BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Kanker Payudara
Kanker Payudara (Carcinoma mammae) adalah tumor ganas yang menyerang
jaringan payudara, jaringan payudara tersebut terdiri dari kelenjar susu (kelenjar
pembuat air susu), saluran kelenjar (saluran air susu) dan jaringan penunjang
payudara (Mardiana, 2007).
Pertumbuhan kanker payudara dimulai dari epitel duktus ataupun kubulus
duktus atau kelenjar di daerah lobulus dan melakukan invasi ke dalam stroma yang
dikenal dengan nama karsinanoma invasive. Tumor yang meluas menuju fasia otot
pektoralis ataupun daerah yang menimbulkan perlengkapan dikategorikan tumor
stadium lanjut (Tambunan, 1995).
Penyebaran kanker terjadi melalui pembuluh getah bening, deposit dan
tumbuh dikelenjar aksila ataupun supraklavikula, kemudian melalui pembuluh darah
kanker menyebar ke organ lain seperti paru, hati, tulang dan otak (Luwia, 2003)
2.2
Patofisiologi Kanker Payudara
Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal. Model klasik karsinogenesis
membagi proses menjadi tiga tahap yaitu inisiasi, promosi dan progresi. Inisiasi
adalah proses yang melibatkan mutasi genetik yang menjadi permanen dalam DNA
sel. Pada tahap inisiasi terjadi perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing
sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen
yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi atau sinar
matahari. Tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu
7
karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut promotor,
menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. Promosi adalah suatu tahap
ketika sel mutan berproliferasi. Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami
inisiasi akan berubah menjadi ganas. Progresi adalah tahap ketika klon sel mutan
mendapatkan satu atau lebih karakteristik neoplasma ganas seiring berkembangnya
tumor, sel menjadi lebih heterogen akibat mutasi tambahan. Selama stadium
porgresif, massa tumor yang meluas mendapat lebih banyak perubahan yang
memungkinkan tumor menginvasi jaringan yang berdekatan, membentuk pasokan
darah sendiri (angiogenesis), penetrasi ke pembuluh darah, dan bermetastasis untuk
membentuk tumor sekunder (Price & Wilson, 2006).
Carcinoma mammae berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi
pada sistem duktal, mula-mula terjadi hyperplasia sel-sel dengan perkembangan selsel atipik. Sel-sel ini akan berlanjut menjadi carcinoma insitu dan menginvasi stroma.
Carsinoma membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal sampai
menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba kira –kira berdiameter 1 cm.
Pada ukuran tersebut kira-kira seperempat dari carcinoma mamae telah
bermetastasis. Carsinoma mammae bermetastasis dengan penyebaran langsung
kejaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah (Price &
Wilson, 2006)
2.3
Gejala Klinis Kanker Payudara
Menurut Luwia, (2003) gejala kanker payudara pada tahap dini biasanya
tidak menimbulkan keluhan. Penderita akan merasa sehat, tidak nyeri dan tidak
terganggu aktivitas sehari–hari. Satu-satunya gejala yang mungkin dirasakan pada
stadium dini adalah adanya benjolan kecil di payudara. Keluhan baru timbul bila
8
penyakit sudah memasuki stadium lanjut. Adapun keluhan yang dirasakan seperti :
(a) Ada benjolan pada payudara bila diraba dengan tangan; (b) Bentuk dan ukuran
payudara berubah, berbeda dari sebelumnya; (c) Luka pada payudara yang sudah
lama, tidak sembuh melalui pengobatan; (d) Eksim pada puting susu dan sekitarnya
yang sudah lama, tidak sembuh melalui pengobatan; (e) Keluar darah, nanah, atau
cairan encer dari puting susu atau keluar air susu pada wanita yang tidak sedang
hamil atau tidak sedang menyusui; (f) Puting susu tertarik ke dalam; (g) Kulit
payudara mengerut seperti kulit jeruk ( Peaud de orange ).
2.4
Stadium Kanker Payudara
Menurut Otto, (2005) pembagian stadium klinis Portman yang disesuaikan
dengan aplikasi klinik adalah sebagai berikut:
1. Stadium I : Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan sekitarnya,
tidak ada klasikasi/infiltrasi berkulit dan jaringan dibawahnya. Besar tumor 12 cm. Kelenjar Getah Bening ( KGB ) regional belum teraba.
2. Stadium II : Sesuai dengan stadium I, hanya saja, besar tumor 2,5-5 cm dan
sudah ada Kelenjar Getah Bening (KGB) aksila (+) tetapi masih bebas
dengan diameter kurang dari 2 cm.
3. Stadium IIIA : Tumor sudah meluas dalam payudara dengan ukuran 5-10 cm
tetapi masih bebas dari jaringan sekitarnya, Kelenjar Getah Bening (KGB)
aksila masih bebas satu sama lain.
4. Stadium IIIB : Tumor sudah meluas dalam payudara (5-10 cm), fiksasi pada
kulit atau dinding dada, kulit merah dan ada odema (lebih dari 1/3 permukaan
kulit payudara), ulserasi dan atau nodul satelit, kelenjar getah bening aksila
9
melekat satu sama lain atau terhadap jaringan sekitarnya. Diameter lebih dari
2,5 cm dan belum ada metastasis jauh.
5. Stadium IV : Tumor seperti pada yang lain ( stadium I, II dan III ). Tetapi
sudah disertai dengan kelenjar getah bening aksila supra-klavikula dan
metastasis jauh lainnya.
Selain itu menurut Schrock, (2006) membagi stadium klinik kanker payudara
atas stadium dini dan lanjut. Yang termasuk stadium dini adalah stadium I, stadium II
dan stadium IIIA, sedangkan yang termasuk stadium lanjut adalah stadium IIIB dan
stadium IV.
2.5
Tipe Kanker Payudara
Menurut Underwood, (2000) beberapa tipe kanker payudara adalah :
1. Karsinoma Duktal Menginifiltrasi
Karsinoma ini adalah tipe histologis yang paling umum, merupakan 75% dari
semua jenis kanker payudara. Prognosis tipe ini lebih buruk dibandingkan
dengan tipe lainnya.
2. Karsinoma Lobular Menginifiltrasi
Karsinoma lobular invasive adalah tipe kanker payudara yang tersering
kedua. Walaupun tingkat kejadian menurut literature antara 1% dan 20%,
tetapi jumlahnya sampai 15% dari semua kasus kanker payudara. Tipe ini
biasanya terjadi pada suatu area penebalan yang tidak baik pada payudara bila
dibandingkan dengan tipe duktal menginfiltrasi. Lebih umum multisentris
dengan demikian dapat terjadi penebalan beberapa area pada salah satu atau
kedua payudara.
10
3. Karsinoma Medular
Karsinoma ini menempati sekitar 6% dari kanker payudara dan tumbuh
dalam kapsul di dalam duktus. Tipe tumor ini dapat menjadi besar tetapi
meluas dengan lambat, sehingga prognosisnya sering kali lebih baik.
4. Kanker Musinus
Karsinoma ini menempati sekitar 3% dari kanker payudara. Menghasilkan
lender pertumbuhannya lambat sehingga kanker ini juga mempunyai
prognosis yang lebih baik dari lainnya.
5. Kanker Duktal-Tubular
Kanker ini jarang terjadi, yakni hanya menempati 2% dari kanker, karena
metastase aksilaris secara histologi tidak lazim.
6. Karsinoma Inflamatori
Karsinoma inflamatori adalah tipe kanker payudara yang sangat jarang terjadi
(1% samapai 2%) dan menimbulkan gejala-gejala yang berbeda dari kanker
payudara lainnya. Tumor setempat terasa nyeri dan sangat nyeri apabila
ditekan, payudara secara abnormal keras dan membesar. Kulit di atas tumor
ini merah dan hitam. Sering terjadi edema dan retraksi putting susu.
7. Penyakit Paget
Penyakit paget adalah salah satu tipe kanker payudara yang juga jarang
terjadi. Gejala yang ditimbulkan adalah rasa terbakar dan gatal pada
payudara. Tumornya itu dapat duktal dan invasif. Masa tumor sering tidak
dapat diraba dibawah putting tempat dimana penyakit ini timbul.
Mammografi mungkin merupakan satu-satunya pemeriksaan diagnostik yang
dapat mendeteksi tumor tersebut.
11
8. Karsinoma Payudara In situ
Karsinoma payudara In situ lebih sering dideteksi dengan meluasnya
penggunaan skrining mammografi. Penyakit ini ditandai oleh proliferasi selsel malignan di dalam duktus dan lobules, tanpa invasif ke dalam jaringan
sekitarnya. Terdapat karsinoma In situ yakni; duktal dan lobular.
2.6
Diagnosis Kanker Payudara
Diagnosis kanker payudara dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
dan alat penunjang yang dilakukan dengan seksama oleh dokter. Pemeriksaan
tersebut meliputi (National Cancer Institute, 2009):
1. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk memeriksa ukuran, bentuk dan tekstur benjolan serta
diperiksa apakah benjolan dapat digerakkan dengan mudah atau tidak.
Dengan palpasi dapat dirasakan apakah benjolan jinak (benigna) atau kanker
(maligna).
2. Mammografi
Dengan mammografi dapat dilihat apakah terdapat area yang tidak jelas atau
mencurigakan sehingga bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan sinar X
ulang.
3. Ultrasonografi (USG)
Dengan menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi, USG dapat
menunjukkan apakah benjolan bersifat solid (padat) atau terisi oleh cairan.
Pemeriksaan USG bisa dilakukan bersama dengan mammografi.
12
Berdasarkan pemeriksaan tersebut di atas, dapat diputuskan perlu tidaknya
dilakukan tes lebih lanjut dan pemberian terapi. Tetapi biasanya dilakukan
pemeriksaan kembali secara berkala untuk memonitoring apabila terjadi perubahan
benjolan payudara.
Selain itu, dapat dilakukan tes diagnostik kanker payudara lebih lanjut. Tes
tersebut meliputi (National Cancer Institute, 2009) :
1. Aspirasi atau biopsi jarum
Dengan menggunakan jarum, dokter mengambil cairan atau sejumlah
jaringan kecil dari benjolan payudara. Prosedur ini dapat menunjukkan
apakah benjolan merupakan kanker (masa solid atau padat) atau bukan
(kiste). Jaringan yang diambil dibawa ke laboratorium dan diperiksa apakah
merupakan sel-sel kanker. Cairan bening dari sebuah kiste tidak selalu perlu
diperiksa pada laboratorium.
2. Biopsi bedah
Dokter ahli bedah memotong sebagian atau seluruh benjolan yang
mencurigakan dan kemudian jaringan tersebut diperiksa oleh dokter ahli
patologi di bawah mikroskop untuk memastikan apakah jaringan tersebut
merupakan sel kanker.
2.7
Faktor Risiko Kanker Payudara
Faktor risiko adalah faktor-faktor fisik, biologi, perilaku, gaya hidup, sosial,
kultural,
ekonomi
dan
politik
yang
keberadaannya
berhubungan
dengan
meningkatnya probabilitas kejadian penyakit (Murti, 2006). Etiologi terjadinya
kanker payudara sampai saat ini belum jelas, tetapi diperkirakan menjurus ke suatu
sebab multifaktorial yang meliputi faktor genetik, lingkungan dan faktor reproduksi
13
yang saling berinteraksi melalui mekanisme yang kompleks (Kubba, 2003). Jenis
kelamin merupakan faktor risiko yang kuat. Semua wanita memiliki risiko terkena
kanker payudara, penyakit ini juga bisa terjadi pada pria dengan perbandingan 1:100
antara pria dan wanita (Otto, 2005). Tabel menyajikan sejumlah faktor yang
merupakan faktor risiko untuk terjadinya kanker payudara.
Tabel 2.1 Faktor Risiko Terjadinya Kanker Payudara
Faktor
Risiko relatif
Kelompok Risioko Tinggi
Usia
>10
Usia lanjut
Lokasi geografis
5
Negara maju
Usia saat menarke
3
Menarke sebelum usia 11tahun
Usia saat menopause
2
Menopause setelah usia 54
tahun
Usia pertama kali hamil
3
Anak pertama setelah usia 40
tahun
Riwayat keluarga
≥2
Kanker payudara pada saudara
tingkat pertama ketika muda
Penyakit jinak sebelumnya
4-5
Heperplasia tipikal
Kelompok social-ekonomi
2
Kelompok I dan II
Berat badan Pra-menopause
0,7
Indeks masa tubuh >35
Berat badan Pasca-menopause
2
Indeks masa tubuh >35
Paparan dengan radiasi ion
3
Paparan abnormal pada wanita
setelah usia 10 tahun
Kontrasepsi oral
1,24
Pengguna saat ini
Hormone Replacement Therapy
1,35
Penggunaan ≥10 tahun
Diethylstilbestrol
2
Penggunaan saat kehamilan
Sumber : McPherson et al (2000)
Faktor risiko kejadian kanker payudara sangat beragam. Sama halnya dengan
Mc Pherson et al (2000), Duffy (2010) juga menyebutkan beberapa faktor yang
dapat menyebabkan kanker payudara pada wanita. Faktor-faktor risiko tersebut
ditunjukkan pada Tabel 2.2
14
Tabel 2.2 Faktor Risiko Kanker Payudara Pada Wanita
Faktor
Risiko relatif
Kelompok Risioko Tinggi
Mutasi BRCA ½
10-20
Tergantung pada usia
Mengkonsumsi alcohol
1,07
Asupan berlebih
Diet
1,8
Asupan tinggi lemak jenuh
Kuantitas kepadatan payudara
4,6
Kepadatan ≥ 75%
Sumber : Duffy, 2010
2.7.1
Kontrasepsi Hormonal dengan Kanker Payudara
Kontrasepsi hormonal adalah kontrasepsi yang menggunakan hormon
progesterone atau kombinasi hormon progesterone dan estrogen. Salah satu metode
kontrasepsi hormonal adalah suntik dan oral (pil) (Saifuddin, 2003).
Kontrasepsi suntik adalah alat kontrasepsi hormonal yang cara pemakaiannya
harus melalui suntikan hormon ke dalam tubuh seorang wanita.Terdapat 2 jenis
kontrasepsi suntik yaitu suntik kombinasi dan suntik progestrin. Kandungan jenis
kontrasepsi suntik kombinasi adalah 25 mg depo medroksiprogesteron asetat dan 5
mg estradiol sipionat yang diberikan injeksi sebulan sekali; 50 mg noretindron
enantat dan 5 mg estradiol valerat yang diberikan injeksi sebulan sekali. Sedangkan
suntik progestrin terdapat 2 jenis yaitu 150 mg Depo medroksiprogeseteron yang
diberikan setiap 3 bulan ; 200 mg Depo noretisteron enantat yang diberikan setiap 2
bulan.
Keefektifan alat kontrasepsi ini yaitu sangat efektif berkisar 0,1-0,4
kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan (Saifuddin, 2003).
Sedangkan untuk metode kontrasepsi oral juga sudah banyak digunakan.
Salah satu jenis kontrasepsi oral adalah kombinasi dari estrogen dan progestin.
Sekitar 10 juta wanita di Amerika Serikat dan kurang lebih 100 juta wanita di seluruh
dunia telah menggunakan kontrasepsi oral kombinasi. Karena pil kontrasepsi ini
dianggap memiliki efektivitas yang tinggi dalam mencegah kehamilan yaitu sekitar 5
15
dari 100 wanita pengguna pil kontrasepsi kombinasi dan 1 dari 100 wanita yang
menggunakan pil kontrasepsi oral dengan sempurna mengalami kehamilan per tahun
(Petiti, 2003)
Pada tahun 1960 dan 1961 Amerika Serikat telah memasarkan pil kontrasepsi
dengan formula yaitu mengandung hingga 2 sampai 5 kali lebih banyak estrogen
dan 5 sampai 10 kali lebih banyak progestin daripada pil kontrasepsi yang telah
beredar dewasa ini. Penggunaan formula dengan dosis tinggi ini berhubungan
terhadap peningkatan risiko stroke iskemik, infark miolard dan embolisme paru pada
perempuan muda yang sehat. Akhirnya sejak tahun 1961 hingga 1970 dosis estrogen
dan progestin diturunkan dengan cepat, karena kekhawatiran terhadap keamanan
namun pengurangan dosis ini tidak mengurangi efektivitas dari kontrasepsi tersebut.
Adapun kombinasi estrogen dan progestin dalam pil kontrasepsi yang tersedia di
pasaran saat ini yaitu mengandung estrogen dengan dosis berkisar dari 20 hingga 50
µg ethinyl estradiol atau mestranol (Petiti, 2003)
Menurut Vogel & Victor (2000) dikutip dalam Indrati (2005), kontrasepsi
oral yang berisi estrogen dan progestin adalah salah satu bahan yang digunakan
untuk mencegah terjadinya konsepsi.
Menurut Devita (1989) dikutip dalam Indrati (2005), kandungan estrogen dan
progesterone pada kontrasepsi hormonal akan memberikan efek proliferasi berlebih
pada duktus ephitelium payudara. Berlebihnya proses proliferasi bila diikuti dengan
hilangnya kontrol atas proliferasi sel dan pengaturan kematian sel yang sudah
terprogram akan mengakibatkan sel payudara berpoliferasi secara terus menerus
tanpa adanya batas kematian. Hilangnya fungsi kematian sel yang terprogram akan
menyebabkan ketidakmampuan mendeteksi kerusakan sel akibat kerusakan pada
16
DNA, sehingga sel-sel abnormal akan berproliferasi secara terus menerus tanpa dapat
dikendalikan.
Marchbanks et al (2002) melakukan studi kasus kontrol bersampel besar di
Amerika Serikat untuk menentukan risiko kanker payudara terhadap pengguna
kontrasepsi oral dan mantan pengguna. Studi tersebut melibatkan 4575 kasus dan
4682 kontrol. Hasil studi tidak menemukan adanya peningkatan risiko pada
perempuan usia 35-64 tahun pengguna atau mantan pengguna pil kontrasepsi
kombinasi. Tetapi pada studi ini menunjukkan adanya risiko relatif sebesar 1,0 (CI
95% 0,80-1,30) pada perempuan yang sedang menggunakan kontrasepsi oral dan
risiko relatif 0,90 (CI 95% 0,80-1,0) pada perempuan yang pernah menggunakan
kontrasepsi oral.
Delort et al (2007) dalam studi populasi yang dilakukan di Auvergne, Prancis
dengan sampel 936 wanita untuk mengetahui pengaruh faktor reproduksi,
antopometri dan lingkungan terhadap kanker payudara. Hasil studi menunjukkan
penggunaan kontrasepsi hormonal memiliki risiko 1,8 kali lebih besar terkena kanker
payudara dibandingkan dengan bukan pengguna kontrasepsi hormonal (OR= 1,84;
CI 95% = 1,38 – 2,44).
Hasil penelitian Gabrick et al (2000) dengan studi kohor historis terhadap 426
keluarga yang anggota keluarganya mengalami kanker payudara. Penelitian ini untuk
menentukan risiko antara pengguna kontrasepsi oral yang memiliki riwayat keluarga
terkena kanker payudara terhadap kanker payudara. Hasil studi tersebut menemukan
bahwa penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan risiko relatif 1,4 (CI 95%
1,0-2,0) untuk mengalami kanker payudara.
17
2.7.2
Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dengan Kanker Payudara
Indrati (2005) dalam penelitiannya, menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara wanita yang menggunakan kontrasepsi oral dengan lama
penggunaan >10 tahun yaitu terhadap kejadian kanker payudara (OR=3,10; CI 95%
1,18-9,55), dimana wanita yang menggunakan kontrasepsi oral dengan lama
penggunaan >10 tahun memiliki risiko 3,10 kali lebih besar untuk terkena kanker
payudara dibandingkan wanita yang tidak pernah menggunakan kontrasepsi oral.
Gabrick et al (2000) dalam penelitiannya, menunjukkan bahwa penggunaan
kontrasepsi oral pada saudara perempuan dan anak perempuan dari penderita kanker
payudara memiliki risiko 3,3 kali lebih besar untuk terkena kanker payudara
dibandingkan dengan yang tidak menggunakan kontrasepsi oral (OR=3,3; CI 95%
1,6-6,7). Tetapi peningkatan risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral
tidak terjadi pada cucu perempuan dan keponakan perempuan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa risiko kanker payudara meningkat pada saudara tingkat pertama
dari penderita kanker payudara yang menggunakan kontrasepsi oral.
2.7.3
Kontrasepsi Hormonal, Riwayat Keluarga dengan Kanker Payudara
Studi terdahulu menunjukkan bahwa hormon seks endogen memiliki peranan
yang penting di dalam etiologi kanker payudara pada pembawa mutasi BRCA 1/2.
Haile et al (2006) melakukan studi kasus kontrol mengenai pengaruh penggunaan
hormon eksogen yaitu penggunaan kontrasepsi oral terhadap risiko kanker payudara
pada pembawa mutasi BRCA1 atau BRCA2. Studi tersebut meneliti 497 pembawa
mutasi BRCA1 dan 307 pembawa mutasi BRCA2 dengan dibatasi subjek penelitian
berusia di bawah 50 tahun, dimana 195 pembawa mutasi BRCA1 dan 128 pembawa
BRCA2 telah didiagnosis kanker payudara. Analisis data yang digunakan yaitu
18
dengan model regresi logistik tanpa syarat dengan mengendalikan pengaruh riwayat
keluarga, hubungan saudara. Hasil studi menyimpulkan bahwa secara keseluruhan
tidak ada hubungan yang signifikan antara risiko kanker payudara pada pembawa
mutasi BRCA1 atau BRCA2 yang menggunakan kontrasepsi oral minimal 1 tahun
sebelum usia 50 tahun (OR=0,77; CI 95% 0,53-1,12) untuk pembawa mutasi BRCA1
dan untuk pembawa mutasi BRCA2 (OR=1,62; CI 95% 0,90-2,92). Tetapi pada
pembawa mutasi BRCA2 terdapat hubungan yang signifikan yaitu risiko kanker
payudara mungkin meningkat pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral
selama 5 tahun atau lebih (OR=2,06; CI 95% 1,08-3,94).
Ditemukannya beberapa anggota dalam satu keluarga yang menderita
penyakit keganasan memberi petunjuk bahwa kanker payudara merupakan penyakit
familial. Menurut Bustan ( 2007), faktor riwayat keluarga dengan kanker payudara
merupakan salah satu faktor risiko penting kanker payudara. Faktor keluarga ini
terutama dari pihak ibu pada tingkat pertama yang meliputi ibu, bibi dan saudara.
Indrati (2005) dalam penelitiannya, menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara wanita yang memiliki riwayat keluarga pernah menderita kanker
payudara dengan kejadian kanker payudara (OR= 3,94; CI 95% 2,27-15,21), dimana
wanita yang memiliki riwayat keluarga penderita kanker payudara memiliki risiko
3,94 kali lebih besar untuk terkena kanker payudara daripada wanita yang tidak
memiliki riwayat kanker payudara pada keluarga.
Studi kasus kontrol yang dilakukan oleh Ebrahimi et al (2002) di Tahran, Iran
menunjukkan bahwa riwayat keluarga kanker juga merupakan salah satu risiko
kanker payudara (OR = 2,95; CI 95% = 1,15 – 7,69). Demikian halnya dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sweeney et al (2004) di Western, yang dalam
penelitiannya menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara riwayat
19
keluarga kanker dengan kejadian kanker payudara, dimana orang yang memiliki
riwayat keluarga menderita kanker memiliki risiko 1,54 kali lebih besar untuk terjadi
kanker payudara daripada wanita yang tidak memiliki riwayat keluarga kanker (OR =
1,54; CI 95% = 1,24 – 1,93).
2.7.4
Umur dengan Kanker Payudara
Insiden kanker payudara berdasarkan umur terjadi peningkatan dua kali lipat
setiap 10 tahun sampai menopause. Dibandingkan dengan kenker paru-paru, insiden
kanker payudara lebih tinggi pada usia muda (McPherson et al, 2000). Menurut
Bustan (2007), bahwa umur penderita kanker payudara di Indonesia lebih muda
dibandingkan dengan umur di negara-negara maju. Kebanyakan penderita kanker
payudara di Indonesia kurang dari 45 tahun sedangkan pada negara maju setelah usia
40 tahun.
Hasil penelitian Sirait et al (2009), menunjukkan bahwa risiko kanker
payudara jika dibandingkan dengan kelompok umur 55 tahun ke atas yaitu pada
kelompok umur 10-24 tahun risikonya 1,22 kali lebih besar, pada kelompok umur
25-34 tahun sebesar 1,33 kali lebih besar, kemudian meningkat menjadi 1,52 pada
kelompok umur 35-44 tahun dan risiko ini meningkat lagi menjadi 1,78 pada
kelompok umu 45-54 tahun.
Ebrahimi et al (2002) dalam studi kasus kontrol yang dilakukan di
Tehran,Iran untuk mengetahui faktor risiko kanker payudara pada wanita. Hasil studi
menyimpulkan bahwa wanita yang berumur lebih dari 40 tahun mempunyai
kemungkinan yang lebih besar untuk menderita kanker payudara dan risiko ini terus
meningkat sampai umur 60 tahun ke atas ( OR = 1,87 ; CI 95% = 1,13 – 3,10 ).
20
2.7.5
Umur Menarke dengan Kanker Payudara
Menarke merupakan saat pertama kali menstruasi, yaitu keluarnya cairan
darah dari alat kelamin wanita berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang
banyak mengandung pembuluh darah. (Kartono, 1992).
Menstruasi dini meningkatkan risiko terhadap kejadian kanker payudara pada
sebagian besar studi kasus kontrol. Wanita yang mengalami menstruasi dini yaitu
sebelum umur 12 tahun dan disertai dengan keterlambatan menopause yaitu setelah
umur 55 tahun mempunyai risiko terkena kanker payudara lebih besar. Menurut
Caleste L dalam Harianto et al (2005), salah satu faktor endokrin yang memiliki
hubungan dengan kanker payudara adalah total menstruasi. Menarke pada usia
terlalu awal yaitu dimulai sebelum usia 12 tahun menunjukkan adanya peningkatan
risiko perkembangan kanker payudara dibandingkan dengan usia menarke di atas 16
tahun. Menurut McPherson (2000) menstruasi pertama sebelum umur 11 tahun akan
meningkatkan risiko terkena kanker payudara sebesar 3 kali.
Hasil penelitian Yuan J-M et al (1988) dengan studi kasus kontrol yang
dilakukan di China, Shanghai mengenai faktor risiko yang mempengaruhi kanker
payudara menyimpulkan bahwa usia menarke <12 tahun merupakan salah satu faktor
risiko kanker payudara (OR = 2,19; CI 95% = 1,16–4,15) yang berarti wanita dengan
usia menarke <12 tahun berisiko 2,19 kali untuk terkena kanker payudara.
2.8
Pencegahan Kanker Payudara
Menurut Tjahjadi, (2003); Tambunan, (1995) adapun pencegahan penyakit
kanker payudara terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan tersier.
21
2.8.1
Pencegahan Primer
Langkah yang dilakukan untuk menghindari dari berbagai faktor risiko yakni
dengan cara: (a) Mengurangi makanan yang mengandung lemak tinggi; (b)
Memperbanyak aktifitas fisik dengan berolahraga; (c) Hindari penggunaan BH yang
terlalu ketat dalam waktu lama; (d) Hindari banyak merokok dan mengkonsumsi
alcohol; (e) Menghindari terlalu banyak terkena sinar x atau jenis radiasi lainnya; (f)
Mengkonsumsi produk kedelai serta olahannya seperti tahu atau tempe. Kedelai
selain mengandung flanolid yang berguna untuk mencegah kanker, juga mengandung
genestein yang berfungsi sebagai estrogen nabati. Dimana estrogen nabati ini akan
menempel pada reseptor estrogen sel-sel epitel saluran kelenjar susu, sehingga dapat
menghalangi estrogen asli untuk menempel pada saluran susu yang akan merangsang
tumbuhnya sel kanker; (g) Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat.
Serat akan menyerap zat-zat yang bersifat karsinogen dan lemak, yang kemudian
membawanya keluar melalui feses; (h) Memperbanyak mengkonsumsi buah-buahan
dan sayuran terutama mengandung vitamin C, zat anti oksidan dan fitokimia; (i)
Wanita yang mempunyai risiko tinggi salah terdapat riwayat keluarga menderita
kanker payudara untuk tidak menggunakan alat kontrasepsi yang mengandung
hormon seperti pil, suntikan dan susuk KB.
2.8.2
Pencegahan Sekunder
Merupakan langkah yang dilakukan secara dini kika terdapat kelainan yang
ada pada payudara, sehingga apabila kanker ditemukan masih dalam stadium dini,
maka pengobatan atau penanganan yang cepat dan tepat akan memberikan hasil yang
lebih baik dan hidup lebih lama. Deteksi dini dapat dilakukan dengan pemeriksaan
payudara sendiri ( SADARI ) setiap bulan dan pemeriksaan mammografi sekali
22
setahun terutama bagi wanita yang berusia 40 tahun keatas karena penyakit kanker
payudara meningkat pada umur tersebut.
2.8.3
Pencegahan Tersier
Pada pencegahan tersier dapat diarahkan pada wanita yang telah positif
menderita kanker payudara. Melalui penanganan atau pengobatan yang tepat pada
penderita kanker payudara sesuai dengan stadiumnya dapat mengurangi kecacatan
dan memperpanjang harapan hidup penderita serta mencegah terjadinya komplikasi
penyakit. Tindakan pengobatan dapat berupa operasi, radioterapi, hormonal dan
kemoterapi.
Download