analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN
KANKER PAYUDARA PASCA MASTEKTOMI DI RUANG
RAWAT BEDAH GEDUNG A RSUPN CIPTO
MANGUNGKUSUMO JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
RAHAYU SETIYAWATI
0806334294
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2013
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN
KANKER PAYUDARA PASCA MASTEKTOMI DI RUANG
RAWAT BEDAH GEDUNG A RSUPN CIPTO
MANGUNGKUSUMO JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ners
RAHAYU SETIYAWATI
0806334294
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2012
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
ii
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
iii
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Penulisan karya
ilmiah akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Ners Jurusan Ilmu Keperawatan pada Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari masa praktik sampai penyusunan karya ilmiah akhir ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena
itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Debie Dahlia,S.Kp.,MHSM dan Ns. Muhamad Adam,M.Kep.,Sp.Keb.MB
selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk mengarahkan saya dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini;
(2) Pihak ruang rawat bedah Gedung A dan Divisi Bedah Onkologi RSUPN
Cipto Mangunkusumo yang telah banyak membantu dalam usaha
memperoleh data yang saya perlukan;
(3) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
(4) Yuanita Fransiska, Dini Sulistyanti, Dias Syeh T, Dhian Luluh yang telah
memberikan bantuan dukungan saya dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir
ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 18 Juli 2013
Penulis
iv
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
v
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
ABSTRAK
Nama
: Rahayu Setiyawati
Program Studi : Profesi Ners
Judul
: Analisis Praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
pada Pasien Kanker Payudara Pasca mastektomi di Ruang
Rawat Bedah Gedung A RSUPN Cipto Mangungkusumo
Jakarta.
Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan utama di perkotaan.
Mastektomi
sebagai
tindakan pembedahan
kanker payudara,
berpotensi
menyebabkan penurunan rentang gerak, kekakuan bahu, dan limfedema pada
lengan sisi payudara yang mengalami pembedahan, terutama jenis modified
radical mastectomy
(MRM). Karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk
menggambarkan asuhan keperawatan pasien kanker payudara pasca mastektomi.
Latihan rentang gerak pada lengan yang terkena bertujuan untuk meningkatkan
rentang gerak dan mencegah kekakuan bahu serta limfedema. Hasil penerapan
latihan rentang gerak menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rentang gerak dan
tidak terjadi kekakuan bahu serta limfedema. Perawat perlu mengajarkan latihan
rentang gerak lengan pada pasien pasca mastektomi untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien.
Kata kunci :
Kanker payudara, limfedema, pasca mastektomi, rentang gerak
vi
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
ABSTRACT
Nama
: Rahayu Setiyawati
Study Program : Ners
Judul
: The Profession Practice Analytical of Urban Nursing Health of
Patient with Breast Cancer Post mastectomy in RSUPN Cipto
Mangunkusumo
Breast cancer is one of the mayor health problems in urban area. Mastectomy as a
treatment of breast cancer potentially cause lymphoedema, decrease range of
motion, and shoulder stiffness of the arm was had mastectomy, especially the type
of modified radical mastectomy (MRM). This paper was aimed to explore nursing
process of patient post mastectomy. Range of motion exercise was aimed to
increase range of motion and prevent shoulder stiffness and lymphoedema. Patient
showed the increasing of range of motion and shoulder stiffness and
lymphoedema did not occur after doing exercise. Based on finding, Nurses have
to teach range of motion exercise to patient post mastectomy to increase their
quality of life.
Key word :
Cancer mammae, lymphoedema, post mastectomy, range of motion
vii
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………….
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….
KATA PENGANTAR ………………………………………………….
HALAMAN PESETUJUAN PUBLIKASI …………………………….
ABSTRAK ……………………………………………………………..
ABSTRACT ……………………………………………………………
DAFTAR ISI ……………………………………………………………
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………..
DAFTAR TABEL ………………………………………………………..
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………
1.2 Tujuan Penulisan …………………………………………………
1.3 Manfaat Penulisan ………………………………………………..
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan …………….
2.2 Kanker Payudara …………………………………………………
2.2.1 Anatomi payudara ………………………………………..
2.2.2 Pengertian ………………………………………………..
2.2.3 Tipe Histologi ……………………………………………
2.2.4 Etiologi …………………………………………………..
2.2.5 Faktor-faktor Risiko ……………………………………..
2.2.6 Pemeriksaan …………………………………………….
2.2.7 Penentuan derajat dan Tingkat Keganasan ………………
2.3 Mastektomi ………………………………………………………
2.3.1 Pengertian dan Jenis ……………………………………..
2.3.2 Komplikasi potensial mastektomi ……………………….
2.4 Proses Keperawatan Pasien Pre dan Pasca Mastektomi …………
2.4.1 Asuhan Keperawatan Pre dan pasca Mastektomi …………
2.4.2 Latihan Rentang Gerak Lengan Pasca Mastektomi ……….
3. TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian Keperawatan …………………………………………
3.2 Proses Keperawatan pada periode Pre Operatif …………………
3.2.1 Diagnosa dan Rencana Tindakan Keperawatan …………
3.2.2 Implementasi dan Evaluasi ………………………………
3.3 Asuhan Keperawatan pada Periode Pasca Operatif ……………
3.3.1 Diagnosa dan Rencana Tindakan Keperawatan ………
3.3.2 Implementasi dan Evaluasi ……………………………
4. ANALISIS SITUASI
4.1 Analisis kasus terkait konsep KKMP ……………………………
4.2 Analisis Kasus ………………………………………………….
4.3 Analisis based-evidence practice ………………………………….
viii
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
xi
xii
1
3
4
5
6
7
8
9
9
9
11
13
14
14
15
16
20
20
24
27
27
28
29
29
30
32
33
39
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
4.4 Alternatif Pemecahan Masalah …………………………………
5. PENUTUP
5.1 Simpulan ……………………………………………………….
5.2 Saran …………………………………………………………..
41
DAFTAR REFERENSI………………………………………………
43
ix
42
42
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Anatomi Payudara ………………………………………… 7
Gambar 2.2
Latihan Rentang Gerak Lengan Pasca Mastektomi ……… 21
x
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Analisis Data Pre Operatif ………………………………… 28
Tabel 3.2
Analisis Data Pasca Operatif ……………………………… 31
xi
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Hasil Labaoratorium
Lampiran 2
Rencana Tindakan Keperawatan
Lampiran 3
Catatan Perkembangan Pasien
xii
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker menjadi salah satu masalah kesehatan yang serius dewasa ini di dunia.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2005, kematian
akibat kanker di seluruh dunia mencapai 7 juta orang, 11 juta kasus baru kanker,
dan 25 juta orang hidup dengan kanker (Wahyuningsih, 2012). Kanker juga
merupakan penyebab utama kematian dan menyumbang 7,6 juta kematian (sekitar
13% dari semua kematian) pada tahun 2008 (WHO, 2013). Kanker paru – paru,
payudara, kolorektal, lambung dan prostat menyebabkan sebagian besar kematian
akibat kanker. Dengan demikian, kanker menjadi salah satu masalah kesehatan
yang serius karena menjadi penyebab utama kematian dewasa ini di dunia.
Angka kejadian kanker payudara mengalami peningkatan seiring dengan
bertambahnya tahun. Data IARC Globocan (2008) mengungkapkan bahwa ada
sekitar 1,38 juta kasus baru dan 458. 000 kematian akibat kanker payudara setiap
tahun (WHO, 2013). Pada tahun 2004, sebanyak 15,1% kasus kanker payudara
dari semua kasus kanker yang ada dan meningkat menjadi 18,5 persen pada tahun
2008 (Wahyuningsih, 2012). Oleh karena itu, kanker payudara menjadi salah satu
jenis kanker yang banyak diderita di dunia.
Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang banyak diderita oleh
perempuan baik di negara maju maupun berkembang. Sebanyak 591.000 wanita
meninggal pada tahun 2004 karena kanker payudara dan mayoritas (69%) dari
semua kematian akibat kanker payudara terjadi di negara berkembang (WHO,
2013). Selain itu, sebanyak 269.000 kematian karena kanker payudara terjadi di
negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana sebagian besar wanita
dengan kanker payudara didiagnosa pada tahap akhir terutama karena kurangnya
kesadaran tentang deteksi dini dan hambatan untuk pelayanan kesehatan (WHO,
2013). Peningkatan insiden kanker payudara di negara-negara berpenghasilan
rendah dan menengah juga dapat disebabkan peningkatan urbanisasi dan adopsi
1
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
2
gaya hidup barat. Kanker payudara juga menjadi penyebab utama kematian pada
perempuan usia 20–59 tahun di negara–negara berpenghasilan tinggi (WHO,
2013). Dengan demikian, kanker payudara menjadi jenis kanker yang paling
banyak diderita oleh perempuan baik di negara maju maupun negara berkembang.
Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan utama pada perempuan
di Indonesia. Data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007
menunjuukan bahwa kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien
rawat inap di seluruh rumah sakit di Indonesia (16,85%). Data rekam medis RS
Kanker Dharmais tahun 2010 juga menunjukkan bahwa kanker payudara
menduduki peringkat pertama dari 10 kanker terbesar dan hampir 85% pasien
kanker payudara datang ke rumah sakit dalam keadaan stadium lanjut.
Berdasarkan data dari Divisi Bedah Onkologi RSUPN Cipto Mangunkusumo
pada Januari hingga April 2013, diketahui terdapat 49 pasien dengan kanker
payudara dan sebanyak 60% pasien bertempat tinggal di daerah perkotaan seperti
Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan Depok.. Dengan demikian, kanker payudara
menjadi salah satu masalah kesehatan utama pada perempuan di Indonesia.
Mastektomi merupakan pilihan tindakan pembedahan kanker payudara. Jenis
mastektomi yang banyak dilakukan ialah Modified Radical Mastectomy (MRM).
Divisi bedah onkologi RSCM mencatat sebanyak 19 pasien dari 49 pasien
penderita kanker payudara menjalani operasi MRM dalam bulan januari hingga
april 2013. Pada pasien yang menjalani MRM, seluruh jaringan payudara dan
nodus limfe aksilaris diangkat. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
limfedema sebagai komplikasi potensial dari MRM (Smeltzer & Bare, 2001).
Pasien yang menjalani mastektomi juga berisiko mengalami penurunan rentang
gerak, dan kekakuan bahu pada lengan sisi payudara yang dilakukan pembedahan.
Dengan demikian, mastektomi berpotensi menyebabkan penurunan rentang gerak,
kekakuan bahu, dan limfedema pada lengan yang terkena.
Peran perawat diperlukan untuk mencegah terjadinya limfedema, meningkatkan
rentang gerak, dan mencegah kekakuan bahu pada lengan yang terkena pada
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
3
pasien pasca mastektomi. penelitian Kilgour, Jones, dan Keyserlingk pada 27
(2007) menunjukkan bahwa program rehabilitasi latihan rentang gerak di rumah
merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan mobilisasi dan rentang gerak
bahu dimana latihan dilakukan selama periode pemulihan 2 minggu yang dimulai
segera setelah operasi. Smetlzer dan Bare (2001) juga menjelaskan bahwa
kebanyakan pasien pasca mastektomi tidak mengalami limfedema masif terutama
bila mereka diinstruksikan dengan cermat dan didorong untuk meninggikan,
memasase, dan melatih lengan yang sakit selama 3 – 4 bulan. Pemulihan fungsi
lengan dan gerakan bahu ditingkatkan dengan melakukan latihan terbatas selama
24 jam pertama. Dengan demikian, peran perawat diperlukan untuk meningkatkan
rentang gerak dan mencegah kekakuan bahu serta limfedema pada lengan yang
terkena pasca mastektomi.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan karya ilmiah akhir ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1.2.1 Tujuan Umum
Karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk menggambarkan hasil asuhan
keperawatan pada pasien kanker payudara yang menjalani mastektomi di
ruang rawat bedah Gedung A RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan ini yaitu:
a. Menggambarkan hasil pengkajian pada pasien kanker payudara yang
menjalani mastektomi di ruang rawat bedah Gedung A RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo Jakarta.
b. Menggambarkan masalah keperawatan dan rencana keperawatan pada
pasien kanker payudara yang menjalani mastektomi di ruang rawat
bedah Gedung A RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta.
c. Menggambarkan hasil intervensi keperawatan pada pasien yang
menjalani mastektomi, khususnya hasil intervensi keperawatan latihan
rentang gerak lengan pada pasien kanker payudara pascamastektomi di
ruang rawat bedah Gedung A RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
4
1.3 Manfaat Penulisan
Penulisan karya ilmiah ini memiliki manfaat sebagai berikut :
1.3.1 Bagi Pelayanan Keperawatan
Karya ilmiah ini bermanfaat bagi perawat khususnya yang bekerja di unit
rawat bedah onkologi untuk memberikan latihan rentang gerak lengan
kepada pasien pasca mastektomi sebagai upaya untuk meningkatkan rentang
gerak, mencegah kekakuan bahu, dan mencegah terjadinya limfedema pada
pasien.
1.3.2 Bagi Pendidikan Keperawatan
Penulisan ini bermanfaat sebagai masukan untuk materi perkuliahan
keperawatan dewasa terkait ketidaknyamanan pasca mastektomi. Selain itu,
penulisan ini juga bermanfaat sebagai masukan untuk materi perkuliahan
tentang keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan yang merupakan
program unggulan dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
Peningkatan urbanisasi atau perpindahan jumlah penduduk dari pedesaan ke
perkotaan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor utama terjadinya
peningkatan urbanisasi adalah peningkatan kegiatan perekonomian seperti
perdagangan dan industri di perkotaan yang mendorong masyarakat pedesaan
untuk mencari lapangan pekerjaan dengan harapan peningkatan kualitas hidup
yang lebih baik. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan urbanisasi
adalah kehidupan perkotaan yang lebih maju dibandingkan dengan pedesaan
seperti teknologi, pendidikan, fasilitas kesehatan, dan sebainya.
Perkotaan memiliki permasalahan lingkungan fisik seiring dengan peningkatan
kemajuan di perkotaan. Permasalahan lingkungan fisik di perkotaan adalah polusi
udara, perubahan iklim, tempat tinggal, kebisingan, kesehatan kerja, transportasi,
air dan sanitasi (WHO, 2010). Permasalahan lingkungan fisik tersebut dapat
menyebabkan timbulnya masalah kesehatan pada masyarakat perkotaan. Polusi
udara pada perkotaan bersumber dari pembakaran rumah tangga, kendaraan
bermotor, kebakaran hutan, dan industri. Dampak dari polusi udara ialah
gangguan pernapasan dan kanker. Salah satu permasalahan kesehatan kerja pada
perkotaan ialah pajanan bahaya kimia yang berpotensi menimbulkan kanker.
Kebisingan dan kemacetan pada daerah perkotaan bersumber dari peningkatan
kepadatan lalu lintas dan pabrik. Masalah kebisingan dan kemacetan dapat
berdampak pada timbulnya stress, gangguan tidur, efek kardiovaskuler,
pernapasan, obesitas, dan sebainya.
Permasalahan lingkungan sosial juga terjadi pada masyarakat perkotaan. Masalah
lingkungan sosial pada masyarakat perkotaan meliputi kepadatan penduduk,
homeless, anak jalanan, pengangguran, dan kemiskinan. Peningkatan urbanisasi
menyebabkan kepadatan penduduk dimana peningkatan jumlah penduduk tidak
diikuti peningkatan luas wilayah. Peningkatan urbanisasi yang dilatarbelakangi
5
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
6
harapan mendapat pekerjaan yang lebih baik di daerah perkotaan namun jumlah
lapangan pekerjaan tidak sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk
berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran, kemiskinan, homeless, dan
anak jalanan di masalah perkotaan. Permasalahan pengangguran, kemiskinan,
homeless, dan anak jalanan dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti kanker
karena kebutuhan nutrisi yang tidak cukup untuk meningkatkan kesehatan dan
tidak tersedianya biaya untuk memperoleh fasilitas kesehatan.
Permasalahan kejiwaan juga mengalami peningkatan pada daerah perkotaan
seiring dengan peningkatan tekanan hidup di perkotaan. Permasalahan kejiwaan
yang sering terjadi di perkotaan ialah kekerasan, kecemasan, serta stres dan
depresi. Persaingan dan tingginya tekanan hidup di perkotaan, kemacetan, dan
polusi menjadi sumber stress dan depresi bagi masyarakat perkotaan. Stres dan
depresi berkepanjangan diketahui dapat menimbulkan berbagai penyakit pada
manusia salah satunya adalah kanker.
2.2 Kanker Payudara
2.2.1 Anatomi payudara
Manusia memiliki sepasang payudara (kelenjar susu) yang terletak diantara iga
kedua dan keenam di atas otot pektoralis mayor dari sternum ke garis
midaksilaris, masing – masing meluas ke aksila, suatu area jaringan payudara
yang disebut tail of spence. Ligamen Cooper yang merupakan pita fasia meyangga
payudara pada dinding dada. Perkembangan payudara terjadi sekitar usia 10 tahun
dan terus berkembang hingga sekitar usia 16 tahun. Bentuk luar payudara terdiri
dari :
a. Korpus Mammae yang terdiri dari stroma dan parenkim. Stroma terdiri dari
jaringan ikat, lemak, pembuluh darah, syaraf, dan getah bening. Parenkim
terdiri dari duktus, duktulus, lobus, lobulus, dan alveolus.
b. Areola merupakan daerah yang hiperpigmentasi dimana di dalam daerah ini
terdiri dari saluran susu melebar (sinus laktiferus).
c. Papilla Mammae merupakan muara pengeluaran terdiri dari jaringan erektil dan
ujung saraf sensoria.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
7
Gambar 2.1 Anatomi Payudara
2.2.2 Pengertian
Kanker merupakan neoplasma yang memiliki sifat biologik ganas. Neoplasma
ialah massa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan, tidak terkoordinasi
dengan jaringan normal dan tumbuh terus menerus meskipun rangsang yang
menimbulkannya atau memulainya telah hilang. Sel neoplasma mengalami
trasnformasi oleh karena mereka terus menerus membelah. Hal ini berbeda
dengan sel tubuh normal yang pembelahannya terkendali.
Kanker atau tumor ganas pada umumnya tumbuh cepat, infiltrat, dan merusak
jaringan sekitar. Disamping itu dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran
limfe atau aliran darah dan sering menimbulkan kematian. Massa kanker payudara
memiliki karakteristik jumlah biasanya soliter, bentuk tidak teratur atau berbentuk
bidang, konsistensi keras atau padat, mobilitas mungkin terikat pada kulit atau
jaringan di bawahnya, biasanya tidak nyeri, tanda – tanda retraksi mungkin tidak
ada (Smeltzer & Bare, 2001).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
8
2.2.3 Tipe Histologi
Sejumlah tipe patologis kanker payudara kanker payudara dapat diidentifikasi
secara histologi. Tipe – tipe tersebut dibedakan dengan penampilan histologi dan
pola pertumbuhan tumor (Doherty & Way, 2006). Tipe – tipe histologis kanker
payudara yaitu karsinoma duktal menginfiltrasi atau invasif : medular, koloid
(musinus), tubular, dan papiler; karsinoma lobular menginfiltrasi atau invasif; no
invasif : intraduktal dan lobular in situ; dan jenis kanker yang jarang terjadi
(<1%) yaitu juvenile (secretory), adenoid cystic, epidermoid, serta sudoriferous.
Umumnya, kanker payudara tumbuh dari lapisan epitel duktus yang berukuran
besar atau sedang atau dari epitelium duktus terminal lobulus. Kebanyakan
kanker payudara timbul dari intermediate ductal dan invasif (karsinoma duktal
menginfiltrasi atau invasif). Frekuensi terjadinya karsinoma duktal menginfiltrasi
(tidak spesifik) adalah 80-90% dengan medular 5-8%, koloid (musinus) 2-4%,
tubular 1-2%, dan papilar 1-25 (Doherty & Way, 2006). Data divisi bedah
onkologi juga mencatat kasus kanker payudara yang banyak terjadi selama bulan
Januari hingga April 2013 adalah karsinoma duktal menginfiltrasi atau invasif
dengan 21 kasus dari 48 kasus kanker payudara. Karsinoma duktal menginfiltrasi
terasa keras saat dipalpasi dan biasanya bermetastasis ke tulang, paru, hepar, dan
otak (Smeltzer & Bare, 2001). Tipe karsinoma medular tumbuh dalam kapsul di
dalam duktus dan dapat menjadi besar tetapi meluas dengan lambat. Sementara
itu, tipe musinus juga tumbuh dengan lambat dan penghasil lendir.
Karsinoma lobular menginfiltrasi atau invasif jarang terjadi. Frekuensi terjadinya
karsinoma lobular menginfiltrasi atau invasif adalah 6-8%. Tumor ini biasanya
terjadi pada suatu area penebalan yang tidak baik pada payudara bila
dibandingkan dengan tipe ductal menginfiltrasi. Dapat terjadi penebalan pada
salah satu atau kedua payudara. Karsinoma duktal menginfiltrasi dan lobular
menginfiltrasi memiliki keterlibatan nodus aksilaris yang serupa meskipun tempat
metastasisnya berbeda. Karsinoma lobular biasanya bermetastasis ke permukaan
meningeal atau tempat – tempat tidak lazim lainnya. Frekuensi terjadinya
karsinoma tidak invasif juga rendah. Karsinoma non invasif dapat terjadi dalam
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
9
duktus (karsinoma intraduktus/duktus in situ) atau lobular (karsinoma lobular in
situ). Frekuensi terjadinya tipe intraduktal non invasif 2-3% dan lobular in situ 23%.
2.2.4 Etiologi
Segala sesuatu yang menyebabkan terjadinya kanker disebut karsinogen.
Penyebab kanker payudara belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa perubahan genetik berkaitan dengan kanker payudara namun
apa yang menyebabkan perubahan genetik masih belum diketahui (Smeltzer &
Bare, 2001). Perubahan genetik ini termasuk perubahan atau mutasi gen normal
dan pengaruh protein baik yang menekan atau meningkatkan kanker payudara.
Karsinogen juga diketahui terbagi menjadi bahan kimia, virus, radiasi, dan agen
biologik (Pringgoutomo, Himawan, & Tjarta, 2006).
Karsinogen kimia dapat berasal dari bahan – bahan kimia limbah pabrik, makanan
yang mengadung polycyclic hydrocarbons seperti daging/ikan asap dan minyak
sayur yang digunakan berulang kali, merokok, serta konsumsi alkohol. Tidak ada
karsinogen virus yang berkaitan dengan kanker payudara. Karsinogen radiasi
dapat berasal dari radiasi UV sinar matahari atau radiasi pengion yang digunakan
untuk diagnostik, pengobatan, atau industri. Radiasi UV diketahui terkait dengan
kejadian kanker kulit dan belum diketahui adanya keterkaitan dengan kanker
payudara. Karsinogen agen biologik yang berhubungan dengan kanker payudara
adalah hormon yang bekerja sebagai ko-faktor pada karsinogenesis yaitu hormon
esterogen yang membantu pembentukan kanker payudara (Pringgoutomo,
Himawan, & Tjarta, 2006).
2.2.5 Faktor-faktor Risiko
Faktor-faktor risiko kanker payudara telah banyak diungkapkan meskipun belum
ada penyebab spesifik kanker payudara. Wanita yang memiliki kanker pada satu
payudara meningkatkan risiko perkembangan kanker pada payudara lain dan
wanita mengembangkan kanker kontralateral 1 – 2% per tahun (Doherty&Way,
2006). Smeltzer dan Bare (2001) juga menjelaskan bahwa risiko mengalami
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
10
kanker payudara sebelahnya meningkat hampit 1% per tahun. Risiko kanker
payudara meningkat 2 kali lipat jika ibunya terkena kanker sebelum berusia 60
tahun dan meningkat 4 - 6 kali jika kanker payudara terjadi pada dua orang
saudara langsung (Smeltzer&Bare, 2001). Doherty dan Way (2006) juga
menjelaskan bahwa wanita yang memiliki ibu atau saudara perempuan dengan
kanker payudara berpotensi 3 - 4 kali mengembangkan kanker payudara.
Wanita yang mempunyai anak pertama setelah usia 30 tahun mempunyai risiko 2
kali lipat untuk mengalami kanker payudara dibanding wanita yang mempunyai
anak pertama mereka pada usia sebelum 20 tahun (Smeltzer & Bare, 2001).
Ignatavicius dan Workman (2012) juga menjelaskan bahwa peningkatan risiko
kanker payudara terjadi pada wanita yang melahirkan anak pertama setelah usia
30 tahun dan wanita yang tidak memiliki anak (nulipara). Hal yang sama juga
diungkapkan oleh Doherty dan Way (2006) bahwa nulipara dan wanita yang
kelahiran anak pertama setelah usia 35 tahun memiliki 1,5 kali insiden lebih tinggi
terjadi kanker payudara dibandingkan dengan multipara. Wanita dengan
menstruasi dini (dibawah usia 12 tahun) dan menopause terlambat (setelah usia 50
tahun) juga memiliki peningkatan risiko kanker payudara (Doherty & Way, 2006;
Smeltzer & Bare, 2001). Ignatavicius dan Workman (2012) juga mengungkapkan
bahwa wanita dengan usia menstruasi dini dan menopause yang lama
meningkatkan risiko kanker payudara karena pajanan stimulasi hormon yang
lama.
Faktor risiko terjadinya kanker payudara lainnya yaitu pada wanita dengan kanker
korpus uteri, wanita yang menggunakan terapi hormon setelah menopause, dan
konsumsi alkohol dan lemak. Wanita dengan kanker korpus uteri memiliki risiko
kanker payudara yang signifikan lebih tinggi daripada populasi umum (Doherty &
Way, 2006). Wanita yang memiliki kanker payudara juga memiliki peningkatan
risiko terjadinya kanker endrometrial dan wanita yang telah menjalani
ooferoktomi bilateral sebelum usia 30 tahun memiliki risiko sepertiganya
(Smeltzer & Bare, 2001). Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral berisiko
tinggi untuk mengalami kanker payudara (Smeltzer & Bare, 2001). Namun,
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
11
Doherty dan Way (2006) menjelaskan bahwa kontrasepsi oral tidak menunjukkan
peningkatan risiko terjadinya kanker payudara. Penggunaan terapi esterogen pada
wanita post menopause dengan dosis tinggi dan dalam jangka waktu lama
menghasilkan peningkatan risiko yang cukup tinggi untuk terjadinya kanker
payudara.
Faktor lain diketahui juga menjadi faktor risiko terjadinya kanker payudara.
Penelitian Moll et al (1999) menungkapkan ada hubungan sederhana antara faktor
psikososial spesifik dan kanker payudara dimana faktor psikososial spesifik
tersebut yaitu kecemasan/depresi, lingkungan keluarga anak, konflik kepribadian,
penyangkalan, ekspresi kemarahan, peristiwa kehidupan yang penuh stres, dan
pengalaman kehilangan atau berpisah. Penelitian yang dilakukan di Kanada juga
telah menemukan bahwa wanita yang bekerja malam selama lebih dari 30 tahun
mungkin berada pada risiko tinggi terkena kanker payudara dibandingkan dengan
perempuan lain (Whiteman, 2013). Dengan demikian, faktor lain seperti faktor
psikososial dapat menimbulkan terjadinya kanker payudara.
2.2.6 Pemeriksaan Kanker Payudara
Deteksi kanker payudara dapat dikaji dengan pemeriksaan payudara sendiri
(SADARI), laboratorium, pencitraan, dan biopsi. Penyuluhan pada setiap wanita
mengenai bagaimana dan kapan melakukan SADARI sangat penting dan prioritas
karena sebagian besar kanker payudara terdeteksi oleh wanita sendiri. Wanita
yang melakukan SADARI dan ditemukan adanya benjolan dari hasil
pemeriksaannya sering menunda untuk mencari bantuan medis karena ketakutan,
faktor ekonomi, kurang pendidikan, tidak bertindak karena tidak terasasa nyeri,
faktor
–
faktor
psikologis,
dan
kesopanan.
Perawat
berperan
dalam
menginformasikan dan memberi pengajaran pada semua wanita tentang
keuntungan SADARI teratur dan pentingnya mencari bantuan medis segera ketika
ditemukan benjolan. Waktu yang tepat untuk melakukan SADARI adalah hari ke5 dan ke-10 dari siklus menstruasi dengan menghitung hari pertama haid sebagai
hari 1. Wanita pascamenopause dianjurkan untuk memeriksakan payudara pada
hari pertama setiap bulan untuk meningkatkan rutinitas SADARI. Semua pasien
yang telah menjalani mastektomi diinstruksikan dengan cermat tentang cara untuk
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
12
memeriksa payudara yang tersisa dan letak insisi untuk mendeteksi setiap nodul
yang dapat menandakan kekambuhan penyakit.
Pasien yang diduga memiliki kanker payudara biasanya akan dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Adanya nilai abnormal hasil laboratorium dapat
menunjukkan adanya gangguan fungsi organ tubuh tertentu yang dapat
disebabkan
karena
metastasis
kanker.
Pemeriksaan
laboratorium
yang
menunjukkan peningkatan nilai pengendapan secara konsisten mungkin
menunjukkan penyebaran kanker. Metastasis hati dan tulang mungkin
dihubungkan dengan peningkatan serum alkaline dan fosfat. Carcionoembryonic
antigen (CEA) dan CA 15-3 atau CA 27-29 mungkin digunakan sebagai penanda
untuk kekambuhan kanker payudara tetapi tidak membantu dalam deteksi awal
lesi (Doherty & Way, 2006).
Pemeriksaan pencitraan yang biasa dilakukan pada kanker payudara meliputi
mammografi, ultrasonografi, rontgen thorax, dan bone scan. Mammografi adalah
teknik pencitraan payudara yang dapat mendeteksi lesi yang tidak terpalpasi dan
membutuhkan waktu sekitar 20 menit yang dilakukan di bagian radiologi.
Memmografi dapat mendeteksi tumor sebelum tumor tersebut dapat teraba (lebih
kacil dari 1 cm). Namun, pemeriksaan ini juga mempunyai keterbatasan dan tidak
selalu terbukti penuh. Angka negatif palsu berkisar antara 5% dan 10%. Pedoman
skrining memografi terbaru dari American Cancer Society (ACS) menganjurkan
memografi setiap 1 atau 2 tahun bagi wanita antara usia 40 dan 50 tahun dan
setiap 2 tahun setelah usia 50 tahun bagi wanita antara usia 35 dan 40 tahun.
Perawat harus meningkatkan pasien mengenai pedoman prosedur
ini dan
implikasinya sehingga mereka dapat membuat pilihan berdasarkan informasi yang
kuat. Mammografi dikombinasi dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
payudara sendiri telah menunjukkan keefektivitasan dalam mengurangi mortalitas
kanker payudara sampai 30% diantara wanita yang berusia 50 dan 69 tahun
(Smeltzer & Bare, 2001). Pemeriksaan rontgen thorax dan ultrasonografi
abdomen dilakukan untuk melihat adanya metastasis pada paru – paru dan organ –
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
13
organ intraabdomen. Selain itu, pemeriksaan bone scan untuk melihat adanya
metastasis pada tulang.
Tes diagnostik kanker payudara lainnya yaitu dengan biopsi. Diagnosis kanker
payudara pada akhirnya tergantung pada pemeriksaan jaringan atau sel dengan
biopsi. Biopsi dilakukan apabila diduga ditemukan massa pada pemeriksaan fisik
dan mammografi. Sekitar 60% lesi diduga secara klinis adalah kanker dibuktikkan
dengan biopsi ternyata adalah tumor jinak (benigna) dan sekitar 30% lesi diyakini
benigna dilakukan biopsi dan hasilnya adalah maligna (kanker). Biopsi bedah
biasanya dilakukan di unit rawat jalan dan dibawah anestesi lokal. Biopsi
mencakup eksisi lesi dan mengirimkannya ke laboratorium untuk dilakukan
pemeriksaan patologis. Biopsi eksisional adalah prosedur yang lazim dilakukan
terhadap segala massa payudara yang diraba Keseluruhan lesi dengan jaringan
yang mengelilingi tepi lesi diangkat. Dalam kasus diduga adanya kanker,
penanganan jaringan spesimen yang sesuai diperlukan untuk mengkaji secara
akurat reseptor hormon estrogen dan progesteron.
2.2.7 Penentuan Tingkat Keganasan Kanker Payudara
Penentuan tingkat keganasan kanker payudara menggunakan sistem stadium
TNM. Penentuan tingkat keganasan suatu tumor ganas ialah penentuan klinis dan
hispatologik berdasarkan ukuran tumor primer, ada atau tidak penyebaran kelenjar
getah bening regional, dan ada atau tidak penyebaran jauh (metastasis). Union
Internationale Contre le Cancer (UICC) merumuskan sistem TNM yaitu T adalah
tumor primer, N adalah node (kelenjar getah bening) regional, dan M adalah
metastasis. T menunjukkan ukuran dan derajat invasif lokal tumor primer dengan
T0 adalah karsinoma in situ. N menunjukkan keterlibatan kelenjar getah bening
regional oleh jaringan tumor dan jika tidak ada penyebaran kelenjar getah bening
regional disebut N0. M berarti metastasis dengan M0 tidak ada metastasis dan M2
berarti banyak metastasis.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
14
2.3 Mastektomi
2.3.1 Pengertian dan Jenis Mastektomi
Mastektomi
merupakan
tindakan
pembedahan
kanker
payudara
dengan
pengangkatan tumor atau nodus yang terkena. Tujuan utama mastektomi adalah
menyingkirkan adanya kanker lokal. Indikasi dilakukan mastektomi adalah wanita
yang telah menerima terapi radiasi pada payudara yang sakit; wanita dengan
kanker pada dua area atau lebih pada satu payudara dengan jarak yang terlalu jauh
untuk diangkat dengan satu kali pengirisan (incision); wanita yang telah menjalani
lumpektomi sebelumnya bersama dengan re-excision namun belum dapat
mengangkat kanker secara keseluruhan; wanita yang memiliki kelainan atau
penyakit pada jaringan ikatnya, seperti scleroderma, dimana hal tersebut membuat
penderita secara khusus sensitif terhadap efek dari terapi radiasi; wanita hamil
yang masih memerlukan terapi radiasi selama masa kehamilannya dan bila
dikerjakan akan berbahaya bagi janin; wanita yang memiliki tumor dengan
diameter lebih besar dari 5 cm dan tidak bisa mengecil dengan terapi tambahan
seperti kemoterapi; wanita dengan kanker yang ukurannya relatif lebih besar dari
pada ukuran payudaranya; wanita yang terbukti positif pada terjadinya mutasi
penghilangan (deleterious mutation) pada gen BRCA1 atau BRCA2 dan bersedia
dilakukan operasi pengangkatan payudara; dan pria yang terkena kanker
payudara.
Terdapat berbabagi jenis mastektomi yaitu simple mastectomy, modified radical
mastectomy, radical mastectomy, skin-sparing mastectomy, dan subcutaneous
mastectomy. Simple mastectomy (total mastektomy) adalah keseluruhan jaringan
payudara diangkat, namun kelenjar getah bening yang berada di bawah ketiak
(axillary lymph nodes) tidak diangkat. Tidak jarang sentinel lymph node, yaitu
kelenjar getah bening utama yang langsung berhubungan dengan payudara ikut
diangkat. Disisi lain, modified radical mastectomy adalah pengangkatan
keseluruhan jaringan payudara dan nodus limfe aksilaris dengan otot pektoralis
mayor dan minor tetap utuh.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
15
Radical mastectomy atau halsted mastectomy melibatkan pengangkatan
keseluruhan jaringan payudara, kelenjar getah bening di bawah ketiak, dan otot
pektoralis mayor dan minor (yang berada di bawah payudara). Saat ini, operasi ini
lebih digunakan bagi tumor - tumor yang melibatkan otot pektoralis mayor atau
kanker payudara yang kambuh yang melibatkan dinding dada. Pada skin-sparing
mastectomy, jaringan payudara diangkat dengan irisan konservatif yang dibuat
mengelilingi areola. Peningkatan jumlah area kulit yang tersisa jika dibandingkan
dengan mastectomy secara tradisional, dapat memfasilitasi prosedur dari breast
reconstruction (operasi rekonstruksi payudara). Penderita dengan kanker yang
juga melibatkan kulit pda payudaranya, tidak tepat untuk menggunakan prosedur
operasi ini. Sementara itu, subcutaneous mastectomy melibatkan pengangkatan
jaringan payudara namun area putting susu (nipple-areola complex) ditinggalkan.
Prosedur ini dikerjakan hanya sebagai profilaksis atau dengan mastektomi pada
tumor jinak yang dikhawatirkan dapat berkembang menjadi kanker pada daerah
sekitar putting susu.
2.3.2 Komplikasi Potensial Mastektomi : Limfedema
Limfedema terjadi jika saluran limfe untuk menjamin aliran balik limfe ke
sirkulasi umum tidak berfungsi dengan adekuat. Jika nodus aksilaris dan sistem
limfe di angkat, maka sistem kolateral dan auksilaris harus mengambil alih fungsi
mereka. Hal ini biasanya terjadi segera setelah operasi, beberapa hari, bulan,
bahkan tahun setelah operasi. Limfedema dapat diatasi dengan menggerakan dan
melatih lengan pada sisi yang dioperasi. Kebanyakan pasien tidak mengalami
limfedema, terutama bila mereka diinstruksikan dengan cermat dan didorong
untuk meninggikan, memasase, dan melatih lengan yang sakit setelah operasi.
Dengan melakukan hal ini. akan membantu mencegah perubahan bentuk tubuh
seperti ini dan mencegah kemungkinan terbentuknya pembengkakan yang
menyulitkan.
Pengaturan posisi akan membantu meningkatkan drainase limfatik-vena. Lengan
yang sakit ditinggikan untuk meningkatkan drainase cairan melalui jalur dan vena.
Limfedema biasanya dapat dicegah dengan meninggikan setiap sendi lebih tinggi
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
16
dan sendi lebih proksimal. Pemulihan fungsi lengan dan gerakan bahu ditinggikan
dengan melakukan latihan rentang gerak pasif selama 24 jam pertama (Smeltzer &
Bare, 2001). Latihan rentang gerak aktif biasanya dapat dilakukan pada hari ketiga
pasca operatif (Smeltzer & Bare, 2001).
2.4 Proses Keperawatan Pasien Pre dan Post Mastektomi
2.4.1
Asuhan Keperawatan pre dan post mastektomi
Penyuluhan pasien tentang kanker payudara dan pilihan pengobatan menjadi
intervensi keperawatan pada periode pre operatif pasien yang akan menjalani
mastektomi. Diagnosa keperawatan yang biasa timbul pada periode pre operatif
adalah kurang pengetahuan tentang kanker payudara dan pengobatannya dan takut
dan koping tidak efektif berhubungan dengan diagnosis kanker, pengobatannya,
dan prognosis. Perawat yang merawat pasien yang baru saja menerima diagnosis
kanker payudara harus mempunyai pengetahuan tentang pilihan pengobatan
terbaru dan mampu mendiskusikan bersama pasien.
Perawat harus memahami informasi yang sudah berikan oleh dokter dalam
kaitannya untuk menjawab pertanyaan spesifik. Informasi tentang pembedahan
termasuk letak dan keluasan tumor dan pengobatan pasca operatif yang meliputi
terapi radiasi dan kemoterapi diuraikan secara rinci sehingga pasien dapat terbantu
dalam membuat keputusan. Perawat perlu menyampaikan keluasan dan efek
samping pengobatan, frekuensi dan durasi pengobatan, serta tujuan pengobatan
dengan
pasien.
Metode
untuk
mengkompensasi
perubahan
fisik
yang
berhubungan dengan mastektomi juga dibicarakan dan direncanakan. Besar dan
pengaturan waktu dari pemberian informasi didasarkan pada respons, kemampuan
koping pasien, serta kesiapan untuk belajar. Perawat perlu mendiskusikan
kekhawatiran pasien tentang mastektomi.
Asuhan keperawatan yang tepat pada periode pasca operatif perlu diberikan untuk
memberikan pengalaman pembedahan yang menyenangkan bagi pasien. Hal – hal
yang perlu dikaji pada periode pascaoperatif adalah :
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
17
a. Aktivitas/Istirahat : Klien ditanya apakah ada gangguan keterbatasan dalam
melakukan melibatkan banyak gerakan tangan/pengulangan atau ada keluhan
atau kesulitansaat melakukan aktivitas tersebut. Apabila klien menyatakan
mengalami gangguan,kesulitan maupun kesulitan,maka perlu dilakukan
pengkajian guna dijadikan diagnose dan dilakukan perencanaan asuhan
keperawatan.
b. Pola Tidur : Bagaimana posisi tidur pasien (tengkurap,telentang atau miring).
Dari posisi tidur pasien dapat dikaji kemungkinan adanya ketidaknyamanan
atau gangguan.
c. Sirkulasi : Perawat mengkaji apakah ada gangguan dari sirkulasi klien pasca
operasi dengan melakukan pengamatan dan pemeriksaan tanda-tanda vital,
seperti melihat pengembangan cuping hidung, memeriksa denyut nadi,
pernapasan, tekanan darah, dan ekstremitas.
d. Makanan/Cairan : Klien dikaji tentang nafsu makannya, Apakah klien
mengalami kehilangan nafsu makan atau tidak. Selain itu, berat badan pasien
juga harus dikaji apakah terjadi penurunan berat badan atau tidak. Kehilangan
nafsu makan dan penurunan berat badan mengindikasikan adanya penurunan
nutrisi yang diakibatkan oleh beberapa kemungkinan penyebab, antara lain
penurunan semangat psikis/ depresi yang mengakibatkan tidak nafsu makan,
terjadinya gangguan pada sistem pencernaannya,ataukah jenis makanan yang
tidak disukainya, atau makanan yang merupakan jenis makanan yang
membuatnya alergi. Perlu dikaji pula riwayat hipersensitifitasnya terhadap
makanan.
e. Integritas Ego : Pada pasien mastektomi biasanya psikis akan menjadi area
yang sangat besar terganggu pasca mastektomi. Untuk mengkaji gangguan
psikis dapat dilakukan dengan mengamati apakah psien tampak murung,
sering menangis, tiba-tiba menangis, tidak bergairah untuk mengerjakan
sesuatu, atau tidak mau berbicara dengan orang lain apalagi lawan jenis.
f. Nyeri/Kenyamanan : Perawat mengkaji apakah ada keluhan nyeri atau
ketidaknyamanan pada bekas operasi mastektomi. Luka pasca operasi akan
menyebabkan perasaan nyeri. Selain itu juga dilihat bagaimana perkembangan
luka bekas operasi, apakah lukanya sehat ataukah ada tanda-tanda infeksi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
18
Sebab biasanya, luka yang terinfeksi dapat mengakibatkan nyeri dan rasa tidak
nyaman yang berkepanjangan.
g. Keamanan : Pengkajian keamanan meliputi perasaan aman pasien (misalnya
pemasangan restrain) serta identifikasi apakah luka bekas operasi klien aman,
tidak terjadi kontraindikasi (misalnya infeksi,edema atau eritema)
Masalah-masalah keperawatan yang mungkin timbul selama periode pascaoperatif
adalah nyeri, kerusakan integritas kulit, gangguan citra tubuh, risiko infeksi,
kurang perawatan diri, dan potensial disfungsi seksual. Setelah diperoleh rumusan
mengenai diagnosa mayor, perawat menyusun kerangka atau rencana intervensi
berdasarkan pada diagnosa yang telah dibuat. Tindakan mengurangi klien dari
risiko infeksi dan cedera merupakan salah hal yang harus dilakukan perawat
terkait keamanan klien pascaoperasi mastektomi. Wanita yang telah menjalani
bedah payudara (mastektomi) mempunyai risiko untuk terinfeksi. Pembersihan
nodus limfe dan kehadiran drainase dapat meningkatkan risiko infeksi. Berikut ini
intervensi keperawatan dan rasionalnya untuk mengurangi risiko infeksi pada
pasien pascaopersi payudara (Priscilla Lemone & Karen Burke, 1996):
a. Kaji balutan bedah untuk pendarahan, drainase, warna, bau busuk tiap 4
jam/24 jam dan dokumentasikan hasil temuan. Setelah itu kaji daerah sekitar
pembedahan.
Rasional : pendarahan atau drainase yang berlebihan dapat menjadi tanda
komplikasi pascaoperasi yang memerlukan perhatian darurat.
b. Observasi derah insisi dan daerah IntraVena (IV) untuk rasa nyeri, kemerahan,
bengkak, dan drainase. Kaji sistem drainase untuk suction adekuat ; catat
warna dan jumlah drainase.
Rasional : hati-hati dalam mengobservasi tanda-tanda infeksi adalah sangat
penting karena sistem imun klien terganggu. Kateter IntraVena seharusnya
hanya ditempatkan di daerah yang tidak terkena pembedahan untuk
meminimalkan risiko infeksi.
c. Ganti
balutan
dan
tabung
IV
menggunakan
teknik
aseptik
dan
didokumentasikan. Balutan dan tabung IV yang basah dapat menjadi tempat
untuk pertumbuhan bakteri.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
19
Rasional : balutan dan tabung IV diganti rutin menggunakan teknik aseptik
untuk mengurangi risiko infeksi.
d. Membesarkan hati klien untuk makan diet kaya protein. Diskusikan status
nutrisi klien dengan ahli diet.
Rasional : nutrisi adekuat mendukung penyembuhan penyakit dan
meningkatkan daya tahan tubuh klien.
Pembersihan nodus limfe post mastektomi juga dapat menyebabkan nyeri dan
komplikasi seperti limfidema (Smeltzer & Bare, 2001). Berikut ini intervensi
keperawatan dan rasional untuk mengurangi nyeri dan komplikasi potensial post
mastektomi :
a. Ketika hendak mengukur tekanan darah klien, gunakan daerah yang tidak
terkena pembedahan.
Rasional : kompresi di lengan daerah pembedahan dapat menyebabkan
limfedema.
b. Mengukur lingkar lengan yang terkena pembedahan dan dokumentasikan
apabila klien mengalami kesemutan.
Rasional : pengukuran memberikan dasar untuk pengkajian berikutnya. Mati
rasa atau kesemutan menunjukkan kerusakan saraf.
c. Mengangkat lengan yang terkena pembedahan lebih tinggi dari bahu, tapi
jangan dijauhkan. Tangan harus lebih tinggi dari siku.
Rasional : posisi ini akan membantu memastikan drainase limfa yang adekuat.
d. Mendorong berbagai latihan rentang gerak pada lengan yang terkena
pembedahan
Rasional : latihan membantu mengembangkan kolateral drainase dan
mencegah kekuan sendi
e. Mengajarkan klien untuk melindungi lengan dan tangan yang terkena
pembedahan. Hindari konstriksi lengan. Hindari mengangkat benda-benda
berat. Gunakan sarung tangan yang berat saat memasak dan mengenakan
sarung tangan ketika bekerja di pekarangan atau kebun untuk mencegah
cedera kulit.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
20
Rasional : langkah-langkah di atas membantu mencegah infeksi dan
limfedema
2.4.2
Latihan Rentang Gerak Lengan Post Mastektomi
Latihan rentang gerak diberikan pada pasien yang menjalani pembedahan
pengangkatan payudara (mastektomi) dan nodus limfe aksilaris. Tujuan
pemberian latihan rentang gerak pada lengan yang terkena adalah meningkatkan
rentang gerak, mempertahankan tonus otot, mencegah kekakuan sendi, dan
melancarkan peredaran darah dan limfe sehingga mencegah terjadinya limfedema
(Dell, 2001).
Penelitian Kilgour, Jones, dan Keyserlingk menunjukkan bahwa kelompok yang
mengikuti program rehabilitasi latihan di rumah menunjukkan peningkatan yang
besar dalam rentang gerak fleksi dan abduksi bahu dibandingkan kelompok yang
diberikan perawatan biasa pada 27 perempuan yang menjalani modified radical
mastcetomy dengan 16 orang diberikan program rehabilitasi latihan di rumah dan
11 orang dengan perawatan biasa pasca operatif di Montreal (Canada). Smeltzer
dan Bare (2001) juga menjelaskan bahwa pemulihan fungsi lengan dan gerakan
bahu ditingkatkan dengan melakukan latihan terbatas selama 24 jam pertama dan
latihan rentang gerak aktif biasanya dapat dilakukan pada hari ketiga pasca
operatif. Hal – hal yang perlu diperhatikan sebelum pemberian latihan (Nutrition
Health Review, 2008). yaitu : pastikan latihan aman bagi pasien dengan
berkolaborasi dengan dokter bedah tentang pemberian latihan, drainase harus
sudah dilepaskan dari pasien, dan sebaiknya tidak ada luka terbuka. Adapun
gerakan – gerakan dalam latihan rentang gerak lengan (Dell, 2001) yaitu :
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
21
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
22
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
23
Gambar 2.2 Latihan Rentang Gerak Post Mastektomi
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
BAB 3
LAPORAN KASUS
Penulis menjelaskan tentang proses keperawatan pada pasien kanker payudara
yang menjalani mastektomi pada bab ini. Proses keperawatan meliputi
pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
3.1
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada pasien menggunakan pengkajian pola kesehatan
fungsi. Adapun hasil pengkajian keperawatan pada periode pre dan pasca operatif
yaitu:
a. Riwayat Penyakit Saat Ini
Ny. S (39 tahun) didiagnosis karsinoma musinosum mammae sinistra
T4bN2M0 sejak bulan Desember 2012. Ny.S datang ke ruang rawat bedah
RSUPN Cipto Mangungkusumo pada tanggal 4 Mei 2013 untuk menjalani
modified radical mastektomi (MRM). Telah dilakukan biopsi pada tanggal 11
Desember 2012. Pasien mengatakan benjolan awalnya timbul di bagian atas
puting susu sebesar kelereng sejak 3,5 tahun sebelum masuk rumah sakit.
Benjolan semakin membesar cepat dalam 1,5 tahun terakhir hingga berukuran
sekitar 15 cm dan tidak terasa nyeri. Kulit di atas benjolan pecah dan
mengeluarkan darah sejak 7 bulan sebelum masuk rumah sakit. Benjolan juga
dirasakan klien terdapat di ketiak kiri. Pasien mulai berobat ke RSUPN Cipto
Mangungkusumo sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien telah
menjalani kemoterapi neo adjuvant sebanyak 4 kali. Ukuran awal tumor
15x15x12 cm dan setelah 4 kali kemoterapi menjadi 9x9,5x7cm.
Pasien mengatakan tidak pernah menderita tumor jinak payudara sebelumnya,
tidak pernah menjalani operasi ginekologi, dan tidak pernah mengalami
trauma pada payudara. Pasien mengatakan ada riwayat penyakit kanker dalam
keluarga yaitu nenek pasien yang menderita kanker rahim. Usia menarke
pertama kali pasien adalah 12 tahun dengan siklus haid teratur 1 kali per bulan
selama 2-3 hari. Pasien telah memiliki 2 orang anak dengan anak pertama
24
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
25
lahir saat pasien berusia 27 tahun. Pasien menyusui anak kedua selama 1,5
tahun. Pasien riwayat menggunakan kontrasepsi suntik selama 5 tahun.
b. Aktivitas dan Istirahat
Aktivitas sehari – sehari pasien adalah mengerjakan pekerjaan rumah tangga
karena pasien tidak bekerja. Pasien dapat melakukan aktivitas kebersihan diri
dan mobilisasi secara mandiri sebelum dioperasi (8/05/2013). Pasien tampak
membaca buku dan berbincang–bincang dengan pasien lain di ruang rawat
sembari menunggu jadwal operasi. Pasien biasa tidur 8 jam per hari mulai dari
pukul 20.00 hingga 05.00 WIB. Rentang gerak ekstremitas atas dan bawah
aktif dengan nilai kekuatan otot 5, tidak ada tremor, tidak ada deformitas,
postur tegap pada sebelum operasi. Kesimpulan hasil bone scan menunjukkan
tidak tampak gambaran metastasis tulang.
Aktivitas pasien mengalami perubahan setelah menjalani operasi. Hari ke-1
setelah operasi, aktivitas kebersihan diri pasien dibantu oleh suami dan buang
air kecil (BAK) menggunakan kateter. Aktivitas pasien menjadi terbatas
karena pasien menggunakan selang drainase. Hari ke-2 setelah operasi,
kateter dilepas dan BAK di kamar mandi dengan bantuan suami. Pasien
mengatakan tidak ada perubahan jam tidur setelah operasi. Pasien dapat tidur
nyenyak meskipun nyeri. Setelah operasi, rentang gerak ekstremitas bawah
kanan kiri dan tangan kanan aktif. Terjadi perubahan rentang gerak pasif pada
tangan kiri pada hari ke-1 setelah operasi dengan kekuatan otot 2.
c. Sirkulasi dan Pernapasan
Hasil pengkajian sirkulasi sebelum operasi (8/5/2013) menunjukkan tekanan
darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit kuat teratur, tidak ada distensi
vena jugularis, pengisian kapiler < 2 detik, tidak ada bunyi jantung abnormal,
warna ekstremitas pink, konjungtiva tidak anemis dan membran mukosa pink.
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi, masalah jantung dan
edema ekstremitas. Kesimpulan hasil rontgen thorax menunjukkan tidak
tampak kelainan pada jantung. Hasil pengkajian sirkulasi setelah operasi
(17/05/2013) menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan sebelum operasi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
26
Hasil pengkajian status pernapasan sebelum operasi (8/5/2013) menunjukkan
frekuensi napas 18x/menit, tampak tidak sesak, retraksi dan penggunaan otot
bantu napas tidak ada, suara paru vesikular +/+, suara paru abnormal tidak ada
serta tidak sianosis. Pasien tidak memiliki riwayat masalah pernapasan seperti
bronkitis, asma, tuberkulosis dan pneumonia. Pasien tidak merokok.
Kesimpulan hasil rontgen thorax menunjukkan tidak tampak metastasis paru.
Hasil pengkajian pernapasan setelah operasi (17/05/2013) menunjukkan hasil
yang tidak berbeda dengan sebelum operasi.
d. Nutrisi dan Eliminasi
Berat badan pasien (4/05/2013) adalah 53 kg dengan tinggi badan 150 cm.
Berdasarkan berat dan tinggi badan, nilai Index Massa Tubuh (IMT) pasien
adalah 23,6 Kg/m2 yang berarti pasien memiliki sedikit kelebihan berat badan.
Hasil laboratorium (7/05/2013) menunjukkan nilai Hb sedikit rendah dari nilai
rujukan normal yaitu 11,5g/dL. Diit yang diberikan di rumah sakit yaitu diit
nasi biasa yang mengandung energy 1800 kkal dan protein 58,5 gr. Makanan
biasa diberikan 3 kali per hari yang terdiri dari nasi, sayur, lauk pauk (telur,
ayam, daging) dan makanan kecil seperti kue atau buah - buahan. Pasien
tampak menghabiskan makanan yang diberikan. Pasien mengatakan tidak ada
perubahan nafsu makan sejak menderita kanker payudara. Pasien pernah
mengalami mual ketika 1-4 hari setelah kemoterapi. Kesimpulan hasil
ultrasonografi abdomen menujukkan adanya kista ovarium kanan dan organ–
organ intra abdomen lainnya dalam batas normal.
Setelah operasi
(18/05/2013), pasien tampak menghabiskan makanan yang diberikan.
Pola eliminasi pasien teratur selama di rumah sakit. Sebelum operasi
(8/05/2013), pasien mengatakan tidak ada masalah ketika BAK dengan BAK
sekitar 6x/hari atau tergantung banyaknya air yang diminum. Buang air besar
(BAB) juga setiap hari dan pasien mengatakan BAB lembek dan warna coklat.
Setelah operasi (19/05/2013), pasien mengatakan BAB teratur dan lancar.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
27
e. Nyeri dan Keamanan
Pasien mengatakan payudara yang terdapat kanker terasa nyeri sebelum
dioperasi namun nyeri jarang timbul dan skala 1 sehingga pasien merasa nyeri
tidak menjadi masalah. Pada 6 jam setelah operasi (17/05/2013), pasien
mengatakan nyeri skala 3-5 pada daerah tempat operasi, frekuensi terus
menerus, durasi terus menerus, nyeri terutama sangat terasa jika merubah
posisi atau lengan digerakkan dan pasien mengatasi nyeri dengan banyak
istirahat. Tekanan darah pasien sedikit meningkat ketika nyeri 130/90 mmHg
dari tekanan darah sebelum operasi 120/80 mmHg, tampak meringis ketika
merubah posisi tubuh, merubah posisi untuk menghindari nyeri dan tampak
lebih diam (fokus pada diri dan bersikap protektif terhadap diri). Tampak luka
operasi terbalut kassa dan elastik perban. Tidak ada rembesan pada daerah
luka. Drainase masih ada. Suhu tubuh pasien sempat meningkat menjadi
38,30C pada hari ke-1 setelah operasi (18/05/2013) dan saat itu pasien
mengatakan luka tidak terasa gatal dan panas.
f. Integritas Ego
Pasien mengatakan cemas ketika menjelang operasi. Pasien mengatakan
cemas ketika beberapa hari pertama saat masuk rumah sakit. Pasien takut
meninggal di meja operasi namun kekhawatiran pasien berkurang ketika
melihat pasien lain dalam kondisi sehat setelah dioperasi. Pasien mengatakan
sedikit cemas ketika jadwal operasi sudah dekat namun pasien mengatakan
tetap siap untuk operasi. Pasien mengatakan penyakit yang diderita saat ini
menjadi faktor stres bagi pasien dan pasien mengatasi dengan banyak berdoa
dan rajin ibadah yang membuat pasien lebih tenang.
3.2 Asuhan Keperawatan Pre Operatif
3.2.1 Diagnosa dan Rencana Tindakan Keperawatan
Data hasil pengkajian dikelompokkan dan dianalisis untuk membantu dalam
mengenali masalah spesifik dan membuat diagnosa keperawatan. Adapun analisis
data hasil pengkajian pada Ny.S pada periode pre operatif (8/05/2013) yaitu:
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
28
3.1 Tabel Analisis Data Pre Operatif
Data
Diagnosa Keperawatan
Data Objektif :
Cemas
1. Tekanan darah 130/90 mmHg
2. Nadi 99 x/menit
3. Pasien tampak agak cemas
Data Subjektif :
1. Pasien mengatakan cemas menjelang
operasi hari senin karena sebelumnya
belum
pernah
dioperasi
dan
takut
meninggal saat operasi
Perencanaan tindakan keperawatan dilakukan untuk menetapkan tujuan dan hasil
dan memilih intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan tersebut. Diagnosa
keperawatan Ny.S pada periode pre operatif adalah cemas. Tujuan yang
ditetapkan berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan ialah pasien
tidak cemas dalam dalam 24 jam setelah diberikan asuhan keperawatan selama
1x20 menit.
Intervensi keperawatan untuk mengatasi cemas dipilih untuk
mencapai tujuan yang ingin dicapai. Intervensi keperawatan yang dipilih untuk
mengatasi cemas pada pasien ialah memberikan pendidikan kesehatan dan
mengajarkan teknik relaksasi napas dalam. Rencana tindakan keperawatan secara
lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 2.
3.2.2 Implementasi dan Evaluasi
Rencana tindakan keperawatan diimplementasikan untuk mencapai tujuan yang
ingin dicapai dan hasil yang diharapkan. Pasien diminta untuk mengungkapkan
perasaan, pengalaman,
dan pengetahuan tentang kanker payudara dan
pembedahan yang akan dijalani. Informasi tentang kanker payudara, faktor-faktor
risiko kanker payudara, persiapan operasi, keadaan setelah operasi dan latihanlatihan yang perlu dilakukan pada pasca operasi diberikan pada sebelum operasi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
29
Pasien juga diajari teknik relaksasi napas dalam. Keluarga dilibatkan dalam
pemberian tindakan keperawatan untuk membantu mengurangi cemas melalui
dukungan dari keluarga.
Pasien merasa senang selama proses komunikasi berlangsung dan mengajukan
pertanyaan hal-hal yang belum dipahami. Ny.S mengatakan kecemasan akan
terjadinya kanker payudara pada kedua anak perempuannya sudah berkurang.
Ny.S juga mengatakan kecemasan karena takut meninggal ketika dioperasi sudah
berkurang. Pasien mengatakan pemberian informasi, berdoa, dan dukungan
keluarga meningkatkan perasaan optimis dan ketenangan. Catatan perkembangan
klien setelah diberikan asuhan keperawatan secara lengkap diungkapkan dalam
lampiran 3.
3.2 Asuhan Keperawatan Pasca Operatif
3.2.1
Diagnosa dan Rencana Tindakan Keperawatan
Data hasil pengkajian pasca operatif dikelompokkan dan dianalisis untuk
membantu
dalam
mengenali
masalah
spesifik
dan
membuat
diagnosa
keperawatan. Adapun analisis data hasil pengkajian pasien pada periode pasca
operatif (17/05/2013) yaitu:
Tabel 3.2 Analisis Data Post Operatif
Data
Diagnosa keperawatan
Data Objektif :
a.
Nyeri Akut
Tekanan darah 130/90 mmHg (biasanya
120/80 mmHg)
b.
Tampak meringis ketika mencoba berubah
posisi/menggerakkan lengan kiri
c.
Merubah posisi untuk menghindari nyeri
d.
Tampak fokus pada diri dan bersikap
protektif terhadap diri
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
30
Data
Diagnosa keperawatan
Data Subjektif :
a.
Nyeri Akut
Pasien melaporkan nyeri skala 3-5 pada
daerah tempat operasi (payudara kiri),
durasi terus menerus, frekuensi sering,
nyeri terutama dirasa ketika mencoba
merubah posisi/lengan digerakkan. Pasien
mengatakan mengatasi nyeri dengan
banyak istirahat
Data Objektif :
Risiko Infeksi
a.
Adanya luka insisi.
b.
Tidak adanya tanda – tanda infeksi:
peningkatan
suhu
tubuh,
kemerahan,
bengkak, hangat, dan gatak di daerah
sekitar pembedahan.
c.
Tidak adanya rembesan pada daerah luka,
drainase masih ada.
Data Subjektif:
1.
Pasien mengatakan daerah luka tidak terasa
gatal dan panas
Asuhan keperawatan direncanakan sesuai dengan diagnosa keperawatan dan
prioritas yang dibuat untuk setiap diagnosa. Diagnosa keperawatan prioritas
pertama ialah nyeri akut dan kedua ialah risiko infeksi. Tujuan yang ingin dicapai
dari pemberian intervensi keperawatan ialah nyeri berkurang dalam skala 1-2 dan
infeksi tidak terjadi dalam 24 jam. Intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai
tujuan yang ingin dicapai. Intervensi keperawatan yang dipilih untuk mengatasi
nyeri akut pada pasien ialah pemberian posisi nyaman pada lengan sisi payudara
yang mengalami pembedahan, mengajarkan latihan rentang gerak lengan, dan
mengajarkan teknik relaksasi napas dalam. Sementara itu, intervensi keperawatan
yang dipilih untuk mencegah infeksi pada insisi bedah yaitu memantau tandaUniversitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
31
tanda infeksi dan mengganti balutan luka. Rencana tindakan keperawatan secara
lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 2.
3.2.2 Implementasi dan Evaluasi
Rencana tindakan keperawatan diimplementasikan untuk mencapai tujuan yang
ingin dicapai dan hasil yang diharapkan. Nyeri pada area insisi dikaji pada 6 jam
setelah operasi (17/05/2013). Pasien diberikan posisi semi Fowler dan lengan
yang sakit ditinggikan, didorong untuk melakukan teknik relaksasi napas dalam
yang pernah dipelajari dan diberikan lingkungan yang tenang pada 6 jam setelah
operasi. Latihan rentang gerak lengan mulai diberikan pada hari ke-1 setelah
operasi. Evaluasi dari pemberian tindakan keperawatan yang telah diberikan ialah
klien semakin hari mengalami penurunan skala, frekuensi dan durasi nyeri. Skala
mengalami penurunan dari 3-5 menjadi 1-2. Frekuensi dan durasi mengalami
penurunan dari timbul terus menerus menjadi jarang timbul.
Pasien dipantau untuk adanya tanda-tanda infeksi pada insisi bedah. Balutan luka
dan drainase juga dipantau setiap hari untuk melihat adanya rembesan dan
perubahan warna serta jumlah. Pasien mengalami peningkatan suhu tubuh pada
hari ke-1 setelah operasi. Suhu tubuh pasien kembali normal setelah diberikan
kompres air hangat dan paracetamol. Pasien juga dimotivasi untuk minum air
putih yang banyak. Peningkatan suhu tubuh tidak terjadi pada hari ke-2 pasca
operatif. Balutan luka diganti pada hari ke-3 pasca operatif dengan kolaborasi
bersama dokter. Tidak tampak pus dan kemerahan pada area luka. Catatan
perkembangan pasien setelah diberikan tindakan keperawatan secara lebih
lengkap diungkapkan dalam lampiran 3.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
BAB 4
ANALISIS SITUASI
Bab ini berisi analisis kasus terkait dengan konsep Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan (KKMP) dan konsep kasus terkait serta analisis basedevidence practice.
4.1 Analisis Kasus Terkait Konsep KKMP
Masalah kesehatan yang terdapat di daerah perkotaan dapat menjadi agen
penyebab kanker (karsinogen). Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya
masalah kesehatan di daerah perkotaan adalah polusi (air dan udara), stress,
kualitas makanan yang tidak sehat, lingkungan pemukiman dan transportasi yang
tidak sehat, dampak rokok, obat-obat terlarang, dan sebagainya. Agen karsinogen
atau segala sesuatu yang menyebabkan kanker diketahui terdiri dari virus, kimia,
radiasi, dan agen biologik. Karsinogen kimia dapat berasal dari bahaya
lingkungan kerja, merokok, konsumsi alkohol, dan diet makanan.
Daerah perkotaan memiliki karakteristik yaitu mata pencaharian pokok
masyarakatnya dari bidang-bidang produksi atau jasa sehingga kota menjadi pusat
perekonomian dan industri. Hal tersebut menyebabkan faktor–faktor yang
berkaitan dengan kecelakaan kerja di daerah perkotaan ialah bahan kimia yang
mengancam kesehatan para pekerja dan masyarakat daerah sekitar lingkungan
pabrik yang menghasilkan limbah kimia.
Fenomena lain yang terjadi di daerah perkotaan adalah merokok dan konsumsi
alkohol yang dapat disebabkan stres karena kemiskinan dan pengangguran yang
terjadi di daerah perkotaan. Selain itu, kemiskinan yang terjadi pada masyarakat
perkotaan menyebabkan gaya hidup diet makanan yang tidak sehat seperti
penggunaan minyak berulang kali untuk menggoreng, konsumsi bahan makanan
siap saji yang kaya akan bahan pengawet, dan sebagainya. Diet makanan tinggi
bahan pengawet, tinggi lemak dan protein namun rendah serat, dan makanan yang
mengandung polycyclic hydrocarbons seperti daging/ikan asap/bakar dan minyak
yang digunakan berulang kali merupakan karsinogen kimia. Ny.S mengatakan
32
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
33
rumahnya tidak dekat dengan pabrik – pabrik sehingga tidak terpajan limbah –
limbah kimia pabrik. Ny.S mengatakan dirinya tidak pernah merokok, konsumsi
alkohol, tidak ada anggota keluarga yang merokok. Namun, ketika sebelum
menikah, Ny.S mengatakan hampir setiap hari dirinya mengkonsumsi mie siap
saji. Ny.S juga gemar mengkonsumsi bakso (tinggi lemak), ayam bakar
(mengandung polycyclic hydrocarbons), dan memasak masakan dengan bahan
penyedap rasa. Untuk penggunaan minyak, Ny.S mengatakan menggunakan
minyak hanya 2 kali menggoreng. Dampak dari karsinogen kimia adalah
tergantung jumlah dan lama terpajan.
Karsinogen kimia menyebabkan kanker secara langsung maupun tidak langsung.
Kanker payudara pada Ny.S dapat disebabkan konsumsi makanan yang tidak
sehat seperti mie siap saji, bakso, ayam bakar, dan memasak makanan dengan
bahan pengawet. Karsinogen kimia dapat menyebabkan genotoxic, mitogenic, dan
cytotoxic. Pada genotoxic, karsinogen kimia dapat menyebabkan kerusakan DNA
secara langsung dengan merusak replikasi atau resistensi terhadap mekanisme
perbaikan DNA. Pada mitogenic, karsinogen kimia dapat mengikat reseptor atau
menstimulasi divisi sel dimana tanpa merusak DNA secara langsung. Sedangkan
pada cytotoxic, karsinogen kimia dapat menyebabkan kerusakan jaringan atau
mengawai terjadinya hyperplasia siklus regenerasi jaringan dan merusak.
4.2 Analisis Kasus
Ny.S didiagnosis karsinoma musinosum mammae sinistra T4bN2M0 sejak bulan
Desember 2012 pada usia 39 tahun. Kanker payudara menjadi penyebab utama
kematian pada perempuan usia 20–59 tahun di negara–negara berpenghasilan
tinggi (WHO, 2013). Disisi lain, Doherty dan Way (2006) mengungkapkan ratarata penderita kanker payudara berusia 60-61 tahun. Belum diketahui secara pasti
keterkaitan antara usia dengan terjadinya kanker payudara.
Pasien mengatakan bahwa ada riwayat penyakit kanker dalam keluarga yaitu
nenek pasien yang meninggal dunia karena kanker rahim. Namun dalam keluarga
tidak ada yang menderita kanker payudara. Risiko kanker payudara meningkat
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
34
memang 2-6 kali lipat pada perempuan yang memiliki ibu atau saudara
perempuan dengan kanker payudara (Smeltzer&Bare, 2001; Doherty&Way,
2006). Dua onkogen BRCA 1 dan BRCA 2 dikaitkan dengan kerentanan
terjadinya kanker payudara. Ny.S tidak menjalani pemeriksaan apakah dirinya
memiliki gen BRCA 1 dan BRCA 2. Dengan demikian, Ny.S terkena kanker
payudara dapat berasal dari faktor genetik dimana nenek pasien riwayat kanker
rahim.
Risiko kanker payudara meningkat pada wanita yang memiliki tumor payudara
pada payudara sebelahnya, wanita dengan usia menarke dini (kurand dari usia 10
tahun), wanita yang kelahiran anak pertama setelah usia 35 tahun, wanita dengan
kanker korpus uteri, wanita yang menggunakan terapi hormon setelah menopause
dan konsumsi alkohol serta lemak (Smeltzer & Bare, 2001; Doherty & Way,
2006). Pasien pertama kali menstruasi pada usia 12 tahun dimana tidak tergolong
menstruasi dini dan hingga saat ini belum menopause. Pasien melahirkan anak
pertama saat usia 27 tahun. Pasien juga tidak memiliki riwayat kanker korpus
uteri dan operasi ginekologi. Pasien mengatakan tidak pernah sebelumnya
memiliki tumor jinak payudara pada payudara yang terkena kanker saat ini
maupun payudara sebelahnya. Namun dengan adanya kanker payudara pada
payudara kiri, pasien berisiko terkena kanker payudara pada payudara sebelah
kanan. Risiko perkembangan kanker pada payudara lain adalah 1 – 2% per tahun
(Doherty & Way, 2006).
Massa kanker payudara yang dialami oleh Ny.S juga memiliki karakteristik
jumlah soliter seperti anggur, bentuk tidak teratur dan membesar, konsistensi
keras atau padat, berwarna lebih kebiruan dibandingkan kulit sekitarnya, tidak ada
retraksi putting, dan Ny. S mengatakan massa tidak terasa nyeri. Karakteristik
tersebut sesuai dengan yang dijelaskan Smeltzer & Bare (2001) bahwa massa
kanker payudara memiliki karakteristik jumlah biasanya soliter, bentuk tidak
teratur atau berbentuk bidang, konsistensi keras atau padat, mobilitas mungkin
terikat pada kulit atau jaringan di bawahnya, biasanya tidak nyeri, tanda-tanda
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
35
retraksi mungkin tidak ada. Dengan demikian, massa kanker payudara memiliki
karakteristik bentuk tidak teratur, keras, dan tidak nyeri.
Massa kanker payudara yang dialami oleh Ny.S tergolong tipe histologi
karsinoma musinosa berdasarkan hasil biopsi yang telah dilakukan pada 11
Desember 2012. Tipe karsinoma musinosa tergolong karsinoma duktal
menginfiltrasi atau invasif. Tipe karsinoma duktal menginfiltrasi atau invasif
merupakan tipe histologi kanker payudara yang banyak dijumpai dimana
frekuensi terjadinya karsinoma duktal menginfiltrasi (tidak spesifik) adalah 8090% (Smeletzer & Bare, 2001; Doherty & Way, 2006). Karakteristik massa
kanker payudara yang dialami pasien juga sesuai dengan karakteristik karsinoma
duktal menginfiltrasi yaitu terasa keras saat dipalpasi. Tipe karsinoma duktal
menginfiltrasi biasanya bermetastasis ke tulang, paru, hepar, dan otak dan untuk
tipe musinosa tumbuh lambat dan penghasil lendir.
Hasil biopsi yang pernah dijalani Ny.S mengungkapkan bahwa tipe kanker
payudara yang dideritanya memiliki tingkat keganasan T4bN2M0. T4b berati
tumor dengan ekstraokular ekstensi, N2 berarti metastasis regional nodul limfa
dan M0 berarti tidak ada metastasis. Selain itu, hasil rontgen thorax menunjukkan
tidak tampak metastasis ke paru-paru. Tidak tampak juga metastasis ke organorgan intraabdomen dan tulang berdasarkan hasil ultrasonografi abdomen dan
bone scan. Dengan demikian, pemeriksaan tingkat keganasan dan pencitraan
(imaging) organ – organ lain diperlukan untuk melihat adanya metastasis ke
organ-organ lain.
Pemeriksaan lain untuk kanker payudara adalah pemeriksaan tumor marker,
laboratorium, dan mammografi. Pemeriksaan laboratorium untuk melihat fungsi
organ hati, ginjal, dan hematologi telah dilakukan pada pasien. Hasil laboratorium
sebelum operasi menunjukkan hasil yang normal (Lampiran 1). Untuk
pemeriksaan mammografi, Ny.S mengatakan tidak melakukan pemeriksaan
mammografi. Ketika Ny.S menyadari adanya benjolan sebesar kelereng, Ny.S
mendatangi pengobatan alternatif hingga benjolan semakin bertambah besar dan
pecah sehingga tidak dilakukan pemeriksaan mammografi pada Ny.S. Pasien juga
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
36
belum pernah mendengar tentang pemeriksaan mammografi padahal pasien
tinggal di perkotaan dimana tersedia kemudahan untuk mendapat informasi di
perkotaan. Oleh karena itu, promosi kesehatan tentang deteksi dini kanker
payudara dengan mammografi perlu ditingkatkan pada wanita di perkotaan.
Promosi kesehatan tentang pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) juga perlu
ditingkatkan dalam turut menanggulangi peningkatan insiden kanker payudara.
Ny.S sebagai wanita yang tinggal di perkotaan mengatakan belum pernah
mengetahui tentang pemeriksaan payudara sendiri (SADARI). Hal tersebut
sejalan dengan penelitian Erniyati dan Serniatika (2005) yang menjelaskan bahwa
pengetahuan ibu-ibu baik di kota maupun di desa masih rendah. Padahal
perempuan yang tinggal pedesaan cenderung lebih sulit mendapatkan informasi
dibandingkan di perkotaan. Oleh karena itu, peningkatan promosi kesehatan
tentang SADARI diperlukan untuk menanggulangi peningkatan kanker payudara.
Pengkajian pada pasien kanker payudara yang akan menjalani mastektomi
dilakukan untuk mengetahui masalah keperawatan pasien pada pre dan post
operatif. Pengkajian tentang reaksi terhadap diagnosis dan kemampuan pasien
pada periode pre operatif yaitu. Pasien mengungkapkan bahwa ketika dirinya
mengetahui adanya benjolan pada payudara pasien memutuskan untuk berobat ke
pengobatan alternatif. Setelah benjolan terasa semakin membesar dan pecah,
barulah pasien berobat ke RSUPN Cipto Mangungkusumo. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pasien belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang
kanker payudara.
Pasien merasa cemas yang dikarenakan takut meninggal saat dioperasi dan takut
kanker payudara terjadi pada kedua anak perempuannya. Kecemasan pasien
sedikit berkurang setelah melihat pasien-pasien lain yang seruangan dengan
dirinya dalam keadaan sehat setelah dioperasi. Namun perasaan cemas tetap masih
ada. Cemas yang dialami klien memiliki tingkat rendah.
Berdasarkan data
tersebut, maka ditegakkan diagnosa keperawatan utama cemas pada periode pre
operatif. Hal tersebut sejalan dengan Penelitian Tanjung dan Setiawan (2005)
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
37
yang menjelaskan bahwa 84,6% pasien pre operatif mengalami kecemasan ringan
dan 15,4% kecemasan sedang. Cemas merupakan masalah keperawatan utama
pada periode pre operatif karena eseorang yang akan menjalani operasi biasanya
akan mengalami kecemasan akan nyeri operasi, penyembuhan kanker, hilangnya
bagian tubuh, anestesi, bahaya ketika tidak sadar, pengaruh operasi pada rumah
dan pekerjaan, kematian, dan paparan tubuh ke orang asing (Smeltzer & Bare,
2001; Black & Hawks, 2005).
Pasien
diminta
untuk
mengungkapkan
perasaannya,
pengalaman,
dan
pengetahuan tentang kanker payudara dan pengobatannya untuk mengetahui
kecemasan yang dirasakannya. Pasien diberikan informasi tentang kanker
payudara; perawatan yang akan dilakukan sebelum, saat, dan setelah operasi;
keadaan setelah operasi; latihan – latihan setelah operasi yang dapat mengatasi
nyeri dan mempercepat pemulihan; teknik relaksasi napas dalam. Pasien merasa
senang selama proses komunikasi berlangsung dan mengajukan pertanyaan
mengenai hal yang belum dipahami. Pasien juga mengatakan cemas berkurang
setelah diberikan penjelasan. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Tanjung dan
Setiawan (2005) yang menunjukkan bahwa 2,3% pasien pre operatif mengalami
perubahan tingkat kecemasan dari sedang menjadi ringan setelah pelaksanaan
komunikasi terapeutik. Penurunan tingkat kecemasan juga dipengaruhi suami dan
anak-anak pasien yang selalu memberikan dukungan. Pasien juga selalu
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan rajin beribadah dan
membaca buku kegamaan. Dengan demikian, diperlukan pemberian pendidikan
kesehatan dan dukungan keluarga kepada pasien yang akan menjalani operasi.
Klien mengatakan cemas kembali muncul pada hari jadwal operasi. Pasien
tampak berulang kali menggenggam jari tangan dengan raut wajah cemas. Pasien
dimotivasi untuk melakukan teknik relaksasi napas dalam dan berdoa. Suami
pasien juga memberikan dukungan kepada pasien untuk berdoa dan bersemangat
dalam menghadapi operasi. Pasien tampak lebih tenang dengan berdoa dan
dukungan dari keluarga.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
38
Asuhan keperawatan utama pada periode pasca operatif meliputi intervensi
keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri dan risiko infeksi pada
insisi bedah. Nyeri pada insisi bedah dikaji pada 6 jam setelah operasi. Pasien
sudah merasakan nyeri dengan skala 3-5, durasi terus menerus, frekuensi sering,
terutama sangat nyeri bila lengan digerakan dan jika berubah posisi miring.
Tekanan darah klien juga sedikit mengalami peningkatan dari 120/80 mmH
menjadi 130/80 mmHg. Sementara itu, frekuensi nadi 89x/menit dan frekuensi
napas 18x/menit. Pasien tampak lebih banyak diam dibandingkan sebelum operasi
karena nyeri yang dirasakan. Pengkajian keperawatan yang teratur tentang nyeri
sangat penting karena pasien mengalami tingkat intensitas nyeri yang berbeda
(Smeltzer & Bare, 2001). Setelah dimotivasi untuk melakukan teknik relaksasi
napas dalam yang telah dipelajari, klien mengatakan lebih tenang. Selain itu,
diberikan juga posisi semi fowler dan lengan sisi payudara yang mengalami
pembahan sedikit ditinggikan. Pasien merasa lebih nyaman setelah diberikan
posisi tersebut dengan skala nyeri 3. Hasil tersebut sejalan dengan Smeltzer &
Bare (2001) yang menjelaskan bahwa meninggikan letak ekstremitas yang sakit
menjadi salah satu cara dalam menurunkan nyeri pasca mastektomi. Dengan
demikian, meninggikan lengan sisi payudara yang mengalami pembedahan
merupakan salah satu cara untuk mengurangi nyeri pasca mastektomi.
Pasien terpasang satu selang drainase pada payudara kiri yang menjalani
pembedahan dan insisi bedah terbalut kassa dan elastik perban. Hal tersebut sesuai
dengan Smelzter & Bare (2001) yang menjelaskan bahwa pasien yang telah
menjalani mastektomi akan mempunyai balutan yang membebat tetapi tidak ketat
di atas tempat insisi bedah dan satu atau lebih selang drainase terpasang pada
letak insisi bedah pada periode pasca operatif dimana drainase akan mengandung
darah pada awalnya tetapi akan menjadi serosa dalam 1 – 2 hari. Perhatian khusus
adalah untuk mencegah cairan agar tidak menumpuk di bawah insisi dinding dada
dengan mempertahankan patensi drain bedah. Balutan dan drain diinspeksi
terhadap perdarahan dan jumlah drainase dipantau secara teratur. Pemantauan
drainase juga telah dilakukan secara teratur pada Ny.S. Pada hari ke-1 setelah
operasi, produksi drain serohemoragik 50cc/15 jam.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
39
Informasi tentang tanda-tanda infeksi diberikan pada pasien. Pada satu hari
setelah operasi, pasien mengatakan tubuh terasa hangat dan pengukuran suhu
tubuh menunjukkan 38,80C. Tidak tampak adanya rembesan pada balutan luka.
Pasien juga mengatakan luka tidak terasa gatal dan panas. Pasien mengatakan
hanya minum sekitar 600ml untuk hari ini. Pasien dimotivasi untuk meningkatkan
minum air putih dan memberikan kompres air hangat. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian paracetamol juga dilakukan. Suhu tubuh klien mengalami
penurunan menjadi 37,30C setelah 1 jam diberikan intervensi.
Penggantian balutan dilakukan pada hari ke-3 setelah operasi. Penggantian
balutan memberi kesempatan untuk mendiskusikan tentang insisi terutama
rupanya dan perubahan progresif luka dengan pasien. Ny.S tidak merasa terlalu
nyeri dan berani melihat tampilan luka operasi saat diganti balutan. Luka tidak
mengeluarkan pus dan tidak tampak kemerahan di sekitar insisi bedah.
Latihan rentang gerak pada lengan sisi payudara yang mengalami pembedahan
diberikan pada hari ke-1 setelah operasi. Latihan rentang gerak lengan bertujuan
untuk mencegah ketidaknyamanan dengan mencegah kekakuan bahu dan
limfedema. Pada hari ke-1 setelah operasi, pasien diberikan latihan pasif aktif jarijari dan pergelangan tangan kiri (gerakan 1-3 gambar 2.4) serta latihan pasif siku.
Pada hari ke-3 setelah operasi dan setelah drain dilepas, dilakukan latihan aktif
jari – jari, pergelangan, siku, dan bahu tangan kiri (gerakan 1-7 gambar 2.2).
Namun Ny.S belum dapat mencapai rentang gerak penuh pada bahu (gerakan 8-11
gambar 2.2). Hasil menunjukkan bahwa semakin hari pasien mengalami
peningkatan rentang gerak lengan. Pasien juga merasa tidak terjadi kekakuan bahu
dan tidak nyeri saat dilakukan latihan.
4.3 Analisis Intervensi Evidence-based Practice dengan Konsep dan
Penelitian Terkait
Latihan rentang gerak pada lengan sisi payudara yang mengalami pembedahan
diberikan kepada Ny.S pasca modified radical mastectomy (MRM). Sebelum
memberikan latihan rentang gerak, perlu diperhatikan bahwa latihan aman dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
40
dikolaborasikan dengan dokter bedah. Selain itu, untuk pemberian latihan aktif
pada bahu dan siku dilakukan setelah drainase sudah dilepaskan. Latihan rentang
gerak pasif aktif jari-jari dan pergelangan tangan dan pasif siku (gerakan 1-3
gambar 2.2) pada Ny.S diberikan sejak hari ke-1 setelah operasi. Latihan
diberikan 2 kali per hari. Hal tersebut sesuai dengan Smeltzer & Bare (2001) yang
menjelaskan bahwa latihan rentang gerak diberikan pada 24 jam pertama dan
latihan gerak aktif biasanya dilakukan pada hari ketiga pasca operatif.
Latihan rentang gerak aktif jari-jari hingga bahu tangan baru dapat dilakukan
setelah drain dilepas yaitu pada hari ke-3 setelah operasi. Latihan rentang gerak
aktif jari-jari, pergelangan, siku, dan bahu tangan (gambar 1-7 gambar 2.2)
diberikan hari ke-2 setelah operasi. Semakin hari pasien menunjukkan
peningkatan rentang gerak pada lengan yang sakit. Pasien tidak merasa terjadi
kekakuan bahu dan nyeri saat dilakukan latihan. Limfedema juga tampak tidak
terbentuk pada lengan yang sakit. Latihan rentang gerak tidak dapat dilanjutkan
sampai pasien memperoleh rentang gerak penuh pada bahu (gerakan 8-11 gambar
2.2) atau dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan lengan yang sakit karena
pasien diizinkan pulang.
Hasil pemberian latihan rentang gerak lengan pada Ny.S sejalan dengan penelitian
Kilgour, Jones, dan Keyserlingk yang menunjukkan bahwa kelompok yang
mengikuti program rehabilitasi latihan di rumah menunjukkan peningkatan yang
besar dalam rentang gerak fleksi dan abduksi bahu dibandingkan kelompok yang
diberikan perawatan biasa pada 27 perempuan yang menjalani modified radical
mastcetomy dengan 16 orang diberikan program rehabilitasi latihan di rumah dan
11 orang dengan perawatan biasa pasca operatif di Montreal (Canada). Selain itu,
penelitian Krukowska et al (2010) pada 33 wanita berusia 36–37 tahun dengan
limfedema setelah mastektomi mengungkapkan bahwa terapi fisik dekongestif
kompleks adalah metode pengobatan limfedema yang efektif pada wanita setelah
mastektomi dimana latihan aktif dan isometric menjadi salah satu dari terapi fisik
dekongestif kompleks.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
41
Hasil pemberian latihan rentang gerak lengan pada Ny.S juga sesuai dengan Dell
(2001) yang menjelaskan bahwa pemberian latihan rentang gerak pada lengan
yang terkena bertujuan untuk meningkatkan rentang gerak, mempertahankan
tonus otot, mencegah kekakuan sendi, dan melancarkan peredaran darah dan limfe
sehingga mencegah terjadinya limfedema pada pasien yang menjalani
pembedahan payudara dengan pengangkatan nodus aksilaris. Nutrition health
review (2008) juga menjelaskan bahwa latihan rentang gerak setelah mastektomi
dapat meningkatkan fungsi dan rentang gerak lengan yang terkena serta
meningkatkan kualitas hidup setelah mastektomi.
Dengan demikian, latihan
rentang gerak lengan dapat meningkatkan rentang gerak lengan, mencegah
kekakuan bahu, dan mencegah limfedema pada pasien.
4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan
Pasien perlu diberikan pendidikan kesehatan tentang latihan gerak aktif yang perlu
dilakukan di rumah. Pendidikan kesehatan dapat diberikan dengan demonstrasi
gerakan latihan yang sebelumnya juga sebaiknya telah diajarkan pada periode pre
operatif. Pemberian leaflet yang berisi tentang latihan rentang gerak lengan juga
dapat membantu klien mengingat latihan yang diajarkan. Motivasi pasien untuk
melakukan latihan hingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari – hari seperti
menyisir rambut. Melalui pendidikan kesehatan tersebut, diharapkan dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien paska mastektomi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Penulis menyimpulkan berdasarkan pemaparan tentang asuhan keperawatan
pasien yang menjalani mastektomi terutama pemberian latihan rentang gerak pada
periode post mastektomi yaitu:
a. Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan utama di perkotaan
b. Pengkajian pada pasien kanker payudara yang akan menjalani mastektomi
meliputi tingkat kecemasan, pengkajian fisik, dan pengkajian diagnostik.
c. Masalah keperawatan utama pada pasien yang akan menjalani mastektomi pada
periode pre operatif ialah cemas dan pada periode post operatif ialah nyeri dan
risiko infeksi.
d. Intervensi keperawatan pemberian pendidikan kesehatan ada periode pre
operatif dapat membantu klien mengurangi kecemasan dan latihan rentang
gerak lengan mampu untuk meningkatkan fungsi lengan dan mencegah
limfedema dan kekakuan bahu post mastektomi.
5.2 Saran
Penulis memberikan saran kepada perawat yang memberikan perawatan langsung
kepada pasien yang akan menjalani operasi mastektomi berdasarkan hasil asuhan
keperawatan yang dilakukan. Pendidikan kesehatan tentang latihan gerak pasca
mastektomi perlu diberikan pada periode pre operatif dan untuk perawatan di
rumah. Edukasi yang diberikan sebaiknya menggunakan alat bantu seperti leaflet
atau lembar balik untuk mempermudah keluarga memahami informasi yang
diberikan. Dengan meningkatnya pemahaman keluarga, diharapkan dapat
meningkatkan kepatuhan pasien dan keluarga untuk melakukan latihan rentang
gerak post mastektomi untuk mencegah limfedema.
42
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
(2009).
Kanker
payudara.
Style
Sheet
:
http://www.dharmais.co.id/index.php/kanker-payudara.html.
Black., & Hawks. (2005). Medical surgical nursing. St.Louis : Elsevier
Dell, D. (2001). Regaining range of motion after breast surgery. Nursing, 31-10.
ProQuest Nursing & Allied Health Source.
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Murr, A.C (2008). Nursing diagnosis manual
: Planning, individualizing, and documenting client care. 2nd Edition.
Philadelphia : FA Davis Company.
Doherty, G., & Way, L.W. (2006). Current surgical diagnosis & treatment. 12th
Edition. New York : McGraw-Hill.
Erniyati., & Serniatika. (2005). Perilaku sadari wanita pedesaan dan wanita
perkotaan. Laporan penelitian. Medan : Universitas Sumatera Utara, Ilmu
Keperawatan.
Ignatavicius, D., Workman, M.L. (2012). Medical-surgical Nursing: Patientcentered Collaborative Care. 7th Edition. Elsevier Health Science.
Kilgour, R., Jones, D.H., Keyserlingk, J.R. (2007). Effectiveness of a self
administered, home-based exercise rehabilitation program for women
following a modified radical mastectomy and axillary node dissection: a
preliminary study. Breast Cancer Res Treat, 109:285–295. Proquest database.
Krukowska, J., Terek, M., Macek, P., Okosnka, M.W. (2010). The methods of
treatment of lymphoedema in woman after mastectomy. Proquest database.
NANDA International. (2012). Nursing diagnoses : definitions and classification
2012 – 2014. Oxford : Wiley-Blackwell
Nutrition health review. (2008). Exercising after having a mastectomy. ProQuest
Nursing & Allied Health Source
Pringgoutomo, S., Himawan, S., Tjarta, A. (2006). Buku ajar patologi I (Umum).
Edisi ke-1. Jakarta: Sagung seto.
Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Jika
Tidak Dikendalikan 26 Juta Orang di Dunia Menderita Kanker.
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1060-jika-tidakdikendalikan-26-juta-orang-di-dunia-menderita-kanker-.html.
43
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
44
Setiawan., & Tanjung, S.M. (2005). Efek komunikasi terpeutik terhadap tingkat
kecemasan pasien pre operasi di rumah sakit haji adam malik medan. Medan :
Universitas Sumatera Utara, Ilmu Keperawatan.
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah
Brunner & Suddarth (Terjm.). Jakarta : EGC.
Wahyuningsih, M. (2012). Jumlah Penderita Kanker di Dunia Naik 300 Persen
Pada
Tahun
2030.
Style
Sheet:
http://health.detik.com/read/2012/08/30/165020/2003530/763/jumlah-penderitakanker-di-dunia-naik-300-persen-pada-tahun-2030.
WHO. (2013). Women and cervical and breast cancer. Style Sheet :
http://www.who.int/gho/women_and_health/diseases_risk_factors/cancer_text/en/ind
ex.html
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
Lampiran 1: Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Hematologi (7/5/2013
Hematologi rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
MCV/VER
MCH/HER
KHER
Trombosit
Leukosit
11,5 gr/Dl
32,7%
4,04 10^6/µL
80,9 fL
27,2 pg
33,6 g/Dl
202 10^3/µL
3,31 10^3/µL
12 – 15
36 – 46
3,8 – 4,8
90 – 95
27 – 31
32 – 36
160 – 400
5 – 10
Hemostatis (7/5/2013)
Masa protrombin (PT)
Pasien
Kontrol
10,5 detik
12,8 detik
9,8 – 12,6
31 – 47
APTT
Pasien
Kontrol
25,7 detik
33,4 detik
31 – 47
Kimia Klinik (7/5/2013)
Analisa gas darah
PH
PCO3
PO2
HC03
Total O2
Base Excess
Standar HCO3
Standar Base Excess
Saturasi O2
7,352
43,3 mmHg
92,8 mmHg
24,3 mmol/L
25,6 mmol/L
-0,70 mmol/L
23,8 mmol/L
-1,5 mmol/L
96,8%
7,35 – 7,45
35 – 45
75 – 100
21 – 25
21 – 27
-2,5 – 2,5
22 – 24
9,5 – 98%
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
Lampiran 2: Rencana Asuhan Keperawatan
Rencana Asuhan Keperawatan Pre Operatif
Nama Pasien : Ny.S
Ruang
: 420 Gedung A RSUPN Cipto Mangunkusumo
No
Diagnosa
Keperawatan
1
Cemas
Tujuan
Pasien tidak cemas
Intervensi dan Rasional
1. Kaji dan pantau tanda-tanda
dalam 1x24 jam
vital.
setelah.
Rasional : Peningkatan
Kriteria hasil:
tanda-tanda vital dapat
1. Tanda – tanda
menunjukkan kecemasan
vital dalam batas
normal (Tekanan
yang meningkat.
2. Kaji pengalaman pribadi
darah 120/80
dan pengetahuan tentang
mmHg, nadi 60-
kanker payudara,
100x/menit,
mekanisme koping saat
kecepatan
terjadi masalah, sistem
pernapasan 18-
pendukung, dan perasaan
20x/menit).
mengenai diagnosis.
2. Berespon secara
Rasional : Faktor – faktor
positif tehadap
tersebut mempengaruhi
informasi yang
perilaku dan kemampuan
diterima .
pasien menghadapi
3. Mengungkapkan
perasaannya
diagnosis dan pembedahan.
3. Informasikan pasien tentang
tentang dukungan
kanker payudara.
sosial dari
Rasional : Kecemasan
keluarga dan
karena ketidaktahuan akan
teman terdekat .
menurun.
diberikan asuhan keperawatan selama 1x20 m
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
No
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan
4. Ikut serta dalam
Intervensi dan Rasional
4. Ajarkan teknik relaksasi
rencana
napas dalam.
pengobatan
Rasional : Relaksasi napas
5. Pasien tidak
dalam dapat merilekskan
menunjukkan raut
otot-otot sehingga
wajah cemas
menigkatkan ketenangan.
Rencana Asuhan Keperawatan Pasca Operatif
No
Diagnosa
Keperawatan
1
Nyeri Akut
Tujuan
Intervensi dan Rasional
Nyeri berkurang
1. Kaji daerah nyeri, skala
dalam skala 1-2
nyeri, intensitas nyeri,
dalam 1x24 jam.
faktor yang mempengaruhi
Kriteria Evaluasi:
nyeri, dan respon pasien
1. Tekanan darah
terhadap nyeri.
dalam batas
Rasional : Mengetahui
normal
tingkat nyeri untuk
(120/80mmHg)
mengethaui tindakan yang
2. Skala nyeri
berkurang
menjadi 1-2 dan
tepat untuk mengurangi
nyeri
2. Kaji dan pantau TTV
frekuesni nyeri
Rasional : Tekanan darah ,
menjadi jarang
denyut jantung, dan
3. Skala nyeri klien
pernapasan mengalami
berkurang
perubahan selama periode
sehingga klien
nyeri.
mampu merubah
posisi dan tidak
3. Berikan lingkungan yang
tenang
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
hanya fokus pada
Rasional : Lingkungan yang
diri sendiri
tenang meningkatkan
ketenangan dan
kenyamanan.
4. Berikan tindakan untuk
meningkatkan kenyamanan
diberikan
asuhan
perubahan
posisi
semi keperawatan selama 1x20 m
fowler dan meninggikan
lengan yang sakit
Rasional : Stres pada letak
insisi dikurangi, gaya
gravitasi mengurangi
akumulasi caira pada
lengan.
5. Tingkatkan latihan pasif
kemudian aktif pada lengan
yang sakit
Rasional : Latihan ini akan
meningkatkan sirkulasi,
mencegah kompetensi
neurovaskular, dan
mencegah stres serta
kekakuan bahu.
6. Dorong dan ajari kembali
latihan relaksasi napas
dalam
Rasional : Teknik relaksasi
digunakan untuk
meningkatan kenyamanan
dan mengurangi nyeri.
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian obat-
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
obatan analgetik dgn dokter
Rasional : Obat – obatan
analgetik untuk mengurangi
nyeri.
No
Diagnosa
Keperawatan
2
Risiko Infeksi
Tujuan
1. Suhu tubuh
Intervensi dan Rasional
1. Amati kulit pada daerah
normal (35,5-36,5)
sekitar luka insisi terhadap
2. Tidak terasa panas
adanya kemerahan, hangat,
pada luka insisi
3. Tidak ada
bengkak, gatal, dan nyeri
Rasional : Kemerahan,
bengkak di daerah
hangat, bengkak, gatal, dan
sekitar luka
nyeri pada daerah sekitar
4. Tidak ada
rembesan pada
balutan luka insisi
5. Tidak ada
luka adalah tanda – tanda
infeksi lokal.
2. Kaji timbulnya demam
menggigil
kemerahan dan
Rasional : Adanya deman
gatal di area luka
adalah tanda dan gejala
insisi
sepsis (infeksi sistemik)
6. dalam 1x24 jam
3. Cuci tangan dengan tepat
sebelum dan setelah kontak
dengan pasien
Rasional : Cuci tangan
dapat memutus rantai
penyebaran
mikroorganisme.
4. Gunakan alat pelindung diri
yang tepat sesuai dengan
tindakan invasif yang akan
dilakukan
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
Rasional : Alat pelindung
diri yang tepat dapat
melindungi diri dan pasien
dari pajanan
mikroorganisme.
5. Pertahankan hidrasi adekuat
Rasional : Keseimbangan
cairan dan elektrolit untuk
mencegah
ketidakseimbangan yang
akan mempengaruhi
terhadap infeksi.
6. Dorong untuk
meningkatkan diet
seimbang terutama protein
yang adekuat.
Rasional : Asupan protein
dan vitamin yg adekuat
untuk memberi makan
sistem kekebalan tubuh.
7. Ganti balutan luka
menggunakan teknik steril
Rasional : Teknik steril
ketika mengganti balutan
lukan dapat mencegah
kontaminasi mikoorganisme
terhadap luka
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
antibiotik dgn dokter
Rasional : Pemberian
antibiotik untuk
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
meningkatkan daya tahan
tubuh.
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
Lampiran 3: Catatan Perkembangan Pasien
Catatan Perkembangan pada Periode Pre Operatif
Tanggal
09052013
Implementasi
Mengkaji
1 Perasaan mengenai
Evaluasi
S: Klien mangatakan belum
mengetahui tentang kanker
diangosa dan
payudara dan ingin
pembedahan yang akan
mengetahui tentang kanker
dilakukan
payudara
2 Pengalaman pribadi
Klien mengatakan kadang-
pengetahuan tentang
kadang muncul rasa takut
kanker payudara
meninggal katika dioperasi
3 Mekanisme koping
untuk mengatasi cemas
4 Menginforkamasikan
dan untuk menghilangi
cemas dengan banyak
berdoa dan ibadah, suami
pasien mengenai kanker
dan kedua anaknya selalau
payudara dan faktor-
memberikan dukungan
faktor risiko kanker
kepadanya. Klien juga
payudara
cemas kedua anaknya
dapat menderita kanker
karena klien pernah
mendengar bahwa kanker
dapat diturunkan. Klien
mengatakan cemas
berkurang setelah
diberikan penjelasan
tentang kanker payudara
faktor risiko dan cara
pemeriksaan payudara
sendiri (SADAR)
O : Pasien tampak lebih
tenang. Pasien dapat
menyebutkan kembali 5
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
dari 10 faktor risiko kanker
payudara dan dapat
mendemontrasikan
SADARI
A : Cemas sudah berkurang
P : Menginformasikan pasien
mengenai cara mencegah
kanker payudara.
11052013
1 Menginformasikan
S. Klien mengatakan menjadi
tentang cara mencegah
lebih tahu dan cukup
kanker
tenang setelah diberikan
2 Menginformasikan
informasi. Klien
tentang persiapan
mangatakan dulu sering
operasi dan operasi yang
memakan makanan yang
akan dihadapi
mengandung pengawet dan
3 Mengkaji tanda –tanda
vital
penyedap rasa dan
sekarang akan lebih sering
mengkonsumsi buah dan
sayur
O: Tekanan darah: 120/80
mmHg, frekuensi nadi: 74/
x/menit, frekuensi napas:
18 x/menit, klien tampak
tenang dan tidak
mengajukan raut wajah
cemas dan kawatir
A: Cemas sudah berkurang
namun klien masih
membutuhkan informasi
tentang kanker payudara
sambil menunggu jadwal
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
operasi
P: Edukasi cara mengurangi
nyeri post operasi payudara
dan ajarkan teknik relaksi
napas dalam.
12052013
Mengajarkan latihan –
S : Klien mengatakan tenang
latihan untuk post operatif :
setelah melakukan teknik
1. Teknik relaksasi napas
relaksasi napas dalam dan
dalam untuk mengurangi
akan melakukan setiap
cemas dan nyeri
dirinya merasa cemas dan
2. Latihan lengan
setelah operasi untuk
3. Latihan berpindah posisi
mengurangi nyeri. Klien
4. Latihan batuk post
mengatakan senang setelah
operatif
latihan lengan, berpindah
posisi, dan latihan batuk
untuk setelah operasi.
O : Tekanan darah sebelum
napas dalam 120/80,
tekanan darah setelah
napas dalam 110/70,
frekuensi nadi: 80 x/menit,
frekuensi napas: 18
x/menit, klien tampak
melakukan napas dalam,
latihan lengan, latihan
berpindah posisi, dan
latihan batuk sesuai dengan
yang diajarkan, raut wajah
tenang
A : Cemas sudah tidak terjadi
P : Ulangi kembali intervensi
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
untuk mengatasi cemas
apabila cemas kembali
terjadi
14052013
1. Mendorong klien untuk
S: Klien mengatakan deg-
mendemontrasikan
degan dan cemas
teknik relaksasi napas
menjelang operasi hari ini
dalam.
dan cemas berkurang
setelah melakukan teknik
napas dalam dan berdoa.
O: Tekanan darah: 130/80,
frekuensi napas: 19
x/menit, frekuensi napas:
88 x /menit. Setelah napas
dalam dan berdoa tekanan
darah: 120/70 mmHg.
Wajah klien tampak cemas
dan sudah puasa sejak jam
2.00 setelah melakukan
napas dalam dan berdoa
raut wajah cemas
berkurang
A: Cemas sudah berkurang
P: Dukung selalu klien untuk
berdoa dan melakukan napas
dalam.
16052013
1. Membantu klien
S: Klien mengatakan kemarin
mengungkapkan
cemas menjelang operasi
perasaannya hari ini
namun kecewa jadwal
2. Mengkaji tanda-tanda
vital
operasi diundur lagi.
Sekarang klien mengatakan
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
3. Mengulangi kembali
tidak terlalu cemas klien
latihan lengan,
senang mengulang kembali
berpindah posisi, dan
latihan – latihan setelah
latihan batuk post
operasi karena menurunkan
operatif
kekhawatiran klien tentang
kondisi setelah operasi.
O: Tekanan darah 120/80
mmHg, frekuensi nadi : 88
x/menit, frekuensi napas :
18 x/menit, klien tampak
dapat melakukan latihan
sesuai dengan yang
diajarkan, klien tidak
tampak cemas
A: Cemas sudah berkurang
P: Ulangi kembali intervensi
untuk mengatasi cemas jika
cemas kembali terjadi.
Catatan Perkembangan pada Periode Post Operatif
Tanggal
Diagnosa
Keperawatan
170513
Nyeri Akut
17.00
Implementasi
1. Mengkaji
Evaluasi SOAP
S: Klien mengatakan
intensitas, sifat, nyeri luka operasi 3-5,
durasi, faktor
lamanya terus menerus,
yang
frekuensi sering, terutama
mempengaruhi, sangat nyeri bila lengan
dan, cara klien
digerakan dan jika
mengatasi
berubah posisi miring.
nyeri
Klien mengatakan lebih
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
2. Mengkaji tanda tenang dan nyaman
– tanda vital
setelah melakukan napas
3. Memberikan
dalam dan lengan yang
posisi semi
sakit ditinggikan serta
Fowler dan
kepala sedikit tinggi
lengan yang
O: Sebelum diberikan
ditinggikan
posisi tekanan darah:
4. Mendorong
130/90 mmHg dan
untuk
frekuensi nadi : 89
melakukan
x/menit.
teknik relaksasi Tekanan darah: 120/80
napas dalam
mmHg, frekuensi nadi 70
yang pernah
x/menit (30 menit setelah
dipelajari
diberikan bantalan pada
5. Memberikan
lengan yang sakit, posisi
lingkungan
semi Fowler, dan teknik
yang tenang
relaksasi napas dalam)
Klien baru tiba dari ruang
operasi pukul 13.00.
Klien tampak lebih
banyak diam
dibandingkan sebelum
operasi (fokus pada nyeri)
A : Nyeri sedikit
berkurang namun masih
perlu penanganan nyeri
P : Kolaborasi pemberian
analgetik ketorolac 3 x 30
mg IV
1705201
3
Risiko Infeksi
1. Mengkaji tanda S: Klien mengatakan luka
– tanda vital
tidak terasa ada rembesan,
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
2. Mengkaji
tidak gatal, dan tidak
adanya
panas. Klien mengatakan
rembesan pada
akan minum air putih
balutan luka
kurang lebih 3000 cc/ hari
operasi dan
dan banyak makan putih
tanda – tanda
telur sayuran buah dan
infeksi
memghabiskan makanan
3. Mempertahank
yang disediakan oleh
an hidrasi yang
rumah sakit
dekuat
O: S: 36,6oC ( tidak
4. Mendorong
terjadi peningkatan suhu
untuk
tubuh), tidak tampak
meningkatkan
rembesan pada daerah
asupan
luka operas, drainase
makanan kaya
produksi hemoragik
protein dan
50cc/15 jam
vitamin seperti
A: Infeksi tidak terjadi
telur, ikan, dan
P: Kolaborasi pemberian
sayur buah
antibiotik Cefazolin 2 x 1
gr, pantau tanda-tanda
infeksi dan tanda – tanda
vital, dan asupan
makanan adekuat
1805201
3
Nyeri Akut
1. Mengkaji
S: Klien mengatakan
skala, durasi,
nyeri skala 3-4 durasi
frekuensi, dan
sudah berkurang sekitar
reaksi pasien
20 detik ketika terasa,
terhadap nyeri
frekuensi jarang.
2. Melatih latihan
O: Tekanan darah 120/80
aktif meremas
mmHg, frekuensi nadi
bola dan
74x/menit, frekuensi
ekstensi-fleksi
napas 18 x/menit, klien
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
ekstensi-
tampak lebih tersenyum
fleksi,oposisi,
dan aktif berbicara tidak
abduksi-
seperti kemarin. Wajah
adduksi jari –
meringis juga sudah tidak
jari dan
tampak. Klien dapat
pergelangan
melakukan ekstensi-
tangan. Pasif :
fleksi,oposisi, abduksi-
fleksi-ekstensi
adduksi jari – jari dan
siku
pergelangan tangan secara
3. Memberikan
aktif. (gerakan 1-3
ketorolac
gambar 2.2). Edema pada
sesuai order 30
lengan kiri tidak tampak.
mg dan
evaluasi respon
pasien setelah
diberikan
ketorolac
1805201
3
Risiko infeksi
1. Mengkaji tanda S: Klien mengatakan
– tanda vital
daerah luka operasi tidak
dan tanda –
ada rembesan, tidak gatal,
tanda infeksi
dan tidak panas. Klien
2. Mengkaji
mengatakan badan terasa
adanya
hangat dan minum hari ini
rembesan dan
dari pagi hingga jam
jumlah
17.00 hanya sekitar 600
drainase
ml
3. Mendorong
O: Suhu tubuh 38,4 ºC,
hidrasi yang
tidak ada pembesaran
adekuat dan
pada daerah luka operasi,
asupan nutrisi
lengan tidak bengkak.
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
adekuat
Kulit daerah sekitar luka
tidak kemerahan.
A: tidak ada tanda-tanda
infeksi lain selain
peningkatan suhu, perlu
dipantau tanda-tanda
infeksi agar infeksi tidak
terjadi. Peningkatan suhu
mungkin juga dapat
disebabkan hidrasi yang
tidak adekuat
P: Pantau TTV dan tandatanda infeksi, dorong
hidrasi yang adekuat.
1805201
Hipertermia
1. Mengkaji tanda S: Klien mengatakan
– tanda vital
3
sudah merasa panas
2. Memberikan
setelah dikompres, minum
kompres
obat, dan minum air putih
hangat
yang banyak.
3. Mendorong
O: Suhu tubuh sebelum
hidrasi yang
dikompres dan diberikan
adekuat
Paracetamol 38,4 ºC . 1
3000cc/hari
jam kemudian 36,8 ºC.
4. Memberikan
badan klien sudah tidak
Paracetamol
teraba hangat. Klien tidak
sesuai order
tampak menggigil.
A: Hipertermi sudah tidak
terjadi
P: Pantau tanda-tanda
vital, dorong untuk
hidrasi ± 3000 cc/hari
2005201
Risiko infeksi
1. Mengkaji tanda S: Klien megatakan tadi
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
3
– tanda vital
malam badan tidak panas
dan tanda –
kembali, klien
tanda infeksi
mengatakan tidak begitu
2. Mencuci
nyeri saat diganti balutan
tangan dengan
dan luka dibersihkan.
tepat sebelum
O: Suhu tubuh 36,7 ºC.
dan setelah
Selang drainase dilepas
kontak dengan
hari ini. Luka tampak
pasien
bagus, tidak ada pus, dan
3. Menggunakan
tidak keluar darah dari
sarung tangan
jahitan. Luka jahitan juga
steril ketika
tidak dehisens. Luka tidak
melakukan
bengkak.
perawatan luka
A: infeksi tidak terjadi
4. Kolaborasi
P: - Ajarkan klien cara
menangani
mencegah luka operasi di
balutan luka
rumah agar tidak infeksi,
kering steril
dorong untuk asupan
makanan kaya protein
(telur dan ikan), sayur,
dan buah dirumah.
2005201
3
Nyeri Akut
1. Mengkaji tanda S: Klien mengatakan
– tanda vital
nyeri pada skala 1-2,
dan skala,
durasi ± 10 detik,
durasi,
frekuensi jarang (saat
frekuensi, dan
berubah posisi kadang-
reaksi pasien
kadang menimbulkan
terhadap nyeri
nyeri tapi dapat
2. Memberikan
ditoleransi. Klien
latihan aktif
mengatakan senang
fleksi-ekstensi
melakukan latihan lengan
dan abduksi-
dan tidak menimbulkan
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
aduksi jari –
nyeri.
jari tangan dan
O: Tekanan darah: 120/80
pergelangan
mmHg, frekuensi nadi:
tangan, fleksi-
72x/ menit, frekuensi
ekstensi siku,
napas: 18x/ menit. Klien
supinasi-
tampak tenang dan tidak
pronasi, fleksi-
meringis. Klien dapat
ekstensidan
melakukan latihan fleksi-
abduksi –
ekstensi dan abduksi-
aduksi bahu
aduksi penuh pada jari
dan pergelangan tangan.
Supinasi-pronasi. Fleksiekstensi siku penuh.
Fleksi bahu belum
mampu. Abduksi-aduksi
bahu hanya 45 derajat.
(gerakan 1-7 gambar 2.2)
A: nyeri sudah hampir
hilang
P: intervensi dihentikan
karena pasien diizinkan
pulang.
Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013
Download