UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN KANKER PAYUDARA PASCA MASTEKTOMI DI RUANG RAWAT BEDAH GEDUNG A RSUPN CIPTO MANGUNGKUSUMO JAKARTA KARYA ILMIAH AKHIR RAHAYU SETIYAWATI 0806334294 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI 2013 Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN KANKER PAYUDARA PASCA MASTEKTOMI DI RUANG RAWAT BEDAH GEDUNG A RSUPN CIPTO MANGUNGKUSUMO JAKARTA KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ners RAHAYU SETIYAWATI 0806334294 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI 2012 Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 ii Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 iii Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Penulisan karya ilmiah akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners Jurusan Ilmu Keperawatan pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa praktik sampai penyusunan karya ilmiah akhir ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Debie Dahlia,S.Kp.,MHSM dan Ns. Muhamad Adam,M.Kep.,Sp.Keb.MB selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini; (2) Pihak ruang rawat bedah Gedung A dan Divisi Bedah Onkologi RSUPN Cipto Mangunkusumo yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan; (3) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral; dan (4) Yuanita Fransiska, Dini Sulistyanti, Dias Syeh T, Dhian Luluh yang telah memberikan bantuan dukungan saya dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Depok, 18 Juli 2013 Penulis iv Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 v Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 ABSTRAK Nama : Rahayu Setiyawati Program Studi : Profesi Ners Judul : Analisis Praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien Kanker Payudara Pasca mastektomi di Ruang Rawat Bedah Gedung A RSUPN Cipto Mangungkusumo Jakarta. Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan utama di perkotaan. Mastektomi sebagai tindakan pembedahan kanker payudara, berpotensi menyebabkan penurunan rentang gerak, kekakuan bahu, dan limfedema pada lengan sisi payudara yang mengalami pembedahan, terutama jenis modified radical mastectomy (MRM). Karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan pasien kanker payudara pasca mastektomi. Latihan rentang gerak pada lengan yang terkena bertujuan untuk meningkatkan rentang gerak dan mencegah kekakuan bahu serta limfedema. Hasil penerapan latihan rentang gerak menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rentang gerak dan tidak terjadi kekakuan bahu serta limfedema. Perawat perlu mengajarkan latihan rentang gerak lengan pada pasien pasca mastektomi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Kata kunci : Kanker payudara, limfedema, pasca mastektomi, rentang gerak vi Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 ABSTRACT Nama : Rahayu Setiyawati Study Program : Ners Judul : The Profession Practice Analytical of Urban Nursing Health of Patient with Breast Cancer Post mastectomy in RSUPN Cipto Mangunkusumo Breast cancer is one of the mayor health problems in urban area. Mastectomy as a treatment of breast cancer potentially cause lymphoedema, decrease range of motion, and shoulder stiffness of the arm was had mastectomy, especially the type of modified radical mastectomy (MRM). This paper was aimed to explore nursing process of patient post mastectomy. Range of motion exercise was aimed to increase range of motion and prevent shoulder stiffness and lymphoedema. Patient showed the increasing of range of motion and shoulder stiffness and lymphoedema did not occur after doing exercise. Based on finding, Nurses have to teach range of motion exercise to patient post mastectomy to increase their quality of life. Key word : Cancer mammae, lymphoedema, post mastectomy, range of motion vii Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………………………………………………. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS …………………… HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………. KATA PENGANTAR …………………………………………………. HALAMAN PESETUJUAN PUBLIKASI ……………………………. ABSTRAK …………………………………………………………….. ABSTRACT …………………………………………………………… DAFTAR ISI …………………………………………………………… DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….. DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …………………………………………………… 1.2 Tujuan Penulisan ………………………………………………… 1.3 Manfaat Penulisan ……………………………………………….. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan ……………. 2.2 Kanker Payudara ………………………………………………… 2.2.1 Anatomi payudara ……………………………………….. 2.2.2 Pengertian ……………………………………………….. 2.2.3 Tipe Histologi …………………………………………… 2.2.4 Etiologi ………………………………………………….. 2.2.5 Faktor-faktor Risiko …………………………………….. 2.2.6 Pemeriksaan ……………………………………………. 2.2.7 Penentuan derajat dan Tingkat Keganasan ……………… 2.3 Mastektomi ……………………………………………………… 2.3.1 Pengertian dan Jenis …………………………………….. 2.3.2 Komplikasi potensial mastektomi ………………………. 2.4 Proses Keperawatan Pasien Pre dan Pasca Mastektomi ………… 2.4.1 Asuhan Keperawatan Pre dan pasca Mastektomi ………… 2.4.2 Latihan Rentang Gerak Lengan Pasca Mastektomi ………. 3. TINJAUAN KASUS 3.1 Pengkajian Keperawatan ………………………………………… 3.2 Proses Keperawatan pada periode Pre Operatif ………………… 3.2.1 Diagnosa dan Rencana Tindakan Keperawatan ………… 3.2.2 Implementasi dan Evaluasi ……………………………… 3.3 Asuhan Keperawatan pada Periode Pasca Operatif …………… 3.3.1 Diagnosa dan Rencana Tindakan Keperawatan ……… 3.3.2 Implementasi dan Evaluasi …………………………… 4. ANALISIS SITUASI 4.1 Analisis kasus terkait konsep KKMP …………………………… 4.2 Analisis Kasus …………………………………………………. 4.3 Analisis based-evidence practice …………………………………. viii i ii iii iv v vi vii viii x xi xii 1 3 4 5 6 7 8 9 9 9 11 13 14 14 15 16 20 20 24 27 27 28 29 29 30 32 33 39 Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 4.4 Alternatif Pemecahan Masalah ………………………………… 5. PENUTUP 5.1 Simpulan ………………………………………………………. 5.2 Saran ………………………………………………………….. 41 DAFTAR REFERENSI……………………………………………… 43 ix 42 42 Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Anatomi Payudara ………………………………………… 7 Gambar 2.2 Latihan Rentang Gerak Lengan Pasca Mastektomi ……… 21 x Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Analisis Data Pre Operatif ………………………………… 28 Tabel 3.2 Analisis Data Pasca Operatif ……………………………… 31 xi Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Labaoratorium Lampiran 2 Rencana Tindakan Keperawatan Lampiran 3 Catatan Perkembangan Pasien xii Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker menjadi salah satu masalah kesehatan yang serius dewasa ini di dunia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2005, kematian akibat kanker di seluruh dunia mencapai 7 juta orang, 11 juta kasus baru kanker, dan 25 juta orang hidup dengan kanker (Wahyuningsih, 2012). Kanker juga merupakan penyebab utama kematian dan menyumbang 7,6 juta kematian (sekitar 13% dari semua kematian) pada tahun 2008 (WHO, 2013). Kanker paru – paru, payudara, kolorektal, lambung dan prostat menyebabkan sebagian besar kematian akibat kanker. Dengan demikian, kanker menjadi salah satu masalah kesehatan yang serius karena menjadi penyebab utama kematian dewasa ini di dunia. Angka kejadian kanker payudara mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya tahun. Data IARC Globocan (2008) mengungkapkan bahwa ada sekitar 1,38 juta kasus baru dan 458. 000 kematian akibat kanker payudara setiap tahun (WHO, 2013). Pada tahun 2004, sebanyak 15,1% kasus kanker payudara dari semua kasus kanker yang ada dan meningkat menjadi 18,5 persen pada tahun 2008 (Wahyuningsih, 2012). Oleh karena itu, kanker payudara menjadi salah satu jenis kanker yang banyak diderita di dunia. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang banyak diderita oleh perempuan baik di negara maju maupun berkembang. Sebanyak 591.000 wanita meninggal pada tahun 2004 karena kanker payudara dan mayoritas (69%) dari semua kematian akibat kanker payudara terjadi di negara berkembang (WHO, 2013). Selain itu, sebanyak 269.000 kematian karena kanker payudara terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana sebagian besar wanita dengan kanker payudara didiagnosa pada tahap akhir terutama karena kurangnya kesadaran tentang deteksi dini dan hambatan untuk pelayanan kesehatan (WHO, 2013). Peningkatan insiden kanker payudara di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah juga dapat disebabkan peningkatan urbanisasi dan adopsi 1 Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 2 gaya hidup barat. Kanker payudara juga menjadi penyebab utama kematian pada perempuan usia 20–59 tahun di negara–negara berpenghasilan tinggi (WHO, 2013). Dengan demikian, kanker payudara menjadi jenis kanker yang paling banyak diderita oleh perempuan baik di negara maju maupun negara berkembang. Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan utama pada perempuan di Indonesia. Data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007 menunjuukan bahwa kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh rumah sakit di Indonesia (16,85%). Data rekam medis RS Kanker Dharmais tahun 2010 juga menunjukkan bahwa kanker payudara menduduki peringkat pertama dari 10 kanker terbesar dan hampir 85% pasien kanker payudara datang ke rumah sakit dalam keadaan stadium lanjut. Berdasarkan data dari Divisi Bedah Onkologi RSUPN Cipto Mangunkusumo pada Januari hingga April 2013, diketahui terdapat 49 pasien dengan kanker payudara dan sebanyak 60% pasien bertempat tinggal di daerah perkotaan seperti Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan Depok.. Dengan demikian, kanker payudara menjadi salah satu masalah kesehatan utama pada perempuan di Indonesia. Mastektomi merupakan pilihan tindakan pembedahan kanker payudara. Jenis mastektomi yang banyak dilakukan ialah Modified Radical Mastectomy (MRM). Divisi bedah onkologi RSCM mencatat sebanyak 19 pasien dari 49 pasien penderita kanker payudara menjalani operasi MRM dalam bulan januari hingga april 2013. Pada pasien yang menjalani MRM, seluruh jaringan payudara dan nodus limfe aksilaris diangkat. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya limfedema sebagai komplikasi potensial dari MRM (Smeltzer & Bare, 2001). Pasien yang menjalani mastektomi juga berisiko mengalami penurunan rentang gerak, dan kekakuan bahu pada lengan sisi payudara yang dilakukan pembedahan. Dengan demikian, mastektomi berpotensi menyebabkan penurunan rentang gerak, kekakuan bahu, dan limfedema pada lengan yang terkena. Peran perawat diperlukan untuk mencegah terjadinya limfedema, meningkatkan rentang gerak, dan mencegah kekakuan bahu pada lengan yang terkena pada Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 3 pasien pasca mastektomi. penelitian Kilgour, Jones, dan Keyserlingk pada 27 (2007) menunjukkan bahwa program rehabilitasi latihan rentang gerak di rumah merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan mobilisasi dan rentang gerak bahu dimana latihan dilakukan selama periode pemulihan 2 minggu yang dimulai segera setelah operasi. Smetlzer dan Bare (2001) juga menjelaskan bahwa kebanyakan pasien pasca mastektomi tidak mengalami limfedema masif terutama bila mereka diinstruksikan dengan cermat dan didorong untuk meninggikan, memasase, dan melatih lengan yang sakit selama 3 – 4 bulan. Pemulihan fungsi lengan dan gerakan bahu ditingkatkan dengan melakukan latihan terbatas selama 24 jam pertama. Dengan demikian, peran perawat diperlukan untuk meningkatkan rentang gerak dan mencegah kekakuan bahu serta limfedema pada lengan yang terkena pasca mastektomi. 1.2 Tujuan Penulisan Penulisan karya ilmiah akhir ini memiliki tujuan sebagai berikut : 1.2.1 Tujuan Umum Karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk menggambarkan hasil asuhan keperawatan pada pasien kanker payudara yang menjalani mastektomi di ruang rawat bedah Gedung A RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta. 1.2.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penulisan ini yaitu: a. Menggambarkan hasil pengkajian pada pasien kanker payudara yang menjalani mastektomi di ruang rawat bedah Gedung A RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta. b. Menggambarkan masalah keperawatan dan rencana keperawatan pada pasien kanker payudara yang menjalani mastektomi di ruang rawat bedah Gedung A RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta. c. Menggambarkan hasil intervensi keperawatan pada pasien yang menjalani mastektomi, khususnya hasil intervensi keperawatan latihan rentang gerak lengan pada pasien kanker payudara pascamastektomi di ruang rawat bedah Gedung A RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta. Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 4 1.3 Manfaat Penulisan Penulisan karya ilmiah ini memiliki manfaat sebagai berikut : 1.3.1 Bagi Pelayanan Keperawatan Karya ilmiah ini bermanfaat bagi perawat khususnya yang bekerja di unit rawat bedah onkologi untuk memberikan latihan rentang gerak lengan kepada pasien pasca mastektomi sebagai upaya untuk meningkatkan rentang gerak, mencegah kekakuan bahu, dan mencegah terjadinya limfedema pada pasien. 1.3.2 Bagi Pendidikan Keperawatan Penulisan ini bermanfaat sebagai masukan untuk materi perkuliahan keperawatan dewasa terkait ketidaknyamanan pasca mastektomi. Selain itu, penulisan ini juga bermanfaat sebagai masukan untuk materi perkuliahan tentang keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan yang merupakan program unggulan dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Peningkatan urbanisasi atau perpindahan jumlah penduduk dari pedesaan ke perkotaan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor utama terjadinya peningkatan urbanisasi adalah peningkatan kegiatan perekonomian seperti perdagangan dan industri di perkotaan yang mendorong masyarakat pedesaan untuk mencari lapangan pekerjaan dengan harapan peningkatan kualitas hidup yang lebih baik. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan urbanisasi adalah kehidupan perkotaan yang lebih maju dibandingkan dengan pedesaan seperti teknologi, pendidikan, fasilitas kesehatan, dan sebainya. Perkotaan memiliki permasalahan lingkungan fisik seiring dengan peningkatan kemajuan di perkotaan. Permasalahan lingkungan fisik di perkotaan adalah polusi udara, perubahan iklim, tempat tinggal, kebisingan, kesehatan kerja, transportasi, air dan sanitasi (WHO, 2010). Permasalahan lingkungan fisik tersebut dapat menyebabkan timbulnya masalah kesehatan pada masyarakat perkotaan. Polusi udara pada perkotaan bersumber dari pembakaran rumah tangga, kendaraan bermotor, kebakaran hutan, dan industri. Dampak dari polusi udara ialah gangguan pernapasan dan kanker. Salah satu permasalahan kesehatan kerja pada perkotaan ialah pajanan bahaya kimia yang berpotensi menimbulkan kanker. Kebisingan dan kemacetan pada daerah perkotaan bersumber dari peningkatan kepadatan lalu lintas dan pabrik. Masalah kebisingan dan kemacetan dapat berdampak pada timbulnya stress, gangguan tidur, efek kardiovaskuler, pernapasan, obesitas, dan sebainya. Permasalahan lingkungan sosial juga terjadi pada masyarakat perkotaan. Masalah lingkungan sosial pada masyarakat perkotaan meliputi kepadatan penduduk, homeless, anak jalanan, pengangguran, dan kemiskinan. Peningkatan urbanisasi menyebabkan kepadatan penduduk dimana peningkatan jumlah penduduk tidak diikuti peningkatan luas wilayah. Peningkatan urbanisasi yang dilatarbelakangi 5 Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 6 harapan mendapat pekerjaan yang lebih baik di daerah perkotaan namun jumlah lapangan pekerjaan tidak sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran, kemiskinan, homeless, dan anak jalanan di masalah perkotaan. Permasalahan pengangguran, kemiskinan, homeless, dan anak jalanan dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti kanker karena kebutuhan nutrisi yang tidak cukup untuk meningkatkan kesehatan dan tidak tersedianya biaya untuk memperoleh fasilitas kesehatan. Permasalahan kejiwaan juga mengalami peningkatan pada daerah perkotaan seiring dengan peningkatan tekanan hidup di perkotaan. Permasalahan kejiwaan yang sering terjadi di perkotaan ialah kekerasan, kecemasan, serta stres dan depresi. Persaingan dan tingginya tekanan hidup di perkotaan, kemacetan, dan polusi menjadi sumber stress dan depresi bagi masyarakat perkotaan. Stres dan depresi berkepanjangan diketahui dapat menimbulkan berbagai penyakit pada manusia salah satunya adalah kanker. 2.2 Kanker Payudara 2.2.1 Anatomi payudara Manusia memiliki sepasang payudara (kelenjar susu) yang terletak diantara iga kedua dan keenam di atas otot pektoralis mayor dari sternum ke garis midaksilaris, masing – masing meluas ke aksila, suatu area jaringan payudara yang disebut tail of spence. Ligamen Cooper yang merupakan pita fasia meyangga payudara pada dinding dada. Perkembangan payudara terjadi sekitar usia 10 tahun dan terus berkembang hingga sekitar usia 16 tahun. Bentuk luar payudara terdiri dari : a. Korpus Mammae yang terdiri dari stroma dan parenkim. Stroma terdiri dari jaringan ikat, lemak, pembuluh darah, syaraf, dan getah bening. Parenkim terdiri dari duktus, duktulus, lobus, lobulus, dan alveolus. b. Areola merupakan daerah yang hiperpigmentasi dimana di dalam daerah ini terdiri dari saluran susu melebar (sinus laktiferus). c. Papilla Mammae merupakan muara pengeluaran terdiri dari jaringan erektil dan ujung saraf sensoria. Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 7 Gambar 2.1 Anatomi Payudara 2.2.2 Pengertian Kanker merupakan neoplasma yang memiliki sifat biologik ganas. Neoplasma ialah massa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan, tidak terkoordinasi dengan jaringan normal dan tumbuh terus menerus meskipun rangsang yang menimbulkannya atau memulainya telah hilang. Sel neoplasma mengalami trasnformasi oleh karena mereka terus menerus membelah. Hal ini berbeda dengan sel tubuh normal yang pembelahannya terkendali. Kanker atau tumor ganas pada umumnya tumbuh cepat, infiltrat, dan merusak jaringan sekitar. Disamping itu dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran limfe atau aliran darah dan sering menimbulkan kematian. Massa kanker payudara memiliki karakteristik jumlah biasanya soliter, bentuk tidak teratur atau berbentuk bidang, konsistensi keras atau padat, mobilitas mungkin terikat pada kulit atau jaringan di bawahnya, biasanya tidak nyeri, tanda – tanda retraksi mungkin tidak ada (Smeltzer & Bare, 2001). Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 8 2.2.3 Tipe Histologi Sejumlah tipe patologis kanker payudara kanker payudara dapat diidentifikasi secara histologi. Tipe – tipe tersebut dibedakan dengan penampilan histologi dan pola pertumbuhan tumor (Doherty & Way, 2006). Tipe – tipe histologis kanker payudara yaitu karsinoma duktal menginfiltrasi atau invasif : medular, koloid (musinus), tubular, dan papiler; karsinoma lobular menginfiltrasi atau invasif; no invasif : intraduktal dan lobular in situ; dan jenis kanker yang jarang terjadi (<1%) yaitu juvenile (secretory), adenoid cystic, epidermoid, serta sudoriferous. Umumnya, kanker payudara tumbuh dari lapisan epitel duktus yang berukuran besar atau sedang atau dari epitelium duktus terminal lobulus. Kebanyakan kanker payudara timbul dari intermediate ductal dan invasif (karsinoma duktal menginfiltrasi atau invasif). Frekuensi terjadinya karsinoma duktal menginfiltrasi (tidak spesifik) adalah 80-90% dengan medular 5-8%, koloid (musinus) 2-4%, tubular 1-2%, dan papilar 1-25 (Doherty & Way, 2006). Data divisi bedah onkologi juga mencatat kasus kanker payudara yang banyak terjadi selama bulan Januari hingga April 2013 adalah karsinoma duktal menginfiltrasi atau invasif dengan 21 kasus dari 48 kasus kanker payudara. Karsinoma duktal menginfiltrasi terasa keras saat dipalpasi dan biasanya bermetastasis ke tulang, paru, hepar, dan otak (Smeltzer & Bare, 2001). Tipe karsinoma medular tumbuh dalam kapsul di dalam duktus dan dapat menjadi besar tetapi meluas dengan lambat. Sementara itu, tipe musinus juga tumbuh dengan lambat dan penghasil lendir. Karsinoma lobular menginfiltrasi atau invasif jarang terjadi. Frekuensi terjadinya karsinoma lobular menginfiltrasi atau invasif adalah 6-8%. Tumor ini biasanya terjadi pada suatu area penebalan yang tidak baik pada payudara bila dibandingkan dengan tipe ductal menginfiltrasi. Dapat terjadi penebalan pada salah satu atau kedua payudara. Karsinoma duktal menginfiltrasi dan lobular menginfiltrasi memiliki keterlibatan nodus aksilaris yang serupa meskipun tempat metastasisnya berbeda. Karsinoma lobular biasanya bermetastasis ke permukaan meningeal atau tempat – tempat tidak lazim lainnya. Frekuensi terjadinya karsinoma tidak invasif juga rendah. Karsinoma non invasif dapat terjadi dalam Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 9 duktus (karsinoma intraduktus/duktus in situ) atau lobular (karsinoma lobular in situ). Frekuensi terjadinya tipe intraduktal non invasif 2-3% dan lobular in situ 23%. 2.2.4 Etiologi Segala sesuatu yang menyebabkan terjadinya kanker disebut karsinogen. Penyebab kanker payudara belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perubahan genetik berkaitan dengan kanker payudara namun apa yang menyebabkan perubahan genetik masih belum diketahui (Smeltzer & Bare, 2001). Perubahan genetik ini termasuk perubahan atau mutasi gen normal dan pengaruh protein baik yang menekan atau meningkatkan kanker payudara. Karsinogen juga diketahui terbagi menjadi bahan kimia, virus, radiasi, dan agen biologik (Pringgoutomo, Himawan, & Tjarta, 2006). Karsinogen kimia dapat berasal dari bahan – bahan kimia limbah pabrik, makanan yang mengadung polycyclic hydrocarbons seperti daging/ikan asap dan minyak sayur yang digunakan berulang kali, merokok, serta konsumsi alkohol. Tidak ada karsinogen virus yang berkaitan dengan kanker payudara. Karsinogen radiasi dapat berasal dari radiasi UV sinar matahari atau radiasi pengion yang digunakan untuk diagnostik, pengobatan, atau industri. Radiasi UV diketahui terkait dengan kejadian kanker kulit dan belum diketahui adanya keterkaitan dengan kanker payudara. Karsinogen agen biologik yang berhubungan dengan kanker payudara adalah hormon yang bekerja sebagai ko-faktor pada karsinogenesis yaitu hormon esterogen yang membantu pembentukan kanker payudara (Pringgoutomo, Himawan, & Tjarta, 2006). 2.2.5 Faktor-faktor Risiko Faktor-faktor risiko kanker payudara telah banyak diungkapkan meskipun belum ada penyebab spesifik kanker payudara. Wanita yang memiliki kanker pada satu payudara meningkatkan risiko perkembangan kanker pada payudara lain dan wanita mengembangkan kanker kontralateral 1 – 2% per tahun (Doherty&Way, 2006). Smeltzer dan Bare (2001) juga menjelaskan bahwa risiko mengalami Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 10 kanker payudara sebelahnya meningkat hampit 1% per tahun. Risiko kanker payudara meningkat 2 kali lipat jika ibunya terkena kanker sebelum berusia 60 tahun dan meningkat 4 - 6 kali jika kanker payudara terjadi pada dua orang saudara langsung (Smeltzer&Bare, 2001). Doherty dan Way (2006) juga menjelaskan bahwa wanita yang memiliki ibu atau saudara perempuan dengan kanker payudara berpotensi 3 - 4 kali mengembangkan kanker payudara. Wanita yang mempunyai anak pertama setelah usia 30 tahun mempunyai risiko 2 kali lipat untuk mengalami kanker payudara dibanding wanita yang mempunyai anak pertama mereka pada usia sebelum 20 tahun (Smeltzer & Bare, 2001). Ignatavicius dan Workman (2012) juga menjelaskan bahwa peningkatan risiko kanker payudara terjadi pada wanita yang melahirkan anak pertama setelah usia 30 tahun dan wanita yang tidak memiliki anak (nulipara). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Doherty dan Way (2006) bahwa nulipara dan wanita yang kelahiran anak pertama setelah usia 35 tahun memiliki 1,5 kali insiden lebih tinggi terjadi kanker payudara dibandingkan dengan multipara. Wanita dengan menstruasi dini (dibawah usia 12 tahun) dan menopause terlambat (setelah usia 50 tahun) juga memiliki peningkatan risiko kanker payudara (Doherty & Way, 2006; Smeltzer & Bare, 2001). Ignatavicius dan Workman (2012) juga mengungkapkan bahwa wanita dengan usia menstruasi dini dan menopause yang lama meningkatkan risiko kanker payudara karena pajanan stimulasi hormon yang lama. Faktor risiko terjadinya kanker payudara lainnya yaitu pada wanita dengan kanker korpus uteri, wanita yang menggunakan terapi hormon setelah menopause, dan konsumsi alkohol dan lemak. Wanita dengan kanker korpus uteri memiliki risiko kanker payudara yang signifikan lebih tinggi daripada populasi umum (Doherty & Way, 2006). Wanita yang memiliki kanker payudara juga memiliki peningkatan risiko terjadinya kanker endrometrial dan wanita yang telah menjalani ooferoktomi bilateral sebelum usia 30 tahun memiliki risiko sepertiganya (Smeltzer & Bare, 2001). Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral berisiko tinggi untuk mengalami kanker payudara (Smeltzer & Bare, 2001). Namun, Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 11 Doherty dan Way (2006) menjelaskan bahwa kontrasepsi oral tidak menunjukkan peningkatan risiko terjadinya kanker payudara. Penggunaan terapi esterogen pada wanita post menopause dengan dosis tinggi dan dalam jangka waktu lama menghasilkan peningkatan risiko yang cukup tinggi untuk terjadinya kanker payudara. Faktor lain diketahui juga menjadi faktor risiko terjadinya kanker payudara. Penelitian Moll et al (1999) menungkapkan ada hubungan sederhana antara faktor psikososial spesifik dan kanker payudara dimana faktor psikososial spesifik tersebut yaitu kecemasan/depresi, lingkungan keluarga anak, konflik kepribadian, penyangkalan, ekspresi kemarahan, peristiwa kehidupan yang penuh stres, dan pengalaman kehilangan atau berpisah. Penelitian yang dilakukan di Kanada juga telah menemukan bahwa wanita yang bekerja malam selama lebih dari 30 tahun mungkin berada pada risiko tinggi terkena kanker payudara dibandingkan dengan perempuan lain (Whiteman, 2013). Dengan demikian, faktor lain seperti faktor psikososial dapat menimbulkan terjadinya kanker payudara. 2.2.6 Pemeriksaan Kanker Payudara Deteksi kanker payudara dapat dikaji dengan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI), laboratorium, pencitraan, dan biopsi. Penyuluhan pada setiap wanita mengenai bagaimana dan kapan melakukan SADARI sangat penting dan prioritas karena sebagian besar kanker payudara terdeteksi oleh wanita sendiri. Wanita yang melakukan SADARI dan ditemukan adanya benjolan dari hasil pemeriksaannya sering menunda untuk mencari bantuan medis karena ketakutan, faktor ekonomi, kurang pendidikan, tidak bertindak karena tidak terasasa nyeri, faktor – faktor psikologis, dan kesopanan. Perawat berperan dalam menginformasikan dan memberi pengajaran pada semua wanita tentang keuntungan SADARI teratur dan pentingnya mencari bantuan medis segera ketika ditemukan benjolan. Waktu yang tepat untuk melakukan SADARI adalah hari ke5 dan ke-10 dari siklus menstruasi dengan menghitung hari pertama haid sebagai hari 1. Wanita pascamenopause dianjurkan untuk memeriksakan payudara pada hari pertama setiap bulan untuk meningkatkan rutinitas SADARI. Semua pasien yang telah menjalani mastektomi diinstruksikan dengan cermat tentang cara untuk Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 12 memeriksa payudara yang tersisa dan letak insisi untuk mendeteksi setiap nodul yang dapat menandakan kekambuhan penyakit. Pasien yang diduga memiliki kanker payudara biasanya akan dilakukan pemeriksaan laboratorium. Adanya nilai abnormal hasil laboratorium dapat menunjukkan adanya gangguan fungsi organ tubuh tertentu yang dapat disebabkan karena metastasis kanker. Pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan peningkatan nilai pengendapan secara konsisten mungkin menunjukkan penyebaran kanker. Metastasis hati dan tulang mungkin dihubungkan dengan peningkatan serum alkaline dan fosfat. Carcionoembryonic antigen (CEA) dan CA 15-3 atau CA 27-29 mungkin digunakan sebagai penanda untuk kekambuhan kanker payudara tetapi tidak membantu dalam deteksi awal lesi (Doherty & Way, 2006). Pemeriksaan pencitraan yang biasa dilakukan pada kanker payudara meliputi mammografi, ultrasonografi, rontgen thorax, dan bone scan. Mammografi adalah teknik pencitraan payudara yang dapat mendeteksi lesi yang tidak terpalpasi dan membutuhkan waktu sekitar 20 menit yang dilakukan di bagian radiologi. Memmografi dapat mendeteksi tumor sebelum tumor tersebut dapat teraba (lebih kacil dari 1 cm). Namun, pemeriksaan ini juga mempunyai keterbatasan dan tidak selalu terbukti penuh. Angka negatif palsu berkisar antara 5% dan 10%. Pedoman skrining memografi terbaru dari American Cancer Society (ACS) menganjurkan memografi setiap 1 atau 2 tahun bagi wanita antara usia 40 dan 50 tahun dan setiap 2 tahun setelah usia 50 tahun bagi wanita antara usia 35 dan 40 tahun. Perawat harus meningkatkan pasien mengenai pedoman prosedur ini dan implikasinya sehingga mereka dapat membuat pilihan berdasarkan informasi yang kuat. Mammografi dikombinasi dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan payudara sendiri telah menunjukkan keefektivitasan dalam mengurangi mortalitas kanker payudara sampai 30% diantara wanita yang berusia 50 dan 69 tahun (Smeltzer & Bare, 2001). Pemeriksaan rontgen thorax dan ultrasonografi abdomen dilakukan untuk melihat adanya metastasis pada paru – paru dan organ – Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 13 organ intraabdomen. Selain itu, pemeriksaan bone scan untuk melihat adanya metastasis pada tulang. Tes diagnostik kanker payudara lainnya yaitu dengan biopsi. Diagnosis kanker payudara pada akhirnya tergantung pada pemeriksaan jaringan atau sel dengan biopsi. Biopsi dilakukan apabila diduga ditemukan massa pada pemeriksaan fisik dan mammografi. Sekitar 60% lesi diduga secara klinis adalah kanker dibuktikkan dengan biopsi ternyata adalah tumor jinak (benigna) dan sekitar 30% lesi diyakini benigna dilakukan biopsi dan hasilnya adalah maligna (kanker). Biopsi bedah biasanya dilakukan di unit rawat jalan dan dibawah anestesi lokal. Biopsi mencakup eksisi lesi dan mengirimkannya ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan patologis. Biopsi eksisional adalah prosedur yang lazim dilakukan terhadap segala massa payudara yang diraba Keseluruhan lesi dengan jaringan yang mengelilingi tepi lesi diangkat. Dalam kasus diduga adanya kanker, penanganan jaringan spesimen yang sesuai diperlukan untuk mengkaji secara akurat reseptor hormon estrogen dan progesteron. 2.2.7 Penentuan Tingkat Keganasan Kanker Payudara Penentuan tingkat keganasan kanker payudara menggunakan sistem stadium TNM. Penentuan tingkat keganasan suatu tumor ganas ialah penentuan klinis dan hispatologik berdasarkan ukuran tumor primer, ada atau tidak penyebaran kelenjar getah bening regional, dan ada atau tidak penyebaran jauh (metastasis). Union Internationale Contre le Cancer (UICC) merumuskan sistem TNM yaitu T adalah tumor primer, N adalah node (kelenjar getah bening) regional, dan M adalah metastasis. T menunjukkan ukuran dan derajat invasif lokal tumor primer dengan T0 adalah karsinoma in situ. N menunjukkan keterlibatan kelenjar getah bening regional oleh jaringan tumor dan jika tidak ada penyebaran kelenjar getah bening regional disebut N0. M berarti metastasis dengan M0 tidak ada metastasis dan M2 berarti banyak metastasis. Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 14 2.3 Mastektomi 2.3.1 Pengertian dan Jenis Mastektomi Mastektomi merupakan tindakan pembedahan kanker payudara dengan pengangkatan tumor atau nodus yang terkena. Tujuan utama mastektomi adalah menyingkirkan adanya kanker lokal. Indikasi dilakukan mastektomi adalah wanita yang telah menerima terapi radiasi pada payudara yang sakit; wanita dengan kanker pada dua area atau lebih pada satu payudara dengan jarak yang terlalu jauh untuk diangkat dengan satu kali pengirisan (incision); wanita yang telah menjalani lumpektomi sebelumnya bersama dengan re-excision namun belum dapat mengangkat kanker secara keseluruhan; wanita yang memiliki kelainan atau penyakit pada jaringan ikatnya, seperti scleroderma, dimana hal tersebut membuat penderita secara khusus sensitif terhadap efek dari terapi radiasi; wanita hamil yang masih memerlukan terapi radiasi selama masa kehamilannya dan bila dikerjakan akan berbahaya bagi janin; wanita yang memiliki tumor dengan diameter lebih besar dari 5 cm dan tidak bisa mengecil dengan terapi tambahan seperti kemoterapi; wanita dengan kanker yang ukurannya relatif lebih besar dari pada ukuran payudaranya; wanita yang terbukti positif pada terjadinya mutasi penghilangan (deleterious mutation) pada gen BRCA1 atau BRCA2 dan bersedia dilakukan operasi pengangkatan payudara; dan pria yang terkena kanker payudara. Terdapat berbabagi jenis mastektomi yaitu simple mastectomy, modified radical mastectomy, radical mastectomy, skin-sparing mastectomy, dan subcutaneous mastectomy. Simple mastectomy (total mastektomy) adalah keseluruhan jaringan payudara diangkat, namun kelenjar getah bening yang berada di bawah ketiak (axillary lymph nodes) tidak diangkat. Tidak jarang sentinel lymph node, yaitu kelenjar getah bening utama yang langsung berhubungan dengan payudara ikut diangkat. Disisi lain, modified radical mastectomy adalah pengangkatan keseluruhan jaringan payudara dan nodus limfe aksilaris dengan otot pektoralis mayor dan minor tetap utuh. Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 15 Radical mastectomy atau halsted mastectomy melibatkan pengangkatan keseluruhan jaringan payudara, kelenjar getah bening di bawah ketiak, dan otot pektoralis mayor dan minor (yang berada di bawah payudara). Saat ini, operasi ini lebih digunakan bagi tumor - tumor yang melibatkan otot pektoralis mayor atau kanker payudara yang kambuh yang melibatkan dinding dada. Pada skin-sparing mastectomy, jaringan payudara diangkat dengan irisan konservatif yang dibuat mengelilingi areola. Peningkatan jumlah area kulit yang tersisa jika dibandingkan dengan mastectomy secara tradisional, dapat memfasilitasi prosedur dari breast reconstruction (operasi rekonstruksi payudara). Penderita dengan kanker yang juga melibatkan kulit pda payudaranya, tidak tepat untuk menggunakan prosedur operasi ini. Sementara itu, subcutaneous mastectomy melibatkan pengangkatan jaringan payudara namun area putting susu (nipple-areola complex) ditinggalkan. Prosedur ini dikerjakan hanya sebagai profilaksis atau dengan mastektomi pada tumor jinak yang dikhawatirkan dapat berkembang menjadi kanker pada daerah sekitar putting susu. 2.3.2 Komplikasi Potensial Mastektomi : Limfedema Limfedema terjadi jika saluran limfe untuk menjamin aliran balik limfe ke sirkulasi umum tidak berfungsi dengan adekuat. Jika nodus aksilaris dan sistem limfe di angkat, maka sistem kolateral dan auksilaris harus mengambil alih fungsi mereka. Hal ini biasanya terjadi segera setelah operasi, beberapa hari, bulan, bahkan tahun setelah operasi. Limfedema dapat diatasi dengan menggerakan dan melatih lengan pada sisi yang dioperasi. Kebanyakan pasien tidak mengalami limfedema, terutama bila mereka diinstruksikan dengan cermat dan didorong untuk meninggikan, memasase, dan melatih lengan yang sakit setelah operasi. Dengan melakukan hal ini. akan membantu mencegah perubahan bentuk tubuh seperti ini dan mencegah kemungkinan terbentuknya pembengkakan yang menyulitkan. Pengaturan posisi akan membantu meningkatkan drainase limfatik-vena. Lengan yang sakit ditinggikan untuk meningkatkan drainase cairan melalui jalur dan vena. Limfedema biasanya dapat dicegah dengan meninggikan setiap sendi lebih tinggi Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 16 dan sendi lebih proksimal. Pemulihan fungsi lengan dan gerakan bahu ditinggikan dengan melakukan latihan rentang gerak pasif selama 24 jam pertama (Smeltzer & Bare, 2001). Latihan rentang gerak aktif biasanya dapat dilakukan pada hari ketiga pasca operatif (Smeltzer & Bare, 2001). 2.4 Proses Keperawatan Pasien Pre dan Post Mastektomi 2.4.1 Asuhan Keperawatan pre dan post mastektomi Penyuluhan pasien tentang kanker payudara dan pilihan pengobatan menjadi intervensi keperawatan pada periode pre operatif pasien yang akan menjalani mastektomi. Diagnosa keperawatan yang biasa timbul pada periode pre operatif adalah kurang pengetahuan tentang kanker payudara dan pengobatannya dan takut dan koping tidak efektif berhubungan dengan diagnosis kanker, pengobatannya, dan prognosis. Perawat yang merawat pasien yang baru saja menerima diagnosis kanker payudara harus mempunyai pengetahuan tentang pilihan pengobatan terbaru dan mampu mendiskusikan bersama pasien. Perawat harus memahami informasi yang sudah berikan oleh dokter dalam kaitannya untuk menjawab pertanyaan spesifik. Informasi tentang pembedahan termasuk letak dan keluasan tumor dan pengobatan pasca operatif yang meliputi terapi radiasi dan kemoterapi diuraikan secara rinci sehingga pasien dapat terbantu dalam membuat keputusan. Perawat perlu menyampaikan keluasan dan efek samping pengobatan, frekuensi dan durasi pengobatan, serta tujuan pengobatan dengan pasien. Metode untuk mengkompensasi perubahan fisik yang berhubungan dengan mastektomi juga dibicarakan dan direncanakan. Besar dan pengaturan waktu dari pemberian informasi didasarkan pada respons, kemampuan koping pasien, serta kesiapan untuk belajar. Perawat perlu mendiskusikan kekhawatiran pasien tentang mastektomi. Asuhan keperawatan yang tepat pada periode pasca operatif perlu diberikan untuk memberikan pengalaman pembedahan yang menyenangkan bagi pasien. Hal – hal yang perlu dikaji pada periode pascaoperatif adalah : Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 17 a. Aktivitas/Istirahat : Klien ditanya apakah ada gangguan keterbatasan dalam melakukan melibatkan banyak gerakan tangan/pengulangan atau ada keluhan atau kesulitansaat melakukan aktivitas tersebut. Apabila klien menyatakan mengalami gangguan,kesulitan maupun kesulitan,maka perlu dilakukan pengkajian guna dijadikan diagnose dan dilakukan perencanaan asuhan keperawatan. b. Pola Tidur : Bagaimana posisi tidur pasien (tengkurap,telentang atau miring). Dari posisi tidur pasien dapat dikaji kemungkinan adanya ketidaknyamanan atau gangguan. c. Sirkulasi : Perawat mengkaji apakah ada gangguan dari sirkulasi klien pasca operasi dengan melakukan pengamatan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, seperti melihat pengembangan cuping hidung, memeriksa denyut nadi, pernapasan, tekanan darah, dan ekstremitas. d. Makanan/Cairan : Klien dikaji tentang nafsu makannya, Apakah klien mengalami kehilangan nafsu makan atau tidak. Selain itu, berat badan pasien juga harus dikaji apakah terjadi penurunan berat badan atau tidak. Kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan mengindikasikan adanya penurunan nutrisi yang diakibatkan oleh beberapa kemungkinan penyebab, antara lain penurunan semangat psikis/ depresi yang mengakibatkan tidak nafsu makan, terjadinya gangguan pada sistem pencernaannya,ataukah jenis makanan yang tidak disukainya, atau makanan yang merupakan jenis makanan yang membuatnya alergi. Perlu dikaji pula riwayat hipersensitifitasnya terhadap makanan. e. Integritas Ego : Pada pasien mastektomi biasanya psikis akan menjadi area yang sangat besar terganggu pasca mastektomi. Untuk mengkaji gangguan psikis dapat dilakukan dengan mengamati apakah psien tampak murung, sering menangis, tiba-tiba menangis, tidak bergairah untuk mengerjakan sesuatu, atau tidak mau berbicara dengan orang lain apalagi lawan jenis. f. Nyeri/Kenyamanan : Perawat mengkaji apakah ada keluhan nyeri atau ketidaknyamanan pada bekas operasi mastektomi. Luka pasca operasi akan menyebabkan perasaan nyeri. Selain itu juga dilihat bagaimana perkembangan luka bekas operasi, apakah lukanya sehat ataukah ada tanda-tanda infeksi. Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 18 Sebab biasanya, luka yang terinfeksi dapat mengakibatkan nyeri dan rasa tidak nyaman yang berkepanjangan. g. Keamanan : Pengkajian keamanan meliputi perasaan aman pasien (misalnya pemasangan restrain) serta identifikasi apakah luka bekas operasi klien aman, tidak terjadi kontraindikasi (misalnya infeksi,edema atau eritema) Masalah-masalah keperawatan yang mungkin timbul selama periode pascaoperatif adalah nyeri, kerusakan integritas kulit, gangguan citra tubuh, risiko infeksi, kurang perawatan diri, dan potensial disfungsi seksual. Setelah diperoleh rumusan mengenai diagnosa mayor, perawat menyusun kerangka atau rencana intervensi berdasarkan pada diagnosa yang telah dibuat. Tindakan mengurangi klien dari risiko infeksi dan cedera merupakan salah hal yang harus dilakukan perawat terkait keamanan klien pascaoperasi mastektomi. Wanita yang telah menjalani bedah payudara (mastektomi) mempunyai risiko untuk terinfeksi. Pembersihan nodus limfe dan kehadiran drainase dapat meningkatkan risiko infeksi. Berikut ini intervensi keperawatan dan rasionalnya untuk mengurangi risiko infeksi pada pasien pascaopersi payudara (Priscilla Lemone & Karen Burke, 1996): a. Kaji balutan bedah untuk pendarahan, drainase, warna, bau busuk tiap 4 jam/24 jam dan dokumentasikan hasil temuan. Setelah itu kaji daerah sekitar pembedahan. Rasional : pendarahan atau drainase yang berlebihan dapat menjadi tanda komplikasi pascaoperasi yang memerlukan perhatian darurat. b. Observasi derah insisi dan daerah IntraVena (IV) untuk rasa nyeri, kemerahan, bengkak, dan drainase. Kaji sistem drainase untuk suction adekuat ; catat warna dan jumlah drainase. Rasional : hati-hati dalam mengobservasi tanda-tanda infeksi adalah sangat penting karena sistem imun klien terganggu. Kateter IntraVena seharusnya hanya ditempatkan di daerah yang tidak terkena pembedahan untuk meminimalkan risiko infeksi. c. Ganti balutan dan tabung IV menggunakan teknik aseptik dan didokumentasikan. Balutan dan tabung IV yang basah dapat menjadi tempat untuk pertumbuhan bakteri. Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 19 Rasional : balutan dan tabung IV diganti rutin menggunakan teknik aseptik untuk mengurangi risiko infeksi. d. Membesarkan hati klien untuk makan diet kaya protein. Diskusikan status nutrisi klien dengan ahli diet. Rasional : nutrisi adekuat mendukung penyembuhan penyakit dan meningkatkan daya tahan tubuh klien. Pembersihan nodus limfe post mastektomi juga dapat menyebabkan nyeri dan komplikasi seperti limfidema (Smeltzer & Bare, 2001). Berikut ini intervensi keperawatan dan rasional untuk mengurangi nyeri dan komplikasi potensial post mastektomi : a. Ketika hendak mengukur tekanan darah klien, gunakan daerah yang tidak terkena pembedahan. Rasional : kompresi di lengan daerah pembedahan dapat menyebabkan limfedema. b. Mengukur lingkar lengan yang terkena pembedahan dan dokumentasikan apabila klien mengalami kesemutan. Rasional : pengukuran memberikan dasar untuk pengkajian berikutnya. Mati rasa atau kesemutan menunjukkan kerusakan saraf. c. Mengangkat lengan yang terkena pembedahan lebih tinggi dari bahu, tapi jangan dijauhkan. Tangan harus lebih tinggi dari siku. Rasional : posisi ini akan membantu memastikan drainase limfa yang adekuat. d. Mendorong berbagai latihan rentang gerak pada lengan yang terkena pembedahan Rasional : latihan membantu mengembangkan kolateral drainase dan mencegah kekuan sendi e. Mengajarkan klien untuk melindungi lengan dan tangan yang terkena pembedahan. Hindari konstriksi lengan. Hindari mengangkat benda-benda berat. Gunakan sarung tangan yang berat saat memasak dan mengenakan sarung tangan ketika bekerja di pekarangan atau kebun untuk mencegah cedera kulit. Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 20 Rasional : langkah-langkah di atas membantu mencegah infeksi dan limfedema 2.4.2 Latihan Rentang Gerak Lengan Post Mastektomi Latihan rentang gerak diberikan pada pasien yang menjalani pembedahan pengangkatan payudara (mastektomi) dan nodus limfe aksilaris. Tujuan pemberian latihan rentang gerak pada lengan yang terkena adalah meningkatkan rentang gerak, mempertahankan tonus otot, mencegah kekakuan sendi, dan melancarkan peredaran darah dan limfe sehingga mencegah terjadinya limfedema (Dell, 2001). Penelitian Kilgour, Jones, dan Keyserlingk menunjukkan bahwa kelompok yang mengikuti program rehabilitasi latihan di rumah menunjukkan peningkatan yang besar dalam rentang gerak fleksi dan abduksi bahu dibandingkan kelompok yang diberikan perawatan biasa pada 27 perempuan yang menjalani modified radical mastcetomy dengan 16 orang diberikan program rehabilitasi latihan di rumah dan 11 orang dengan perawatan biasa pasca operatif di Montreal (Canada). Smeltzer dan Bare (2001) juga menjelaskan bahwa pemulihan fungsi lengan dan gerakan bahu ditingkatkan dengan melakukan latihan terbatas selama 24 jam pertama dan latihan rentang gerak aktif biasanya dapat dilakukan pada hari ketiga pasca operatif. Hal – hal yang perlu diperhatikan sebelum pemberian latihan (Nutrition Health Review, 2008). yaitu : pastikan latihan aman bagi pasien dengan berkolaborasi dengan dokter bedah tentang pemberian latihan, drainase harus sudah dilepaskan dari pasien, dan sebaiknya tidak ada luka terbuka. Adapun gerakan – gerakan dalam latihan rentang gerak lengan (Dell, 2001) yaitu : Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 21 Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 22 Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 23 Gambar 2.2 Latihan Rentang Gerak Post Mastektomi Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 BAB 3 LAPORAN KASUS Penulis menjelaskan tentang proses keperawatan pada pasien kanker payudara yang menjalani mastektomi pada bab ini. Proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. 3.1 Pengkajian Keperawatan Pengkajian keperawatan pada pasien menggunakan pengkajian pola kesehatan fungsi. Adapun hasil pengkajian keperawatan pada periode pre dan pasca operatif yaitu: a. Riwayat Penyakit Saat Ini Ny. S (39 tahun) didiagnosis karsinoma musinosum mammae sinistra T4bN2M0 sejak bulan Desember 2012. Ny.S datang ke ruang rawat bedah RSUPN Cipto Mangungkusumo pada tanggal 4 Mei 2013 untuk menjalani modified radical mastektomi (MRM). Telah dilakukan biopsi pada tanggal 11 Desember 2012. Pasien mengatakan benjolan awalnya timbul di bagian atas puting susu sebesar kelereng sejak 3,5 tahun sebelum masuk rumah sakit. Benjolan semakin membesar cepat dalam 1,5 tahun terakhir hingga berukuran sekitar 15 cm dan tidak terasa nyeri. Kulit di atas benjolan pecah dan mengeluarkan darah sejak 7 bulan sebelum masuk rumah sakit. Benjolan juga dirasakan klien terdapat di ketiak kiri. Pasien mulai berobat ke RSUPN Cipto Mangungkusumo sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien telah menjalani kemoterapi neo adjuvant sebanyak 4 kali. Ukuran awal tumor 15x15x12 cm dan setelah 4 kali kemoterapi menjadi 9x9,5x7cm. Pasien mengatakan tidak pernah menderita tumor jinak payudara sebelumnya, tidak pernah menjalani operasi ginekologi, dan tidak pernah mengalami trauma pada payudara. Pasien mengatakan ada riwayat penyakit kanker dalam keluarga yaitu nenek pasien yang menderita kanker rahim. Usia menarke pertama kali pasien adalah 12 tahun dengan siklus haid teratur 1 kali per bulan selama 2-3 hari. Pasien telah memiliki 2 orang anak dengan anak pertama 24 Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 25 lahir saat pasien berusia 27 tahun. Pasien menyusui anak kedua selama 1,5 tahun. Pasien riwayat menggunakan kontrasepsi suntik selama 5 tahun. b. Aktivitas dan Istirahat Aktivitas sehari – sehari pasien adalah mengerjakan pekerjaan rumah tangga karena pasien tidak bekerja. Pasien dapat melakukan aktivitas kebersihan diri dan mobilisasi secara mandiri sebelum dioperasi (8/05/2013). Pasien tampak membaca buku dan berbincang–bincang dengan pasien lain di ruang rawat sembari menunggu jadwal operasi. Pasien biasa tidur 8 jam per hari mulai dari pukul 20.00 hingga 05.00 WIB. Rentang gerak ekstremitas atas dan bawah aktif dengan nilai kekuatan otot 5, tidak ada tremor, tidak ada deformitas, postur tegap pada sebelum operasi. Kesimpulan hasil bone scan menunjukkan tidak tampak gambaran metastasis tulang. Aktivitas pasien mengalami perubahan setelah menjalani operasi. Hari ke-1 setelah operasi, aktivitas kebersihan diri pasien dibantu oleh suami dan buang air kecil (BAK) menggunakan kateter. Aktivitas pasien menjadi terbatas karena pasien menggunakan selang drainase. Hari ke-2 setelah operasi, kateter dilepas dan BAK di kamar mandi dengan bantuan suami. Pasien mengatakan tidak ada perubahan jam tidur setelah operasi. Pasien dapat tidur nyenyak meskipun nyeri. Setelah operasi, rentang gerak ekstremitas bawah kanan kiri dan tangan kanan aktif. Terjadi perubahan rentang gerak pasif pada tangan kiri pada hari ke-1 setelah operasi dengan kekuatan otot 2. c. Sirkulasi dan Pernapasan Hasil pengkajian sirkulasi sebelum operasi (8/5/2013) menunjukkan tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit kuat teratur, tidak ada distensi vena jugularis, pengisian kapiler < 2 detik, tidak ada bunyi jantung abnormal, warna ekstremitas pink, konjungtiva tidak anemis dan membran mukosa pink. Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi, masalah jantung dan edema ekstremitas. Kesimpulan hasil rontgen thorax menunjukkan tidak tampak kelainan pada jantung. Hasil pengkajian sirkulasi setelah operasi (17/05/2013) menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan sebelum operasi. Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 26 Hasil pengkajian status pernapasan sebelum operasi (8/5/2013) menunjukkan frekuensi napas 18x/menit, tampak tidak sesak, retraksi dan penggunaan otot bantu napas tidak ada, suara paru vesikular +/+, suara paru abnormal tidak ada serta tidak sianosis. Pasien tidak memiliki riwayat masalah pernapasan seperti bronkitis, asma, tuberkulosis dan pneumonia. Pasien tidak merokok. Kesimpulan hasil rontgen thorax menunjukkan tidak tampak metastasis paru. Hasil pengkajian pernapasan setelah operasi (17/05/2013) menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan sebelum operasi. d. Nutrisi dan Eliminasi Berat badan pasien (4/05/2013) adalah 53 kg dengan tinggi badan 150 cm. Berdasarkan berat dan tinggi badan, nilai Index Massa Tubuh (IMT) pasien adalah 23,6 Kg/m2 yang berarti pasien memiliki sedikit kelebihan berat badan. Hasil laboratorium (7/05/2013) menunjukkan nilai Hb sedikit rendah dari nilai rujukan normal yaitu 11,5g/dL. Diit yang diberikan di rumah sakit yaitu diit nasi biasa yang mengandung energy 1800 kkal dan protein 58,5 gr. Makanan biasa diberikan 3 kali per hari yang terdiri dari nasi, sayur, lauk pauk (telur, ayam, daging) dan makanan kecil seperti kue atau buah - buahan. Pasien tampak menghabiskan makanan yang diberikan. Pasien mengatakan tidak ada perubahan nafsu makan sejak menderita kanker payudara. Pasien pernah mengalami mual ketika 1-4 hari setelah kemoterapi. Kesimpulan hasil ultrasonografi abdomen menujukkan adanya kista ovarium kanan dan organ– organ intra abdomen lainnya dalam batas normal. Setelah operasi (18/05/2013), pasien tampak menghabiskan makanan yang diberikan. Pola eliminasi pasien teratur selama di rumah sakit. Sebelum operasi (8/05/2013), pasien mengatakan tidak ada masalah ketika BAK dengan BAK sekitar 6x/hari atau tergantung banyaknya air yang diminum. Buang air besar (BAB) juga setiap hari dan pasien mengatakan BAB lembek dan warna coklat. Setelah operasi (19/05/2013), pasien mengatakan BAB teratur dan lancar. Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 27 e. Nyeri dan Keamanan Pasien mengatakan payudara yang terdapat kanker terasa nyeri sebelum dioperasi namun nyeri jarang timbul dan skala 1 sehingga pasien merasa nyeri tidak menjadi masalah. Pada 6 jam setelah operasi (17/05/2013), pasien mengatakan nyeri skala 3-5 pada daerah tempat operasi, frekuensi terus menerus, durasi terus menerus, nyeri terutama sangat terasa jika merubah posisi atau lengan digerakkan dan pasien mengatasi nyeri dengan banyak istirahat. Tekanan darah pasien sedikit meningkat ketika nyeri 130/90 mmHg dari tekanan darah sebelum operasi 120/80 mmHg, tampak meringis ketika merubah posisi tubuh, merubah posisi untuk menghindari nyeri dan tampak lebih diam (fokus pada diri dan bersikap protektif terhadap diri). Tampak luka operasi terbalut kassa dan elastik perban. Tidak ada rembesan pada daerah luka. Drainase masih ada. Suhu tubuh pasien sempat meningkat menjadi 38,30C pada hari ke-1 setelah operasi (18/05/2013) dan saat itu pasien mengatakan luka tidak terasa gatal dan panas. f. Integritas Ego Pasien mengatakan cemas ketika menjelang operasi. Pasien mengatakan cemas ketika beberapa hari pertama saat masuk rumah sakit. Pasien takut meninggal di meja operasi namun kekhawatiran pasien berkurang ketika melihat pasien lain dalam kondisi sehat setelah dioperasi. Pasien mengatakan sedikit cemas ketika jadwal operasi sudah dekat namun pasien mengatakan tetap siap untuk operasi. Pasien mengatakan penyakit yang diderita saat ini menjadi faktor stres bagi pasien dan pasien mengatasi dengan banyak berdoa dan rajin ibadah yang membuat pasien lebih tenang. 3.2 Asuhan Keperawatan Pre Operatif 3.2.1 Diagnosa dan Rencana Tindakan Keperawatan Data hasil pengkajian dikelompokkan dan dianalisis untuk membantu dalam mengenali masalah spesifik dan membuat diagnosa keperawatan. Adapun analisis data hasil pengkajian pada Ny.S pada periode pre operatif (8/05/2013) yaitu: Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 28 3.1 Tabel Analisis Data Pre Operatif Data Diagnosa Keperawatan Data Objektif : Cemas 1. Tekanan darah 130/90 mmHg 2. Nadi 99 x/menit 3. Pasien tampak agak cemas Data Subjektif : 1. Pasien mengatakan cemas menjelang operasi hari senin karena sebelumnya belum pernah dioperasi dan takut meninggal saat operasi Perencanaan tindakan keperawatan dilakukan untuk menetapkan tujuan dan hasil dan memilih intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan tersebut. Diagnosa keperawatan Ny.S pada periode pre operatif adalah cemas. Tujuan yang ditetapkan berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan ialah pasien tidak cemas dalam dalam 24 jam setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x20 menit. Intervensi keperawatan untuk mengatasi cemas dipilih untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Intervensi keperawatan yang dipilih untuk mengatasi cemas pada pasien ialah memberikan pendidikan kesehatan dan mengajarkan teknik relaksasi napas dalam. Rencana tindakan keperawatan secara lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 2. 3.2.2 Implementasi dan Evaluasi Rencana tindakan keperawatan diimplementasikan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dan hasil yang diharapkan. Pasien diminta untuk mengungkapkan perasaan, pengalaman, dan pengetahuan tentang kanker payudara dan pembedahan yang akan dijalani. Informasi tentang kanker payudara, faktor-faktor risiko kanker payudara, persiapan operasi, keadaan setelah operasi dan latihanlatihan yang perlu dilakukan pada pasca operasi diberikan pada sebelum operasi. Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 29 Pasien juga diajari teknik relaksasi napas dalam. Keluarga dilibatkan dalam pemberian tindakan keperawatan untuk membantu mengurangi cemas melalui dukungan dari keluarga. Pasien merasa senang selama proses komunikasi berlangsung dan mengajukan pertanyaan hal-hal yang belum dipahami. Ny.S mengatakan kecemasan akan terjadinya kanker payudara pada kedua anak perempuannya sudah berkurang. Ny.S juga mengatakan kecemasan karena takut meninggal ketika dioperasi sudah berkurang. Pasien mengatakan pemberian informasi, berdoa, dan dukungan keluarga meningkatkan perasaan optimis dan ketenangan. Catatan perkembangan klien setelah diberikan asuhan keperawatan secara lengkap diungkapkan dalam lampiran 3. 3.2 Asuhan Keperawatan Pasca Operatif 3.2.1 Diagnosa dan Rencana Tindakan Keperawatan Data hasil pengkajian pasca operatif dikelompokkan dan dianalisis untuk membantu dalam mengenali masalah spesifik dan membuat diagnosa keperawatan. Adapun analisis data hasil pengkajian pasien pada periode pasca operatif (17/05/2013) yaitu: Tabel 3.2 Analisis Data Post Operatif Data Diagnosa keperawatan Data Objektif : a. Nyeri Akut Tekanan darah 130/90 mmHg (biasanya 120/80 mmHg) b. Tampak meringis ketika mencoba berubah posisi/menggerakkan lengan kiri c. Merubah posisi untuk menghindari nyeri d. Tampak fokus pada diri dan bersikap protektif terhadap diri Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 30 Data Diagnosa keperawatan Data Subjektif : a. Nyeri Akut Pasien melaporkan nyeri skala 3-5 pada daerah tempat operasi (payudara kiri), durasi terus menerus, frekuensi sering, nyeri terutama dirasa ketika mencoba merubah posisi/lengan digerakkan. Pasien mengatakan mengatasi nyeri dengan banyak istirahat Data Objektif : Risiko Infeksi a. Adanya luka insisi. b. Tidak adanya tanda – tanda infeksi: peningkatan suhu tubuh, kemerahan, bengkak, hangat, dan gatak di daerah sekitar pembedahan. c. Tidak adanya rembesan pada daerah luka, drainase masih ada. Data Subjektif: 1. Pasien mengatakan daerah luka tidak terasa gatal dan panas Asuhan keperawatan direncanakan sesuai dengan diagnosa keperawatan dan prioritas yang dibuat untuk setiap diagnosa. Diagnosa keperawatan prioritas pertama ialah nyeri akut dan kedua ialah risiko infeksi. Tujuan yang ingin dicapai dari pemberian intervensi keperawatan ialah nyeri berkurang dalam skala 1-2 dan infeksi tidak terjadi dalam 24 jam. Intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Intervensi keperawatan yang dipilih untuk mengatasi nyeri akut pada pasien ialah pemberian posisi nyaman pada lengan sisi payudara yang mengalami pembedahan, mengajarkan latihan rentang gerak lengan, dan mengajarkan teknik relaksasi napas dalam. Sementara itu, intervensi keperawatan yang dipilih untuk mencegah infeksi pada insisi bedah yaitu memantau tandaUniversitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 31 tanda infeksi dan mengganti balutan luka. Rencana tindakan keperawatan secara lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 2. 3.2.2 Implementasi dan Evaluasi Rencana tindakan keperawatan diimplementasikan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dan hasil yang diharapkan. Nyeri pada area insisi dikaji pada 6 jam setelah operasi (17/05/2013). Pasien diberikan posisi semi Fowler dan lengan yang sakit ditinggikan, didorong untuk melakukan teknik relaksasi napas dalam yang pernah dipelajari dan diberikan lingkungan yang tenang pada 6 jam setelah operasi. Latihan rentang gerak lengan mulai diberikan pada hari ke-1 setelah operasi. Evaluasi dari pemberian tindakan keperawatan yang telah diberikan ialah klien semakin hari mengalami penurunan skala, frekuensi dan durasi nyeri. Skala mengalami penurunan dari 3-5 menjadi 1-2. Frekuensi dan durasi mengalami penurunan dari timbul terus menerus menjadi jarang timbul. Pasien dipantau untuk adanya tanda-tanda infeksi pada insisi bedah. Balutan luka dan drainase juga dipantau setiap hari untuk melihat adanya rembesan dan perubahan warna serta jumlah. Pasien mengalami peningkatan suhu tubuh pada hari ke-1 setelah operasi. Suhu tubuh pasien kembali normal setelah diberikan kompres air hangat dan paracetamol. Pasien juga dimotivasi untuk minum air putih yang banyak. Peningkatan suhu tubuh tidak terjadi pada hari ke-2 pasca operatif. Balutan luka diganti pada hari ke-3 pasca operatif dengan kolaborasi bersama dokter. Tidak tampak pus dan kemerahan pada area luka. Catatan perkembangan pasien setelah diberikan tindakan keperawatan secara lebih lengkap diungkapkan dalam lampiran 3. Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 BAB 4 ANALISIS SITUASI Bab ini berisi analisis kasus terkait dengan konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) dan konsep kasus terkait serta analisis basedevidence practice. 4.1 Analisis Kasus Terkait Konsep KKMP Masalah kesehatan yang terdapat di daerah perkotaan dapat menjadi agen penyebab kanker (karsinogen). Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya masalah kesehatan di daerah perkotaan adalah polusi (air dan udara), stress, kualitas makanan yang tidak sehat, lingkungan pemukiman dan transportasi yang tidak sehat, dampak rokok, obat-obat terlarang, dan sebagainya. Agen karsinogen atau segala sesuatu yang menyebabkan kanker diketahui terdiri dari virus, kimia, radiasi, dan agen biologik. Karsinogen kimia dapat berasal dari bahaya lingkungan kerja, merokok, konsumsi alkohol, dan diet makanan. Daerah perkotaan memiliki karakteristik yaitu mata pencaharian pokok masyarakatnya dari bidang-bidang produksi atau jasa sehingga kota menjadi pusat perekonomian dan industri. Hal tersebut menyebabkan faktor–faktor yang berkaitan dengan kecelakaan kerja di daerah perkotaan ialah bahan kimia yang mengancam kesehatan para pekerja dan masyarakat daerah sekitar lingkungan pabrik yang menghasilkan limbah kimia. Fenomena lain yang terjadi di daerah perkotaan adalah merokok dan konsumsi alkohol yang dapat disebabkan stres karena kemiskinan dan pengangguran yang terjadi di daerah perkotaan. Selain itu, kemiskinan yang terjadi pada masyarakat perkotaan menyebabkan gaya hidup diet makanan yang tidak sehat seperti penggunaan minyak berulang kali untuk menggoreng, konsumsi bahan makanan siap saji yang kaya akan bahan pengawet, dan sebagainya. Diet makanan tinggi bahan pengawet, tinggi lemak dan protein namun rendah serat, dan makanan yang mengandung polycyclic hydrocarbons seperti daging/ikan asap/bakar dan minyak yang digunakan berulang kali merupakan karsinogen kimia. Ny.S mengatakan 32 Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 33 rumahnya tidak dekat dengan pabrik – pabrik sehingga tidak terpajan limbah – limbah kimia pabrik. Ny.S mengatakan dirinya tidak pernah merokok, konsumsi alkohol, tidak ada anggota keluarga yang merokok. Namun, ketika sebelum menikah, Ny.S mengatakan hampir setiap hari dirinya mengkonsumsi mie siap saji. Ny.S juga gemar mengkonsumsi bakso (tinggi lemak), ayam bakar (mengandung polycyclic hydrocarbons), dan memasak masakan dengan bahan penyedap rasa. Untuk penggunaan minyak, Ny.S mengatakan menggunakan minyak hanya 2 kali menggoreng. Dampak dari karsinogen kimia adalah tergantung jumlah dan lama terpajan. Karsinogen kimia menyebabkan kanker secara langsung maupun tidak langsung. Kanker payudara pada Ny.S dapat disebabkan konsumsi makanan yang tidak sehat seperti mie siap saji, bakso, ayam bakar, dan memasak makanan dengan bahan pengawet. Karsinogen kimia dapat menyebabkan genotoxic, mitogenic, dan cytotoxic. Pada genotoxic, karsinogen kimia dapat menyebabkan kerusakan DNA secara langsung dengan merusak replikasi atau resistensi terhadap mekanisme perbaikan DNA. Pada mitogenic, karsinogen kimia dapat mengikat reseptor atau menstimulasi divisi sel dimana tanpa merusak DNA secara langsung. Sedangkan pada cytotoxic, karsinogen kimia dapat menyebabkan kerusakan jaringan atau mengawai terjadinya hyperplasia siklus regenerasi jaringan dan merusak. 4.2 Analisis Kasus Ny.S didiagnosis karsinoma musinosum mammae sinistra T4bN2M0 sejak bulan Desember 2012 pada usia 39 tahun. Kanker payudara menjadi penyebab utama kematian pada perempuan usia 20–59 tahun di negara–negara berpenghasilan tinggi (WHO, 2013). Disisi lain, Doherty dan Way (2006) mengungkapkan ratarata penderita kanker payudara berusia 60-61 tahun. Belum diketahui secara pasti keterkaitan antara usia dengan terjadinya kanker payudara. Pasien mengatakan bahwa ada riwayat penyakit kanker dalam keluarga yaitu nenek pasien yang meninggal dunia karena kanker rahim. Namun dalam keluarga tidak ada yang menderita kanker payudara. Risiko kanker payudara meningkat Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 34 memang 2-6 kali lipat pada perempuan yang memiliki ibu atau saudara perempuan dengan kanker payudara (Smeltzer&Bare, 2001; Doherty&Way, 2006). Dua onkogen BRCA 1 dan BRCA 2 dikaitkan dengan kerentanan terjadinya kanker payudara. Ny.S tidak menjalani pemeriksaan apakah dirinya memiliki gen BRCA 1 dan BRCA 2. Dengan demikian, Ny.S terkena kanker payudara dapat berasal dari faktor genetik dimana nenek pasien riwayat kanker rahim. Risiko kanker payudara meningkat pada wanita yang memiliki tumor payudara pada payudara sebelahnya, wanita dengan usia menarke dini (kurand dari usia 10 tahun), wanita yang kelahiran anak pertama setelah usia 35 tahun, wanita dengan kanker korpus uteri, wanita yang menggunakan terapi hormon setelah menopause dan konsumsi alkohol serta lemak (Smeltzer & Bare, 2001; Doherty & Way, 2006). Pasien pertama kali menstruasi pada usia 12 tahun dimana tidak tergolong menstruasi dini dan hingga saat ini belum menopause. Pasien melahirkan anak pertama saat usia 27 tahun. Pasien juga tidak memiliki riwayat kanker korpus uteri dan operasi ginekologi. Pasien mengatakan tidak pernah sebelumnya memiliki tumor jinak payudara pada payudara yang terkena kanker saat ini maupun payudara sebelahnya. Namun dengan adanya kanker payudara pada payudara kiri, pasien berisiko terkena kanker payudara pada payudara sebelah kanan. Risiko perkembangan kanker pada payudara lain adalah 1 – 2% per tahun (Doherty & Way, 2006). Massa kanker payudara yang dialami oleh Ny.S juga memiliki karakteristik jumlah soliter seperti anggur, bentuk tidak teratur dan membesar, konsistensi keras atau padat, berwarna lebih kebiruan dibandingkan kulit sekitarnya, tidak ada retraksi putting, dan Ny. S mengatakan massa tidak terasa nyeri. Karakteristik tersebut sesuai dengan yang dijelaskan Smeltzer & Bare (2001) bahwa massa kanker payudara memiliki karakteristik jumlah biasanya soliter, bentuk tidak teratur atau berbentuk bidang, konsistensi keras atau padat, mobilitas mungkin terikat pada kulit atau jaringan di bawahnya, biasanya tidak nyeri, tanda-tanda Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 35 retraksi mungkin tidak ada. Dengan demikian, massa kanker payudara memiliki karakteristik bentuk tidak teratur, keras, dan tidak nyeri. Massa kanker payudara yang dialami oleh Ny.S tergolong tipe histologi karsinoma musinosa berdasarkan hasil biopsi yang telah dilakukan pada 11 Desember 2012. Tipe karsinoma musinosa tergolong karsinoma duktal menginfiltrasi atau invasif. Tipe karsinoma duktal menginfiltrasi atau invasif merupakan tipe histologi kanker payudara yang banyak dijumpai dimana frekuensi terjadinya karsinoma duktal menginfiltrasi (tidak spesifik) adalah 8090% (Smeletzer & Bare, 2001; Doherty & Way, 2006). Karakteristik massa kanker payudara yang dialami pasien juga sesuai dengan karakteristik karsinoma duktal menginfiltrasi yaitu terasa keras saat dipalpasi. Tipe karsinoma duktal menginfiltrasi biasanya bermetastasis ke tulang, paru, hepar, dan otak dan untuk tipe musinosa tumbuh lambat dan penghasil lendir. Hasil biopsi yang pernah dijalani Ny.S mengungkapkan bahwa tipe kanker payudara yang dideritanya memiliki tingkat keganasan T4bN2M0. T4b berati tumor dengan ekstraokular ekstensi, N2 berarti metastasis regional nodul limfa dan M0 berarti tidak ada metastasis. Selain itu, hasil rontgen thorax menunjukkan tidak tampak metastasis ke paru-paru. Tidak tampak juga metastasis ke organorgan intraabdomen dan tulang berdasarkan hasil ultrasonografi abdomen dan bone scan. Dengan demikian, pemeriksaan tingkat keganasan dan pencitraan (imaging) organ – organ lain diperlukan untuk melihat adanya metastasis ke organ-organ lain. Pemeriksaan lain untuk kanker payudara adalah pemeriksaan tumor marker, laboratorium, dan mammografi. Pemeriksaan laboratorium untuk melihat fungsi organ hati, ginjal, dan hematologi telah dilakukan pada pasien. Hasil laboratorium sebelum operasi menunjukkan hasil yang normal (Lampiran 1). Untuk pemeriksaan mammografi, Ny.S mengatakan tidak melakukan pemeriksaan mammografi. Ketika Ny.S menyadari adanya benjolan sebesar kelereng, Ny.S mendatangi pengobatan alternatif hingga benjolan semakin bertambah besar dan pecah sehingga tidak dilakukan pemeriksaan mammografi pada Ny.S. Pasien juga Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 36 belum pernah mendengar tentang pemeriksaan mammografi padahal pasien tinggal di perkotaan dimana tersedia kemudahan untuk mendapat informasi di perkotaan. Oleh karena itu, promosi kesehatan tentang deteksi dini kanker payudara dengan mammografi perlu ditingkatkan pada wanita di perkotaan. Promosi kesehatan tentang pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) juga perlu ditingkatkan dalam turut menanggulangi peningkatan insiden kanker payudara. Ny.S sebagai wanita yang tinggal di perkotaan mengatakan belum pernah mengetahui tentang pemeriksaan payudara sendiri (SADARI). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Erniyati dan Serniatika (2005) yang menjelaskan bahwa pengetahuan ibu-ibu baik di kota maupun di desa masih rendah. Padahal perempuan yang tinggal pedesaan cenderung lebih sulit mendapatkan informasi dibandingkan di perkotaan. Oleh karena itu, peningkatan promosi kesehatan tentang SADARI diperlukan untuk menanggulangi peningkatan kanker payudara. Pengkajian pada pasien kanker payudara yang akan menjalani mastektomi dilakukan untuk mengetahui masalah keperawatan pasien pada pre dan post operatif. Pengkajian tentang reaksi terhadap diagnosis dan kemampuan pasien pada periode pre operatif yaitu. Pasien mengungkapkan bahwa ketika dirinya mengetahui adanya benjolan pada payudara pasien memutuskan untuk berobat ke pengobatan alternatif. Setelah benjolan terasa semakin membesar dan pecah, barulah pasien berobat ke RSUPN Cipto Mangungkusumo. Hal tersebut menunjukkan bahwa pasien belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang kanker payudara. Pasien merasa cemas yang dikarenakan takut meninggal saat dioperasi dan takut kanker payudara terjadi pada kedua anak perempuannya. Kecemasan pasien sedikit berkurang setelah melihat pasien-pasien lain yang seruangan dengan dirinya dalam keadaan sehat setelah dioperasi. Namun perasaan cemas tetap masih ada. Cemas yang dialami klien memiliki tingkat rendah. Berdasarkan data tersebut, maka ditegakkan diagnosa keperawatan utama cemas pada periode pre operatif. Hal tersebut sejalan dengan Penelitian Tanjung dan Setiawan (2005) Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 37 yang menjelaskan bahwa 84,6% pasien pre operatif mengalami kecemasan ringan dan 15,4% kecemasan sedang. Cemas merupakan masalah keperawatan utama pada periode pre operatif karena eseorang yang akan menjalani operasi biasanya akan mengalami kecemasan akan nyeri operasi, penyembuhan kanker, hilangnya bagian tubuh, anestesi, bahaya ketika tidak sadar, pengaruh operasi pada rumah dan pekerjaan, kematian, dan paparan tubuh ke orang asing (Smeltzer & Bare, 2001; Black & Hawks, 2005). Pasien diminta untuk mengungkapkan perasaannya, pengalaman, dan pengetahuan tentang kanker payudara dan pengobatannya untuk mengetahui kecemasan yang dirasakannya. Pasien diberikan informasi tentang kanker payudara; perawatan yang akan dilakukan sebelum, saat, dan setelah operasi; keadaan setelah operasi; latihan – latihan setelah operasi yang dapat mengatasi nyeri dan mempercepat pemulihan; teknik relaksasi napas dalam. Pasien merasa senang selama proses komunikasi berlangsung dan mengajukan pertanyaan mengenai hal yang belum dipahami. Pasien juga mengatakan cemas berkurang setelah diberikan penjelasan. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Tanjung dan Setiawan (2005) yang menunjukkan bahwa 2,3% pasien pre operatif mengalami perubahan tingkat kecemasan dari sedang menjadi ringan setelah pelaksanaan komunikasi terapeutik. Penurunan tingkat kecemasan juga dipengaruhi suami dan anak-anak pasien yang selalu memberikan dukungan. Pasien juga selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan rajin beribadah dan membaca buku kegamaan. Dengan demikian, diperlukan pemberian pendidikan kesehatan dan dukungan keluarga kepada pasien yang akan menjalani operasi. Klien mengatakan cemas kembali muncul pada hari jadwal operasi. Pasien tampak berulang kali menggenggam jari tangan dengan raut wajah cemas. Pasien dimotivasi untuk melakukan teknik relaksasi napas dalam dan berdoa. Suami pasien juga memberikan dukungan kepada pasien untuk berdoa dan bersemangat dalam menghadapi operasi. Pasien tampak lebih tenang dengan berdoa dan dukungan dari keluarga. Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 38 Asuhan keperawatan utama pada periode pasca operatif meliputi intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri dan risiko infeksi pada insisi bedah. Nyeri pada insisi bedah dikaji pada 6 jam setelah operasi. Pasien sudah merasakan nyeri dengan skala 3-5, durasi terus menerus, frekuensi sering, terutama sangat nyeri bila lengan digerakan dan jika berubah posisi miring. Tekanan darah klien juga sedikit mengalami peningkatan dari 120/80 mmH menjadi 130/80 mmHg. Sementara itu, frekuensi nadi 89x/menit dan frekuensi napas 18x/menit. Pasien tampak lebih banyak diam dibandingkan sebelum operasi karena nyeri yang dirasakan. Pengkajian keperawatan yang teratur tentang nyeri sangat penting karena pasien mengalami tingkat intensitas nyeri yang berbeda (Smeltzer & Bare, 2001). Setelah dimotivasi untuk melakukan teknik relaksasi napas dalam yang telah dipelajari, klien mengatakan lebih tenang. Selain itu, diberikan juga posisi semi fowler dan lengan sisi payudara yang mengalami pembahan sedikit ditinggikan. Pasien merasa lebih nyaman setelah diberikan posisi tersebut dengan skala nyeri 3. Hasil tersebut sejalan dengan Smeltzer & Bare (2001) yang menjelaskan bahwa meninggikan letak ekstremitas yang sakit menjadi salah satu cara dalam menurunkan nyeri pasca mastektomi. Dengan demikian, meninggikan lengan sisi payudara yang mengalami pembedahan merupakan salah satu cara untuk mengurangi nyeri pasca mastektomi. Pasien terpasang satu selang drainase pada payudara kiri yang menjalani pembedahan dan insisi bedah terbalut kassa dan elastik perban. Hal tersebut sesuai dengan Smelzter & Bare (2001) yang menjelaskan bahwa pasien yang telah menjalani mastektomi akan mempunyai balutan yang membebat tetapi tidak ketat di atas tempat insisi bedah dan satu atau lebih selang drainase terpasang pada letak insisi bedah pada periode pasca operatif dimana drainase akan mengandung darah pada awalnya tetapi akan menjadi serosa dalam 1 – 2 hari. Perhatian khusus adalah untuk mencegah cairan agar tidak menumpuk di bawah insisi dinding dada dengan mempertahankan patensi drain bedah. Balutan dan drain diinspeksi terhadap perdarahan dan jumlah drainase dipantau secara teratur. Pemantauan drainase juga telah dilakukan secara teratur pada Ny.S. Pada hari ke-1 setelah operasi, produksi drain serohemoragik 50cc/15 jam. Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 39 Informasi tentang tanda-tanda infeksi diberikan pada pasien. Pada satu hari setelah operasi, pasien mengatakan tubuh terasa hangat dan pengukuran suhu tubuh menunjukkan 38,80C. Tidak tampak adanya rembesan pada balutan luka. Pasien juga mengatakan luka tidak terasa gatal dan panas. Pasien mengatakan hanya minum sekitar 600ml untuk hari ini. Pasien dimotivasi untuk meningkatkan minum air putih dan memberikan kompres air hangat. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian paracetamol juga dilakukan. Suhu tubuh klien mengalami penurunan menjadi 37,30C setelah 1 jam diberikan intervensi. Penggantian balutan dilakukan pada hari ke-3 setelah operasi. Penggantian balutan memberi kesempatan untuk mendiskusikan tentang insisi terutama rupanya dan perubahan progresif luka dengan pasien. Ny.S tidak merasa terlalu nyeri dan berani melihat tampilan luka operasi saat diganti balutan. Luka tidak mengeluarkan pus dan tidak tampak kemerahan di sekitar insisi bedah. Latihan rentang gerak pada lengan sisi payudara yang mengalami pembedahan diberikan pada hari ke-1 setelah operasi. Latihan rentang gerak lengan bertujuan untuk mencegah ketidaknyamanan dengan mencegah kekakuan bahu dan limfedema. Pada hari ke-1 setelah operasi, pasien diberikan latihan pasif aktif jarijari dan pergelangan tangan kiri (gerakan 1-3 gambar 2.4) serta latihan pasif siku. Pada hari ke-3 setelah operasi dan setelah drain dilepas, dilakukan latihan aktif jari – jari, pergelangan, siku, dan bahu tangan kiri (gerakan 1-7 gambar 2.2). Namun Ny.S belum dapat mencapai rentang gerak penuh pada bahu (gerakan 8-11 gambar 2.2). Hasil menunjukkan bahwa semakin hari pasien mengalami peningkatan rentang gerak lengan. Pasien juga merasa tidak terjadi kekakuan bahu dan tidak nyeri saat dilakukan latihan. 4.3 Analisis Intervensi Evidence-based Practice dengan Konsep dan Penelitian Terkait Latihan rentang gerak pada lengan sisi payudara yang mengalami pembedahan diberikan kepada Ny.S pasca modified radical mastectomy (MRM). Sebelum memberikan latihan rentang gerak, perlu diperhatikan bahwa latihan aman dan Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 40 dikolaborasikan dengan dokter bedah. Selain itu, untuk pemberian latihan aktif pada bahu dan siku dilakukan setelah drainase sudah dilepaskan. Latihan rentang gerak pasif aktif jari-jari dan pergelangan tangan dan pasif siku (gerakan 1-3 gambar 2.2) pada Ny.S diberikan sejak hari ke-1 setelah operasi. Latihan diberikan 2 kali per hari. Hal tersebut sesuai dengan Smeltzer & Bare (2001) yang menjelaskan bahwa latihan rentang gerak diberikan pada 24 jam pertama dan latihan gerak aktif biasanya dilakukan pada hari ketiga pasca operatif. Latihan rentang gerak aktif jari-jari hingga bahu tangan baru dapat dilakukan setelah drain dilepas yaitu pada hari ke-3 setelah operasi. Latihan rentang gerak aktif jari-jari, pergelangan, siku, dan bahu tangan (gambar 1-7 gambar 2.2) diberikan hari ke-2 setelah operasi. Semakin hari pasien menunjukkan peningkatan rentang gerak pada lengan yang sakit. Pasien tidak merasa terjadi kekakuan bahu dan nyeri saat dilakukan latihan. Limfedema juga tampak tidak terbentuk pada lengan yang sakit. Latihan rentang gerak tidak dapat dilanjutkan sampai pasien memperoleh rentang gerak penuh pada bahu (gerakan 8-11 gambar 2.2) atau dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan lengan yang sakit karena pasien diizinkan pulang. Hasil pemberian latihan rentang gerak lengan pada Ny.S sejalan dengan penelitian Kilgour, Jones, dan Keyserlingk yang menunjukkan bahwa kelompok yang mengikuti program rehabilitasi latihan di rumah menunjukkan peningkatan yang besar dalam rentang gerak fleksi dan abduksi bahu dibandingkan kelompok yang diberikan perawatan biasa pada 27 perempuan yang menjalani modified radical mastcetomy dengan 16 orang diberikan program rehabilitasi latihan di rumah dan 11 orang dengan perawatan biasa pasca operatif di Montreal (Canada). Selain itu, penelitian Krukowska et al (2010) pada 33 wanita berusia 36–37 tahun dengan limfedema setelah mastektomi mengungkapkan bahwa terapi fisik dekongestif kompleks adalah metode pengobatan limfedema yang efektif pada wanita setelah mastektomi dimana latihan aktif dan isometric menjadi salah satu dari terapi fisik dekongestif kompleks. Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 41 Hasil pemberian latihan rentang gerak lengan pada Ny.S juga sesuai dengan Dell (2001) yang menjelaskan bahwa pemberian latihan rentang gerak pada lengan yang terkena bertujuan untuk meningkatkan rentang gerak, mempertahankan tonus otot, mencegah kekakuan sendi, dan melancarkan peredaran darah dan limfe sehingga mencegah terjadinya limfedema pada pasien yang menjalani pembedahan payudara dengan pengangkatan nodus aksilaris. Nutrition health review (2008) juga menjelaskan bahwa latihan rentang gerak setelah mastektomi dapat meningkatkan fungsi dan rentang gerak lengan yang terkena serta meningkatkan kualitas hidup setelah mastektomi. Dengan demikian, latihan rentang gerak lengan dapat meningkatkan rentang gerak lengan, mencegah kekakuan bahu, dan mencegah limfedema pada pasien. 4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan Pasien perlu diberikan pendidikan kesehatan tentang latihan gerak aktif yang perlu dilakukan di rumah. Pendidikan kesehatan dapat diberikan dengan demonstrasi gerakan latihan yang sebelumnya juga sebaiknya telah diajarkan pada periode pre operatif. Pemberian leaflet yang berisi tentang latihan rentang gerak lengan juga dapat membantu klien mengingat latihan yang diajarkan. Motivasi pasien untuk melakukan latihan hingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari – hari seperti menyisir rambut. Melalui pendidikan kesehatan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien paska mastektomi. Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penulis menyimpulkan berdasarkan pemaparan tentang asuhan keperawatan pasien yang menjalani mastektomi terutama pemberian latihan rentang gerak pada periode post mastektomi yaitu: a. Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan utama di perkotaan b. Pengkajian pada pasien kanker payudara yang akan menjalani mastektomi meliputi tingkat kecemasan, pengkajian fisik, dan pengkajian diagnostik. c. Masalah keperawatan utama pada pasien yang akan menjalani mastektomi pada periode pre operatif ialah cemas dan pada periode post operatif ialah nyeri dan risiko infeksi. d. Intervensi keperawatan pemberian pendidikan kesehatan ada periode pre operatif dapat membantu klien mengurangi kecemasan dan latihan rentang gerak lengan mampu untuk meningkatkan fungsi lengan dan mencegah limfedema dan kekakuan bahu post mastektomi. 5.2 Saran Penulis memberikan saran kepada perawat yang memberikan perawatan langsung kepada pasien yang akan menjalani operasi mastektomi berdasarkan hasil asuhan keperawatan yang dilakukan. Pendidikan kesehatan tentang latihan gerak pasca mastektomi perlu diberikan pada periode pre operatif dan untuk perawatan di rumah. Edukasi yang diberikan sebaiknya menggunakan alat bantu seperti leaflet atau lembar balik untuk mempermudah keluarga memahami informasi yang diberikan. Dengan meningkatnya pemahaman keluarga, diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan keluarga untuk melakukan latihan rentang gerak post mastektomi untuk mencegah limfedema. 42 Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 DAFTAR PUSTAKA Anonim. (2009). Kanker payudara. Style Sheet : http://www.dharmais.co.id/index.php/kanker-payudara.html. Black., & Hawks. (2005). Medical surgical nursing. St.Louis : Elsevier Dell, D. (2001). Regaining range of motion after breast surgery. Nursing, 31-10. ProQuest Nursing & Allied Health Source. Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Murr, A.C (2008). Nursing diagnosis manual : Planning, individualizing, and documenting client care. 2nd Edition. Philadelphia : FA Davis Company. Doherty, G., & Way, L.W. (2006). Current surgical diagnosis & treatment. 12th Edition. New York : McGraw-Hill. Erniyati., & Serniatika. (2005). Perilaku sadari wanita pedesaan dan wanita perkotaan. Laporan penelitian. Medan : Universitas Sumatera Utara, Ilmu Keperawatan. Ignatavicius, D., Workman, M.L. (2012). Medical-surgical Nursing: Patientcentered Collaborative Care. 7th Edition. Elsevier Health Science. Kilgour, R., Jones, D.H., Keyserlingk, J.R. (2007). Effectiveness of a self administered, home-based exercise rehabilitation program for women following a modified radical mastectomy and axillary node dissection: a preliminary study. Breast Cancer Res Treat, 109:285–295. Proquest database. Krukowska, J., Terek, M., Macek, P., Okosnka, M.W. (2010). The methods of treatment of lymphoedema in woman after mastectomy. Proquest database. NANDA International. (2012). Nursing diagnoses : definitions and classification 2012 – 2014. Oxford : Wiley-Blackwell Nutrition health review. (2008). Exercising after having a mastectomy. ProQuest Nursing & Allied Health Source Pringgoutomo, S., Himawan, S., Tjarta, A. (2006). Buku ajar patologi I (Umum). Edisi ke-1. Jakarta: Sagung seto. Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Jika Tidak Dikendalikan 26 Juta Orang di Dunia Menderita Kanker. http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1060-jika-tidakdikendalikan-26-juta-orang-di-dunia-menderita-kanker-.html. 43 Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 44 Setiawan., & Tanjung, S.M. (2005). Efek komunikasi terpeutik terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi di rumah sakit haji adam malik medan. Medan : Universitas Sumatera Utara, Ilmu Keperawatan. Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth (Terjm.). Jakarta : EGC. Wahyuningsih, M. (2012). Jumlah Penderita Kanker di Dunia Naik 300 Persen Pada Tahun 2030. Style Sheet: http://health.detik.com/read/2012/08/30/165020/2003530/763/jumlah-penderitakanker-di-dunia-naik-300-persen-pada-tahun-2030. WHO. (2013). Women and cervical and breast cancer. Style Sheet : http://www.who.int/gho/women_and_health/diseases_risk_factors/cancer_text/en/ind ex.html Universitas Indonesia Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 Lampiran 1: Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hasil Pemeriksaan Laboratorium Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Hematologi (7/5/2013 Hematologi rutin Hemoglobin Hematokrit Eritrosit MCV/VER MCH/HER KHER Trombosit Leukosit 11,5 gr/Dl 32,7% 4,04 10^6/µL 80,9 fL 27,2 pg 33,6 g/Dl 202 10^3/µL 3,31 10^3/µL 12 – 15 36 – 46 3,8 – 4,8 90 – 95 27 – 31 32 – 36 160 – 400 5 – 10 Hemostatis (7/5/2013) Masa protrombin (PT) Pasien Kontrol 10,5 detik 12,8 detik 9,8 – 12,6 31 – 47 APTT Pasien Kontrol 25,7 detik 33,4 detik 31 – 47 Kimia Klinik (7/5/2013) Analisa gas darah PH PCO3 PO2 HC03 Total O2 Base Excess Standar HCO3 Standar Base Excess Saturasi O2 7,352 43,3 mmHg 92,8 mmHg 24,3 mmol/L 25,6 mmol/L -0,70 mmol/L 23,8 mmol/L -1,5 mmol/L 96,8% 7,35 – 7,45 35 – 45 75 – 100 21 – 25 21 – 27 -2,5 – 2,5 22 – 24 9,5 – 98% Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 Lampiran 2: Rencana Asuhan Keperawatan Rencana Asuhan Keperawatan Pre Operatif Nama Pasien : Ny.S Ruang : 420 Gedung A RSUPN Cipto Mangunkusumo No Diagnosa Keperawatan 1 Cemas Tujuan Pasien tidak cemas Intervensi dan Rasional 1. Kaji dan pantau tanda-tanda dalam 1x24 jam vital. setelah. Rasional : Peningkatan Kriteria hasil: tanda-tanda vital dapat 1. Tanda – tanda menunjukkan kecemasan vital dalam batas normal (Tekanan yang meningkat. 2. Kaji pengalaman pribadi darah 120/80 dan pengetahuan tentang mmHg, nadi 60- kanker payudara, 100x/menit, mekanisme koping saat kecepatan terjadi masalah, sistem pernapasan 18- pendukung, dan perasaan 20x/menit). mengenai diagnosis. 2. Berespon secara Rasional : Faktor – faktor positif tehadap tersebut mempengaruhi informasi yang perilaku dan kemampuan diterima . pasien menghadapi 3. Mengungkapkan perasaannya diagnosis dan pembedahan. 3. Informasikan pasien tentang tentang dukungan kanker payudara. sosial dari Rasional : Kecemasan keluarga dan karena ketidaktahuan akan teman terdekat . menurun. diberikan asuhan keperawatan selama 1x20 m Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 No Diagnosa Keperawatan Tujuan 4. Ikut serta dalam Intervensi dan Rasional 4. Ajarkan teknik relaksasi rencana napas dalam. pengobatan Rasional : Relaksasi napas 5. Pasien tidak dalam dapat merilekskan menunjukkan raut otot-otot sehingga wajah cemas menigkatkan ketenangan. Rencana Asuhan Keperawatan Pasca Operatif No Diagnosa Keperawatan 1 Nyeri Akut Tujuan Intervensi dan Rasional Nyeri berkurang 1. Kaji daerah nyeri, skala dalam skala 1-2 nyeri, intensitas nyeri, dalam 1x24 jam. faktor yang mempengaruhi Kriteria Evaluasi: nyeri, dan respon pasien 1. Tekanan darah terhadap nyeri. dalam batas Rasional : Mengetahui normal tingkat nyeri untuk (120/80mmHg) mengethaui tindakan yang 2. Skala nyeri berkurang menjadi 1-2 dan tepat untuk mengurangi nyeri 2. Kaji dan pantau TTV frekuesni nyeri Rasional : Tekanan darah , menjadi jarang denyut jantung, dan 3. Skala nyeri klien pernapasan mengalami berkurang perubahan selama periode sehingga klien nyeri. mampu merubah posisi dan tidak 3. Berikan lingkungan yang tenang Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 hanya fokus pada Rasional : Lingkungan yang diri sendiri tenang meningkatkan ketenangan dan kenyamanan. 4. Berikan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan diberikan asuhan perubahan posisi semi keperawatan selama 1x20 m fowler dan meninggikan lengan yang sakit Rasional : Stres pada letak insisi dikurangi, gaya gravitasi mengurangi akumulasi caira pada lengan. 5. Tingkatkan latihan pasif kemudian aktif pada lengan yang sakit Rasional : Latihan ini akan meningkatkan sirkulasi, mencegah kompetensi neurovaskular, dan mencegah stres serta kekakuan bahu. 6. Dorong dan ajari kembali latihan relaksasi napas dalam Rasional : Teknik relaksasi digunakan untuk meningkatan kenyamanan dan mengurangi nyeri. Kolaborasi 7. Kolaborasi pemberian obat- Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 obatan analgetik dgn dokter Rasional : Obat – obatan analgetik untuk mengurangi nyeri. No Diagnosa Keperawatan 2 Risiko Infeksi Tujuan 1. Suhu tubuh Intervensi dan Rasional 1. Amati kulit pada daerah normal (35,5-36,5) sekitar luka insisi terhadap 2. Tidak terasa panas adanya kemerahan, hangat, pada luka insisi 3. Tidak ada bengkak, gatal, dan nyeri Rasional : Kemerahan, bengkak di daerah hangat, bengkak, gatal, dan sekitar luka nyeri pada daerah sekitar 4. Tidak ada rembesan pada balutan luka insisi 5. Tidak ada luka adalah tanda – tanda infeksi lokal. 2. Kaji timbulnya demam menggigil kemerahan dan Rasional : Adanya deman gatal di area luka adalah tanda dan gejala insisi sepsis (infeksi sistemik) 6. dalam 1x24 jam 3. Cuci tangan dengan tepat sebelum dan setelah kontak dengan pasien Rasional : Cuci tangan dapat memutus rantai penyebaran mikroorganisme. 4. Gunakan alat pelindung diri yang tepat sesuai dengan tindakan invasif yang akan dilakukan Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 Rasional : Alat pelindung diri yang tepat dapat melindungi diri dan pasien dari pajanan mikroorganisme. 5. Pertahankan hidrasi adekuat Rasional : Keseimbangan cairan dan elektrolit untuk mencegah ketidakseimbangan yang akan mempengaruhi terhadap infeksi. 6. Dorong untuk meningkatkan diet seimbang terutama protein yang adekuat. Rasional : Asupan protein dan vitamin yg adekuat untuk memberi makan sistem kekebalan tubuh. 7. Ganti balutan luka menggunakan teknik steril Rasional : Teknik steril ketika mengganti balutan lukan dapat mencegah kontaminasi mikoorganisme terhadap luka Kolaborasi 8. Kolaborasi pemberian antibiotik dgn dokter Rasional : Pemberian antibiotik untuk Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 meningkatkan daya tahan tubuh. Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 Lampiran 3: Catatan Perkembangan Pasien Catatan Perkembangan pada Periode Pre Operatif Tanggal 09052013 Implementasi Mengkaji 1 Perasaan mengenai Evaluasi S: Klien mangatakan belum mengetahui tentang kanker diangosa dan payudara dan ingin pembedahan yang akan mengetahui tentang kanker dilakukan payudara 2 Pengalaman pribadi Klien mengatakan kadang- pengetahuan tentang kadang muncul rasa takut kanker payudara meninggal katika dioperasi 3 Mekanisme koping untuk mengatasi cemas 4 Menginforkamasikan dan untuk menghilangi cemas dengan banyak berdoa dan ibadah, suami pasien mengenai kanker dan kedua anaknya selalau payudara dan faktor- memberikan dukungan faktor risiko kanker kepadanya. Klien juga payudara cemas kedua anaknya dapat menderita kanker karena klien pernah mendengar bahwa kanker dapat diturunkan. Klien mengatakan cemas berkurang setelah diberikan penjelasan tentang kanker payudara faktor risiko dan cara pemeriksaan payudara sendiri (SADAR) O : Pasien tampak lebih tenang. Pasien dapat menyebutkan kembali 5 Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 dari 10 faktor risiko kanker payudara dan dapat mendemontrasikan SADARI A : Cemas sudah berkurang P : Menginformasikan pasien mengenai cara mencegah kanker payudara. 11052013 1 Menginformasikan S. Klien mengatakan menjadi tentang cara mencegah lebih tahu dan cukup kanker tenang setelah diberikan 2 Menginformasikan informasi. Klien tentang persiapan mangatakan dulu sering operasi dan operasi yang memakan makanan yang akan dihadapi mengandung pengawet dan 3 Mengkaji tanda –tanda vital penyedap rasa dan sekarang akan lebih sering mengkonsumsi buah dan sayur O: Tekanan darah: 120/80 mmHg, frekuensi nadi: 74/ x/menit, frekuensi napas: 18 x/menit, klien tampak tenang dan tidak mengajukan raut wajah cemas dan kawatir A: Cemas sudah berkurang namun klien masih membutuhkan informasi tentang kanker payudara sambil menunggu jadwal Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 operasi P: Edukasi cara mengurangi nyeri post operasi payudara dan ajarkan teknik relaksi napas dalam. 12052013 Mengajarkan latihan – S : Klien mengatakan tenang latihan untuk post operatif : setelah melakukan teknik 1. Teknik relaksasi napas relaksasi napas dalam dan dalam untuk mengurangi akan melakukan setiap cemas dan nyeri dirinya merasa cemas dan 2. Latihan lengan setelah operasi untuk 3. Latihan berpindah posisi mengurangi nyeri. Klien 4. Latihan batuk post mengatakan senang setelah operatif latihan lengan, berpindah posisi, dan latihan batuk untuk setelah operasi. O : Tekanan darah sebelum napas dalam 120/80, tekanan darah setelah napas dalam 110/70, frekuensi nadi: 80 x/menit, frekuensi napas: 18 x/menit, klien tampak melakukan napas dalam, latihan lengan, latihan berpindah posisi, dan latihan batuk sesuai dengan yang diajarkan, raut wajah tenang A : Cemas sudah tidak terjadi P : Ulangi kembali intervensi Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 untuk mengatasi cemas apabila cemas kembali terjadi 14052013 1. Mendorong klien untuk S: Klien mengatakan deg- mendemontrasikan degan dan cemas teknik relaksasi napas menjelang operasi hari ini dalam. dan cemas berkurang setelah melakukan teknik napas dalam dan berdoa. O: Tekanan darah: 130/80, frekuensi napas: 19 x/menit, frekuensi napas: 88 x /menit. Setelah napas dalam dan berdoa tekanan darah: 120/70 mmHg. Wajah klien tampak cemas dan sudah puasa sejak jam 2.00 setelah melakukan napas dalam dan berdoa raut wajah cemas berkurang A: Cemas sudah berkurang P: Dukung selalu klien untuk berdoa dan melakukan napas dalam. 16052013 1. Membantu klien S: Klien mengatakan kemarin mengungkapkan cemas menjelang operasi perasaannya hari ini namun kecewa jadwal 2. Mengkaji tanda-tanda vital operasi diundur lagi. Sekarang klien mengatakan Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 3. Mengulangi kembali tidak terlalu cemas klien latihan lengan, senang mengulang kembali berpindah posisi, dan latihan – latihan setelah latihan batuk post operasi karena menurunkan operatif kekhawatiran klien tentang kondisi setelah operasi. O: Tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi : 88 x/menit, frekuensi napas : 18 x/menit, klien tampak dapat melakukan latihan sesuai dengan yang diajarkan, klien tidak tampak cemas A: Cemas sudah berkurang P: Ulangi kembali intervensi untuk mengatasi cemas jika cemas kembali terjadi. Catatan Perkembangan pada Periode Post Operatif Tanggal Diagnosa Keperawatan 170513 Nyeri Akut 17.00 Implementasi 1. Mengkaji Evaluasi SOAP S: Klien mengatakan intensitas, sifat, nyeri luka operasi 3-5, durasi, faktor lamanya terus menerus, yang frekuensi sering, terutama mempengaruhi, sangat nyeri bila lengan dan, cara klien digerakan dan jika mengatasi berubah posisi miring. nyeri Klien mengatakan lebih Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 2. Mengkaji tanda tenang dan nyaman – tanda vital setelah melakukan napas 3. Memberikan dalam dan lengan yang posisi semi sakit ditinggikan serta Fowler dan kepala sedikit tinggi lengan yang O: Sebelum diberikan ditinggikan posisi tekanan darah: 4. Mendorong 130/90 mmHg dan untuk frekuensi nadi : 89 melakukan x/menit. teknik relaksasi Tekanan darah: 120/80 napas dalam mmHg, frekuensi nadi 70 yang pernah x/menit (30 menit setelah dipelajari diberikan bantalan pada 5. Memberikan lengan yang sakit, posisi lingkungan semi Fowler, dan teknik yang tenang relaksasi napas dalam) Klien baru tiba dari ruang operasi pukul 13.00. Klien tampak lebih banyak diam dibandingkan sebelum operasi (fokus pada nyeri) A : Nyeri sedikit berkurang namun masih perlu penanganan nyeri P : Kolaborasi pemberian analgetik ketorolac 3 x 30 mg IV 1705201 3 Risiko Infeksi 1. Mengkaji tanda S: Klien mengatakan luka – tanda vital tidak terasa ada rembesan, Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 2. Mengkaji tidak gatal, dan tidak adanya panas. Klien mengatakan rembesan pada akan minum air putih balutan luka kurang lebih 3000 cc/ hari operasi dan dan banyak makan putih tanda – tanda telur sayuran buah dan infeksi memghabiskan makanan 3. Mempertahank yang disediakan oleh an hidrasi yang rumah sakit dekuat O: S: 36,6oC ( tidak 4. Mendorong terjadi peningkatan suhu untuk tubuh), tidak tampak meningkatkan rembesan pada daerah asupan luka operas, drainase makanan kaya produksi hemoragik protein dan 50cc/15 jam vitamin seperti A: Infeksi tidak terjadi telur, ikan, dan P: Kolaborasi pemberian sayur buah antibiotik Cefazolin 2 x 1 gr, pantau tanda-tanda infeksi dan tanda – tanda vital, dan asupan makanan adekuat 1805201 3 Nyeri Akut 1. Mengkaji S: Klien mengatakan skala, durasi, nyeri skala 3-4 durasi frekuensi, dan sudah berkurang sekitar reaksi pasien 20 detik ketika terasa, terhadap nyeri frekuensi jarang. 2. Melatih latihan O: Tekanan darah 120/80 aktif meremas mmHg, frekuensi nadi bola dan 74x/menit, frekuensi ekstensi-fleksi napas 18 x/menit, klien Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 ekstensi- tampak lebih tersenyum fleksi,oposisi, dan aktif berbicara tidak abduksi- seperti kemarin. Wajah adduksi jari – meringis juga sudah tidak jari dan tampak. Klien dapat pergelangan melakukan ekstensi- tangan. Pasif : fleksi,oposisi, abduksi- fleksi-ekstensi adduksi jari – jari dan siku pergelangan tangan secara 3. Memberikan aktif. (gerakan 1-3 ketorolac gambar 2.2). Edema pada sesuai order 30 lengan kiri tidak tampak. mg dan evaluasi respon pasien setelah diberikan ketorolac 1805201 3 Risiko infeksi 1. Mengkaji tanda S: Klien mengatakan – tanda vital daerah luka operasi tidak dan tanda – ada rembesan, tidak gatal, tanda infeksi dan tidak panas. Klien 2. Mengkaji mengatakan badan terasa adanya hangat dan minum hari ini rembesan dan dari pagi hingga jam jumlah 17.00 hanya sekitar 600 drainase ml 3. Mendorong O: Suhu tubuh 38,4 ºC, hidrasi yang tidak ada pembesaran adekuat dan pada daerah luka operasi, asupan nutrisi lengan tidak bengkak. Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 adekuat Kulit daerah sekitar luka tidak kemerahan. A: tidak ada tanda-tanda infeksi lain selain peningkatan suhu, perlu dipantau tanda-tanda infeksi agar infeksi tidak terjadi. Peningkatan suhu mungkin juga dapat disebabkan hidrasi yang tidak adekuat P: Pantau TTV dan tandatanda infeksi, dorong hidrasi yang adekuat. 1805201 Hipertermia 1. Mengkaji tanda S: Klien mengatakan – tanda vital 3 sudah merasa panas 2. Memberikan setelah dikompres, minum kompres obat, dan minum air putih hangat yang banyak. 3. Mendorong O: Suhu tubuh sebelum hidrasi yang dikompres dan diberikan adekuat Paracetamol 38,4 ºC . 1 3000cc/hari jam kemudian 36,8 ºC. 4. Memberikan badan klien sudah tidak Paracetamol teraba hangat. Klien tidak sesuai order tampak menggigil. A: Hipertermi sudah tidak terjadi P: Pantau tanda-tanda vital, dorong untuk hidrasi ± 3000 cc/hari 2005201 Risiko infeksi 1. Mengkaji tanda S: Klien megatakan tadi Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 3 – tanda vital malam badan tidak panas dan tanda – kembali, klien tanda infeksi mengatakan tidak begitu 2. Mencuci nyeri saat diganti balutan tangan dengan dan luka dibersihkan. tepat sebelum O: Suhu tubuh 36,7 ºC. dan setelah Selang drainase dilepas kontak dengan hari ini. Luka tampak pasien bagus, tidak ada pus, dan 3. Menggunakan tidak keluar darah dari sarung tangan jahitan. Luka jahitan juga steril ketika tidak dehisens. Luka tidak melakukan bengkak. perawatan luka A: infeksi tidak terjadi 4. Kolaborasi P: - Ajarkan klien cara menangani mencegah luka operasi di balutan luka rumah agar tidak infeksi, kering steril dorong untuk asupan makanan kaya protein (telur dan ikan), sayur, dan buah dirumah. 2005201 3 Nyeri Akut 1. Mengkaji tanda S: Klien mengatakan – tanda vital nyeri pada skala 1-2, dan skala, durasi ± 10 detik, durasi, frekuensi jarang (saat frekuensi, dan berubah posisi kadang- reaksi pasien kadang menimbulkan terhadap nyeri nyeri tapi dapat 2. Memberikan ditoleransi. Klien latihan aktif mengatakan senang fleksi-ekstensi melakukan latihan lengan dan abduksi- dan tidak menimbulkan Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013 aduksi jari – nyeri. jari tangan dan O: Tekanan darah: 120/80 pergelangan mmHg, frekuensi nadi: tangan, fleksi- 72x/ menit, frekuensi ekstensi siku, napas: 18x/ menit. Klien supinasi- tampak tenang dan tidak pronasi, fleksi- meringis. Klien dapat ekstensidan melakukan latihan fleksi- abduksi – ekstensi dan abduksi- aduksi bahu aduksi penuh pada jari dan pergelangan tangan. Supinasi-pronasi. Fleksiekstensi siku penuh. Fleksi bahu belum mampu. Abduksi-aduksi bahu hanya 45 derajat. (gerakan 1-7 gambar 2.2) A: nyeri sudah hampir hilang P: intervensi dihentikan karena pasien diizinkan pulang. Analisis praktik..., Rahayu Setiyawati, FIK UI, 2013