diketahui sejauh apa perannya terhadap pola
makan karang lunak (Fabricius dan Alderslade, 2001).
Konsentrasi pakan dan kecepatan arus mempengaruhi rata-rata makanan yang
dikonsumsi dan rata-rata pertumbuhan. Rata-rata pengkonsumsian pakan yang
tertinggi terjadi pada kecepataan arus yang berkisar antara 8 – 15 cm/s. Arus yang
terlalu pelan akan mengurangi transport dan konsumsi makanan sedangkan arus
yang terlalu kencang mengakibatkan polip bengkok, tekanan atau tarikan yang
kencang sehingga mengurangi kemampuan mengkonsumsi pakan (Fabricius dan
Alderslade, 2001).
Organisme Sarcophyton tidak memiliki sistem pencernaan sebenarnya
(lengkap), tetapi memiliki rongga tubuh yang berperan layaknya perut yang
disebut enteron atau rongga gastrovaskuler (gastrovascular cavity). Makanan
yang masuk lewat mulut atau kulit dan tiba di rongga ini akan dicerna dengan
memanfaatkan sejumlah enzim. Makanan kemudian diserap oleh sel-sel
gastrodermis (dinding perut) dan disebarkan ke seluruh sel-sel tubuh. Hewan
Cnidaria ini juga tidak memiliki sistem ekskresi. Sisa-sisa makanan yang telah
9
dicerna dibuang lewat mulut atau dikeluarkan melalui sel-sel ektodermis
(Fatherree, 1998).
Terkadang, konsentrasi makanan di perairan tropis rendah dan banyak karangkarang di perairan dangkal yang bersimbiosis dengan alga dari kelompok
dinoflagelata untuk mendukung pola makannya, alga ini disebut zooxanthellae.
Alga Zooxanthella terdapat di bagian sel gastrodemal karang lunak atau di bagian
membran yang membungkus vakuola dalam rongga gastrovaskular (Fabricius dan
Alderslade, 2001).
Karang lunak seperti Sarcophyton bisa mendapatkan nutrien dari alga
zooxanthella selain dari mangsanya. Simbiosis yang terjadi antara Sarcophyton
dan beberapa hewan Cnidaria lain dengan zooxanthellae bersifat mutualisme,
dimana kedua belah pihak sama-sama diuntungkan. Alga zooxanthellae
menyediakan oksigen, karbohidrat, dan beberapa nutrisi penting hasil fotosintesis
secara berkelanjutan bagi sel-sel inangnya (hewan Cnidaria). Alga zooxathellae
juga menerima karbondioksida buangan dari inangnya selama proses
metabolismenya (Fatherree, 1998).
2.1.4 Sistem Reproduksi
Hewan kelompok Cnidaria dapat bereproduksi, baik secara seksual maupun
aseksual. Reproduksi seksual melibatkan pertemuan sel gamet jantan (sperma)
dan betina (ovum) sedangkan reproduksi aseksual tidak (Fatherree, 1998). Secara
aseksual, Sarcophyton dapat bereproduksi dengan cara fragmentasi koloni
maupun budding (berpucuk). Metode fragmentasi berarti pembelahan atau
pemisahan suatu koloni Sarcophyton menjadi dua atau lebih koloni. Metode
10
budding terjadi dengan cara pembentukan pucuk (bud) berbentuk seperti piringan
di sekitar (di pinggiran) koloni yang nantinya pucuk tersebut akan lepas dan
tumbuh menjadi koloni baru di tempat yang baru (Fabricius dan Alderslade,
2001).
2.1.5 Ekologi
Habitat Sarcophyton berada di daerah intertidal hingga kedalaman tertentu,
dari pesisir berlumpur sampai lepas pantai. Sebarannya melingkupi timur Afrika
dan Laut Merah di bagian barat hingga Polinesia di bagian timur (Fabricius dan
Alderslade, 2001).
Pertumbuhan Sarcophyton secara alami menuntut kondisi lingkungan dengan
beberapa parameter yang sesuai. Parameter-parameter tersebut meliputi suhu,
salinitas, pH, kecerahan, nutrient, arus, dan sedimentasi.
1 Suhu
Temperatur berpengaruh terhadap kadar oksigen di perairan (Fatherree, 1998)
dan proses fotosintesis oleh zooxanthellae (Fabricius dan Alderslade, 2001). Suhu
yang tidak sesuai, misalnya terlalu tinggi, bisa mengakibatkan karang berubah
menjadi pucat dan memutih yang disebut coral bleaching karena zooxanthellae
simbionnya tidak dapat bertahan dan mati. Kondisi suhu yang sesuai menurut
Fabricius (2001) berfariasi menurut wilayahnya, tetapi umumnya dapat bertahan
hingga suhu 31oC bahkan 35 oC. Menurut Fatherree (1998), suhu yang ideal untuk
pertumbuhan karang adalah berkisar pada 75 oF.
11
2 Salinitas
Salinitas merupakan salah satu ciri khas dari kondisi laut. Perbedaan toleransi
sainitas antara satu spesies dengan spesies lainnya masih belum diketahui.
Salinitas normal di perairan Indo-Pasifik adalah 35 ppt (part per thousand ( ‰ ))
dan 45 ppt di Utara Laut Merah dan teluk Arab. Salinitas di bawah 30 ppt dapat
mengganggu siklus hidup karang lunak dan pada salinitas <25 ppt mengakibatkan
kematian (Fabricius dan Alderslade, 2001).
3 pH
Kondisi pH laut normal sudah cukup untuk pertumbuhan karang lunak. Nilai
pH yang ideal untuk pertumbuhan berkisar antara 8,0 – 8,4. Perubahan pH
biasanya tidak terlalu signifikan dan fluktuatif. Perubahan nilainya lebih
dipengaruhi oleh kadar CO 2 terlarut (Fatherree 1998).
4 Kecerahan
Hamparan dari ratusan koloni dapat ditemukan di daerah pantai atau substrat
dasar yang keruh. Hal ini menggambarkan rata-rata pertumbuhan yang cepat dan
reproduksi aseksual. Kondisi ini berlawanan dengan perairan yang jernih, dimana
rata-rata pertumbuhannya lambat. Organisme Sarcophyton sendiri dapat hidup
dengan baik pada kedalaman dengan nilai visibilitas 2-5 meter. Cahaya juga
mendukung kehidupan dan fotosintesis zooxanthellae. Intensitas cahaya
mempengaruhi kedalaman, dimana kedalaman maksimal tumbuhnya karang lunak
umumnya berkisar pada jarak 10 meter meski ada kalanya zooxanthellae mulai
dijumpai di kedalaman 25 meter. Bila kondisi perairan jernih, beberapa jenis
karang dapat tumbuh pada kedalaman hingga 40 meter (Fabricius dan Alderslade,
2001).
12
5 Nutrien dan elemen-elemen penting
Partikel dan nutrisi terlarut berasal dari sumber yang beragam baik di laut
maupun perairan pantai. Nutrien di laut tropis biasanya lebih banyak dihabiskan
untuk proses pertumbuhan plankton dan proses-proses makan organism laut.
Penyebaran nutrien di laut dipengaruhi oleh arus. Salah satu contohnya adalah
upwelling yang mengakibatkan pengkayaan materi dan nutrien di permukaan.
Nutrien umumnya lebih beragam dan melimpah di daerah pesisir pantai di
bandingkan dengan perairan laut lepas. Hal ini dapat dikarenakan adanya
terrestrial run-off (massa air yang mengalir dari daratan) dan resuspensi dari dasar
perairan (Fabricius dan Alderslade, 2001).
6 Arus
Daerah sapuan arus dan penahan gelombang atau daerah seperti saluran antara
terumbu-terumbu dengan pulau banyak dihuni oleh karang lunak. Sebagian besar
karang lunak lebih senang dengan kondisi arus yang konstan dengan terkadang
kuat dan tidak mengarah langsung agar mendapat suplai makanan yang
maksimum. Arus dapat membawa (mengalirkan) makanan ke kolini atau
menyapunya menjauh dari koloni. Arus dapat pula mensintesis proses fotosintesis.
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata pengkonsumsian pakan yang tertinggi
terjadi pada kecepataan arus yang berkisar antara 8 – 15 cm/s (Fabricius dan
Alderslade, 2001).
7 Sedimentasi
Peningkatan sedimentasi dicurigai dapat menimbulkan efek gangguan terhadap
kesehatan karang, terlebih bila disertai dengan peningkatan konsentrasi nutrient.
Pengemdapan sedimen yang tebal bisa ‘mencekik’ kolini karang dan menghambat
13
sirkulasi udara dari kolom perairan. Sedimentasi juga bisa mengganggu proses
fotosintesis (Fabricius dan Alderslade, 2001).
2.2 Artemia
Artemia merupakan jenis zooplankton dari bangsa udang-udangan yang
diklasifikasikan sebagia berikut (Bougis, 1979 dalam Isnansetyo dan Kurniastuti,
1995):
Phylum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Sub-kelas : Brachiopoda
Ordo : Anostrace
Familia : Artemida
Genus : Artemia
Artemia dijualbelikan dalam bentuk telur istirahat yang disebut dengan kista.
Kista ini, apabila dilihat dengan mata telanjang,berbentuk bulatan-bulatan kecil
berwarna kelabu kecoklatan dengan diameter berkisar antara 200 – 350 mikron.
Satu gram kista Artemia kering rata-rata terdiri atas 200.000 – 300.000 butir kista.
Kista berkualitas baik akan metas pada salinitas antara 5 – 70 ppt. Artemia yang
baru menetas disebut nauplius. Nauplius berwarna oranye, berbentuk bulat
lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron, lebar 170 mikron, dan berat 0,002 mg
(Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995).
14
2.3 Transplantasi Karang
Transplantasi karang merupakan suatu teknik penanaman dan pertumbuhan
koloni karang baru dengan metode fragmentasi dimana benih karang diambil dari
suatu induk koloni tertentu (Soedharma dan Arafat, 2007). Transplantasi karang
bertujuan untuk mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah mengalami
kerusakan atau untuk memperbaiki daerah terumbu karang yang rusak, terutama
untuk meningkatkan keragaman dan persen penutupan (Hariot dan Fisk,1998
dalam Soedharma dan Arafat, 2007).
Download