Upaya Peningkatan Minat Belajar Dan Hasil Belajar IPA Melalui

advertisement
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Dalam penelitian ini teori yang akan dikaji adalah (1) Model
pembelajaran Kooperatif, (2) Model pembelajaran Kooperatif tipe STAD
(Student Teams Achievement Division), (3) Minat Belajar, (4) Hasil Belajar, (5)
pembelajaran IPA.
2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
2.1.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Lie (dalam Wena, 2009:189) Cooperative Learning adalah
“sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja
sama dengan sesama siswa dalam tugas–tugas yang terstruktur dan dalam sistem
ini guru bertindak sebagai fasilitator”. Dari definisi ini Lie mengungkapkan bahwa
dalam pembelajaran kooperatif siswa dapat belajar dan mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru bersama sesama siswa di kelas, sedangkan guru hanya
bertindak sebagai fasilitator yang mengatur proses pembelajaran.
Menurut Nurhadi dan Senduk (dalam Wena, 2009:189) Pembelajaran
kooperatif adalah “pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang
silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar,
tetapi juga sesama siswa”. Pendapat yang dikemukakan oleh Nurhadi dan Senduk
ini mengemukakan bahwa selama proses pembelajaran, terjadi interaksi silih
asah antar siswa, sehingga siswa satu mendapat informasi baru dari siswa yang
lain sebagai sumber belajar selain buku ajar dan guru.
Sedangkan menurut Abdurrahman dan Bintoro (dalam Wena, 2009:190)
mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah “pembelajaran yang secara
sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih dan
silih asuh antarsesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata”.
Abdurrahman dan Bintoro menggambarkan pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang telah disiapkan secara sistematis dan dilaksanakan secara
sadar yang menimbulkan interaksi saling mengasihi, saling memperkuat dan
6
7
saling melindungi yang mana interaksi ini dapat dijadikan sebagai latihan untuk
bersosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat nyata.
Berdasarkan pendapat–pendapat yang telah dikemukakan sebelumnya
dapat disimpulkan bahwa model Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran
yang mengarahkan siswa untuk dapat belajar dengan teman sejawat sebagai
sumber belajar selain buku ajar ataupun guru dan belajar untuk dapat berinteraksi
dengan sesama siswa sebagai bekal untuk bersosialisasi di lingkungan
masyarakat nyata.
Menurut Nurhadi & Senduk (2003) dan Lie (2002) (dalam Wena 2009:
190) mengatakan ada berbagai elemen yang merupakan ketentuan pokok dalam
pembelajaran kooperatif, antara lain:
1. Saling Ketergantungan Positif
Dalam pembelajaran kooperatif setiap anggota kelompok sadar
bahwa mereka perlu bekerja sama dalam mencapai tujuan.
Suasana saling ketergantungan tersebut dapat diciptakan melalui
berbagai strategi, yaitu: (1) Saling ketergantungan dalam
pencapaian tujuan, (2) saling ketergantungan dalam
menyelesaikan tugas, (3) saling ketergantungan bahan atau
sumber belajar, (4) saling ketergantungan peran, (5) saling
ketergantungan hadiah.
2. Interaksi Tatap Muka
Nurhadi & Senduk (dalam Wena 2009:191) menyebutkan bahwa
interaksi tatap muka para siswa dalam kelompok saling bertatap
muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya
dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa.
Dalam hal ini antar anggota kelompok melaksanakan aktivitasaktivitas dasar seperti bertanya, menjawab pertanyaan, menunggu
dengan sabar teman yang sedang memberi penjelasan, berkata
sopan, meminta bantuan dan memberi penjelasan. Pada proses
pembelajaran yang demikian para siswa dapat saling menjadi
sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi.
3. Akuntabilitas Individual
Untuk mencapai tujuan kelompok (hasil belajar kelompok), setiap
siswa harus bertanggung jawab terhadap penguasaan materi
pembelajaran secara maksimal, karena hasil belajar kelompok
didasari atas rata-rata nilai anggota kelompok. Kondisi belajar
seperti itu mampu menumbuhkan tanggung jawab (akuntabilitas)
pada masing – masing individu. Tanpa ada tanggung jawab secara
individu, keberhasilan kelompok akan sulit tercapai.
4. Keterampilan Menjalin Hubungan Antarpribadi
Dalam pembelajaran kooperatif dituntut untuk membimbing siswa
agar dapat berkolaborasi, bekerja sama dan bersosialisasi
antaranggota kelompok. Menurut Lie (2002) ada tiga hal penting
8
yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model
pembelajaran kooperatif, yaitu (1) pengelompokkan, (2) semangat
pembelajaran kooperatif dan (3) penataan ruang kelas.
Suprijono (2009: 65) menjelaskan langkah utama dalam pembelajaran
kooperatif yang disusun secara spesifik pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Langkah-langkahPembelajaranKooperatif
Fase
Kegiatan Guru
Fase 1: Present goal and set
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan peserta didik.
Guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran dan mempersiapkan peserta
didik untuk siap belajar.
Fase 2: Present information
Menyajikan informasi
Guru mempresentasikan informasi kepada
peserta didik secara verbal.
Fase 3: Organize students into
learningteams
Mengorganisir peserta didik
kedalam tim-tim belajar
Guru memberikan penjelasan kepada peserta
didik tentang tata cara pembentukan tim
belajar dan membantu kelompok melakukan
transisi yang efisien.
Fase 4: Assist team work
and study
Membantu kerja tim dan
belajar
Guru membantu tim-tim belajar selama
peserta didik mengerjakan tugas.
Fase 5: Test on the materials Guru menguji pengetahuan peserta didik
mengenai berbagai materi pembelajaran atau
Mengevaluasi
kelompok- kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya.
Fase 6: Provide recognition
Memberikan pengakuan atau
penghargaan
Guru memberikan cara-cara untuk mengakui
usaha dan prestasi individu maupun
kelompok.
2.1.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD (Student Achievement
Division)
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari
model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil
dengan jumlah anggota 4-5 orang siswa secara heterogen. STAD diawali dengan
9
penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis
dan penghargaan kelompok.
Menurut Slavin, (dalam Rusman, 2012: 213) Student Team Achievement
Devisions (STAD) adalah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang
merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru
menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan
bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh
siwa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat ikut berlangsung mereka
tidak boleh saling membantu.
Berdasarkan penjabaran mengenai model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran STAD merupakan model
pembelajaran yang memberi kesempatan siswa bekerja sama dengan sesama
temannya dalam suatu kelompok yang heterogen dan menenkankan interaksi antar
siswa selama bekerja dalam kelompok guna mencapai prestasi yang maksimal.
STAD juga dapat meningkatnya minat belajar belajar siswa dengan pemberian
penghargaan untuk kelompok dan siswa yang mendapat skor tertinggi.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki kelebihan dan
kekurang dalam penggunaannya selama proses pembelajaran. Ibrahim (dalam
Majid, 2013:188) mengemukakan kelebihan STAD yaitu (1) dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain, (2) siswa dapat
mengusai pelajaran yang disampaikan , (3) dalam proses belajar mengajar siswa
saling ketergantungan positif , (4) setiap siswa saling mengisi satu sama lain.
Kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Ibrahim
(dalam Majid, 2013:188) yaitu 1) membutuhkan waktu yang lama. 2) siswa
pandai cenderung enggan apabila disatukan enggan apabila disatukan dengan
temannya yang kurang pandai, dan yang kurang pandai pun merasa minder
apabila digabungkan dengan temannya yang pandai, walaupun perasaan itu akan
hilang dengan sendirinya. 3) siswa diberi kuis dan tes secara perorangan. Pada
tahap ini setiap siswa harus memperhatikan kemampuannya dan menunjukkan apa
yang diperoleh dalam kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal kuis dan tes
10
sesuai dengan kemampuannya. 4) penentuan skor, hasil kuis atau tes diperiksa
oleh guru, setiap skor yang diperoleh siswa dimasukkan dalam daftar skor
individual, untuk melihat peningkatan kemampuan individual. Rata-rata skor
peningkatan individual merupakan sumbangan bagi kinerja pencapaian hasil
kelompok. 5) penghargaan kelompok. Berdasarkan skor peningkatan individu,
maka akan diperoleh skor kelompok. Dengan demikian, skor kelompok sangat
tergantung dari sumbagan skor individu.
Menurut Slavin (2005:143) STAD terdiri atas lima komponen
utama, yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual dan rekognisi
(penghargaan) tim. Uraiannya sebagai berikut:
1.
Persiapan
a. Materi
Guru mempersiapkan materi pembelajaran yang dirancang untuk
pembelajaran secara berkelompok. kemudian membuat lembar diskusi,
lembar jawaban diskusi, dan kuis untuk setiap periode pembelajaran.
b. Pembagian siswa ke dalam tim/kelompok
Anggota tim berjumlahkan 4-5 orang yang heterogen. Aturan
heterogenitas tim dapat berdasarkan pada kemampuan akademik (pandai,
sedang dan rendah), jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan
bawaan/sifat (pendiam dan aktif).
c. Penentuan skor awal
Skor awal dapat diambil dari nilai tes paling akhir yang dimiliki
siswa. Bisa juga diambil dari rapor siswa pada semester sebelumnya.
d. Membangun tim
Sebelum memulai pembelajaran dapat dilakukan kegiatan yang
bertujuan untuk mendekatkan antar anggota dalam tim. Misalnya dengan
cara memberikan kesempatan kepada tim untuk memberikan nama tim,
menciptakan logo tim, atau yel-yel tim.
11
2.
Pengajaran
Pembelajaran dalam STAD diawali dengan guru menyajikan materi
pelajaran. Dalam penyajian materi pelajaran yang perlu dilakukan adalah
menginformasikan dan membangun rasa ingin tahu siswa tentang konsepkonsep yang akan dipelajari.
3.
Belajar Tim
Dalam kegiatan ini, guru membagikan lembar diskusi dan lembar
jawaban diskusi untuk setiap tim sebagai bahan yang akan dipelajari siswa di
dalam tim. Siswa di dalam tim dituntut untuk secara bersama-sama
mendiskusikan dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru
melalui lembar diskusi. Guru membantu siswa mengarahkan, memperjelas
konsep, dan menjawab pertanyaan siswa di dalam tim.
4.
Tes
Setelah kegiatan tim berakhir, dilanjutkan pemberian tes/kuis kepada
setiap siswa. Dalam mengerjakan kuis siswa dilarang untuk saling membantu.
Hasil tes digunakan untuk nilai perkembangan individu dan disumbangkan
sebagai nilai perkembangan kelompok.
5.
Rekognisi Tim
a. Menghitung skor individual dan tim
Setelah pemberian tes/kuis, guru menghitung skor perkembangan
individu dan skor kelompok berdasarkan rentan skor yang diperoleh setiap
individu. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, penghargaan
kelompok didasarkan atas skor yang didapatkan oleh kelompok dan skor
kelompok ini diperoleh dari peningkatan individu dalam setiap kuis.
Sumbangan poin kemajuan siswa terhadap kelompoknya didasarkan atas
ketentuan pada tabel 1. Sedangkan untuk menghitung skor tim dapat
dilakukan dengan cara mencatat setiap poin kemajuan anggota tim dan
membagi jumlah total poin kemajuan semua anggota tim dengan jumlah
anggota tim yang hadir.
12
Tabel 2.2
Kriteria Pemberian Skor Peningkatan STAD
Skor Kuis
Poin Kemajuan
>10 poin di bawah skor awal
5
10-1 poin di bawah skor awal
10
Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal
20
Lebih dari 10 poin di atas skor awal
30
Hasil sempurna (tidak mempertimbangkan skor awal)
30
(Sumber: Slavin, 2005:159)
b. Pemberian penghargaan kelompok
Setelah dihitung skor perkembangan individu dan kelompok,
kemudian guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang memiliki
poin paling tinggi. Pemberian penghargaan tergantung pada kreativitas
guru, dapat berupa pujian, sertifikat, atau hadiah.
6.
Perhitungan ulang skor awal dan pengubahan kelompok
Setelah beberapa periode pertemuan (2-3 pertemuan) dilakukan
penghitungan ulang skor skor evaluasi yang berfungsi untuk penentuan skor
awal siswa yang baru. Satu periode penilaian (3-4 minggu) dilakukan
perhitungan ulang skor evaluasi sebagai skor awal siswa yang baru.
Kemudian dilakukan perubahan kelompok agar siswa dapat bekerja dengan
teman yang lain.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut
Rusman, (2012: 215) sebagai berikut: 1) penyampaian tujuan dan motivasi, 2)
pembagian kelompok, 3) presentasi/penjelasan dari guru, 4) kegiatan belajar
dalam tim atau kerja tim, 5) kuis atau evaluasi, 6) penghargaan prestasi tim.
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran
IPA sesuai standar Proses disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.3
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Tahap
Kegiatan
Kegiatan awal
a. Guru mengkondisikan siswa untuk siap
mengikuti proses pembelajaran.
Ket
13
b. Guru menumbuhkan minat siswa dengan
memberikan apersepsi.
c. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai.
Kegiatan Inti
(Eksplorasi)
a. Siswa diberi waktu (5 menit) untuk membaca
materi pada buku paket IPA kelas V.
b. Guru menyampaikan materi yang akan di
pelajari sesuai dengan RPP.
c. Guru melakukan tanya jawab materi yang
akan diajarkan, untuk menggali kemampuan
siswa.
(Elaborasi)
a. Siswa dibagi dalam kelompok belajar yang
heterogen.
Kelompok
belajar
dibentuk
dengan penentuan dari guru.
b. Guru menjelaskan cara kerja selama diskusi
kelompok dilakukan.
c. Siswa secara berkelompok mengerjakan
tugas. Tiap kelompok mendapatkan soal
yang berbeda. Guru membimbing kelompok
yang mengalami kesulitan.
d. Selama proses diskusi kelompok, guru
berperan sebagai fasilitator.
e. Masing-masing kelompok diminta untuk
mempresentasikan hasil kerja kelompok di
depan kelas secara bergantian, kelompok lain
menanggapi.
(Konfirmasi)
a. Guru
bersama
siswa
membahas
presentasi semua kelompok.
hasil
14
b. Siswa diberi soal-soal untuk dikerjakan
secara individu untuk mengetahui tingkat
pemahaman siswa selama bekerja kelompok.
c. Guru
memberikan
penilaian
secara
transparan di depan kelas untuk menentukan
hasil kerja kelompok terbaik dan siswa yang
memperoleh nilai hasil belajar yang terbaik.
d. Kelompok dan siswa yang mendapat nilai
terbaik diberi penghargaan oleh guru.
Kegiatan
Penutup
a. Guru
mengadakan
refleksi
dengan
menanyakan kepada siswa tentang materi
yang masih belum dipahami.
b. Guru bersama siswa membuat kesimpulan.
2.1.2 Hasil Belajar
Menurut Slameto, (2010: 2) belajar ialah “suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”. Menurut R. Gagne (dalam Susanto, 2013: 1) Belajar
didefinisikan “sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya
sebagai akibat pengalaman”. Gagne juga memaknai belajar sebagai suatu proses
untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasan dan
tingkah laku.
Sedangkan menurut Winkel (dalam Susanto 2013: 4) belajar adalah “
suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang
dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, keterampilan dan nilai sikap yang relatif konstan dan berbekas”.
Menurut Susanto, 2013: 4 belajar adalah “suatu aktivitas yang dilakukan
seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep,
pemahaman atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang
15
terjadinya perilaku yang relatif tetap baik dalam berfikir, merasa maupun
bertindak”.
Setiap orang dapat dikatakan belajar apabila terjadi perubahan sebelum
orang itu belajar dan sesudah belajar. Perubahan ini terjadi sebagai akibat dari
adanya aktivitas atau kegiatan yang menghasilkan pengalaman. Dari beberapa
pendapat tentang pengertian belajar dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku, pengetahuan, pemahaman,keterampilan, dan nilai sikap sebagai
latihan dalam interaksi dengan lingkungan.
Menurut Susanto, (2013: 5) Hasil Belajar yaitu “perubahan-perubahan
yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor sebagai hasil kegiatan belajar”. Sedangkan menurut Dimyati dan
Mudjiono (2009: 3) hasil belajar adalah:
“hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru.
Hasil belajar dari sisi siswa merupakan tingkat perkembangan mental
yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Sisi guru
adalah bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik
dan siswa bisa menerimanya”.
Hasil belajar merupakan dampak dari adanya proses belajar dan
pembelajaran. Selama proses belajar dan pembelajaran dapat terjadi
perubahan pada siswa sebelum mengikuti pembelajaran dan sesudah
mengikuti proses belajar. Hasil belajar menyangkut aspek kognitif atau
pengetahuan siswa yang mana berhubungan dengan pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran, afektif berupa sikap siswa yang menunjukkan
perubahan ke arah positif setelah mengikuti pelajaran dan psikomotor siswa
berupa tindakan aktif siswa selama mengikuti proses pembelajaran.
Hasil belajar siswa yang optimal dapat juga menandakan keberhasilan
guru dalam menyampaikan pembelajaran, siswa dapat menerima pelajaran
dengan baik dan mendapat hasil yang memuaskan.
16
Menurut Bloom dalam Sudjana (2011: 22-31)
mengemukakan secara
garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu:
1) Ranah kognitif
RanahKognitifberkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek
pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek
berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
2) Ranah afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari
lima aspek. Kelima aspek dimulai dari tingkat dasar atau sederhana
sampai tingkat yang kompleks sebagai berikut:
a) Reciving/ attending (penerimaan)
b) Responding (jawaban)
c) Valuing (penilaian)
d) Organisasi
e) Karaakteristik nilai atau internalisasi nilai
3) Ranah psikomotoris
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan
(skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan
keterampilan, yakni:
a) Gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak
sadar.
b) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.
c) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan
visual, membedakan auditif, motoris dan lain-lain.
d) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan
dan ketepatan.
e) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana
sampai pada keterampilan yang kompleks.
f) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive
seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.
Menurut Gestalt (dalam Susanto, 2013: 12) hasil belajar dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor berikut ini:
(a) siswa; dalam arti kemampuan berfikir atau tingkah laku intelektual,
motivasi, minat dan kesiapan siswa baik jasmani maupun rohani, (b)
lingkungan; yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas
guru, sumber-sumber belajar, metode serta dukungan lingkungan,
keluarga dan lingkungan.
Sedangkan Clark dalam Sudjana (2011:39) berpendapat bahwa hasil
belajarnya peserta didik disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan dan 30%
dipengaruhi oleh lingkungan. Faktor dari luar diri (ekstrinsik) peserta didik yang
17
turut mempengaruhi keberhasilan antara lain adalah: kurikulum, materi ajar,
perkaidahan pembelajaran (proses pembelajran, strategi, pendekatan, metode,
media, evaluasi) serta kualitas guru dan lingkungan pembelajaran.
Untuk memperoleh data hasil belajar siswa, maka dilaksanakan evaluasi
atau penilaian untuk mengukur sejauh mana siswa memahami atau menguasai
materi. Evaluasi yang digunakan dalam bentuk tes hasil belajar. Menurut
Purwanto (2013: 66) tes hasil belajar merupakan tes penguasaan, karena tes ini
mengukur penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan guru atau dipelajari
siswa. Tes diujikan setelah siswa memperoleh sejumlah materi sebelumnya dan
pengujian dilakukan untuk mengetahui penguasaan siswa atas materi itu.
Objek evaluasi adalah tingkah laku siswa yang mengalami perubahan.
Perubahan perilaku yang dievaluasi pada akhir kegiatan pembelajaran mencakup
aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
2.1.3 Minat Belajar
Menurut Sardiman (dalam Susanto 2013: 56) Minat adalah suatu kondisi
yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang
dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhan sendiri. Dari
pengertian itu, Sadirman memandang minat seseorang akan timbul manakala hal
yang dilihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya atau keinginannya
sendiri.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Bernard (dalam Susanto 2013: 56)
menyatakan bahwa minat timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan
pada waktu belajar atau bekerja. Bernard memandang segala sesuatu yang terjadi
selama proses pembelajaran yang memacu siswa aktif berpartisipasi dan terus
menerus dilakukan akan menimbulkan pengalaman belajar siswa, hal ini yang
menimbulkan minat belajar siswa terhadap suatu mata pelajaran.
Menurut Hartono (dalam Susanto 2013: 67) bahwa minat memberikan
sumbangan besar terhadap terhadap keberhasilan belajar peserta didik. Bahan
pelajaran, pendekatan atau metode pembelajaran tidak sesuai dengan minat
peserta didik menyebabkan hasil belajar tidak optimal.
18
Penulis berpendapat bahwa minat merupakan faktor yang sangat penting
dalam proses belajar mengajar. Tujuan pembelajaran akan sulit dicapai apabila
siswa tidak tertarik mempelajari materi yang telah di tentukan. Hal ini
menimbulkan kurangnya siswa memahami dan mendalami materi pelajaran, yang
juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Dapat pula dikatakan bahwa minat
belajar sangat erat hubungannya dengan hasil belajar yang akan dicapai siswa.
Menurut Slameto (2010: 26) mengemukakan bahwa “Suatu minat dapat
diekspresikan melalui penyataan yang menunjukkan bahwa anak didik lebih
menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimaninfestasikan melalui
partisipasi dalam suatu aktivitas. Anak didik yang memiliki minat terhadap
subjek tertentu cenderung untuk memberi perhatian lebih besar terhadap subjek
tertentu.”
Selain itu menurut Djamarah (2002: 132) mengungkapkan bahwa minat
dapat diekspresikan anak didik melalui:
1. pernyataan lebih menyukai sesuatu daripada yang lainnya.
2. partisipasi aktif dalam suatu kegiatan.
3. memberikan perhatian yang lebih besar terhadap suatu yang
diminatinya tanpa menghiraukan yang lain (fokus).
Dari beberapa pendapat ahli yang telah dikemukakan maka penulis
membuat indikator minat belajar meliputi aspek ketertarikan, aspek perhatian,
dan aspek rasa senang. Minat yang diungkap melalui penelitian ini adalah minat
belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA.
2.1.4 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Menurut Depdiknas (2004: 443), IPA berkaitan dengan bagaimana siswa
mencari tahu fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
sekumpulan pengetahuan yang harus dihafal siswa, melainkan siswa harus
memiliki kemampuan proses penemuan (discovery). IPA pada hakikatnya
bermula dari rasa keingintahuanmanusia secara kodrati terhadap apa yang ada di
sekelilingnya (alam). Secara khusus,siswa di sekolah juga memiliki rasa ingin
tahu tentang fenomena alam yang seharusnya diarahkan dengan benar oleh guru
supaya berlangsung secara sistematis dan tidak terjadi miskonsepsi. Penggalian
19
keingian tahuan siswa ini dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya:
metode eksperimen, demonstrasi, membaca artikel fisis, mendeskripsikan
fenomena alam yang ada di sekitarnya, dan lain-lain dengan tujuan siswa dapat
menemukan konsep dan pola sendiri secara konstruktif. Hakikat IPA mencakup
tiga aspek yaitu proses, produk, dan sikap. IPA sebagai proses berarti IPA
diperoleh melalui kegiatan mengamati, eksperimen, berteori, menggeneralisasi,
dan sebagainya. IPA sebagai produk artinya mempelajari konsep, hukum, azas,
prinsip dan teori. IPA sebagai sikap artinya dalam pembelajaran IPA dapat
dikembangkan sikap ingin tahu, terbuka, jujur, teliti, kerjasama, dan sebagainya.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA mencakup tiga
aspek dalam IPA yaitu proses, produk, dan sikap.
Menurut Susanto, (2013: 167) IPA adalah “usaha manusia dalam
memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta
menggunakan prosedur dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan
suatu kesimpulan”.
Dari pengertian yang telah dikemukakan, dapat ditarik kesimpulan bahwa
IPA adalah ilmu pengetahuan yang sistematis dengan menghubungkan gejalagejala alam yang bersifat kebendaan, melalui kegiatan eksperimen dan
menghasilkan produk serta membentuk sikap siswa.
Menurut Jacobson & Bergman (dalam Susanto 2013: 168) IPA memiliki
karakteristik sebagai dasar untuk memahami, meliputi (a) IPA merupakan
kumpulan konsep, prinsip, hukum dan teori, (b) proses ilmiah dapat berupa fisik
dan mental, serta mencermati fenomena alam, termasuk juga penerapannya, (c)
sikap keteguhan hati, keingintahuan dan ketekunan dalam menyingkap rahasia
alam, (d) IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau
beberapa saja, (e) keberanian IPA bersfat subjektif dan bukan kebenaran yang
bersifat objektif.
Depdiknas (2004: 2), mengemukakan tujuan pembelajaran IPA, sebagai
berikut:
1) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
20
2) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan
konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan,
dan hubungan antara sains dan teknologi.
3) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan,
memecahkan masalah dan melakukan observasi.
4) Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitif, objektif, jujur
terbuka, benar, dan dapat bekerja sama.
5) Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif
dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk
menjelaskan berbagai peristiwa alam.
6) Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari
keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam
teknologi.
Menurut Susanto (2013: 167) pembelajaran IPA merupakan “pembelajaran
berdasarkan pada prinsip-prinsip, proses yang mana dapat menumbuhkan sikap
ilmiah siswa terhadap konsep-konsep IPA”.
Sedangkan menurut Trianto, 2012:142 pembelajaran IPA merupakan “proses
belajar mengajar yang lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses,
hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teoriteori, sikap ilmiah siswa yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap
kualitas pendidikan maupun produk pendidikan”.
Pada penelitian ini, penulis hendak meneliti mata pelajaran IPA kelas V
semester II dengan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator sebagai
berikut:
Tabel 2.4
Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator IPA
Standar Kompetensi
7. Memahami
perubahan
yang
terjadi di alam dan
hubungannya
dengan
penggunaan
sumber daya alam.
Kompetensi Dasar
7.1 Mengidentifikasi
peristiwa alam yang
terjadi di Indonesia
dan dampaknya bagi
makhluk hidup dan
lingkungan
Indikator
1. Membuat
suatu
laporan
berdasarkan hasil
pengamatan atau
pengalaman
pribadi
atau
laporan
surat
kabar/media
lainnya
tentang
peristiwa
alam
misalnya
banjir,
gempa
bumi,
gunung meletus.
21
7.7 Mengidentifikasi
beberapa kegiatan
manusia yang dapat
mengubah
permukaan
bumi
(pertanian,
perkotaan, dsb)
2. Menjelaskan
dampak
dari
peristiwa
alam
terhadap kehidupan
manusia, hewan dan
lingkungan.
1. Mengidentifikasi
kegiatan
manusia
yang
dapat
mempengaruhi
permukaan bumi.
2.2 Penelitian yang relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian
yang dilakukan oleh Rio Aditya Dhanang Christianto dalam skripsinya yang
berjudul “Peningkatan Minat Dan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Model
Pembelajaran STAD (Tim Siswa Kelompok Prestasi) Dengan Menggunakan
Media Kartu Domino Pada Pokok Bahasan Sistem Pencernaan Pada Manusia
Kelas VIII B Semester I SMP Walisongo 2 Semarang Tahun Ajaran 2011/2012”.
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa prosentase ketuntasan belajar siswa
meningkat. Pada siklus I yang mencapai 24% menjadi 96%, pada siklus II , nilai
rata-rata siswa pada siklus I 55,11 menjadi 73,32 pada siklus II., meningkatnya
minat siswa pada siklus I 69,6% menjadi 89,6%, hasil prosentase kinerja guru
dalam model pembelajaran STAD dari 68,1% menjadi 84,1%, tanggapan siswa
terhadap model pembelajaran STAD yang ditunjukkan dengan perolehan angket
didapat prosentase 80,5%. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat
diketahui bahwa penerapan model Tim siswa kelompok prestasi (STAD) dengan
media pembelajaran kartu domino dapat meningkatkan minat dan hasil belajar
siswa.
Slamet Yani, Budhiyati (2009) dalam penulisannya yang berjudul
Penerapan Pendekatan Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil
22
Belajar Matematika pada siswa kelas IV SDN 08 Banjar Sari Tahun Pekalongan,
menunjukkan siklus I aktivitas siswa 65,41 % meningkat menjadi 85,38 %
dengan ketuntasan belajar sebesar 87,5 %.
Dari kedua hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement
Division) dapat meningkatkan hasil belajar IPA dan meningkatkan minat belajar
di Sekolah Dasar. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams
Achievement Division) ini tidak hanya untuk pelajaran IPA di Sekolah dasar saja,
tetapi dapat diterapkan dalam mata pelajaran lain dan jenjang pendidikan yang
lebih tinggi.
2.3 Kerangka Berfikir
Penulisan ini dilakukan untuk mengetahui adanya peningkatan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran IPA dan mengetahui peningkatan minat belajar
siswa terhadap mata pelajaran IPA, yang dalam pelaksanaan pembelajaran siswa
dibagi dalam beberapa kelompok secara heterogen yang mana masing-masing
siswa saling belajar dalam mengerjakan tugas yang diberikan. Selama proses
pembelajaran siswa yang lebih cepat menangkap materi pelajaran membantu
siswa yang lambat dalam menangkap materi.
Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe
STAD(Student Teams Achievement Division), proses belajar mengajar menjadi
lebih menyenangkan dan siswa menjadi lebih tertarik, terlibat dan lebih aktif
dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga hasil belajar menjadi meningkat
dan minat belajar semakin tinggi.
23
Pembelajaran
terpusat pada Guru
dan menggunakan
metode ceramah
Kondisi
Awal
Tindakan
Tindakan
Siswa menjadi jenuh, tidak
memperhatikan guru dan
bosan mengikuti
pembelajaran.
Menerapkan Pembelajaran
dengan Model Kooperatif
tipe STAD.
SIKLUS I
SIKLUS II
Kondisi
Akhir
Melalui
Model
Pembelajaran
Kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan minat belajar IPA
siswa kelas V SDN Tengaran 01
dengan persentase keberhasilan
80% dan hasil belajar siswa kelas
V SDN Tengaran 01 dengan
persentase 80% siswa tuntas.
Bagan 2.1 Kerangka Berfikir
2.4 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah, kajian teori dan kerangka berpikir,
maka penulis dapat merumuskan hipotesis penelitian ini adalah melalui Model
Pembelajaran Kooperatif
tipe STAD (Student Teams Achievement Division)
dapat meningkatkan minat belajar dan hasil belajar IPA siswa terhadap Mata
Pelajaran IPA kelas V SDN Tengaran 01 Kab. Semarang Semester II Tahun
Pelajaran 2013/2014.
Download