proses pemulihan eknonomi terus berlanjut

advertisement
No.164/BGub/Humas
PROSES PEMULIHAN EKNONOMI TERUS BERLANJUT
Proses pemulihan ekonomi Indonesia telah berada pada jalur yang benar walaupun
pada awal krisis keuangan Asia pada tahun 1997 Indonesia merupakan negara yang
paling terpukul akibat krisis. Pada saat yang bersamaan Indonesia juga menjalani
reformasi sistem politik dari sistem otoriter ke sistem demokrasi dan proses
desentralisasi yang memberikan peran yang lebih besar kepada daerah, suatu proses
yang amat rumit seperti juga yang dialami oleh semua negara yang melakukan hal
yang sama. Kondisi tersebut menyebabkan antara lain distorsi pada sistem
perpajakan dan iklim usaha, dan tentunya menghambat proses pemulihan ekonomi.
Namun dengan berbagai upaya pemerintah dan masyarakat yang sungguh-sungguh,
perekonomian Indonesia mulai mengalami berbagai perbaikan seperti perbaikan
tingkat investasi dan ekspor.
Berbagai indikator ekonomi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia
dan stabilitas ekonomi makro akan terus berlanjut. Pada tahun 2003 ekonomi
diperkirakan akan tumbuh sekitar 4%, jauh diatas pertumbuhan pada masa krisis
yang tercatat sebesar -13%. Bahkan pada tahun 2004, pertumbuhan ekonomi
diperkirakan akan dapat mencapai sekitar 4,5-5%. Walaupun peran konsumsi masih
dominan, peran investasi dan ekspor khususnya ekspor non migas mulai
memberikan kontribusi penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Lebih
menggembirakan lagi peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut juga diikuti oleh
stabilitas ekonomi makro yang semakin mantap. Pada tahun 2003 laju inflasi
diperkirakan akan berada disekitar 5%, sementara nilai tukar rupiah terus membaik
dan tingkat fluktuasinya semakin rendah. Pada saat ini, nilai tukar rupiah berkisar
pada tingkat Rp 8.300 per USD, jauh lebih baik dibandingkan nilai tukar pada tahun
1998 yang sempat mencapai Rp 16.000 per USD. Seiring dengan membaiknya
stabilitas ekonomi makro, suku bunga SBI secara bertahap dapat diturunkan hingga
mencapai 8,43%, jauh menurun dibandingkan pada masa krisis yang pernah
mencapai 70%. Penurunan suku bunga SBI tersebut diharapkan dapat mendorong
fungsi intermediasi perbankan dan mendorong kegiatan dunia usaha. Demikian salah
satu pokok pikiran yang disampaikan Anwar Nasution, Deputi Gubernur Senior Bank
Indonesia di salah satu panel diskusi dengan topik “A New Outlook for Indonesia”
dalam “The Indonesia Investors Conference : Accessing New Opportunities” yang
diselenggarakan oleh Euromoney Conference tanggal 5 Desember di Denpasar.
Dalam pemaparannya, Anwar Nasution kemudian menjelaskan perkembangan sektor
eksternal yang semakin sehat. Pada awal krisis surplus transaksi berjalan lebih
disebabkan oleh menurunnya impor, saat ini surplus tersebut lebih ditopang oleh
meningkatnya ekspor. Kondisi ini tidak terlepas dari pemulihan ekonomi di negaranegara maju yang mendorong permintaan eksternal dan selanjutnya meningkatkan
volume perdagangan dunia. Sementara ini, neraca modal semakin membaik yang
ditandai dengan mulai masuknya arus modal baik melalui penerimaan dalam rangka
privatisasi, penjualan aset perbankan oleh BPPN, pembelian obligasi pemerintah dan
saham oleh investor asing disamping pinjaman CGI. Disamping itu, aliran Foreign
Direct Investment(FDI) dalam skala besar tercatat telah mulai masuk diantaranya
seperti di LNG Tangguh. Seiring dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa
Indonesia secara bertahap meningkat menjadi sebesar USD 35 miliar atau mencapai
lebih dari 6 bulan kebutuhan impor, dibandingkan sekitar USD 20 miliar pada saat
krisis. Disamping itu, Indonesia juga memiliki Bilateral Swap Arrangement (BSA)
dengan Jepang disamping China dan Korea yang saat ini sedang dalam proses
penandatanganan. Secara keseluruhan BSA tersebut mencapai sekitar USD 5 miliar,
suatu jumlah yang cukup besar untuk mendukung cadangan devisa dalam
menghadapi berbagai ketidakpastian antara lain yang berkaitan dengan pemilihan
umum dan presiden pada tahun 2004.
Di sektor fiskal, pemerintah berhasil menekan defisit APBN. Pada tahun 2003, defisit
APBN diperkirakan mencapai 1,8% dibandingkan 2,8% pada puncak defisit APBN.
Pada tahun 2004 Pemerintah akan terus melakukan langkah-langkah konsolidasi di
bidang fiskal dengan menekan defisit anggaran. APBN pada tahun 2004 diperkirakan
mencapai defisit 1,2% dari PDB. Untuk itu, kebijakan fiskal akan diarahkan untuk
mencapai keseimbangan anggaran yang dapat mendukung kesinambungan fiskal
yang tercermin dari pengurangan secara signifikan tingkat debt to GDP ratio. Debt to
GDP ratio diperkirakan akan menurun menjadi sekitar 60% dari sekitar 160% pada
awal krisis seiring dengan peningkatan pembayaran cicilan hutang Pemerintah.
Kebijakan fiskal tersebut antara lain ditempuh melalui peningkatan sisi penerimaan
dengan melakukan tax reform serta menghilangkan distorsi-distorsi perpajakan yang
ada. Selain itu, upaya-upaya untuk menjaga kesinambungan fiskal juga ditempuh
antara lain melalui konsistensi, kedisiplinan, serta koordinasi kebijakan fiskal dan
moneter. Fiscal sustainability juga didukung oleh upaya Bank Indonesia dalam
menciptakan stabilitas moneter, inflasi yang rendah, nilai tukar yang stabil dan suku
bunga yang rendah.
Di sektor perbankan, Anwar Nasution menjelaskan bahwa dalam tahun 2004
langkah-langkah restrukturisasi dan reformasi sektor keuangan khususnya
perbankan akan dilanjutkan. Berbagai kebijakan mendasar yang diambil sejak tahun
1997-2003 antara lain program konsolidasi dan penyehatan perbankan, program
penjaminan, penguatan fungsi pengawasan, perbaikan infrastruktur perbankan,
peningkatan, corporate governance, serta privatisasi dikatakan telah meningkatkan
kinerja perbankan nasional. Dalam tahun 2003 kinerja perbankan menunjukkan
perbaikan yang berarti dan secara umum tidak terdapat potensi risiko yang
membahayakan stabilitas sistem keuangan. Hal tersebut tercermin dari
meningkatnya CAR perbankan nasional yang telah mencapai angka diatas 8%,
membaiknya rasio Non Performing Loans (NPLs) yang telah berada dibawah 5% atau
jauh menurun dari rasio pada tahun 1998 sekitar 60%. Tingkat profitabilitas bank
yang tercermin dari Net Interest Income (NII) dan Return of Assets (ROA) yang telah
positif juga mencerminkan semakin membaiknya kondisi perbankan. Untuk menjaga
proses pemulihan di industri perbankan, Bank Indonesia akan secara serius
menangani kasus fraud yang terjadi di sejumlah bank seperti BNI dan BRI, terus
berupaya agar kejadian tersebut dapat dicegah di kemudian hari, diantaranya
dengan terus memperbaiki sistem pengawasan bank dan penguatan regulasi melalui
penerapan prinsip kehati-hatian. Selanjutnya Pemerintah dan Bank Indonesia juga
telah sepakat dalam penyusunan jaring pengaman sektor keuangan (Financial Safety
Net) dimana Bank Indonesia akan berperan sebagai administrator dalam
pelaksanaan fungsi Lender of The Last Resort dengan menggunakan dana dari
pemerintah.
Pada tahun 2004 Indonesia akan mengakhiri program IMF. Berkaitan dengan itu,
Anwar Nasution menekankan bahwa Indonesia perlu meningkatkan kepercayaan
masyarakat internasional dengan meningkatkan stabilitas perekonomian dan
melanjutkan upaya reformasi yang menyeluruh antara lain melalui penerapan good
governance, meningkatkan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Dalam
rangka mendukung upaya menjaga stabilitas ekonomi makro, Bank Indonesia akan
mengarahkan kebijakan moneternya untuk pencapaian tingkat inflasi yang rendah
dan terus melanjutkan sistem nilai tukar yang fleksibel dengan tetap mengupayakan
tingkat fluktuasi nilai tukar yang rendah. Di bidang perbankan Bank Indonesia akan
terus melanjutkan Program Restrukturisasi dan Reformasi Sektor Keuangan untuk
menciptakan industri perbankan yang sehat meliputi penyusunan jaring pengaman
sektor keuangan, pengembangan stabilitas sistem keuangan, pengembangan BPR
dan bank syariah, serta penerapan prinsip kehati-hatian sesuai Basle Core Principles.
Jakarta, 5 Desember 2003
BIRO KOMUNIKASI
Rizal A. Djaafara
Deputi Kepala Biro
Download