SINERGI ANGGOTA PARLEMEN, MEDIA DAN OMS UNTUK MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERFIHAK PADA PEREMPUAN MISKIN LENA MARYANA MUKTI Anggota DPR/MPR RI 2004-2009 Jakarta, 21 Mei 2015 1 PEREMPUAN DI LEMBAGA PEMBUAT KEBIJAKAN • Representasi dan peran perempuan di lembaga pembuat kebijakan masih sangat rendah. • Ditunjukkan oleh rendahnya jumlah perempuan di birokrasi, parlemen, dan partai politik. 2 PERAN POLITIK PEREMPUAN • Perkembangan demokrasi menuntut peran yang sama antara lelaki dan perempuan. Minus peran perempuan>deficit democracy. • Jumlah perempuan yang sama dengan lelaki mensyaratkan penambahan jumlah perempuan di berbagai lembaga politik dan pemerintahan. • Pertambahan jumlah perempuan di lembaga pengambilan kebijakan meningkatkan kepedulian terhadap hak-hak perempuan. 9 PEREMPUAN DI LEMBAGA PEMBUAT KEBIJAKAN • Produk legislasi periode 2009-2014: 135 UU, hanya 11 yang secara tegas mengakomodir kepentingan perempuan. • Keanggotaan perempuan di pansus RUU strategis minim. Gagal memperkuat kebijakan afirmasi seperti di UU Parpol, Pemilu dan MD3. • Salah satu faktor: minus sinergi OMS dan Media. 2 PEREMPUAN DI LEMBAGA PEMBUAT KEBIJAKAN • Program Legislasi Nasional: 159 RUU. 37 RUU Prioritas 2015. • Membagi Keanggotaan perempuan di pansus/ panja RUU. • Harus bersinergi dengan OMS dan Media (lesson learned). Advokasi OMS dan dukungan media sangat penting. 2 Gender Electoral Quota • Afirmasi berupa gender electoral quota merupakan jawaban peningkatan partisipasi dan peran perempuan di lembaga pembuat kebijakan. • Sinergi anggota legislatif dan OMS terbukti efektif dengan berhasilnya dimasukkan ketentuan GEQ di Paket UU Politik. • 2 PELUANG • Reformasi 1998 menjadi milestone gerakan afirmasi. • Seiring dengan terbukanya peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam politik, semua golongan masyarakat termasuk perempuan juga menikmati peluang yang sama. • Landasan yuridis/konstitusional, aturan perundangundangan dan covenant Internasional menjamin peluang perempuan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan publik. 9 TANTANGAN • Meskipun peluang bagi perempuan terbuka lebar, tantangan berat masih dihadapi oleh perempuan untuk terjun ke arena publik (politik). • Secara garis besar, faktor penyebab dapat dilihat dari pihak perempuan sendiri (faktor internal) dan faktor lingkungan (faktor eksternal). • Faktor internal adalah faktor-faktor yang ada dalam diri perempuan, sedangkan faktor eksternal adalah adalah faktor-faktor yang berasal dari luar perempuan, yakni dari masyarakat (lingkungan). 9 FAKTOR INTERNAL • Rendahnya minat dan perhatian perempuan terhadap masalah politik, sehingga rendah pula keinginan untuk masuk partai politik, lembaga pemerintahan, dan organisasi massa. • Rendahnya minat dan perhatian juga disebabkan karena politik dan pemerintahan dianggap bukan wilayah perempuan sehingga tidak perlu dimasuki oleh perempuan. 10 FAKTOR INTERNAL • Ada anggapan bahwa politik itu kotor, kasar, dan penuh persaingan sehingga tidak cocok dengan karakter perempuan. • Perempuan lebih berminat pada masalah domestik sehingga perhatian mereka lebih banyak ditujukan pada penguasaan masalahmasalah rumah tangga seperti keuangan dan pengelolaan rumah tangga, masak-memasak, dan merawat bayi dan anak. 11 SOLUSI • Perlu dikembangkan kesadaran di kalangan perempuan bahwa masalah politik dan pemerintahan adalah juga wilayah yang layak bagi perempuan sehingga minat di bidang tersebut bisa meningkat. • Perlu dikembangkan ketrampilan perempuan di bidang politik dan pemerintahan dengan pendidikan politik. • Keterlibatan dalam parpol dan ormas perlu digalakkan dan dibukakan kesempatan yang lebih luas bagi perempuan 12 FAKTOR EKSTERNAL • Yang lebih kompleks adalah faktor eksternal karena luasnya sumber permasalahan dan menyangkut lebih banyak pihak. • Yang terpenting dari faktor eksternal adalah faktor budaya, yakni penyebab yang terkait dengan budaya berupa nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat yang dianggap sebagai kebenaran. • Salah satu contoh faktor budaya adalah nilai atau pandangan yang menganggap bahwa tempat perempuan adalah di rumah, bukan di luar rumah. 13 FAKTOR EKSTERNAL • Faktor budaya ini merupakan kendala yang besar bagi peran politik perempuan karena terkait dengan nilai yang berkembang di dalam masyarakat meskipun sudah banyak kemajuan sosial yang dicapai. • Kendala budaya bagi peran politik perempuan sulit dihilangkan karena nilai (values) memerlukan waktu lama untuk berubah. • Meskipun secara publik banyak tokoh-tokoh yang membela hak-hak politik perempuan namun dalam kenyataannya masih besar kendala bagi perempuan. 14 FAKTOR EKSTERNAL • Penyebabnya adalah kurangnya kepercayaan (dari pihak lelaki) terhadap perempuan untuk dapat berperan di bidang politik/pemerintahan. • Berkembangnya demokrasi di Indonesia menyebabkan tidak adanya kendala secara hukum bagi peranan politik perempuan. Demokratisasi telah menghasilkan kesempatan yang sama secara hukum bagi lelaki dan perempuan. Namun kenyataannya berbeda: nilai budaya yang melekat dalam diri para tokoh menghambat peningkatan peran politik perempuan. 15 FAKTOR EKSTERNAL • Media sexism masih kuat dalam pemberitaan. Mitologi kecantikan (beauty myth) lebih dikedepankan dalam pemberitaan perempuan tokoh. • Elit partai politik sebagian besar (bahkan perempuan elit parpol termasuk yang di parlemen) tidak memahami konsep dan kebijakan TKS. • Tafsir agama yang salah diterjemahkan dalam melihat issue perempuan. 14 SOLUSI • Kendala budaya perlu diatasi secara bertahap dan terus menerus dengan memberikan peluang bagi perempuan di bidang politik secara bertahap pula. • Nilai-nilai budaya akan berubah bila praktek-praktek sosial berubah terlebih dahulu. • Sosialisasi mengenai perlunya peran politik perempuan harus selalu dilakukan secara intensif untuk membantu mengubah nilai-nilai budaya yang menghambat pertumbuhan peran politik perempuan. 16 STRATEGI • Kegiatan-kegiatan ormas perempuan perlu lebih difokuskan pada pendidikan politik bagi perempuan di kota-kota kecil dan desa-desa di Indonesia. • Pemerintah perlu melakukan sosialisasi tentang peran politik perempuan melalui media massa dan media luar ruang secara berkesinambungan dan terencana. • Pelatihan di bidang politik bagi perempuan untuk menimbulkan minat perempuan terhadap politik dan pemerintahan perlu pula diselenggarakan oleh Pemerintah di berbagai propinsi, terutama yang masih rendah peran politik perempuannya. 17 STRATEGI • Pimpinan parpol perlu memberikan kesempatan yang lebih besar bagi perempuan untuk menjadi pengurus parpol mulai dari tingkat desa sampai ke tingkat nasional. • Kuota 30% bagi perempuan untuk caleg dan pengurus parpol perlu ditingkatkan dan pemantauan terhadap pelaksanaan kuota harus dilakukan secara intensif oleh Kementerian Dalam Negeri. • Kuota tersebut masih diperlukan selama jumlah kader politik perempuan masih relatif kecil dan hambatan kultural masih cukup besar seperti sekarang ini. 18