konsep dan argumen ketuhanan_muliati

advertisement
KONSEP DAN ARGUMEN KETUHANAN
( Theisme, Deisme, Pantaisme, dan Panenteisme )
Oleh
Dr. Hj. Muliati, M.Ag.
Dosen STAIN Parepare
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Eksistensi Tuhan merupakan pokok dalam setiap agama dengan
pendekatan teologis yang bersumber pada kitab sucinya masing-masing.
Disamping itu, juga menjadi pembahasan filsafat dengan perspektif metafisikaontologis. Problematika Ketuhanan merupakan problema universal yang selalu
ada adalam babakan sejarah manusia, sehingga problema ketuhanan tetap
dianggap sebagai tema pokok dalam sejarah filsafat. Masalah Tuhan berada pada
tingkat pertama spekulasi filosofis.
Relasi Tuhan dengan manusia maupun alam merupakan fenomena baru
mesyarakat modern dalam memahami Tuhan, sehingga pendekatan epistemologis
menjadi sebuah keharusan. Tuhan dipahami dalam perspektif antroposentris
dengan titik tekan pada relasi antara Tuhan dengan manusia dan alam. Relasi
antara Tuhan dengan manusia menimbulkan pemikiran-pemikiran yang secara
filosofis cendenrung imanen pada satu sisi dan transenden pada sisis yang lain,
bahkan menimbulakan pemikiran yang menganggap bahwa Tuhan itu imanen
sekaligus transenden.
Relasi keduanya yang melahirkan konsep imanensi dan transendensi ini
dalam perkembangan berikutnya menimbulkan faham-faham ketuhanan yang
menjadi perdebatan diantara paham-paham tersebut. Tuhan dianggap sebagai
imanen sekaligus transenden bagi penganut teisme. Tuhan dianggap sebagai
transenden terhadap alam dan manusia bagi kaum Deisme. Tuhan dianggap
sebagai imanen bagi kaum
panteisme. Disamping itu, ada juga yang pesimis
bahwa akal manusia bisa menjangkau Tuhan sebagaimana kaum agnostisme.
Relasi Tuhan manusia dan alam yang dikonsepkan para teolog yang
cenderung spiritual-monistik beranggapan bahwa peleburan dalam relasi tersebut
akan melenyap eksistensi manusia dan alam sebagaimana menjadi pegangan kaum
panteisme. Sementara itu, dikalangan masyarakat modern yang trasional melalui
pendekatan epistemologis beraggapan bahwa peleburan dalam relasi tersebut
tidaklah menghilangkan eksistensi manusia dan alam tetapi justru semakin
mengeksiskan manusia. Ini adalah anggapan kaum panenteisme.
Persepsi panenteisme mengenai Tuhan ini menjadi fenomena baru
masyarakat modern, karena paham ini tidak menafikan kemampuan dan
kebebasan manusia. Fenomena ini berangkat dari pemahaman epistemologis
filosofis tentang eksistensi Tuhan relevansinya dengan pengetahuan ilmiah,
sehingga paham ini masih menghargai pengetahuan ilmiah dalam memahami
eksistensi Tuhan. Tuhan tidak hanya dipandang dalam perspektif teologis saja.
Eksistensi Tuhan menjadi perdebatan yang panjang antara theisme, panteisme
dengan panenteisme mengenai relasi yang disertai dengan peleburan manusia
dengan Tuhan.
B Perumusan Masalah
Berdasar dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi
rumusan masalah pokok dalam kajian adalah, bagaimana perkembangan konsep
dan argumen
keTuhanan dan dalam paham Theisme, Deisme, Panteisme dan
Panenteisme.
1. Bagaimana konsep dan argumen keTuhanan dalam kehidupan manusia?
2. Bagaimana konsep dan Argumen Ketuhanan dalam paham Theisme,
Deisme, Panteisme, dan Panenteisme?
II.
PEMBAHASAN
A.
Konsep dan Argumen keTuhanan dalam kehidupan manusia
Pemikiran tentang
keTuhanan dalam berbagai agama dan aliran
kepercayaan dalam kehidupan manusia adalah persoalan yang disebut sebagai
problem of ultimature concen (suatu problem mengenai kepentingan mutlak),
yang berarti jika seseorang membicarakan soal agamanya dan kepercayaannya,
maka ia harus memahami dengan cara menggunakan pemikirannya tentang Tuhan
yang diyakininya.
Kepercayaan pada Tuhan adalah dasar yang utama sekali dalam paham
keagamaan. Tiap-tiap agama kecuali Budhisme yang asli dan beberapa agama lain
berdasar atas kepercayaan pada sesuatu kekuatan gaib, dan cara hidup tiap-tiap
manusia yang percaya pada agama didunia ini amat rapat hubungannya dengan
kepercayaan tersebut. Kekuatan gaib itu, kecuali dalam agama-agama primitif,
disebut Tuhan. Konsep tentang Tuhan bermacam-macam. Contohnya, orang
percaya kepa deisme, tetapi tidak pada teisme atau pada panteisme tetapi tidak
pada politeisme.
Aliran mengenai konsep ketuhanan berbeda dengan perkembangan konsep
kepercayaan kepada Tuhan. Kalau perkembangan konsep ketuhanan lebih
menekankan pada aspek sejarah dan perubahan yang terjadi dari satu fase ke fase
berikutnya, sedangkan dalam aliran tentang konsep ketuhanan tidak dilihat dari
aspek sejarah, tetapi hubungannya Tuhan dengan dunia dan mahluk-Nya, seperti
apakah Tuhan jauh atau dekat dari alam? Dan apakah Tuhan setelah menciptakan
selalu menjaga dan mengturnya?.Jika Tuhan jauh dari alam apa implikasinya dan
jika Tuhan dekat dan memelihara alam apa implikasinya. Persoalan inilah yang
dijelaskan dalam aliran-aliran tentang konsep ketuhanan.
Aliran-aliran
mengenai konsep ketuhanan juga bisa disebut pandangan
dunia (world view) tentang Realitas yang Tertinggi. Oleh karena itu, seorang
teisme, misalnya, akan berkata bahwa Tuhan adalah Wujud yang Tertinggi, Maha
Sempurna, tidak terbatas, berada di luar alam dan juga di dalam alam. Tuhan
dalam pandangan teisme adalah pencipta sekaligus pemeliharanya. Berbeda
halnya dengan pandangan deisme, dia tidak mengakui campur tangan Tuhan di
dunia setelah Dia menciptakan alam. Dalam pandangan teisme, Tuhan disamping
jauh dari alam, tetap juga deekat, sedangkan dalam pandangan deisme jarak antara
Tuhan dan alam sangat jauh dan tidak mungkin lagi berinteraksi dengan alam.
Dalam catatan sejarah ada berbagai pandangan manusia tentang Tuhan,
yaitu: theisme. deisme, panteisme dan panenteisme. Para penganut aliran ini
sepakat tentang Tuhan sebagai Zat Pencipta. Namun, mereka berbeda tentang cara
berada, aktivitas, dan hubungan Tuhan dengan alam. Dalam aliran itu pun,
terdapat beberapa pandangan yang dipelopori oleh tokoh yang berbeda latar
belakangnya. Untuk memahami lebih mendalam tentang paham-paham tersebut,
seseorang perlu menganalisis pandangan dunia tentang Tuhan satu persatu, agar
dia bisa membedakan antara satu paham dengan paham lainnya dan sekaligus
mencari titik pertemuannya.
Oleh sebab
itu filsafat agama merasa penting untuk mempelajari
perkembangan paham-paham yang berbeda itu. Studi ini dimulai oleh falsafah
agama dengan mempelajari paham kekuatan gaib yang ada dalam agama-agama
primitif. Agama primitif belum memberi nama Tuhan kepada kekuatan gaib itu.
Dengan kata lain kekuatan gaib itu belumlah berasal dari luar alam ini, tetapi
masih berada dalam alam. Kekuatan gaib itu belum mempunyai arti teisme atau
deisme, tetapi dinamisme dan animisme.
B.
Konsep dan Argumen Ketuhanan dalam paham Theisme, Deisme,
Panteisme, dan Panenteisme
1.
Theisme
Teisme adalah paham yang sepadang dengan monoteisme, yakni paham
yang berpendapat bahwa alam diciptakan oleh Tuhan yang tidak terbatas, antara
Tuhan dan mahluk sangat berbeda. Menurut Teisme, Tuhan disamping ada di alam
(Imanen), tetapi dia juga jauh dari alam (Transenden). Ciri lain dari Teisme
menegaskan bahwa Tuhan setelah menciptakan alam, tetap aktif dan memelihara
alam. Karena itu, dalam Teisme meyakini kebenaran mukjizat kendati menyalahi
hukum alam, begitu juga doa seorang yang kan digelar dikabulkan Tuhan karena
Dia maha mendengar. Agama-agama besar pada dasarnya menganut paham
teisme, seperti Yahudi, Kristen dan Islam.
Theisme ialah aliran yang berpendapat bahwa ada sesuatu kekuatan yang
berdiri di luar alam dan menggerakkan alam ini. Dan kekuatan itu ialah Tuhan.
Tuhan itulah yang menggerakkan dan memelihara jalannya aturan-aturan dunia
(sunnatullah) sehingga dunia teratur dengan baik.
Ada beberapa tipe tentang teisme, yaitu teisme rasional , dipelopori oleh
Rene Decartes dan Leibniz, teisme eksistensional, seperti Soren Kierkegard,
teisme fenomenologi, seperti Peter Koestenbaum, teisme empiris, seperti Thomas
Reid. Semua tipe tersebut berbeda pandangan dalam cara mendekati Tuhan.
Teisme bisa dibedakan dalam hal kepercayaan tentang Tuhan dan
hubungan-Nya dengan alam. Sebagian besar penganut teisme bahwa materi alam
adalah nyata, sedangkan yang lain menyatakan tidak nyata, itu hanya eksis dalam
pikiran dari idea. Kebanyakan mereka yakin bahwa Tuhan tidak berubah, namun
ada yang terpengaruh oleh panteisme, sehingga mereka mengatakan bahwa Tuhan
berubah dalam beberapa hal. Perbedaan yang cukup menonjol dalam teisme
adalah antara agama Islam, Yahudi, dan Kristen Ortodok. Dalam keyakinan Islam
dan Yahudi Tuhan adalah Zat yang Esa, sedangkan dalam Kristen yakin bahwa
Tuhan ada tiga pribadi (Trinitas).
Dalam agama Islam kejelasan tentang Tuhan adalah Esa sekaligus
transenden dan imanen. Transendensi Tuhan dicantungkan dalam QS. Al-A’raf
(7):
54 yang artinya, “Sesungguh Tuhan kamu adalah Allah yang telah
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu ia bersemayam diatas
“Arsy”. Immanen Tuhan dijelaskan dalam surat QS. Qaaf (50): 16,
Terjemahnya:
Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa
yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada
urat lehernya.
Lebih lanjut konsep Teisme dalam Islam dijelaskan oleh Al-Gazali.
Menurutnya Allah adalah zat yang Esa dan pencipta alam serta berperan aktif
dalam mengendalikan alam dari tidak ada. Karena itu, menurut Al-Gazali mu’jizat
adalah suatu peristiwa yang wajar karena Tuhan bisa mengubah hukum Allah
yang dianggap tidak bisa berubah. Menurut Al-Gazali adalah suatu peristiwa yang
wajar karena Tuhan bisa mengubah hukum alam yang dianggap tidak bisa
berubah. Tuhan mampu mengubah segala ciptaan-Nya sesuai dengan kehendak
mutlak-Nya.
Al-Gazali pada akhinya hidupnya lebih menekankan pada immanensi
Tuhan. Tuhan sangat dekat dengan dirinya, sehingga untuk berdoa pun tidak perlu
dengan suara dengan gerakan bibir menurutnya kedekatan kepada Tuhan itu
sekaligus pembuka tabir pengetahuan. Karena itu dia selalu mencari pengetahuan
yang benar dan tidak dapat diragukan lagi pengetahuan yang demikian itu adalah
langsung dan bersumber dari yang maha besar yaitu Tuhan, sehingga tidak ada
lagi hijab antara hamba pencari pengetahuan dengan yang memiliki pengetahuan.
Pengetahuan yang demikian adalah bagaikan cahaya yang mampu mengungkap
rahasia alam dan Tuhan. Terbukanya tabir antara dia dengan Tuhannya tidak ada
lagi tersembunyi. Pengetahuan seperti ini menurutnya sangat didambakan, namun
tidak semua orang yang mendapat pengetahuan tersebut, hanya orang-orang
tertentu yang bisa mencapai derajat itu, yaitu para sufi.
Filosof Yahudi, yang berpaham theisme adalah Ibn Maimun atau
Maimonides. Menurutnya, Tuhan meliputi semua posisi yang penting, tidak
berjasad dan tidak berpotensi, dan tidak menyerupai mahluk. Singkatnya, ketika
seorang berbicara tentang Tuhan dia hanya menggunakan sifat-sifat yang negatif.
Dalam hal ini, menurut Ibnu Maimun Tuhan adalah transenden. Apakah ini berarti
Tuhan
tidak
memerhatikan
keadaan
makhluknya?
Apakah
doa
tidak
dikabulkannya? Ibnu Maimun menjawab bahwa Tuhan memerhatikan nasib
mahluk-Nya dan mendengarkan doa kita.
Tokoh Kristen yang pertama memberikan gagasan teime adalah St.
Augustinus. Menurutnya, Tuhan ada dengan sendirinya (self-existing), tidak
dicipakan, tidak berubah, Abadi, bersifat personal, dan Maha Sempurna. Tuhan
adalah kekuatan yang personal, yang terdiri atas tiga person, yaitu Bapa, Anak,
dan Ruh Kudus. Menurutnya Tuhan menciptakan alam,jauh dari alam, di luar
dimensi waktu, tetapi Dia mengendalikan setiap kejadian didalam alam, Karena
itu menurut Agustinus, mukjizat benar-benar ada karena Tuhan selalu mengatur
ciptaan-Nya. Setiap kejadian dinggap reguler dan tidak reguler adalah perbuatan
Tuhan. Alam diciptakan dari tiada, karena itu alam adalah baru dan tidak abadi.
Alam memiliki permulaan dan batas akhir serta tidak diciptakan dalam waktu,
tetapi bersamaan dengan waktu.
Dari ketiga filosof yang berlainan agama itu, tampak benang merah yang
menghubungkan pemikiran mereka. Baik Al-Gazali, ibnu Maimun maupun
Agustinus sama-sama berpendapat bahwa Tuhan secara zat adalah trasenden dan
jauh dari pengetahuan manusia, namun, ditinjau dari segi perbuatan-Nya, Tuhan
berada dalam alam dan bahkan memerhatikan nasib mahluk-Nya. Pandangan yang
semacam ini memiliki beberapa konrtibusi positif dan juga tidak luput dari
kritikan.
Berdasar pada uraian di atas, maka konstribusi positif yang terdapat dalam
Theisme antara lain adalah bahwa mengakui adanya suatu realitas moral tertinggi
yang perlu dianut. Di samping itu, Teisme menawarkan suatu landasan yang
kokoh mengenai menegakkan standar moral yang universal untuk semua manusia,
bahkan untuk semua ras. Standar nilai yang absulut ini mengungguli moral dan
tingkah laku yang dianut oleh manusia yang bersifat relatif dan berubah. Sebagian
besar aliran pandangan menempatkan manusia dalam positip tertinggi.
2.
Deisme
Kata deisme berasal dari bahasa latin deus yang berarti Tuhan, dari akar
kata ini kemudian menjadi dewa, bahkan kata Tuhan sendiri masih dianggap
berasal dari deus. Menurut paham deisme, Tuhan berada jauh di luar alam. Tuhan
menciptakan alam dan sesudah alam di ciptakan-Nya. Ia tidak memperhatikan dan
memelihara alam lagi. Alam berjalan sesuai dengan peraturan-peraturan yang
telah ditetapkan
ketika proses penciptaan. Peraturan-peraturan tersebut tidak
berubah-ubah dan sangat sempurna. Dalam paham deisme, Tuhan diibaratkan
dengan tukan jam yang sangat ahli, sehingga setelah jam itu selesai tidak
membutuhkan si pembuatnya lagi. Jam itu berjalan sesuai dengan mekanisme
yang telah tersusun dengan rapi.
Deisme muncul pada abad ke17 yang dipelopori oleh Newton
(1642-1727). Newton berpendapat bahwa Tuhan hanya Pencipta jika ada
kerusakan, alam tidak membutuhkan Tuhan untuk memperbaikinya hanya karena
alam sudah memakili mekanisme sendiri untuk menjaga keseimbangan.
Kemudian muncullah faham bahwa Tuhan hanya menciptakan kemudian
membiarkannya berjalan menurut hukum-hukum yang telah diciptakan.
Para penganut deisme sepakat bahwa Tuhan Esa dan jauh dari alam, serta
maha sempurna. Mereka juga sepakat bahwa Tuhan tidak melakukan interpensi
pada alam lewat kekuatan supranatural.
Tidak semua penganut deisme setuju
tentang keterlibatan Tuhan dalam alam dan kehidupan sesudah mati. Karena itu,
atas dasar perbedaan tersebut deisme dapat dibagi atas empat tipe yaitu:
Pertama, Tuhan tidak terlibat dengan pengaturan alam. Dia menciptakan
alam dan memprogramkan perjalanannya, tetapi dia tidak menghiraukan apa yang
telah terjadi atau apa yang akan terjadi setelah penciptaannya. Kedua, Tuhan
terlibat dengan kejadian-kejadian yang sedang berlangsung di alam, tetapi bukan
mengenai perbuatan moral manusia. Manusia memiliki kebebasan untuk berbuat
baik atau buruk, bermoral atau tidak bermoral , jujur atau bohong, semuanya itu
bukan urusan Tuhan.
memperhatikan
perbuatan
Ketiga, Tuhan mengatur alam dengan sekaligus
moral
manusia.
Sesungguhnya
Tuhan
ingin
menengaskan bahwa manusia harus tunduk pada hukum moral yang telah Dia
tetapkan dijagat raya. Bagaimanapun, manusia tidak akan hidup sesudah mati,
ketika seorang mati, maka babak terahir kehidupannya berakhir. Keempat, Tuhan
mengatur alam dengan mengharapkan manusia mematuhi hukum moral yang
berasal dari alam. Pandangan ini berpendapat bahwa ada kehidupan setelah mati.
Seseorang yang berbuat baik akan dapat pahala dan yang berbuat jahat akan dapat
hukuman.
Thomas Paine adalah salah seorang tokoh deisme yang militan. Tulisannya
tentang politik “Common Sensa” dan ‘The Rights of Man” sangat dipengaruhi
oleh konsep deisme. Pemikiran Paine berpengaruh juga pada revulusi Prancis dan
Amerika. Latar belakang pemikiran deisme Paine adalah karena dia lihat para
pemimpin gereja sangat membelenggu umat. Karena itu, Paine menulis sebuah
buku “The Age of Reason”, yang intinya menolak wahyu ilahi dan mengagungkan
kemampuan akal.
Paine berpendapat bahwa dia percaya Tuhan Esa, maha kuasa, Maha Tahu,
tidak terbatas, dan Maha Sempurna, namun dia menegaskan bahwa satu-satunya
cara untuk mengungkapkan Tuhan hanyalah akal. Dia menolak pengetahuan
tentang Tuhan yang berasal dari wahyu.
Berdasarkan pada uraian di atas, maka deisme telah mementinkan peranan
akal untuk memahami masalah-masalah agama secara lebih kritis. Kendati deisme
memberikan kontribusi yang positif terhadap pemikiran keagamaan, namun disisi
lain deisme tidak luput dari kritikan dan kelemahan yang antara lain:
1.
Deisme menolak mukjizat, padahal deisme mengakui bahwa Tuhan
yang menciptakan alam dari tiada. Artinya Tuhan mampu menciptakan
air dari tidak ada, kenapa deisme menolak kemampuan Tuhan
menjalankan seseorang di atas air. Pemikiran ini dianggap tidak logis
karena masalahnya yang lebih besar dan berat, Tuhan mampu
melakukannya apalagi hal yang kecil, kata para pengkritik deisme.
2.
Sebagian besar pengikut deisme meyakini keuniversalan dan
kemutlakan hukum alam. Namun para ilmuan modern menolak
kemutlakan hukum alam tersebut. Kebenaran dari hukum alam tidak
mencapai 100 % karena alam ini sangat luas dan belum semua data
terkumpulkan untuk bisa memastikan suatu hukum alam. Oleh karena
itu, tidak ada alasan untuk menolak mukjizat yang menyalahi hukum
alam yang “tidak berubah”.
3.
JikaTuhan menciptakan alam, tentu bertujuan untuk kebaikan
mahluk-Nya.
Untuk
mencapai
tujuan
tersebut,
Tuhan
tidak
membiarkan hasil ciptaan-Nya terbengkalai. Dengan demikian, Tuhan
selalu dekat dengan hasil mahluk-Nya agar selalu berjalan sesuai
dengan petunjuk-Nya. Tuhan selalu menguji kecintaan mahluk kepadaNya, yang cinta telah ditanamkan dalam diri manusia sejak awal
penciptaannya.
4.
Jika wahyu adalah sesuatu yang mungkin terjadi seseorang tidak
mampu menolak wahyu tersebut tanpa melakukan pembuktian untuk
mendukung gagasan itu kalau pembuktian ternyata tidak kuat, akan
ditolak. Kalau pembuktiannya kuat harus diteliti lagi apakah
pembuktian itu autentik atau tidak, ringkasnya tidak mudah menolak
wahyu, karena memerlukan penelitian dan pengkajian yang lebih
mendalam.
3.
Panteisme
Panteisme terdiri dari tiga kata, yaitu pan, berarti seluruh, Theo, berarti
Tuhan, dan Isn (isme) berarti paham. Jadi, panteisme adalah paham bahwa
seluruhnya Tuhan. Dengan demikian, panteime berpendapat bahwa seluruh alam
ini adalah Tuhan dan Tuhan adalah seluruh alam. Tuhan dalam panteisme adalah
satu dan sangat dekat dengan alam (imanen), hanya Tuhan mempunyai
penampakan-penampakan atau cara berada Tuhan di alam. Tuhan dalam
panteisme, Disamping Esa dan juga Maha Besar, dan tidak berubah. Alam indrawi
adalah ilusi atau khayal belaka karena selalu berubah. Adapun, yang wujud hakiki
hanya satu, yakni Tuhan.
Panteisme memiliki sejarah yang panjang di Timur dan di Barat. Dari
mistisisme hindu di Timur sampai rasionalisme Parmenides di Barat. Dalam Islam
paham ini dikenal dengan nama wahdat al-wujud (kesatuan wujud) yang
dikemukakan oleh Ibn al-‘Arabi. Antara paham wahdat al-wujud dan panteisme,
disamping memiliki persamaan juga terdapat perbedaan. Dalam panteisme alam
adalah Tuhan dan Tuhan adalah alam sedangkan dalam wahdat al-wujud alam
bukan Tuhan, tetapi bagian dari Tuhan. Karena itu, dalam paham wahdat alwujud, alam dan Tuhan tidak identik. Bagi penganut panteisme mengatakan, “itu
Tuhan,” sedangkan bagi penganut wahdat al-wujud dia berkomentar, “Dalam
pohon itu ada aspek ketuhanan”.
Konsep panteisme yang paling kuno terdapat dalam agama Hindu. Agama
Hindu hanya mengakui satu realitas yang tertinggi
yaitu Brahman. Brahman
adalah Tuhan yang tidak dapat dilihat dengan mata, diraba dengan tangan,
didengar dengan teliga, dan diucapkan dengan lidah. Dia sama sekali berbeda dari
yang diketahui. Dialah satu-satunya yang wujud, selain Dia adalah maya.
Semboyangnya adalah Tuhan adalah semua dan semua adalah satu. (God is all
and all ia One).
Plotinus, dianggap sebagai tokoh panteisme emanasi, abad ketiga Masehi.
Menurutnya alam mengalir dari Tuhan dan berasal dari-Nya. Tuhan tidak terbagibagi dan tidak mengandung arti banyak. Yang banyak mengalir dari yang satu
lewat proses emanasi, yakni hanya satu yang bisa keluar dari yang satu. Plotinus
menengaskan hanya ada satu yang wajib ada, sederhana dan absulut. Dari yang
satu keluar jiwa. Jiwa memikirkan dirinya muncullah pengetahuan dan jiwa
memikirkan Tuhan keluarlah materi sebagai sumber yang banyak.
Filosof modern yang memelopori panteisme adalah Benedict de Spinoza
dan beberapa tokoh mutahhir seperti, Victor Ferkiss dan Mary Long. Spiniza
dianggap sebagai tokoh rasionalime yang lebih konsekuen dari pada Descartes.
Baginya dalam alam jagat raya ini tidak ada rahasia karena akal manusia
mencakup sesuatu, termasuk Allah, bahkan Allah menjadi objek pemikiran akal
terpenting. Spinoza berpendapat bahwa hanya satu subtansi, itu harus satu dan itu
adalah Allha Yang Maha Esa, tidak terbatas dan mutlak.
Dalam Islam paham ini
dikenal dengan nama Wahdat al-Wujud dan
Panteisme, disamping memiliki persamaan juga memiliki perbedaan. Dalam
Panteisme alam adalah Tuhan dan Tuhan adalah alam, sedangkan dalam Wahdat
al-Wujud alam bukan Tuhan, tetapi bagian dari Tuhan.
Adapun letak perbedaan antara Teisme dan Panteisme. Dalam Teisme
Tuhan adalah zat yang personal yang menciptakan alam, maka Tuhan dengan
alam tidak sama, sebab Tuhan adalah pencipta dan alam adalah hasil ciptaan-Nya,
tetapi Panteisme menganggap Tuhan adalah kesatuan umum (impersonal), yang
mengungkapkan dirinya dalam alam. Dalam Panteisme segala sesuatu adalah
Tuhan, tidak satupun yang tidak tercakup didalam-Nya dan tidak satu pun yang
bisa berada tanpa Tuhan.
Mukjizat bagi panteisme mustahil terjadi karena semua adalah Tuhan dan
Tuhan adalah semua. Kalau mukjizat diartikan sebagai peristiwa yang menyalahi
hukum alam, hal itu tidak berlaku bagi Panteisme, sebab Tuhan identik dengan
alam. Oleh karena itu tidak ada kekutan dari luar yang bisa mengganggu tatanam
yang sudah ada. Sebagaimana Teisme dan Panteisme juga memiliki kelebihan dan
kekurangan, antara lain kelebihannya:
1. Panteisme
diakui menyumbangkan suatu pemikiran yang menyeluruh
(holistik) tentang sesuatu.
2. Panteisme menekankan imanensi Tuhan, sehingga seseorang selalu sadar
bahwa Tuhan selalu dekat dengan dirinya.
3. Panteisme menegaskan bahwa seseorang tidak mungkin memberi batasan
terhadap Tuhan dengan bahasa manusia yang terbatas. Jika Tuhan tidak
terbatas dan transendent, semua pembatasan/pengertian harus ditiadakan
karena yang tidak terbatas tidak bisa ditangkap oleh sesuatu yang
terbatas. Oleh karena itu keberadaan Tuhan dalam alam adalah sekaligus
untuk memudahkan pemahaman tentang Tuhan.
Sedangkang kekurangannya antara lain:
1. Menurut Panteisme radikal. Manusia adalah Tuhan, sedangkan Tuhan
dalam pandangan ini tidak berubah dan abadi. Kenyataannya manusia
berubah dan tidak abadi, karena itu bagaimana manusia menjadi Tuhan,
ketika manusia tidak berubah, sedangkan Tuhan berubah.
2. Panteisme mengatakan bahwa alam ini adalah maya bukan hakikat.
4.
Panenteime
Panenteisme kelihatannya mirif dengan panteisme, tetapi mereka berbeda
dalam pandangan tentang Tuhan. Panteisme menengaskan semua adalah Tuhan,
tetapi panenteime berpandangan bahwa semuadalam Tuhan. Panenteisme juga
memiliki nama-nama lain seperti proses teologi, bipolar atau teisme dipolar dan
oranisme.
Perbedaan antara teisme dan panenteisme. Penganut teis berpandangan
hubungan Tuhan dengan dunia, seperti seorang pelukis dengan lukisannya.
Pelukis tidak tergantung pada lukisannya. Namun, pikirannya diungkapkan
dalamlukisan tersebut, sebab pikiran itulah yang mewujudkan lukisan.
Kebalikannya Panenteisme memandang hubungan Tuhan dengan alam sama
dengan pikiran berhubungan dengan tubuh. Namun panenteisme menganggap
“tubuh” (alam) Tuhan adalah satu kutub dan “akal” (yang di luar alam)-Nya
adalah kutub yang lain. Pernyataan ini bersesuaian dengan para pemikir modern
yang mengatakan bahwa daya akal tergantung pada otak, begitu juga penganut
panenteisme
meyakini bahwa
Tuhan tergantung pada alam dan alam pun
tergantung pada Tuhan.
Panenteisme lebih menekankan
Tuhan pada aspek terbatas, berubah
mengatur alam, dan bekerja sama dengan alam untuk mencapai kesempurnaan
ketimbang memandang Tuhan sebai Zat yang tidak terbatas, menguasai alam, dan
tidak berubah. Namun pada dasarnya, panenteisme setuju bahwa Tuhan terdiri
atas dua kutub. Kutub potensi, yakni Tuhan yang abadi, tidak berubah, dean
transenden, dan kutubaktual, yakni Tuhan yang berubah, tidak abadi, dan imanen.
Menurut Whitehead, Tuhan bisa diklasifikasikan dalam tiga konsep, yaitu:
Pertama, Konsep Asia Timur tentang tatanan yang impersonal yang
sejalan dengan alam. Tatanan ini mengatur sendiri dalam alam, alamtidak tunduk
pada sesuatu aliran. Konsep tersebut menegaskan imanensi.
Kedua, konsep Semit tentang suatu zat yang personal yang eksistensinya
adalah realitas metapisik yang tertinggi, absolut, dan menatu alam. Konsep ini
menegaskan transenden Tuhan.
Ketiga, konsep panteistik, yakni sudah tergambar dalam konsep Semit.
Namun, panteisme berbeda alam memandang alam. Slam bagian yang terpisah
dari Tuhan yang bersifat maya. Realitas hanya Tuhan dan dalam beberapa hal.
Alam menampakkan diri Tuhan. Doktrin ini adalah puncak dari monoteisme.
Whitehead menolak semua pandangan tersebut. Menurutnya, sebagian
besar gereja-gereja Kristen adalah munafik, karena akal dimodifikasi agar
menyatakan kesatuan yang personal, disisilain ada desakan akan immanensi.
Padahal, menurut Whitehead, Tuhan tergantung pada alam dan alam tergantung
pada Tuhan. Di luar Tuhan, tidak ada alam yang aktual, dan di luaralam aktual
dengan kreativitasnya,ntidak ada penjelasan rasional tentang pandangan yang
menyatakan Tuhan.
Menurut Whitehead, Tuhan sebenarnya terbatas sebab sebab untuk
menjadi sesuatu yang aktual harus terbatas. Tuhan tidak mungkin tidak terbatas
dalam kutub aktual-Nya. Jika Dia tidak terbatas dalam kutub aktual, tentu
Diamenjadi jahat dan sekaligus baik sebab di alam ini terjadi kejahatan.Tuhan
sama sekali tidak bebas tetapi tergantung pada alam. Tuhan danalam bekerjasama
untuk mencapai kesempurnaan yang tertinggi. Jadi, Tuhan ada kesamaan dengan
alam, bukan sebelum alam. Namun alam dan Tuhan tidak identik. Tuhan sebagai
daya yang menggerakkan dan mengatur alam agar mampu mencapai tujuannya.
Sedangkan alam berfungsi menolong Tuhan agar tertutup kekurangan-Nya.
Ada beberapa sumbangan pemikiran yang bisa diambil dari panenteisme,
yaitu:
Pertama, para penganut panenteisme dianggap berjasa dalam memahami
realitas secara utuh. Mereka menganggap bahwa pendekatan parsial tentang
realitas tidak cukup, sebaliknya mereka telah mengembangkan suatu pandangan
rasional, dan koheren tentang semua yang ada. Singkatnya, mereka telah
membangun suatu pandangan dunia yang utuh.
Kedua, panenteisme berhasil menjelaskan
hubungan Tuhan dan alam
secara mendalam tanpa menghancurkan salah satunya, sebagimana dalam
panteisme. Tuhan berada dalam alam, tetapi alam dianggap tidak ada hanya maya.
Ketiga, Panentiesme menngakui teori-teori baru dalam ilmu teknologi
karena hal itu tidak bertentangan dengan prinsip dasar mereka.
Kritikan yang cukup tajam yang dikemukakn oleh penganut teisme, antara
lain:
Pertama, Ide tentang satu Tuhan yang sekaligus terbatas, mungkin dan
tidak mungkin, absolut dan relatifadalah suatu kerancauanberfikir. Kontradiksi
timbul ketika hal yang berlawanan terwujud dalam zat yang sama, waktu yang
sama, dan cara yang sama.
Kedua, Ide tentang Tuhan sebagai wujud yang disebabkan oleh diri sendiri
menimbuklkan problem. Sulit untuk mengakui suatu wujud mampu menyebabkan
dirinya sendiri. Hal ni sama dengan meyakini bahwa baja bisa dengan sendirinya
menjadi pesawat terbang, tanpa mengakui adanya sesuatu yang tidak berubah.
Ketiga, Sulit untuk mengerti bagaimana segala sesuatu yang relatif dan
selau berubah, bisa diketahui kebenarannya. Mampukah seseorang mengetahui
sesuatu yang berubah, tanpa adanya standard yang tidak berubah yang digunakan
untuk mengatur perubahan? Seseorang akan merasa aneh bagaimana panenteisme
mampu mengetahui bahwa semua wujud dalam perubahan yang terus menerus,
tanpa mengakui adanya sesuatu yang tidak berubah.
Keempat, para pendukung panenteisme menghadapi suatu dilema.Mereka
meyakini Tuhan meliputi semua jagat raya dalam waktu yang sama. Namun
mereka juga meyakini Tuhan terbatas dalam waktu dan ruang. Semua yang
terbatas oleh waktu dan ruang tidak mampu berpikir, mengetahui dan melebihi
kecepatan cahaya.
Dari keempat pandangan dunia (word view), teisme, deisme, panteisme,
dan panenteisme, tidak ada yang benar-benar memuaskan para pemikir dan
filosof. Deisme mengakui adanya Tuhan tetapi Tuhan yang transenden.
Sebaliknya panteisme mengakui adanya Tuhan yang transenden. Panteisme
mengakui adanya Tuhan, tetapi Tuhan yang immanen saja. Berbeda halnya
dengan panenteisme, Tuhan terdiri atas dua kutub, yakni kutub tidak terbatas dan
kutun terbatas.Kutub yang tidak terbatas jauh dari alam, sedangkan kutub terbatas
tergantung pada alam yang terbatas
tidak dapat diterima. Sebaliknya bagi
penganut panenteisme, Tuhan yang tidak terbatas tidak mungkin mengatur dunia
yang terbatas.
Ketidakpuasan para pemikir atas berbagai pandangan di atas adalah wajar
karena hal itu adalah permainan logika
dan kategori-kategori akal. Selain itu,
ruang metafisika terbuka untuk mengadakan spekulasi sebanyak mungkin dan
sedalam-dalamnya.
Menurut
penganut
agama,
penjelasan
yang
sangat
memuaskan tentang Tuhan bukan berasal dari akal, tetapi dari wahyu. Wahyulah
yang mendatangkan ketenangan dan sekaligus kejelasan tentang Tuhan. Akal
hanya sebagai alat bantu untuk memahami wahyu tersebut, bukan sebagai sumber
utama. Kebenaran wahyu adalah mutlak sedangkan kebenaran akal telatif.
C.
KESIMPULAN
1. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa,
ide dan konsep keTuhanan
antara satu agama dengan agama yang
lainnya, antara satu kepercayaan dengan yang lain memiliki perbedaan
seperti yang terdapat dalam paham ini disebabkan karena dipengaruhi
oleh doktrinnya dan pandangan pemahamannya memiliki perbedaan
secara spesifik seperti yang terdapat dalam paham Theisme, Deisme, dan
Panteisme.
2. a. Menurut Theisme, Tuhan disamping ada di alam (Imanen), tetapi dia
juga jauh dari alam (Transenden). Ciri lain dari Teisme
menegaskanbahwa Tuhan setelah menciptakan alam, tetap aktif dan
memelihara alam.
b. Para penganut deisme sepakat bahwa Tuhan Esa dan jauh dari alam,
serta maha sempurna. Mereka juga sepakat bahwa Tuhan tidak
melakukan interpensi pada alam lewat kekuatan supranatural.
c. panteime berpendapat bahwa seluruh alam ini adalah Tuhan dan Tuhan
adalah seluruh alam. Tuhan dalam panteisme adalah satu dan sangat
dekat dengan alam (imanen), hanya Tuhan mempunyai penampakanpenampakan atau cara berada Tuhan di alam.
d.
panenteisme, Tuhan terdiri atas dua kutub, yakni kutub tidak terbatas
dan kutun terbatas.Kutub yang tidak terbatas jauh dari alam,
sedangkan kutub terbatas tergantung pada alam yang terbatas tidak
dapat diterima. Sebaliknya bagi penganut panenteisme, Tuhan yang
tidak terbatas tidak mungkin mengatur dunia yang terbatas.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim
Abdul Manaf, Mudjahid.
Sejarah Agama-Agama. Cet. I; Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1994.
Agama, Departemen. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya: CV. Jaya Sakti,
1984.
Bakry Hasbullah. Sistimatika Filsafat. (Cet. VII; Jakarta: Wijaya, 1981.
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Agama Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia.
Cet. II; Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Darajat, Zakiyah dkk. Perbandingan Agama. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Esposito, John L. The Okford Encyclopedia of The Modrn Word, vol 3 new York:
Oxford University Press, 1995.
Hariyanto, Sugeng. Efitomes of Light dalam pemgantar “Bediuzzaman Said Nursi
dan Risalah an-Nur” Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2003.
Hadiwijono, Harun. Seri Sejarah Filsafat Barat 2. Yokyakarta: Kanisius, 1980.
HB, Sarwan. Filsafat Agama. (Jakarta; PT. RajaGrafindo Persada, 2004
Louis Leahy, Filsafat Ketuhanan
Madkur, Ibrahim. Fi al-Falsafah al-Islamiyah; Manhaj wa Thatbiquhu. Juz I.
Cet. III; Mesir: Dar al-Ma’arif, t. Th
Manaf, Mudjahid Abdullah. Sejarah Agama-agama. Cet. I; Jakarta: PT.
RajaGrafindoPersada, 1994.
Muhammad Al-Gazali, Abu Hamid. Maw’izah al-Mu’minin (Bairut: Dar al-Fikr,
1976.
Mustafa Kamal Pasha dkk. Pancasila Dalam Tinjauan Historis, Yuridis dan
Filosofis, Yokyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003.
Nasution, Harun. Filsafat Agama, Cet. V; Jakarta: Bulan Bintang, 1985.
Nasr, Sayyed Hossein. Islam; Relegion, History and Civilization diterjemahkan
oleh Koes Adiwidjajanto dengan judul Islam; Agama, Sejarah dan
Peradaban . Cet. I; Surabaya Risalah Gusti, 2003.
Pendidikan Nasional, Departemen. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2002.
Willams D, Norman L. Geisler Watkins,
Perspectives Understanding and
Evaluating Today’s World Views, Cafornia: Here’s Life Publishers, Inc,
1984.
Download