6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam penelitian ini teori yang akan dikaji adalah (1) Model pembelajaran Kooperatif, (2) Model pembelajaran Kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division), (3) Minat Belajar, (4) Hasil Belajar, (5) pembelajaran IPA. 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 2.1.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Lie (dalam Wena, 2009:189) Cooperative Learning adalah “sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas–tugas yang terstruktur dan dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator”. Dari definisi ini Lie mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa dapat belajar dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru bersama sesama siswa di kelas, sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator yang mengatur proses pembelajaran. Menurut Nurhadi dan Senduk (dalam Wena, 2009:189) Pembelajaran kooperatif adalah “pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa”. Pendapat yang dikemukakan oleh Nurhadi dan Senduk ini mengemukakan bahwa selama proses pembelajaran, terjadi interaksi silih asah antar siswa, sehingga siswa satu mendapat informasi baru dari siswa yang lain sebagai sumber belajar selain buku ajar dan guru. Sedangkan menurut Abdurrahman dan Bintoro (dalam Wena, 2009:190) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah “pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih dan silih asuh antarsesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata”. Abdurrahman dan Bintoro menggambarkan pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang telah disiapkan secara sistematis dan dilaksanakan secara sadar yang menimbulkan interaksi saling mengasihi, saling memperkuat dan 6 7 saling melindungi yang mana interaksi ini dapat dijadikan sebagai latihan untuk bersosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat nyata. Berdasarkan pendapat–pendapat yang telah dikemukakan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa model Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk dapat belajar dengan teman sejawat sebagai sumber belajar selain buku ajar ataupun guru dan belajar untuk dapat berinteraksi dengan sesama siswa sebagai bekal untuk bersosialisasi di lingkungan masyarakat nyata. Menurut Nurhadi & Senduk (2003) dan Lie (2002) (dalam Wena 2009: 190) mengatakan ada berbagai elemen yang merupakan ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif, antara lain: 1. Saling Ketergantungan Positif Dalam pembelajaran kooperatif setiap anggota kelompok sadar bahwa mereka perlu bekerja sama dalam mencapai tujuan. Suasana saling ketergantungan tersebut dapat diciptakan melalui berbagai strategi, yaitu: (1) Saling ketergantungan dalam pencapaian tujuan, (2) saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (3) saling ketergantungan bahan atau sumber belajar, (4) saling ketergantungan peran, (5) saling ketergantungan hadiah. 2. Interaksi Tatap Muka Nurhadi & Senduk (dalam Wena 2009:191) menyebutkan bahwa interaksi tatap muka para siswa dalam kelompok saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Dalam hal ini antar anggota kelompok melaksanakan aktivitasaktivitas dasar seperti bertanya, menjawab pertanyaan, menunggu dengan sabar teman yang sedang memberi penjelasan, berkata sopan, meminta bantuan dan memberi penjelasan. Pada proses pembelajaran yang demikian para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi. 3. Akuntabilitas Individual Untuk mencapai tujuan kelompok (hasil belajar kelompok), setiap siswa harus bertanggung jawab terhadap penguasaan materi pembelajaran secara maksimal, karena hasil belajar kelompok didasari atas rata-rata nilai anggota kelompok. Kondisi belajar seperti itu mampu menumbuhkan tanggung jawab (akuntabilitas) pada masing – masing individu. Tanpa ada tanggung jawab secara individu, keberhasilan kelompok akan sulit tercapai. 4. Keterampilan Menjalin Hubungan Antarpribadi Dalam pembelajaran kooperatif dituntut untuk membimbing siswa agar dapat berkolaborasi, bekerja sama dan bersosialisasi antaranggota kelompok. Menurut Lie (2002) ada tiga hal penting 8 yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif, yaitu (1) pengelompokkan, (2) semangat pembelajaran kooperatif dan (3) penataan ruang kelas. Suprijono (2009: 65) menjelaskan langkah utama dalam pembelajaran kooperatif yang disusun secara spesifik pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Langkah-langkahPembelajaranKooperatif Fase Kegiatan Guru Fase 1: Present goal and set Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik. Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik untuk siap belajar. Fase 2: Present information Menyajikan informasi Guru mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal. Fase 3: Organize students into learningteams Mengorganisir peserta didik kedalam tim-tim belajar Guru memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien. Fase 4: Assist team work and study Membantu kerja tim dan belajar Guru membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugas. Fase 5: Test on the materials Guru menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau Mengevaluasi kelompok- kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase 6: Provide recognition Memberikan pengakuan atau penghargaan Guru memberikan cara-cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok. 2.1.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD (Student Achievement Division) Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota 4-5 orang siswa secara heterogen. STAD diawali dengan 9 penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis dan penghargaan kelompok. Menurut Slavin, (dalam Rusman, 2012: 213) Student Team Achievement Devisions (STAD) adalah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siwa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat ikut berlangsung mereka tidak boleh saling membantu. Berdasarkan penjabaran mengenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran STAD merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan siswa bekerja sama dengan sesama temannya dalam suatu kelompok yang heterogen dan menenkankan interaksi antar siswa selama bekerja dalam kelompok guna mencapai prestasi yang maksimal. STAD juga dapat meningkatnya minat belajar belajar siswa dengan pemberian penghargaan untuk kelompok dan siswa yang mendapat skor tertinggi. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki kelebihan dan kekurang dalam penggunaannya selama proses pembelajaran. Ibrahim (dalam Majid, 2013:188) mengemukakan kelebihan STAD yaitu (1) dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain, (2) siswa dapat mengusai pelajaran yang disampaikan , (3) dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif , (4) setiap siswa saling mengisi satu sama lain. Kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Ibrahim (dalam Majid, 2013:188) yaitu 1) membutuhkan waktu yang lama. 2) siswa pandai cenderung enggan apabila disatukan enggan apabila disatukan dengan temannya yang kurang pandai, dan yang kurang pandai pun merasa minder apabila digabungkan dengan temannya yang pandai, walaupun perasaan itu akan hilang dengan sendirinya. 3) siswa diberi kuis dan tes secara perorangan. Pada tahap ini setiap siswa harus memperhatikan kemampuannya dan menunjukkan apa yang diperoleh dalam kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal kuis dan tes 10 sesuai dengan kemampuannya. 4) penentuan skor, hasil kuis atau tes diperiksa oleh guru, setiap skor yang diperoleh siswa dimasukkan dalam daftar skor individual, untuk melihat peningkatan kemampuan individual. Rata-rata skor peningkatan individual merupakan sumbangan bagi kinerja pencapaian hasil kelompok. 5) penghargaan kelompok. Berdasarkan skor peningkatan individu, maka akan diperoleh skor kelompok. Dengan demikian, skor kelompok sangat tergantung dari sumbagan skor individu. Menurut Slavin (2005:143) STAD terdiri atas lima komponen utama, yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual dan rekognisi (penghargaan) tim. Uraiannya sebagai berikut: 1. Persiapan a. Materi Guru mempersiapkan materi pembelajaran yang dirancang untuk pembelajaran secara berkelompok. kemudian membuat lembar diskusi, lembar jawaban diskusi, dan kuis untuk setiap periode pembelajaran. b. Pembagian siswa ke dalam tim/kelompok Anggota tim berjumlahkan 4-5 orang yang heterogen. Aturan heterogenitas tim dapat berdasarkan pada kemampuan akademik (pandai, sedang dan rendah), jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat (pendiam dan aktif). c. Penentuan skor awal Skor awal dapat diambil dari nilai tes paling akhir yang dimiliki siswa. Bisa juga diambil dari rapor siswa pada semester sebelumnya. d. Membangun tim Sebelum memulai pembelajaran dapat dilakukan kegiatan yang bertujuan untuk mendekatkan antar anggota dalam tim. Misalnya dengan cara memberikan kesempatan kepada tim untuk memberikan nama tim, menciptakan logo tim, atau yel-yel tim. 11 2. Pengajaran Pembelajaran dalam STAD diawali dengan guru menyajikan materi pelajaran. Dalam penyajian materi pelajaran yang perlu dilakukan adalah menginformasikan dan membangun rasa ingin tahu siswa tentang konsepkonsep yang akan dipelajari. 3. Belajar Tim Dalam kegiatan ini, guru membagikan lembar diskusi dan lembar jawaban diskusi untuk setiap tim sebagai bahan yang akan dipelajari siswa di dalam tim. Siswa di dalam tim dituntut untuk secara bersama-sama mendiskusikan dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru melalui lembar diskusi. Guru membantu siswa mengarahkan, memperjelas konsep, dan menjawab pertanyaan siswa di dalam tim. 4. Tes Setelah kegiatan tim berakhir, dilanjutkan pemberian tes/kuis kepada setiap siswa. Dalam mengerjakan kuis siswa dilarang untuk saling membantu. Hasil tes digunakan untuk nilai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan kelompok. 5. Rekognisi Tim a. Menghitung skor individual dan tim Setelah pemberian tes/kuis, guru menghitung skor perkembangan individu dan skor kelompok berdasarkan rentan skor yang diperoleh setiap individu. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, penghargaan kelompok didasarkan atas skor yang didapatkan oleh kelompok dan skor kelompok ini diperoleh dari peningkatan individu dalam setiap kuis. Sumbangan poin kemajuan siswa terhadap kelompoknya didasarkan atas ketentuan pada tabel 1. Sedangkan untuk menghitung skor tim dapat dilakukan dengan cara mencatat setiap poin kemajuan anggota tim dan membagi jumlah total poin kemajuan semua anggota tim dengan jumlah anggota tim yang hadir. 12 Tabel 2.2 Kriteria Pemberian Skor Peningkatan STAD Skor Kuis Poin Kemajuan >10 poin di bawah skor awal 5 10-1 poin di bawah skor awal 10 Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20 Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 Hasil sempurna (tidak mempertimbangkan skor awal) 30 (Sumber: Slavin, 2005:159) b. Pemberian penghargaan kelompok Setelah dihitung skor perkembangan individu dan kelompok, kemudian guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang memiliki poin paling tinggi. Pemberian penghargaan tergantung pada kreativitas guru, dapat berupa pujian, sertifikat, atau hadiah. 6. Perhitungan ulang skor awal dan pengubahan kelompok Setelah beberapa periode pertemuan (2-3 pertemuan) dilakukan penghitungan ulang skor skor evaluasi yang berfungsi untuk penentuan skor awal siswa yang baru. Satu periode penilaian (3-4 minggu) dilakukan perhitungan ulang skor evaluasi sebagai skor awal siswa yang baru. Kemudian dilakukan perubahan kelompok agar siswa dapat bekerja dengan teman yang lain. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Rusman, (2012: 215) sebagai berikut: 1) penyampaian tujuan dan motivasi, 2) pembagian kelompok, 3) presentasi/penjelasan dari guru, 4) kegiatan belajar dalam tim atau kerja tim, 5) kuis atau evaluasi, 6) penghargaan prestasi tim. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran IPA sesuai standar Proses disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 2.3 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Tahap Kegiatan Kegiatan awal a. Guru mengkondisikan siswa untuk siap mengikuti proses pembelajaran. Ket 13 b. Guru menumbuhkan minat siswa dengan memberikan apersepsi. c. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kegiatan Inti (Eksplorasi) a. Siswa diberi waktu (5 menit) untuk membaca materi pada buku paket IPA kelas V. b. Guru menyampaikan materi yang akan di pelajari sesuai dengan RPP. c. Guru melakukan tanya jawab materi yang akan diajarkan, untuk menggali kemampuan siswa. (Elaborasi) a. Siswa dibagi dalam kelompok belajar yang heterogen. Kelompok belajar dibentuk dengan penentuan dari guru. b. Guru menjelaskan cara kerja selama diskusi kelompok dilakukan. c. Siswa secara berkelompok mengerjakan tugas. Tiap kelompok mendapatkan soal yang berbeda. Guru membimbing kelompok yang mengalami kesulitan. d. Selama proses diskusi kelompok, guru berperan sebagai fasilitator. e. Masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas secara bergantian, kelompok lain menanggapi. (Konfirmasi) a. Guru bersama siswa membahas presentasi semua kelompok. hasil 14 b. Siswa diberi soal-soal untuk dikerjakan secara individu untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa selama bekerja kelompok. c. Guru memberikan penilaian secara transparan di depan kelas untuk menentukan hasil kerja kelompok terbaik dan siswa yang memperoleh nilai hasil belajar yang terbaik. d. Kelompok dan siswa yang mendapat nilai terbaik diberi penghargaan oleh guru. Kegiatan Penutup a. Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa tentang materi yang masih belum dipahami. b. Guru bersama siswa membuat kesimpulan. 2.1.2 Hasil Belajar Menurut Slameto, (2010: 2) belajar ialah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Menurut R. Gagne (dalam Susanto, 2013: 1) Belajar didefinisikan “sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Gagne juga memaknai belajar sebagai suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasan dan tingkah laku. Sedangkan menurut Winkel (dalam Susanto 2013: 4) belajar adalah “ suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap yang relatif konstan dan berbekas”. Menurut Susanto, 2013: 4 belajar adalah “suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang 15 terjadinya perilaku yang relatif tetap baik dalam berfikir, merasa maupun bertindak”. Setiap orang dapat dikatakan belajar apabila terjadi perubahan sebelum orang itu belajar dan sesudah belajar. Perubahan ini terjadi sebagai akibat dari adanya aktivitas atau kegiatan yang menghasilkan pengalaman. Dari beberapa pendapat tentang pengertian belajar dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku, pengetahuan, pemahaman,keterampilan, dan nilai sikap sebagai latihan dalam interaksi dengan lingkungan. Menurut Susanto, (2013: 5) Hasil Belajar yaitu “perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil kegiatan belajar”. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 3) hasil belajar adalah: “hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Hasil belajar dari sisi siswa merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Sisi guru adalah bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya”. Hasil belajar merupakan dampak dari adanya proses belajar dan pembelajaran. Selama proses belajar dan pembelajaran dapat terjadi perubahan pada siswa sebelum mengikuti pembelajaran dan sesudah mengikuti proses belajar. Hasil belajar menyangkut aspek kognitif atau pengetahuan siswa yang mana berhubungan dengan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, afektif berupa sikap siswa yang menunjukkan perubahan ke arah positif setelah mengikuti pelajaran dan psikomotor siswa berupa tindakan aktif siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar siswa yang optimal dapat juga menandakan keberhasilan guru dalam menyampaikan pembelajaran, siswa dapat menerima pelajaran dengan baik dan mendapat hasil yang memuaskan. 16 Menurut Bloom dalam Sudjana (2011: 22-31) mengemukakan secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu: 1) Ranah kognitif RanahKognitifberkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. 2) Ranah afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek. Kelima aspek dimulai dari tingkat dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks sebagai berikut: a) Reciving/ attending (penerimaan) b) Responding (jawaban) c) Valuing (penilaian) d) Organisasi e) Karaakteristik nilai atau internalisasi nilai 3) Ranah psikomotoris Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni: a) Gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak sadar. b) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar. c) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris dan lain-lain. d) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan. e) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks. f) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif. Menurut Gestalt (dalam Susanto, 2013: 12) hasil belajar dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini: (a) siswa; dalam arti kemampuan berfikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat dan kesiapan siswa baik jasmani maupun rohani, (b) lingkungan; yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode serta dukungan lingkungan, keluarga dan lingkungan. Sedangkan Clark dalam Sudjana (2011:39) berpendapat bahwa hasil belajarnya peserta didik disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Faktor dari luar diri (ekstrinsik) peserta didik yang 17 turut mempengaruhi keberhasilan antara lain adalah: kurikulum, materi ajar, perkaidahan pembelajaran (proses pembelajran, strategi, pendekatan, metode, media, evaluasi) serta kualitas guru dan lingkungan pembelajaran. Untuk memperoleh data hasil belajar siswa, maka dilaksanakan evaluasi atau penilaian untuk mengukur sejauh mana siswa memahami atau menguasai materi. Evaluasi yang digunakan dalam bentuk tes hasil belajar. Menurut Purwanto (2013: 66) tes hasil belajar merupakan tes penguasaan, karena tes ini mengukur penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan guru atau dipelajari siswa. Tes diujikan setelah siswa memperoleh sejumlah materi sebelumnya dan pengujian dilakukan untuk mengetahui penguasaan siswa atas materi itu. Objek evaluasi adalah tingkah laku siswa yang mengalami perubahan. Perubahan perilaku yang dievaluasi pada akhir kegiatan pembelajaran mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor. 2.1.3 Minat Belajar Menurut Sardiman (dalam Susanto 2013: 56) Minat adalah suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhan sendiri. Dari pengertian itu, Sadirman memandang minat seseorang akan timbul manakala hal yang dilihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya atau keinginannya sendiri. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Bernard (dalam Susanto 2013: 56) menyatakan bahwa minat timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja. Bernard memandang segala sesuatu yang terjadi selama proses pembelajaran yang memacu siswa aktif berpartisipasi dan terus menerus dilakukan akan menimbulkan pengalaman belajar siswa, hal ini yang menimbulkan minat belajar siswa terhadap suatu mata pelajaran. Menurut Hartono (dalam Susanto 2013: 67) bahwa minat memberikan sumbangan besar terhadap terhadap keberhasilan belajar peserta didik. Bahan pelajaran, pendekatan atau metode pembelajaran tidak sesuai dengan minat peserta didik menyebabkan hasil belajar tidak optimal. 18 Penulis berpendapat bahwa minat merupakan faktor yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Tujuan pembelajaran akan sulit dicapai apabila siswa tidak tertarik mempelajari materi yang telah di tentukan. Hal ini menimbulkan kurangnya siswa memahami dan mendalami materi pelajaran, yang juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Dapat pula dikatakan bahwa minat belajar sangat erat hubungannya dengan hasil belajar yang akan dicapai siswa. Menurut Slameto (2010: 26) mengemukakan bahwa “Suatu minat dapat diekspresikan melalui penyataan yang menunjukkan bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimaninfestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Anak didik yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberi perhatian lebih besar terhadap subjek tertentu.” Selain itu menurut Djamarah (2002: 132) mengungkapkan bahwa minat dapat diekspresikan anak didik melalui: 1. pernyataan lebih menyukai sesuatu daripada yang lainnya. 2. partisipasi aktif dalam suatu kegiatan. 3. memberikan perhatian yang lebih besar terhadap suatu yang diminatinya tanpa menghiraukan yang lain (fokus). Dari beberapa pendapat ahli yang telah dikemukakan maka penulis membuat indikator minat belajar meliputi aspek ketertarikan, aspek perhatian, dan aspek rasa senang. Minat yang diungkap melalui penelitian ini adalah minat belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA. 2.1.4 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Menurut Depdiknas (2004: 443), IPA berkaitan dengan bagaimana siswa mencari tahu fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sekumpulan pengetahuan yang harus dihafal siswa, melainkan siswa harus memiliki kemampuan proses penemuan (discovery). IPA pada hakikatnya bermula dari rasa keingintahuanmanusia secara kodrati terhadap apa yang ada di sekelilingnya (alam). Secara khusus,siswa di sekolah juga memiliki rasa ingin tahu tentang fenomena alam yang seharusnya diarahkan dengan benar oleh guru supaya berlangsung secara sistematis dan tidak terjadi miskonsepsi. Penggalian 19 keingian tahuan siswa ini dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya: metode eksperimen, demonstrasi, membaca artikel fisis, mendeskripsikan fenomena alam yang ada di sekitarnya, dan lain-lain dengan tujuan siswa dapat menemukan konsep dan pola sendiri secara konstruktif. Hakikat IPA mencakup tiga aspek yaitu proses, produk, dan sikap. IPA sebagai proses berarti IPA diperoleh melalui kegiatan mengamati, eksperimen, berteori, menggeneralisasi, dan sebagainya. IPA sebagai produk artinya mempelajari konsep, hukum, azas, prinsip dan teori. IPA sebagai sikap artinya dalam pembelajaran IPA dapat dikembangkan sikap ingin tahu, terbuka, jujur, teliti, kerjasama, dan sebagainya. Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA mencakup tiga aspek dalam IPA yaitu proses, produk, dan sikap. Menurut Susanto, (2013: 167) IPA adalah “usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan”. Dari pengertian yang telah dikemukakan, dapat ditarik kesimpulan bahwa IPA adalah ilmu pengetahuan yang sistematis dengan menghubungkan gejalagejala alam yang bersifat kebendaan, melalui kegiatan eksperimen dan menghasilkan produk serta membentuk sikap siswa. Menurut Jacobson & Bergman (dalam Susanto 2013: 168) IPA memiliki karakteristik sebagai dasar untuk memahami, meliputi (a) IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum dan teori, (b) proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati fenomena alam, termasuk juga penerapannya, (c) sikap keteguhan hati, keingintahuan dan ketekunan dalam menyingkap rahasia alam, (d) IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau beberapa saja, (e) keberanian IPA bersfat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif. Depdiknas (2004: 2), mengemukakan tujuan pembelajaran IPA, sebagai berikut: 1) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 20 2) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi. 3) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi. 4) Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitif, objektif, jujur terbuka, benar, dan dapat bekerja sama. 5) Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam. 6) Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. Menurut Susanto (2013: 167) pembelajaran IPA merupakan “pembelajaran berdasarkan pada prinsip-prinsip, proses yang mana dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsep-konsep IPA”. Sedangkan menurut Trianto, 2012:142 pembelajaran IPA merupakan “proses belajar mengajar yang lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teoriteori, sikap ilmiah siswa yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas pendidikan maupun produk pendidikan”. Pada penelitian ini, penulis hendak meneliti mata pelajaran IPA kelas V semester II dengan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator sebagai berikut: Tabel 2.4 Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator IPA Standar Kompetensi 7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam. Kompetensi Dasar 7.1 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan Indikator 1. Membuat suatu laporan berdasarkan hasil pengamatan atau pengalaman pribadi atau laporan surat kabar/media lainnya tentang peristiwa alam misalnya banjir, gempa bumi, gunung meletus. 21 7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi (pertanian, perkotaan, dsb) 2. Menjelaskan dampak dari peristiwa alam terhadap kehidupan manusia, hewan dan lingkungan. 1. Mengidentifikasi kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi permukaan bumi. 2.2 Penelitian yang relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Rio Aditya Dhanang Christianto dalam skripsinya yang berjudul “Peningkatan Minat Dan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran STAD (Tim Siswa Kelompok Prestasi) Dengan Menggunakan Media Kartu Domino Pada Pokok Bahasan Sistem Pencernaan Pada Manusia Kelas VIII B Semester I SMP Walisongo 2 Semarang Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa prosentase ketuntasan belajar siswa meningkat. Pada siklus I yang mencapai 24% menjadi 96%, pada siklus II , nilai rata-rata siswa pada siklus I 55,11 menjadi 73,32 pada siklus II., meningkatnya minat siswa pada siklus I 69,6% menjadi 89,6%, hasil prosentase kinerja guru dalam model pembelajaran STAD dari 68,1% menjadi 84,1%, tanggapan siswa terhadap model pembelajaran STAD yang ditunjukkan dengan perolehan angket didapat prosentase 80,5%. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat diketahui bahwa penerapan model Tim siswa kelompok prestasi (STAD) dengan media pembelajaran kartu domino dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa. Slamet Yani, Budhiyati (2009) dalam penulisannya yang berjudul Penerapan Pendekatan Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil 22 Belajar Matematika pada siswa kelas IV SDN 08 Banjar Sari Tahun Pekalongan, menunjukkan siklus I aktivitas siswa 65,41 % meningkat menjadi 85,38 % dengan ketuntasan belajar sebesar 87,5 %. Dari kedua hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dapat meningkatkan hasil belajar IPA dan meningkatkan minat belajar di Sekolah Dasar. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) ini tidak hanya untuk pelajaran IPA di Sekolah dasar saja, tetapi dapat diterapkan dalam mata pelajaran lain dan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 2.3 Kerangka Berfikir Penulisan ini dilakukan untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA dan mengetahui peningkatan minat belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA, yang dalam pelaksanaan pembelajaran siswa dibagi dalam beberapa kelompok secara heterogen yang mana masing-masing siswa saling belajar dalam mengerjakan tugas yang diberikan. Selama proses pembelajaran siswa yang lebih cepat menangkap materi pelajaran membantu siswa yang lambat dalam menangkap materi. Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD(Student Teams Achievement Division), proses belajar mengajar menjadi lebih menyenangkan dan siswa menjadi lebih tertarik, terlibat dan lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga hasil belajar menjadi meningkat dan minat belajar semakin tinggi. 23 Pembelajaran terpusat pada Guru dan menggunakan metode ceramah Kondisi Awal Tindakan Tindakan Siswa menjadi jenuh, tidak memperhatikan guru dan bosan mengikuti pembelajaran. Menerapkan Pembelajaran dengan Model Kooperatif tipe STAD. SIKLUS I SIKLUS II Kondisi Akhir Melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan minat belajar IPA siswa kelas V SDN Tengaran 01 dengan persentase keberhasilan 80% dan hasil belajar siswa kelas V SDN Tengaran 01 dengan persentase 80% siswa tuntas. Bagan 2.1 Kerangka Berfikir 2.4 Hipotesis Berdasarkan latar belakang masalah, kajian teori dan kerangka berpikir, maka penulis dapat merumuskan hipotesis penelitian ini adalah melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dapat meningkatkan minat belajar dan hasil belajar IPA siswa terhadap Mata Pelajaran IPA kelas V SDN Tengaran 01 Kab. Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.