TINJAUAN PUSTAKA Phalaenopsis Keluarga tanaman anggrek terdiri dari 900 marga. Marga tersebut yang telah dikenal sekarang diperkirakan 50 000 jenis, diantaranya kurang lebih 5000 jenis anggrek terdapat di Indonesia (Puspitaningtyas 1999). Anggrek dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor yaitu morfologi, ekologi, cara reproduksi, sitologi dan sitogenetika, biokimia, fitokimia dan anatomi (Arditti 1992). Anggrek secara taksonomi dilasifikasikan : Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Asparagales Famili : Orchidaceae Marga : Phalaenopsis, Dendrobium, Bulbophyllum, Vanda, Catleya, Cymbidium, Nephelaphyllum, dan lain-lain. Phalaenopsis merupakan salah satu marga anggrek yang memiliki bunga menyerupai kupu-kupu atau lebah, oleh karena itu anggrek ini diberi nama Phalaenopsis yang berasal dari kata “Phalaina” yang berarti lebah atau kupu-kupu dan “opsis” yang artinya penampakan (Puspitaningtyas 1999). Marga Phalaenopsis terutama tersebar di daerah tropik seperti Vietnam, Burma, Thailand, Malaysia, Indonesia dan Papua Nugini. Selain ini juga tersebar di daerah subtropik seperti India, Cina selatan, Filipina, dan Australia utara (Yulia 2005). Menurut Christenson (2001) terdapat sekitar 60 jenis Phalaenopsis didunia dan menurut Puspitaningtyas (1999) 21 jenis tersebar di indonesia. Anggrek Phalaenopsis tumbuh monopodial dan epifit yaitu menumpang pada batang tanaman atau batu dan tidak ada yang hidup di tanah (Nursandi 1997). Akar anggrek Phalaenopsis agak pipih, berdaging dan mengandung klorofil, berbatang pendek terbungkus oleh pangkal pelepah daun, daun berwarna hijau atau hijau muda mengkilap, berbentuk lonjong yang biasanya makin melebar pada ujungnya, serta tanpa tangkai daun (Puspitaningtyas 1999). Susunan bunga Phalaenopsis ada yang berbentuk tunggal, tandan atau malai dan dapat berbunga serentak atau bergantian. Jumlah bunganya 1-30 kuntum dan kelopak mahkotanya tidak berlekatan. Marga Phalaenopsis umumnya memiliki warna bunga yang menyolok dengan variasi putih, merah jambu, ungu, kuning yang dihiasi dengan pola garis-garis atau totol-totol berwarna merah hati, coklat, merah jambu, yang menimbulkan kesan warna kontras. Perhiasan bunga yaitu kelopak dan mahkotanya sering kali mempunyai pola dan warna yang sama (Puspitaningtyas 1999). Kelebihan aggrek Phalaenopsis dibandingkan bunga anggrek yang lainnya, yaitu relatif cepat berbunga, warna dan bentuknya menarik, serta penampilanya bervariasi, ada yang tersusun rapi di sepanjang tangkai bunga, berkelompok di ujung tangkai bunga atau mekar satu-satu (Nursandi 1997). Kultur Jaringan Anggrek Kultur jaringan tanaman adalah metode atau teknik mengisolasi jaringan, organ, sel maupun protoplas tanaman, menjadikan eksplan dan menumbuhkannya ke dalam media pertumbuhan yang aseptik sehingga eksplan tersebut dapat tumbuh dan berkembang, berorganogenesis dan dapat beregenerasi menjadi tanaman sempurna. Teknik kultur jaringan beranjak dari teori totipotensi (total genetic potensial) yang dikemukakan oleh Sleiden dan Schwan pada tahun 1838. Menurut teori ini sel tanaman adalah suatu unit yang otonom yang didalamnya mengandung material genetik lengkap, sehingga apabila ditumbuhkan didalam lingkungan tumbuh yang sesuai akan tumbuh dan bregenerasi menjadi tanaman lengkap/utuh (Mattjik 2005). Menurut Yusnita (2003) kultur jaringan dapat digunakan untuk keperluan ; menyimpan plasma nutfah, menyelamatkan embrio, memperbanyak klonal tanaman, manipulasi kultur protoplas, merekayasa genetik tanaman, memproduksi tanaman haploid, dan menginduksi ragam somaklonal. Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan sangat bermanfaat untuk memperbanyak tanaman introduksi, tanaman klon unggul baru, dan tanaman bebas patogen yang perlu diperbanyak dalam jumlah besar dalam waktu relatif singkat. Aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala. Pemilihan bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan, perlu memperhatikan umur fisiologis dan ontogenetik tanaman induk, serta ukuran eksplan karena ini merupakan faktor penting dalam kultur jaringan. Eksplan yang digunakan pada umumnya adalah bagian tunas pucuk (tunas apikal) atau mata tunas lateral pada potongan batang berbuku dan bagian daun. Pada kultur jaringan penyimpangan dalam proses mitosis tetap dapat terjadi. Penyimpangan mitosis ini akan mengakibatkan perubahan genetika sehingga tanaman baru yang dihasilkan tidak sama dengan induknya (ragam somaklonal). Ragam somaklonal didefinisikan sebagai ragam genetik dari tanaman yang dihasilkan oleh sel somatik tanaman yang ditumbuhkan secara in vitro (Mattjik 2005). Perbanyakan anggrek dapat dilakukan secara generatif maupun vegetatif. Secara generatif, perbanyakan dilakukan melalui proses perkecambahan biji anggrek secara in vitro yang diawali dengan penanaman biji dengan cara penaburan biji pada media padat atau cair. Biji tersebut dapat ditumbuhkan langsung menjadi planlet. Secara vegetatif perbanyakan dapat dilakukan menggunakan bagian somatis tanaman melalui subkultur yang ditanam dalam media tanam sehingga tumbuh menjadi PLB (protocorm like bodies) dan kemudian diregenerasikan menjadi planlet. Hal tersebut dapat dilakukan melalui modifikasi media baik hormon maupun nutrisi (Hendaryono 2000). Penyakit busuk lunak (Erwinia carotovora pv. carotovora) Penyakit busuk lunak (soft root) biasanya banyak dijumpai menyerang pada tanaman kentang, akan tetapi penyakit ini juga menyerang tanaman-tanaman lainnya seperti anggrek. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora pv. carotovora. Pada tanaman anggrek penyakit ini dapat menyebar dan berkembang dengan pesat terutama pada bibit anggrek/umur muda (Janse 2006). Penyakit ini juga dapat menyebabkan kerusakan hingga 80%-100% pada pembibitan anggrek, sehinggga sangat merugikan pada budidaya anggrek (Mcmillan 2007). Bakteri Erwinia carotovora adalah satu-satunya bakteri patogenik tumbuhan yang bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini berbentuk batang lurus dengan ukuran 0,5-1,0 kali 1,0-3,0 µm, motil dengan beberapa sampai banyak bulu cambuk peritrik. Erwinia tidak menghasilkan enzim pektik dan menyebabkan penyakit nekrosis atau layu (kelompok “amylovora”), sedangkan Erwinia yang lain mempunyai aktivitas pektolitik yang kuat dan menyebabkan busuk lunak pada tumbuhan, kelompok “caratovora” (Agrios 1996). Penyakit busuk lunak dapat terjadi pada setiap fase pertumbuhan tanaman dan akan menyebar, terutama bila kelembaban udara tinggi. Infeksi Erwinia carotovora akan menyebabkan pembusukan pada jaringan parenkim. Pada tanaman kentang, luka berlendir seringkali menyebabkan batang menjadi lunak secara cepat karena umbi bibit yang membusuk dan infeksi pada tunas muda atau stolon yang lanjut, sehingga dapat menyebabkan kematian pada tanaman. Bakteri ini juga dapat masuk melalui lentisel. Busuk lunak sering dipicu oleh kerusakan mekanik atau kerusakan oleh serangan hama atau penyakit lainya (Astuti 2004). Gejala Penyakit Pada tanaman anggrek, bakteri Erwinia carotovora pada umumnya masuk ke dalam jaringan tanaman melalui luka-luka dan menyebabkan busuk lunak yang berkembang dengan pesat terutama pada masa pembibitan. Gejala pada anggrek yang terserang ditandai dengan timbulnya bercak yang berwarna coklat kehitaman, kemudian daun menjadi berair, lembek, turgornya hilang, dan mengeluarkan bau busuk. Pada jaringan muda yang lunak pembusukan terjadi dengan pesat, tetapi pada bagian yang lebih dewasa khususnya pada umbi semu atau akar rimpang, pembusukan berkembang lebih lambat. Pada lingkungan yang lembab penyakit ini mudah sekali meluas dan menjalar sampai ke pucuk tanaman atau titik tumbuh, sehingga dapat menyebabkan kematian pada tanaman dengan cepat (Agrios 1996, Semangun 2007). Penyakit busuk lunak dapat ditularkan melalui berbagai cara yaitu infeksi antar tanaman, air, lubang-lubang alami, peralatan yang telah terinfeksi, dan serangga. Bakteri Erwinia carotovora dapat bertahan dalam usus serangga selama beberapa jam, sehingga dapat dipindahkan secara mudah oleh serangga (Astuti 2004). Pemuliaan Tanaman Anggrek Pemuliaan tanaman untuk merakit suatu varietas unggul merupakan proses berkelanjutan dan pemuliaan tanaman sangat erat hubunganya dengan kegiatan seleksi. Pada dasarnya, pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan 1) melakukan seleksi terhadap suatu populasi tanaman yang sudah ada, 2) melakukan kombinasi sifat-sifat yang diinginkan secara generatif, 3) melakukan penggandaan kromosom dan/atau mutasi sebelum melakukan seleksi, 4) melalui rekayasa genetika (Mangoendidjojo 2003). Pemuliaan anggrek secara konvensional biasanya dilakukan melalui persilangan. Tujuan persilangan selain untuk mendapatkan tanaman anggrek yang memiliki keindahan bunganya, juga bertujuan untuk mendapatkan tanaman anggrek yang memiliki sifat tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Tetapi perbanyakan anggrek dengan biji (generatif) pada umumnya sangat sulit dilakukan di lapangan, hal ini disebabkan biji anggrek tidak memiliki cadangan makanan (endosperm) dan hanya tediri dari embrio dan kulit pembungkus (testa) serta biji anggrek sulit berkecambah apabila lingkungan kurang mendukung. Oleh karena itu pembibitan anggrek secara in vitro merupakan alternatif yang tepat untuk mengatasi kendala tersebut (Hendaryono 2000, Puspaningtyas 2003). Seleksi In Vitro Pemanfaatan hasil persilangan dalam pemuliaan awalnya dengan mendorong terjadinya penggabungan sifat-sifat tetua dan mendapatkan ragam kemudian dilakukan seleksi terhadap tanaman yang memiliki sifat-sifat tertentu. Melalui persilangan diharapkan tetua yang memiliki sifat menguntungkan dapat diturunkan dan ragam yang dihasilkan dari hasil persilangan secara terarah dapat diseleksi menggunakan suatu agensia penyeleksi untuk mendapatkan tanaman yang mempunyai sifat yang diinginkan. Proses awal untuk mendapatkan tanaman anggrek Phalaenopsis yang tahan terhadap penyakit busuk lunak dapat dilakukan melalui seleksi in vitro. Bakteri Erwinia carotovora diinokulasikan ke dalam jaringan tanaman anggrek pv. carotovora (daun), dan berdasarkan analisis tingkat intensitas serangannya maka setiap populasi dapat dipisahkan dan dikelompokkan berdasarkan tingkat ketahanannya terhadap agensia penyeleksi (Matsumoto et al. 1995, Mangoendidjojo 2003, Yusnita 2005) Uji ketahanan dengan seleksi in vitro merupakan seleksi awal yang dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat tertentu yang diinginkan agar dapat menghemat biaya dan waktu. Seleksi in vitro telah banyak digunakan terhadap penyakit pada berbagai jenis tanaman. Seleksi awal secara in vitro dilakukan dengan tujuan agar kegiatan pemilihan tanaman lebih efektif dan efisien. (Orlando et al. 1997, Purwati 2007).