BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Persalinan a

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis
1. Persalinan
a. Pengertian Persalinan
Menurut Manuaba (2010: 4) persalinan normal atau fisiologis apabila
berlangsung dengan kekuatan sendiri berdasarkan kombinasi antara 3 P (Power,
passage, pasanger) tanpa komplikasi.
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran
bayi cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan
selaput janin dari tubuh ibu (Yanti: 2009).
Persalinan adalah proses pengeluaran (kelahiran) hasil konsepsi yang dapat
hidup di luar uterus melalui vagina ke dunia luar. Proses tersebut dapat dikatakan
normal atau spontan jika bayi yang dilahirkan berada pada pisisi letak belakang
kepala dan berlangsung tanpa bantuan alat-alat atau pertolongan, serta tidak melukai
ibu dan bayi. Pada umumnya proses ini berlangsung dalam waktu kurang dari 24
jam (Sondakh, 2013)
b. Sebab-sebab mulainya persalinan menurut Yanti, 2009: 4
1) Penurunan kadar progesteron
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim sebaliknya esterogen
meninggikan kerentanan otot rahim. Selama kehamilan terdapat keseimbangan
antara kadar progesteron dan esterogen di dalam darah, tetapi pada akhir
kehamilan kadar progesterone menurun sehingga timbul his.
2) Teori oxytocin
Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah. Oleh karena itu timbul
kontraksi otot-otot rahim.
3) Keregangan otot-otot
Seperti halnya kandung kencing dan lambung bila dinddingnya teregang
oleh karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya kehamilan makin
teregang otot-otot rahim makin rentan.
4) Pengaruh janin
Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang
peranan oleh karena pada anenchepalus kehamilan sering lebih lama dari biasa.
5) Teori prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan oleh decidua, disangka menjadi salah satu
sebab permulaan persalinan. Hasil dari percobaan menunjukkan bahwa
prostaglandin F2 atau E2 yang diberikan secara intravena, intra dan ekstraamnial
menimbulkan kontraksi myometrium pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga
disokong dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi baik dalam air krtuban
maupun darah perifer pada ibu-ibu hamil sebelum melahirkan atau selama
persalinan.
c. Tanda-tanda dimulainya proses persalinan menurut Sondakh, 2013: 3 adalah sebagai
berikut:
1) Terjadinya His Persalinan
Sifat his persalinan adalah:
a) Pinggang terasa sakit dan menjalar ke depan
b) Sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatan makin besar
c) Makin beraktifitas (jalan), kekuatan makin bertambah
2) Pengeluaran Lendir dengan Darah
Terjadinya his persalinan mengakibatkan terjadinya perubahan pada serviks yang
akan menimbulkan:
a) Pendataran dan pembukaaan
b) Pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas
c) Terjadi perdarahan karena kapile pembuluh darah pecah
3) Pengeluaran Cairan
Pada beberapa kasus persalinan akan terjadi pecah ketuban. Sebagian besar
keadaan ini terjadi menjelang pembukaan lengkap. Setelah adanya pecah ketuban,
diharapkan proses persalinan akan berlangsung kurang dari 24 jam.
4) Hasil-Hasil yang Didapatkan pada Pemeriksaan Dalam
a) Perlunakan serviks
b) Pendataran serviks
c) Pembukaan serviks
d. Tahapan persalinan menurut Yanti, 2009: 6 adalah sebagai berikut:
1) Kala I
Kala I atau Kala Pembukaan adalah periode persalinan yang dimulai dari
his persalinan yang pertama sampai pembukaan cerviks menjadi lengkap.
Berdasarkan kemajuan pembukaan maka Kala I dibagi menjadi:
a) Fase laten, yaitu fase pembukaan yang sangat lambat ialah dari 0 sampai 3 cm
yang membutuhkan waktu 8 jam.
b) Fase aktif, yaitu fase pembukaan yang lebih cepat yang terbagi lagi menjada:
(1) Fase Accelerasi (fase percepatan), dari pembukaan 3 cm sampai 4 cm
yang dicapai dalam 2 jam.
(2) Fase Dilatasi maksimal, dari pembukaan 4 cm sampai 9 cm yang dicapai
dalam 2 jam.
(3) Fase decelerasi (kurangnya kecepatan), dari pembukaan 9 cm sampai 10
cm selama 2 jam.
2) Kala II
Persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk
memastikan pembukaan sudah lengkap atau kepala janin sudah tampak vulva
dengan diameter 5-6 cm (prawirohardjo, 2008).
3) Kala III
Kala III atau Kala Uri adalah periode persalinan yang dimulai dari lahirnya
bayi sampai dengan lahirnya placenta.
4) Kala IV
Kala IV merupakan masa 1 - 2 jam setelah placenta lahir. Dalam klinik, atas
pertimbangan-pertimbangan praktis masih diakui adanya Kala IV persalinan
meskipun masa setelah placenta lahir adalah masa dimulainya masa nifas
(puerperium), mengingat pada masa ini sering timbul perdarahan.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan menurut Yanti, 2009: 21
1) Faktor power
Power adalah kekuatan yang mendorong janin keluar. Kekuatan yang
mendorong janin keluar dalam persalinan adalah: his, kontraksi otot-otot perut,
kontraksi diafragma, dan aksi dari ligament, dengan kerjasama yang baik dan
sempurna.
a) His (kontraksi Uterus)
His adalah kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim bekerja dengan
baik dan sempurna dengan sifat-sifat: kontraksi simetris, fundus dominant,
kemudian diikuti relaksasi. Pada saat kontraksi otot-otot rahim menguncup
sehingga menjadi tebal dan lebih pendek. Kavum uteri menjadi lebih kecil
mendorong janin dan kantong amnion ke arah bawah rahim dan serviks.
b) Tenaga mengejan
Setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah tenaga yang
mendorong anak keluar selain his, terutama disebabkan oleh kontraksi otototot dinding perut yang mengakibatkan peningkatan tekanan intra addominal.
Tenaga ini serupa dengan tenaga mengejan waktu kita buang air besar tapi
jauh lebih kuat lagi.
2) Faktor passanger
Faktor lain yang berpengaruh terhadap persalinan adalah faktor janin, yang
meliputi sikap janin, letak janin, presentasi janin, bagian terbawah, dan posisi
janin.
a) Sikap (habitus)
Sikap janin menunjukkan hubungan bagian-bagian janin dengan sumbu
janin, biasanya terhadap tulang punggungnya. Janin umumnya dalam sikap
fleksi di mana kepala, tulang punggung, dan kaki dalam keadaan fleksi, lengan
bersilang di dada.
b) Letak
Letak janin adalah bagaimana sumbu janin berada terhadap sumbu ibu
misalnya: (1) letak lintang di mana sumbu janin tegak lurus pada sumbu ibu,
(2) letak membujur di mana sumbu janin sejajar dengan sumbu ibu, ini bisa
letak kepala atau letak sungsang.
c) Presentasi
Presentasi dipakai untuk menentukan bagian janin yang ada di bagian
bawah rahim yang dijumpai pada palpasi atau pada pemeriksaan dalam.
Misalnya presentasi kepala, presentasi bokong, presentasi bahu dan lain-lain.
d) Bagian terbawah janin
Bagian terbawah janin sama dengan presentasi hanya lebih diperjelas
istilahnya.
e) Posisi janin
Posisi janin digunakan untuk indikator atau menetapkan arah bagian
terbawah janin apakah sebelah kanan, kiri, depan atau belakang terhadap
sumbu ibu (maternal-pelvis). Misalnya pada letak belakang (LBK) ubun-ubun
kecil (UUK) kiri depan, UUK kanan belakang.
3) Faktor passage (jalan lahir)
Passage atau faktor jalan lahir dibagi atas: (1) bagian keras: tulang-tulang panggul
(rangka panggul) dan (2) gagian lunak: otot-otot, jaringan-jaringan dan ligamentligament.
2. Preeklamsia Berat
a. Pengertian PreeklamsiaBerat
Preeklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema
pada kehamilan 20 minggu atau lebih. (Asuhan Kebidanan Patologi : 2012)
Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit
digolongkan berat bila satu atau lebih tanda gejala dibawah ini :
1) Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau
lebih.
2) Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + pada pemeriksaan kualitatif;
3) Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam
4) Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
5) Edema paru dan sianosis.(Ilmu Kebidanan : 2005)
b. Tanda dan gejala Preeklamsia Berat
Gejala dan tanda preeklamsia berat :
1)
Tekanan darah sistolik >160 mmHg
2) Tekanan darah diastolik >110 mmHg
3) Peningkatan kadar enzim hati atau/dan ikterus
4) Trombosit <100.000/mm3
5) Oliguria <400 ml/24 jam
6) Proteinuria >3 gr/liter
7) Nyeri epigastrum
8) Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat
9) Perdarahan retina
10) Odem pulmonum
Penyulit lain juga bisa terjadi yaitu, kerusakan organ-organ tubuh seperti :
1) Gagal jantung (serangan jantung)
Gagal jantung atau serangan jantung adalah sauatu kondaisi yang dialami di
bagian otot jantung (myocardium) akibat mendadak sangat berkurangnya
pasokan darah ke bagian otot jantung. Berkurangnya pasokan darah ke jantung
secara tiba-tiba dapat terjadi ketika salah satu nadi koroner terblokade selama
beberapa saat, entah akibat spasme - mengencangnya nadi koroner - atau
akibat penggumpalan darah - thrombus. Bagian otot jantung yang biasanya
dipasok oleh nadi yang terblokade berhenti berfungsi dengan baik segera
setelah splasme reda dengan sendirinya, gejala-gejala hilang secara
menyeluruh dan otot jantung berfungsi secara betul-betul normal lagi.
2) Gagal ginjal
Gagal ginjal adalah dimana suatu sistem ginjal mengalami penurunan hingga
akhirnya tidak mampu lagi bekerja sama sekali dalam hal penyaringan
pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat tubuh
seperti zodium dan kalium didalam darah dan produksi urin.
3) Gangguan fungsi hati (Hepatitis)
Gangguan Fungsi Hati atau Hepatitis adalah peradangan pada hati, dapat
disebabkan karena minum alkohol berlebihan dan penyalahgunaan obat-obatan
atau terlalu banyak dosis. Bisa juga terinfeksi virus hepatitis yang dapat dapat
menyebabkan kompliskasi pada organ hati.
4) Gangguan pembekuan darah
Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan
proses yang amat kompleks, berlangsung terus menerus dalam mencegah
kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan pendarahan akibat
adanya kerusakan sistem pembuluh darah. Proses ini mencakup pembekuan
darah (koagulasi) dan melibatkan pembuluh darah, agregasi trombosit
(platelet) serta protein plasma baik yang menyebabkan pembekuan maupun
yang melarutkan bekuan.
5) Sindroma HELLP ( Hemolisis Eleveted Low Lever Platelet )
HELLPmerupakansingkatandarihemolisis
(pecahnyaseldarahmerah)meningkatnyaenzimhati,
sertarendahnyajumlahplatelet/trombositdarah
.
HELLP
sindromdapatsecaracepatmengancamkehamilan. Gejalanya antara lainmual,
muntah, nyerikepala, dan nyeriperutbagiankanan atas.
6) Bahkan dapat terjadi kematian pada janin, ibu, atau keduanya apabila
preeklamsia tidak segera diatasi dengan baik dan benar.
. Gejala-gejala subyektif
(a) sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau oedem otak.
(b) nyeri ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorhagia atau oedem
atau sakit karena perubahan pada lambung.
(c) gangguan penglihatan, penglihatan menjadi kabur. Gangguan ini
disebabkan karena vasospasme, oedem atau ablasioretina.
Pada preeklampsia yang berat dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme
dan iskemia(Cunningham, 2003). Perubahan pada organ-organ:
(1) Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada
preeklamsia dan eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya
berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi,
preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya
afteload secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara
kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi kedalam
ruang ekstravaskuler terutama paru.
(2) Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak
diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih
banyak dari pada penderitapreeklamsia dan eklamsia dari pada
wanita hamil bisa atau penderita dengan hipertensi kronik.
Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna
air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun,sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak
berubah.
Elektrolit,
kristaloid,
dan
proteintidak
menunjukkan
perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium,natrium,
dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal(Trijatmo, 2005 )
(3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah.
Selain itu dapat terjadiablasio retina yang disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan salah satuindikasi untuk melakukan terminasi
kehamilan.
Gejala lain yang menunjukan tanda preeklampsia berat yang mengarah
pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia, danambliopia. Hal ini
disebabkan
oleh
adanya
perubahan
preedaran
darah
dalam
pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.
(4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan
anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut ditemukan
perdarahan (Trijatmo, 2005)
(5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada
plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklamsia sering terjadi
peningkatan tonus rahim dan peningkatan kepekaan terhadap
rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.
(6) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklamsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh
edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis pada preeklamsia
berat. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru.
c. Etiologi Preeklamsia Berat
Penyebab preeklamsia saat ini tak bisa diketahui dengan pasti, walaupun
penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah sedemikian maju. Semuanya
baru didasarkan pada teori yang dihubung-hubungkan dengan kejadian. Itulah
sebab preeklamsia disebut juga “disease of theory”, gangguan kesehatan yang
berat.Banyak teori – teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan
penyebabnya. Oleh karena itu disebut “penyakit teori” namun belum ada
memberikan jawaban yang memuaskan. Tetapi terdapat suatu kelainan yang
menyertai penyakit ini yaitu :
1)
Spasmus arteriola (pembedahan)
Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk tindakantindakan bedah, obstetrik, operasi operasi bagian bawah abdomen dan
ekstremitas bawah. Untuk operasi yang direncanakan secara elektif tersedia
waktu berhari-hari untuk pemeriksaan klinik dan laboratorium, serta persiapan
operasinya.
2)
Retensi Na dan air
ini proteinuria masih menyebabkan terjadinya hipoalbuminemia dan tekanan
onkotik plasma menurun. Cairan berpindah dari intravaskuler ke jaringan
interstisial sehingga terjadi edema dan hipovolemia. Hipovolemia merangsang
sistem
saraf
simpatis,
sistem
rennin-angiotensin-aldosteron
(RAAS).
Aldosteron akan mereabsorpsi garam dan air di tubulus ginjal, dengan tujuan
menambah volume cairan intravaskular, tetapi karena tekanan onkotik plasma
tetap rendah maka cairan di kapiler akan berpindah lagi ke interstisial sehingga
edema makin bertambah.
3)
Koagulasi intravaskuler (bekuan-bekuan darah kecil)
Pengertian Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu
keadaan dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah,
menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya
faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan.3
Disseminated intravascular coagulation (D.I.C. )
Walaupun vasospasme mungkin bukan merupakan sebab primer
penyakit ini, akan tetapi vasospasme ini yang menimbulkan berbagai gejala
yang menyertai eklampsia.
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia
ialah iskemia plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan
semua hal yang bertalian dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu
faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan
eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar ditemukan
mana yang sebab mana yang akibat (Ilmu Kebidanan : 2005).
d. Patofisiologi Preeklamsia Berat
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus.
Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat
dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami
spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan
perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan
dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan
interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.
Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan
pada glomerulus.
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan
patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh
vasospasme dan iskemia (Cunniangham,2003).
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan
respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,tromboxan)
yang dapat menyebabkan vasospasmeatau pembuluh darah dan agregasiplatelet
atau aspirin. Penumpukan trombus dan perdarahan dapat mempengaruhi sistem
saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit syaraf lokal dan kejang.
Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus dan
proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri
epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler
meliputi penurunan volume intavaskuler, meningkatnya kardiakoutput dan
peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati
menyebabkan anemia dan trobositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim
(Michael,2005)
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada
beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui
oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme,
maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar
oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema
yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial
belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat
disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus.
Perubahan pada organ :
1) Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklamsia dan
eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan
peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara
nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan
atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik / kristaloid
intravena, dan aktifasi endotel disertai ekstravasasi kedalam ekstravaskuler
terutama paru (Cunningham,2003).
2) Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui
penyebabnya . jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita
preeklamsia dan eklampsia dari pada wanita hamil biasa atau penderita dengan
hipertensi kronik. Penderita preeklamsia tidak dapat mengeluarkan dengan
sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.
Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak mununjukkan perubahan yang nyata pada
preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya
dalam batas normal (Trijatmo,2005).
3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu
dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intraokuler dan
merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala
lain yang menunjukkan pada preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia
adalah adanya skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh
adaanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri
atau didalam retina.
4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada
korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan
(Trijatmo,2005).
5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen
terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan
tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjad partus
prematur.
6) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh
edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena aspirasi
pnemonia atau abses paru.
e. PenangananPreeklamsia Berat Pada Persalinan
Penanganan ibu dengan preeklamsia berat pada saat persalinan, dilakukan tindakan
dirawat inap antara lain :
1). Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi; berikan diet rendah
garam, lemak dan tinggi protein; berikan suntikan MgSO4 8 gr IM, 4 gr di
bokong kanan dan 4 gr di bokong kiri.
Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patela +, diuresis 100 cc dalam 4 jam
terakhir, respirasi 16x/menit dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium
glukonas 10% dalam ampul 10cc; infus dektros 5% dan Ringer Laktat; berikan
obat antihipertensi : injeksi katapres 1 ampul 1 mg (untuk menambahkan
vitamin) dan selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3x1/2 tablet atau
2x1/2 tablet sehari; diuretika tidak diberikan, kecuali terdapat edema umum ,
edema paru, dan kegagalan jantung kongesif. Untuk itu dapat disuntikkan 1
ampul IV Lasix; segera setelah pemberian MgSO4 kedua, dilakukan induksi
partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin 10
satuan dalam infus tetes(dilakukan oleh bidan atau dokter).
2). Kala II harus dipersingkat dalam 24 jam dengan ekstraksi vakum atau
forceps, jadi ibu dilarang mengedan (dilakukan oleh dokter ahli
kandungan), jangan berikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi
perdarahan yang disebabkan atonia uteri; pemberian MgSO4 kalu tidak ada
kontraindikasi, kemudian diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam
24 jam postpartum.
3). Bila ada indikasi obstetric dilakukan seksio caesarea, perhatikan bahwa :
tidak ada koagulopati; anestesi yang aman atau terpilih adalah anestesi
umum jangan lakukan anstesi lokal, sedang anestesi spinal berhubungan
dengan resiko (dilakukan oleh dokter ahli kandungan).
4). Jika anastesi umum tidak tersedia atau janin mati, aterm terlalu kecil,
lakukan persalinan pervaginam. Jika servik matang, lakukan induksi dengan
oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml dextrose 10 tetes/menit atau dengan
prostaglandin (atas intruksi dokter boleh diberikan oleh bidan).
Pengobatan obstetric
a) Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu
(1) Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai bishop 5
atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.
(2) Seksio sesaria (dilakukan oleh dokter ahli kandungan), bila : fetal
assesmant jelek. Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai bishop
kurang dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin; 12 jam
setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada
primigrafida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan
seksio sesaria.
b) Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu
Kala I fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio
sesaria; fase aktif : amniotomi saja, bila 6 jam setelah amniotomi belum
terjadi pembukaan lengkapmaka dilakukan seksio sesaria (bila perlu
dilakukan tetesan oksitosin.
Kala II : pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikandengan
partus buatan. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang
kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medicinal. Pada
kehamilan 32 minggu atau kurang; bila keadaan memungkinkan,
terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid.
c) Perawatan preeklampsi berat pada post partum
Pemberian anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau
kejang berakhir; teruskan terapi anti hipertensi jika tekana diastolic
masih >10 mmHg; pantau jumlah urin.
d) Cara pemberian MgSO4
(1) Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4 IV (20% dalam 20 cc) selama 1
gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (3-5 menit).
Diikuti segera 4 gr dibokong kiri dan 4 gr di bokong kanan (40%
dalam 10cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. untuk mengurangi
nyeri dapat diberikan 1cc xylocain 2% yang tidak mengandung
adrenalin pada suntikan IM.
(2) Dosis ulangan : diberikan 4 gr IM 40% setelah pemberian dosis
awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gr IM setiap 6 jam dimana
pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
(3) Syarat-syarat pemberian MgSO4; tersedia antidotum MgSO4 yaitu
calcium glokonas 10%, 1 gr (10% dalam cc) diberikan intravena
dalam 3 menit; reflex patella positif kuat; frekuensi pernafasan lebih
16 kali permenit; produksi urine lebih 100cc dalam 4 jam sebelum
(0,5 cc/kg BB/jam).
(4) MgSO4 dihentikan bila : ada tanda-tanda keracunan yaitu
kelemahan otot, hipotensi, reflex fisiologi menurun, fungsi hati
terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat
menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernafasan
karena ada serum 10U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7
mEq/liter. Reflex fisiologi menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter.
Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernafasan dan lebih
15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
(5) Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfatt : hentikan
pemberian magnesium sulfat berikan calcium glukosa 10% 1 gr
(10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit; berikan oksigen;
lakukan pernafasan buatan.
(6) Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca
persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif).
f. Penanganan atau Pencegahan Preeklamsia Berat
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda
dini preeklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita
perlu lebih waspada akan timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-faktor
predisposisi seperti yang telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya preeklamsia
tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan
pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasannya yang baik
pada wanita hamil. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam
pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun
pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan
berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan
penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara
dini preeklampsia dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan
obat antihipertensif, memang merupakan kemajuan yang penting dari pemeriksaan
antenatal yang baik.
g. Penatalaksanaan Preeklamsia Berat
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat
selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
a) Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah
pengobatan medisinal.
1) Perawatan aktif
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan
pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG). Indikasi :
(a) Ibu
1. Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
2. Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan
terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi
kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal,
ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan)
(b) Janin
1. Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG)
2.
Adanya tanda IUGR (janin terhambat)
(c) Laboratorium
1. Adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi
hepar, trombositopenia
2. Pengobatan mediastinal
Pengobatan mediastinal pasien preeklampsia berat adalah :
a) Segera masuk rumah sakit.
b) Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa
setiap 30 menit, refleks patella setiap jam.
c) Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus
RL (60-125 cc/jam) 500 cc.
d) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
e) Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4).
Cara pemberian MgSO4 yaitu:
1) Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc)
selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan
MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di pantat
kiri dan 4 gr di pantat kanan (40% dalam 10 cc) dengan
jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat
diberikan xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin
pada suntikan IM.
2) Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam
pemberian dosis awal lalu dosis ulang diberikan 4 gram IM
setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3
hari.
f)
Syarat-syarat pemberian MgSO4
1) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1
gr (10% dalam 10 cc) diberikan IV dalam 3 menit.
2) Refleks patella positif kuat.
3) Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit.
4) Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5
cc/KgBB/jam) 4. MgSO4 dihentikan bila :
5) Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks
fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP,
kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian
karena kelumpuhan otot pernapasan karena ada serum 10 U
magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks
fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 1215 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan dan >
15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
6) Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 :
7) Hentikan pemberian MgSO4
8) Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc)
secara IV dalam waktu 3 menit
9) Berikan oksigen
10) Lakukan pernapasan buatan
11) MgSO4 dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan
sedah terjadi perbaikan (normotensi).
g) Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema
paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan
furosemid injeksi 40 mg IM.
h) Anti hipertensi diberikan bila :
1) Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg
atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah
tekanan diastolik <105 mmHg (bukan < 90 mmHg) karena
akan menurunkan perfusi plasenta.
2) Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada
umumnya.
3) Bila diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat
diberikan
obat-obat
antihipertensi
parenteral
(tetesan
kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang dapat dipakai 5
ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan
dengan tekanan darah.
4) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan
tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam,
maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian
sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral
(syakib bakri,1997)
b) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pengobatan medisinal.
1) Indikasi : bila kehamilan paterm kurang 37 minggu tanpa disertai tandatanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.
2) Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan
aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan IV, cukup intramuskular
saja dimana gram pada pantat kiri dan 4 gram pada pantat kanan.
3) Pengobatan obstetri :
(a) Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
(b) MgSO4
dihentikan
bila
ibu
sudah
mempunyai
tanda-tanda
preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
(c) Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan
medisinal gagal dan harus diterminasi.
(d) Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu
MgSO4 20% 2 gr IV.
4) Penderita dipulangkan bila :
a) Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda preeklampsia ringan
dan telah dirawat selama 3 hari.
b) Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan :
penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan
(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).
h. Diagnosis
Diagnosa dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan
mortilitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya preeklampsi sukar
dicegah, namun preeklampsia berat dan eklampsia biasanya dapat dihindarkan
dengan mengenal secara dini penyakit itu dan dengan penanganan secara
sempurna.
Diagnosis diferntial antara preeklampsi dengan hipertensi menahun atau
penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi menahun
adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil, pada kehamilan muda, atau 6
bulan postpartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis.pemeriksaan
fuduskopi juga berguna karena perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada
preeclampsia, kelainan tersebut biasanya menunjukkan hipertensi menahun. Untuk
diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria pada preeklampsi jarang
timbul sebelum trimester 3, sedang pada penyakit ginjal timbul lebih dahulu. Test
fungsi ginjal juga banyak berguna, pada umumnya fungsi ginjal normal pada
preeklampsi ringan.
i. Deteksi Dini
Karena preeklampsi tidak dapat dicegah, yang terpenting adalah bagaimana
penyakit ini dapat dideteksi sedini mungkin. Deteksi dini didapatkan dari
pemeriksaan tekanan darah secara rutin pada saat pemeriksaan kehamilan. Karena
itu pemeriksaan kehamilan rutin mutlak dilakukan agar preeklampsi dapat
terdeteksi cepat untuk meminimalisir kemungkinan komplikasi yang lebih fatal.
Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan dengan seksama, dan usahakan
dilakukan oleh orang yang sama mialnya bidan atau dokter.
j. Diet Preeklamsia
Ciri khas dari diet preeklampsi memperhatikan asupan garam dan protein.
Tujuan dari pemberian diet preeklampsi dengan tujuan : mencapai dan
mempertahankan status gizi optimal, mencapai dan mempertahankan tekanan darah
agar tetap normal, mencegah dan mengurangi retensi garam dan air/cairan,
mencapai keseimbangan nitrogen, menjaga agar mencegah timbulnya factor resiko
lain atau penyulit baru pada saat kehamilan atau setelah persalinan.
Syarat diet pada preeklampsi harus diperhatikan : energy dan zat gizi yang
diberikan secara bertahap sesuai dengan kemempuan pasien dalam menerima
makanan; penambahan energy tidak melebihi 300 kkal dari makanan atau diet
sebelum hamil, garam diberikan rendah sesuai dengan berat ringanya retensi garam
atau air. Penambahan berat badan diusahakan dibawah 3 kg/bulan atau dibawah 1
kg/minggu; protein tinggi (1 ½ -2 gram/kgBB); pemberian lemak sedang, sebagian
lemak berupa lemak tak jenuh tunggal dan lemak tak jenuh ganda; vitamin cukup;
vitamin C dan B6 diberikan sedikit lebih tinggi; mineral cukup terutama calcium
dan kalium; bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan makan pasien; cairan
diberikan 2500 ml/hari. Pada keadaan Oliguria cairan dibatasi dan disesuaikan
dengan cairan yang keluar melalui urine, muntah, keringat dan pernafasan.
i.Gambaran klinik Preeklamsia Berat
a. Hipertensi
Gejala yang terlebih dahulu timbul ialah hipertensi yang terjadi secara tiba-tiba,
sebagai batas diambil tekanan darah sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg, tapi
juga kenaikan sistolik 30 mmHg atau diastolik 15 mmHg diatas tekanan yang biasa
merupakan petanda.
Tekanan darah sistolik dapat mencapai 180 mmHg dan diastolik 11o mmHg, tetapi
jarang mencapai 200 mmHg. Jika tekanan drah melebihi 200 mmHg maka sebabnya
biasanya hipertensi asensial.
b. Oedema
Timbulnya oedem didahului oleh pertambahan berat badan yang berlebihan.
Pertambahan berat 0,5 kg pada seseorang yang hamil dianggap normal, tetapi jika
mencapai 1kg per minggu atau 3 kg dalam satu bulan , preeklampsi harus dicurigai.
Oedem ini tidak hilang dengan istirahat.
c. Proteinuria
Proteinuria didefinisikan sebagai konsentrasi protein sebesar 0.19/L (> positif 2
dengan cara dipstik) atau lebih dalam sekurang-kurangnya dua kali spesimen urin
yang dikumpulkan sekurang-kurangnya dengan jarak 6 jam. Pada spesimen urin 24
jam. Proteinuria didefinisikan sebagai suatu konsentrasi protein 0,3 per 24 jam.
a. Komplikasi Preeklamsia Berat pada persalinan
a)
Komplikasi pada ibu
Beberapa faktor risiko pada preeklamsia Berat antara lain primi gravida (kehamilan
pertama kali), usia, obesitas, kehamilan dengan bayi kembar, riwayat hipertensi
pada keluarga, serta adanya hipertensi esensial (Hipertensi yang sudah ada sebelum
kehamilan), diabetes mellitus, dan penyakit ginjal pada pasien. Penderita lupus
juga mempunyai risiko terjadinya preeklamsia. Preeklamsia juga dapat berulang,
sehingga riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya, dapat menjadi faktor
risiko.
b) Komplikasi
1) Rendahnya aliran darah keplasenta
Jika placenta tidak mendapat oksigen yang cukup, maka janinpun akan
kekurangan oksigen dan kekurangan gizi, sehingga pertumbuhan bayi
terhambat dan dapat lahir dengan berat badan rendah.
2) Lepasnya placenta dari rahim (Solusioplasentae)
Preeklamsia dapat menyebabkan
placenta lepas dari rahim sehingga
terjadi perdarahan hebat yang mengancam nyawa ibu dan janin.
3) Sindroma HELLP/Hemolisis (Pecahnya Sel Darah Merah)
HELLP merupakan singkatan dari hemolisis (pecahnya sel darah merah),
meningkatnya enzim hati, serta rendahnya jumlah platelet/trombosit darah
.
Phatway
Hipertensi dalam persalinan
Penimbunan airdiruang intersitial
Diglomerulus terjadi spasme arteriola
Vasopasme dan
agregasi platelet
Retensi garam dan air
Oedema diwajah dan
ekstermitas
PEB
1.
2.
3.
4.
Tekanan darah sisitlik 160/mmhg
Protenurin > +++
Oedema pada muka dan ekstermitas
Gejala-gejala subyektif seperti sakit kepala, nyeri
ulu hati, gangguan penglihatan kabur
Penanganan
Sesudah inpartu
Belum Inpartu
-
-
Induksi persalinan
Seksio sesaria
-
Amniotomi pada
persalinan kala 1
Partus buatan untuk
persalinan kala 2
Pemberian MgSo4
Komplikasi
Pada ibu
Pada janin
- Usia kehamilan >39 mgg
- IUGR
- Trombosit < 100.00 Sel/mm
- Oligohidramnion
- Kerusakan hepar
- Kerusakan ginjal
Solusio(2008),
plasenta
Sumber :- Sarwono
Prawirohadjo (2005), Mochtar (2007),danTrijatmo (2005)
B. Lankah-langkah Manajemen kebidanan Menurut Varney
1.
Pengertian
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai
metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah,
penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian tahapan logis untuk
pengambilan
keputusan.
Manajemen kebidanan menyangkut pemberian pelayanan yang utuh dan
menyeluruh dari kepada kliennya, yang merupakan suatu proses manajemen
kebidanan yang diselenggarakan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas
melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang disusun secara sistematis
untuk mendapatkan data, memberikan pelayanan yang benar sesuai dengan
keputusan tindakan klinik yang dilakukan dengan tepat, efektif dan efisien.
2.
Standar 7 langkah Varney yaitu:
a) Langkah1:Pengkajian data pada pasien, di data dengan terperinci.
Pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan
lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, untuk
memperoleh data dapat dilakukan dengan
cara:
1)
Anamnesa
2)
Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tandatanda vital
3)
Pemeriksaan khusus
4)
Pemeriksaan
klien
yaitu
pada
pemeriksaan
penunjang.
Bila klien mengalami komplikasi yang perlu di konsultasikan kepada
dokter dalam penatalaksanaan maka bidan perlu melakukan konsultasi
atau kolaborasi dengan dokter. Tahap ini merupakan langkah awal
yang akan menentukan langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data
sesuai dengan kasus yang di hadapi akan menentukan proses
interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga
dalam pendekatan ini harus yang komprehensif meliputi data subjektif,
objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi
/ masukan klien yang sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah
di kumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat.
b) Langkah
II:
Merumuskan
Diagnosa/Masalah
Kebidanan
Pada langkah ini identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan
interpretasi yang akurat atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar
yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan
diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah
keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti
diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan
dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasioleh bidan
sesuaidengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa.
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup
praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.
c) Langkah
III:
Mengantisipasi
Diagnosa/Masalah
Kebidanan
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah potensial atau diagnose potensial
berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Pada
langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah
potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi
juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potesial
tidak terjadi
d) Langkah
IV:
Menetapkan
Kebutuhan
Tindakan
Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter dan/untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang
lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan
dari proses penatalaksanaan kebidanan. Jadi, penatalaksanaan bukan hanya
selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi juga
selama wanita tersebut bersama bidan dalam pengawasan terus-menerus.
Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan
harus sesuai dengan prioritas dan masalah/kebutuhan yang dihadapi kliennya.
Setelah
bidan
merumuskan
tindakan
yang
perlu
dilakukan
untuk
mengantisipasi diagnosa/masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan
juga harus merumuskan tindakan emergency/segera untuk segera ditangani
baik ibu maupun bayinya. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang
mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau yang bersifat rujukan.
e) Langkah
V:
Merencana
Asuhan
Secara
Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh
langkah-langkah
sebelumnya.
Langkah
ini
merupakan
kelanjutan
penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah teridentifikasi
atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat
dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa-apa
yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari masalah yang berkaitan
tetapi juga dari krangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti
apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan
konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang
berkaitan dengan sosial ekonomi-kultural atau masalah yang terjadi psikologi.
Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh
bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan
melaksanakan rencana tersebut. Semua keputusan yang dikembangkan dalam
asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan
pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa
yang akan dilakukan klien.
f) LangkahVI :Implementasi data ( didata dengan cara menyeluruh).
Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara aman dan efisien.
Perencanaan ini dibuat dan dilaksanakan seluruhnya oleh bidan atau sebagian
lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak
melakukannya sendiri, bidan tetap bertanggung jawab atas melakukan
tindakan untuk mengarahkan pelaksanaannya. Dalam kondisi dimana bidan
berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami
komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi klien
adalah tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananyarencana asuhan
bersama yang menyeluruh tersebut. Pelaksanaan yang efisien akan
menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien.
g)Langkah
VII:
melakukan
tindakan
dan
prosedur
secara
Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar
telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasidi
dalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika
memang benar-benar efektif dalam pelaksanaannya sesuai prosedur yang
telah
ditetapkan.
Langkah-langkah proses dalam penatalaksanaan secara umumnya merupakan
pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan
serta berorientasi pada proses klinis, karena proses penatalaksanaan tersebut
berlangsung di dalam situasi klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada
klien dan situasi klinik
(3)
Penerapan Manajemen Kebidanan Varney Dalam Asuhan Kebidanan Ibu
Bersalin
Resiko
Tinggi
Dengan
Pre
Eklamsi
Adapun penerapan manajemen kebidanan menurut Varney meliputi :
pengkajian, intervensi data, masalah, potensial antisipasi, implementasi,
intervensi, evaluasi.
a) LangkahI:Pengkajian
data
pada
pasien
pada
saat
datang.
Pasien datang periksa darik kepala sampai ujung kaki termasuk sistem
tubuh, penampilan umum dan status fisiologi. Pada pasien pre eklampsi
(PE) ringan kita kaji terutama ke arah adanya tanda-tanda PR eklamsia
antara lain
1) Data Subyektif
(a) Biodata
Umur penting karena merupakan faktor predisposisi terjadinya
(PE). Pada pre eklampsi berat dapat terjadi pada umur <20 tahun
>35 tahun.
(b) Keluhanpasien
yang
diderita
pasiaen
pada
saat
ini.
Dijunjukkan pada data yang terutama mengarah pada tanda dan
gejala
yang
berhubungan
dengan
pre
eklampsia.
Pada keadaan ini klien mengeluh kepala pusing, kaki dan jari
tangan bengkak.
(c) Riwayat
penyakit
keluarga
yang
ada
pernah
diderita.
Berkaitan dengan ini dikaji terutama mengenai penyakit
hipertensi dan penyakit diabetes melitus (DM), dimana keduanya
merupakan penyakit keturunan. Bila hal ini terjadi maka
hipertensi yang timbul dapat dijadikan data yang bukan mengacu
pada tanda pre eklampsi.
(d) Riwayat Kesehatan Pasien pada saat ini dan sebelum hamil.
(e) Ditujukan pada faktor-faktor penyakit yang diderita yang
berkaitan dengan arah Predisposisi PE yaitu hipertensi.
(f) Riwayat kebidanan harus dikaji secara jelas dan terinci.
Dikaji terutama riwayat kehamilan yang lalu bagi multigravida
apakah pada riwayat kehamilan yang lalu mengalami hal yang
sama HPHT untuk menentukan umur kehamilan, karena PE
terjadi pada umur kehamilan setelah 20 minggu.
(g) Riwayat keluarga berencana sebelum hamil dan sesudah
Terutama pada ibu dengan alkon hormonal, untuk mengetahui
penggunaan alkon sebelum hamil karena hipertensi salah satu
kontrak indikasi penggunaan alat kontrasepsihormonal.
(h) Riwayat
perkawinan
sudahberapa
lama
menikah
Kemungkinan psikologis pasien sebagai penyebab terjadinya PE,
meskipun merupakan penyebab yang belum jelas. Gangguan
psikologis pada ibu dapat memacu timbulnya pre eklampsi dalam
kehamilan.
(i) Pola
pemenuhan
atau
kebutuhan
sehari-hari
makanan
sehari-hari.
Perlu dikaji mengenai :
(1) PolaNutrisi
atau
pola
Berkaitan dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang
asih, atau mengkonsumsi makanan yang berlebihan sehingga
terjadi kenaikan berat badan yang berlebihan, ini perlu
dicurigai terjadinya pre eklampsi.
(2) Pola
aktifitas
pekerjaan
sehari-hari
di
rumah
Dikaji karena dasar pengobatan pada PE adalah istirahat yang
cukup, dengan ini tekanan darah dan oedema berangsur
berkurang.
(3) Pola
persepsi
kesehatan
aatau
pola
eliminasi
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan usaha yang
akan dilakukan ibu untuk menolong dirinya sendiri apabila
terjadi PE.
(4) Pola
pertahanan
diri
atau
persnal
hygen
Bagaimana ibu dapat mengatasi masalah-masalah yang
dihadapinya yang dapat mempengaruhi mmentalnya atau
memperberat penyakitnya.
(j) Keadaanpsikologisspiritual
pasien
sehari-hari.
Terutama pada psikologis pasien yang tidak stabil karena ini salah
satu faktor penyebab terjadinya PE, didalamnya terdapat data
bagaimana keluarga, suami maupun dirinya sendiri menerima
kehamiannya.
(k) Pengetahuanpasien
tentang
penyakit-penyakit.
Yang dikaji adalah berkaitan dengan pengetahuan pasien tentang
preeklampsia yang meliputi pengertian, resiko dan upaya
pengobatan.
2) DataObyektif
Dari data obyektif terutama dikaji mengenai
a) TD(TekananDarah)
Ditujukan untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan berat
ringannya PE yaitu kenaikan sistolik 30 mm HG atau lebih diatas
tekanan biasa, tekanan histolik naik 15 mm HG atau lebih atau
menjadi 90 mm HG.
b) BeratBadan
Pada pemeriksaan awal maupun ulang untuk mengevaluasi
kenaikan BB yaitu bila kenaikan berat badan ½ kg per minggu
dinyatakan normal, sedang berat badan dalam 1 minggu naik 1 kg
sampai beberapa kali, ini perlu diwaspadai.
c) Muka/kaki
dan
jari
tangan
(Extremitas)
Pola PE akan terjadi oedema, pada PE ringan oedem biasanya
belum terjadi, oedem terjadi karena penimbunan cairan umum dan
berlebihan dalam jaringan tubuh yang dijumpai pada muka, kaki
maupun jari tangan.
d) Perkusi
Terjadinya spasme arteriol mempengatuhi pusat rangsang saraf
diotak sehingga reflek patella tidak terjadi.
e) Auskultasi
Ditujukan untuk mengetahui keadaan janin didalam kandungan
guna mendeteksi adanya gawat janin.
3) Data Penunjang
a) Laboratorium
Diarahkan untuk mengkaji protein urine, karena protein urine
yang positif merupakan tanda dan gejala pre eklampsi.
b) Pemeriksaan dalam untuk menilai kemajuan persalinan.
c) UPD untuk mengetahui ada tidaknya kesempitan panggul.
1) Langkah II; Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan
(a) Diagnosa
Nomenklatur
atau
diagnosa
kebidanan
Diagnosa ditetapkan berdasarkan data-data yang tekumpul
dari
G1
pengkajian
P0
A0,umur
21
Janin
tunggal.hidup
Presentasi
kepala,sudah
Dengan
preeklamsi
Masalah
didasari
kebidanan
dengan
pengkajian
ditetapkan
maka
yaitu
th,
39
minggu
intra
masuk
dapat
masalah
yang
uterin
PAP,
ringan
tanda-tanda
dalam
hamil
;
puka
didapatkan
dilakukan
terkumpul
kebidanan
diagnosa
yang
dan
dari
dapat
adalah
Peningkatan tekanan darah,dan gangguan psikologi yaitu
cemas karena kondisi ibu.
2) Langkah III: Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
Diagnosa potensial yang kemungkinan muncul pada ibu
bersalin dengan pre eklamsi ringan adalah preeklamsi.
Untuk mencegah terjadinya Preeklamsi berat dilakukan
pemantauan tekanan darah
3) Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera
berdasarkan Kondisi yang mungkin muncul adalah kegawatan
pada janin yang perlu tindakan segara dengan oxygenasi dan
melakukan kolaborasi dengan dokter untuk penanganan atau
pemberian therapy dan oxygenasi.
4) Langkah V: Merencanakan Asuhan Secara Menyeluruh
Perencanaan asuhan berkaitan dengan diagnosa dan masalah
yang ditetapkan dan disusun secara prioritas yaitu :
(a) Memberitahu tentang hasil pemeriksaan keadaan ibu dan
janin
(b) Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
therapy dan pemeriksaan laboratorium.
5) LangkahVI:Implementasi
Pelaksanaan berdasarkan rencana yang disusun adalah:
a) Memberikan informasi tentang keadaan pasien.
b) Mengadakan kolaborasi dengan dokter, bila diperlukan.
c) Memberikan pengetahuan dan memberi motivasi terhadap
tidak lanjut penaganan persalinannya.
4) Antisipasi
Antisipasi di kaji jika klien terdapat keluhan atau masalah yang
dialaminya.
5) Masalah
Kecemasan pasien terhadap keadaan dirinya dan janinnya diberikan
penyuluhan dan konseling tentang pre eklamsi dan cara mengatasinya
6) KebutuhanMasalahpadapsienatauklienyaitu:
Untuk pemeriksaan laboratorium, persalinan dan lain-lain akan
berkolaborasi.
7) LangkahVII:Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk menilai pelaksanaan asuhan kebidanan
mengacu pada diagnosa nomenklatur, masalah dan kebutuhan pasien
telah dapat teratasi atau belum adalah:
a) Apakah preeklamsi ringan berlanjut menjadi pre eklamsi berat?
b) Apakah terjadi kegawatan pada janin saat janin lahir?
c) Apakah kecemasan pasien teratasi?
3. Data perkembangan
Dalam asuhan kebidanan kita bisa dapat menerapkan dan menggunakan
pendokumentasian secara SOAP.
Pendokumentasian secara SOAP ini banyak sekali dilakukan tenaga
kesehatan selain bidan, keuntungan dari pendokumentasian secara SOAP adalah :
a) Lebih sistematis dalam penulisan
b) Penulisan lebih ringkas dan tidak membutuhkan waktu yang lama
c) Mengorganisir pemikiran
d) Lebih banyak digunakan oleh berbagai profesi.
e) Memudahkan komunikasi dan kerja sama
C. Teori Hukum Kewenangan Bidan
Menurut Peraturan Mentri Kesehatan republik Indonesia No 1464 tahun 2010 pasal
13, Bidan yang menjalankan program pemerintahan berwenang melakukan pelayanan
kesehatan meliputi :
1. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim dan
memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit.
2. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu
dilakukan dibawah supervise Dokter.
3. Penangan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan.
4. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu, kesehatan
anak, anak remaja dan penyehatan lingkungan.
5. Pemantuan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak prasekolah dan anak sekolah.
6. Melakukan pelayanan kebidanan komunitas.
7. Meleksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap infeksi
Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom dan penyakit lainya.
8. Pencegahan penyalahgunaan
Narkotika, psikotropika, Zat akditif lainnya
(NAPZA) melalui informasi dan edukasi.
9. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program pemerintah.
Dengan demikian bidan dirumah sakit berwenang untuk melaksanakan deteksi
dini terhadap penyakit preeklamsi, melakukan intervensi khusus dilakukan
dibawah supervise Dokter.
Kompetensi
bidan
preeklampsiberat
yang berhubungan
pada
kewenangan
dengan
bidan
kasus
dalam
ibu
bersalin
persalinan
dengan
yaitu
:
Kompetensi keempat : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap
terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin suatu persalinan yang
bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan
kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir. Dan dalam persalinan dengan
preeklamsia berat bidan tidak boleh menangani dengan komplikasi yang tidak
kewajiban untuk menolong persalinan seperti, terjadi komplikasi pada ibu bersalin
dengan preeklamsi berat, menolong persalinan dengan sesaria (SC), dan
komplikasikomplikasi lainnya.
a. Pengetahuan dasar :
1.
Fisiologi persalinan
2. Anatomi tengkorak janin,diameter yang penting dan penunjuk
3. Aspek psikologi dan kultural pada persalinan dan kelahiran
4. Indikator tanda-tanda mulai persalina
5.
Kemajuan persalinan normal dan penggunaan partograf atau alat serupa.
6. Penilaian kesejahteraan janin dalam masa persalinan
7. Penilaian kesejahteraan ibu dalam masa persalinan
8.
Proses penurunan janin melalui pelvic selama persalinan dan kelahira
9. Pengelolaan dan penatalaksanaan persalinan dengan kehamilan normal dan
ganda
10. Pemberian
kenyamanan
keluarga/pendamping,
dalam
pengaturan
persalinan,seperti
posisi,
hidrasi
,
kehadiran
dukungan
moril
,pengurangan nyeri tanpa obat
11. Transisi bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar uterus
12. Pemenuhan kebutuhan fisik bayi baru lahir meliputi pernafasan,kehangatan
dan berikan ASI/PASI
13. Pentingnya
pemenuhan
kebutuhan
emosional
bayi
baru
lahir,
jika
memungkinkan antara lain kontak kulit langsuna,kontak mata antara bayi dan
ibunya bila dimungkinkan
14. Mendukung dan meningkatkan pemberian ASI ekslusi
15. Manajemen fisiologi kala III
16. Memberikan suntikan intramuskuler meliputi: uterotonika, antibiotika, dan
sedatifa
17. Indikasi tindakan kedaruratan kebidanan seperti distosia bahu, asfiksia
neonatal, retensio plasenta, perdarahan karena atonia uteri dan mengatasi
renjatan
18. Indikasi tindakan operatif pada perasalinan misalnya gawat janin, CPD.
19. Indikator komplikasi persalinan : perdarahan, partus macet, kelainan
presentasi, eklampsi, kelelahan ibu, gawat janin, infeksi, ketuban pecah dini
tanpa infeksi, distosia inersia uteri primer, post term, dan pre term, serta tali
pusat menumbung.
20. Prinsip manajemen kala III,
21. secara fisiologis
22. Prinsip manajemen aktif kala III
b.
Pengetahuan tambahan
1.
Penatalaksanaan persalinan dan malpresentasi
2.
Pemberian suntikan anestesi lokal
3.
Akselerasi dan induksi persalinan
c. Keterampilan dasar
1.
Pengumpulan data yang berfokus pada riwayat kebidanan dan tanda-tanda
vital ibu pada persalinan sekarang.
2. Pelaksanaan pemeriksaan yang berfokus.
3.
Melakukan pemeriksaan abdomen secara lengkap untuk posisis dan
penurunan janin
4.
Pencatatan waktu dan pengkajian kontraksi uterus (lama, kekuatan dan
frekuensi)
5.
Melakukan pemeriksaan panggul (pemeriksaan dalam) secara lengkap dan
akurat meliputi pembukaan, penurunan, bagian terendah, presentasi, posisi
keadaan ketuban dan proporsi panggul dengan bayi.
6.
Melekukan pemantauan kemajuan persalinan dengan menggunakan patograf
7. Memberikan dukungan psikologis bagi wanita dan keluarganya.
8.
Memberikan cairan, nutrisi dan kenyamanan yang adekuat selama persalinan.
9.
Mengidentifikasi secara dini kemungkinan pola persalinan abnormal dan
kegawatdaruratan dengan intervensi yang sesuai dan atau melakukan rujukan
dengan tepat waktu
10. Melakukan amniotomi pada pembukaan servik lebih dari 4 cm sesuai dengan
indikasi
11. Menolong kelahiran bayi dengan lilitan tali pusat
12. Melakukan episiotomi dan penjahitan, jika diperluka
13. Melaksanakan manajemen fisiologi kala III.
14. Melaksanakan manajemen aktif kala III
15. Memberikan suntikan intra muskuler (IM) pada paha ibu meliputi
uteronika,antibiotika dan sedativa
16. Memasang infus, mengambil darah untuk pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan
hematokrit (HT)
17. Menahan uterus untuk mencegah terjadinya inversi uteri dalam kala III
18. Memeriksa kelengkapan plasenta dan selaputnya
19. Memperkirakan jumlah darah yang keluar pada persalinan dengan benar
20. Memeriksa robekan vagina, servik dan perinium
21. Menjahit robekan vagina dan perinium tingkat II
22. Memberikan pertolongan persalinan abnormal : letak sungsang, partus macet
kepala didasar panggul, ketuban pecah dini tanpa infeksi, pos term dan pre
term.
23. Melakukan pengeluaran plasenta secara manual
24. Mengelola perdarahan post partum
25. Memindahkan ibu untuk tindakan tambahan,kegawatdaruratan dengan tepat
waktu sesuai indikasi
26. Memberikan lingkungan yang aman dengan meningkatkan hubungan / tali
kasih ibu dan bayi lahir
27. Memafisilitasi ibu untuk menyusui dengan sesegera mungkin dan mendukung
ASI eksklusif
Download