BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kompleksitas dan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kompleksitas dan perubahan telah menjadi ciri penting masyarakat industri
masa kini. Kompleksitas yang memasuki semua aspek kehidupan, seperti sistem
perdagangan, pemasaran global, komunikasi jarak jauh via jaringan elektronik
sangat canggih, semuanya membuat dunia ini semakin sempit. Globalisasi dalam
kaitannya dengan produk yang akan menguasai pasar adalah produk-produk yang
memiliki mutu dan harga global. Produk-produk yang yang tidak disajikan dengan
`mutu dan harga global akan cenderung ditinggalkan dan tersingkir dari pasar
(Baswir, 1999 : 83).
Usaha kecil terus mengalami peminggiran yang pada akhirnya akan
membuat masyarakat kecil semakin terdesak oleh usaha-usaha yang jauh lebih
bermodal dengan pelayanan yang sangat instan.Kalau dicermati laporan yang
dikeluarkan oleh United Nations bahwa 60,7 % penduduk Indonesia akan berada di
kota, maka sebagian besar wilayah Indonesia akan menjadi kosong. Desa-desa akan
menjadi kosong karena 39,3 % penduduk akan tinggal wilayah yang sangat luas.
Transformasi sosial ekonomi dan budaya ini sangat menarik untuk dikaji. Adanya
penduduk yang terfokus di kota, seperti halnya negara menimbulkan berbagai
persoalan karena begitu banyak orang memperebutkan tempat tinggal, kesempatan
kerja, fasilitas transportasi, dan ruang untuk kegiatan sosial. Integrasi ekonomi
ketatanan global telah menyebabkan integrasi sosial budaya ke dalam suatu tatanan
masyarakat. Revolusi teknologi elektronik dan teknologi komunikasi/transportasi
2
telah merupakan jembatan yang menghubungkan berbagai belahan dunia. Sebagai
akibatnya akan tumbuh kecenderungan “consumer culture” di kota-kota. Dalam
proses ini konsumsi merupakan faktor penting di dalam mengubah tatanan nilai dan
tatanan simbolis. Dalam kecenderungan ini identitas dan subjektivitas mengalami
transformasi, baik menyangkut masalah integrasi maupun nasionalisme.
Logika kapitalisme lanjut tidak lagi memproduksi benda-benda kebutuhan
sebanyak-banyaknya dengan biaya seminimal mungkin, tetapi memproduksi
kebutuhan lewat penciptaan citra (image) oleh biro iklan. Budaya massa atau budaya
pop adalah budaya yang diproduksi untuk orang-orang kebanyakan. Orang
kebanyakan dalam pendekatan ini dianggap sebagai pangsa pasar, sekelompok
konsumen dalam fokus budaya pop yang dideskripsikan komoditas-komoditas
tertentu (Adlin, 2006:121).
Dalam masyarakat konsumen dewasa ini berkembang berbagai logika baru
konsumsi yang secara mendasar mengubah model hubungan antara konsumen dan
objek atau produk. Dalam masyarakat objek berkembang sedemikian rupa sehingga
tidak lagi terikat pada logika utilitas, fungsi, dan kebutuhan (need), tetapi terikat
pada apa yang disebut sebagai logika tanda-tanda (logic of sign) dan logika citra
(logic of image)
Konsep pembangunan nasional sekarang ini
tetap mengacu pada
pertumbuhan, tetapi pelaksanaannya harus serasi dengan pembangunan nasional
yang berintikan pada manusia pelakunya. Konsep inilah yang dikenal dengan
ekonomi
kerakyatan.
Untuk
meningkatkan
kesejahteraaan
masyarakat,
pembangunan ekonomi yang berbasis rakyat perlu diberikan prioritas sehingga
sektor ekonomi dan perdagangan kecil semestinya mendapat perlindungan dari
3
pihak terkait khususnya pemerintah daerah Kota Denpasar. Kenyataan yang ada saat
ini Pemda Kota Denpasar memberikan izin pendirian minimarket yang jumlahnya
semakin banyak. Keberadaan minimarket dengan berbagai nama berkembang subur
di Kota Denpasar. Pengembangan konsep ekonomi kerakyatan diupayakan sejalan
dengan keinginan untuk membangun ekonomi yang berorientasi kerakyatan adalah
kemandirian dalam ekonomi. Pembangunan yang berorientasi kerakyatan dan
berbagai kebijaksanaan yang berpihak kepada kepentingan rakyat sehingga konsep
ini lebih mengedepankan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat
dalam pembangunan ekonomi merupakan suatu strategi yang merangkum nilai-nilai
sosial. Konsep ini merupakan paradigma baru yang bersifat people-centered
(berpusat
pada
masyarakat,
partisipatory
(partisipasi)
dan
empowering
(pemberdayaan).
Denpasar sebagai kota metropolis dan sekaligus sebagai pusat pariwisata
Bali, sudah tentu mengalami berbagai perkembangan sosial budaya dan ekonomi
yang begitu cepat. Untuk pemenuhan kebutuhan dari masyarakat, yang aktivitas
ekonominya hampir hidup 24 jam, maka kebutuhan masyarakat tidak bisa dipenuhi
oleh toko-toko kelontong atau warung-warung yang jam operasionalnya kebanyakan
dari pagi sampai sore, sehingga untuk pemenuhan pada malam hari kebutuhannya
bisa dipenuhi dengan berbelanja di minimarket Circle K yang buka 24 jam.
Konsumen di perkotaan tidak saja membeli produk untuk fungsional semata, tetapi
juga pencitraan. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh pemilik modal dengan
membuka minimarket, dengan standar produk dan pelayanan yang instan. Proses
konsumsi sekarang didominasi oleh prinsip-prinsip kenikmatan, di mana makna
hidup dalam eksistensinya tidak lagi mendapat tempat karena telah tersingkir. Suatu
4
komoditas menjadi populer adalah bukan untuk siapa barang itu diproduksi,
melainkan bagaimana barang itu diinterpretasikan dalam makna cultural. Suatu
komoditas ditentukan dalam proses sosial ekonomi.
Di Denpasar
jumlah minimarket, baik yang franchaising maupun yang
berdiri sendiri, bertebaran di mana-mana. Dari segi jarak antara satu minimarket dan
yang lainnya banyak berdekatan. Itu berarti bahwa akan ada persaingan di antara
minimarket dan lebih khusus lagi terhadap para pedagang kecil yang dari historisnya
sudah ada lebih dahulu. Persaingan yang begitu tajam sudah tentu akan
menguntungkan pihak minimarket. Hal itu terjadi karena pedagang kecil dari segi
manajemen pengelolaan, permodalan, dan berbagai macam pelayanan serta kualitas
produk yang dijual kecenderungannya lebih rendah.
Hal ini sangat berbeda dengan minimarket yang menjual produk-produk
terstandardisasi, manajemen pengelolalan yang baik, pelayanan dan kebersihan
sangat diperhatikan sehingga semuanya mampu memengaruhi persepsi, pemahaman
,dan tingkah laku konsumen yang lebih mementingkan pencitraan. Untuk kaum
muda perkotaan citra minimarket sudah melekat sehingga tidak jarang ditemukan
anak muda yang tidak mau membeli barang di kios-kios kecil, pasar tradisional yang
mempunyai pencitraan “tidak gaul”, malahan dengan bangga berbelanja di
minimarket. Hal itu dilakukan karena ia merasa mendapat kenikmatan secara
objektif dan subjektif, mampu mendongkrak pencitraan terhadap diri bahwa mereka
telah menjadi masyarakat modern. Sebagai akibatnya, pedagang kecil yang lebih
banyak dilakoni oleh masyarakat kecil lama- kelamaan terdesak, tidak kuat bersaing,
dan akhirnya gulung tikar. Kapitalisme global telah meningkatkan kemiskinan dan
ketidakadilan sosial, tak hanya mengubah hubungan antara modal dan tenaga kerja,
5
tetapi juga melalui proses peminggiran sosial (social exclusion) yang merupakan
suatu konsekuensi langsung struktur jaringan ekonomi baru.
Dari uraian di atas, jelas adanya inkonsisten dalam penyelenggaraan aktivitas
ekonomi karena usaha kecil yang dilakukan oleh masyarakat kecil kebanyakan
mengalami kemunduran. Sebaliknya, minimarket dengan berbagai jargonnya yang
mewakili kapitalis tetap eksis dan jumlahnya meningkat. Untuk itulah peneliti
tertarik ada apa dalam penyelenggaraan unit bisnis minimarket khususnya perizinan,
hegemoni birokrasi, yang meminggirkan usaha pedagang kecil. Salah satu
minimarket yang tersebar di Denpasar adalah Circle K khususnya yang berlokasi di
Kecamatan Denpasar Selatan.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut:
1) Bagaimana
bentuk
marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya
Minimarket Circle K di Denpasar?
2) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan pedagang kecil mengalami
marginalisasi dengan tumbuhnya Minimarket Circle K di Denpasar?
3) Apakah dampak dan makna marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya
Minimarket Circle K di Denpasar?
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus.
6
1.3.1 Tujuan Umum
Judul penelitian ini adalah “ Marginalisasi Pedagang Kecil dengan
Tumbuhnya Minimarket Circle K di Kota Denpasar”. Tujuan umum penelitian
adalah untuk memahami keberadaan perkembangan ekonomi terutama pedagang
kecil di Denpasar yang hingga saat ini masih mengalami marginalisasi sebagai
akibat tumbuhnya minimarket. Proses perkembangan ini banyak dikeluhkan oleh
pedagang. Di pihak lain pemerintah belum memberikan pengaruh yang berarti
sehingga terjadi proses pemiskinan pedagang kecil yang jumlahnya sangat banyak.
1.3.2 Tujuan Khusus
Sesuai dengan permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan khusus
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui tentang
bentuk marginalisasi yang dihadapi oleh
pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket Circle K di Kota Denpasar.
2) Untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan termarginalnya pedagang
kecil dengan tumbuhnya Minimarket Circle K di Kota Denpasar.
3) Untuk menginterpretasi dampak dan makna marginalisasi pedagang kecil
dengan tumbuhnya Minimarket.Circle K di Kota Denpasar.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat, baik secara teoretis
maupun praktis sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak-pihak
tertentu dalam mengambil berbagai kebijakan, terutama menyangkut pedagang kecil
dan minimarket. Adapun manfaat yang dimaksud adalah sebagai berikut.
7
1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis, manfaat dari penelitian ini adalah seperti di bawah ini.
1) Mengembangkan konsep-konsep dan teori yang berhubungan dengan
marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya minimarket
2) Sumber inspirasi bagi peneliti lain yang tertarik dalam mengkaji masalah yang
terkait dengan pedagang kecil dan minimarket.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut.
1) Menggugah masyarakat untuk memiliki pandangan yang kritis terhadap
proses pembangunan di bidang ekonomi.
2) Mengenal lebih dekat proses kehidupan pedagang kecil dalam mengadakan
interaksi dengan lingkungannya yang telah mengalami perubahan.
3) Memberikan dorongan kepada pemerintah untuk melakukan penegakan
hukum secara lebih tegas dalam izin pendirian minimarket. Di samping itu,
mendorong untuk menindak para investor yang tidak mematuhi peraturan dan
perundang-undangan sehingga tidak merugikan pedagang kecil
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN
2.1.
Kajian Pustaka
Tulisan-tulisan yang mengambil topik usaha mikro, kecil, dan minimarket
dapat dijumpai dalam beberapa bentuk makalah, jurnal, tesis, disertasi, ataupun
karya ilmiah lainnya. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) perlu
diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai peran dan
potensi strategis dalam menunjang perekonomian nasional. Pemberdayaan usaha ini
dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat secara
sinergis sehingga diharapkan mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang
tangguh dan mandiri. Pedagang kecil yang merupakan bagian dari usaha mikro
banyak
digeluti
oleh
masyarakat
sebagai
mata
pencaharian.
Dalam
perkembangannya di daerah perkotaan tumbuhlah minimarket sebagai salah satu
ritel modern.
Penelitian dilakukan pada dua belas toko K-Mart dengan judul “Memajang
Barang Dagangan Mempengaruhi Penjualan”. K-Mart adalah gerai utama bagi
produk alat-alat tulis. Sebuah percobaan dirancang di dua belas toko K-Mart. Enam
toko diacak ditugaskan untuk menerapkan sistem baru dalam memajang barang
dagangan, sedangkan enam toko lainnya memajang barang dagangan dengan cara
lama. Percobaan ini dilakukan selama enam bulan. Simpulannya; Bahwa penjualan
produk yang menerapkan sistem baru mempunyai penjualan tujuh persen lebih
tinggi dibandingkan dengan penjualan toko yang menggunakan sistem lama
9
(Malhotra, 2005 :101). Dalam riset yang dilakukan terhadap Toko Serba Ada
dirumuskan bahwa tujuannya adalah (1) mengidentifikasi faktor-faktor yang relevan
(kreteria pemilihan) yang digunakan rumah tangga dalam memilih toserba, (2)
mengidentifikasi apa yang dianggap sebagai toko yang bersaing untuk kategori
produk tertentu, (3) mengidentifikasi karakteristik psikologi konsumen yang
mungkin memengaruhi perilaku kunjungan toserba, dan (4) mengidentifikasi aspek
perilaku pemilihan oleh konsumen lainnya yang relevan dengan kunjungan toko
(Malhotra, 2005:166).
Penelitian di atas dapat digunakan sebagai pedoman di dalam mengadakan
penelitian minimarket karena karakteristiknya di dalam pengelolaan Toserba
mempunyai kesamaan dalam pengaturan barang-barang dagangan, adanya sistem
operasional yang sudah baku khususnya dalam pengadaan barang dagangan dari
penyalur yang memengaruhi penjualan adalah sangat relevan dengan keadaan pada
minimarket Circle K, yaitu barang ditempatkan dalam etalase dengan rapi.
Perbedaannya terletak bahwa penelitian ini lebih fokus pada perubahan yang terjadi
akibat banyaknya tumbuh minimarket dari kajian budaya.
Dalam Journal of Product & Brand Management Vol 15 No 2 dinyatakan
bahwa kesadaran merek dan image berdampak positif terhadap kepuasan dan
kepercayaan terhadap merek tersebut sehingga mampu meningkatkan penjualan
pada masa depan. Hal ini tampak pada (1) kesadaran akan merek berdampak positif
terhadap kepuasan akan merek, (2) kesadaran akan merek berdampak positif
terhadap kepercayaan akan merek, (3) image terhadap merek berdampak positif
terhadap kepuasan akan merek dan (4) image terhadap merek berdampak positif
10
terhadap kepercayaan akan merek (Franz Rudolf Esch and Tobian Lagner et, al.,
2006 :98--105).
Penelitian ini mempunyai kesamaan, yaitu Minimarket Circle K sangat
mengandalkan kepuasan dan kepercayaan konsumen terhadap merek. Barang
dagangan yang dijual di minimarket adalah barang yang telah memiliki merek dan
telah dikenal di masyarakat. Sebaliknya, perbedaannya bahwa penelitian ini
dikaitkan dengan memarginalkan pedagang kecil. Relevansinya bahwa pedagang
kecil sangat perlu memahami bahwa kepuasan konsumen sangat bergantung dari
kepercayaan terhadap merk.
Dalam European Journal of Marketing Vol.40 No ½ dinyatakan bahwa salah
satu hal amat penting dalam membina hubungan antara penjual dan pembeli adalah
“trust”(kepercayaan). Kepercayaan timbul dari suatu proses pembinaan yang cukup
lama sampai kedua belah pihak saling memercayai. Pihak yang lain akan jujur, adil,
dan bisa diandalkan dalam menjalankan kegiatan pada masa depan. Dalam
hubungan penjual dan pembeli tingginya tingkat kepercayaan dipengaruhi oleh (1)
meningkatnya komitmen, (2) mempererat kerja sama, (3) menjamin kepuasan, dan
(4) mengurangi konflik ( Leonidas.C. et.al., 2006: 145).
Penelitian ini memiliki kesamaan dalam hal bisnis, baik pedagang kecil
maupun minimarket Circle K harus tetap mengedepankan kepercayaan dari pembeli
ataupun pejual, sedangkan perbedaannya terletak pada fokus penelitian. Penelitian
ini sangat relevan karena memberikan informasi tentang bagaimanan membangun
hubungan dengan konsumen.
Luc Sels. et.al., (2006: 83--101) mengadakan penelitian berjudul Linking
HRM and Small Business Performance: An Examination of the Impact of HRM
11
Intensity on Productivitu an Financial Performance of Small Businesess.Tema
penelitian adalah keuangan, sumber daya manusia, dan manajemen usaha kecil.
Hasil penelitian itu menyimpulkan bahwa hubungan pengembangan sumber daya
manusia dengan usaha kecil sangatlah erat. Ada beberapa faktor yang dominan
dalam pengembangan sumber daya manusia pada usaha kecil, yaitu seleksi,
pelatihan, penggajian, karier, pengelolaan manajemen, dan partisipasi.
Penelitian itu sangat relevan dengan proses pengembangan sumber daya
manusia pada Minimarket Circle K, sedangkan perbedaannya terletak pada jumlah
dan jenis barang yang dijual, Pada minimarket item barang yang dijual dari 1.500
item ke atas, sedangkan pada pedagang kecil jumlah item barang yang dijual lebih
sedikit bergantung besar kecilnya usaha tersebut. Barang yang dijual pada
minimarket tidak selalu sama dengan yang dijual pada pedagang kecil karena ada
produk-produk yang hanya dijual pada minimarket yang biasanya memiliki merek
sendiri, teknik penjualannya, dan sarana yang digunakan sebagai pendukung.
Pedagang kecil cendrung tidak melakukan pengembangan sumber daya manusia
secara berkesinambungan. Relevansinya adalah untuk memberikan gambaran lebih
jelas tentang pentingnya proses pengembangan tenaga kerja, yaitu pedagang kecil
dalam menghadapi persaingan.
Analisis tentang marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya mini
market dipengaruhi oleh logika kapitalisme lanjut, tidak lagi memproduksi bendabenda kebutuhan sebanyak-banyaknya dengan biaya seminimal mungkin, tetapi
membangun pencitraan (image) oleh biro iklan. Aktivitas pengiklanan sebuah
produk tergolong dalam budaya pop. Budaya massa atau budaya pop adalah budaya
yang diproduksi untuk orang-orang kebanyakan. Orang kebanyakan dalam
12
pendekatan ini dianggap sebagai pangsa pasar, sekelompok konsumen dalam fokus
budaya pop yang dideskripsikan komoditas-komoditas tertentu (Adlin, 2001:121).
Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan yang sedang dilakukan, yaitu
sama-sama mengeksplorasi kapitalis yang mengarah pada gaya hidup konsumen,
Minimarket Circle K juga merupakan produk dari kapitalisme baru yang lebih
menilai sebuah produk tidak haniya dari nilai objektifnya, tetapi lebih merupakan
pendiktean
pencitraan dan selera.. Perbedaannya bahwa penelitian Adlin
menekankan pada gaya hidup konsumeristis, yaitu masyarakat disulap menjadi
masyarakat konsumeristis di mana gaya hidup belanja adalah ideal menggantikan
kebajikan-kebajikan klasik. Belanja adalah sebuah keutamaan baru. Gaya hidup
menyembunyikan apa yang sesungguhnya berupa akumulasi modal, paling tidak
modal budaya dan simbolik (Adlin, 2001 : 26. Sedangkan penelitian ini menekankan
pada marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket Circle K. Adapun
relevansinya adalah sebagai informasi awal dalam penelitian cultural studies.
Minimarket Circle K merupakan jenis usaha waralaba yang sedang tumbuh
di Denpasar. Sri Subawa (2009) dalam penelitiannya “Waralaba Pendidikan Non
Formal sebagai Ekspansi Ekonomi Global di Kota Denpasar” mengemukakan bahwa
makna waralaba lembaga nonformal meliputi (1) makna ekspansi kapitalisme, (2)
makna saling percaya, (3) makna interaksi budaya, dan (4) makna hak kekayaan
intlektual, (5) makna kewirausahaan, (6) makna periode pengembalian, (7) makna
kepatuhan, (8) makna investasi, (9) makna pencerdaskan bangsa, (10) makna
kesejahteraan, (11) makna kapitalisme, (12) makna kekerasan simbolik, dan (13)
makna ekonomi global.
13
Penelitian ini mempunyai kesamaan, yaitu bagaimana bisnis Minimarket
Circle K merupakan produk dari adanya ekspansi global yang merupakan strategi
baru dalam mencari pasar baru untuk
memenangkan persaingan ekonomi (
distribusi dan konsumsi) global dengan menggunakan capital (modal) yang dimiliki
dan kebebasan pelaku ekonomi untuk memeroleh laba. Proses ekspansi yang
dilakukan ke berbagai tempat di seluruh dunia merupakan bagian dari karakteristik
ekonomi global. Perbedaannya terletak pada jenis produknya. Dalam penelitian ini
yang diperdagangkan adalah produk (barang), sedangkan di pihak lain adalah jasa
(pendidikan). Relevansinya adalah sebagai informasi awal dari dampak globalisasi
di bidang pendidikan.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Wana Pariartha (2010) yang berjudul
“Manajemen Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kecamatan Denpasar
Selatan Kota Denpasar Sebuah Kajian Budaya”. Penelitian ini sama-sama meneliti
pedagang, sedangkan perbedaannya bahwa penelitian ini meneliti pedagang kecil
dan minimarket dan di pihak lain meneliti pedagang kaki lima. Relevansinya adalah
memberikan informasi awal karakteristik pedagang. Hasil penelitian Wana Pariartha
(2010) mengemukakan bahwa tidak adanya koordinasi antara pimpinan dan yang
dipimpin sehingga yang dipimpin merasa diayomi. Dalam hal ini ada keberpihakan
terhadap mereka yang lemah/terpinggirkan sehingga akan menumbuhkan rasa
memiliki serta ikut bertanggung jawab atas keberhasilan program yang telah disusun
Penelitian yang dilakukan oleh Enciety Focus – 37 dengan judul “Menggarap
Perubahan Gaya Hidup Kota Besar” berlokasi di Surabaya menyimpulkan bahwa
perubahan gaya hidup masyarakat, khususnya di kota-kota besar harusnya
menjadikan toko tradisional harus mengubah pola bisnisnya secara cerdas.
14
Perkembangan convenience store, apalagi minimarket tidak hanya mengharuskan
penyesuaian jam operasional, tetapi juga penyesuaian cara mendapatkan dan
pembayaran
barang
dagangan.
Artinya,
penerapan
supply
chain
sebagai
alternatifnya. Skala usaha toko tradisional menurut variasi barang dagangan yang
dijual adalah < 20 produk sejumlah 7,1%, 21 s.d 25 produk sejumlah 66,3%, dan >
25 produk sebesar 26,5% (Enciety Focus – 37 dalam Jawa Post, 2010)
Penelitian ini mempunyai kesamaan, yaitu membahas usaha toko tradisional,
sedangkan perbedaannya terletak pada luasnya penelitian karena di sini kajiannya
tidak hanya dari ekonomi, tetapi juga dari budaya. Relevansinya adalah memberikan
gambaran awal bagaimana mengelola skala usaha toko tradisional di tengah
kemajuan minimarket.
Penelitian tentang marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya
minimarket mempunyai permasalahan yang sangat perlu mendapatkan penyelesaian,
baik melalui berbagai kebijakan maupun tindakan yang bisa menempatkan kondisi
yang sinergis bagi kedua pelaku ekonomi tersebut.
2.2 Konsep
Keberadaan konsep dalam penelitian sangat penting karena erat kaitannya
dengan fenomena yang
diteliti. Mengingat
sifat fenomena itu luas, maka
keberadaannya harus dibatasi sedemikian rupa sehingga tampak jelas oleh pengamat
atau peneliti. Sehubungan dengan itu, maka penggunaan konsep dapat dilakukan
dengan membahasnya dari yang sifatnya abstrak ke dalam bentuk yang secara
operasional mudah dipahami sehingga tidak menimbulkan perbedaan interpretasi.
Menurut Singarimbun dkk. (1989 : 34), konsep adalah abstraksi mengenai suatu
15
fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik
kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu. Yang menjadi konsep dalam
penelitian ini adalah 1) marginalisasi pedagang kecil 2) Minimarket Circle K 3),
dan 4) Globalisasi.
2.2.1
Minimarket Circle K
Tumbuhnya minimarket diartikan berkembangnya jumlah minimarket secara
kuantitas terus mengalami penambahan. Minimarket sering diartikan sebagai
convenience store , yaitu toko serba ada yang berisi berbagai macam kebutuhan sehari-hari dan berlokasi di daerah tertentu yang strategis. Disebut “convenience”
karena hampir semua barang yang dibutuhkan masyarakat ada di dalamnya sehingga
tidak perlu repot pergi ke berbagai tempat belanja, ditambah lokasi yang mudah
dijangkau oleh masyarakat.
Ciri-ciri minimarket adalah menjual barang yang langsung dapat dipakai
dan atau cepat saji, jam operasinya biasanya 18 --24 jam, dalam satu shift, biasanya
hanya mempekerjakan 1--3 orang, berlokasi di dekat perumahan atau wilayah yang
padat penduduk, biasanya memiliki lahan parkir yang sempit, bahkan ada yang tidak
memiliki lahan parkir sama sekali (http://www.scribd.com/doc//CircleK).
Circle K termasuk convenience store yang berasal dari Amerika. Cicle K
mulai membuka cabang di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Circle K
hadir di tengah-tengah masyarakat di perkotaan besar untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat yang terbilang “emergency” pada mal m hari. Segmen pelanggan adalah
karyawan, mahasiswa, dan orang-orang yang bekerja sampai larut malam atau
melakukan perjalanan pada malam hari yang tergolong menegah ke atas. Makanan
16
yang disajikan pada Cirle K hanya untuk memenuhi produk-produk food dan non
food
yang
segera
digunakan
(immediate
consumption)
(http://www.scribd.com/doc//CircleK).
Kegiatan ritel terdiri atas kegiatan bisnis yang termasuk penjualan barangbarang nyata (produk) dan barang-barang tidak nyata (layanan) kepada konsumen
akhir. Tahap akhirnya berada dalam proses distribusi. Dalam menjalankan bisnis
ritel digunakan konsep ritel terpadu, CARE (customer, activities, relation dan
enterprising). Hal itu menyiratkan perspektif yang mendalam. Perspektif ini
berangkat dari fokus pada kebutuhan konsumen, mengkoordinasi kegiatan ritel yang
memengaruhi konsumen, dan mencetak laba dengan membangun hubungan dengan
konsumen dalam jangka panjang berdasarkan kepuasan serta nilai konsumen (Lynda
dan Cynthia, 2001 : 7).
Circle K menghadirkan jumlah item produk terkini (terfavorit) dan produk
untuk dikonsumsi segera, artinya sifatnya mendesak dan hanya sedikit yang
menyuguhkan produk-produk kelontong karena setiap outlet maksimal menyediakan
1.500 item produk. Circle K masuk ke Indonesia pertama tahun 1986 di Jakarta di
Jalan Panglima Polim Raya oleh Yayasan Trisakti. Kemudian diambil alih oleh PT
Cirleka Indonesia Waserba pada tahun 1989 (http://www.scribd.com/doc//CircleK).
Sejak tahun 2003 dimiliki oleh jaringan Couche Tard, sehingga strategi
pengembangannya mengalami perubahan, yaitu dengan mengadopsi konsep Store
2000 yang dicanangkan oleh Couche Tard; yakni memberikan pengalamam
berbelanja yang mengesankan kepada customer. Rencana pertumbuhan Circle K
juga makin agresif dengan menambah store 20 -- 30 setiap tahun. Dalam rencana
pertumbuhan tersebut, pembangunan brand menjadi bagian utama yang harus
17
dilakukan untuk meningkatkan brand equity, baik customer, partner, karyawan,
maupun share holder. Dengan sendirinya orientasi kerja di perusahaan ini
mengalami perubahan (www.circlek.com).
Pengelolaan bisnis minimarket adalah dengan waralaba. Falsafah dalam
waralaba adalah memindahkan keberhasilan usaha satu lokasi ke lokasi lain dengan
pemilik/pengelola yang berbeda. Waralaba adalah suatu sistem bagi distribusi
selektif barang dan/jasa di bawah suatu nama merek melalui tempat penjualan yang
dimiliki oleh pengusaha independen yang disebut franchisees walaupun pemberi
franchise (franchisor) memasok franchisee dengan pengetahuan atau identifikasi
merek secara terus- menerus, franchisee menikmati hak atas profit yang diperoleh
dan menanggung risiko kerugian (Suseno, 2005 : 7).
Waralaba adalah suatu sistem pemasaran yang berkisar pada perjanjian sah
antara dua pihak yang salah satunya (franchisee) diberi hak istimewa untuk
menjalankan bisnis sebagai pemilik pribadi. Akan tetapi, dengan syarat perusahaan
dijalankan menurut metode dan terminologi yang dispesifikasikan oleh pihak yang
laian (franchisor). Longenecker dalam Amirullah (2005) mengungkapkan bahwa
franchisee melibatkan pengaturan yang formal dan suatu tatanan hubungan yang
memerintahkan cara suatu bisnis harus dijalankan. Perusahaan franchisee biasanya
ditandai oleh sistem (franchisee) tersebut dengan nama, logo, prosedur
pengoperasian, dan lain-lain.
Terdapat tiga tipe atau tingkatan dari sistem franchisee yang menawarkan
berbagai hubungan antara pengusaha dan franchisor. Pada tingkat pertama produsen
(franchisor) memberikan franchisee kepada penjual. Sistem ini biasa digunakan
dalam industri minuman dingin. Perusahaan Coca Cola adalah salah satu contohnya.
18
Dalam bentuk yang kedua, penjualnya adalah berkisar pada supermarket dan tokotoko barang dagangan umum. Sistem franchisee yang ketiga adalah franchisor
sebagai produsen atau pencipta, di mana franchisor bertindak sebagai pendiri retail
seperti restoran makanan siap saji.
Menurut Kepmenperindag Nomor 259/MPP/Kep/7/1997, 30 Juli 1997
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba yang
dimaksudkan dengan waralaba (franchisee) adalah perikatan di mana salah satu
pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan Hak Atas
Kekayaan Inlektual (HAKI) atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak
lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak tersebut,
dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.
Pemberi waralaba (franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang
memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan atau menggunakan HAKI
atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba. Penerima
waralaba (franchisee) adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk
memanfaatkan dan atau menggunakan HAKI atau penemuan atau ciri khas usaha
yang dimiliki penerima waralaba.
Jika bisnis waralaba seperti menjadi pilihan, maka perlu dipertimbangkan
beberapa kelebihan dan kekurangan franchising. Kelebihannya adalah ( 1) pelatihan
formal, (2) bantuan keuangan, ( 3) metode pemasaran yang telah terbukti, (4)
bantuan manajemen, (5) jangka waktu permulaan bisnis lebih cepat dan ( 6) tingkat
kegagalan keseluruhan lebih rendah. Sebaliknya kekurangannya adalah (1) pajak
franchisee, (2) royalty yang harus dibayarkan, (3) adanya batas pertumbuhan, (4)
19
kurangnya kebebasan dalan beroperasi, dan (5) franchisor mungkin penyalur
tunggal dari beberapa perlengkapan ( Amirrullah, 2005 : 76).
Berbelanja di minimarket dipandang sebagai gaya hidup atau life style dapat
didefinisikan sebagai pola penggunaan ruang, waktu, dan barang-barang
karakteristik kelompok sosial tertentu. Dengan demikian gaya hidup adalah
bagaimana kelompok sosial tertentu menggunakan ruang, waktu, dan barang dengan
pola, gaya, atau kebiasaan tertentu, yang dilakukan secara berulang-ulang di dalam
ruang-waktu tertentu. Bila dikaitkan dengan dengan geografi-waktu, maka gaya
hidup adalah bagaimana pola, kebiasaan, dan gaya kelompok sosial tertentu dalam
melakukan rutinitas praktik sosial sehari-hari di dalam ruang-waktu (Piliang, 2004 :
60).
Gaya hidup dapat diartikan sebagai pola tindakan dari golongan masyarakat
modern. Maksudnya adalah siapa pun yang hidup dalam masyarakat modern akan
menggunakan gagasan gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya, baik sendiri
maupun orang lain. Dalam interaksi sehari-hari dapat diterapkan suatu gagasan
mengenai gaya hidup tanpa perlu menjelaskan apa yang dimaksud. Di samping itu, d
benar-benar tertantang serta mungkin sulit menemukan deskripsi umum mengenai
hal-hal yang merujuk pada gaya hidup. Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang
membedakan antara satu orang dan orang lain atau gaya hidup adalah seperangkat
praktik dan sikap yang masuk akal dalam konteks tertentu (Chaney, 2009 : 40--41).
20
2.2.2
Marginalisasi Pedagang Kecil
Dilihat dari etimologinya marginalisasi berasal dari kata marginal yang
berarti berhubungan dengan tepi atau berada di pinggir (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2008:879). Berkenaan dengan itu maka marginalisasi dapat diartikan
sebagai usaha atau proses yang membatasi atau meminggirkan peran
suatu
kelompok tertentu. Pengertian marginalisasi dalam kajian budaya juga dikenal
dengan istilah the other ( yang lain). Menurut Minawati (2009:4), marginalisasi
diartikan suatu posisi atau sisa atau korban dalam hubungannya dengan oposisi biner
(binary oposition) dari paham modernism. Dalam kaitan ini pedagang kecil sebagai
kelompok yang lemah dibandingkan dengan Minimarket Circle K.
Pedagang kecil termasuk dalam usaha mikro, yaitu usaha produktif milik
perseorangan yang memliliki kekayaan bersih paling banyak lima puluh juta rupiah
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Sebaliknya, yang dimaksud
dengan pedagang tradisional adalah pedagang yang melakukan aktivitas dagangnya
di pasar-pasar tradisional atau tempat lain, yang dalam aktivitasnya dilakukan
sendiri oleh pemilik atau keluarganya, tidak banyak menggunakan bantuan
teknologi, dalam praktiknya seperti pedagang kaki lima.
Usaha kecil adalah usaha produktif milik perseorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak/cabang perusahaan dari usaha menengah atau usaha
besar dengan kekayaan bersih lebih dari lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha.
Pendapat lain mengatakan bahwa usaha kecil adalah bentuk usaha atau bisnis
yang diselenggarakan dengan batas kemampuan yang terbatas serta modal kerja
yang terbatas pula. Usaha kecil sebagai suatu bentuk usaha yang tidak bergantung
21
pada pemilik dan manajemennya serta tidak menguasai/mendominasi pasar di mana
ia berada. Usaha kecil tidak menjadi bagian dari bisnis lainnya sehingga sebagai
perusahaan kecil tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap pasar di mana ia
berada (Lupiyoadi dan Wacik ,1998 : 23).
Sesuai dengan Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah Pasal 6 menyatakan sebagai berikut.
(1) Kreteria Usaha Mikro adalaha sebagai berikut.
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
(2) Kreteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00
(dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
Pedagang kecil dalam bentuk toko
kelontong atau warung kelontong
termasuk pada usaha mikro. Dikatakan usaha mikro karena dari segi kekayaan
bersihnya berada di bawah Rp 50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan
22
tempat usaha. Di samping itu
memiliki hasil penjualan bersih tahunan paling
banyak Rp 300.000.000,00.
Usaha mikro, kecil mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia.
Secara umum peran usaha kecil mampu memberikan
kontribusi dalam mengatasi masalah ekonomi makro, seperti pengangguran dan
supplay bahan baku bagi usaha menengah dan besar. Peran lainnya adalah
menciptakan lapangan kerja, meningkatkan inovasi, dan menopang perusahaan
menengah dan besar.
2.2.3
Globalisasi
Menurut Toffler pakar ekonomi dunia (dalam Baswir Revrisond. 1999: 81),
abad 21 sebagai era informasi, yaitu suatu era di mana kekuasaan lebih banyak
ditentukan oleh luas dan dalamnya penguasaan informasi, bukan atas luasnya
jarahan teritorial atau banyaknya emas yang dimiliki. Kini dunia tengah dilanda oleh
gelombang perubahan kedua dan ketiga (second and third waves). Kecenderungan
lain adalah adanya semacam penolakan terhadap keseragaman (countertrend) yang
ditimbulkan oleh kebudayaan global (kebudayaan asing) sehingga muncul hasrat
untuk menegaskan keunikan kultur dan bahasa sendiri. Dalam era global sekarang
ini muncul kecenderungan bahwa masyarakat ingin memahami kebudayaan lain di
luar budayanya.
John Gray, seorang profesor dari LSE (London School of Economics) (dalam
Prasesetyantoko. 2001: 3) menyimpukan bahwa krisis finansial global yang terjadi
baru-baru ini telah meruntuhkan bangunan kapitalisme global. Prinsip pasar bebas
yang begitu diagungkan pada masa lalu itu kini terbukti menimbulkan kekacauan,
23
perang, konflik etnik, kerusakan lingkungan, dan kerugian yang sangat besar.
Selama dekade terakhir abad kedua puluh, tumbuh suatu kesadaran di antara para
wisatawan, politikus, ilmuwan sosial, pemimpin masyarakat, aktivis akar rumput,
seniman, ahli sejarah budaya, dan orang-orang biasa dari berbagai bidang bahwa
sedang muncul suatu dunia baru dan kebudayaan baru. ”Globalisasi” menjadi istilah
yang digunakan untuk meringkaskan segala perubahan luar biasa dan momentum
yang tampak tak tertahan, yang dirasakan jutaan orang (Capra, 2009:145).
Konsep globalisasi menurut Robertson dalam Barker (2006:113) mengacu
kepada penyempitan dunia secara intensif dan peningkatan kesadaran manusia atas
dunia, yaitu semakin meningkatnya koneksi global dan pemahaman terhadap
mereka. Penyempitan dunia ini dapat dipahami dalam konteks institusi modernitas,
sementara intensifikasi kesadaran dunia secara reflektif dapat dipersepsikan secara
lebih baik secara budaya.
Globalisasi yang memfokuskan pada faktor-faktor ekonomi cenderung
menekankan arti penting ekonomi dan efeknya yang bersifat homogenizing terhadap
dunia. Mereka umumnya melihat globalisasi sebagai penyebaran ekonomi pasar ke
seluruh
kawasan
dunia
yang
berbeda-beda.
Sebaliknya,
orientasi
politik/institusional dengan memfokuskan pada penyebaran model nation-state di
seluruh dunia dan munculnya bentuk isomorfis dari tata pemerintahan di seluruh
dunia atau tumbuhnya model tata pemerintahan di seluruh dunia yang kurang lebih
serupa. Bahkan, Appadurai dalam Ritzer dan Goodman (2008:598) menyebutkan
lima ciri dari arus global, yaitu ethnoscapes, mediascapes, technoscapes,
financescapes dan ideoscapes.
24
Menurut Anne Krueger (Wolf, 2007 : 16--17), globalisasi adalah
suatu
fenomena di mana agen-agen ekonomi di bagian mana pun di dunia jauh lebih
terkena dampak peristiwa yang terjadi di tempat lain di dunia daripada sebelumnya.
Globalisasi sebagai pergerakan bebas barang, jasa, buruh, dan modal, sehingga
menciptakan satu pasar tunggal dalam hal masukan dan keluaran. Di samping itu
perlakuan bersifat nasional terhadap investor asing (serta warga nasional yang
bekerja di luar negeri) sehingga, dari segi ekonomi tidak ada orang asing. Secara
singkat, globalisasi adalah sebuah rentangan proses yang kompleks, yang digerakkan
oleh berbagai pengaruh politis dan ekonomis (Giddens, 2000 : 38).
2.3 Landasan Teori
2.3.1 Teori Struktur Generatif
Teori ini dikemukakan oleh Pierre Felix Bourdieu (1930--2002) seorang
pemikir Prancis. Karya-karyanya lahir dari pengamatan emperis, berpijak pada
kehidupan sehari-hari sebagai sosiologi budaya atau sebagai teori praktik. Teori
struktur generatif menerangkan praktik sosial, yaitu (habitus x modal) + ranah =
praktik. Relasi antara individu dan struktur dengan relasi antara habitus dan ranah
yang melibatkan modal. Boudieu (dalam Harker dkk., 2009:13) menyatakan bahwa
habitus adalah suatu sistem disposisi yang berlangsung lama dan berubah-ubah
(durable, transposible disposition) yang berfungsi sebagai basis generatif bagi
praktik-praktik yang terstruktur dan terpadu secara objektif.
Habitus sebagai sistem disposisi dipandang sebagai sikap, kecenderungan
dalam mempersepsi, merasakan, melakukan, dan berpikir, yang diinternalisasikan
oleh individu berkat kondisi objektif seseorang. Sehubungan dengan itu, disposisi
25
pada hakikatnya mencakup kecenderungan-kecenderungan yang berlangsung lama
dan dapat diterapkan dalam berbagai ranah berbeda. Selain itu, habitus menurut
Bourdieu (dalam Fashri, 2007 : 92) dapat dilihat sebagai produk sejarah karena
terikat pada ruang dan waktu serta kondisi material yang mengelilinginnya.
Pengaruh masa lalu tidak disadari sepenuhnya dan dianggap sesuatu yang alamiah
atau wajar. Ketidaksadaran kultural yang melekat dalam habitus senantiasa
diawetkan dari generasi ke generasi berikutnya dan terus- menerus diproduksi ulang
bagi pembentukan praksis kehidupan sehari-hari
Ranah diartikan sebagai jaringan relasi antarposisi objektif dalam suatu
tatanan sosial yang hadir terpisah dari kesadaran dan kehendak individual. Ranah
juga diartikan sebagai arena kekuatan yang di dalamnya terdapat perjuangan untuk
memperebutkan sumber daya (modal) dan memeroleh akses tertentu yang dekat
dengan kekuasaan. Ranah juga merupakan tempat pertarungan di mana mereka yang
menempatinya dapat mempertahankan atau mengubah konfigurasi kekuasaan yang
ada. Sehubungan dengan, itu ranah dapat dianalogikan sebagai arena permainan
yang di dalamnya terdapat kompetisi atau persaingan antar pemain, adanya
manuver-manuver untuk mencapai tujuan, dan mengandung konskuensi menangkalah.
Bourdieu (dalam Haryatmoko, 2003 : 12) mengatakan bahwa modal
ekonomi, budaya, sosial, dan simbolik memungkinkan untuk membentuk struktur
lingkup sosial. Modal ekonomi yang terakumulasi dalam investasi dan modal yang
dapat memberikan keuntungan sesuai dengan kesempatan yang dimiliki. Modal
budaya merupakan pengetahuan yang sudah diperoleh, kode budaya, cara berbicara,
kemampuan menulis, cara pembawaan, cara bergaul, dan sebagainya yang berperan
26
dalam penentuan dan reproduksi kedudukan sosial. Modal sosial adalah hubungan
dan jaringan hubungan yang merupakan sumber daya yang berguna dalam
penentuan dan reproduksi kedudukan sosial.
Modal simbolik tidak lepas dari
kekuasaan simbolik, bisa berupa kantor yang luas di daerah mahal, dan sebagainya.
Teori struktur generatif Bourdieu dalam penelitian ini digunakan untuk
menjawab pertanyaan pertama berkenaan dengan bentuk marginalisasi yang dialami
oleh pedagang kecil dengan tumbuhnya minimarket di Denpasar. Praktiknya
dijumpai bahwa adanya ketidakberdayaan dari pedagang kecil dalam berkompetisi.
Hal ini dapat dilihat dari bidang modal , cara pengelolaan dan jaringan usaha.
Secara sosial, budaya, dan simbolik
keberadaannya minimarket di masyarakat
perkotaan telah menjadi simbul status dari konsumennya, yang dapat mengubah
image bahwa berbelanja di minimarket adalah modern dan gaul sehingga status di
mata masyarakat lebih tinggi
Baudrillard (2009: 13) menjelaskan bahwa konsumsi bukan sekadar nafsu
untuk membeli begitu banyak komoditas, satu fungsi kenikmatan satu fungsi
individual, pembebasan kebutuhan, pemuasan diri, kekayaan atau konsumsi objek.
Konsumsi berada dalam satu tatanan pemaknaan pada satu ”panoply” objek, satu
sistem, atau kode, tanda, satu tatanan manipulasi tanda, manipulasi objek sebagai
tanda, satu sistem komunikasi (seperti bahasa); satu sistem penukaran (seperti
kekerabatan primitif), satu moralitas yaitu satu sistem pertukaran ideologis, produksi
perbedaan, satu generalisasi proses fashion secara kombinatif; menciptakan isolasi
dan mengindividu; satu pengekang orang bawah sadar, baik dari sistem tanda, dan
dari sistem sosio-ekonomi-politik, maupun satu logika sosial.
27
Baudrillard (dalam Martyn. 2006: 40) mengatakan bahwa logika nilai tanda
melambangkan kemenangan akhir kapitalisme dalam upaya menerapkan tatanan
budaya yang selaras dengan permintaan produksi komoditas berskala besar. Individu
dalam hal ini direduksi menjadi sekadar konsumen. Konsumen tidak lain adalah
jembatan transmisi perbedaan terkendali dan telah ditentukan sebelumnya antara
objek-objek konsumen yang berfungsi mengklasifikasikan dunia sosial menurut
permintaan iklan dan media massa. Jadi, apa yang dikonsumsi, bukanlah objek
konsumsi itu sendiri, melainkan makna dan nilai tandanya.
Sebagai grand theory dalam penelitian ini, teori struktur generatif Bourdieu
digunakan untuk menjawab pertanyaan pertama berkenaan dengan bentuk
marginalisasi yang dialami oleh pedagang kecil dengan tumbuhnya minimarket di
Denpasar
2.3.2 Teori Hegemoni
Teori hegemoni Gramsci adalah salah sebuah teori politik paling penting
abad XIX. Teori ini dibangun di atas premis pentingnya ide dan tidak mencukupinya
kekuatan fisik belaka dalam kontrol sosial politik. Agar yang dikuasai mematuhi
penguasa,
yang
dikuasai
tidak
hanya
harus
merasa
mempunyai
dan
menginternalisasi nilai-nilai serta norma penguasa, tetapi lebih dari itu mereka juga
harus memberikan persetujuan atas subordinasi mereka. Inilah yang dimaksud
Gramsci dengan ”hegemoni” atau menguasai dengan ”kepemimpinan moral dan
intelektual” (Gramsci, 2006 : 31).
Hegemoni satu kelompok
terhadap kelompok lain tidak berdasarkan
paksaan, tetapi melalui konsensus. Dia juga mengatakan bahwa secara esensial
28
hegemoni bukan hubungan dominasi dengan menggunakan kekuasaan, melainkan
relasi kesepahaman antara negara dan masyarakat dengan menggunakan politik dan
ideologi. Jadi dari teori hegemoni Gramsci tidak ada dominasi satu kelompok
terhadap kelompok lainnya. Namun, lebih ditentukan karena adanya relasi
kesepahaman atara kelompok yang menghegemoni dan yang terhegemoni.
Menurut Gramsci, konsep hegemoni dapat dielaborasi melalui penjelasan
tentang basis dari supremasi kelas. Supremasi sebuah kelompok mewujudkan diri
dalam dua cara, yaitu sebagai ”dominasi” dan sebagai” kepemimpinan intelektual
dan moral ”. Di satu pihak, sebuah kelompok sosial mendominasi kelompokkelompok oposisi untuk ”menghancurkan” atau menundukkan mereka, bahkan
mungkin dengan menggunakan kekuatan bersenjata; di pihak lain, kelompok sosial
memimpin kelompok-kelompok kerabat dan sekutu mereka. Sebuah kelompok
sosial dapat, bahkan harus sudah menerapkan ”kepemimpinan” sebelum
memenangkan kekuasaan pemerintahan (Nesar Patria dkk., 2003 : 117).
Terkait dengan konsensus hegemoni muncul melalui komitmen aktif atas
kelas sosial yang secra historis lahir dalam hubungan produksi. Untuk itu, Gramsci
mengatakan
secara tak langsung konsesnsus sebagai ”komitmen aktif” yang
didasarkan pandangan bahwa posisi tinggi yang sah (legitimate). Konsensus ini
secara historis lahir (disebabkan oleh) karena prestasi yang berkembang dalam dunia
produksi. Sebuah konsensus diterima oleh kelas pekerja pada dasarnya bersifat pasif.
Teori Gramsci menunjuk pada suatu rantai kemenangan yang didapat melalui
mekanisme konsensus, bukan melalui penindasan terhadap kelas sosial lainnya.
Caranya dapat dilakukan melalui institusi yang ada di masyarakat yang menentukan
secara langsung atau struktur-struktur kognitif masyarakat (Gramsci, 1976: 144).
29
Pada praktiknya ada tiga tingkatan hegemoni yang dikemukakan oleh
Gramsci.
Pertama, hegemoni integral ditandai dengan afiliasi massa yang
mendekati totalitas. Masyarakat menunjukkan tingkat kesatuan moral dan intelektual
yang kokoh. Ini tampak dalam hubungan organisasi antara pemerintah dan yang
diperintah. Hubungan tersebut tidak diliput dengan kontradiksi dan antagonisme,
baik secara sosial maupun etis. Kedua, hegemoni yang merosot (decadent
hegemony). Dalam masyarakat kapitalis modern, dominasi ekonomi borjuis
menghadapi tantangan berat. Dia menunjukkan adanya potensi disintegrasi di sana.
Dengan sifat potensial ini dimaksudkan bahwa disintegrasi itu tampak dalam konflik
yang tersembunyi” di bawah permukaan kenyataan sosial”. Artiny, sekalipun sistem
yang ada telah mencapai kebutuhan atau sasarannya, ”mentalitas” massa tidak
sungguh-sungguh selaras dengan pemikiran yang dominan dari subjek hegemoni.
Oleh karena itu, integrasi, baik budaya maupun politik, mudah runtuh. Situasi
demikianlah yang disebut decadent hegemony. Ketiga, hegemoni minimum. Bentuk
ketiga ini merupakan bentuk hegemoni yang paling rendah dibandingkan dengan
dua bentuk di atas.
Dilihat dari fakta di lapangan, banyaknya minimarket yang tumbuh di
Denpasar tidak terlepas dari adanya praktik kerja sama yang melibatkan kelompok
dominan ekonomi yang diwakili oleh para penanam modal, yaitu jaringan
minimarket dan dominan politik yang diwakili oleh pemerintah untuk pendirian
minimarket, seperti adanya izin minimarket dengan memakai izin untuk toko
kelontong (Jawa Post, 2010). Selanjutnya melalui cara kerja tertentu dicoba untuk
merasionalkan tindakan yang dilakukan sehingga dapat meyakinkan masyarakat.
Kekuasaan berkaitan dengan praktik yang terjadi dalam ruang lingkup tertentu di
30
mana di dalamnya banyak posisi yang secara strategis berkaitan antara satu dan
lainnya yang senantiasa mengalami pergeseran.
Teori hegemoni digunakan untuk menganalisis permasalahan yang kedua,
menyangkut mengkritisi fenomena yang ada di balik konsep pengetahuan yang
dibuat oleh kelompok dominan tertentu, seperti wacana pendirian minimarket dapat
menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup banyak sehingga mengurangi
pengangguran. Pendirian minimarket yang tidak terkendali berdampak terhadap
persaingan yang semakin ketat di antara pelaku usaha.
2.3.3 Teori Kekuasaan dan Pengetahuan
Teori diskursus yang digunakan dalam penelitian ini mengetengahkan relasi
kekuasaan Michail Foucault (1926--1984). Teori ini lahir dari inspirasi pandangan
Foucault tentang diskursus kekuasaan dan pengetahuan, terutama dalam hal
bagaimana diskursus dan pengetahuan mampu menjadi alat penguasa. Diskursus
menghasilkan pengetahuan beserta praktik sosial yang menyertainya, bentuk
subjektivitas yang terbentuk darinya, relasi kekuasaan yang ada di balik
pengetahuan, dan praktik sosial serta saling keterkaitan di antara semua aspek
tersebut (Foucault, 2002 :9).
Diskursus memuat kepentingan pembuatnya sehingga merupakan akumulasi
konsep ideologis, yang didukung oleh tradisi, kekuasaan, lembaga, dan berbagai
macam modus penyebaran pengetahuan. Diskursus lebih luas pengertiannya
daripada wacana atau pernyataan yang berupa kata-kata yang sifatnya hanya di
permukaan. Teori diskursus kekuasaan/pengetahuan termasuk dalam ranah teori
Posstrukturalisme. Posstrukturalisme secara sederhana dapat dikatakan berarti
31
melawan sehingga posstrukturalisme ini pada intinya melawan teori-teori yang
sudah lama, menguasai khazanah pengetahuan.
Foucault (2012 :13) menyatakan bahwa posstrukturalisme merupakan reaksi
terhadap strukturalisme yang membongkar setiap klaim akan oposisi pasangan,
hierarki, dan validitas kebenaran universal. Sebaliknya, menjungjung tinggi
permainan bebas tanda serta kestabilan makna kategori intelektual. Dalam analisis
geneologi posstrukturalis, yang diadopsi dari Nettsch, dibahas hubungan antara
kekuasaan dan pengetahuan serta jalinan hubungan dalam formasi diskursif. Hal ini
berarti bahwa dalam geneologi ada kerangka kerja konseptual yang memungkinkan
diterimanya beberapa moda pemikiran lainnya. Lebih lanjut Storey (2003 :132) juga
mengemukakan bahwa analisis geneologi berkaitan dengan hubungan antara
kekuasaan dan pengetahuan.
Foucault (dalam Fakih, 2008 :41) mengatakan bahwa kekuasaan dan
pengetahuan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, melainkan proses
pendisiplinan dan normalisasi. Di samping itu, proses penggunaan pengetahuan dan
kekuasaan, telah diterapkan pada berbagai aspek. Dengan demikian, bagi Foucault,
bentuk perjuangan tidak hanya melawan eksploitasi ekonomi ataupun dominasi
(etnis, seksual, agama), tetapi juga subyection (yakni bentuk penyerahan seseorang
sebagai individu, seperti hubungan psikiater dan pasien). Selanjutnya Foucault
(dalam Barker, 2008 :85) menekankan hubungan timbal balik yang saling
membangun antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga pengetahuan tidak dapat
dipisahkan dengan kekuasaan. Pengetahuan terbangun di dalam praktik kekuasaan
serta membangun perkembangannya, perbaikan, dan proleferasi teknik baru
kekuasaan. Bagi Foucault, wacana tidak hanya mengatur apa yang boleh dan bisa
32
dibicarakan di bawah batasan-batasan kondisi sosial dan kultural, tetapi mengatur
penyelidikan historis
tentang kekuasaan dan
produksi subjek-subjek lewat
kekuasaan tersebut.
Foucault ( dalam Mills, Sara, (2003 :33) berfokus pada analisis dari dampakdampak yang ditimbulkan berbagai institusi kepada kelompok orang dan peranan
yang dimainkan orang-orang tersebut dalam menegaskan atau melawan dampakdampak tersebut. Inti dari semua ini adalah analisis kekuasaan. Karya-karya
Foucault sangat kritis, terutama pada bagian dimana kekuasaan hanya berkonsentrasi
pada menindas dan mendesak. Kekuasaan ada dalam hubungan sehari-hari antara
orang dan institusi. Kekuasaan harus dianalisis sebagai sesuatu yang berputar atau
sesuatu yang hanya berfungsi dalam bentuk mata rantai. Kekuasaan diterapkan
dalam organisasi yang berbentuk seperti jaring yang saling terkait. Individu adalah
alat dari kekuasaan itu sendiri. Individu tidak hanya dilihat sebagai penerima dari
dampak kekuasaan, tetapi juga tempat di mana kekuasaan itu diterapkan dan
dilawan.
Foucault (dalam Pilliang, 2009 :224) menyatakan bahwa kekuasaan bersifat
produktif, kekuasaan menghasilkan dan menyebabkan munculnya objek-objek
pengetahuan baru, serta mengakumulasikan informasi baru. Dalam hal ini tidak ada
kekuasaan tanpa menghasilkan pengetahuan. Sebaliknya tidak ada pengetahuan yang
tidak secara terus menerus memberikan efek pada kekuasaan. Pengetahuan itu
terimplikasi pada kekuasaan dan tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan. Hal ini
terlihat dalam konsep kuasa/pengetahuan, artinya ada hubungan timbal balik yang
saling membentuk antara pengetahuan dan kekuasaan sehingga pengetahuan tidak
dapat dipisahkan dari rezim-rezim kekuasaan. Pengetahuan terbentuk dalam
33
konteks-konteks kekuasaan selanjutnya pengetahuan memengaruhi tindak kekuasaan
yang berasal dari daerah marginal tidak lagi mempunyai konotasi negatif sebagai
salah satu mekanisme represif. Sebaliknya, mempunyai efek positif karena dapat
menghasilkan sesuatu, yakni memproduksi pengetahuan dan melipatgandakan
diskursus itu sendiri di masyarakat.
Kekuasaan dipahami sebagai suatu kekuatan yang digunakan individu atau
kelompok tertentu untuk mencapai tujuan atau kepentingan mereka melawan
kehendak di pihak lawan. Foucault menekankan bahwa kekuasaan itu bersifat
produktif dan memberdayakan sehingga kekuasaan beredar pada setiap level
masyarakat dan segala lembaga relasi sosial khususnya hubungan relasi antara
minimarket dan pedagang kecil
Berkaitan dengan penelitian ini, teori kekuasaan dan pengetahuan
dipergunakan untuk menganalisis bagaimana pola peminggiran pedagang kecil
dengan tumbuhnya minimarket di Kecamatan Denpasar Selatan. Teori ini juga tepat
digunakan untuk melihat kekuasaan dalam pengelolaan minimarket yang berkaitan
dengan akses dan pengawasan terhadap inovasi atau pengetahuan aktivitas ekonomi
yang terlibat. Dengan demikian, teori ini sangat tepat untuk membongkar faktorfaktor penyebab marginalisasi pedagang kecil.
2.3.4 Teori Perilaku Konsumen
Memahami perilaku konsumen dan mengenal pelanggan tidaklah sederhana.
Pelanggan mungkin menyatakan kebutuhan dan keinginan mereka, tetapi bertindak
sebaliknya. Pelanggan mungkin tidak memahami motivasi mereka yang lebih dalam.
Disini lah tugas pemasaran bagaimana memenuhi dan memuaskan kebutuhan serta
34
keinginan pelanggan. Perilaku konsumen mempelajari bagaimana
kelompok,
individu,
dan organisasi memilih, membeli, memakai, serta, memanfaatkan
barang, jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan
hasrat mereka. Mempelajari konsumen akan memberikan petunjuk
bagi
pengembangan produk baru, keistimewaan produk, harga, saluran pemasaran, pesan
iklan, dan elemen bauran pemasaran. Faktor utama yang memengaruhi konsumen
adalah ( 1) faktor budaya yang terdiri atas budaya, sub subbudaya, kelas sosial; (2)
faktor sosial yang termasuk di dalamnya adalah kelompok acuan, keluarga, peran,
dan status; ( 3) faktor pribadi, karakteristik pribadi yang meliputi usia dan tahap
siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep
diri pembeli; dan (4) faktor psikologis yang terdiri atas motivasi, persepsi,
pembelajaran, serta keyakinan dan pendirian (Kotler: 2002: 181).
Engel dkk. (1994: 3) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan
yang langsung terlibat dalam mendapatkan, menkonsumsi dan
menghabiskan
produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli
tindakan itu. Dikemukakannya bahwa perilaku keputusan konsumen dipengaruhi
oleh ( 1) lingkungan yang terdiri atas budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi,
keluarga, dan situasi; ( 2) perbedaan individu yang termasuk di dalamnya sumber
daya konsumen, motivasi dan keterlibatan pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya
hidup, demografi; ( 3) proses keputusan termasuk pengenalan kebutuhan, pencarian
informasi, evaluasi atrenatig, pembelian, hasil; dan (4) proses psikologis yang
terdiri atas pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan, dan sikap perilaku.
Usmara (2003: 159) mengatakan bahwa perilaku konsumen dipengaruhi oleh
empat paradigma, yaitu (1) tingkat penerimaan yang berorientasi pada tujuan, (2)
35
penyampaian pesan, (3) representasi, dan (4) pengolahan informasi. Perilaku
konsumen erat sekali hubungannya
dengan pengukuran tingkat kepuasan
konsumen terhadap barang dan jasa. Supranto (2006: 3) mengemukakan bahwa
pengukuran aspek mutu bermanfaat bagi pimpinan bisnis, yaitu untuk mengetahui
dengan baik bagaimana jalannya atau bekerjanya proses bisnis, mengetahui di mana
harus melakukan perubahan untuk memuskan pelanggan, dan menentukan apakah
perubahan yang dilakukan mengarah ke perbaikan.
Kotler (2002: 250)
mendefinisikan
konsep industri tentang persaingan
adalah sekelompok perusahaan yang menawarkan suatu produk atau kelas produk
yang merupakan substitusi dekat satu sama lain. Industri-industri dikelompokkan
menurut jumlah penjual tingkat diferensiasi produk; ada atau tidaknya hambatanhambatan masuk, mobilitas keluar, struktur biaya, tingkat integrasi vertikal, dan
tingkat globalisasi. Selain itu, pendekatan industri dapat mengidentifikasi pesaing
dengan menggunakan pendekatan pasar. Para pesaing adalah perusahaan-perusahaan
yang memuaskan kebutuhan pelanggan yang sama.
Dalam disertasi ini, teori perilaku konsumen relevan digunakan dalam
memahami proses keputusan konsumen melakukan proses pembelian. Di samping
itu, untuk mengetahui hal-hal apa yang mendorong konsumen menkonsumsi barang
dan jasa, khususnya dalam hal ini memahami konsumen melakukan pembelian pada
minimarket atau pada pedagang kecil
2.4 Model Penelitian
Model penelitian menggambarkan apa yang dilakukan dalam penelitian
tentang marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya minimarket di Denpasar.
36
Model ini juga memberikan kerangka operasional dalam aktivitas pengumpulan data
dalam penelitian ini. Adapun model penelitian tampak pada gambar berikut.
MINIMARKET CIRCLE K
PEDAGANG KECIL
MARGINALISASI
PEDAGANG KECIL
Pencitraan,gaya hidup,
entrepreneurship
Bentuk marginalisasi
Minimarket Circle K
terhadap pedagang kecil
di Kota Denpasar
Faktor-faktor apa yang
mengakibatkan terjadinya
marginalisasi pedagang kecil
di Kota Denpasar
Tradisional, etos kerja,
manajemen
pengelolaan
Makna marginalisasi
bagi pedagang kecil
dengan tumbuhnya
Minimarket Circle K
Rekomendasi
Model Penelitian
Keterangan:
: Memengaruhi secara langsung
: Memengaruhi secara tidak langsung
Dari model penelitian di atas dapat diuraikan hal-hal sebagai berikut. Dalam
era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan di segala bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi khususnya informasi dan komunikasi mengakibatkan dunia tidak ada
lagi sekat-sekat yang memisahkan. Peran negara dalam bidang sosial, budaya, dan
37
politik sangat dipengaruhi oleh perkembangan di berbagai belahan dunia.
Kebijakan-kebijakan negara khusunya dalam bidang ekonomi tidak bisa terlepas dari
konsep kapitalisme. Faktor struktur global capital, daya dorong terhadap
pertumbuhan kapitalisme terjadi karena faktor peranan negara yang turut
menentukan kecepatan akumulasi capital.
Bali sebagai daerah tujuan wisata dunia tidak luput dari proses kapitalisme
global yang tengah terjadi. Berkembang dan tumbuhnya berbagai aktivitas ekonomi
menuntut adanya model pelayanan yang serba cepat dengan mutu produk yang
terstandardisasi. Minimarket sebagai salah satu bisnis yang sedang menjamur di
Denpasar merupakan sebuah bisnis yang
dipandang mampu mendukung
pengembangan perekonomian. Di sisi lain pedagang kecil yang secara historis
keberadaannya lebih dulu, semakin lama semakin terdesak
Sesuai dengan Peraturan Wali Kota Nomor 9, Tahun 2009 tentang izin toko
modern, Perda No 6, Tahun 2001 tentang izin bangunan dan Perda No 7, Tahun
2005 tentang izin tempat usaha, Ternyata terdapat minimarket yang berada di Kota
Denpasar melanggar aturan tersebut. Kondisi ini
memperparah keberadaan
pedagang kecil yang semakin lama semakin terdesak keberadaannya. Banyaknya
keluhan dari pedagang kecil termasuk adanya beberapa demo dari para pedagang
kecil menandakan bahwa keberadaan mereka terus tergerus oleh tumbuhnya
minimarket. Berdasarkan fenomena di atas penelitian ini mencoba menelusuri lebih
dalam tentang bentuk-bentuk
marginalisasi yang dialami oleh pedagang kecil,
faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya marginalisasi pedagang kecil dengan
tumbuhnya Minimarket Circle K. Selanjutnya temuan penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan rekomendasi bagi pihak-pihak tertentu dalam mengambil kebijakan.
38
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian pada dasarnya merencanakan suatu kegiatan sebelum
penelitian dilaksanakan. Kegiatan merencanakan mencakup komponen-komponen
penelitian yang diperlukan. Menurut Moleong (1991 : 236), rancangan penelitian
diartikan sebagai usaha merencanakan dan menentukan segala kemungkinan dan
perlengkapan yang diperlukan dalam suatu penelitian.
Suatu penelitian ilmiah selalu dimulai dengan perencanaan yang saksama.
Perencanaan ini mengikuti pola logika yang sama yang berisikan seperangkat
petunjuk yang disusun secara sistematis. Meskipun demikian, suatu perencanaan
mempunyai sifat yang sementara, artinya
perubahan atau penyesuaian selalu
mungkin asal syarat-syarat dan nilai-nilai ilmiah dipertahankan ( Mulyana, 2001 :
16). Penelitian tentang marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya minimarket
di Denpasar merupakan penelitian kualitatif. Timbulnya metode kualitatif dipicu
oleh pemahaman bahwa gejala kehidupan terdiri atas dua unsur yang berbeda, yaitu
unsur yang terindra dan tak terindra. Dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai
bentuk jasmani dan rohani, fisik dan nonfisik, konkret dan abstraks, kasar dan halus,
nyata dan tidak nyata. Kedua gejala selalu dan secara terus-menerus memengaruhi
kehidupan manusia. Bahkan, manusia itu sendiri terbentuk atas dasar kedua gejala
tersebut ( Ratna, 2010 : 90). Penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri dominan yaitu,
(1) sumber datanya langsung berupa data situasi alami dan peneliti adalah instrumen
39
kunci, (2) bersifat deskriptif, (3) lebih menekankan pada makna proses daripada
hasil, (4) analisis datanya bersifat induktif, dan (5) makna merupakan perhatian
utama dalam pendekatan penelitian (Danim, 2002 :60--64). Ciri-ciri tersebut sejalan
dengan ciri-ciri umum kajian budaya termasuk kajian yang dilakukan dalam
penelitian ini.
Menurut Mariyah (2009 : 17) karakteristik penelitian kualitatif adalah (1)
penelitian kualitatif memiliki setting alamiah sumber data, (2) data diperoleh dengan
mendatangi tempat-tempat yang menjadi tempat aktivitas untuk menyatu dengan
kegiatan, (3) perilaku informan dapat dimengerti secara baik apabila diobservasi
dalam setting di mana peristiwa terjadi. Barker (2000 : 3) mencatat kapan budaya
merupakan (1) bidang interdisipliner tentang hubungan antara kebudayaan dan
kekuasaan; (2) seluruh praktik, institusi, dan sistem klasifikasi yang tertanam dalam
nilai-nilai partikular, kepercayaan, kompetensi, kebiasaan hidup, dan bentuk bentuk
kebiasaan tindakan; (3) bentuk-bentuk kekuasaan yang beragam, seperti gender, ras,
kelas, kolonialisme, dan sebagainya; dan (4) kaitan-kaitan dengan
luar dunia
akademis serta gerakan-gerakan sosial dan politik, para pekerja di institusi budaya
dan manajemen budaya.
Penelitian ini selain memaparkan secara etnografis masyarakat yang diteliti
di lokasi penelitian, sekaligus mencoba untuk membongkar dan memahami gagasan
atau ide-ide tersembunyi di balik terjadinya marginalisasi pedagang kecil dengan
tumbuhnya minimarket di Kecamatan Denpasar Selatan. Untuk menganalisis
permasalahan tersebut digunakan teori struktur generatif, hegemoni, kekuasaan dan
pengetahuan, prilaku konsumen, dan teori lainnya yang diterapkan secara eklektik.
40
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Denpasar Selatan. Pemilihan Lokasi
ini didasarkan pada hal-hal berikut.
1) Kecamatan Denpasar Selatan merupakan salah satu kecamatan yang
paling banyak memiliki minimarket dan masyarakat masih banyak
menggantungkan mata pencahariannya sebagai pedagang kecil.
2) Adanya fenomena bahwa
pedagang kecil merasa termarginalisasi
dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya dengan tumbuhnya
minimarket
3) Ditemukannya bukti-bukti fisik bahwa tumbuhnya minimarket di
daerah ini masih ada yang belum memenuhi perizinan dan perundangundangan yang berlaku.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang
didukung oleh data kuantitatif sebagai penunjang yang sifatnya melengkapi. Data
kualitatif diperoleh dari beragam informasi, baik informan maupun kegiatan
observasi yang dilakukan. Sebaliknya data kuantitatif adalah dalam bentuk catatan
statistik yang ditemukan di lokasi penelitian.
Sumber data dalam penelitian ini juga ada dua macam, yaitu sumber data
primer dan sumber data sekunder. Data primer diperoleh dari pelaku masyarakat
yang terlibat secara langsung dalam kegiatan berdagang seperti 10 orang pedagang
kecil, 5 orang pengelola minimarket, 7 orang dari instansi terkait sehingga secara
keseluruhan berjumlah 22 orang, dan 30 orang konsumen sebagai responden.
41
Data sekunder didapat dari artikel, buku-buku atau literature, internet, dokumen, dan
tulisan lainnya yang menunjang penelitian ini. Selain itu, data sekunder juga
diperoleh dari data yang tersimpan di kantor desa, kantor camat, kantor tramtib, dan
instansi lainnya.
3.4 Penentuan Informan dan responden
Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat pedagang kecil yang tersebar
di Kecamatan Denpasar Selatan. Informan ditunjuk secara purposive yang dipilih
dengan mempertimbangkan pengetahuan mereka tentang masalah-masalah yang
ditelaah dan dianggap dapat mewakili strata sosial tertentu di lokasi tersebut.
Penentuan informan lebih banyak menggunakan
pertimbangan realitas sosial,
artinya informan yang terpilih dapat mewakili kelompoknya yang telah dipilih
berdasarkan kriteria tertentu. Informan juga berasal dari tokoh masyarakat, instansi
terkait, dan masyarakat konsumen yang dapat memberikan informasi mengenai
keberadaan pedagang kecil dan minimarket. Proses pemilihannya diawali dengan
menunjuk informan utama. Selanjutnya informan ini memberikan informasi tentang
informan berikutnya. Pola semacam ini terus berlanjut (snow ball) dan semakin lama
semakin bertambah besar sehingga sampai pada tingkat kejenuhan. Sehubungan
dengan itu, informan dalam penelitian ini tidak dibatasi. Penentuan responden
dilakukan secara random.
Informan tambahan untuk melengkapi penelitian ini berasal dari kalangan
tertentu terkait dengan masalah, yaitu Dinas Perizinan Kota Denpasar, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan, Kantor Camat Denpasar Selatan.
42
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang paling utama adalah berupa pedoman wawancara
menyangkut beberapa pertanyaan yang telah dirumuskan dengan baik menyangkut
pokok permasalahan yang diteliti. Wawancara yang dilakukan dalam waktu yang
cukup lama sering mengakibatkan peneliti kehabisan atau kehilangan kontrol dalam
wawancara. Untuk menghindari terjadinya hal ini
sebaiknya disusun pedoman
wawancara yang sesuai dengan permasalahan yang ingin dijawab melalui penelitian
tersebut. Untuk melengkapi hasil wawancara perlu juga disiapkan alat perekam, foto
kamera, dan video kamera.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menekankan pada dua jenis teknik pengumpulan data, yakni
(1) pengamatan terlibat (participant observation) dan (2) wawancara mendalam
(indepth interview). Wawancara mendalam dan wawancara berstruktur dilakukan
pada informan dan responden. Untuk melengkapi data digunakan teknik
dokumentasi dan studi kepustakaan
.
3.6.1 Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik
bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Kalau
wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak
terbatas pada orang, tetapi juga objek-objek alam yang lain (Sugiyono,199 : 138).
Observasi (pengamatan) adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.
43
Menurut Wibisono (2003:96) observasi ilmiah merupakan suatu proses pencatatan
yang sistematis terhadap pola perilaku orang, objek, dan kejadian-kejadian tanpa
bertanya atau berkomunikasi dengan orang atau objek atau kejadian tersebut.
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara langsung mengamati
perilaku objek penelitian pedagang kecil, pengelola minimarket, dan konsumennya,
selama enam bulan.
3.6.2 Wawancara
Pengumpulan data juga dilakukan dengan wawancara sebagai bentuk
komunikasi langsung antara peneliti dan
subyek penelitian. Komunikasi
berlangsung dalam bentuk tanya jawab dalam hubungan tatap muka sehingga gerak
dan mimik informan merupakan pola media yang dilengkapi kata-kata secara verbal
(Gulo, 2003 : 119). Wawancara dapat dilakukan secara sistematis, artinya dapat
berupa pertanyaan yang sudah disiapkan dan tersusun yang berkaitan dengan
penelitian sehingga diperlukan pedoman wawancara. Dalam penelitian ini
wawancara dilakukan kepada pihak-pihak terkait, seperti pedagang kecil, pengelola
minimarket, konsumen, dan departemen terkait dengan bantuan alat perekam (tape
recorder) selanjutnya data direduksi.
3.6.3 Dokumen
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data sekunder, yakni data yang
telah ada di masyarakat atau lembaga tertentu. Di dalam penelitian ini berbagai
dokumen dikumpulkan, seperti Peraturan Wali Kota, Perundang-undangan,
Monografi Kecamatan Denpasar Selatan, dokumen tertulis melalui kegiatan
mencatat, mengkopi, atau memfoto.
44
3.6.4 Studi Kepustakaan
Untuk memperkaya dan memperluas kajian berkenaan dengan masalah yang
dikaji dilakukan studi terhadap beberapa buku pustaka atau literature tertentu yang
sifatnya mendukung penelitian ini baik yang terkait dengan usaha kecil, bisnis retail,
minimarket, pemasaran, sosiologi, politik, maupun materi lain yang dapat
menguatkan data yang diperoleh di lapangan.
3.7 Teknik Analisis Data
Dalam disertasi ini, data yang berhasil dikumpulkan dianalisis dengan
menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan interpretatif. Analisis dilakukan sejak
pengumpulkan data di lapangan. Deskriptif mengacu pada transformasi dari datadata mentah ke dalam bentuk yang mudah dimengerti dan diterjemahkan (Wibisono,
2003: 134).
Analisis merujuk pada pengujian sistematis terhadap sesuatu untuk
menentukan bagian-bagianya, hubungan antarabagian, dan hubungan bagian itu
dengan keseluruhannya. Pengetahuan budaya seorang informan yang semuanya
secara sistematik berhubungan dengan kebudayaan secara keseluruhan (Spradley,
1977 : 117--118). Menurut Moleong (2005:6), mengemukakan penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll.
Hal tersebut dideskripsikan secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.
45
Serangkaian konsep, teori, dan metodologi diharapkan dapat mengidentifikasi,
menkategorisasi atau mengklasifikasi, menyeleksi dan menganalisis berbagai
informasi yang diperoleh di lapangan. Selanjutnya dilakukan interpretasi berupa
pemberian makna terhadap fakta sosial yang muncul melalui keterkaitan antar
gejala. Dengan demikian, diharapkan kompleksitas gejala sosial budaya dapat
dideskripsikan dan dijelaskan sehingga kualitasnya mendekati realitas.
Proses-proses analisis kualitatif dapat dijelaskan melalui tiga langkah sebagai
berikut.
1) Reduksi data (data reduction), yaitu proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data
“kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
2) Penyajian data, yaitu sebagai sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan
kemungkinan
adanya
penarikan
simpulan
dan
pengambilan tindakan.
3) Menarik simpulan dan verifikasi dari permulaan pengumpulan data,
seorang penganalisis kualitatif mulai mencari arti (makna) setiap gejala
yang diperoleh di lapangan, mencatat keteraturan, pola penjelasan, dan
konfigurasi – konfigurasi yang mungkin ada, alur sebab akibat dan
proposisi.
3.8 Penyajian Hasil Analisis Data
Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara informal
(naratif) dengan bahasa ragam ilmiah, narasi, deskripsi kata-kata. Di samping itu,
juga secara formal berupa bagan, tabel, foto, bentuk gambar hasil perhitungan
46
statistik dan sebagainya. Penyampaian dalam bentuk verbal dengan teknik deskriptif
interpretatif, artinya hasil analisis dipaparkan sedemikian rupa dan pada bagian
tertentu diinterpretasikan sesuai dengan teori atau kerangka pikiran yang berlaku
umum. Dengan cara tersebut diperoleh gambaran yang lebih jelas dan mendalam
tentang penelitian yang dilakukan. Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk
laporan ilmiah berupa disertasi, yang uraiannya terdiri atas beberapa bab. Setiap bab
terdiri atas beberapa subbab sesuai dengan kebutuhan penelitian.
47
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Dalam bagian ini dibahas mengenai gambaran umum lokasi penelitian yang
berkitan dengan topik penelitian. Dalam hal ini, yaitu Kota Denpasar khususnya
Kecamatan Denpasar Selatan, gambaran umum pedagang kecil dan Minimarket
Circle K, serta profil konsumennya.
4.1 Letak Geografis Kecamatan Denpasar Selatan
Kota Denpasar merupakan ibu kota Provinsi Bali, pusat pemerintahan,
pendidikan, dan berbagai aktivitas ekonomi berkembang dengan pesat bersamaan
dengan menggeliatnya perkembangan pariwisata Bali. Dengan adanya Bandara
Internasional Ngurah Rai maka Denpasar dapat dikatakan kota yang telah mendunia.
Tersedianya infrastruktur yang memadai, seperti pelabuhan laut di Benoa dan akses
hubungan antara Jawa dan Lombok melalui Kota Denpasar. Daya beli masyarakat
Kota Denpasar tergolong tinggi. Kondisi ini membawa daya tarik terhadap
datangnya investor, baik domestik maunpun asing.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20, Tahun 1978, Denpasar secara
resmi menjadi kota administratif yang mewilayahi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan
Denpasar Timur, Kecamatan Denpasar Barat, dan Kecamatan Denpasar Selatan.
Dalam usaha meningkatkan pelayanan serta memenuhi kebutuhan masyarakat,
penataan tata ruang, penyediaan sarana dan prasarana berbagai fasilitas perkotaan,
maka diusulkan perubahan status menjadi kota Madya. Pada 27 Februari 1992
diresmikanlah
Kota Madya Denpasar oleh Menteri Dalam Negeri berdasarkan
Undang-Undang Nomor I, Tahun 1992. Berdasarkan Perda Kota Denpasar No. 14,
48
tahun 2004 terjadi pemekaran kecamatan di Kota Denpasar dari tiga kecamatan
menjadi empat kecamatan, yaitu Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatan Denpasar
Selatan, Kecamatan Denpasar Barat, dan Kecamatan Denpasar Utara, yang secara
definitif berlaku mulai tahun 2006.
Kecamatan Denpasar Selatan mempunyai batas-batas wilayah, yaitu sebelah
utara Kecamatan Denpasar Timur, di sebelah selatan Samudra Indonesia, di sebelah
barat Kecamatan Denpasar Barat, dan sebelah Timur Laut, yaitu Selat Badung.
Kecamatan Denpasar Selatan terdiri atas enam kelurahan dan empat desa. Lokasi
penelitian yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah tersebar di lima kelurahan,
yaitu Kelurahan Pedungan, Sesetan, Panjer, Renon, Sanur, sedangkan Kelurahan
Serangan tidak termasuk karena tidak adanya Circle K. Di samping itu, juga di
empat desa, yaitu Desa Pemogan, Desa Sanur Kauh, Sanur Kaja, dan Sidakarya.
Dari segi astronomis letak
Kota Denpasar di antara
08--3531 Lintang
Selatan, 115-- 1023* dan 115-- 1627 Bujur Timur. Kecamatan Denpasar Selatan dari
segi geografis terletak di sisi selatan Kota Denpasar yang memiliki daerah laut
(pesisir pantai) dan salah satu wilayah kelurahannya di sebuah pulau, yaitu
Kelurahan Serangan. Adapun luas wilayah Kecamatan Denpasar Selatan adalah
4.999 ha yang terdiri atas tanah sawah 935 ha, tanah kering 2.591 ha, tanah basah
230 ha, tanah hutan (bakau) 59 ha, tanah perkebunan 21 ha, serta tanah untuk
keperluan umum 983 ha. Selengkapnya, luas wilayah menurut penggunaan tanah
tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 4.1
49
Tabel 4.1
Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah
Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2009
No
Desa/Kelurahan
Luas
(Km)
Penggunaan tanah dalam Hekto Are
Sawah
Tegal
Pekarangan
Perkebunan
Kuburan
Lainnya
1.
Pemogan
9.71
225
30
448
10
1
257
2.
Pedungan
7.49
236
37
381
5
1
89
3.
Sesetan
7.39
14
41
448
-
1
235
4.
Serangan
4.81
-
75
22
-
1
383
5.
Sidakarya
3.89
144
-
234
-
1
10
6.
Panjer
3.69
68
22
220
-
1
48
7.
Renon
2.54
100
-
120
-
1
33
8.
Sanur Kauh
3.86
78
15
203
6
1
29
9.
Sanur
4.02
-
10
351
-
1
40
10.
Sanur Kaja
2.69
59
-
170
-
1
39
Jumlah
49.99
924
230
2.597
21
10
1.163
Sumber : Monografi Kecamatan Denpasar Selatan
Tabel 4.1 memberikan gambaran bahwa penggunaan tanah yang paling
banyak adalah sebagai tanah pekarangan. Ini memberikan petunjuk bahwa
kepadatan penduduk cukup tinggi. Lahan pekarangan adalah lahan tempat tinggal
penduduk, tempat penduduk mendirikan rumah tinggal dan melakukan aktivitas
kesehariannya. Sawah sebagai
tempat aktivitas pertanian terus mengalami
penurunan. Pada tahun 2008 jumlah sawah tercatat 935 ha dan tahun 2009 susut
menjadi 924 ha. Sementara dalam tahun yang sama jumlah pekarangan naik dari
2.591 ha menjadi 2.597ha. Ini menandakan bahwa alih fungsi lahan di Kecamatan
50
Denpasar Selatan cukup tinggi. Lahan perkebunan yang ada di sini adalah hutan
bakau yang tersebar sepanjang pantai selatan di sepanjang Jalan Gusti Ngurah Rai.
Keberadaannya amat penting sebagai paru-paru kota serta menjaga abrasi yang
terus- menerus serta mampu menjaga kelestarian ekosistem. Desa Pemogan dan
Kelurahan Pedungan memiliki luas persawahan yang terbesar, yaitu 225 ha dan
236 ha.
Penggunaan tanah yang cukup besar di Kecamatan Denpasar Selatan adalah
untuk penggunaan lainnya, meliputi tempat-tempat perhotelan, pertokoan, pasar,
dan tempat ibadah dari semua agama yang mendiaminya. Sebagai daerah
permukiman dan pusat perkembangan pariwisata dalam hal ini adalah Desa Sanur
Kauh, Desa Sanur Kaja, dan Kelurahan Sanur dan letaknya yang berdekatan dengan
Kuta dan jalur ke Nusa Dua maka penduduknya sangat heterogen, baik dari daerah
asal, agama, maupun suku. Oleh karena itu status desa/kelurahan hampir semuanya
menempati perkotaan, kecuali Kelurahan Serangan yang letaknya agak di pinggir
dan sekarang telah mengalami kemajuan semenjak dibukanya jalan darat sehingga
mobilitas masyarakatnya tidak mengalami hambatan.
4.2 Keadaan Penduduk Kecamatan Denpasar Selatan
Pengertian penduduk (demografi) yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi
pada demografi formal atau demografi teknik (Asnawi, 2003: 55). Demografi formal
berfokus pada jumlah, struktur, dan perubahan penduduk. Dalam hal ini jumlah
menunjukkan banyaknya penduduk, sedangkan distribusi menunjukkan penempatan
penduduk dalam suatu ruang dan waktu tertentu secara geografis atau berbagai
daerah tempat tinggal. Struktur mencakup distribusi penduduk menurut jenis
51
kelamin dan kelompok umur. Perubahan penduduk meliputi penambahan dan
pengurangan penduduk dalam satuan ruang dan waktu atau perubahan pada salah
satu struktur penduduk.
Dalam proses pembangunan, penduduk tidak pasif, tetapi dinamis.
Penduduk tidak saja merupakan subjek pembangunan, tetapi juga merupakan objek
pembangunan. Sebagai subjek pembangunan, penduduk terlibat mulai dari proses
perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan. Sebagai objek pembangunan,
penduduk merupakan sasaran pembangunan itu sendiri. Bagi daerah perkotaan,
seperti Denpasar maka penduduk sangat memerlukan perhatian, khususnya dalam
pengendalian pertambahan penduduk, baik secara alami maupun migrasi dalam
bentuk urbanisasi. Kegagalan pengendalian kependudukan
banyak memberikan
dampak negatif dalam proses pembangunan, seperti permukiman kumuh,
kriminalitas, dan masalah sosial lainnya.
Sampai akhir tahun 2009 jumlah penduduk Kecamatan Denpasar Selatan
tercatat 186. 330 jiwa, terdiri
atas
94.155 jiwa laki-laki dan
92.175 jiwa
perempuan dengan kepadatan 3.890 jiwa/km2 (BPS Kota Denpasar, 2009). Dari
seluruh penduduk Kecamatan Denpasar Selatan tercatat 345 jiwa adalah orang asing,
yang terdiri atas 219 jiwa laki-laki dan 126 jiwa perempuan. Mayoritas penduduk di
Kecamatan Denpasar Selatan adalah beragama Hindu berjumlah 126.256 jiwa, Islam
berjumlah 45.742 jiwa, Kristen 7.222 jiwa, Katolik 4.836 jiwa, dan sisanya agama
Budha 2.273. Fasilitas peribadatan cukup memadai, yakni 79 pura, 10 mesjid, 4
gereja dan 3 vihara. Kehidupan keagamaan berjalan cukup baik demikian juga
kerukunan hidup antarumat beragama cukup baik. Para pemeluk agama berbaur
dalam kesatuan desa/kelurahan dan tidak pernah terjadinya konflik antarumat.
52
Sistem kelembagaan adat yang masih berlaku, antara lain desa pekraman,
banjar adat, subak, sekaa kesenian, sekaa teruna dan sebagainya. Di Kecamatan
Denpasar Selatan saat ini ada 11 desa pekraman dan 87 banjar adat. Di dalam desa
pekraman terdapat komponen-komponen, seperti sekaa teruna, LPD, 10 subak, dan
sekaa kesenian yang perlu dilestarikan dan terus dibina dalam menunjang
perkembangan kebudayaan lokal.
Luas wilayah bila dibandingkan jumlah
penduduk, maka akan tampak seperti pada table 4.2 di bawah ini.
Tabel 4.2
Luas Wilayah, Jumlah Wilayah, Rumah Tangga, Penduduk
serta Kepadatan Penduduk Tahun 2009
Luas
Blok
Rumah
Tangga
Penduduk
Kepadatan
Rata-rata
Pemogan
9.71
71
5.850
27.308
2.812
2.
Pedungan
7.49
53
4.503
23.179
3.095
3.
Sesetan
7.39
73
7.819
40.267
5.449
4.
Serangan
4.81
7
1.754
3.602
749
5.
Sidakarya
3.89
24
5.035
15.057
3.871
6.
Panjer
3.69
39
6.886
25.682
7.154
7.
Renon
2.54
25
3.410
12.364
4.868
8.
Sanur Kauh
3.86
15
3.674
13.960
3.617
9.
Sanur
4.02
35
3.700
16.089
4.002
10.
Sanur Kaja
2.69
16
3.608
8.822
3.280
49.99
358
46.239
186.330
3.890
No
Desa/Kelurahan
1.
Jumlah
Sumber: SP 2000 BPS (data diolah) tahun 2009
*: dalam kilometer persegi (km2)
53
Desa/kelurahan yang mempunyai jumlah penduduk terpadat adalah
Kelurahan Panjer yang luasnya 5.59 km2 dengan jumlah penduduk 25.682 jiwa. Hal
ini berarti bahwa
tingkat kepadatan penduduknya 7.154 jiwa/km2. Disusul
kelurahan Sesetan yang luasnya 7.39 km2 dengan jumlah penduduk sebesar 40.267
jiwa. Hal ini berarti bahwa tingkat kepadatan penduduknya mencapai 5.449 jiwa/
km2. Desa/kelurahan yang paling jarang penduduknya adalah Kelurahan Serangan,
dengan luas wilayah 4.81 km2 dihuni oleh 3.602 jiwa. Hal ini berarti bahwa tingkat
kepadatan penduduknya 749 jiwa/km2.
4.2.1 Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin
Gambaran penduduk menurut komposisi jenis kelamin adalah secara
keseluruhan penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
penduduk perempuan, yaitu 94.155 jiwa berbanding 92.175 jiwa. Walaupun secara
total perbandingan jumlah laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan,
apabila dilihat dari kelompok umur, ternyata pada beberapa kelompok umur
ditemukan lebih banyak perempuan dibandingkan dengan laki-laki, yaitu pada
kelompok umur 20 --24 tahun, yaitu 10.052 jiwa berbanding dengan 9.728 jiwa,
menyusul kelompok umur 25 -- 29 tahun yang perbedaannya sangat tipis, yaitu
10.965 jiwa berbanding 10.052 jiwa.
Perbedaan lebih menonjol
terlihat pada
kelompok umur 70 -- 74 tahun, yaitu 1.024 jiwa berbanding 926 jiwa, dan juga pada
kelompok umur 75--tahun ke atas, yaitu 982 jiwa berbanding 757 jiwa.
Perbandingan ini disebabkan oleh
angka harapan hidup laki-laki lebih rendah
dibandingkan dengan angka harapan hidup perempuan. Selengkapnya gambaran
penduduk menurut komposisi jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini.
54
Tabel 4.3
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
di Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2009
No
Kelompok
Umur
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-Laki
Perempuan
Rasio Jenis
Kelamin
1.
0 - 4
9.401
8.932
18.333
105
2.
5 - 9
7.100
6.697
13.797
106
3.
10-14
5.737
5.355
11.090
107
4.
15-19
9.220
4.736
13.956
195
5.
20-24
9.728
10.052
19.780
97
6.
25-29
10.667
10.963
21.630
97
7.
30-34
11.456
11.073
22.529
103
8.
35-39
12.816
6.031
18.847
213
9.
40-44
7.790
6.767
14.557
115
10.
45-49
5.771
4.972
10.743
116
11.
50-54
3.940
3.314
7.254
119
12.
55-59
2.338
1.986
4.324
118
13.
60-64
1.662
1.409
3.031
115
14.
65-69
1.388
1.383
2.771
100
15.
70-74
926
1.024
1.950
90
16.
75+
757
982
1.738
77
94.155
92.175
186.330
102
Jumlah
Sumber : Monografi Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2009
55
4.2.2 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Salah satu langkah strategis dalam proses pembangunan adalah melalui
perbaikan di bidang pendidikan baik yang bersifat formal, informal, maupun nonformal. Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan dan keberhasilan suatu
wilayah dalam bidang pengembangan sumber daya manusia. Secara lebih khusus
pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dalam mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran. Pendidikan bersifat menyeluruh dan terpadu sehingga
pada era globalisasi ini pendidikan dipandang sebagai aset yang terus- menerus
harus ditingkatkan, baik dari segi kesempatan memeroleh pendidikan maupun
kualitas pendidikan sehingga sumber daya manusia dapat lebih kompetitif dalam
persaingan global.
Keberhasilan dunia pendidikan
pemerintah, swasta, dan masyarakat.
adalah tanggung jawab bersama antara
Oleh karenanya penyediaan fasilitas dan
sarana pendidikan yang ada di Kecamatan Denpasar Selatan juga diselenggarakan
oleh pemerintah dan sektor swasta. Jenjang lembaga pendidikan di Kecamatan
Denpasar Selatan sangat lengkap, mulai dari taman kanak-kanak sampai jenjang
perguruan tinggi baik perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta.
Untuk memberikan gambaran tentang banyaknya sekolah serta kepemilikannya dari
tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi dapat dilihat pada Tabel 4.4 di
bawah ini.
56
Tabel 4.4
Fasilitas Sekolah Menurut Status Kepemilikan
di Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2009
No.
TK(N)
TK(S)
1.
Desa/
Kelurahan
Pemogan
Status Kepemilikan
-
7
2.
Pedungan
-
3.
Sesetan
4.
SD(S)
SLTP(N)
SLTP(S)
SMU(N)
SMU(S)
PTN
PTS
7
3
-
1
-
-
-
-
4
5
-
-
1
-
1
-
-
-
11
8
1
1
2
-
2
1
-
Serangan
-
1
2
-
1
-
-
-
-
-
5.
Sidakarya
-
4
4
-
-
-
2
-
-
1
6.
Panjer
-
6
6
1
-
2
1
2
-
5
7.
Renon
-
3
2
1
-
-
-
2
1
-
8.
Sanur Kauh
-
2
3
-
-
-
1
-
-
-
9.
Sanur
-
3
6
-
1
1
1
-
-
-
Sanur Kaja
-
-
3
-
-
-
-
-
-
-
41
46
6
3
7
5
7
2
6
10.
Jumlah
SD(N)
Sumber: Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Denpasar Selatan,Tahun 2009
Majunya dunia pendidikan tidak bisa dipisahkan dari keikutsertaan
masyarakat dalam penyediaan prasarana pendidikan yang memadai. Faktor sarana
sebagai pendukung pelayanan dan proses belajar sangat mendukung terjadinya
peningkatan mutu pendidikan. Di Kota Denpasar telah terjadi perkembangan yang
cukup menarik untuk dicermati, yaitu adanya penurunan jumlah sekolah dasar
akibat adanya penggabungan beberapa sekolah di samping adanya perkembangan
lainnya. Sampai akhir tahun 2007 telah terdapat 183 TK dengan 675 guru dan
11.485 murid, sekolah dasar berjumlah 210 dengan 2.765 guru dan 70.785 murid,
48 SLTP swasta dan negeri dengan 2.104 orang guru dan 25.384 siswa serta 50
57
buah SMTA negeri dan swasta dengan 2.466 guru dan menampung 27.475 murid.
Untuk jenjang pendidikan tinggi yang terdiri atas universitas, sekolah tinggi,
institute, dan akademi terdapat sebanyak 26 buah, baik yang berstatus negeri
maupun swasta dengan jumlah dosen 3.754 orang dan mahasiswa sebanyak 15.790
orang (Denpasar dalam Angka, 2008)
Dari Tabel 4.4 diperoleh gambaran bahwa jumlah fasilitas sekolah sangat
memadai, baik sekolah yang dikelola oleh pemerintah (negeri) maupun sekolah yang
dikelola oleh swasta (S). Jumlah sekolah taman kanak-kanak berjumlah 41 buah
semuanya berstatus swasta, sedangkan sekolah dasar berjumlah 52 buah yang terdiri
atas 46 buah status negeri dan 6 buah swasta. Di tingkat SLTP jumlahnya 10 buah
terdiri atas 3 buah negeri dan 7 buah swasta, sedangkan di tingkat SLTA berjumlah
12 buah yaitu 5 buah berstatus negeri dan 7 buah swasta. Untuk pendidikan tinggi
terdapat 2 perguruan tinggi negeri dan 6 perguruan tinggi swasta. Pada jenjang
pendidikan taman kanak-kanak belum ada
dikelola oleh swasta.
TK negeri sehingga keseluruhannya
Dari gambaran di atas tampak bahwa dari segi sarana
pendidikan masyarakat di Kecamatan Denpasar Selatan sudah cukup memadai
sehingga usaha untuk memerangi kebodohan dan pemerataan di bidang pendidikan
khususnya peningkatan kualitas dapat tercapai yang pada akhirnya terjadi
peningkatan produktivitas masyarakat.
Tersedianya berbagai falisitas pendidikan mendorong masyarakat untuk
memeroleh pendidikan yang layak. Seiring dengan berbagai kebijakan dalam dunia
pendidikan dan kebijakan di bidang ketenagakerjaan maka yang masih banyak
terpaku pada ijazah formal, maka pendidikan di Kecamatan Denpasar Selatan
58
khususnya dalam pendidikan formal terus mengalami peningkatan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini
Tabel 4.5
Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
di Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2009
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tingkat Pendidikan
Belum Sekolah
Belum Tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP/Sederajat
Tamat SMU/Sederajat
Sarjana Muda/Diploma (I,II,III)
Sarjana/Diploma IV
Jumlah
Jumlah (orang)
17.035
42.307
36.283
31.194
37.055
14.853
9.359
183.086
Prosentase
9,11
23,18
19,82
17,04
20,24
8,11
5,11
100,0
Sumber: Monografi Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2009
Tabel 4.5 terlihat bahwa sebagian besar penduduk Kecamatan Denpasar
Selatan berpendidikan sekolah dasar (SD) sampai dengan SMP, yaitu mencapai
59,15 persen, sedangkan kalau sampai SMU, tingkat pencapaiannnya 79,39 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa jenjang pendidikan formal yang telah diraih oleh
penduduk cukup memadai. Tingkat pendidikan tinggi untuk Kecamatan Denpasar
Selatan sangat baik, yaitu mencapai 13,22 persen. Keberhasilan dalam bidang
pendidikan ini tidak bisa dilepaskan dari tersedianya fasilitas dan sarana.
Pembangunan dalam bidang pendidikan adalah pembangunan yang bersifat
menyeluruh dan terpadu. Selain itu, menyentuh semua lapisan masyarakat sehingga
pemerataan untuk mendapatkan pendidikan merupakan amanah dari sistem
pendidikan di Indonesia.
59
Konsumen Minimarket Circle K terdiri atas anak-anak usia sekolah sampai
dengan perguruan tinggi. Banyaknya sekolah di Denpasar Selatan merupakan salah
satu faktor yang mendukung keberhasilan Circle K. Seperti tampak dalam gambar
di bawah ini, yaitu anak-anak muda sedang menikmati belanjaannya di depan
Circle K.
Gambar 4.1
Anak Muda Konsumen Minimarket Circle K
Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2011
Konsumen minimarket merasa lebih puas berbelaja di Circle K karena
tempatnya berada di jalan besar yang biasanya dilalui setiap hari. Selain itu, juga
tersedia tempat duduk untuk beristirahat setelah penat belajar.
60
Tabel 4.6
Jenis dan Jumlah Sekolah, Siswa, dan Guru
di Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2009
No
1.
2.
3.
4.
5.
Jenis Sekolah
Taman Kanak-kanak
Sekolah Dasar
SLTP
SLTA
Ibtidaiyah
Jumlah
Jumlah Sekolah
41
57
11
15
1
125
Jumlah Siswa
4.482
19.817
7.150
8.847
62
40.358
Jumlah Guru
276
903
449
703
17
2.048
Sumber: Monografi Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2009
Dari Tabel 4.6 diperoleh gambaran bahwa jumlah sekolah mulai dari taman
kanak-kanak sampai jenjang SLTA telah tersedia dengan cukup memadai. Jumlah
sekolah 125 buah yang terdiri atas 41 TK yang mampu menampung jumlah siswa
4.482 orang dengan jumlah guru 276 orang. sekolah dasar berjumlah 57 buah
dengan menampung 19.817 siswa yang diasuh oleh 903 orang guru. Jenjang SLTP
berjumlah 11 buah dengan 7.150 siswa dan 449 orang guru, sedangkan tingkat
SLTA dan Ibtidaiyah berjumlah 16 buah dengan menampung 8.909 siswa yang
diasuh oleh 720 guru. Kondisi di atas mencerminkan bahwa penduduk di Kecamatan
Denpasar Selatan sudah cukup maju. Hal ini dapat dilihat dari jumlah murid yang
dapat ditampung apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk
usia sekolah
(5 – 19 tahun), yaitu 38.843 orang dibandingkan dengan jumlah siswa yang
bersekolah di Kecamatan Denpasar Selatan berjumlah 40.358 siswa. Hal ini dapat
dipahami bahwa ada sebagian siswa yang bersekolah di Kecamatan Denpasar
Selatan berasal dari wilayah lain.
61
4.2.3 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Sampai akhir tahun 2009 jumlah penduduk Kecamatan Denpasar Selatan
tercatat 186. 330 jiwa, yang terdiri
94. 155 jiwa laki-laki dan 92. 175 jiwa
perempuan dengan kepadatan 3.890 jiwa/km2 (BPS Kota Denpasar, 2009).
Tabel 4.7
Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian Utama
di Kecamatan Denpasar Selatan
No.
Sumber Mata Pencaharian Utama
Jumlah Jiwa
1.
Pertanian
688
2.
Peterna.kan
1.279
3.
Perikanan
1048
4.
Perdagangan
6.631
5.
Industri
2.755
6.
Pertambangan / Penggalian
7.
Listrik dan Air Minum
8.
Angkutan dan Komunikasi
1.762
9.
Perbankan dan Lembaga Keuangan
1.081
10.
Pemerintahan / Jasa-jasa
11.
Lainnya
25
227
10.350
6.682
Jumlah
32.504
Sumber: Kepala Penyuluhan Cabang Dinas Pertanian Kecamatan Denpasar Selatan, 2009
62
4.3 Gambaran Umum Pedagang Kecil
Jenis usaha yang dilakukan oleh pedagang kecil di Kecamatan Denpasar
Selatan beraneka ragam. Dari hasil observasi ditemukan bermacam usaha yang
dilakukan, yaitu pedagang makanan dan minuman, pedagang pakaian/kain,
pedagang buah-buahan, pedagang alat-alat rumah tangga, pedagang perlengkapan
upacara, pedagang sembako, pedagang hasil bumi, pedagang mainan anank-anak,
pedagang cendera mata. Dalam analisis penelitian ini jenis usaha yang diteliti
adalah pedagang yang melakukan usaha dagangnya dengan membuka warung/toko
kelontong yang menjual barang yang kebanyakan sama jenisnya dengan Minimarket
Circle K. Dari hasil observasi diketahui bahwa kebanyakan pedagang kelontong
menjual item barang lebih sedikit, yang terdiri atas barang kebutuhan sehari-hari,
tidak hanya menjual barang-barang camilan, minuman, tetapi juga ditemukan toko
yang menjual sembako, minyak tanah, dan berbagai sayuran.
Ada kesan bahwa pedagang kecil kumuh dan tidak menjaga kebersihan.
Pengaturan barang belum tertata dengan rapi.
Penyebab hal ini adalah tempat
berusaha rata-rata kecil sehingga barang-barang bertumpuk atau kurang rapi.
Kondisi ini membuat konsumen kesulitan mencari barang yang akan dibeli, seperti
tampak pada gambar di bawah ini. Adanya tampilan perform pedagang tradisional
(kecil) seperti di atas berakibat pada sikap dan perilaku konsumen beraralih ke toko
modern (Circle K).
63
Gambar 4.2
Toko Kelontong
Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2011
Pedagang toko kelontong yang termasuk dalam usaha mikro mengalami
berbagai permasalahan, yaitu masalah kelemahan aspek manajerial, kendala
keuangan (modal), dan pemasaran produk. Kelemahan manajerial yang paling
tampak adalah kemampuan untuk mengelola karena tidak memiliki catatan-catatan
yang mendetail mengenai jumlah barang, stok barang, termasuk tidak mengadakan
pembukuan secara baik, yang biasanya terwujud dalam bentuk laporan rugi/laba.
Kelemahan manajerial ini berimbas pada masalah permodalan karena laporan
keuangan merupakan salah satu syarat yang penting di dalam pengajuan kredit.
Di bidang pemasaran pedagang kecil tidak agresif. Pedagang kecil bersifat
menunggu konsumen. Hal ini diakui oleh pedagang bahwa mereka tidak melakukan
64
promosi/iklan, seperti pengakuan yang diberikan oleh, Wayan Aryani
yang
diwawancarai tentang kegiatan promosi diungkapkan seperti berikut.
“ Selama ini dia tidak pernah melakukan promosi dalam bentuk iklan,
publisitas karena kalau toko kecil promosi, maka kebayakan biaya yang
dikeluarkan, tetapi yang dilakukan terbatas pada promosi yang diberikan
oleh agen melalui penempelan reklame di depan toko. Permodalan yang
dipergunakan berasal dari tabungan sendiri dan pinjaman dari lembaga lain,
seperti koperasi, LPD, dan bank” (wawancara 20 September 2011).
Di Kecamatan Denpasar Selatan kelompok pedagang ini tersebar hampir di
seluruh wilayah dalam bentuk pedagang-pedagang yang berada di pasar desa yaitu
pasar yang dibangun dan dikelola oleh pihak desa. Tempat usaha berupa toko, kios,
los, tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya
masyarakat dengan usaha skala kecil dan modal kecil, yang biasanya transaksi
barang dagangan dengan tawar menawar.
Pasar-pasar tradisional, yaitu pasar yang dibangun dan dikelola oleh
pemerintah daerah, swasta, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
termasuk kerja sama dengan swasta. Tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda
yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau
koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil, dan dengan proses jual beli barang
dagangan melalui tawar-menawar (Pasal 1 Perwali No. 9, Tahun 2009).
Sebagai usaha, masih melekat kesan kumuh dan tidak teratur pada pasar
tradisional. Penjual biasanya menempatkan barang dagangannya begitu rupa di
lapak-lapak. Barang yang dijual kebanyakan untuk kebutuhan sehari-hari, yaitu
sembako, sayuran, buah-buahan, dan barang konsumsi lainnya, seperti tampak
dalam gambar berikut ini.
65
Gambar 4.3
Pasar Tradisional
Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2012
Adapun daerah yang memiliki pasar desa adalah Kelurahan Sanur,
Kelurahan Sesetan, dan Kelurahan Pedungan. Jumlah masyarakat yang menekuni
perdagangan
khususnya yang berdagang telah memiliki/menyewa toko sebagai
tempat usaha dapat dilihat pada tabel berikut.
66
Tabel 4.8
Tempat Pemasaran Pedagang Kecil sebagai Tempat Usaha
di Kecamatan Denpasar Selatan
No
Desa/Kelurahan
1.
Pemogan
4
195
199
2.
Pedungan
4
264
268
3.
Sesetan
3
251
254
4.
Serangan
1
119
120
5.
Sidakarya
2
138
140
6.
Panjer
1
377
378
7.
Renon
2
27
29
8.
Sanur Kauh
1
248
249
9.
Sanur
1
525
526
10.
Sanur Kaja
1
102
103
20
2.246
2.266
Jumlah
Pasar Umum
Pertokoan
Jumlah
Sumber : Monografi Kecamatan Denpasar Selatan, 2009
Bila dilihat dari penduduk yang menggantungkan diri dari berdagang,
diperoleh jumlah masyarakat yang berdagang cukup tinggi. Mata pencaharian
berdagang digeliti oleh masyarakat pribumi dan masyarakat pendatang. Jumlah
pendatang pada tahun 2008 adalah 3.656 jiwa, sedangkan penduduk yang pindah
berjumlah 1.748 jiwa. Kondisi ini masih berlangsung pada tahun 2009, yaitu jumlah
pendatang 3.574 jiwa, sedangkan yang pindah berjumlah 1.047 jiwa. Dari beberapa
hasil penelitian diperoleh bahwa penduduk yang melakukan migrasi kebayakan
berusia muda, yaitu di bawah 45 tahun (Pariartha, 1998: 76). Dalam observasi secara
67
keseluruhan diperoleh rentang umur yang berada dalam usia produktif, yaitu 17
tahun sampai dengan 65 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usia produktif banyak
berkecimpung menjadi pedagang kecil.
4.5 Gambaran Umum Minimarket Circle K
Circle K di Bali telah mulai beroperasi pada tahun 1996 dan merupakan ritel
yang mengalami kemajuan cukup pesat. Circle K ini mempunyai daya tarik
penjualan yang unik, yaitu kenyamanan yang ditawarkan kepada pembeli dengan
buka non–stop. Hal ini berpengaruh pada jam buka dan lokasi toko. Harganya
berada di atas harga rata-rata dan jenis barangnya terbatas, transaksi pembeliannya
kecil, tetapi frekuensi pembeliannya tinggi.
Circle K termasuk ritel yang aktif mengadakan ekspansi, dengan membuka
gerai baru. Ritel adalah suatu bentuk usaha yang menjual barang dan jasa kepada
konsumen. Ritel juga merupakan bentuk usaha yang memberikan nilai tambah
kepada produk atau jasa yang dijual kepada konsumen. Usaha ritel ini termasuk
Consumer Goods Retailer, yaitu retailer yang menjual kebutuhan pokok dan seharihari kepada konsumen atau yang dikenal juga dengan FMCG (Fast Moving
Consumers Goods). Dalam beberapa buku yang ada, consumer goods retailer ini
sering juga disebut “Food Retailer”.
Menurut Sugiarta (2011 :4) macam dan bentuk usaha ritel, bisa dilihat dari
beberapa sudut pandang, seperti di bawah ini.
1. Usaha Ritel yang berbasis Toko dan Tidak
68
a. Usaha
ritel
yang
berbasis
toko
memungkinkan
konsumen
mengunjungi secara langsung toko yang menjual produk yang
dibutuhkan. Artinya, ada wujud fisik tokonya.
b. Usaha ritel yang tak berbasis toko, yaitu usaha ritel yang menjual
produk tanpa adanya toko yang secara spesifik bisa dikunjungi setiap
saat oleh konsumen. Misalnya, belanja on line via internet
2. Kepemilikan Usaha Ritel (Types of Ownership)
a. Toko individu, usaha ritel yang dimiliki oleh individu yang dikelola
secara mandiri oleh si pemilik. Jenis toko ini sangat banyak termasuk
toko kelontong
b. Toko ritel jaringan, tipe usaha ritel yang dikelola oleh sebuah perusahaan
secara professional dengan begitu banyak aneka ragam produk, strategi
harga dan promosi yang menarik, serta pelayanan yang baik. Toko ritel
jaringan ini bisa mengoperasikan sampai ribuan toko.
c. Toko waralaba (Franchise Store), tipe usaha ritel yang dimiliki oleh
individu atau jaringan melalui perjanjian waralaba antara pemilik usaha
waralaba dan pembeli hak waralaba untuk satu atau beberapa toko
dengan menggunakan merek dagang dan sistem dari pemilik waralaba
dalam jangka waktu yang disepakati. Salah satu dari jenis ini adalah
Minimarket Circle K
3. Jenis Produk
Berdasarkan jenis produk yang dijual, usaha ritel dapat dibedakan menjadi
beberapa tipe, seperti di bawah ini.
69
a. Consumers Goods Retailer, yaitu retailer yang menjual kebutuhan
pokok dan sehari-hari kepada konsumen atau yang dikenal juga
dengan FMCG (Fast Moving Consumers Goods) Retailer. Retailer
ini memiliki beberapa tipe, dilihat dari sisi luas ruangan yang
digunakan dan jumlah varian barang yang dijual serta layanan yang
diberikan.
-
Hypermarket (luas area penjualan sekitar > 5.000 m2
-
Supermarket (luas area penjualan sekitar 400 s.d. 5.000 m2
-
Minimarket (luas area penjualan sekitar 100 s.d. 400 m2
-
Convinience (luas area penjualan sekitar 100 s.d. 200 m2
b. General Merchandise Retailer, jenis usaha ritel yang menyediakan
produk-produk yang bersifat umum dan kebanyakan bukan
kebutuhan pokok yang dikonsumsi sehari-hari. Salah satu yang
sangat populer adalah Departement Store yang menjual produk
pakaian/fashion, misalnya Matahari.
c. Service Retailer, ritel yang menitikberatkan penjualan produk berupa
jasa, seperti jasa penjualan tiket pesawat, jasa angkutan travel,
restoran.
Menurut Peraturan Wali Kota Denpasar dalam pasal 3 tahun 2009,
berdasarkan luas lantai penjualan toko modern adalah sebagai berikut.
1. Minimarket kurang dari 400 m2 (empat ratus meter persegi)
2. Supermarket, toko serba ada, swalayan 400 m2 (empat ratus meter persegi)
sampai dengan 5.000 m2 (lima ribu meter persegi)
3. Hypermarket di atas 5.000 m2 (lima ribu meter persegi)
70
4. Departement store dan mall di atas 400 m2 (empat ratus meter persegi)
5. Perkulakan di atas 5.000 m2 (lima ribu meter persegi).
Perkembangan bisnis retail consumer goods di Indonesia di samping
mempunyai sisi negative, yaitu mengancam pedagang kecil karena kalah bersaing
juga memiliki sisi positif bagi perekonomian, di mana konsumen mempunyai pilihan
atau alternatif tempat berbelanja sesuai dengan kebutuhannya. Di samping itu,
menjadi salah satu sektor penting dalam penyerapan tenaga kerja sehingga
mengurangi pengangguran. Sisi positif lainnya adalah perkembangan bisnis ini
memicu terjadinya perubahan regulasi, baik di tingkat nasional maupun di daerah.
Pemerintah memandang perlu mengeluarkan kebijakan untuk melindungi pasar
tradisional akibat pesatnya pertumbuhan industri retail consumer goods ini. Melalui
Peraturan Menteri Perdagangan
No. 53/M-DAG/PER/12/2008, telah diatur
penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan pasar modern
yang berisi beberapa kebijakan.
Dalam pasal 2 menyangkut pendirian pasar tradisional, pusat perbelanjaan,
dan toko modern disebutkan sebagai berikut:
(1) Lokasi untuk pendirian pasar tradiosional, pusat perbelanjaan, dan toko
modern wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
dan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, termasuk
peraturan zonasinya.
(2) Kabupaten/kota yang belum memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
tidak diperbolehkan memberikan izin lokasi untuk membangun pasar
tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern
71
Sebaliknya, yang menyangkut pembinaan dan pengawasan terdapat pada
pasal 18 Permendag No 53/M-DAG/PER/12/2008
yang berisi hal-hal
berikut.
(1) Menteri menetapkan kebijakan pembinaan dan pengawasan terhadap
pengelolaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern
(2) Menteri menugasi Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri untuk
mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan evaluasi terhadap pengelolaan
pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern dilakukan oleh
bupati/walikota atau gubernur untuk Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu
Kota Jakarta.
Adapun keberadaan
dan penyebaran toko modern di Kota Denpasar dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.9
Penyebaran Toko Modern di Kota Denpasar
No
Wilayah Kecamatan
Minimarket
Supermarket
Hypermarket
Jumlah
1.
Denpasar Selatan
121
10
2
133
2.
Denpasar Barat
64
16
-
80
3.
Denpasar Timur
38
1
-
39
4.
Denpasar Utara
48
12
-
60
271
39
2
312
Jumlah
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar, 2011
72
Di Denpasar ada
271 minimarket yang tersebar di empat kecamatan.
Minimarket yang menduduki sepuluh besar ditinjau dari jumlah outlet yang dimiliki
adalah sebagai berikut.
Tabel 4.10
Sepuluh Besar Jumlah Minimarket di Kota Denpasar
No.
Nama Minimarket
Jumlah
1.
Circle K
48
2.
Indomaret
33
3.
Alfamart
21
4.
Lotus Mart
9
5.
Alfa Midi
8
6.
Alfa Express
8
7.
Mini Mart
6
8.
Petto Mart
3
9.
Cahaya Minimarket
3
Inti Mart
2
10.
Sumber : Dinas Perijinan Kota Denpasar, 2011
Dari tabel di atas, diketahui bahwa jumlah Minimarket Circle K di
Kecamatan Denpasar
Selatan paling banyak, yaitu 48 buah yang disusul oleh
Indomaret 33 buah, dan Alfamart 21 buah. Circle K paling banyak tersebar di
Kecamatan Denpasar Selatan karena daerah ini merupakan daerah yang dari segi
tempat sangat strategis sebagai pusat pengembangan ekonomi dan pariwisata Bali.
Misalnya, ada jalur Denpasar menuju daerah Kuta sebagai sebagai daerah tujuan
wisata, Bandara Ngurah Rai sebagai bandara internasional, daerah Nusa Dua, dan
73
Kawasan Sanur. Kegiatan pariwisata adalah kegiatan yang beroperasi hampir 24
jam. Hal ini menyebabkan kebutuhan para pekerja, pelancong akan bisa terpenuhi
dengan hadirnya Circle K. Pada malam hari pedagang kecil, toko kelontong sudah
tutup. Dari demografi diketahui bahwa Kecamatan Denpasar Selatan pada tahun
2008 memiliki penduduk 180.350 jiwa. Jumlah penduduk yang besar merupakan
pangsa pasar yang sangat potensial.
Minimarket Circle K memiliki symbol, yaitu huruf K di dalam lingkaran,
seperti tampak di bawah ini.
Gambar 4.4
Simbol Minimarket Circle K
Sumber : http://www.franchise-circlek.com/site/photo-galler
Visi dan Misi Circle K
1. Visi Circle K
Untuk menjadi pemimpin pasar convenience store di Indonesia dengan
mengutamakan kepuasan pelanggan dan pengembangan jaringan yang
didukung oleh sistem dan organisasi yang tangguh.
2. Misi Cirle K
74
Menciptakan pengalaman berbelanja yang menyenangkan melalui pemilihan
barang dan kegiatan promosi yang kreatif serta menciptakan lingkungan
berbelanja yang aman dan nyaman.
Selain itu, Circle K juga secara terus-menerus menambah jaringan toko
melalui metode yang terstruktur dan menggali semua potensi yang mungkin untuk
menjamin pertumbuhan yang sehat. Secara internal Circle K menciptakan proses
kerja yang terintegrasi di antara fungsi-fungsi di dalam organisasi dan secara terusmenerus meningkatkan kemampuan (kapabilitas) sumber daya manusia.
Hal yang membedakan Circle K dengan convenience store yang lain ada tiga
aspek, yaitu sebagai berikut.
1. Lama waktu operasional. Circle K memiliki komitmen untuk memberikan
layanan selama 24 jam sehari selama 7 hari dalam seminggu.
2. Jenis barang yang tersedia Store Circle K tergolong convinience store yang
memfokuskan diri kepada penyediaan dan penjualan barang-barang makanan
dan minuman untuk dikonsumsi segera (immediate consumption) dan menjual
sedikit barang kelontong (groceries)
3. Kepuasan pelanggan. Konsep layanan Circle K adalah untuk memaksimalkan
kepuasan pelanggan dengan menekankan kepada kecepatan pelayanan,
kebersihan dan kerapian store, keramahan karyawan, dan suasana store yang
menyenangkan.
Hubungan usaha (persyaratan ) Circle K ada tiga, yaitu seperti di bawah ini.
1. Franchise: persyaratan sejumlah uang tertentu yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak.
75
2. New Share: hasil keuntungan bersih dibagi dua antara pemilik tempat usaha
dan pihak Circle K
3. Kontrak: perusahaan tetap milik Circle K karena semua modal dan biaya
dikeluarkan oleh Circle K.
Keberadaan Minimaket Circle K di Kota Denpasar adalah paling banyak dan
penyebaran wilayahnya dapat dilihat pada tabel 4.11 di bawah ini.
Tabel 4.11
Penyebaran Lokasi Minimarket Circle K di Kota Denpasar
No
1.
2.
3.
4.
Wilayah Kecamatan
Kecamatan Denpasar Selatan
Kecamatan Denpasar Barat
Kecamatan Denpasar Timur
Kecamatan Denpasar Utara
Jumlah
Jumlah
19
14
6
9
48
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar, 2011
Dari total 19 Minimarket Circle K yang tersebar di Kecamatan Denpasar
Selatan, 8 buah berada di wilayah Kelurahan/ Desa Sanur. Ini dapat dipahami karena
sasaran pemasaran Circle K selain para pekerja, mahasiswa, juga wisatawan, baik
mancanegara maupun domestik. Berdasarkan hasil pengamatan malahan ada satu
Minimarket Circle K, yaitu CK 81 yang beralamat di Jalan Pantai Sindhu, berada di
pinggir pantai di kompleks hotel, yang memiliki pangsa pasar hampir 70%
wisatawan yang sedang menikmati liburan dan yang tetap menginap di sekitar
kawasan tersebut. Sebaliknya toko kelontong sebagai pesaingnya hampir tidak ada.
Hal ini dipicu karena sewa toko tidak terjangkau oleh pedagang kecil. Lokasi yang
kedua adalah di Kelurahan Panjer dengan jumlah empat CK. Seperti diketahui
bahwa Kelurahan Panjer dikenal dengan banyaknya sekolah, perguruan tinggi, dan
76
usaha lainnya serta didukung oleh jumlah penduduknya yang cukup padat, yaitu
24.858 jiwa. Adapun lokasi Minimarket Circle K di Kecamatan Denpasar Selatan
tersebar sebagai berikut.
Tabel 4.12
Lokasi Minimarket Circle K di Kecamatan Denpasar Selatan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Lokasi Toko (SKTU)
(1)
Jl. Danau Buyan, Link.
Taman Kel. Sanur
Kompleks Pertokoan Sanur
Arcade, Jl. Danau Tamblingan
Sanur Bali (CK 58)
Jl. By Pass Ngurah Rai No.45
Sanur (Kopi Bali) (CK 108)
Jl. Danau Tamblingan No. 67
Kel. Sanur (CK 81)
Jl. Pantai Sindhu, Kel. Sanur
(CK 81)
Jl. By Pass I Gusti Ngurah Rai
Kel. Sanur (Hotel Sanur
Garden) (CK 125)
Jl. Danau Toba No. 1 Sanur
(CK 166)
Jl. Danau Poso, Kel. Sanur
Kauh (CK 61)
Jl. Tukad Pakerisan No. 77A
Kel. Panjer (CK 98)
Jl. Waturenggong No.62
(CK 133)
Jl. Tukad Yeh Aya, Panjer
(CK 131)
Jl .Waturenggong 159 (CK
104)
Jl. Raya Sesetan No.310,
Banjar Kaja, Kel. Sesetan
(CK 117)
Jl. Raya Sesetan No.161
Kel. Sesetan (CK 103)
Jl.Teuku Umar No. 106 C,
Kel. Pedungan
Jl. Diponegoro, Kel.
Pedungan (CK 117)
Jl. Gunung Sari (Pemogan)
CK 163
Jl. Pulau Bungin No.108,
Desa Pemogan
Jl. Letda Made Putra No.15,
Renon (CK 161)
Nama Toko
(2)
Danau Buyan (Franchise)
Danau Tamblingan
IUTM
(3)
Done,no.57/16/8046/DT/DP/2010
berlaku s.d 13/12/2015
-
Kopi Bali (Franchise)
-
Danau Tamblingan 85
-
Pantai Sindhu
-
Sanur Garden
-
Danau Toba
-
Danau Poso
-
Pakerisan
Done,no:57/07/7106/DT/DP/2010
Berlaku s.d 11 Oktober 2015
-
Waturenggong 62
(Franchise)
Tukad Yeh Aya
Waturenggong
-
Sesetan 310
Done,no:57/12/7358/DT/DP/2010
Berlaku s.d. 20 Oktober 2015
-
Sesetan (Franchise)
-
Teuku Umar 106
(Franchise)
Pesanggaran (Franchise)
Done,no:57/11/1879/DT/DP/2010
Berlaku s.d. 20 Oktober 2015
-
Gunung Sari
-
Pulau Bungin 108
-
Letda Made Putra
Done,no:57/16/8046/DT/DP/2010
Berlaku s.d 15 Nov 2016
Sumber : Dinas Perizinan Kota Denpasar, tahun 2010
77
Berdasarkan data
di atas diketahui bahwa selain penyebaran Circle K
terpusat di daerah Sanur. Hal ini terjadi karena Sanur sebagai daerah tujuan wisata
dan aktivitasnya
sangat padat baik siang maupun malam. Di samping itu, juga
dapat dilihat bahwa dari delapan buah Circle K yang berlokasi di Sanur baru satu
yang memiliki Izin Usaha Toko Modern (IUTM). Itu berarti bahwa hanya 12 persen,
sedangkan untuk yang berada di Denpasar Selatan Circle K yang memiliki IUTM
adalah lima buah. Itu berarti baru 26 persen. Kondisi ini sudah tentu sangat
merugikan pemerintah. Pemerintah sulit melakukan pembinaan.
“ Masalah pelanggaran berusaha dengan tidak mengantongi izin yaitu IUTM,
diakuai oleh Bapak Nyoman Puja, S.H., Kepala Bidang Penegakan Perda
Menurutnya bahwa banyak minimarket yang belum memiliki izin sudah
berusaha. Termasuk Minimarket Circle K. Langkah yang telah diambil, yaitu
dengan melakukan pembinaan supaya mengurus perlengkapan izin . Secara
represif juga dilakukan penyegelan dan pembongkaran”(wawancara, 22 Juli
2011)
4.6 Profil Konsumen Pedagang Kecil dan Minimarket Circle K
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa karakteristik konsumen
pedagang kecil dan Minimarket Circle K masing-masing mempunyai segmen. Para
konsumen pedagang kecil kebanyakan terdiri atas ibu-ibu atau masyarakat umum
yang berada pada golongan masyarakat bawah dan sebagian kecil berada pada
tingkat menengah yang tidak terlalu terikat pada merek
Sebaliknya,
barang
akan dibeli.
konsumen minimarket adalah para pekerja, siswa, mahasiswa, dan
orang kantoran sehingga digolongkan masyarakat menengah dan sebagian golongan
atas. Konsumen ini dalam melakukan pembelian berorientasi pada merek barang.
Kondisi ini bisa dipahami karena minimarket menjual barang-barang yang langsung
bisa dipakai.
78
Gambar 4. 5
Profil Konsumen Minimarket Circle K
Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2012
Penyebaran lokasi tempat usaha minimarket berada di jalan-jalan umum dan
pusat keramaian. Keberadaan Minimarket Circle K di daerah objek wisata Desa
Sanur memiliki segmentasi para pelancong, baik domestik maupun internasional.
Konsep bisnis 24 jam, Circle K sudah mengawali dan menjadi pelopor bisnis
convenience store di Indonesia. Brand Circle K begitu kuat menancap di benak
konsumen berkat kualitas pelayanannya. Berbelanja pada malam hari terus
mengalami peningkatan seiring dengan aktivitas ekonomi di Denpasar Selatan yang
merupakan jalur padat menuju Kuta, Nusa Dua, Sanur, Bandara Ngurah Rai.
Seperti yang diungkapkan oleh Agus Darmadi, seperti berikut.
“Adanya minimarket circle k yang berlokasi di berbagai tempat yang
strategis memudahkan untuk dapat berbelanja, khususnya di malam hari,
karyawannya dalam memberikan pelayanan sangat baik. Adanya berbagai
fasilitas dapat mengurangi kejenuhan sehingga merasa lebih nyaman “
(wawancara 12 Agustus 2012).
79
Ungkapan di atas didukung oleh beberapa konsumen sebagai responden yang
diuraikannya sebagai berikut.
Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap 30 orang konsumen Circle K tentang
pelayanan dengan pertanyaan Apakah karyawan Circle K cepat dan tanggap dalam
melayani konsumen diperoleh jawaban; 22 orang menjawab sangat puas (66%), 8
orang menjawab puas (34%) sedangkan alternatif jawaban cukup puas, kurang puas,
dan tidak puas adalah 0.
Kepemilikan pedagang kecil biasanya dilakukan secara perseorangan dan
dioperasikan oleh pemiliknya. Orang ini bertanggung jawab atas keseluruhan harta
kekayaan perusahaan
dan mempunyai hak atas keseluruhan keuntungan
hasil
usaha. Namun, dia juga memiliki kewajiban yang tidak terbatas terhadap utang
yang ditanggung oleh perusahaan apabila mengalami kerugian. Hal ini terjadi karena
seluruh harta kekayaan pribadinya berada dalam status jaminan bagi usaha yang
akan dijalankan.
Secara individu perusahaan perseorangan memulai suatu usaha hanya untuk
kebutuhan mereka sendiri, baik dalam mengatasi kondisi ekonomi (keperluan
kebutuhan
rumah
tangga)
maupun
membantu
dalam
mengatasi
masalah
pengangguran. Mereka kemudian diminta secara resmi untuk mendaftarkan diri pada
lembaga resmi (Departemen Prindustrian dan Perdagangan) untuk memeroleh
pembinaan.
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20, Tahun 2008, yaitu pasal 3
dinyatakan
usaha mikro, kecil, dan menengah bertujuan menumbuhkan dan
mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional
berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
80
Prinsip
pemberdayaan usaha mikro,kecil, dan menengah adalah sebagai
berikut.
a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan usaha mikro
kecil, dan menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri
b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan
c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai
denganb konpetensi usaha mikro, kecil, menengah
d. Peningkatan daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah
e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu
(Pasal 4, UU RI Nomor 20, Tahun 2008).
Dari isi pasal 4 mengenai pemberdayaan ini diketahui bahwa sebenarnya
pemerintah wajib mengembangkan usaha mikro yang di dalamnya termasuk
pedagang kecil, toko kelontong, dan warung kelontong yang biasanya diusahakan
oleh masyarakat setempat. Konsumen pedagang kecil kebanyakan adalah
masyarakat sekitar dengan menyediakan barang-barang konsumsi dan kebutuhan
lainnya. Pola pembelian biasanya dengan adanya tawar-menawar dengan
pembayaran tunai dan kredit. Pada pedagang kecil masih dijumpai adanya
pembelian kredit dengan membayar pada saat gajian atau mempunyai uang. Cara
kredit ini tidak dijumpai pada pembelian di Minimarket Circle K.
Profil konsumen pedagang kecil yang kebanyakan para ibu rumah tangga
tampak pada gambar di bawah ini
81
Gambar 4.6
Profil Konsumen Pedagang Kecil (Toko Kelontong)
Sumber : Adnyana, Agustus 2011
Tampak dalam gambar bahwa profil konsumen pedagang kecil/kelontong
adalah seorang ibu rumah tangga yang sedang memilih
Penempatan barang
barang untuk dibeli.
bercampur antara makanan dan di sebelahnya ada sabun dan
obat nyamuk. Pengaturan barang tidak sesuai dengan fungsinya atau barang-barang
bergantungan yang menghalangi konsumen untuk melihat barang lain secara jelas.
82
BAB V
BENTUK MARGINALISASI PEDAGANG KECIL
1.1 Marginalisasi Ekonomi
Industri ritel merupakan industri yang strategis dalam kontribusinya terhadap
perekonomian Indonesia. Digolongkan sebagai industri karena peritel mampu
meningkatkan nilai produk dan jasa. Ritel menunjukkan upaya untuk memecah
barang atau produk yang dihasilkan atau didistribusikan oleh produsen dalam
jumlah besar dan massal agar dapat dikonsumsi oleh konsumen akhir dalam jumlah
kecil sesuai dengan kebutuhannya.
Dalam konteks global, potensi pasar ritel Indonesia tergolong cukup besar.
Industri ritel memiliki kontribusi terbesar kedua terhadap pembentukan Gross
Domestic Product (GDP) setelah industri pengolahan. Selain itu, dilihat dari sisi
pengeluaran, GDP yang ditopang oleh pola konsumsi juga memiliki hubungan erat
dengan industri ritel. Hal inilah yang diyakini menjadi daya dorong pemulihan
pertumbuhan ekonomi Indonesia pascakrisis tahun 1998. Selain itu, industri ritel
pun memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia khususnya
masyarakat Indonesia. Industri ritel menempatkan diri sebagai industri kedua
tertinggi dalam penyerapan tenaga kerja Indonesia setelah industri pertanian. Hal
ini mengindikasikan bahwa banyak orang menggantungkan hidupnya pada industri
ritel.
Kemudian sejak tahun 1998, peta industri ritel mengalami perubahan besar
terutama setelah pemerintah melakukan liberalisasi. Liberalisasi ditandai dengan
ditandatanganinya letter of intent dengan IMF yang memberikan peluang investasi
83
kepada pihak asing untuk masuk dalam industri ritel. Sejak saat itu pula, peritelperitel asing mulai berdatangan dan meramaikan industri ritel Indonesia. Peritel
asing sangat aktif untuk melakukan investasi terutama dalam skala besar seperti
hypermarket, minimarket, dan department store. Beberapa contoh adalah
Continent, Carrefour, Hero, Circle K, Alfamart, Walmart, Yaohan, Lotus, Mark &
Spencer, Sogo, Makro, Seven Eleven, dll.
Berdasarkan data lembaga riset di bidang ekonomi AC Nielsen (2008),
diketahui bahwa pertumbuhan ritel modern setiap tahun mencatat kisaran angka
10% hingga 30%. Hal ini ditunjukkan dengan ekspansi ritel modern sangat agresif
hingga masuk ke wilayah permukiman rakyat. Ritel tradisional, baik yang berada
di wilayah pedesaan maupun permukiman rakyat pun terkena imbas dengan
berhadapan langsung dengan ritel modern tersebut. Persaingan di antara keduanya
pun tidak terhindari. Tidak hanya itu, karena minimnya aturan zonasi dari
pembangunan ritel modern tersebut, maka ritel-ritel tradisional yang berada di
kota-kota besar pun terkena imbasnya. Persaingan head to head akibat
menjamurnya ritel modern membawa dampak buruk terhadap keberadaan ritel
tradisional. Salah satu dampak nyata dari kehadiran ritel modern di tengah-tengah
ritel tradisional adalah berkurangnya pedagang kecil serta menurunnya omzet dari
pedagang kecil tersebut.
Faktor-faktor pemicu pertumbuhan ritel modern, baik dari segi perputaran
uang, jumlah gerai, jumlah pemain maupun variasi format gerai
berbagai fakto. Faktor-faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut.
dipicu oleh
84
1. Pertumbuhan ekonomi, ditandai dengan meningkatnya pendapatan per
kapita penduduk, arus investasi, baik
asing maupun domestik,
pertumbuhan lapangan pekerjaan, perputaran uang, dan lain-lain.
2. Besar populasi dan pertumbuhan jumlah penduduk, dengan jumlah
populasi lebih dari 230 juta orang, Indonesia jelas merupakan pasar yang
sangat menjanjikan. Perttumbuhan jumlah penduduk per tahun pun masih
relatif besar (> 2%).
3. Perilaku belanja konsumen, adanya kecenderungan masyarakat pindah
berbelanja dari ritel yang bersifat tradisional ke ritel modern
4. Kebijakan pemerintah, pemerintah memberikan kemudahan terhadap
investasi asing ataupun lokal, termasuk industri ritel, bahkan peritel
modern terkesan sangat leluasa untuk mengembangkan bisnis mereka
sehingga sering kali mengundang protes dari peritel tradisional.
5. Tren industri, ritel modern trade merupakan suatu industry yang
pertumbuhannya dipengaruhi dan memengaruhi industri terkait dengan
yang lainnya. Misalnya, dengan industri properti, industri makanan dan
minuman, dan lain-lain.
6. Tekonologi,
berkembangnya
teknologi
informasi
dan
komputer
memberikan andil terhadap pertumbuhan ritel modern.
7. Persaingan usaha, persaingan akan semakin tajam antara ritel tradisional
dan ritel modern.
8. Masuknya para peritel asing dapat turut memicu pertumbuhan peritel
modern (Sujana, 2012: 31).
85
Gencarnya pertumbuhan ritel modern yang dibangun dengan kurang
memerhatikan aturan kebijakan pemerintah seperti membangun di dekat pasar
tradisional atau jarak antara gerai ritel modern terlalu dekat (kurang dari 1 km).
Kondisi ini berdampak terhadap persaingan yang pada akhirnya dimenangkan oleh
pemilik modal dengan pengelolaan yang professional, seperti lokasi keberadaan
minimarket cirle k yang berada di desa Sesetan yang letaknya berdekatan dengan
pasar tradisional.
Gambar 5.1
Minimarket Circle K
Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2011
Keberadaan ritel modern menyebabkan pendapatan serta keuntungan yang
diperoleh peritel tradisional menurun. Kenyamanan berbelanja yang ditawarkan
ritel modern membuat konsumen lebih cendrung memilih
berbelanja di ritel
modern. Ritel tradisional dari waktu ke waktu tidak menunjukkan pertumbuhan
86
yang positif, bahkan ditemukan
pertumbuhan ritel tradisional terus menurun
dengan persentase 8% per tahun, sedangkan pertumbuhan ritel modern kian
meningkat, yaitu 31,4% per tahun.
Permasalahan pun
semakin bertambah seiring dengan perubahan pola
masyarakat, yang mulai lebih suka berbelanja kepada industri ritel modern
daripada ritel tradisional. Hal tersebut berdampak besar terhadap penjualan ritel
tradisional. Berbagai upaya dilakukan oleh mereka seperti meminta perlindungan
kepada pemerintah agar ritel modern tidak memakan konsumen mereka. Bahkan,
tidak jarang di beberapa daerah dapat ditemukan ritel modern
bahkan
bersebelahan dengan ritel tradisional. Di sisi lain, perlindungan ini juga penting
dilakukan mengingat sebagian besar pedagang dalam industri ritel merupakan
pedagang kecil atau UKM yang perlu diberdayakan untuk mengurangi
pengangguran.
Pada tahun 2007 pemerintah mengeluarkan Perpres No. 112, Tahun 2007
yang mengatur ritel tradisional dan ritel modern khususnya yang terkait dengan
zoning yang membatasi pembangunan pasar modern dan mereduksi dampaknya
terhadap pasar tradisional. Di samping itu, dibahas pula mengenai jam buka,
perizinan, sampai dengan masalah trading term (syarat perdagangan), yaitu syaratsyarat dalam perjanjian kerja sama antara pemasok dan toko modern/pengelola
jaringan minimarket yang berhubungan dengan pemasokan produk-produk yang
diperdagangkan.
Permasalahan yang terjadi adalah sejauh mana aturan tersebut efektif
diterapkan dan berdampak bagi pelaku usaha ritel. Tidak hanya itu, kemudian pada
akhir tahun 2008 pemerintah mengeluarkan aturan pendukung dari Perpres,
87
112/2007, yaitu Permendag No. 53, Tahun 2008. Dalam aturan ini lebih terperinci
lagi diatur mengenai masalah zoning serta trading term (syarat-syarat
perdagangan) Namun, kemudian menjadi tidak ada artinya jika aturan-aturan
tersebut
tidak diikuti dengan aturan-aturan pelaksana di daerah. Sebagaimana
tercantum dalam Perpres 112/2007 bahwa pemerintah daerah memiliki peranan
yang sangat penting dalam perkembangan industri ritel di daerahnya. Pemda
memiliki wewenang terkait dengan masalah perizinan, zonasi, dan jam buka toko.
Selain itu, beberapa waktu terakhir juga muncul isu mengenai rencana pemerintah
untuk
merumuskan
undang-undang
perdagangan
sebagai
ujung
tombak
pelaksanaan kegiatan perdagangan di Indonesia termasuk industri ritel di
dalamnya.
1) Peraturan Presiden Nomor 112, Tahun 2007
Peraturan Presiden No. 112, Tahun 2007 dikeluarkan secara resmi. Beberapa
isu utama yang mendorong dikeluarkannya peraturan perpasaran tersebut adalah
sebagai berikut.
1.Ritel Tradisional vs Hipermarket
Jarak antara ritel tradisional dan hipermarket yang saling berdekatan menjadi
persoalan tersendiri. Meskipun hasil penelitian KPPU (Komisi Pengawas
Persaingan Usaha) memperlihatkan bahwa terdapat segmen pasar yang
berbeda antara keduanya, lokasinya yang sangat berdekatan dengan ritel
kecil/tradisional dapat menjadi permasalahan tersendiri. Di beberapa daerah
tidak jarang ditemukan ritel modern,
tradisional.
2. Ritel Tradisional vs Minimarket
bahkan bersebelahan dengan ritel
88
Tumbuh pesatnya minimarket (yang dimiliki oleh pengelola jaringan) ke
wilayah permukiman berdampak buruk bagi ritel tradisional yang telah ada
di wilayah tersebut. Keberadaan minimarket menggeser toko-toko tradisional
dan toko kecil lainnya yang termasuk dalam jenis UKM yang berada di
wilayah permukiman.
3. Pemberdayaan ritel tradisional
Ritel tradisional secara fisik sangat tertinggal. Inilah salah satu alasan mengapa
konsumen lebih memilih untuk berpindah ke ritel modern. Kondisi ritel tradisional
harus dibenahi dari segi kenyamanan, keamanan, dan kebersihan agar tidak kalah
saing dengan ritel modern. Upaya pemerintah untuk membenahi ritel tradisional
sangat diperlukan mengingat sampai saat ini pengelola ritel tradisional sebagian
besar dipegang oleh pemda setempat. Dengan berbagai permasalahan yang ada
sebelumnya diharapkan dapat mulai menemukan titik cerah setelah Perpres No. 112,
Tahun 2007 ini dikeluarkan. Adapun arah kebijakan Perpres No. 112, Tahun 2007,
yaitu seperti berikut
a. Pemberdayaan ritel tradisional agar dapat tumbuh dan berkembang serasi,
saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan
b. Memberikan pedoman bagi penyelenggaraan ritel tradisional, pusat
perbelanjaan, dan
toko modern
c. Memberikan pedoman yang saling menguntungkan dalam hubungan antara
pemasok barang dengan toko modern dalam hal-hal berikut.
(a) Pengembangan kemitraan dengan usaha kecil sehingga tercipta tertib
persaingan,
89
(b) Keseimbangan kepentingan produsen, pemasok, toko modern, dan
konsumen.
Secara prinsip bahwa Peraturan Presiden Nomor 112, Tahun 2007 berisi
tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan
Toko Modern. Pertimbangan mendasar terbitnya peraturan ini adalah sebagai
berikut.
1. Pemberdayaan pasar atau ritel tradisional agar dapat tumbuh dan
berkembang serasi, saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling
menguntungkan dengan pasar atau ritel modern, baik skala kecil, menengah,
maupun besar yang telah, sedang, dan semakin berkembang.
2. Penataan hubungan industrial dan perdagangan dari hulu ke hilir yang
memenuhi norma-norma keadilan, saling menguntungkan dan tanpa
tekanan, khususnya antara pemasok dan toko modern. Selain itu, juga
pengembangan kemitraan dengan usaha kecil sehingga mendorong
terciptanya tertib persaingan dan keseimbangan kepentingan produsen,
pemasok, toko modern, dan konsumen (Sujana, 2012 : 48).
2) Keberadaan Perlakuan Hipermarket, Pusat Perbelanjaan, Supermarket
dan Department Store terkait dengan Sistem Jaringan Jalan
Dalam Perpres 112/2007, dinyatakan bahwa lokasi ritel modern diatur agar
tidak berbenturan dengan ritel tradisional. Namun, aturan tersebut masih belum
nyata karena aturan yang lebih detail mengenai lokasi tersebut
diatur oleh
pemerintah daerah. Adapun ritel modern yang diatur keberadaan lokasinya dalam
perpres ini adalah sebagai berikut.
90
1) Pertokoan hanya boleh berlokasi pada atau akses sistem jaringan
jalan arteri atau kolektor primer atau arteri sekunder. Toko adalah
bangunan gedung dengan fungsi usaha yang digunakan untuk
menjual barang yang terdiri atas hanya satu penjual. Sebaliknya,
toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual
berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket,
supermarket, departement store, hypermarket ataupun grosir yang
berbentuk perkulakan.
2) Hipermarket dan pusat perbelanjaan
Hanya boleh berlokasi pada akses sistem jaringan jalan arteri atau
kolektor,
tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal atau
lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan. Hypermarket
adalah sebuah kombinasi antara toko yang menjual produk umum dan
supermarket dengan total item
sekitar 25.000 -- 50.000-an yang
berada di area sekitar 5.000 -- 12.000 m2 (gross area). Barang yang
dijual lebih banyak dengan harga yang lebih rendah. Pada umumnya
barang yang dijual adalah produk makanan, produk elektronika,
kebutuhan rumah tangga termasuk produk kesehatan dan kecantikan.
3) Supermarket dan Department Store
Tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan, tidak
boleh berada pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di
dalam kota/perkotaan . Departemen store merupakan jenis ritel yang
menjual produk yang luas dan berbagai macam dengan menggunakan
beberapa staf, seperti layanan pelanggan (customer service).
91
Pembelian biasanya dilakukan pada setiap bagian pada satu area.
Setiap bagian diperlakukan sebagai pusat pembelian terpisah dengan
segala aktivitas promosi, pelayanan, dan pengawasan.
4) Minimarket boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan,
termasuk sistem jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan
lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan. Minimarket adalah
gerai dengan luas sekitar 100 -- 200 m2 yang umumnya berlokasi di
kawasan yang padat atau jalan raya. Jumlah item yang dijual kurang
dari 5.000 item dan memiliki maksimal dua orang kasir. Umumnya
tipe ini menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari dalam jenis dan
jumlah terbatas.
Hal yang disayangkan dalam Perpres ini adalah aturan keberadaan minimarket
yang tetap diperbolehkan berada dalam wilayah permukiman. Di samping itu, juga
diperkuat dengan ketentuan jam buka yang hanya diberlakukan bagi hypermarket,
department store, dan supermarket, tidak pada minimarket. Berdasarkan hal itu
dikhawatirkan keberadaan toko tradisional di permukiman makin terpuruk.
Perluasan usaha Minimarket Circle K menggunakan sistem waralaba. Salah satu
cara dalam pengembangan unit usaha baru dengan bekerja sama dengan pihak lain
yang memiliki modal secara ekonomi. Sehubungan dengan itu, perusahaan dapat
dikembangkan sesuai dengan standardisasi perusahaan yang diwaralabakan, baik
dalam lingkup satu negara maupun internasional. Bisnis waralaba di bidang ritel
khususnya Minimarket Circle K berkembang sangat pesat di Denpasar Selatan. Ini
dapat dilihat dari jumlah gerainya yang paling banyak, yaitu 19 buah. Bahkan
untuk di Kota Denpasar berjumlah 48 buah. Konsep waralaba tidak semata hanya
92
Circle K, tetapi masih ada ritel-ritel yang lain sepert group Alfa dan Indomaret.
Pengelolaan usaha Circle K di Denpasar sebagian besar dengan konsep waralaba.
Akan ada juga yang bagi hasil serta dengan sistem kontrak yang dilakukan oleh
pusat Circle K.
Kriteria waralaba sesuai dengan pasal 3 Peraturan Pemerintah No.42, Tahun
2007 tentang Waralaba, Dalam pasal itu disebutkan bahwa pegembangan usaha
dengan konsep waralaba harus memenuhi enam kriteria, seperti dijelaskan berikut.
1.
Memiliki ciri khas usaha. Artinya, suatu usaha yang memiliki
keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan
dengan usaha lain sejenis dan membuat konsumen selalu mencari ciri
khas dimaksud. Misalnya, sistem manajemen, cara penjualan dan
pelayanan, penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik
khusus dari pemberi waralaba. Dalam penelitian ini Circle K memiliki
ciri khas sendiri. Hal ini dapat dilihat dari branding (logo), lay out,
tampilan outlet, desain interior, dan jenis barang yang dijual.
Penyebaran minimarket circle k, tidak hanya terbatas pada lingkungan
jalan besar, tetapi sudah masuk ke berbagai lingkungan bisnis. Tampak
minimarket circle k yang berada di pantai Sindu, desa Sanur yang
lokasinya tepat berada di pinggir jalan setapak. Strategi yang dilakukan
adalah berusaha mendekati konsumen, baik para pelancong domestik
maupun mancanegara. Seperti tampak pada gambar di bawah ini
93
Gambar 5. 2
Minimarket Circle K Pantai Sindu Sanur
Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2011
2.
Terbukti sudah memberikan keuntungan. Artinya, adalah menunjuk
pada pengalaman pemberi waralaba yang telah dimiliki kurang lebih
lima tahun. Selain itu, telah mempunyai kiat-kiat bisnis untuk mengatasi
masalah-masalah dalam perjalanan usahanya. Hal ini terbukti dengan
masih
bertahan
dan
berkembangnya
usaha
tersebut
dengan
menguntungkan. Dalam penelitian ini Circle K masuk ke Indonesia
mulai tahun 1986 di Jalan Panglima Polim Raya oleh Yayasan Trisakti,
Kemudia diambil alih oleh PT CIRCLEKA INDONESIA WASERBA
pada tahun 1989. Itu berarti bahwa telah berkembang dalam kurun
waktu yang lama ( sekitar 25 tahunan). Dari hasil wawancara dengan
pengelola Circle K diketahui bahwa jumlah penjualan per hari rata-rata
bergerak dari 6 juta sampai dengan 12 juta rupiah.
94
3.
Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/jasa yang ditawarkan
yang dibuat secara tertulis. Hal ini dimaksudkan agar penerima
waralaba/terwaralaba dapat melaksanakan usahanya dengan jelas dan
sistematis. Dalam hal ini standar pelaksanaannya dapat berupa Standard
Operating Prosudure (SOP) yang dimiliki usaha waralaba.
4.
Mudah diajarkan dan diaplikasikan. Artinya, usaha waralaba tersebut
mudah
dilaksankan sehingga terwaralaba/ penerima waralaba yang
belum memiliki pengalaman atau pengetahuan dalam usaha tersebut
dapat melakukannya dengan baik sesuai dengan SOP, bimbingan, dan
pendampingan pewaralaba. Terwaralaba Circle K telah dibimbing mulai
dari riset lokasi penentuan tempat usaha, perekrutan karyawan termasuk
pelatihannya, dan standar pengelolaannya.
5.
Adanya dukungan yang berkesinambungan. Artinya, adanya dukungan
dari pewaralaba kepada terwaralaba secara terus-menerus, seperti
pelatihan, bimbingan operasional, promosi, manajemen, dan lainnya.
Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki pewaralaba dalam
mengelola usahanya, kemudian ditularkan kepada terwaralaba untuk
diimplementasikan dalam usaha waralaba. Hal tersebut merupakan
wujud bantuan dan dukungan dalam menjalankan usaha. Dalam
penelitian ini Kantor Pusat Circle K secara terus- menerus memberikan
dukungan.
6.
Hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar. Artinya, usaha yang
diwaralabakan harus didaftarkan berkaitan dengan usahanya, seperti
merek, hak cipta, paten, dan rahasia dagang.
95
Dari sisi permodalan untuk pendirian sebuah Minimarket Circle K diperlukan
dana berkisar dari 400 juta sampai dengan 1 miliar rupiah bergantung dari luasnya
toko.
1.2 Marginalisasi Jaringan Bisnis
Keberadaan pedagang kecil dalam menjalankan operasionalnya tidak
mempunyai jaringan yang khusus karena pemasok barang biasanya menawarkan
sendiri barangnya ke pedagang. Seandainya dicapai kata sepakat, maka barangnya
dibeli. Kondisi ini bukanlah merupakan jaringan yang akan memasok setiap
kebutuhan barang yang dijual secara kontinu karena tidak ada perjanjian secara
tertulis. Ketepatan waktu kunjung dan ketersediaan barang tidak terjamin.
Minimarket Circle K mempunyai jaringan yang sangat kuat untuk menyuplai
barang-barang secara tepat dan cepat. Jaringan toko melalui metode yang terstruktur
dan menggali semua potensi yang mungkin untuk menjamin pertumbuhan yang
sehat. Menciptakan proses kerja yang terintegrasi di antara fungsi-fungsi dalam
organisasi dan secara terus-menerus meningkatkan kapabilitas sumber daya manusia
secara teratur.
Untuk menjaga ketersediaan barang maka pihak Minimarket mengadakan
kerja sama dengan supplier yang akan memasok produk-produknya. Ada barangbarang dikirim ke toko pusat yang selanjutnya baru didistribusikan ke setiap
minimarket, tetapi ada juga langsung dibawa ke minimarket yang bersangkutan.
Pemasok (supplie ) adalah merupakan salah satu bagian penting dalam mata
rantai binis ritel. Keberadaannya sangat diperlukan dalam menunjang kelancaran
usaha toko modern.
Minimarket akan lebih banyak dapat menghemat waktu
96
dibandingkan dengan mencari, membeli, dan mengangkutnya sendiri. Dengan
mempergunakan. Supplier datang sendiri menawarkan barangnya dengan harga
yang relatif kompetitif.
Hubungan ritel modern dengan supplier adalah hubungan kerja sama bisnis
yang saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Minimarket membutuhkan
barang yang cepat dengan harga yang bersaing, sedangkan supplier ingin agar
barang dagangannya dibeli. Minimarket sebagai ritel modern yang berjaringan
memiliki bagian pembelian secara terpusat yang selanjutnya didistribusikan ke
setiap toko. Namun, ada pula barang-barang yang dipasok supplier hanya didaftarkan di kantor pusat menyangkut item produk dan kode supplier-nya.
Sebaliknya untuk toko kelontong penawaran produk bisa dilakukan secara langsung
kepada pemilik ritel atau petugas toko.
Manajemen jaringan persediaan adalah suatu proses penyatuan bisnis dari
pemakai akhir melalui para penyalur asli yang menyediakan produk, jasa, dan
informasi untuk menambah nilai pelanggan. Ritel merupakan mata jaringan yang
paling utama dalam jaringan persediaan karena ritel
akan berinteraksi secara
langsung dengan konsumen akhir ( Utami. 2010 : 164).
Pedagang ritel bertanggung jawab menganalisis keinginan dan kebutuhan
pelanggan
sehingga apa yang menjadi kebutuhan akan tersedia pada saat di
inginkannya. Sehubungan dengan itu, harus terbentuk suatu jaringan persediaan
yang efisien. Hal itu penting karena minimal memiliki dua manfaat bagi pelanggan,
yaitu (1) untuk memenuhi kepentingan dalam pemenuhan persediaan barang yang
mempunyai sifat cepat habis dan (2) memenuhi kebutuhan pelanggan terhadap
pemilihan barang dagangan sesuai dengan apa yang dinginkan pelanggan serta di
97
mana menginginkannya. Manfaat ini dirasakan pula pada penjualan yang lebih
besar dan perputaran persediaan yang lebih tinggi.
Jaringan bisnis antara pedagang kelontong dan penyalur biasanya langsung
dengan sebuah kesepakatan antara kedua belah pihak. Toko kelontong
yang
kebanyakan milik keluarga atau biasa disebut dengan ritel tradisional sering berada
pada posisi kekuasaan para pemasok yang lebih besar daripada mereka.
Karena ketidakmampuan pedagang kecil sering tidak melakukan analisis
keinginan dan kebutuhan pelanggan, tetapi biasanya menjual barang sesuai dengan
pertimbangan kebiasaan, intuisi. Pada suatu saat hal ini bisa berdampak persediaan
barang yang dibutuhkan tidak ada atau sebaliknya ada barang yang kedaluwarsa
sehingga merugikan pedagang itu sendiri. Di samping itu, di pihak lain juga
merugikan konsumen sehingga bisa menimbulkan kekurangpercayaan konsumen
terhadap barang-barang yang dijual.
Pada Minimarket Circle K yang melakukan pengelolaan/ menjual dan
mengoperasionalkan adalah pihak manajemen Circle K. Hal ini sesuai dengan jenis
usaha yang berbentuk waralaba. Dengan demikian menjadi tanggung jawab
pemegang merek untuk mengoperasionalkan, mulai dari penentuan tempat usaha,
pengelolaan, promosi, dan pengembangan pegawai.
Pendirian minimarket, baik yang berdiri sendiri maupun yang terintegrasi
dengan pusat perbelanjaan atau bangunan lain wajib memerhatikan:
a. kepadatan penduduk;
b. perkembangan pemukiman baru;
c. aksebilitas wilayah (arus lalu lintas);
d. dukungan ketersediaan infrastruktur; dan
98
e. keberadaan pasar tradisional dan warung/toko di wilayah sekitar yang
lebih kecil dari minimarket tersebut (Ps. 5 Perwali No.9, Tahun 2009).
Menurut Sujana
(2012 :61), pemilihan dan penilaian lokasi minimarket
harus memerhatikan beberapa faktor, yaitu sebagai berikut.
1. Lokasi
Keputusan lokasi amat penting karena berkaitan dengan potensi
penjualan dan keuntungan, daya saing, dan kesinambungan usaha.
Kesalahan dalam keputusan penentuan lokasi bisa berakibat sangat fatal.
Bisa berarti kegagalan investasi karena tingkat penjualan di bawah garis
yang telah ditentukan sehingga keuntungan kotor tidak mampu menutup
biaya operasional.
2. Pasar Sasaran
Pasar
sasaran
adalah
kelompok
konsumen
pada
suatu
wilayah/kawasan/lokasi tertentu yang disasar peritel untuk dilayani dan
disediakan kebutuhannya. Untuk mengetahui potensi pasar sasaran
dilihat dari karakteristik populasi, permukiman, perilaku belanja, dan
karakteristik lingkungannya. Pendekatan pertama adalah potensi pasar.
Pendekatan ini biasanya digunakan dalam memasuki suatu wilayah atau
kawasan baru. Pendekatan kedua yaitu pendekatan kebutuhan operasi
ritel adalah mempertimbangkan faktor-faktor operasional seperti faktor
distribusi, kompetisi, promosi, dan pemasaran serta aspek legal.
3. Nilai penting aspek lahan ritel
Lahan ritel adalah tempat aktual dari lokasi niaga yang digunakan untuk
menggarap pasar sasaran. Kriteria penilaian lahan ritel, ini antara lain (a)
99
ketersediaannya, merujuk pada ada atau tidaknya tempat yang dapat
digunakan; (b) kecocokan, merujuk pada kesesuaian karakteristik
bangunan/ruang
dengan
usaha
yang
akan
dijalankan;
(c)
keterjangkauan, adalah menyangkut kesesuaian nilai kompensasi
penggunaan bangunan/ruang, serta (d) keberlangsungan, berkenaan
dengan peluang eksistensi atau penggunaan bangunan/ruang dalam
jangka waktu yang lama”.
4. Konsep caverage area
Area
di
mana
suatu
toko
ritel
secara
individual
dapat
menjangkau/melayani konsumennya. Untuk ukuran toko minimarket
coverage area ini mencakup wilayah pada radius sejauh satu hingga dua
km dengan toko minimarket yang bersangkutan sebagai titik pusat.
Coverage area ini sangat penting keberadaannya bagi aktivitas iklan dan
promosi toko.
5. Evaluasi lokasi niaga ritel (minimarket)
Evaluasi atau penilaian lokasi merupakan bagian dari kegiatan studi
kelayakan usaha. Kegiatan penilaian lokasi ini digunakan untuk
mengukur nilai strategis dan kelayakan lokasi terkait dengan tempat
usaha ritel modern/minimarket. Hal-hal yang prinsip menjadi penilaian
lokasi minimarket, antara lain demografi, lalu lintas, dan aksebilitas,
persaingan, karakteristik lahan ritel, karakteristik lokasi, dan lingkungan,
faktor-faktor biaya.
100
Gambar 5.3
Penataan dan Jenis Barang pada Minimarket Circle K
Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2012
Khusus Circle K, awalnya pemilihan lokasi selalu menyasar tipe lokasi yang
termasuk dalam kriteria bisnis distrik, night life area, tourism area (kawasan
wisata). Akan tetapi, dalam perkembangannya memasuki pasar permukiman atau
resident area (Sugiarta, 2011 : 26). Circle K sangat terkenal dengan menawarkan
produk-produk bermerek dan berkualitas dengan pelayanan yang cepat dan ramah
ditambah dengan store yang bersih dan suasana yang menyenangkan. Circle K
menciptakan pengalaman berbelanja yang sangat berbeda dengan konsep untuk
diadaptasi di market lokal.
Pelanggan merupakan salah satu kunci untuk kesuksesan Circle K di
Denpasar Selatan. Menurut Direktur Operasi Circle K Indonesia, Gusti Lanang
Ngurah Bisama didampingi Legal Manajer Circle K Bali, Kadek Nuartama, kepada
sejumlah media di Denpasar, pemilik Circel K di Denpasar dan kabupaten lainnya
di Bali mayoritas adalah warga lokal. Angkanya tidak kurang dari 80 persen, baik
lewat waralaba maupun kerja sama. Ia mencontohkan bahwa saat ini di Denpasar
101
terdapat 48 unit toko. Circle K hanya memiliki 20 persen, sedangkan sisanya 39
unit milik warga lokal.
1.3 Marginalisasi Teknologi
Marginalisasi di bidang tekonologi dapat diartikan bahwa pedagang kecil
dalam mengelola usahanya masih jauh tertinggal dari minimarket. Berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara dengan 20 orang pedagang diperoleh bahwa 70 %
penggunaan teknologi hanya menggunakan mesin hitung/kalkulator. Pengaturan
tata letak barang dagangan masih konvensional, artinya barang diletakkan begitu
saja dengan tidak mengadakan pembagian tempat yang jelas sehingga konsumen
sering mengalami hambatan pada saat memilih barang. Penerangan yang kurang
serta bau apek dan panas merupakan pemandangan yang lazim kalau berbelanja di
toko-toko kelontong. Pada Minimarket Circle K tata letak dan pencahayaan sangat
serius diperhatikan. Peralatan teknologi yang sudah digunakan atau terakses adalah
sebagai berikut.
a. Air Conditioning : sehingga memberikan kenyamanan pada saat berbelanja.
Dengan perasaan nyaman maka konsumen betah berada di dalam toko. Ini akan
memberikan kesempatan untuk memilih produk-produk untuk dibeli.
b. Internet: Wi-Fi bagi konsumen yang senang tinggal berlama-lama diberikan
menggunakan internet secara gratis. Dari hasil wawancara yang dilakukan
kepada konsumen diketahui bahwa faktor ini merupakan salah satu alasan yang
kuat mengapa mereka berbelanja di Circle K.
c. Kartu Kredit Visa dan Master Card, Kartu Debet, Flash dari BRI
mempermudah konsumen untuk bertransaksi, karena tidak perlu lagi membawa
102
uang kontan tetapi cukup menggesek urusan selesai. Visa dan Master Card di
Indonesia sangat luas digunakan. Ini tidak lepas dari komitmen setiap pihak
yang menangani pemasaran, yaitu dengan mengimplementasikan programprogram marketing pada bank-bank penerbit kartu kredit. Di samping itu,
investasi yang ditanamkan dalam bidang teknologi informasi cukup besar
sehingga sangat membantu peningkatan pelayanan dan kemudahan bagi para
pemegang kartu.
d. Peralatan komputer untuk kasir dan peralatan pendukung lainnya, seperti kertas
struk, pita printer, bak pengesat uang, stempel lunas, money detector digunakan
untuk mendeteksi uang palsu. Selain itu juga tersedia kulkas, dispenser untuk
pembuatan air hangat yang bisa digunakan untuk membuat coffe, mie instan.
Gambar 5. 4
Mesin ATM pada Minimarket Circle K
Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2012
103
Selain mesin ATM Minimarket Circle K juga bisa dengan teknik pembayaran
menggunakan kartu kredit Visa yang telah mulai sejak diluncurkan pertama kali
September 2010 lalu. Kini para pelanggan Circle K dapat menggunakannya untuk
berbelanja di 300 gerai Circle K di seluruh Indonesia. Untuk transaksi pembelian di
Circle K tidak dilayani pembayaran kredit, seperti apa yang sering terjadi pada cara
pembayaran di toko kelontong.
“Country Manager Indonesia Visa Ellyana Fuad mengatakan kerja sama
antara Circle K dengan Visa ini diharapkan bisa menjadi jawaban dari
harapan pelanggan untuk mendapatkan cara bayar yang cepat, nyaman, dan
aman. Pelanggan tidak perlu membawa uang tunai banyak. Cukup dengan
kartu visa mereka bisa menikmati transaksi belanja yang mudah dan nyaman.
Sementara Operation Director Circle K Indonesia I Gusti Lanang Ngurah
Bisama menegaskan penggunaan kartu visa diharapkan mampu
meningkatkan kunjungan pelanggan ke Circle K sehingga belanja harian
pelanggan lebih aman dan menyenangkan”(Jawa Post 21 Februari 2012).
Dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh Circle K, seperti tersedianya
tas untuk pengambilan barang, penempatan barang yang telah teratur dengan tata
cahaya yang terang, sistem pembayaran, dan pelayanan dari karyawan yang ramah
maka konsumen merasa dimanjakan. Hal yang paling banyak diminati dalam kaitan
dengan teknologi adalah tersedianya iternet yang bebas sehingga konsumen bisa
berlama-lama duduk di tempat yang telah disediakan. Seperti yang diungkapkan
oleh Kadek Subadiasa, seperti berikut.
“Berbelanja di minimarket circle k tempatnya sangat nyaman, mudah
ditemukan dan buka sampai larut malam, sehingga pulang kerja malam hari
bisa berbelanja. Walaupun harganya lebih mahal, saya tidakl keberatan
karena fasilitas lengkap seperti tempat parker, etmpat duduk, dan
pelayanannya baik” (wawancara, 15 Juli 2011)
Pendapat di atas didukung oleh beberapa responden yag diwawancarai alasan
mereka berbelanja sebagai berikut.
104
Alasan berbelanja di Circle K adalah 75% mengatakan bahwa berbelanja di
Circle K adalah tempatnya yang nyaman terutama pada malam hari sepulang kerja,
apalagi Circle K buka 24 jam penuh. Untuk akses kemudahan menemukan 70%
mengatakan mudah untuk menemukan karena
tempatnya dipinggir jalan raya
memudahkan untuk mencarinya. Circle K sangat asik dipergunakan untuk
nongkrong sambil internetan sama teman-teman. Barang yang dijual juga banyak
dan lengkap, semuanya ada disini tempatnya juga nyaman” Nongkrong berlamalama di malam minggu tidak perlu khawatir di usir oleh pengelola toko. Menyangkut
harga yang lebih tinggi dari harga biasanya hampir 90% konsumen sudah
mengetahuinya dan tidak keberatan untuk membelinya, walaupun lebih mahal
sedikit tidak masalah. Belanja di Circle K sering juga memberikan bonus jika
membeli satu produk tertentu, dan tidak akan ditemukan kalau berbelanja di tokotoko kelontong.
Fenomena di atas sesuai dengan pendapatnya Sugiarta (2011 :110). Bahwa
desain area penjualan dan bagian muka sebuah toko, meliputi desain tampak muka,
interior desain, desain penerangan, suara music dan suhu ruangan dan sarana
komunikasi visual yang dimanfaatkan untuk memberikan gambar produk dan harga
Pemanfaatan teknologi
pada
pedagang kecil
(kelontong) tidaklah terlalu
diperhatikan. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa alat yang digunakan sebagai
alat bantu hitung-menghitung terbatas pada kalkulator dan tersedia di beberapa
toko seperti kulkas untuk menjual minuman. Dengan tidak tersentuh oleh pengunaan
komputer pedagang kecil sering tidak melakukan pencatatan secara sistematis, baik
menyangkut keberadaan barang, stock barang, maupun yang menyangkut keuangan.
105
Data keuangan dalam bentuk laporan rugi/laba, neraca, kebanyakan tidak
memilikinya. Kondisi ini membuat pedagang kecil sulit mendapatkan suntikan dana
dari pihak perbankan. Hal itu terjadi karena untuk bisa mencari kredit di bank,
biasanya pihak bank meminta laporan rugi/laba sebagai dasar penentuan jumlah
kredit. Pedagang minimal harus sudah berusaha selama enam bulan dan pihak bank
meminta jaminan bisa berupa tempat usaha atau barang tetap lainnya.
Untuk
pemenuhan modal ini selain dari tabungan juga ada dari pinjaman dari beberapa
Lembaga Perkreditan Desa (LPD), koperasi setempat atau kalau ke perbankan
mendapatkan jumlah yang maksimal Rp 20.000.000,00 yang berupa Kredit Usaha
Rakyat.
1.4 Marginalisasi Pengelolaan dan Manajemen
Pengelola jaringan minimarket adalah pelaku usaha yang melakukan
kegiatan usaha bidang minimarket melalui satu kesatuan manajemen dan sistem
pendistribusian barang ke outlet yang merupakan jaringannya. Sebaliknya pemasok
adalah pelaku usaha yang secara teratur memasok barang kepada toko modern
dengan tujuan untuk dijual kembali melalui kerja sama usaha. Minimarket Circle K
dalam pengelolaannya telah menerapkan konsep manajemen modern yang tercantum
dalam standar operasional. Di sana sudah diatur secara jelas tugas dan wewenang
setiap bagian.
Berdasarkan hasil wawancara kepada pengelola Circle K didapat penjelasan
bahwa untuk modal usaha franchise senilai Rp 500 Juta, sedangkan untuk sewa
tempat Rp15 Juta per tahun yang disewa dalam sepuluh tahun dengan pembayaran
di muka sehingga mengeluarkan dana lagi Rp 150 juta. Untuk keuntungan barang
106
dan produk langsung dari perusahaan. Pembagiannya adalah 30% untuk pemilik
modal dan 70% perusahaan.
Jumlah karyawan setiap Circle K berbeda mulai dari lima orang sampai
dengan tujuh orang atau lebih sesuai dengan besar/ luasnya dengan waktu kerja
dibagi tiga ship. Pengaturan waktu kerja sesuai dengan standar operasional
perusahaan Circle K, sebagai berikut.
Shift I, yaitu pagi hari mulai pukul 7.00 -- 15.00
Shift II, yaitu sore mulai
pukul 15.00 -- 23.00
Shift III, yaitu malam mulai pukul23.00 -- 07.00
Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan lima orang karyawan Circle
K, yang tersebar di Kecamatan Denpasar Selatan diperoleh bahwa waktu kunjungan
konsumen untuk berbelanja paling ramai adalah pada malam hari sampai dengan
pukul 03.00 pagi, sedangkan hari yang paling ramai adalah Sabtu dan Minggu.
Gaji karyawan dan supervisor adalah sebagai berikut:
Gaji Supervisor terdiri atas;
Gaji pokok
Rp. 1.225.000,00
Transportasi
Rp.
90.000,00
Kehadiran
Rp.
69.000,00
Jabatan
Rp. 100.000,00
Kendaraan
Rp. 230.000,00
Total
Rp. 1.714.000,00
Untuk karyawan perinciannya sebagai berikut;
Gaji pokok
Rp. 1.225.000,00
Kehadiran
Rp.
63.000,00
107
Total
Rp. 1.288.000,00
Untuk pedagang kecil kebanyakan pengelolaannya dilakukan oleh pemilik
sendiri dibantu oleh keluarga. Pedagang yang telah berkembang dibantu oleh
karyawan yang berkisar satu sampai dengan dua orang. Jam buka dari pagi sampai
sore hari.
Perbedaan karakteristik ritel modern dengan ritel tradisional terletak pada
paradigma ritel tradisional dan ritel modern. Paradigma ritel tradisional merupakan
pandangan yang menekankan pengelolaan ritel dengan menggunakan pendekatan
konvensional dan tradisional. Melalui pendekatan dan paradigm konvensional dan
tradisional, bisnis dikelola dengan cara-cara yang lebih menekankan pada hal yang
bisa disiapkan oleh pengusaha, tetapi kurang berfokus pada bagaimana kebutuhan
dan keinginan konsumen dipahami,
bahkan dipenuhi. Paradigma ritel modern
merupakan pandangan yang menekankan pengelolaan ritel dengan menggunakan
pendekatan modern, yaitu konsep pengelolaan peritel lebih ditekankan dari sisi
pandang pemenuhan kebutuhan konsumen yang menjadi pasar sasarannya ( Utami,
2010 : 8)
Pola perilaku belanja pelanggan yang sedikit demi sedikit berubah perlu
direspons secara aktif oleh peritel untuk dapat mempertahankan keberlanjutan
usahanya dalam jangka panjang. Pelanggan sangat serius memerhatikan hal-hal yang
terkait dengan nilai tambah terhadap kenyamanan dalam melakukan aktivitas
berbelanja, mengingat berubahnya pandangan bahwa belanja merupakan aktivitas
rekreasi, dan pemenuhan kebutuhan dalam satu lokasi.
108
Tabel 5.1
Perbedaan Paradigma Pengelolaan Ritel Tradisional dan Modern
Paradigma Ritel Tradisional
(1)
Kurang memilih lokasi
Tidak memperhitungkan potensi pembeli
Paradigma Ritel Modern
(2)
Pemilihan lokasi sangat diperhatikan
Potensi pembeli diprediksi dan terus
dievaluasi
Jenis barang dagangan tidak terarah
Jenis barang dagangan terfokus dan
disesuaikan dengan target pasar
Tidak ada seleksi merek
Seleksi merek dagangan ketat
Kurang memerhatikan pemasok
Ketat melakukan seleksi kepada
pemasok
Pencatatan penjualan sangat sederhana
Penjualan dicatat dan dipelajari
Keuntungan per produk tidak dievaluasi Keuntungan per produk dievaluasi untuk
menetapkan strategi bauran ritel
Melayani utang
Penjualan dengan tunai atau kartu kredit
Kurang memerhatikan efisiensi
Sangat memerhatikan efisiensi
Arus kas tidak terencana
Arus kas sangat terencana
Keuangan tercampur dengan keuangan Keuangan
terpisah
jelas
dengan
keluarga
keuangan keluarga
Pengembangan bisnis tidak terencana
Pengembangan bisnis terencana
Sumber : Utami, 2010 : 12
Perbedaan antara ritel modern dan ritel tradisional juga tampak pada
karakteristiknya yang meliputi hal-hal berikut.
1. Open Display ( Pemajangan secara terbuka )
Barang bisa dipilih, dilihat, dipegang, dan dicoba sebelum memutuskan
untuk membeli. Konsumen memiliki lebih banyak pilihan.
2. Fixed Price (Harga Tetap)
Harga telah tertera pada setiap produk sehingga memberikan kepastian
kepada konsumen sehingga dapat memperkirakan atau menyesuaikan
anggaran belanja dengan tepat sebelum memutuskan untuk membeli. Harga
tidak bisa ditawar-tawar seperti pada ritel tradisional.
109
3. Self Service (Swalayan)
Konsumen diberikan kebebasan untuk memilih, mencoba, dan melihat-lihat
selanjutnya
mengambil
sendiri
barang-barang
yang
dibeli
dengan
memasukkan ke tas atau tempat lainnya yang sudah disediakan. Setelah itu
membawa ke kasir untuk melakukan pembayaran ( Sujana. 2012 : 22)
Untuk menjaga kontinuitas ketersediaan barang dan produk pada minimarket
maka kerja sama dengan pemasok tetap dipentingkan. Hal itu dilakukan dengan
tidak mengurangi prinsip-prinsip kebebasan berkontrak, syarat-syarat perdagangan
antara pemasok dan toko modern harus jelas, wajar, berkeadilan, dan saling
menguntungkan serta disepakati kedua belah pihak tanpa tekanan. Sesuai dengan
pasal 7, ayat 2 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 53/MDAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisonal,
Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Dalam rangka mewujudkan prinsip-prinsip di
atas maka wajib memenuhi pedoman berikut.
a. Potongan harga reguler (reguler discount) berupa potongan harga yang
diberikan oleh pemasok kepada toko modern pada setiap transaksi jual beli.
Potongan harga reguler ini tidak berlaku bagi pemasok yang memberlakukan
sistem harga netto yang dipublikasikan secara transparan ke semua toko
modern dan disepakati toko modern
b. Potongan harga tetap (fixed rabate) berupa potongan harga yang diberikan
oleh pemasok kepada toko modern tanpa dikaitkan dengan target penjualan
yang dilakukan secara periodik maksimum tiga bulan yang besarnya
maksimum 1%
110
c. Jumlah, baik potongan harga reguler (reguler discount) maupun potongan
harga tetap (fixed rebate) ditentukan berdasarkan persentase terhadap
transaksi penjualan dari pemasok ke toko modern, baik pada saat transaksi
maupun secara periodik
d. Potongan harga khusus (conditional rebate) berupa potongan harga yang
diberikan oleh pemasok apabila toko modern dapat mencapai atau melebihi
target penjualan sesuai dengan perjanjian dagang dengan kriteria penjualan
seperti di bawah ini.
(1) Mencapai jumlah yang ditargetkan sesuai dengan perjanjian sebesar
100% mendapat harga potongan khusus paling banyak sebesar 1%.
(2) Melebihi jumlah yang ditargetkan sebesar 101% sampai dengan 115%,
maka kelebihannya mendapat potongan harga khusus 5%.
(3) Melebihi jumlah yang ditargetkan di atas 115%, maka kelebihannya
mendapat potongan harga khusus paling banyak sebesar 10%.
e. Potongan harga promosi (promotion discount) diberikan oleh pemasok
kepada toko modern dalam rangka kegiatan promosi, baik yang diadakan
oleh pemasok maupun oleh toko modern, yang diberikan, baik kepada
pelanggan maupun konsumen akhir dalam waktu yang dibatasi sesuai dengan
kesepakatan antara toko modern dan pemasok
f. Biaya promosi (promotion cost), yaitu biaya yang dibebankan kepada
pemasok oleh toko modern sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak
yang terdiri atas hal-hal berikut.
111
(1) Biaya promosi melalui media massa atau cetakan seperti brosur atau
mailer, yang ditetapkan secara transparan dan wajar sesuai dengan tarif
harga dari media dan biaya-biaya kreativitas lainnya
(2) Biaya promosi pada toko setempat (in-store promotion) dikenakan
hanya untuk area promosi di luar display/pajangan reguler toko, seperti
floor display, gondola promosi, block selving, tempat kasir (check out
counter), wing gondola, papan reklame di dalam dan di luar toko, dan
tempat lain yang memang digunakan untuk tempat promosi
(3) Biaya promosi yang dilakukan atas kerja sama dengan pemasok, untuk
melakukan kegiatan untuk mempromosikan produk pemasok seperti
sampling, demo produk, hadiah, games, dan lain-lain
(4) Biaya yang dikurangkan atau dipotongkan atas aktivitas promosi
dilakukan maksimal tiga bulan setelah acara berdasarkan konfirmasi
kedua belah pihak. Biaya promosi yang belum terpakai harus
dimanfaatkan untuk aktivitas promosi lainnya, baik pada periode yang
bersangkutan maupun untuk periode berikutnya.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pengelolaan kelembagaan
pedagang kecil umumnya ditangani sendiri oleh pemiliknya. Sistem pengelolaannya
terdesentralisasi di mana setiap pedagang mengatur sistem bisnisnya masing-masing.
Sebaliknya, Minimarket Circle K dikelola oleh profesional dengan pendekatan
bisnis, sistem pengelolaan lebih terpusat yang memungkinkan pengelola induk dapat
mengatur standar pengelolaan bisnisnya. Inilah perbedaan prinsip pengelolaan antara
toko tradisional dan toko modern.
112
Dalam rangka memberikan pengalaman berbelanja yang mengesankan
kepada pelanggan, perusahaan melakukan perubahan mind set (cara pandang)
seluruh karyawan untuk selalu memberikan hasil yang terbaik untuk pelanggan. Hal
ini dilakukan secara terus-menerus melalui meeting internal karyawan, meeting
regional, sampai dengan meeting direksi. Direksi mendapat masukan dari komisaris
International Franchise Director tentang hal apa yang harus dilakukan ke depan
menghadapi perubahan brand platform.
Karyawan Circle K yang berada di toko dinamakan Customer Service
Representative merupakan ujung tombak yang secara langsung berhadapan dengan
pelanggan. Untuk itu dibutuhkan seorang CSR yang memiliki jiwa pelayanan yang
baik. Selain harus memberikan salam, seorang CSR harus pula dapat melayani
pelanggan dengan posisi berdiri. Hal ini untuk memperlihatkan kepada pelanggan
tentang kesiapan karyawan toko dalam menerima dan melayani yang datang dan
akan berbelanja.
Keramahan dan pelayanan yang baik merupakan kunci sukses dalam bisnis
ritel. Untuk itu karyawan yang direkrut harus memiliki syarat tertentu, yakni usia
maksimal 25 tahun, berpenampilan menarik, berpendidikan minimal SMA. Circle K
juga menerima karyawan paruh waktu, yang bekerja sambil kuliah.
Untuk pencapaian hal tersebut Circle K menyiapkan dukungan sistem untuk
menunjang pelaksanaannya;
1. Store set Up Support
Sejak awal franchisee akan membangun tokonya, Circle K telah
menempatkan seorang manajer untuk membantu pemilik franchisee
113
menyusun rencana proyek, yaitu dari menyusun anggaran hingga jadwal
kerja
2. Marketing and Merchandising Support
Circle K membuat program-program promosi dan memberikan materialmaterial promosi yang diperlukan oleh franchisee. Selain itu, juga
memberikan panduan pemajangan barang berupa planogram termasuk
perubahan-perubahannya.
3. Grand Opening Support Circle K memberikan bimbingan/pendampingan
selama masa pembukaan store sampai dengan hari ke -14 sesudah Circle K
akan membantu franchisee membuat rencana grand opening, menyususn
time table, serta memberikan segala material yang diperlukan yang
berhubungan dengan program grand opening.
4. HR Development Support
Sumber daya manusia juga menjadi hal penting dalam bisnis layanan 24 jam
365 hari. Itu sebabnya, Circle K juga mensyaratkan bahwa pelatihan
pengembangan karyawan menjadi paket yang tidak bisa lepas dari kontrak
franchisee.
5. System Support
Setiap toko akan didukung dengan sistem proses order secara otomatis dari
setiap toko ke gudang distribusi untuk menjamin pengadaan barang yang
cepat dan efisien
6. Business Consultation Support
114
Franchise Business Consultant akan membantu dalam mengevaluasi
performance store dan mengembangkan rencana kerja untuk mencapai target
pertumbuhan bisnis convinience store
7. Financing Management Support dua tahun pertama program franchise,
Circle K membantu mengelola keuangan dengan mengelola rekening
franchise yang dikuasakan kepada Circle K untuk mengontrol uang
penjualan, biaya-biaya, dan utang-utang yang terjadi. Circle K memberikan
standar proses akunting dan cost control, baik dalam bentuk training maupun
sofware yang dapat digunakan oleh franchise.
8. Monitoring Support
Circle K melakukan pengawasan terhadap kualitas pelaksanaan operasional
(monitoring) dan pemeliharaan image dengan mengunjungi store secara
berkala. Pengawasan yang optimal harus mulai dari perencanaan program,
selanjutnya pelaksanaan aktivitas perusahaan. Pelaksanaan monitoring
dilakukan secara berkala, biasanya dari harian, mingguan dan bulanan.
Berdasarkan hasil survey KPPU (Komisi Pengawasan Persaingan Usaha) di
beberapa kota, model-model pengembangan kelembagaan pasar tradisional
masih dilakukan dengan pola tidak jelas, cenderung menggunakan pendekatan
birokrasi yang mengedepankan peran pemerintah di atas segalanya, sedangkan
pedagang dan pasar hanya menjadi objek. Pola yang tersedia masih belum
mendukung terjadinya pemberdayaan pasar tradisional demi membangun
keunggulan bersaing dengan ritel modern (Jawa Post, 2011 :4).
Kondisi di atas juga ditemukan pada pedagang kecil di Kecamatan Denpasar
Selatan, yaitu dalam pengelolaannya masih lebih banyak mengandalkan
115
pengalaman dan intuisi dibandingkan dengan konsep-konsep manajemen mulai
dari perencanaann, pengelolaan, dan pengawasan. Pedagang kecil di hadapan
peritel modern cenderung tidak berdaya
1.5 Marginalisasi Sosial dan Politik
Peminggiran di bidang sosial dan politik yang dirasakan oleh pedagang kecil
di Kecamatan Denpasar Selatan dengan tumbuhnya minimarket adalah dalam hal
pembinaan yang dilakukan oleh instansi terkait.
“Berdasarkan hasil wawancara terhadap sepuluh orang pedagang toko
kelontong/warung kelontong diperoleh
jawaban
terhadap pertanyaan
apakah
mereka dapat pembinaan secara berkala? Pedagang kecil mengatakan bahwa mereka
tidak pernah diberikan pembinaan oleh instansi terkait mengenai sistem pengelolaan
dan manajemen, pengelolaan keuangan dan pelaporan” (wawancara, 12 juli 2011)
Tidak adanya pembinaan yang sistematis dan baik diakui oleh Kepala Seksi
Pembinaan Usaha Kantor Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar, yaitu I G.
A. L. Saraswat, S.S. Menurutnya pembinaan lebih difokuskan pada toko modern
karena sekarang mengalami perkembangan yang pesat, sedangkan untuk pembinaan
pedagang kecil tidak ada. Menurutnya untuk pembinaan pedagang kecil karena
mereka terdaftar di desa/kelurahan, maka pembinaannya berada pada aparat
desa/kelurahan” (wawancara, 20 Juli 2011).
Setelah diadakan penelusuran di Kecamatan Denpasar Selatan, ternyata
pembinaan pedagang kecil juga tidak ditemukan. Hal ini didukung oleh Kasi
Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan Denpasar Selatan, yaitu I Ketut Listrik,
116
B.B.A. yang mengatakan bahwa tidak ada program pembinaan untuk pedagang kecil
(wawancara, 2 Agustus 2011).
Tumbuhnya minimarket yang tidak terkendali menyebabkan
adanya
dorongan dari Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendesak diberlakukannya
moratorium
minimarket,
sebagai
upaya
memberikan
perlindungan
dan
pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Rapat Badan
Legislasi (Baleg) DPRD Bali telah membahas arah perda inisiatif dewan untuk
UMKM
dan
Koperasi.
Koordinator
konsep
Raperda
Perlindungan
dan
Pemberdayaan UMKM dan Koperasi, yaitu anggota Komisi II, Nyoman Sugawa
Korry.
Menurut Sugawa Korry saat ini minimarket begitu bebas, bahkan satu
minimarket bisa mematikan usaha masyarakat tradisional di radius 500 meter di
sekitar mereka (Radar Bali, 24 Agustus 2011).
Gubernur Bali Made Mangku Pastika akhirnya juga merespons
usulan
DPRD Bali untuk segera melaksanakan moratorium minimarket di Bali, menyusul
maraknya pertumbuhan minimarket di Bali (Radar Bali, 25 Agustus 2011).
Kondisi di lapangan sangat berbeda, yaitu minimarket terus tumbuh dan
banyak yang tidak memiliki izin. Untuk melegalkan usaha toko modern di Denpasar
Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar memberikan deadline atau batas waktu kepada
para pengusaha toko modern yang sudah terdaftar, tetapi belum berizin untuk
melengkapi izinnya enam bulan ke depan. Jika selama batas waktu yang ditentukan
sejak diberlakukannya SK para pengelola belum mengurus persyaratan yang sudah
ditentukan, maka secara otomatis tokonya dinyatakan tidak bisa beroperasi lagi. Hal
tersebut tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Wali Kota Denpasar No.
188.45/495/HK/2011, 9 September 2011 tentang Penataan Toko Modern.
117
Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemkot Denpasar, I. B. Rahoela,
mengatakan pengelola yang telah memiliki izin lengkap akan diberikan izin
permanen. Sebaliknya, kalau sudah ada itikad baik untuk mengurus segala perizinan
dan persyaratan, tetapi masih ada beberapa persyaratan yang belum terpenuhi,
maka akan diberikan izin sementara, yakni bisa beroperasi selama lima tahun, tetapi
tidak bisa diperpanjang.
5.5.1 Marginalisasi Sosial
Dalam menjalin hubungan sosial antara konsumen dan Circle K sehingga
konsumen merasa mendapat pelayanan yang optimal, Circle K memiliki standar
operasional. Dalam hal pelayanan pihak minimarket menerapkan yang dikenal
dengan pelayanan wall service, yaitu sebagai berikut.
1. Welcoming sevice, yaitu dengan mengucapkan selamat pagi, siang, sore, atau
malam dengan senyuman pada saat konsumen datang untuk berbelanja.
2. Offering service, yaitu karyawan menawarkan bantuan kepada pelanggan
dengan senang hati dan senyuman.
3. Wrapping transaction, yaitu karyawan Circle K menawarkan produk
promosi yang sedang berlangsung kepada para pelanggan sekaligus melayani
pembayaran dengan memberikan struk belanja dan menyebutkan jumlah
nominal uang.
4. Wonderful service, yaitu karyawan mengucapkan terima kasih dengan tulus
kepada pelanggan sambil mencakupkan tangan sebagai salam.
118
Gambar 5. 5
Karyawan Bagian Kasir Minimarket Circle K
Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2011
Dalam penelitian ini, model sosial pelayanan di atas tidak ditemukan pada
pedagang kecil. Bentuk hubungan yang ditemukan pada pedagang kecil adalah
adanya rasa kebersamaan karena antara pembeli dan penjual sering sudah kenalmengenal. Hal itu terjadi karena pembeli kebanyakan berasal dari lingkungan
sekitar.
Hubungan ini juga tampak adanya kegiatan tawar-menawar yang
menunjukkan keakraban antara penjual dan pembeli. Sistem tawar menawar dalam
transaksi jual beli menciptakan suatu komunikasi dan hubungan tersendiri antara
pedagang dan pembeli yang tidak akan ditemukan di minimarket. Harga barang
sudah ditetapkan sehingga tidak perlu lagi dikomunikasikan antara pedagang dan
pembeli. Pedagang kecil yang banyak berjualan di pasar tradisional memiliki
berbagai kelemahan
yang sangat sulit diubah. Pasar tradisional identik dengan
kondisi yang kumuh, kotor, dan bau sehingga memberikan atmosfer yang tidak
nyaman dalam berbelanja.
119
Dalam Manajemen Minimarket (Sujana, 2012 : 38) dijelaskan bahwa fasilitas
fisik mempunyai peran penting untuk memosisikan
gerai ritel dalam benak
konsumen. Contoh, sebuah peritel yang ingin memosisikan dirinya sebagai gerai
berskala atas akan menggunakan penampilan yang mewah dan canggih untuk
menarik minat konsumen untuk datang dan berbelanja. Fasilitas fisik dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu seperti di bawah ini.
1. Lokasi
Para peritel modern berlomba-lomba untuk membangun gerai di lokasilokasi strategis. Minimarket memilih untuk membuka gerai di kawasankawasan perumahan yang padat penduduknya.
Pemilihan lokasi yang tepat, yang sesuai dengan target pasar sangat
memengaruhi kelangsungan usaha. Kesalahan dalam menentukan lokasi
berakibat tidak tercapainya target laba.
2. Tata Letak
Penataan gerai dirancang dan dibuat setelah lokasi gerai dipilih. Semuanya
ini bertujuan untuk memudahkan dan memberikan kenyamanan bagi
konsumen dalam berbelanja.
3. Desain Gerai
Desain ini dibagi ke dalam dua bagian. Pertama, desain eksterior yang
merupakan tampilan luar yang harus dapat menarik perhatian konsumen
untuk masuk ke minimarket yang meliputi: penempatan pintu masuk,
penerangan pada bagian luar, penempatan papan reklame, pengaturan
jendela, dan dinding. Kedua, desain interior, yaitu tampilan dalam gerai,
120
meliputi
ketinggian langit-langit, penerangan dalam gerai, pengaturan
warna, dan temperatur dalam ruangan.
Lingkungan yang nyaman dapat memengaruhi perilaku konsumen.
Lingkungan fisik memengaruhi persepsi konsumen melalui mekanisme sensor
penglihatan, pendengaran, penciuman, bahkan sentuhan. Pengelolaan lingkungan
fisik sangat penting sehingga dapat memengaruhi perilaku, sikap, dan keyakinan
konsumen ke arah yang diinginkan. Selanjutnya dijelaskan, persepsi keamanan
merupakan faktor lain yang sebagian dikendalikan oleh lingkungan fisik. Lahan
parkir yang luas, penerangan luar yang cukup, dan ruang terbuka menambah rasa
aman bagi orang yang berbelanja. Kondisi ini sangat diperhatikan oleh Circle K.
Penyediaan tempat parkir sehingga tidak mengganggu lalu lintas dan adanya
penerangan yang cukup, baik di dalam maupun di luar toko.
Menurut Minor ( 2001 : 133--140), persepsi keamanan merupakan faktor
lain yang sebagian dikendalikan oleh lingkungan fisik terhadap persepsi dan
perilaku konsumen, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Pengaruh keadaan yang berdesakan. Keadaan berdesakan terjadi apabila
seseorang melihat/merasa bahwa gerakannya tidak leluasa karena ruang
yang terbatas. Hal ini dapat disebabkan oleh terlalu banyaknya masyarakat,
bidang fisik yang terbatas, atau gabungan keduanya. Apabila konsumen
mengalami keadaan yang berdesakan, maka mereka akan bereaksi dengan
mengurangi waktu berbelanja atau mengubah pemakaian informasi dalam
toko atau mengurangi komunikasi dengan para pegawai toko. Secara
potensial, keadaan yang berdesakan akan menambah kecemasan orang yang
berbelanja dan secara negatif memengaruhi citra toko.
121
2. Pengaruh lokasi. Lokasi memengaruhi konsumen dari beberapa perspektif.
Luas perdagangan yang mengelilingi toko memengaruhi keseluruhan
jumlah masyarakat yang mungkin tertarik pada toko tersebut, selain jarak
aktual, jarak yang dilihat juga dapat memengaruhi seleksi toko. Riset yang
dilakukan menunjukkan bahwa konsumen mempunyai “peta-peta kognitif”
dari geografi sebuah kota. Hal yang menarik, “peta-peta” konsumen dari
lokasi toko mungkin tidak sesuai dengan kenyataan. Faktor-faktor seperti
tersedianya lahan parkir, kualitas barang, dan mudahnya perjalanan ke pusat
pertokoan dapat menjadikan jarak lebih pendek atau lebih panjang dari pada
yang sesungguhnya.
3. Pengaruh tata ruang. Tata ruang toko dapat memengaruhi reaksi konsumen
dan perilaku pembelian. Misalnya, penempatan lorong-lorong memengaruhi
arus lalu lintas. Lokasi item-item dapat secara dramatis memengaruhi
penjualan.
4. Pengaruh atmospherics berhubungan dengan bagaimana para pengelola
dapat memanipulasi desain bangunan, ruang interior, tata ruang loronglorong. Tekstur karpet dan dinding, bau, warna, bentuk, dan suara yang
dialami para pelanggan (semuanya untuk mencapai pengaruh tertentu).
Bahkan,
susunan
barang-barang,
jenis
pameran/pertunjukkan
dapat
memengaruhi persepsi konsumen atas suasana toko. Unsur-unsur ini
disatukan oleh Philip Kotler, yang menggambarkan atmospherics sebagai
usaha merancang lingkungan membeli untuk menghasilkan pengaruh
emosional khusus kepada pembeli yang kemungkinan meningkatkan
pembeliannya. Para peneliti berpendapat bahwa atmosfer (suasana)
122
memengaruhi sejauh mana konsumen menghabiskan uang di luar tingkat
yang direncanakan pada sebuah toko. Suasana toko memengaruhi keadaan
emosional konsumen yang kemudian mendorong untuk meningkatkan atau
mengurangi belanja. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap Circle K,
komponen-komponen di atas sangat diperhatikan
mulai dari penentuan
lokasi toko, kenyamanan konsumen sehingga tidak berdesakan, penempatan
barang-barang, dan suasana nyaman tetap dijadikan rujukan dalam
operasionalnya. Hal ini sulit ditemukan pada pedagang kecil, utamanya
penempatan barang-barang dan kenyamanan konsumen sehingga jumlah
kunjungan akan berkurang. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Nani, seperti
berikut.
“Berdirinya minimarket yang semakin banyak, dan letaknya saling
berdekatan dengan toko kelontong/pedagang kecil, jelas merugikan sebab
pembeli banyak yang pindah berbelanja, sehingga hasil penjualan saya
setiap hari berkurang, kalau terus-terusan begini, bisa jadi saya
rugi”(wawancara, 21 Juli 2011).
Ungkapan di atas diperkuat oleh beberapa pedagang kecil yang
diwawancarai seperti berikut.
Pengakuan pemilik toko yang letaknya berdekatan dengan Circle K Dari
10 orang pedagang yang tersebar di Kecamatan Denpasar Selatan 70%
berpendapat; “Bahwa banyaknya Minimarket di sekitar lingkungan kami,
secara tidak langsung menurunkan jumlah penjualan sehingga pendapatan
menurun. Ia berharap pemerintah lebih ketat lagi
memberi izin
pembangunan minimarket karena kami merasa resah dengan menurunnya
angka penjualan.
123
Menurut Sujana (2012 :211) diuraikan loyalitas konsumen pada
dasarnya adalah loyalitas terhadap toko dimana mereka mendapatkan
barang tersebut. Kenyataannya kini nama toko dan segala yang
berhubungan dengannya dipersepsikan sebagai merek.
Dari pemaparan di atas, bahwa minimarket lebih bisa menjaga loyalitas
konsumen dibandingkan dengan pedagang kecil. Hal ini bisa dipahami
mengapa pelanggan atau konsumen pedagang kecil pindah berbelanja ke
minimarket. Pedagang kecil tidak melakukan usaha secara teratur untuk
membina hubungan dengan para pelanggan. Sebaliknya minimarket secara
bersungguh-sungguh mengatur strategi pemasaran sehingga loyalitas
konsumen dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan.
5.5.2 Marginalisasi Politik
Dalam menjalankan bisnis, baik pedagang kecil maupun minimarket, harus
mendapat kepastian hukum , yaitu menyangkut berbagai aturan yang mengaturnya.
Peraturan Wali Kota Denpasar No 9, Tahun 2009 yang digunakan sebagai landasan
dalam menjalankan usaha minimarket sering sekali tidak diikuti dengan baik, seperti
tidak memiliki izin atau menjual barang-barang di luar yang diperuntukkan seperti
menjual sembako.
Kondisi ini tentu sangat merugikan pedagang kecil yang kebanyakan
bergelut di bidang penjualan sembako. Penempatan minimarket yang boleh berlokasi
pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lingkungan pada
kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan, dianggap oleh
pedagang kecil/kelontong kurang memberikan keadilan bagi mereka. Dalam hal
124
pembinaan dan pengawasan. Sebagai pengelola juga harus memenuhi perizinan
yang diwajibkan oleh pemerintah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala
Bidang Penegakan Perda, Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Satuan Polisi
Pamong Praja, Nyoman Puja, S.H. diketahui bahwa dari 19 Minimarket Circle K
yang berlokasi di Kecamatan Denpasar Selatan baru lima buah yang mengantongi
Izin Usaha Toko Modern (IUTM). Adapun langkah pembinaan sudah dilakukan,
baik yang bersifat represif yang berupa penyegelan dan pembongkaran maupun
persuasif berupa pembinaan yang sifatnya lebih halus, yaitu berupa pemanggilan,
saran, dan teguran.
“Adapun langkah-langkah yang telah dilakukan untuk melakukan
pembinaan sehingga mau mencari izin adalah sebagai berikut.
1. Pemanggilan diberikan waktu satu bulan, setelah itu membuat surat
pernyataan kesediaan untuk mengurus perizinan
2. Seandainya tahap ini tidak diperhatikan maka akan dilakukan teguran
3. Setelah teguran tidak juga mendapatkan respons, maka B A P diajukan
ke pengadilan dengan acara tipiring
4. Adanya keputusan, untuk ditindaklanjuti. Misalnya, penyegelan atau
pembongkaran” ( Wawancara dengan Ketut Gde Gunawan, S.H., Kasi
Ketertiban Perizian, 20 Juli 2011).
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol P P) tugasnya melakukan pengawasan
dan pembinaan sebaliknya pengeluaran izin dilakukan oleh Dinas Perizinan Kota
Denpasar.
Pendirian Minimarket Circle K dipandang tidak mengikuti peraturan
perizinan tentang bangunan, yaitu adanya ornamen tradisional Bali di bagian depan
bangunan. Hal ini disebabkan oleh Minimarket Circle K memiliki bentuk dan desain
bangunan yang telah terstandar, baik tampilan, maupun warna.
Berdasarkan hasil pengamatan, bahwa bangunan Minimarket Circle K tidak
menempatkan ornamen tradisional Bali, Keadaan ini diakui oleh “Kepala
Bidang Monitoring Evaluasi dan Informasi Dinas Perizinan Kota Denpasar;
Drs. I Komang Sugiarta, M.Si. Ditambahkan pula bahwa Peraturan Walikota
Denpasar No 9, Tahun 2009, belum mampu memberikan sanksi yang berat
karenanya perlu dibuat setingkat Perda sehingga sanksinya bisa lebih berat.
125
Hal ini berkaitan dengan banyaknya Minimarket Circle K yang belum
mengantongi Izin Usaha Toko Modern (IUTM)” (wawancara 1 Agustus
2011)
Berkaitan dengan lokasi telah diatur pada pasal 7, Perwali Tahun 2009, yaitu
sebagai berikut.
(1).Persyaratan penentuan
pembelanjaan, dan
jarak pendirian pasar tradisional, pusat
toko modern, harus mempertimbangkan lokasi
yang harus dipenuhi.
a. Lokasi
pendirian
hypermarket
atau
pasar
tradisional
dengan
hypermarket atau pasar tradisional yang sudah ada sebelumnya;
b. Iklim usaha yang sehat antara hypermarket dan pasar tradisional;
c. Aksesibilitas wilayah (arus lalu lintas)
d. Dukungan/ ketersediaan infrastruktur
e. Perkembangan permukiman baru.
(2) Penentuan jarak pusat pembelanjaan dan toko modern (kecuali
minimarket) tidak diperkenankan pada radius kurang dari satu kilo meter
dari pasar tradisional, pusat pembelanjaan, dan/atau toko modern yang
sudah ada.
(3) Jarak minimum pendirian pusat perbelanjaan dan toko modern (kecuali
minimarket) terhadap persimpangan jalan dan atau traffic light paling
kurang pada jarak 250 meter.
Dalam praktiknya hal ini masih ada yang dilanggar, khususnya berkaitan
dengan jarak (zonasi).
126
Selanjutnya proses franchise Minimarket Circle K sebagai bentuk pencarian
relasi, sosial, jaringan bisnis, dan perluasan melalui ekspansi atas kepentingan
ekonomi sebagai modal yang dipertukarkan dengan pengetahuan yang dimiliki
franchisor tentang franchise, pengalaman dalam berbisnis, dan usaha yang memiliki
kekuasaan simbolis yang dapat menarik perhatian masyarakat. Di samping itu, juga
sebagai daya tarik tersendiri dalam pengembangannya untuk ikut memiliki
perusahaan tersebut.
Keterpinggiran pedagang kecil oleh minimarket disebabkan oleh ekspansi
secara besar-besaran dengan pendirian minimarket yang melebihi kuota sehingga
jarak antara minimarket satu dan yang lain sangat dekat begitu juga dengan jarak
pedagang toko kelontong. Sebagai akibatnya persaingan akan semakin ketat
sehingga pedagang kecil akan semakin tersisih.
Di masyarakat juga diberikan berbagai pemahaman melalui iklan dan media
lainnya bahwa sebuah produk tidak
hanya memiliki nilai instrinsik fungsional,
tetapi juga memiliki nilai simbolik. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan
oleh Bourdieu, seorang pemikir Prancis, yang terkenal sebagai seorang yang
antiglobalisasi. Ia mendefinisikan simbolik sebagai sesuatu yang bersifat material.
Namun, tidak dikenali sebagai hal demikian (selera berpakaian, logat, yang baik,
gaya), dan yang menghasilkan efektivitasnya bukan hanya dari kematerialannya,
melainkan dari salah pengenalan ini.
Modal simbolik - suatu bentuk modal ekonomi fisikal yang telah mengalami
tranformasi. Selain itu, telah tersamarkan menghasilkan efeknya sepanjang dan
hanya sepanjang menyembunyikan fakta bahwa ia tampil dalam bentuk-bentuk
127
modal material yang pada hakikatnya dan sumber efek-efeknya juga (Bourdieu
dalam Harker dkk., 2009: 6).
Dalam teori struktur generatif yang menerangkan praktik sosial, habitus dapat
diartikan sebagai suatu kecenderungan-kecenderungan yang berlangsung lama dan
dapat diterapkan dalam berbagai ranah berbeda. Konsep ini sejalan bahwa
Minimarket Circle K yang asalnya dari Amerika dengan pola bisnis yang
terstandardisasi dapat diterapkan di berbagai belahan dunia termasuk di Denpasar.
Sebaliknya, ranah yang dapat dipandang sebagai permainan yang di dalamnya
terjadi kompetisi atau persaingan. Sejalan dengan konsep itu maka persaingan di
dunia bisnis utamanya minimarket dengan pedagang kecil, yang pada akhirnya akan
dimenangkan oleh minimarket yang mempunyai kekuatan modal ekonomi, budaya,
social, dan simbolik.
Dalam hal ini Foucault (dalam Haryatmoko, 2002: 11), seorang cendekiawan
Prancis, melalui teori Wacana Pengetahuan Kekuasaan mengatakan bahwa
hubungan kekuasaan tidak bisa dipisahkan dari hubungan-hubungan yang ada dalam
proses
ekonomi
mengemukakan
dan
bahwa
penyebaran
setiap
pengetahuan.
pengetahuan
Lebih
memungkinkan
lanjut,
Foucault
dan
menjamin
pelaksanaan kekuasaan.
Dalam kaitan dengan penelitian ini pengetahuan yang dimiliki oleh
pewaralaba Minimarket Circle K telah menghasilkan keuntungan yang besar melalui
terwaralaba untuk mengadakan ekspansi dengan membuka minimarket di berbagai
wilayah. Tumbuhnya minimarket yang pesat dengan kurang terkendali khususnya di
dalam perizinan dan zona pendirian seakan memberikan gambaran bahwa kekuasaan
memberikan struktur kegiatan-kegiatan manusia dalam masyarakat. Di samping itu,
128
selalu rentan terhadap perubahan yang disebut institusionalisasi kekuasaan, yakni
keseluruhan struktur hukum dan politik serta aturan-aturan sosial yang
melanggengkan suatu dominasi dan menjamin reproduksi kepatuhan.
Mengacu pada teori Hegemoni, Gramsci (dalam Nesar Patria dkk., 2003: 117)
menyatakan bahwa konsep hegemoni dapat dielaborasi melalui penjelasan tentang
basis dari supremasi kelas, supremasi sebuah kelompok mewujudkan diri dalam dua
cara, sebagai “dominasi” dan sebagai “kepemimpinan intelektual dan moral”. Di
satu pihak, sebuah kelompok sosial mendominasi kelompok-kelompok oposisi untuk
“menghancurkan” dan atau menundukkan mereka.
Dalam praktiknya di lapangan tumbuhnya minimarket di Denpasar tidak
terlepas dari adanya praktik kerja sama antara penanam modal, yaitu pemilik Circle
K dan pemerintah yang dalam hal ini kurang tegasnya dalam hal pembinaan
minimarket khusunya kelengkapan perizinan (IUTM).
Adanya perubahan pola masyarakat dalam berbelanja. Jika awalnya
masyarakat sangat setia berbelanja di ritel tradisional, yaitu ritel yang menekankan
pengelolaan yang menggunakan paradigma konvensional dan tradisional
kelontong, warung )
(toko
maka masyarakat kini berubah dengan berbelanja di ritel
modern, yaitu ritel yang pengelolaannya dengan menggunakan pendekatan modern
yang lebih menitikberatkan pada kebutuhan konsumen, terlebih lagi dengan berbagai
fasilitas dan kemudahan yang diberikan peritel modern.
Perubahan perilaku konsumen ini sangat relevan dicermati, seperti apa yang
dikemukakan oleh Engel dkk. (1994: 3) bahwa perilaku konsumen sebagai tindakan
yang langsung terlibat dalam mendapatkan, menkonsumsi, dan menghabiskan
produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli
129
tindakan itu. Perubahan perilaku konsumen itu sangat penting. Adanya
kecenderungan mengonsumsi barang dan jasa tidak semata karena fungsinya, tetapi
juga karena dapat meningkatkan image/citra menjadi masyarakat modern dan
kekinian. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang berorientasi pada citra maka
pendirian minimarket di perkotaan tumbuh pesat.
130
BAB VI
FAKTOR – FAKTOR MARGINALISASI PEDAGANG KECIL
Setiap perusahaan, baik yang berskala besar, menengah, maupun keci,
akan berinteraksi dengan lingkungan di mana perusahaan itu berada. Lingkungan itu
sendiri selalu mengalami perubahan-perubahan yang begitu cepat. Dengan
demikian, untuk bisa tetap bertahan menjalankan usaha harus bisa menyesuaikan
diri dengan perubahan lingkungan. Sebaliknya, usaha akan mengalami kemandekan,
bahkan kehancuran apabila perusahaan tidak memerhatikan perkembangan dan
perubahan lingkungan. Lingkungan perusahaan (business environment) dapat
diartikan sebagai kekuatan-kekuatan yang memengaruhi, baik secara langsung
maupun tidak langsung, kinerja perusahaan (Amirullah. 2005 :19). Dalam
praktiknya lingkungan bisnis dapat dibagi menjadi dua, kategori, yaitu lingkungan
internal dan lingkungan eksternal. Kedua faktor ini dikaji sumbangannya terhadap
termarginalkannya pedagang kecil.
6.1 Faktor Internal
Faktor internal merupakan aspek-aspek yang ada dalam perusahaan dan
sifatnya dapat dikontrol oleh perusahaan. Faktor internal ini berpengaruh secara
langsung terhadap kinerja perusahaan. Mata pencaharian sebagai pedagang yang
banyak digeluti oleh masyarakat kebanyakan dari mencoba-coba mulai dari yang
kecil dan lambat laun terus berkembang. Biasanya kegiatan dikelola oleh pemiliknya
tanpa melibatkan orang lain dalam hal ini karyawan. Bertambahnya jenis barang
yang dijual juga berjalan secara alami dengan mengandalkan naluri bisnis dan
pengalaman.
131
Di Bali pola dagangan ada yang dikenal dengan istilah nyeraken yang berarti
item barang yang dijual bermacam-macam dengan jumlah per kesatuan kecil. Pola
ini mengalami perkembangan selanjutnya dengan mencari tempat jualan yang lebih
luas (toko kelontong) sehingga barang-barang yang dijual bisa lebih lengkap.
Kegiatan ini sering kali hanya bermodalkan tekad, keuletan, dan sedikit modal.
Sekecil apa pun usaha yang dijalankan berpeluang untuk menjadi besar. Namun,
sering kali pedagang kecil itu mengabaikan bagaimana manajemen pengelolaaan
usaha.
Perkembangan ekonomi global membawa dampak perkembangan di bidang
perdagangan yang mengacu pada modernisasi pelayanan, yaitu dengan berdirinya
berbagai jenis toko modern termasuk minimarket. Dalam buku “The Globalization
of Nothing oleh Ritzer dikemukakan bahwa globalisasi sebagai penyebaran
kebiasaan-kebiasaan yang mendunia, ekspansi hubungan yang melintasi benua,
organisasi dari kehidupan sosial pada skala global, dan pertumbuhan dari sebuah
kesadaran global bersama. Karena telah mulai digunakan, gagasan tentang
globalisasi mencakup sejumlah proses transnasional yang dapat dipisahkan satu
sama lainnya walaupun dapat dilihat sebagai hal yang mengglobal dalam capaian
mereka (Ritzer, 2006 : 96).
Globalisasi mengacu pada pasar bebas di mana sekat-sekat administrasi
sudah tidak berlaku lagi. Dalam Teori Kritis oleh Habermas (2009: 479) disebut
prinsip pengendali pasar. Jadi, tidak ada ketidaksesuaian yang niscaya logis antarberbagai kepentingan dalam perencanaan kapitalisme global dan kebebasan
investasi, kebutuhan akan perencanaan dan pengabaian intervensi, dan kemandirian
aparatur negara dari segala kepentingan individu.
132
Dalam bidang ini dapat digunakan pendekatan bidang dari Bourdieu dan
memusatkan perhatian pada bidang ekonomi benda-benda simbolik; kondisi
penyediaan (suplay) dan permintaan (demand) untuk barang-barang itu, proses
kompetisi dan monopolisasi, serta perebutan kekuasaan antara kelompok yang
mapan dan kelompok yang tersisih (Featherstone, 2008: 22).
Cara ini relevan dengan penelitian ini, yaitu dengan pemberian perhatian
pada pemberian nama yang dalam hal ini Minimarket Circle K sebagai suatu strategi
penting dari kelompok-kelompok yang terlibat dalam persaingan dengan kelompokkelompok lain seperti pedagang kecil. Postmodernisme dalam kaitannya dengan
“level” budaya kedua ini perlu melihat bidang seni, intelektual, dan akademis
sebagai ahli dalam pembentukan simbolik dan menilai hubungan mereka dengan
ahli simbolik lain dalam bidang media. Di samping itu, juga bidang-bidang lain
yang terlibat dalam budaya konsumen, budaya popular, dan pekerjaan dalam bidang
fashion.
Hal ini sesuai dengan pandangan Bourdieu (1984) sebagai “new cultural
intermediaries” (perantara budaya baru), yang dengan cepat mensirkulasi informasi
di antara berbagai bidang budaya yang sebelumnya tertutup rapat. Selain itu, pada
pemunculan saluran-saluran komunikasi baru dalam kondisi persaingan yang sangat
intensif.
Terjadinya pergeseran perilaku konsumen di perkotaan dari kebiasaan
berbelanja pada pedagang kecil dan pasar tradisional ke berbagai jenis toko modern
termasuk Minimarket Circle K dapat dipandang sebagai perubahan budaya baru bagi
konsumen. Tumbuhnya minimarket yang pesat membawa efek terhadap keberadaan
133
pedagang kecil.
Dari 10 orang pedagang kecil yang diwawancarai mengenai
penurunan pengunjung dan penurunan omzet penjualan diketahui sebagai berikut.
“Dua orang mengatakan bahwa penurunan pengunjung dan penurunan omzet
terjadi 25 %, empat pedagang mengatakan 33%, dan tiga orang berpendapat
penurunan itu berkisar 15%. Hasil penjualan dengan tumbuhnya minimarket
mengalami penurunan, khususnya makanan ringan dan minuman. Hal ini
secara langsung menurunkan tingkat pendapatan. Kalau dirata-ratakan, maka
penurunan jumlah omzet dan pengunjung terjadi 25,2%. Bervariasinya angka
ini disebabkan karena jarak antara minimarket dengan keberadaan dagang
tersebut. Semakin jauh maka akan semakin kecil pengaruhnya dibandingkan
dengan yang jaraknya dekat.”(wawancara 9 November 2011).
Adanya minimarket telah menjalankan usaha sebelum mengantongi izin resmi
dari pemerintah menandakan bahwa pengawasan masih lemah. Pendirian
minimarket yang melebihi kuota yang dipersyaratkan di Denpasar Selatan jelas
merupakan bentuk hegemoni yang dilakukan oleh pengelola minimarket secara
halus melalui wacana pembangunan di bidang ekonomi, tersedianya kesempatan
kerja bagi masyarakat, dan memandang minimarket sebagai kebutuhan masyarakat
perkotaan. Dalam praktiknya, wacana hegemoni biasanya akan dilengkapi dengan
adanya dominasi yang sifatnya represif (Althousser, 2004).
Tumbuhnya minimarket di Denpasar Selatan disikapi yang berbeda antara
pemilik atau pengelola minimarket dan para pedagang kecil yang merasakan
imbasnya. Berikut ini beberapa pendapat yang disampaikan oleh karyawan.
“Menjawab bagaimana pandangan terhadap banyaknya minimarket di
Denpasar Selatan, diungkapkan oleh Tu De seorang karyawan Circle K,
dengan banyaknya minimarket itu bagus, berarti kesempatan kerja bagi para
pengangguran akan terbuka. Pendapat ini diperkuat oleh Sudi seorang
karyawan Circle K yang berada di Jalan Waturenggong, diungkapkannya
selain membuka kesempatan kerja bagi para pengangguran, dengan
banyaknya minimarket yang ada dapat mempermudah para konsumen untuk
mencari makanan dan minuman ringan yang mereka perlukan, baik siang
maupun di malam hari (wawancara, 9 November 2011).
134
Ungkapan di atas menggambarkan bahwa keberadaan
minimarket dapat
menjawab apa yang dibutuhkan oleh masyarakat kota, yaitu terbukanya kesempatan
kerja. Selain itu, adanya pilihan yang beragam dalam pemenuhan kebutuhan
tersebut.
Baudrillard (dalam Martyn. 2006: 40) mengatakan bahwa logika nilai tanda
melambangkan kemenangan akhir kapitalisme dalam upaya menerapkan tatanan
budaya yang selaras dengan permintaan produksi komoditas berskala besar. Individu
dalam hal ini direduksi menjadi sekadar konsumen. Konsumen tidak lain adalah
jembatan transmisi perbedaan terkendali dan telah ditentukan sebelumnya antara
objek-objek konsumen yang berfungsi mengklasifikasikan dunia sosial menurut
permintaan iklan dan media massa. Jadi, apa yang dikonsumsi, bukanlah objek
konsumsi itu sendiri, melainkan makna dan nilai tandanya.
Di sisi lain para pedagang kecil di Denpasar Selatan merasakan hal yang
berbeda, yaitu semakin banyaknya minimarket yang ada maka berdampak secara
langsung terhadap hasil penjualan dan jumlah keuntungan yang didapatkan. Hal ini
dapat dipahami bahwa dengan banyaknya pelaku usaha yang berusaha di tempat
yang sama serta menjual barang-barang yang sejenis maka persaingan jelas akan
semakain ketat. Para pedagang sebenarnya ingin menolak keberadaan minimarket
yang menjamur, belum lagi juga adanya swalayan dan toko grosiran yang berlokasi
di Denpasar Selatan. Akan tetapi, hal ini tidak bisa dilakukan karena ketidakberdayaan, baik dari pengetahuan maupun akses ke pemerintahan. Hal itu seperti
apa yang diungkapkan salah seorang pedagang, Ibu Agung Ade, yang beralamat di
Jalan Waturenggong 157, Denpasar. Ibu Agung menjawab pertanyaan tentang
135
bagaimana hasil penjualan dagangannya dengan hadirnya Circle K di tempatnya
berdagang?
“Sebelum hadirnya Circle K para pembeli cukup ramai, tetapi sekarang
dengan hadirnya Circle K maka saya hanya dapat jualan maksimal satu juta
lima ratus ribu rupiah. Kalau dulu bisa sampai dua juta rupiah”. Pendapat ini
diperkuat oleh sesama pedagang, yaitu Ibu Raka yang berdagang di Jln.
Tukad Pancoran No 5, Denpasar. “ Ia mengatakan bahwa dengan banyaknya
minimarket maka ia dapat berdagang lebih sedikit karena banyak yang
memilih minimarket. Jumlah penjualan turun kurang lebih 20% -- 30%.
Biasanya anak-anak sekolahan lebih memilih minimarket” (wawancara , 9
September 2011).
Dari jawaban di atas tampak jelas bahwa pedagang kecil merasakan dampak
langsung dengan banyaknya
Selatan. Hal
yang
minimarket khususnya di Kecamatan
Denpasar
dirasakan adalah berkurangnya jumlah penjualan dan
penghasilan. Hal itu secara otomatis akan mengurangi laba yang diperoleh.
6.1.1 Sumber Daya Manusia
Setiap organisasi dikelola oleh faktor manusia yang menjalankan aktivitas
bisnis tersebut. Sumber daya manusia memilki peranan kunci dalam menentukan
survival (keberlangsungan), efektivitas, dan daya saing suatu organisasi bisnis.
Lebih jauh keberadaan karyawan yang baik akan membantu mendukung strategi
suatu organisasi dan memberikan nilai pelanggan (customer value). Dalam jangka
panjang keunggulan pengelolalan manusia/karyawan akan memberikan kontribusi
yang tinggi dalam pencapaian kinerja perusahaan.
Menurut Kaswan (2012 : 2) keunggulan kompetitif yang kuat memiliki enam
karakteristik, yaitu sebagai berikut.
136
1. Keunggulan kompetitif didorong oleh keinginan dan kebutuhan pelanggan.
Suatu organisasi memberikan nilai kepada pelanggannya yang tidak
diberikan oleh kompetitornya.
2. Keunggulan kompetitif memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
kesuksesan bisnis.
3. Keunggulan kompetitif menyesuaikan sumber daya organisasi yang unik
dengan kesempatan yang ada di lingkungan. Tidak ada dua perusahaan
mempunyai dua sumber daya yang sama; strategi yang baik menggunakan
sumber daya itu dengan efektif.
4. Keunggulan kompetitif itu awet, lama, dan sulit ditiru oleh pesaing.
Departemen Penelitian dan Pengembangan yang unggul secara konsisten
dapat mengembangkan produk atau proses baru agar tetap di depan para
pesaingnya.
5. Keunggulan kompetitif memberikan dasar untuk perbaikan lebih lanjut.
6. Keunggulan kompetitif memberikan arah dan motivasi terhadap organisasi
secara keseluruhan.
Pada era sekarang perusahaan dituntut memiliki keunggulan dalam
pengelolaan karyawan
sehingga dapat memaksimalkan potensi-potensi yang
dimiliki yang pada akhirnya dapat mempercepat pengembalian investasi. Dalam
lingkungan yang kompleks, dinamis maka pengelolaan sumber daya manusia yang
efektif dan efesien didasarkan pada pengelolaan dengan orientasi layanan,
pengelolaan yang memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada karyawan
untuk berpartisipasi aktif dalam perusahaan, dan pengelolaan yang mampu
menumbuhkembangkan jiwa kewiraswastaan dalam diri setiap individu.
137
Pada pengelolaan karyawan di minimarket, faktor keunggulan yang bersifat
kompetitif sangat diperhatikan karena setiap karyawan bertindak telah ada petunjuk
pelaksanaan dari tugas masing-masing. Jumlah karyawan pada setiap minimarket
dipengaruhi oleh besar kecilnya area penjualan, besar kecilnya volume penjualan,
dan kondisi lingkungan (tingkat kerawanan dari pencurian).
Perusahaan
adalah bisnis yang dalam pengelolaannya dilakukan secara
modern sehingga keberadaan tekonologi sebagai pendukung pengelolaan amat
dibutuhkan. Penerapan teknologi lebih berorientasi kepada pemberian pelayanan
kepada konsumen. Untuk itu faktor tenaga kerja menjadi amat penting untuk
dikelola dengan baik. Manajemen sumber daya manusia dapat menjadi dasar untuk
mendapatkan keuntungan yang kompetitif, dengan tiga alasan sebagai berikut.
1. Perhitungan tenaga kerja termasuk sebagai salah satu komponen dalam biaya
total ritel. Oleh karena itu, mengelola karyawan yang efektif dapat
menghasilkan keuntungan dalam penghematan biaya total ritel.
2. Pengalaman yang dimiliki kebanyakan pelanggan terhadap ritel bisa
ditentukan dari aktivitas karyawan yang menyeleksi barang dagangan,
menyediakan informasi dan bantuan, dan keterampilan dalam memajang stok
barang dagangan.
3. Pengelolaan sumber daya manusia yang baik akan mewujudkan kinerja
operasional karyawan ritel yang baik pula dan dapat mewujudkan
keuntungan potensial bagi ritel ( Utami, 2010 :109)
Manajemen sumber daya manusia menyasar pada
produktivitas karyawan
(employee productivity) di setiap divisi yang ada. Secara sederhana dapat
digambarkan sebagai berikut.
138
Produktivitas karyawan = sales (profit)/employee cost
Tingginya produktivitas karyawan membuat fungsi HRM dalam pengelolaan tenaga
kerja perusahaan berjalan dengan baik. Target finansial perusahaan tak akan tercapai
jika karyawan mengalami hal-hal berikut.
1. Penurunan motivasi kerja dan upaya lainnya. Motivasi merupakan
seperangkat
sikap yang memungkinkan seseorang cenderung bertindak
dalam suatu cara yang diarahkan oleh tujuan yang spesifik. Dengan
demikian, motivasi adalah keadaan batin yang memberikan kekuatan,
menyalurkan, dan melestarikan perilaku seseorang untuk mencapai tujuan.
Fokus perhatian saat ini adalah pada pentingnya motivasi individu dalam
pencapaian tujuan organisasi dan individu. Karyawan yang menunjukkan
orientasi dan motivasi kerjan (menjadi) ke arah bekerja keras, maka sistem
kompensasi
insentif
akan
memungkinkan
membawanya
ke
arah
produktivitas dan kualitas kerja yang lebih tinggi. Para manajer
menggunakan pengetahuannya tentang motivasi individu untuk memilih
program-program sebaik mungkin.
2. Penurunan kualitas pelayanan. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya
pengaturan jam kerja kurang baik.
3. Kepuasan kerja rendah akan berpengaruh terhadap turunnya produktivitas
karyawan.
4. Tingginya turn over (pindah kerja) karyawan (Sugiarta, 2001; 113).
Dalam bagian ini
dibahas seputar kriteria dan kebutuhan sumber daya,
perekrutan, tugas dan tanggung jawab, pelatihan dan pengaturan waktu kerja dalam
operasional minimarket.
139
1. Kebutuhan dan Kriteria SDM
Dengan ukuran Minimarket Circle K
200 m2, jumlah karyawan yang
dibutuhkan paling banyak lima orang sampai dengan tujuh orang atau lebih
sesuai dengan luasnya. Mereka terdiri atas satu orang kepala toko, satu
orang administrasi toko, dan lima orang pramuniaga yang harus dapat
berfungsi sebagai kasir dan helper ( Sujanan, 2012 :146).
Agus Sunarta karyawan Circle K mengungkapkan seperti di bawah ini.
“Bahwa karyawan Circle K biasanya setiap tahun dipindahtugaskan
dengan status pegawai Circle K. Untuk shift work dibagi menjadi tiga,
yaitu pagi jam 7 sampai jam 15, sore jam 15 sampai jam 23, dan malam
jam 23 sampai jam 7 pagi. Yang paling dianggap pesaing adalah
sesama minimarket seperti alfa dan Indomaret, sedangkan pedagang
kecil menurutnya kurang karena posisinya memang sudah lebih lemah
(wawancara 20 Juli 2011).
Jumlah dan komposisi karyawan tersebut dengan waktu buka 24 jam
yang terbagi menjadi tiga shift kerja. Shift pertama (pagi) bekerja dari pukul
07.00 hingga pukul 15.00, dan shift kedua bekerja dari pukul 15.00 hingga
pukul 23.00, dan shift ketiga dari pukul 23.00 sampai kembali pagi hari
pukul 07.00. Semakin kecil ukuran minimarket, jumlah karyawan
yang
dibutuhkan juga akan relatif berkurang. Berdasarkan hasil pengamatan
bahwa jumlah karyawan Minimarket Circle K paling kecil terdiri atas lima
orang dan terbanyak delapan orang. Seorang supervisor merangkap menjadi
administrasi.
Implementasi sistem kumputerisasi yang semakin canggih dan keharusan
untuk
rangkap
tugas/fungsi
pekerjaan
(multi-tasking)
menyebabkan
karyawan toko minimarket juga harus memiliki kemampuan berhitung di
samping kemampuan berbahasa Inggris. Hal ini sangat dibutuhkan karena
140
pendirian Minimarket Circle K banyak di daerah pariwisata. Dalam
penelitian ini berlokasi di kawasan Sanur. Dari 19 Minimarket Circle K yang
ada di Denpasar Selatan delapan buah berkedudukan di Sanur. Untuk daerah
Sanur, Circle K tersebar di jalur pariwisata dan di daerah pantai. Dari segi
tempat kebanyakan berada di daerah yang sangat strategis
Seorang karyawan harus memliki kualitas internal yang sejalan dan
mendukung peranannya sebagai penjual. Kualitas ini meliputi kepribadian
(threat), sikap (attitude), motivasi, dan nilai-nilai (values).
Dalam Manajemen Minimarket
(Sujana, 2012), dikatakan
bahwa
kualitas-kualitas individu yang cocok untuk bekerja di toko minimarket
adalah harus memenuhi hal-hal di bawah ini.
1. Memiliki kepribadian yang positif; jujur, amanah, rajin, cekatan, dan
sebagainya.
2. Memiliki sikap yang baik: mau belajar, bekerja sama, kerja keras, dan
sikap positif lainnya.
3. Memiliki motivasi yang lebih dari sekadar menukar waktu dengan uang,
tetapi menunjukkan rasa syukur atas diperolehnya kesempatan bekerja.
4. Memiliki nilai atau kualitas kolektif yang didasarkan atas norma dan
keyakinan yang dianut; misalnya nilai kepatutan, etiket/ kesopanan,
ketaatan, dan sebagainya.
Dalam menjalankan bisnisnya, Circle K berpedoman pada peraturan
perusahaan. Peraturan itu yang secara tegas telah memberikan batas bagi ketentuanketentuan tentang sayarat-sayarat kerja dan tata tertib untuk menjalin hubungan
141
kerja yang sehat, memelihara dan meningkatkan ketenangan, keserasian dan
kepuasan kerja untuk mencapai tujuan bersama.
Adapun kewajiban dan hak pengusaha yang tercantum pada pasal 4
Peraturan Perusahaan No.Kep.288/PHIJSK-PKKAD/PP/IV/2012 adalah sebagai
berikut.
1. Pengusaha berkewajiban untuk membayar/memberikan gaji/upah sesuai
dengan aturan yang berlaku, memerhatikan kesejahteraan karyawan,
serta memperlakukan sesuai dengan peraturan perusahaan dengan
ketentuan-ketentuan ketenagakerjaan yang berlaku.
2. Pengusaha
berkewajiban
tidak
mempekerjakan
karyawan
tanpa
persetujuan dari yang bersangkutan pada perusahaan bukan miliknya atau
yang dikuasai olehnya, kecuali pada cabang dari perusahaannya.
3. Pengusaha berkewajiban, bila sebagai akibat dari ekonomi perusahaan
kekurangan aktivitas, penutupan atau penggabungan persahaan d dengan
perusahaan
lainnya,
dapat
mengakibatkan
pemindahan
atau
pemberhentian sejumlah karyawan, untuk pada waktunya mengadakan
persiapan dan pengaturan seperlunya hingga dapat dihindarkan adanya
karyawan menjadi korban karenanya.
4. Pengusaha berhak melaporkan dan menuntut karyawan ke pihak yang
berwajib atau pengadilan bilamana melakukan tindakan kriminal atau
tindakan yang bisa merugikan perusahaan atau konsumen.
5. Memberikan upah lembur kepada karyawan yang telah melaksanakan
kerja lembur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan peraturan perusahaan.
142
6. Memberikan fasilitas kesehatan, istirahat, olahraga, dan tempat ibadah
bagi karyawan.
7. Memberikan tunjangan hari raya keagamaan.
8. Menetapkan
peraturan
tata
tertib
untuk
kelangsungan
jalannya
perusahaan dalam semua aspeknya dan keharmonisan karyawan.
Dengan diaturnya kewajiban dan hak pengusaha, maka diharapkan adanya
perlindungan bagi karyawan. Dengan demikian, karyawan akan dengan sepenuh hati
melakukan pekerjaannya yang pada akhirnya dapat meningkatkan laba perusahaan.
6.1.2 Perekrutan Karyawan
Rekrutmen sumber daya manusia adalah bagaimana memilih orang-orang
yang bersedia bekerja keras sehingga mampu menciptakan keunggulan bagi
perusahaan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan tenaga kerja yang memenuhi
kualifikasi. Rekrutmen didefinisikan sebagai praktik atau aktivitas yang dilakukan
organisasi dengan tujuan utama mengidentifikasi dan memikat pegawai yang
potensial/qualified. Aktivitas rekrutmen dirancang untuk memengaruhi. Jumlah
orang yang melamar lowongan kerja, jenis orang yang melamar dan kemungkinan
mereka yang melamar lowongan kerja itu akan menerima posisi jika ditawarkan.
Langkah awal dalam pemenuhan karyawan adalah “perekrutan”, Calon
karyawan bisa berasal dari kalangan internal (keluarga) pemilik atau dari luar, yaitu
kalangan umum, masyarakat luas. Perekrutan dilakukan dengan tahapan-tahapan
sebagai berikut (Sujana, 2012: 148). Perekrutan karyawan bisa dilakukan secara
internal, yaitu merekrut karyawan dari kalangan sendiri yang lebih bisa memberikan
rasa aman dan kepercayaan. Perekrutan juga dapat dilakukan dari eksternal sehingga
143
mampu bertindak lebih profesional dan mempertimbangkan kebutuhan bisnis
sebagai faktor utama.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang karyawan minimarket
circle k, menjawab pertanyaan bagaimana ia bisa bekerja pada minimarket circle k.
Seperti yang diungkapkan oleh Tyas Indrawati, seperti berikut.
“Saya mendapatkan informasi dari teman, bahwa pada minimarket ini sedang
membutuhkan karyawan baru. Selanjutnya saya mengajukan lamaran kerja
dengan mengikuti persyaratan yang telah ditentukan. Berselang beberapa
lama saya dipanggil untuk mengikuti testing dan setelah pengumuman saya
dinyatakan lulus, dan sampai sekarang saya masih bekerja
disini”(wawancara, 12 Nopember 2012).
Perekrutan karyawan dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan sebagai berikut
(terlebih dahulu dengan menyusun jadwal sederhana)
1. Membuka lowongan kerja dengan menyusun redaksi dengan singkat, jelas,
dan padat. Buat dalam bentuk poster, brosur, ataupun spanduk. Bisa juga
melalui media massa dan jangan lupa memberikan persyaratan administrasi.
2. Seleksi aplikasi; pilah berkas lamaran kerja yang masuk berdasarkan kode
jabatan yang dipilih, periksa kelengkapan dokumennya. Selanjutnya berkas
yang memenuhi persyaratan dicatat dan selanjutnya dibuatkan jadwal untuk
proses seleksi.
3. Seleksi/tes tertulis, yang diperuntukkan untuk menguji dan mengukur
kemampuan berhitung dan logika sederhana. Hal ini penting dilakukan
karena pramuniaga bertanggung jawab untuk melakukan stock-opname dan
penghitungan order barang.
144
4. Pemeriksaan kesehatan, calon karyawan menyertakan keterangan sehat yang
menyatakan kondisi kesehatan. Hal ini amat penting menyangkut kinerja
dan kesiapan pelayanan konsumen.
5. Wawancara/interview dilakukan untuk mengetahui kondfisi fisik dan
penampilan pelamar di samping kualitas internalnya. Hal-hal yang dinilai
meliputi (a) penampilan, (b) sikap, (c) komunikasi (cara berbicara), (d)
motivasi, dan (e) wawasan. Selain itu, wawancara juga menyangkut jaminan
dan kesanggupan kontrak kerja serta negosiasi gaji.
6. Keputusan penerimaan; berdasarkan seleksi tertulis dan wawancara dapat
dibuat keputusan penerimaan pegawai baru, yang terdiri atas pegawai yang
diterima dan cadangan.
7. Kontrak kerja, merupakan bentuk pengikatan komitmen antara karyawan dan
pihak perusahaan. Bagi karyawan, kontrak kerja akan menjadi pegangan
yang memberikan rasa aman dan kenyamanan dalam bekerja. Sementara
bagi pihak perusahaan, kontrak kerja ini merupakan bagian dari penegakan
disiplin terhadap peraturan dan jaminan bagi perolehan kinerja sesuai dengan
yang diharapkan
Dalam peraturan perusahaan yang menyangkut hubungan kerja, pada pasal 6
tentang penerimaan karyawan tetap disebutkan sebagai berikut.
1. Untuk diterima sebagai karyawan harus dipenuhi beberapa syarat berikut ini.
a. Memenuhi syarat administrasi sebagai calon karyawan
b. Lulus seleksi/tes
c. Lulus seleksi kesehatan
d. Bersedia mematuhi isi PP
145
e. Apabila diperlukan, perusahaan dapat mempekerjakan karyawan dengan
status perjanjian kerja/kesepakatan kerja untuk waktu tertentu sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2. Pengusaha berhak dan berkewajiban menetapkan/mengadakan perjanjian
hubungan kerja dengan karyawan sepanjang ketetapan-ketetapan tersebut tidak
bertentangan dengan undang-undang.
3. Setiap karyawan harus terlebih dahulu menjalankan masa percobaan paling lama
tiga bulan berturut-turut dihitung sejak pertama mulai diterima bekerja di
perusahaan.
4. Selama masa percobaan, baik perusahaan maupun karyawan, dapat memutuskan
hubungan kerja pada setiap saat. Dalam hal karyawan diberhentikan oleh
perusahaan
tidak
akan
diberikan
uang
pesangon
apabila
karyawan
mengundurkan diri mengacu pasal 63 PP ini.
5.
Sesudah masa percobaan berakhir dan menurut perusahaan karyawan dapat
memenuhi syarat-syarat ditetapkan oleh perusahaan, maka karyawan tersebut
akan diangkat oleh perusahaan menjadi karyawan tetap, menurut status
penggolongannya berdasarkan surat pengangkatan dan masa kerjanya dihitung
sejak mulai bekerja.
6.
Dalam surat pengangkatan itu selain dimuat penempatan pada jabatan dan
persyaratan mengenai pendapatan, juga dilampirkan pernyataan diri yang
bersangkutan tentang ketaatannya pada peraturan perusahaan ini.
7. Perusahaan berhak melakukan uji kesehatan kepada calon karyawan berdasarkan
jabatan tertentu dan mempunyai hak menolak mengikat perjajian kerja bila uji
146
kesehatannya tidak memenuhi syarat yang diatur dalam ketentuan tersendiri
oleh departemen sumber daya manusia.
Selain menerima karyawan tetap perusahaan juga dapat mengadakan
hubungan kerja melalui perjanjian kerja khusus kepada karyawan untuk jangka
waktu tertentu. Hubungan kerja itu harus didasari dengan syarat-syarat kerja dan
ketentuan lainnya yang dinyatakan secara khusus dalam perjanjian kerja yang
diadakan antara karyawan yang bersangkutan dan perusahaan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam
pemenuhan
karyawan
minimarket
lebih
berorientasi
pada
kemampuan, tampilan, dan kemampuan untuk berinteraksi dengan pelanggan.
Khusus untuk daerah-daerah wisata seperti Sanur maka kemampuan bahasa asing
menjadi sangat penting. Pada kegiatan pedagang kecil untuk pemenuhan tenaga
kerja biasanya dilakukan sendiri oleh pemiliknya dan dibantu oleh keluarga. Ada
beberapa toko kelontong yang mempekerjakan karyawan, biasanya jumlahnya kecil
paling antara satu orang sampai dua orang, dan jam kerjanya langsung dari mulai
buka pada pagi hari sampai dengan tutup pada sore hari.
6.1.3 Pelatihan Karyawan
Setelah proses rekrutmen berjalan dengan baik maka langkah selanjutnya
adalah melakukan penempatan karyawan dengan sebelumnya mengadakan
pelatihan. Pelatihan akan bersifat induksi, pengenalan dunia ritel sampai pada hal
teknis pengetanhuan barang dan pengoperasian aplikasi program. Pekerjaan terus
berubah setiap saat akibat perkembangan teknologi dan adanya perputaran di bidang
147
kerja. Dengan demikian, organisasi harus memiliki komitmen untuk terus- menerus
melatih dan mendidik sehingga karyawan memiliki kesiapan untuk bekerja.
Program pendidikan dan pelatihan wajib diikuti oleh karyawan yang baru
masuk. Artinya, setiap karyawan baru
diharuskan untuk mengikuti program
orientasi karyawan baru sesuai dengan ketentuan yang berlaku di perusahaan.
Pengusaha melakukan latihan kerja yang diarahkan untuk membekali dan
mengembangkan potensi kerja guna meningkatkan kemampuan, keterampilan dan
produktivitas kerja. Pendidikan dan pelatihan juga diharapkan mampu meningkatkan
profesionalisme dan penyelenggaraannya bisa dilakukan, baik dalam lingkungan
perusahaan maupun di luar perusahaan. Karyawan yang telah mengikuti pendidikan
dan pelatihan digunakan sebagai pertimbangan khusus untuk jenjang karier pada
masa yang akan datang. Pelatihan juga diberikan kepada karyawan yang ada untuk
pekerjaan baru karena akan lebih efektif biayanya daripada menghentikan mereka
dan mempekerjakan karyawan baru.
Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan minimarket circle k Tyas
Indrawati diungkapkan sebagai berikut.
“Setelah saya dinyatakan lulus seleksi, maka sebelum mulai bekerja
diberikan pelatihan-pelatihan menyangkut materi pengetahuan umum tentang bisnis
ritel, bagaimana melayani konsumen, pengetahuan tentang tata tertib dan peraturan
perusahaan,
dan
menyangkut
berbagai
hal
tentang
operasional
minimarket”(wawancara, 12 Nopember 2012).
Beberapa kecenderungan yang memengaruhi bisnis saat ini berimplikasi
terhadap pelatihan seperti tampak pada tabel 6.1.
148
Tabel 6.1
Kekuatan Utama yang Memengaruhi Bisnis dan Implikasinya terhadap Pelatihan
Kekuatan
Implikasi Pelatihan
Meningkatnya kompetisi Kebutuhan lebih besar untuk strategi kompetitif. Para
global dan domestik
pekerja
harus
terampil
dalam
aspek
teknik
pekerjaannya. Para manajer perlu dilatih dalam teknik
manajemen
dan
memaksimumkan
produktivitas
karyawan.
Perubahan yang cepat Para karyawan perlu dilatih agar memiliki keterampilan
dalam
teknologi
komputerisasi
dan teknologi yang lebih tinggi dan dapat beradaptasi
terhadap
perubahan
dalam
operasi,
rancangan
pekerjaan, dan arus kerja
Perubahan dalam tenaga Para manajer perlu dapat berhubungan dengan isu-isu
kerja
yang dihadapi karyawan yang lebih majemuk dan
bekerja secara koperatif dengan mereka. Mereka perlu
memastikan
bahwa
karyawan
mampu
lebih
berpartisipasi dalam keputusan organisasi
Tuntutan
yang
lebih Manajer perlu dilatih dapat membuat keputusan cepat
besar terhadap waktu dan akurat
manajemen
Merger,
akuisisi,
dan Rencana pelatihan jangka panjang dibutuhkan yang
divestasi yang semakin menghubungkan rencana dan strategi bisnis korporat
luas
Keusangan
dan
pekerjaan Perubahan yang lebih besar terhadap pekerjaan
munculnya menuntut kebijakan pelatihan yang fleksibel yang dapat
pekerjaan baru
mencegah turunnya produktivitas dan meningkatnya
pergantian karyawan
Sumber : Bernadin dan Russell ( 2003: 296)
149
Pelatihan ini amat penting untuk menyatukan persepsi di antara karyawan.
Adapun materi yang disampaikan dalam pelatihan induksi karyawan minimarket
adalah sebagai berikut.
1. Pengantar umum meliputi pengenalan bisnis ritel serta tujuan perusahaan
dan lingkungan perusahaan.
2. Pengetahuan
dan
penanganan
barang
meliputi
dasar-dasar
merchandising, penanganan barang, manajemen kategori, klasifikasi dan
identifikasi barang, proses inventori/stock opname.
3. Prosedur operasional meliputi proses buka – tutup toko, proses
pemeliharaan dan penanganan aset, proses penanganan barang,
penanganan keuangan, administrasi, dan personalia.
4. Pelayanan
konsumen
meliputi
memahami
kebiasaan
konsumen,
kepedulian terhadap konsumen, dan salesmanship.
5. Pengoperasian aplikasi ritel meliputi modul operasi kasir, modul back –
office.
6. Pengelolaan keuangan dan administrasi toko meliputi pengelolaan
setoran, tukaran, kas kecil, jurnal harian prosedur SO& tutup buku.
Dalam proses pelatihan juga disampaikan hal-hal yang berkaitan dengan
pola pengaturan waktu kerja. Berdasarkan hasil observasi penelitian
pada Minimarket Circle K diperoleh seperti di bawah ini.
Saat weekend di mana orang-orang kantoran, mahasiswa, pelajar
libur, orang toko justru lembur. Kondisi ini adalah kondisi khas bisnis ritel,
sebagai konskuensi bisnis layanan. Untuk mensiasati kondisi ini dilakukan
pengaturan jadwal kerja karyawan dengan baik, tegas, tetapi tetap fleksibel.
150
Hal ini penting dilakukan untuk mampu meng-cover kebutuhan tenaga kerja
yang sejalan dengan fluktuasi tingkat keramaian toko.
Menurut pengakuan pengelola Minimarket Circle K di kawasan Sesetan dan
Jln. Waturenggong, Bapak Yudhi Setianugraha, adalah sebagai berikut.
“Dalam urusan gaji (salary), untuk meningkatkan produktivitas karyawan
dikembangkan skema pemberian insentif yang menarik, yang berlaku kepada
semua karyawan. Insentif diberikan dengan memperhatikan kinerja
karyawan, bukan berdasarkan senioritas dan juga bukan berdasarkan jam
kerja. Insentif dapat diberikan berupa financial dan nonfinancial.(wawancara, 9 November 2011).
Ungkapan di atas sesuai denga peraturan perusahaan bab VI pasal 25 tentang
gaji dan upah sebagai berikut.
1. Gaji/upah adalah imbalan untuk karyawan yang diterima dari pengusaha
karena ada hubungan kerja.
2. Gaji/upah bagi jabatan dan golongan seperti tercantum pada lampiran II
ditetapkan lebih lanjut oleh pengusaha, dengan catatan bahwa gaji/upah
terendah akan mengikuti ketentuan pemerintah tentang gaji dan upah
pada lokasi dimana perusahaan berdomisili.
3. Sistim pengupahan berdasarkan golongan dengan prinsip bahwa untuk
klasifikasi pekerjaan yang sama, tidak tertutup adanya perbedaan nilai
nominal, dikarenakan perbedaan kompetensi dan atau performance
karyawan.
4. Gaji/upah karyawan dimuat dalam surat pengangkatan atau dapat
ditetapkan dalam surat penetapan secara tersendiri.
5. Gaji/upah karyawan tidak akan lebih rendah dari ketentuan upah
minimum yang ditetapkan oleh pemerintah.
151
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa karyawan perusahaan selain menerima
gaji/upah juga diberikan tunjangan hari raya keagamaan, bagi karyawan yang telah
bekerja dua belas bulan lebih. Sebaliknya pekerja pada pedagang kecil biasanya
hanya menerima upah, dan jumlahnya biasanya berdasarkan kesepakatan pada saat
baru mulai bekerja.
Kecenderungan organisasi bertanggung jawab menyediakan sarana yang
mendukung dan mendorong perubahan dan individu yang bertanggung jawab
memeroleh manfaat yang maksimum dan kesempatan belajar yang diberikan. Hal ini
melibatkan penguasaan informasi, keterampilan, sikap baru, dan pola-pola perilaku
sosial melalui pelatihan dan pengembangan.
6.1.4. Pengelolaan Toko Minimarket
Kompleksitas pengelolaan toko ritel adalah sangat beragam, tergantung dari
besar tidaknya organisasi, apakah Hypermarket, supermarket ataupun Minimarket.
Menurut I Nyoman Sugiarta (2011:92) dalam Panduan Praktis & Strategis
Retail Consumer Goods, manajemen pengelolaan minimarket menyangkut empat
hal yang sangat penting yaitu sebagai berikut.
1. Proses kerja (system) penegelolaan semua aktivitas kerja, baik fisik
maupun administrasi, untuk memastikan semua produk dan layanan ke
konsumen dapat menciptakan penjualan yang diharapkan. Proses kerja
ini meliputi alur kerja, jadwal kerja, penataan toko,dan perawatan
fasilitas kerja.
2. Karyawan (work force), pengelolaan sumber daya manusia
atau tim
kerja toko secara optimal untuk memastikan semua proses kerja berjalan
152
dengan baik, seperti training, supervisi, benefit,
kompensasi, dan
penentuan target penjualan.
3. Inventory, pengelolaan atas semua jenis barang dagangan, baik yang di
area penjualan maupun di gudang toko. Secara umum inventory ini
meliputi order barang, jumlah barang yang di- order, masa order, stock
ofname barang dagangan, pencegahan kerusakan ,dan kehilangan barang.
4. Quality service, yaitu bagaimana tim toko harus mengelola kualitas
produk, pelayanan, dan menjaga suasana toko yang menyokong
penjualan. Misalnya, standar pelayanan, standar display, kebersihan,
kenyamanan area toko, kontrol kualitas barang.
Semua faktor di atas bertujuan untuk menciptakan penjualan secara efisiensi
dan efektif, yang berarti bagaimana proses penjualan dapat dioptimalkan dengan
biaya yang seefisiennya. Tampilan toko/minimarket
merupakan fungsi sebagai
media untuk menciptakan penjualan. Hal itu penting karena barang yang tersedia di
toko tidak terjual dengan sendirinya, tetapi dipersiapkan sedemikian rupa sehingga
konsumen akan terangsang melakukan pembelian.
Dari pemaparan di atas jelaslah bahwa tidak setiap orang mampu menjadi
pengelola minimarket. Seorang kepala toko haruslah mempunyai pengetahuan
(knowledge) yang cukup dan kemampuan/kepiawaian (skill) yang mumpuni. Harus
memiliki wawasan tentang ritel dan memahami proses bisnisnya. Kemampuan
manajer minimarket juga harus memliki jiwa kepemimpinan, mampu membuat
perencanaan, pengorganisasian, dan pengaturan kerja sehingga dapat dipastikan
pekerjaan dikerjakan sesuai dengan yang diharapkan dan akhirnya melakukan
pengawasan.
153
Pengelolaaan Minimarket Ciercle K sangat memperhatikan hal-hal di atas.
Misalnya, dikemukakan oleh pengelola
minimarket Bapak Yudi Setianugraha
sebagai berikut.
Menjawab pertanyaan tentang bagaimana mengelola usaha minimarket maka
ia menyatakan :”Seorang harus mampu mengkombinasikan kualitas internal
dan eksternal maksudnya apa yang ada di pihak perusahaan harus bisa
disinergikan dengan faktor luar yang mempengaruhi usaha kita, sehingga
yang mampu menjadi keteladanan, pemikiran dan mampu memotivasi
bawahan. Keteladanan adalah kemampuan untuk memberikan contoh baik
dalam sikap dan perilaku keseharian sehingga dapat menjadi panutan.
Pemikirannya harus mampu kreatif, kritis, dan mampu menganalisis keadaan
secara cepat dan tepat yang akhirnya mampu mendongkrak penjualan (
wawancara, 9 November 2011).
Ada beberapa fungsi yang harus dijalankan oleh seorang Store Manager atau
Store Supervision: Menurut I Nyoman
Sugiarta (2011: 93) disebutkan adalah
sebagai berikut.
1. Pengelolaan karyawan toko, dalam bisnis ritel yang padat kerja, berarti bahwa
pengelolaan sumber daya manusia yang baik akan menjadi salah satu kunci
keberhasilan. Pengelolaan karyawan bisa berupa hal-hal berikut.
a. Pemberian training yang memadai untuk karyawan baru meliputi training
mengenai kebijakan perusahaan, sistem atau proses bisnis atas pekerjaan
yang kelak menjadi tanggung jawabnya, prosudur penerimaan barang dan
retur.
b. Memberikan motivasi kerja, konsultasi, dan mencontohkan sikap positif
dalam bekerja di toko.
c. Membantu personel toko untuk mencapai performa toko dengan memberikan
supervisi setiap saat.
d.Menyusun dan memberikan insentif atas kinerja yang baik.
154
2. Pelayanan konsumen setiap personel toko. Setiap karyawan harus mampu
memberikan pelayanan yang terbaik kepada setiap konsumen, mampu meyakinkan
konsumen bahwa barang yang dibeli sesuai dengan keinginan mereka. Selalu
menyapa konsumen dengan santun serta gesit melayani konsumen di kasir agar
tidak tercipta antrean yang panjang.
3. Pengendalian biaya. Beberapa jenis biaya yang terjadi di toko yang harus
dicermati oleh manajer toko adalah;
a. Biaya tenaga kerja, berarti berapa jumlah karyawan yang ideal. Untuk itu
perlu memerhatikan:
(a). jumlah jam kerja (berapa shift)
(b). seberapa tinggi traffict konsumen di toko (customer per day)
(c). bagaimana kondisi toko dari kerawanan pencurian dan gangguan lainnya
(d) berapa luasan toko (selling space), beberapa retailer membagi toko dalam
sejumlah tipe berdasarkan luas selling space.
b. Biaya perawatan toko, atas biaya
perbaikan fasilitas sehingga tidak
mengganggu pelayanan kepada konsumen atau menghambat proses kerja,
antara lain pengecatan ulang, perbaikan pendingin ruangan, perbaikan
pendingan minuman (chiller), shop, sign, single pole, perbaikan area parker,
dan lainnya.
c. Biaya listrik, termasuk biaya yang secara rutin yang menyedot pengeluaran
yang cukup besar. Untuk itu karyawan harus benar-benar memahami hemat
energi. Mulai dari desain toko sedemikian rupa sehingga pada siang hari bisa
mengurangi penyalaan lampu, pengaturan titik lampu yang tepat.
155
d. Biaya kehilangan barang (inventory loss). Kehilangan barang di toko juga
sangat memengaruhi perolehan laba. Kehilangan barang sebagian besar
disebabkan oleh;
(a) kesalahan pencatatan antara fisik barang yang diterima dan yang dicatat
atau tercantum di stock barang dagangan (komputer)
(b).kesalahan pengiriman barang dari supplier atau dari distribution center
(c).pencurian yang dilakukan oleh karyawan toko itu sendiri
(d).pencurian yang dilakukan oleh orang luar (konsumen)
(e).kesalahan pencatatan pada saat stock opname.
Pencegahan kehilangan barang ini biasanya dilakukan dengan cara berikut.
a. Trainning karyawan mulai dari proses penerimaan barang dan pengecekan
yang tepat dan akurat. Teknik pengawasan konsumen dengan tetap
melayani serta memberikan pengenalan tentang ciri-ciri pencuri dari pihak
luar serta memberikan peringatan dan sanksi yang tegas atas pencurian yang
dilakukan oleh pihak karyawan sendiri.
b. Desain atau penataan toko harus sudah mempertimbangkan kemungkinan
kehilangan beberapa jenis barang, misalnya barang yang mahal, barang
kecil.
c.Tipe barang lain yang harus dipajang pada tempat khusus yang mudah
diawasi oleh kasir atau karyawan toko lainnya.
d. Penambahan alat-alat keamanan seperti CCTV dipasang di area penjualan
atau area luar toko (parkir) serta penyediaan tenaga keamanan.
Untuk memberikan kenyamanan dan keamanan pelanggan maka Circle K
telah menyediakan tempat parkir dan berbagai fasilitas. Keberadaan Circle K yang
156
buka 24 jam membuat minimarket ini cukup berisiko khususnya pada malam hari.
Keadaan yang sepi dan jumlah karyawan biasanya yang bertugas dua orang
dimanfaatkan oleh perampok. Hal ini pernah dialami oleh Circle K di Jalan Letda
Reta pada 21 Desember 201. Pada saat itu yang sedang bertugas adalah I Komang
Ardi seorang diri. Dia dirampok oleh lima orang dengan kerugian 5,3 juta dan dua
HP miliknya (Radar Bali, 22 Desember 2011).
Resiko yang lain adalah karena Circle K mendapat izin untuk menjual
minuman beralkohol dengan klasifikasi A, kalau konsumen minum terlalu banyak,
juga bisa menyebabkan mabuk. Hal ini pernah terjadi di depan toko modern di Jalan
Hayam Wuruk Denpasar pada hari Minggu dini hari (23/10/2011). Pada waktu itu
terjadi kasus tawuran di depan toko modern.
6.1.5 Tradisi dan Budaya Kerja.
Mata pencaharian sebagai pedagang berkembang secara alamiah, yaitu mulai
mencoba mengadu keberuntungan dan pada akhirnya digeluti sebagai profesi.
Berdagang secara tradisional banyak dilakoni oleh penduduk di Kecamatan
Denpasar Selatan. Jumlah penduduk yang mata pencahariannya sebagai pedagang
berjumlah 6.631 jiwa. Jumlah itu nempati rangking dua setelah mata pencaharian di
bidang pemerintahan /jasa yang berjumlah 10.350 jiwa dari total penduduk 32. 504
jiwa. Itu berarti 31 persen dari total penduduk.
Tempat untuk menjual barang dagangannya tersebar di 20 pasar umum dan di
berbagai lokasi, baik dalam bentuk toko kelontong, minimarket, maupun lapaklapak yang biasanya berada di dekat permukiman penduduk.
157
Berdagang memerlukan keterampilan yang lebih dibandingkan dengan
pekerjaan agraris. Seiring dengan terjadinya perkembangan ekonomi dan
banyak
pengembangan daerah pariwisata dan permukiman, menyebabkan lahan pertanian
berkurang. Hal itu mengakibatkan petani beralih pekerjaan.
Pola kehidupan pedagang kebanyakan kental dengan tradisi masih banyak
diikat oleh tatanan upacara dan upakara yang bersifat keagamaan. Permasalahan
akan muncul bahwa spirit berdagang adalah harus lebih banyak mengoptimalkan
waktu dan mengejar apa yang dikenal efisiensi sebagai muara untuk pencapaian
laba. Berdasarkan hasil wawancara dengan sepuluh orang pedagang kecil yang ada
di Kecamatan Denpasar Selatan,Diketahui bahwa total hari berdagang dalam satu
bulan tidak lebih dari 24-- 26 hari mereka bisa membuka toko/warung. Hal ini
disebabkan oleh adanya berbagai kepentingan yang berkaitan, dengan tradisi
maupun upacara keagamaan (wawancara 11 November 2011).
Perkembangan ekonomi yang menuntut adanya tingkat pertumbuhan yang
lebih tinggi menuntut juga cara kerja yang lebih efesien dengan lebih mengagungkan
apa yang dikenal dengan manajemen. Penekanan efisiensi hakikatnya merambah
berbagai ranah kerja. Penekanan itu sendiri sebenarnya tidak lepas dari kehadiran
ide manajemen ilmiah Taylor. Dalam kajian “waktu dan gerak” didesain
menggantikan apa yang disebut Taylor dengan metode “aturan jempol” yang tidak
efisien. Artinya, kerja dalam
hari, hari didominasi apa yang dinilainya sebagai
“satu cara terbaik”. yaitu sarana optimal mengakhiri sebuah pekerjaan ( Ritzer, 2002
:79).
Perkembangan Minimarket Circle K yang dari awalnya memang telah
mengusung kapitalisme, sebagai salah satu jenis usaha yang telah secara terus
158
menerus menggunakan pedoman-pedoman pengelolaan sebuah toko modern.
Peranan budaya organisasi yang merupakan makna atau sistem yang dianut oleh
anggota dalam hal ini adalah para karyawan, supervisor dan pemilik minimarket.
Unsur-unsur yang ada dalam budaya organisasi ini adalah sistem nilai, lingkungan
bisnis, pahlawan, jaringan budaya, pola ritual keyakinan, perilaku, gaya manajemen,
sistem dan prosedur manajemen, norma-norma dan prosedur serta pedoman perilaku
( Tika, 1999 ;7).
Perkembangan toko modern di Denpasar yang terus menerus bertambah banyak
dipandang sebagai kecederungan (trend). Bagi para pengusaha mengenali dan
memanfaatkan trend merupakan sesuatu yang penting. Circle K merupakan salah
satu toko modern yang memanfaatkan momentum itu Circle K memahami sebuah
produk dapat memiliki signifikansi di luar fungsi dan bentuk, yaitu produk menjadi
simbol di dalam masyarakat sehingga produk itu merupakan ikon.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola minimarket Circle K,
diketahui bahwa selain memperoleh gaji sesuai dengan yang dimuat dalam surat
pengangkatan atau dalam surat penetapan secara tersendiri, karyawan juga diberikan
tunjangan hari raya keagamaan (THR) sebagai wujud kebersamaan untuk
menyelenggarakan aktivitas budaya, yaitu hari raya agamanya.
159
Gambar 6.1
Lay Out Minimarket Circle K
Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2012
Dalam gambar di atas tampak sangat jelas bagaimana Minimarket Circle K
menempatkan peralatan, barang-barang dan penerangan sebagai satu cara menarik
konsumen.
Minimarket yang telah masuk ke daerah pemukiman merupakan ancaman bagi
pedagang kecil di sekitarnya, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Ambara sebagai
berikut.
“Tumbuhnya minimarket sampai ke pelosok-pelosok pemukiman termasuk ke
Sesetan merupakan ancaman bagi warung, pedagang kecil, dan toko kelontong
disekitarnya. Jarak antara minimarket yang satu dengan yang lain sangat
berdekatan, malahan ada yang berhadap-hadapan, apalagi di sekitarnya juga
banyak berdiri toko kelontong dan pedagang kecil lainnya. Seperti toko saya,
sejak adanya minimarket, orang yang datang ke sini berbelanja berkurang.
Mereka lebih memilih berbelanja ke minimarket karena barang yang ditawarkan
lebih lengkap, apalagi di sana ada internet gratis, maka kalangan remaja lebih
tertarik ke situ” (wawancara, 3 September 2011)
160
Ungkapan di atas didukung oleh beberapa konsumen (responden) yang
diwawancarai mengenai mengapa mereka memilih berbelanja di Circle K. Hasil
wawancara berstruktur dari responden diuraikanya sebagai berikut.
Berkisar 60% menjawab bahwa berbelanja di Circle K jauh lebih praktis,
lebih hieginis, dan pelayanannya juga ramah. Selain itu, ada
Free Wifi, bukanya
juga 24 jam. Bisa dengan cepat membeli apa yang kita perlukan terutama makanan
dan minuman ringan. Lain halnya kalau belanja di toko kelontong kita harus
mencari-cari tempat barangnya, agak lambat, dan pelayanannya kurang,
juga
bukanya kan tidak lama. Seandainya semua kebutuhan disediakan di sini,
kemungkinan saya akan membeli semua di sini, biar sekalian. Sisanya lagi 40%
konsumen mengatakan bahwa dia berbelanja di Circle K karena tempat tinggalnya
dekat. Di samping buka 24 jam parkirannya juga dekat dengan tokonya. Jadi, dapat
menghemat waktu, terutama untuk orang yang dikejar waktu seperti saya. Selain itu,
di bagian kasir juga tidak pernah antre lama. Pokoknya Circle K memberikan
pelayanan yang baik dan memuaskan.Untuk masalah harga hanya selisih Rp 500,00
s.d. Rp 1.000,00 dengan minimarket lain atau warung kecil dan ia tidak keberatan
karena dia lebih cepat.
Dari informan dan responden di atas menunjukkan adanya kekhawatiran
dari pemilik toko atas kehadiran minimarket terhadap keberlangsungan warung atau
toko kelontong yang ada di sekitarnya, dan dapat dipahami bahwa konsumen sangat
membutuhkan barang tidak saja karena fungsinya, tetapi di mana barang itu dibeli.
Dalam kaitan ini pembelian di Circle K dapat memberikan simbol bahwa barang dan
tempatnya menaikkan gengsi dalam pergaulan sosialnya. Terbukti walaupun harga
barang di Circle K lebih mahal, ia tetap belanja di sana. Kondisi ini memberikan
161
gambaran bahwa konsumen Circle K berada di kelompok kemampuan ekonomi
menengah ke atas karena konsumen yang kondisi ekonominya lemah akan sangat
bergantung dari harga produk tersebut. Artinya, di mana lebih murah maka mereka
akan melakukan pembelian di tempat itu. Konsumen dengan tipe inilah biasanya lari
ke pedagang kecil/kelontong karena di sana dapat harga lebih murah dan adanya
interaksi sosial dalam bentuk tawar-menawar.
Fenomena di atas sesuai dengan teori Kotler (2002: 181), yaitu faktor utama
yang memengaruhi konsumen adalah (1) faktor budaya yang terdiri atas budaya,
sub-sub- budaya, kelas sosial; (2) faktor sosial yang termasuk di dalamnya adalah
kelompok acuan, keluarga, peran, dan status; (3) faktor pribadi, karakteristik pribadi
tersebut meliputi usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya
hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli; dan (4) faktor psikologis yang
terdiri atas motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan pendirian.
Menurut Engel (1994 : 66) diuraikan bahwa Cara utama budaya
memengaruhi yang Anda beli dan digunakan setidaknya tiga efek utama. Pertama,
budaya memengaruhi konsumsi-institusi-institusi yang tersedia untuk pemasaran.
Kedua, budaya memengaruhi bagaimana individu mengambil keputusan. Ketiga,
budaya adalah variabel utama di dalam penciptaan dan komunikasi makna di dalam
produk.
162
Gambar 6. 2
Konsumen Minum Minuman Beralkohol Depan Minimarket Circle K
Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2012
Pertimbangan konsumen melakukan pembelian dari toko tertentu, apakah
karena bisa menawar, apakah karena adanya pilihan barang-barang yang beragam.
Inilah yang dikenal dengan citra toko, seperti yang dikemukakan oleh, Lynda Wee
Keng Neo, Cynthia Ng-Tang Lai Mun ( 2001:40) bahwa citra toko adalah apa yang
dinilai oleh konsumen tentang Anda dalam kegiatan mereka.
Ini merupakan soal pemetaan anggapan dan persepsi konsumen. Hal itu
merupakan fakta bahwa konsumen menilai dan memilih peritel berdasarkan citra
163
yang diproyeksikan. Beberapa konsumen percaya bahwa di mana mereka berbelanja
sama pentingnya dengan apa yang sesungguhnya dibeli. Oleh karena itu, penting
untuk memahami apa yang menjadi citra toko dan bagaimana mengolah serta
mengomunikasikan citra yang tepat kepada konsumen.
6.2 Faktor Eksternal
Bisnis ritel di Indonesia menngalami perkembangan yang cukup pesat pada
beberapa tahun terakhir dengan berbagai macam format dan jenisnya. Hal ini
disebabkan, baik oleh adanya perkembangan manufaktur dan peluang pasar yang
cukup terbuka maupun upaya pemerintah untuk mendorong perkembangan bisnis
ritel. Secara eksternal perkembangan industri ritel tidak terlepas dari pengaruh tiga
faktor utama, yaitu (1) ekonomi, (2) demografi, dan (3) sosial budaya.
Pertama,
faktor
ekonomi
adalah
kondisi
perekonomian
negara
yang
memengaruhi prestasi kerja suatu perusahaan meliputi tingkat pertumbuhan
ekonomi, tingkat pendapatan masyarakat, perubahan selera, dan pola pengeluaran
konsumen yang diakibatkan dari perubahan pendapatan. Faktor-faktor tersebut
memengaruhi baik secara langsung dan tidak langsung, praktik perusahaan.
Perusahaan perlu mengamati perkembangan indikator-indikator ekonomi sehingga
dapat menerapkan strategi yang efektif.
Kotler (2002 :165) mengemukakan bahwa daya beli yang ada di suatu
perekonomian bergantung
pada pendapatan, harga, tabungan, utang, dan
ketersediaaan kredit saat ini. Oleh karena, itu pemerintah bersama-sama dengan
masyarakat harus berusaha mempertahankan dan meningkatkan kondisi ekonomi
agar menjadi lebih baik sehingga pelaku bisnis dapat memajukan bisnisnya. Untuk
164
itu ada beberapa hal yang harus mendapatkan perhatian, yaitu siklus bisnis,
ketersediaan energi, inflasi, suku bunga, investasi, harga produk dan jasa,
produktivitas, dan tenaga kerja.
Kedua adalah demografi. Isu penting yang perlu diamati oleh pelaku bisnis
adalah perubahan tentang struktur umur penduduk, permasalah jenis kelamin, ras,
peluang kerja dan pengangguran, serta masalah-masalah yang menyangkut
urbanisasi. Dalam bisnis ritel salah satu cara dalam menentukan target pasar adalah
melalui demografi. Sesuai dengan pendapat Sugiarta (2011 : 13) bahwa segmentasi
demografi adalah penetapan segmentasi pasar berdasarkan data kependudukan,
wanita atau pria pada rentang usia tertentu, serta rata-rata jumlah anggota keluarga
dalam satu rumah tangga. Hal lainnya
adalah seberapa tinggi pertumbuhan
penduduk di area tersebut minimal dalam setahun. Data ini sangat dibutuhkan untuk
memprediksi pertumbuhan pasar di wilayah tersebut.
Ketiga adalah faktor sosial budaya masyarakat. Perubahan sosial masyarakat
hendaknya dapat diantisipasi oleh pihak perusahaan. Masyarakat dan budaya
merupakan kekuatan yang secara umum memengaruhi kehidupan perusahaan dan
yang tercermin dari persepsi, nilai-nilai kemasyarakatan dan agama, perilaku dan
kepercayaan. Manajer harus menyesuaikan praktik bisnis dengan harapan
masyarakat konsumen yang terus berubah-ubah. Pada
cita rasa berubah maka
manajer harus pula berubah. Kotler (2002 :173) menyatakan bahwa orang-orang
membeli produk, merek, dan jasa sebagai sarana ekspresi diri. Mereka membeli
mobil impian dan liburan, menghabiskan banyak waktu dan uang untuk kesenangan
pribadi. Manajer harus memiliki perhatian yang tajam terhadap pergeseran budaya
pada suatu saat sehingga dapat mengantisipasi peluang dan ancaman yang timbul.
165
Dalam menjalankan usaha, baik berdagang di pasar, toko kelontong, maupun
modern yang termasuk di dalamnya minimarket, supermarket sampai hypermarket,
maka tiga faktor di atas sangat perlu diperhatikan karena sangat memengaruhi
keberlangsungan usaha. Faktor yang amat penting untuk keberlangsungan bisnis
adalah mampu menghadapi persaingan dan faktor pemerintah yang menyangkut
penyediaan fasilitas, pemberian perlindungan, seperti peraturan perundangundangan dan berbagai regulasi yang menjadi kewenangannya.
6.2.1 Persaingan
Adanya persaingan dalam dunia bisnis
dapat memengaruhi kebijakan dan
kinerja perusahaan. Artinya, dalam persaingan yang oligopoli perusahaan
mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk memengaruhi pasar, sedangkan pada
pasar persaingan sempurna sangat ditentukan oleh jumlah kompetitor yang dilihat
dari beberapa sisi seperti jumlah, ukuran, dan kekuatannya. Kotler (2002 : 247)
mengatakan
bahwa perusahaan-perusahaan yang jelek mengabaikan pesaing;
perusahaan rata-rata akan meniru pesaing; perusahaan yang menang menggungguli
pesaing. Sehubungan dengan itu,
kekuatan-kekuatan
para pembisnis harus selalu menganalisis
para pesaingnya.
Ancaman persaingan bisa timbul dari
beberapa kekuatan seperti di bawah ini.
1. Ancaman persaingan segmen yang ketat. Suatu segmen menjadi tidak
menarik jika ia telah memiliki pesaing yang banyak, kuat, atau agresif. Ia
bahkan menjadi lebih tidak menarik jika segmen tersebut stabil atau
menurun. Kondisi ini bisa menyebabkan perang harga, perang iklan, dan
pengenalan produk baru.
166
2. Ancaman pendatang baru. Daya tarik suatu segmen berbeda-beda menurut
tingginya penghalang untuk masuk dan keluarnya. Segmen yang paling
menarik adalah segmen yang memiliki penghalang untuk masuk yang tinggi
dan penghalang untuk keluar yang rendah.
3. Ancaman produk substitusi. Suatu segmen menjadi tidak menarik jika
terdapat substitusi aktual atau potensial dari suatu produk. Substitusi
membatasi harga dan laba yang dihasilkan.
4. Ancaman peningkatan kekuatan posisi tawar pembeli. Suatu segmen menjadi
tidak menarik jika pembeli memiliki posisi tawar yang kuat atau semakin
meningkat. Pembeli akan berusaha untuk memaksa agar harga diturunkan,
meminta lebih banyak pelayanan sehingga menjadi beban profitabilitas
penjual.
5. Ancaman peningkatan kekuatan posisi tawar pemasok. Suatu segmen
menjadi tidak menarik jika para pemasok perusahaan mampu menaikkan
harga atau mengurangi kuantitas yang dipasok. Pemasok cenderung menjadi
lebih kuat (Kotler, 2002 : 248).
Pesaing dalam arti ekonomi adalah usaha yang sejenis atau menjual barang
yang sama atau barang yang dapat menggantikan fungsinya. Dalam bisnis ritel,
termasuk minimarket terdapat empat tipe persaingan (Sujana, 2012 : 20) sebagai
berikut.
1. Direct competition, bersaing langsung dengan kompetitor sejenis dengan
target market dan lokasi yang sama. Contohnya Minimarket Alfamat dan
Indomaret, bersaing dalam lokasi yang sama, berdampingan,
berhadap-hadapan.
bahkan
167
2. Internal competition, bersaing dengan toko lain yang masih satu
group/perusahaan. Contoh : persaingan antara minimarket ternama dalam
satu group/merek dalam satu coverage area, kurang dari 500 meter.
3. Horizontal competition, persaingan dalam target market yang berbeda
walaupun dalam kategori barang dan lokasi yang sama. Contoh persaingan
antara sebuah minimarket murni dengan convenience store dalam suatu
lokasi yang sama atau berdekatan.
4. Vertical competition, persaingan dalam satu jalur distribusi yang sama
secara vertikal. Contoh persaingan sebuah grosir modern dengan
minimarket yang ada di dekatnya, dalam radius kurang dari 500 meter.
Pemasar harus selalu menyesuaiakan diri dengan kebutuhan, keinginan, dan
harapan pelanggan.
Di samping itu, harus memiliki hubungan baik dengan
pemasok, distributor, pemerintah, dan lain-lain.
Dalam Marketing Manajemen Pendekatan pada nilai-nilai pelanggan
(Tanjung, 2004 : 38) dinyatakan bahwa persaingan saat ini sudah mulai bergeser,
dari yang bersifat biasa-biasa (general) menjadi agresif. Pada akhirnya untuk
mengatasi persaingan yang semakin kompetitif itu, perusahaan harus mempunyai
kemampuan (capability).
Untuk menghadapi persaingan, perusahaan harus memiliki produk unggulan
dan memberikan value yang tinggi kepada konsumen. Selain itu, harus memadukan
dengan service. Inilah yang disebut dengan TQS (Total Quality Service). Artinya,
produk dan layanan merupakan kesatuan yang tak terpisahkan (Tanjung, 2004 :32)
Berdasarkan konsep di atas dapat dilihat bagaimana persaingan antara
pedagang kecil dan hadirnya minimarket dan seterusnya bagaimana persaingan itu
168
berjalan di antara pelaku pasar yang lain. Potensi pasar yang ada
selalu
diperebutkan oleh para pelaku pemasaran berusaha untuk memeroleh pangsa pasar
yang lebih besar.
Sujana (2012: 203) menyebutkan bahwa posisi pasar sebuah entitas ritel
modern secara eksternal dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu sebagai berikut.
1. Orientasi pasar (M), yaitu bagaimana peritel
melakukan segmentasi,
menargetkan, dan melakukan penyesuaian, format, produk, dan layanan.
2. Kompetisi (C), yaitu ritel modern bersaing pada kedua sisi pasar, pasar
konsumen dan sumber daya, bagaimana peritel menempatkan diri dalam
persaingan, apakah sebagai pemimpin, pengikut, atau penantang.
3. Informasi (I), yaitu kini peritel yang unggul adalah mereka yang menguasai
informasi; teknologi informasi, dan komunikasi
4. Globalisasi (G), yaitu pengaruh globalisasi tidak bisa dihindari. Mereka
yang survive dan mampu berkembang adalah yang mampu beradaptasi dan
mengadopsi iptek, seperti pemain global, menyetarakan kapasitas dan
kompetensinya.
Dalam
aktivitas
pemasaran
yang
dilakukan
oleh
minimarket,
pengelolanya menempatkan diri sebagai pemimpin dalam persaingan
utamanya dengan para pedagang kecil dan toko kelontong. Dengan modal
yang lebih besar, pelayanan yang memuaskan, dan berbagai fasilitas
pendukung serta penataan barang dan promosi, seperti tampak pada gambar
berikut.
169
Gambar 6.3
Bentuk Promosi Circle K
.
Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2011
Dalam gambar di atas tampak bentuk promosi merek rokok terkenal, yaitu
Marlboro, di kaca depan juga tertempel
Free Wi-Fi, dan iklan lainnya seperti
“Tersedia Pulsa Ulang”.
Minimarket melakukan banyak strategi untuk memperebutkan konsumen
terutama melalui informasi, yaitu iklan. Konsep ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Bell dalam buk Ritzer (2004: 292). Ia
menyatakan bahwa
masyarakat-masyarakat praindustrial menggunakan sebuah permainan melawan
alam. Artinya, orang-orang menyerap segala sesuatu dari alam dalam bidang
pertambangan, perikanan, kehutanan, dan pertanian.
Masyarakat industrial memusatkan perhatian pada ”permainan melawan
alam yang diolah di pabrik,” yaitu masyarakat yang didominasi oleh mesin dan
170
kebutuhan yang ada digunakan untuk koordinasi, jadwal, memprogram, dan
mengatur segala sesuatu hingga ke tingkat yang tinggi. Karena didominasi oleh
pelayanan, maka masyarakat posindustri adalah sebuah “permainan antarperson”
sebuah permainan yang sangat banyak
memanfaatkan perbedaan dalam
pengetahuan.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa pedagang tradisional dalam
menjalankan usahanya tidak terlalu memerhatikan, baik model pelayanan maupun
menyebarkan bentuk-bentuk informasi, seperti brosur, iklan, discount, dan lainnya.
Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Solihati, seperti berikut.
“Berdirinya minimarket yang semakin banyak, dan kurang memperhatikan
jarak dengan toko kelontong dan pedagang kecil lainnya, malahan toko
saya berjarak sekitar lebih 15 meter, maka Circle K dianggap sebagai
pesaingnya. Beberapa tahun sebelum Circle K dibuka penjualannya
mencapai 3 jutaan per hari, dan sekarang hasil penjualannya turun drastis
kurang lebih penjualannya 2 jutaan. Ia meminta pemerintah supaya tidak
lagi mengizinkan pendirian minimarket karena akan bisa mengalahkan
pedagang kecil dalam berjualan” (wawancara, 12 Juli 2011).
Dari pemaparan di atas tampak jelas bahwa posisi minimarket sebagai usaha
yang dipandang kapitalis akan berbenturan dengan usaha rakyat. Dalam hal ini para
pedagang kecil tergeser pangsa pasarnya atau minimal ceruk pasarnya direbut oleh
para pemilik minimarket. Fenomena di atas diakui oleh Salah seorang supervisor
pada Circle K, yaitu Luh Emi Sandra Gilianti, sebagai berikut.
“Untuk mengantisipasi persaingan dalam menggaet pelanggan dengan
melakukan strategi pemasangan iklan dan promo. Di areal pintu masuk dijejer
berbagai produk untuk menarik minat konsumen untuk membeli.
Meningkatkan pelayanan agar konsumen merasa nyaman saat berbelanja. Dan
bagi mereka yang ingin menikmati minuman dan makanan disediakan tempat
tongkrongan yang nyaman di areal parkir toko. Bagi mereka yang ingin
menikmati minuman beralkohol, Circle K juga memiliki izin khusus menjual
minuman keras”(wawancara 12 Juli 2011).
171
Ungkapan di atas menggambarkan bahwa persaingan antara minimarket
dengan pedagang kecil terus-menerus terjadi, yang pada akhirnya posisi pedagang
kecil semakin terdesak. Fenomena ini sesuai dengan teori Kotler (2002: 263), yaitu
strategi dalam memimpin pasar. Untuk bertahan sebagai nomor satu, perusahaan
dituntut untuk melakukan tindakan di tiga bidang. Pertama, perusahaan harus
menemukan cara untuk memperbesar permintaan pasar keseluruhan. Kedua,
perusahaan harus melindungi pangsa pasarnya sekarang melalui tindakan defensif
dan ofensif yang tepat. Ketiga, perusahaan harus berusaha meningkatkan pangsa
pasarnya lebih jauh. Iklan dan promosi dapat dilihat pada gambar 6.4
Gambar 6.4
Jenis Iklan Coca Cola dan Kartu Visa
Sumber: Dokumentasi Adnyana, 2011
Menurut Indriyo (2010: 181), di uraikan bahwa proses pemasaran adalah
proses tentang bagaimana pengusaha dapat mempengaruhi konsumen agar para
172
konsumen tersebut menjadi tahu, senang lalu membeli produk yang ditawarkan dan
akhirnya konsumen menjadi puas sehingga mereka akan selalu membeli produk
perusahaan itu.
Strategi pemasangan iklan dan promo yang dilakukan oleh minimarket,
merupakan langkah untuk menarik konsumen se banyak-banyaknya. Pedagang kecil
kurang melakukan promosi dan iklan untuk menambah kunjungan konsumen.
Kondisi terus berkembangnya minimarket yang mengarah pada convenience store
terus
semakin diminati. Hal ini seiring dengan perubahan pola masyarakat
perkotaan yang menginginkan kepraktisan membuat perkembangan toko ritel
semakin pesat. Fenomena di atas diakui oleh Ketua DPD Aprindo Jatim, Abraham
Ibnu, seperti berikut.
“Model minimarket yang digabungkan dengan tempat nongkrong
(conviniece store) saat ini semakin menjamur, sebut saja 7 Eleven, Circle K,
dan yang terbaru Lawson. Dia menambahkan , tahun lalu total transaksi
sektor ritel di Indonesia berkisar 80 triliun, dan diproyeksikan tahun ini
mencapai 100 triliun “(Jawa Post, 18 Agustus 2012).
Dari ungkapan di atas menunjukkan bahwa ritel modern pertumbuhannya
sangat cepat, model minimarket yang disertai dengan berbagai fasilitas, dan
pelayanan seperti tempat duduk untuk santai merupakan pilihan bagi konsumen
perkotaan. Kondisi ini sesuai denga pendapatnya Engel (1994: 50), di uraikan
bahwa produk mempunyai nilai simbolis yang berada jauh di luar pertimbangan
ekonomi yang dikenal dengan motif emosional. Benda-benda yang dibeli dipandang
mempunyai makna pribadi dan sosial selain fungsi mereka. Barang modern dikenal
sebagai benda psikologis, sebagai symbol dan sifat dan tujuan pribadi, sebagai
simbol dari pola dan perjuangan sosial.
173
Menurut Martyn (2006: 44), di uraikan dalam proses menuju pasar dan
transformasi dari komoditas untuk keperluan konsumsi menjadi objek konsumsi,
komoditas berubah dari nilai guna dan makna ideal menjadi objek material dan
simbolis dari pengalaman hidup. Namun bukan berarti proses komodifikasi
membiarkan objek ini tetap tak tersentuh, makna dan nilai simbolis yang
mengelilingi komoditas pada awal kontekstualisasinya dalam desain, iklan dan
pemasaran tidaklah sirna ketika digunakan.
Motivasi pelanggan membeli suatu produk dan variable-variabel produk yang
dianggap bernilai oleh pelanggan. Dengan berbelanja pada minimarket memberikan
kepastian kualitas, dan halal, sehingga para konsumen merasa citra sosialnya telah
meningkat. Sebaliknya berbelanja pada pedagang kecil yang kesannya kumuh,
kurang nyaman, dan barang yang dijual terbatas, ini akan berpengaruh terhadap
pergeseran masyarakat konsumen untuk berbelanja.
6.2.2 Pemerintah
Peran pemerintah dalam pembangunan ritel di Indonesia khususnya di Kota
Denpasar sangat besar, seperti apa yang termuat dalam resume Forum Diskusi
“Kebijakan Persaingan Sehat dalam Industri Ritel” yang diselenggarakan di
Denpasar pada
29 Juli 2010. Forum ini dihadiri oleh perwakilan instansi
pemerintah, akademisi, KADIN, Asosiasi, dan pelaku usaha dari Kota Denpasar.
Kebijakan adanya persaingan yang sehat dalam industri ritel. Adanya
interpretasi dan pemahaman yang sama dari pemerintah daerah terhadap kebijakan
sektor ritel pascapemberlakuan Perpres No. 112/2007 dan Permendag No. 53/208
yang dapat digunakan sebagai landasan operasional.
174
Regulasi mengenai ritel, khususnya yang mengatur keberadaan ritel modern
dan ritel tradisional tertuang dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Perindustrian
dan Perdagangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 145/MPP/Kep/5/97 tentang
penataan dan pembinaan pasar dan pertokoan. Setiap tahun ritel modern khususnya
yang dimiliki oleh asing semakin membanjiri Indonesia. Hal inilah kemudian yang
membuat beberapa ritel tradisional mulai merasakan ketidaknyamanan, bahkan
beberapa ritel tradisional terancam tutup.
Sejak tahun 2000 peritel modern semakin agresif dalam mengadakan
ekspansi. Secara nasional pertumbuhan ekonomi semakin membaik yang ditandai
dengan meningkatnya pengeluaran masyarakat dari sisi konsumsi. Di pihak lain
juga diikuti dengan perubahan pola masyarakat dalam berbelanja.
Permasalahan di atas juga muncul di Kota Denpasar, yaitu adanya perubahan
pola masyarakat dalam berbelanja. Jika mulanya masyarakat sangat setia berbelanja
di ritel tradisional, seperti toko-toko kelontong, maka masyarakat berubah dengan
berbelanja ke ritel modern. Hal ini didukung oleh wawancara yang dilakukan kepada
25 orang. Pengakuan konsumen Minimarket Circle K yang penulis wawancarai
adalah sebagai berikut.
“Menjawab pertanyaan kenapa ia berbelanja di Circle K, 15 orang (60%)
menyebutkan bahwa dibandingkan dengan berbelanja di pedagang kelontong
maka ia lebih memilih Circle K karena praktis dalam artian cepat mencari
tempat barangnya dan telah tesusun rapi, pelayannya murah senyum,
tempatnya nyaman dan bersih dan kalau ada sisa waktu bisa duduk-duduk
sambil membuka laptop, karena gratis Wifi. Berkaitan dengan pertanyaan
apakah dia tahu tentang aturan yang mengatur zona tempat berjualan antara
minimarket dengan pedagang kecil/kelontong. Kebanyakan konsumen tidak
mengetahui, hampir 70% tidak mengetahui secara jelas aturan mengenai
minimarket” (wawancara, 1 Juni 2011).
175
Terkait dengan upaya mengantisipasi tumbuhnya toko modern di Kota
Denpasar yang sangat cepat, maka Wali Kota Denpasar mengeluarkan Perwali No.
9 Tahun 2009, tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan, dan Toko Modern. Di dalamnya dengan jelas sudah diatur bahwa
untuk lokasi pendirian pusat perbelanjaan dan toko modern wajib mengacu pada
Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Detail Tata Ruang, termasuk peraturan
zonasinya. Yang menjadi permasalahan di lapangan bahwa pemerintah belum
sepenuhnya memiliki RTRWK
sehingga zoning untuk penataan menjadi tidak
teratur.
Sesuai dengan pasal 6 Perwali No. 9, Tahun 2009 ayat 5 minimarket boleh
berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan
lingkungan
pada
kawasan
pelayanan
lingkungan
(perumahan)
di
dalam
kota/perkotaan. Syarat ini hampir sama dengan persyaratan lokasi pasar tradisional
dalam ayat 1, yaitu pasar tradisional boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan
jalan, termasuk sistem jaringan jalan lokal atau jalan lingkungan pada kawasan
pelayanan bagian kota atau lokal atau lingkungan (perumahan) di dalam kota.
Adanya tempat berusaha yang sama antara minimarket dan pedagang
kecil/kelontong membawa dampak pedagang kecil akan mengalami kerugian. Hal
itu terjadi karena dari sisi permodalan termasuk modal sosial berupa jaringan adalah
kurang.
Mengacu pada teori struktur generatif Bourdieu dapat diiterpretasikan bahwa telah
terjadi praktik-praktik yang terstruktur.
Minimarket Circle K sebagai terwaralaba memiliki modal ekonomi yang
lebih kuat sehingga mampu memeroleh modal lainnya, misalnya
(1) modal
176
simbolik, yaitu dengan membeli merek usaha yang sudah terkenal di masyarakat,
baik lokal maupun inetrnasional, dalam hal ini simbol Circle K (huruf K berada di
dalam lingkaran); (2) modal budaya, berupa pengalaman dan pengetahuan dalam
mengelola usaha dengan SOP yang jelas dan terperinci mulai dari bentuk bangunan,
lay out, peralatan sampai pelayanan; (3) modal sosial, yaitu melalui jaringan yang
luas dan sudah terkenal dan terpercaya secara internasional sehingga pertumbuhan
Minimarket Circle K sangat cepat; (4) modal ekonomi, yaitu modal berupa uang
yang diinvestasikan akan mampu memeroleh pendapatan yang menguntungkan.
Jarak pendirian pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern (kecuali
minimarket) tidak diperkenankan pada radius kurang dari satu kilometer dari pasar
tradisional, pusat perbelanjaan dan /atau toko modern yang sudah ada (pasal 7 ayat
2).
Sebaliknya, pada ayat 3. diatur tentang jarak minimum pendirian pusat
perbelanjaan dan toko modern (kecuali minimarket) terhadap persimpangan jalan
atau traffic light paling kurang pada jarak 250 meter.
Kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa jarak antara ritel tradisional dan
ritel modern, yaitu saling berdekatan, malahan bersebelahan. Ini merupakan
persoalan tersendiri, khususnya dalam persaingan barang-barang dagangan.
Mengacu pada teori hegemoni
Gramsci bahwa konsep hegemoni dapat
dielaborasi melalui penjelasan tentang basis dan supremasi kelas. Supremasi sebuah
kelompok mewujudkan diri dalam dua cara, yaitu sebagai “dominasi” dan sebagai
“kepemimpinan intelektual dan moral”. Di sini dapat diiterpretasikan bahwa
Minimarket Circle K mendominasi dalam hal berusaha dan bersaing terhadap
pedagang kecil yang pada akhirnya pertumbuhan pedagang kecil akan semakin
lemah.
177
Argumen ini didasarkan dari penjelasan Dinas Perizinan Kota Denpasar,
Bapak Suryawan, bahwa untuk Kota Denpasar batas total toko modern yang
diizinkan adalah 28 unit. Pertimbangan jumlah itu disesuaikan dengan letak, zonasi,
lahan parkir, serta jarak dengan traffic light. Kenyataannya di lapangan pengusaha
melabrak peraturan. Artinya di lapangan ada salah satu toko berjaringan yang
memiliki 48 toko.
Terkait dengan hal itu, dia minta supaya dewan membuat peraturan daerah
(Perda) karena Perwali tidak mempan menangkal. Hal itu terjadi karena jenis
pelanggaran yang bisa ditangani sebatas tindak pidana ringan (tipiring). Hal ini
diperkuat oleh Anggota Komisi C, Anak Agung Susruta Ngurah Putra, mencurigai
para pemilik waralaba tersebut nakal. Mereka memanfaatkan celah aturan ibu kota.
Dikhawatirkan pesatnya pertumbuhan toko modern tersebut akan menjadi tameng
bagi pengusaha. Di sisi lain keberadaan minimart-minimart tersebut secara tidak
langsung juga telah mematikan usaha rakyat (Radar Bali, 16 Juni 2010).
Dari hasil observasi peneliti dan penjelasan dari Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kota Denpasar diketahui bahwa 48 toko modern yang dimaksud adalah
Circle K’. Keberadaan pedagang kecil kian terdesak akibat pemerintah tidak mampu
mengendalikan pertumbuhan toko modern.
“Menurut Bapak Nyoman Puja, S.H., Kepala Bidang Penegakan Perda Dinas
Ketenteraman dan Satuan Polisi Pamong Praja, puluhan toko modern 24 Jam
ilegal, di mana ijin hanya untuk toko Kelontong sehingga mereka tidak
mengajukan IMB (izin mendirikan bangunan) untuk toko. Sementara masalah
zonasi ada toko modern tanpa izin langsung beroperasi dan menurutnya
pembukaan toko modern ini sangat cepat, berapa hari sebelumnya masih
kosong tapi beberapa saat kemudian sudah berdiri toko modern. Ia mengambil
contoh bahwa di mana ada Alfamart maka tidak jauh dari sana akan berdiri
Indomaret”(wawancara, 20 Juli 2011).
178
Berkaitan dengan pengawasan pedagang kecil lebih banyak dilakukan oleh
desa/kelurahan dan hanya wajib mendaftarkan usahanya. Adanya celah-celah aturan
yang dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk menjalankan usahanya ataupun
memanfaatkan kelemahan aparat pemerintah dalam pengawasan maka dipandang
perlu adanya penataan ulang/perbaikan/penyesuaian aturan-aturan yang mengatur
keberadaan pasar tradisional/toko kelontong dengan toko modern dalam hal ini
minimarket.
Mengacu kepada kekuasaan dan pengawasan yang dilakukan oleh
pemerintah, maka sesuai dengan teori Foucault (2012 :13) yang menyatakan bahwa
posstrukturalisme merupakan reaksi terhadap strukturalisme yang membongkar
setiap klaim akan oposisi pasangan, hirarki, dan validitas kebenaran universal.
Sebaliknya, menjunjung tinggi permainan bebas tanda serta kestabilan makna
kategori intelektual. Dalam analisis geneologi posstrukturalis, yang diadopsi dari
Nettsch, dibahas hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan serta jalinan
hubungan dalam formasi diskursif. Hal ini berarti bahwa dalam geneologi ada
kerangka kerja konseptual yang memungkinkan diterimanya beberapa moda
pemikiran lainnya. Lebih lanjut Storey (2003 :132) juga mengemukakan bahwa
analisis geneologi berkaitan d enganhubungan antara kekuasaan dan pengetahuan.
Menurut Foucault (dalam Fakih, 2008 :41) kekuasaan dan pengetahuan adalah
dua hal yang tidak bisa dipisahkan, tetapi merupakan proses pendisiplinan dan
normalisasi serta proses penggunaan pengetahuan, kekuasaan telah diterapkan pada
berbagai aspek.
Selanjutnya Foucault (dalam Barker, 2008 :85) menekankan
hubungan timbal balik yang saling membangun antara kekuasaan dengan
179
pengetahuan sehingga pengetahuan tidak dapat dipisahkan dengan kekuasaan.
Pengetahuan terbangun di dalam praktik kekuasaan. Di samping itu, membangun
perkembangan, perbaikan, dan proleferasi teknik baru kekuasaan.
Kekuasaan dan pengetahuan telah menjadi dasar dalam pengelolaan
minimarket sementara pedagang kecil sebagai mata pencaharian yang banyak
digeluti oleh masyarakat kurang mendapatkan perlindungan dari pemerintah
sehingga keberadaannya semakin terdesak. Pemerintah dengan berbagai kekuasaan
yang melekat dalam kenyataanya lebih banyak memberikan bimbingan dan
pengawasan terhadap keberadaan minimarket dibandingkan dengan melakukan
pemberdayaan bagi pedagang kecil.
180
BAB VII
DAMPAK DAN MAKNA MARGINALISASI
DENGAN TUMBUHNYA MINIMARKET CIRCLE K
7.1 Dampak
Dalam penelitian ini dampak dan makna marginalisasi Minimarket Circle K
terhadap pedagang kecil dapat bersifat negatif. Akan tetapi, ada juga yang bersifat
positif yang bisa berpengaruh terhadap keberadaan, baik subjek maupun objek
penelitian. Di samping itu, bisa juga dalam konteks,baik
kelompok masyarakat. Pembahasan mengenai dampak
individu maupun
dimaksudkan untuk
mengetahui secara lebih detail pengaruh dari marginalisasi pedagang kecil dengan
tumbuhnya Minimarket Circle K. Sebaliknya, pembahasan makna dapat disebutkan
sebagai nilai-nilai yang lebih abstrak dari kehidupan masyarakat.
7.1.1 Dampak Ekonomi
Circle K menyimbolkan kesuksesan sebuah minimarket yang telah tersebar di
berbagai
belahan dunia, termasuk di Bali khususnya Denpasar sebagai pusat
kegiatan pemerintahan dan ekonomi. Daya tarik serta luasnya jaringan pasar
merupakan salah satu minimarket yang paling banyak dijumpai di Kecamatan
Denpasar Selatan. Upaya menjaga agar Circle K tetap menjadi berita melalui
berbagai iklan, promosi, dan kegiatan lainnya merupakan salah satu strategi
mengonstruksi ikon Circle K.
Rogers (2009: 122) mengatakan bahwa secara umum yang dimaksud dengan
konstruksi sosial sebuah realitas adalah semua keyakinan atau pandangan yang
181
diterima secara luas pada dasarnya berasal dari proses interaksi terus-menerus
dalam tradisi, kebiasaan dan hasrat untuk menghindari hukuman dan mendapatkan
imbalan. Dalam kaitan ini bagaimana Circle K berusaha menguasai pikiran dan
mengontrol citra produk dan layanan
terhadap konsumen. Bagi
masyarakat
perkotaan yang berada pada golongan menengah ke atas masalah pencitraan adalah
amat penting. Sementara masyarakat bawah yang masih berkutat dengan kebutuhan
dasar lebih berorientasi pada fungsi sebuah benda atau produk. Golongan ini yang
biasanya berbelanja di sektor informal, pasar tradisional, pedagang kaki lima,
termasuk toko dan warung kelontong.
Gambar 7.1
Pengaturan Barang Dagangan Toko Kelontong
Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2012
Saat ini keberadaan fungsi dan peranan UMKM amat penting karena sektor ini
tidak saja sebagai sumber mata pencaharian orang banyak, tetapi juga menyediakan
182
secara langsung lapangan kerja bagi mereka yang tingkat pengetahuan dan
keterampilannya rendah. Keberadaan pedagang kecil di Denpasar Selatan bila
ditinjau dari tingkat pendidikannya adalah mulai dari tamat sekolah dasar, sekolah
menengah pertama, dan paling banyak tamatan sekolah menegah atas, sementara
pemilik minimarket Circle K kebanyakan tamatan sarjana.
Permasalahan internal usaha mikro, kecil, dan menengah meliputi (a)
rendahnya profesionalisme tenaga pengelola usaha UMKM; (b) keterbatasan
permodalan dan kurangnya akses terhadap perbankan dan pasar; serta (c)
kemampuan penguasaan teknologi yang masih kurang. Sebaliknya permasalahan
eksternalnya, yakni (a) iklim usaha yang kurang menguntungkan bagi
pengembangan usaha kecil; (b) kebijaksanaan pemerintah yang belum berjalan
sebagaimana diharapkan; (c) kurang dukungan; dan (d) masih kurangnya
pembinaan, bimbingan manajemen, dan peningkatan sumber daya manusia
(Yustika, 2006: 41). Di samping banyaknya permasalahan yang dihadapi, di pihak
lain harus mempertahankan diri dari para pesaing usaha sejenis, baik usaha besar
maupun usaha toko berjaringan, seperti minimarket. Sebaliknya, di sisi lain karena
keterbatasan modal dan pengetahuan, lay out pengaturan barang dagangan pada
toko kelontong sering tidak baik sehingga kurang menarik dan konsumen
mengalami kesulitan menemukan barang yang akan dibeli. Dengan demikian,
berpengaruh terhadap keinginan konsumen untuk membeli.
183
Gambar 7.2
Pengaturan Lay Out Toko Kelontong
Sumber : Dokumentasi Adnyana. 2012
Pengembangan pedagang yang tergolong usaha mikro merupakan bagian dari
pengembangan ekonomi kerakyatan. Pemberdayaan ekonomi kerakyatan dalam
pembangunan harus menjadi bagian dari kebijakan pemerintah. Dampak yang
paling kentara dengan tumbuhnya minimarket yang tidak sesuai dengan jumlah dan
zona yang telah ditentukan dalam Perwali No.9, Tahun 2009 adalah sebagai
berikut.
Jumlah melebihi dari ketentuan, yaitu perbandingan minimarket dengan sistem
jaringan reguler, waralaba, dan operator mandiri pada setiap kecamatan adalah 1
jaringan reguler: 2 jaringan waralaba : 4 operator mandiri (untuk setiap merek
usaha jaringan). Selain dengan sistem jaringan minimarket tidak dikenai ketentuan
kuota. Berdasarkan laporan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar,
diketahui terdapat 121 buah minimarket, 10 buah supermarket
dan 2 buah
184
hypermarket. Kondisi ini jauh dari ideal untuk dapat berusaha. Banyaknya toko
modern berjaringan ini akan mempertajam persaingan usaha di antara pelaku bisnis.
Toko kelontong/pedagang kecil
mengalami penurunan pengunjung dan omzet
penjualan. Semakin dekan letaknya dengan minimarket maka semakin besar kena
pengaruhnya.
Pandangan banyaknya minimarket dalam satu wilayah disampaikan oleh Pak
Andra, seorang pemilik Circle K, di Jalan Raya Sesetan sebagai berikut.
“Banyaknya minimarket sekarang ini menyebabkan persaingan antara
pengusaha minimarket cukup ketat. Bagaimana tidak demikian, dalam satu
wilayah bisa terdapat 10 minimarket dan letaknya juga berdekatan, bahkan
bersebelahan. Menjawab pertanyaan siapa yang menjadi pesaingnya, ia
mengatakan bahwa pesaing utama adalah sesama minimarket, yaitu Alfamart,
Indomaret dan minimarket lainnya,
sedangkan dengan pedagang
kecil/kelontong persaingan kurang tajam karena
dianggap jauh lebih
lemah”(wawancara, 25 Juli 2011).
Pemilik minimarket
memandang bahwa pedagang kecil tidak merupakan
ancaman. Hal ini berbanding terbalik dengan pengakuan seorang pedagang, yaitu
Bapak I Wayan Agustina, di Jalan Dewata Sidakarya
“ Menjawab pertanyaan bagaimana persaingan antara toko kelontong/pedagang
kecil denga minimarket, ia mengatakan dulu pada waktu belum banyak ada
minimarket di sekitar tokonya maka hasil penjualannya cukup lumayan, tetapi
sekarang sepi sehingga untuk dipakai pencaharian pokok tidak mencukupi
kebutuhan sehari-hari. Sekarang terpaksa saya bekerja lain sebagai tukang
masak di restoran, yang berdagang istri saya”(wawancara, 25 Juli 2011).
Pendapat di atas menggambarkan pandangan yang berbeda. Berdasarkan hasil
kajian akademik minimarket di kota Denpasar yang dilakukan oleh Tim Fakultas
Ekonomi Unud tentang pendapat pengelola minimarket mengenai tudingan ekses
negatif terhadap warung/pasar tradisional adalah sebagai berikut.
185
1. 54,5% pengelola minimarket menyatakan ada pengaruh negatif minimarket
terhadap warung/pasar tradisional.
2. 40,9% pengelola minimarket menyatakan tidak ada pengaruh negatif
minimarket terhadap warung/pasar tradisional.
3. 4,5% pengelola minimarket tidak memberikan pendapat.
Dari uraian di atas jelas tampak bahwa marginalisasi pedagang kecil dalam
praktek bisnis disadari oleh para pengelola minimarket khususnya berkurangnya
jumlah omzet penjualan dan berkurangnya kunjungan.
7.1.2 Dampak Sosial Budaya
Konsep pembangunan yang dikemukakan oleh F. W.
Rostow mengenai
tahapan pertumbuhan ekonomi dan teori modernisasi dari MCClelland banyak
dianut oleh LSM dan pemerintah pada tahun 1980- an. Teori modernisasi, bahkan
terus dikembangkan di bawah judul program pengembangan masyarakat, usaha
bersama, pengembangan industri kecil, dan peningkatan kewirausahaan dan
industri kecil. Pada masa ini apa yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, dan
LSM hampir sama. Dengan kata lain Indonesia telah mendorong perkembangan
kapitalisme dengan meletakkan dan membangun dasar kewiraswastaan yang
dilengkapi dengan perubahan sikap mental para perajin dan pedagang kecil yang
menjadi binaan. Pada era selanjutnya lebih dikedepankannya teori penyerapan
tenaga kerja yang merupakan revisi dari teori pertumbuhan. Sekarang ini konsep
pembangunan
kerakyatan,
artinya
bagaimana
partisipasi
rakyat
dalam
pembangunan ekonomi cukup tinggi.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembangunan lebih memihak para
pemilik modal dan yang memiliki akses ke pusat kekuasaan. Tumbuhnya
186
minimarket yang tak terkendali di Denpasar Selatan sebagai salah bukti bahwa
modal memegang peranan yang amat penting. Di sisi lain pedagang kecil yang
kebanyakan dilakoni oleh masyarakat kecil keberadaannya semakin terdesak.
Terpinggirkannya pedagang kecil ini berimplikasi pada tingkat pendapatan rata-rata
yang dapat dicapai semakin menurun. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Solihati,
seperti berikut.
“Tersebarnya minimarket yang ada, dan letaknya dengan pedagang kecil
seperti toko saya ini sangat berdekatan, akan menyebabkan turunnya omzet
penjualan, dan ini mengakibatkan pekerjaan saya sebagai pedagang
terancam, karena terus menurunnya jumlah penjualan. Kalau ini
berlangsung lama bisa-bisa saya rugi, lalu bagimana saya menghidupi
keluarga”(wawancara, 23 Oktober 2011).
Ungkapan di atas didukung oleh beberapa pedagang yang diwawancarai.
Dari 10 orang pedagang kecil yang diwawancarai, 4 orang mengatakan
bahwa penurunan itu sampai 20 persen, empat orang mengatakan turunnya omzet
adalah 25 persen, dan sisanya 2 orang mengatakan 30 persen, maka jumlah omzet
penjualan mereka rata-rata turun 24 persen. Ini akan berdampak terhadap taraf
hidup para pedagang, dan berpengaruh terhadap kapabilitasnya di masyarakat.
Dampak sosial budaya berupa pergeseran nilai-nilai sosial yang dialami oleh
para pedagang kecil, yaitu adanya perasaan kurang percaya diri untuk menekuni
mata pencaharian sebagai pedagang karena berbagai kendala yang dihadapi. Nilai
sewa toko yang begitu tinggi di jalan arteri menyebabkan para pemilik yang
awalnya berdagang sekarang banyak disewakan sehingga terjadi pergeseran
pemanfaatan. Berdasarkan hasil pengamatan di daerah Sesetan jumlah toko yang
dialihkan ke pihak penyewa
cukup banyak. Hal ini disampaikan oleh Kepala
Lingkungan Banjar Lantang Bejuh, Bapak Dudy.
187
“Menjawab pertanyaan seberapa besar orang lokal yang menekuni pekerjaan
berdagang kelontong atau toko modern, ya mengatakan bahwa toko-toko yang
berderet di jalan Sesetan sudah kebanyakan disewa oleh orang luar. Warga
yang dulunya berdagang merasa lebih menguntungkan dengan menyewakan
karena dipandang tidak berisiko, dibandingkan dengan ia berdagang sekarang
ini banyak persaingan dan minimarket jumlahnya banyak dan juga ada
Swalayan Hardys. Pengaruh sosial budaya juga nampak pada perubahan
bentuk rumah yang secara adat ada, di mana setiap tanah yang menghadap ke
jalan raya dirubah menjadi ruko, warung, pertokoan, dan bangunan yang
berfungsi ekonomis”(wawancara, 25 Oktober 2011).
Kecamatan Denpasar Selatan merupakan daerah yang aktivitas ekonominya
sangat tinggi karena di sana ada Desa Sanur sebagai pusat pariwisata di Bali.
Banyaknya hotel yang berdiri di sana membawa dampak pada masyarakat berupa
tempat bekerja dan menekuni pekerjaan yang berkaitan dengan pengembangan
wisata. Yang menonjol adalah tingginya harga lahan atau sewa lahan termasuk
tempat-tempat berjualan untuk pedagang kecil. Dari hasil pengamatan di daerah ini
jumlah toko kelontong sedikit karena sudah kebanyakan digunakan sebagai tokotoko yang berkaitan dengan usaha lain seperti usaha travel, kafé, perkantoran, dan
toko modern.
Dalam bisnis ritel yang menjadi target pasar atau yang lebih sering disebut
“market segmentation” adalah orang-orang yang memutuskan dan memilih toko
dan barang-barang yang dibutuhkan. Di samping itu, faktor apa saja yang
memengaruhi mereka
mengambil keputusan untuk membeli produk yang
dibutuhkan. Pada dasarnya untuk menentukan pasar sasaran harus dipahami apa
yang menjadi kebutuhan calon konsumen, apa yang diinginkan, serta apa yang
harus disediakan sesuai dengan daya belinya.
Penentuan target pasar menurut
beberapa faktor
Sugiarta
(2011 :13) dipengaruhi oleh
Pertama, adalah geographic segmentation, yaitu penetapan
188
segementasi pasar berdasarkan wilayah tempat tinggal. Selain itu yang juga perlu
diperhatikan adalah seberapa tinggi pergerakan penduduk. Kedua, demographic
segmentation, yaitu penempatan segmen pasar berdasarkan data kependudukan,
jenis kelamin, faktor usia serta rata-rata jumlah anggota keluarga. Ketiga
pscyhographic atau segmentasi berdasarkan gaya hidup sekelompok orang. Ini bisa
dilihat dari cara mereka menghabiskan uang dan waktu mereka saat bekerja atau
saat usai berkerja.
Dari hasil survei di lapangan diperoleh data bahwa berdasarkan jenis kelamin
maka jumlah laki-laki berbelanja
berbelanja ke Circle K lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan, yaitu dengan perbandingan 80% untuk laki-laki
dan 20% perempuan. Dari segi golongan usia diperoleh bahwa usia di bawah 20
tahun yang berbelanja sebesar 52%, usia antara 21 tahun sampai dengan 30 tahun
berjumlah 40%, dan usia di atas 30 tahun jumlahnya 8%. Dari data ini dapat
dipahami bahwa yang menjadi pasar sasaran adalah orang yang berusia muda dan
jenis kelamin laki-laki. Hal ini disebabkan oleh usia muda yang mobilitasnya tinggi
dan sangat memerhatikan kenyamanan berbelanja. Di samping itu, Circle K buka
24 jam sehingga merupakan pilihan untuk berbelanja pada malam hari setelah tokotoko yang lainnya tutup.
Pergeseran tempat berbelanja yang dulunya pada pedagang kecil, yaitu
pedagang di pasar dengan suasana akrab dan disertai tawar-menawar berubah
menjadi situasi yang kaku. Masuk ke pusat-pusat belanja dari hypermarket,
supermarket dan minimarket sepertinya para konsumen sudah dipersiapkan untuk
berbelanja tanpa interaksi sosial yang tinggi. Harga barang sudah tertera jelas, rak
189
telah diatur sedemikian rupa untuk tempat barang,
dan telah mengikuti
katagorisasi. Konsumen tinggal mengambil dan memasukkan ke tas atau malahan
troly dan selanjutnya pergi ke kasir membayar dengan tunai atau juga bisa kartu
kredit. Pembayaran dengan kartu kredit telah mengubah kebiasaan masyarakat
membawa uang tunai menjadi membawa kartu. Konsumen diberikan keleluasaan
berbelanja dengan tidak membawa uang tunai. Hal ini mengubah kebiasaan dari
berbelanja harus mempunyai uang tunai dengan berbelanja dengan utang. Yang
terjadi adalah pada tanggal jatuh tempo dana yang dibayar sering membengkak
dengan tanpa disadari.
Tumbuhnya Minimarket Circle K di objek wisata juga berdampak terhadap
pergaulan sosial. Artinya, para pelanggan tidak saja terdiri atas orang local, tetapi
juga para pelancong dari mancanegara. Transaksi kadang juga memakai dolar US
diterima oleh minimarket karena untuk menukarkannya juga dekat dan tidak ada
hambatan.
Hal tersebut sesuai dengan pemikiran Simmel dalam Chaney ( 2009 : 99)
dengan membuat beberapa poin mengenai teorinya tentang hakikat uang (the
nature of money) karena tiga alasan. Pertama, mengarahkan pada diskusi lebih
menyeluruh tentang organisasi sosial dalam penggunaan benda-benda dan
khususnya institusi fashion. Kedua, karakter tertentu dari bagaimana Simmel
membuat teori uang juga memperkenalkan tanggapan-tanggapan yang paling sering
dilemparkan terhadap karakter karyanya-bahwa tak ada satu pun hal yang hadir
dan memiliki makna yang murni dengan sendirinya. Semua fenomena sosial adalah
bentuk-bentuk hubungan. Selain itu, juga dan secara simultan hadir sebagai muatan
190
(content) dari bentuk-bentuk asosiasi atau pergaulan lainnya. Ketiga, dari
permulaan dengan teori uang, ia juga memperkenalkan tema-tema modernitas yang
merupakan latar belakang esensial dari seluruh aspek lain
Penggunaan bahasa tidak terbatas pada bahasa Indonesia, tetapi bahasa Inggris
sebagai bahasa interrnasional juga sering digunakan. Penggunaan bahasa asing
dalam berinteraksi, baik dengan konsumen maupun dalam pergaulan sosial
merupakan salah satu dampak dari Bali sebagai tujuan wisata internasional, seperti
tampak salah seorang konsumen Circle K di bawah ini.
Gambar 7. 3
Profile Konsumen Circle K
Sumber : https://foursquare.com/v/circle-k/4bef4a4d5e4aa59333dc58bb
Salah satu dampak negatif dari keberadaan minimarket Circle K adalah anakanak remaja sering tinggal sampai larut malam sambil mengonsumsi minuman
beralkohol. Minimarket Circle K memang memiliki izin khusus untuk bisa menjual
191
minuman beralkohol tipe A. Dari pengamatan di lapangan diketahui bahwa
minuman ini terdiri atas bir, vodka yang beralkohol 4,8 %.
Gambar 7.4
Minuman Beralkohol pada Circle K
Sumber : Dokumentasi Adnyana, 2011
Berkaitan dengan minum alkohol di mana benda-benda material
dapat
menjadi simbol. Dalam studi yang dilakukan oleh Mary Douglas (1987)
dikumpulkan sejumlah studi mengenai pecandu alkohol berdasarkan hal-hal yang
melekat dalam organisasi sosial dan realitas lokal. Kemudian beralih dari fokus
patologis yang lebih konvensional yang melihat “minum” sebagai hal yang
menyimpang atau merusak.
Dalam hal ini alkohol dipandang sebagai unsur
integral dalam organisasi peristiwa-peristiwa sosial. Dalam studi ini penggunaan
alkohol tidak dipaparkan melalui konsep gaya hidup sehingga lebih mudah
diperkenalkan bagaimana benda-benda material dapat menjadi simbol alternatifalternatif utopia. Dari hasil pengamatan di lapangan diketahui bahwa kebiasaan
minum alkohol pada masyarakat sering lebih diartikan perbuatan yang negatif
192
karena melihat efek yang ditimbulkan, seperti keributan atau mabuk yang
menyebabkan tidak mampu mengontrol perbuatan sehingga bisa merugikan orang
lain.
Pemanfaatan waktu yang berlebihan untuk berbelanja sambil bersantai juga
menyebabkan adanya waktu yang hilang untuk belajar bagi pelajar dan mahasiswa
dan waktu kerja bagi yang sudah bekerja. Kenyataan ini memperlihatkan etos kerja
masyarakat masih rendah, ingin bersantai-santai dan melupakan kerja keras dan
usaha keras. Etos kerja yang rendah ini banyak digunakan sebagai peluang oleh
masyarakat dari luar, seperti dari Jawa dan Lombok yang mencari pekerjaan di
Denpasar. Perilaku siswa yang tinggal di depan toko lengkap dengan seragam
sekolah juga merupakan gambaran bahwa disiplin dan kepatuhan terhadap aturan
sekolah kurang diperhatikan. Kenyamanan untuk berbelanja sambil internetan
menyebabkan ada anak yang sampai bolos sekolah. Adanya kecendrungan
berbelanja sambil duduk lama-lama
berdampak terhadap produktivitas dan
pengeluaran uang untuk aktivitas konsumsi.
7. 2 Makna
Barthes dalam Baker (2009 :74) memberikan pengertian tentang makna,
yaitu dari dua sistem signifikansi: denotasi dan konotasi. Denotasi adalah level
makna deskriptif dan literal yang secara virtual dimiliki semua anggota suatu
kebudayaan. Pada level kedua makna konotasi, makna terbentuk dengan
mengisyaratkan penanda dengan aspek-aspek kultural yang lebih luas; keyakinan,
sikap, kerangka kerja, dan ideologi suatu formasi sosial.
193
7.2.1 Makna Kapitalis
Perubahan sosial modernisasi dan pembanguna/ pertumbuhan pada umumnya
di bangun di atas landasan kapitalis. Pandangan ini bersumber dan berakar pada
pandangan filsafat ekonomi klasik, terutama ajaran Adam Smith yang dituangkan
dalam karyanya Wealth of Nation (1776) ( dalam Mansour Fakih, 2009 :46).
Pandangan ini memengaruhi perubahan sosial di kemudian hari yang disebabkan
oleh beberapa hal.
Pertama, adanya kepercayaan akan laissez faire, yakni
kebebasan dalam bidang ekonomi yang memberikan isyarat perlunya membatasi
atau memberikan
peranan sangat minimum kepada pemerintah dalam bidang
ekonomi. Kedua, mereka percaya terhadap ekonomi pasar yang diletakkan di atas
sistem persaingan atau kompetisi bebas dan kompetisi sempurna. Ketiga, mereka
percaya pada kondisi full employment jika tanpa intervesi pemerintah. Keempat,
mereka percaya memenuhi kepentingan individu akan berarti memenuhi
kepentingan masyarakat. dan Kelima, mereka menitikberatkan pada kegiatan
ekonomi.
Konsep kapitalis yang diusung oleh perdagangan bebas melalui globalisasi
memberikan kebebasan bagi sektor ekonomi untuk menjalankan aktivitas
ekonominya, membuka jaringan yang bersifat internasional. Kapitalis mendapatkan
kritik yang tajam dari karya Marx dalam analisisnya tentang dinamika kapitalisme,
suatu cara produksi yang didasarkan pada kepemilikan pribadi atas sarana produksi.
Kapitalisme bertujuan meraih keuntungan dan dia melakukannya dengan mengisap
nilai lebih dari pekerja. Jadi nilai tenaga yang digunakan untuk menghasilkan satu
194
produk menjadi milik kelas borjuis, kurang dari yang diterima pekerja atas kerja
yang dilakukannya. Realisasi nilai surplus ke dalam bentuk uang diperoleh dengan
menjual produk (yang mengandung, baik nilai guna maupun nilai tukar) sebagai
komoditas (Baker, 2009 :14). Komoditas inilah yang nantinya dijual di pasar
dengan persaingan di antara produsen dengan kekuatan kapital (modal) sehingga
yang kuat akan semakin kuat dan yang lemah akan cenderung semakin lemah.
Masuknya minimarket, supermarket, hypermarket dari berbagai negara ke
Indonesia termasuk ke Denpasar, seperti Circle K, Sogo, Correfour, dan yang
lainnya sebagai bukti kapitalis telah menjadi bagian dari pembangunan bidang
ekonomi,
khususnya
dalam
perdagangan.
Minimarket
Circle
K
dalam
operasionalnya memerlukan dana untuk pendiriannya cukup tinggi sehingga
kekuatan kapital (modal) sebagai faktor produksi yang paling urgen, terbinanya
jaringan yang luas mulai dari vendor, supplier, atau principle, yaitu perusahaan
yang menyediakan barang dagangan yang akan dijual. Circle K terus berusaha
menciptakan efisiensi dan bersamaan dengan itu mengajak masyarakat konsumen
berubah sesuai dengan cara-cara yang dikehendaki. Ini bisa dilakukan dengan
mengadakan promosi yang terus- menerus sehingga membuat calon konsumen akan
berubah keinginannya dari awalnya memerlukan barang tertentu berubah menjadi
membutuhkan barang tersebut. Satu minimarket dengan minimarket lainnya juga
terjadi persaingan yang amat ketat. Siapa yang mampu menciptakan efisiensi di
berbagai bidang dia akan memenangkannya. Hal ini sesuai dengan apa yang
disampaikan oleh Ritzer yang menelaah tentang gelombang McDonalisasi.
Beberapa di antara restorant fast-food, bahkan saling memangsa serta menyokong
195
pembentukan restorant fast-food. Bila tidak demikian, mereka berperan dalam
muasal efisiensi kerja yang dikembangkan McDonald (Ritzer, 2002 :63).
McDonald termasuk ritel modern yang fokus pada sajian fast-food dalam
bentuk restoran. Konsep-konsep yang diterapkan hampir sama dengan konsepkonsep dalam ritel modern lainnya yang mengacu pada efisiensi. Efisiensi berarti
memilih sarana optimal bagi tujuan akhir yang telah ditetapkan. Optimal dalam hal
ini bermakna upaya mendapatkan dan memanfaatkan sarana sebaik mungkin.
Efisiensi jelas akan menguntungkan
pengusaha karena pekerjaan berhasil
dilakukan dengan baik serta pelayanan terhadap konsumen dapat dilkukan secara
efisien. Hal ini bisa dilihat, baik di McDonal maupun di Circle K, konsumen
langsung mengambil sarana sendiri dan mengambil barang juga sendiri.
Berbisnis dalam bingkai kapitalis membuat pihak lemah semakin tidak berdaya.
Misalnya, pedagang kecil yang pola bisnisnya lebih berorientasi pada ekonomi
kerakyatan, dengan modal kecil, jaringan masih terbatas, pengelolaan yang kurang
efisien membawanya pada situasi yang kurang menguntungkan. Pola kapitalis
berpijak dari pola pikir “cost and benefit ratio”, yaitu selalu berusaha
mengoptimalkan faktor-faktor produksi, seperti tanah, modal, tenaga kerja, dan
keahlian untuk mencapai keuntungan. Kekhasan sistem ekonomi kapitalis dari segi
proses kapitalisme adalah sistem ekonomi yang hanya mengakui satu hokum yaitu
hukum tawar-menawar di pasar. Jadi, kapitalis adalah ekonomi yang bebas, bebas
dari pelbagai pembatasan oleh raja dan penguasa lain (orang boleh membeli dan
menjual barang di pasar mana pun), bebas dari pembatasan produksi (orang bebas
mengerjakan dan memproduksikan apa pun yang dikehendakinya), bebas dari
196
pembatasan tenaga kerja (orang bebas mencari pekerjaan di mana pun, ia tidak
terikat pada desa atau tempat kerjanya). Hal yang menentukan adalah semata-mata
keuntungan yang lebih besar (Suseno, 2000 :164).
Selanjutnya pandangan kapitalis dari sistem produksi bahwa nilai yang ingin
dihasilkan oleh para peserta pasar adalah nilai tukar,
bukan nilai pakai.
Maksudnya, orang memproduksi atau membeli sesuatu bukan karena ia mau
menggunakannya, melainkan karena ia ingin menjualnya lagi dengan keuntungan
setinggi mungkin. Keuntungan itu amat penting karena kalau mendapat laba yang
cukup besar, maka para pengusaha akan dapat bertahan dan dapat memenangkan
persaingan. Secara sederhana tujuan sistem ekonomi kapitalis adalah uang, bukan
barang yang diproduksi. Persaingan adalah salah satu strategi yang dikembangkan
oleh kapitalis. Strategi global dalam persaingan meliputi persaingan dalam industri
global, struktur persaingan dari berbagai segmen ekonomi, persaingan yang tajam
di antara pelaku ekonomi, dan ketergantungan negara-negara lemah dari negaranegara yang kuat (Kotabe, Helsen, 1998 : 215).
Perkembangan kapitalis pada akhirnya tidak saja berpengaruh dalam
kehidupan ekonomi, tetapi juga memengaruhi perilaku masyarakat yang
mengagungkan pasar dan uang sehingga terjadilah kegiatan memproduksi
kebutuhan yang berlimpah dengan bantuan media massa, iklan, TV. Di sini jelas
terlihat bahwa hasrat kapitalisme tidak hanya sekadar memproduksi kebutuhan,
tetapi lebih dari itu. Untuk pencapaian tingakat keuntungan yang lebih tinggi
Minimarket Circle K selain menjual produk luar yang sudah terkenal juga menjual
produk yang memiliki label Circle K. Menjual merek sendiri dapat meningkatkan
197
omzet/keunggulan. Adapun keunggulannya terletak pada menjual produk merek
sendiri lebih unggul dalam persaingan dengan produk lain yang tidak memiliki
merek sendiri. Menjual merek sendiri juga berarti dapat mengatur spesifikasi atau
kandungan dari sebuah produk dan selanjutnya dapat menentukan kualitas produk
tersebut. Selain itu, memungkinkan mengadakan berbagai inovasi dalam produk,
baik yang bersifat diversifikasi maupun bentuk produk. Akhirnya, dapat
membonceng ketenaran merek terkenal dengan cara memajang barang produk
merek sendiri dengan produk merek terkenal. Di samping itu, melakukan promosi
juga dapat dihemat karena anggaran promosi cukup sekali, tetapi sudah mencakup
gerai dan merek.
Strategi penggunaan merek (branding) dihadapkan pada bayak pilihan. Ritel
dapat membeli merek yang sudah terkenal atau dapat mengembangkan merek
privat ataupun dapat mengembangkan bauran dari keduanya. Merek adalah sebuah
nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, bahkan kombinasi dari semuanya,
yang dimaksudkan untuk menyebutkan barang-barang atau jasa dari seseorang atau
sekelompok penjual agar terbedakan dari para pesaing. Sebaliknya
merek
pedagang adalah bagian merek yang mendapat perlindungan hukum.
Merek dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
1. Merek pabrik, juga dikenal dengan merek nasional adalah produk yang
dirancang, diproduksi, dan dipasarkan oleh penjual. Pabrik bertanggung
jawab untuk mengembangkan barang dan menjaga citra merek tersebut.
Promosi untuk merek pabrik memerlukan biaya yang lebih kecil karena
pabrik telah mempromosikan sendiri barang tersebut.
198
2. Merek lisensi adalah merek di mana ritel ataupun pihak yang membeli dan
menandatangani surat kontrak dengan sebuah pemilik merek yang terkenal
untuk mengembangkan, memproduksi, dan menjual merek tersebut.
3. Merek privat adalah merek produk yang dibuat dan hanya tersedia untuk
dijual oleh ritel tersebut. Jumlah ritel yang menggunakan label privat relatif
kecil karena konsekuensinya ritel tersebut harus mempromosikan produk
sendiri (Utami, 2010:220).
Dalam kehidupan zaman modern, tingkat ekonomi tercermin dari tingkat
pendapatan/penghasilan masyarakat mendominasi kehidupan sosial berupa status
sosial di masyarakat. Hal itu
sekarang banyak dinilai dari seberapa besar
seseorang memiliki harta benda atau kekayaan, kekuasaan dan keuntungan sosial
juga banyak dimiliki oleh orang yang memiliki kekayaan karena dia akan semakin
mudah menggerakkan masyarakat untuk pencapaian tujuannya. Di sini tampak
bahwa kepentingan individu yang selalu didasarkan pada prinsip untung-rugi
menjadi pegangan hidup masyarakat. Kapitalisme meletakkan kepentingan pribadi
di atas kewajiban moral dan dengan terus menghasilkan penemuan baru yang
mengganti satu teknologi dengan teknologi baru. Kapitalisme menghancurkan
ikatan-ikatan yang telah dibangun selama berabad-abad dalam masyarakat manusia
dan tidak menyisakan apa pun, kecuali kepentingan pribadi sebagai perekat
masyarakat (Fukuyama, 2005 :308).
Masyarakat Kota Denpasar tidak terlepas dari penggunaan uang pada aktivitas
ekonomi juga pada kehidupan sosial budaya. Uang digunakan sebagai alat ukur
kekayaan juga alat tukar dalam berbagai transaksi. Kehidupan dengan uang tunai
199
belakangan telah mengalami pergeseran dengan berbagai fasilitas, seperti kartu
debet, ATM, Flash. Semuanya menambah pilihan masyarakat untuk berbelanja
memenuhi kebutuhannya. Dalam praktiknya bisnis minimarket sangat kental
dengan konsep-konsep kapitalis, yaitu waktu awal pendiriannya memerlukan para
investor yang memiliki modal yang cukup besar, pola pengelolalaan yang
mengagungkan efisiensi adalah sebagai salah satu ciri kapitalis, mempunyai
jaringan bisnis yang begitu kuat dan persaingan yang tajam di antara pelaku bisnis.
Dalam masyarakat kapitalis pertukaran diadakan melalui serangkaian transaksi
simbolis yang telah dikodekan sebagai “nilai”, yaitu dikenal dengan nilai guna dan
nilai tukar.
Dalam perkembangannya strategi pembangunan yang berorientasi pada pasar
banyak mengalami keruntuhan dari apa yang tampaknya menjadi sebuah
konsensus. Para pendukung reformasi, seperti Bank Dunia dan IMF mulai
meragukan kemujaraban reformasi berorientasi pasar untuk menyelesaikan
problem-problem yang dihadapi negara berkembang. Salah satu perwujudan paling
nyata keretakan dalam konsesnsus itu adalah penerbitan Studi Bank Dunia
mengenai kesuksesan negara-negara Asia Timur dengan judul The Asian Miracle
(1993). Studi ini dilaksanakan setelah Jepang mendesak agar Bank Dunia
memberikan perhatian khusus pada keberhasilan negara-negara Asia Timur yang
dalam pandangan Jepang tidak sejalan dengan model perekonomian laisssez – faire
(Sugiono, 2006 :176). Ironis walaupun ada kecenderungan untuk merevisi adopsi
dan aplikasi reformasi ekonomi yang berorientasi pasar,
dukungan terhadap
liberalisasi, privatisasi, deregulasi, dan kebijakan-kebijakan lain yang masih kuat
200
terhadap ekonomi pasar, termasuk di Indonesia. Globalisasi telah menghilangkan
sekat-sekat negara berkat kemajuan di bidang informasi. Salah satu ciri globalisasi
adalah
informasi yang sangat penting dalam merespons setiap perkembangan
terutama di bidang ekonomi. Bila suatu daerah mampu menangkap setiap informasi
yang lengkap yang kemudian dapat memanfaatkan dan menganalisis ketahanan
ekonomi, maka daerah tersebut akan terhindar dari strategi pertumbuhan yang
direkayasa oleh pihak asing (Yustika, 2006 : 92).
Kehidupan yang lebih berorientasi pada materialistik,
cenderung sebagai
masyarakat konsumeris mendorong pola pikir pada keserakahan yang dikendalikan
oleh aspek ekonomi. Masyarakat mempunyai keyakinan bahwa semakin banyak
memiliki harta, benda-benda berharga, maka ia akan merasa dihargai lebih dalam
pergaulan sosialnya. Kehidupan masyarakat yang materialistik mendorong tindakan
manusia untuk mencari harta sebagai tujuan utama. Selanjutnya baru memikirkan
unsur kehidupan yang lain. Rasa solidaritas akan berkurang, ketakwaan
juga
mengalami kemerosotan, dan kekeluargaan akan semakin renggang.
Krisis pembangunan kapitalisme yang terjadi di negara-negara Asia Timur
yang menganut teori pembangunan kapitalisme sangat mengejutkan, menginagt
krisis terjadi pada negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang tercepat di
dunia, sekaligus krisis yang tercepat dan tidak dapat diramalkan. Bank Dunia (
1993) mengakui bahwa pusat-pusat pertumbuhan itu ada di delapan tempat, yakni
Jepang dan “Empat Macan Asia”, yakni ; Hongkong, Korea Selatan, Singapura,
dan Taiwan. Di samping itu, juga Newly Industrial Economics (NIEs) di Asia
Tenggara, yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
201
Richard Robinson (dalam Fakih, 2009 :87) melihat bahwa struktur
kapitalisme di Indonesia pada tahun 1992 yang didukung oleh negara, militer, Orde
Baru melalui kebijakan reformasi perdagangan, kebijakan kemudahan investasi,
dan pengembangan penguatan jaringan industri hilir, serta dikuatkan lagi dengan
kebijakan proses produksi murah untuk ekspor telah menaikkan volume investasi
dan menguatkan teknokrat sebagai patron utama. Ditambah lagi dengan tumbuhnya
kronisme yang tidak efisien. Ketika negara lepas kontrol terhadap struktur yang
disintegrasi, mereka mulai dipaksa menerima investasi kapitalisme asing demi
pertumbuhan, maka sebenarnya Indonesia secara cepat telah terjebak dalam sistem
kapitalisme global. Pembangunan berhasil meningkatkan pertumbuhan yang cepat,
tetapi di dalamnya juga tertanam benih-benih yang akan menghancurkan sistem dan
model pembangunan itu sendiri. Itulah model “pembangunan pertumbuhan cepat”
(rapid growth development model), yakni suatu model pertumbuhan yang tidak
didukung oleh tabungan dan investasi domestik
Proses
globalisasi
ditandai
dengan
pesatnya
perkembangan
paham
kapitalisme, yakni kian terbuka dan mengglobal peran pasar, investasi, dan proses
produksi dan perusahaan-perusahaan transnasional, yang kemudian dikuatkan oleh
ideologi dan tata dunia perdagangan baru di bawah suatu aturan yang ditetapkan
oleh organisasi perdagangan bebas secara global. Globalisasi mulai berjalan setelah
berhasil ditandatanganinya kesepakatan internasional tentang perdagangan pada
April 1994 di Marrakesh, Maroko, yakni suatu perjanjian internasional
perdagangan yang dikenal dengan General Agreement on Tariff and Trade (GATT).
Pada tahun 1995 suatu organisasi pengawasan perdagangan dan kontrol
202
perdagangan dunia yang dikenal dengan World Trade Organizations (WTO)
didirikan, yang beranggotakan 75 negara.
Anggota GATT ditambah dengan
anggota Uni Eropa menjadi anggota pendiri WTO pada 1 Januari 1995. 52 negara
anggota GAAT lainnya masuk menjadi anggota WTO dua tahun kemudian, yang
terakhir adalah di Kongo pada tahun 1997. Sampai saat ini tercatat 153 negara
anggota WTO. Organisasi global ini sejak didirikan mengambil alih GATT. WTO
akan bertindak berdasarkan komplain yang diajukan oleh anggotanya. Dengan
demikian, lembaga ini merupakan salah satu aktor dan forum perundingan antara
perdagangan dan mekanisme globalisasi. Selain itu, juga muncul beberapa
perjanjian dengan area yang lebih kecil, misalnya Asia Pasific Economic
Conference (APEC), di mana Indonesia menjadi salah satu anggotanya. ASEAN
Free Trade Area (AFTA) adalah satu perjanjian dagang untuk mendorong
manufaktur di seluruh negara anggota ASEAN. Perjanjian ini ditandatangani 28
Januari 1992 di Singapura. Saat ini ASEAN beranggotakan sepuluh negara yakni
Brunai, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand (penanda tangan
awal pendiriannya), selanjutnya Vietnam masuk pada tahun 1995, Laos dan
Myanmar pada tahun 1997, dan Kamboja pada tahun 1999 (Nehen, 2012 : 532)
Dalam millenium ini tingkat pertumbuhan ekonominya Asia cukup tinggi
dicapai oleh negara India, Cina, dan Indonesia, sedangkan di Amerika Latin
pertumbuhan pembangunannya yang cukup tinggi adalah Brasilia. Globalisasi tidak
dalam kondisi terancam dibuktikan oleh Cina dan India. Dua negara raksasa yang
berkembang, yaitu India yang menganut sosialis dan birokratik dan Cina yang
menganut komunis telah menganut teori perekonomian liberal dan perdagangan
203
bebas. Globalisasi membawa kemakmuran bagi keduanya
sedemikian rupa
sehingga hasil ekspor keduanya meroket tinggi, pekerjaan berteknologi tinggi
memudahkan jalan keduanya, kemiskinan berkurang, dan kelas menengah
meningkat. Misalnya, keruntuhan Asia 1997, baik India maupun Cina tidak runtuh.
Kenyataannya mereka berhasil mengatasinya dengan lebih baik daripada negaranegara lain selama krisis. Hal ini bisa terjadi karena mereka melakukan kontrol
modal dan beragam pembatasan yang lain terhadap gerak perekonomian dan
invesatasi. Secara umum mereka meraih sukses dengan modernisasi perekonomian
dengan tidak mengikuti prinsip-prinsip perekonomian globalisasi. Apa pun
reformasi pasar yang terjadi, reformasi tersebut muncul dalam konteks kepentingan
negara – bangsa (Saul, 2008 :369).
Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar, yaitu 237 juta, dan dengan
wilayah yang sangat luas merupakan pangsa pasar yang cukup baik bagi barangbarang produksi internasional. Di sinilah peran pemerintah dalam hal perluasan
ekonomi harus mampu memberikan perlindungan terhadap aktivitas ekonomi
kerakyatan sehingga pembangunan dapat dirasakan oleh masyarakat banyak, tidak
hanya dinikmati oleh kelompok atau golongan tertentu.
7.2.2 Makna Konsumerisme
Kegiatan konsumsi sebagai akibat adanya pertumbuhan produksi yang tinggi
dalam konsep kapitalis merupakan sesuatu yang dianggap sebagai logika, di mana
adanya jumlah barang yang ditawarkan akan disertai dengan adanya permintaan.
204
Konsumsi sebagai kegiatan yang menghabiskan suatu benda/jasa secara sekaligus
atau perlahan- lahan lebih diorientasikan pada kegiatan konsumsi karena kegunaan
sebuah produk. Akan tetapi, pada masyarakat modern, kegiatan konsumsi sudah
berkembang di samping karena “utilitas” juga karena adanya pencitraan dari
sebuah produk.
Menurut Gervasi (dalam Baudrillard, 2009 : 74) kebutuhan-kebutuhan saling
bergantung satu sama lain dan merupakan akibat dari pembelajaran (lebih dari
perhitungan rasional). Pilihan-pilihan tidak dibuat secara kebetulan, tetapi
terkontrol secara sosial, dan menggambarkan model budaya yang dibuat. Tujuan
ekonomi tidaklahlah memaksimalkan produk untuk individu, tetapi maksimalisasi
produk yang berhubungan dengan sistem nilai masyarakat. Di sini jelas tampak
adanya perbedaan perspektif pandangan, yaitu di satu sisi tindakan konsumsi pada
masyarakat berkaitan dengan rasionalitas dan di pihak lain kegiatan konsumsi
tidak semata rasionalitas, tetapi berkaitan dengan nilai-nilai yang dianut di
masyarakat. Kegiatan mengonsumsi barang oleh konsumen dengan berbelanja di
minimarket juga tidak bisa dilepaskan dari pandangan bahwa mengonsumsi tidak
semata karena fungsi barang untuk memenuhi kebutuhan tetapi ada nilai yang lebih
dengan berbelanja di minimarket, yaitu nilai gengsi/pencitraan di masyarakat lebih
tinggi dibandingkan dengan berbelanja di toko kelontong.
Budaya konsumen dalam pandangan postmodernisme dapat ditinjau dari tiga
hal. Pertama, pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan ekspansi
produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-besaran budaya
dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat belanja dan konsumsi.
205
Kedua, pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan yang berasal dari bendabenda berhubungan dengan akses benda-benda itu yang terstruktur secara sosial
dalam suatu peristiwa yang telah ditentukan yang di dalamnya terdapat kepuasan
dan status. Ketiga, adanya masalah kesenangan emosional untuk konsumsi, mimpimimpi dan keinginan yang ditempatkan dalam bentuk tamsil budaya konsumen dan
tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara beragam memunculkan kenikmatan
jasmaniah langsung serta kesenangan estetis (Featherstone, 2008 :29).
Kegiatan konsumsi masyarakat Denpasar Selatan sangat jelas tampak pada
persfektif ketiga, di mana masyarakat dengan
slogan berbagai kemudahan,
kenyamanan, pelayanan yang memuaskan telah mengalami pergeseran dalam
berbelanja dari yang tergolong toko tradisional ke toko modern, yaitu minimarket,
supermarket termasuk hypermarket. Dalam kaitan dengan barang konsumsi terjadi
pergeseran ke produksi barang-barang simbolik, image dan informasi. Artinya,
masyarakat dengan sukarela membelanjakan uangnya pada barang yang mampu
memberikan simbol tertentu, seperti status sosial, membawa image yang tinggi di
mata masyarakat karena dengan berbelanja di minimarket citranya lebih berkelas,
lebih modern, dan tergolong masyarakat kekinian. Sebaliknya informasi
dimaksudkan masyarakat yang menguasai media informasi, seperti iklan, promosi,
teknologi dipandang sebagai golongan masyarakat yang peka terhadap kemajuan
iptek.
Kecamatan Denpasar Selatan dengan wilayah seluas 49,99 km2 dan penduduk
yang heterogen berjumlah 186. 330 jiwa, berari tingkat kepadatannya 749 jiwa
/km2. Jumlah rumah tangga 46. 239 KK. Di Wilayah Denpasar Selatan terdapat
206
banyak berdiri perusahaan, perhotelan, dan aktivitas ekonomi lainnya. Di samping
itu, terdapat banyak sekolah dari tingkat TK sampai dengan perguruan tinggi. Hal
itu menyebabkan banyak pekerja di sektor ini sehingga sangatlah tepat banyak
Minimarket Circle K, yaitu 18 buah beroperasi di wilayah ini.
Menurut Walter Benyamin (dalam Featherstone, 2008 :55), pasar-pasar
swalayan dan arcade-arcade baru yang muncul di Paris dan kemudian di berbagai
kota besar lainnya sejak pertengahan abad kesembilan belas dan abad-abad
selanjutnya merupakan “dunia mimpi” yang efektif. Fantasmagoria besar-besaran
dari berbagai komoditas yang dipertunjukkan, yang secara konstan diperbarui
sebagai bagian dari dorongan kapitalis dan modernis ke arah kebaruan. Semua itu
merupakan sumber image mimpi yang menghendaki berbagai asosiasi serta ilusi
yang setengah dilupakan, disebut oleh Benjamin sebagai allegori. Hal ini sesuai
dengan pendapat de Certeau (1984 :31), Tentang dikotomi antara produksi dan
konsumsi.
Pada
kenyataannya,
produksi
rasional,
ekspansionis,
terpusat,
spektakuler, dan mencolok dihadapkan pada jenis produksi yang sepenuhnya
berbeda, yang disebut dengan konsumsi, yang dicirikan oleh fragmentasi (akibat
dari situasi yang ada), melampaui batas dan diam-diam, aktivitas yang tiada kenal.
Namun, perlahan, sifatnya semu, gaib karena produksi tidak menunjukkan diri
dalam produknya sendiri. Akan tetapi dalam seni menggunakan hal-hal yang
dipaksakan kepadanya (Martyn, 2006 :88).
Minimarket sebagai salah satu ikon budaya masyarakat modern
dapat
mempresentasikan penanda budaya massa pada tataran yang paling rendah. Namun,
saat ini disadari bahwa karakter multibentuk ikon budaya beragam. Hal ini sesuai
207
dengan pendapat Rogers dalam Barbie Culture Ikon Budaya Konsumerisme yang
mengatakan bahwa tidak ada ikon yang hanya mempresentasikan satu dimensi atau
satu aksi kebudayaan. Sebaliknya, ikon memiliki beragam represensi karena
karakter yang cerdas, maknanya yang berlapis-lapis, kemampuannya beradaptasi
dengan berbagai kondisi atau keinginan individu, ambiguitasnya yang tinggi, dan
kodratnya yang senantiasa bersifat terbuka. Pada suatu saat yang sama, ia
melahirkan karakter kebersamaan sekaligus perbedaan. Ikon budaya memberikan
sebuah titik acuan yang sama bagi anggota-anggota sebuah masyarakat seraya
menyesuaikan dirinya dengan perbedaan budaya yang ada di antara anggotaanggota masyarakat tersebut (Roger, 2009 :11).
Masyarakat Kota Denpasar memandang minimarket sebagai ikon budaya yang
mempresentasikan
dirinya
sebagai
masyarakat
modern
dan
kekinian.
Kecenderungan konsumerisme yang paling tinggi berada pada kelompok
masyarakat yang berpenghasilan menengah. Penduduk Kota Denpasar sebagian
besar berada pada posisi ini. Sementara masyarakat yang tergolong miskin masih
berkutat dengan kepentingan pemenuhan kebutuhan pokok (basic need), seperti
pangan, sandang, dan papan. Pada saat berbelanja mereka memilih barang secara
bebas sesuai dengan selera, warna, merek, mode, dengan pelayanan impersonal,
barang dibeli tidak semata karena nilai guna, tetapi juga nilai simbolik. Pemenuhan
hasrat konsumsi terus diproduksi melalui berbagai upaya iklan, diskon, dan
pemunculan secara terus-menerus di berbagai media, seperti TV dan koran.
Adanya tanggapan dari 25 orang konsumen Circle K tentang produkproduk yang dijual di Circle K terjamin hygienes sangat tinggi, yaitu 95% (19
208
orang). Di samping itu, jaminan penggantian produk baru atas kesalahan yang
dilakukan oleh karyawan Circle K menunjukkan 85 % (17 orang) konsumen sangat
puas. Hal ini memberikan arti bahwa sebagian besar konsumen yang berbelanja di
Circle K telah memiliki pemahaman tentang kesehatan dan hak-hak konsumen.
Kondisi ini dipahami oleh masyarakat golongan menengah ke atas (wawancara, 24
Oktober 2011).
Minimarket Circle K selain menjual barang-barang merek yang sudah terkenal
juga telah mengeluarkan label sendiri (private label) atau sering juga dikenal
dengan house brand, yang secara agresif terus- menerus menambah jumlah private
label-nya disetiap kategori produk. Private label merupakan rangkaian produk
dengan satu merek khusus yang hanya dijual di satu jaringan modern trade tertentu,
seperti berbagai jenis makanan kecil dan produk lain yang tidak termasuk makanan.
Merek tersendiri akan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan, yaitu, merek
yang mempunyai nilai yang baik akan meningkatkan citra gerai dan hubungan
pelanggan dapat ditingkatkan karena kepercayaan mereka terhadap merek, maka
kredibilitas gerai meningkat. Jadi, memelihara citra toko merupakan hal amat
penting karena akan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan sehingga omzet
penjualan dapat ditingkatkan yang pada gilirannya meningkatkan laba.
7.2.3 Makna Interaksi Sosial
Upaya memahami konsumen bagi kalangan minimarket telah diterapkan
melalui pemahaman karakter, kebiasaan, dan harapan-harapan konsumen yang di-
209
sasar. Berdasarkan hasil pengamatan di lima buah Circle K tentang wujud
pelayanan yang diberikan untuk tetap dapat bertahan dan berkelanjutan, diketahui
bahwa Minimarket Circle K telah mengupayakan strategi pelayanan yang bersifat
budaya yang pada dasarnya adalah sikap dan perilaku para karyawan. Dari segi
tampilan karyawan menggunakan seragam yang rapi dan bersih dengan model yang
menarik. Ini akan memberikan kesan pertama yang memikat dan memberikan
kepercayaan kepada konsumen mengenai pelayanan. Dalam tata perilaku
diterapkan apa yang dikenal dengan enam S ( senyum, salam, sapa, sopan, santun,
dan sigap ). Kalau berbelanja ke Circle K, baru masuk toko telah diberikan tiga
tindakan, yaitu senyum, salam, dan sapa. Setelah di dalam pelayan tetap sopan,
santun, dan sigap, yaitu seandainya konsumen perlu bantuan.
Setiap personel toko harus mampu memberikan pelayanan yang terbaik
kepada konsumen, Pelayanan yang diberikan harus di atas standar pelayanan yang
diinginkan oleh konsumen. Percakapan standar yang dilakukan, baik oleh kasir
maupun karyawan toko yang lain (Sugiarta, 2011 :94) adalah sebagai berikut.
1. Menyapa pada saat konsumen memasuki toko
dengan “selamat
pagi/siang/malam, selamat datang di toko kami”
2. Memberikan keranjang belanja pada saat konsumen memilih produk kedua (kecuali dari awal konsumen sudah mengambil keranjang belanja
sendiri)
3. Memberikan penjelasan mengenai manfaat produk, khususnya untuk
produk yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut (product knowledge).
210
4. Memberikan
salam
pada
saat
transaksi
sudah
selesai
dengan
mengucapkan terima kasih Pak/Ibu, senang melayani Anda.
Para pemikir sosial sering kali berbicara tentang konstruksi sosial sebuah
realitas.
Apa yang secara umum dimaksudkan adalah
semua keyakinan atau
pandangan yang diterima secara luas pada dasarnya berasal dari proses interaksi.
Selain itu, terbentuk dari interaksi terus-menerus dalam tradisi kebiasaan serta
hasrat untuk menghindari hukuman dan mendapatkan imbalan. Belajar dari
kesuksesan perkembangan produk Barbie yang luar biasa sebagai salah satu ikon
budaya, dibutuhkan kerja sama besar antar perusahaan, yang disahkan secara legal
melalui perjanjian lisensi. Ketika Mattel memberikan lisensi kepada perusahaan
lain untuk menggunakan nama atau citra Barbie, Mattel setidaknya memeroleh
empat macam keuntungan. Pertama, dapat mengontrol nama merek produknya.
Kedua,
dapat memperluas pasarnya. Ketiga, dapat mengumpulkan pendapatan
dalam bentuk royalty. Keempat, dapat mengatur persaingan produknya (Roger,
2009 : 127).
Dalam bisnis Minimarket Circle K apa yang didapat Mattel juga didapat dalam
bisnis ini. Dengan ikon Circle K, untuk kelancaran usaha juga melakukan berbagai
kerja sama antara perusahaan distributor , supplier, rekanan yang menyediakan
barang untuk memperluas pasarnya dengan memberikan waralaba. Bersamaan
dengan itu juga dapat mengontrol berbagai produk dan sistem dengan penerapan
sistem standar operasioanl. Dengan demikian, akan tercipta royalty dan persaingan
dapat dikontrol.
211
Apa yang dilakukan oleh para karyawan akan memberikan makna bahwa
konsumen adalah
raja yang sering dikenal dengan istilah counsumer is king.
Perilaku yang demikian memang sangat sulit dijumpai pada pedagang
kecil/kelontong. Hal ini terjadi karena di samping ketidaktahuan strategi untuk
menggaet pelanggan, juga mereka beranggapan bahwa perilaku apa adanya sudah
cukup. Para pedagang kecil ditemukan akan menanyakan barang yang akan dibeli
pada saat pembeli masuk ke toko, tetapi biasanya tidak memberikan kebebasan
untuk melihat-lihat. Ini bisa dipahami karena letak barang tidak beraturan. Ada nilai
positif yang dapat dilihat, yaitu terjadi hubungan impersonal. Artinya suatu
hubungan yang lebih menekankan kekeluargaan, kekerabatan, masih terjadi tawarmenawar antara pembeli dan penjual. Kepuasan dapat menawar merupakan salah
satu penyebab para konsumen berbelanja di pedagang kecil.
Interaksi social
berpengaruh terhadap budaya perusahaan, yang meliputi
budaya organisasi, yang dituangkan dalam bentuk visi dan misi perusahaan. Dalam
pencapain visi dan misi inilah Minimarket Circle K terus berupaya memberikan
yang terbaik kepada para pelanggan. Misalnya, dimulai dari penempatan lokasi
bisnis, yang biasanya berada pada daerah-daerah padat penduduk dan tingkat
mobilitas penduduk yang tinggi, berada di pinggir jalan besar sehingga
memudahkan konsumen berbelanja, tersedianya tempat parkir, dan tempat duduk
yang biasanya berada di depan toko. Di samping itu, bentuk bangunan dan warna
serta pemajangan barang sesuai dengan standar yang ditentukan pewaralaba. Hal
lain adalah di depan toko ada simbol Circle K sebagai branding sebuah usaha
yang sudah terkenal. Berkaitan dengan pengaturan waktu kerja, karena Circle K
212
buka 24 jam, maka pengaturan waktu kerja telah memerhatikan jenis kelamin
karyawan.Artinya,
untuk waktu malam diberikan kepada karyawan laki-laki,
sedangkan dari pagi sampai malam adalah pegawai perempuan. Perubahan waktu
kerja secara sosial juga berpengaruh pada kehidupan sosial karyawan dan kebiasaan
tidur. Masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya tidak lagi hanya pada siang
hari,tetapi malam haripun bisa melakukan pembelian. Denpasar Selatan banyak
dilalui oleh para pekerja di sektor pariwisata yang jam kerjanya juga biasanya
sampai malam, sehingga para karyawan ini tidak lagi mengalami kesulitan untuk
pemenuhan kebutuhannya. Fenomena nilai yang berubah dan gaya hidup
memberikan pengaruh pada persepsi konsumen dalam menentukan kebutuhan dan
tempat mendapatkannya, yang sesuai dengan status dan daya belinya.
Berman & Evan (dalam Sujana, 2012 :164) menyebutkan ada empat kelompok
persepsi konsumen, yaitu sebagai berikut.
1. Subjective, mempersepsikan realitas dengan cara yang sesuai dengan keadaan
dunianya. Mereka cenderung menyoroti hal-hal yang mencolok, berprasangka.
2. Selective, menginterpretasi pesan dan informasi dengan selektif dan mencoba
memaknainya.
3. Temporal, persepsi yang berubah-ubah, bergantung kepada pendapat orang,
mudah terpengaruh, tidak berpendirian.
4. Summative, cenderung mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi,
walaupun terkadang lambat atau susah untuk mengambil keputusan.
Persepsi konsumen Minimarket Circle K sangat dipengaruhi oleh keberadaan
dan kondisi barang yang terjamin baru dan pasti ada, pengalaman belanja
sebelumnya, status sosial, informasi, waktu yang tersedia, tingkat harga sehingga
persepsi ini memengaruhi keputusan konsumen. Di sinilah pentingnya karyawan
minimarket mengetahui keinginan konsumen walaupun tidak bisa diramal secara
213
persis. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara kepada konsumen, ada
beberapa kaidah umum mengenai harapan konsumen, yaitu mereka ingin dihargai,
merasa nyaman dan tidak tertekan, berharap tidak ditaksir kemampuan belinya,
ingin diperhatikan lebih dari segala aktivitas aturan, dan konsumen tidak senang
diacuhkan oleh karyawan.
Dari sepuluh orang konsumen pada pedagang kecil/kelontong diwawancarai
mengatakan bahwa 60% atau enam orang mengatakan bahwa pedagang tidak
memberikan salam “selamat pagi/siang/malam (wawancara , 24 0otober 2011).
Harapan konsumen di atas sering diabaikan oleh pedagang kecil/kelontong,
Konsumen yang baru datang sering kurang dihargai, misalnya dengan tidak
menyapa atau malahan sebaliknya konsumen terus diikuti sehingga tidak
memberikan kebebasan untuk memilih barang. Perilaku ini membuat rasa tidak
nyaman karena aktivitasnya terus diamati yang pada gilirannya konsumen kurang
puas dalam berbelanja.
Interaksi sosial pada pedagang kecil secara bumum lebih mengandalkan
hubungan impersona, yaitu hubungan akibat saling mengenal. Hal ini
memungkinkan karena yang berbelanja pada pedagang kecil/kelontong lebih
banyak berasal dari lingkungan di mana tempat usaha itu berada. Dalam transaksi
tetap menggunakan uang sebagai alat bayar. Bahkan, tidak jarang dengan
pembayaran di kemudian hari atau pada tanggal gajian bagi pegawai, yang sudah
tentu pada pedagang kecil tidak dijumpai alat bayar dengan kartu kredit, ATM.
Biasanya dalam proses pembayaran inilah terjadi interaksi antara pedagang dan
pembeli. Percakapan tidak akan terjadi pada minimarket karena setiap kegiatan
214
karyawan telah diatur sesuai dengan pedoman standar operasional. Hubungan lebih
mendasarkan pada hubungan
antara penjual dan pembeli sehingga kelihatan
menjadi renggang. Konsumen Minimarket Circle K baru masuk areal toko sudah
terbiasa mengambil tas untuk mengambil barang. Selanjutnya konsumen memilih
barang yang akan dibeli. Setelah itu membawa ke kasir dan langsung membayar,
baik tunai maupun dengan fasilitas yang lain seperti kartu kredit dan ATM.
7.2.4 Makna Kekerasan Simbolik
Kekerasan simbolik merupakan sebuah bentuk kekerasan yang halus dan tak
tampak, yakni di baliknya menyembunyikan pemaknaan dominasi. Adanya kelas
baru, yaitu kelas yang dalam masyarakat kapitalis dikenal dengan masyarakat
konsumen memungkinkan untuk mengidentifikasi sejumlah faktor yang berperan
dalam objektivitas identitas kelompok yang ada di kalangan kelas konsumen baru.
Menurut Zizek (2008 : 270) membagi praktik kekerasan menjadi kekerasan
subjektif dan kekerasan objektif. Kekerasan subjektif dapat diartikan sebagai
tindakan nyata suatu kekerasan yang dilakukan agen yang mudah diidentifikasi.
Kekerasan ini bisa berupa, baik kekerasan fisik maupun nonfisik, berbentuk
pemaksaan, intimidasi, ancaman, gertakan, atau teror terhadap pihak lain di dalam
medan sosial, politik, dan ekonomi. Kekerasan macam ini tampak dalam aneka
wacana debat atau tindakan,baik
elite-elite
politik maupun massa politik di
berbagai tempat dan situasi. Kekerasan objektif dapat diartikan sebagai kekerasan
yang terjadi sebagai latar belakang semua kejadian objek dan sistem yang
215
menyebabkan terjadinya kekerasan subjektif. Kekerasan subjektif lebih mudah
diidentifikasi karena selalu terhubung dengan imajinasi yang beranggapan bahwa
kekerasan itu ada. Kekerasan subjektif itu hanya sebuah gangguan biasa, sedangkan
kekerasan objektif menjadi dasar kekerasan di dalam masyarakat. Kekerasan
objektif dikategorikan berdasarkan bentuk objek kekerasannya, yakni kekerasan
simbolik dan kekerasan sistemik. Kekerasan simbolik merupakan kekerasan melalui
medium bahasa yang tersirat dalam wicara dan berbagai macam variannya yang
terjadi karena adanya dominasi-dominasi sosial dalam tindak tutur
yang dapat
memanipulasi pemahaman makna sebuah kata dari sebuah bahasa. Bahasa dan
simbol digunakan untuk merendahkan dan menyakitkan berdasarkan ukuran
kesantunan sosial. Kekerasan bahasa dan simbol ini tidak merusak tubuh atau fisik,
tetapi melukai hati, menghancurkan keluhuran dan harga diri manusia.
Bagaimana kekerasan melekat dalam bahasa. Zizek berpendapat bahwa
“membangun dan memaksakan modal simbolik tertentu merupakan fakta dasar
bahasa”. Aspek melanjutkan eksistensi dan bahasa merupakan hal terbesar ketika
ada perbedaan kekuasaan antara pembicara. Jika tidak ada perbedaan, maka tidak
akan muncul sebuah diferensial kekuatan yang lebih besar daripada yang diperoleh
orang tua dan bayi. Tidak hanya orang tua yang menikmati kekuatan yang jauh lebih
besar atas kehidupsn dan kematian anak, tetapi dia juga menikmati kekuatan yang
lebih besar atas bahasa itu sendiri. Kekerasan sistemik adalah kekerasan yang
diterima sebagai konsekuensi dari sistem ekonomi dan politik. Kekerasan sistemik
ini bisa terjadi karena objek dari kekerasan ini. Keberadaannya dianggap penting
untuk melanjutkan eksistensi dan keberhasilan di dalam dunia politik. Kekerasan
216
sistemik mempunyai ciri khas, yaitu irasional. Suatu tindakan irasional dilakukan
dan dianggap masuk akal oleh agen yang melakukannya, dipilih sebagai bentuk
adanya jarak di antara dirinya dan sistem di sekitarnya. Tindakan irasional dalam
kekerasan sistemik pada umumnya muncul secara fisik sehingga ciri ini
membuatnya lebih terlihat daripada yang lainnya. Kekerasan sistemik merusak
tatanan paling fundamental dari sistem sosial, kultural, atau spiritual. Di samping itu,
secara esensial menguras modal sosial terutama bagi masyarakat dengan kultur
komunal tradisional. Misalnya, kebebasan berpendapat, individualistik yang diusung
di dalam sistem demokrasi (liberal) telah merongrong tatanan dan sistem etika sosial
yang berbasis komunal. Semangat individualisme dan narsisisme yang dirayakan
oleh demokrasi liberal merongrong sistem persaudaraan dan asketisisme yang
dibawa oleh ajaran agama (Zizek, 2008 : 272).
Bahaya terjerumusnya ke dalam kondisi ilegitimasi kultural menjadikan
jelasnya objektivikasi habitus kelas konsumsi baru dan ruang sosial dikuasai oleh
gaya hidup spesifik yang sepenuhnya kritis. Kelas konsumsi baru tidak memiliki
asal usul spesifik sebagai sebuah kelompok kultural dalam bangunan sosial kelas
pekerja, kelas menengah, atau kelas atas.
Sebagai konsekuensinya mereka
mendapat dirinya terhampar pada arena sosial yang secara umum tidak lazim bagi
persepsi kelompok sosial lain. Dari arena ini mereka harus memperluas ruang
pengakuan kultural bagi mereka sendiri. Selanjutnya ini dapat digunakan untuk
memasukkan
bentuk-bentuk
simbolis
yang
pas,
yang
diperlukan
untuk
menyimpang, mereproduksi, dan menetapkan nilai modal kultural kelompok
tersebut (Martyn, 2006 :286).
217
Kekerasan simbolik dalam kaitan penelitian ini diartikan bagaimana
Minimarket Circle K melakukan berbagai upaya dalam bisnis sehingga mampu
menggaet konsumen yang lebih banyak, menjual produk yang lebih banyak,
memenangkan persaingan bisnis dengan pedagang kecil/kelontong sehingga secara
kasat mata tidak kelihatan. Akan tetapi, melalui media yang intesif dan berbagai
fasilitas, hal ini terjadi. Untuk menjaga dan meningkatkan loyalitas konsumen
David Aaker (dalam Sujana, 2012 :211) berpendapat bahwa loyalitas
pada
dasarnya adalah loyalitas terhadap merek suatu barang atau terhadap toko di mana
mereka mendapatkan barang tersebut. Kenyataannya kini nama toko, bendera
(banner), dan segala yang berhubungan dengannya dipersepsikan sebagai merek.
Dengan demikian, pada dasarnya loyalitas konsumen terukur dari loyalitasnya
terhadap nama yang terkait dengan produk (barang/jasa) yang bersangkutan.
Menurut Aaker (dalam Sujana, 2012 :212), tingkat loyalitas yang paling dasar
adalah konsumen tidak loyal yang sama sekali tidak peduli terhadap merek atau
entitas toko atau semua merek dianggap sama saja. Mereka hanya peduli terhadap
harga sehingga apa pun yang murah, cocok di hati maka dibeli. Kedua adalah para
pembeli yang puas dengan produk sehingga tidak ada alasan untuk pindah toko atau
produk lain. Konsumen macam ini dikenal dengan pembeli kebiasaan atau yang
terbiasa. Ketiga adalah pembeli yang cukup puas, tetapi masih mempertimbangkan
kompensasi untuk beralih ketika toko lain menawarkan keuntungan yang lebih.
Mereka disebut pembeli yang puas, tetapi oportunis.
Keempat, terdapat para
pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek. Preferensi mereka karena
pengalaman atau kesan kualitas yang tinggi atau keberpihakan emosional. Mereka
218
disebut sebagai “brand lovers atau friend of the brand”. Kelima atau teratas
ditempati oleh mereka yang layak disebut sebagai loyalis. Mereka yang fanatik
terhadap entitas dan merek toko. Mereka bangga terhadap toko dan bangga
terhadap merek toko. Pada dirinya sudah muncul bukan saja kepercayaan,
melainkan kebanggaan.
Minimarket Circle K berusaha dengan berbagai strategi di bidang produk,
harga, promosi,
dan pelayanan membuat konsumen berada pada tataran loyal
terhadap merek dan toko Circle K. Membuat konsumen terus memercayai sehingga
mereka secara berulang-ulang tetap berbelanja di Circle K yang pada akhirnya
menimbulkan rasa bangga. Sebagian besar konsumen minimarket berada pada
tingkatan kedua hingga tingkatan keempat. Mereka adalah konsumen yang sangat
memerhatikan berbagai keuntungan dari toko, seperti discount dan
merek
sehingga bisa dipahami bahwa promosi dalam bisnis minimarket adalah napas
kehidupan toko. Konsumen selalu memerhatikan “promo yang digelar oleh
minimarket” dan sering dicatat. Akhirnya, datang sudah dengan kepastian untuk
membeli barang tertentu.
Dalam kaitan dengan terjadinya kekerasan simbolik terhadap pedagang kecil
dengan tumbuhnya Minimarket Circle K di Kota Denpasar, tampaknya perubahan
berbelanja ke minimarket sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat perkotaan.
Pernyataan Chaney (2009 : 96) menolak untuk membuat perbedaan yang prinsip
antara
penampilan,
gaya
hidup,
dan
kemampuan
interpretatif
yang
menginformasikan pilihan-pilihan tersebut. Penekanan pada karakter refleksif
praktik gaya hidup dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa makna gaya hidup
219
yang berbeda terbentuk melalui praktik yang terbuka. Konsumsi harus dipandang
sebagai bagian integral dari sistem sosial yang sama yang menerangkan dorongan
untuk bekerja. Gaya hidup sebagai cara-cara memediasikan teknologi, struktur
hubungan, dan makna simbolik. Simbol-simbol digunakan dalam praktik gaya
hidup, yaitu dalam jaringan pertukaran simbolik. Tindakan mengkonsumsi barang
yang dijual di minimarket dapat dipandang sebagai cara-cara produksi budaya
(modes of cultural production). Artinya melalui manipulasi dan diskriminasi di
antara benda-benda, dibentuk tipe-tipe hubungan sosial yang khusus dengan
logikanya sendiri.
7.2.5 Makna Kepastian Hukum
Dalam dunia bisnis kepastian hukum yang mengatur berbagai aspek aktivitas
bisnis, seperti perjanjian-perjanjian, persyaratan berdirinya usaha, pengaturan serta
pengelolaannya, sampai bagaimana sebuah bisnis pailit harus diatur secara hukum.
Artinya, masyarakat pelaku usaha wajib mengikuti aturan-aturan yang telah
dituangkan dalam produk hukum sehingga dijauhkan dari sanksi. Dasar hukum
utama bagi usaha toko ritel modern adalah Perpres No. 112, Tahun 2007 yang
secara operasionalnya diatur dalam Permendag No. 53, Tahun 2008. Untuk di
Daerah Kota Denpasar mengikuti Perwali No. 9, Tahun 2009.
Usaha toko/ritel modern bernaung di bawah ketentuan Peraturan Presiden
No. 112, Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat
perbelanjaan, dan toko modern. Secara operasional diatur dalam Permendag No
220
53, Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan, dan Toko Modern. Pertimbangan yang paling mendasar penerbitan
peraturan ini adalah pemberdayaan pasar dan atau ritel tradisional agar dapat
tumbuh dan berkembang serasi, saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling
menguntungkan dengan pasar atau ritel modern, baik skala kecil, menengah,
maupun skala besar yang sedang dan akan berkembang. Selanjutnya menyangkut
hubungan industrial dan perdagangan dari hulu ke hilir yang memenuhi normanorma keadilan, saling menguntungkan dan tanpa tekanan, khususnya antara
pemasok dan toko modern. Di samping itu juga pengembangan kemitraan dengan
usaha kecil sehingga mendorong terciptanya tertib persaingan dan kepentingan
produsen, pemasok, toko modern, dan konsumen.
Dalam Perpres ini tidak diatur jam buka/operasi toko modern, yang diatur
hanya jam buka /operasi hypermarket, supermarket dan departement store. Hal
ini tertuang dalam Pasal 7; (1) Jam kerja hypermarket, departement store dan
supermarket adalah sebagai berikut.
a. Untuk Senin sampai dengan Jumat, pukul 10.00 sampai dengan pukul 22.00
waktu setempat.
b. Untuk Sabtu dan Minggu, pukul 10.00 sampai dengan pukul 23.00 waktu
setempat.
c. Untuk hari besar keagamaan, libur nasional, atau hari tertentu lainnya,
bupati/walikota atau gubernur untuk Pemerintah Provinsi Daerah Khusus
Ibu Kota Jakarta dapat menetapkan jam kerja melampaui pukul 22.00 waktu
setempat (Pasal 7 Perpres No 112, Tahun 2007).
Dalam Permendag No. 53, Tahun 2008 tidak diatur mengenai jam kerja untuk
usaha hypermarket, supermarket, departemen store dan minimarket. Itu berarti
mengikuti Perpres N0.112, Tahun 2007.
Pengaturan jam kerja hypermarket,
departemen store, supermarket, toko serba ada, dan swalayan dalam Perwali No. 9,
221
Tahun 2009 diatur mengikuti Perpres. Itu berarti tidak ada pengaturan jam kerja
bagi minimarket. Peluang inilah yang banyak dimanfaatkan oleh pengusaha
minimarket yang membuka tokonya sampai 24 jam, seperti Minimarket Circle K.
Dari hasil pengamatan dalam kaitannya dengan kepastian hukum di Denpasar
ditemukan; (1) banyak pengusaha ritel modern yang masih tidak memenuhi izin
dengan mengopersionalkan terlebih dahulu usahanya daripada proses pengurusan
prosedur perizinan. (2) masih ada ritel modern yang membuka waktu operasionalnya
tidak sesuai dengan aturan yang ada, (3) ada ritel modern yang tidak menggunakan
sistem kemitraan dengan pemasok usaha kecil, (4) pendirian toko modern melebihi
kuota yang ditentukan, (5) adanya toko modern atau minimarket yang tetap buka
walaupun telah melanggar Perwali dengan dikenai sanksi disegel.
Pemerintah Daerah Kota Denpasar mengadakan pengendalian dan pengawasan
yang dilakukan oleh Dinas Perizinan dan Dinas Tramtib Kota Denpasar
disajikan pada Tabel 7.1 di bawah ini.
yang
222
Tabel 7.1
Rekapitulasi Pengendalian dan Pengawasan
Pelaksanaan Perizinan di Kecamatan Denpasar Selatan
No
Nama
Usaha
Jalan/
Lokasi
1
K Circle
SP I
SP II
SP III
SP
-
2
Circle K
Raya Sesetan
159
Pesanggaran
SP I
SP II
SP III
-
-
3
Mini
Mart
Mini
Mart
Circle K
Danau Poso
78
Ngurah Rai
SP I
SP II
SP III
-
SP I
SP II
SP III
-
-
-
-
-
Tipiring /
disegel
Tipiring /
disegel
-
-
-
-
-
-
SP I
SP II
SP III
-
Tipiring
-
-
-
-
Tipiring
-
-
-
-
-
SP I
SP II
SP III
-
Tipiring
-
-
-
-
-
SP I
SP II
SP III
-
Tipiring
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Waturenggong
82
Circle K Waturenggong
159
Mini
Waturenggong
Mart
65
Circle K
T.Pakerisan
77
Inti Mart
T. Pakerisan
68
Indomaret T. Pakerisan
84
Lucky
T. Pakerisan
Mart
85A
Circle K
Danau Buyan
Dinas Perizinan
I
II
III
Dinas Tramtib
Ket.
SP Tipiring IUTM
St. Merdeka
R.G
T. Yeh Aya
127
T. Badung 7
-
-
-
-
-
SP I
SP II
-
-
-
15
Adhora
Mini
Family
Mart
Nitamas
-
-
-
-
-
16
Shita 2
T. Yeh Aya 68
SP I
-
-
-
-
17
AM/PM
SP I
SP II
-
-
-
18
Alfa Midi
Puputan
Renon
T. Yeh Aya
158
-
-
-
-
Disegel
14
Sumber : Dinas Perizinan Kota Denpasar. Update 1 Desember 2010
Keterangan : SP = Surat Peringatan
IUTM = Izin Usaha Toko Modern
Blm
ada
Blm
ada
Blm
ada
Blm
ada
Blm
ada
Sdh
ada
Blm
ada
Sdh
ada
Blm
ada
Blm
ada
Blm
ada
Blm
ada
Sdh
ada
Blm
ada
Sdh
ada
Sdh
ada
Blm
ada
Blm
ada
223
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pengawasan dan pengendalian yang
dilakukan masih mengalami permasalahan, yaitu besarnya angka Surat Peringatan
I, II, III yang dikelurkan oleh Dinas Perizinan Kota Denpasar, yaitu masingmasing 55%, 50%, 38%. Angka Surat Peringatan yang dikeluarkan oleh Dinas
Tramtib adalah 11%, sedangkan yang telah disidangkan perkara Tipiring adalah
33% dan sampai disegel 3 buah atau 16%. Banyaknya toko modern yang tidak
memiliki izin usaha toko modern adalah 72% , yaitu 13 buah dari 18 buah toko
yang diawasi.
“Maraknya toko modern, mendapat reaksi yang beragam. Asosiasi Pengusaha
Ritel (Aprindo) menyesalkan sikap Pemkot Denpasar yang tidak komunikatif.
Menurutnya, pihaknya tidak pernah diajak bicara tentang penataan toko
modern di Denpasar. Katanya janji Pemkot tentang stop toko modern yang
dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) N0. 188.45.495/HK/2011 cuma lips
service. Pengamat tata ruang kota, Putu Rumawan Salain, mengatakan
Denpasar memang butuh investasi, tapi kesepakatan yang sudah dibuat (untuk
mengatur toko modern) harus tetap ditaati ini sangat penting agar tidak terjadi
presenden buruk belakangan hari, tegasnya jumlah toko modern di Denpasar
saat ini jumlahnya sudah lebih dari cukup, Jika terus ditambah, maka eksistensi
pasar tradisional dan usaha mikro kecil, menengah (UMKM) terancam gulung
tikar karena kalah bersaing. Sanksi segel untuk minimarket yang tidak
memenuhi persyaratan telah dilakukan misalnya terhadap enam Minimarket
yang menurut Kadis Tramtib Satpol PP Kota Denpasar, I Ketut Nick Natha
Wibawa, yaitu Alfa Midi di Jalan Nusa Kambangan, Alfa Midi di Pulau Moyo,
Indomaret di Penatih, Indomaret di Kebo Iwa, Indomaret di Jalan Nangka
Utara, dan Indomaret Jalan Ahmad Yani Utara. Menurutnya Satpol PP belum
pernah menindak dengan alasan tidak ada IUTM, melainkan hanya
mendasarkan tidak adanya IMB yang melanggar Perda 6/2001 tentang Izin
Mendirikan Bangunan dan Perda 7/2005 tentang Surat Izin Tempat
Usaha”(Radar Bali, 4 Januari 2011)
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa ada minimarket yang sudah
disegel, tetapi tetap buka. Hal ini terjadi pada Minimarket Indomaret yang
beralamat di Jalan Teuku Umar dan Pulau Kawe.
Manajemen toko ini nekat
memindahkan segel permanen, bahkan nekat beroperasi tanpa izin dari Dinas
224
Tramtib dan Satpol PP Kota Denpasar. Hal ini sering dikeluhkan oleh para
pedagang.
Gambar 7.5
Tim Yustisi Pemkot Denpasar dikawal Satpol PP
Sumber : Radar Bali, 2012
Menurut para pedagang Satpol PP kurang tegas. Untuk mengetahui bagaimana
sebenarnya posisi Satpol PP Kota Denpasar, penulis mengadakan wawancara
dengan Bapak Nyoman Puja, S.H.
“Bapak Nyoman Puja, S.H., sebagai Kepala Bidang Penegakan Perda,
menyatakan bahwa adanya pengusaha yang menjalankan usahanya sebelum
ngurus izin atau berjalan dulu baru ngurus izin, telah diambil tindakan berupa
pembinaan sehingga segera melengkapi perizinannya dan secara represif
dengan memberikan Surat Peringatan, dan seandainya tidak juga dilaksanakan
maka diajukan dalam perkara Tipiring, dan terakhir sampai penyegelan.
Menjawab pertanyaan mengapa toko masih berstatus disegel, tetapi dibuka
kembali dan beroperasi seperti biasa. Ia menjawab bahwa sebenarnya telah didatangi dan dibina supaya tidak buka, alasan para pengusaha buka adalah untuk
menyalurkan barang-barang yang mudah rusak atau kedaluwarsa, seperti buahbuahan, sayuran, ice cream. Yang kedua desakan karyawan karena kalau tutup
maka akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), Ketiga bahwa para
pengusaha minimarket kebanyakan orang lokal sehingga ada perasaan kasihan.
225
Dan kadang masalahnya menjadi mentok, artinya tidak bisa diselesaikan. Oleh
karenanya, beliau mengusulkan untuk pengaturan toko modern, minimarket
supaya diatur dalam Perda sehingga sanksi hukumnya lebih keras bukan hanya
Perwali”(wawancara, 22 Juli 2011).
Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh gambaran bahwa kepastian hukum,
dalam hal ini adalah aturan-aturan tentang toko modern dalam tatanan praktik
masih ada tidak sesuai dengan apa yang tertuang dalam Perpres, Permendag dan
Perwali. Di sisi lain ketidakpastian hukum ini akan berimbas kepada banyaknya
minimarket yang tumbuh dengan tidak mengantongi IUTM. Kondisi ini akan
merugikan keberadaan pedagang kecil khususnya toko kelontong. Mereka akan
semakin terdesak yang disebabkan oleh berbagai keunggulan minimarket.
Di Kota Denpasar telah dilakukan pembinaan terhadap keberadaan
toko modern, tetapi tetap saja ada yang masih membandel sehingga dilakukan
tindakan penyegelan. Untuk di Kecamatan Denpasar Selatan berdasarkan laporan
dari Dinas Perizinan Kota Denpasar telah menyegel tiga minimarket, yaitu dua
Mini Mart yang berlokasi di Jalan Danau Poso 78 dan di Jalan Ngurah Rai,
sedangkan yang satu lagi adalah Alfa Midi yang berlokasi di Jalan Tukad Yeh Aya
158. Gambar di bawah ini adalah proses penyegelan pada salah satu minimarket.
yaitu Indomaret.
226
Gambar 7.6
Penyegelan Minimarket di Pemkot Denpasar
Sumber : Radar Bali, 2012
Dari pemaparan di atas jelaslah bahwa kepastian hukum yang diidamkan oleh
pelaku usaha, khususnya pedagang kecil/kelontong untuk mendapat perlindungan
dari pemerintah dalam hal ini adalah persaingan usaha dengan toko modern
belumlah memadai, seperti apa yang telah menjadi wacana bahwa minimarket di
Kota Denpasar sementara distop.
7.3 Temuan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, ada beberapa temuan yang
diperoleh yaitu sebagai berikut.
1. Pedagang kecil yang dalam hal ini adalah pedagang toko kelontong sangat
merasakan dampak ekonomi yang ditimbulkan dengan banyaknya minimarket
yang berdiri, termasuk Minimarket Circle K. Dampak tersebut tampak pada
227
penurunan pengunjung dan omzet penjualan yang pada gilirannya menurunkan
tingkat laba. Pedagang kecil merasakan sebelum banyaknya minimarket berdiri
di sekitar tokonya jumlah pembeli cukup banyak sehingga mereka mampu
mengandalkan mata pencaharian berdagang sebagai mata pencaharian pokok.
Akan tetapi, belakangan di antara pedagang ada yang mencari pekerjaan lain,
seperti bekerja di sektor pariwisata. Beralihnya mata pencaharian dapat
dipandang sebagai tindakan yang rasional karena berdagang tidak lagi
menjanjikan kehidupan yang lebih layak. Keberadaan pedagang kecil dalam
bentuk toko kelontong semakin terdesak karena sewa toko yang setiap tahun
mengalami kenaikan. Oleh karena itu, di kawasan tertentu, seperti di Sanur
karena tidak mampu membayar sewa, pedagang kelontong pindah berdagang
ke pasar-pasar tradisional.
2. Ada hal yang menarik, yaitu bahwa pengelola minimarket mengakui bahwa
keberadaan minimarket akan berpengaruh negatif terhadap pedagang kecil.
Mereka berpendapat bahwa pedagang kecil mungkin menjual barang-barang
yang tidak bersaing dengan barang-barang minimarket. Ternyata dalam hal
persaingan pengelola minimarket tidak memandang pedagang kecil sebagai
pesaingnya, tetapi malahan yang dianggap pesaingnya adalah sesama
minimarket dan supermarket atau swalayan. Di sisi lain pedagang kecil
memandang bahwa Minimarket sebagai pesaingnya yang paling tinggi karena
keberadaan minimarket dekat dengan tokonya. Memang diakui oleh pedagang
bahwa keberadaan minimarket memberikan inspirasi untuk menata tokonya
lebih bersih, nyaman, dan penataan barang dagangannya. Ini adalah faktor
228
positif dari keberadaan minimarket yang perlu terus diupayakan sehingga kesan
pedagang kecil yang tidak teratur dan kurang nyaman dapat dikurangi. Dampak
negatif dengan dibukanya Minimarket Circle K 24 jam dan diberikan izin
untuk menjual minuman beralkohol adalah sering digunakan sebagai tempat
minum-minum, khususnya pada malam hari. Waktu yang paling ramai adalah
pada malam Minggu yang menyebabkan pengunjung mabuk sehingga
melakukan tindakan yang tidak terkontrol. Selain itu, juga dimanfaatkan oleh
para penjahat, seperti terjadinya perampokan Circle K pada malam hari.
3. Marginalisasi yang dialami oleh pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket
Circle K, bukan hanya dalam bidang ekonomi, yaitu kepemilikan modal,
melainkan juga dalam hal jaringan bisnis yang
menyebabkan terjadinya
hegemoni dari pengelola Minimarket Circle K dan lembaga pemerintah yang
terkait,
seperti
perundang-undangan
atau
peraturan-peraturan
tentang
pengelolaan toko modern dan pasar tradisional. Dalam hal pembinaan usaha
pemerintah lebih fokus pada pembinaan toko modern dengan alasan karena
sekarang sedang berkembang pesat, sementara pedagang kecil, yaitu para
pedagang toko kelontong kurang mendapatkan pembinaan. Kondisi ini
memperlemah
posisi
pedagang
kecil.
Keberadaan
minimarket
yang
diperbolehkan didirikan sampai ke lingkungan perumahan juga memberikan
andil yang cukup terhadap peminggiran pedagang kecil.
4. Dalam penegakan aturan, khususnya mengenai perizinan dan penindakan
pelanggaran oleh Satpol PP Kota Denpasar masih adanya keraguan untuk
menindak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tumbuhnya minimarket yang
229
terus bertambah melebihi kuota yang dipersyaratkan, masih adanya minimarket
yang beroperasi mendahului dari pengurusan izin, artinya beroperasi tanpa izin,
serta adanya minimarket yang tidak menjalin kemitraan dengan UMKM. Hal
terakhir adalah tetap beroperasinya minimarket setelah mendapatkan sanksi
disegel memberikan bukti bahwa kepastian hukum dalam berbisnis belum
berjalan maksimal. Keraguan ini muncul tatkala petugas dihadapkan pada
pilihan, minimarket yang sudah disegel kedapatan beroperasi dengan berbagai
alasan, seperti barang-barang yang cepat rusak, tuntutan pegawai supaya tidak
terjadinya pemutusan hubungan kerja, sampai keberadaan pengelola/pemilik
adalah orang lokal.
7.4 Refleksi
Pedagang kecil yang dalam hal ini adalah para pedagang toko kelontong
merupakan mata pencaharian yang telah ditekuni oleh sebagian masyarakat sejak
lama. Keberadaannya sudah menyatu dengan lingkungannya. Perkembangan
masyarakat perkotaan yang begitu pesat membawa banyak perubahan dalam
kehidupannya. Adanya keinginan yang terus berkembang mendorong berbagai
kebutuhan untuk memuaskan segera dipenuhi. Keberadaan Minimarket Circle K
tumbuh dan berkembang sebagai sebuah kebutuhan bagi masyarakat perkotaan.
Dengan dalih meningkatkan pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja,
kebutuhan sektor pariwisata untuk kesejahteraan masyarakat, minimarket tumbuh
dengan tidak terkendali. Tumbuhnya minimarket yang berjaringan dan nonjaringan
di Kota Denpasar membawa permasalahan yang cukup pelik karena berdampak pada
terpinggirkannya para pedagang kecil yang dilakoni oleh rakyat kecil. Hadirnya
230
minimarket tidak bisa dilepaskan dari kapitalisme, yang
bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan dengan terus merangsang tumbuhnya berbagai keinginan
dan kebutuhan yang harus terpenuhi. Masyarakat dijejali dengan hadirnya barang
dan jasa sebagai pemuas. Praktik-praktik budaya kapitalisme dengan industri
budayanya akan meminggirkan masyarakat kecil yang tidak berdaya dan terus
tumbuh
dengan
mengesampingkan
keberadaan
kelompok-kelompok
kecil.
Marginalisasi itu timbul sebagai akibat hegemoni dari negara dengan investor
melalui berbagai aturan sehingga masyarakat menerima kehadiran minimarket
Circle K sebagai sebuah unit bisnis. Konsep hegemoni dalam kaitan ini adanya
dominasi satu kelompok terhadap kelompok lain, yaitu kelompok pengusaha
Minimarket mendominasi pangsa pasar terhadap pedagang kecil. Dalam masyarakat
kapitalis modern, dominasi ekonomi borjuis menghadapi tantangan, yaitu adanya
potensi disintegrasi yang tampak dalam konflik yang tersembunyi, di bawah
permukaan kenyataan social. Artinya, walaupun
berdirinya minimarket sebagai
kelompok dominan, kelompok pedagang kecil secara mentalis tidak sungguhsungguh menerimanya.
Dalam penelitian ini pedagang kecil memiliki modal terbatas, dan jaringan
bisnis lemah karena berada dalam posisi yang lemah dibandingkan dengan para
penyalur. Pedagang kecil tidak memiliki jaringan seperti toko modern yang
berjaringan, tetapi hanya melakukan perjanjian distribusi barang dengan beberapa
supplier, penyerapan teknologi masih kurang, dan manajemen pengelolaan bisnis
masih lemah akan terus terpinggirkan dengan tumbuhnya minimarket sebagai
penjelmaan kapitalis. Untuk dapat mengembangkan pedagang kecil pemerintah
231
harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif melalui berbagai cara,
misalnya mewajibkan minimarket menjadi mitra kerja usaha mikro, kecil, dan
menengah, mengadakan pembinaan secara berkala, dan memberikan bantuan
fasilitas permodalan dalam bentuk kredit. Pedagang kecil masih merasakan sulit
memeroleh kredit pada lembaga keuangan perbankan karena untuk mendapatkan
kredit mereka harus memenuhi persyaratan. Dari penelitian terungkap bahwa pihak
perbankan sangat hati-hati menyalurkan kredit kepada pedagang kecil
karena
sering usahanya dinilai kurang layak dari kelayakan usaha, pedagang sering tidak
mengadakan pembukuan secara baik sehingga menyulitkan pihak perbankan
mengetahui untung atau ruginya, terjadi kekhawatiran pedagang tidak mampu
membayar cicilan dan bunga sehingga terjadi tunggakan. Untuk menanggulangi ini
sebenarnya para pedagang bisa secara bersama-sama membentuk koperasi simpan
pinjam sehingga tidak hanya dapat keluar dari masalah permodalan, tetapi juga
dapat meningkatkan solidaritas.
Minimarket sebagai toko modern yang kehadirannya diterima oleh konsumen
perkotaan, malahan dipandang sebagai tempat berbelanja yang dapat memenuhi
kebutuhan akan barang tidak semata berdasarkan fungsi barang, tetapi mampu
membangun citra di dalam masyarakat. Masyarakat kota yang setiap hari dijejali
oleh beragam informasi melalui media massa, koran, TV, berbagai ragam diskon
atau potongan harga dengan brosur-brosur yang sangat menarik mendapat berbagai
tawaran,
seperti mambership dari beberapa minimarket mendorong masyarakat
untuk mengonsumsi secara berlebihan yang dikenal dengan konsumerisme.
Konsumerisme sudah menjadi ciri masyarakat perkotaan yang dipandang dapat
232
merepresentasikan gaya hidup masyarakat kota. Berbelanja ke minimarket
dipandang memiliki berbagai keuntungan, selain kualitas barang-barang terjamin
karena menjual barang yang bermerek, ketersediaan barang sudah pasti ada,
penempatan barang yang telah tertata dengan baik, pelayanannya yang memuaskan,
dan tersedia berbagai fasilitas yang memanjakan konsumen, seperti Wifi, parkir, dan
tempat duduk.
Semakin terdesaknya pedagang kecil, mengharuskan pemerintah
mengambil kebijaksanaan yang berpihak pada masyarakat banyak. Pedagang kecil
sebagai warisan budaya leluhur wajib dipertahankan keberadaannya. Selain sebagai
wadah bagi ekonomi kerakyatan juga dapat meningkatkan rasa persaudaraan
sehingga ada kesempatan untuk berinteraksi dengan warga melalui aktivitas tawarmenawar. Untuk itulah program revitalisasi pasar tradisional untuk Kota Denpasar
sangat penting dan segera dilakukan karena beberapa alasan yaitu (1) secara umum
barang lebih berkualitas karena tanpa pengawet, (2) mempererat persaudaraan
melalui interaksi tawar-menawar, (3) berpihak kepada rakyat kecil karena pelakunya
rakyat kecil, (4) membantu pencapaian swasembada pangan karena barang-barang
yang dijual berasal
dari hasil masyarakat, dan (5) merupakan warisan budaya
leluhur. Revitalisasi pasar tradisional dapat mendukung pertumbuhan ekonomi
secara lebih berimbang.
Untuk mampu memberikan peran yang lebih besar dalam bidang perekonomian
terhadap pedagang kecil maka perlu disertai dengan deregulasinya, yaitu aturanaturan yang mendukungnya. Petugas di lapangan perlu diberikan pemahaman yang
jelas sehingga pelaksanaan sebuah peraturan tidak hanya sebatas wacana, tetapi
betul-betul dilaksanakan. Artinya, kepastian hukum harus dijaga.
233
BAB VIII
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil uraian dan pembahasan
di dalam bab-bab sebelumnya
dapat ditarik simpulan yang disampaikan secara deskriptif, yaitu dengan
menggambarkan secara singkat dan padat hasil penelitian. Di samping itu, juga
saran yang merupakan harapan-harapan yang mungkin dapat dipandang sebagai
alternatif solusi, baik secara teori maupun praktis, sehingga berdaya guna bagi
masyarakat.
8.1 Simpulan
Bertitik tolak dari permasalahan dan analisis yang telah dilakukan,
hasil
penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket Circel K
menyangkut keterpinggiran ekonomi, yaitu berupa berkurangnya jumlah
kunjungan pembeli dan turunnya nilai penjualan yang secara langsung
menurunkan perolehan laba. Hal ini disebabkan oleh persaingan yang begitu
ketat yang akhirnya dimenangkan oleh minimarket. Hal itu terjadi karena
ditemukan minimarket yang letaknya bersebelahan dengan pedagang kecil/toko
kelontong. Dalam operasionalnya bisnis minimarket memiliki jaringan yang
sangat luas dan andal. Sebaliknya, pedagang kecil biasanya tidak memiliki
jaringan yang khusus sehingga waktu kedatangan barang kadang tidak tepat
dan berdampak pada penyediaan barang. Berkembangnya Minimarket Circle K
234
sangat didukung oleh ketersediaan teknologi mulai dari AC untuk kenyamanan
pengunjung, internet, Wi-fi gratis bagi pengunjung sambil duduk/duduk santai.
Peralatan komputer untuk kasir serta kemudahan pembayaran selain dengan
tunai juga bisa melalui kartu kredit Visa dan Master Card, kartu debet, flash dari
BRI sehingga mempermudah konsumen untuk bertransaksi. Pengelolaan dan
manajemen minimarket melalui satu kesatuan manajemen dengan standar
operasional yang sudah baku dan teruji sehingga memudahkan pengelolaannya.
Keterpinggiran pedagang kecil juga dirasakan dari bidang sosial dan politik.
Tidak adanya pembinaan yang sistematis terhadap pedagang kecil, malahan
pembinaan itu lebih banyak diberikan kepada pengusaha minimarket dengan
alasan minimarket sedang berkembang pesat di Kota Denpasar. Hubungan sosial
antara konsumen dan Minimarket Circle K terus dijaga melalui pelayanan yang
optimal sehingga konsumen merasa dihargai. Di bidang politik juga dirasakan
khususnya mengenai aturan yang mengatur keberadaan minimarket,
yaitu
Perwali No. 9, Tahun 2009, tetapi dalam praktiknya minimarket sering
melanggar, misalnya beroperasi tanpa izin, menjual barang di luar ketentuan, dan
kurangnya pengawasan sehingga minimarket tumbuh dengan pesat melampaui
ketentuan zonasi.
2. Ada beberapa faktor yang menyebabkan marginalisasi pedagang kecil dengan
tumbuhnya Minimarket Circle K, yaitu sebagai berikut. (1) Faktor internal,
yaitu adalah faktor yang berada di dalam perusahaan dan dapat secara langsung
berpengaruh terhadap aktivitas perusahaan. Adapun faktor-faktor itu meliputi
sumber daya manusia adalah hal yang sangat menentukan keberhasilan
235
minimarket. Ketersediaannya karyawan yang mempunyai motivasi yang tinggi
untuk meningkatkan produktivitas, memiliki kualitas internal yang sejalan dan
mendukung peranannya sebagai penjual. Kualitas ini meliputi kepribadian,
sikap, motivasi, dan nilai-nilai positif. Untuk mendapatkan tenaga yang terampil
dan andal mulai dari perekrutan karyawan bisa berasal dari kalangan internal
(keluarga) dan luar perusahaan tetap menggunakan pertimbangan profesional
kebutuhan bisnis. Selanjutnya dengan melakukan pelatihan-pelatihan, baik yang
bersifat induksi maupun hal teknis seperti aplikasi program. Pelatihan ini amat
penting untuk menyatukan persepsi di antara karyawan. Pengelolaan toko
minimarket sebagai faktor internal yang sangat berpengaruh untuk meningkatkan
laba usaha melalui penjualan secara efisien dan efektif. Budaya organisasi yang
dianut oleh karyawan, supervisor, pemilik dalam bentuk sistem nilai, lingkungan
bisnis, jaringan budaya, perilaku, dan gaya kepemimpinan serta pedoman
berprilaku terus dipakai sebagai pegangan organisasi. (2) Faktor eksternal, yaitu
faktor di luar perusahaan yang berpengaruh terhadap jalannya bisnis. Faktor ini
terdiri atas persaingan yang dalam arti ekonomi adalah usaha yang sejenis atau
menjual barang yang sama atau barang yang dapat menggantikan fungsinya.
Persaingan pada hakikatnya bagaimana perusahaan dapat memperebutkan
konsumen. Minimarket Circle K melakukan banyak strategi untuk memenangkan
persaingan melaui berbagai promosi, iklan, potongan harga, dan brosur sehingga
konsumen didorong hasrat konsumsinya. Peran pemerintah melalui regulasi
peraturan perundang-undangan yang mengatur keberadaan toko modern dan
pasar tradisional dalam praktiknya perlu ditegakkan secara lebih tegas sehingga
minimarket tidak tumbuh tanpa terkendali.
236
3. Marginalisasi bagi masyarakat Kecamatan Denpasar Selatan memiliki dampak
dan memberikan pemaknaan tertentu dalam kehidupannya. Dampak yang
ditimbulkannya adalah sebagai berikut. (1) Dampak ekonomi, yaitu turunnya
para pengunjung yang menyebabkan turunnya tingkat penjualan sehingga laba
yang diperoleh pedagang kecil berkurang.
Semakin dekat letaknya dengan
minimarket maka pengaruhnya semakin besar. Pengembangan pedagang yang
tergolong usaha mikro sebagai bagian dari pengembangan ekonomi kerakyatan.
Pemberdayaan ekonomi kerakyatan dalam pembangunan harus menjadi bagian
dari kebijakan pemerintah. Dampak yang paling kentara dengan tumbuhnya
minimarket yang tidak sesuai dengan jumlah dan zona yang telah ditentukan
dalam Perwali adalah banyaknya toko modern berjaringan ini akan mempertajam
persaingan usaha di antara pelaku bisnis. (2) Dampak sosial budaya berupa
pergeseran nilai-nilai sosial yang dialami oleh para pedagang kecil, yaitu adanya
perasaan kurang percaya diri untuk menekuni mata pencaharian sebagai
pedagang karena berbagai kendala yang dihadapi. Nilai sewa toko yang begitu
tinggi di jalan arteri menyebabkan para pemilik yang awalnya berdagang, tetapi
sekarang
banyak
disewakan
sehingga
terjadi
pergeseran
pemanfaatan.
Pergeseran tempat berbelanja dari pedagang kecil ke minimarket juga memiliki
dampak dalam interaksi sosial, hubungan antara konsumen dan karyawan di
minimarket terbatas pada hubungan bisnis.
Artinya karyawan
berinteraksi
terbatas sesuai dengan petunjuk operasional. Sementara pada pedagang kecil
hubungan ini lebih akrab karena interaksi itu muncul pada saat tawar-menawar.
Dampak negatif yang muncul karena minimarket diberikan menjual minuman
beralkohol. Akibatnya, peminum bisa mabuk sehingga melakukan tindakan
237
yang tidak terkontrol. Sebaliknya, makna dari termarginalkannya pedagang kecil
menyangkut hal-hal berikut. (1) Makna kapitalis, yaitu
beroperasinya
minimarket tidak bisa terlepas dari kapitalis, dalam hal ini permodalan, jaringan
bisnis, dan berbagai kemudahan yang bermuara bagaimana mampu menciptakan
tingkat keuntungan yang optimal. (2) Makna konsumerisme, yaitu dengan
berbagai strategi dalam hal pemasaran, melalui promosi, iklan, brosur,
minimarket terus berupaya memproduksi kebutuhan bagi masyarakat sehingga
masyarakat melakukan pembelian barang-barang melebihi dari kebutuhannya.
Konsumerisme bagi konsumen juga dengan membeli barang yang tidak semata
untuk memenuhi nilai guna atau fungsi barang tersebut, tetapi di dalamnya
terkandung bagaimana pencitraan dibentuk melalui berbelanja di minimarket
dengan produk-produk bermerek. Hal ini dipandang dapat menginterpretasikan
diri dalam masyarakat
modern. (3)
Makna interaksi sosial
berpengaruh
terhadap budaya perusahaan, yang meliputi budaya organisasi, yang dituangkan
dalam bentuk visi dan misi perusahaan. Dalam pencapain visi dan misi inilah
Minimarket Circle K terus berupaya memberikan yang terbaik kepada para
pelanggan. Hal itu dimulai dari penempatan lokasi bisnis, yang biasanya berada
pada daerah-daerah padat penduduk dan tingkat mobilitas penduduk yang tinggi,
berada di pinggir jalan besar sehingga memudahkan konsumen berbelanja,
tersedianya tempat parkir, dan tempat duduk yang biasanya berada di depan
toko, bentuk bangunan dan warna
serta pemajangan barang sesuai dengan
standar yang ditentukan pewaralaba. Selain itu, di depan toko ada simbol Circle
K sebagai branding sebuah usaha yang sudah terkenal. Berkaitan dengan
pengaturan waktu kerja, Circle K buka 24 jam. Perubahan waktu kerja secara
238
sosial juga berpengaruh pada kehidupan sosial karyawan, kebiasaan tidur dan
aktivitas lainnya. (4) Makna kekerasan simbolik merupakan sebuah bentuk
kekerasan yang halus dan tak tampak, yakni dibalik nya tersembunyi
pemaknaan dominasi. Artinya, bagaimana Minimarket Circle K melakukan
berbagai upaya dalam bisnis sehingga mampu menggaet konsumen yang lebih
banyak, menjual produk yang lebih banyak, memenangkan persaingan bisnis
dengan pedagang kecil/kelontong sehingga secara kasat mata tidak kelihatan,
tetapi melaui media yang intesif dan berbagai fasilitas hal ini dapat terjadi. (5)
Makna
kepastian hukum dimaksudkan bagaimana pemerintah mampu
memberikan kepastian hukum sehingga para investor dan masyarakat pedagang
memahami dan tunduk kepada aturan dan perundangan yang berlaku. Kepastian
hukum dalam praktiknya
masih dianggap lemah,
baik dalam pembinaan
maupun pengendaliannya.
8.2 Saran
Bertolak dari hasil penelitian sebagaimana telah dibahas sebelumnya, maka
dapat disampaikan beberapa rekomendasi sebagai berikut.
1. Mengingat dampak marginalisasi sangat dirasakan oleh para pedagang kecil,
maka mau tidak mau pedagang kecil harus juga memberdayakan dirinya sendiri
melalui pendirian koperasi, melakukan pembenahan secara internal, yaitu
dengan mengadopsi berbagai keunggulan minimarket. Misalnya toko harus
239
selalu tampak rapi, bersih, nyaman. Di samping itu, menjual barang-barang
yang berkualitas sehingga konsumen tidak bergeser ke minimarket.
2.
Pemerintah dalam hal ini pihak pemerintah Kota Denpasar diharapkan dapat
memberikan perhatian yang lebih terhadap pedagang kecil. Misalnya, melalui
pembinaan yang terstruktur, memberikan bimbingan usaha, dan perlindungan
hukum melalui peningkatan status dari Perwali yang selama ini digunakan
sebagai landasan operasional toko modern dan pasar tradisional menjadi
Peraturan Daerah sehingga kekuatan hukumnya lebih tinggi.
3. Peneliti lain yang berminat mengadakan kajian lebih luas terhadap
marginalisasi pedagang kecil dengan tumbuhnya Minimarket Circle K
diharapkan dapat menelusuri lebih mendalam praktik-praktik yang dilakukan
oleh pihak-pihak tertentu yang dapat merugikan para pedagang.
240
DAFTAR PUSTAKA
Alfathri, Adlin..2006. Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Gaya Hidup.Yogyakarta: Jala
Sutra.
......................, 2007. Spiritualitas dan Realitas Kebudayaan Kontemporer, Yogjakarta:
Jala
Sutra.
Amirullah & Hardjanto. 2005. Pengantar Bisnis. Yogyakarta : Graha Ilmu
Ardiyanto, Gunawan. 2011. 10 Biang Untung Usaha Kecil Menengah. Solo : Tiga Seangkai
Pustaka Mandiri
Barker, Chris. 2009. Cultural Studies Teori dan Praktik. ( Nurhadi, Penerjemah).
Yogyakarta: Kreasi Wacana
Baswir, Revrison. 1999. Dilema Kapitalisme Perkoncoan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Baudrillard J. P. 2009. Masyarakat Konsumsi ( Wahyunto, Penerjemah). Yogjakarta: Kreasi
Wacana.
Bernardin, H. John dan J.E.A. Russell. 2003. Human Resource Management. Singapore :
McGraw Hill.
Bourdieu, Pierre. 1990. (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik. (Richard Harker Cheelen
Mahar. Chris Wilker, ed.) (Pipit Maizier. Penerjemah). Yogyakarta: Jala Sutra.
.........................1998. Practical Reason On the Theory of Action. California: Stanford
University Press.
Chaney, David. 2009. Lifestyle: Sebuah Pengantar Komprehensif (Nurhaeni, Penerjemah).
Yogyakarta: Jalasutra.
Deddy, Mulyana. .2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Engel James F. dkk. 1994. Prilaku Konsumen (Budiyanto, Alih Bahasa). Jakarta : Binarupa
Aksara.
Fakih, Mansour. 2009. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar Offset.
Featherstone. Mike. 2008. Postmodernisme dan Budaya Konsumen.(Misbah Zulfa Elizabet,
penerjemah). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Foucault, Michel. 2002. Pengetahuan dan Metode Karya-Karya Penting Foucault.
Yogyakarta: Jalasutra.
Foucault, Michel. 1984. The Faucault Reader. Edited by Paul Rabinow, New York :
Pantheon Books.
241
Fritjof. Capra. 2009. The Hidden Connections (Andya Primanda, penerjemah).Yogyakarta :
Jala Sutra..
.Fukuyama, F. 2005. Guncangan Besar Kodrat Manusia dan Tata Sosial Baru (Masri
Maris. Penerjemah) Jakarta : PT Ikar Mandiriabadi
Giddens, Anthony. 2000. The Third Way, Jalan Ketiga Pembaharuan Demokrasi Sosial.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Gramsci, Antonio.1976. Selection from the Prison Notebooks. Quintin Hoare and Nowel
Smith (ed). Newyork : International Publisher.
Habermas, J. 2009. Teori Kritis Jurgen Habermas (Nurhadi, Penerjemah). Bantul : Kreasi
Wacana Offset.
Hartoko, Alfa. 2010. 40 Tool Dahsyat untuk Mengelola Bisnis UKM. Yogyakarta : PT Alex
Media Komputindo Kompas Gramedia
Kaswan. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Keunggulan Bersaing Organisasi.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Lynda, W.K.N. dan Cyinthia, T.L.M. 2005. Managing the Brick-and-Mortar Retail Stories.
Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer.
Mariyah, Emeliana, 2009. ”Pemahaman Proses Penelitian Metode Penelitin dan Metodologi
Kajian Budaya”, Denpasar: Program Kajian Budaya.
MCQuillan, Martin. 2007. The Politic of Deconstruction : Jacques Derrida and the Other of
Philosopy. London : Pluto Press.
Magnis Suseno.F. 2000. Pemikiran Karl Marx.Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan
Revisionisme .Jakarta : PT Gramedia Pustaka Umum
Malhotra, Naresh K. 2005. Riset Pemasaran Pendekatan Terapan. Jakarta : PT Indeks.
Martyn, J.Lee. 2006. Budaya Konsumen Terlahir Kembali. Yogyakarta : Kreasi Wacana.
Mill, Sara. 2003. Michel Foucault. Routledge : London.
Minawati, Rosta, 2009. ”Keterpinggiran Komunitas Hindu dalam Pruralitas Agama di
Kabupaten Karo Sumatra Utara”. (Disertasi). Denpasar: Universitas Udayana.
Moleong, L.J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Morton, Adam David. 2007. Unravellining Gramsci : Hegemony and Passive Revolution in
The Global Political Economy. London : Pluto Press.
Mowen, Hohm C. dan Minor, Michael. 2001. Perilaku Konsumen. Jakarta: PT Penerbit
Erlangga.
Nehen, Ketut. 2012. Perekonomian Indonesia. Denpasar : Udayana University Press
242
Pariartha, Wana. 2010. ”Manajemen Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di
Kecamatan Denpasar Barat Kota Denpasar, Sebuah Kajian Budaya ”(Disertasi).
Denpasar : Universitas Udayana.
Patria, Nesar&Andi Arief. 2003. Antoni Gramsci Negara & Hegemoni. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Philip, Kotler 2002. Manajemen Pemasaran (Hendra Teguh dkk. Penerjemah). Jakarta : PT
Prenhallindo.
Piliang, Yasraf Amir. 1999. Hiper-Realitas Kebudayaan.Yogyakarta: LkiS.
---------------. 2006. Dunia yang Dilipat Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan.
Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.
----------------.2008. Multiplisitas dan Diferensiasi. Yogyakarta: Jala Sutra.
---------------. 2009. Hipersemiotika. Yogyakarta: JalaSutra
Prasetyantoko, A. 2001. Arsitektur Baru Ekonomi Global. Jakarta : Gramedia.
Ralston Saul, John. 2008. Runtuhnya Globalisme dan Penemuan Kembali Dunia (Dariyatno,
Penerjemah). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ratna, Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
-----------------.2010. Metodologi Penelitian, Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora
pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi Modern (Alimandan, Alih
Bahasa) Jakarta:. Kencana.
-----------------.2002. Ketika Kapitalisme Berjingkrak Telaah Kritis terhadap Gelombang
McDonaldisasi (Solichin, Didik P. Yuwono, Penerjemah) .Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
----------------.2006. Mengkonsumsi Kehampaan di Era Globalisasi ( Lucinda, Heru
Nugroho, Alih Bahasa). Yogyakarta : Universitas Atmajaya.
Roger, Mary. F. 2009. Barbie Culture Ikon Budaya Konsumerisme. Jogjakarta : Relief.
Simon, Roger. 1999. Gagasan-Gagasan Politik Gramsci. Yogyakarta: INSIST dan Pustaka
Pelajar.
Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Storey. John.2008. Cultur Studies dan Kajian Budaya (Penerjemah,Layli Rahmawati).
Yogyakarta :Jala Sutra.
Subawa, Sri. 2009. ”Waralaba Lembaga Pendidikan Nonformal Sebagai Ekspansi Ekonomi
Global di Kota Denpasar” (Disertasi). Denpasar : Universitas Udayana.
243
Sugiarta, I Nyoman. 2011. Panduan Praktis dan Strategis Retail Consumer Goods. Jakarta:
Expose.
Sugiono, Muhadi.1999. Kritik Antonio Gramsci terhadap Pembangunan Dunia Ketiga.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sujana Asep ST, 2012. Manajemen Minimarket, Jakarta: Raih Asa Sukses (RAS).
Supranto. 2006. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan Pangsa Pasar.
Jakarta: Reneka Cipta.
Sutaji, Deni. 2012. Sistem Inventory Minimarket dengan PHP & JQUERY. Yogyakarta :
Penerbit Lokomedia
Tan, Andrew.2012. Sukses Menjadi Supplier Toko Modern: Jakarta: Sinar Ilmu.
Tanjung, Jenu Wijaya. 2004. Marketing Management Pendekatan Pada Nilai-Nilai
Pelanggan. Malang :Bayu Media
Thwaites, Tony., et al. 2009. Introducing Cultural and Media Studies: Sebuah Pendekatan
Semiotik. ( Penterjemah Saleh Rahmana). Yogyakarta&Bandung: Jalasutra.
Usmara, A. 2003. Strategi Baru Manajemen Pemasaran. Jogjakarta: Amara Books.
Utami. Christina Whidya. 2010. Manajemen Ritel, Strategi dan Implikasi Operasional
Bisnis Ritel Modern Di Indonesia. Jakarta : Salemba Empat.
Wolf, Martin.2007. Globalisasi
Indonesia.
Jalan Menuju Kesejahteraan. Jakarta: Yayasan Obor
Yustika, Ahmad Erani. 2006. Perekonomian Indonesia. Malang : Bayumedia Publishing.
Zizek. AuthorSlavoy. 2008. Violence. Publischer Picador.
Kamus
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta
Jurnal/Majalah
Leonidas C, Leonidou, Dayananda Palihawadana, Marios Theodosious. 2006. An Integrated
Model of The Behavioural Dimensions of Industrial Buyer-Seller Relationships.
European Journal of Marketing/ Vol. 40 No. 1/2
Luc Sels, Sophie De Winne, Jeroen Delmotte, John Maes, Dries Faems, Anneleen Forrier,
2006. Linking HRM and Small Business Performance: An Examinination of the
Impact of HRM Intensity on the Productivity and Financial Performance of Small
Businesses. Research Center for Organization Studies Departement of Applied
Economics Katholieke Universiteit Leuven
244
Rudolf Esch,Franz and Tobias Lagner,B erd H. Schmitt, Patrick Geus,2006. Are brands
forever? How brand knowledge and relationships affect current and future purchases.
Journal of Product & Brand Management. Vol.15. No.2
Peraturan
Camat Denpasar Selatan, 2010. ”Monografi Kecamatan Denpasar Selatan”.
Dinas Perizinan Kota Madya Denpasar, 2009. ”Peraturan Wali Kota Denpasar Nomor 9,
Tahun 2009 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat pembelanjaan,
dan toko modern.
Enciety Focus-37,2010. ”Menggarap Perubahan Gaya Hidup Kota Besar”, Jawa Post: 7
September 2010.
Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah R.I.2008. ”Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 31-M-Dag/Per/8/2008 Tentang
Penyelenggaraan Waralaba.
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No: 53/M-DAG/PER/12/2008 Tentang
Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko
Modern
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112, Tahun 2007 tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 42, Tahun 2007 tentang Waralaba.
Peraturan Perusahaan PT
PKKAD/PP/IV/2012.
Circleka
Indonesia
Utama
No.KEP.
288/PHIJSK-
Tim Fakultas Ekonomi. 2011. Kajian Akademik Mini Market di Kota Denpasar. Universitas
Udayana.
Surat Kabar/Koran
Tim Redaksi Jawa Post. Enciety Focus-37,2010. ”Menggarap Perubahan Gaya Hidup Kota
Besar” 7 September 2010.
Tim Redaksi Radar Bali. 2010. “Minimarket Sisihkan Usaha Rakyat”, 16 Juni 2010.
Tim Redaksi Jawa Post. 2010 b. “Pemkot Segel Tujuh Minimarket”, 13 Juli 2010.
Tim Redaksi Radar Bali 2011c. “Izin Toko Modern Distop” , 8 April 2011.
Tim Redaksi Radar Bali “Dewan Desak Moratorium Minimarket, 24 Agustus 2011.
Tim Redaksi Jawa Post. 2011.” Ritel Asing v Pasar Tradisional, 16 Desember 2011.
Tim Redaksi Radar Bali.” Minimarket Baru Jalan Terus, Pemkot Lembek Bertindak”. 7
November 2012.
245
Tim Redaksi Radar Bali.” Lawson Cuek, Satpol Berang, Teta Buka Dinilai Melecehkan”.7
Nopember 2012.
Tim Redaksi Radar Bali. ” Badung Segera Perketat Toko Modern”, 7 Agustus 2012
Tim Redaksi Radar Bali ” Warga Melawan Toko Modern”. 5 Februari 2013
Sumber Internet
http://www.google.com, 01 – 06 - 2010
tp://www.alfamartku.com/page/read/p1/sejarah-perusahaan, 12 – 05 - 2011
http://www.franchise-circlek.com/site/photo-galler, 20 – 05 – 2011
http://bursafranchise.com/circle-k-minimarket-indonesia.htm, 03 – 03 – 2011
http://id.wikipedia.org/wiki/Waralaba, 19 – 03 – 2011
http://www.scribd.com/doc//Circle-K, 22 – 09 – 2011
246
Lampiran 1
PEDOMAN WAWANCARA
A Profil Kecamatan Denpasar Selatan sebagai Daerah Penelitian
1. Bagaimana kondisi dan lingkungan alam wilayah kecamatan Denpasar
Selatan?
2. Potensi alam, geografis yang mendukung kecamatan Denpasar Selatan
sebagai kawasan perdagangan?
3. Bagaimana mata pencaharian penduduk di kecamatan ini?
4. Bagaimana kondisi sarana dan prasarana yang mendukung di kecamatan ini?
5. Bagaimana potensi ekonomi, khususnya perdagangan di kecamatan ini?
6. Apakah ada pergeseran pekerjaan yang dilakoni oleh masyarakat dengan
maraknya tumbuh minimarket?
B Bentuk-bentuk marginalisasi pedagang kecil
1. Bisakah Bapak/Ibu membandingkan keadaan ekonomi sebelum dan sesudah
tumbuhnya Minimarket Circle K di Kecamatan Denpasar Selatan?
2. Bisakah Bapak/Ibu membandingkan pendapatan hasil penjualan sebelum dan
sesudah tumbuhnya MinimarketCircle K di Kecamatan Denpasar Selatan?
3. Apakah keberadaan Minimarket Circle K di wilayah Bapak/Ibu mengancam
usaha yang sedang digeluti. Apa saja peralatan yang digunakan?
4. Dari pengamatan dapatkah Bapak/Ibu membandingkan harga eceran pada
pedagang kecil dengan barang di minimarket?
5. Menurut Bapak/Ibu bagaimana prospek pedagang ke depan, apakah masih
bisa dipakai sebagai tumpuan mata pencaharian atau akan semakin terdesak
dengan tumbuhnya minimarket?
6. Dari pengamatan Bapak/Ibu, adakah pelanggan yang pindah berbelanja ke
minimarket Circle K?
7. Apa usaha Bapak/Ibu untuk menanggulangi persaingan dengan Minimarket
Circle K?
247
C Faktor marginalisasi pedagang kecil
1. Bagaimanakah bentuk pengelolaan usaha dagang yang Bapak/Ibu lakukan ?
2. Menurut pandangan Bapak/Ibu, apa yang menjadi daya tarik konsumen
berbelanja di Minimarket Circle K?
3. Bagaimana cara pengadaan barang dagangan, dan adakah Bapak/Ibu
melakukan promosi penjualan?
4. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu terhadap persaingan yang terjadi?
5. Adakah selama ini Bapak/Ibu mendapat pelatihan tentang pengelolaan usaha?
6. Peran apa saja yang telah dilakukan pemerintah untuk memajukan usaha
dagang?
7. Langkah apa yang telah dilakukan untuk menarik konsumen?
8. Adakah hambatan yang Bapak/Ibu temukan selama berdagang, dengan
banyaknya minimarket?
D Implikasi dan Makna marginalisasi bagi pedagang
1. Apakah berdagang merupakan pekerjaan pokok atau sambilan, mohon
dijelaskan!
2. Apakah hasil dari berdagang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, mohon
dijelaskan!
3. Apakah perubahan nilai sosial budaya yang terjadi dari pertumbuhan
minimarket?
4. Apakah Bapak/Ibu rasakan pengaruh banyaknya minimarket terhadap
pekerjaan yang ditekuni?
5. Dapatkah Bapak/Ibu menjelaskan pembeli yang menjadi langganan?
6. Adakah bentuk pemberdayaan yang dilakukan untuk meningkatkan
kesejahteraan pedagang?
7. Bandingkan kepuasan yang Anda dapatkan dari berbelanja di pedagang Kecil
dengan di Minimarket Circle K!
248
Lampiran 2
A.
No
Nama
DAFTAR INFORMAN
Umur
1
I.G.A. L. Saraswati,
S.S.
39 tahun
2
I Made Suryawan, S.E.
46 tahun
Pekerjaan/ Jabatan
PNS/ Kasi Pembinaan Usaha
Perdagangan Kantor
Perdagangan
PNS/ Kabid Bina Usaha Kantor
Perindustrian dan Perdagangan
Kota Denpasar
3
Nyoman Puja, S.H.
51 tahun
Kepala Bidang Penegakan
Perda Satpol PP Denpasar
4
Ketut Gd Gunawan
47 tahun
5
Drs. I Km. Sugiarta,
M.Si.
46 tahun
6
I Ketut Listrik, B.B.A.
52 tahun
Kasi Ketertiban Perizinan
Satpol PP Denpasar
Kepala Bidang Monitoring
Evaluasi dan Informasi Dinas
Perizinan
Kasi Pemberdayaan
Masyarakat Kecamatan
Denpasar Selatan
7
Dody
45 tahun
Kepala Lingkungan Br.
Lantang Bejuh, Sesetan
8
Ibu Raka
55 tahun
Pedagang Kecil
9
Ibu Berniawati
33 tahun
Pedagang Kecil
10
I Wayan Agustina
31 tahun
Pedagang
11
Ibu Agung Ade
60 tahun
12
I Made Sutena
41 tahun
13
I Wayan Aryani
30 tahun
14
Ni Wayan Soli
45 tahun
15
Ketut Arianta
-
Pedagang
Pedagang Kelontong UD. Sari
Merta
Pedagang Kelontong UD.
Aryani
Pedagang Kelontong UD.
Krisna
Pedagang Kelontong Toko
King
16
Nani
-
Pedagang Toko Sumber Baru
17
Ambara
38 tahun
Pedagang Kecil
18
Agus Sunarta
22 tahun
Pegawai Circle K
19
Putu Tyas Indrawati
26 tahun
Pegawai Circle K
20
21
22
Yudhi Setianugraha
Andra
A.A Indraprasta
-
Wiraswasta/ Pemilik Circle K
Wiraswasta/ Pemilik Circle K
Wiraswasta/ Pemilik Circle K
Alamat
Jalan Melati No.31,
Denpasar
Jalan Melati No.31,
Denpasar
Sidakarya/
081338711456
Jalan Debes No.8,
Denpasar /
081558631967
Dinas Perizinan
Kantor Camat Densel
Br. Lantang Bejuh
Sesetan
Jalan Tukad
Pancoran
Jalan Tukad
Pakerisan
Jalan Dewata No.19,
Sidakarya Denpasar
Jalan Waturenggong
No. 157, Denpasar
Jalan Pulau Moyo,
Jalan Pulau Bungin,
Br. Pitik Denpasar
Jalan Pulau Bungin,
Br. Sama Denpasar
Jalan Waturenggong,
Denpasar
Jalan Waturenggong
No. 151, Denpasar
Jalan Raya Sesetan
No. 245, Denpasar
Jalan Subak Dalem
Gang XXII
Jalan Lembu Sora
Gang Suta No.2
Jalan Waturenggong
No. 62
Jalan Raya Sesetan
Jalan Gunung Sari.
249
B. DAFTAR RESPONDEN
No
Nama
Umur
Pekerjaan/ Jabatan
1
Kadek Subadiasa
23tahun
Mahasiswa Unud
2
Agus Antara
30 tahun
Pegawai Swasta
28 tahun
20 tahun
17 tahun
25 tahun
16 tahun
21 tahun
21 tahun
30 tahun
Ibu Rumah Tangga
Mahasiswa
Siswa
Pegawai
Pelajar
Mahasiswi STIKES
Mahasiswa STIKOM
Pegawai Swasta
11
Ibu Sita
Adam
Edo
Deam
Satya
Arina
Septian
Gek Erna
I Dw. Kd. Dwi Arta
Gangga
17 tahun
Pelajar
12
I Putu Raditya
15 tahun
Pelajar
13
Agus Darmadi
23 tahun
Pegawai Swasta
14
15
Karunia Mahardika
I Putu Agus Santika
22 tahun
25 tahun
Mahasiswa
Pegawai Swasta
16
Sinta Trisnadewi
22 tahun
Mahasiswi
17
18
19
20
21
Aloysius Suselo
I Wayan Kamayasa
I Gde Raka Ariana
Wayan Adiana Utama
Ni Putu Ariani
25 tahun
20 tahun
15 tahun
19 tahun
19 tahun
Pegawai Swasta
Swasta
Pelajar
Mahasiswa
Mahasiswi
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Fety Dwi Prasetyaning
W.
Ayu Astiti Pendit
Pande Astawa
Melva Yusmawati
I Wayan Kamayasa
I Gede Raka Aryana
Komang Ary Triatnata
I Wayan Brian
Wayan Yudiartha
25 tahun
26 tahun
19 tahun
27 tahun
20 tahun
15 tahun
19 tahun
20 tahun
23 tahun
Pegawai BUMN
Pegawai Swasta
Mahasiswa
Pegawai BUMN
Pegawai Swasta
Pelajar
Mahasiswa
Penjaga lingkungan
Mahasiswa
3
4
5
6
7
8
9
10
Alamat
Jalan Tukad Pakerisan,
Denpasar
Jalan Bedugul Gang
Nuri No.1
Jalan Sidakarya No.
165, Denpasar
Jalan Raya Sesetan
Sesetan
Tegalwangi
Pedungan
Pemogan
Sanglah
Sesetan
Jalan Pulau Bali No.
19, Denpasar
Jalan Tukad Yeh
Sungi No.44,
Denpasar
Graha Wisata No. 17,
Denpasar
Jalan Waturenggong
No. 108 B, Denpasar
Jalan Raya Sesetan
Jalan Pulau Kawe
No.44
Jalan Palapa III/21,
Sidakarya
Jalan Waturenggong
Panjer
Sesetan
Jalan Pulau Riau
Jalan Letda Tantular
Gang Garuda No. 1
Renon
Jalan Tukad Yeh Aaya
Jalan Raya Sesetan
Jalan Raya Sesetan
Jalan Waturenggong
Panjer
Sanur
Sanur
Pedungan
250
Lampiran 01
Lampiran 02
Lampiran 03
Lampiran 04
Lampiran 05
Lampiran 06
Lampiran 07
Lampiran 08
252
253
254
255
256
257
267
262
263
264
265
271
272
273
274
279
280
281
286
287
288
293
294
295
299
300
275
258
268
276
282
40
176
232
239
269
49
261
270
277
278
284
290
296
8
260
283
289
1
259
285
291
292
297
298
84
130
Download