1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kompleksitas dan perubahan telah menjadi ciri penting masyarakat industri masa kini. Kompleksitas yang memasuki semua aspek kehidupan, seperti sistem perdagangan, pemasaran global, komunikasi jarak jauh via jaringan elektronik sangat canggih, semuanya membuat dunia ini semakin sempit. Globalisasi dalam kaitannya dengan produk yang akan menguasai pasar adalah produk-produk yang memiliki mutu dan harga global. Produk-produk yang yang tidak disajikan dengan `mutu dan harga global akan cenderung ditinggalkan dan tersingkir dari pasar (Baswir, 1999 : 83). Usaha kecil terus mengalami peminggiran yang pada akhirnya akan membuat masyarakat kecil semakin terdesak oleh usaha-usaha yang jauh lebih bermodal dengan pelayanan yang sangat instan.Kalau dicermati laporan yang dikeluarkan oleh United Nations bahwa 60,7 % penduduk Indonesia akan berada di kota, maka sebagian besar wilayah Indonesia akan menjadi kosong. Desa-desa akan menjadi kosong karena 39,3 % penduduk akan tinggal wilayah yang sangat luas. Transformasi sosial ekonomi dan budaya ini sangat menarik untuk dikaji. Adanya penduduk yang terfokus di kota, seperti halnya negara menimbulkan berbagai persoalan karena begitu banyak orang memperebutkan tempat tinggal, kesempatan kerja, fasilitas transportasi, dan ruang untuk kegiatan sosial. Integrasi ekonomi ketatanan global telah menyebabkan integrasi sosial budaya ke dalam suatu tatanan masyarakat. Revolusi teknologi elektronik dan teknologi komunikasi/transportasi 2 telah merupakan jembatan yang menghubungkan berbagai belahan dunia. Sebagai akibatnya akan tumbuh kecenderungan “consumer culture” di kota-kota. Dalam proses ini konsumsi merupakan faktor penting di dalam mengubah tatanan nilai dan tatanan simbolis. Dalam kecenderungan ini identitas dan subjektivitas mengalami transformasi, baik menyangkut masalah integrasi maupun nasionalisme. Logika kapitalisme lanjut tidak lagi memproduksi benda-benda kebutuhan sebanyak-banyaknya dengan biaya seminimal mungkin, tetapi memproduksi kebutuhan lewat penciptaan citra (image) oleh biro iklan. Budaya massa atau budaya pop adalah budaya yang diproduksi untuk orang-orang kebanyakan. Orang kebanyakan dalam pendekatan ini dianggap sebagai pangsa pasar, sekelompok konsumen dalam fokus budaya pop yang dideskripsikan komoditas-komoditas tertentu (Adlin, 2006:121). Dalam masyarakat konsumen dewasa ini berkembang berbagai logika baru konsumsi yang secara mendasar mengubah model hubungan antara konsumen dan objek atau produk. Dalam masyarakat objek berkembang sedemikian rupa sehingga tidak lagi terikat pada logika utilitas, fungsi, dan kebutuhan (need), tetapi terikat pada apa yang disebut sebagai logika tanda-tanda (logic of sign) dan logika citra (logic of image) Konsep pembangunan nasional sekarang ini tetap mengacu pada pertumbuhan, tetapi pelaksanaannya harus serasi dengan pembangunan nasional yang berintikan pada manusia pelakunya. Konsep inilah yang dikenal dengan ekonomi kerakyatan. Untuk meningkatkan kesejahteraaan masyarakat, pembangunan ekonomi yang berbasis rakyat perlu diberikan prioritas sehingga sektor ekonomi dan perdagangan kecil semestinya mendapat perlindungan dari 3 pihak terkait khususnya pemerintah daerah Kota Denpasar. Kenyataan yang ada saat ini Pemda Kota Denpasar memberikan izin pendirian minimarket yang jumlahnya semakin banyak. Keberadaan minimarket dengan berbagai nama berkembang subur di Kota Denpasar. Pengembangan konsep ekonomi kerakyatan diupayakan sejalan dengan keinginan untuk membangun ekonomi yang berorientasi kerakyatan adalah kemandirian dalam ekonomi. Pembangunan yang berorientasi kerakyatan dan berbagai kebijaksanaan yang berpihak kepada kepentingan rakyat sehingga konsep ini lebih mengedepankan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan ekonomi merupakan suatu strategi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini merupakan paradigma baru yang bersifat people-centered (berpusat pada masyarakat, partisipatory (partisipasi) dan empowering (pemberdayaan). Denpasar sebagai kota metropolis dan sekaligus sebagai pusat pariwisata Bali, sudah tentu mengalami berbagai perkembangan sosial budaya dan ekonomi yang begitu cepat. Untuk pemenuhan kebutuhan dari masyarakat, yang aktivitas ekonominya hampir hidup 24 jam, maka kebutuhan masyarakat tidak bisa dipenuhi oleh toko-toko kelontong atau warung-warung yang jam operasionalnya kebanyakan dari pagi sampai sore, sehingga untuk pemenuhan pada malam hari kebutuhannya bisa dipenuhi dengan berbelanja di minimarket Circle K yang buka 24 jam. Konsumen di perkotaan tidak saja membeli produk untuk fungsional semata, tetapi juga pencitraan. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh pemilik modal dengan membuka minimarket, dengan standar produk dan pelayanan yang instan. Proses konsumsi sekarang didominasi oleh prinsip-prinsip kenikmatan, di mana makna hidup dalam eksistensinya tidak lagi mendapat tempat karena telah tersingkir. Suatu 4 komoditas menjadi populer adalah bukan untuk siapa barang itu diproduksi, melainkan bagaimana barang itu diinterpretasikan dalam makna cultural. Suatu komoditas ditentukan dalam proses sosial ekonomi. Di Denpasar jumlah minimarket, baik yang franchaising maupun yang berdiri sendiri, bertebaran di mana-mana. Dari segi jarak antara satu minimarket dan yang lainnya banyak berdekatan. Itu berarti bahwa akan ada persaingan di antara minimarket dan lebih khusus lagi terhadap para pedagang kecil yang dari historisnya sudah ada lebih dahulu. Persaingan yang begitu tajam sudah tentu akan menguntungkan pihak minimarket. Hal itu terjadi karena pedagang kecil dari segi manajemen pengelolaan, permodalan, dan berbagai macam pelayanan serta kualitas produk yang dijual kecenderungannya lebih rendah. Hal ini sangat berbeda dengan minimarket yang menjual produk-produk terstandardisasi, manajemen pengelolalan yang baik, pelayanan dan kebersihan sangat diperhatikan sehingga semuanya mampu memengaruhi persepsi, pemahaman ,dan tingkah laku konsumen yang lebih mementingkan pencitraan. Untuk kaum muda perkotaan citra minimarket sudah melekat sehingga tidak jarang ditemukan anak muda yang tidak mau membeli barang di kios-kios kecil, pasar tradisional yang mempunyai pencitraan “tidak gaul”, malahan dengan bangga berbelanja di minimarket. Hal itu dilakukan karena ia merasa mendapat kenikmatan secara objektif dan subjektif, mampu mendongkrak pencitraan terhadap diri bahwa mereka telah menjadi masyarakat modern. Sebagai akibatnya, pedagang kecil yang lebih banyak dilakoni oleh masyarakat kecil lama- kelamaan terdesak, tidak kuat bersaing, dan akhirnya gulung tikar. Kapitalisme global telah meningkatkan kemiskinan dan ketidakadilan sosial, tak hanya mengubah hubungan antara modal dan tenaga kerja, 5 tetapi juga melalui proses peminggiran sosial (social exclusion) yang merupakan suatu konsekuensi langsung struktur jaringan ekonomi baru. Dari uraian di atas, jelas adanya inkonsisten dalam penyelenggaraan aktivitas ekonomi karena usaha kecil yang dilakukan oleh masyarakat kecil kebanyakan mengalami kemunduran. Sebaliknya, minimarket dengan berbagai jargonnya yang mewakili kapitalis tetap eksis dan jumlahnya meningkat. Untuk itulah peneliti tertarik ada apa dalam penyelenggaraan unit bisnis minimarket khususnya perizinan, hegemoni birokrasi, yang meminggirkan usaha pedagang kecil. Salah satu minimarket yang tersebar di Denpasar adalah Circle K khususnya yang berlokasi di Kecamatan Denpasar Selatan. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana bentuk marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket Circle K di Denpasar? 2) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan pedagang kecil mengalami marginalisasi dengan tumbuhnya Minimarket Circle K di Denpasar? 3) Apakah dampak dan makna marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket Circle K di Denpasar? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. 6 1.3.1 Tujuan Umum Judul penelitian ini adalah “ Marginalisasi Pedagang Kecil dengan Tumbuhnya Minimarket Circle K di Kota Denpasar”. Tujuan umum penelitian adalah untuk memahami keberadaan perkembangan ekonomi terutama pedagang kecil di Denpasar yang hingga saat ini masih mengalami marginalisasi sebagai akibat tumbuhnya minimarket. Proses perkembangan ini banyak dikeluhkan oleh pedagang. Di pihak lain pemerintah belum memberikan pengaruh yang berarti sehingga terjadi proses pemiskinan pedagang kecil yang jumlahnya sangat banyak. 1.3.2 Tujuan Khusus Sesuai dengan permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Untuk mengetahui tentang bentuk marginalisasi yang dihadapi oleh pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket Circle K di Kota Denpasar. 2) Untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan termarginalnya pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket Circle K di Kota Denpasar. 3) Untuk menginterpretasi dampak dan makna marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket.Circle K di Kota Denpasar. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat, baik secara teoretis maupun praktis sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak-pihak tertentu dalam mengambil berbagai kebijakan, terutama menyangkut pedagang kecil dan minimarket. Adapun manfaat yang dimaksud adalah sebagai berikut. 7 1.4.1 Manfaat Teoretis Secara teoretis, manfaat dari penelitian ini adalah seperti di bawah ini. 1) Mengembangkan konsep-konsep dan teori yang berhubungan dengan marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya minimarket 2) Sumber inspirasi bagi peneliti lain yang tertarik dalam mengkaji masalah yang terkait dengan pedagang kecil dan minimarket. 1.4.2 Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1) Menggugah masyarakat untuk memiliki pandangan yang kritis terhadap proses pembangunan di bidang ekonomi. 2) Mengenal lebih dekat proses kehidupan pedagang kecil dalam mengadakan interaksi dengan lingkungannya yang telah mengalami perubahan. 3) Memberikan dorongan kepada pemerintah untuk melakukan penegakan hukum secara lebih tegas dalam izin pendirian minimarket. Di samping itu, mendorong untuk menindak para investor yang tidak mematuhi peraturan dan perundang-undangan sehingga tidak merugikan pedagang kecil 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1. Kajian Pustaka Tulisan-tulisan yang mengambil topik usaha mikro, kecil, dan minimarket dapat dijumpai dalam beberapa bentuk makalah, jurnal, tesis, disertasi, ataupun karya ilmiah lainnya. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) perlu diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai peran dan potensi strategis dalam menunjang perekonomian nasional. Pemberdayaan usaha ini dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat secara sinergis sehingga diharapkan mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Pedagang kecil yang merupakan bagian dari usaha mikro banyak digeluti oleh masyarakat sebagai mata pencaharian. Dalam perkembangannya di daerah perkotaan tumbuhlah minimarket sebagai salah satu ritel modern. Penelitian dilakukan pada dua belas toko K-Mart dengan judul “Memajang Barang Dagangan Mempengaruhi Penjualan”. K-Mart adalah gerai utama bagi produk alat-alat tulis. Sebuah percobaan dirancang di dua belas toko K-Mart. Enam toko diacak ditugaskan untuk menerapkan sistem baru dalam memajang barang dagangan, sedangkan enam toko lainnya memajang barang dagangan dengan cara lama. Percobaan ini dilakukan selama enam bulan. Simpulannya; Bahwa penjualan produk yang menerapkan sistem baru mempunyai penjualan tujuh persen lebih tinggi dibandingkan dengan penjualan toko yang menggunakan sistem lama 9 (Malhotra, 2005 :101). Dalam riset yang dilakukan terhadap Toko Serba Ada dirumuskan bahwa tujuannya adalah (1) mengidentifikasi faktor-faktor yang relevan (kreteria pemilihan) yang digunakan rumah tangga dalam memilih toserba, (2) mengidentifikasi apa yang dianggap sebagai toko yang bersaing untuk kategori produk tertentu, (3) mengidentifikasi karakteristik psikologi konsumen yang mungkin memengaruhi perilaku kunjungan toserba, dan (4) mengidentifikasi aspek perilaku pemilihan oleh konsumen lainnya yang relevan dengan kunjungan toko (Malhotra, 2005:166). Penelitian di atas dapat digunakan sebagai pedoman di dalam mengadakan penelitian minimarket karena karakteristiknya di dalam pengelolaan Toserba mempunyai kesamaan dalam pengaturan barang-barang dagangan, adanya sistem operasional yang sudah baku khususnya dalam pengadaan barang dagangan dari penyalur yang memengaruhi penjualan adalah sangat relevan dengan keadaan pada minimarket Circle K, yaitu barang ditempatkan dalam etalase dengan rapi. Perbedaannya terletak bahwa penelitian ini lebih fokus pada perubahan yang terjadi akibat banyaknya tumbuh minimarket dari kajian budaya. Dalam Journal of Product & Brand Management Vol 15 No 2 dinyatakan bahwa kesadaran merek dan image berdampak positif terhadap kepuasan dan kepercayaan terhadap merek tersebut sehingga mampu meningkatkan penjualan pada masa depan. Hal ini tampak pada (1) kesadaran akan merek berdampak positif terhadap kepuasan akan merek, (2) kesadaran akan merek berdampak positif terhadap kepercayaan akan merek, (3) image terhadap merek berdampak positif terhadap kepuasan akan merek dan (4) image terhadap merek berdampak positif 10 terhadap kepercayaan akan merek (Franz Rudolf Esch and Tobian Lagner et, al., 2006 :98--105). Penelitian ini mempunyai kesamaan, yaitu Minimarket Circle K sangat mengandalkan kepuasan dan kepercayaan konsumen terhadap merek. Barang dagangan yang dijual di minimarket adalah barang yang telah memiliki merek dan telah dikenal di masyarakat. Sebaliknya, perbedaannya bahwa penelitian ini dikaitkan dengan memarginalkan pedagang kecil. Relevansinya bahwa pedagang kecil sangat perlu memahami bahwa kepuasan konsumen sangat bergantung dari kepercayaan terhadap merk. Dalam European Journal of Marketing Vol.40 No ½ dinyatakan bahwa salah satu hal amat penting dalam membina hubungan antara penjual dan pembeli adalah “trust”(kepercayaan). Kepercayaan timbul dari suatu proses pembinaan yang cukup lama sampai kedua belah pihak saling memercayai. Pihak yang lain akan jujur, adil, dan bisa diandalkan dalam menjalankan kegiatan pada masa depan. Dalam hubungan penjual dan pembeli tingginya tingkat kepercayaan dipengaruhi oleh (1) meningkatnya komitmen, (2) mempererat kerja sama, (3) menjamin kepuasan, dan (4) mengurangi konflik ( Leonidas.C. et.al., 2006: 145). Penelitian ini memiliki kesamaan dalam hal bisnis, baik pedagang kecil maupun minimarket Circle K harus tetap mengedepankan kepercayaan dari pembeli ataupun pejual, sedangkan perbedaannya terletak pada fokus penelitian. Penelitian ini sangat relevan karena memberikan informasi tentang bagaimanan membangun hubungan dengan konsumen. Luc Sels. et.al., (2006: 83--101) mengadakan penelitian berjudul Linking HRM and Small Business Performance: An Examination of the Impact of HRM 11 Intensity on Productivitu an Financial Performance of Small Businesess.Tema penelitian adalah keuangan, sumber daya manusia, dan manajemen usaha kecil. Hasil penelitian itu menyimpulkan bahwa hubungan pengembangan sumber daya manusia dengan usaha kecil sangatlah erat. Ada beberapa faktor yang dominan dalam pengembangan sumber daya manusia pada usaha kecil, yaitu seleksi, pelatihan, penggajian, karier, pengelolaan manajemen, dan partisipasi. Penelitian itu sangat relevan dengan proses pengembangan sumber daya manusia pada Minimarket Circle K, sedangkan perbedaannya terletak pada jumlah dan jenis barang yang dijual, Pada minimarket item barang yang dijual dari 1.500 item ke atas, sedangkan pada pedagang kecil jumlah item barang yang dijual lebih sedikit bergantung besar kecilnya usaha tersebut. Barang yang dijual pada minimarket tidak selalu sama dengan yang dijual pada pedagang kecil karena ada produk-produk yang hanya dijual pada minimarket yang biasanya memiliki merek sendiri, teknik penjualannya, dan sarana yang digunakan sebagai pendukung. Pedagang kecil cendrung tidak melakukan pengembangan sumber daya manusia secara berkesinambungan. Relevansinya adalah untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang pentingnya proses pengembangan tenaga kerja, yaitu pedagang kecil dalam menghadapi persaingan. Analisis tentang marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya mini market dipengaruhi oleh logika kapitalisme lanjut, tidak lagi memproduksi bendabenda kebutuhan sebanyak-banyaknya dengan biaya seminimal mungkin, tetapi membangun pencitraan (image) oleh biro iklan. Aktivitas pengiklanan sebuah produk tergolong dalam budaya pop. Budaya massa atau budaya pop adalah budaya yang diproduksi untuk orang-orang kebanyakan. Orang kebanyakan dalam 12 pendekatan ini dianggap sebagai pangsa pasar, sekelompok konsumen dalam fokus budaya pop yang dideskripsikan komoditas-komoditas tertentu (Adlin, 2001:121). Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan yang sedang dilakukan, yaitu sama-sama mengeksplorasi kapitalis yang mengarah pada gaya hidup konsumen, Minimarket Circle K juga merupakan produk dari kapitalisme baru yang lebih menilai sebuah produk tidak haniya dari nilai objektifnya, tetapi lebih merupakan pendiktean pencitraan dan selera.. Perbedaannya bahwa penelitian Adlin menekankan pada gaya hidup konsumeristis, yaitu masyarakat disulap menjadi masyarakat konsumeristis di mana gaya hidup belanja adalah ideal menggantikan kebajikan-kebajikan klasik. Belanja adalah sebuah keutamaan baru. Gaya hidup menyembunyikan apa yang sesungguhnya berupa akumulasi modal, paling tidak modal budaya dan simbolik (Adlin, 2001 : 26. Sedangkan penelitian ini menekankan pada marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket Circle K. Adapun relevansinya adalah sebagai informasi awal dalam penelitian cultural studies. Minimarket Circle K merupakan jenis usaha waralaba yang sedang tumbuh di Denpasar. Sri Subawa (2009) dalam penelitiannya “Waralaba Pendidikan Non Formal sebagai Ekspansi Ekonomi Global di Kota Denpasar” mengemukakan bahwa makna waralaba lembaga nonformal meliputi (1) makna ekspansi kapitalisme, (2) makna saling percaya, (3) makna interaksi budaya, dan (4) makna hak kekayaan intlektual, (5) makna kewirausahaan, (6) makna periode pengembalian, (7) makna kepatuhan, (8) makna investasi, (9) makna pencerdaskan bangsa, (10) makna kesejahteraan, (11) makna kapitalisme, (12) makna kekerasan simbolik, dan (13) makna ekonomi global. 13 Penelitian ini mempunyai kesamaan, yaitu bagaimana bisnis Minimarket Circle K merupakan produk dari adanya ekspansi global yang merupakan strategi baru dalam mencari pasar baru untuk memenangkan persaingan ekonomi ( distribusi dan konsumsi) global dengan menggunakan capital (modal) yang dimiliki dan kebebasan pelaku ekonomi untuk memeroleh laba. Proses ekspansi yang dilakukan ke berbagai tempat di seluruh dunia merupakan bagian dari karakteristik ekonomi global. Perbedaannya terletak pada jenis produknya. Dalam penelitian ini yang diperdagangkan adalah produk (barang), sedangkan di pihak lain adalah jasa (pendidikan). Relevansinya adalah sebagai informasi awal dari dampak globalisasi di bidang pendidikan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Wana Pariartha (2010) yang berjudul “Manajemen Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar Sebuah Kajian Budaya”. Penelitian ini sama-sama meneliti pedagang, sedangkan perbedaannya bahwa penelitian ini meneliti pedagang kecil dan minimarket dan di pihak lain meneliti pedagang kaki lima. Relevansinya adalah memberikan informasi awal karakteristik pedagang. Hasil penelitian Wana Pariartha (2010) mengemukakan bahwa tidak adanya koordinasi antara pimpinan dan yang dipimpin sehingga yang dipimpin merasa diayomi. Dalam hal ini ada keberpihakan terhadap mereka yang lemah/terpinggirkan sehingga akan menumbuhkan rasa memiliki serta ikut bertanggung jawab atas keberhasilan program yang telah disusun Penelitian yang dilakukan oleh Enciety Focus – 37 dengan judul “Menggarap Perubahan Gaya Hidup Kota Besar” berlokasi di Surabaya menyimpulkan bahwa perubahan gaya hidup masyarakat, khususnya di kota-kota besar harusnya menjadikan toko tradisional harus mengubah pola bisnisnya secara cerdas. 14 Perkembangan convenience store, apalagi minimarket tidak hanya mengharuskan penyesuaian jam operasional, tetapi juga penyesuaian cara mendapatkan dan pembayaran barang dagangan. Artinya, penerapan supply chain sebagai alternatifnya. Skala usaha toko tradisional menurut variasi barang dagangan yang dijual adalah < 20 produk sejumlah 7,1%, 21 s.d 25 produk sejumlah 66,3%, dan > 25 produk sebesar 26,5% (Enciety Focus – 37 dalam Jawa Post, 2010) Penelitian ini mempunyai kesamaan, yaitu membahas usaha toko tradisional, sedangkan perbedaannya terletak pada luasnya penelitian karena di sini kajiannya tidak hanya dari ekonomi, tetapi juga dari budaya. Relevansinya adalah memberikan gambaran awal bagaimana mengelola skala usaha toko tradisional di tengah kemajuan minimarket. Penelitian tentang marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya minimarket mempunyai permasalahan yang sangat perlu mendapatkan penyelesaian, baik melalui berbagai kebijakan maupun tindakan yang bisa menempatkan kondisi yang sinergis bagi kedua pelaku ekonomi tersebut. 2.2 Konsep Keberadaan konsep dalam penelitian sangat penting karena erat kaitannya dengan fenomena yang diteliti. Mengingat sifat fenomena itu luas, maka keberadaannya harus dibatasi sedemikian rupa sehingga tampak jelas oleh pengamat atau peneliti. Sehubungan dengan itu, maka penggunaan konsep dapat dilakukan dengan membahasnya dari yang sifatnya abstrak ke dalam bentuk yang secara operasional mudah dipahami sehingga tidak menimbulkan perbedaan interpretasi. Menurut Singarimbun dkk. (1989 : 34), konsep adalah abstraksi mengenai suatu 15 fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu. Yang menjadi konsep dalam penelitian ini adalah 1) marginalisasi pedagang kecil 2) Minimarket Circle K 3), dan 4) Globalisasi. 2.2.1 Minimarket Circle K Tumbuhnya minimarket diartikan berkembangnya jumlah minimarket secara kuantitas terus mengalami penambahan. Minimarket sering diartikan sebagai convenience store , yaitu toko serba ada yang berisi berbagai macam kebutuhan sehari-hari dan berlokasi di daerah tertentu yang strategis. Disebut “convenience” karena hampir semua barang yang dibutuhkan masyarakat ada di dalamnya sehingga tidak perlu repot pergi ke berbagai tempat belanja, ditambah lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Ciri-ciri minimarket adalah menjual barang yang langsung dapat dipakai dan atau cepat saji, jam operasinya biasanya 18 --24 jam, dalam satu shift, biasanya hanya mempekerjakan 1--3 orang, berlokasi di dekat perumahan atau wilayah yang padat penduduk, biasanya memiliki lahan parkir yang sempit, bahkan ada yang tidak memiliki lahan parkir sama sekali (http://www.scribd.com/doc//CircleK). Circle K termasuk convenience store yang berasal dari Amerika. Cicle K mulai membuka cabang di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Circle K hadir di tengah-tengah masyarakat di perkotaan besar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terbilang “emergency” pada mal m hari. Segmen pelanggan adalah karyawan, mahasiswa, dan orang-orang yang bekerja sampai larut malam atau melakukan perjalanan pada malam hari yang tergolong menegah ke atas. Makanan 16 yang disajikan pada Cirle K hanya untuk memenuhi produk-produk food dan non food yang segera digunakan (immediate consumption) (http://www.scribd.com/doc//CircleK). Kegiatan ritel terdiri atas kegiatan bisnis yang termasuk penjualan barangbarang nyata (produk) dan barang-barang tidak nyata (layanan) kepada konsumen akhir. Tahap akhirnya berada dalam proses distribusi. Dalam menjalankan bisnis ritel digunakan konsep ritel terpadu, CARE (customer, activities, relation dan enterprising). Hal itu menyiratkan perspektif yang mendalam. Perspektif ini berangkat dari fokus pada kebutuhan konsumen, mengkoordinasi kegiatan ritel yang memengaruhi konsumen, dan mencetak laba dengan membangun hubungan dengan konsumen dalam jangka panjang berdasarkan kepuasan serta nilai konsumen (Lynda dan Cynthia, 2001 : 7). Circle K menghadirkan jumlah item produk terkini (terfavorit) dan produk untuk dikonsumsi segera, artinya sifatnya mendesak dan hanya sedikit yang menyuguhkan produk-produk kelontong karena setiap outlet maksimal menyediakan 1.500 item produk. Circle K masuk ke Indonesia pertama tahun 1986 di Jakarta di Jalan Panglima Polim Raya oleh Yayasan Trisakti. Kemudian diambil alih oleh PT Cirleka Indonesia Waserba pada tahun 1989 (http://www.scribd.com/doc//CircleK). Sejak tahun 2003 dimiliki oleh jaringan Couche Tard, sehingga strategi pengembangannya mengalami perubahan, yaitu dengan mengadopsi konsep Store 2000 yang dicanangkan oleh Couche Tard; yakni memberikan pengalamam berbelanja yang mengesankan kepada customer. Rencana pertumbuhan Circle K juga makin agresif dengan menambah store 20 -- 30 setiap tahun. Dalam rencana pertumbuhan tersebut, pembangunan brand menjadi bagian utama yang harus 17 dilakukan untuk meningkatkan brand equity, baik customer, partner, karyawan, maupun share holder. Dengan sendirinya orientasi kerja di perusahaan ini mengalami perubahan (www.circlek.com). Pengelolaan bisnis minimarket adalah dengan waralaba. Falsafah dalam waralaba adalah memindahkan keberhasilan usaha satu lokasi ke lokasi lain dengan pemilik/pengelola yang berbeda. Waralaba adalah suatu sistem bagi distribusi selektif barang dan/jasa di bawah suatu nama merek melalui tempat penjualan yang dimiliki oleh pengusaha independen yang disebut franchisees walaupun pemberi franchise (franchisor) memasok franchisee dengan pengetahuan atau identifikasi merek secara terus- menerus, franchisee menikmati hak atas profit yang diperoleh dan menanggung risiko kerugian (Suseno, 2005 : 7). Waralaba adalah suatu sistem pemasaran yang berkisar pada perjanjian sah antara dua pihak yang salah satunya (franchisee) diberi hak istimewa untuk menjalankan bisnis sebagai pemilik pribadi. Akan tetapi, dengan syarat perusahaan dijalankan menurut metode dan terminologi yang dispesifikasikan oleh pihak yang laian (franchisor). Longenecker dalam Amirullah (2005) mengungkapkan bahwa franchisee melibatkan pengaturan yang formal dan suatu tatanan hubungan yang memerintahkan cara suatu bisnis harus dijalankan. Perusahaan franchisee biasanya ditandai oleh sistem (franchisee) tersebut dengan nama, logo, prosedur pengoperasian, dan lain-lain. Terdapat tiga tipe atau tingkatan dari sistem franchisee yang menawarkan berbagai hubungan antara pengusaha dan franchisor. Pada tingkat pertama produsen (franchisor) memberikan franchisee kepada penjual. Sistem ini biasa digunakan dalam industri minuman dingin. Perusahaan Coca Cola adalah salah satu contohnya. 18 Dalam bentuk yang kedua, penjualnya adalah berkisar pada supermarket dan tokotoko barang dagangan umum. Sistem franchisee yang ketiga adalah franchisor sebagai produsen atau pencipta, di mana franchisor bertindak sebagai pendiri retail seperti restoran makanan siap saji. Menurut Kepmenperindag Nomor 259/MPP/Kep/7/1997, 30 Juli 1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba yang dimaksudkan dengan waralaba (franchisee) adalah perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan Hak Atas Kekayaan Inlektual (HAKI) atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa. Pemberi waralaba (franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan atau menggunakan HAKI atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba. Penerima waralaba (franchisee) adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan HAKI atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki penerima waralaba. Jika bisnis waralaba seperti menjadi pilihan, maka perlu dipertimbangkan beberapa kelebihan dan kekurangan franchising. Kelebihannya adalah ( 1) pelatihan formal, (2) bantuan keuangan, ( 3) metode pemasaran yang telah terbukti, (4) bantuan manajemen, (5) jangka waktu permulaan bisnis lebih cepat dan ( 6) tingkat kegagalan keseluruhan lebih rendah. Sebaliknya kekurangannya adalah (1) pajak franchisee, (2) royalty yang harus dibayarkan, (3) adanya batas pertumbuhan, (4) 19 kurangnya kebebasan dalan beroperasi, dan (5) franchisor mungkin penyalur tunggal dari beberapa perlengkapan ( Amirrullah, 2005 : 76). Berbelanja di minimarket dipandang sebagai gaya hidup atau life style dapat didefinisikan sebagai pola penggunaan ruang, waktu, dan barang-barang karakteristik kelompok sosial tertentu. Dengan demikian gaya hidup adalah bagaimana kelompok sosial tertentu menggunakan ruang, waktu, dan barang dengan pola, gaya, atau kebiasaan tertentu, yang dilakukan secara berulang-ulang di dalam ruang-waktu tertentu. Bila dikaitkan dengan dengan geografi-waktu, maka gaya hidup adalah bagaimana pola, kebiasaan, dan gaya kelompok sosial tertentu dalam melakukan rutinitas praktik sosial sehari-hari di dalam ruang-waktu (Piliang, 2004 : 60). Gaya hidup dapat diartikan sebagai pola tindakan dari golongan masyarakat modern. Maksudnya adalah siapa pun yang hidup dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya, baik sendiri maupun orang lain. Dalam interaksi sehari-hari dapat diterapkan suatu gagasan mengenai gaya hidup tanpa perlu menjelaskan apa yang dimaksud. Di samping itu, d benar-benar tertantang serta mungkin sulit menemukan deskripsi umum mengenai hal-hal yang merujuk pada gaya hidup. Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dan orang lain atau gaya hidup adalah seperangkat praktik dan sikap yang masuk akal dalam konteks tertentu (Chaney, 2009 : 40--41). 20 2.2.2 Marginalisasi Pedagang Kecil Dilihat dari etimologinya marginalisasi berasal dari kata marginal yang berarti berhubungan dengan tepi atau berada di pinggir (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:879). Berkenaan dengan itu maka marginalisasi dapat diartikan sebagai usaha atau proses yang membatasi atau meminggirkan peran suatu kelompok tertentu. Pengertian marginalisasi dalam kajian budaya juga dikenal dengan istilah the other ( yang lain). Menurut Minawati (2009:4), marginalisasi diartikan suatu posisi atau sisa atau korban dalam hubungannya dengan oposisi biner (binary oposition) dari paham modernism. Dalam kaitan ini pedagang kecil sebagai kelompok yang lemah dibandingkan dengan Minimarket Circle K. Pedagang kecil termasuk dalam usaha mikro, yaitu usaha produktif milik perseorangan yang memliliki kekayaan bersih paling banyak lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Sebaliknya, yang dimaksud dengan pedagang tradisional adalah pedagang yang melakukan aktivitas dagangnya di pasar-pasar tradisional atau tempat lain, yang dalam aktivitasnya dilakukan sendiri oleh pemilik atau keluarganya, tidak banyak menggunakan bantuan teknologi, dalam praktiknya seperti pedagang kaki lima. Usaha kecil adalah usaha produktif milik perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak/cabang perusahaan dari usaha menengah atau usaha besar dengan kekayaan bersih lebih dari lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Pendapat lain mengatakan bahwa usaha kecil adalah bentuk usaha atau bisnis yang diselenggarakan dengan batas kemampuan yang terbatas serta modal kerja yang terbatas pula. Usaha kecil sebagai suatu bentuk usaha yang tidak bergantung 21 pada pemilik dan manajemennya serta tidak menguasai/mendominasi pasar di mana ia berada. Usaha kecil tidak menjadi bagian dari bisnis lainnya sehingga sebagai perusahaan kecil tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap pasar di mana ia berada (Lupiyoadi dan Wacik ,1998 : 23). Sesuai dengan Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pasal 6 menyatakan sebagai berikut. (1) Kreteria Usaha Mikro adalaha sebagai berikut. a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). (2) Kreteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) Pedagang kecil dalam bentuk toko kelontong atau warung kelontong termasuk pada usaha mikro. Dikatakan usaha mikro karena dari segi kekayaan bersihnya berada di bawah Rp 50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan 22 tempat usaha. Di samping itu memiliki hasil penjualan bersih tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00. Usaha mikro, kecil mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara umum peran usaha kecil mampu memberikan kontribusi dalam mengatasi masalah ekonomi makro, seperti pengangguran dan supplay bahan baku bagi usaha menengah dan besar. Peran lainnya adalah menciptakan lapangan kerja, meningkatkan inovasi, dan menopang perusahaan menengah dan besar. 2.2.3 Globalisasi Menurut Toffler pakar ekonomi dunia (dalam Baswir Revrisond. 1999: 81), abad 21 sebagai era informasi, yaitu suatu era di mana kekuasaan lebih banyak ditentukan oleh luas dan dalamnya penguasaan informasi, bukan atas luasnya jarahan teritorial atau banyaknya emas yang dimiliki. Kini dunia tengah dilanda oleh gelombang perubahan kedua dan ketiga (second and third waves). Kecenderungan lain adalah adanya semacam penolakan terhadap keseragaman (countertrend) yang ditimbulkan oleh kebudayaan global (kebudayaan asing) sehingga muncul hasrat untuk menegaskan keunikan kultur dan bahasa sendiri. Dalam era global sekarang ini muncul kecenderungan bahwa masyarakat ingin memahami kebudayaan lain di luar budayanya. John Gray, seorang profesor dari LSE (London School of Economics) (dalam Prasesetyantoko. 2001: 3) menyimpukan bahwa krisis finansial global yang terjadi baru-baru ini telah meruntuhkan bangunan kapitalisme global. Prinsip pasar bebas yang begitu diagungkan pada masa lalu itu kini terbukti menimbulkan kekacauan, 23 perang, konflik etnik, kerusakan lingkungan, dan kerugian yang sangat besar. Selama dekade terakhir abad kedua puluh, tumbuh suatu kesadaran di antara para wisatawan, politikus, ilmuwan sosial, pemimpin masyarakat, aktivis akar rumput, seniman, ahli sejarah budaya, dan orang-orang biasa dari berbagai bidang bahwa sedang muncul suatu dunia baru dan kebudayaan baru. ”Globalisasi” menjadi istilah yang digunakan untuk meringkaskan segala perubahan luar biasa dan momentum yang tampak tak tertahan, yang dirasakan jutaan orang (Capra, 2009:145). Konsep globalisasi menurut Robertson dalam Barker (2006:113) mengacu kepada penyempitan dunia secara intensif dan peningkatan kesadaran manusia atas dunia, yaitu semakin meningkatnya koneksi global dan pemahaman terhadap mereka. Penyempitan dunia ini dapat dipahami dalam konteks institusi modernitas, sementara intensifikasi kesadaran dunia secara reflektif dapat dipersepsikan secara lebih baik secara budaya. Globalisasi yang memfokuskan pada faktor-faktor ekonomi cenderung menekankan arti penting ekonomi dan efeknya yang bersifat homogenizing terhadap dunia. Mereka umumnya melihat globalisasi sebagai penyebaran ekonomi pasar ke seluruh kawasan dunia yang berbeda-beda. Sebaliknya, orientasi politik/institusional dengan memfokuskan pada penyebaran model nation-state di seluruh dunia dan munculnya bentuk isomorfis dari tata pemerintahan di seluruh dunia atau tumbuhnya model tata pemerintahan di seluruh dunia yang kurang lebih serupa. Bahkan, Appadurai dalam Ritzer dan Goodman (2008:598) menyebutkan lima ciri dari arus global, yaitu ethnoscapes, mediascapes, technoscapes, financescapes dan ideoscapes. 24 Menurut Anne Krueger (Wolf, 2007 : 16--17), globalisasi adalah suatu fenomena di mana agen-agen ekonomi di bagian mana pun di dunia jauh lebih terkena dampak peristiwa yang terjadi di tempat lain di dunia daripada sebelumnya. Globalisasi sebagai pergerakan bebas barang, jasa, buruh, dan modal, sehingga menciptakan satu pasar tunggal dalam hal masukan dan keluaran. Di samping itu perlakuan bersifat nasional terhadap investor asing (serta warga nasional yang bekerja di luar negeri) sehingga, dari segi ekonomi tidak ada orang asing. Secara singkat, globalisasi adalah sebuah rentangan proses yang kompleks, yang digerakkan oleh berbagai pengaruh politis dan ekonomis (Giddens, 2000 : 38). 2.3 Landasan Teori 2.3.1 Teori Struktur Generatif Teori ini dikemukakan oleh Pierre Felix Bourdieu (1930--2002) seorang pemikir Prancis. Karya-karyanya lahir dari pengamatan emperis, berpijak pada kehidupan sehari-hari sebagai sosiologi budaya atau sebagai teori praktik. Teori struktur generatif menerangkan praktik sosial, yaitu (habitus x modal) + ranah = praktik. Relasi antara individu dan struktur dengan relasi antara habitus dan ranah yang melibatkan modal. Boudieu (dalam Harker dkk., 2009:13) menyatakan bahwa habitus adalah suatu sistem disposisi yang berlangsung lama dan berubah-ubah (durable, transposible disposition) yang berfungsi sebagai basis generatif bagi praktik-praktik yang terstruktur dan terpadu secara objektif. Habitus sebagai sistem disposisi dipandang sebagai sikap, kecenderungan dalam mempersepsi, merasakan, melakukan, dan berpikir, yang diinternalisasikan oleh individu berkat kondisi objektif seseorang. Sehubungan dengan itu, disposisi 25 pada hakikatnya mencakup kecenderungan-kecenderungan yang berlangsung lama dan dapat diterapkan dalam berbagai ranah berbeda. Selain itu, habitus menurut Bourdieu (dalam Fashri, 2007 : 92) dapat dilihat sebagai produk sejarah karena terikat pada ruang dan waktu serta kondisi material yang mengelilinginnya. Pengaruh masa lalu tidak disadari sepenuhnya dan dianggap sesuatu yang alamiah atau wajar. Ketidaksadaran kultural yang melekat dalam habitus senantiasa diawetkan dari generasi ke generasi berikutnya dan terus- menerus diproduksi ulang bagi pembentukan praksis kehidupan sehari-hari Ranah diartikan sebagai jaringan relasi antarposisi objektif dalam suatu tatanan sosial yang hadir terpisah dari kesadaran dan kehendak individual. Ranah juga diartikan sebagai arena kekuatan yang di dalamnya terdapat perjuangan untuk memperebutkan sumber daya (modal) dan memeroleh akses tertentu yang dekat dengan kekuasaan. Ranah juga merupakan tempat pertarungan di mana mereka yang menempatinya dapat mempertahankan atau mengubah konfigurasi kekuasaan yang ada. Sehubungan dengan, itu ranah dapat dianalogikan sebagai arena permainan yang di dalamnya terdapat kompetisi atau persaingan antar pemain, adanya manuver-manuver untuk mencapai tujuan, dan mengandung konskuensi menangkalah. Bourdieu (dalam Haryatmoko, 2003 : 12) mengatakan bahwa modal ekonomi, budaya, sosial, dan simbolik memungkinkan untuk membentuk struktur lingkup sosial. Modal ekonomi yang terakumulasi dalam investasi dan modal yang dapat memberikan keuntungan sesuai dengan kesempatan yang dimiliki. Modal budaya merupakan pengetahuan yang sudah diperoleh, kode budaya, cara berbicara, kemampuan menulis, cara pembawaan, cara bergaul, dan sebagainya yang berperan 26 dalam penentuan dan reproduksi kedudukan sosial. Modal sosial adalah hubungan dan jaringan hubungan yang merupakan sumber daya yang berguna dalam penentuan dan reproduksi kedudukan sosial. Modal simbolik tidak lepas dari kekuasaan simbolik, bisa berupa kantor yang luas di daerah mahal, dan sebagainya. Teori struktur generatif Bourdieu dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab pertanyaan pertama berkenaan dengan bentuk marginalisasi yang dialami oleh pedagang kecil dengan tumbuhnya minimarket di Denpasar. Praktiknya dijumpai bahwa adanya ketidakberdayaan dari pedagang kecil dalam berkompetisi. Hal ini dapat dilihat dari bidang modal , cara pengelolaan dan jaringan usaha. Secara sosial, budaya, dan simbolik keberadaannya minimarket di masyarakat perkotaan telah menjadi simbul status dari konsumennya, yang dapat mengubah image bahwa berbelanja di minimarket adalah modern dan gaul sehingga status di mata masyarakat lebih tinggi Baudrillard (2009: 13) menjelaskan bahwa konsumsi bukan sekadar nafsu untuk membeli begitu banyak komoditas, satu fungsi kenikmatan satu fungsi individual, pembebasan kebutuhan, pemuasan diri, kekayaan atau konsumsi objek. Konsumsi berada dalam satu tatanan pemaknaan pada satu ”panoply” objek, satu sistem, atau kode, tanda, satu tatanan manipulasi tanda, manipulasi objek sebagai tanda, satu sistem komunikasi (seperti bahasa); satu sistem penukaran (seperti kekerabatan primitif), satu moralitas yaitu satu sistem pertukaran ideologis, produksi perbedaan, satu generalisasi proses fashion secara kombinatif; menciptakan isolasi dan mengindividu; satu pengekang orang bawah sadar, baik dari sistem tanda, dan dari sistem sosio-ekonomi-politik, maupun satu logika sosial. 27 Baudrillard (dalam Martyn. 2006: 40) mengatakan bahwa logika nilai tanda melambangkan kemenangan akhir kapitalisme dalam upaya menerapkan tatanan budaya yang selaras dengan permintaan produksi komoditas berskala besar. Individu dalam hal ini direduksi menjadi sekadar konsumen. Konsumen tidak lain adalah jembatan transmisi perbedaan terkendali dan telah ditentukan sebelumnya antara objek-objek konsumen yang berfungsi mengklasifikasikan dunia sosial menurut permintaan iklan dan media massa. Jadi, apa yang dikonsumsi, bukanlah objek konsumsi itu sendiri, melainkan makna dan nilai tandanya. Sebagai grand theory dalam penelitian ini, teori struktur generatif Bourdieu digunakan untuk menjawab pertanyaan pertama berkenaan dengan bentuk marginalisasi yang dialami oleh pedagang kecil dengan tumbuhnya minimarket di Denpasar 2.3.2 Teori Hegemoni Teori hegemoni Gramsci adalah salah sebuah teori politik paling penting abad XIX. Teori ini dibangun di atas premis pentingnya ide dan tidak mencukupinya kekuatan fisik belaka dalam kontrol sosial politik. Agar yang dikuasai mematuhi penguasa, yang dikuasai tidak hanya harus merasa mempunyai dan menginternalisasi nilai-nilai serta norma penguasa, tetapi lebih dari itu mereka juga harus memberikan persetujuan atas subordinasi mereka. Inilah yang dimaksud Gramsci dengan ”hegemoni” atau menguasai dengan ”kepemimpinan moral dan intelektual” (Gramsci, 2006 : 31). Hegemoni satu kelompok terhadap kelompok lain tidak berdasarkan paksaan, tetapi melalui konsensus. Dia juga mengatakan bahwa secara esensial 28 hegemoni bukan hubungan dominasi dengan menggunakan kekuasaan, melainkan relasi kesepahaman antara negara dan masyarakat dengan menggunakan politik dan ideologi. Jadi dari teori hegemoni Gramsci tidak ada dominasi satu kelompok terhadap kelompok lainnya. Namun, lebih ditentukan karena adanya relasi kesepahaman atara kelompok yang menghegemoni dan yang terhegemoni. Menurut Gramsci, konsep hegemoni dapat dielaborasi melalui penjelasan tentang basis dari supremasi kelas. Supremasi sebuah kelompok mewujudkan diri dalam dua cara, yaitu sebagai ”dominasi” dan sebagai” kepemimpinan intelektual dan moral ”. Di satu pihak, sebuah kelompok sosial mendominasi kelompokkelompok oposisi untuk ”menghancurkan” atau menundukkan mereka, bahkan mungkin dengan menggunakan kekuatan bersenjata; di pihak lain, kelompok sosial memimpin kelompok-kelompok kerabat dan sekutu mereka. Sebuah kelompok sosial dapat, bahkan harus sudah menerapkan ”kepemimpinan” sebelum memenangkan kekuasaan pemerintahan (Nesar Patria dkk., 2003 : 117). Terkait dengan konsensus hegemoni muncul melalui komitmen aktif atas kelas sosial yang secra historis lahir dalam hubungan produksi. Untuk itu, Gramsci mengatakan secara tak langsung konsesnsus sebagai ”komitmen aktif” yang didasarkan pandangan bahwa posisi tinggi yang sah (legitimate). Konsensus ini secara historis lahir (disebabkan oleh) karena prestasi yang berkembang dalam dunia produksi. Sebuah konsensus diterima oleh kelas pekerja pada dasarnya bersifat pasif. Teori Gramsci menunjuk pada suatu rantai kemenangan yang didapat melalui mekanisme konsensus, bukan melalui penindasan terhadap kelas sosial lainnya. Caranya dapat dilakukan melalui institusi yang ada di masyarakat yang menentukan secara langsung atau struktur-struktur kognitif masyarakat (Gramsci, 1976: 144). 29 Pada praktiknya ada tiga tingkatan hegemoni yang dikemukakan oleh Gramsci. Pertama, hegemoni integral ditandai dengan afiliasi massa yang mendekati totalitas. Masyarakat menunjukkan tingkat kesatuan moral dan intelektual yang kokoh. Ini tampak dalam hubungan organisasi antara pemerintah dan yang diperintah. Hubungan tersebut tidak diliput dengan kontradiksi dan antagonisme, baik secara sosial maupun etis. Kedua, hegemoni yang merosot (decadent hegemony). Dalam masyarakat kapitalis modern, dominasi ekonomi borjuis menghadapi tantangan berat. Dia menunjukkan adanya potensi disintegrasi di sana. Dengan sifat potensial ini dimaksudkan bahwa disintegrasi itu tampak dalam konflik yang tersembunyi” di bawah permukaan kenyataan sosial”. Artiny, sekalipun sistem yang ada telah mencapai kebutuhan atau sasarannya, ”mentalitas” massa tidak sungguh-sungguh selaras dengan pemikiran yang dominan dari subjek hegemoni. Oleh karena itu, integrasi, baik budaya maupun politik, mudah runtuh. Situasi demikianlah yang disebut decadent hegemony. Ketiga, hegemoni minimum. Bentuk ketiga ini merupakan bentuk hegemoni yang paling rendah dibandingkan dengan dua bentuk di atas. Dilihat dari fakta di lapangan, banyaknya minimarket yang tumbuh di Denpasar tidak terlepas dari adanya praktik kerja sama yang melibatkan kelompok dominan ekonomi yang diwakili oleh para penanam modal, yaitu jaringan minimarket dan dominan politik yang diwakili oleh pemerintah untuk pendirian minimarket, seperti adanya izin minimarket dengan memakai izin untuk toko kelontong (Jawa Post, 2010). Selanjutnya melalui cara kerja tertentu dicoba untuk merasionalkan tindakan yang dilakukan sehingga dapat meyakinkan masyarakat. Kekuasaan berkaitan dengan praktik yang terjadi dalam ruang lingkup tertentu di 30 mana di dalamnya banyak posisi yang secara strategis berkaitan antara satu dan lainnya yang senantiasa mengalami pergeseran. Teori hegemoni digunakan untuk menganalisis permasalahan yang kedua, menyangkut mengkritisi fenomena yang ada di balik konsep pengetahuan yang dibuat oleh kelompok dominan tertentu, seperti wacana pendirian minimarket dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup banyak sehingga mengurangi pengangguran. Pendirian minimarket yang tidak terkendali berdampak terhadap persaingan yang semakin ketat di antara pelaku usaha. 2.3.3 Teori Kekuasaan dan Pengetahuan Teori diskursus yang digunakan dalam penelitian ini mengetengahkan relasi kekuasaan Michail Foucault (1926--1984). Teori ini lahir dari inspirasi pandangan Foucault tentang diskursus kekuasaan dan pengetahuan, terutama dalam hal bagaimana diskursus dan pengetahuan mampu menjadi alat penguasa. Diskursus menghasilkan pengetahuan beserta praktik sosial yang menyertainya, bentuk subjektivitas yang terbentuk darinya, relasi kekuasaan yang ada di balik pengetahuan, dan praktik sosial serta saling keterkaitan di antara semua aspek tersebut (Foucault, 2002 :9). Diskursus memuat kepentingan pembuatnya sehingga merupakan akumulasi konsep ideologis, yang didukung oleh tradisi, kekuasaan, lembaga, dan berbagai macam modus penyebaran pengetahuan. Diskursus lebih luas pengertiannya daripada wacana atau pernyataan yang berupa kata-kata yang sifatnya hanya di permukaan. Teori diskursus kekuasaan/pengetahuan termasuk dalam ranah teori Posstrukturalisme. Posstrukturalisme secara sederhana dapat dikatakan berarti 31 melawan sehingga posstrukturalisme ini pada intinya melawan teori-teori yang sudah lama, menguasai khazanah pengetahuan. Foucault (2012 :13) menyatakan bahwa posstrukturalisme merupakan reaksi terhadap strukturalisme yang membongkar setiap klaim akan oposisi pasangan, hierarki, dan validitas kebenaran universal. Sebaliknya, menjungjung tinggi permainan bebas tanda serta kestabilan makna kategori intelektual. Dalam analisis geneologi posstrukturalis, yang diadopsi dari Nettsch, dibahas hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan serta jalinan hubungan dalam formasi diskursif. Hal ini berarti bahwa dalam geneologi ada kerangka kerja konseptual yang memungkinkan diterimanya beberapa moda pemikiran lainnya. Lebih lanjut Storey (2003 :132) juga mengemukakan bahwa analisis geneologi berkaitan dengan hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan. Foucault (dalam Fakih, 2008 :41) mengatakan bahwa kekuasaan dan pengetahuan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, melainkan proses pendisiplinan dan normalisasi. Di samping itu, proses penggunaan pengetahuan dan kekuasaan, telah diterapkan pada berbagai aspek. Dengan demikian, bagi Foucault, bentuk perjuangan tidak hanya melawan eksploitasi ekonomi ataupun dominasi (etnis, seksual, agama), tetapi juga subyection (yakni bentuk penyerahan seseorang sebagai individu, seperti hubungan psikiater dan pasien). Selanjutnya Foucault (dalam Barker, 2008 :85) menekankan hubungan timbal balik yang saling membangun antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga pengetahuan tidak dapat dipisahkan dengan kekuasaan. Pengetahuan terbangun di dalam praktik kekuasaan serta membangun perkembangannya, perbaikan, dan proleferasi teknik baru kekuasaan. Bagi Foucault, wacana tidak hanya mengatur apa yang boleh dan bisa 32 dibicarakan di bawah batasan-batasan kondisi sosial dan kultural, tetapi mengatur penyelidikan historis tentang kekuasaan dan produksi subjek-subjek lewat kekuasaan tersebut. Foucault ( dalam Mills, Sara, (2003 :33) berfokus pada analisis dari dampakdampak yang ditimbulkan berbagai institusi kepada kelompok orang dan peranan yang dimainkan orang-orang tersebut dalam menegaskan atau melawan dampakdampak tersebut. Inti dari semua ini adalah analisis kekuasaan. Karya-karya Foucault sangat kritis, terutama pada bagian dimana kekuasaan hanya berkonsentrasi pada menindas dan mendesak. Kekuasaan ada dalam hubungan sehari-hari antara orang dan institusi. Kekuasaan harus dianalisis sebagai sesuatu yang berputar atau sesuatu yang hanya berfungsi dalam bentuk mata rantai. Kekuasaan diterapkan dalam organisasi yang berbentuk seperti jaring yang saling terkait. Individu adalah alat dari kekuasaan itu sendiri. Individu tidak hanya dilihat sebagai penerima dari dampak kekuasaan, tetapi juga tempat di mana kekuasaan itu diterapkan dan dilawan. Foucault (dalam Pilliang, 2009 :224) menyatakan bahwa kekuasaan bersifat produktif, kekuasaan menghasilkan dan menyebabkan munculnya objek-objek pengetahuan baru, serta mengakumulasikan informasi baru. Dalam hal ini tidak ada kekuasaan tanpa menghasilkan pengetahuan. Sebaliknya tidak ada pengetahuan yang tidak secara terus menerus memberikan efek pada kekuasaan. Pengetahuan itu terimplikasi pada kekuasaan dan tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan. Hal ini terlihat dalam konsep kuasa/pengetahuan, artinya ada hubungan timbal balik yang saling membentuk antara pengetahuan dan kekuasaan sehingga pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari rezim-rezim kekuasaan. Pengetahuan terbentuk dalam 33 konteks-konteks kekuasaan selanjutnya pengetahuan memengaruhi tindak kekuasaan yang berasal dari daerah marginal tidak lagi mempunyai konotasi negatif sebagai salah satu mekanisme represif. Sebaliknya, mempunyai efek positif karena dapat menghasilkan sesuatu, yakni memproduksi pengetahuan dan melipatgandakan diskursus itu sendiri di masyarakat. Kekuasaan dipahami sebagai suatu kekuatan yang digunakan individu atau kelompok tertentu untuk mencapai tujuan atau kepentingan mereka melawan kehendak di pihak lawan. Foucault menekankan bahwa kekuasaan itu bersifat produktif dan memberdayakan sehingga kekuasaan beredar pada setiap level masyarakat dan segala lembaga relasi sosial khususnya hubungan relasi antara minimarket dan pedagang kecil Berkaitan dengan penelitian ini, teori kekuasaan dan pengetahuan dipergunakan untuk menganalisis bagaimana pola peminggiran pedagang kecil dengan tumbuhnya minimarket di Kecamatan Denpasar Selatan. Teori ini juga tepat digunakan untuk melihat kekuasaan dalam pengelolaan minimarket yang berkaitan dengan akses dan pengawasan terhadap inovasi atau pengetahuan aktivitas ekonomi yang terlibat. Dengan demikian, teori ini sangat tepat untuk membongkar faktorfaktor penyebab marginalisasi pedagang kecil. 2.3.4 Teori Perilaku Konsumen Memahami perilaku konsumen dan mengenal pelanggan tidaklah sederhana. Pelanggan mungkin menyatakan kebutuhan dan keinginan mereka, tetapi bertindak sebaliknya. Pelanggan mungkin tidak memahami motivasi mereka yang lebih dalam. Disini lah tugas pemasaran bagaimana memenuhi dan memuaskan kebutuhan serta 34 keinginan pelanggan. Perilaku konsumen mempelajari bagaimana kelompok, individu, dan organisasi memilih, membeli, memakai, serta, memanfaatkan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasrat mereka. Mempelajari konsumen akan memberikan petunjuk bagi pengembangan produk baru, keistimewaan produk, harga, saluran pemasaran, pesan iklan, dan elemen bauran pemasaran. Faktor utama yang memengaruhi konsumen adalah ( 1) faktor budaya yang terdiri atas budaya, sub subbudaya, kelas sosial; (2) faktor sosial yang termasuk di dalamnya adalah kelompok acuan, keluarga, peran, dan status; ( 3) faktor pribadi, karakteristik pribadi yang meliputi usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli; dan (4) faktor psikologis yang terdiri atas motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan pendirian (Kotler: 2002: 181). Engel dkk. (1994: 3) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, menkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan itu. Dikemukakannya bahwa perilaku keputusan konsumen dipengaruhi oleh ( 1) lingkungan yang terdiri atas budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi; ( 2) perbedaan individu yang termasuk di dalamnya sumber daya konsumen, motivasi dan keterlibatan pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, demografi; ( 3) proses keputusan termasuk pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi atrenatig, pembelian, hasil; dan (4) proses psikologis yang terdiri atas pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan, dan sikap perilaku. Usmara (2003: 159) mengatakan bahwa perilaku konsumen dipengaruhi oleh empat paradigma, yaitu (1) tingkat penerimaan yang berorientasi pada tujuan, (2) 35 penyampaian pesan, (3) representasi, dan (4) pengolahan informasi. Perilaku konsumen erat sekali hubungannya dengan pengukuran tingkat kepuasan konsumen terhadap barang dan jasa. Supranto (2006: 3) mengemukakan bahwa pengukuran aspek mutu bermanfaat bagi pimpinan bisnis, yaitu untuk mengetahui dengan baik bagaimana jalannya atau bekerjanya proses bisnis, mengetahui di mana harus melakukan perubahan untuk memuskan pelanggan, dan menentukan apakah perubahan yang dilakukan mengarah ke perbaikan. Kotler (2002: 250) mendefinisikan konsep industri tentang persaingan adalah sekelompok perusahaan yang menawarkan suatu produk atau kelas produk yang merupakan substitusi dekat satu sama lain. Industri-industri dikelompokkan menurut jumlah penjual tingkat diferensiasi produk; ada atau tidaknya hambatanhambatan masuk, mobilitas keluar, struktur biaya, tingkat integrasi vertikal, dan tingkat globalisasi. Selain itu, pendekatan industri dapat mengidentifikasi pesaing dengan menggunakan pendekatan pasar. Para pesaing adalah perusahaan-perusahaan yang memuaskan kebutuhan pelanggan yang sama. Dalam disertasi ini, teori perilaku konsumen relevan digunakan dalam memahami proses keputusan konsumen melakukan proses pembelian. Di samping itu, untuk mengetahui hal-hal apa yang mendorong konsumen menkonsumsi barang dan jasa, khususnya dalam hal ini memahami konsumen melakukan pembelian pada minimarket atau pada pedagang kecil 2.4 Model Penelitian Model penelitian menggambarkan apa yang dilakukan dalam penelitian tentang marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya minimarket di Denpasar. 36 Model ini juga memberikan kerangka operasional dalam aktivitas pengumpulan data dalam penelitian ini. Adapun model penelitian tampak pada gambar berikut. MINIMARKET CIRCLE K PEDAGANG KECIL MARGINALISASI PEDAGANG KECIL Pencitraan,gaya hidup, entrepreneurship Bentuk marginalisasi Minimarket Circle K terhadap pedagang kecil di Kota Denpasar Faktor-faktor apa yang mengakibatkan terjadinya marginalisasi pedagang kecil di Kota Denpasar Tradisional, etos kerja, manajemen pengelolaan Makna marginalisasi bagi pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket Circle K Rekomendasi Model Penelitian Keterangan: : Memengaruhi secara langsung : Memengaruhi secara tidak langsung Dari model penelitian di atas dapat diuraikan hal-hal sebagai berikut. Dalam era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan di segala bidang ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya informasi dan komunikasi mengakibatkan dunia tidak ada lagi sekat-sekat yang memisahkan. Peran negara dalam bidang sosial, budaya, dan 37 politik sangat dipengaruhi oleh perkembangan di berbagai belahan dunia. Kebijakan-kebijakan negara khusunya dalam bidang ekonomi tidak bisa terlepas dari konsep kapitalisme. Faktor struktur global capital, daya dorong terhadap pertumbuhan kapitalisme terjadi karena faktor peranan negara yang turut menentukan kecepatan akumulasi capital. Bali sebagai daerah tujuan wisata dunia tidak luput dari proses kapitalisme global yang tengah terjadi. Berkembang dan tumbuhnya berbagai aktivitas ekonomi menuntut adanya model pelayanan yang serba cepat dengan mutu produk yang terstandardisasi. Minimarket sebagai salah satu bisnis yang sedang menjamur di Denpasar merupakan sebuah bisnis yang dipandang mampu mendukung pengembangan perekonomian. Di sisi lain pedagang kecil yang secara historis keberadaannya lebih dulu, semakin lama semakin terdesak Sesuai dengan Peraturan Wali Kota Nomor 9, Tahun 2009 tentang izin toko modern, Perda No 6, Tahun 2001 tentang izin bangunan dan Perda No 7, Tahun 2005 tentang izin tempat usaha, Ternyata terdapat minimarket yang berada di Kota Denpasar melanggar aturan tersebut. Kondisi ini memperparah keberadaan pedagang kecil yang semakin lama semakin terdesak keberadaannya. Banyaknya keluhan dari pedagang kecil termasuk adanya beberapa demo dari para pedagang kecil menandakan bahwa keberadaan mereka terus tergerus oleh tumbuhnya minimarket. Berdasarkan fenomena di atas penelitian ini mencoba menelusuri lebih dalam tentang bentuk-bentuk marginalisasi yang dialami oleh pedagang kecil, faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket Circle K. Selanjutnya temuan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rekomendasi bagi pihak-pihak tertentu dalam mengambil kebijakan. 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian pada dasarnya merencanakan suatu kegiatan sebelum penelitian dilaksanakan. Kegiatan merencanakan mencakup komponen-komponen penelitian yang diperlukan. Menurut Moleong (1991 : 236), rancangan penelitian diartikan sebagai usaha merencanakan dan menentukan segala kemungkinan dan perlengkapan yang diperlukan dalam suatu penelitian. Suatu penelitian ilmiah selalu dimulai dengan perencanaan yang saksama. Perencanaan ini mengikuti pola logika yang sama yang berisikan seperangkat petunjuk yang disusun secara sistematis. Meskipun demikian, suatu perencanaan mempunyai sifat yang sementara, artinya perubahan atau penyesuaian selalu mungkin asal syarat-syarat dan nilai-nilai ilmiah dipertahankan ( Mulyana, 2001 : 16). Penelitian tentang marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya minimarket di Denpasar merupakan penelitian kualitatif. Timbulnya metode kualitatif dipicu oleh pemahaman bahwa gejala kehidupan terdiri atas dua unsur yang berbeda, yaitu unsur yang terindra dan tak terindra. Dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai bentuk jasmani dan rohani, fisik dan nonfisik, konkret dan abstraks, kasar dan halus, nyata dan tidak nyata. Kedua gejala selalu dan secara terus-menerus memengaruhi kehidupan manusia. Bahkan, manusia itu sendiri terbentuk atas dasar kedua gejala tersebut ( Ratna, 2010 : 90). Penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri dominan yaitu, (1) sumber datanya langsung berupa data situasi alami dan peneliti adalah instrumen 39 kunci, (2) bersifat deskriptif, (3) lebih menekankan pada makna proses daripada hasil, (4) analisis datanya bersifat induktif, dan (5) makna merupakan perhatian utama dalam pendekatan penelitian (Danim, 2002 :60--64). Ciri-ciri tersebut sejalan dengan ciri-ciri umum kajian budaya termasuk kajian yang dilakukan dalam penelitian ini. Menurut Mariyah (2009 : 17) karakteristik penelitian kualitatif adalah (1) penelitian kualitatif memiliki setting alamiah sumber data, (2) data diperoleh dengan mendatangi tempat-tempat yang menjadi tempat aktivitas untuk menyatu dengan kegiatan, (3) perilaku informan dapat dimengerti secara baik apabila diobservasi dalam setting di mana peristiwa terjadi. Barker (2000 : 3) mencatat kapan budaya merupakan (1) bidang interdisipliner tentang hubungan antara kebudayaan dan kekuasaan; (2) seluruh praktik, institusi, dan sistem klasifikasi yang tertanam dalam nilai-nilai partikular, kepercayaan, kompetensi, kebiasaan hidup, dan bentuk bentuk kebiasaan tindakan; (3) bentuk-bentuk kekuasaan yang beragam, seperti gender, ras, kelas, kolonialisme, dan sebagainya; dan (4) kaitan-kaitan dengan luar dunia akademis serta gerakan-gerakan sosial dan politik, para pekerja di institusi budaya dan manajemen budaya. Penelitian ini selain memaparkan secara etnografis masyarakat yang diteliti di lokasi penelitian, sekaligus mencoba untuk membongkar dan memahami gagasan atau ide-ide tersembunyi di balik terjadinya marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya minimarket di Kecamatan Denpasar Selatan. Untuk menganalisis permasalahan tersebut digunakan teori struktur generatif, hegemoni, kekuasaan dan pengetahuan, prilaku konsumen, dan teori lainnya yang diterapkan secara eklektik. 40 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Denpasar Selatan. Pemilihan Lokasi ini didasarkan pada hal-hal berikut. 1) Kecamatan Denpasar Selatan merupakan salah satu kecamatan yang paling banyak memiliki minimarket dan masyarakat masih banyak menggantungkan mata pencahariannya sebagai pedagang kecil. 2) Adanya fenomena bahwa pedagang kecil merasa termarginalisasi dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya dengan tumbuhnya minimarket 3) Ditemukannya bukti-bukti fisik bahwa tumbuhnya minimarket di daerah ini masih ada yang belum memenuhi perizinan dan perundangundangan yang berlaku. 3.3 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang didukung oleh data kuantitatif sebagai penunjang yang sifatnya melengkapi. Data kualitatif diperoleh dari beragam informasi, baik informan maupun kegiatan observasi yang dilakukan. Sebaliknya data kuantitatif adalah dalam bentuk catatan statistik yang ditemukan di lokasi penelitian. Sumber data dalam penelitian ini juga ada dua macam, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer diperoleh dari pelaku masyarakat yang terlibat secara langsung dalam kegiatan berdagang seperti 10 orang pedagang kecil, 5 orang pengelola minimarket, 7 orang dari instansi terkait sehingga secara keseluruhan berjumlah 22 orang, dan 30 orang konsumen sebagai responden. 41 Data sekunder didapat dari artikel, buku-buku atau literature, internet, dokumen, dan tulisan lainnya yang menunjang penelitian ini. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari data yang tersimpan di kantor desa, kantor camat, kantor tramtib, dan instansi lainnya. 3.4 Penentuan Informan dan responden Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat pedagang kecil yang tersebar di Kecamatan Denpasar Selatan. Informan ditunjuk secara purposive yang dipilih dengan mempertimbangkan pengetahuan mereka tentang masalah-masalah yang ditelaah dan dianggap dapat mewakili strata sosial tertentu di lokasi tersebut. Penentuan informan lebih banyak menggunakan pertimbangan realitas sosial, artinya informan yang terpilih dapat mewakili kelompoknya yang telah dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Informan juga berasal dari tokoh masyarakat, instansi terkait, dan masyarakat konsumen yang dapat memberikan informasi mengenai keberadaan pedagang kecil dan minimarket. Proses pemilihannya diawali dengan menunjuk informan utama. Selanjutnya informan ini memberikan informasi tentang informan berikutnya. Pola semacam ini terus berlanjut (snow ball) dan semakin lama semakin bertambah besar sehingga sampai pada tingkat kejenuhan. Sehubungan dengan itu, informan dalam penelitian ini tidak dibatasi. Penentuan responden dilakukan secara random. Informan tambahan untuk melengkapi penelitian ini berasal dari kalangan tertentu terkait dengan masalah, yaitu Dinas Perizinan Kota Denpasar, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kantor Camat Denpasar Selatan. 42 3.5 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang paling utama adalah berupa pedoman wawancara menyangkut beberapa pertanyaan yang telah dirumuskan dengan baik menyangkut pokok permasalahan yang diteliti. Wawancara yang dilakukan dalam waktu yang cukup lama sering mengakibatkan peneliti kehabisan atau kehilangan kontrol dalam wawancara. Untuk menghindari terjadinya hal ini sebaiknya disusun pedoman wawancara yang sesuai dengan permasalahan yang ingin dijawab melalui penelitian tersebut. Untuk melengkapi hasil wawancara perlu juga disiapkan alat perekam, foto kamera, dan video kamera. 3.6 Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menekankan pada dua jenis teknik pengumpulan data, yakni (1) pengamatan terlibat (participant observation) dan (2) wawancara mendalam (indepth interview). Wawancara mendalam dan wawancara berstruktur dilakukan pada informan dan responden. Untuk melengkapi data digunakan teknik dokumentasi dan studi kepustakaan . 3.6.1 Observasi Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga objek-objek alam yang lain (Sugiyono,199 : 138). Observasi (pengamatan) adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki. 43 Menurut Wibisono (2003:96) observasi ilmiah merupakan suatu proses pencatatan yang sistematis terhadap pola perilaku orang, objek, dan kejadian-kejadian tanpa bertanya atau berkomunikasi dengan orang atau objek atau kejadian tersebut. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara langsung mengamati perilaku objek penelitian pedagang kecil, pengelola minimarket, dan konsumennya, selama enam bulan. 3.6.2 Wawancara Pengumpulan data juga dilakukan dengan wawancara sebagai bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan subyek penelitian. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya jawab dalam hubungan tatap muka sehingga gerak dan mimik informan merupakan pola media yang dilengkapi kata-kata secara verbal (Gulo, 2003 : 119). Wawancara dapat dilakukan secara sistematis, artinya dapat berupa pertanyaan yang sudah disiapkan dan tersusun yang berkaitan dengan penelitian sehingga diperlukan pedoman wawancara. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada pihak-pihak terkait, seperti pedagang kecil, pengelola minimarket, konsumen, dan departemen terkait dengan bantuan alat perekam (tape recorder) selanjutnya data direduksi. 3.6.3 Dokumen Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data sekunder, yakni data yang telah ada di masyarakat atau lembaga tertentu. Di dalam penelitian ini berbagai dokumen dikumpulkan, seperti Peraturan Wali Kota, Perundang-undangan, Monografi Kecamatan Denpasar Selatan, dokumen tertulis melalui kegiatan mencatat, mengkopi, atau memfoto. 44 3.6.4 Studi Kepustakaan Untuk memperkaya dan memperluas kajian berkenaan dengan masalah yang dikaji dilakukan studi terhadap beberapa buku pustaka atau literature tertentu yang sifatnya mendukung penelitian ini baik yang terkait dengan usaha kecil, bisnis retail, minimarket, pemasaran, sosiologi, politik, maupun materi lain yang dapat menguatkan data yang diperoleh di lapangan. 3.7 Teknik Analisis Data Dalam disertasi ini, data yang berhasil dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan interpretatif. Analisis dilakukan sejak pengumpulkan data di lapangan. Deskriptif mengacu pada transformasi dari datadata mentah ke dalam bentuk yang mudah dimengerti dan diterjemahkan (Wibisono, 2003: 134). Analisis merujuk pada pengujian sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan bagian-bagianya, hubungan antarabagian, dan hubungan bagian itu dengan keseluruhannya. Pengetahuan budaya seorang informan yang semuanya secara sistematik berhubungan dengan kebudayaan secara keseluruhan (Spradley, 1977 : 117--118). Menurut Moleong (2005:6), mengemukakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll. Hal tersebut dideskripsikan secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. 45 Serangkaian konsep, teori, dan metodologi diharapkan dapat mengidentifikasi, menkategorisasi atau mengklasifikasi, menyeleksi dan menganalisis berbagai informasi yang diperoleh di lapangan. Selanjutnya dilakukan interpretasi berupa pemberian makna terhadap fakta sosial yang muncul melalui keterkaitan antar gejala. Dengan demikian, diharapkan kompleksitas gejala sosial budaya dapat dideskripsikan dan dijelaskan sehingga kualitasnya mendekati realitas. Proses-proses analisis kualitatif dapat dijelaskan melalui tiga langkah sebagai berikut. 1) Reduksi data (data reduction), yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. 2) Penyajian data, yaitu sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan simpulan dan pengambilan tindakan. 3) Menarik simpulan dan verifikasi dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif mulai mencari arti (makna) setiap gejala yang diperoleh di lapangan, mencatat keteraturan, pola penjelasan, dan konfigurasi – konfigurasi yang mungkin ada, alur sebab akibat dan proposisi. 3.8 Penyajian Hasil Analisis Data Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara informal (naratif) dengan bahasa ragam ilmiah, narasi, deskripsi kata-kata. Di samping itu, juga secara formal berupa bagan, tabel, foto, bentuk gambar hasil perhitungan 46 statistik dan sebagainya. Penyampaian dalam bentuk verbal dengan teknik deskriptif interpretatif, artinya hasil analisis dipaparkan sedemikian rupa dan pada bagian tertentu diinterpretasikan sesuai dengan teori atau kerangka pikiran yang berlaku umum. Dengan cara tersebut diperoleh gambaran yang lebih jelas dan mendalam tentang penelitian yang dilakukan. Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk laporan ilmiah berupa disertasi, yang uraiannya terdiri atas beberapa bab. Setiap bab terdiri atas beberapa subbab sesuai dengan kebutuhan penelitian. 47 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Dalam bagian ini dibahas mengenai gambaran umum lokasi penelitian yang berkitan dengan topik penelitian. Dalam hal ini, yaitu Kota Denpasar khususnya Kecamatan Denpasar Selatan, gambaran umum pedagang kecil dan Minimarket Circle K, serta profil konsumennya. 4.1 Letak Geografis Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar merupakan ibu kota Provinsi Bali, pusat pemerintahan, pendidikan, dan berbagai aktivitas ekonomi berkembang dengan pesat bersamaan dengan menggeliatnya perkembangan pariwisata Bali. Dengan adanya Bandara Internasional Ngurah Rai maka Denpasar dapat dikatakan kota yang telah mendunia. Tersedianya infrastruktur yang memadai, seperti pelabuhan laut di Benoa dan akses hubungan antara Jawa dan Lombok melalui Kota Denpasar. Daya beli masyarakat Kota Denpasar tergolong tinggi. Kondisi ini membawa daya tarik terhadap datangnya investor, baik domestik maunpun asing. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20, Tahun 1978, Denpasar secara resmi menjadi kota administratif yang mewilayahi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatan Denpasar Barat, dan Kecamatan Denpasar Selatan. Dalam usaha meningkatkan pelayanan serta memenuhi kebutuhan masyarakat, penataan tata ruang, penyediaan sarana dan prasarana berbagai fasilitas perkotaan, maka diusulkan perubahan status menjadi kota Madya. Pada 27 Februari 1992 diresmikanlah Kota Madya Denpasar oleh Menteri Dalam Negeri berdasarkan Undang-Undang Nomor I, Tahun 1992. Berdasarkan Perda Kota Denpasar No. 14, 48 tahun 2004 terjadi pemekaran kecamatan di Kota Denpasar dari tiga kecamatan menjadi empat kecamatan, yaitu Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kecamatan Denpasar Barat, dan Kecamatan Denpasar Utara, yang secara definitif berlaku mulai tahun 2006. Kecamatan Denpasar Selatan mempunyai batas-batas wilayah, yaitu sebelah utara Kecamatan Denpasar Timur, di sebelah selatan Samudra Indonesia, di sebelah barat Kecamatan Denpasar Barat, dan sebelah Timur Laut, yaitu Selat Badung. Kecamatan Denpasar Selatan terdiri atas enam kelurahan dan empat desa. Lokasi penelitian yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah tersebar di lima kelurahan, yaitu Kelurahan Pedungan, Sesetan, Panjer, Renon, Sanur, sedangkan Kelurahan Serangan tidak termasuk karena tidak adanya Circle K. Di samping itu, juga di empat desa, yaitu Desa Pemogan, Desa Sanur Kauh, Sanur Kaja, dan Sidakarya. Dari segi astronomis letak Kota Denpasar di antara 08--3531 Lintang Selatan, 115-- 1023* dan 115-- 1627 Bujur Timur. Kecamatan Denpasar Selatan dari segi geografis terletak di sisi selatan Kota Denpasar yang memiliki daerah laut (pesisir pantai) dan salah satu wilayah kelurahannya di sebuah pulau, yaitu Kelurahan Serangan. Adapun luas wilayah Kecamatan Denpasar Selatan adalah 4.999 ha yang terdiri atas tanah sawah 935 ha, tanah kering 2.591 ha, tanah basah 230 ha, tanah hutan (bakau) 59 ha, tanah perkebunan 21 ha, serta tanah untuk keperluan umum 983 ha. Selengkapnya, luas wilayah menurut penggunaan tanah tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 4.1 49 Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2009 No Desa/Kelurahan Luas (Km) Penggunaan tanah dalam Hekto Are Sawah Tegal Pekarangan Perkebunan Kuburan Lainnya 1. Pemogan 9.71 225 30 448 10 1 257 2. Pedungan 7.49 236 37 381 5 1 89 3. Sesetan 7.39 14 41 448 - 1 235 4. Serangan 4.81 - 75 22 - 1 383 5. Sidakarya 3.89 144 - 234 - 1 10 6. Panjer 3.69 68 22 220 - 1 48 7. Renon 2.54 100 - 120 - 1 33 8. Sanur Kauh 3.86 78 15 203 6 1 29 9. Sanur 4.02 - 10 351 - 1 40 10. Sanur Kaja 2.69 59 - 170 - 1 39 Jumlah 49.99 924 230 2.597 21 10 1.163 Sumber : Monografi Kecamatan Denpasar Selatan Tabel 4.1 memberikan gambaran bahwa penggunaan tanah yang paling banyak adalah sebagai tanah pekarangan. Ini memberikan petunjuk bahwa kepadatan penduduk cukup tinggi. Lahan pekarangan adalah lahan tempat tinggal penduduk, tempat penduduk mendirikan rumah tinggal dan melakukan aktivitas kesehariannya. Sawah sebagai tempat aktivitas pertanian terus mengalami penurunan. Pada tahun 2008 jumlah sawah tercatat 935 ha dan tahun 2009 susut menjadi 924 ha. Sementara dalam tahun yang sama jumlah pekarangan naik dari 2.591 ha menjadi 2.597ha. Ini menandakan bahwa alih fungsi lahan di Kecamatan 50 Denpasar Selatan cukup tinggi. Lahan perkebunan yang ada di sini adalah hutan bakau yang tersebar sepanjang pantai selatan di sepanjang Jalan Gusti Ngurah Rai. Keberadaannya amat penting sebagai paru-paru kota serta menjaga abrasi yang terus- menerus serta mampu menjaga kelestarian ekosistem. Desa Pemogan dan Kelurahan Pedungan memiliki luas persawahan yang terbesar, yaitu 225 ha dan 236 ha. Penggunaan tanah yang cukup besar di Kecamatan Denpasar Selatan adalah untuk penggunaan lainnya, meliputi tempat-tempat perhotelan, pertokoan, pasar, dan tempat ibadah dari semua agama yang mendiaminya. Sebagai daerah permukiman dan pusat perkembangan pariwisata dalam hal ini adalah Desa Sanur Kauh, Desa Sanur Kaja, dan Kelurahan Sanur dan letaknya yang berdekatan dengan Kuta dan jalur ke Nusa Dua maka penduduknya sangat heterogen, baik dari daerah asal, agama, maupun suku. Oleh karena itu status desa/kelurahan hampir semuanya menempati perkotaan, kecuali Kelurahan Serangan yang letaknya agak di pinggir dan sekarang telah mengalami kemajuan semenjak dibukanya jalan darat sehingga mobilitas masyarakatnya tidak mengalami hambatan. 4.2 Keadaan Penduduk Kecamatan Denpasar Selatan Pengertian penduduk (demografi) yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada demografi formal atau demografi teknik (Asnawi, 2003: 55). Demografi formal berfokus pada jumlah, struktur, dan perubahan penduduk. Dalam hal ini jumlah menunjukkan banyaknya penduduk, sedangkan distribusi menunjukkan penempatan penduduk dalam suatu ruang dan waktu tertentu secara geografis atau berbagai daerah tempat tinggal. Struktur mencakup distribusi penduduk menurut jenis 51 kelamin dan kelompok umur. Perubahan penduduk meliputi penambahan dan pengurangan penduduk dalam satuan ruang dan waktu atau perubahan pada salah satu struktur penduduk. Dalam proses pembangunan, penduduk tidak pasif, tetapi dinamis. Penduduk tidak saja merupakan subjek pembangunan, tetapi juga merupakan objek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan, penduduk terlibat mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Sebagai objek pembangunan, penduduk merupakan sasaran pembangunan itu sendiri. Bagi daerah perkotaan, seperti Denpasar maka penduduk sangat memerlukan perhatian, khususnya dalam pengendalian pertambahan penduduk, baik secara alami maupun migrasi dalam bentuk urbanisasi. Kegagalan pengendalian kependudukan banyak memberikan dampak negatif dalam proses pembangunan, seperti permukiman kumuh, kriminalitas, dan masalah sosial lainnya. Sampai akhir tahun 2009 jumlah penduduk Kecamatan Denpasar Selatan tercatat 186. 330 jiwa, terdiri atas 94.155 jiwa laki-laki dan 92.175 jiwa perempuan dengan kepadatan 3.890 jiwa/km2 (BPS Kota Denpasar, 2009). Dari seluruh penduduk Kecamatan Denpasar Selatan tercatat 345 jiwa adalah orang asing, yang terdiri atas 219 jiwa laki-laki dan 126 jiwa perempuan. Mayoritas penduduk di Kecamatan Denpasar Selatan adalah beragama Hindu berjumlah 126.256 jiwa, Islam berjumlah 45.742 jiwa, Kristen 7.222 jiwa, Katolik 4.836 jiwa, dan sisanya agama Budha 2.273. Fasilitas peribadatan cukup memadai, yakni 79 pura, 10 mesjid, 4 gereja dan 3 vihara. Kehidupan keagamaan berjalan cukup baik demikian juga kerukunan hidup antarumat beragama cukup baik. Para pemeluk agama berbaur dalam kesatuan desa/kelurahan dan tidak pernah terjadinya konflik antarumat. 52 Sistem kelembagaan adat yang masih berlaku, antara lain desa pekraman, banjar adat, subak, sekaa kesenian, sekaa teruna dan sebagainya. Di Kecamatan Denpasar Selatan saat ini ada 11 desa pekraman dan 87 banjar adat. Di dalam desa pekraman terdapat komponen-komponen, seperti sekaa teruna, LPD, 10 subak, dan sekaa kesenian yang perlu dilestarikan dan terus dibina dalam menunjang perkembangan kebudayaan lokal. Luas wilayah bila dibandingkan jumlah penduduk, maka akan tampak seperti pada table 4.2 di bawah ini. Tabel 4.2 Luas Wilayah, Jumlah Wilayah, Rumah Tangga, Penduduk serta Kepadatan Penduduk Tahun 2009 Luas Blok Rumah Tangga Penduduk Kepadatan Rata-rata Pemogan 9.71 71 5.850 27.308 2.812 2. Pedungan 7.49 53 4.503 23.179 3.095 3. Sesetan 7.39 73 7.819 40.267 5.449 4. Serangan 4.81 7 1.754 3.602 749 5. Sidakarya 3.89 24 5.035 15.057 3.871 6. Panjer 3.69 39 6.886 25.682 7.154 7. Renon 2.54 25 3.410 12.364 4.868 8. Sanur Kauh 3.86 15 3.674 13.960 3.617 9. Sanur 4.02 35 3.700 16.089 4.002 10. Sanur Kaja 2.69 16 3.608 8.822 3.280 49.99 358 46.239 186.330 3.890 No Desa/Kelurahan 1. Jumlah Sumber: SP 2000 BPS (data diolah) tahun 2009 *: dalam kilometer persegi (km2) 53 Desa/kelurahan yang mempunyai jumlah penduduk terpadat adalah Kelurahan Panjer yang luasnya 5.59 km2 dengan jumlah penduduk 25.682 jiwa. Hal ini berarti bahwa tingkat kepadatan penduduknya 7.154 jiwa/km2. Disusul kelurahan Sesetan yang luasnya 7.39 km2 dengan jumlah penduduk sebesar 40.267 jiwa. Hal ini berarti bahwa tingkat kepadatan penduduknya mencapai 5.449 jiwa/ km2. Desa/kelurahan yang paling jarang penduduknya adalah Kelurahan Serangan, dengan luas wilayah 4.81 km2 dihuni oleh 3.602 jiwa. Hal ini berarti bahwa tingkat kepadatan penduduknya 749 jiwa/km2. 4.2.1 Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Gambaran penduduk menurut komposisi jenis kelamin adalah secara keseluruhan penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan, yaitu 94.155 jiwa berbanding 92.175 jiwa. Walaupun secara total perbandingan jumlah laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan, apabila dilihat dari kelompok umur, ternyata pada beberapa kelompok umur ditemukan lebih banyak perempuan dibandingkan dengan laki-laki, yaitu pada kelompok umur 20 --24 tahun, yaitu 10.052 jiwa berbanding dengan 9.728 jiwa, menyusul kelompok umur 25 -- 29 tahun yang perbedaannya sangat tipis, yaitu 10.965 jiwa berbanding 10.052 jiwa. Perbedaan lebih menonjol terlihat pada kelompok umur 70 -- 74 tahun, yaitu 1.024 jiwa berbanding 926 jiwa, dan juga pada kelompok umur 75--tahun ke atas, yaitu 982 jiwa berbanding 757 jiwa. Perbandingan ini disebabkan oleh angka harapan hidup laki-laki lebih rendah dibandingkan dengan angka harapan hidup perempuan. Selengkapnya gambaran penduduk menurut komposisi jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini. 54 Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2009 No Kelompok Umur Jenis Kelamin Jumlah Laki-Laki Perempuan Rasio Jenis Kelamin 1. 0 - 4 9.401 8.932 18.333 105 2. 5 - 9 7.100 6.697 13.797 106 3. 10-14 5.737 5.355 11.090 107 4. 15-19 9.220 4.736 13.956 195 5. 20-24 9.728 10.052 19.780 97 6. 25-29 10.667 10.963 21.630 97 7. 30-34 11.456 11.073 22.529 103 8. 35-39 12.816 6.031 18.847 213 9. 40-44 7.790 6.767 14.557 115 10. 45-49 5.771 4.972 10.743 116 11. 50-54 3.940 3.314 7.254 119 12. 55-59 2.338 1.986 4.324 118 13. 60-64 1.662 1.409 3.031 115 14. 65-69 1.388 1.383 2.771 100 15. 70-74 926 1.024 1.950 90 16. 75+ 757 982 1.738 77 94.155 92.175 186.330 102 Jumlah Sumber : Monografi Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2009 55 4.2.2 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Salah satu langkah strategis dalam proses pembangunan adalah melalui perbaikan di bidang pendidikan baik yang bersifat formal, informal, maupun nonformal. Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan dan keberhasilan suatu wilayah dalam bidang pengembangan sumber daya manusia. Secara lebih khusus pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dalam mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran. Pendidikan bersifat menyeluruh dan terpadu sehingga pada era globalisasi ini pendidikan dipandang sebagai aset yang terus- menerus harus ditingkatkan, baik dari segi kesempatan memeroleh pendidikan maupun kualitas pendidikan sehingga sumber daya manusia dapat lebih kompetitif dalam persaingan global. Keberhasilan dunia pendidikan pemerintah, swasta, dan masyarakat. adalah tanggung jawab bersama antara Oleh karenanya penyediaan fasilitas dan sarana pendidikan yang ada di Kecamatan Denpasar Selatan juga diselenggarakan oleh pemerintah dan sektor swasta. Jenjang lembaga pendidikan di Kecamatan Denpasar Selatan sangat lengkap, mulai dari taman kanak-kanak sampai jenjang perguruan tinggi baik perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta. Untuk memberikan gambaran tentang banyaknya sekolah serta kepemilikannya dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini. 56 Tabel 4.4 Fasilitas Sekolah Menurut Status Kepemilikan di Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2009 No. TK(N) TK(S) 1. Desa/ Kelurahan Pemogan Status Kepemilikan - 7 2. Pedungan - 3. Sesetan 4. SD(S) SLTP(N) SLTP(S) SMU(N) SMU(S) PTN PTS 7 3 - 1 - - - - 4 5 - - 1 - 1 - - - 11 8 1 1 2 - 2 1 - Serangan - 1 2 - 1 - - - - - 5. Sidakarya - 4 4 - - - 2 - - 1 6. Panjer - 6 6 1 - 2 1 2 - 5 7. Renon - 3 2 1 - - - 2 1 - 8. Sanur Kauh - 2 3 - - - 1 - - - 9. Sanur - 3 6 - 1 1 1 - - - Sanur Kaja - - 3 - - - - - - - 41 46 6 3 7 5 7 2 6 10. Jumlah SD(N) Sumber: Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Denpasar Selatan,Tahun 2009 Majunya dunia pendidikan tidak bisa dipisahkan dari keikutsertaan masyarakat dalam penyediaan prasarana pendidikan yang memadai. Faktor sarana sebagai pendukung pelayanan dan proses belajar sangat mendukung terjadinya peningkatan mutu pendidikan. Di Kota Denpasar telah terjadi perkembangan yang cukup menarik untuk dicermati, yaitu adanya penurunan jumlah sekolah dasar akibat adanya penggabungan beberapa sekolah di samping adanya perkembangan lainnya. Sampai akhir tahun 2007 telah terdapat 183 TK dengan 675 guru dan 11.485 murid, sekolah dasar berjumlah 210 dengan 2.765 guru dan 70.785 murid, 48 SLTP swasta dan negeri dengan 2.104 orang guru dan 25.384 siswa serta 50 57 buah SMTA negeri dan swasta dengan 2.466 guru dan menampung 27.475 murid. Untuk jenjang pendidikan tinggi yang terdiri atas universitas, sekolah tinggi, institute, dan akademi terdapat sebanyak 26 buah, baik yang berstatus negeri maupun swasta dengan jumlah dosen 3.754 orang dan mahasiswa sebanyak 15.790 orang (Denpasar dalam Angka, 2008) Dari Tabel 4.4 diperoleh gambaran bahwa jumlah fasilitas sekolah sangat memadai, baik sekolah yang dikelola oleh pemerintah (negeri) maupun sekolah yang dikelola oleh swasta (S). Jumlah sekolah taman kanak-kanak berjumlah 41 buah semuanya berstatus swasta, sedangkan sekolah dasar berjumlah 52 buah yang terdiri atas 46 buah status negeri dan 6 buah swasta. Di tingkat SLTP jumlahnya 10 buah terdiri atas 3 buah negeri dan 7 buah swasta, sedangkan di tingkat SLTA berjumlah 12 buah yaitu 5 buah berstatus negeri dan 7 buah swasta. Untuk pendidikan tinggi terdapat 2 perguruan tinggi negeri dan 6 perguruan tinggi swasta. Pada jenjang pendidikan taman kanak-kanak belum ada dikelola oleh swasta. TK negeri sehingga keseluruhannya Dari gambaran di atas tampak bahwa dari segi sarana pendidikan masyarakat di Kecamatan Denpasar Selatan sudah cukup memadai sehingga usaha untuk memerangi kebodohan dan pemerataan di bidang pendidikan khususnya peningkatan kualitas dapat tercapai yang pada akhirnya terjadi peningkatan produktivitas masyarakat. Tersedianya berbagai falisitas pendidikan mendorong masyarakat untuk memeroleh pendidikan yang layak. Seiring dengan berbagai kebijakan dalam dunia pendidikan dan kebijakan di bidang ketenagakerjaan maka yang masih banyak terpaku pada ijazah formal, maka pendidikan di Kecamatan Denpasar Selatan 58 khususnya dalam pendidikan formal terus mengalami peningkatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2009 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tingkat Pendidikan Belum Sekolah Belum Tamat SD Tamat SD Tamat SMP/Sederajat Tamat SMU/Sederajat Sarjana Muda/Diploma (I,II,III) Sarjana/Diploma IV Jumlah Jumlah (orang) 17.035 42.307 36.283 31.194 37.055 14.853 9.359 183.086 Prosentase 9,11 23,18 19,82 17,04 20,24 8,11 5,11 100,0 Sumber: Monografi Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2009 Tabel 4.5 terlihat bahwa sebagian besar penduduk Kecamatan Denpasar Selatan berpendidikan sekolah dasar (SD) sampai dengan SMP, yaitu mencapai 59,15 persen, sedangkan kalau sampai SMU, tingkat pencapaiannnya 79,39 persen. Hal ini menunjukkan bahwa jenjang pendidikan formal yang telah diraih oleh penduduk cukup memadai. Tingkat pendidikan tinggi untuk Kecamatan Denpasar Selatan sangat baik, yaitu mencapai 13,22 persen. Keberhasilan dalam bidang pendidikan ini tidak bisa dilepaskan dari tersedianya fasilitas dan sarana. Pembangunan dalam bidang pendidikan adalah pembangunan yang bersifat menyeluruh dan terpadu. Selain itu, menyentuh semua lapisan masyarakat sehingga pemerataan untuk mendapatkan pendidikan merupakan amanah dari sistem pendidikan di Indonesia. 59 Konsumen Minimarket Circle K terdiri atas anak-anak usia sekolah sampai dengan perguruan tinggi. Banyaknya sekolah di Denpasar Selatan merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan Circle K. Seperti tampak dalam gambar di bawah ini, yaitu anak-anak muda sedang menikmati belanjaannya di depan Circle K. Gambar 4.1 Anak Muda Konsumen Minimarket Circle K Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2011 Konsumen minimarket merasa lebih puas berbelaja di Circle K karena tempatnya berada di jalan besar yang biasanya dilalui setiap hari. Selain itu, juga tersedia tempat duduk untuk beristirahat setelah penat belajar. 60 Tabel 4.6 Jenis dan Jumlah Sekolah, Siswa, dan Guru di Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2009 No 1. 2. 3. 4. 5. Jenis Sekolah Taman Kanak-kanak Sekolah Dasar SLTP SLTA Ibtidaiyah Jumlah Jumlah Sekolah 41 57 11 15 1 125 Jumlah Siswa 4.482 19.817 7.150 8.847 62 40.358 Jumlah Guru 276 903 449 703 17 2.048 Sumber: Monografi Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2009 Dari Tabel 4.6 diperoleh gambaran bahwa jumlah sekolah mulai dari taman kanak-kanak sampai jenjang SLTA telah tersedia dengan cukup memadai. Jumlah sekolah 125 buah yang terdiri atas 41 TK yang mampu menampung jumlah siswa 4.482 orang dengan jumlah guru 276 orang. sekolah dasar berjumlah 57 buah dengan menampung 19.817 siswa yang diasuh oleh 903 orang guru. Jenjang SLTP berjumlah 11 buah dengan 7.150 siswa dan 449 orang guru, sedangkan tingkat SLTA dan Ibtidaiyah berjumlah 16 buah dengan menampung 8.909 siswa yang diasuh oleh 720 guru. Kondisi di atas mencerminkan bahwa penduduk di Kecamatan Denpasar Selatan sudah cukup maju. Hal ini dapat dilihat dari jumlah murid yang dapat ditampung apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk usia sekolah (5 – 19 tahun), yaitu 38.843 orang dibandingkan dengan jumlah siswa yang bersekolah di Kecamatan Denpasar Selatan berjumlah 40.358 siswa. Hal ini dapat dipahami bahwa ada sebagian siswa yang bersekolah di Kecamatan Denpasar Selatan berasal dari wilayah lain. 61 4.2.3 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian Sampai akhir tahun 2009 jumlah penduduk Kecamatan Denpasar Selatan tercatat 186. 330 jiwa, yang terdiri 94. 155 jiwa laki-laki dan 92. 175 jiwa perempuan dengan kepadatan 3.890 jiwa/km2 (BPS Kota Denpasar, 2009). Tabel 4.7 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian Utama di Kecamatan Denpasar Selatan No. Sumber Mata Pencaharian Utama Jumlah Jiwa 1. Pertanian 688 2. Peterna.kan 1.279 3. Perikanan 1048 4. Perdagangan 6.631 5. Industri 2.755 6. Pertambangan / Penggalian 7. Listrik dan Air Minum 8. Angkutan dan Komunikasi 1.762 9. Perbankan dan Lembaga Keuangan 1.081 10. Pemerintahan / Jasa-jasa 11. Lainnya 25 227 10.350 6.682 Jumlah 32.504 Sumber: Kepala Penyuluhan Cabang Dinas Pertanian Kecamatan Denpasar Selatan, 2009 62 4.3 Gambaran Umum Pedagang Kecil Jenis usaha yang dilakukan oleh pedagang kecil di Kecamatan Denpasar Selatan beraneka ragam. Dari hasil observasi ditemukan bermacam usaha yang dilakukan, yaitu pedagang makanan dan minuman, pedagang pakaian/kain, pedagang buah-buahan, pedagang alat-alat rumah tangga, pedagang perlengkapan upacara, pedagang sembako, pedagang hasil bumi, pedagang mainan anank-anak, pedagang cendera mata. Dalam analisis penelitian ini jenis usaha yang diteliti adalah pedagang yang melakukan usaha dagangnya dengan membuka warung/toko kelontong yang menjual barang yang kebanyakan sama jenisnya dengan Minimarket Circle K. Dari hasil observasi diketahui bahwa kebanyakan pedagang kelontong menjual item barang lebih sedikit, yang terdiri atas barang kebutuhan sehari-hari, tidak hanya menjual barang-barang camilan, minuman, tetapi juga ditemukan toko yang menjual sembako, minyak tanah, dan berbagai sayuran. Ada kesan bahwa pedagang kecil kumuh dan tidak menjaga kebersihan. Pengaturan barang belum tertata dengan rapi. Penyebab hal ini adalah tempat berusaha rata-rata kecil sehingga barang-barang bertumpuk atau kurang rapi. Kondisi ini membuat konsumen kesulitan mencari barang yang akan dibeli, seperti tampak pada gambar di bawah ini. Adanya tampilan perform pedagang tradisional (kecil) seperti di atas berakibat pada sikap dan perilaku konsumen beraralih ke toko modern (Circle K). 63 Gambar 4.2 Toko Kelontong Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2011 Pedagang toko kelontong yang termasuk dalam usaha mikro mengalami berbagai permasalahan, yaitu masalah kelemahan aspek manajerial, kendala keuangan (modal), dan pemasaran produk. Kelemahan manajerial yang paling tampak adalah kemampuan untuk mengelola karena tidak memiliki catatan-catatan yang mendetail mengenai jumlah barang, stok barang, termasuk tidak mengadakan pembukuan secara baik, yang biasanya terwujud dalam bentuk laporan rugi/laba. Kelemahan manajerial ini berimbas pada masalah permodalan karena laporan keuangan merupakan salah satu syarat yang penting di dalam pengajuan kredit. Di bidang pemasaran pedagang kecil tidak agresif. Pedagang kecil bersifat menunggu konsumen. Hal ini diakui oleh pedagang bahwa mereka tidak melakukan 64 promosi/iklan, seperti pengakuan yang diberikan oleh, Wayan Aryani yang diwawancarai tentang kegiatan promosi diungkapkan seperti berikut. “ Selama ini dia tidak pernah melakukan promosi dalam bentuk iklan, publisitas karena kalau toko kecil promosi, maka kebayakan biaya yang dikeluarkan, tetapi yang dilakukan terbatas pada promosi yang diberikan oleh agen melalui penempelan reklame di depan toko. Permodalan yang dipergunakan berasal dari tabungan sendiri dan pinjaman dari lembaga lain, seperti koperasi, LPD, dan bank” (wawancara 20 September 2011). Di Kecamatan Denpasar Selatan kelompok pedagang ini tersebar hampir di seluruh wilayah dalam bentuk pedagang-pedagang yang berada di pasar desa yaitu pasar yang dibangun dan dikelola oleh pihak desa. Tempat usaha berupa toko, kios, los, tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat dengan usaha skala kecil dan modal kecil, yang biasanya transaksi barang dagangan dengan tawar menawar. Pasar-pasar tradisional, yaitu pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah daerah, swasta, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah termasuk kerja sama dengan swasta. Tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil, dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar-menawar (Pasal 1 Perwali No. 9, Tahun 2009). Sebagai usaha, masih melekat kesan kumuh dan tidak teratur pada pasar tradisional. Penjual biasanya menempatkan barang dagangannya begitu rupa di lapak-lapak. Barang yang dijual kebanyakan untuk kebutuhan sehari-hari, yaitu sembako, sayuran, buah-buahan, dan barang konsumsi lainnya, seperti tampak dalam gambar berikut ini. 65 Gambar 4.3 Pasar Tradisional Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2012 Adapun daerah yang memiliki pasar desa adalah Kelurahan Sanur, Kelurahan Sesetan, dan Kelurahan Pedungan. Jumlah masyarakat yang menekuni perdagangan khususnya yang berdagang telah memiliki/menyewa toko sebagai tempat usaha dapat dilihat pada tabel berikut. 66 Tabel 4.8 Tempat Pemasaran Pedagang Kecil sebagai Tempat Usaha di Kecamatan Denpasar Selatan No Desa/Kelurahan 1. Pemogan 4 195 199 2. Pedungan 4 264 268 3. Sesetan 3 251 254 4. Serangan 1 119 120 5. Sidakarya 2 138 140 6. Panjer 1 377 378 7. Renon 2 27 29 8. Sanur Kauh 1 248 249 9. Sanur 1 525 526 10. Sanur Kaja 1 102 103 20 2.246 2.266 Jumlah Pasar Umum Pertokoan Jumlah Sumber : Monografi Kecamatan Denpasar Selatan, 2009 Bila dilihat dari penduduk yang menggantungkan diri dari berdagang, diperoleh jumlah masyarakat yang berdagang cukup tinggi. Mata pencaharian berdagang digeliti oleh masyarakat pribumi dan masyarakat pendatang. Jumlah pendatang pada tahun 2008 adalah 3.656 jiwa, sedangkan penduduk yang pindah berjumlah 1.748 jiwa. Kondisi ini masih berlangsung pada tahun 2009, yaitu jumlah pendatang 3.574 jiwa, sedangkan yang pindah berjumlah 1.047 jiwa. Dari beberapa hasil penelitian diperoleh bahwa penduduk yang melakukan migrasi kebayakan berusia muda, yaitu di bawah 45 tahun (Pariartha, 1998: 76). Dalam observasi secara 67 keseluruhan diperoleh rentang umur yang berada dalam usia produktif, yaitu 17 tahun sampai dengan 65 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usia produktif banyak berkecimpung menjadi pedagang kecil. 4.5 Gambaran Umum Minimarket Circle K Circle K di Bali telah mulai beroperasi pada tahun 1996 dan merupakan ritel yang mengalami kemajuan cukup pesat. Circle K ini mempunyai daya tarik penjualan yang unik, yaitu kenyamanan yang ditawarkan kepada pembeli dengan buka non–stop. Hal ini berpengaruh pada jam buka dan lokasi toko. Harganya berada di atas harga rata-rata dan jenis barangnya terbatas, transaksi pembeliannya kecil, tetapi frekuensi pembeliannya tinggi. Circle K termasuk ritel yang aktif mengadakan ekspansi, dengan membuka gerai baru. Ritel adalah suatu bentuk usaha yang menjual barang dan jasa kepada konsumen. Ritel juga merupakan bentuk usaha yang memberikan nilai tambah kepada produk atau jasa yang dijual kepada konsumen. Usaha ritel ini termasuk Consumer Goods Retailer, yaitu retailer yang menjual kebutuhan pokok dan seharihari kepada konsumen atau yang dikenal juga dengan FMCG (Fast Moving Consumers Goods). Dalam beberapa buku yang ada, consumer goods retailer ini sering juga disebut “Food Retailer”. Menurut Sugiarta (2011 :4) macam dan bentuk usaha ritel, bisa dilihat dari beberapa sudut pandang, seperti di bawah ini. 1. Usaha Ritel yang berbasis Toko dan Tidak 68 a. Usaha ritel yang berbasis toko memungkinkan konsumen mengunjungi secara langsung toko yang menjual produk yang dibutuhkan. Artinya, ada wujud fisik tokonya. b. Usaha ritel yang tak berbasis toko, yaitu usaha ritel yang menjual produk tanpa adanya toko yang secara spesifik bisa dikunjungi setiap saat oleh konsumen. Misalnya, belanja on line via internet 2. Kepemilikan Usaha Ritel (Types of Ownership) a. Toko individu, usaha ritel yang dimiliki oleh individu yang dikelola secara mandiri oleh si pemilik. Jenis toko ini sangat banyak termasuk toko kelontong b. Toko ritel jaringan, tipe usaha ritel yang dikelola oleh sebuah perusahaan secara professional dengan begitu banyak aneka ragam produk, strategi harga dan promosi yang menarik, serta pelayanan yang baik. Toko ritel jaringan ini bisa mengoperasikan sampai ribuan toko. c. Toko waralaba (Franchise Store), tipe usaha ritel yang dimiliki oleh individu atau jaringan melalui perjanjian waralaba antara pemilik usaha waralaba dan pembeli hak waralaba untuk satu atau beberapa toko dengan menggunakan merek dagang dan sistem dari pemilik waralaba dalam jangka waktu yang disepakati. Salah satu dari jenis ini adalah Minimarket Circle K 3. Jenis Produk Berdasarkan jenis produk yang dijual, usaha ritel dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, seperti di bawah ini. 69 a. Consumers Goods Retailer, yaitu retailer yang menjual kebutuhan pokok dan sehari-hari kepada konsumen atau yang dikenal juga dengan FMCG (Fast Moving Consumers Goods) Retailer. Retailer ini memiliki beberapa tipe, dilihat dari sisi luas ruangan yang digunakan dan jumlah varian barang yang dijual serta layanan yang diberikan. - Hypermarket (luas area penjualan sekitar > 5.000 m2 - Supermarket (luas area penjualan sekitar 400 s.d. 5.000 m2 - Minimarket (luas area penjualan sekitar 100 s.d. 400 m2 - Convinience (luas area penjualan sekitar 100 s.d. 200 m2 b. General Merchandise Retailer, jenis usaha ritel yang menyediakan produk-produk yang bersifat umum dan kebanyakan bukan kebutuhan pokok yang dikonsumsi sehari-hari. Salah satu yang sangat populer adalah Departement Store yang menjual produk pakaian/fashion, misalnya Matahari. c. Service Retailer, ritel yang menitikberatkan penjualan produk berupa jasa, seperti jasa penjualan tiket pesawat, jasa angkutan travel, restoran. Menurut Peraturan Wali Kota Denpasar dalam pasal 3 tahun 2009, berdasarkan luas lantai penjualan toko modern adalah sebagai berikut. 1. Minimarket kurang dari 400 m2 (empat ratus meter persegi) 2. Supermarket, toko serba ada, swalayan 400 m2 (empat ratus meter persegi) sampai dengan 5.000 m2 (lima ribu meter persegi) 3. Hypermarket di atas 5.000 m2 (lima ribu meter persegi) 70 4. Departement store dan mall di atas 400 m2 (empat ratus meter persegi) 5. Perkulakan di atas 5.000 m2 (lima ribu meter persegi). Perkembangan bisnis retail consumer goods di Indonesia di samping mempunyai sisi negative, yaitu mengancam pedagang kecil karena kalah bersaing juga memiliki sisi positif bagi perekonomian, di mana konsumen mempunyai pilihan atau alternatif tempat berbelanja sesuai dengan kebutuhannya. Di samping itu, menjadi salah satu sektor penting dalam penyerapan tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran. Sisi positif lainnya adalah perkembangan bisnis ini memicu terjadinya perubahan regulasi, baik di tingkat nasional maupun di daerah. Pemerintah memandang perlu mengeluarkan kebijakan untuk melindungi pasar tradisional akibat pesatnya pertumbuhan industri retail consumer goods ini. Melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 53/M-DAG/PER/12/2008, telah diatur penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan pasar modern yang berisi beberapa kebijakan. Dalam pasal 2 menyangkut pendirian pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern disebutkan sebagai berikut: (1) Lokasi untuk pendirian pasar tradiosional, pusat perbelanjaan, dan toko modern wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, termasuk peraturan zonasinya. (2) Kabupaten/kota yang belum memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota tidak diperbolehkan memberikan izin lokasi untuk membangun pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern 71 Sebaliknya, yang menyangkut pembinaan dan pengawasan terdapat pada pasal 18 Permendag No 53/M-DAG/PER/12/2008 yang berisi hal-hal berikut. (1) Menteri menetapkan kebijakan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern (2) Menteri menugasi Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri untuk mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan evaluasi terhadap pengelolaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern dilakukan oleh bupati/walikota atau gubernur untuk Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Adapun keberadaan dan penyebaran toko modern di Kota Denpasar dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.9 Penyebaran Toko Modern di Kota Denpasar No Wilayah Kecamatan Minimarket Supermarket Hypermarket Jumlah 1. Denpasar Selatan 121 10 2 133 2. Denpasar Barat 64 16 - 80 3. Denpasar Timur 38 1 - 39 4. Denpasar Utara 48 12 - 60 271 39 2 312 Jumlah Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar, 2011 72 Di Denpasar ada 271 minimarket yang tersebar di empat kecamatan. Minimarket yang menduduki sepuluh besar ditinjau dari jumlah outlet yang dimiliki adalah sebagai berikut. Tabel 4.10 Sepuluh Besar Jumlah Minimarket di Kota Denpasar No. Nama Minimarket Jumlah 1. Circle K 48 2. Indomaret 33 3. Alfamart 21 4. Lotus Mart 9 5. Alfa Midi 8 6. Alfa Express 8 7. Mini Mart 6 8. Petto Mart 3 9. Cahaya Minimarket 3 Inti Mart 2 10. Sumber : Dinas Perijinan Kota Denpasar, 2011 Dari tabel di atas, diketahui bahwa jumlah Minimarket Circle K di Kecamatan Denpasar Selatan paling banyak, yaitu 48 buah yang disusul oleh Indomaret 33 buah, dan Alfamart 21 buah. Circle K paling banyak tersebar di Kecamatan Denpasar Selatan karena daerah ini merupakan daerah yang dari segi tempat sangat strategis sebagai pusat pengembangan ekonomi dan pariwisata Bali. Misalnya, ada jalur Denpasar menuju daerah Kuta sebagai sebagai daerah tujuan wisata, Bandara Ngurah Rai sebagai bandara internasional, daerah Nusa Dua, dan 73 Kawasan Sanur. Kegiatan pariwisata adalah kegiatan yang beroperasi hampir 24 jam. Hal ini menyebabkan kebutuhan para pekerja, pelancong akan bisa terpenuhi dengan hadirnya Circle K. Pada malam hari pedagang kecil, toko kelontong sudah tutup. Dari demografi diketahui bahwa Kecamatan Denpasar Selatan pada tahun 2008 memiliki penduduk 180.350 jiwa. Jumlah penduduk yang besar merupakan pangsa pasar yang sangat potensial. Minimarket Circle K memiliki symbol, yaitu huruf K di dalam lingkaran, seperti tampak di bawah ini. Gambar 4.4 Simbol Minimarket Circle K Sumber : http://www.franchise-circlek.com/site/photo-galler Visi dan Misi Circle K 1. Visi Circle K Untuk menjadi pemimpin pasar convenience store di Indonesia dengan mengutamakan kepuasan pelanggan dan pengembangan jaringan yang didukung oleh sistem dan organisasi yang tangguh. 2. Misi Cirle K 74 Menciptakan pengalaman berbelanja yang menyenangkan melalui pemilihan barang dan kegiatan promosi yang kreatif serta menciptakan lingkungan berbelanja yang aman dan nyaman. Selain itu, Circle K juga secara terus-menerus menambah jaringan toko melalui metode yang terstruktur dan menggali semua potensi yang mungkin untuk menjamin pertumbuhan yang sehat. Secara internal Circle K menciptakan proses kerja yang terintegrasi di antara fungsi-fungsi di dalam organisasi dan secara terusmenerus meningkatkan kemampuan (kapabilitas) sumber daya manusia. Hal yang membedakan Circle K dengan convenience store yang lain ada tiga aspek, yaitu sebagai berikut. 1. Lama waktu operasional. Circle K memiliki komitmen untuk memberikan layanan selama 24 jam sehari selama 7 hari dalam seminggu. 2. Jenis barang yang tersedia Store Circle K tergolong convinience store yang memfokuskan diri kepada penyediaan dan penjualan barang-barang makanan dan minuman untuk dikonsumsi segera (immediate consumption) dan menjual sedikit barang kelontong (groceries) 3. Kepuasan pelanggan. Konsep layanan Circle K adalah untuk memaksimalkan kepuasan pelanggan dengan menekankan kepada kecepatan pelayanan, kebersihan dan kerapian store, keramahan karyawan, dan suasana store yang menyenangkan. Hubungan usaha (persyaratan ) Circle K ada tiga, yaitu seperti di bawah ini. 1. Franchise: persyaratan sejumlah uang tertentu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. 75 2. New Share: hasil keuntungan bersih dibagi dua antara pemilik tempat usaha dan pihak Circle K 3. Kontrak: perusahaan tetap milik Circle K karena semua modal dan biaya dikeluarkan oleh Circle K. Keberadaan Minimaket Circle K di Kota Denpasar adalah paling banyak dan penyebaran wilayahnya dapat dilihat pada tabel 4.11 di bawah ini. Tabel 4.11 Penyebaran Lokasi Minimarket Circle K di Kota Denpasar No 1. 2. 3. 4. Wilayah Kecamatan Kecamatan Denpasar Selatan Kecamatan Denpasar Barat Kecamatan Denpasar Timur Kecamatan Denpasar Utara Jumlah Jumlah 19 14 6 9 48 Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar, 2011 Dari total 19 Minimarket Circle K yang tersebar di Kecamatan Denpasar Selatan, 8 buah berada di wilayah Kelurahan/ Desa Sanur. Ini dapat dipahami karena sasaran pemasaran Circle K selain para pekerja, mahasiswa, juga wisatawan, baik mancanegara maupun domestik. Berdasarkan hasil pengamatan malahan ada satu Minimarket Circle K, yaitu CK 81 yang beralamat di Jalan Pantai Sindhu, berada di pinggir pantai di kompleks hotel, yang memiliki pangsa pasar hampir 70% wisatawan yang sedang menikmati liburan dan yang tetap menginap di sekitar kawasan tersebut. Sebaliknya toko kelontong sebagai pesaingnya hampir tidak ada. Hal ini dipicu karena sewa toko tidak terjangkau oleh pedagang kecil. Lokasi yang kedua adalah di Kelurahan Panjer dengan jumlah empat CK. Seperti diketahui bahwa Kelurahan Panjer dikenal dengan banyaknya sekolah, perguruan tinggi, dan 76 usaha lainnya serta didukung oleh jumlah penduduknya yang cukup padat, yaitu 24.858 jiwa. Adapun lokasi Minimarket Circle K di Kecamatan Denpasar Selatan tersebar sebagai berikut. Tabel 4.12 Lokasi Minimarket Circle K di Kecamatan Denpasar Selatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Lokasi Toko (SKTU) (1) Jl. Danau Buyan, Link. Taman Kel. Sanur Kompleks Pertokoan Sanur Arcade, Jl. Danau Tamblingan Sanur Bali (CK 58) Jl. By Pass Ngurah Rai No.45 Sanur (Kopi Bali) (CK 108) Jl. Danau Tamblingan No. 67 Kel. Sanur (CK 81) Jl. Pantai Sindhu, Kel. Sanur (CK 81) Jl. By Pass I Gusti Ngurah Rai Kel. Sanur (Hotel Sanur Garden) (CK 125) Jl. Danau Toba No. 1 Sanur (CK 166) Jl. Danau Poso, Kel. Sanur Kauh (CK 61) Jl. Tukad Pakerisan No. 77A Kel. Panjer (CK 98) Jl. Waturenggong No.62 (CK 133) Jl. Tukad Yeh Aya, Panjer (CK 131) Jl .Waturenggong 159 (CK 104) Jl. Raya Sesetan No.310, Banjar Kaja, Kel. Sesetan (CK 117) Jl. Raya Sesetan No.161 Kel. Sesetan (CK 103) Jl.Teuku Umar No. 106 C, Kel. Pedungan Jl. Diponegoro, Kel. Pedungan (CK 117) Jl. Gunung Sari (Pemogan) CK 163 Jl. Pulau Bungin No.108, Desa Pemogan Jl. Letda Made Putra No.15, Renon (CK 161) Nama Toko (2) Danau Buyan (Franchise) Danau Tamblingan IUTM (3) Done,no.57/16/8046/DT/DP/2010 berlaku s.d 13/12/2015 - Kopi Bali (Franchise) - Danau Tamblingan 85 - Pantai Sindhu - Sanur Garden - Danau Toba - Danau Poso - Pakerisan Done,no:57/07/7106/DT/DP/2010 Berlaku s.d 11 Oktober 2015 - Waturenggong 62 (Franchise) Tukad Yeh Aya Waturenggong - Sesetan 310 Done,no:57/12/7358/DT/DP/2010 Berlaku s.d. 20 Oktober 2015 - Sesetan (Franchise) - Teuku Umar 106 (Franchise) Pesanggaran (Franchise) Done,no:57/11/1879/DT/DP/2010 Berlaku s.d. 20 Oktober 2015 - Gunung Sari - Pulau Bungin 108 - Letda Made Putra Done,no:57/16/8046/DT/DP/2010 Berlaku s.d 15 Nov 2016 Sumber : Dinas Perizinan Kota Denpasar, tahun 2010 77 Berdasarkan data di atas diketahui bahwa selain penyebaran Circle K terpusat di daerah Sanur. Hal ini terjadi karena Sanur sebagai daerah tujuan wisata dan aktivitasnya sangat padat baik siang maupun malam. Di samping itu, juga dapat dilihat bahwa dari delapan buah Circle K yang berlokasi di Sanur baru satu yang memiliki Izin Usaha Toko Modern (IUTM). Itu berarti bahwa hanya 12 persen, sedangkan untuk yang berada di Denpasar Selatan Circle K yang memiliki IUTM adalah lima buah. Itu berarti baru 26 persen. Kondisi ini sudah tentu sangat merugikan pemerintah. Pemerintah sulit melakukan pembinaan. “ Masalah pelanggaran berusaha dengan tidak mengantongi izin yaitu IUTM, diakuai oleh Bapak Nyoman Puja, S.H., Kepala Bidang Penegakan Perda Menurutnya bahwa banyak minimarket yang belum memiliki izin sudah berusaha. Termasuk Minimarket Circle K. Langkah yang telah diambil, yaitu dengan melakukan pembinaan supaya mengurus perlengkapan izin . Secara represif juga dilakukan penyegelan dan pembongkaran”(wawancara, 22 Juli 2011) 4.6 Profil Konsumen Pedagang Kecil dan Minimarket Circle K Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa karakteristik konsumen pedagang kecil dan Minimarket Circle K masing-masing mempunyai segmen. Para konsumen pedagang kecil kebanyakan terdiri atas ibu-ibu atau masyarakat umum yang berada pada golongan masyarakat bawah dan sebagian kecil berada pada tingkat menengah yang tidak terlalu terikat pada merek Sebaliknya, barang akan dibeli. konsumen minimarket adalah para pekerja, siswa, mahasiswa, dan orang kantoran sehingga digolongkan masyarakat menengah dan sebagian golongan atas. Konsumen ini dalam melakukan pembelian berorientasi pada merek barang. Kondisi ini bisa dipahami karena minimarket menjual barang-barang yang langsung bisa dipakai. 78 Gambar 4. 5 Profil Konsumen Minimarket Circle K Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2012 Penyebaran lokasi tempat usaha minimarket berada di jalan-jalan umum dan pusat keramaian. Keberadaan Minimarket Circle K di daerah objek wisata Desa Sanur memiliki segmentasi para pelancong, baik domestik maupun internasional. Konsep bisnis 24 jam, Circle K sudah mengawali dan menjadi pelopor bisnis convenience store di Indonesia. Brand Circle K begitu kuat menancap di benak konsumen berkat kualitas pelayanannya. Berbelanja pada malam hari terus mengalami peningkatan seiring dengan aktivitas ekonomi di Denpasar Selatan yang merupakan jalur padat menuju Kuta, Nusa Dua, Sanur, Bandara Ngurah Rai. Seperti yang diungkapkan oleh Agus Darmadi, seperti berikut. “Adanya minimarket circle k yang berlokasi di berbagai tempat yang strategis memudahkan untuk dapat berbelanja, khususnya di malam hari, karyawannya dalam memberikan pelayanan sangat baik. Adanya berbagai fasilitas dapat mengurangi kejenuhan sehingga merasa lebih nyaman “ (wawancara 12 Agustus 2012). 79 Ungkapan di atas didukung oleh beberapa konsumen sebagai responden yang diuraikannya sebagai berikut. Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap 30 orang konsumen Circle K tentang pelayanan dengan pertanyaan Apakah karyawan Circle K cepat dan tanggap dalam melayani konsumen diperoleh jawaban; 22 orang menjawab sangat puas (66%), 8 orang menjawab puas (34%) sedangkan alternatif jawaban cukup puas, kurang puas, dan tidak puas adalah 0. Kepemilikan pedagang kecil biasanya dilakukan secara perseorangan dan dioperasikan oleh pemiliknya. Orang ini bertanggung jawab atas keseluruhan harta kekayaan perusahaan dan mempunyai hak atas keseluruhan keuntungan hasil usaha. Namun, dia juga memiliki kewajiban yang tidak terbatas terhadap utang yang ditanggung oleh perusahaan apabila mengalami kerugian. Hal ini terjadi karena seluruh harta kekayaan pribadinya berada dalam status jaminan bagi usaha yang akan dijalankan. Secara individu perusahaan perseorangan memulai suatu usaha hanya untuk kebutuhan mereka sendiri, baik dalam mengatasi kondisi ekonomi (keperluan kebutuhan rumah tangga) maupun membantu dalam mengatasi masalah pengangguran. Mereka kemudian diminta secara resmi untuk mendaftarkan diri pada lembaga resmi (Departemen Prindustrian dan Perdagangan) untuk memeroleh pembinaan. Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20, Tahun 2008, yaitu pasal 3 dinyatakan usaha mikro, kecil, dan menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. 80 Prinsip pemberdayaan usaha mikro,kecil, dan menengah adalah sebagai berikut. a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan usaha mikro kecil, dan menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai denganb konpetensi usaha mikro, kecil, menengah d. Peningkatan daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu (Pasal 4, UU RI Nomor 20, Tahun 2008). Dari isi pasal 4 mengenai pemberdayaan ini diketahui bahwa sebenarnya pemerintah wajib mengembangkan usaha mikro yang di dalamnya termasuk pedagang kecil, toko kelontong, dan warung kelontong yang biasanya diusahakan oleh masyarakat setempat. Konsumen pedagang kecil kebanyakan adalah masyarakat sekitar dengan menyediakan barang-barang konsumsi dan kebutuhan lainnya. Pola pembelian biasanya dengan adanya tawar-menawar dengan pembayaran tunai dan kredit. Pada pedagang kecil masih dijumpai adanya pembelian kredit dengan membayar pada saat gajian atau mempunyai uang. Cara kredit ini tidak dijumpai pada pembelian di Minimarket Circle K. Profil konsumen pedagang kecil yang kebanyakan para ibu rumah tangga tampak pada gambar di bawah ini 81 Gambar 4.6 Profil Konsumen Pedagang Kecil (Toko Kelontong) Sumber : Adnyana, Agustus 2011 Tampak dalam gambar bahwa profil konsumen pedagang kecil/kelontong adalah seorang ibu rumah tangga yang sedang memilih Penempatan barang barang untuk dibeli. bercampur antara makanan dan di sebelahnya ada sabun dan obat nyamuk. Pengaturan barang tidak sesuai dengan fungsinya atau barang-barang bergantungan yang menghalangi konsumen untuk melihat barang lain secara jelas. 82 BAB V BENTUK MARGINALISASI PEDAGANG KECIL 1.1 Marginalisasi Ekonomi Industri ritel merupakan industri yang strategis dalam kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia. Digolongkan sebagai industri karena peritel mampu meningkatkan nilai produk dan jasa. Ritel menunjukkan upaya untuk memecah barang atau produk yang dihasilkan atau didistribusikan oleh produsen dalam jumlah besar dan massal agar dapat dikonsumsi oleh konsumen akhir dalam jumlah kecil sesuai dengan kebutuhannya. Dalam konteks global, potensi pasar ritel Indonesia tergolong cukup besar. Industri ritel memiliki kontribusi terbesar kedua terhadap pembentukan Gross Domestic Product (GDP) setelah industri pengolahan. Selain itu, dilihat dari sisi pengeluaran, GDP yang ditopang oleh pola konsumsi juga memiliki hubungan erat dengan industri ritel. Hal inilah yang diyakini menjadi daya dorong pemulihan pertumbuhan ekonomi Indonesia pascakrisis tahun 1998. Selain itu, industri ritel pun memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia khususnya masyarakat Indonesia. Industri ritel menempatkan diri sebagai industri kedua tertinggi dalam penyerapan tenaga kerja Indonesia setelah industri pertanian. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak orang menggantungkan hidupnya pada industri ritel. Kemudian sejak tahun 1998, peta industri ritel mengalami perubahan besar terutama setelah pemerintah melakukan liberalisasi. Liberalisasi ditandai dengan ditandatanganinya letter of intent dengan IMF yang memberikan peluang investasi 83 kepada pihak asing untuk masuk dalam industri ritel. Sejak saat itu pula, peritelperitel asing mulai berdatangan dan meramaikan industri ritel Indonesia. Peritel asing sangat aktif untuk melakukan investasi terutama dalam skala besar seperti hypermarket, minimarket, dan department store. Beberapa contoh adalah Continent, Carrefour, Hero, Circle K, Alfamart, Walmart, Yaohan, Lotus, Mark & Spencer, Sogo, Makro, Seven Eleven, dll. Berdasarkan data lembaga riset di bidang ekonomi AC Nielsen (2008), diketahui bahwa pertumbuhan ritel modern setiap tahun mencatat kisaran angka 10% hingga 30%. Hal ini ditunjukkan dengan ekspansi ritel modern sangat agresif hingga masuk ke wilayah permukiman rakyat. Ritel tradisional, baik yang berada di wilayah pedesaan maupun permukiman rakyat pun terkena imbas dengan berhadapan langsung dengan ritel modern tersebut. Persaingan di antara keduanya pun tidak terhindari. Tidak hanya itu, karena minimnya aturan zonasi dari pembangunan ritel modern tersebut, maka ritel-ritel tradisional yang berada di kota-kota besar pun terkena imbasnya. Persaingan head to head akibat menjamurnya ritel modern membawa dampak buruk terhadap keberadaan ritel tradisional. Salah satu dampak nyata dari kehadiran ritel modern di tengah-tengah ritel tradisional adalah berkurangnya pedagang kecil serta menurunnya omzet dari pedagang kecil tersebut. Faktor-faktor pemicu pertumbuhan ritel modern, baik dari segi perputaran uang, jumlah gerai, jumlah pemain maupun variasi format gerai berbagai fakto. Faktor-faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut. dipicu oleh 84 1. Pertumbuhan ekonomi, ditandai dengan meningkatnya pendapatan per kapita penduduk, arus investasi, baik asing maupun domestik, pertumbuhan lapangan pekerjaan, perputaran uang, dan lain-lain. 2. Besar populasi dan pertumbuhan jumlah penduduk, dengan jumlah populasi lebih dari 230 juta orang, Indonesia jelas merupakan pasar yang sangat menjanjikan. Perttumbuhan jumlah penduduk per tahun pun masih relatif besar (> 2%). 3. Perilaku belanja konsumen, adanya kecenderungan masyarakat pindah berbelanja dari ritel yang bersifat tradisional ke ritel modern 4. Kebijakan pemerintah, pemerintah memberikan kemudahan terhadap investasi asing ataupun lokal, termasuk industri ritel, bahkan peritel modern terkesan sangat leluasa untuk mengembangkan bisnis mereka sehingga sering kali mengundang protes dari peritel tradisional. 5. Tren industri, ritel modern trade merupakan suatu industry yang pertumbuhannya dipengaruhi dan memengaruhi industri terkait dengan yang lainnya. Misalnya, dengan industri properti, industri makanan dan minuman, dan lain-lain. 6. Tekonologi, berkembangnya teknologi informasi dan komputer memberikan andil terhadap pertumbuhan ritel modern. 7. Persaingan usaha, persaingan akan semakin tajam antara ritel tradisional dan ritel modern. 8. Masuknya para peritel asing dapat turut memicu pertumbuhan peritel modern (Sujana, 2012: 31). 85 Gencarnya pertumbuhan ritel modern yang dibangun dengan kurang memerhatikan aturan kebijakan pemerintah seperti membangun di dekat pasar tradisional atau jarak antara gerai ritel modern terlalu dekat (kurang dari 1 km). Kondisi ini berdampak terhadap persaingan yang pada akhirnya dimenangkan oleh pemilik modal dengan pengelolaan yang professional, seperti lokasi keberadaan minimarket cirle k yang berada di desa Sesetan yang letaknya berdekatan dengan pasar tradisional. Gambar 5.1 Minimarket Circle K Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2011 Keberadaan ritel modern menyebabkan pendapatan serta keuntungan yang diperoleh peritel tradisional menurun. Kenyamanan berbelanja yang ditawarkan ritel modern membuat konsumen lebih cendrung memilih berbelanja di ritel modern. Ritel tradisional dari waktu ke waktu tidak menunjukkan pertumbuhan 86 yang positif, bahkan ditemukan pertumbuhan ritel tradisional terus menurun dengan persentase 8% per tahun, sedangkan pertumbuhan ritel modern kian meningkat, yaitu 31,4% per tahun. Permasalahan pun semakin bertambah seiring dengan perubahan pola masyarakat, yang mulai lebih suka berbelanja kepada industri ritel modern daripada ritel tradisional. Hal tersebut berdampak besar terhadap penjualan ritel tradisional. Berbagai upaya dilakukan oleh mereka seperti meminta perlindungan kepada pemerintah agar ritel modern tidak memakan konsumen mereka. Bahkan, tidak jarang di beberapa daerah dapat ditemukan ritel modern bahkan bersebelahan dengan ritel tradisional. Di sisi lain, perlindungan ini juga penting dilakukan mengingat sebagian besar pedagang dalam industri ritel merupakan pedagang kecil atau UKM yang perlu diberdayakan untuk mengurangi pengangguran. Pada tahun 2007 pemerintah mengeluarkan Perpres No. 112, Tahun 2007 yang mengatur ritel tradisional dan ritel modern khususnya yang terkait dengan zoning yang membatasi pembangunan pasar modern dan mereduksi dampaknya terhadap pasar tradisional. Di samping itu, dibahas pula mengenai jam buka, perizinan, sampai dengan masalah trading term (syarat perdagangan), yaitu syaratsyarat dalam perjanjian kerja sama antara pemasok dan toko modern/pengelola jaringan minimarket yang berhubungan dengan pemasokan produk-produk yang diperdagangkan. Permasalahan yang terjadi adalah sejauh mana aturan tersebut efektif diterapkan dan berdampak bagi pelaku usaha ritel. Tidak hanya itu, kemudian pada akhir tahun 2008 pemerintah mengeluarkan aturan pendukung dari Perpres, 87 112/2007, yaitu Permendag No. 53, Tahun 2008. Dalam aturan ini lebih terperinci lagi diatur mengenai masalah zoning serta trading term (syarat-syarat perdagangan) Namun, kemudian menjadi tidak ada artinya jika aturan-aturan tersebut tidak diikuti dengan aturan-aturan pelaksana di daerah. Sebagaimana tercantum dalam Perpres 112/2007 bahwa pemerintah daerah memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan industri ritel di daerahnya. Pemda memiliki wewenang terkait dengan masalah perizinan, zonasi, dan jam buka toko. Selain itu, beberapa waktu terakhir juga muncul isu mengenai rencana pemerintah untuk merumuskan undang-undang perdagangan sebagai ujung tombak pelaksanaan kegiatan perdagangan di Indonesia termasuk industri ritel di dalamnya. 1) Peraturan Presiden Nomor 112, Tahun 2007 Peraturan Presiden No. 112, Tahun 2007 dikeluarkan secara resmi. Beberapa isu utama yang mendorong dikeluarkannya peraturan perpasaran tersebut adalah sebagai berikut. 1.Ritel Tradisional vs Hipermarket Jarak antara ritel tradisional dan hipermarket yang saling berdekatan menjadi persoalan tersendiri. Meskipun hasil penelitian KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) memperlihatkan bahwa terdapat segmen pasar yang berbeda antara keduanya, lokasinya yang sangat berdekatan dengan ritel kecil/tradisional dapat menjadi permasalahan tersendiri. Di beberapa daerah tidak jarang ditemukan ritel modern, tradisional. 2. Ritel Tradisional vs Minimarket bahkan bersebelahan dengan ritel 88 Tumbuh pesatnya minimarket (yang dimiliki oleh pengelola jaringan) ke wilayah permukiman berdampak buruk bagi ritel tradisional yang telah ada di wilayah tersebut. Keberadaan minimarket menggeser toko-toko tradisional dan toko kecil lainnya yang termasuk dalam jenis UKM yang berada di wilayah permukiman. 3. Pemberdayaan ritel tradisional Ritel tradisional secara fisik sangat tertinggal. Inilah salah satu alasan mengapa konsumen lebih memilih untuk berpindah ke ritel modern. Kondisi ritel tradisional harus dibenahi dari segi kenyamanan, keamanan, dan kebersihan agar tidak kalah saing dengan ritel modern. Upaya pemerintah untuk membenahi ritel tradisional sangat diperlukan mengingat sampai saat ini pengelola ritel tradisional sebagian besar dipegang oleh pemda setempat. Dengan berbagai permasalahan yang ada sebelumnya diharapkan dapat mulai menemukan titik cerah setelah Perpres No. 112, Tahun 2007 ini dikeluarkan. Adapun arah kebijakan Perpres No. 112, Tahun 2007, yaitu seperti berikut a. Pemberdayaan ritel tradisional agar dapat tumbuh dan berkembang serasi, saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan b. Memberikan pedoman bagi penyelenggaraan ritel tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern c. Memberikan pedoman yang saling menguntungkan dalam hubungan antara pemasok barang dengan toko modern dalam hal-hal berikut. (a) Pengembangan kemitraan dengan usaha kecil sehingga tercipta tertib persaingan, 89 (b) Keseimbangan kepentingan produsen, pemasok, toko modern, dan konsumen. Secara prinsip bahwa Peraturan Presiden Nomor 112, Tahun 2007 berisi tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Pertimbangan mendasar terbitnya peraturan ini adalah sebagai berikut. 1. Pemberdayaan pasar atau ritel tradisional agar dapat tumbuh dan berkembang serasi, saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan dengan pasar atau ritel modern, baik skala kecil, menengah, maupun besar yang telah, sedang, dan semakin berkembang. 2. Penataan hubungan industrial dan perdagangan dari hulu ke hilir yang memenuhi norma-norma keadilan, saling menguntungkan dan tanpa tekanan, khususnya antara pemasok dan toko modern. Selain itu, juga pengembangan kemitraan dengan usaha kecil sehingga mendorong terciptanya tertib persaingan dan keseimbangan kepentingan produsen, pemasok, toko modern, dan konsumen (Sujana, 2012 : 48). 2) Keberadaan Perlakuan Hipermarket, Pusat Perbelanjaan, Supermarket dan Department Store terkait dengan Sistem Jaringan Jalan Dalam Perpres 112/2007, dinyatakan bahwa lokasi ritel modern diatur agar tidak berbenturan dengan ritel tradisional. Namun, aturan tersebut masih belum nyata karena aturan yang lebih detail mengenai lokasi tersebut diatur oleh pemerintah daerah. Adapun ritel modern yang diatur keberadaan lokasinya dalam perpres ini adalah sebagai berikut. 90 1) Pertokoan hanya boleh berlokasi pada atau akses sistem jaringan jalan arteri atau kolektor primer atau arteri sekunder. Toko adalah bangunan gedung dengan fungsi usaha yang digunakan untuk menjual barang yang terdiri atas hanya satu penjual. Sebaliknya, toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket, departement store, hypermarket ataupun grosir yang berbentuk perkulakan. 2) Hipermarket dan pusat perbelanjaan Hanya boleh berlokasi pada akses sistem jaringan jalan arteri atau kolektor, tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal atau lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan. Hypermarket adalah sebuah kombinasi antara toko yang menjual produk umum dan supermarket dengan total item sekitar 25.000 -- 50.000-an yang berada di area sekitar 5.000 -- 12.000 m2 (gross area). Barang yang dijual lebih banyak dengan harga yang lebih rendah. Pada umumnya barang yang dijual adalah produk makanan, produk elektronika, kebutuhan rumah tangga termasuk produk kesehatan dan kecantikan. 3) Supermarket dan Department Store Tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan, tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan . Departemen store merupakan jenis ritel yang menjual produk yang luas dan berbagai macam dengan menggunakan beberapa staf, seperti layanan pelanggan (customer service). 91 Pembelian biasanya dilakukan pada setiap bagian pada satu area. Setiap bagian diperlakukan sebagai pusat pembelian terpisah dengan segala aktivitas promosi, pelayanan, dan pengawasan. 4) Minimarket boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan. Minimarket adalah gerai dengan luas sekitar 100 -- 200 m2 yang umumnya berlokasi di kawasan yang padat atau jalan raya. Jumlah item yang dijual kurang dari 5.000 item dan memiliki maksimal dua orang kasir. Umumnya tipe ini menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari dalam jenis dan jumlah terbatas. Hal yang disayangkan dalam Perpres ini adalah aturan keberadaan minimarket yang tetap diperbolehkan berada dalam wilayah permukiman. Di samping itu, juga diperkuat dengan ketentuan jam buka yang hanya diberlakukan bagi hypermarket, department store, dan supermarket, tidak pada minimarket. Berdasarkan hal itu dikhawatirkan keberadaan toko tradisional di permukiman makin terpuruk. Perluasan usaha Minimarket Circle K menggunakan sistem waralaba. Salah satu cara dalam pengembangan unit usaha baru dengan bekerja sama dengan pihak lain yang memiliki modal secara ekonomi. Sehubungan dengan itu, perusahaan dapat dikembangkan sesuai dengan standardisasi perusahaan yang diwaralabakan, baik dalam lingkup satu negara maupun internasional. Bisnis waralaba di bidang ritel khususnya Minimarket Circle K berkembang sangat pesat di Denpasar Selatan. Ini dapat dilihat dari jumlah gerainya yang paling banyak, yaitu 19 buah. Bahkan untuk di Kota Denpasar berjumlah 48 buah. Konsep waralaba tidak semata hanya 92 Circle K, tetapi masih ada ritel-ritel yang lain sepert group Alfa dan Indomaret. Pengelolaan usaha Circle K di Denpasar sebagian besar dengan konsep waralaba. Akan ada juga yang bagi hasil serta dengan sistem kontrak yang dilakukan oleh pusat Circle K. Kriteria waralaba sesuai dengan pasal 3 Peraturan Pemerintah No.42, Tahun 2007 tentang Waralaba, Dalam pasal itu disebutkan bahwa pegembangan usaha dengan konsep waralaba harus memenuhi enam kriteria, seperti dijelaskan berikut. 1. Memiliki ciri khas usaha. Artinya, suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan usaha lain sejenis dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas dimaksud. Misalnya, sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari pemberi waralaba. Dalam penelitian ini Circle K memiliki ciri khas sendiri. Hal ini dapat dilihat dari branding (logo), lay out, tampilan outlet, desain interior, dan jenis barang yang dijual. Penyebaran minimarket circle k, tidak hanya terbatas pada lingkungan jalan besar, tetapi sudah masuk ke berbagai lingkungan bisnis. Tampak minimarket circle k yang berada di pantai Sindu, desa Sanur yang lokasinya tepat berada di pinggir jalan setapak. Strategi yang dilakukan adalah berusaha mendekati konsumen, baik para pelancong domestik maupun mancanegara. Seperti tampak pada gambar di bawah ini 93 Gambar 5. 2 Minimarket Circle K Pantai Sindu Sanur Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2011 2. Terbukti sudah memberikan keuntungan. Artinya, adalah menunjuk pada pengalaman pemberi waralaba yang telah dimiliki kurang lebih lima tahun. Selain itu, telah mempunyai kiat-kiat bisnis untuk mengatasi masalah-masalah dalam perjalanan usahanya. Hal ini terbukti dengan masih bertahan dan berkembangnya usaha tersebut dengan menguntungkan. Dalam penelitian ini Circle K masuk ke Indonesia mulai tahun 1986 di Jalan Panglima Polim Raya oleh Yayasan Trisakti, Kemudia diambil alih oleh PT CIRCLEKA INDONESIA WASERBA pada tahun 1989. Itu berarti bahwa telah berkembang dalam kurun waktu yang lama ( sekitar 25 tahunan). Dari hasil wawancara dengan pengelola Circle K diketahui bahwa jumlah penjualan per hari rata-rata bergerak dari 6 juta sampai dengan 12 juta rupiah. 94 3. Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis. Hal ini dimaksudkan agar penerima waralaba/terwaralaba dapat melaksanakan usahanya dengan jelas dan sistematis. Dalam hal ini standar pelaksanaannya dapat berupa Standard Operating Prosudure (SOP) yang dimiliki usaha waralaba. 4. Mudah diajarkan dan diaplikasikan. Artinya, usaha waralaba tersebut mudah dilaksankan sehingga terwaralaba/ penerima waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan dalam usaha tersebut dapat melakukannya dengan baik sesuai dengan SOP, bimbingan, dan pendampingan pewaralaba. Terwaralaba Circle K telah dibimbing mulai dari riset lokasi penentuan tempat usaha, perekrutan karyawan termasuk pelatihannya, dan standar pengelolaannya. 5. Adanya dukungan yang berkesinambungan. Artinya, adanya dukungan dari pewaralaba kepada terwaralaba secara terus-menerus, seperti pelatihan, bimbingan operasional, promosi, manajemen, dan lainnya. Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki pewaralaba dalam mengelola usahanya, kemudian ditularkan kepada terwaralaba untuk diimplementasikan dalam usaha waralaba. Hal tersebut merupakan wujud bantuan dan dukungan dalam menjalankan usaha. Dalam penelitian ini Kantor Pusat Circle K secara terus- menerus memberikan dukungan. 6. Hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar. Artinya, usaha yang diwaralabakan harus didaftarkan berkaitan dengan usahanya, seperti merek, hak cipta, paten, dan rahasia dagang. 95 Dari sisi permodalan untuk pendirian sebuah Minimarket Circle K diperlukan dana berkisar dari 400 juta sampai dengan 1 miliar rupiah bergantung dari luasnya toko. 1.2 Marginalisasi Jaringan Bisnis Keberadaan pedagang kecil dalam menjalankan operasionalnya tidak mempunyai jaringan yang khusus karena pemasok barang biasanya menawarkan sendiri barangnya ke pedagang. Seandainya dicapai kata sepakat, maka barangnya dibeli. Kondisi ini bukanlah merupakan jaringan yang akan memasok setiap kebutuhan barang yang dijual secara kontinu karena tidak ada perjanjian secara tertulis. Ketepatan waktu kunjung dan ketersediaan barang tidak terjamin. Minimarket Circle K mempunyai jaringan yang sangat kuat untuk menyuplai barang-barang secara tepat dan cepat. Jaringan toko melalui metode yang terstruktur dan menggali semua potensi yang mungkin untuk menjamin pertumbuhan yang sehat. Menciptakan proses kerja yang terintegrasi di antara fungsi-fungsi dalam organisasi dan secara terus-menerus meningkatkan kapabilitas sumber daya manusia secara teratur. Untuk menjaga ketersediaan barang maka pihak Minimarket mengadakan kerja sama dengan supplier yang akan memasok produk-produknya. Ada barangbarang dikirim ke toko pusat yang selanjutnya baru didistribusikan ke setiap minimarket, tetapi ada juga langsung dibawa ke minimarket yang bersangkutan. Pemasok (supplie ) adalah merupakan salah satu bagian penting dalam mata rantai binis ritel. Keberadaannya sangat diperlukan dalam menunjang kelancaran usaha toko modern. Minimarket akan lebih banyak dapat menghemat waktu 96 dibandingkan dengan mencari, membeli, dan mengangkutnya sendiri. Dengan mempergunakan. Supplier datang sendiri menawarkan barangnya dengan harga yang relatif kompetitif. Hubungan ritel modern dengan supplier adalah hubungan kerja sama bisnis yang saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Minimarket membutuhkan barang yang cepat dengan harga yang bersaing, sedangkan supplier ingin agar barang dagangannya dibeli. Minimarket sebagai ritel modern yang berjaringan memiliki bagian pembelian secara terpusat yang selanjutnya didistribusikan ke setiap toko. Namun, ada pula barang-barang yang dipasok supplier hanya didaftarkan di kantor pusat menyangkut item produk dan kode supplier-nya. Sebaliknya untuk toko kelontong penawaran produk bisa dilakukan secara langsung kepada pemilik ritel atau petugas toko. Manajemen jaringan persediaan adalah suatu proses penyatuan bisnis dari pemakai akhir melalui para penyalur asli yang menyediakan produk, jasa, dan informasi untuk menambah nilai pelanggan. Ritel merupakan mata jaringan yang paling utama dalam jaringan persediaan karena ritel akan berinteraksi secara langsung dengan konsumen akhir ( Utami. 2010 : 164). Pedagang ritel bertanggung jawab menganalisis keinginan dan kebutuhan pelanggan sehingga apa yang menjadi kebutuhan akan tersedia pada saat di inginkannya. Sehubungan dengan itu, harus terbentuk suatu jaringan persediaan yang efisien. Hal itu penting karena minimal memiliki dua manfaat bagi pelanggan, yaitu (1) untuk memenuhi kepentingan dalam pemenuhan persediaan barang yang mempunyai sifat cepat habis dan (2) memenuhi kebutuhan pelanggan terhadap pemilihan barang dagangan sesuai dengan apa yang dinginkan pelanggan serta di 97 mana menginginkannya. Manfaat ini dirasakan pula pada penjualan yang lebih besar dan perputaran persediaan yang lebih tinggi. Jaringan bisnis antara pedagang kelontong dan penyalur biasanya langsung dengan sebuah kesepakatan antara kedua belah pihak. Toko kelontong yang kebanyakan milik keluarga atau biasa disebut dengan ritel tradisional sering berada pada posisi kekuasaan para pemasok yang lebih besar daripada mereka. Karena ketidakmampuan pedagang kecil sering tidak melakukan analisis keinginan dan kebutuhan pelanggan, tetapi biasanya menjual barang sesuai dengan pertimbangan kebiasaan, intuisi. Pada suatu saat hal ini bisa berdampak persediaan barang yang dibutuhkan tidak ada atau sebaliknya ada barang yang kedaluwarsa sehingga merugikan pedagang itu sendiri. Di samping itu, di pihak lain juga merugikan konsumen sehingga bisa menimbulkan kekurangpercayaan konsumen terhadap barang-barang yang dijual. Pada Minimarket Circle K yang melakukan pengelolaan/ menjual dan mengoperasionalkan adalah pihak manajemen Circle K. Hal ini sesuai dengan jenis usaha yang berbentuk waralaba. Dengan demikian menjadi tanggung jawab pemegang merek untuk mengoperasionalkan, mulai dari penentuan tempat usaha, pengelolaan, promosi, dan pengembangan pegawai. Pendirian minimarket, baik yang berdiri sendiri maupun yang terintegrasi dengan pusat perbelanjaan atau bangunan lain wajib memerhatikan: a. kepadatan penduduk; b. perkembangan pemukiman baru; c. aksebilitas wilayah (arus lalu lintas); d. dukungan ketersediaan infrastruktur; dan 98 e. keberadaan pasar tradisional dan warung/toko di wilayah sekitar yang lebih kecil dari minimarket tersebut (Ps. 5 Perwali No.9, Tahun 2009). Menurut Sujana (2012 :61), pemilihan dan penilaian lokasi minimarket harus memerhatikan beberapa faktor, yaitu sebagai berikut. 1. Lokasi Keputusan lokasi amat penting karena berkaitan dengan potensi penjualan dan keuntungan, daya saing, dan kesinambungan usaha. Kesalahan dalam keputusan penentuan lokasi bisa berakibat sangat fatal. Bisa berarti kegagalan investasi karena tingkat penjualan di bawah garis yang telah ditentukan sehingga keuntungan kotor tidak mampu menutup biaya operasional. 2. Pasar Sasaran Pasar sasaran adalah kelompok konsumen pada suatu wilayah/kawasan/lokasi tertentu yang disasar peritel untuk dilayani dan disediakan kebutuhannya. Untuk mengetahui potensi pasar sasaran dilihat dari karakteristik populasi, permukiman, perilaku belanja, dan karakteristik lingkungannya. Pendekatan pertama adalah potensi pasar. Pendekatan ini biasanya digunakan dalam memasuki suatu wilayah atau kawasan baru. Pendekatan kedua yaitu pendekatan kebutuhan operasi ritel adalah mempertimbangkan faktor-faktor operasional seperti faktor distribusi, kompetisi, promosi, dan pemasaran serta aspek legal. 3. Nilai penting aspek lahan ritel Lahan ritel adalah tempat aktual dari lokasi niaga yang digunakan untuk menggarap pasar sasaran. Kriteria penilaian lahan ritel, ini antara lain (a) 99 ketersediaannya, merujuk pada ada atau tidaknya tempat yang dapat digunakan; (b) kecocokan, merujuk pada kesesuaian karakteristik bangunan/ruang dengan usaha yang akan dijalankan; (c) keterjangkauan, adalah menyangkut kesesuaian nilai kompensasi penggunaan bangunan/ruang, serta (d) keberlangsungan, berkenaan dengan peluang eksistensi atau penggunaan bangunan/ruang dalam jangka waktu yang lama”. 4. Konsep caverage area Area di mana suatu toko ritel secara individual dapat menjangkau/melayani konsumennya. Untuk ukuran toko minimarket coverage area ini mencakup wilayah pada radius sejauh satu hingga dua km dengan toko minimarket yang bersangkutan sebagai titik pusat. Coverage area ini sangat penting keberadaannya bagi aktivitas iklan dan promosi toko. 5. Evaluasi lokasi niaga ritel (minimarket) Evaluasi atau penilaian lokasi merupakan bagian dari kegiatan studi kelayakan usaha. Kegiatan penilaian lokasi ini digunakan untuk mengukur nilai strategis dan kelayakan lokasi terkait dengan tempat usaha ritel modern/minimarket. Hal-hal yang prinsip menjadi penilaian lokasi minimarket, antara lain demografi, lalu lintas, dan aksebilitas, persaingan, karakteristik lahan ritel, karakteristik lokasi, dan lingkungan, faktor-faktor biaya. 100 Gambar 5.3 Penataan dan Jenis Barang pada Minimarket Circle K Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2012 Khusus Circle K, awalnya pemilihan lokasi selalu menyasar tipe lokasi yang termasuk dalam kriteria bisnis distrik, night life area, tourism area (kawasan wisata). Akan tetapi, dalam perkembangannya memasuki pasar permukiman atau resident area (Sugiarta, 2011 : 26). Circle K sangat terkenal dengan menawarkan produk-produk bermerek dan berkualitas dengan pelayanan yang cepat dan ramah ditambah dengan store yang bersih dan suasana yang menyenangkan. Circle K menciptakan pengalaman berbelanja yang sangat berbeda dengan konsep untuk diadaptasi di market lokal. Pelanggan merupakan salah satu kunci untuk kesuksesan Circle K di Denpasar Selatan. Menurut Direktur Operasi Circle K Indonesia, Gusti Lanang Ngurah Bisama didampingi Legal Manajer Circle K Bali, Kadek Nuartama, kepada sejumlah media di Denpasar, pemilik Circel K di Denpasar dan kabupaten lainnya di Bali mayoritas adalah warga lokal. Angkanya tidak kurang dari 80 persen, baik lewat waralaba maupun kerja sama. Ia mencontohkan bahwa saat ini di Denpasar 101 terdapat 48 unit toko. Circle K hanya memiliki 20 persen, sedangkan sisanya 39 unit milik warga lokal. 1.3 Marginalisasi Teknologi Marginalisasi di bidang tekonologi dapat diartikan bahwa pedagang kecil dalam mengelola usahanya masih jauh tertinggal dari minimarket. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan 20 orang pedagang diperoleh bahwa 70 % penggunaan teknologi hanya menggunakan mesin hitung/kalkulator. Pengaturan tata letak barang dagangan masih konvensional, artinya barang diletakkan begitu saja dengan tidak mengadakan pembagian tempat yang jelas sehingga konsumen sering mengalami hambatan pada saat memilih barang. Penerangan yang kurang serta bau apek dan panas merupakan pemandangan yang lazim kalau berbelanja di toko-toko kelontong. Pada Minimarket Circle K tata letak dan pencahayaan sangat serius diperhatikan. Peralatan teknologi yang sudah digunakan atau terakses adalah sebagai berikut. a. Air Conditioning : sehingga memberikan kenyamanan pada saat berbelanja. Dengan perasaan nyaman maka konsumen betah berada di dalam toko. Ini akan memberikan kesempatan untuk memilih produk-produk untuk dibeli. b. Internet: Wi-Fi bagi konsumen yang senang tinggal berlama-lama diberikan menggunakan internet secara gratis. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada konsumen diketahui bahwa faktor ini merupakan salah satu alasan yang kuat mengapa mereka berbelanja di Circle K. c. Kartu Kredit Visa dan Master Card, Kartu Debet, Flash dari BRI mempermudah konsumen untuk bertransaksi, karena tidak perlu lagi membawa 102 uang kontan tetapi cukup menggesek urusan selesai. Visa dan Master Card di Indonesia sangat luas digunakan. Ini tidak lepas dari komitmen setiap pihak yang menangani pemasaran, yaitu dengan mengimplementasikan programprogram marketing pada bank-bank penerbit kartu kredit. Di samping itu, investasi yang ditanamkan dalam bidang teknologi informasi cukup besar sehingga sangat membantu peningkatan pelayanan dan kemudahan bagi para pemegang kartu. d. Peralatan komputer untuk kasir dan peralatan pendukung lainnya, seperti kertas struk, pita printer, bak pengesat uang, stempel lunas, money detector digunakan untuk mendeteksi uang palsu. Selain itu juga tersedia kulkas, dispenser untuk pembuatan air hangat yang bisa digunakan untuk membuat coffe, mie instan. Gambar 5. 4 Mesin ATM pada Minimarket Circle K Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2012 103 Selain mesin ATM Minimarket Circle K juga bisa dengan teknik pembayaran menggunakan kartu kredit Visa yang telah mulai sejak diluncurkan pertama kali September 2010 lalu. Kini para pelanggan Circle K dapat menggunakannya untuk berbelanja di 300 gerai Circle K di seluruh Indonesia. Untuk transaksi pembelian di Circle K tidak dilayani pembayaran kredit, seperti apa yang sering terjadi pada cara pembayaran di toko kelontong. “Country Manager Indonesia Visa Ellyana Fuad mengatakan kerja sama antara Circle K dengan Visa ini diharapkan bisa menjadi jawaban dari harapan pelanggan untuk mendapatkan cara bayar yang cepat, nyaman, dan aman. Pelanggan tidak perlu membawa uang tunai banyak. Cukup dengan kartu visa mereka bisa menikmati transaksi belanja yang mudah dan nyaman. Sementara Operation Director Circle K Indonesia I Gusti Lanang Ngurah Bisama menegaskan penggunaan kartu visa diharapkan mampu meningkatkan kunjungan pelanggan ke Circle K sehingga belanja harian pelanggan lebih aman dan menyenangkan”(Jawa Post 21 Februari 2012). Dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh Circle K, seperti tersedianya tas untuk pengambilan barang, penempatan barang yang telah teratur dengan tata cahaya yang terang, sistem pembayaran, dan pelayanan dari karyawan yang ramah maka konsumen merasa dimanjakan. Hal yang paling banyak diminati dalam kaitan dengan teknologi adalah tersedianya iternet yang bebas sehingga konsumen bisa berlama-lama duduk di tempat yang telah disediakan. Seperti yang diungkapkan oleh Kadek Subadiasa, seperti berikut. “Berbelanja di minimarket circle k tempatnya sangat nyaman, mudah ditemukan dan buka sampai larut malam, sehingga pulang kerja malam hari bisa berbelanja. Walaupun harganya lebih mahal, saya tidakl keberatan karena fasilitas lengkap seperti tempat parker, etmpat duduk, dan pelayanannya baik” (wawancara, 15 Juli 2011) Pendapat di atas didukung oleh beberapa responden yag diwawancarai alasan mereka berbelanja sebagai berikut. 104 Alasan berbelanja di Circle K adalah 75% mengatakan bahwa berbelanja di Circle K adalah tempatnya yang nyaman terutama pada malam hari sepulang kerja, apalagi Circle K buka 24 jam penuh. Untuk akses kemudahan menemukan 70% mengatakan mudah untuk menemukan karena tempatnya dipinggir jalan raya memudahkan untuk mencarinya. Circle K sangat asik dipergunakan untuk nongkrong sambil internetan sama teman-teman. Barang yang dijual juga banyak dan lengkap, semuanya ada disini tempatnya juga nyaman” Nongkrong berlamalama di malam minggu tidak perlu khawatir di usir oleh pengelola toko. Menyangkut harga yang lebih tinggi dari harga biasanya hampir 90% konsumen sudah mengetahuinya dan tidak keberatan untuk membelinya, walaupun lebih mahal sedikit tidak masalah. Belanja di Circle K sering juga memberikan bonus jika membeli satu produk tertentu, dan tidak akan ditemukan kalau berbelanja di tokotoko kelontong. Fenomena di atas sesuai dengan pendapatnya Sugiarta (2011 :110). Bahwa desain area penjualan dan bagian muka sebuah toko, meliputi desain tampak muka, interior desain, desain penerangan, suara music dan suhu ruangan dan sarana komunikasi visual yang dimanfaatkan untuk memberikan gambar produk dan harga Pemanfaatan teknologi pada pedagang kecil (kelontong) tidaklah terlalu diperhatikan. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa alat yang digunakan sebagai alat bantu hitung-menghitung terbatas pada kalkulator dan tersedia di beberapa toko seperti kulkas untuk menjual minuman. Dengan tidak tersentuh oleh pengunaan komputer pedagang kecil sering tidak melakukan pencatatan secara sistematis, baik menyangkut keberadaan barang, stock barang, maupun yang menyangkut keuangan. 105 Data keuangan dalam bentuk laporan rugi/laba, neraca, kebanyakan tidak memilikinya. Kondisi ini membuat pedagang kecil sulit mendapatkan suntikan dana dari pihak perbankan. Hal itu terjadi karena untuk bisa mencari kredit di bank, biasanya pihak bank meminta laporan rugi/laba sebagai dasar penentuan jumlah kredit. Pedagang minimal harus sudah berusaha selama enam bulan dan pihak bank meminta jaminan bisa berupa tempat usaha atau barang tetap lainnya. Untuk pemenuhan modal ini selain dari tabungan juga ada dari pinjaman dari beberapa Lembaga Perkreditan Desa (LPD), koperasi setempat atau kalau ke perbankan mendapatkan jumlah yang maksimal Rp 20.000.000,00 yang berupa Kredit Usaha Rakyat. 1.4 Marginalisasi Pengelolaan dan Manajemen Pengelola jaringan minimarket adalah pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha bidang minimarket melalui satu kesatuan manajemen dan sistem pendistribusian barang ke outlet yang merupakan jaringannya. Sebaliknya pemasok adalah pelaku usaha yang secara teratur memasok barang kepada toko modern dengan tujuan untuk dijual kembali melalui kerja sama usaha. Minimarket Circle K dalam pengelolaannya telah menerapkan konsep manajemen modern yang tercantum dalam standar operasional. Di sana sudah diatur secara jelas tugas dan wewenang setiap bagian. Berdasarkan hasil wawancara kepada pengelola Circle K didapat penjelasan bahwa untuk modal usaha franchise senilai Rp 500 Juta, sedangkan untuk sewa tempat Rp15 Juta per tahun yang disewa dalam sepuluh tahun dengan pembayaran di muka sehingga mengeluarkan dana lagi Rp 150 juta. Untuk keuntungan barang 106 dan produk langsung dari perusahaan. Pembagiannya adalah 30% untuk pemilik modal dan 70% perusahaan. Jumlah karyawan setiap Circle K berbeda mulai dari lima orang sampai dengan tujuh orang atau lebih sesuai dengan besar/ luasnya dengan waktu kerja dibagi tiga ship. Pengaturan waktu kerja sesuai dengan standar operasional perusahaan Circle K, sebagai berikut. Shift I, yaitu pagi hari mulai pukul 7.00 -- 15.00 Shift II, yaitu sore mulai pukul 15.00 -- 23.00 Shift III, yaitu malam mulai pukul23.00 -- 07.00 Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan lima orang karyawan Circle K, yang tersebar di Kecamatan Denpasar Selatan diperoleh bahwa waktu kunjungan konsumen untuk berbelanja paling ramai adalah pada malam hari sampai dengan pukul 03.00 pagi, sedangkan hari yang paling ramai adalah Sabtu dan Minggu. Gaji karyawan dan supervisor adalah sebagai berikut: Gaji Supervisor terdiri atas; Gaji pokok Rp. 1.225.000,00 Transportasi Rp. 90.000,00 Kehadiran Rp. 69.000,00 Jabatan Rp. 100.000,00 Kendaraan Rp. 230.000,00 Total Rp. 1.714.000,00 Untuk karyawan perinciannya sebagai berikut; Gaji pokok Rp. 1.225.000,00 Kehadiran Rp. 63.000,00 107 Total Rp. 1.288.000,00 Untuk pedagang kecil kebanyakan pengelolaannya dilakukan oleh pemilik sendiri dibantu oleh keluarga. Pedagang yang telah berkembang dibantu oleh karyawan yang berkisar satu sampai dengan dua orang. Jam buka dari pagi sampai sore hari. Perbedaan karakteristik ritel modern dengan ritel tradisional terletak pada paradigma ritel tradisional dan ritel modern. Paradigma ritel tradisional merupakan pandangan yang menekankan pengelolaan ritel dengan menggunakan pendekatan konvensional dan tradisional. Melalui pendekatan dan paradigm konvensional dan tradisional, bisnis dikelola dengan cara-cara yang lebih menekankan pada hal yang bisa disiapkan oleh pengusaha, tetapi kurang berfokus pada bagaimana kebutuhan dan keinginan konsumen dipahami, bahkan dipenuhi. Paradigma ritel modern merupakan pandangan yang menekankan pengelolaan ritel dengan menggunakan pendekatan modern, yaitu konsep pengelolaan peritel lebih ditekankan dari sisi pandang pemenuhan kebutuhan konsumen yang menjadi pasar sasarannya ( Utami, 2010 : 8) Pola perilaku belanja pelanggan yang sedikit demi sedikit berubah perlu direspons secara aktif oleh peritel untuk dapat mempertahankan keberlanjutan usahanya dalam jangka panjang. Pelanggan sangat serius memerhatikan hal-hal yang terkait dengan nilai tambah terhadap kenyamanan dalam melakukan aktivitas berbelanja, mengingat berubahnya pandangan bahwa belanja merupakan aktivitas rekreasi, dan pemenuhan kebutuhan dalam satu lokasi. 108 Tabel 5.1 Perbedaan Paradigma Pengelolaan Ritel Tradisional dan Modern Paradigma Ritel Tradisional (1) Kurang memilih lokasi Tidak memperhitungkan potensi pembeli Paradigma Ritel Modern (2) Pemilihan lokasi sangat diperhatikan Potensi pembeli diprediksi dan terus dievaluasi Jenis barang dagangan tidak terarah Jenis barang dagangan terfokus dan disesuaikan dengan target pasar Tidak ada seleksi merek Seleksi merek dagangan ketat Kurang memerhatikan pemasok Ketat melakukan seleksi kepada pemasok Pencatatan penjualan sangat sederhana Penjualan dicatat dan dipelajari Keuntungan per produk tidak dievaluasi Keuntungan per produk dievaluasi untuk menetapkan strategi bauran ritel Melayani utang Penjualan dengan tunai atau kartu kredit Kurang memerhatikan efisiensi Sangat memerhatikan efisiensi Arus kas tidak terencana Arus kas sangat terencana Keuangan tercampur dengan keuangan Keuangan terpisah jelas dengan keluarga keuangan keluarga Pengembangan bisnis tidak terencana Pengembangan bisnis terencana Sumber : Utami, 2010 : 12 Perbedaan antara ritel modern dan ritel tradisional juga tampak pada karakteristiknya yang meliputi hal-hal berikut. 1. Open Display ( Pemajangan secara terbuka ) Barang bisa dipilih, dilihat, dipegang, dan dicoba sebelum memutuskan untuk membeli. Konsumen memiliki lebih banyak pilihan. 2. Fixed Price (Harga Tetap) Harga telah tertera pada setiap produk sehingga memberikan kepastian kepada konsumen sehingga dapat memperkirakan atau menyesuaikan anggaran belanja dengan tepat sebelum memutuskan untuk membeli. Harga tidak bisa ditawar-tawar seperti pada ritel tradisional. 109 3. Self Service (Swalayan) Konsumen diberikan kebebasan untuk memilih, mencoba, dan melihat-lihat selanjutnya mengambil sendiri barang-barang yang dibeli dengan memasukkan ke tas atau tempat lainnya yang sudah disediakan. Setelah itu membawa ke kasir untuk melakukan pembayaran ( Sujana. 2012 : 22) Untuk menjaga kontinuitas ketersediaan barang dan produk pada minimarket maka kerja sama dengan pemasok tetap dipentingkan. Hal itu dilakukan dengan tidak mengurangi prinsip-prinsip kebebasan berkontrak, syarat-syarat perdagangan antara pemasok dan toko modern harus jelas, wajar, berkeadilan, dan saling menguntungkan serta disepakati kedua belah pihak tanpa tekanan. Sesuai dengan pasal 7, ayat 2 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 53/MDAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisonal, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Dalam rangka mewujudkan prinsip-prinsip di atas maka wajib memenuhi pedoman berikut. a. Potongan harga reguler (reguler discount) berupa potongan harga yang diberikan oleh pemasok kepada toko modern pada setiap transaksi jual beli. Potongan harga reguler ini tidak berlaku bagi pemasok yang memberlakukan sistem harga netto yang dipublikasikan secara transparan ke semua toko modern dan disepakati toko modern b. Potongan harga tetap (fixed rabate) berupa potongan harga yang diberikan oleh pemasok kepada toko modern tanpa dikaitkan dengan target penjualan yang dilakukan secara periodik maksimum tiga bulan yang besarnya maksimum 1% 110 c. Jumlah, baik potongan harga reguler (reguler discount) maupun potongan harga tetap (fixed rebate) ditentukan berdasarkan persentase terhadap transaksi penjualan dari pemasok ke toko modern, baik pada saat transaksi maupun secara periodik d. Potongan harga khusus (conditional rebate) berupa potongan harga yang diberikan oleh pemasok apabila toko modern dapat mencapai atau melebihi target penjualan sesuai dengan perjanjian dagang dengan kriteria penjualan seperti di bawah ini. (1) Mencapai jumlah yang ditargetkan sesuai dengan perjanjian sebesar 100% mendapat harga potongan khusus paling banyak sebesar 1%. (2) Melebihi jumlah yang ditargetkan sebesar 101% sampai dengan 115%, maka kelebihannya mendapat potongan harga khusus 5%. (3) Melebihi jumlah yang ditargetkan di atas 115%, maka kelebihannya mendapat potongan harga khusus paling banyak sebesar 10%. e. Potongan harga promosi (promotion discount) diberikan oleh pemasok kepada toko modern dalam rangka kegiatan promosi, baik yang diadakan oleh pemasok maupun oleh toko modern, yang diberikan, baik kepada pelanggan maupun konsumen akhir dalam waktu yang dibatasi sesuai dengan kesepakatan antara toko modern dan pemasok f. Biaya promosi (promotion cost), yaitu biaya yang dibebankan kepada pemasok oleh toko modern sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak yang terdiri atas hal-hal berikut. 111 (1) Biaya promosi melalui media massa atau cetakan seperti brosur atau mailer, yang ditetapkan secara transparan dan wajar sesuai dengan tarif harga dari media dan biaya-biaya kreativitas lainnya (2) Biaya promosi pada toko setempat (in-store promotion) dikenakan hanya untuk area promosi di luar display/pajangan reguler toko, seperti floor display, gondola promosi, block selving, tempat kasir (check out counter), wing gondola, papan reklame di dalam dan di luar toko, dan tempat lain yang memang digunakan untuk tempat promosi (3) Biaya promosi yang dilakukan atas kerja sama dengan pemasok, untuk melakukan kegiatan untuk mempromosikan produk pemasok seperti sampling, demo produk, hadiah, games, dan lain-lain (4) Biaya yang dikurangkan atau dipotongkan atas aktivitas promosi dilakukan maksimal tiga bulan setelah acara berdasarkan konfirmasi kedua belah pihak. Biaya promosi yang belum terpakai harus dimanfaatkan untuk aktivitas promosi lainnya, baik pada periode yang bersangkutan maupun untuk periode berikutnya. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pengelolaan kelembagaan pedagang kecil umumnya ditangani sendiri oleh pemiliknya. Sistem pengelolaannya terdesentralisasi di mana setiap pedagang mengatur sistem bisnisnya masing-masing. Sebaliknya, Minimarket Circle K dikelola oleh profesional dengan pendekatan bisnis, sistem pengelolaan lebih terpusat yang memungkinkan pengelola induk dapat mengatur standar pengelolaan bisnisnya. Inilah perbedaan prinsip pengelolaan antara toko tradisional dan toko modern. 112 Dalam rangka memberikan pengalaman berbelanja yang mengesankan kepada pelanggan, perusahaan melakukan perubahan mind set (cara pandang) seluruh karyawan untuk selalu memberikan hasil yang terbaik untuk pelanggan. Hal ini dilakukan secara terus-menerus melalui meeting internal karyawan, meeting regional, sampai dengan meeting direksi. Direksi mendapat masukan dari komisaris International Franchise Director tentang hal apa yang harus dilakukan ke depan menghadapi perubahan brand platform. Karyawan Circle K yang berada di toko dinamakan Customer Service Representative merupakan ujung tombak yang secara langsung berhadapan dengan pelanggan. Untuk itu dibutuhkan seorang CSR yang memiliki jiwa pelayanan yang baik. Selain harus memberikan salam, seorang CSR harus pula dapat melayani pelanggan dengan posisi berdiri. Hal ini untuk memperlihatkan kepada pelanggan tentang kesiapan karyawan toko dalam menerima dan melayani yang datang dan akan berbelanja. Keramahan dan pelayanan yang baik merupakan kunci sukses dalam bisnis ritel. Untuk itu karyawan yang direkrut harus memiliki syarat tertentu, yakni usia maksimal 25 tahun, berpenampilan menarik, berpendidikan minimal SMA. Circle K juga menerima karyawan paruh waktu, yang bekerja sambil kuliah. Untuk pencapaian hal tersebut Circle K menyiapkan dukungan sistem untuk menunjang pelaksanaannya; 1. Store set Up Support Sejak awal franchisee akan membangun tokonya, Circle K telah menempatkan seorang manajer untuk membantu pemilik franchisee 113 menyusun rencana proyek, yaitu dari menyusun anggaran hingga jadwal kerja 2. Marketing and Merchandising Support Circle K membuat program-program promosi dan memberikan materialmaterial promosi yang diperlukan oleh franchisee. Selain itu, juga memberikan panduan pemajangan barang berupa planogram termasuk perubahan-perubahannya. 3. Grand Opening Support Circle K memberikan bimbingan/pendampingan selama masa pembukaan store sampai dengan hari ke -14 sesudah Circle K akan membantu franchisee membuat rencana grand opening, menyususn time table, serta memberikan segala material yang diperlukan yang berhubungan dengan program grand opening. 4. HR Development Support Sumber daya manusia juga menjadi hal penting dalam bisnis layanan 24 jam 365 hari. Itu sebabnya, Circle K juga mensyaratkan bahwa pelatihan pengembangan karyawan menjadi paket yang tidak bisa lepas dari kontrak franchisee. 5. System Support Setiap toko akan didukung dengan sistem proses order secara otomatis dari setiap toko ke gudang distribusi untuk menjamin pengadaan barang yang cepat dan efisien 6. Business Consultation Support 114 Franchise Business Consultant akan membantu dalam mengevaluasi performance store dan mengembangkan rencana kerja untuk mencapai target pertumbuhan bisnis convinience store 7. Financing Management Support dua tahun pertama program franchise, Circle K membantu mengelola keuangan dengan mengelola rekening franchise yang dikuasakan kepada Circle K untuk mengontrol uang penjualan, biaya-biaya, dan utang-utang yang terjadi. Circle K memberikan standar proses akunting dan cost control, baik dalam bentuk training maupun sofware yang dapat digunakan oleh franchise. 8. Monitoring Support Circle K melakukan pengawasan terhadap kualitas pelaksanaan operasional (monitoring) dan pemeliharaan image dengan mengunjungi store secara berkala. Pengawasan yang optimal harus mulai dari perencanaan program, selanjutnya pelaksanaan aktivitas perusahaan. Pelaksanaan monitoring dilakukan secara berkala, biasanya dari harian, mingguan dan bulanan. Berdasarkan hasil survey KPPU (Komisi Pengawasan Persaingan Usaha) di beberapa kota, model-model pengembangan kelembagaan pasar tradisional masih dilakukan dengan pola tidak jelas, cenderung menggunakan pendekatan birokrasi yang mengedepankan peran pemerintah di atas segalanya, sedangkan pedagang dan pasar hanya menjadi objek. Pola yang tersedia masih belum mendukung terjadinya pemberdayaan pasar tradisional demi membangun keunggulan bersaing dengan ritel modern (Jawa Post, 2011 :4). Kondisi di atas juga ditemukan pada pedagang kecil di Kecamatan Denpasar Selatan, yaitu dalam pengelolaannya masih lebih banyak mengandalkan 115 pengalaman dan intuisi dibandingkan dengan konsep-konsep manajemen mulai dari perencanaann, pengelolaan, dan pengawasan. Pedagang kecil di hadapan peritel modern cenderung tidak berdaya 1.5 Marginalisasi Sosial dan Politik Peminggiran di bidang sosial dan politik yang dirasakan oleh pedagang kecil di Kecamatan Denpasar Selatan dengan tumbuhnya minimarket adalah dalam hal pembinaan yang dilakukan oleh instansi terkait. “Berdasarkan hasil wawancara terhadap sepuluh orang pedagang toko kelontong/warung kelontong diperoleh jawaban terhadap pertanyaan apakah mereka dapat pembinaan secara berkala? Pedagang kecil mengatakan bahwa mereka tidak pernah diberikan pembinaan oleh instansi terkait mengenai sistem pengelolaan dan manajemen, pengelolaan keuangan dan pelaporan” (wawancara, 12 juli 2011) Tidak adanya pembinaan yang sistematis dan baik diakui oleh Kepala Seksi Pembinaan Usaha Kantor Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar, yaitu I G. A. L. Saraswat, S.S. Menurutnya pembinaan lebih difokuskan pada toko modern karena sekarang mengalami perkembangan yang pesat, sedangkan untuk pembinaan pedagang kecil tidak ada. Menurutnya untuk pembinaan pedagang kecil karena mereka terdaftar di desa/kelurahan, maka pembinaannya berada pada aparat desa/kelurahan” (wawancara, 20 Juli 2011). Setelah diadakan penelusuran di Kecamatan Denpasar Selatan, ternyata pembinaan pedagang kecil juga tidak ditemukan. Hal ini didukung oleh Kasi Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan Denpasar Selatan, yaitu I Ketut Listrik, 116 B.B.A. yang mengatakan bahwa tidak ada program pembinaan untuk pedagang kecil (wawancara, 2 Agustus 2011). Tumbuhnya minimarket yang tidak terkendali menyebabkan adanya dorongan dari Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendesak diberlakukannya moratorium minimarket, sebagai upaya memberikan perlindungan dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Rapat Badan Legislasi (Baleg) DPRD Bali telah membahas arah perda inisiatif dewan untuk UMKM dan Koperasi. Koordinator konsep Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan UMKM dan Koperasi, yaitu anggota Komisi II, Nyoman Sugawa Korry. Menurut Sugawa Korry saat ini minimarket begitu bebas, bahkan satu minimarket bisa mematikan usaha masyarakat tradisional di radius 500 meter di sekitar mereka (Radar Bali, 24 Agustus 2011). Gubernur Bali Made Mangku Pastika akhirnya juga merespons usulan DPRD Bali untuk segera melaksanakan moratorium minimarket di Bali, menyusul maraknya pertumbuhan minimarket di Bali (Radar Bali, 25 Agustus 2011). Kondisi di lapangan sangat berbeda, yaitu minimarket terus tumbuh dan banyak yang tidak memiliki izin. Untuk melegalkan usaha toko modern di Denpasar Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar memberikan deadline atau batas waktu kepada para pengusaha toko modern yang sudah terdaftar, tetapi belum berizin untuk melengkapi izinnya enam bulan ke depan. Jika selama batas waktu yang ditentukan sejak diberlakukannya SK para pengelola belum mengurus persyaratan yang sudah ditentukan, maka secara otomatis tokonya dinyatakan tidak bisa beroperasi lagi. Hal tersebut tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Wali Kota Denpasar No. 188.45/495/HK/2011, 9 September 2011 tentang Penataan Toko Modern. 117 Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemkot Denpasar, I. B. Rahoela, mengatakan pengelola yang telah memiliki izin lengkap akan diberikan izin permanen. Sebaliknya, kalau sudah ada itikad baik untuk mengurus segala perizinan dan persyaratan, tetapi masih ada beberapa persyaratan yang belum terpenuhi, maka akan diberikan izin sementara, yakni bisa beroperasi selama lima tahun, tetapi tidak bisa diperpanjang. 5.5.1 Marginalisasi Sosial Dalam menjalin hubungan sosial antara konsumen dan Circle K sehingga konsumen merasa mendapat pelayanan yang optimal, Circle K memiliki standar operasional. Dalam hal pelayanan pihak minimarket menerapkan yang dikenal dengan pelayanan wall service, yaitu sebagai berikut. 1. Welcoming sevice, yaitu dengan mengucapkan selamat pagi, siang, sore, atau malam dengan senyuman pada saat konsumen datang untuk berbelanja. 2. Offering service, yaitu karyawan menawarkan bantuan kepada pelanggan dengan senang hati dan senyuman. 3. Wrapping transaction, yaitu karyawan Circle K menawarkan produk promosi yang sedang berlangsung kepada para pelanggan sekaligus melayani pembayaran dengan memberikan struk belanja dan menyebutkan jumlah nominal uang. 4. Wonderful service, yaitu karyawan mengucapkan terima kasih dengan tulus kepada pelanggan sambil mencakupkan tangan sebagai salam. 118 Gambar 5. 5 Karyawan Bagian Kasir Minimarket Circle K Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2011 Dalam penelitian ini, model sosial pelayanan di atas tidak ditemukan pada pedagang kecil. Bentuk hubungan yang ditemukan pada pedagang kecil adalah adanya rasa kebersamaan karena antara pembeli dan penjual sering sudah kenalmengenal. Hal itu terjadi karena pembeli kebanyakan berasal dari lingkungan sekitar. Hubungan ini juga tampak adanya kegiatan tawar-menawar yang menunjukkan keakraban antara penjual dan pembeli. Sistem tawar menawar dalam transaksi jual beli menciptakan suatu komunikasi dan hubungan tersendiri antara pedagang dan pembeli yang tidak akan ditemukan di minimarket. Harga barang sudah ditetapkan sehingga tidak perlu lagi dikomunikasikan antara pedagang dan pembeli. Pedagang kecil yang banyak berjualan di pasar tradisional memiliki berbagai kelemahan yang sangat sulit diubah. Pasar tradisional identik dengan kondisi yang kumuh, kotor, dan bau sehingga memberikan atmosfer yang tidak nyaman dalam berbelanja. 119 Dalam Manajemen Minimarket (Sujana, 2012 : 38) dijelaskan bahwa fasilitas fisik mempunyai peran penting untuk memosisikan gerai ritel dalam benak konsumen. Contoh, sebuah peritel yang ingin memosisikan dirinya sebagai gerai berskala atas akan menggunakan penampilan yang mewah dan canggih untuk menarik minat konsumen untuk datang dan berbelanja. Fasilitas fisik dibagi menjadi tiga bagian, yaitu seperti di bawah ini. 1. Lokasi Para peritel modern berlomba-lomba untuk membangun gerai di lokasilokasi strategis. Minimarket memilih untuk membuka gerai di kawasankawasan perumahan yang padat penduduknya. Pemilihan lokasi yang tepat, yang sesuai dengan target pasar sangat memengaruhi kelangsungan usaha. Kesalahan dalam menentukan lokasi berakibat tidak tercapainya target laba. 2. Tata Letak Penataan gerai dirancang dan dibuat setelah lokasi gerai dipilih. Semuanya ini bertujuan untuk memudahkan dan memberikan kenyamanan bagi konsumen dalam berbelanja. 3. Desain Gerai Desain ini dibagi ke dalam dua bagian. Pertama, desain eksterior yang merupakan tampilan luar yang harus dapat menarik perhatian konsumen untuk masuk ke minimarket yang meliputi: penempatan pintu masuk, penerangan pada bagian luar, penempatan papan reklame, pengaturan jendela, dan dinding. Kedua, desain interior, yaitu tampilan dalam gerai, 120 meliputi ketinggian langit-langit, penerangan dalam gerai, pengaturan warna, dan temperatur dalam ruangan. Lingkungan yang nyaman dapat memengaruhi perilaku konsumen. Lingkungan fisik memengaruhi persepsi konsumen melalui mekanisme sensor penglihatan, pendengaran, penciuman, bahkan sentuhan. Pengelolaan lingkungan fisik sangat penting sehingga dapat memengaruhi perilaku, sikap, dan keyakinan konsumen ke arah yang diinginkan. Selanjutnya dijelaskan, persepsi keamanan merupakan faktor lain yang sebagian dikendalikan oleh lingkungan fisik. Lahan parkir yang luas, penerangan luar yang cukup, dan ruang terbuka menambah rasa aman bagi orang yang berbelanja. Kondisi ini sangat diperhatikan oleh Circle K. Penyediaan tempat parkir sehingga tidak mengganggu lalu lintas dan adanya penerangan yang cukup, baik di dalam maupun di luar toko. Menurut Minor ( 2001 : 133--140), persepsi keamanan merupakan faktor lain yang sebagian dikendalikan oleh lingkungan fisik terhadap persepsi dan perilaku konsumen, antara lain adalah sebagai berikut. 1. Pengaruh keadaan yang berdesakan. Keadaan berdesakan terjadi apabila seseorang melihat/merasa bahwa gerakannya tidak leluasa karena ruang yang terbatas. Hal ini dapat disebabkan oleh terlalu banyaknya masyarakat, bidang fisik yang terbatas, atau gabungan keduanya. Apabila konsumen mengalami keadaan yang berdesakan, maka mereka akan bereaksi dengan mengurangi waktu berbelanja atau mengubah pemakaian informasi dalam toko atau mengurangi komunikasi dengan para pegawai toko. Secara potensial, keadaan yang berdesakan akan menambah kecemasan orang yang berbelanja dan secara negatif memengaruhi citra toko. 121 2. Pengaruh lokasi. Lokasi memengaruhi konsumen dari beberapa perspektif. Luas perdagangan yang mengelilingi toko memengaruhi keseluruhan jumlah masyarakat yang mungkin tertarik pada toko tersebut, selain jarak aktual, jarak yang dilihat juga dapat memengaruhi seleksi toko. Riset yang dilakukan menunjukkan bahwa konsumen mempunyai “peta-peta kognitif” dari geografi sebuah kota. Hal yang menarik, “peta-peta” konsumen dari lokasi toko mungkin tidak sesuai dengan kenyataan. Faktor-faktor seperti tersedianya lahan parkir, kualitas barang, dan mudahnya perjalanan ke pusat pertokoan dapat menjadikan jarak lebih pendek atau lebih panjang dari pada yang sesungguhnya. 3. Pengaruh tata ruang. Tata ruang toko dapat memengaruhi reaksi konsumen dan perilaku pembelian. Misalnya, penempatan lorong-lorong memengaruhi arus lalu lintas. Lokasi item-item dapat secara dramatis memengaruhi penjualan. 4. Pengaruh atmospherics berhubungan dengan bagaimana para pengelola dapat memanipulasi desain bangunan, ruang interior, tata ruang loronglorong. Tekstur karpet dan dinding, bau, warna, bentuk, dan suara yang dialami para pelanggan (semuanya untuk mencapai pengaruh tertentu). Bahkan, susunan barang-barang, jenis pameran/pertunjukkan dapat memengaruhi persepsi konsumen atas suasana toko. Unsur-unsur ini disatukan oleh Philip Kotler, yang menggambarkan atmospherics sebagai usaha merancang lingkungan membeli untuk menghasilkan pengaruh emosional khusus kepada pembeli yang kemungkinan meningkatkan pembeliannya. Para peneliti berpendapat bahwa atmosfer (suasana) 122 memengaruhi sejauh mana konsumen menghabiskan uang di luar tingkat yang direncanakan pada sebuah toko. Suasana toko memengaruhi keadaan emosional konsumen yang kemudian mendorong untuk meningkatkan atau mengurangi belanja. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap Circle K, komponen-komponen di atas sangat diperhatikan mulai dari penentuan lokasi toko, kenyamanan konsumen sehingga tidak berdesakan, penempatan barang-barang, dan suasana nyaman tetap dijadikan rujukan dalam operasionalnya. Hal ini sulit ditemukan pada pedagang kecil, utamanya penempatan barang-barang dan kenyamanan konsumen sehingga jumlah kunjungan akan berkurang. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Nani, seperti berikut. “Berdirinya minimarket yang semakin banyak, dan letaknya saling berdekatan dengan toko kelontong/pedagang kecil, jelas merugikan sebab pembeli banyak yang pindah berbelanja, sehingga hasil penjualan saya setiap hari berkurang, kalau terus-terusan begini, bisa jadi saya rugi”(wawancara, 21 Juli 2011). Ungkapan di atas diperkuat oleh beberapa pedagang kecil yang diwawancarai seperti berikut. Pengakuan pemilik toko yang letaknya berdekatan dengan Circle K Dari 10 orang pedagang yang tersebar di Kecamatan Denpasar Selatan 70% berpendapat; “Bahwa banyaknya Minimarket di sekitar lingkungan kami, secara tidak langsung menurunkan jumlah penjualan sehingga pendapatan menurun. Ia berharap pemerintah lebih ketat lagi memberi izin pembangunan minimarket karena kami merasa resah dengan menurunnya angka penjualan. 123 Menurut Sujana (2012 :211) diuraikan loyalitas konsumen pada dasarnya adalah loyalitas terhadap toko dimana mereka mendapatkan barang tersebut. Kenyataannya kini nama toko dan segala yang berhubungan dengannya dipersepsikan sebagai merek. Dari pemaparan di atas, bahwa minimarket lebih bisa menjaga loyalitas konsumen dibandingkan dengan pedagang kecil. Hal ini bisa dipahami mengapa pelanggan atau konsumen pedagang kecil pindah berbelanja ke minimarket. Pedagang kecil tidak melakukan usaha secara teratur untuk membina hubungan dengan para pelanggan. Sebaliknya minimarket secara bersungguh-sungguh mengatur strategi pemasaran sehingga loyalitas konsumen dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan. 5.5.2 Marginalisasi Politik Dalam menjalankan bisnis, baik pedagang kecil maupun minimarket, harus mendapat kepastian hukum , yaitu menyangkut berbagai aturan yang mengaturnya. Peraturan Wali Kota Denpasar No 9, Tahun 2009 yang digunakan sebagai landasan dalam menjalankan usaha minimarket sering sekali tidak diikuti dengan baik, seperti tidak memiliki izin atau menjual barang-barang di luar yang diperuntukkan seperti menjual sembako. Kondisi ini tentu sangat merugikan pedagang kecil yang kebanyakan bergelut di bidang penjualan sembako. Penempatan minimarket yang boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan, dianggap oleh pedagang kecil/kelontong kurang memberikan keadilan bagi mereka. Dalam hal 124 pembinaan dan pengawasan. Sebagai pengelola juga harus memenuhi perizinan yang diwajibkan oleh pemerintah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bidang Penegakan Perda, Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Satuan Polisi Pamong Praja, Nyoman Puja, S.H. diketahui bahwa dari 19 Minimarket Circle K yang berlokasi di Kecamatan Denpasar Selatan baru lima buah yang mengantongi Izin Usaha Toko Modern (IUTM). Adapun langkah pembinaan sudah dilakukan, baik yang bersifat represif yang berupa penyegelan dan pembongkaran maupun persuasif berupa pembinaan yang sifatnya lebih halus, yaitu berupa pemanggilan, saran, dan teguran. “Adapun langkah-langkah yang telah dilakukan untuk melakukan pembinaan sehingga mau mencari izin adalah sebagai berikut. 1. Pemanggilan diberikan waktu satu bulan, setelah itu membuat surat pernyataan kesediaan untuk mengurus perizinan 2. Seandainya tahap ini tidak diperhatikan maka akan dilakukan teguran 3. Setelah teguran tidak juga mendapatkan respons, maka B A P diajukan ke pengadilan dengan acara tipiring 4. Adanya keputusan, untuk ditindaklanjuti. Misalnya, penyegelan atau pembongkaran” ( Wawancara dengan Ketut Gde Gunawan, S.H., Kasi Ketertiban Perizian, 20 Juli 2011). Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol P P) tugasnya melakukan pengawasan dan pembinaan sebaliknya pengeluaran izin dilakukan oleh Dinas Perizinan Kota Denpasar. Pendirian Minimarket Circle K dipandang tidak mengikuti peraturan perizinan tentang bangunan, yaitu adanya ornamen tradisional Bali di bagian depan bangunan. Hal ini disebabkan oleh Minimarket Circle K memiliki bentuk dan desain bangunan yang telah terstandar, baik tampilan, maupun warna. Berdasarkan hasil pengamatan, bahwa bangunan Minimarket Circle K tidak menempatkan ornamen tradisional Bali, Keadaan ini diakui oleh “Kepala Bidang Monitoring Evaluasi dan Informasi Dinas Perizinan Kota Denpasar; Drs. I Komang Sugiarta, M.Si. Ditambahkan pula bahwa Peraturan Walikota Denpasar No 9, Tahun 2009, belum mampu memberikan sanksi yang berat karenanya perlu dibuat setingkat Perda sehingga sanksinya bisa lebih berat. 125 Hal ini berkaitan dengan banyaknya Minimarket Circle K yang belum mengantongi Izin Usaha Toko Modern (IUTM)” (wawancara 1 Agustus 2011) Berkaitan dengan lokasi telah diatur pada pasal 7, Perwali Tahun 2009, yaitu sebagai berikut. (1).Persyaratan penentuan pembelanjaan, dan jarak pendirian pasar tradisional, pusat toko modern, harus mempertimbangkan lokasi yang harus dipenuhi. a. Lokasi pendirian hypermarket atau pasar tradisional dengan hypermarket atau pasar tradisional yang sudah ada sebelumnya; b. Iklim usaha yang sehat antara hypermarket dan pasar tradisional; c. Aksesibilitas wilayah (arus lalu lintas) d. Dukungan/ ketersediaan infrastruktur e. Perkembangan permukiman baru. (2) Penentuan jarak pusat pembelanjaan dan toko modern (kecuali minimarket) tidak diperkenankan pada radius kurang dari satu kilo meter dari pasar tradisional, pusat pembelanjaan, dan/atau toko modern yang sudah ada. (3) Jarak minimum pendirian pusat perbelanjaan dan toko modern (kecuali minimarket) terhadap persimpangan jalan dan atau traffic light paling kurang pada jarak 250 meter. Dalam praktiknya hal ini masih ada yang dilanggar, khususnya berkaitan dengan jarak (zonasi). 126 Selanjutnya proses franchise Minimarket Circle K sebagai bentuk pencarian relasi, sosial, jaringan bisnis, dan perluasan melalui ekspansi atas kepentingan ekonomi sebagai modal yang dipertukarkan dengan pengetahuan yang dimiliki franchisor tentang franchise, pengalaman dalam berbisnis, dan usaha yang memiliki kekuasaan simbolis yang dapat menarik perhatian masyarakat. Di samping itu, juga sebagai daya tarik tersendiri dalam pengembangannya untuk ikut memiliki perusahaan tersebut. Keterpinggiran pedagang kecil oleh minimarket disebabkan oleh ekspansi secara besar-besaran dengan pendirian minimarket yang melebihi kuota sehingga jarak antara minimarket satu dan yang lain sangat dekat begitu juga dengan jarak pedagang toko kelontong. Sebagai akibatnya persaingan akan semakin ketat sehingga pedagang kecil akan semakin tersisih. Di masyarakat juga diberikan berbagai pemahaman melalui iklan dan media lainnya bahwa sebuah produk tidak hanya memiliki nilai instrinsik fungsional, tetapi juga memiliki nilai simbolik. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Bourdieu, seorang pemikir Prancis, yang terkenal sebagai seorang yang antiglobalisasi. Ia mendefinisikan simbolik sebagai sesuatu yang bersifat material. Namun, tidak dikenali sebagai hal demikian (selera berpakaian, logat, yang baik, gaya), dan yang menghasilkan efektivitasnya bukan hanya dari kematerialannya, melainkan dari salah pengenalan ini. Modal simbolik - suatu bentuk modal ekonomi fisikal yang telah mengalami tranformasi. Selain itu, telah tersamarkan menghasilkan efeknya sepanjang dan hanya sepanjang menyembunyikan fakta bahwa ia tampil dalam bentuk-bentuk 127 modal material yang pada hakikatnya dan sumber efek-efeknya juga (Bourdieu dalam Harker dkk., 2009: 6). Dalam teori struktur generatif yang menerangkan praktik sosial, habitus dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan-kecenderungan yang berlangsung lama dan dapat diterapkan dalam berbagai ranah berbeda. Konsep ini sejalan bahwa Minimarket Circle K yang asalnya dari Amerika dengan pola bisnis yang terstandardisasi dapat diterapkan di berbagai belahan dunia termasuk di Denpasar. Sebaliknya, ranah yang dapat dipandang sebagai permainan yang di dalamnya terjadi kompetisi atau persaingan. Sejalan dengan konsep itu maka persaingan di dunia bisnis utamanya minimarket dengan pedagang kecil, yang pada akhirnya akan dimenangkan oleh minimarket yang mempunyai kekuatan modal ekonomi, budaya, social, dan simbolik. Dalam hal ini Foucault (dalam Haryatmoko, 2002: 11), seorang cendekiawan Prancis, melalui teori Wacana Pengetahuan Kekuasaan mengatakan bahwa hubungan kekuasaan tidak bisa dipisahkan dari hubungan-hubungan yang ada dalam proses ekonomi mengemukakan dan bahwa penyebaran setiap pengetahuan. pengetahuan Lebih memungkinkan lanjut, Foucault dan menjamin pelaksanaan kekuasaan. Dalam kaitan dengan penelitian ini pengetahuan yang dimiliki oleh pewaralaba Minimarket Circle K telah menghasilkan keuntungan yang besar melalui terwaralaba untuk mengadakan ekspansi dengan membuka minimarket di berbagai wilayah. Tumbuhnya minimarket yang pesat dengan kurang terkendali khususnya di dalam perizinan dan zona pendirian seakan memberikan gambaran bahwa kekuasaan memberikan struktur kegiatan-kegiatan manusia dalam masyarakat. Di samping itu, 128 selalu rentan terhadap perubahan yang disebut institusionalisasi kekuasaan, yakni keseluruhan struktur hukum dan politik serta aturan-aturan sosial yang melanggengkan suatu dominasi dan menjamin reproduksi kepatuhan. Mengacu pada teori Hegemoni, Gramsci (dalam Nesar Patria dkk., 2003: 117) menyatakan bahwa konsep hegemoni dapat dielaborasi melalui penjelasan tentang basis dari supremasi kelas, supremasi sebuah kelompok mewujudkan diri dalam dua cara, sebagai “dominasi” dan sebagai “kepemimpinan intelektual dan moral”. Di satu pihak, sebuah kelompok sosial mendominasi kelompok-kelompok oposisi untuk “menghancurkan” dan atau menundukkan mereka. Dalam praktiknya di lapangan tumbuhnya minimarket di Denpasar tidak terlepas dari adanya praktik kerja sama antara penanam modal, yaitu pemilik Circle K dan pemerintah yang dalam hal ini kurang tegasnya dalam hal pembinaan minimarket khusunya kelengkapan perizinan (IUTM). Adanya perubahan pola masyarakat dalam berbelanja. Jika awalnya masyarakat sangat setia berbelanja di ritel tradisional, yaitu ritel yang menekankan pengelolaan yang menggunakan paradigma konvensional dan tradisional kelontong, warung ) (toko maka masyarakat kini berubah dengan berbelanja di ritel modern, yaitu ritel yang pengelolaannya dengan menggunakan pendekatan modern yang lebih menitikberatkan pada kebutuhan konsumen, terlebih lagi dengan berbagai fasilitas dan kemudahan yang diberikan peritel modern. Perubahan perilaku konsumen ini sangat relevan dicermati, seperti apa yang dikemukakan oleh Engel dkk. (1994: 3) bahwa perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, menkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli 129 tindakan itu. Perubahan perilaku konsumen itu sangat penting. Adanya kecenderungan mengonsumsi barang dan jasa tidak semata karena fungsinya, tetapi juga karena dapat meningkatkan image/citra menjadi masyarakat modern dan kekinian. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang berorientasi pada citra maka pendirian minimarket di perkotaan tumbuh pesat. 130 BAB VI FAKTOR – FAKTOR MARGINALISASI PEDAGANG KECIL Setiap perusahaan, baik yang berskala besar, menengah, maupun keci, akan berinteraksi dengan lingkungan di mana perusahaan itu berada. Lingkungan itu sendiri selalu mengalami perubahan-perubahan yang begitu cepat. Dengan demikian, untuk bisa tetap bertahan menjalankan usaha harus bisa menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Sebaliknya, usaha akan mengalami kemandekan, bahkan kehancuran apabila perusahaan tidak memerhatikan perkembangan dan perubahan lingkungan. Lingkungan perusahaan (business environment) dapat diartikan sebagai kekuatan-kekuatan yang memengaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung, kinerja perusahaan (Amirullah. 2005 :19). Dalam praktiknya lingkungan bisnis dapat dibagi menjadi dua, kategori, yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Kedua faktor ini dikaji sumbangannya terhadap termarginalkannya pedagang kecil. 6.1 Faktor Internal Faktor internal merupakan aspek-aspek yang ada dalam perusahaan dan sifatnya dapat dikontrol oleh perusahaan. Faktor internal ini berpengaruh secara langsung terhadap kinerja perusahaan. Mata pencaharian sebagai pedagang yang banyak digeluti oleh masyarakat kebanyakan dari mencoba-coba mulai dari yang kecil dan lambat laun terus berkembang. Biasanya kegiatan dikelola oleh pemiliknya tanpa melibatkan orang lain dalam hal ini karyawan. Bertambahnya jenis barang yang dijual juga berjalan secara alami dengan mengandalkan naluri bisnis dan pengalaman. 131 Di Bali pola dagangan ada yang dikenal dengan istilah nyeraken yang berarti item barang yang dijual bermacam-macam dengan jumlah per kesatuan kecil. Pola ini mengalami perkembangan selanjutnya dengan mencari tempat jualan yang lebih luas (toko kelontong) sehingga barang-barang yang dijual bisa lebih lengkap. Kegiatan ini sering kali hanya bermodalkan tekad, keuletan, dan sedikit modal. Sekecil apa pun usaha yang dijalankan berpeluang untuk menjadi besar. Namun, sering kali pedagang kecil itu mengabaikan bagaimana manajemen pengelolaaan usaha. Perkembangan ekonomi global membawa dampak perkembangan di bidang perdagangan yang mengacu pada modernisasi pelayanan, yaitu dengan berdirinya berbagai jenis toko modern termasuk minimarket. Dalam buku “The Globalization of Nothing oleh Ritzer dikemukakan bahwa globalisasi sebagai penyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia, ekspansi hubungan yang melintasi benua, organisasi dari kehidupan sosial pada skala global, dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersama. Karena telah mulai digunakan, gagasan tentang globalisasi mencakup sejumlah proses transnasional yang dapat dipisahkan satu sama lainnya walaupun dapat dilihat sebagai hal yang mengglobal dalam capaian mereka (Ritzer, 2006 : 96). Globalisasi mengacu pada pasar bebas di mana sekat-sekat administrasi sudah tidak berlaku lagi. Dalam Teori Kritis oleh Habermas (2009: 479) disebut prinsip pengendali pasar. Jadi, tidak ada ketidaksesuaian yang niscaya logis antarberbagai kepentingan dalam perencanaan kapitalisme global dan kebebasan investasi, kebutuhan akan perencanaan dan pengabaian intervensi, dan kemandirian aparatur negara dari segala kepentingan individu. 132 Dalam bidang ini dapat digunakan pendekatan bidang dari Bourdieu dan memusatkan perhatian pada bidang ekonomi benda-benda simbolik; kondisi penyediaan (suplay) dan permintaan (demand) untuk barang-barang itu, proses kompetisi dan monopolisasi, serta perebutan kekuasaan antara kelompok yang mapan dan kelompok yang tersisih (Featherstone, 2008: 22). Cara ini relevan dengan penelitian ini, yaitu dengan pemberian perhatian pada pemberian nama yang dalam hal ini Minimarket Circle K sebagai suatu strategi penting dari kelompok-kelompok yang terlibat dalam persaingan dengan kelompokkelompok lain seperti pedagang kecil. Postmodernisme dalam kaitannya dengan “level” budaya kedua ini perlu melihat bidang seni, intelektual, dan akademis sebagai ahli dalam pembentukan simbolik dan menilai hubungan mereka dengan ahli simbolik lain dalam bidang media. Di samping itu, juga bidang-bidang lain yang terlibat dalam budaya konsumen, budaya popular, dan pekerjaan dalam bidang fashion. Hal ini sesuai dengan pandangan Bourdieu (1984) sebagai “new cultural intermediaries” (perantara budaya baru), yang dengan cepat mensirkulasi informasi di antara berbagai bidang budaya yang sebelumnya tertutup rapat. Selain itu, pada pemunculan saluran-saluran komunikasi baru dalam kondisi persaingan yang sangat intensif. Terjadinya pergeseran perilaku konsumen di perkotaan dari kebiasaan berbelanja pada pedagang kecil dan pasar tradisional ke berbagai jenis toko modern termasuk Minimarket Circle K dapat dipandang sebagai perubahan budaya baru bagi konsumen. Tumbuhnya minimarket yang pesat membawa efek terhadap keberadaan 133 pedagang kecil. Dari 10 orang pedagang kecil yang diwawancarai mengenai penurunan pengunjung dan penurunan omzet penjualan diketahui sebagai berikut. “Dua orang mengatakan bahwa penurunan pengunjung dan penurunan omzet terjadi 25 %, empat pedagang mengatakan 33%, dan tiga orang berpendapat penurunan itu berkisar 15%. Hasil penjualan dengan tumbuhnya minimarket mengalami penurunan, khususnya makanan ringan dan minuman. Hal ini secara langsung menurunkan tingkat pendapatan. Kalau dirata-ratakan, maka penurunan jumlah omzet dan pengunjung terjadi 25,2%. Bervariasinya angka ini disebabkan karena jarak antara minimarket dengan keberadaan dagang tersebut. Semakin jauh maka akan semakin kecil pengaruhnya dibandingkan dengan yang jaraknya dekat.”(wawancara 9 November 2011). Adanya minimarket telah menjalankan usaha sebelum mengantongi izin resmi dari pemerintah menandakan bahwa pengawasan masih lemah. Pendirian minimarket yang melebihi kuota yang dipersyaratkan di Denpasar Selatan jelas merupakan bentuk hegemoni yang dilakukan oleh pengelola minimarket secara halus melalui wacana pembangunan di bidang ekonomi, tersedianya kesempatan kerja bagi masyarakat, dan memandang minimarket sebagai kebutuhan masyarakat perkotaan. Dalam praktiknya, wacana hegemoni biasanya akan dilengkapi dengan adanya dominasi yang sifatnya represif (Althousser, 2004). Tumbuhnya minimarket di Denpasar Selatan disikapi yang berbeda antara pemilik atau pengelola minimarket dan para pedagang kecil yang merasakan imbasnya. Berikut ini beberapa pendapat yang disampaikan oleh karyawan. “Menjawab bagaimana pandangan terhadap banyaknya minimarket di Denpasar Selatan, diungkapkan oleh Tu De seorang karyawan Circle K, dengan banyaknya minimarket itu bagus, berarti kesempatan kerja bagi para pengangguran akan terbuka. Pendapat ini diperkuat oleh Sudi seorang karyawan Circle K yang berada di Jalan Waturenggong, diungkapkannya selain membuka kesempatan kerja bagi para pengangguran, dengan banyaknya minimarket yang ada dapat mempermudah para konsumen untuk mencari makanan dan minuman ringan yang mereka perlukan, baik siang maupun di malam hari (wawancara, 9 November 2011). 134 Ungkapan di atas menggambarkan bahwa keberadaan minimarket dapat menjawab apa yang dibutuhkan oleh masyarakat kota, yaitu terbukanya kesempatan kerja. Selain itu, adanya pilihan yang beragam dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Baudrillard (dalam Martyn. 2006: 40) mengatakan bahwa logika nilai tanda melambangkan kemenangan akhir kapitalisme dalam upaya menerapkan tatanan budaya yang selaras dengan permintaan produksi komoditas berskala besar. Individu dalam hal ini direduksi menjadi sekadar konsumen. Konsumen tidak lain adalah jembatan transmisi perbedaan terkendali dan telah ditentukan sebelumnya antara objek-objek konsumen yang berfungsi mengklasifikasikan dunia sosial menurut permintaan iklan dan media massa. Jadi, apa yang dikonsumsi, bukanlah objek konsumsi itu sendiri, melainkan makna dan nilai tandanya. Di sisi lain para pedagang kecil di Denpasar Selatan merasakan hal yang berbeda, yaitu semakin banyaknya minimarket yang ada maka berdampak secara langsung terhadap hasil penjualan dan jumlah keuntungan yang didapatkan. Hal ini dapat dipahami bahwa dengan banyaknya pelaku usaha yang berusaha di tempat yang sama serta menjual barang-barang yang sejenis maka persaingan jelas akan semakain ketat. Para pedagang sebenarnya ingin menolak keberadaan minimarket yang menjamur, belum lagi juga adanya swalayan dan toko grosiran yang berlokasi di Denpasar Selatan. Akan tetapi, hal ini tidak bisa dilakukan karena ketidakberdayaan, baik dari pengetahuan maupun akses ke pemerintahan. Hal itu seperti apa yang diungkapkan salah seorang pedagang, Ibu Agung Ade, yang beralamat di Jalan Waturenggong 157, Denpasar. Ibu Agung menjawab pertanyaan tentang 135 bagaimana hasil penjualan dagangannya dengan hadirnya Circle K di tempatnya berdagang? “Sebelum hadirnya Circle K para pembeli cukup ramai, tetapi sekarang dengan hadirnya Circle K maka saya hanya dapat jualan maksimal satu juta lima ratus ribu rupiah. Kalau dulu bisa sampai dua juta rupiah”. Pendapat ini diperkuat oleh sesama pedagang, yaitu Ibu Raka yang berdagang di Jln. Tukad Pancoran No 5, Denpasar. “ Ia mengatakan bahwa dengan banyaknya minimarket maka ia dapat berdagang lebih sedikit karena banyak yang memilih minimarket. Jumlah penjualan turun kurang lebih 20% -- 30%. Biasanya anak-anak sekolahan lebih memilih minimarket” (wawancara , 9 September 2011). Dari jawaban di atas tampak jelas bahwa pedagang kecil merasakan dampak langsung dengan banyaknya Selatan. Hal yang minimarket khususnya di Kecamatan Denpasar dirasakan adalah berkurangnya jumlah penjualan dan penghasilan. Hal itu secara otomatis akan mengurangi laba yang diperoleh. 6.1.1 Sumber Daya Manusia Setiap organisasi dikelola oleh faktor manusia yang menjalankan aktivitas bisnis tersebut. Sumber daya manusia memilki peranan kunci dalam menentukan survival (keberlangsungan), efektivitas, dan daya saing suatu organisasi bisnis. Lebih jauh keberadaan karyawan yang baik akan membantu mendukung strategi suatu organisasi dan memberikan nilai pelanggan (customer value). Dalam jangka panjang keunggulan pengelolalan manusia/karyawan akan memberikan kontribusi yang tinggi dalam pencapaian kinerja perusahaan. Menurut Kaswan (2012 : 2) keunggulan kompetitif yang kuat memiliki enam karakteristik, yaitu sebagai berikut. 136 1. Keunggulan kompetitif didorong oleh keinginan dan kebutuhan pelanggan. Suatu organisasi memberikan nilai kepada pelanggannya yang tidak diberikan oleh kompetitornya. 2. Keunggulan kompetitif memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kesuksesan bisnis. 3. Keunggulan kompetitif menyesuaikan sumber daya organisasi yang unik dengan kesempatan yang ada di lingkungan. Tidak ada dua perusahaan mempunyai dua sumber daya yang sama; strategi yang baik menggunakan sumber daya itu dengan efektif. 4. Keunggulan kompetitif itu awet, lama, dan sulit ditiru oleh pesaing. Departemen Penelitian dan Pengembangan yang unggul secara konsisten dapat mengembangkan produk atau proses baru agar tetap di depan para pesaingnya. 5. Keunggulan kompetitif memberikan dasar untuk perbaikan lebih lanjut. 6. Keunggulan kompetitif memberikan arah dan motivasi terhadap organisasi secara keseluruhan. Pada era sekarang perusahaan dituntut memiliki keunggulan dalam pengelolaan karyawan sehingga dapat memaksimalkan potensi-potensi yang dimiliki yang pada akhirnya dapat mempercepat pengembalian investasi. Dalam lingkungan yang kompleks, dinamis maka pengelolaan sumber daya manusia yang efektif dan efesien didasarkan pada pengelolaan dengan orientasi layanan, pengelolaan yang memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada karyawan untuk berpartisipasi aktif dalam perusahaan, dan pengelolaan yang mampu menumbuhkembangkan jiwa kewiraswastaan dalam diri setiap individu. 137 Pada pengelolaan karyawan di minimarket, faktor keunggulan yang bersifat kompetitif sangat diperhatikan karena setiap karyawan bertindak telah ada petunjuk pelaksanaan dari tugas masing-masing. Jumlah karyawan pada setiap minimarket dipengaruhi oleh besar kecilnya area penjualan, besar kecilnya volume penjualan, dan kondisi lingkungan (tingkat kerawanan dari pencurian). Perusahaan adalah bisnis yang dalam pengelolaannya dilakukan secara modern sehingga keberadaan tekonologi sebagai pendukung pengelolaan amat dibutuhkan. Penerapan teknologi lebih berorientasi kepada pemberian pelayanan kepada konsumen. Untuk itu faktor tenaga kerja menjadi amat penting untuk dikelola dengan baik. Manajemen sumber daya manusia dapat menjadi dasar untuk mendapatkan keuntungan yang kompetitif, dengan tiga alasan sebagai berikut. 1. Perhitungan tenaga kerja termasuk sebagai salah satu komponen dalam biaya total ritel. Oleh karena itu, mengelola karyawan yang efektif dapat menghasilkan keuntungan dalam penghematan biaya total ritel. 2. Pengalaman yang dimiliki kebanyakan pelanggan terhadap ritel bisa ditentukan dari aktivitas karyawan yang menyeleksi barang dagangan, menyediakan informasi dan bantuan, dan keterampilan dalam memajang stok barang dagangan. 3. Pengelolaan sumber daya manusia yang baik akan mewujudkan kinerja operasional karyawan ritel yang baik pula dan dapat mewujudkan keuntungan potensial bagi ritel ( Utami, 2010 :109) Manajemen sumber daya manusia menyasar pada produktivitas karyawan (employee productivity) di setiap divisi yang ada. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut. 138 Produktivitas karyawan = sales (profit)/employee cost Tingginya produktivitas karyawan membuat fungsi HRM dalam pengelolaan tenaga kerja perusahaan berjalan dengan baik. Target finansial perusahaan tak akan tercapai jika karyawan mengalami hal-hal berikut. 1. Penurunan motivasi kerja dan upaya lainnya. Motivasi merupakan seperangkat sikap yang memungkinkan seseorang cenderung bertindak dalam suatu cara yang diarahkan oleh tujuan yang spesifik. Dengan demikian, motivasi adalah keadaan batin yang memberikan kekuatan, menyalurkan, dan melestarikan perilaku seseorang untuk mencapai tujuan. Fokus perhatian saat ini adalah pada pentingnya motivasi individu dalam pencapaian tujuan organisasi dan individu. Karyawan yang menunjukkan orientasi dan motivasi kerjan (menjadi) ke arah bekerja keras, maka sistem kompensasi insentif akan memungkinkan membawanya ke arah produktivitas dan kualitas kerja yang lebih tinggi. Para manajer menggunakan pengetahuannya tentang motivasi individu untuk memilih program-program sebaik mungkin. 2. Penurunan kualitas pelayanan. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya pengaturan jam kerja kurang baik. 3. Kepuasan kerja rendah akan berpengaruh terhadap turunnya produktivitas karyawan. 4. Tingginya turn over (pindah kerja) karyawan (Sugiarta, 2001; 113). Dalam bagian ini dibahas seputar kriteria dan kebutuhan sumber daya, perekrutan, tugas dan tanggung jawab, pelatihan dan pengaturan waktu kerja dalam operasional minimarket. 139 1. Kebutuhan dan Kriteria SDM Dengan ukuran Minimarket Circle K 200 m2, jumlah karyawan yang dibutuhkan paling banyak lima orang sampai dengan tujuh orang atau lebih sesuai dengan luasnya. Mereka terdiri atas satu orang kepala toko, satu orang administrasi toko, dan lima orang pramuniaga yang harus dapat berfungsi sebagai kasir dan helper ( Sujanan, 2012 :146). Agus Sunarta karyawan Circle K mengungkapkan seperti di bawah ini. “Bahwa karyawan Circle K biasanya setiap tahun dipindahtugaskan dengan status pegawai Circle K. Untuk shift work dibagi menjadi tiga, yaitu pagi jam 7 sampai jam 15, sore jam 15 sampai jam 23, dan malam jam 23 sampai jam 7 pagi. Yang paling dianggap pesaing adalah sesama minimarket seperti alfa dan Indomaret, sedangkan pedagang kecil menurutnya kurang karena posisinya memang sudah lebih lemah (wawancara 20 Juli 2011). Jumlah dan komposisi karyawan tersebut dengan waktu buka 24 jam yang terbagi menjadi tiga shift kerja. Shift pertama (pagi) bekerja dari pukul 07.00 hingga pukul 15.00, dan shift kedua bekerja dari pukul 15.00 hingga pukul 23.00, dan shift ketiga dari pukul 23.00 sampai kembali pagi hari pukul 07.00. Semakin kecil ukuran minimarket, jumlah karyawan yang dibutuhkan juga akan relatif berkurang. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa jumlah karyawan Minimarket Circle K paling kecil terdiri atas lima orang dan terbanyak delapan orang. Seorang supervisor merangkap menjadi administrasi. Implementasi sistem kumputerisasi yang semakin canggih dan keharusan untuk rangkap tugas/fungsi pekerjaan (multi-tasking) menyebabkan karyawan toko minimarket juga harus memiliki kemampuan berhitung di samping kemampuan berbahasa Inggris. Hal ini sangat dibutuhkan karena 140 pendirian Minimarket Circle K banyak di daerah pariwisata. Dalam penelitian ini berlokasi di kawasan Sanur. Dari 19 Minimarket Circle K yang ada di Denpasar Selatan delapan buah berkedudukan di Sanur. Untuk daerah Sanur, Circle K tersebar di jalur pariwisata dan di daerah pantai. Dari segi tempat kebanyakan berada di daerah yang sangat strategis Seorang karyawan harus memliki kualitas internal yang sejalan dan mendukung peranannya sebagai penjual. Kualitas ini meliputi kepribadian (threat), sikap (attitude), motivasi, dan nilai-nilai (values). Dalam Manajemen Minimarket (Sujana, 2012), dikatakan bahwa kualitas-kualitas individu yang cocok untuk bekerja di toko minimarket adalah harus memenuhi hal-hal di bawah ini. 1. Memiliki kepribadian yang positif; jujur, amanah, rajin, cekatan, dan sebagainya. 2. Memiliki sikap yang baik: mau belajar, bekerja sama, kerja keras, dan sikap positif lainnya. 3. Memiliki motivasi yang lebih dari sekadar menukar waktu dengan uang, tetapi menunjukkan rasa syukur atas diperolehnya kesempatan bekerja. 4. Memiliki nilai atau kualitas kolektif yang didasarkan atas norma dan keyakinan yang dianut; misalnya nilai kepatutan, etiket/ kesopanan, ketaatan, dan sebagainya. Dalam menjalankan bisnisnya, Circle K berpedoman pada peraturan perusahaan. Peraturan itu yang secara tegas telah memberikan batas bagi ketentuanketentuan tentang sayarat-sayarat kerja dan tata tertib untuk menjalin hubungan 141 kerja yang sehat, memelihara dan meningkatkan ketenangan, keserasian dan kepuasan kerja untuk mencapai tujuan bersama. Adapun kewajiban dan hak pengusaha yang tercantum pada pasal 4 Peraturan Perusahaan No.Kep.288/PHIJSK-PKKAD/PP/IV/2012 adalah sebagai berikut. 1. Pengusaha berkewajiban untuk membayar/memberikan gaji/upah sesuai dengan aturan yang berlaku, memerhatikan kesejahteraan karyawan, serta memperlakukan sesuai dengan peraturan perusahaan dengan ketentuan-ketentuan ketenagakerjaan yang berlaku. 2. Pengusaha berkewajiban tidak mempekerjakan karyawan tanpa persetujuan dari yang bersangkutan pada perusahaan bukan miliknya atau yang dikuasai olehnya, kecuali pada cabang dari perusahaannya. 3. Pengusaha berkewajiban, bila sebagai akibat dari ekonomi perusahaan kekurangan aktivitas, penutupan atau penggabungan persahaan d dengan perusahaan lainnya, dapat mengakibatkan pemindahan atau pemberhentian sejumlah karyawan, untuk pada waktunya mengadakan persiapan dan pengaturan seperlunya hingga dapat dihindarkan adanya karyawan menjadi korban karenanya. 4. Pengusaha berhak melaporkan dan menuntut karyawan ke pihak yang berwajib atau pengadilan bilamana melakukan tindakan kriminal atau tindakan yang bisa merugikan perusahaan atau konsumen. 5. Memberikan upah lembur kepada karyawan yang telah melaksanakan kerja lembur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan peraturan perusahaan. 142 6. Memberikan fasilitas kesehatan, istirahat, olahraga, dan tempat ibadah bagi karyawan. 7. Memberikan tunjangan hari raya keagamaan. 8. Menetapkan peraturan tata tertib untuk kelangsungan jalannya perusahaan dalam semua aspeknya dan keharmonisan karyawan. Dengan diaturnya kewajiban dan hak pengusaha, maka diharapkan adanya perlindungan bagi karyawan. Dengan demikian, karyawan akan dengan sepenuh hati melakukan pekerjaannya yang pada akhirnya dapat meningkatkan laba perusahaan. 6.1.2 Perekrutan Karyawan Rekrutmen sumber daya manusia adalah bagaimana memilih orang-orang yang bersedia bekerja keras sehingga mampu menciptakan keunggulan bagi perusahaan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan tenaga kerja yang memenuhi kualifikasi. Rekrutmen didefinisikan sebagai praktik atau aktivitas yang dilakukan organisasi dengan tujuan utama mengidentifikasi dan memikat pegawai yang potensial/qualified. Aktivitas rekrutmen dirancang untuk memengaruhi. Jumlah orang yang melamar lowongan kerja, jenis orang yang melamar dan kemungkinan mereka yang melamar lowongan kerja itu akan menerima posisi jika ditawarkan. Langkah awal dalam pemenuhan karyawan adalah “perekrutan”, Calon karyawan bisa berasal dari kalangan internal (keluarga) pemilik atau dari luar, yaitu kalangan umum, masyarakat luas. Perekrutan dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut (Sujana, 2012: 148). Perekrutan karyawan bisa dilakukan secara internal, yaitu merekrut karyawan dari kalangan sendiri yang lebih bisa memberikan rasa aman dan kepercayaan. Perekrutan juga dapat dilakukan dari eksternal sehingga 143 mampu bertindak lebih profesional dan mempertimbangkan kebutuhan bisnis sebagai faktor utama. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang karyawan minimarket circle k, menjawab pertanyaan bagaimana ia bisa bekerja pada minimarket circle k. Seperti yang diungkapkan oleh Tyas Indrawati, seperti berikut. “Saya mendapatkan informasi dari teman, bahwa pada minimarket ini sedang membutuhkan karyawan baru. Selanjutnya saya mengajukan lamaran kerja dengan mengikuti persyaratan yang telah ditentukan. Berselang beberapa lama saya dipanggil untuk mengikuti testing dan setelah pengumuman saya dinyatakan lulus, dan sampai sekarang saya masih bekerja disini”(wawancara, 12 Nopember 2012). Perekrutan karyawan dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan sebagai berikut (terlebih dahulu dengan menyusun jadwal sederhana) 1. Membuka lowongan kerja dengan menyusun redaksi dengan singkat, jelas, dan padat. Buat dalam bentuk poster, brosur, ataupun spanduk. Bisa juga melalui media massa dan jangan lupa memberikan persyaratan administrasi. 2. Seleksi aplikasi; pilah berkas lamaran kerja yang masuk berdasarkan kode jabatan yang dipilih, periksa kelengkapan dokumennya. Selanjutnya berkas yang memenuhi persyaratan dicatat dan selanjutnya dibuatkan jadwal untuk proses seleksi. 3. Seleksi/tes tertulis, yang diperuntukkan untuk menguji dan mengukur kemampuan berhitung dan logika sederhana. Hal ini penting dilakukan karena pramuniaga bertanggung jawab untuk melakukan stock-opname dan penghitungan order barang. 144 4. Pemeriksaan kesehatan, calon karyawan menyertakan keterangan sehat yang menyatakan kondisi kesehatan. Hal ini amat penting menyangkut kinerja dan kesiapan pelayanan konsumen. 5. Wawancara/interview dilakukan untuk mengetahui kondfisi fisik dan penampilan pelamar di samping kualitas internalnya. Hal-hal yang dinilai meliputi (a) penampilan, (b) sikap, (c) komunikasi (cara berbicara), (d) motivasi, dan (e) wawasan. Selain itu, wawancara juga menyangkut jaminan dan kesanggupan kontrak kerja serta negosiasi gaji. 6. Keputusan penerimaan; berdasarkan seleksi tertulis dan wawancara dapat dibuat keputusan penerimaan pegawai baru, yang terdiri atas pegawai yang diterima dan cadangan. 7. Kontrak kerja, merupakan bentuk pengikatan komitmen antara karyawan dan pihak perusahaan. Bagi karyawan, kontrak kerja akan menjadi pegangan yang memberikan rasa aman dan kenyamanan dalam bekerja. Sementara bagi pihak perusahaan, kontrak kerja ini merupakan bagian dari penegakan disiplin terhadap peraturan dan jaminan bagi perolehan kinerja sesuai dengan yang diharapkan Dalam peraturan perusahaan yang menyangkut hubungan kerja, pada pasal 6 tentang penerimaan karyawan tetap disebutkan sebagai berikut. 1. Untuk diterima sebagai karyawan harus dipenuhi beberapa syarat berikut ini. a. Memenuhi syarat administrasi sebagai calon karyawan b. Lulus seleksi/tes c. Lulus seleksi kesehatan d. Bersedia mematuhi isi PP 145 e. Apabila diperlukan, perusahaan dapat mempekerjakan karyawan dengan status perjanjian kerja/kesepakatan kerja untuk waktu tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Pengusaha berhak dan berkewajiban menetapkan/mengadakan perjanjian hubungan kerja dengan karyawan sepanjang ketetapan-ketetapan tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang. 3. Setiap karyawan harus terlebih dahulu menjalankan masa percobaan paling lama tiga bulan berturut-turut dihitung sejak pertama mulai diterima bekerja di perusahaan. 4. Selama masa percobaan, baik perusahaan maupun karyawan, dapat memutuskan hubungan kerja pada setiap saat. Dalam hal karyawan diberhentikan oleh perusahaan tidak akan diberikan uang pesangon apabila karyawan mengundurkan diri mengacu pasal 63 PP ini. 5. Sesudah masa percobaan berakhir dan menurut perusahaan karyawan dapat memenuhi syarat-syarat ditetapkan oleh perusahaan, maka karyawan tersebut akan diangkat oleh perusahaan menjadi karyawan tetap, menurut status penggolongannya berdasarkan surat pengangkatan dan masa kerjanya dihitung sejak mulai bekerja. 6. Dalam surat pengangkatan itu selain dimuat penempatan pada jabatan dan persyaratan mengenai pendapatan, juga dilampirkan pernyataan diri yang bersangkutan tentang ketaatannya pada peraturan perusahaan ini. 7. Perusahaan berhak melakukan uji kesehatan kepada calon karyawan berdasarkan jabatan tertentu dan mempunyai hak menolak mengikat perjajian kerja bila uji 146 kesehatannya tidak memenuhi syarat yang diatur dalam ketentuan tersendiri oleh departemen sumber daya manusia. Selain menerima karyawan tetap perusahaan juga dapat mengadakan hubungan kerja melalui perjanjian kerja khusus kepada karyawan untuk jangka waktu tertentu. Hubungan kerja itu harus didasari dengan syarat-syarat kerja dan ketentuan lainnya yang dinyatakan secara khusus dalam perjanjian kerja yang diadakan antara karyawan yang bersangkutan dan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pemenuhan karyawan minimarket lebih berorientasi pada kemampuan, tampilan, dan kemampuan untuk berinteraksi dengan pelanggan. Khusus untuk daerah-daerah wisata seperti Sanur maka kemampuan bahasa asing menjadi sangat penting. Pada kegiatan pedagang kecil untuk pemenuhan tenaga kerja biasanya dilakukan sendiri oleh pemiliknya dan dibantu oleh keluarga. Ada beberapa toko kelontong yang mempekerjakan karyawan, biasanya jumlahnya kecil paling antara satu orang sampai dua orang, dan jam kerjanya langsung dari mulai buka pada pagi hari sampai dengan tutup pada sore hari. 6.1.3 Pelatihan Karyawan Setelah proses rekrutmen berjalan dengan baik maka langkah selanjutnya adalah melakukan penempatan karyawan dengan sebelumnya mengadakan pelatihan. Pelatihan akan bersifat induksi, pengenalan dunia ritel sampai pada hal teknis pengetanhuan barang dan pengoperasian aplikasi program. Pekerjaan terus berubah setiap saat akibat perkembangan teknologi dan adanya perputaran di bidang 147 kerja. Dengan demikian, organisasi harus memiliki komitmen untuk terus- menerus melatih dan mendidik sehingga karyawan memiliki kesiapan untuk bekerja. Program pendidikan dan pelatihan wajib diikuti oleh karyawan yang baru masuk. Artinya, setiap karyawan baru diharuskan untuk mengikuti program orientasi karyawan baru sesuai dengan ketentuan yang berlaku di perusahaan. Pengusaha melakukan latihan kerja yang diarahkan untuk membekali dan mengembangkan potensi kerja guna meningkatkan kemampuan, keterampilan dan produktivitas kerja. Pendidikan dan pelatihan juga diharapkan mampu meningkatkan profesionalisme dan penyelenggaraannya bisa dilakukan, baik dalam lingkungan perusahaan maupun di luar perusahaan. Karyawan yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan digunakan sebagai pertimbangan khusus untuk jenjang karier pada masa yang akan datang. Pelatihan juga diberikan kepada karyawan yang ada untuk pekerjaan baru karena akan lebih efektif biayanya daripada menghentikan mereka dan mempekerjakan karyawan baru. Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan minimarket circle k Tyas Indrawati diungkapkan sebagai berikut. “Setelah saya dinyatakan lulus seleksi, maka sebelum mulai bekerja diberikan pelatihan-pelatihan menyangkut materi pengetahuan umum tentang bisnis ritel, bagaimana melayani konsumen, pengetahuan tentang tata tertib dan peraturan perusahaan, dan menyangkut berbagai hal tentang operasional minimarket”(wawancara, 12 Nopember 2012). Beberapa kecenderungan yang memengaruhi bisnis saat ini berimplikasi terhadap pelatihan seperti tampak pada tabel 6.1. 148 Tabel 6.1 Kekuatan Utama yang Memengaruhi Bisnis dan Implikasinya terhadap Pelatihan Kekuatan Implikasi Pelatihan Meningkatnya kompetisi Kebutuhan lebih besar untuk strategi kompetitif. Para global dan domestik pekerja harus terampil dalam aspek teknik pekerjaannya. Para manajer perlu dilatih dalam teknik manajemen dan memaksimumkan produktivitas karyawan. Perubahan yang cepat Para karyawan perlu dilatih agar memiliki keterampilan dalam teknologi komputerisasi dan teknologi yang lebih tinggi dan dapat beradaptasi terhadap perubahan dalam operasi, rancangan pekerjaan, dan arus kerja Perubahan dalam tenaga Para manajer perlu dapat berhubungan dengan isu-isu kerja yang dihadapi karyawan yang lebih majemuk dan bekerja secara koperatif dengan mereka. Mereka perlu memastikan bahwa karyawan mampu lebih berpartisipasi dalam keputusan organisasi Tuntutan yang lebih Manajer perlu dilatih dapat membuat keputusan cepat besar terhadap waktu dan akurat manajemen Merger, akuisisi, dan Rencana pelatihan jangka panjang dibutuhkan yang divestasi yang semakin menghubungkan rencana dan strategi bisnis korporat luas Keusangan dan pekerjaan Perubahan yang lebih besar terhadap pekerjaan munculnya menuntut kebijakan pelatihan yang fleksibel yang dapat pekerjaan baru mencegah turunnya produktivitas dan meningkatnya pergantian karyawan Sumber : Bernadin dan Russell ( 2003: 296) 149 Pelatihan ini amat penting untuk menyatukan persepsi di antara karyawan. Adapun materi yang disampaikan dalam pelatihan induksi karyawan minimarket adalah sebagai berikut. 1. Pengantar umum meliputi pengenalan bisnis ritel serta tujuan perusahaan dan lingkungan perusahaan. 2. Pengetahuan dan penanganan barang meliputi dasar-dasar merchandising, penanganan barang, manajemen kategori, klasifikasi dan identifikasi barang, proses inventori/stock opname. 3. Prosedur operasional meliputi proses buka – tutup toko, proses pemeliharaan dan penanganan aset, proses penanganan barang, penanganan keuangan, administrasi, dan personalia. 4. Pelayanan konsumen meliputi memahami kebiasaan konsumen, kepedulian terhadap konsumen, dan salesmanship. 5. Pengoperasian aplikasi ritel meliputi modul operasi kasir, modul back – office. 6. Pengelolaan keuangan dan administrasi toko meliputi pengelolaan setoran, tukaran, kas kecil, jurnal harian prosedur SO& tutup buku. Dalam proses pelatihan juga disampaikan hal-hal yang berkaitan dengan pola pengaturan waktu kerja. Berdasarkan hasil observasi penelitian pada Minimarket Circle K diperoleh seperti di bawah ini. Saat weekend di mana orang-orang kantoran, mahasiswa, pelajar libur, orang toko justru lembur. Kondisi ini adalah kondisi khas bisnis ritel, sebagai konskuensi bisnis layanan. Untuk mensiasati kondisi ini dilakukan pengaturan jadwal kerja karyawan dengan baik, tegas, tetapi tetap fleksibel. 150 Hal ini penting dilakukan untuk mampu meng-cover kebutuhan tenaga kerja yang sejalan dengan fluktuasi tingkat keramaian toko. Menurut pengakuan pengelola Minimarket Circle K di kawasan Sesetan dan Jln. Waturenggong, Bapak Yudhi Setianugraha, adalah sebagai berikut. “Dalam urusan gaji (salary), untuk meningkatkan produktivitas karyawan dikembangkan skema pemberian insentif yang menarik, yang berlaku kepada semua karyawan. Insentif diberikan dengan memperhatikan kinerja karyawan, bukan berdasarkan senioritas dan juga bukan berdasarkan jam kerja. Insentif dapat diberikan berupa financial dan nonfinancial.(wawancara, 9 November 2011). Ungkapan di atas sesuai denga peraturan perusahaan bab VI pasal 25 tentang gaji dan upah sebagai berikut. 1. Gaji/upah adalah imbalan untuk karyawan yang diterima dari pengusaha karena ada hubungan kerja. 2. Gaji/upah bagi jabatan dan golongan seperti tercantum pada lampiran II ditetapkan lebih lanjut oleh pengusaha, dengan catatan bahwa gaji/upah terendah akan mengikuti ketentuan pemerintah tentang gaji dan upah pada lokasi dimana perusahaan berdomisili. 3. Sistim pengupahan berdasarkan golongan dengan prinsip bahwa untuk klasifikasi pekerjaan yang sama, tidak tertutup adanya perbedaan nilai nominal, dikarenakan perbedaan kompetensi dan atau performance karyawan. 4. Gaji/upah karyawan dimuat dalam surat pengangkatan atau dapat ditetapkan dalam surat penetapan secara tersendiri. 5. Gaji/upah karyawan tidak akan lebih rendah dari ketentuan upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah. 151 Berdasarkan hasil pengamatan bahwa karyawan perusahaan selain menerima gaji/upah juga diberikan tunjangan hari raya keagamaan, bagi karyawan yang telah bekerja dua belas bulan lebih. Sebaliknya pekerja pada pedagang kecil biasanya hanya menerima upah, dan jumlahnya biasanya berdasarkan kesepakatan pada saat baru mulai bekerja. Kecenderungan organisasi bertanggung jawab menyediakan sarana yang mendukung dan mendorong perubahan dan individu yang bertanggung jawab memeroleh manfaat yang maksimum dan kesempatan belajar yang diberikan. Hal ini melibatkan penguasaan informasi, keterampilan, sikap baru, dan pola-pola perilaku sosial melalui pelatihan dan pengembangan. 6.1.4. Pengelolaan Toko Minimarket Kompleksitas pengelolaan toko ritel adalah sangat beragam, tergantung dari besar tidaknya organisasi, apakah Hypermarket, supermarket ataupun Minimarket. Menurut I Nyoman Sugiarta (2011:92) dalam Panduan Praktis & Strategis Retail Consumer Goods, manajemen pengelolaan minimarket menyangkut empat hal yang sangat penting yaitu sebagai berikut. 1. Proses kerja (system) penegelolaan semua aktivitas kerja, baik fisik maupun administrasi, untuk memastikan semua produk dan layanan ke konsumen dapat menciptakan penjualan yang diharapkan. Proses kerja ini meliputi alur kerja, jadwal kerja, penataan toko,dan perawatan fasilitas kerja. 2. Karyawan (work force), pengelolaan sumber daya manusia atau tim kerja toko secara optimal untuk memastikan semua proses kerja berjalan 152 dengan baik, seperti training, supervisi, benefit, kompensasi, dan penentuan target penjualan. 3. Inventory, pengelolaan atas semua jenis barang dagangan, baik yang di area penjualan maupun di gudang toko. Secara umum inventory ini meliputi order barang, jumlah barang yang di- order, masa order, stock ofname barang dagangan, pencegahan kerusakan ,dan kehilangan barang. 4. Quality service, yaitu bagaimana tim toko harus mengelola kualitas produk, pelayanan, dan menjaga suasana toko yang menyokong penjualan. Misalnya, standar pelayanan, standar display, kebersihan, kenyamanan area toko, kontrol kualitas barang. Semua faktor di atas bertujuan untuk menciptakan penjualan secara efisiensi dan efektif, yang berarti bagaimana proses penjualan dapat dioptimalkan dengan biaya yang seefisiennya. Tampilan toko/minimarket merupakan fungsi sebagai media untuk menciptakan penjualan. Hal itu penting karena barang yang tersedia di toko tidak terjual dengan sendirinya, tetapi dipersiapkan sedemikian rupa sehingga konsumen akan terangsang melakukan pembelian. Dari pemaparan di atas jelaslah bahwa tidak setiap orang mampu menjadi pengelola minimarket. Seorang kepala toko haruslah mempunyai pengetahuan (knowledge) yang cukup dan kemampuan/kepiawaian (skill) yang mumpuni. Harus memiliki wawasan tentang ritel dan memahami proses bisnisnya. Kemampuan manajer minimarket juga harus memliki jiwa kepemimpinan, mampu membuat perencanaan, pengorganisasian, dan pengaturan kerja sehingga dapat dipastikan pekerjaan dikerjakan sesuai dengan yang diharapkan dan akhirnya melakukan pengawasan. 153 Pengelolaaan Minimarket Ciercle K sangat memperhatikan hal-hal di atas. Misalnya, dikemukakan oleh pengelola minimarket Bapak Yudi Setianugraha sebagai berikut. Menjawab pertanyaan tentang bagaimana mengelola usaha minimarket maka ia menyatakan :”Seorang harus mampu mengkombinasikan kualitas internal dan eksternal maksudnya apa yang ada di pihak perusahaan harus bisa disinergikan dengan faktor luar yang mempengaruhi usaha kita, sehingga yang mampu menjadi keteladanan, pemikiran dan mampu memotivasi bawahan. Keteladanan adalah kemampuan untuk memberikan contoh baik dalam sikap dan perilaku keseharian sehingga dapat menjadi panutan. Pemikirannya harus mampu kreatif, kritis, dan mampu menganalisis keadaan secara cepat dan tepat yang akhirnya mampu mendongkrak penjualan ( wawancara, 9 November 2011). Ada beberapa fungsi yang harus dijalankan oleh seorang Store Manager atau Store Supervision: Menurut I Nyoman Sugiarta (2011: 93) disebutkan adalah sebagai berikut. 1. Pengelolaan karyawan toko, dalam bisnis ritel yang padat kerja, berarti bahwa pengelolaan sumber daya manusia yang baik akan menjadi salah satu kunci keberhasilan. Pengelolaan karyawan bisa berupa hal-hal berikut. a. Pemberian training yang memadai untuk karyawan baru meliputi training mengenai kebijakan perusahaan, sistem atau proses bisnis atas pekerjaan yang kelak menjadi tanggung jawabnya, prosudur penerimaan barang dan retur. b. Memberikan motivasi kerja, konsultasi, dan mencontohkan sikap positif dalam bekerja di toko. c. Membantu personel toko untuk mencapai performa toko dengan memberikan supervisi setiap saat. d.Menyusun dan memberikan insentif atas kinerja yang baik. 154 2. Pelayanan konsumen setiap personel toko. Setiap karyawan harus mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada setiap konsumen, mampu meyakinkan konsumen bahwa barang yang dibeli sesuai dengan keinginan mereka. Selalu menyapa konsumen dengan santun serta gesit melayani konsumen di kasir agar tidak tercipta antrean yang panjang. 3. Pengendalian biaya. Beberapa jenis biaya yang terjadi di toko yang harus dicermati oleh manajer toko adalah; a. Biaya tenaga kerja, berarti berapa jumlah karyawan yang ideal. Untuk itu perlu memerhatikan: (a). jumlah jam kerja (berapa shift) (b). seberapa tinggi traffict konsumen di toko (customer per day) (c). bagaimana kondisi toko dari kerawanan pencurian dan gangguan lainnya (d) berapa luasan toko (selling space), beberapa retailer membagi toko dalam sejumlah tipe berdasarkan luas selling space. b. Biaya perawatan toko, atas biaya perbaikan fasilitas sehingga tidak mengganggu pelayanan kepada konsumen atau menghambat proses kerja, antara lain pengecatan ulang, perbaikan pendingin ruangan, perbaikan pendingan minuman (chiller), shop, sign, single pole, perbaikan area parker, dan lainnya. c. Biaya listrik, termasuk biaya yang secara rutin yang menyedot pengeluaran yang cukup besar. Untuk itu karyawan harus benar-benar memahami hemat energi. Mulai dari desain toko sedemikian rupa sehingga pada siang hari bisa mengurangi penyalaan lampu, pengaturan titik lampu yang tepat. 155 d. Biaya kehilangan barang (inventory loss). Kehilangan barang di toko juga sangat memengaruhi perolehan laba. Kehilangan barang sebagian besar disebabkan oleh; (a) kesalahan pencatatan antara fisik barang yang diterima dan yang dicatat atau tercantum di stock barang dagangan (komputer) (b).kesalahan pengiriman barang dari supplier atau dari distribution center (c).pencurian yang dilakukan oleh karyawan toko itu sendiri (d).pencurian yang dilakukan oleh orang luar (konsumen) (e).kesalahan pencatatan pada saat stock opname. Pencegahan kehilangan barang ini biasanya dilakukan dengan cara berikut. a. Trainning karyawan mulai dari proses penerimaan barang dan pengecekan yang tepat dan akurat. Teknik pengawasan konsumen dengan tetap melayani serta memberikan pengenalan tentang ciri-ciri pencuri dari pihak luar serta memberikan peringatan dan sanksi yang tegas atas pencurian yang dilakukan oleh pihak karyawan sendiri. b. Desain atau penataan toko harus sudah mempertimbangkan kemungkinan kehilangan beberapa jenis barang, misalnya barang yang mahal, barang kecil. c.Tipe barang lain yang harus dipajang pada tempat khusus yang mudah diawasi oleh kasir atau karyawan toko lainnya. d. Penambahan alat-alat keamanan seperti CCTV dipasang di area penjualan atau area luar toko (parkir) serta penyediaan tenaga keamanan. Untuk memberikan kenyamanan dan keamanan pelanggan maka Circle K telah menyediakan tempat parkir dan berbagai fasilitas. Keberadaan Circle K yang 156 buka 24 jam membuat minimarket ini cukup berisiko khususnya pada malam hari. Keadaan yang sepi dan jumlah karyawan biasanya yang bertugas dua orang dimanfaatkan oleh perampok. Hal ini pernah dialami oleh Circle K di Jalan Letda Reta pada 21 Desember 201. Pada saat itu yang sedang bertugas adalah I Komang Ardi seorang diri. Dia dirampok oleh lima orang dengan kerugian 5,3 juta dan dua HP miliknya (Radar Bali, 22 Desember 2011). Resiko yang lain adalah karena Circle K mendapat izin untuk menjual minuman beralkohol dengan klasifikasi A, kalau konsumen minum terlalu banyak, juga bisa menyebabkan mabuk. Hal ini pernah terjadi di depan toko modern di Jalan Hayam Wuruk Denpasar pada hari Minggu dini hari (23/10/2011). Pada waktu itu terjadi kasus tawuran di depan toko modern. 6.1.5 Tradisi dan Budaya Kerja. Mata pencaharian sebagai pedagang berkembang secara alamiah, yaitu mulai mencoba mengadu keberuntungan dan pada akhirnya digeluti sebagai profesi. Berdagang secara tradisional banyak dilakoni oleh penduduk di Kecamatan Denpasar Selatan. Jumlah penduduk yang mata pencahariannya sebagai pedagang berjumlah 6.631 jiwa. Jumlah itu nempati rangking dua setelah mata pencaharian di bidang pemerintahan /jasa yang berjumlah 10.350 jiwa dari total penduduk 32. 504 jiwa. Itu berarti 31 persen dari total penduduk. Tempat untuk menjual barang dagangannya tersebar di 20 pasar umum dan di berbagai lokasi, baik dalam bentuk toko kelontong, minimarket, maupun lapaklapak yang biasanya berada di dekat permukiman penduduk. 157 Berdagang memerlukan keterampilan yang lebih dibandingkan dengan pekerjaan agraris. Seiring dengan terjadinya perkembangan ekonomi dan banyak pengembangan daerah pariwisata dan permukiman, menyebabkan lahan pertanian berkurang. Hal itu mengakibatkan petani beralih pekerjaan. Pola kehidupan pedagang kebanyakan kental dengan tradisi masih banyak diikat oleh tatanan upacara dan upakara yang bersifat keagamaan. Permasalahan akan muncul bahwa spirit berdagang adalah harus lebih banyak mengoptimalkan waktu dan mengejar apa yang dikenal efisiensi sebagai muara untuk pencapaian laba. Berdasarkan hasil wawancara dengan sepuluh orang pedagang kecil yang ada di Kecamatan Denpasar Selatan,Diketahui bahwa total hari berdagang dalam satu bulan tidak lebih dari 24-- 26 hari mereka bisa membuka toko/warung. Hal ini disebabkan oleh adanya berbagai kepentingan yang berkaitan, dengan tradisi maupun upacara keagamaan (wawancara 11 November 2011). Perkembangan ekonomi yang menuntut adanya tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi menuntut juga cara kerja yang lebih efesien dengan lebih mengagungkan apa yang dikenal dengan manajemen. Penekanan efisiensi hakikatnya merambah berbagai ranah kerja. Penekanan itu sendiri sebenarnya tidak lepas dari kehadiran ide manajemen ilmiah Taylor. Dalam kajian “waktu dan gerak” didesain menggantikan apa yang disebut Taylor dengan metode “aturan jempol” yang tidak efisien. Artinya, kerja dalam hari, hari didominasi apa yang dinilainya sebagai “satu cara terbaik”. yaitu sarana optimal mengakhiri sebuah pekerjaan ( Ritzer, 2002 :79). Perkembangan Minimarket Circle K yang dari awalnya memang telah mengusung kapitalisme, sebagai salah satu jenis usaha yang telah secara terus 158 menerus menggunakan pedoman-pedoman pengelolaan sebuah toko modern. Peranan budaya organisasi yang merupakan makna atau sistem yang dianut oleh anggota dalam hal ini adalah para karyawan, supervisor dan pemilik minimarket. Unsur-unsur yang ada dalam budaya organisasi ini adalah sistem nilai, lingkungan bisnis, pahlawan, jaringan budaya, pola ritual keyakinan, perilaku, gaya manajemen, sistem dan prosedur manajemen, norma-norma dan prosedur serta pedoman perilaku ( Tika, 1999 ;7). Perkembangan toko modern di Denpasar yang terus menerus bertambah banyak dipandang sebagai kecederungan (trend). Bagi para pengusaha mengenali dan memanfaatkan trend merupakan sesuatu yang penting. Circle K merupakan salah satu toko modern yang memanfaatkan momentum itu Circle K memahami sebuah produk dapat memiliki signifikansi di luar fungsi dan bentuk, yaitu produk menjadi simbol di dalam masyarakat sehingga produk itu merupakan ikon. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola minimarket Circle K, diketahui bahwa selain memperoleh gaji sesuai dengan yang dimuat dalam surat pengangkatan atau dalam surat penetapan secara tersendiri, karyawan juga diberikan tunjangan hari raya keagamaan (THR) sebagai wujud kebersamaan untuk menyelenggarakan aktivitas budaya, yaitu hari raya agamanya. 159 Gambar 6.1 Lay Out Minimarket Circle K Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2012 Dalam gambar di atas tampak sangat jelas bagaimana Minimarket Circle K menempatkan peralatan, barang-barang dan penerangan sebagai satu cara menarik konsumen. Minimarket yang telah masuk ke daerah pemukiman merupakan ancaman bagi pedagang kecil di sekitarnya, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Ambara sebagai berikut. “Tumbuhnya minimarket sampai ke pelosok-pelosok pemukiman termasuk ke Sesetan merupakan ancaman bagi warung, pedagang kecil, dan toko kelontong disekitarnya. Jarak antara minimarket yang satu dengan yang lain sangat berdekatan, malahan ada yang berhadap-hadapan, apalagi di sekitarnya juga banyak berdiri toko kelontong dan pedagang kecil lainnya. Seperti toko saya, sejak adanya minimarket, orang yang datang ke sini berbelanja berkurang. Mereka lebih memilih berbelanja ke minimarket karena barang yang ditawarkan lebih lengkap, apalagi di sana ada internet gratis, maka kalangan remaja lebih tertarik ke situ” (wawancara, 3 September 2011) 160 Ungkapan di atas didukung oleh beberapa konsumen (responden) yang diwawancarai mengenai mengapa mereka memilih berbelanja di Circle K. Hasil wawancara berstruktur dari responden diuraikanya sebagai berikut. Berkisar 60% menjawab bahwa berbelanja di Circle K jauh lebih praktis, lebih hieginis, dan pelayanannya juga ramah. Selain itu, ada Free Wifi, bukanya juga 24 jam. Bisa dengan cepat membeli apa yang kita perlukan terutama makanan dan minuman ringan. Lain halnya kalau belanja di toko kelontong kita harus mencari-cari tempat barangnya, agak lambat, dan pelayanannya kurang, juga bukanya kan tidak lama. Seandainya semua kebutuhan disediakan di sini, kemungkinan saya akan membeli semua di sini, biar sekalian. Sisanya lagi 40% konsumen mengatakan bahwa dia berbelanja di Circle K karena tempat tinggalnya dekat. Di samping buka 24 jam parkirannya juga dekat dengan tokonya. Jadi, dapat menghemat waktu, terutama untuk orang yang dikejar waktu seperti saya. Selain itu, di bagian kasir juga tidak pernah antre lama. Pokoknya Circle K memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan.Untuk masalah harga hanya selisih Rp 500,00 s.d. Rp 1.000,00 dengan minimarket lain atau warung kecil dan ia tidak keberatan karena dia lebih cepat. Dari informan dan responden di atas menunjukkan adanya kekhawatiran dari pemilik toko atas kehadiran minimarket terhadap keberlangsungan warung atau toko kelontong yang ada di sekitarnya, dan dapat dipahami bahwa konsumen sangat membutuhkan barang tidak saja karena fungsinya, tetapi di mana barang itu dibeli. Dalam kaitan ini pembelian di Circle K dapat memberikan simbol bahwa barang dan tempatnya menaikkan gengsi dalam pergaulan sosialnya. Terbukti walaupun harga barang di Circle K lebih mahal, ia tetap belanja di sana. Kondisi ini memberikan 161 gambaran bahwa konsumen Circle K berada di kelompok kemampuan ekonomi menengah ke atas karena konsumen yang kondisi ekonominya lemah akan sangat bergantung dari harga produk tersebut. Artinya, di mana lebih murah maka mereka akan melakukan pembelian di tempat itu. Konsumen dengan tipe inilah biasanya lari ke pedagang kecil/kelontong karena di sana dapat harga lebih murah dan adanya interaksi sosial dalam bentuk tawar-menawar. Fenomena di atas sesuai dengan teori Kotler (2002: 181), yaitu faktor utama yang memengaruhi konsumen adalah (1) faktor budaya yang terdiri atas budaya, sub-sub- budaya, kelas sosial; (2) faktor sosial yang termasuk di dalamnya adalah kelompok acuan, keluarga, peran, dan status; (3) faktor pribadi, karakteristik pribadi tersebut meliputi usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli; dan (4) faktor psikologis yang terdiri atas motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan pendirian. Menurut Engel (1994 : 66) diuraikan bahwa Cara utama budaya memengaruhi yang Anda beli dan digunakan setidaknya tiga efek utama. Pertama, budaya memengaruhi konsumsi-institusi-institusi yang tersedia untuk pemasaran. Kedua, budaya memengaruhi bagaimana individu mengambil keputusan. Ketiga, budaya adalah variabel utama di dalam penciptaan dan komunikasi makna di dalam produk. 162 Gambar 6. 2 Konsumen Minum Minuman Beralkohol Depan Minimarket Circle K Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2012 Pertimbangan konsumen melakukan pembelian dari toko tertentu, apakah karena bisa menawar, apakah karena adanya pilihan barang-barang yang beragam. Inilah yang dikenal dengan citra toko, seperti yang dikemukakan oleh, Lynda Wee Keng Neo, Cynthia Ng-Tang Lai Mun ( 2001:40) bahwa citra toko adalah apa yang dinilai oleh konsumen tentang Anda dalam kegiatan mereka. Ini merupakan soal pemetaan anggapan dan persepsi konsumen. Hal itu merupakan fakta bahwa konsumen menilai dan memilih peritel berdasarkan citra 163 yang diproyeksikan. Beberapa konsumen percaya bahwa di mana mereka berbelanja sama pentingnya dengan apa yang sesungguhnya dibeli. Oleh karena itu, penting untuk memahami apa yang menjadi citra toko dan bagaimana mengolah serta mengomunikasikan citra yang tepat kepada konsumen. 6.2 Faktor Eksternal Bisnis ritel di Indonesia menngalami perkembangan yang cukup pesat pada beberapa tahun terakhir dengan berbagai macam format dan jenisnya. Hal ini disebabkan, baik oleh adanya perkembangan manufaktur dan peluang pasar yang cukup terbuka maupun upaya pemerintah untuk mendorong perkembangan bisnis ritel. Secara eksternal perkembangan industri ritel tidak terlepas dari pengaruh tiga faktor utama, yaitu (1) ekonomi, (2) demografi, dan (3) sosial budaya. Pertama, faktor ekonomi adalah kondisi perekonomian negara yang memengaruhi prestasi kerja suatu perusahaan meliputi tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pendapatan masyarakat, perubahan selera, dan pola pengeluaran konsumen yang diakibatkan dari perubahan pendapatan. Faktor-faktor tersebut memengaruhi baik secara langsung dan tidak langsung, praktik perusahaan. Perusahaan perlu mengamati perkembangan indikator-indikator ekonomi sehingga dapat menerapkan strategi yang efektif. Kotler (2002 :165) mengemukakan bahwa daya beli yang ada di suatu perekonomian bergantung pada pendapatan, harga, tabungan, utang, dan ketersediaaan kredit saat ini. Oleh karena, itu pemerintah bersama-sama dengan masyarakat harus berusaha mempertahankan dan meningkatkan kondisi ekonomi agar menjadi lebih baik sehingga pelaku bisnis dapat memajukan bisnisnya. Untuk 164 itu ada beberapa hal yang harus mendapatkan perhatian, yaitu siklus bisnis, ketersediaan energi, inflasi, suku bunga, investasi, harga produk dan jasa, produktivitas, dan tenaga kerja. Kedua adalah demografi. Isu penting yang perlu diamati oleh pelaku bisnis adalah perubahan tentang struktur umur penduduk, permasalah jenis kelamin, ras, peluang kerja dan pengangguran, serta masalah-masalah yang menyangkut urbanisasi. Dalam bisnis ritel salah satu cara dalam menentukan target pasar adalah melalui demografi. Sesuai dengan pendapat Sugiarta (2011 : 13) bahwa segmentasi demografi adalah penetapan segmentasi pasar berdasarkan data kependudukan, wanita atau pria pada rentang usia tertentu, serta rata-rata jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tangga. Hal lainnya adalah seberapa tinggi pertumbuhan penduduk di area tersebut minimal dalam setahun. Data ini sangat dibutuhkan untuk memprediksi pertumbuhan pasar di wilayah tersebut. Ketiga adalah faktor sosial budaya masyarakat. Perubahan sosial masyarakat hendaknya dapat diantisipasi oleh pihak perusahaan. Masyarakat dan budaya merupakan kekuatan yang secara umum memengaruhi kehidupan perusahaan dan yang tercermin dari persepsi, nilai-nilai kemasyarakatan dan agama, perilaku dan kepercayaan. Manajer harus menyesuaikan praktik bisnis dengan harapan masyarakat konsumen yang terus berubah-ubah. Pada cita rasa berubah maka manajer harus pula berubah. Kotler (2002 :173) menyatakan bahwa orang-orang membeli produk, merek, dan jasa sebagai sarana ekspresi diri. Mereka membeli mobil impian dan liburan, menghabiskan banyak waktu dan uang untuk kesenangan pribadi. Manajer harus memiliki perhatian yang tajam terhadap pergeseran budaya pada suatu saat sehingga dapat mengantisipasi peluang dan ancaman yang timbul. 165 Dalam menjalankan usaha, baik berdagang di pasar, toko kelontong, maupun modern yang termasuk di dalamnya minimarket, supermarket sampai hypermarket, maka tiga faktor di atas sangat perlu diperhatikan karena sangat memengaruhi keberlangsungan usaha. Faktor yang amat penting untuk keberlangsungan bisnis adalah mampu menghadapi persaingan dan faktor pemerintah yang menyangkut penyediaan fasilitas, pemberian perlindungan, seperti peraturan perundangundangan dan berbagai regulasi yang menjadi kewenangannya. 6.2.1 Persaingan Adanya persaingan dalam dunia bisnis dapat memengaruhi kebijakan dan kinerja perusahaan. Artinya, dalam persaingan yang oligopoli perusahaan mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk memengaruhi pasar, sedangkan pada pasar persaingan sempurna sangat ditentukan oleh jumlah kompetitor yang dilihat dari beberapa sisi seperti jumlah, ukuran, dan kekuatannya. Kotler (2002 : 247) mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan yang jelek mengabaikan pesaing; perusahaan rata-rata akan meniru pesaing; perusahaan yang menang menggungguli pesaing. Sehubungan dengan itu, kekuatan-kekuatan para pembisnis harus selalu menganalisis para pesaingnya. Ancaman persaingan bisa timbul dari beberapa kekuatan seperti di bawah ini. 1. Ancaman persaingan segmen yang ketat. Suatu segmen menjadi tidak menarik jika ia telah memiliki pesaing yang banyak, kuat, atau agresif. Ia bahkan menjadi lebih tidak menarik jika segmen tersebut stabil atau menurun. Kondisi ini bisa menyebabkan perang harga, perang iklan, dan pengenalan produk baru. 166 2. Ancaman pendatang baru. Daya tarik suatu segmen berbeda-beda menurut tingginya penghalang untuk masuk dan keluarnya. Segmen yang paling menarik adalah segmen yang memiliki penghalang untuk masuk yang tinggi dan penghalang untuk keluar yang rendah. 3. Ancaman produk substitusi. Suatu segmen menjadi tidak menarik jika terdapat substitusi aktual atau potensial dari suatu produk. Substitusi membatasi harga dan laba yang dihasilkan. 4. Ancaman peningkatan kekuatan posisi tawar pembeli. Suatu segmen menjadi tidak menarik jika pembeli memiliki posisi tawar yang kuat atau semakin meningkat. Pembeli akan berusaha untuk memaksa agar harga diturunkan, meminta lebih banyak pelayanan sehingga menjadi beban profitabilitas penjual. 5. Ancaman peningkatan kekuatan posisi tawar pemasok. Suatu segmen menjadi tidak menarik jika para pemasok perusahaan mampu menaikkan harga atau mengurangi kuantitas yang dipasok. Pemasok cenderung menjadi lebih kuat (Kotler, 2002 : 248). Pesaing dalam arti ekonomi adalah usaha yang sejenis atau menjual barang yang sama atau barang yang dapat menggantikan fungsinya. Dalam bisnis ritel, termasuk minimarket terdapat empat tipe persaingan (Sujana, 2012 : 20) sebagai berikut. 1. Direct competition, bersaing langsung dengan kompetitor sejenis dengan target market dan lokasi yang sama. Contohnya Minimarket Alfamat dan Indomaret, bersaing dalam lokasi yang sama, berdampingan, berhadap-hadapan. bahkan 167 2. Internal competition, bersaing dengan toko lain yang masih satu group/perusahaan. Contoh : persaingan antara minimarket ternama dalam satu group/merek dalam satu coverage area, kurang dari 500 meter. 3. Horizontal competition, persaingan dalam target market yang berbeda walaupun dalam kategori barang dan lokasi yang sama. Contoh persaingan antara sebuah minimarket murni dengan convenience store dalam suatu lokasi yang sama atau berdekatan. 4. Vertical competition, persaingan dalam satu jalur distribusi yang sama secara vertikal. Contoh persaingan sebuah grosir modern dengan minimarket yang ada di dekatnya, dalam radius kurang dari 500 meter. Pemasar harus selalu menyesuaiakan diri dengan kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan. Di samping itu, harus memiliki hubungan baik dengan pemasok, distributor, pemerintah, dan lain-lain. Dalam Marketing Manajemen Pendekatan pada nilai-nilai pelanggan (Tanjung, 2004 : 38) dinyatakan bahwa persaingan saat ini sudah mulai bergeser, dari yang bersifat biasa-biasa (general) menjadi agresif. Pada akhirnya untuk mengatasi persaingan yang semakin kompetitif itu, perusahaan harus mempunyai kemampuan (capability). Untuk menghadapi persaingan, perusahaan harus memiliki produk unggulan dan memberikan value yang tinggi kepada konsumen. Selain itu, harus memadukan dengan service. Inilah yang disebut dengan TQS (Total Quality Service). Artinya, produk dan layanan merupakan kesatuan yang tak terpisahkan (Tanjung, 2004 :32) Berdasarkan konsep di atas dapat dilihat bagaimana persaingan antara pedagang kecil dan hadirnya minimarket dan seterusnya bagaimana persaingan itu 168 berjalan di antara pelaku pasar yang lain. Potensi pasar yang ada selalu diperebutkan oleh para pelaku pemasaran berusaha untuk memeroleh pangsa pasar yang lebih besar. Sujana (2012: 203) menyebutkan bahwa posisi pasar sebuah entitas ritel modern secara eksternal dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu sebagai berikut. 1. Orientasi pasar (M), yaitu bagaimana peritel melakukan segmentasi, menargetkan, dan melakukan penyesuaian, format, produk, dan layanan. 2. Kompetisi (C), yaitu ritel modern bersaing pada kedua sisi pasar, pasar konsumen dan sumber daya, bagaimana peritel menempatkan diri dalam persaingan, apakah sebagai pemimpin, pengikut, atau penantang. 3. Informasi (I), yaitu kini peritel yang unggul adalah mereka yang menguasai informasi; teknologi informasi, dan komunikasi 4. Globalisasi (G), yaitu pengaruh globalisasi tidak bisa dihindari. Mereka yang survive dan mampu berkembang adalah yang mampu beradaptasi dan mengadopsi iptek, seperti pemain global, menyetarakan kapasitas dan kompetensinya. Dalam aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh minimarket, pengelolanya menempatkan diri sebagai pemimpin dalam persaingan utamanya dengan para pedagang kecil dan toko kelontong. Dengan modal yang lebih besar, pelayanan yang memuaskan, dan berbagai fasilitas pendukung serta penataan barang dan promosi, seperti tampak pada gambar berikut. 169 Gambar 6.3 Bentuk Promosi Circle K . Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2011 Dalam gambar di atas tampak bentuk promosi merek rokok terkenal, yaitu Marlboro, di kaca depan juga tertempel Free Wi-Fi, dan iklan lainnya seperti “Tersedia Pulsa Ulang”. Minimarket melakukan banyak strategi untuk memperebutkan konsumen terutama melalui informasi, yaitu iklan. Konsep ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Bell dalam buk Ritzer (2004: 292). Ia menyatakan bahwa masyarakat-masyarakat praindustrial menggunakan sebuah permainan melawan alam. Artinya, orang-orang menyerap segala sesuatu dari alam dalam bidang pertambangan, perikanan, kehutanan, dan pertanian. Masyarakat industrial memusatkan perhatian pada ”permainan melawan alam yang diolah di pabrik,” yaitu masyarakat yang didominasi oleh mesin dan 170 kebutuhan yang ada digunakan untuk koordinasi, jadwal, memprogram, dan mengatur segala sesuatu hingga ke tingkat yang tinggi. Karena didominasi oleh pelayanan, maka masyarakat posindustri adalah sebuah “permainan antarperson” sebuah permainan yang sangat banyak memanfaatkan perbedaan dalam pengetahuan. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa pedagang tradisional dalam menjalankan usahanya tidak terlalu memerhatikan, baik model pelayanan maupun menyebarkan bentuk-bentuk informasi, seperti brosur, iklan, discount, dan lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Solihati, seperti berikut. “Berdirinya minimarket yang semakin banyak, dan kurang memperhatikan jarak dengan toko kelontong dan pedagang kecil lainnya, malahan toko saya berjarak sekitar lebih 15 meter, maka Circle K dianggap sebagai pesaingnya. Beberapa tahun sebelum Circle K dibuka penjualannya mencapai 3 jutaan per hari, dan sekarang hasil penjualannya turun drastis kurang lebih penjualannya 2 jutaan. Ia meminta pemerintah supaya tidak lagi mengizinkan pendirian minimarket karena akan bisa mengalahkan pedagang kecil dalam berjualan” (wawancara, 12 Juli 2011). Dari pemaparan di atas tampak jelas bahwa posisi minimarket sebagai usaha yang dipandang kapitalis akan berbenturan dengan usaha rakyat. Dalam hal ini para pedagang kecil tergeser pangsa pasarnya atau minimal ceruk pasarnya direbut oleh para pemilik minimarket. Fenomena di atas diakui oleh Salah seorang supervisor pada Circle K, yaitu Luh Emi Sandra Gilianti, sebagai berikut. “Untuk mengantisipasi persaingan dalam menggaet pelanggan dengan melakukan strategi pemasangan iklan dan promo. Di areal pintu masuk dijejer berbagai produk untuk menarik minat konsumen untuk membeli. Meningkatkan pelayanan agar konsumen merasa nyaman saat berbelanja. Dan bagi mereka yang ingin menikmati minuman dan makanan disediakan tempat tongkrongan yang nyaman di areal parkir toko. Bagi mereka yang ingin menikmati minuman beralkohol, Circle K juga memiliki izin khusus menjual minuman keras”(wawancara 12 Juli 2011). 171 Ungkapan di atas menggambarkan bahwa persaingan antara minimarket dengan pedagang kecil terus-menerus terjadi, yang pada akhirnya posisi pedagang kecil semakin terdesak. Fenomena ini sesuai dengan teori Kotler (2002: 263), yaitu strategi dalam memimpin pasar. Untuk bertahan sebagai nomor satu, perusahaan dituntut untuk melakukan tindakan di tiga bidang. Pertama, perusahaan harus menemukan cara untuk memperbesar permintaan pasar keseluruhan. Kedua, perusahaan harus melindungi pangsa pasarnya sekarang melalui tindakan defensif dan ofensif yang tepat. Ketiga, perusahaan harus berusaha meningkatkan pangsa pasarnya lebih jauh. Iklan dan promosi dapat dilihat pada gambar 6.4 Gambar 6.4 Jenis Iklan Coca Cola dan Kartu Visa Sumber: Dokumentasi Adnyana, 2011 Menurut Indriyo (2010: 181), di uraikan bahwa proses pemasaran adalah proses tentang bagaimana pengusaha dapat mempengaruhi konsumen agar para 172 konsumen tersebut menjadi tahu, senang lalu membeli produk yang ditawarkan dan akhirnya konsumen menjadi puas sehingga mereka akan selalu membeli produk perusahaan itu. Strategi pemasangan iklan dan promo yang dilakukan oleh minimarket, merupakan langkah untuk menarik konsumen se banyak-banyaknya. Pedagang kecil kurang melakukan promosi dan iklan untuk menambah kunjungan konsumen. Kondisi terus berkembangnya minimarket yang mengarah pada convenience store terus semakin diminati. Hal ini seiring dengan perubahan pola masyarakat perkotaan yang menginginkan kepraktisan membuat perkembangan toko ritel semakin pesat. Fenomena di atas diakui oleh Ketua DPD Aprindo Jatim, Abraham Ibnu, seperti berikut. “Model minimarket yang digabungkan dengan tempat nongkrong (conviniece store) saat ini semakin menjamur, sebut saja 7 Eleven, Circle K, dan yang terbaru Lawson. Dia menambahkan , tahun lalu total transaksi sektor ritel di Indonesia berkisar 80 triliun, dan diproyeksikan tahun ini mencapai 100 triliun “(Jawa Post, 18 Agustus 2012). Dari ungkapan di atas menunjukkan bahwa ritel modern pertumbuhannya sangat cepat, model minimarket yang disertai dengan berbagai fasilitas, dan pelayanan seperti tempat duduk untuk santai merupakan pilihan bagi konsumen perkotaan. Kondisi ini sesuai denga pendapatnya Engel (1994: 50), di uraikan bahwa produk mempunyai nilai simbolis yang berada jauh di luar pertimbangan ekonomi yang dikenal dengan motif emosional. Benda-benda yang dibeli dipandang mempunyai makna pribadi dan sosial selain fungsi mereka. Barang modern dikenal sebagai benda psikologis, sebagai symbol dan sifat dan tujuan pribadi, sebagai simbol dari pola dan perjuangan sosial. 173 Menurut Martyn (2006: 44), di uraikan dalam proses menuju pasar dan transformasi dari komoditas untuk keperluan konsumsi menjadi objek konsumsi, komoditas berubah dari nilai guna dan makna ideal menjadi objek material dan simbolis dari pengalaman hidup. Namun bukan berarti proses komodifikasi membiarkan objek ini tetap tak tersentuh, makna dan nilai simbolis yang mengelilingi komoditas pada awal kontekstualisasinya dalam desain, iklan dan pemasaran tidaklah sirna ketika digunakan. Motivasi pelanggan membeli suatu produk dan variable-variabel produk yang dianggap bernilai oleh pelanggan. Dengan berbelanja pada minimarket memberikan kepastian kualitas, dan halal, sehingga para konsumen merasa citra sosialnya telah meningkat. Sebaliknya berbelanja pada pedagang kecil yang kesannya kumuh, kurang nyaman, dan barang yang dijual terbatas, ini akan berpengaruh terhadap pergeseran masyarakat konsumen untuk berbelanja. 6.2.2 Pemerintah Peran pemerintah dalam pembangunan ritel di Indonesia khususnya di Kota Denpasar sangat besar, seperti apa yang termuat dalam resume Forum Diskusi “Kebijakan Persaingan Sehat dalam Industri Ritel” yang diselenggarakan di Denpasar pada 29 Juli 2010. Forum ini dihadiri oleh perwakilan instansi pemerintah, akademisi, KADIN, Asosiasi, dan pelaku usaha dari Kota Denpasar. Kebijakan adanya persaingan yang sehat dalam industri ritel. Adanya interpretasi dan pemahaman yang sama dari pemerintah daerah terhadap kebijakan sektor ritel pascapemberlakuan Perpres No. 112/2007 dan Permendag No. 53/208 yang dapat digunakan sebagai landasan operasional. 174 Regulasi mengenai ritel, khususnya yang mengatur keberadaan ritel modern dan ritel tradisional tertuang dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 145/MPP/Kep/5/97 tentang penataan dan pembinaan pasar dan pertokoan. Setiap tahun ritel modern khususnya yang dimiliki oleh asing semakin membanjiri Indonesia. Hal inilah kemudian yang membuat beberapa ritel tradisional mulai merasakan ketidaknyamanan, bahkan beberapa ritel tradisional terancam tutup. Sejak tahun 2000 peritel modern semakin agresif dalam mengadakan ekspansi. Secara nasional pertumbuhan ekonomi semakin membaik yang ditandai dengan meningkatnya pengeluaran masyarakat dari sisi konsumsi. Di pihak lain juga diikuti dengan perubahan pola masyarakat dalam berbelanja. Permasalahan di atas juga muncul di Kota Denpasar, yaitu adanya perubahan pola masyarakat dalam berbelanja. Jika mulanya masyarakat sangat setia berbelanja di ritel tradisional, seperti toko-toko kelontong, maka masyarakat berubah dengan berbelanja ke ritel modern. Hal ini didukung oleh wawancara yang dilakukan kepada 25 orang. Pengakuan konsumen Minimarket Circle K yang penulis wawancarai adalah sebagai berikut. “Menjawab pertanyaan kenapa ia berbelanja di Circle K, 15 orang (60%) menyebutkan bahwa dibandingkan dengan berbelanja di pedagang kelontong maka ia lebih memilih Circle K karena praktis dalam artian cepat mencari tempat barangnya dan telah tesusun rapi, pelayannya murah senyum, tempatnya nyaman dan bersih dan kalau ada sisa waktu bisa duduk-duduk sambil membuka laptop, karena gratis Wifi. Berkaitan dengan pertanyaan apakah dia tahu tentang aturan yang mengatur zona tempat berjualan antara minimarket dengan pedagang kecil/kelontong. Kebanyakan konsumen tidak mengetahui, hampir 70% tidak mengetahui secara jelas aturan mengenai minimarket” (wawancara, 1 Juni 2011). 175 Terkait dengan upaya mengantisipasi tumbuhnya toko modern di Kota Denpasar yang sangat cepat, maka Wali Kota Denpasar mengeluarkan Perwali No. 9 Tahun 2009, tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Di dalamnya dengan jelas sudah diatur bahwa untuk lokasi pendirian pusat perbelanjaan dan toko modern wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Detail Tata Ruang, termasuk peraturan zonasinya. Yang menjadi permasalahan di lapangan bahwa pemerintah belum sepenuhnya memiliki RTRWK sehingga zoning untuk penataan menjadi tidak teratur. Sesuai dengan pasal 6 Perwali No. 9, Tahun 2009 ayat 5 minimarket boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan. Syarat ini hampir sama dengan persyaratan lokasi pasar tradisional dalam ayat 1, yaitu pasar tradisional boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lokal atau jalan lingkungan pada kawasan pelayanan bagian kota atau lokal atau lingkungan (perumahan) di dalam kota. Adanya tempat berusaha yang sama antara minimarket dan pedagang kecil/kelontong membawa dampak pedagang kecil akan mengalami kerugian. Hal itu terjadi karena dari sisi permodalan termasuk modal sosial berupa jaringan adalah kurang. Mengacu pada teori struktur generatif Bourdieu dapat diiterpretasikan bahwa telah terjadi praktik-praktik yang terstruktur. Minimarket Circle K sebagai terwaralaba memiliki modal ekonomi yang lebih kuat sehingga mampu memeroleh modal lainnya, misalnya (1) modal 176 simbolik, yaitu dengan membeli merek usaha yang sudah terkenal di masyarakat, baik lokal maupun inetrnasional, dalam hal ini simbol Circle K (huruf K berada di dalam lingkaran); (2) modal budaya, berupa pengalaman dan pengetahuan dalam mengelola usaha dengan SOP yang jelas dan terperinci mulai dari bentuk bangunan, lay out, peralatan sampai pelayanan; (3) modal sosial, yaitu melalui jaringan yang luas dan sudah terkenal dan terpercaya secara internasional sehingga pertumbuhan Minimarket Circle K sangat cepat; (4) modal ekonomi, yaitu modal berupa uang yang diinvestasikan akan mampu memeroleh pendapatan yang menguntungkan. Jarak pendirian pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern (kecuali minimarket) tidak diperkenankan pada radius kurang dari satu kilometer dari pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan /atau toko modern yang sudah ada (pasal 7 ayat 2). Sebaliknya, pada ayat 3. diatur tentang jarak minimum pendirian pusat perbelanjaan dan toko modern (kecuali minimarket) terhadap persimpangan jalan atau traffic light paling kurang pada jarak 250 meter. Kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa jarak antara ritel tradisional dan ritel modern, yaitu saling berdekatan, malahan bersebelahan. Ini merupakan persoalan tersendiri, khususnya dalam persaingan barang-barang dagangan. Mengacu pada teori hegemoni Gramsci bahwa konsep hegemoni dapat dielaborasi melalui penjelasan tentang basis dan supremasi kelas. Supremasi sebuah kelompok mewujudkan diri dalam dua cara, yaitu sebagai “dominasi” dan sebagai “kepemimpinan intelektual dan moral”. Di sini dapat diiterpretasikan bahwa Minimarket Circle K mendominasi dalam hal berusaha dan bersaing terhadap pedagang kecil yang pada akhirnya pertumbuhan pedagang kecil akan semakin lemah. 177 Argumen ini didasarkan dari penjelasan Dinas Perizinan Kota Denpasar, Bapak Suryawan, bahwa untuk Kota Denpasar batas total toko modern yang diizinkan adalah 28 unit. Pertimbangan jumlah itu disesuaikan dengan letak, zonasi, lahan parkir, serta jarak dengan traffic light. Kenyataannya di lapangan pengusaha melabrak peraturan. Artinya di lapangan ada salah satu toko berjaringan yang memiliki 48 toko. Terkait dengan hal itu, dia minta supaya dewan membuat peraturan daerah (Perda) karena Perwali tidak mempan menangkal. Hal itu terjadi karena jenis pelanggaran yang bisa ditangani sebatas tindak pidana ringan (tipiring). Hal ini diperkuat oleh Anggota Komisi C, Anak Agung Susruta Ngurah Putra, mencurigai para pemilik waralaba tersebut nakal. Mereka memanfaatkan celah aturan ibu kota. Dikhawatirkan pesatnya pertumbuhan toko modern tersebut akan menjadi tameng bagi pengusaha. Di sisi lain keberadaan minimart-minimart tersebut secara tidak langsung juga telah mematikan usaha rakyat (Radar Bali, 16 Juni 2010). Dari hasil observasi peneliti dan penjelasan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar diketahui bahwa 48 toko modern yang dimaksud adalah Circle K’. Keberadaan pedagang kecil kian terdesak akibat pemerintah tidak mampu mengendalikan pertumbuhan toko modern. “Menurut Bapak Nyoman Puja, S.H., Kepala Bidang Penegakan Perda Dinas Ketenteraman dan Satuan Polisi Pamong Praja, puluhan toko modern 24 Jam ilegal, di mana ijin hanya untuk toko Kelontong sehingga mereka tidak mengajukan IMB (izin mendirikan bangunan) untuk toko. Sementara masalah zonasi ada toko modern tanpa izin langsung beroperasi dan menurutnya pembukaan toko modern ini sangat cepat, berapa hari sebelumnya masih kosong tapi beberapa saat kemudian sudah berdiri toko modern. Ia mengambil contoh bahwa di mana ada Alfamart maka tidak jauh dari sana akan berdiri Indomaret”(wawancara, 20 Juli 2011). 178 Berkaitan dengan pengawasan pedagang kecil lebih banyak dilakukan oleh desa/kelurahan dan hanya wajib mendaftarkan usahanya. Adanya celah-celah aturan yang dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk menjalankan usahanya ataupun memanfaatkan kelemahan aparat pemerintah dalam pengawasan maka dipandang perlu adanya penataan ulang/perbaikan/penyesuaian aturan-aturan yang mengatur keberadaan pasar tradisional/toko kelontong dengan toko modern dalam hal ini minimarket. Mengacu kepada kekuasaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah, maka sesuai dengan teori Foucault (2012 :13) yang menyatakan bahwa posstrukturalisme merupakan reaksi terhadap strukturalisme yang membongkar setiap klaim akan oposisi pasangan, hirarki, dan validitas kebenaran universal. Sebaliknya, menjunjung tinggi permainan bebas tanda serta kestabilan makna kategori intelektual. Dalam analisis geneologi posstrukturalis, yang diadopsi dari Nettsch, dibahas hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan serta jalinan hubungan dalam formasi diskursif. Hal ini berarti bahwa dalam geneologi ada kerangka kerja konseptual yang memungkinkan diterimanya beberapa moda pemikiran lainnya. Lebih lanjut Storey (2003 :132) juga mengemukakan bahwa analisis geneologi berkaitan d enganhubungan antara kekuasaan dan pengetahuan. Menurut Foucault (dalam Fakih, 2008 :41) kekuasaan dan pengetahuan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, tetapi merupakan proses pendisiplinan dan normalisasi serta proses penggunaan pengetahuan, kekuasaan telah diterapkan pada berbagai aspek. Selanjutnya Foucault (dalam Barker, 2008 :85) menekankan hubungan timbal balik yang saling membangun antara kekuasaan dengan 179 pengetahuan sehingga pengetahuan tidak dapat dipisahkan dengan kekuasaan. Pengetahuan terbangun di dalam praktik kekuasaan. Di samping itu, membangun perkembangan, perbaikan, dan proleferasi teknik baru kekuasaan. Kekuasaan dan pengetahuan telah menjadi dasar dalam pengelolaan minimarket sementara pedagang kecil sebagai mata pencaharian yang banyak digeluti oleh masyarakat kurang mendapatkan perlindungan dari pemerintah sehingga keberadaannya semakin terdesak. Pemerintah dengan berbagai kekuasaan yang melekat dalam kenyataanya lebih banyak memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap keberadaan minimarket dibandingkan dengan melakukan pemberdayaan bagi pedagang kecil. 180 BAB VII DAMPAK DAN MAKNA MARGINALISASI DENGAN TUMBUHNYA MINIMARKET CIRCLE K 7.1 Dampak Dalam penelitian ini dampak dan makna marginalisasi Minimarket Circle K terhadap pedagang kecil dapat bersifat negatif. Akan tetapi, ada juga yang bersifat positif yang bisa berpengaruh terhadap keberadaan, baik subjek maupun objek penelitian. Di samping itu, bisa juga dalam konteks,baik kelompok masyarakat. Pembahasan mengenai dampak individu maupun dimaksudkan untuk mengetahui secara lebih detail pengaruh dari marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket Circle K. Sebaliknya, pembahasan makna dapat disebutkan sebagai nilai-nilai yang lebih abstrak dari kehidupan masyarakat. 7.1.1 Dampak Ekonomi Circle K menyimbolkan kesuksesan sebuah minimarket yang telah tersebar di berbagai belahan dunia, termasuk di Bali khususnya Denpasar sebagai pusat kegiatan pemerintahan dan ekonomi. Daya tarik serta luasnya jaringan pasar merupakan salah satu minimarket yang paling banyak dijumpai di Kecamatan Denpasar Selatan. Upaya menjaga agar Circle K tetap menjadi berita melalui berbagai iklan, promosi, dan kegiatan lainnya merupakan salah satu strategi mengonstruksi ikon Circle K. Rogers (2009: 122) mengatakan bahwa secara umum yang dimaksud dengan konstruksi sosial sebuah realitas adalah semua keyakinan atau pandangan yang 181 diterima secara luas pada dasarnya berasal dari proses interaksi terus-menerus dalam tradisi, kebiasaan dan hasrat untuk menghindari hukuman dan mendapatkan imbalan. Dalam kaitan ini bagaimana Circle K berusaha menguasai pikiran dan mengontrol citra produk dan layanan terhadap konsumen. Bagi masyarakat perkotaan yang berada pada golongan menengah ke atas masalah pencitraan adalah amat penting. Sementara masyarakat bawah yang masih berkutat dengan kebutuhan dasar lebih berorientasi pada fungsi sebuah benda atau produk. Golongan ini yang biasanya berbelanja di sektor informal, pasar tradisional, pedagang kaki lima, termasuk toko dan warung kelontong. Gambar 7.1 Pengaturan Barang Dagangan Toko Kelontong Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2012 Saat ini keberadaan fungsi dan peranan UMKM amat penting karena sektor ini tidak saja sebagai sumber mata pencaharian orang banyak, tetapi juga menyediakan 182 secara langsung lapangan kerja bagi mereka yang tingkat pengetahuan dan keterampilannya rendah. Keberadaan pedagang kecil di Denpasar Selatan bila ditinjau dari tingkat pendidikannya adalah mulai dari tamat sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan paling banyak tamatan sekolah menegah atas, sementara pemilik minimarket Circle K kebanyakan tamatan sarjana. Permasalahan internal usaha mikro, kecil, dan menengah meliputi (a) rendahnya profesionalisme tenaga pengelola usaha UMKM; (b) keterbatasan permodalan dan kurangnya akses terhadap perbankan dan pasar; serta (c) kemampuan penguasaan teknologi yang masih kurang. Sebaliknya permasalahan eksternalnya, yakni (a) iklim usaha yang kurang menguntungkan bagi pengembangan usaha kecil; (b) kebijaksanaan pemerintah yang belum berjalan sebagaimana diharapkan; (c) kurang dukungan; dan (d) masih kurangnya pembinaan, bimbingan manajemen, dan peningkatan sumber daya manusia (Yustika, 2006: 41). Di samping banyaknya permasalahan yang dihadapi, di pihak lain harus mempertahankan diri dari para pesaing usaha sejenis, baik usaha besar maupun usaha toko berjaringan, seperti minimarket. Sebaliknya, di sisi lain karena keterbatasan modal dan pengetahuan, lay out pengaturan barang dagangan pada toko kelontong sering tidak baik sehingga kurang menarik dan konsumen mengalami kesulitan menemukan barang yang akan dibeli. Dengan demikian, berpengaruh terhadap keinginan konsumen untuk membeli. 183 Gambar 7.2 Pengaturan Lay Out Toko Kelontong Sumber : Dokumentasi Adnyana. 2012 Pengembangan pedagang yang tergolong usaha mikro merupakan bagian dari pengembangan ekonomi kerakyatan. Pemberdayaan ekonomi kerakyatan dalam pembangunan harus menjadi bagian dari kebijakan pemerintah. Dampak yang paling kentara dengan tumbuhnya minimarket yang tidak sesuai dengan jumlah dan zona yang telah ditentukan dalam Perwali No.9, Tahun 2009 adalah sebagai berikut. Jumlah melebihi dari ketentuan, yaitu perbandingan minimarket dengan sistem jaringan reguler, waralaba, dan operator mandiri pada setiap kecamatan adalah 1 jaringan reguler: 2 jaringan waralaba : 4 operator mandiri (untuk setiap merek usaha jaringan). Selain dengan sistem jaringan minimarket tidak dikenai ketentuan kuota. Berdasarkan laporan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar, diketahui terdapat 121 buah minimarket, 10 buah supermarket dan 2 buah 184 hypermarket. Kondisi ini jauh dari ideal untuk dapat berusaha. Banyaknya toko modern berjaringan ini akan mempertajam persaingan usaha di antara pelaku bisnis. Toko kelontong/pedagang kecil mengalami penurunan pengunjung dan omzet penjualan. Semakin dekan letaknya dengan minimarket maka semakin besar kena pengaruhnya. Pandangan banyaknya minimarket dalam satu wilayah disampaikan oleh Pak Andra, seorang pemilik Circle K, di Jalan Raya Sesetan sebagai berikut. “Banyaknya minimarket sekarang ini menyebabkan persaingan antara pengusaha minimarket cukup ketat. Bagaimana tidak demikian, dalam satu wilayah bisa terdapat 10 minimarket dan letaknya juga berdekatan, bahkan bersebelahan. Menjawab pertanyaan siapa yang menjadi pesaingnya, ia mengatakan bahwa pesaing utama adalah sesama minimarket, yaitu Alfamart, Indomaret dan minimarket lainnya, sedangkan dengan pedagang kecil/kelontong persaingan kurang tajam karena dianggap jauh lebih lemah”(wawancara, 25 Juli 2011). Pemilik minimarket memandang bahwa pedagang kecil tidak merupakan ancaman. Hal ini berbanding terbalik dengan pengakuan seorang pedagang, yaitu Bapak I Wayan Agustina, di Jalan Dewata Sidakarya “ Menjawab pertanyaan bagaimana persaingan antara toko kelontong/pedagang kecil denga minimarket, ia mengatakan dulu pada waktu belum banyak ada minimarket di sekitar tokonya maka hasil penjualannya cukup lumayan, tetapi sekarang sepi sehingga untuk dipakai pencaharian pokok tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sekarang terpaksa saya bekerja lain sebagai tukang masak di restoran, yang berdagang istri saya”(wawancara, 25 Juli 2011). Pendapat di atas menggambarkan pandangan yang berbeda. Berdasarkan hasil kajian akademik minimarket di kota Denpasar yang dilakukan oleh Tim Fakultas Ekonomi Unud tentang pendapat pengelola minimarket mengenai tudingan ekses negatif terhadap warung/pasar tradisional adalah sebagai berikut. 185 1. 54,5% pengelola minimarket menyatakan ada pengaruh negatif minimarket terhadap warung/pasar tradisional. 2. 40,9% pengelola minimarket menyatakan tidak ada pengaruh negatif minimarket terhadap warung/pasar tradisional. 3. 4,5% pengelola minimarket tidak memberikan pendapat. Dari uraian di atas jelas tampak bahwa marginalisasi pedagang kecil dalam praktek bisnis disadari oleh para pengelola minimarket khususnya berkurangnya jumlah omzet penjualan dan berkurangnya kunjungan. 7.1.2 Dampak Sosial Budaya Konsep pembangunan yang dikemukakan oleh F. W. Rostow mengenai tahapan pertumbuhan ekonomi dan teori modernisasi dari MCClelland banyak dianut oleh LSM dan pemerintah pada tahun 1980- an. Teori modernisasi, bahkan terus dikembangkan di bawah judul program pengembangan masyarakat, usaha bersama, pengembangan industri kecil, dan peningkatan kewirausahaan dan industri kecil. Pada masa ini apa yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, dan LSM hampir sama. Dengan kata lain Indonesia telah mendorong perkembangan kapitalisme dengan meletakkan dan membangun dasar kewiraswastaan yang dilengkapi dengan perubahan sikap mental para perajin dan pedagang kecil yang menjadi binaan. Pada era selanjutnya lebih dikedepankannya teori penyerapan tenaga kerja yang merupakan revisi dari teori pertumbuhan. Sekarang ini konsep pembangunan kerakyatan, artinya bagaimana partisipasi rakyat dalam pembangunan ekonomi cukup tinggi. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembangunan lebih memihak para pemilik modal dan yang memiliki akses ke pusat kekuasaan. Tumbuhnya 186 minimarket yang tak terkendali di Denpasar Selatan sebagai salah bukti bahwa modal memegang peranan yang amat penting. Di sisi lain pedagang kecil yang kebanyakan dilakoni oleh masyarakat kecil keberadaannya semakin terdesak. Terpinggirkannya pedagang kecil ini berimplikasi pada tingkat pendapatan rata-rata yang dapat dicapai semakin menurun. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Solihati, seperti berikut. “Tersebarnya minimarket yang ada, dan letaknya dengan pedagang kecil seperti toko saya ini sangat berdekatan, akan menyebabkan turunnya omzet penjualan, dan ini mengakibatkan pekerjaan saya sebagai pedagang terancam, karena terus menurunnya jumlah penjualan. Kalau ini berlangsung lama bisa-bisa saya rugi, lalu bagimana saya menghidupi keluarga”(wawancara, 23 Oktober 2011). Ungkapan di atas didukung oleh beberapa pedagang yang diwawancarai. Dari 10 orang pedagang kecil yang diwawancarai, 4 orang mengatakan bahwa penurunan itu sampai 20 persen, empat orang mengatakan turunnya omzet adalah 25 persen, dan sisanya 2 orang mengatakan 30 persen, maka jumlah omzet penjualan mereka rata-rata turun 24 persen. Ini akan berdampak terhadap taraf hidup para pedagang, dan berpengaruh terhadap kapabilitasnya di masyarakat. Dampak sosial budaya berupa pergeseran nilai-nilai sosial yang dialami oleh para pedagang kecil, yaitu adanya perasaan kurang percaya diri untuk menekuni mata pencaharian sebagai pedagang karena berbagai kendala yang dihadapi. Nilai sewa toko yang begitu tinggi di jalan arteri menyebabkan para pemilik yang awalnya berdagang sekarang banyak disewakan sehingga terjadi pergeseran pemanfaatan. Berdasarkan hasil pengamatan di daerah Sesetan jumlah toko yang dialihkan ke pihak penyewa cukup banyak. Hal ini disampaikan oleh Kepala Lingkungan Banjar Lantang Bejuh, Bapak Dudy. 187 “Menjawab pertanyaan seberapa besar orang lokal yang menekuni pekerjaan berdagang kelontong atau toko modern, ya mengatakan bahwa toko-toko yang berderet di jalan Sesetan sudah kebanyakan disewa oleh orang luar. Warga yang dulunya berdagang merasa lebih menguntungkan dengan menyewakan karena dipandang tidak berisiko, dibandingkan dengan ia berdagang sekarang ini banyak persaingan dan minimarket jumlahnya banyak dan juga ada Swalayan Hardys. Pengaruh sosial budaya juga nampak pada perubahan bentuk rumah yang secara adat ada, di mana setiap tanah yang menghadap ke jalan raya dirubah menjadi ruko, warung, pertokoan, dan bangunan yang berfungsi ekonomis”(wawancara, 25 Oktober 2011). Kecamatan Denpasar Selatan merupakan daerah yang aktivitas ekonominya sangat tinggi karena di sana ada Desa Sanur sebagai pusat pariwisata di Bali. Banyaknya hotel yang berdiri di sana membawa dampak pada masyarakat berupa tempat bekerja dan menekuni pekerjaan yang berkaitan dengan pengembangan wisata. Yang menonjol adalah tingginya harga lahan atau sewa lahan termasuk tempat-tempat berjualan untuk pedagang kecil. Dari hasil pengamatan di daerah ini jumlah toko kelontong sedikit karena sudah kebanyakan digunakan sebagai tokotoko yang berkaitan dengan usaha lain seperti usaha travel, kafé, perkantoran, dan toko modern. Dalam bisnis ritel yang menjadi target pasar atau yang lebih sering disebut “market segmentation” adalah orang-orang yang memutuskan dan memilih toko dan barang-barang yang dibutuhkan. Di samping itu, faktor apa saja yang memengaruhi mereka mengambil keputusan untuk membeli produk yang dibutuhkan. Pada dasarnya untuk menentukan pasar sasaran harus dipahami apa yang menjadi kebutuhan calon konsumen, apa yang diinginkan, serta apa yang harus disediakan sesuai dengan daya belinya. Penentuan target pasar menurut beberapa faktor Sugiarta (2011 :13) dipengaruhi oleh Pertama, adalah geographic segmentation, yaitu penetapan 188 segementasi pasar berdasarkan wilayah tempat tinggal. Selain itu yang juga perlu diperhatikan adalah seberapa tinggi pergerakan penduduk. Kedua, demographic segmentation, yaitu penempatan segmen pasar berdasarkan data kependudukan, jenis kelamin, faktor usia serta rata-rata jumlah anggota keluarga. Ketiga pscyhographic atau segmentasi berdasarkan gaya hidup sekelompok orang. Ini bisa dilihat dari cara mereka menghabiskan uang dan waktu mereka saat bekerja atau saat usai berkerja. Dari hasil survei di lapangan diperoleh data bahwa berdasarkan jenis kelamin maka jumlah laki-laki berbelanja berbelanja ke Circle K lebih banyak dibandingkan dengan perempuan, yaitu dengan perbandingan 80% untuk laki-laki dan 20% perempuan. Dari segi golongan usia diperoleh bahwa usia di bawah 20 tahun yang berbelanja sebesar 52%, usia antara 21 tahun sampai dengan 30 tahun berjumlah 40%, dan usia di atas 30 tahun jumlahnya 8%. Dari data ini dapat dipahami bahwa yang menjadi pasar sasaran adalah orang yang berusia muda dan jenis kelamin laki-laki. Hal ini disebabkan oleh usia muda yang mobilitasnya tinggi dan sangat memerhatikan kenyamanan berbelanja. Di samping itu, Circle K buka 24 jam sehingga merupakan pilihan untuk berbelanja pada malam hari setelah tokotoko yang lainnya tutup. Pergeseran tempat berbelanja yang dulunya pada pedagang kecil, yaitu pedagang di pasar dengan suasana akrab dan disertai tawar-menawar berubah menjadi situasi yang kaku. Masuk ke pusat-pusat belanja dari hypermarket, supermarket dan minimarket sepertinya para konsumen sudah dipersiapkan untuk berbelanja tanpa interaksi sosial yang tinggi. Harga barang sudah tertera jelas, rak 189 telah diatur sedemikian rupa untuk tempat barang, dan telah mengikuti katagorisasi. Konsumen tinggal mengambil dan memasukkan ke tas atau malahan troly dan selanjutnya pergi ke kasir membayar dengan tunai atau juga bisa kartu kredit. Pembayaran dengan kartu kredit telah mengubah kebiasaan masyarakat membawa uang tunai menjadi membawa kartu. Konsumen diberikan keleluasaan berbelanja dengan tidak membawa uang tunai. Hal ini mengubah kebiasaan dari berbelanja harus mempunyai uang tunai dengan berbelanja dengan utang. Yang terjadi adalah pada tanggal jatuh tempo dana yang dibayar sering membengkak dengan tanpa disadari. Tumbuhnya Minimarket Circle K di objek wisata juga berdampak terhadap pergaulan sosial. Artinya, para pelanggan tidak saja terdiri atas orang local, tetapi juga para pelancong dari mancanegara. Transaksi kadang juga memakai dolar US diterima oleh minimarket karena untuk menukarkannya juga dekat dan tidak ada hambatan. Hal tersebut sesuai dengan pemikiran Simmel dalam Chaney ( 2009 : 99) dengan membuat beberapa poin mengenai teorinya tentang hakikat uang (the nature of money) karena tiga alasan. Pertama, mengarahkan pada diskusi lebih menyeluruh tentang organisasi sosial dalam penggunaan benda-benda dan khususnya institusi fashion. Kedua, karakter tertentu dari bagaimana Simmel membuat teori uang juga memperkenalkan tanggapan-tanggapan yang paling sering dilemparkan terhadap karakter karyanya-bahwa tak ada satu pun hal yang hadir dan memiliki makna yang murni dengan sendirinya. Semua fenomena sosial adalah bentuk-bentuk hubungan. Selain itu, juga dan secara simultan hadir sebagai muatan 190 (content) dari bentuk-bentuk asosiasi atau pergaulan lainnya. Ketiga, dari permulaan dengan teori uang, ia juga memperkenalkan tema-tema modernitas yang merupakan latar belakang esensial dari seluruh aspek lain Penggunaan bahasa tidak terbatas pada bahasa Indonesia, tetapi bahasa Inggris sebagai bahasa interrnasional juga sering digunakan. Penggunaan bahasa asing dalam berinteraksi, baik dengan konsumen maupun dalam pergaulan sosial merupakan salah satu dampak dari Bali sebagai tujuan wisata internasional, seperti tampak salah seorang konsumen Circle K di bawah ini. Gambar 7. 3 Profile Konsumen Circle K Sumber : https://foursquare.com/v/circle-k/4bef4a4d5e4aa59333dc58bb Salah satu dampak negatif dari keberadaan minimarket Circle K adalah anakanak remaja sering tinggal sampai larut malam sambil mengonsumsi minuman beralkohol. Minimarket Circle K memang memiliki izin khusus untuk bisa menjual 191 minuman beralkohol tipe A. Dari pengamatan di lapangan diketahui bahwa minuman ini terdiri atas bir, vodka yang beralkohol 4,8 %. Gambar 7.4 Minuman Beralkohol pada Circle K Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2011 Berkaitan dengan minum alkohol di mana benda-benda material dapat menjadi simbol. Dalam studi yang dilakukan oleh Mary Douglas (1987) dikumpulkan sejumlah studi mengenai pecandu alkohol berdasarkan hal-hal yang melekat dalam organisasi sosial dan realitas lokal. Kemudian beralih dari fokus patologis yang lebih konvensional yang melihat “minum” sebagai hal yang menyimpang atau merusak. Dalam hal ini alkohol dipandang sebagai unsur integral dalam organisasi peristiwa-peristiwa sosial. Dalam studi ini penggunaan alkohol tidak dipaparkan melalui konsep gaya hidup sehingga lebih mudah diperkenalkan bagaimana benda-benda material dapat menjadi simbol alternatifalternatif utopia. Dari hasil pengamatan di lapangan diketahui bahwa kebiasaan minum alkohol pada masyarakat sering lebih diartikan perbuatan yang negatif 192 karena melihat efek yang ditimbulkan, seperti keributan atau mabuk yang menyebabkan tidak mampu mengontrol perbuatan sehingga bisa merugikan orang lain. Pemanfaatan waktu yang berlebihan untuk berbelanja sambil bersantai juga menyebabkan adanya waktu yang hilang untuk belajar bagi pelajar dan mahasiswa dan waktu kerja bagi yang sudah bekerja. Kenyataan ini memperlihatkan etos kerja masyarakat masih rendah, ingin bersantai-santai dan melupakan kerja keras dan usaha keras. Etos kerja yang rendah ini banyak digunakan sebagai peluang oleh masyarakat dari luar, seperti dari Jawa dan Lombok yang mencari pekerjaan di Denpasar. Perilaku siswa yang tinggal di depan toko lengkap dengan seragam sekolah juga merupakan gambaran bahwa disiplin dan kepatuhan terhadap aturan sekolah kurang diperhatikan. Kenyamanan untuk berbelanja sambil internetan menyebabkan ada anak yang sampai bolos sekolah. Adanya kecendrungan berbelanja sambil duduk lama-lama berdampak terhadap produktivitas dan pengeluaran uang untuk aktivitas konsumsi. 7. 2 Makna Barthes dalam Baker (2009 :74) memberikan pengertian tentang makna, yaitu dari dua sistem signifikansi: denotasi dan konotasi. Denotasi adalah level makna deskriptif dan literal yang secara virtual dimiliki semua anggota suatu kebudayaan. Pada level kedua makna konotasi, makna terbentuk dengan mengisyaratkan penanda dengan aspek-aspek kultural yang lebih luas; keyakinan, sikap, kerangka kerja, dan ideologi suatu formasi sosial. 193 7.2.1 Makna Kapitalis Perubahan sosial modernisasi dan pembanguna/ pertumbuhan pada umumnya di bangun di atas landasan kapitalis. Pandangan ini bersumber dan berakar pada pandangan filsafat ekonomi klasik, terutama ajaran Adam Smith yang dituangkan dalam karyanya Wealth of Nation (1776) ( dalam Mansour Fakih, 2009 :46). Pandangan ini memengaruhi perubahan sosial di kemudian hari yang disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, adanya kepercayaan akan laissez faire, yakni kebebasan dalam bidang ekonomi yang memberikan isyarat perlunya membatasi atau memberikan peranan sangat minimum kepada pemerintah dalam bidang ekonomi. Kedua, mereka percaya terhadap ekonomi pasar yang diletakkan di atas sistem persaingan atau kompetisi bebas dan kompetisi sempurna. Ketiga, mereka percaya pada kondisi full employment jika tanpa intervesi pemerintah. Keempat, mereka percaya memenuhi kepentingan individu akan berarti memenuhi kepentingan masyarakat. dan Kelima, mereka menitikberatkan pada kegiatan ekonomi. Konsep kapitalis yang diusung oleh perdagangan bebas melalui globalisasi memberikan kebebasan bagi sektor ekonomi untuk menjalankan aktivitas ekonominya, membuka jaringan yang bersifat internasional. Kapitalis mendapatkan kritik yang tajam dari karya Marx dalam analisisnya tentang dinamika kapitalisme, suatu cara produksi yang didasarkan pada kepemilikan pribadi atas sarana produksi. Kapitalisme bertujuan meraih keuntungan dan dia melakukannya dengan mengisap nilai lebih dari pekerja. Jadi nilai tenaga yang digunakan untuk menghasilkan satu 194 produk menjadi milik kelas borjuis, kurang dari yang diterima pekerja atas kerja yang dilakukannya. Realisasi nilai surplus ke dalam bentuk uang diperoleh dengan menjual produk (yang mengandung, baik nilai guna maupun nilai tukar) sebagai komoditas (Baker, 2009 :14). Komoditas inilah yang nantinya dijual di pasar dengan persaingan di antara produsen dengan kekuatan kapital (modal) sehingga yang kuat akan semakin kuat dan yang lemah akan cenderung semakin lemah. Masuknya minimarket, supermarket, hypermarket dari berbagai negara ke Indonesia termasuk ke Denpasar, seperti Circle K, Sogo, Correfour, dan yang lainnya sebagai bukti kapitalis telah menjadi bagian dari pembangunan bidang ekonomi, khususnya dalam perdagangan. Minimarket Circle K dalam operasionalnya memerlukan dana untuk pendiriannya cukup tinggi sehingga kekuatan kapital (modal) sebagai faktor produksi yang paling urgen, terbinanya jaringan yang luas mulai dari vendor, supplier, atau principle, yaitu perusahaan yang menyediakan barang dagangan yang akan dijual. Circle K terus berusaha menciptakan efisiensi dan bersamaan dengan itu mengajak masyarakat konsumen berubah sesuai dengan cara-cara yang dikehendaki. Ini bisa dilakukan dengan mengadakan promosi yang terus- menerus sehingga membuat calon konsumen akan berubah keinginannya dari awalnya memerlukan barang tertentu berubah menjadi membutuhkan barang tersebut. Satu minimarket dengan minimarket lainnya juga terjadi persaingan yang amat ketat. Siapa yang mampu menciptakan efisiensi di berbagai bidang dia akan memenangkannya. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ritzer yang menelaah tentang gelombang McDonalisasi. Beberapa di antara restorant fast-food, bahkan saling memangsa serta menyokong 195 pembentukan restorant fast-food. Bila tidak demikian, mereka berperan dalam muasal efisiensi kerja yang dikembangkan McDonald (Ritzer, 2002 :63). McDonald termasuk ritel modern yang fokus pada sajian fast-food dalam bentuk restoran. Konsep-konsep yang diterapkan hampir sama dengan konsepkonsep dalam ritel modern lainnya yang mengacu pada efisiensi. Efisiensi berarti memilih sarana optimal bagi tujuan akhir yang telah ditetapkan. Optimal dalam hal ini bermakna upaya mendapatkan dan memanfaatkan sarana sebaik mungkin. Efisiensi jelas akan menguntungkan pengusaha karena pekerjaan berhasil dilakukan dengan baik serta pelayanan terhadap konsumen dapat dilkukan secara efisien. Hal ini bisa dilihat, baik di McDonal maupun di Circle K, konsumen langsung mengambil sarana sendiri dan mengambil barang juga sendiri. Berbisnis dalam bingkai kapitalis membuat pihak lemah semakin tidak berdaya. Misalnya, pedagang kecil yang pola bisnisnya lebih berorientasi pada ekonomi kerakyatan, dengan modal kecil, jaringan masih terbatas, pengelolaan yang kurang efisien membawanya pada situasi yang kurang menguntungkan. Pola kapitalis berpijak dari pola pikir “cost and benefit ratio”, yaitu selalu berusaha mengoptimalkan faktor-faktor produksi, seperti tanah, modal, tenaga kerja, dan keahlian untuk mencapai keuntungan. Kekhasan sistem ekonomi kapitalis dari segi proses kapitalisme adalah sistem ekonomi yang hanya mengakui satu hokum yaitu hukum tawar-menawar di pasar. Jadi, kapitalis adalah ekonomi yang bebas, bebas dari pelbagai pembatasan oleh raja dan penguasa lain (orang boleh membeli dan menjual barang di pasar mana pun), bebas dari pembatasan produksi (orang bebas mengerjakan dan memproduksikan apa pun yang dikehendakinya), bebas dari 196 pembatasan tenaga kerja (orang bebas mencari pekerjaan di mana pun, ia tidak terikat pada desa atau tempat kerjanya). Hal yang menentukan adalah semata-mata keuntungan yang lebih besar (Suseno, 2000 :164). Selanjutnya pandangan kapitalis dari sistem produksi bahwa nilai yang ingin dihasilkan oleh para peserta pasar adalah nilai tukar, bukan nilai pakai. Maksudnya, orang memproduksi atau membeli sesuatu bukan karena ia mau menggunakannya, melainkan karena ia ingin menjualnya lagi dengan keuntungan setinggi mungkin. Keuntungan itu amat penting karena kalau mendapat laba yang cukup besar, maka para pengusaha akan dapat bertahan dan dapat memenangkan persaingan. Secara sederhana tujuan sistem ekonomi kapitalis adalah uang, bukan barang yang diproduksi. Persaingan adalah salah satu strategi yang dikembangkan oleh kapitalis. Strategi global dalam persaingan meliputi persaingan dalam industri global, struktur persaingan dari berbagai segmen ekonomi, persaingan yang tajam di antara pelaku ekonomi, dan ketergantungan negara-negara lemah dari negaranegara yang kuat (Kotabe, Helsen, 1998 : 215). Perkembangan kapitalis pada akhirnya tidak saja berpengaruh dalam kehidupan ekonomi, tetapi juga memengaruhi perilaku masyarakat yang mengagungkan pasar dan uang sehingga terjadilah kegiatan memproduksi kebutuhan yang berlimpah dengan bantuan media massa, iklan, TV. Di sini jelas terlihat bahwa hasrat kapitalisme tidak hanya sekadar memproduksi kebutuhan, tetapi lebih dari itu. Untuk pencapaian tingakat keuntungan yang lebih tinggi Minimarket Circle K selain menjual produk luar yang sudah terkenal juga menjual produk yang memiliki label Circle K. Menjual merek sendiri dapat meningkatkan 197 omzet/keunggulan. Adapun keunggulannya terletak pada menjual produk merek sendiri lebih unggul dalam persaingan dengan produk lain yang tidak memiliki merek sendiri. Menjual merek sendiri juga berarti dapat mengatur spesifikasi atau kandungan dari sebuah produk dan selanjutnya dapat menentukan kualitas produk tersebut. Selain itu, memungkinkan mengadakan berbagai inovasi dalam produk, baik yang bersifat diversifikasi maupun bentuk produk. Akhirnya, dapat membonceng ketenaran merek terkenal dengan cara memajang barang produk merek sendiri dengan produk merek terkenal. Di samping itu, melakukan promosi juga dapat dihemat karena anggaran promosi cukup sekali, tetapi sudah mencakup gerai dan merek. Strategi penggunaan merek (branding) dihadapkan pada bayak pilihan. Ritel dapat membeli merek yang sudah terkenal atau dapat mengembangkan merek privat ataupun dapat mengembangkan bauran dari keduanya. Merek adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, bahkan kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk menyebutkan barang-barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual agar terbedakan dari para pesaing. Sebaliknya merek pedagang adalah bagian merek yang mendapat perlindungan hukum. Merek dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut. 1. Merek pabrik, juga dikenal dengan merek nasional adalah produk yang dirancang, diproduksi, dan dipasarkan oleh penjual. Pabrik bertanggung jawab untuk mengembangkan barang dan menjaga citra merek tersebut. Promosi untuk merek pabrik memerlukan biaya yang lebih kecil karena pabrik telah mempromosikan sendiri barang tersebut. 198 2. Merek lisensi adalah merek di mana ritel ataupun pihak yang membeli dan menandatangani surat kontrak dengan sebuah pemilik merek yang terkenal untuk mengembangkan, memproduksi, dan menjual merek tersebut. 3. Merek privat adalah merek produk yang dibuat dan hanya tersedia untuk dijual oleh ritel tersebut. Jumlah ritel yang menggunakan label privat relatif kecil karena konsekuensinya ritel tersebut harus mempromosikan produk sendiri (Utami, 2010:220). Dalam kehidupan zaman modern, tingkat ekonomi tercermin dari tingkat pendapatan/penghasilan masyarakat mendominasi kehidupan sosial berupa status sosial di masyarakat. Hal itu sekarang banyak dinilai dari seberapa besar seseorang memiliki harta benda atau kekayaan, kekuasaan dan keuntungan sosial juga banyak dimiliki oleh orang yang memiliki kekayaan karena dia akan semakin mudah menggerakkan masyarakat untuk pencapaian tujuannya. Di sini tampak bahwa kepentingan individu yang selalu didasarkan pada prinsip untung-rugi menjadi pegangan hidup masyarakat. Kapitalisme meletakkan kepentingan pribadi di atas kewajiban moral dan dengan terus menghasilkan penemuan baru yang mengganti satu teknologi dengan teknologi baru. Kapitalisme menghancurkan ikatan-ikatan yang telah dibangun selama berabad-abad dalam masyarakat manusia dan tidak menyisakan apa pun, kecuali kepentingan pribadi sebagai perekat masyarakat (Fukuyama, 2005 :308). Masyarakat Kota Denpasar tidak terlepas dari penggunaan uang pada aktivitas ekonomi juga pada kehidupan sosial budaya. Uang digunakan sebagai alat ukur kekayaan juga alat tukar dalam berbagai transaksi. Kehidupan dengan uang tunai 199 belakangan telah mengalami pergeseran dengan berbagai fasilitas, seperti kartu debet, ATM, Flash. Semuanya menambah pilihan masyarakat untuk berbelanja memenuhi kebutuhannya. Dalam praktiknya bisnis minimarket sangat kental dengan konsep-konsep kapitalis, yaitu waktu awal pendiriannya memerlukan para investor yang memiliki modal yang cukup besar, pola pengelolalaan yang mengagungkan efisiensi adalah sebagai salah satu ciri kapitalis, mempunyai jaringan bisnis yang begitu kuat dan persaingan yang tajam di antara pelaku bisnis. Dalam masyarakat kapitalis pertukaran diadakan melalui serangkaian transaksi simbolis yang telah dikodekan sebagai “nilai”, yaitu dikenal dengan nilai guna dan nilai tukar. Dalam perkembangannya strategi pembangunan yang berorientasi pada pasar banyak mengalami keruntuhan dari apa yang tampaknya menjadi sebuah konsensus. Para pendukung reformasi, seperti Bank Dunia dan IMF mulai meragukan kemujaraban reformasi berorientasi pasar untuk menyelesaikan problem-problem yang dihadapi negara berkembang. Salah satu perwujudan paling nyata keretakan dalam konsesnsus itu adalah penerbitan Studi Bank Dunia mengenai kesuksesan negara-negara Asia Timur dengan judul The Asian Miracle (1993). Studi ini dilaksanakan setelah Jepang mendesak agar Bank Dunia memberikan perhatian khusus pada keberhasilan negara-negara Asia Timur yang dalam pandangan Jepang tidak sejalan dengan model perekonomian laisssez – faire (Sugiono, 2006 :176). Ironis walaupun ada kecenderungan untuk merevisi adopsi dan aplikasi reformasi ekonomi yang berorientasi pasar, dukungan terhadap liberalisasi, privatisasi, deregulasi, dan kebijakan-kebijakan lain yang masih kuat 200 terhadap ekonomi pasar, termasuk di Indonesia. Globalisasi telah menghilangkan sekat-sekat negara berkat kemajuan di bidang informasi. Salah satu ciri globalisasi adalah informasi yang sangat penting dalam merespons setiap perkembangan terutama di bidang ekonomi. Bila suatu daerah mampu menangkap setiap informasi yang lengkap yang kemudian dapat memanfaatkan dan menganalisis ketahanan ekonomi, maka daerah tersebut akan terhindar dari strategi pertumbuhan yang direkayasa oleh pihak asing (Yustika, 2006 : 92). Kehidupan yang lebih berorientasi pada materialistik, cenderung sebagai masyarakat konsumeris mendorong pola pikir pada keserakahan yang dikendalikan oleh aspek ekonomi. Masyarakat mempunyai keyakinan bahwa semakin banyak memiliki harta, benda-benda berharga, maka ia akan merasa dihargai lebih dalam pergaulan sosialnya. Kehidupan masyarakat yang materialistik mendorong tindakan manusia untuk mencari harta sebagai tujuan utama. Selanjutnya baru memikirkan unsur kehidupan yang lain. Rasa solidaritas akan berkurang, ketakwaan juga mengalami kemerosotan, dan kekeluargaan akan semakin renggang. Krisis pembangunan kapitalisme yang terjadi di negara-negara Asia Timur yang menganut teori pembangunan kapitalisme sangat mengejutkan, menginagt krisis terjadi pada negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang tercepat di dunia, sekaligus krisis yang tercepat dan tidak dapat diramalkan. Bank Dunia ( 1993) mengakui bahwa pusat-pusat pertumbuhan itu ada di delapan tempat, yakni Jepang dan “Empat Macan Asia”, yakni ; Hongkong, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan. Di samping itu, juga Newly Industrial Economics (NIEs) di Asia Tenggara, yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand. 201 Richard Robinson (dalam Fakih, 2009 :87) melihat bahwa struktur kapitalisme di Indonesia pada tahun 1992 yang didukung oleh negara, militer, Orde Baru melalui kebijakan reformasi perdagangan, kebijakan kemudahan investasi, dan pengembangan penguatan jaringan industri hilir, serta dikuatkan lagi dengan kebijakan proses produksi murah untuk ekspor telah menaikkan volume investasi dan menguatkan teknokrat sebagai patron utama. Ditambah lagi dengan tumbuhnya kronisme yang tidak efisien. Ketika negara lepas kontrol terhadap struktur yang disintegrasi, mereka mulai dipaksa menerima investasi kapitalisme asing demi pertumbuhan, maka sebenarnya Indonesia secara cepat telah terjebak dalam sistem kapitalisme global. Pembangunan berhasil meningkatkan pertumbuhan yang cepat, tetapi di dalamnya juga tertanam benih-benih yang akan menghancurkan sistem dan model pembangunan itu sendiri. Itulah model “pembangunan pertumbuhan cepat” (rapid growth development model), yakni suatu model pertumbuhan yang tidak didukung oleh tabungan dan investasi domestik Proses globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan paham kapitalisme, yakni kian terbuka dan mengglobal peran pasar, investasi, dan proses produksi dan perusahaan-perusahaan transnasional, yang kemudian dikuatkan oleh ideologi dan tata dunia perdagangan baru di bawah suatu aturan yang ditetapkan oleh organisasi perdagangan bebas secara global. Globalisasi mulai berjalan setelah berhasil ditandatanganinya kesepakatan internasional tentang perdagangan pada April 1994 di Marrakesh, Maroko, yakni suatu perjanjian internasional perdagangan yang dikenal dengan General Agreement on Tariff and Trade (GATT). Pada tahun 1995 suatu organisasi pengawasan perdagangan dan kontrol 202 perdagangan dunia yang dikenal dengan World Trade Organizations (WTO) didirikan, yang beranggotakan 75 negara. Anggota GATT ditambah dengan anggota Uni Eropa menjadi anggota pendiri WTO pada 1 Januari 1995. 52 negara anggota GAAT lainnya masuk menjadi anggota WTO dua tahun kemudian, yang terakhir adalah di Kongo pada tahun 1997. Sampai saat ini tercatat 153 negara anggota WTO. Organisasi global ini sejak didirikan mengambil alih GATT. WTO akan bertindak berdasarkan komplain yang diajukan oleh anggotanya. Dengan demikian, lembaga ini merupakan salah satu aktor dan forum perundingan antara perdagangan dan mekanisme globalisasi. Selain itu, juga muncul beberapa perjanjian dengan area yang lebih kecil, misalnya Asia Pasific Economic Conference (APEC), di mana Indonesia menjadi salah satu anggotanya. ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah satu perjanjian dagang untuk mendorong manufaktur di seluruh negara anggota ASEAN. Perjanjian ini ditandatangani 28 Januari 1992 di Singapura. Saat ini ASEAN beranggotakan sepuluh negara yakni Brunai, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand (penanda tangan awal pendiriannya), selanjutnya Vietnam masuk pada tahun 1995, Laos dan Myanmar pada tahun 1997, dan Kamboja pada tahun 1999 (Nehen, 2012 : 532) Dalam millenium ini tingkat pertumbuhan ekonominya Asia cukup tinggi dicapai oleh negara India, Cina, dan Indonesia, sedangkan di Amerika Latin pertumbuhan pembangunannya yang cukup tinggi adalah Brasilia. Globalisasi tidak dalam kondisi terancam dibuktikan oleh Cina dan India. Dua negara raksasa yang berkembang, yaitu India yang menganut sosialis dan birokratik dan Cina yang menganut komunis telah menganut teori perekonomian liberal dan perdagangan 203 bebas. Globalisasi membawa kemakmuran bagi keduanya sedemikian rupa sehingga hasil ekspor keduanya meroket tinggi, pekerjaan berteknologi tinggi memudahkan jalan keduanya, kemiskinan berkurang, dan kelas menengah meningkat. Misalnya, keruntuhan Asia 1997, baik India maupun Cina tidak runtuh. Kenyataannya mereka berhasil mengatasinya dengan lebih baik daripada negaranegara lain selama krisis. Hal ini bisa terjadi karena mereka melakukan kontrol modal dan beragam pembatasan yang lain terhadap gerak perekonomian dan invesatasi. Secara umum mereka meraih sukses dengan modernisasi perekonomian dengan tidak mengikuti prinsip-prinsip perekonomian globalisasi. Apa pun reformasi pasar yang terjadi, reformasi tersebut muncul dalam konteks kepentingan negara – bangsa (Saul, 2008 :369). Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar, yaitu 237 juta, dan dengan wilayah yang sangat luas merupakan pangsa pasar yang cukup baik bagi barangbarang produksi internasional. Di sinilah peran pemerintah dalam hal perluasan ekonomi harus mampu memberikan perlindungan terhadap aktivitas ekonomi kerakyatan sehingga pembangunan dapat dirasakan oleh masyarakat banyak, tidak hanya dinikmati oleh kelompok atau golongan tertentu. 7.2.2 Makna Konsumerisme Kegiatan konsumsi sebagai akibat adanya pertumbuhan produksi yang tinggi dalam konsep kapitalis merupakan sesuatu yang dianggap sebagai logika, di mana adanya jumlah barang yang ditawarkan akan disertai dengan adanya permintaan. 204 Konsumsi sebagai kegiatan yang menghabiskan suatu benda/jasa secara sekaligus atau perlahan- lahan lebih diorientasikan pada kegiatan konsumsi karena kegunaan sebuah produk. Akan tetapi, pada masyarakat modern, kegiatan konsumsi sudah berkembang di samping karena “utilitas” juga karena adanya pencitraan dari sebuah produk. Menurut Gervasi (dalam Baudrillard, 2009 : 74) kebutuhan-kebutuhan saling bergantung satu sama lain dan merupakan akibat dari pembelajaran (lebih dari perhitungan rasional). Pilihan-pilihan tidak dibuat secara kebetulan, tetapi terkontrol secara sosial, dan menggambarkan model budaya yang dibuat. Tujuan ekonomi tidaklahlah memaksimalkan produk untuk individu, tetapi maksimalisasi produk yang berhubungan dengan sistem nilai masyarakat. Di sini jelas tampak adanya perbedaan perspektif pandangan, yaitu di satu sisi tindakan konsumsi pada masyarakat berkaitan dengan rasionalitas dan di pihak lain kegiatan konsumsi tidak semata rasionalitas, tetapi berkaitan dengan nilai-nilai yang dianut di masyarakat. Kegiatan mengonsumsi barang oleh konsumen dengan berbelanja di minimarket juga tidak bisa dilepaskan dari pandangan bahwa mengonsumsi tidak semata karena fungsi barang untuk memenuhi kebutuhan tetapi ada nilai yang lebih dengan berbelanja di minimarket, yaitu nilai gengsi/pencitraan di masyarakat lebih tinggi dibandingkan dengan berbelanja di toko kelontong. Budaya konsumen dalam pandangan postmodernisme dapat ditinjau dari tiga hal. Pertama, pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat belanja dan konsumsi. 205 Kedua, pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan yang berasal dari bendabenda berhubungan dengan akses benda-benda itu yang terstruktur secara sosial dalam suatu peristiwa yang telah ditentukan yang di dalamnya terdapat kepuasan dan status. Ketiga, adanya masalah kesenangan emosional untuk konsumsi, mimpimimpi dan keinginan yang ditempatkan dalam bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis (Featherstone, 2008 :29). Kegiatan konsumsi masyarakat Denpasar Selatan sangat jelas tampak pada persfektif ketiga, di mana masyarakat dengan slogan berbagai kemudahan, kenyamanan, pelayanan yang memuaskan telah mengalami pergeseran dalam berbelanja dari yang tergolong toko tradisional ke toko modern, yaitu minimarket, supermarket termasuk hypermarket. Dalam kaitan dengan barang konsumsi terjadi pergeseran ke produksi barang-barang simbolik, image dan informasi. Artinya, masyarakat dengan sukarela membelanjakan uangnya pada barang yang mampu memberikan simbol tertentu, seperti status sosial, membawa image yang tinggi di mata masyarakat karena dengan berbelanja di minimarket citranya lebih berkelas, lebih modern, dan tergolong masyarakat kekinian. Sebaliknya informasi dimaksudkan masyarakat yang menguasai media informasi, seperti iklan, promosi, teknologi dipandang sebagai golongan masyarakat yang peka terhadap kemajuan iptek. Kecamatan Denpasar Selatan dengan wilayah seluas 49,99 km2 dan penduduk yang heterogen berjumlah 186. 330 jiwa, berari tingkat kepadatannya 749 jiwa /km2. Jumlah rumah tangga 46. 239 KK. Di Wilayah Denpasar Selatan terdapat 206 banyak berdiri perusahaan, perhotelan, dan aktivitas ekonomi lainnya. Di samping itu, terdapat banyak sekolah dari tingkat TK sampai dengan perguruan tinggi. Hal itu menyebabkan banyak pekerja di sektor ini sehingga sangatlah tepat banyak Minimarket Circle K, yaitu 18 buah beroperasi di wilayah ini. Menurut Walter Benyamin (dalam Featherstone, 2008 :55), pasar-pasar swalayan dan arcade-arcade baru yang muncul di Paris dan kemudian di berbagai kota besar lainnya sejak pertengahan abad kesembilan belas dan abad-abad selanjutnya merupakan “dunia mimpi” yang efektif. Fantasmagoria besar-besaran dari berbagai komoditas yang dipertunjukkan, yang secara konstan diperbarui sebagai bagian dari dorongan kapitalis dan modernis ke arah kebaruan. Semua itu merupakan sumber image mimpi yang menghendaki berbagai asosiasi serta ilusi yang setengah dilupakan, disebut oleh Benjamin sebagai allegori. Hal ini sesuai dengan pendapat de Certeau (1984 :31), Tentang dikotomi antara produksi dan konsumsi. Pada kenyataannya, produksi rasional, ekspansionis, terpusat, spektakuler, dan mencolok dihadapkan pada jenis produksi yang sepenuhnya berbeda, yang disebut dengan konsumsi, yang dicirikan oleh fragmentasi (akibat dari situasi yang ada), melampaui batas dan diam-diam, aktivitas yang tiada kenal. Namun, perlahan, sifatnya semu, gaib karena produksi tidak menunjukkan diri dalam produknya sendiri. Akan tetapi dalam seni menggunakan hal-hal yang dipaksakan kepadanya (Martyn, 2006 :88). Minimarket sebagai salah satu ikon budaya masyarakat modern dapat mempresentasikan penanda budaya massa pada tataran yang paling rendah. Namun, saat ini disadari bahwa karakter multibentuk ikon budaya beragam. Hal ini sesuai 207 dengan pendapat Rogers dalam Barbie Culture Ikon Budaya Konsumerisme yang mengatakan bahwa tidak ada ikon yang hanya mempresentasikan satu dimensi atau satu aksi kebudayaan. Sebaliknya, ikon memiliki beragam represensi karena karakter yang cerdas, maknanya yang berlapis-lapis, kemampuannya beradaptasi dengan berbagai kondisi atau keinginan individu, ambiguitasnya yang tinggi, dan kodratnya yang senantiasa bersifat terbuka. Pada suatu saat yang sama, ia melahirkan karakter kebersamaan sekaligus perbedaan. Ikon budaya memberikan sebuah titik acuan yang sama bagi anggota-anggota sebuah masyarakat seraya menyesuaikan dirinya dengan perbedaan budaya yang ada di antara anggotaanggota masyarakat tersebut (Roger, 2009 :11). Masyarakat Kota Denpasar memandang minimarket sebagai ikon budaya yang mempresentasikan dirinya sebagai masyarakat modern dan kekinian. Kecenderungan konsumerisme yang paling tinggi berada pada kelompok masyarakat yang berpenghasilan menengah. Penduduk Kota Denpasar sebagian besar berada pada posisi ini. Sementara masyarakat yang tergolong miskin masih berkutat dengan kepentingan pemenuhan kebutuhan pokok (basic need), seperti pangan, sandang, dan papan. Pada saat berbelanja mereka memilih barang secara bebas sesuai dengan selera, warna, merek, mode, dengan pelayanan impersonal, barang dibeli tidak semata karena nilai guna, tetapi juga nilai simbolik. Pemenuhan hasrat konsumsi terus diproduksi melalui berbagai upaya iklan, diskon, dan pemunculan secara terus-menerus di berbagai media, seperti TV dan koran. Adanya tanggapan dari 25 orang konsumen Circle K tentang produkproduk yang dijual di Circle K terjamin hygienes sangat tinggi, yaitu 95% (19 208 orang). Di samping itu, jaminan penggantian produk baru atas kesalahan yang dilakukan oleh karyawan Circle K menunjukkan 85 % (17 orang) konsumen sangat puas. Hal ini memberikan arti bahwa sebagian besar konsumen yang berbelanja di Circle K telah memiliki pemahaman tentang kesehatan dan hak-hak konsumen. Kondisi ini dipahami oleh masyarakat golongan menengah ke atas (wawancara, 24 Oktober 2011). Minimarket Circle K selain menjual barang-barang merek yang sudah terkenal juga telah mengeluarkan label sendiri (private label) atau sering juga dikenal dengan house brand, yang secara agresif terus- menerus menambah jumlah private label-nya disetiap kategori produk. Private label merupakan rangkaian produk dengan satu merek khusus yang hanya dijual di satu jaringan modern trade tertentu, seperti berbagai jenis makanan kecil dan produk lain yang tidak termasuk makanan. Merek tersendiri akan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan, yaitu, merek yang mempunyai nilai yang baik akan meningkatkan citra gerai dan hubungan pelanggan dapat ditingkatkan karena kepercayaan mereka terhadap merek, maka kredibilitas gerai meningkat. Jadi, memelihara citra toko merupakan hal amat penting karena akan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan sehingga omzet penjualan dapat ditingkatkan yang pada gilirannya meningkatkan laba. 7.2.3 Makna Interaksi Sosial Upaya memahami konsumen bagi kalangan minimarket telah diterapkan melalui pemahaman karakter, kebiasaan, dan harapan-harapan konsumen yang di- 209 sasar. Berdasarkan hasil pengamatan di lima buah Circle K tentang wujud pelayanan yang diberikan untuk tetap dapat bertahan dan berkelanjutan, diketahui bahwa Minimarket Circle K telah mengupayakan strategi pelayanan yang bersifat budaya yang pada dasarnya adalah sikap dan perilaku para karyawan. Dari segi tampilan karyawan menggunakan seragam yang rapi dan bersih dengan model yang menarik. Ini akan memberikan kesan pertama yang memikat dan memberikan kepercayaan kepada konsumen mengenai pelayanan. Dalam tata perilaku diterapkan apa yang dikenal dengan enam S ( senyum, salam, sapa, sopan, santun, dan sigap ). Kalau berbelanja ke Circle K, baru masuk toko telah diberikan tiga tindakan, yaitu senyum, salam, dan sapa. Setelah di dalam pelayan tetap sopan, santun, dan sigap, yaitu seandainya konsumen perlu bantuan. Setiap personel toko harus mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen, Pelayanan yang diberikan harus di atas standar pelayanan yang diinginkan oleh konsumen. Percakapan standar yang dilakukan, baik oleh kasir maupun karyawan toko yang lain (Sugiarta, 2011 :94) adalah sebagai berikut. 1. Menyapa pada saat konsumen memasuki toko dengan “selamat pagi/siang/malam, selamat datang di toko kami” 2. Memberikan keranjang belanja pada saat konsumen memilih produk kedua (kecuali dari awal konsumen sudah mengambil keranjang belanja sendiri) 3. Memberikan penjelasan mengenai manfaat produk, khususnya untuk produk yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut (product knowledge). 210 4. Memberikan salam pada saat transaksi sudah selesai dengan mengucapkan terima kasih Pak/Ibu, senang melayani Anda. Para pemikir sosial sering kali berbicara tentang konstruksi sosial sebuah realitas. Apa yang secara umum dimaksudkan adalah semua keyakinan atau pandangan yang diterima secara luas pada dasarnya berasal dari proses interaksi. Selain itu, terbentuk dari interaksi terus-menerus dalam tradisi kebiasaan serta hasrat untuk menghindari hukuman dan mendapatkan imbalan. Belajar dari kesuksesan perkembangan produk Barbie yang luar biasa sebagai salah satu ikon budaya, dibutuhkan kerja sama besar antar perusahaan, yang disahkan secara legal melalui perjanjian lisensi. Ketika Mattel memberikan lisensi kepada perusahaan lain untuk menggunakan nama atau citra Barbie, Mattel setidaknya memeroleh empat macam keuntungan. Pertama, dapat mengontrol nama merek produknya. Kedua, dapat memperluas pasarnya. Ketiga, dapat mengumpulkan pendapatan dalam bentuk royalty. Keempat, dapat mengatur persaingan produknya (Roger, 2009 : 127). Dalam bisnis Minimarket Circle K apa yang didapat Mattel juga didapat dalam bisnis ini. Dengan ikon Circle K, untuk kelancaran usaha juga melakukan berbagai kerja sama antara perusahaan distributor , supplier, rekanan yang menyediakan barang untuk memperluas pasarnya dengan memberikan waralaba. Bersamaan dengan itu juga dapat mengontrol berbagai produk dan sistem dengan penerapan sistem standar operasioanl. Dengan demikian, akan tercipta royalty dan persaingan dapat dikontrol. 211 Apa yang dilakukan oleh para karyawan akan memberikan makna bahwa konsumen adalah raja yang sering dikenal dengan istilah counsumer is king. Perilaku yang demikian memang sangat sulit dijumpai pada pedagang kecil/kelontong. Hal ini terjadi karena di samping ketidaktahuan strategi untuk menggaet pelanggan, juga mereka beranggapan bahwa perilaku apa adanya sudah cukup. Para pedagang kecil ditemukan akan menanyakan barang yang akan dibeli pada saat pembeli masuk ke toko, tetapi biasanya tidak memberikan kebebasan untuk melihat-lihat. Ini bisa dipahami karena letak barang tidak beraturan. Ada nilai positif yang dapat dilihat, yaitu terjadi hubungan impersonal. Artinya suatu hubungan yang lebih menekankan kekeluargaan, kekerabatan, masih terjadi tawarmenawar antara pembeli dan penjual. Kepuasan dapat menawar merupakan salah satu penyebab para konsumen berbelanja di pedagang kecil. Interaksi social berpengaruh terhadap budaya perusahaan, yang meliputi budaya organisasi, yang dituangkan dalam bentuk visi dan misi perusahaan. Dalam pencapain visi dan misi inilah Minimarket Circle K terus berupaya memberikan yang terbaik kepada para pelanggan. Misalnya, dimulai dari penempatan lokasi bisnis, yang biasanya berada pada daerah-daerah padat penduduk dan tingkat mobilitas penduduk yang tinggi, berada di pinggir jalan besar sehingga memudahkan konsumen berbelanja, tersedianya tempat parkir, dan tempat duduk yang biasanya berada di depan toko. Di samping itu, bentuk bangunan dan warna serta pemajangan barang sesuai dengan standar yang ditentukan pewaralaba. Hal lain adalah di depan toko ada simbol Circle K sebagai branding sebuah usaha yang sudah terkenal. Berkaitan dengan pengaturan waktu kerja, karena Circle K 212 buka 24 jam, maka pengaturan waktu kerja telah memerhatikan jenis kelamin karyawan.Artinya, untuk waktu malam diberikan kepada karyawan laki-laki, sedangkan dari pagi sampai malam adalah pegawai perempuan. Perubahan waktu kerja secara sosial juga berpengaruh pada kehidupan sosial karyawan dan kebiasaan tidur. Masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya tidak lagi hanya pada siang hari,tetapi malam haripun bisa melakukan pembelian. Denpasar Selatan banyak dilalui oleh para pekerja di sektor pariwisata yang jam kerjanya juga biasanya sampai malam, sehingga para karyawan ini tidak lagi mengalami kesulitan untuk pemenuhan kebutuhannya. Fenomena nilai yang berubah dan gaya hidup memberikan pengaruh pada persepsi konsumen dalam menentukan kebutuhan dan tempat mendapatkannya, yang sesuai dengan status dan daya belinya. Berman & Evan (dalam Sujana, 2012 :164) menyebutkan ada empat kelompok persepsi konsumen, yaitu sebagai berikut. 1. Subjective, mempersepsikan realitas dengan cara yang sesuai dengan keadaan dunianya. Mereka cenderung menyoroti hal-hal yang mencolok, berprasangka. 2. Selective, menginterpretasi pesan dan informasi dengan selektif dan mencoba memaknainya. 3. Temporal, persepsi yang berubah-ubah, bergantung kepada pendapat orang, mudah terpengaruh, tidak berpendirian. 4. Summative, cenderung mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi, walaupun terkadang lambat atau susah untuk mengambil keputusan. Persepsi konsumen Minimarket Circle K sangat dipengaruhi oleh keberadaan dan kondisi barang yang terjamin baru dan pasti ada, pengalaman belanja sebelumnya, status sosial, informasi, waktu yang tersedia, tingkat harga sehingga persepsi ini memengaruhi keputusan konsumen. Di sinilah pentingnya karyawan minimarket mengetahui keinginan konsumen walaupun tidak bisa diramal secara 213 persis. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara kepada konsumen, ada beberapa kaidah umum mengenai harapan konsumen, yaitu mereka ingin dihargai, merasa nyaman dan tidak tertekan, berharap tidak ditaksir kemampuan belinya, ingin diperhatikan lebih dari segala aktivitas aturan, dan konsumen tidak senang diacuhkan oleh karyawan. Dari sepuluh orang konsumen pada pedagang kecil/kelontong diwawancarai mengatakan bahwa 60% atau enam orang mengatakan bahwa pedagang tidak memberikan salam “selamat pagi/siang/malam (wawancara , 24 0otober 2011). Harapan konsumen di atas sering diabaikan oleh pedagang kecil/kelontong, Konsumen yang baru datang sering kurang dihargai, misalnya dengan tidak menyapa atau malahan sebaliknya konsumen terus diikuti sehingga tidak memberikan kebebasan untuk memilih barang. Perilaku ini membuat rasa tidak nyaman karena aktivitasnya terus diamati yang pada gilirannya konsumen kurang puas dalam berbelanja. Interaksi sosial pada pedagang kecil secara bumum lebih mengandalkan hubungan impersona, yaitu hubungan akibat saling mengenal. Hal ini memungkinkan karena yang berbelanja pada pedagang kecil/kelontong lebih banyak berasal dari lingkungan di mana tempat usaha itu berada. Dalam transaksi tetap menggunakan uang sebagai alat bayar. Bahkan, tidak jarang dengan pembayaran di kemudian hari atau pada tanggal gajian bagi pegawai, yang sudah tentu pada pedagang kecil tidak dijumpai alat bayar dengan kartu kredit, ATM. Biasanya dalam proses pembayaran inilah terjadi interaksi antara pedagang dan pembeli. Percakapan tidak akan terjadi pada minimarket karena setiap kegiatan 214 karyawan telah diatur sesuai dengan pedoman standar operasional. Hubungan lebih mendasarkan pada hubungan antara penjual dan pembeli sehingga kelihatan menjadi renggang. Konsumen Minimarket Circle K baru masuk areal toko sudah terbiasa mengambil tas untuk mengambil barang. Selanjutnya konsumen memilih barang yang akan dibeli. Setelah itu membawa ke kasir dan langsung membayar, baik tunai maupun dengan fasilitas yang lain seperti kartu kredit dan ATM. 7.2.4 Makna Kekerasan Simbolik Kekerasan simbolik merupakan sebuah bentuk kekerasan yang halus dan tak tampak, yakni di baliknya menyembunyikan pemaknaan dominasi. Adanya kelas baru, yaitu kelas yang dalam masyarakat kapitalis dikenal dengan masyarakat konsumen memungkinkan untuk mengidentifikasi sejumlah faktor yang berperan dalam objektivitas identitas kelompok yang ada di kalangan kelas konsumen baru. Menurut Zizek (2008 : 270) membagi praktik kekerasan menjadi kekerasan subjektif dan kekerasan objektif. Kekerasan subjektif dapat diartikan sebagai tindakan nyata suatu kekerasan yang dilakukan agen yang mudah diidentifikasi. Kekerasan ini bisa berupa, baik kekerasan fisik maupun nonfisik, berbentuk pemaksaan, intimidasi, ancaman, gertakan, atau teror terhadap pihak lain di dalam medan sosial, politik, dan ekonomi. Kekerasan macam ini tampak dalam aneka wacana debat atau tindakan,baik elite-elite politik maupun massa politik di berbagai tempat dan situasi. Kekerasan objektif dapat diartikan sebagai kekerasan yang terjadi sebagai latar belakang semua kejadian objek dan sistem yang 215 menyebabkan terjadinya kekerasan subjektif. Kekerasan subjektif lebih mudah diidentifikasi karena selalu terhubung dengan imajinasi yang beranggapan bahwa kekerasan itu ada. Kekerasan subjektif itu hanya sebuah gangguan biasa, sedangkan kekerasan objektif menjadi dasar kekerasan di dalam masyarakat. Kekerasan objektif dikategorikan berdasarkan bentuk objek kekerasannya, yakni kekerasan simbolik dan kekerasan sistemik. Kekerasan simbolik merupakan kekerasan melalui medium bahasa yang tersirat dalam wicara dan berbagai macam variannya yang terjadi karena adanya dominasi-dominasi sosial dalam tindak tutur yang dapat memanipulasi pemahaman makna sebuah kata dari sebuah bahasa. Bahasa dan simbol digunakan untuk merendahkan dan menyakitkan berdasarkan ukuran kesantunan sosial. Kekerasan bahasa dan simbol ini tidak merusak tubuh atau fisik, tetapi melukai hati, menghancurkan keluhuran dan harga diri manusia. Bagaimana kekerasan melekat dalam bahasa. Zizek berpendapat bahwa “membangun dan memaksakan modal simbolik tertentu merupakan fakta dasar bahasa”. Aspek melanjutkan eksistensi dan bahasa merupakan hal terbesar ketika ada perbedaan kekuasaan antara pembicara. Jika tidak ada perbedaan, maka tidak akan muncul sebuah diferensial kekuatan yang lebih besar daripada yang diperoleh orang tua dan bayi. Tidak hanya orang tua yang menikmati kekuatan yang jauh lebih besar atas kehidupsn dan kematian anak, tetapi dia juga menikmati kekuatan yang lebih besar atas bahasa itu sendiri. Kekerasan sistemik adalah kekerasan yang diterima sebagai konsekuensi dari sistem ekonomi dan politik. Kekerasan sistemik ini bisa terjadi karena objek dari kekerasan ini. Keberadaannya dianggap penting untuk melanjutkan eksistensi dan keberhasilan di dalam dunia politik. Kekerasan 216 sistemik mempunyai ciri khas, yaitu irasional. Suatu tindakan irasional dilakukan dan dianggap masuk akal oleh agen yang melakukannya, dipilih sebagai bentuk adanya jarak di antara dirinya dan sistem di sekitarnya. Tindakan irasional dalam kekerasan sistemik pada umumnya muncul secara fisik sehingga ciri ini membuatnya lebih terlihat daripada yang lainnya. Kekerasan sistemik merusak tatanan paling fundamental dari sistem sosial, kultural, atau spiritual. Di samping itu, secara esensial menguras modal sosial terutama bagi masyarakat dengan kultur komunal tradisional. Misalnya, kebebasan berpendapat, individualistik yang diusung di dalam sistem demokrasi (liberal) telah merongrong tatanan dan sistem etika sosial yang berbasis komunal. Semangat individualisme dan narsisisme yang dirayakan oleh demokrasi liberal merongrong sistem persaudaraan dan asketisisme yang dibawa oleh ajaran agama (Zizek, 2008 : 272). Bahaya terjerumusnya ke dalam kondisi ilegitimasi kultural menjadikan jelasnya objektivikasi habitus kelas konsumsi baru dan ruang sosial dikuasai oleh gaya hidup spesifik yang sepenuhnya kritis. Kelas konsumsi baru tidak memiliki asal usul spesifik sebagai sebuah kelompok kultural dalam bangunan sosial kelas pekerja, kelas menengah, atau kelas atas. Sebagai konsekuensinya mereka mendapat dirinya terhampar pada arena sosial yang secara umum tidak lazim bagi persepsi kelompok sosial lain. Dari arena ini mereka harus memperluas ruang pengakuan kultural bagi mereka sendiri. Selanjutnya ini dapat digunakan untuk memasukkan bentuk-bentuk simbolis yang pas, yang diperlukan untuk menyimpang, mereproduksi, dan menetapkan nilai modal kultural kelompok tersebut (Martyn, 2006 :286). 217 Kekerasan simbolik dalam kaitan penelitian ini diartikan bagaimana Minimarket Circle K melakukan berbagai upaya dalam bisnis sehingga mampu menggaet konsumen yang lebih banyak, menjual produk yang lebih banyak, memenangkan persaingan bisnis dengan pedagang kecil/kelontong sehingga secara kasat mata tidak kelihatan. Akan tetapi, melalui media yang intesif dan berbagai fasilitas, hal ini terjadi. Untuk menjaga dan meningkatkan loyalitas konsumen David Aaker (dalam Sujana, 2012 :211) berpendapat bahwa loyalitas pada dasarnya adalah loyalitas terhadap merek suatu barang atau terhadap toko di mana mereka mendapatkan barang tersebut. Kenyataannya kini nama toko, bendera (banner), dan segala yang berhubungan dengannya dipersepsikan sebagai merek. Dengan demikian, pada dasarnya loyalitas konsumen terukur dari loyalitasnya terhadap nama yang terkait dengan produk (barang/jasa) yang bersangkutan. Menurut Aaker (dalam Sujana, 2012 :212), tingkat loyalitas yang paling dasar adalah konsumen tidak loyal yang sama sekali tidak peduli terhadap merek atau entitas toko atau semua merek dianggap sama saja. Mereka hanya peduli terhadap harga sehingga apa pun yang murah, cocok di hati maka dibeli. Kedua adalah para pembeli yang puas dengan produk sehingga tidak ada alasan untuk pindah toko atau produk lain. Konsumen macam ini dikenal dengan pembeli kebiasaan atau yang terbiasa. Ketiga adalah pembeli yang cukup puas, tetapi masih mempertimbangkan kompensasi untuk beralih ketika toko lain menawarkan keuntungan yang lebih. Mereka disebut pembeli yang puas, tetapi oportunis. Keempat, terdapat para pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek. Preferensi mereka karena pengalaman atau kesan kualitas yang tinggi atau keberpihakan emosional. Mereka 218 disebut sebagai “brand lovers atau friend of the brand”. Kelima atau teratas ditempati oleh mereka yang layak disebut sebagai loyalis. Mereka yang fanatik terhadap entitas dan merek toko. Mereka bangga terhadap toko dan bangga terhadap merek toko. Pada dirinya sudah muncul bukan saja kepercayaan, melainkan kebanggaan. Minimarket Circle K berusaha dengan berbagai strategi di bidang produk, harga, promosi, dan pelayanan membuat konsumen berada pada tataran loyal terhadap merek dan toko Circle K. Membuat konsumen terus memercayai sehingga mereka secara berulang-ulang tetap berbelanja di Circle K yang pada akhirnya menimbulkan rasa bangga. Sebagian besar konsumen minimarket berada pada tingkatan kedua hingga tingkatan keempat. Mereka adalah konsumen yang sangat memerhatikan berbagai keuntungan dari toko, seperti discount dan merek sehingga bisa dipahami bahwa promosi dalam bisnis minimarket adalah napas kehidupan toko. Konsumen selalu memerhatikan “promo yang digelar oleh minimarket” dan sering dicatat. Akhirnya, datang sudah dengan kepastian untuk membeli barang tertentu. Dalam kaitan dengan terjadinya kekerasan simbolik terhadap pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket Circle K di Kota Denpasar, tampaknya perubahan berbelanja ke minimarket sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat perkotaan. Pernyataan Chaney (2009 : 96) menolak untuk membuat perbedaan yang prinsip antara penampilan, gaya hidup, dan kemampuan interpretatif yang menginformasikan pilihan-pilihan tersebut. Penekanan pada karakter refleksif praktik gaya hidup dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa makna gaya hidup 219 yang berbeda terbentuk melalui praktik yang terbuka. Konsumsi harus dipandang sebagai bagian integral dari sistem sosial yang sama yang menerangkan dorongan untuk bekerja. Gaya hidup sebagai cara-cara memediasikan teknologi, struktur hubungan, dan makna simbolik. Simbol-simbol digunakan dalam praktik gaya hidup, yaitu dalam jaringan pertukaran simbolik. Tindakan mengkonsumsi barang yang dijual di minimarket dapat dipandang sebagai cara-cara produksi budaya (modes of cultural production). Artinya melalui manipulasi dan diskriminasi di antara benda-benda, dibentuk tipe-tipe hubungan sosial yang khusus dengan logikanya sendiri. 7.2.5 Makna Kepastian Hukum Dalam dunia bisnis kepastian hukum yang mengatur berbagai aspek aktivitas bisnis, seperti perjanjian-perjanjian, persyaratan berdirinya usaha, pengaturan serta pengelolaannya, sampai bagaimana sebuah bisnis pailit harus diatur secara hukum. Artinya, masyarakat pelaku usaha wajib mengikuti aturan-aturan yang telah dituangkan dalam produk hukum sehingga dijauhkan dari sanksi. Dasar hukum utama bagi usaha toko ritel modern adalah Perpres No. 112, Tahun 2007 yang secara operasionalnya diatur dalam Permendag No. 53, Tahun 2008. Untuk di Daerah Kota Denpasar mengikuti Perwali No. 9, Tahun 2009. Usaha toko/ritel modern bernaung di bawah ketentuan Peraturan Presiden No. 112, Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern. Secara operasional diatur dalam Permendag No 220 53, Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Pertimbangan yang paling mendasar penerbitan peraturan ini adalah pemberdayaan pasar dan atau ritel tradisional agar dapat tumbuh dan berkembang serasi, saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan dengan pasar atau ritel modern, baik skala kecil, menengah, maupun skala besar yang sedang dan akan berkembang. Selanjutnya menyangkut hubungan industrial dan perdagangan dari hulu ke hilir yang memenuhi normanorma keadilan, saling menguntungkan dan tanpa tekanan, khususnya antara pemasok dan toko modern. Di samping itu juga pengembangan kemitraan dengan usaha kecil sehingga mendorong terciptanya tertib persaingan dan kepentingan produsen, pemasok, toko modern, dan konsumen. Dalam Perpres ini tidak diatur jam buka/operasi toko modern, yang diatur hanya jam buka /operasi hypermarket, supermarket dan departement store. Hal ini tertuang dalam Pasal 7; (1) Jam kerja hypermarket, departement store dan supermarket adalah sebagai berikut. a. Untuk Senin sampai dengan Jumat, pukul 10.00 sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat. b. Untuk Sabtu dan Minggu, pukul 10.00 sampai dengan pukul 23.00 waktu setempat. c. Untuk hari besar keagamaan, libur nasional, atau hari tertentu lainnya, bupati/walikota atau gubernur untuk Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dapat menetapkan jam kerja melampaui pukul 22.00 waktu setempat (Pasal 7 Perpres No 112, Tahun 2007). Dalam Permendag No. 53, Tahun 2008 tidak diatur mengenai jam kerja untuk usaha hypermarket, supermarket, departemen store dan minimarket. Itu berarti mengikuti Perpres N0.112, Tahun 2007. Pengaturan jam kerja hypermarket, departemen store, supermarket, toko serba ada, dan swalayan dalam Perwali No. 9, 221 Tahun 2009 diatur mengikuti Perpres. Itu berarti tidak ada pengaturan jam kerja bagi minimarket. Peluang inilah yang banyak dimanfaatkan oleh pengusaha minimarket yang membuka tokonya sampai 24 jam, seperti Minimarket Circle K. Dari hasil pengamatan dalam kaitannya dengan kepastian hukum di Denpasar ditemukan; (1) banyak pengusaha ritel modern yang masih tidak memenuhi izin dengan mengopersionalkan terlebih dahulu usahanya daripada proses pengurusan prosedur perizinan. (2) masih ada ritel modern yang membuka waktu operasionalnya tidak sesuai dengan aturan yang ada, (3) ada ritel modern yang tidak menggunakan sistem kemitraan dengan pemasok usaha kecil, (4) pendirian toko modern melebihi kuota yang ditentukan, (5) adanya toko modern atau minimarket yang tetap buka walaupun telah melanggar Perwali dengan dikenai sanksi disegel. Pemerintah Daerah Kota Denpasar mengadakan pengendalian dan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Perizinan dan Dinas Tramtib Kota Denpasar disajikan pada Tabel 7.1 di bawah ini. yang 222 Tabel 7.1 Rekapitulasi Pengendalian dan Pengawasan Pelaksanaan Perizinan di Kecamatan Denpasar Selatan No Nama Usaha Jalan/ Lokasi 1 K Circle SP I SP II SP III SP - 2 Circle K Raya Sesetan 159 Pesanggaran SP I SP II SP III - - 3 Mini Mart Mini Mart Circle K Danau Poso 78 Ngurah Rai SP I SP II SP III - SP I SP II SP III - - - - - Tipiring / disegel Tipiring / disegel - - - - - - SP I SP II SP III - Tipiring - - - - Tipiring - - - - - SP I SP II SP III - Tipiring - - - - - SP I SP II SP III - Tipiring 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Waturenggong 82 Circle K Waturenggong 159 Mini Waturenggong Mart 65 Circle K T.Pakerisan 77 Inti Mart T. Pakerisan 68 Indomaret T. Pakerisan 84 Lucky T. Pakerisan Mart 85A Circle K Danau Buyan Dinas Perizinan I II III Dinas Tramtib Ket. SP Tipiring IUTM St. Merdeka R.G T. Yeh Aya 127 T. Badung 7 - - - - - SP I SP II - - - 15 Adhora Mini Family Mart Nitamas - - - - - 16 Shita 2 T. Yeh Aya 68 SP I - - - - 17 AM/PM SP I SP II - - - 18 Alfa Midi Puputan Renon T. Yeh Aya 158 - - - - Disegel 14 Sumber : Dinas Perizinan Kota Denpasar. Update 1 Desember 2010 Keterangan : SP = Surat Peringatan IUTM = Izin Usaha Toko Modern Blm ada Blm ada Blm ada Blm ada Blm ada Sdh ada Blm ada Sdh ada Blm ada Blm ada Blm ada Blm ada Sdh ada Blm ada Sdh ada Sdh ada Blm ada Blm ada 223 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pengawasan dan pengendalian yang dilakukan masih mengalami permasalahan, yaitu besarnya angka Surat Peringatan I, II, III yang dikelurkan oleh Dinas Perizinan Kota Denpasar, yaitu masingmasing 55%, 50%, 38%. Angka Surat Peringatan yang dikeluarkan oleh Dinas Tramtib adalah 11%, sedangkan yang telah disidangkan perkara Tipiring adalah 33% dan sampai disegel 3 buah atau 16%. Banyaknya toko modern yang tidak memiliki izin usaha toko modern adalah 72% , yaitu 13 buah dari 18 buah toko yang diawasi. “Maraknya toko modern, mendapat reaksi yang beragam. Asosiasi Pengusaha Ritel (Aprindo) menyesalkan sikap Pemkot Denpasar yang tidak komunikatif. Menurutnya, pihaknya tidak pernah diajak bicara tentang penataan toko modern di Denpasar. Katanya janji Pemkot tentang stop toko modern yang dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) N0. 188.45.495/HK/2011 cuma lips service. Pengamat tata ruang kota, Putu Rumawan Salain, mengatakan Denpasar memang butuh investasi, tapi kesepakatan yang sudah dibuat (untuk mengatur toko modern) harus tetap ditaati ini sangat penting agar tidak terjadi presenden buruk belakangan hari, tegasnya jumlah toko modern di Denpasar saat ini jumlahnya sudah lebih dari cukup, Jika terus ditambah, maka eksistensi pasar tradisional dan usaha mikro kecil, menengah (UMKM) terancam gulung tikar karena kalah bersaing. Sanksi segel untuk minimarket yang tidak memenuhi persyaratan telah dilakukan misalnya terhadap enam Minimarket yang menurut Kadis Tramtib Satpol PP Kota Denpasar, I Ketut Nick Natha Wibawa, yaitu Alfa Midi di Jalan Nusa Kambangan, Alfa Midi di Pulau Moyo, Indomaret di Penatih, Indomaret di Kebo Iwa, Indomaret di Jalan Nangka Utara, dan Indomaret Jalan Ahmad Yani Utara. Menurutnya Satpol PP belum pernah menindak dengan alasan tidak ada IUTM, melainkan hanya mendasarkan tidak adanya IMB yang melanggar Perda 6/2001 tentang Izin Mendirikan Bangunan dan Perda 7/2005 tentang Surat Izin Tempat Usaha”(Radar Bali, 4 Januari 2011) Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa ada minimarket yang sudah disegel, tetapi tetap buka. Hal ini terjadi pada Minimarket Indomaret yang beralamat di Jalan Teuku Umar dan Pulau Kawe. Manajemen toko ini nekat memindahkan segel permanen, bahkan nekat beroperasi tanpa izin dari Dinas 224 Tramtib dan Satpol PP Kota Denpasar. Hal ini sering dikeluhkan oleh para pedagang. Gambar 7.5 Tim Yustisi Pemkot Denpasar dikawal Satpol PP Sumber : Radar Bali, 2012 Menurut para pedagang Satpol PP kurang tegas. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya posisi Satpol PP Kota Denpasar, penulis mengadakan wawancara dengan Bapak Nyoman Puja, S.H. “Bapak Nyoman Puja, S.H., sebagai Kepala Bidang Penegakan Perda, menyatakan bahwa adanya pengusaha yang menjalankan usahanya sebelum ngurus izin atau berjalan dulu baru ngurus izin, telah diambil tindakan berupa pembinaan sehingga segera melengkapi perizinannya dan secara represif dengan memberikan Surat Peringatan, dan seandainya tidak juga dilaksanakan maka diajukan dalam perkara Tipiring, dan terakhir sampai penyegelan. Menjawab pertanyaan mengapa toko masih berstatus disegel, tetapi dibuka kembali dan beroperasi seperti biasa. Ia menjawab bahwa sebenarnya telah didatangi dan dibina supaya tidak buka, alasan para pengusaha buka adalah untuk menyalurkan barang-barang yang mudah rusak atau kedaluwarsa, seperti buahbuahan, sayuran, ice cream. Yang kedua desakan karyawan karena kalau tutup maka akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), Ketiga bahwa para pengusaha minimarket kebanyakan orang lokal sehingga ada perasaan kasihan. 225 Dan kadang masalahnya menjadi mentok, artinya tidak bisa diselesaikan. Oleh karenanya, beliau mengusulkan untuk pengaturan toko modern, minimarket supaya diatur dalam Perda sehingga sanksi hukumnya lebih keras bukan hanya Perwali”(wawancara, 22 Juli 2011). Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh gambaran bahwa kepastian hukum, dalam hal ini adalah aturan-aturan tentang toko modern dalam tatanan praktik masih ada tidak sesuai dengan apa yang tertuang dalam Perpres, Permendag dan Perwali. Di sisi lain ketidakpastian hukum ini akan berimbas kepada banyaknya minimarket yang tumbuh dengan tidak mengantongi IUTM. Kondisi ini akan merugikan keberadaan pedagang kecil khususnya toko kelontong. Mereka akan semakin terdesak yang disebabkan oleh berbagai keunggulan minimarket. Di Kota Denpasar telah dilakukan pembinaan terhadap keberadaan toko modern, tetapi tetap saja ada yang masih membandel sehingga dilakukan tindakan penyegelan. Untuk di Kecamatan Denpasar Selatan berdasarkan laporan dari Dinas Perizinan Kota Denpasar telah menyegel tiga minimarket, yaitu dua Mini Mart yang berlokasi di Jalan Danau Poso 78 dan di Jalan Ngurah Rai, sedangkan yang satu lagi adalah Alfa Midi yang berlokasi di Jalan Tukad Yeh Aya 158. Gambar di bawah ini adalah proses penyegelan pada salah satu minimarket. yaitu Indomaret. 226 Gambar 7.6 Penyegelan Minimarket di Pemkot Denpasar Sumber : Radar Bali, 2012 Dari pemaparan di atas jelaslah bahwa kepastian hukum yang diidamkan oleh pelaku usaha, khususnya pedagang kecil/kelontong untuk mendapat perlindungan dari pemerintah dalam hal ini adalah persaingan usaha dengan toko modern belumlah memadai, seperti apa yang telah menjadi wacana bahwa minimarket di Kota Denpasar sementara distop. 7.3 Temuan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, ada beberapa temuan yang diperoleh yaitu sebagai berikut. 1. Pedagang kecil yang dalam hal ini adalah pedagang toko kelontong sangat merasakan dampak ekonomi yang ditimbulkan dengan banyaknya minimarket yang berdiri, termasuk Minimarket Circle K. Dampak tersebut tampak pada 227 penurunan pengunjung dan omzet penjualan yang pada gilirannya menurunkan tingkat laba. Pedagang kecil merasakan sebelum banyaknya minimarket berdiri di sekitar tokonya jumlah pembeli cukup banyak sehingga mereka mampu mengandalkan mata pencaharian berdagang sebagai mata pencaharian pokok. Akan tetapi, belakangan di antara pedagang ada yang mencari pekerjaan lain, seperti bekerja di sektor pariwisata. Beralihnya mata pencaharian dapat dipandang sebagai tindakan yang rasional karena berdagang tidak lagi menjanjikan kehidupan yang lebih layak. Keberadaan pedagang kecil dalam bentuk toko kelontong semakin terdesak karena sewa toko yang setiap tahun mengalami kenaikan. Oleh karena itu, di kawasan tertentu, seperti di Sanur karena tidak mampu membayar sewa, pedagang kelontong pindah berdagang ke pasar-pasar tradisional. 2. Ada hal yang menarik, yaitu bahwa pengelola minimarket mengakui bahwa keberadaan minimarket akan berpengaruh negatif terhadap pedagang kecil. Mereka berpendapat bahwa pedagang kecil mungkin menjual barang-barang yang tidak bersaing dengan barang-barang minimarket. Ternyata dalam hal persaingan pengelola minimarket tidak memandang pedagang kecil sebagai pesaingnya, tetapi malahan yang dianggap pesaingnya adalah sesama minimarket dan supermarket atau swalayan. Di sisi lain pedagang kecil memandang bahwa Minimarket sebagai pesaingnya yang paling tinggi karena keberadaan minimarket dekat dengan tokonya. Memang diakui oleh pedagang bahwa keberadaan minimarket memberikan inspirasi untuk menata tokonya lebih bersih, nyaman, dan penataan barang dagangannya. Ini adalah faktor 228 positif dari keberadaan minimarket yang perlu terus diupayakan sehingga kesan pedagang kecil yang tidak teratur dan kurang nyaman dapat dikurangi. Dampak negatif dengan dibukanya Minimarket Circle K 24 jam dan diberikan izin untuk menjual minuman beralkohol adalah sering digunakan sebagai tempat minum-minum, khususnya pada malam hari. Waktu yang paling ramai adalah pada malam Minggu yang menyebabkan pengunjung mabuk sehingga melakukan tindakan yang tidak terkontrol. Selain itu, juga dimanfaatkan oleh para penjahat, seperti terjadinya perampokan Circle K pada malam hari. 3. Marginalisasi yang dialami oleh pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket Circle K, bukan hanya dalam bidang ekonomi, yaitu kepemilikan modal, melainkan juga dalam hal jaringan bisnis yang menyebabkan terjadinya hegemoni dari pengelola Minimarket Circle K dan lembaga pemerintah yang terkait, seperti perundang-undangan atau peraturan-peraturan tentang pengelolaan toko modern dan pasar tradisional. Dalam hal pembinaan usaha pemerintah lebih fokus pada pembinaan toko modern dengan alasan karena sekarang sedang berkembang pesat, sementara pedagang kecil, yaitu para pedagang toko kelontong kurang mendapatkan pembinaan. Kondisi ini memperlemah posisi pedagang kecil. Keberadaan minimarket yang diperbolehkan didirikan sampai ke lingkungan perumahan juga memberikan andil yang cukup terhadap peminggiran pedagang kecil. 4. Dalam penegakan aturan, khususnya mengenai perizinan dan penindakan pelanggaran oleh Satpol PP Kota Denpasar masih adanya keraguan untuk menindak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tumbuhnya minimarket yang 229 terus bertambah melebihi kuota yang dipersyaratkan, masih adanya minimarket yang beroperasi mendahului dari pengurusan izin, artinya beroperasi tanpa izin, serta adanya minimarket yang tidak menjalin kemitraan dengan UMKM. Hal terakhir adalah tetap beroperasinya minimarket setelah mendapatkan sanksi disegel memberikan bukti bahwa kepastian hukum dalam berbisnis belum berjalan maksimal. Keraguan ini muncul tatkala petugas dihadapkan pada pilihan, minimarket yang sudah disegel kedapatan beroperasi dengan berbagai alasan, seperti barang-barang yang cepat rusak, tuntutan pegawai supaya tidak terjadinya pemutusan hubungan kerja, sampai keberadaan pengelola/pemilik adalah orang lokal. 7.4 Refleksi Pedagang kecil yang dalam hal ini adalah para pedagang toko kelontong merupakan mata pencaharian yang telah ditekuni oleh sebagian masyarakat sejak lama. Keberadaannya sudah menyatu dengan lingkungannya. Perkembangan masyarakat perkotaan yang begitu pesat membawa banyak perubahan dalam kehidupannya. Adanya keinginan yang terus berkembang mendorong berbagai kebutuhan untuk memuaskan segera dipenuhi. Keberadaan Minimarket Circle K tumbuh dan berkembang sebagai sebuah kebutuhan bagi masyarakat perkotaan. Dengan dalih meningkatkan pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, kebutuhan sektor pariwisata untuk kesejahteraan masyarakat, minimarket tumbuh dengan tidak terkendali. Tumbuhnya minimarket yang berjaringan dan nonjaringan di Kota Denpasar membawa permasalahan yang cukup pelik karena berdampak pada terpinggirkannya para pedagang kecil yang dilakoni oleh rakyat kecil. Hadirnya 230 minimarket tidak bisa dilepaskan dari kapitalisme, yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dengan terus merangsang tumbuhnya berbagai keinginan dan kebutuhan yang harus terpenuhi. Masyarakat dijejali dengan hadirnya barang dan jasa sebagai pemuas. Praktik-praktik budaya kapitalisme dengan industri budayanya akan meminggirkan masyarakat kecil yang tidak berdaya dan terus tumbuh dengan mengesampingkan keberadaan kelompok-kelompok kecil. Marginalisasi itu timbul sebagai akibat hegemoni dari negara dengan investor melalui berbagai aturan sehingga masyarakat menerima kehadiran minimarket Circle K sebagai sebuah unit bisnis. Konsep hegemoni dalam kaitan ini adanya dominasi satu kelompok terhadap kelompok lain, yaitu kelompok pengusaha Minimarket mendominasi pangsa pasar terhadap pedagang kecil. Dalam masyarakat kapitalis modern, dominasi ekonomi borjuis menghadapi tantangan, yaitu adanya potensi disintegrasi yang tampak dalam konflik yang tersembunyi, di bawah permukaan kenyataan social. Artinya, walaupun berdirinya minimarket sebagai kelompok dominan, kelompok pedagang kecil secara mentalis tidak sungguhsungguh menerimanya. Dalam penelitian ini pedagang kecil memiliki modal terbatas, dan jaringan bisnis lemah karena berada dalam posisi yang lemah dibandingkan dengan para penyalur. Pedagang kecil tidak memiliki jaringan seperti toko modern yang berjaringan, tetapi hanya melakukan perjanjian distribusi barang dengan beberapa supplier, penyerapan teknologi masih kurang, dan manajemen pengelolaan bisnis masih lemah akan terus terpinggirkan dengan tumbuhnya minimarket sebagai penjelmaan kapitalis. Untuk dapat mengembangkan pedagang kecil pemerintah 231 harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif melalui berbagai cara, misalnya mewajibkan minimarket menjadi mitra kerja usaha mikro, kecil, dan menengah, mengadakan pembinaan secara berkala, dan memberikan bantuan fasilitas permodalan dalam bentuk kredit. Pedagang kecil masih merasakan sulit memeroleh kredit pada lembaga keuangan perbankan karena untuk mendapatkan kredit mereka harus memenuhi persyaratan. Dari penelitian terungkap bahwa pihak perbankan sangat hati-hati menyalurkan kredit kepada pedagang kecil karena sering usahanya dinilai kurang layak dari kelayakan usaha, pedagang sering tidak mengadakan pembukuan secara baik sehingga menyulitkan pihak perbankan mengetahui untung atau ruginya, terjadi kekhawatiran pedagang tidak mampu membayar cicilan dan bunga sehingga terjadi tunggakan. Untuk menanggulangi ini sebenarnya para pedagang bisa secara bersama-sama membentuk koperasi simpan pinjam sehingga tidak hanya dapat keluar dari masalah permodalan, tetapi juga dapat meningkatkan solidaritas. Minimarket sebagai toko modern yang kehadirannya diterima oleh konsumen perkotaan, malahan dipandang sebagai tempat berbelanja yang dapat memenuhi kebutuhan akan barang tidak semata berdasarkan fungsi barang, tetapi mampu membangun citra di dalam masyarakat. Masyarakat kota yang setiap hari dijejali oleh beragam informasi melalui media massa, koran, TV, berbagai ragam diskon atau potongan harga dengan brosur-brosur yang sangat menarik mendapat berbagai tawaran, seperti mambership dari beberapa minimarket mendorong masyarakat untuk mengonsumsi secara berlebihan yang dikenal dengan konsumerisme. Konsumerisme sudah menjadi ciri masyarakat perkotaan yang dipandang dapat 232 merepresentasikan gaya hidup masyarakat kota. Berbelanja ke minimarket dipandang memiliki berbagai keuntungan, selain kualitas barang-barang terjamin karena menjual barang yang bermerek, ketersediaan barang sudah pasti ada, penempatan barang yang telah tertata dengan baik, pelayanannya yang memuaskan, dan tersedia berbagai fasilitas yang memanjakan konsumen, seperti Wifi, parkir, dan tempat duduk. Semakin terdesaknya pedagang kecil, mengharuskan pemerintah mengambil kebijaksanaan yang berpihak pada masyarakat banyak. Pedagang kecil sebagai warisan budaya leluhur wajib dipertahankan keberadaannya. Selain sebagai wadah bagi ekonomi kerakyatan juga dapat meningkatkan rasa persaudaraan sehingga ada kesempatan untuk berinteraksi dengan warga melalui aktivitas tawarmenawar. Untuk itulah program revitalisasi pasar tradisional untuk Kota Denpasar sangat penting dan segera dilakukan karena beberapa alasan yaitu (1) secara umum barang lebih berkualitas karena tanpa pengawet, (2) mempererat persaudaraan melalui interaksi tawar-menawar, (3) berpihak kepada rakyat kecil karena pelakunya rakyat kecil, (4) membantu pencapaian swasembada pangan karena barang-barang yang dijual berasal dari hasil masyarakat, dan (5) merupakan warisan budaya leluhur. Revitalisasi pasar tradisional dapat mendukung pertumbuhan ekonomi secara lebih berimbang. Untuk mampu memberikan peran yang lebih besar dalam bidang perekonomian terhadap pedagang kecil maka perlu disertai dengan deregulasinya, yaitu aturanaturan yang mendukungnya. Petugas di lapangan perlu diberikan pemahaman yang jelas sehingga pelaksanaan sebuah peraturan tidak hanya sebatas wacana, tetapi betul-betul dilaksanakan. Artinya, kepastian hukum harus dijaga. 233 BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil uraian dan pembahasan di dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik simpulan yang disampaikan secara deskriptif, yaitu dengan menggambarkan secara singkat dan padat hasil penelitian. Di samping itu, juga saran yang merupakan harapan-harapan yang mungkin dapat dipandang sebagai alternatif solusi, baik secara teori maupun praktis, sehingga berdaya guna bagi masyarakat. 8.1 Simpulan Bertitik tolak dari permasalahan dan analisis yang telah dilakukan, hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket Circel K menyangkut keterpinggiran ekonomi, yaitu berupa berkurangnya jumlah kunjungan pembeli dan turunnya nilai penjualan yang secara langsung menurunkan perolehan laba. Hal ini disebabkan oleh persaingan yang begitu ketat yang akhirnya dimenangkan oleh minimarket. Hal itu terjadi karena ditemukan minimarket yang letaknya bersebelahan dengan pedagang kecil/toko kelontong. Dalam operasionalnya bisnis minimarket memiliki jaringan yang sangat luas dan andal. Sebaliknya, pedagang kecil biasanya tidak memiliki jaringan yang khusus sehingga waktu kedatangan barang kadang tidak tepat dan berdampak pada penyediaan barang. Berkembangnya Minimarket Circle K 234 sangat didukung oleh ketersediaan teknologi mulai dari AC untuk kenyamanan pengunjung, internet, Wi-fi gratis bagi pengunjung sambil duduk/duduk santai. Peralatan komputer untuk kasir serta kemudahan pembayaran selain dengan tunai juga bisa melalui kartu kredit Visa dan Master Card, kartu debet, flash dari BRI sehingga mempermudah konsumen untuk bertransaksi. Pengelolaan dan manajemen minimarket melalui satu kesatuan manajemen dengan standar operasional yang sudah baku dan teruji sehingga memudahkan pengelolaannya. Keterpinggiran pedagang kecil juga dirasakan dari bidang sosial dan politik. Tidak adanya pembinaan yang sistematis terhadap pedagang kecil, malahan pembinaan itu lebih banyak diberikan kepada pengusaha minimarket dengan alasan minimarket sedang berkembang pesat di Kota Denpasar. Hubungan sosial antara konsumen dan Minimarket Circle K terus dijaga melalui pelayanan yang optimal sehingga konsumen merasa dihargai. Di bidang politik juga dirasakan khususnya mengenai aturan yang mengatur keberadaan minimarket, yaitu Perwali No. 9, Tahun 2009, tetapi dalam praktiknya minimarket sering melanggar, misalnya beroperasi tanpa izin, menjual barang di luar ketentuan, dan kurangnya pengawasan sehingga minimarket tumbuh dengan pesat melampaui ketentuan zonasi. 2. Ada beberapa faktor yang menyebabkan marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket Circle K, yaitu sebagai berikut. (1) Faktor internal, yaitu adalah faktor yang berada di dalam perusahaan dan dapat secara langsung berpengaruh terhadap aktivitas perusahaan. Adapun faktor-faktor itu meliputi sumber daya manusia adalah hal yang sangat menentukan keberhasilan 235 minimarket. Ketersediaannya karyawan yang mempunyai motivasi yang tinggi untuk meningkatkan produktivitas, memiliki kualitas internal yang sejalan dan mendukung peranannya sebagai penjual. Kualitas ini meliputi kepribadian, sikap, motivasi, dan nilai-nilai positif. Untuk mendapatkan tenaga yang terampil dan andal mulai dari perekrutan karyawan bisa berasal dari kalangan internal (keluarga) dan luar perusahaan tetap menggunakan pertimbangan profesional kebutuhan bisnis. Selanjutnya dengan melakukan pelatihan-pelatihan, baik yang bersifat induksi maupun hal teknis seperti aplikasi program. Pelatihan ini amat penting untuk menyatukan persepsi di antara karyawan. Pengelolaan toko minimarket sebagai faktor internal yang sangat berpengaruh untuk meningkatkan laba usaha melalui penjualan secara efisien dan efektif. Budaya organisasi yang dianut oleh karyawan, supervisor, pemilik dalam bentuk sistem nilai, lingkungan bisnis, jaringan budaya, perilaku, dan gaya kepemimpinan serta pedoman berprilaku terus dipakai sebagai pegangan organisasi. (2) Faktor eksternal, yaitu faktor di luar perusahaan yang berpengaruh terhadap jalannya bisnis. Faktor ini terdiri atas persaingan yang dalam arti ekonomi adalah usaha yang sejenis atau menjual barang yang sama atau barang yang dapat menggantikan fungsinya. Persaingan pada hakikatnya bagaimana perusahaan dapat memperebutkan konsumen. Minimarket Circle K melakukan banyak strategi untuk memenangkan persaingan melaui berbagai promosi, iklan, potongan harga, dan brosur sehingga konsumen didorong hasrat konsumsinya. Peran pemerintah melalui regulasi peraturan perundang-undangan yang mengatur keberadaan toko modern dan pasar tradisional dalam praktiknya perlu ditegakkan secara lebih tegas sehingga minimarket tidak tumbuh tanpa terkendali. 236 3. Marginalisasi bagi masyarakat Kecamatan Denpasar Selatan memiliki dampak dan memberikan pemaknaan tertentu dalam kehidupannya. Dampak yang ditimbulkannya adalah sebagai berikut. (1) Dampak ekonomi, yaitu turunnya para pengunjung yang menyebabkan turunnya tingkat penjualan sehingga laba yang diperoleh pedagang kecil berkurang. Semakin dekat letaknya dengan minimarket maka pengaruhnya semakin besar. Pengembangan pedagang yang tergolong usaha mikro sebagai bagian dari pengembangan ekonomi kerakyatan. Pemberdayaan ekonomi kerakyatan dalam pembangunan harus menjadi bagian dari kebijakan pemerintah. Dampak yang paling kentara dengan tumbuhnya minimarket yang tidak sesuai dengan jumlah dan zona yang telah ditentukan dalam Perwali adalah banyaknya toko modern berjaringan ini akan mempertajam persaingan usaha di antara pelaku bisnis. (2) Dampak sosial budaya berupa pergeseran nilai-nilai sosial yang dialami oleh para pedagang kecil, yaitu adanya perasaan kurang percaya diri untuk menekuni mata pencaharian sebagai pedagang karena berbagai kendala yang dihadapi. Nilai sewa toko yang begitu tinggi di jalan arteri menyebabkan para pemilik yang awalnya berdagang, tetapi sekarang banyak disewakan sehingga terjadi pergeseran pemanfaatan. Pergeseran tempat berbelanja dari pedagang kecil ke minimarket juga memiliki dampak dalam interaksi sosial, hubungan antara konsumen dan karyawan di minimarket terbatas pada hubungan bisnis. Artinya karyawan berinteraksi terbatas sesuai dengan petunjuk operasional. Sementara pada pedagang kecil hubungan ini lebih akrab karena interaksi itu muncul pada saat tawar-menawar. Dampak negatif yang muncul karena minimarket diberikan menjual minuman beralkohol. Akibatnya, peminum bisa mabuk sehingga melakukan tindakan 237 yang tidak terkontrol. Sebaliknya, makna dari termarginalkannya pedagang kecil menyangkut hal-hal berikut. (1) Makna kapitalis, yaitu beroperasinya minimarket tidak bisa terlepas dari kapitalis, dalam hal ini permodalan, jaringan bisnis, dan berbagai kemudahan yang bermuara bagaimana mampu menciptakan tingkat keuntungan yang optimal. (2) Makna konsumerisme, yaitu dengan berbagai strategi dalam hal pemasaran, melalui promosi, iklan, brosur, minimarket terus berupaya memproduksi kebutuhan bagi masyarakat sehingga masyarakat melakukan pembelian barang-barang melebihi dari kebutuhannya. Konsumerisme bagi konsumen juga dengan membeli barang yang tidak semata untuk memenuhi nilai guna atau fungsi barang tersebut, tetapi di dalamnya terkandung bagaimana pencitraan dibentuk melalui berbelanja di minimarket dengan produk-produk bermerek. Hal ini dipandang dapat menginterpretasikan diri dalam masyarakat modern. (3) Makna interaksi sosial berpengaruh terhadap budaya perusahaan, yang meliputi budaya organisasi, yang dituangkan dalam bentuk visi dan misi perusahaan. Dalam pencapain visi dan misi inilah Minimarket Circle K terus berupaya memberikan yang terbaik kepada para pelanggan. Hal itu dimulai dari penempatan lokasi bisnis, yang biasanya berada pada daerah-daerah padat penduduk dan tingkat mobilitas penduduk yang tinggi, berada di pinggir jalan besar sehingga memudahkan konsumen berbelanja, tersedianya tempat parkir, dan tempat duduk yang biasanya berada di depan toko, bentuk bangunan dan warna serta pemajangan barang sesuai dengan standar yang ditentukan pewaralaba. Selain itu, di depan toko ada simbol Circle K sebagai branding sebuah usaha yang sudah terkenal. Berkaitan dengan pengaturan waktu kerja, Circle K buka 24 jam. Perubahan waktu kerja secara 238 sosial juga berpengaruh pada kehidupan sosial karyawan, kebiasaan tidur dan aktivitas lainnya. (4) Makna kekerasan simbolik merupakan sebuah bentuk kekerasan yang halus dan tak tampak, yakni dibalik nya tersembunyi pemaknaan dominasi. Artinya, bagaimana Minimarket Circle K melakukan berbagai upaya dalam bisnis sehingga mampu menggaet konsumen yang lebih banyak, menjual produk yang lebih banyak, memenangkan persaingan bisnis dengan pedagang kecil/kelontong sehingga secara kasat mata tidak kelihatan, tetapi melaui media yang intesif dan berbagai fasilitas hal ini dapat terjadi. (5) Makna kepastian hukum dimaksudkan bagaimana pemerintah mampu memberikan kepastian hukum sehingga para investor dan masyarakat pedagang memahami dan tunduk kepada aturan dan perundangan yang berlaku. Kepastian hukum dalam praktiknya masih dianggap lemah, baik dalam pembinaan maupun pengendaliannya. 8.2 Saran Bertolak dari hasil penelitian sebagaimana telah dibahas sebelumnya, maka dapat disampaikan beberapa rekomendasi sebagai berikut. 1. Mengingat dampak marginalisasi sangat dirasakan oleh para pedagang kecil, maka mau tidak mau pedagang kecil harus juga memberdayakan dirinya sendiri melalui pendirian koperasi, melakukan pembenahan secara internal, yaitu dengan mengadopsi berbagai keunggulan minimarket. Misalnya toko harus 239 selalu tampak rapi, bersih, nyaman. Di samping itu, menjual barang-barang yang berkualitas sehingga konsumen tidak bergeser ke minimarket. 2. Pemerintah dalam hal ini pihak pemerintah Kota Denpasar diharapkan dapat memberikan perhatian yang lebih terhadap pedagang kecil. Misalnya, melalui pembinaan yang terstruktur, memberikan bimbingan usaha, dan perlindungan hukum melalui peningkatan status dari Perwali yang selama ini digunakan sebagai landasan operasional toko modern dan pasar tradisional menjadi Peraturan Daerah sehingga kekuatan hukumnya lebih tinggi. 3. Peneliti lain yang berminat mengadakan kajian lebih luas terhadap marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket Circle K diharapkan dapat menelusuri lebih mendalam praktik-praktik yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang dapat merugikan para pedagang. 240 DAFTAR PUSTAKA Alfathri, Adlin..2006. Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Gaya Hidup.Yogyakarta: Jala Sutra. ......................, 2007. Spiritualitas dan Realitas Kebudayaan Kontemporer, Yogjakarta: Jala Sutra. Amirullah & Hardjanto. 2005. Pengantar Bisnis. Yogyakarta : Graha Ilmu Ardiyanto, Gunawan. 2011. 10 Biang Untung Usaha Kecil Menengah. Solo : Tiga Seangkai Pustaka Mandiri Barker, Chris. 2009. Cultural Studies Teori dan Praktik. ( Nurhadi, Penerjemah). Yogyakarta: Kreasi Wacana Baswir, Revrison. 1999. Dilema Kapitalisme Perkoncoan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Baudrillard J. P. 2009. Masyarakat Konsumsi ( Wahyunto, Penerjemah). Yogjakarta: Kreasi Wacana. Bernardin, H. John dan J.E.A. Russell. 2003. Human Resource Management. Singapore : McGraw Hill. Bourdieu, Pierre. 1990. (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik. (Richard Harker Cheelen Mahar. Chris Wilker, ed.) (Pipit Maizier. Penerjemah). Yogyakarta: Jala Sutra. .........................1998. Practical Reason On the Theory of Action. California: Stanford University Press. Chaney, David. 2009. Lifestyle: Sebuah Pengantar Komprehensif (Nurhaeni, Penerjemah). Yogyakarta: Jalasutra. Deddy, Mulyana. .2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Engel James F. dkk. 1994. Prilaku Konsumen (Budiyanto, Alih Bahasa). Jakarta : Binarupa Aksara. Fakih, Mansour. 2009. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset. Featherstone. Mike. 2008. Postmodernisme dan Budaya Konsumen.(Misbah Zulfa Elizabet, penerjemah). Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Foucault, Michel. 2002. Pengetahuan dan Metode Karya-Karya Penting Foucault. Yogyakarta: Jalasutra. Foucault, Michel. 1984. The Faucault Reader. Edited by Paul Rabinow, New York : Pantheon Books. 241 Fritjof. Capra. 2009. The Hidden Connections (Andya Primanda, penerjemah).Yogyakarta : Jala Sutra.. .Fukuyama, F. 2005. Guncangan Besar Kodrat Manusia dan Tata Sosial Baru (Masri Maris. Penerjemah) Jakarta : PT Ikar Mandiriabadi Giddens, Anthony. 2000. The Third Way, Jalan Ketiga Pembaharuan Demokrasi Sosial. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Gramsci, Antonio.1976. Selection from the Prison Notebooks. Quintin Hoare and Nowel Smith (ed). Newyork : International Publisher. Habermas, J. 2009. Teori Kritis Jurgen Habermas (Nurhadi, Penerjemah). Bantul : Kreasi Wacana Offset. Hartoko, Alfa. 2010. 40 Tool Dahsyat untuk Mengelola Bisnis UKM. Yogyakarta : PT Alex Media Komputindo Kompas Gramedia Kaswan. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Keunggulan Bersaing Organisasi. Yogyakarta : Graha Ilmu. Lynda, W.K.N. dan Cyinthia, T.L.M. 2005. Managing the Brick-and-Mortar Retail Stories. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer. Mariyah, Emeliana, 2009. ”Pemahaman Proses Penelitian Metode Penelitin dan Metodologi Kajian Budaya”, Denpasar: Program Kajian Budaya. MCQuillan, Martin. 2007. The Politic of Deconstruction : Jacques Derrida and the Other of Philosopy. London : Pluto Press. Magnis Suseno.F. 2000. Pemikiran Karl Marx.Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme .Jakarta : PT Gramedia Pustaka Umum Malhotra, Naresh K. 2005. Riset Pemasaran Pendekatan Terapan. Jakarta : PT Indeks. Martyn, J.Lee. 2006. Budaya Konsumen Terlahir Kembali. Yogyakarta : Kreasi Wacana. Mill, Sara. 2003. Michel Foucault. Routledge : London. Minawati, Rosta, 2009. ”Keterpinggiran Komunitas Hindu dalam Pruralitas Agama di Kabupaten Karo Sumatra Utara”. (Disertasi). Denpasar: Universitas Udayana. Moleong, L.J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Morton, Adam David. 2007. Unravellining Gramsci : Hegemony and Passive Revolution in The Global Political Economy. London : Pluto Press. Mowen, Hohm C. dan Minor, Michael. 2001. Perilaku Konsumen. Jakarta: PT Penerbit Erlangga. Nehen, Ketut. 2012. Perekonomian Indonesia. Denpasar : Udayana University Press 242 Pariartha, Wana. 2010. ”Manajemen Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kecamatan Denpasar Barat Kota Denpasar, Sebuah Kajian Budaya ”(Disertasi). Denpasar : Universitas Udayana. Patria, Nesar&Andi Arief. 2003. Antoni Gramsci Negara & Hegemoni. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Philip, Kotler 2002. Manajemen Pemasaran (Hendra Teguh dkk. Penerjemah). Jakarta : PT Prenhallindo. Piliang, Yasraf Amir. 1999. Hiper-Realitas Kebudayaan.Yogyakarta: LkiS. ---------------. 2006. Dunia yang Dilipat Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra. ----------------.2008. Multiplisitas dan Diferensiasi. Yogyakarta: Jala Sutra. ---------------. 2009. Hipersemiotika. Yogyakarta: JalaSutra Prasetyantoko, A. 2001. Arsitektur Baru Ekonomi Global. Jakarta : Gramedia. Ralston Saul, John. 2008. Runtuhnya Globalisme dan Penemuan Kembali Dunia (Dariyatno, Penerjemah). Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Ratna, Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. -----------------.2010. Metodologi Penelitian, Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi Modern (Alimandan, Alih Bahasa) Jakarta:. Kencana. -----------------.2002. Ketika Kapitalisme Berjingkrak Telaah Kritis terhadap Gelombang McDonaldisasi (Solichin, Didik P. Yuwono, Penerjemah) .Yogyakarta : Pustaka Pelajar. ----------------.2006. Mengkonsumsi Kehampaan di Era Globalisasi ( Lucinda, Heru Nugroho, Alih Bahasa). Yogyakarta : Universitas Atmajaya. Roger, Mary. F. 2009. Barbie Culture Ikon Budaya Konsumerisme. Jogjakarta : Relief. Simon, Roger. 1999. Gagasan-Gagasan Politik Gramsci. Yogyakarta: INSIST dan Pustaka Pelajar. Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Storey. John.2008. Cultur Studies dan Kajian Budaya (Penerjemah,Layli Rahmawati). Yogyakarta :Jala Sutra. Subawa, Sri. 2009. ”Waralaba Lembaga Pendidikan Nonformal Sebagai Ekspansi Ekonomi Global di Kota Denpasar” (Disertasi). Denpasar : Universitas Udayana. 243 Sugiarta, I Nyoman. 2011. Panduan Praktis dan Strategis Retail Consumer Goods. Jakarta: Expose. Sugiono, Muhadi.1999. Kritik Antonio Gramsci terhadap Pembangunan Dunia Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sujana Asep ST, 2012. Manajemen Minimarket, Jakarta: Raih Asa Sukses (RAS). Supranto. 2006. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta: Reneka Cipta. Sutaji, Deni. 2012. Sistem Inventory Minimarket dengan PHP & JQUERY. Yogyakarta : Penerbit Lokomedia Tan, Andrew.2012. Sukses Menjadi Supplier Toko Modern: Jakarta: Sinar Ilmu. Tanjung, Jenu Wijaya. 2004. Marketing Management Pendekatan Pada Nilai-Nilai Pelanggan. Malang :Bayu Media Thwaites, Tony., et al. 2009. Introducing Cultural and Media Studies: Sebuah Pendekatan Semiotik. ( Penterjemah Saleh Rahmana). Yogyakarta&Bandung: Jalasutra. Usmara, A. 2003. Strategi Baru Manajemen Pemasaran. Jogjakarta: Amara Books. Utami. Christina Whidya. 2010. Manajemen Ritel, Strategi dan Implikasi Operasional Bisnis Ritel Modern Di Indonesia. Jakarta : Salemba Empat. Wolf, Martin.2007. Globalisasi Indonesia. Jalan Menuju Kesejahteraan. Jakarta: Yayasan Obor Yustika, Ahmad Erani. 2006. Perekonomian Indonesia. Malang : Bayumedia Publishing. Zizek. AuthorSlavoy. 2008. Violence. Publischer Picador. Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta Jurnal/Majalah Leonidas C, Leonidou, Dayananda Palihawadana, Marios Theodosious. 2006. An Integrated Model of The Behavioural Dimensions of Industrial Buyer-Seller Relationships. European Journal of Marketing/ Vol. 40 No. 1/2 Luc Sels, Sophie De Winne, Jeroen Delmotte, John Maes, Dries Faems, Anneleen Forrier, 2006. Linking HRM and Small Business Performance: An Examinination of the Impact of HRM Intensity on the Productivity and Financial Performance of Small Businesses. Research Center for Organization Studies Departement of Applied Economics Katholieke Universiteit Leuven 244 Rudolf Esch,Franz and Tobias Lagner,B erd H. Schmitt, Patrick Geus,2006. Are brands forever? How brand knowledge and relationships affect current and future purchases. Journal of Product & Brand Management. Vol.15. No.2 Peraturan Camat Denpasar Selatan, 2010. ”Monografi Kecamatan Denpasar Selatan”. Dinas Perizinan Kota Madya Denpasar, 2009. ”Peraturan Wali Kota Denpasar Nomor 9, Tahun 2009 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat pembelanjaan, dan toko modern. Enciety Focus-37,2010. ”Menggarap Perubahan Gaya Hidup Kota Besar”, Jawa Post: 7 September 2010. Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah R.I.2008. ”Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 31-M-Dag/Per/8/2008 Tentang Penyelenggaraan Waralaba. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No: 53/M-DAG/PER/12/2008 Tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112, Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 42, Tahun 2007 tentang Waralaba. Peraturan Perusahaan PT PKKAD/PP/IV/2012. Circleka Indonesia Utama No.KEP. 288/PHIJSK- Tim Fakultas Ekonomi. 2011. Kajian Akademik Mini Market di Kota Denpasar. Universitas Udayana. Surat Kabar/Koran Tim Redaksi Jawa Post. Enciety Focus-37,2010. ”Menggarap Perubahan Gaya Hidup Kota Besar” 7 September 2010. Tim Redaksi Radar Bali. 2010. “Minimarket Sisihkan Usaha Rakyat”, 16 Juni 2010. Tim Redaksi Jawa Post. 2010 b. “Pemkot Segel Tujuh Minimarket”, 13 Juli 2010. Tim Redaksi Radar Bali 2011c. “Izin Toko Modern Distop” , 8 April 2011. Tim Redaksi Radar Bali “Dewan Desak Moratorium Minimarket, 24 Agustus 2011. Tim Redaksi Jawa Post. 2011.” Ritel Asing v Pasar Tradisional, 16 Desember 2011. Tim Redaksi Radar Bali.” Minimarket Baru Jalan Terus, Pemkot Lembek Bertindak”. 7 November 2012. 245 Tim Redaksi Radar Bali.” Lawson Cuek, Satpol Berang, Teta Buka Dinilai Melecehkan”.7 Nopember 2012. Tim Redaksi Radar Bali. ” Badung Segera Perketat Toko Modern”, 7 Agustus 2012 Tim Redaksi Radar Bali ” Warga Melawan Toko Modern”. 5 Februari 2013 Sumber Internet http://www.google.com, 01 – 06 - 2010 tp://www.alfamartku.com/page/read/p1/sejarah-perusahaan, 12 – 05 - 2011 http://www.franchise-circlek.com/site/photo-galler, 20 – 05 – 2011 http://bursafranchise.com/circle-k-minimarket-indonesia.htm, 03 – 03 – 2011 http://id.wikipedia.org/wiki/Waralaba, 19 – 03 – 2011 http://www.scribd.com/doc//Circle-K, 22 – 09 – 2011 246 Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA A Profil Kecamatan Denpasar Selatan sebagai Daerah Penelitian 1. Bagaimana kondisi dan lingkungan alam wilayah kecamatan Denpasar Selatan? 2. Potensi alam, geografis yang mendukung kecamatan Denpasar Selatan sebagai kawasan perdagangan? 3. Bagaimana mata pencaharian penduduk di kecamatan ini? 4. Bagaimana kondisi sarana dan prasarana yang mendukung di kecamatan ini? 5. Bagaimana potensi ekonomi, khususnya perdagangan di kecamatan ini? 6. Apakah ada pergeseran pekerjaan yang dilakoni oleh masyarakat dengan maraknya tumbuh minimarket? B Bentuk-bentuk marginalisasi pedagang kecil 1. Bisakah Bapak/Ibu membandingkan keadaan ekonomi sebelum dan sesudah tumbuhnya Minimarket Circle K di Kecamatan Denpasar Selatan? 2. Bisakah Bapak/Ibu membandingkan pendapatan hasil penjualan sebelum dan sesudah tumbuhnya MinimarketCircle K di Kecamatan Denpasar Selatan? 3. Apakah keberadaan Minimarket Circle K di wilayah Bapak/Ibu mengancam usaha yang sedang digeluti. Apa saja peralatan yang digunakan? 4. Dari pengamatan dapatkah Bapak/Ibu membandingkan harga eceran pada pedagang kecil dengan barang di minimarket? 5. Menurut Bapak/Ibu bagaimana prospek pedagang ke depan, apakah masih bisa dipakai sebagai tumpuan mata pencaharian atau akan semakin terdesak dengan tumbuhnya minimarket? 6. Dari pengamatan Bapak/Ibu, adakah pelanggan yang pindah berbelanja ke minimarket Circle K? 7. Apa usaha Bapak/Ibu untuk menanggulangi persaingan dengan Minimarket Circle K? 247 C Faktor marginalisasi pedagang kecil 1. Bagaimanakah bentuk pengelolaan usaha dagang yang Bapak/Ibu lakukan ? 2. Menurut pandangan Bapak/Ibu, apa yang menjadi daya tarik konsumen berbelanja di Minimarket Circle K? 3. Bagaimana cara pengadaan barang dagangan, dan adakah Bapak/Ibu melakukan promosi penjualan? 4. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu terhadap persaingan yang terjadi? 5. Adakah selama ini Bapak/Ibu mendapat pelatihan tentang pengelolaan usaha? 6. Peran apa saja yang telah dilakukan pemerintah untuk memajukan usaha dagang? 7. Langkah apa yang telah dilakukan untuk menarik konsumen? 8. Adakah hambatan yang Bapak/Ibu temukan selama berdagang, dengan banyaknya minimarket? D Implikasi dan Makna marginalisasi bagi pedagang 1. Apakah berdagang merupakan pekerjaan pokok atau sambilan, mohon dijelaskan! 2. Apakah hasil dari berdagang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, mohon dijelaskan! 3. Apakah perubahan nilai sosial budaya yang terjadi dari pertumbuhan minimarket? 4. Apakah Bapak/Ibu rasakan pengaruh banyaknya minimarket terhadap pekerjaan yang ditekuni? 5. Dapatkah Bapak/Ibu menjelaskan pembeli yang menjadi langganan? 6. Adakah bentuk pemberdayaan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan pedagang? 7. Bandingkan kepuasan yang Anda dapatkan dari berbelanja di pedagang Kecil dengan di Minimarket Circle K! 248 Lampiran 2 A. No Nama DAFTAR INFORMAN Umur 1 I.G.A. L. Saraswati, S.S. 39 tahun 2 I Made Suryawan, S.E. 46 tahun Pekerjaan/ Jabatan PNS/ Kasi Pembinaan Usaha Perdagangan Kantor Perdagangan PNS/ Kabid Bina Usaha Kantor Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar 3 Nyoman Puja, S.H. 51 tahun Kepala Bidang Penegakan Perda Satpol PP Denpasar 4 Ketut Gd Gunawan 47 tahun 5 Drs. I Km. Sugiarta, M.Si. 46 tahun 6 I Ketut Listrik, B.B.A. 52 tahun Kasi Ketertiban Perizinan Satpol PP Denpasar Kepala Bidang Monitoring Evaluasi dan Informasi Dinas Perizinan Kasi Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan Denpasar Selatan 7 Dody 45 tahun Kepala Lingkungan Br. Lantang Bejuh, Sesetan 8 Ibu Raka 55 tahun Pedagang Kecil 9 Ibu Berniawati 33 tahun Pedagang Kecil 10 I Wayan Agustina 31 tahun Pedagang 11 Ibu Agung Ade 60 tahun 12 I Made Sutena 41 tahun 13 I Wayan Aryani 30 tahun 14 Ni Wayan Soli 45 tahun 15 Ketut Arianta - Pedagang Pedagang Kelontong UD. Sari Merta Pedagang Kelontong UD. Aryani Pedagang Kelontong UD. Krisna Pedagang Kelontong Toko King 16 Nani - Pedagang Toko Sumber Baru 17 Ambara 38 tahun Pedagang Kecil 18 Agus Sunarta 22 tahun Pegawai Circle K 19 Putu Tyas Indrawati 26 tahun Pegawai Circle K 20 21 22 Yudhi Setianugraha Andra A.A Indraprasta - Wiraswasta/ Pemilik Circle K Wiraswasta/ Pemilik Circle K Wiraswasta/ Pemilik Circle K Alamat Jalan Melati No.31, Denpasar Jalan Melati No.31, Denpasar Sidakarya/ 081338711456 Jalan Debes No.8, Denpasar / 081558631967 Dinas Perizinan Kantor Camat Densel Br. Lantang Bejuh Sesetan Jalan Tukad Pancoran Jalan Tukad Pakerisan Jalan Dewata No.19, Sidakarya Denpasar Jalan Waturenggong No. 157, Denpasar Jalan Pulau Moyo, Jalan Pulau Bungin, Br. Pitik Denpasar Jalan Pulau Bungin, Br. Sama Denpasar Jalan Waturenggong, Denpasar Jalan Waturenggong No. 151, Denpasar Jalan Raya Sesetan No. 245, Denpasar Jalan Subak Dalem Gang XXII Jalan Lembu Sora Gang Suta No.2 Jalan Waturenggong No. 62 Jalan Raya Sesetan Jalan Gunung Sari. 249 B. DAFTAR RESPONDEN No Nama Umur Pekerjaan/ Jabatan 1 Kadek Subadiasa 23tahun Mahasiswa Unud 2 Agus Antara 30 tahun Pegawai Swasta 28 tahun 20 tahun 17 tahun 25 tahun 16 tahun 21 tahun 21 tahun 30 tahun Ibu Rumah Tangga Mahasiswa Siswa Pegawai Pelajar Mahasiswi STIKES Mahasiswa STIKOM Pegawai Swasta 11 Ibu Sita Adam Edo Deam Satya Arina Septian Gek Erna I Dw. Kd. Dwi Arta Gangga 17 tahun Pelajar 12 I Putu Raditya 15 tahun Pelajar 13 Agus Darmadi 23 tahun Pegawai Swasta 14 15 Karunia Mahardika I Putu Agus Santika 22 tahun 25 tahun Mahasiswa Pegawai Swasta 16 Sinta Trisnadewi 22 tahun Mahasiswi 17 18 19 20 21 Aloysius Suselo I Wayan Kamayasa I Gde Raka Ariana Wayan Adiana Utama Ni Putu Ariani 25 tahun 20 tahun 15 tahun 19 tahun 19 tahun Pegawai Swasta Swasta Pelajar Mahasiswa Mahasiswi 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Fety Dwi Prasetyaning W. Ayu Astiti Pendit Pande Astawa Melva Yusmawati I Wayan Kamayasa I Gede Raka Aryana Komang Ary Triatnata I Wayan Brian Wayan Yudiartha 25 tahun 26 tahun 19 tahun 27 tahun 20 tahun 15 tahun 19 tahun 20 tahun 23 tahun Pegawai BUMN Pegawai Swasta Mahasiswa Pegawai BUMN Pegawai Swasta Pelajar Mahasiswa Penjaga lingkungan Mahasiswa 3 4 5 6 7 8 9 10 Alamat Jalan Tukad Pakerisan, Denpasar Jalan Bedugul Gang Nuri No.1 Jalan Sidakarya No. 165, Denpasar Jalan Raya Sesetan Sesetan Tegalwangi Pedungan Pemogan Sanglah Sesetan Jalan Pulau Bali No. 19, Denpasar Jalan Tukad Yeh Sungi No.44, Denpasar Graha Wisata No. 17, Denpasar Jalan Waturenggong No. 108 B, Denpasar Jalan Raya Sesetan Jalan Pulau Kawe No.44 Jalan Palapa III/21, Sidakarya Jalan Waturenggong Panjer Sesetan Jalan Pulau Riau Jalan Letda Tantular Gang Garuda No. 1 Renon Jalan Tukad Yeh Aaya Jalan Raya Sesetan Jalan Raya Sesetan Jalan Waturenggong Panjer Sanur Sanur Pedungan 250 Lampiran 01 Lampiran 02 Lampiran 03 Lampiran 04 Lampiran 05 Lampiran 06 Lampiran 07 Lampiran 08 252 253 254 255 256 257 267 262 263 264 265 271 272 273 274 279 280 281 286 287 288 293 294 295 299 300 275 258 268 276 282 40 176 232 239 269 49 261 270 277 278 284 290 296 8 260 283 289 1 259 285 291 292 297 298 84 130