KONSEP DAN ARGUMEN KETUHANAN ( Theisme, Deisme, Pantaisme, dan Panenteisme ) Oleh Dr. Hj. Muliati, M.Ag. Dosen STAIN Parepare I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eksistensi Tuhan merupakan pokok dalam setiap agama dengan pendekatan teologis yang bersumber pada kitab sucinya masing-masing. Disamping itu, juga menjadi pembahasan filsafat dengan perspektif metafisikaontologis. Problematika Ketuhanan merupakan problema universal yang selalu ada adalam babakan sejarah manusia, sehingga problema ketuhanan tetap dianggap sebagai tema pokok dalam sejarah filsafat. Masalah Tuhan berada pada tingkat pertama spekulasi filosofis. Relasi Tuhan dengan manusia maupun alam merupakan fenomena baru mesyarakat modern dalam memahami Tuhan, sehingga pendekatan epistemologis menjadi sebuah keharusan. Tuhan dipahami dalam perspektif antroposentris dengan titik tekan pada relasi antara Tuhan dengan manusia dan alam. Relasi antara Tuhan dengan manusia menimbulkan pemikiran-pemikiran yang secara filosofis cendenrung imanen pada satu sisi dan transenden pada sisis yang lain, bahkan menimbulakan pemikiran yang menganggap bahwa Tuhan itu imanen sekaligus transenden. Relasi keduanya yang melahirkan konsep imanensi dan transendensi ini dalam perkembangan berikutnya menimbulkan faham-faham ketuhanan yang menjadi perdebatan diantara paham-paham tersebut. Tuhan dianggap sebagai imanen sekaligus transenden bagi penganut teisme. Tuhan dianggap sebagai transenden terhadap alam dan manusia bagi kaum Deisme. Tuhan dianggap sebagai imanen bagi kaum panteisme. Disamping itu, ada juga yang pesimis bahwa akal manusia bisa menjangkau Tuhan sebagaimana kaum agnostisme. Relasi Tuhan manusia dan alam yang dikonsepkan para teolog yang cenderung spiritual-monistik beranggapan bahwa peleburan dalam relasi tersebut akan melenyap eksistensi manusia dan alam sebagaimana menjadi pegangan kaum panteisme. Sementara itu, dikalangan masyarakat modern yang trasional melalui pendekatan epistemologis beraggapan bahwa peleburan dalam relasi tersebut tidaklah menghilangkan eksistensi manusia dan alam tetapi justru semakin mengeksiskan manusia. Ini adalah anggapan kaum panenteisme. Persepsi panenteisme mengenai Tuhan ini menjadi fenomena baru masyarakat modern, karena paham ini tidak menafikan kemampuan dan kebebasan manusia. Fenomena ini berangkat dari pemahaman epistemologis filosofis tentang eksistensi Tuhan relevansinya dengan pengetahuan ilmiah, sehingga paham ini masih menghargai pengetahuan ilmiah dalam memahami eksistensi Tuhan. Tuhan tidak hanya dipandang dalam perspektif teologis saja. Eksistensi Tuhan menjadi perdebatan yang panjang antara theisme, panteisme dengan panenteisme mengenai relasi yang disertai dengan peleburan manusia dengan Tuhan. B Perumusan Masalah Berdasar dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi rumusan masalah pokok dalam kajian adalah, bagaimana perkembangan konsep dan argumen keTuhanan dan dalam paham Theisme, Deisme, Panteisme dan Panenteisme. 1. Bagaimana konsep dan argumen keTuhanan dalam kehidupan manusia? 2. Bagaimana konsep dan Argumen Ketuhanan dalam paham Theisme, Deisme, Panteisme, dan Panenteisme? II. PEMBAHASAN A. Konsep dan Argumen keTuhanan dalam kehidupan manusia Pemikiran tentang keTuhanan dalam berbagai agama dan aliran kepercayaan dalam kehidupan manusia adalah persoalan yang disebut sebagai problem of ultimature concen (suatu problem mengenai kepentingan mutlak), yang berarti jika seseorang membicarakan soal agamanya dan kepercayaannya, maka ia harus memahami dengan cara menggunakan pemikirannya tentang Tuhan yang diyakininya. Kepercayaan pada Tuhan adalah dasar yang utama sekali dalam paham keagamaan. Tiap-tiap agama kecuali Budhisme yang asli dan beberapa agama lain berdasar atas kepercayaan pada sesuatu kekuatan gaib, dan cara hidup tiap-tiap manusia yang percaya pada agama didunia ini amat rapat hubungannya dengan kepercayaan tersebut. Kekuatan gaib itu, kecuali dalam agama-agama primitif, disebut Tuhan. Konsep tentang Tuhan bermacam-macam. Contohnya, orang percaya kepa deisme, tetapi tidak pada teisme atau pada panteisme tetapi tidak pada politeisme. Aliran mengenai konsep ketuhanan berbeda dengan perkembangan konsep kepercayaan kepada Tuhan. Kalau perkembangan konsep ketuhanan lebih menekankan pada aspek sejarah dan perubahan yang terjadi dari satu fase ke fase berikutnya, sedangkan dalam aliran tentang konsep ketuhanan tidak dilihat dari aspek sejarah, tetapi hubungannya Tuhan dengan dunia dan mahluk-Nya, seperti apakah Tuhan jauh atau dekat dari alam? Dan apakah Tuhan setelah menciptakan selalu menjaga dan mengturnya?.Jika Tuhan jauh dari alam apa implikasinya dan jika Tuhan dekat dan memelihara alam apa implikasinya. Persoalan inilah yang dijelaskan dalam aliran-aliran tentang konsep ketuhanan. Aliran-aliran mengenai konsep ketuhanan juga bisa disebut pandangan dunia (world view) tentang Realitas yang Tertinggi. Oleh karena itu, seorang teisme, misalnya, akan berkata bahwa Tuhan adalah Wujud yang Tertinggi, Maha Sempurna, tidak terbatas, berada di luar alam dan juga di dalam alam. Tuhan dalam pandangan teisme adalah pencipta sekaligus pemeliharanya. Berbeda halnya dengan pandangan deisme, dia tidak mengakui campur tangan Tuhan di dunia setelah Dia menciptakan alam. Dalam pandangan teisme, Tuhan disamping jauh dari alam, tetap juga deekat, sedangkan dalam pandangan deisme jarak antara Tuhan dan alam sangat jauh dan tidak mungkin lagi berinteraksi dengan alam. Dalam catatan sejarah ada berbagai pandangan manusia tentang Tuhan, yaitu: theisme. deisme, panteisme dan panenteisme. Para penganut aliran ini sepakat tentang Tuhan sebagai Zat Pencipta. Namun, mereka berbeda tentang cara berada, aktivitas, dan hubungan Tuhan dengan alam. Dalam aliran itu pun, terdapat beberapa pandangan yang dipelopori oleh tokoh yang berbeda latar belakangnya. Untuk memahami lebih mendalam tentang paham-paham tersebut, seseorang perlu menganalisis pandangan dunia tentang Tuhan satu persatu, agar dia bisa membedakan antara satu paham dengan paham lainnya dan sekaligus mencari titik pertemuannya. Oleh sebab itu filsafat agama merasa penting untuk mempelajari perkembangan paham-paham yang berbeda itu. Studi ini dimulai oleh falsafah agama dengan mempelajari paham kekuatan gaib yang ada dalam agama-agama primitif. Agama primitif belum memberi nama Tuhan kepada kekuatan gaib itu. Dengan kata lain kekuatan gaib itu belumlah berasal dari luar alam ini, tetapi masih berada dalam alam. Kekuatan gaib itu belum mempunyai arti teisme atau deisme, tetapi dinamisme dan animisme. B. Konsep dan Argumen Ketuhanan dalam paham Theisme, Deisme, Panteisme, dan Panenteisme 1. Theisme Teisme adalah paham yang sepadang dengan monoteisme, yakni paham yang berpendapat bahwa alam diciptakan oleh Tuhan yang tidak terbatas, antara Tuhan dan mahluk sangat berbeda. Menurut Teisme, Tuhan disamping ada di alam (Imanen), tetapi dia juga jauh dari alam (Transenden). Ciri lain dari Teisme menegaskan bahwa Tuhan setelah menciptakan alam, tetap aktif dan memelihara alam. Karena itu, dalam Teisme meyakini kebenaran mukjizat kendati menyalahi hukum alam, begitu juga doa seorang yang kan digelar dikabulkan Tuhan karena Dia maha mendengar. Agama-agama besar pada dasarnya menganut paham teisme, seperti Yahudi, Kristen dan Islam. Theisme ialah aliran yang berpendapat bahwa ada sesuatu kekuatan yang berdiri di luar alam dan menggerakkan alam ini. Dan kekuatan itu ialah Tuhan. Tuhan itulah yang menggerakkan dan memelihara jalannya aturan-aturan dunia (sunnatullah) sehingga dunia teratur dengan baik. Ada beberapa tipe tentang teisme, yaitu teisme rasional , dipelopori oleh Rene Decartes dan Leibniz, teisme eksistensional, seperti Soren Kierkegard, teisme fenomenologi, seperti Peter Koestenbaum, teisme empiris, seperti Thomas Reid. Semua tipe tersebut berbeda pandangan dalam cara mendekati Tuhan. Teisme bisa dibedakan dalam hal kepercayaan tentang Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam. Sebagian besar penganut teisme bahwa materi alam adalah nyata, sedangkan yang lain menyatakan tidak nyata, itu hanya eksis dalam pikiran dari idea. Kebanyakan mereka yakin bahwa Tuhan tidak berubah, namun ada yang terpengaruh oleh panteisme, sehingga mereka mengatakan bahwa Tuhan berubah dalam beberapa hal. Perbedaan yang cukup menonjol dalam teisme adalah antara agama Islam, Yahudi, dan Kristen Ortodok. Dalam keyakinan Islam dan Yahudi Tuhan adalah Zat yang Esa, sedangkan dalam Kristen yakin bahwa Tuhan ada tiga pribadi (Trinitas). Dalam agama Islam kejelasan tentang Tuhan adalah Esa sekaligus transenden dan imanen. Transendensi Tuhan dicantungkan dalam QS. Al-A’raf (7): 54 yang artinya, “Sesungguh Tuhan kamu adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu ia bersemayam diatas “Arsy”. Immanen Tuhan dijelaskan dalam surat QS. Qaaf (50): 16, Terjemahnya: Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. Lebih lanjut konsep Teisme dalam Islam dijelaskan oleh Al-Gazali. Menurutnya Allah adalah zat yang Esa dan pencipta alam serta berperan aktif dalam mengendalikan alam dari tidak ada. Karena itu, menurut Al-Gazali mu’jizat adalah suatu peristiwa yang wajar karena Tuhan bisa mengubah hukum Allah yang dianggap tidak bisa berubah. Menurut Al-Gazali adalah suatu peristiwa yang wajar karena Tuhan bisa mengubah hukum alam yang dianggap tidak bisa berubah. Tuhan mampu mengubah segala ciptaan-Nya sesuai dengan kehendak mutlak-Nya. Al-Gazali pada akhinya hidupnya lebih menekankan pada immanensi Tuhan. Tuhan sangat dekat dengan dirinya, sehingga untuk berdoa pun tidak perlu dengan suara dengan gerakan bibir menurutnya kedekatan kepada Tuhan itu sekaligus pembuka tabir pengetahuan. Karena itu dia selalu mencari pengetahuan yang benar dan tidak dapat diragukan lagi pengetahuan yang demikian itu adalah langsung dan bersumber dari yang maha besar yaitu Tuhan, sehingga tidak ada lagi hijab antara hamba pencari pengetahuan dengan yang memiliki pengetahuan. Pengetahuan yang demikian adalah bagaikan cahaya yang mampu mengungkap rahasia alam dan Tuhan. Terbukanya tabir antara dia dengan Tuhannya tidak ada lagi tersembunyi. Pengetahuan seperti ini menurutnya sangat didambakan, namun tidak semua orang yang mendapat pengetahuan tersebut, hanya orang-orang tertentu yang bisa mencapai derajat itu, yaitu para sufi. Filosof Yahudi, yang berpaham theisme adalah Ibn Maimun atau Maimonides. Menurutnya, Tuhan meliputi semua posisi yang penting, tidak berjasad dan tidak berpotensi, dan tidak menyerupai mahluk. Singkatnya, ketika seorang berbicara tentang Tuhan dia hanya menggunakan sifat-sifat yang negatif. Dalam hal ini, menurut Ibnu Maimun Tuhan adalah transenden. Apakah ini berarti Tuhan tidak memerhatikan keadaan makhluknya? Apakah doa tidak dikabulkannya? Ibnu Maimun menjawab bahwa Tuhan memerhatikan nasib mahluk-Nya dan mendengarkan doa kita. Tokoh Kristen yang pertama memberikan gagasan teime adalah St. Augustinus. Menurutnya, Tuhan ada dengan sendirinya (self-existing), tidak dicipakan, tidak berubah, Abadi, bersifat personal, dan Maha Sempurna. Tuhan adalah kekuatan yang personal, yang terdiri atas tiga person, yaitu Bapa, Anak, dan Ruh Kudus. Menurutnya Tuhan menciptakan alam,jauh dari alam, di luar dimensi waktu, tetapi Dia mengendalikan setiap kejadian didalam alam, Karena itu menurut Agustinus, mukjizat benar-benar ada karena Tuhan selalu mengatur ciptaan-Nya. Setiap kejadian dinggap reguler dan tidak reguler adalah perbuatan Tuhan. Alam diciptakan dari tiada, karena itu alam adalah baru dan tidak abadi. Alam memiliki permulaan dan batas akhir serta tidak diciptakan dalam waktu, tetapi bersamaan dengan waktu. Dari ketiga filosof yang berlainan agama itu, tampak benang merah yang menghubungkan pemikiran mereka. Baik Al-Gazali, ibnu Maimun maupun Agustinus sama-sama berpendapat bahwa Tuhan secara zat adalah trasenden dan jauh dari pengetahuan manusia, namun, ditinjau dari segi perbuatan-Nya, Tuhan berada dalam alam dan bahkan memerhatikan nasib mahluk-Nya. Pandangan yang semacam ini memiliki beberapa konrtibusi positif dan juga tidak luput dari kritikan. Berdasar pada uraian di atas, maka konstribusi positif yang terdapat dalam Theisme antara lain adalah bahwa mengakui adanya suatu realitas moral tertinggi yang perlu dianut. Di samping itu, Teisme menawarkan suatu landasan yang kokoh mengenai menegakkan standar moral yang universal untuk semua manusia, bahkan untuk semua ras. Standar nilai yang absulut ini mengungguli moral dan tingkah laku yang dianut oleh manusia yang bersifat relatif dan berubah. Sebagian besar aliran pandangan menempatkan manusia dalam positip tertinggi. 2. Deisme Kata deisme berasal dari bahasa latin deus yang berarti Tuhan, dari akar kata ini kemudian menjadi dewa, bahkan kata Tuhan sendiri masih dianggap berasal dari deus. Menurut paham deisme, Tuhan berada jauh di luar alam. Tuhan menciptakan alam dan sesudah alam di ciptakan-Nya. Ia tidak memperhatikan dan memelihara alam lagi. Alam berjalan sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan ketika proses penciptaan. Peraturan-peraturan tersebut tidak berubah-ubah dan sangat sempurna. Dalam paham deisme, Tuhan diibaratkan dengan tukan jam yang sangat ahli, sehingga setelah jam itu selesai tidak membutuhkan si pembuatnya lagi. Jam itu berjalan sesuai dengan mekanisme yang telah tersusun dengan rapi. Deisme muncul pada abad ke17 yang dipelopori oleh Newton (1642-1727). Newton berpendapat bahwa Tuhan hanya Pencipta jika ada kerusakan, alam tidak membutuhkan Tuhan untuk memperbaikinya hanya karena alam sudah memakili mekanisme sendiri untuk menjaga keseimbangan. Kemudian muncullah faham bahwa Tuhan hanya menciptakan kemudian membiarkannya berjalan menurut hukum-hukum yang telah diciptakan. Para penganut deisme sepakat bahwa Tuhan Esa dan jauh dari alam, serta maha sempurna. Mereka juga sepakat bahwa Tuhan tidak melakukan interpensi pada alam lewat kekuatan supranatural. Tidak semua penganut deisme setuju tentang keterlibatan Tuhan dalam alam dan kehidupan sesudah mati. Karena itu, atas dasar perbedaan tersebut deisme dapat dibagi atas empat tipe yaitu: Pertama, Tuhan tidak terlibat dengan pengaturan alam. Dia menciptakan alam dan memprogramkan perjalanannya, tetapi dia tidak menghiraukan apa yang telah terjadi atau apa yang akan terjadi setelah penciptaannya. Kedua, Tuhan terlibat dengan kejadian-kejadian yang sedang berlangsung di alam, tetapi bukan mengenai perbuatan moral manusia. Manusia memiliki kebebasan untuk berbuat baik atau buruk, bermoral atau tidak bermoral , jujur atau bohong, semuanya itu bukan urusan Tuhan. memperhatikan perbuatan Ketiga, Tuhan mengatur alam dengan sekaligus moral manusia. Sesungguhnya Tuhan ingin menengaskan bahwa manusia harus tunduk pada hukum moral yang telah Dia tetapkan dijagat raya. Bagaimanapun, manusia tidak akan hidup sesudah mati, ketika seorang mati, maka babak terahir kehidupannya berakhir. Keempat, Tuhan mengatur alam dengan mengharapkan manusia mematuhi hukum moral yang berasal dari alam. Pandangan ini berpendapat bahwa ada kehidupan setelah mati. Seseorang yang berbuat baik akan dapat pahala dan yang berbuat jahat akan dapat hukuman. Thomas Paine adalah salah seorang tokoh deisme yang militan. Tulisannya tentang politik “Common Sensa” dan ‘The Rights of Man” sangat dipengaruhi oleh konsep deisme. Pemikiran Paine berpengaruh juga pada revulusi Prancis dan Amerika. Latar belakang pemikiran deisme Paine adalah karena dia lihat para pemimpin gereja sangat membelenggu umat. Karena itu, Paine menulis sebuah buku “The Age of Reason”, yang intinya menolak wahyu ilahi dan mengagungkan kemampuan akal. Paine berpendapat bahwa dia percaya Tuhan Esa, maha kuasa, Maha Tahu, tidak terbatas, dan Maha Sempurna, namun dia menegaskan bahwa satu-satunya cara untuk mengungkapkan Tuhan hanyalah akal. Dia menolak pengetahuan tentang Tuhan yang berasal dari wahyu. Berdasarkan pada uraian di atas, maka deisme telah mementinkan peranan akal untuk memahami masalah-masalah agama secara lebih kritis. Kendati deisme memberikan kontribusi yang positif terhadap pemikiran keagamaan, namun disisi lain deisme tidak luput dari kritikan dan kelemahan yang antara lain: 1. Deisme menolak mukjizat, padahal deisme mengakui bahwa Tuhan yang menciptakan alam dari tiada. Artinya Tuhan mampu menciptakan air dari tidak ada, kenapa deisme menolak kemampuan Tuhan menjalankan seseorang di atas air. Pemikiran ini dianggap tidak logis karena masalahnya yang lebih besar dan berat, Tuhan mampu melakukannya apalagi hal yang kecil, kata para pengkritik deisme. 2. Sebagian besar pengikut deisme meyakini keuniversalan dan kemutlakan hukum alam. Namun para ilmuan modern menolak kemutlakan hukum alam tersebut. Kebenaran dari hukum alam tidak mencapai 100 % karena alam ini sangat luas dan belum semua data terkumpulkan untuk bisa memastikan suatu hukum alam. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk menolak mukjizat yang menyalahi hukum alam yang “tidak berubah”. 3. JikaTuhan menciptakan alam, tentu bertujuan untuk kebaikan mahluk-Nya. Untuk mencapai tujuan tersebut, Tuhan tidak membiarkan hasil ciptaan-Nya terbengkalai. Dengan demikian, Tuhan selalu dekat dengan hasil mahluk-Nya agar selalu berjalan sesuai dengan petunjuk-Nya. Tuhan selalu menguji kecintaan mahluk kepadaNya, yang cinta telah ditanamkan dalam diri manusia sejak awal penciptaannya. 4. Jika wahyu adalah sesuatu yang mungkin terjadi seseorang tidak mampu menolak wahyu tersebut tanpa melakukan pembuktian untuk mendukung gagasan itu kalau pembuktian ternyata tidak kuat, akan ditolak. Kalau pembuktiannya kuat harus diteliti lagi apakah pembuktian itu autentik atau tidak, ringkasnya tidak mudah menolak wahyu, karena memerlukan penelitian dan pengkajian yang lebih mendalam. 3. Panteisme Panteisme terdiri dari tiga kata, yaitu pan, berarti seluruh, Theo, berarti Tuhan, dan Isn (isme) berarti paham. Jadi, panteisme adalah paham bahwa seluruhnya Tuhan. Dengan demikian, panteime berpendapat bahwa seluruh alam ini adalah Tuhan dan Tuhan adalah seluruh alam. Tuhan dalam panteisme adalah satu dan sangat dekat dengan alam (imanen), hanya Tuhan mempunyai penampakan-penampakan atau cara berada Tuhan di alam. Tuhan dalam panteisme, Disamping Esa dan juga Maha Besar, dan tidak berubah. Alam indrawi adalah ilusi atau khayal belaka karena selalu berubah. Adapun, yang wujud hakiki hanya satu, yakni Tuhan. Panteisme memiliki sejarah yang panjang di Timur dan di Barat. Dari mistisisme hindu di Timur sampai rasionalisme Parmenides di Barat. Dalam Islam paham ini dikenal dengan nama wahdat al-wujud (kesatuan wujud) yang dikemukakan oleh Ibn al-‘Arabi. Antara paham wahdat al-wujud dan panteisme, disamping memiliki persamaan juga terdapat perbedaan. Dalam panteisme alam adalah Tuhan dan Tuhan adalah alam sedangkan dalam wahdat al-wujud alam bukan Tuhan, tetapi bagian dari Tuhan. Karena itu, dalam paham wahdat alwujud, alam dan Tuhan tidak identik. Bagi penganut panteisme mengatakan, “itu Tuhan,” sedangkan bagi penganut wahdat al-wujud dia berkomentar, “Dalam pohon itu ada aspek ketuhanan”. Konsep panteisme yang paling kuno terdapat dalam agama Hindu. Agama Hindu hanya mengakui satu realitas yang tertinggi yaitu Brahman. Brahman adalah Tuhan yang tidak dapat dilihat dengan mata, diraba dengan tangan, didengar dengan teliga, dan diucapkan dengan lidah. Dia sama sekali berbeda dari yang diketahui. Dialah satu-satunya yang wujud, selain Dia adalah maya. Semboyangnya adalah Tuhan adalah semua dan semua adalah satu. (God is all and all ia One). Plotinus, dianggap sebagai tokoh panteisme emanasi, abad ketiga Masehi. Menurutnya alam mengalir dari Tuhan dan berasal dari-Nya. Tuhan tidak terbagibagi dan tidak mengandung arti banyak. Yang banyak mengalir dari yang satu lewat proses emanasi, yakni hanya satu yang bisa keluar dari yang satu. Plotinus menengaskan hanya ada satu yang wajib ada, sederhana dan absulut. Dari yang satu keluar jiwa. Jiwa memikirkan dirinya muncullah pengetahuan dan jiwa memikirkan Tuhan keluarlah materi sebagai sumber yang banyak. Filosof modern yang memelopori panteisme adalah Benedict de Spinoza dan beberapa tokoh mutahhir seperti, Victor Ferkiss dan Mary Long. Spiniza dianggap sebagai tokoh rasionalime yang lebih konsekuen dari pada Descartes. Baginya dalam alam jagat raya ini tidak ada rahasia karena akal manusia mencakup sesuatu, termasuk Allah, bahkan Allah menjadi objek pemikiran akal terpenting. Spinoza berpendapat bahwa hanya satu subtansi, itu harus satu dan itu adalah Allha Yang Maha Esa, tidak terbatas dan mutlak. Dalam Islam paham ini dikenal dengan nama Wahdat al-Wujud dan Panteisme, disamping memiliki persamaan juga memiliki perbedaan. Dalam Panteisme alam adalah Tuhan dan Tuhan adalah alam, sedangkan dalam Wahdat al-Wujud alam bukan Tuhan, tetapi bagian dari Tuhan. Adapun letak perbedaan antara Teisme dan Panteisme. Dalam Teisme Tuhan adalah zat yang personal yang menciptakan alam, maka Tuhan dengan alam tidak sama, sebab Tuhan adalah pencipta dan alam adalah hasil ciptaan-Nya, tetapi Panteisme menganggap Tuhan adalah kesatuan umum (impersonal), yang mengungkapkan dirinya dalam alam. Dalam Panteisme segala sesuatu adalah Tuhan, tidak satupun yang tidak tercakup didalam-Nya dan tidak satu pun yang bisa berada tanpa Tuhan. Mukjizat bagi panteisme mustahil terjadi karena semua adalah Tuhan dan Tuhan adalah semua. Kalau mukjizat diartikan sebagai peristiwa yang menyalahi hukum alam, hal itu tidak berlaku bagi Panteisme, sebab Tuhan identik dengan alam. Oleh karena itu tidak ada kekutan dari luar yang bisa mengganggu tatanam yang sudah ada. Sebagaimana Teisme dan Panteisme juga memiliki kelebihan dan kekurangan, antara lain kelebihannya: 1. Panteisme diakui menyumbangkan suatu pemikiran yang menyeluruh (holistik) tentang sesuatu. 2. Panteisme menekankan imanensi Tuhan, sehingga seseorang selalu sadar bahwa Tuhan selalu dekat dengan dirinya. 3. Panteisme menegaskan bahwa seseorang tidak mungkin memberi batasan terhadap Tuhan dengan bahasa manusia yang terbatas. Jika Tuhan tidak terbatas dan transendent, semua pembatasan/pengertian harus ditiadakan karena yang tidak terbatas tidak bisa ditangkap oleh sesuatu yang terbatas. Oleh karena itu keberadaan Tuhan dalam alam adalah sekaligus untuk memudahkan pemahaman tentang Tuhan. Sedangkang kekurangannya antara lain: 1. Menurut Panteisme radikal. Manusia adalah Tuhan, sedangkan Tuhan dalam pandangan ini tidak berubah dan abadi. Kenyataannya manusia berubah dan tidak abadi, karena itu bagaimana manusia menjadi Tuhan, ketika manusia tidak berubah, sedangkan Tuhan berubah. 2. Panteisme mengatakan bahwa alam ini adalah maya bukan hakikat. 4. Panenteime Panenteisme kelihatannya mirif dengan panteisme, tetapi mereka berbeda dalam pandangan tentang Tuhan. Panteisme menengaskan semua adalah Tuhan, tetapi panenteime berpandangan bahwa semuadalam Tuhan. Panenteisme juga memiliki nama-nama lain seperti proses teologi, bipolar atau teisme dipolar dan oranisme. Perbedaan antara teisme dan panenteisme. Penganut teis berpandangan hubungan Tuhan dengan dunia, seperti seorang pelukis dengan lukisannya. Pelukis tidak tergantung pada lukisannya. Namun, pikirannya diungkapkan dalamlukisan tersebut, sebab pikiran itulah yang mewujudkan lukisan. Kebalikannya Panenteisme memandang hubungan Tuhan dengan alam sama dengan pikiran berhubungan dengan tubuh. Namun panenteisme menganggap “tubuh” (alam) Tuhan adalah satu kutub dan “akal” (yang di luar alam)-Nya adalah kutub yang lain. Pernyataan ini bersesuaian dengan para pemikir modern yang mengatakan bahwa daya akal tergantung pada otak, begitu juga penganut panenteisme meyakini bahwa Tuhan tergantung pada alam dan alam pun tergantung pada Tuhan. Panenteisme lebih menekankan Tuhan pada aspek terbatas, berubah mengatur alam, dan bekerja sama dengan alam untuk mencapai kesempurnaan ketimbang memandang Tuhan sebai Zat yang tidak terbatas, menguasai alam, dan tidak berubah. Namun pada dasarnya, panenteisme setuju bahwa Tuhan terdiri atas dua kutub. Kutub potensi, yakni Tuhan yang abadi, tidak berubah, dean transenden, dan kutubaktual, yakni Tuhan yang berubah, tidak abadi, dan imanen. Menurut Whitehead, Tuhan bisa diklasifikasikan dalam tiga konsep, yaitu: Pertama, Konsep Asia Timur tentang tatanan yang impersonal yang sejalan dengan alam. Tatanan ini mengatur sendiri dalam alam, alamtidak tunduk pada sesuatu aliran. Konsep tersebut menegaskan imanensi. Kedua, konsep Semit tentang suatu zat yang personal yang eksistensinya adalah realitas metapisik yang tertinggi, absolut, dan menatu alam. Konsep ini menegaskan transenden Tuhan. Ketiga, konsep panteistik, yakni sudah tergambar dalam konsep Semit. Namun, panteisme berbeda alam memandang alam. Slam bagian yang terpisah dari Tuhan yang bersifat maya. Realitas hanya Tuhan dan dalam beberapa hal. Alam menampakkan diri Tuhan. Doktrin ini adalah puncak dari monoteisme. Whitehead menolak semua pandangan tersebut. Menurutnya, sebagian besar gereja-gereja Kristen adalah munafik, karena akal dimodifikasi agar menyatakan kesatuan yang personal, disisilain ada desakan akan immanensi. Padahal, menurut Whitehead, Tuhan tergantung pada alam dan alam tergantung pada Tuhan. Di luar Tuhan, tidak ada alam yang aktual, dan di luaralam aktual dengan kreativitasnya,ntidak ada penjelasan rasional tentang pandangan yang menyatakan Tuhan. Menurut Whitehead, Tuhan sebenarnya terbatas sebab sebab untuk menjadi sesuatu yang aktual harus terbatas. Tuhan tidak mungkin tidak terbatas dalam kutub aktual-Nya. Jika Dia tidak terbatas dalam kutub aktual, tentu Diamenjadi jahat dan sekaligus baik sebab di alam ini terjadi kejahatan.Tuhan sama sekali tidak bebas tetapi tergantung pada alam. Tuhan danalam bekerjasama untuk mencapai kesempurnaan yang tertinggi. Jadi, Tuhan ada kesamaan dengan alam, bukan sebelum alam. Namun alam dan Tuhan tidak identik. Tuhan sebagai daya yang menggerakkan dan mengatur alam agar mampu mencapai tujuannya. Sedangkan alam berfungsi menolong Tuhan agar tertutup kekurangan-Nya. Ada beberapa sumbangan pemikiran yang bisa diambil dari panenteisme, yaitu: Pertama, para penganut panenteisme dianggap berjasa dalam memahami realitas secara utuh. Mereka menganggap bahwa pendekatan parsial tentang realitas tidak cukup, sebaliknya mereka telah mengembangkan suatu pandangan rasional, dan koheren tentang semua yang ada. Singkatnya, mereka telah membangun suatu pandangan dunia yang utuh. Kedua, panenteisme berhasil menjelaskan hubungan Tuhan dan alam secara mendalam tanpa menghancurkan salah satunya, sebagimana dalam panteisme. Tuhan berada dalam alam, tetapi alam dianggap tidak ada hanya maya. Ketiga, Panentiesme menngakui teori-teori baru dalam ilmu teknologi karena hal itu tidak bertentangan dengan prinsip dasar mereka. Kritikan yang cukup tajam yang dikemukakn oleh penganut teisme, antara lain: Pertama, Ide tentang satu Tuhan yang sekaligus terbatas, mungkin dan tidak mungkin, absolut dan relatifadalah suatu kerancauanberfikir. Kontradiksi timbul ketika hal yang berlawanan terwujud dalam zat yang sama, waktu yang sama, dan cara yang sama. Kedua, Ide tentang Tuhan sebagai wujud yang disebabkan oleh diri sendiri menimbuklkan problem. Sulit untuk mengakui suatu wujud mampu menyebabkan dirinya sendiri. Hal ni sama dengan meyakini bahwa baja bisa dengan sendirinya menjadi pesawat terbang, tanpa mengakui adanya sesuatu yang tidak berubah. Ketiga, Sulit untuk mengerti bagaimana segala sesuatu yang relatif dan selau berubah, bisa diketahui kebenarannya. Mampukah seseorang mengetahui sesuatu yang berubah, tanpa adanya standard yang tidak berubah yang digunakan untuk mengatur perubahan? Seseorang akan merasa aneh bagaimana panenteisme mampu mengetahui bahwa semua wujud dalam perubahan yang terus menerus, tanpa mengakui adanya sesuatu yang tidak berubah. Keempat, para pendukung panenteisme menghadapi suatu dilema.Mereka meyakini Tuhan meliputi semua jagat raya dalam waktu yang sama. Namun mereka juga meyakini Tuhan terbatas dalam waktu dan ruang. Semua yang terbatas oleh waktu dan ruang tidak mampu berpikir, mengetahui dan melebihi kecepatan cahaya. Dari keempat pandangan dunia (word view), teisme, deisme, panteisme, dan panenteisme, tidak ada yang benar-benar memuaskan para pemikir dan filosof. Deisme mengakui adanya Tuhan tetapi Tuhan yang transenden. Sebaliknya panteisme mengakui adanya Tuhan yang transenden. Panteisme mengakui adanya Tuhan, tetapi Tuhan yang immanen saja. Berbeda halnya dengan panenteisme, Tuhan terdiri atas dua kutub, yakni kutub tidak terbatas dan kutun terbatas.Kutub yang tidak terbatas jauh dari alam, sedangkan kutub terbatas tergantung pada alam yang terbatas tidak dapat diterima. Sebaliknya bagi penganut panenteisme, Tuhan yang tidak terbatas tidak mungkin mengatur dunia yang terbatas. Ketidakpuasan para pemikir atas berbagai pandangan di atas adalah wajar karena hal itu adalah permainan logika dan kategori-kategori akal. Selain itu, ruang metafisika terbuka untuk mengadakan spekulasi sebanyak mungkin dan sedalam-dalamnya. Menurut penganut agama, penjelasan yang sangat memuaskan tentang Tuhan bukan berasal dari akal, tetapi dari wahyu. Wahyulah yang mendatangkan ketenangan dan sekaligus kejelasan tentang Tuhan. Akal hanya sebagai alat bantu untuk memahami wahyu tersebut, bukan sebagai sumber utama. Kebenaran wahyu adalah mutlak sedangkan kebenaran akal telatif. C. KESIMPULAN 1. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa, ide dan konsep keTuhanan antara satu agama dengan agama yang lainnya, antara satu kepercayaan dengan yang lain memiliki perbedaan seperti yang terdapat dalam paham ini disebabkan karena dipengaruhi oleh doktrinnya dan pandangan pemahamannya memiliki perbedaan secara spesifik seperti yang terdapat dalam paham Theisme, Deisme, dan Panteisme. 2. a. Menurut Theisme, Tuhan disamping ada di alam (Imanen), tetapi dia juga jauh dari alam (Transenden). Ciri lain dari Teisme menegaskanbahwa Tuhan setelah menciptakan alam, tetap aktif dan memelihara alam. b. Para penganut deisme sepakat bahwa Tuhan Esa dan jauh dari alam, serta maha sempurna. Mereka juga sepakat bahwa Tuhan tidak melakukan interpensi pada alam lewat kekuatan supranatural. c. panteime berpendapat bahwa seluruh alam ini adalah Tuhan dan Tuhan adalah seluruh alam. Tuhan dalam panteisme adalah satu dan sangat dekat dengan alam (imanen), hanya Tuhan mempunyai penampakanpenampakan atau cara berada Tuhan di alam. d. panenteisme, Tuhan terdiri atas dua kutub, yakni kutub tidak terbatas dan kutun terbatas.Kutub yang tidak terbatas jauh dari alam, sedangkan kutub terbatas tergantung pada alam yang terbatas tidak dapat diterima. Sebaliknya bagi penganut panenteisme, Tuhan yang tidak terbatas tidak mungkin mengatur dunia yang terbatas. DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an al-Karim Abdul Manaf, Mudjahid. Sejarah Agama-Agama. Cet. I; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1994. Agama, Departemen. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya: CV. Jaya Sakti, 1984. Bakry Hasbullah. Sistimatika Filsafat. (Cet. VII; Jakarta: Wijaya, 1981. Bakhtiar, Amsal. Filsafat Agama Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia. Cet. II; Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Darajat, Zakiyah dkk. Perbandingan Agama. Jakarta: Bumi Aksara, 1996. Esposito, John L. The Okford Encyclopedia of The Modrn Word, vol 3 new York: Oxford University Press, 1995. Hariyanto, Sugeng. Efitomes of Light dalam pemgantar “Bediuzzaman Said Nursi dan Risalah an-Nur” Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2003. Hadiwijono, Harun. Seri Sejarah Filsafat Barat 2. Yokyakarta: Kanisius, 1980. HB, Sarwan. Filsafat Agama. (Jakarta; PT. RajaGrafindo Persada, 2004 Louis Leahy, Filsafat Ketuhanan Madkur, Ibrahim. Fi al-Falsafah al-Islamiyah; Manhaj wa Thatbiquhu. Juz I. Cet. III; Mesir: Dar al-Ma’arif, t. Th Manaf, Mudjahid Abdullah. Sejarah Agama-agama. Cet. I; Jakarta: PT. RajaGrafindoPersada, 1994. Muhammad Al-Gazali, Abu Hamid. Maw’izah al-Mu’minin (Bairut: Dar al-Fikr, 1976. Mustafa Kamal Pasha dkk. Pancasila Dalam Tinjauan Historis, Yuridis dan Filosofis, Yokyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003. Nasution, Harun. Filsafat Agama, Cet. V; Jakarta: Bulan Bintang, 1985. Nasr, Sayyed Hossein. Islam; Relegion, History and Civilization diterjemahkan oleh Koes Adiwidjajanto dengan judul Islam; Agama, Sejarah dan Peradaban . Cet. I; Surabaya Risalah Gusti, 2003. Pendidikan Nasional, Departemen. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Willams D, Norman L. Geisler Watkins, Perspectives Understanding and Evaluating Today’s World Views, Cafornia: Here’s Life Publishers, Inc, 1984.