BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kewajiban kewarga-negaraan setiap orang adalah membayar pajak sesuai ketentuan Undang-Undang. Sedangkan masalah serius yang dimiliki oleh warga negara adalah membayar pajak yang tidak sedikit. Oleh karena itu untuk meminimalisasikan beban pajak, manajer perusahaan dapat menggunakan salah satu cara di dalam perpajakan yang dikenal dengan manajemen pajak yaitu upaya memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengawasan mengenai guna memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan tanpa melanggar undang-undang yang berlaku. Upaya untuk menekan pajak (yang terhutang lebih kecil daripada yang seharusnya) membutuhkan suatu langkah manajemen yang terintegratif. Langkahlangkah manajemen yang dimaksud dimulai dari perencanaan hingga pengawasan terhadap program pengurangan pajak yang harus dilunasi oleh perusahaan. Pajak yang terhutang ditentukan dari penghasilan kena pajak (taxable income) yang dikalikan dengan tarif pajak. Semakin besar penghasilan kena pajak (PKP) maka makin besar pula pajak yang harus ditanggung, Makin besar biaya yang dikeluarkan maka PKP akan semakin kecil sehingga pajak yang dibayar juga kecil. Upaya minimalisasi pajak tersebut secara eufimisme sering disebut dengan tekhnik tax planning. Pada umumnya tax planning merujuk pada proses merekayasa usaha dan transaksi wajib pajak sehingga beban pajaknya berada dalam jumlah yang minimal sesuai dengan ketentuan perpajakan. Secara umum ketentuan perpajakan maupun peraturan peraturannya yang tergantung dan ditertibkan dalam undang-undang atau peraturan-peraturan 1 2 perpajakan lainnya yang sangat berpengaruh pada dunia usaha, hal tersebut akan meningkatkan kompetisi dan prestasi suatu badan usaha, dimana kegiatan usaha dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu untuk mendapatkan laba yang sebesar-besarnya dan meminimalisasikan beban pajak yang ditanggung oleh perusahaan. Untuk meminimalisasikan beban pajak yang ditanggung wajib pajak ditempuh dapat ditempuh dengan cara rekayasa yang masih berada dalam ruang lingkup perpajakan hingga diluar ketentuan perpajakan. Upaya untuk meminimalisasi pajak sering disebut dengan tekhnik tax planning. Pada semua perusahaan berbentuk perseroan (PT) di Indonesia, Pajak adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari karena hal tersebut merupakan kewajiban kepada negara. Namun pembayaran pajak dapat dikelola sehingga pembayaran dapat dilakukan seminimal mungkin. Perencanaan merupakan salah satu fungsi utama dari manajemen. Secara umum perencanaan merupakan proses penentuan tujuan organisasi (perusahaan)dan kemudian menyajikan strategi, tata cara perencanaan program dan operasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan. Tujuan utama yang seharusnya dicapai oleh manajemen perusahaan adalah memberikan keuntungan maksimum untuk jangka panjang (long term return) kepada para pemodal atau pemegang saham yang telah menginvestasikan kekayaan dan mempercayakan pengelolaannya kepada perusahaan. Keuntungan tersebut harus diperoleh dengan mematuhi peraturan perundang-undangan perpajakan, baik pajak daerah maupun pajak pusat. Sebagai wajib pajak, setiap perusahaan harus mematuhi dan melaksanakan kewajiban pajaknya sesuai dengan perundang- undangan perpajakan. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, jika ada usaha-usaha yang dilakukan oleh wajib pajak baik itu orang pribadi maupun badan untuk mengatur jumlah pajak yang harus dibayar. Bagi mereka pajak dianggap sebagai biaya, 3 sehingga perlu dilakukan usaha-usaha atau strategi-strategi tertentu untuk menguranginya. Usaha atau strategi-strategi dilakukan merupakan bagian dari perencanaan pajak (tax planning). Tujuan yang diharapkan dengan adanya tax planning ini adalah mengefisienkan pembayaran pajak terhutang, melakukan pembayaran pajak dengan tepat waktu, dan membuat data-data terbaru untuk meng–update peraturan perpajakan. Pembangunan nasional di suatu negara diselenggarakan oleh pemerintah dengan dukungan sepenuhnya dari masyarakat. Peranan penerimaan dalam negeri menjadi sangatlah penting, karena diselenggarakannya roda pemerintahan dan pembangunan nasional tidak mungkin tanpa hal ini. Sumber-sumber penerimaan dalam negeri yaitu : penerimaan minyak bumi dan gas (migas), dan penerimaan bukan migas yaitu : penerimaan sektor pajak dan bukan sektor pajak. Dalam hal ini peranan masyarakat dalam pembiayaan pembangunan nasional melalui pembayaran pajak penting bagi pemerintah. Pemerintah dari tahun ke tahun mencoba meningkatkan penghasilan dari sector pajak. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa penerimaan pemerintah dari sector perpajakan merupakan sumber penerimaan dalam negeri yang bersifat stabil dan dinamis. Pungutan pajak yang dilakukan oleh negara berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk membiayai penyediaan barang dan jasa publik, dan juga disertai sanksi dan denda bagi siapapun yang tidak mematuhinya. Tiap perusahaan tentunya menginginkan untuk meminimalkan jumlah pajak penghasil terutangnya. Di lain pihak pemerintah juga sedang mengupayakan untuk meningkatkan pendapatan negara yang salah satunya dari sector pajak, yang memang merupakan salah satu pendapatan negara yang terbesar, yaitu dengan cara menambah objek yang dapat dijadikan obyek pajak. Oleh karena itu setiap wajib pajak badan yang ada saat ini di Indonesia mencari cara untuk meminimalkan pajak penghasilannya dengan cara-cara yang legal tentunya. Hal ini lazim disebut dengan tax planning. 4 Tujuan pokok dari tax planning adalah untuk mengurangi jumlah atau total pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Tax planning adalah tindakan legal karena penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur oleh undang-undang. Tujuannya bukan untuk mengelak membayar pajak, tetapi mengatur sehingga pajak yang dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya. Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning) mengacu pada proses merekayasa usaha dan transaksi wajib pajak agar hutang pajak berada dalam jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun demikian, perencanaan pajak juga dapat diartikan sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat secara optimal menghindari pemborosan sumber daya. Tax planning sama sekali tidak bertujuan untuk melakukan kewajiban perpajakan dengan tidak benar, tetapi berusaha untuk memanfaatkan peluang berkaitan peraturan perpajakan yang menguntungkan perusahaan dan tidak merugikan pemerintah dan dengan cara yang legal. Tax planning merupakan upaya legal yang bisa dilakukan Wajib pajak. Tindakan itu legal karena penghematan pajak tersebut dilakukan dengan cara yang tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Tax planning merupakan sarana yang memungkinkan untuk merencanakan pajak-pajak yang dibayarkan, agar tidak terjadi kelebihan dalam membayar pajak. Tax planning merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation)dan pengendalian pajak (tax control).Pada perencanaan pajak ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian 5 terhadap peraturan perpajakan. Tujuannya adalah agar dapat dipilih jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya, penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminilisasi kewajiban pajak. Dalam ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pengertian badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam melakukan tax planning dalam meminimalkan jumlah pajak penghasilan (PPh)tentang Badan, yaitu dengan memaksimalkan penghasilan yang dikecualikan, memaksimalkan biaya fisikal, meminimalkan biaya yang diperkenankan sebagai pengurang serta pemilihan metode akuntansi. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk membahasnya dalam deskripsi yang berjudul “Analisis penerapan Tax planning atas pajak penghasilan badan pada PT. Semen Tonasa Pangkep”. 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas dan guna memberikan arah bagi jalannya penelitian, perlu dirumuskan terlebih dahulu permasalahan yang ada. Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah “Apakah penerapan Tax Planning yang dilakukan oleh PT. Semen Tonasa Pangkep sudah sesuai undang-undang perpajakan yang berlaku”. 6 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Untuk mengetahui tax planning yang dilakukan oleh PT. Semen Tonasa Pangkep. (2) Untuk menganalisis penerapan tax planning yang dilakukan oleh PT. Semen Tonasa Pangkep dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. 1.3.2 Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, antara lain: (1) Bagi perusahaan, sebagai bahan masukan untuk semakin bijak dalam menerapkan tax planning atas bijak penghasilan badan terhutang sesuai dengan peraturan perpajakan, melalui pemahaman undang-undang perpajakan dan peraturan perpajakan lainnya yang up to date. (2) Bagi penulis, memberikan tambahan pengetahuan tentang penerapan kebijakan tax planning atas pajak penghasilan badan pada perusahaan yang telah dipelajari melalui teori di masa perkuliahan dan mencoba memberikan masukan bagi perusahaan untuk mengambil keputusan dalam pelaksanaan kegiatan operasi dalam mencapai laba maksimum, melalui perencanaan pajak. (3) Bagi pihak lain sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengetahui dan menambah wawasan tentang tax planning atas pajak penghasilan. 1.4 Batasan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis membatasi penelitian pada: (1) Proses Tax planning menggunakan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 7 (2) Jenis tax planning yang digunakan adalah tax planning domestik nasional (national tax planning) dengan menggunakan data dalam laporan keuangan, yaitu laba-rugi dan PT Semen Tonasa Pangkep. (3) Obyek penelitian yang akan diteliti dibatasi pada PT Semen Tonasa Pangkep. (4) Penerapan tax planning terbatas pada peminimalan beban Pajak penghasilan (PPh) berdasarkan laporan keuangan tahun 2012. 1.5 Sistematika Penulisan Berikut ini penulis sajikan uraian singkat materi pokok yang akan dibahas pada masing-masing bab, sehingga dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang penulisan ini. BAB I : Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan pustaka Bab ini berisi teori yang menjadi landasan dalam penyusunan skripsi ini. BAB III : Metode penelitian Bab ini berisi lokasi penelitian, desain penelitian, metode pengumpulan data, jenis dan sumber data serta metode analisis dan terhadap objek penelitian. BAB IV : Gambaran umum perusahaan Bab ini berisi tentang sejarah dan perkembangan perusahaan visi dan misi, lokasi perusahaan dan struktur organisasi perusahaan. BAB V : Hasil dan Pembahasan Bab ini menguraikan deskripsi penelitian, antara lain mengenai kebijakan akuntansi perusahaan yang berkaitan dengan tax planning, serta penyajian laporan keuangan. 8 BAB VI : Simpulan dan Saran Bab ini berisi simpulan dari penelitian dan saran-saran yang dapat penulis berikan kepada perusahaan tempat penulis melakukan sesuatu. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Penerapan pajak pada PT Semen Tonasa didukung oleh beberapa konsep yang memberikan penguatan dalam memahami substansi pajak yang diterapkan di Indonesia. Mardiasmo (2002:13) mendefinisikan pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran dalam bentuk pelayanan kepada umum. Misalnya pelayanan kesehatan, pendidikan, penerangan jalan, keamanan dan sebagainya. Penarikan pajak secara yuridis dapat dipaksakan atau ditagih secara paksa oleh wajib pajak (WP) dalam jangka waktu tertentu, maka penagihan dapat dilakukan secara kekerasan, seperti melalui surat paksa, sita, lelang dan sandera. Sommerfeld (1998:1) memberikan pengertian pajak sebagai berikut pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa mendapat suatu imbalan kembali yang langsung dan seimbang, agar pemerintah melaksanakan tugastugasnya menjalankan pemerintahan. Ray M. Sommer dkk dalam Barata (1999:4) menyatakan bahwa “a tax can be defined meaningfully as any no penal yet compulsory transfer of resources from the private to the public sector, levied on the basis of predetermined criteria without reference to specific benefits received, so as to accomplish some of a nation’s economic and social objectives”. Pendapat lain dikemukakan oleh Rochmat Soemitro dalam Brotodihadjo (1986:6) menyatakan bahwa pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan „surplusnya‟ digunakan untuk „public saving‟ yang merupakan sumber utama untuk membiayai „public investment‟. 9 10 Smeets dalam Judisseno (1999:4) menyatakan bahwa pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dipaksakan tanpa ada kontra prestasi yang ditunjukkan dalam hal individual, untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Berdasarkan pengertian para ahli di atas, maka disimpulkan bahwa pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta kepada sektor pemerintah (kas negara) berdasarkan Undang-undang atau peraturan, sehingga dipaksakan, tanpa ada kontra prestasi yang langsung dan seimbang yang ditunjukkan secara individual dan hasil penerimaan pajak tersebut merupakan sumber penerimaan negara yang akan digunakan untuk pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Dari pengertian-pengertian di atas terdapat 4 (empat) karakteristik atau ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak sebagaimana dikemukakan oleh Muqodim (1999:147) yaitu: 1. Pajak adalah pengalihan sumber-sumber dari sektor swasta ke sektor negara. Artinya, bahwa yang berhak melakukan pemungutan pajak adalah negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 2. Berdasarkan Undang-Undang, artinya walaupun negara mempunyai hak untuk memungut pajak namun pelaksanaannya harus memperoleh persetujuan dari wakil-wakil rakyat dengan menyetujui Undang-Undang. 3. Tanpa imbalan dari negara yang langsung ditunjuk secara individual. Imbalan tersebut tidak diperuntukkan bagi rakyat secara individual dan tidak dihubungkan secara langsung dengan besarnya pajak. 4. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Indonesia sebagai negara hukum telah menempatkan landasan pemungutan pajak dalam Undang-Undang Dasarnya. Pasal 23 ayat 2 UUD 1945 menetapkan bahwa: “… segala pajak untuk keperluan negara harus berdasarkan UndangUndang”. 11 Kemudian dari penjelasan pasal per pasal terlihat bahwa para pendiri Republik ini menyadari sepenuhnya betapa mendasar dan penting arti peranan pajak untuk kelangsungan hidup negara, sehingga azas keadilan dan kepastian hukum perlu di atur secara jelas dan nyata. Munawir (1999:3) memberikan definisi pajak yaitu sebagai suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum. Berdasarkan definisi tersebut di atas, ditarik suatu kesimpulan bahwa pihak dan aspek yang terlibat dalam perpajakan meliputi unsur-unsur pemerintah, masyarakat, aspek peraturan dan undang-undang serta aspek kepentingan umum. Pudyatmoko (2004:3) memberikan definisi pajak yaitu iuran pada negara yang dapat dipaksakan yang tertuang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Brotodihardjo (2003:4) menyatakan bahwa pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan tertuang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum. Bohari (2006:24) mendefinisikan pajak sebagai iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Mardiasmo (2002:25) memberikan ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak yaitu: (i) pajak dipungut berdasarkan undang-undang, (ii) jasa timbal balik 12 (kontra prestasi) tidak dapat ditunjukkan secara langsung, (iii) pajak dipungut oleh pemerintah, (iv) pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah dan (v) pemungutan pajak dapat dipaksakan karena bersifat yuridis. Fungsi pemerintah dalam perpajakan adalah sebagai pemrakarsa terjalinnya hubungan antara masyarakat dan pemerintah dalam pemungutan pajak. Bentuk jalinan hubungan perpajakan antara pemerintah dalam undang-undang Perpajakan, agar masing-masing mempunyai interpretasi yang sama mengenai sistem perpajakan yang sedang dijalankan dalam negara. Mardiasmo (2002:74) menyatakan bahwa fungsi pajak terdiri atas fungsi budgeter dan fungsi mengatur (regulerend). Fungsi budgeter yaitu fungsi pajak untuk mengisi kas negara dalam rangka menjalankan pemerintahan. Peranan pajak sebagai fungsi budgeter dianalisis dengan membaca Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), penerimaan negara dari pemungutan pajak-pajak negara dalam APBN merupakan bagian dari penerimaan atau pendapatan dalam negeri, di mana jumlah penerimaan dalam negeri ini bila melebihi belanja rutin, maka sisanya merupakan fungsi tabungan. Fungsi mengatur (regulerend) yaitu fungsi pajak untuk ikut mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah di bidang ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik. Fungsi mengatur pajak-pajak negara diarahkan untuk merangsang investor, baik asing maupun nasional untuk menanam modalnya di Indonesia. Gebrakan yang dilakukan pada waktu itu adalah dengan diterbitkannya Instruksi Presiden No. 6 Tahun 1979 tentang Kebijakan Perpajakan, yang memberikan arahan strategis peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak melalui keterbukaan antara fiscus sebagai pemungut pajak dengan wajib pajak yang dibebani harus membayar pajak. Pajak merupakan sarana yang digunakan oleh pemerintah memperoleh dana dari rakyat yang digunakan untuk membiayai pengelolaan negara yang berupa pembangunan fisik maupun non fisik. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang 13 berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk pembiayaan pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar, sebagian besar dananya berasal dari pendapatan sektor pajak. Menurut Rochmad (1999:5) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Setiawan (2002:2) pajak memiliki dua fungsi yaitu sebagai budgetair (penerimaan negara) dan regulered (fungsi mengatur). Fungsi budgetair menjelaskan bahwa pajak merupakan sumber dana yang diperuntukkan untuk pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah, sehingga penerimaan pajak dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada pos sumber penerimaan dalam negeri. Sedangkan fungsi regulered menjelaskan bahwa pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur dalam kebijakan ekonomi dan sosial. Pada kebijakan ekonomi, pajak dapat melindungi produk dalam negeri bisa bersaing dengan barang-barang dari luar negeri dengan menerapkan pajak yang tinggi atas produk impor dan pemberian fasilitas pajak (pembahasan/keringanan) bagi investor asing untuk menanamkan investasinya dalam negeri, sehingga pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan. Sementara pada kebijakan sosial, agar budaya rakyat mencintai produk dalam negeri meningkat, maka pajak atas produk impor ditinggikan akibatnya harga menjadi mahal. Dengan mahalnya, maka budaya mencintai produk luar dapat ditekan. Selain itu, dikenakan tarif pajak yang tinggi atas minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan. Agar pemungutan pajak kepada rakyat mencapai tujuannya, maka pemungutan pajak harus memegang teguh asas-asas pemungutan, sehingga ada keserasian pemungutan dengan tujuannya. Adam Smith dalam Setiawan (2002:2) memberikan 5 (lima) asas pemungutan pajak yaitu: 14 1. Asas menurut falsafah hukum asas keadilan dan merata (Equality). Adil dan merata artinya pemungutan pajak yang dikenakan kepada wajib pajak harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak dan sesuai dengan manfaat yang diterimanya. Adil menunjukkan bahwa beban pajak yang dipikul oleh masing-masing wajib pajak sesuai dengan kemampuan dan manfaat yang diterimanya. 2. Asas kepastian (Certainty) yaitu penetapan besarnya pajak yang dibebankan kepada wajib pajak tidak sewenang-wenang, oleh karena itu wajib pajak harus mengetahui dasar penghitungan pajak, kapan harus dibayar dan batas pembayarannya. 3. Asas ketepatan (Convenience) yaitu dalam pemungutan pajak sebaiknya memperhatikan saat-saat wajib pajak tidak mengalami kesulitan membayar pajak, misalnya pajak dipungut pada saat wajib pajak memperoleh penghasilan. 4. Asas ekonomi (Economy) yaitu asas dalam pemungutan pajak harus memperhatikan biaya dan perolehan pajak, sehingga pemungutan pajak harus efisien sesuai dengan fungsi pajak. Menurut Brotodihardjo (2000:3) dalam pelaksanaan pemungutan pajak, juga memiliki asas pemungutan yang berdasarkan asas: 1. Falsafah hukum yang mengedepankan keadilan. Untuk menciptakan keadilan muncul beberapa teori yaitu: a. Teori asuransi yang terdapat pembayaran premi berfungsi sebagai biaya untuk mengganti apabila pemegang polis mendapat musibah. b. Teori kepentingan yang menyatakan bahwa beban pajak yang dibebankan kepada wajib pajak harus disesuaikan dengan kepentingan masing-masing wajib pajak kepada negara. c. Teori gaya pikul mengandung maksud bahwa dasar keadilan pajak adalah jasa negara yang diberikan kepada rakyatnya yaitu melindungi harta dan jiwa. 15 d. Teori buku menunjukkan bahwa pajak mutlak dipungut kepada rakyat di lain pihak rakyat harus menunjukkan baktinya kepada negara. Bakti rakyat kepada negara dibuktikan dengan membayar pajak. 2. Asas yuridis yang menyatakan bahwa keadilan pemungutan pajak harus memberikan jaminan hukum kepada wajib pajak dan pihak pemungutan pajak (negara). Oleh karena itu, pemungutan pajak harus berdasarkan undangundang. 3. Asas ekonomis menekankan bahwa pemungutan pajak jangan sampai mengganggu perekonomian rakyat, sehingga pemungutan pajak diupayakan jangan sampai menurunkan produktivitasnya pada akhirnya mengganggu kelancaran perekonomian negara. Suprapti (2002:6) menyatakan bahwa sistem pelaksanaan pemungutan pajak terdiri atas tiga sistem yaitu official assessment system, self assessment system dan with holding system. Official assessment system memberikan wewenang kepada pemerintah (pemungut pajak)untuk menentukan besarnya pajak yang terutang, dalam sistem ini wajib pajak bersifat pasif dan timbulnya pajak yang terutang berdasarkan Surat Keterangan Pajak yang diterbitkan oleh Fiskus (pemerintah). Self assessment system menunjukkan bahwa wajib pajak diberi wewenang untuk menghitung, membayar dan melaporkan pajak yang terutang atau yang harus dibayar. Ciri sistem ini wajib pajak dituntut bersifat aktif dan harus betul-betul memahami dan mengerti pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan. Pihak Fiskus (pemerintah) hanya bertindak sebagai pengawas atau pelaksanaan undang-undang pajak. Sedangkan with holding system memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk menetapkan memotong atau memungut besarnya pajak terutang oleh wajib pajak. Sistem ini melibatkan lembaga pemungut pajak di luar fiskus (pemerintah). Pajak merupakan suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa 16 mendapat suatu imbalan kembali yang langsung dan seimbang, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya menjalankan pemerintahan. Pembagian pajak menurut golongannya terdiri dari pajak langsung dan pajak tidak langsung. Muqodim (1999:4) menjelaskan bahwa secara ekonomis pajak langsung adalah pajak yang dimaksudkan untuk dipikul sendiri oleh yang membayarnya. Pajak jenis ini tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Ditinjau dari segi tata usaha negara, pajak langsung adalah pajak yang dikenakan secara berkala, misalnya setiap tahun, setiap bulan dan sebagainya. Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang dimaksudkan dapat dilimpahkan atau dibebankan oleh yang membayar kepada pihak lain atau pemikul. Ditinjau dari segi tata usaha negara, pajak tidak langsung adalah pajak yang pengenaannya tidak dilakukan secara berkala. Pengenaan pajak tidak langsung biasanya dikaitkan dengan tindakan, perbuatan dan kejadian. Perpajakan bukanlah monopoli pemerintah, melainkan melibatkan banyak pihak dan aspek. Dalam melakukan penghitungan pajak sangat penting untuk mengetahui terlebih dahulu keadaan-keadaan, perbuatan dan peristiwa yang melibatkan obyek, subyek dan tarif pajak yang merupakan tiga aspek terkait yang tak terpisahkan. Kendati demikian, masalah penghitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak tidak hanya terdiri dari tiga aspek terkait tersebut, tetapi lebih dari itu. Keberadaan ketiga aspek tersebut harus diperkuat dengan peraturanperaturan yang mendasarinya. Keberadaan ketiga aspek terkait yaitu obyek, subyek dan tarif mendasari hubungan antara fiskus dan wajib pajak. 2.2 Manajemen Pajak Upaya untuk melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui manajemen pajak. Sophar mendefinisikan bahwa manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. 17 Tujuan manajemen pajak terbagi dua, yakni: (1) Menerapkan peraturan perpajakan secara benar; (2) Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya; Tujuan dari manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri dari: (1) Perencanaan pajak (Tax Planning) (2) Pelaksanaannya kewajiban perpajakan (Tax Implementation); (3) Pengendalian pajak (Tax Control). Tax Planning adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan, dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan pengemasan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan tax planning adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Setidaknya terdapat 3 hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak yaitu: (1) Tidak melanggar ketentuan perpajakan. Bila suatu tax planning ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan, buat Wajib Pajak merupakan resiko yang sangat berbahaya dan mengancam keberhasilan tax planning tersebut. (2) Secara bisnis masuk akal, karena tax planning itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh perusahaan baik jangka panjang maupun jangka pendek maka perencanaan pajak yang tidak masuk akal akan memperlemah perencanaan itu sendiri. (3) Bukti-bukti pendukungnya memadai, misalnya dukungan perjanjian, faktur dan juga perlakuan akuntansinya. Tujuan dari Tax Planning seperti diutarakan James W. Pratt, et.al adalah the obvious goal of most tax planning is the minimization of the amount that a person or other entity must transfer to the government. 18 Tujuan tax planning secara lebih khusus ditujukan untuk memenuhi hal hal sebagai berikut: (1) Menghilangkan/menghapus pajak sama sekali; (2) Menghilangkan/menghapus pajak dalam tahun berjalan; (3) Menunda pengakuan penghasilan; (4) Mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain; (5) Memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dengan membentuk badan usaha baru; (6) Menghindari pengenaan pajak ganda; (7) Menghindari bentuk penghasilan yang bersifat rutin atau membentuk, memperbanyak, atau mempercepat pengurangan pajak. Manfaat Tax Planning itu sendiri ialah: (1) Penghematan kas keluar, karena pajak yang merupakan unsur biaya dapat dikurangi; (2) Mengatur aliran kas, karena dengan perencanaan pajak yang matang dapat diestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat. Apabila pada tahap tax planning telah diketahui faktor-faktor yang akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak maka langkah selanjutnya adalah mengimplementasikan baik secara formal maupun material. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah memenuhi perpajakan yang berlaku. Manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar peraturan dan jika dalam pelaksanaannya menyimpan dari peraturan yang berlaku maka praktek tersebut telah menyimpan dari tujuan manajemen pajak. Untuk dapat mencapai tujuan manajemen pajak ada hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan, yaitu : 19 (1) Memahami ketentuan peraturan perpajakan; (2) Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat. Pengendalian pajak merupakan langkah akhir dalam manajemen pajak. Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun material. Pengendalian pajak dapat dilakukan melalui penelahaan pajak (tax review). 2.3 Perencanaan Pajak (Tax Planning) Menurut Crumbley, et.al (1994:300) “Tax planning is the systematic analysis of differing tax option aimed at the minimization of tax liability in current and future tax periods” (Perencanaan pajak adalah sistem analisa dalam meminimalkan kewajiban perpajakan dalam waktu berjalan dan pada periode yang akan datang). Adapun menurut Zain (2003:67) Tax Planning atau Perencanaan Pajak adalah merupakan tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengandaian tersebut dapat mengefisienkan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (Tax avoidance) yang merupakan perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup peraturan perundang undangan perpajakan dan bukan penyelundupan pajak (tax evation). Sedangkan menurut Suandy (2003:7) Perencanaan pajak adalah tahap awal dalam penghematan pajak. Strategi penghematan pajak disusun pada saat perencanaan. Perencanaan pajak merupakan upaya legal yang bisa dilakukan oleh wajib pajak. Tindakan tersebut legal karena penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur (loopholes). Secara umum tax planning didefinisikan sebagai proses mengorganisasikan usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga hutang 20 pajaknya baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya berada dalam posisi yang minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku. Tax Planning sebenarnya bagian dari manajemen pajak. Tujuan dari manajemen pajak umumnya sama dengan tujuan manajemen keuangan yaitu memperoleh likuiditas dan laba yang cukup. Manajemen pajak disini didefinisikan sebagai memenuhi kewajiban pajak yang benar, tetapi jumlah pajak dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Dengan demikian, dikemudian hari tidak terjadi restitusi pajak atau kurang bayar yang mengakibatkan denda dan kewajiban-kewajiban hukum lainnya. Tujuan tax planning secara lebih khusus ditujukan untuk memenuhi hal-hal sebagai berikut: a. Menghilangkan/menghapus pajak sama sekali b. Menghilangkan/menghapus pajak dalam tahun berjalan c. Menunda pengakuan penghasilan d. Mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain e. Memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dengan membentuk usaha baru f. Menghindari pengenaan pajak ganda g. Menghindari bentuk penghasilan yang bersifat rutin atau teratur atau membentuk, memperbanyak atau mempercepat pengurangan pajak. Tax Planning sebagai bagian dari kegiatan manajemen memiliki beberapa manfaat yang berguna bagi perusahaan yang melaksanakan kegiatan usaha dalam pencapaian laba maksimum. Ada 4 hal penting yang dapat diambil sebagai keuntungan dari melaksanakan Tax Planning yaitu: a. Penghematan kas keluar, pajak dianggap sebagai unsur biaya yang dapat diefisienkan. Penghematan kas untuk pembayaran biaya-biaya yang ada di 21 perusahaan, termasuk biaya pajak harus dipertimbangkan sebagai faktor yang akan mengurangi laba. Dengan membayar pajak seefisien mungkin perusahaan dapat bertindak sebagai wajib pajak yang taat sekaligus tidak menunggu cash flow dari perusahaan. b. Mengatur aliran kas, karena dengan tax planning yang dikelola secara cermat, perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat, mengestimasi kebutuhan kas terhadap pajak. Hal ini akan menolong perusahaan dalam pelaksanaan kegiatan operasional perusahaan berdasarkan anggaran yang telah disusun pada periode sebelumnya. c. Menentukan waktu pembayaran, sehingga tidak terlalu awal atau terlambat yang mengakibatkan denda atau sanksi. Kewajiban perpajakan dapat dilaksanakan dengan on time, artinya perusahaan telah melakukan penghematan atas sanksi atau denda yang terjadi bila terjadi keterlambatan dan atau kesalahan atas kewajiban perpajakan perusahaan. d. Membuat data-data terbaru untuk meng-update peraturan perpajakan. Tindakan ini berguna untuk menyingkapi peraturan perpajakan yang berubah setiap waktu, sehingga perusahaan tetap mengetahui kewajiban-kewajiban dan hak – hak perusahaan sebagai wajib pajak. Umumnya tax planning banyak diterapkan oleh wajib pajak badan, dalam hal ini badan usaha yang besar, dengan tujuan untuk mengatur pembayaran pajak, khususnya untuk mengelak dari pengenaan pajak penghasilan lapisan ke 3 yaitu lebih dari 50 juta dengan tarif 30%-PPh pasal 17. Misalnya sebuah perusahaan memiliki laba sebelum pajak Rp100 juta. Pajak penghasilan yang harus dibayarkan sesuai dengan undang-undang Pajak Penghasilan No.10 Tahun 1994 pasal 17 adalah : 10% x Rp.25.000.000 = Rp 2.500.000 15% x Rp.25.000.000 = 3.750.000 Rp 25% x Rp. 50.000.000 = Rp 12.500.000 Jumlah pajak penghasilan Rp. 18.750.000 22 Jumlah pajak penghasilan yang terutang adalah Rp. 18.750.000, hampir seperempat dari laba perusahaan. Apabila dilakukan tax planning, jumlah sebesar Rp. 18.750.000 ini bisa ditekan dan tentu saja akan menguntungkan bagi perusahaan. Jenis-jenis tax planning (Suandy, 2003:116) dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: (1) Perencanaan Pajak Nasional (National Tax Planning) yaitu perencanaan yang dilakukan berdasarkan undang-undang domestik. Dalam perencanaan pajak nasional pemilihan atas dilaksanakannya atau tidak suatu transaksi hanya bergantung terhadap transaksi tersebut. Artinya untuk menghindari/mengurangi pajak, wajib pajak dapat memilih jenis transaksi apa yang harus dilaksanakan sesuai dengan hukum pajak yang ada, misalnya akan terkena tarif pajak khusus final atau tidak. (2) Perencanaan Pajak Internasional (Intenational Tax Planning) yaitu perencanaan pajak yang dilakukan berdasarkan undang-undang domestik dan juga harus memperhatikan perjanjian pajak (tax treaty)dan undang-undang dari negaranegara yang terlibat. Dalam perencanaan pajak internasional yang dipilih adalah negara (yuridikasi) mana yang akan digunakan untuk suatu transaksi. Strategi dalam tax planning a. Tax saving Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, perusahaan yang memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp. 100 juta dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang. b. Tax avoidance Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. 23 Misalnya, perusahaan yang masih mengalami kerugian, perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura karena natura bukan merupakan objek pajak PPh pasal 21. Dengan demikian, terjadi penghematan pajak. c. Menghindari pelanggaran atas peraturan perpajakan Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan, antara lain: - Sanksi administrasi berupa denda, bunga atau kenaikan - Sanksi pidana atau kurungan d. Menunda pembayaran kewajiban pajak Menunda pembayaran pajak kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran pajak PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang. e. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan Wajib pajak sering juga memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal 22 atas pembelian solar dan/atau impor dan fiskal luar negeri atas perjalanan dinas pegawai. Jadi dapat disimpulkan, ada strategi-strategi yang dapat diambil oleh wajib pajak (terutama badan) dalam usahanya melakukan tax planning dengan tujuan mengatur atau dengan kata lainmenimbulkan jumlah pajak yang harus dibayar. Diantara strategi-strategi tersebut ada yang legal maupun ilegal.Untuk strategistrategi atau cara-cara yang legal sesuai dengan aturan undang-undang yang 24 berlaku, biasanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-ha yang tidak diatur dalam undang-undang atau dalam hal ini memanfaatkan celah-celah yang ada dalam undang-undang perpajakan (loopholes). Petunjuk praktis dalam melakukan tax planning 1) Mengusahakan agar terdapat penghasilan yang stabil untuk menghindarkan pengenaan pajak dari kelas penghasilan yang tarifnya tinggi (top rate bracketsz). 2) Mempercepat atau menunda beberapa penghasilan dan biaya-biaya untuk memperoleh keuntungan dari kemungkinan perubahan tarif pajak yang tinggi atau yang rendah, seperti penangguhan PPN, PPN yang ditanggung pemerintah dan seterusnya. 3) Menyebarkan penghasilan menjadi penghasilan dari beberapa wajib pajak, seperti pembentukan group-group perusahaan. 4) Menyebarkan penghasilan menjadi penghasilan beberapa tahun untuk mencegah penghasilan tersebut termasuk dalam kelas penghasilan yang tarifnya tinggi dan tunda pembayaran pajaknya, seperti penjualan cicilan, kredit dan seterusnya. 5) Transformasikan penghasilan biasa menjadi capital gain jangka panjang. 6) Mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketentuan-ketentuan mengenai pengecualian dan potongan-potongan. 7) Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sedemikian rupa sehingga dapat diatur secara keseluruhan penggunaan tarif pajak, potensi menghasilkan kerugian-kerugian dan asset yang dapat dihapus. 8) Mempergunakan yang dari hasil pembebasan pengenaan pajak untuk keperluan perluasan perusahaan yang mendapatkan kemudahan-kemudahan. Dalam arus globalisasi dan tingkat persaingan yang semakin tajam, seorang manajer dalam membuat suatu perencanaan pajak sebagaimana strategi 25 perencanaan perusahaan secara keseluruhan (global company strategy) juga harus memperhitungkan adanya kegiatan yang bersifat lokal maupun internasional, sehingga penerapan tax planning dapat berhasil sesuai yang diharapkan, maka menurut Erly Suandy (2003:14) perencanaan itu seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahap-tahap berikut: (1) Analisis Informasi yang ada (Analysis Of The Existing Data Base) Tahap pertama dari proses pembuatan tax planning adalah menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang arus ditanggung. Ini hanya bisa dilakukan dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak, baik secara sendiri-sendiri maupun secara total pajak yang harus dapat dirumuskan sebagai tax planning yang paling efisien. Penting untuk memperhitungkan kemungkinan besarnya penghasilan suatu proyek dan pengeluaran-pengeluaran lain diluar pajak yang mungkin terjadi. Untuk itu seseorang manajer perpajakan harus memperhatikan faktor-faktor baik dari segi internal maupun eksternal, yaitu: a. Fakta dan Relevan Dalam arus globalisasi serta tingkat persaingan yang semakin kompetitif maka seorang manajer perusahaan dalam melakukan perencanaan pajak untuk perusahaan dituntut harus benar-benar menguasai situasi yang dihadapi, baik dari segi internal maupun eksternal dan selalu dimutakhirkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi agar tax planning dapat dilakukan secara tepat dan menyeluruh terhadap situasi maupun transaksi-transaksi yang mempunyai dampak dalam perpajakan. b. Faktor Pajak Dalam menganalisis setiap permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan tax planning adalah tidak terlepas dari dua hal yang berkaitan dengan faktor-faktor pajak: 26 - Menyangkut sebuah tipe perpajakan nasional yang dianut oleh suatu negara. - Sikap fiskus dalam menafsirkan peraturan perpajakan, baik undangundang domestik maupun tax treaty. c. Faktor Non Pajak Lainnya Beberapa faktor bukan pajak yang relevan untuk diperhatikan dalam penyusunan suatu tax planning antara lain: - Masalah badan hukum Sistem hukum yang berbeda terdiri dari berbagai tipe daripada perusahaan. Pemilihan bentuk usaha yang diusulkan sering dibuat sebagai fungsi daripada seluruh peraturannya (baik untuk pajak maupun bukan pajak) dalam rangka administrasi pembentukan dan pembubarannya. - Masalah mata uang dan nilai tukar - Dalam ruang lingkup tax planning yang bersifat internasional masalah nilai tukar uang mempunyai dampak yang besar terhadap finansial suatu perusahaan. Nilai tukar mata uang yang berfluktuasi atau tidak stabil memberikan resiko usaha yang cukup tinggi. Apalagi jika ada masalah devaluasi maupun revaluasi. Dari dampak finansial tentunya berakibat pada posisi laba rugi, apalagi bila terdapat banyak transaksi baik ekspor/impor maupun pinjaman dalam bentuk mata uang asing. - Masalah pengendalian devisa Sistem pengendalian devisa yang dianut suatu negara menjadi bahan pertimbangan penting terutama jika suatu negara menganut pembatasan/larangan untuk mengadakan pertukaran atau transfer dana dari transaksi internasional ataupun adanya larangan untuk meminjam uang atau menarik uang diluar tanpa adanya ijin bank 27 sentral/menteri keuangan. Berbagai macam aturan yang dibuat tentunya menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk menanamkan modalnya atau tidak, karena perhitungan laba rugi akhirnya selalu menjadi patokan dasar dalam mengambil keputusan. - Masalah program intensif investasi Masalah program intensif yang ditawarkan negara tertentu memberikan pilihan bagi wajib pajak untuk melakukan investasi/pemekaran usaha pada suatu lokasi negara tertentu. Intensif investasi yang merangsang bisa serupa pemberian pinjaman dengan tarif bunga rendah, bebas bunga ataupun adanya pemberian bantuan dari pemerintah. - Masalah faktor bukan pajak lainnya Faktor bukan pajak lainnya seperti hukum dan sistem administrasi yang berlaku, kestabilan ekonomi dan politik, tenaga kerja, pasar, ada/tidaknya negara profesional, fasilitas perbankan, iklim usaha, bahasa, sistem akuntansi, kesemuanya harus dipertimbangkan dalam penyusunan tax planning terutama berkaitan dengan pemilihan lokasi investasi, apakah berupa cabang, subsidiary atau untuk keperluan lainnya. (2) Buat Satu Model Atau Lebih Rencana Besarnya Pajak Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih tindakan berikut ini: a. Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional. Hampir semua perpajakan internasional, paling tidak ada dua negara yang ditentukan lebih dahulu. Dari sudut pandang perpajakan dalam hal ini proses perencanaan, tidak bisa berada diluar dari tahapan pemilihan transaksi, operasi dan hubungan yang paling menguntungkan. Metode yang harus ditetapkan dalam menganalisis dan membandingkan beban pajak maupun pengeluaran lainnya dari suatu proyek adalah: 28 - Apabila tidak ada rencana pembatasan minimum pajak yang diterapkan - Apabila ada rencana pembatasan minimum diterapkan, berhasil ataupun gagal. b. Pemilihan dari negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau menjadi residen dari negara tersebut. Dalam rencana perpajakan internasional mungkin diberi perlakuan khusus dengan memilih antara dua atau lebih kemungkinan investasi di negara-negara berbeda. c. Penggunaan satu atau lebih negara tambahan. Dalam banyak kasus, pertimbangan penghematan pajak tidak hanya dipengaruhi oleh pemilihan yang hati-hati dari bentuk transaksi, operasi maupun hubungan internasional, tetapi juga oleh penggunaan satu atau lebih negara sebagai tambahan dari negara yang bersangkutan yang sudah ada dalam data base. Perencanaan pajak internasional sebetulnya merupakan perluasan yang sederhana dari perencanaan pajak nasional. Dalam membuat model pengaturan yang paling tepat, penting sekali untuk mempertimbangkan: - Apakah kepemilikan dari berbagai hak, surat berharga, dan lain-lain harus dikuasakan kepada satu atau lebih perusahaan, individu, atau kombinasi dari semuanya itu. - Adakah hubungan antara berbagai individu dan entitas - Sampai saat ini ole karena hal ini belum ditentukan lebih dahulu, dimana entitas demikian harus ditempatkan. (3) Evaluasi Atas Perencanaan Pajak Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan merupakan bagian kecil dari seluruh perencanaan strategik perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak. Evaluasi tersebut meliputi: 29 a. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan? b. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil dengan baik? c. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tetapi gagal? (4) Mencari Kelemahan dan Memperbaiki Kembali Rencana Pajak (Debugging The Tax Plan) Hasil suatu tax planning bisa dikatakan baik atau tidak tentunya harus dievaluasi melalui berbagai rencana yang dibuat. Dengan demikian keputusan yang terbaik atas suatu tax planning harus sesuai dengan bentuk transaksi dan tujuan operasi .Perbandingan berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai bentuk tax planning yang didinginkan. Kadang suatu rencana harus diubah mengingat adanya perubahan peraturan perundang-undangan. Tindakan perubahan (up to date planning) tersebut harus tetap dijalankan. Walaupun diperlukan penambahan biaya atau kemungkinan keberhasilan yang sangat kecil. Sepanjang masih besar penghematan pajak (tax saving) yang bisa diperoleh, rencana tersebut harus tetap dijalankan, karena bagaimanapun juga kerugian yang ditanggung merupakan kerugian minimal. Jadi tetap akan sangat membantu jika pembuatan suatu rencana disertai dengan pemberian gambaran beberapa presentase kesuksesan dan di lain pihak beberapa potensial laba (benefit) yang akan diperoleh jika berhasil disertai potensial kerugian (loose) jika terjadi kegagalan. (5) Memutakhirkan Rencana Pajak (Updating The Tax Planning) Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan, namun juga masih perlu memperhitungkan setiap perubahan yang terjadi baik dari undang-undang maupun pelaksanaannya di negara dimana aktivitas tersebut dilakukan yang mungkin mempunyai dampak terhadap komponen dari suatu perjanjian, yang berkenaan dengan perubahan yang terjadi diluar negeri atas berbagai macam pajak maupun aktivitas informasi 30 bisnis yang sangat terbatas. Pemutakhiran dari suatu rencana adalah konsekuensi yang perlu dilakukan sebagaimana dilakukan oleh masyarakat yang dinamis. Dengan memberikan perhatian terhadap perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini, seorang manajer akan mampu mengurangi akibat yang merugikan dari adanya perubahan, dan pada saat yang bersamaan akan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat yang potensial. 2.4 Pajak Penghasilan Pengenaan Pajak penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan. Pada periode sampai pada tahun 1980 terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang Asia dan Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan tercatat beberapa jenis pajak-pajak yang hanya diperlakukan kepada orang Eropa seperti patent duty. Sebaliknya business tax atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Disamping itu, sejak tahun 1882 hingga 1916 dikenal adanya poll tax yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah. Karena desakan kebutuhan dengan makin banyaknya perusahaannya yang didirikan di Indonesia seperti perkebunan-perkebunan (ondememing),pada tahun 1925 ditetapkan Ordonasi Pajak Perseroan tahun 1925 (Ordnantle op de Venootschapbelasting)yakni pajak yang dikenakan terhadap laba perseroan, yang terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan).Ordonasi ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan UU No.8 tahun Kekayaan 1967 tentang penyempurnaan tata cara pemungutan Pajak pendapatan 1944, pajak kekayaan 1932 dan pajak Perseroan tahun 1925 yang dalam praktek 31 lebih dikenal dengan UU MPO dan MPS. Perusahaan penting lainnya adalah dengan UU No. 8 tahun 1970 dimana fungsi mengatur/regulate dimasukkan ke dalam Ordonasi PPs 1925, khususnya tentang ketentuan “tax holiday”. Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni pada saat diadakannya tax reform. Dengan makin banyak perusahaanperusahaan di Indonesia maka kebutuhan akan mengenakan pajak terhadap pendapat karyawan perusahaan muncul. Pada tahun 1935 ditetapkanlah Ordonasi Pajak Upah (loonbelasting) yang memberi kewajiban kepada majikan untuk memotong Pajak Upah/Gaji yang mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%.Pada zaman perang dunia ke II diberlakukan Orlogsbelasting (Pajak Perang) menggantikan ordonasi yang ada pada tahun 1946 diganti dengan nama Overgangsbelasting(Pajak Peralihan). Dengan UU Nomor 21 tahun 1957 nama pajak peralihan diganti dengan nama pajak Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord.PPd.1944. Pajak Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd saja.Ord.PPd.1944 setelah beberapa kali mengalami perubahan terutama dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No.8 tahun 1968 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tata cara Pemungutan Pajak Pendapat 1994,Pajak kekayaan 1932 dan pajak perseroan 1925, yang lebih dikenal dengan “UU MPO dan MPS”.Perubahan lainnya adalah dengan UU No.9 tahun 1970 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya tax reform di Indonesia. Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia sendiri diatur pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 dengan penjelasan pada lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 nomor 50. Selanjutnya berturut-turut peraturan ini diamandemen dan mengalami perubahan sesuai dengan pertimbangan kebutuhan dalam pengaturan perpajakan: 32 a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, dan c. Undang -Undang Nomor 17 Tahun 2000 Subjek pajak diartikan sebagai orang yang dituju oleh undang untuk dikenakan pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak (Waluyo, 2006:89). Menurut Undang-undang No. 17 Tahun 2000 tentang pajak penghasilan, subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut: (1) Subjek pajak pribadi, yaitu setiap orang yang tinggal di Indonesia atau tidak bertempat tinggal di Indonesia yang mendapatkan penghasilan di Indonesia. (2) Subjek pajak harta warisan belum dibagi, yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak. (3) Subjek pajak badan, yaitu perkumpulan orang dan/atau modal baik melakukan usaha maupun tidak melakukan kegiatan usaha. Meliputi, perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk usaha apapun seperti firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, perkumpulan, persekutuan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya. (4) Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No .17 Tahun 2000 pasal 4 yang menjadi objek pajak adalah : 33 (1) Penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk : a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi bonus, glatifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini. b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. c. Laba usaha. d. Keuntungan atau penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: - Keuntungan karena pengalihan harta kepala perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal. - Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota. - Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha . - Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dalam usaha, pekerjaan , kepemilikan atau penguasaan antara pihak yang bersangkutan. e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. 34 f. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. h. Royalty. i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. n. Premi asuransi. o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. (2) Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari penghasilan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah. Pajak pangasilan bersifat final merupakan Pajak Penghasilan yang pengenaanya sudah final (berakhir) sehingga tidak dapat dikreditkan (dikurangkan) dari total Pajak Penghasilan terutang pada akhir tahun pajak. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, Pajak Pengasilan yang bersifat final terdiri atas : 35 (1) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, Bunga obligasi dan surat utang negara dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; (2) Penghasilan berupa hadiah undian; (3) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivative yang diperdagangkan di bursa dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima ole perusahaan modal ventura; (4) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan (5) Penghasilan tertentu lainnya (penghasilan dari pengungkapan ketidakbenaran, penghentian penyelidikan tindak pidana, dan lain-lain). Pajak- pajak tersebut selanjutnya dinamakan PPh Pasal 4 ayat (2)UU PPh. Pajak penghasilan bersifat final selain yang tersebut diatas adalah (1) PPh final Pasal 17 ayat (2)c UU PPh, yaitu PPh atas dividen yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi; (2) PPh final pasal 15 terdiri atas; a. PPh atas jasa pelayaran dalam negeri; b. PPh atas pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri; c. PPh atas penghasilan perwakilan dagang luar negeri; d. PPh atas pola bagi hasil; e. PPh atas kerjasama bentuk BUT. PPh final pasal 19, yakni PPh atas Revaluasi asset tetap. 2.5 Meminimalkan Tarif Pajak Adanya perubahan tarif pajak dari UU No.17 Tahun 2000 menjadi UU No.36 Tahun 2008 membantu menciptakan peluang untuk melakukan tax planning lewat perubahan tersebut. Perubahan tersebut adalah: 36 1) Tarif PPh No.36 Tahun 2008 a. WP Orang pribadi : 0-50 juta 5% 50-250 juta 10% 250-500 juta 25% 500 juta b. 30% WP Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 25% 2) Tarif PPh No. 17 Tahun 2000 a. WP Orang Pribadi : 0-25 juta 5% 25-50 juta 10% 50-100 juta 15% 100-200 juta 25% 200 juta b. WP Badan : 35% 0-50 juta 10% 50-100 juta 15% 100 juta 30% Tapi peraturan ini kemudian diperbaharui sehingga untuk Wajib Pajak Badan dalam negeri dan BUT ditetapkan tarif tunggal sebesar 25% mulai tahun pajak 2010. Dengan disempurnakannya Undang-Undang perpajakan, berarti kelemahankelemahan di dalam Undang-Undang dan peraturan-peraturan perpajakan sudah dapat diatasi. Hal ini berarti bahwa beberapa “loopholes” dalam Undang-Undang perpajakan sebagian besar telah diketahui. Tetapi harus diingat bahwa tidak ada satu pasal pun didalam Undang-Undang perpajakan di Indonesia yang berlaku, yang melarang Wajib pajak melakukan manajemen pajak sehingga usaha-usaha mengelola kewajiban perpajakan dalam manajemen keuangan dengan tepat untuk tujuan meminimalkan jumlah pajak terutang merupakan tindakan sah dan legal. 37 2.6 Pemilihan Metode Akuntansi 2.6.1 Penyusutan Mulai tahun 1995, Wajib pajak diperkenankan untuk memilih metode penyusutan fiscal untuk aktiva tetap berwujud bukan bangunan, yaitu metode penyusutan garis lurus (straight line) dan kedua, metode penyusutan saldo menurun (double declining).Dalam memilih metode penyusutan, harus mempertimbangkan keadaan perusahaan. Jika perusahaan memperkirakan laba perusahaan yang cukup besar, maka sebaiknya perusahaan menggunakan metode penyusutan saldo menurun, sehinngga menghasilkan biaya penyusutan yang besar yang dapat mengurangi laba kena pajak.Sebaliknya, jika diperkirakan awal-awal tahun investasi belum bisa memberikan keuntungan, laba yang diperoleh kecil atau timbul kerugian, maka sebaiknya memilih metode penyusutan garis lurus karena menghasilkan biaya penyusutan yang lebih kecil. (1) Penyusutan Berdasarkan Peraturan Perpajakan Sebagaimana telah diatur dalam pasal 9 ayat (2) UU PPh No. 36 Tahun 2008, bahwa pengeluaran untuk mendapatkan manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh dibebankan sekaligus,melainkan dibebankan melalui penyusutan. Hal sesuai dengan kelaziman dunia usaha dan selaras dengan prinsip perbedaan antara pengeluaran dan penerimaan, dalam ketentuan ini pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan mempertahankan penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya sekaligus pada tahun pengeluarannya. Namun demikian, perhitungan dan penerapan tarif penyusutan untuk keperluan pajak perlu diperhatikan dasar hukum penyusutan untuk keperluan pajak perlu diperhatikan dasar hukum penyusutan fiskal, karena dapat berbeda dengan penyusutan untuk akuntansi. 38 Mulai tahun 1995 ketentuan fiscal mengharuskan penyusutan harta tetap dilakukan secara individual per aktiva, tidak lagi secara gabungan seperti yang berlaku sebelumnya kecuali untuk alat-alat kecil yang sejenis masih boleh menggunakan penyusutan secara golongan. Menurut UU PPh No. 36 Tahun 2008 pasal 11, penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada Wajib Pajak bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan. Dalam UU No. 36 Tahun 2008 pasal 11 ayat (6), semua aktiva tetap berwujud yang memenuhi syarat penyusutan fiscal harus dikelompokkan terlebih dahulu menjadi 2 golongan : Tabel 2.1 Harta Berwujud Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat Tarif penyusutan Metode Garis Metode Saldo Lurus Menurun I. Bukan Bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 4 Tahun 8 Tahun 16 Tahun 20 Tahun 25% 12,5 % 6.25 % 5% II. Bangunan Permanen Tidak permanen 20 Tahun 10 Tahun 5% 10% 50 % 25% 12,5% 10 % (Sumber : UU No. 36 Tahun 2008) (2) Penyusutan Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Aset tetap dan akuntansi penyusutan diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan didalam pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16, revisi 2007 tentang Aset Tetap. 39 Aset Tetap adalah aset berwujud yang : a. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; b. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. “Penyusutan adalah setiap bagian dari asset tetap yang memiliki biaya perolehan cukup signifikan terhadap total biaya perolehan seluruh aset harus disusutkan secara terpisah”. (Standar Akuntansi Keuangan, PSAK : 2007 :16). Dalam PSAK penyusutan asset dimulai pada saat asset tersebut siap untuk digunakan, Yaitu pada saat asset tersebut berada pada lokasi dan kondisi yang diinginkan agar asset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen. Penyusutan dari suatu asset dihentikan lebih awal ketika : a. Asset tersebut diklasifikasikan sebagai asset dimiliki untuk dijual atau asset tersebut termasuk dalam kelompok asset yang tidak dipergunakan lagi dan diklasifikasikan sebagai asset dimiliki untuk dijual; dan b. Asset terrsebut dihentikan pengakuannya, yaitu : - Dilepaskan, dan - Tidak ada masa manfaat ekonomi masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya. Oleh karena itu, penyusutan tidak berhenti pada saat asset tersebut tidak dipergunakan atau diberhentikan penggunaanya kecuali apabila telah habis disusutkan. Namun, apabila metode penyusutan yang dipergunakan adalah usage method (seperti unit of production method), maka beban penyusutan menjadi nol bila tidak ada produksinya (PSAK :16, Revisi 2007) 2.6.2 Koreksi Fiskal Koreksi fiskal adalah koreksi perhitungan pajak yang diakibatkan oleh adanya perbedaan pengakuan metode, masa manfaat, dan umur, dalam menghitung laba secara komersial dengan secara fiskal.Perhitungan secara komersial adalah perhitungan yang diakui secara standar akuntansi yang lazim. 40 Laba secara fiskal adalah laba yang diperoleh Wajib Pajak yang dihitung dengan mempertimbangkan ketentuan perpajakan. Koreksi fiskal adalah laba yang diperoleh Wajib Pajak ketika menghitung besarnya PPh terhutang pada akhir tahun. Apabila koreksi fiskal tidak dapat dilakukan oleh Wajib Pajak, Perhitungan besarnya PPh terutang sangat memungkinkan akan mengalami kesalahan karena banyak ketentuan pengakuan atau cara perhitungan pada akuntansi komersial yang diperlakukan secara khusus pada ketentuan perpajakan. Laba secara komersial akan sama dengan laba secara fiskal hanya apabila semua unsur dalam perhitungan pajak telah dilakukan oleh Wajib Pajak berdasar ketentuan perpajakan. Bagi Wajib Pajak, hal ini sangat sulit dilakukan karena adanya perbedaan kepentingan antara pengusaha dengan pembuat kebijakan pajak, yaitu pemerintah. Kepentingan Wajib Pajak dengan pemerintah berkaitan dengan pajak tidak akan sama dan cenderung berkebalikan. Wajib Pajak menghendaki pajak yang terutang atau dibayar sekecil mungkin sedangkan pemerintah menghendaki pajak yang diterima sesuai dan cenderung sebesar mungkin. Dengan kondisi itu, pengakuan akuntansi dari transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak menjadi cenderung berlawanan dengan ketentuan perpajakan. Terhadap hampir semua perhitungan laba komersial yang dihasilkan oleh perusahaan, untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak harus dilakukan koreksi fiskal, karena tidak semua ketentuan dalam Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) digunakan dalam peraturan perpajakan. Banyak pula ketentuan perpajakan ketentuan yang tidak sama dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Perbedaan antara SAK dengan Peraturan Perpajakan antara lain dalam hal penggunaan sistem maupun metode pengakuan biaya maupun penghasilan secara akuntansi komersial dengan akuntansi secara pajak, baik dalam rangka pengakuan pendapatan maupun biaya untuk mendapatkan Penghasilan Kena pajak. 41 Perbedaan yang akan terjadi dengan adanya pengakuan secara komersial dan secara fiskal adalah atas besarnya pajak terutang yang diakui dalam laporan laba-rugi komersial dengan pajak terutang menurut fiskus. Perbedaan besarnya pajak yang terutang tersebut sebetulnya tidak perlu terjadi apabila perhitungan pajak yang diakui dalam laporan laba-rugi komersial dilanjutkan dengan memperhitungkan adanya koreksi fiskal. Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan pengakuan secara komersial dan secara fiskal. Perbedaan tersebut dapat berupa : (1) Beda Tetap : terjadi apabila terdapat transaksi yang diakui oleh Wajib Pajak sebagai penghasillan atau sebagai biaya sesuai akuntansi secara komersial tetapi berdasarkan ketentuan perpajakan, transaksi dimaksud bukan merupakan penghasilan atau bukan merupakan biaya, atau sebagian merupakan penghasilan atau sebagian merupakan biaya. (2) Beda Waktu : terjadi karena adanya perbedaan pengakuan besarnya waktu secara akuntansi komersial dibandingkan dengan secara fiskal. Dengan adanya koreksi fiskal maka besarnya Penghasilan Kena Pajak yang dijadikan dasar perhitungan secara komersial dan secara fiskal akan dapat berbeda. Perbedaan karena adanya koreksi fiskal dapat menimbulkan koreksi yang dapat berupa : (1) Koreksi positif, adalah koreksi fiscal yang mengakibatkan adanya pengurangan biaya yang telah diakui dalam laporan laba-rugi secara komersial menjadi semakin kecil apabila dilihat secara fiskal atau yang akan mengakibatkan adanya penambahan Penghasilan Kena Pajak. (2) Koreksi Negatif, adalah koreksi fiscal yang mengakibatkan adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba-rugi secara komersial menjadi semakin besar apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya pengurangan Penghasilan Kena Pajak. 42 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada PT Semen Tonasa Pangkep yang bergerak dalam bidang pembuatan atau produksi semen. Pengambilan data dilakukan di Kantor Pusat PT Semen Tonasa Pangkep. 3.2 Desain Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif. Penelitian ini menjelaskan bagaimana cara menerapkan tax planning dalam upaya meminimalkan jumlah Pajak Penghasilan terhutang bagi Wajib Pajak Badan, kemudian dapat dilihat atau dibandingkan kemungkinan keuntungan yang dicapai dengan penerapan tax planning tersebut. 3.3 Metode Pengumpulan Data Dalam usaha mencapai tujuan analisis maka langkah-langkah/metode yang ditempuh dalam pengumpulan data adalah : 3.3.1 Field Research a. Observasi Lapangan Penulis melakukan pengamatan langsung pada PT Semen Tonasa Pangkep mengenai kebijakan perencanaan pajak penghasilan. b. Wawancara Penulis melakukan kegiatan tanya-jawab dengan pihak yang dianggap mengetahui informasi yang dibutuhkan, dalam hal ini yang menyangkut tentang perpajakan. c. Dokumentasi Penulis mengumpulkan data dengan pengamatan langsung terhadap dokumen-dokumen yang ada pada PT Semen Tonasa Pangkep. 43 3.3.2 Studi Kepustakaan Penulis mencari informasi dan data yang dibutuhkan dari berbagai referensi buku, dokumen, arsip, dan bacaan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. 3.4 Jenis dan Sumber Data Jenis-jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data Kualitatif, yaitu data yang berisi kondisi perusahaan seperti latar belakang perusahaan, struktur organisasi, tujuan perusahaan dan rencana perusahaan serta kebijaksanaan perusahaan. Data tersebut dapat diperoleh secara lisan maupun tulisan. 2. Data Kuantitatif, yaitu data yang berupa laporan keuangan perusahaan, seperti laporan laba rugi dan laporan laba rugi fiskal perusahaan tahun 2012. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dengan pihak perusahaan yang dilakukan melalui divisi keuangan atau pihakpihak yang terkait. 2. Data sekunder, data yang berupa catatan-catatan perusahaan dalam bentuk laporan keuangan dan lampiran-lampiran serta literatur yang berhubungan dengan penulisan ini. 3.5 Metode Analisis Data Dalam melakukan analisa terhadap data-data yang diperoleh ada dua metode yang digunakan menurut Arikunto (245:2000) 1. Metode Deskriptif Metode analisis yang menggambarkan suatu keadaan secara objektif, sehingga menggambarkan situasi dan kondisi perusahaan secara objektif. 44 2. Metode Komparatif Metode ini dipergunakan dalam penarikan kesimpulan dari fakta yang diamati dan telah diuji kebenarannya dengan membandingkan antara teori yang merupakan kebenaran umum dengan data lapangan. 45 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. Semen Tonasa adalah produsen semen terbesar di Kawasan Timur Indonesia yang menempati lahan seluas 715 hektar yang berlokasi di Sulawesi Selatan tepatnya di Desa Biringere, Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep, sekitar 54 km sebelah utara Makassar. PT. Semen Tonasa yang memiliki kapasitas terpasang 3.480.000 metrik ton semen pertahun ini, mempunyai tiga pabrik yaitu Tonasa II, III, dan IV. Ketiga unit pabrik tersebut menggunakan proses kering dengan kapasitas masing-masing 590.000 ton semen per tahun untuk unit II dan III serta 2.300.000 ton semen per tahun untuk unit IV. PT. Semen Tonasa (Persero) mulai didirikan berdasarkan Tap MPRS RI No. II/MPRS/1960, tanggal 05 Desember 1960 tentang pola pembangunan Nasional Semesta berencana tahapan 1961-1969. Sesuai dengan kesepakatan perseroan mengenai visi perseroan, PT. Semen Tonasa bertekad menjadi perusahaan persemenan terkemuka di Asia dengan tingkat efisiensi tinggi. Produsen semen yang lebih profitable, beriorentasi masa depan, lebih kompetitif di pasar domestik dan internasional. Dengan tata nilai mendasar yang mendorong bertumbuhnya perusahaan, mengutamakan kualitas, efisiensi, ramah lingkungan dan profesionalisme, PT. Semen Tonasa bertekad mewujudkan misi perseroan dalam meningkatkan misi perseroan kepada pemegang saham, konsumen dan karyawan. Adapun misi PT. SEMEN TONASA antara lain sebagai berikut. 1. Meningkatkan nilai perusahaan sesuai keinginan stakeholders. 46 2. Memproduksi semen untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan kualitas dan harga bersaing serta penyerahan tepat waktu. 3. Menggunakan teknologi yang lebih efisien, aman dan ramah lingkungan. 4. Membangun lingkungan kerja yang mampu membangkitkan motivasi karyawan 45 untuk bekerja secara profesional. Pabrik Semen Tonasa Unit II terletak di Desa Biringere, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep, yang berjarak sekitar 23 km dari Pabrik Semen Tonasa Unit I. Pabrik yang merupakan hasil kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Kanada ini beroperasi pada 1980 dengan kapasitas 510.000 ton semen/tahun dan dioptimalkan menjadi 590.000 ton semen/tahun pada 1991. Proyek Pembangunan Pabrik Semen Tonasa II secara resmi dimulai tanggal 20 Oktober 1976. Perencanaan dan Pembangunan pabrik dilakukan oleh Countinho Caro & Co dari Jerman Barat bersama Swan Wooster Canada, secara Fized Fee, berdasarkan perencanaan dasar yang dibuka oleh Dyckerhoff Engineering. Mesinmesin utama pabrik dan sebagian besar bahan kontruksi untuk pekerjaan sipil didatangkan dari Kanada. Dalam pengawasan seluruh proyek, baik dalam pemasangan mesin-mesin utama maupun dalam pelaksanaan kontruksi sipil, PT Semen Tonasa dibantu oleh Dyckerhoff Engineering. Sedangkan yang menyangkut masalah hukum, PT Semen Tonasa dibantu oleh Konsultan Hukum Delson dan Gordon dari Amerika Serikat. Pada tanggal 15 Desember 1979, pembangunan Pabrik Semen Tonasa II Selesai dan diresmikan oleh Bapak Presiden Soeharto pada tanggal 28 Februari 1980. Tonasa unit II yang menggunakan proses kering (proses ini umpan klin berupa tepung kering dengan kadar air 0,5-1%) mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1980 dengan kapasitas 510.000 ton semen/ tahun dan dioptimalisasi menjadi 590.000 ton semen/tahun pada 1991. 47 PT. Semen Tonasa merupakan perusahaan besar yang membutuhkan sistem organisasi kerja yang baik dan system manajemen yang dapat mengarahkan dan mengendalikan system organisasi kerja yang dibentuk. Disamping itu, untuk menjamin kelancaran kerja suatu perusahaan juga diperlukan adanya pembagian tugas, tanggungjawab, dan wewenang secara jelas di dalam perusahaan. Pembagian ini diperoleh melalui struktur organisasi yang baik dalam suatu perusahaan, kesimpangsiuran dalam melaksanakan pekerjaan, tanggungjawab dan wewenang masing-masing dapat teratasi. Untuk memenuhi syarat adanya pengawasan yang baik, struktur organisasi memisahkan fungsi-fungsi operasional, penyimpangan, serta fungsi pencatatan. Struktur organisasi PT. Semen Tonasa didasarkan atas surat keputusan Direksi No. 26/Kpts/OT.00.01/04.00/03.2005. Departemen Akuntansi dan Departemen Treasury merupakan pusat informasi keuangan perusahaan, baik untuk kepentingan manajemen maupun untuk kepentingan eksternal perusahaan. Kedua departemen tersebut berperan penting dalam menyajikan informasi keuangan yang cepat dan tepat dengan tingkat akurasi yang tinggi, sehingga dapat mengambil keputusan untuk kepentingan perusahaan. 1. Departemen Akuntansi Departemen ini berada dibawah koordinasi Direktorat keuangan yang bertanggungjawab pada penyajian laporan keuangan perusahaan serta rencana kerja anggaran perusahaan secara periodic. Kepala Departemen Akuntansi yang membawahi 2 kepala Biro, 7 kepala seksi/staf setingkat seksi, 15 staf setingkat kepala regu, serta 1 staf departemen setingkat kepala regu. Tugas Departemen Akuntansi adalah sebagai berikut: a. Merencanakan, mengkordinir, Keuangan Perusahaan. mereview, dan menganalisa laporan 48 b. Menyajikan dan menyusun RKAP setiap tahun. c. Menyajikan Laporan Manajemen. d. Melakukan otorisasi dan verifikasi kelengkapan dokumen Pembayaran. e. Menyusun laporan-laporan untuk kepentingan konsolidasi Semen Gresik Group. f. Menyajikan Proyeksi Keuangan Jangka Panjang Perusahaan. 2. Departemen Treasury Departemen Treasury adalah suatu unit kerja pada PT. Semen Tonasa yang masuk dalam jajaran Direktorat Keuangan PT. Semen Tonasa. Pada beberapa tahun yang lalu departemen ini terintegrasi dengan Departemen Akuntansi dan Kemudian dipecah kembali pada akhir tahun 2007. Departemen Treasury memiliki 1 orang kepala Departemen, 2 orang kepala Biro, 4 orang Kepala Seksi, dan 8 orang Staf serta 1 Staf Administrasi Departemen. Tugas Departemen Treasury adalah sebagai berikut: a. Merencanakan dan mengkoordinir tercapainya likuiditas perusahaan dan pengelolaan dana yang optimal serta tersedianya dana untuk penyelenggaraan perusahaan. b. Merencanakan dan mengkoordinir tercapainya tata administrasi perpajakan yang taat pada aturan. c. Merencanakan dan mengkoordinir tercapainya optimalisasi pemanfaatan dan perlindungan risiko terhadap aset. d. Merencanakan dan mengkoordinir pengembangan SDM yang mendorong tercapainya iklim dan suasana kerja yang bergairah dan peningkatan produktivitas karyawan. 49 Adapun tugas masing-masing personil PT. Semen Tonasa diuraikan sebagai berikut: 1. Direktur Keuangan dan Komersial Bertanggungjawab atas semua aktivitas perusahaan. Tugas direktur keuangan dan komersial adalah: a. Perbuatan anggaran pendapatan oleh belanja perusahaan serta mengadakan pengawasan atas pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja perusahaan tersebut. b. Menyusun pendistribusian hasil produksi semen dengan jalan menyusun strategi pemasaran diseluruh daerah pemasaran termasuk pengangkutannya. c. Merencanakan kegiatan pengadaan suku cadang bahan baku, bahan pembantu dan mesin-mesin lainnya sebagai kelengkapan dalam kegiatan produksi. 2. Kepala Departemen Keuangan Bertanggungjawab kepada direktur keuangan dan komersil. Tugasnya mengelolah dan mengkoordinir bidang administrasi keuangan dan pengelolaan data elektronik. PT. Semen Tonasa bergerak dalam bidang produksi dan pemasaran semen. PT. Semen Tonasa dalam hal ini diwakili oleh Direktur Utama disingkat Dreksi PT. Semen Tonasa atau pengusaha dan pengurus Serikat Karyawan Semen Tonasa diwakili oleh Ketua Umum disingkat pengurus SKST atau karyawan. Bahwa pengusaha dan Karyawan menyadari perlunya usaha untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja dengan cara menciptakan kondisi kerja yang sehat dan serasi dalam lingkungan perusahaan. Bahwa dengan adanya 50 hubungan selaras, serasi, dan seimbang antara karyawan dan pengusaha, maka peningkatan produksi dan produktivitas tenaga kerja akan dapat tercipta. Peningkatan perusahaan dan kesejahteraan karyawan adalah suatu hal yang hanya bisa dicapai secara bersama. Oleh karena itu, baik perusahaan maupun karyawan harus selalu berupaya secara bersama-sama untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, produktivitas, dan profesionalismenya. 4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Tax planning pada PT Semen Tonasa Pangkep Perencanaan pajak (tax planning) pada PT Semen Tonasa Pangkep merupakan bentuk penerapan kebijakan akuntansi sebagai upaya manajemen keuangan untuk meminimalkan biaya pajak dengan merancang investasi, jenis usaha dan sistem pencatatan pendapatan dan biaya mana yang menghasilkan beban pajak yang paling kecil. Tax planning sering pula disamakan dengan Tax Management atau manajemen pajak yang menjadi sarana memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Diketahui bahwa ada dua kategori tax planning yang diterapkan yaitu pertama, tax avoidance (penghindaran pajak) yang merupakan usaha meminimalkan biaya pajak masih dalam koridor Undang-Undang dan peraturan yang berlaku meliputi penghindaran pajak yang diperkenankan (acceptable tax avoidance/ defensive tax planning) dan penghindaran pajak yang tidak diperkenankan (unacceptable tax avoidance/ aggressive tax planning). Biasanya untuk transaksi yang semata-mata dilakukan oleh Wajib Pajak yang untuk tujuan penghindaran pajak dan tidak mempunyai substansi bisnis. 51 Kedua tax evasion (penyelundupan pajak) yang merupakan usaha meminimalkan biaya pajak sudah melanggar Undang-Undang dan peraturan yang berlaku, tax planning ini merupakan perbuatan ilegal. Misalnya: membuat laporan keuangan palsu, tidak membayarkan PPN dan PPh yang dipungut, dan lainnya. Perencanaan pajak selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau fenomena terkena pajak. Kalau terkena pajak apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya, selanjutnya apakah pembayaran pajak yang dimaksud dapat ditunda pembayaran dan lain sebagainya. Akhir dari prosedur perpajakan adalah pembayaran pajak. Tentu lebih menguntungkan jika perusahaan membayar pajak pada saat terakhir dari pada penyetoran dilakukan jauh sebelumnya. Sebelum menerapkan tax planning pada suatu perusahaan harus dilakukan analisis keadaan perusahaan, yaitu melakukan pengamatan dan penelitian terhadap kebijaksanaan perusahaan serta mencari kelemahan sehingga dapat ditentukan strategi perencanaan perpajakan yang tepat dilaksanakan. Untuk dapat meminimalisasi kewajiban pajak, dapat dilakukan berbagai cara, baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan perpajakan (unlawful), seperti tax avoidance dan tax evasion. Perencanaan pajak umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau kejadian mempunyai dampak perpajakan. Apabila kejadian tersebut mempunyai dampak pajak, apakah dampak tersebut dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya. Selanjutnya, apakah pembayaran pajak tersebut dapat ditunda. Pada dasarnya, perencanaan pajak harus memenuhi syarat-syarat berikut: (1) tidak melanggar ketentuan perpajakan, 52 (2) secara bisnis dapat diterima, dan (3) bukti-bukti pendukungnya memadai. Pajak merupakan pungutan berdasarkan undang-undang oleh pemerintah. Secara administrative pungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung dikenakan atas masuknya sumber daya yaitu penghasilan, sedangkan pajak tidak langsung dikeluarkan terhadap keluarnya sumber daya seperti untuk konsumsi atau barang dan jasa. Beban pajak langsung umumnya ditanggung oleh orang atau badan yang memperoleh penghasilan, sedangkan beban pajak tidak langsung ditanggung oleh konsumen atau masyarakat. Bagi perusahaan pajak yang dikenakan terhadap penghasilan dianggap sebagai biaya/beban dalam menjalankan atau melakukan kegiatan usaha. Pajak sebagai biaya akan mempengaruhi besarnya laba yang diterima maupun yang akan dikembalikan kepada pemegang saham. Jadi pada dasarnya secara ekonomis pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia untuk dibagikan atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan. Praktek bisnis umumnya PT. Semen Tonasa Pangkep mengidentifikasikan pembayaran pajak sebagai beban. Sehingga perusahaan akan berusaha untuk meminimalkan pembayaran pajak tersebut, untuk mengoptimalkan besarnya laba. Dalam meningkatkan efisiensi dan daya saing maka pengusaha wajib menekan biaya seoptimal mungkin. Demikian juga dengan kewajiban membayar pajak, karena merupakan biaya yang menurunkan laba sesudah pajak. Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui Manajemen Pajak. Perencanaan pajak menjadi langkah awal dalam manajemen pajak PT Semen Tonasa Pangkep. Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan-peraturan perpajakan, dengan maksud dapat menyeleksi jenis 53 tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan-peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan dari pembuat undang-undang. Maka tax planning disini sama dengan tax avoidance karena secara hakekat ekonomis kedua-duanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak, karena pajak merupakan beban pengurang laba yang tersedia, baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun untuk diinvestasikan kembali. Tax avoidance adalah rekayasa yang masih tetap berada dalam bingkai ketentuan perpajakan. Tax avoidance dapat terjadi didalam bunyi ketentuan atau tertulis dalam undang-undang dan berada dalam jiwa dari undang-undang atau dapt juga terdapat dalam bunyi ketentuan undang-undang. Kewajiban perpajakan bermula dari implementasi undang-undang perpajakan. Oleh karena itu ketidakpatuhan terhadap undang-undang dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administrative maupun sanksi pidana. Sanksi administrative maupun pidana merupakan pembrorosan sumber daya sehingga perlu dieliminasi melalui suatu perencanaan pajak yang baik. Untuk dapat menyusun perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan yang baik diperlukan pemahaman terhadap peraturan perpajakan. Selanjutnya selaras dengan pengelompokkan hukum pajak, aspek formal administrasi maupun aspek materiel perlu dimengerti dan dipahami untuk dapat mengeliminir sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Pungutan pajak oleh Ditjen Pajak adalah UU KUP, UU PPh, UU PPN/PPnBM, PBB, Bea materai, dan Bea Peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dimana UU pajak tersebut diatur lebih lanjut dalam PP, KepPres, KMK, SK, serta SE Ditjen Pajak. Aspek administrasi dari kewajiban perpajakan meliputi kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP/NPPKP. Menyelenggarakan 54 pembukuan dan pencatatan, membayar pajak, menyampaikan SPT, disamping memotong atau memungut pajak. Kewajiban perpajakan berakhir pada saat pelunasan pajak oleh WP. Dalam sistem perpajakan selalu dipisahkan antara assessment dan payment. Assessment yang berlaku saat ini adalah self assessment dengan kewajiban menghitung sendiri, membayar sendiri, dan melaporkan sendiri. Sedangkan sistem pembayaran yang berlaku dapat dilakukan sendiri oleh WP maupun melalui pemotongan oleh pihak ketiga (withholding system). Pembayaran pajak sebagai transfer sumber daya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan maka pembayaran pajak harus direncanakan secara baik supaya jangan sampai terjadi pemborosan. Penyediaan dana harus direncanakan dengan baik supaya pembayaran pajak dapat dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Disamping pembayaran pajak masih ada kewajiban pelaporan yang juga harus direncanakan supaya dapat selesai dan dilaporkan tepat pada waktunya. Pajak dikenakan terhadap objek pajak yang dapat berupa keadaan, perbuatan maupun peristiwa. Basis perhitungan pajak adalah objek pajak, maka dalam rangka optimalisasi alokasi sumber dana, maka manajemen akan merencanakan pajak yang tidak lebih karena dapat mengurangi optimalisasi sumber daya dan tidak kurang supaya tidak membayar sanksi administrasi yang merupakan pemborosan dana. Untuk itu objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap. Pelaporan objek pajak yang benar dan lengkap harus bebas dari rekayasa negatif. Pembayaran sanksi perpajakan yang tidak seharusnya terjadi merupakan pemborosan sumber daya perusahaan. Penghindaran terhadap pemborosan tersebut merupakan optimalisasi alokasi sumber daya perusahaan kearah yang 55 lebih produktif dan efisien sehingga meminimalisasi pemborosan tersebut dan dapat memkasimalkan kinerja dengan benar, selain harus kerja dnegan keras dan cermat. Sanksi administrasi tersebut dapat berupa bunga, denda, dan kenaikan. Sedangkan sanksi pidana dapat berupa pidana penjara maupun denda financial. Walaupun perusahaan telah memenuhi kewajiban perpajakan secara formal, tetapi kalau ternyata motivasi rekayasa tidak sesuai dengan jiwa dari ketentuan perpajakan, administrasi perpajakan (fieus) dapat menganggap bahwa WP kurang patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak (tax planning): 1. Tidak melanggar kewajiban dan ketentuan perpajakan. Bila suatu perencanaan pajak ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan buat WP merupakan resiko yang sangat berbahaya dan mengancam keberhasilan perencanaan pajak tersebut. 2. Secara bisnis perencanaan pajak masuk akal, karena perencanaan pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh perusahaan, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Maka perencanaan pajak yang tidak masuk akan akan memperlemah perencanaan itu sendiri. 3. Bukti-bukti pendukungnya yang memadai. Apabila pada tahap perencanaan pajak telah diketahui faktor-faktor yang akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka langkah selanjutnya adalah mengimplementasikannya baik secara formal maupun materiel. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakannya telah memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku. Manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar 56 peraturan. Dan jika dalam pelaksanaannya menyimpang dari peraturan yang berlaku maka praktik tersebut telah menyimpang dari tujuan manajemen pajak. Untuk mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan yaitu : 1. Memahami ketentuan dan peraturan perpajakan. Dengan mempelajari peraturan perpajakan seperti UU, PP, Keppres, KMK, SK, dan SE DitJen Pajak, kita dapat mengetahui peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan untuk menghemat beban pajak. 2. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat. Pembukuan merupakan sarana yang sangat penting dalam menyajikan informasi keuangan perusahaan yang disajikan dalam bentuk LK dan menjadi dasar dalam menghitung besarnya jumlah pajak (UU KUP pasal 28). Selanjutnya mengendalikan pajak yang bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun materil. Dalam pengendalian pajak yang penting adalah pengecekan pembayaran pajak. Oleh sebab itu pengendalian dan pengaturan arus kas sangat penting dalam strategi penghematan pajak, misalnya pembayaran pajak dilakukan saat akhir tentu lebih menguntungkan dibandingkan membayar lebih awal. Pengendalian pajak termasuk pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari jumlah pajak terutang. 4.2.2 Penerapan Tax planning berdasarkan Undang-undang Perpajakan pada PT. Semen Tonasa Pangkep Penerapan tax planning pada PT. Semen Tonasa Pangkep berdasarkan pada Undang-undang Perpajakan yang diterapkan melalui perbandingan laba rugi 57 fiskal sebelum dan setelah tax planning. Berikut perbandingan laporan laba rugi fiskal sebelum tax planning dan setelah tax planning. Tabel 4.1 PT. Semen Tonasa Pangkep Laporan Laba Rugi Per 31 Desember 2012 (dalam Jutaan Rupiah) Pendapatan Laba Rugi Laba Rugi (Sebelum (Setelah Tax planning) Tax planning) 2.723.863.787 2.723.863.787 (1.682.722.369) (1.682.722.369) Laba Kotor 1.041.141.418 1.041.141.418 Beban Usaha (298.739.737) (298.739.737) 742.401.681 742.401.681 10.289.923 8.525.450 - - (10.182.548) (10.182.548) (8.341.914) (8.341.914) 4.099.067 5.257.155. (4.135.472) (4.741.857) 738.266.209 737.659.824 (194.679.087) (194.679.087) 543.587.122 542.980.737 Beban Pokok Pendapatan Laba Usaha (Beban)/Penghasilan Lain-lain Penghasilan Bunga Laba Penjualan Aset Tetap Beban Bunga Kerugian Selisih Kurs – Bersih Lain-lain Bersih Jumlah (beban)/penghasilan lain-lain - Bersih Laba Sebelum Pajak Penghasilan Beban Pajak Penghasilan Laba Bersih Sumber: Data setelah diolah, 2013 1. Sebelum perencanaan tax planning PPh terhutang tahun 2012 : 25% x Rp 543.587.122 = Rp 135.896.781 Manfaat (Beban) Pajak Tangguhan : Penyusutan Aset Tetap x 25% Rp. 288.821.065 58 Penyisihan Piutang tak tertagih x 25% Rp. 2.167.921 Kewajiban Estimasi Imbalan Pasca Kerja x 25% Rp. 25.786.923 Rp. 316.775.910 Jumlah Taksiran Pajak Penghasilan adalah Rp. 452.672.690 2. Sesudah perencanaan tax planning PPh terhutang tahun 2012 : 25% x Rp 542.980.737 = Rp 135.745.184 Manfaat (Beban) Pajak Tangguhan : Penyusutan Aset Tetap x 25% Rp. 288.821.065 Penyisihan Piutang tak tertagih x 25% Rp. 2.167.921 Kewajiban Estimasi Imbalan Pasca Kerja x 25% Rp. 25.786.923 Rp. 316.775.910 Jumlah Taksiran Pajak Penghasilan adalah Rp. 452.521.094 Sebelum dilakukan tax planning, laba bersih setelah pajak adalah : Laba Bersih Komersil : Rp. 742.401.681 Pajak Penghasilan : Rp. (194.679.087) Laba Setelah Pajak : Rp. 543.587.122 Setelah dilakukan tax planning, laba bersih setelah pajak adalah : Laba Bersih Komersil : Rp. 742.401.681 Pajak Penghasilan : Rp. (194.679.087) Laba Setelah Pajak : Rp. 542.980.737 59 Maka penghematan pajak yang diperoleh akibat dilakukannya tax planning adalah sebesar Rp. 606.385. Laba bersih komersil setelah pajak adalah jumlah uang yang diperoleh perusahaan setelah dipotong pajak penghasilan yaitu sebesar Rp. 542.980.737. 4.3 Pembahasan Tax planning pada PT. Semen Tonasa Pangkep memungkinkan perencanaan pajak yang akan dibayarkan, agar tidak terjadi kelebihan dalam membayar pajak, tapi tidak berarti sebagai upaya menghindari pajak. Tax planning menjadi upaya menekan jumlah kewajiban pajak dengan cara legal. Cara ini cukup efektif dalam rangka melakukan efisiensi dan penghematan. Namun ada sebagian orang berpendapat tax planning bertentangan dengan moral, karena penuh dengan trik-trik (siasat) yang mengarah pada pengelakan pajak. Selain itu, pada prinsipnya hal ini akan mengurangi pendapatan negara dari pajak yang merugikan penerimaan negara. Jika tax planning lebih mengarah pada pengelakan pajak, merupakan cerminan keengganan WP melaksanakan kegotongroyongan nasional dalam menanggung biaya pembangunan. Untuk menutupi tindakan yang cenderung pada tipu-muslihat, ada yang mengaburkan tax planning dengan manajemen pajak. Namun dari segi substansi, hampir tidak ada bedanya antara tax planning dengan manajemen pajak. Bahkan ada yang mengatakan tax planning adalah bagian yang tak terpisahkan dari manajemen pajak. Dalam tax planning, tujuannya mengatur pembayaran pajak atau meminimalkan kewajiban pajak dengan tidak melanggar aturan yang berlaku. Dengan demikian, pajak yang dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya dan tentu saja akan membantu cashflow perusahaan. Tax planning sebagai sarana 60 memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar (tidak melanggar undang-undang) tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Dalam menyusun tax planning yang tidak melanggar aturan pajak, palingtidak ada lima prasyarat yang harus dipenuhi. Pertama, mengerti peraturan perpajakan atau peraturan yang terkait. Akan sangat sulit sekali melakukan tax planning yang tidak melanggar aturan jika dirancang tidak dalam koridor UU perpajakan yang berlaku. Pelaksanaan tax planning yang dipaksakan melanggar UU akan berakibat fatal dan bahkan dapat mengancam keberhasilannya. Kedua, menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam tax planning. Dalam menghindari tindakan yang melanggar UU sudah tentu tidak dapat melakukan tax planning untuk menghindari kewajiban perpajakan. Tax planning paling tidak memiliki dua tujuan utama, yakni menerapkan peraturan perpajakan secara benar dan efisiensi untuk mencapai laba yang diharapkan. Ketiga, harus dipahami karakter usaha WP. Hampir setiap perusahaan memiliki perbedaan dalam kebijakan maupun perilaku (behavior), dan kebiasaankebiasaan. Dengan memahami seluk-beluk usaha akan membantu tax planning. Keempat, memahami tingkat kewajaran transaksi yang diatur tax planning. Jika tax planning mengabaikan kewajaran akan menimbulkan kesulitan karena adanya kecurigaan dari fiskus. Ini dapat berimplikasi dengan pemeriksaan, karena bisa diindikasikan adanya kecurangan pajak. Fiskus dapat melakukan pemeriksaan bukti permulaan. Dan kelima, tax planning harus didukung oleh kebijakan akuntansi dan didukung bukti memadai, seperti faktur, perjanjian, dan sebagainya. Tax planning yang diperkenankan dapat ditempuh dengan beberapa cara. Pertama, mencari keuntungan sebesar-besarnya dari pengecualian dan potongan yang diperkenankan. Misalnya, perusahaan dapat mengurangi penerimaan dengan 61 jumlah biaya, misalnya pendidikan, perbaikan kantor, pemasaran dan lain-lain. Maksudnya, daripada mengeluarkan uang untuk membayar pajak lebih besar, lebih baik untuk kepentingan perusahaan dan manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh perusahaan. Kedua, mengambil keuntungan dari pemilihan bentuk perusahaan yang tepat. Misalnya, jika peredaran bruto satu tahun tidak melebihi Rp600 juta dapat memilih perusahaan perorangan yang akan dikenakan tarif progresif Pasal 17 dengan tarif terendah 5%. Pajak atas penghasilan PT. Semen Tonasa Pangkep dikenakan "dua kali", yakni saat penghasilan diperoleh atau diterima dan saat pemilik menerima dividen. Ketiga, mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha agar dapat diatur penggunaan tarif pajak, potensi penghasilan, kerugian dan aktiva yang bisa dihapus. Keempat, menyebarkan penghasilan menjadi beberapa tahun untuk mencegah klasifikasi kategori pendapatan yang tarifnya tinggi. Bila memungkinkan, pembayaran pajak bisa ditunda. Penghasilan yang dikenakan tarif 30% dapat dihindarkan dengan cara menunda penerimaan penghasilan pada tahun bersangkutan, dan menggeser menjadi penghasilan pada tahun berikutnya. Area yang memungkinkan tax planning berdasarkan PPh 21, dengan memanfaatkan fasilitas PPh 21 ditanggung pemerintah secara maksimal. Misalnya membuat sistem penggajian yang diselaraskan dengan fasilitas tersebut. PTKP karyawan agar dimaksimalkan untuk mengurangi jumlah pajak terutang. PPh Badan dalam tahun berjalan, dengan menunda faktur, beban dipercepat, penyusutan mengambil tarif yang paling tinggi (saldo menurun), perolehan aktiva dimajukan agar dapat segera disusutkan, pembiayaan pembelian aktiva dengan mengangsur (leasing). 62 PPN dan PPn BM, dengan memaksimalkan PPN masukan yang dapat dikreditkan, perusahan sebaiknya memperoleh barang dan jasa kena pajak (BKP/ JKP) dari Pengusaha Kena Pajak (PKP) agar pajak masukannya dapat dikreditkan. Jangan sampai ada Faktur Pajak Masukan yang tidak terkreditkan karena keteledoran. Selain itu, dalam penjualan BKP/JKP yang pembayarannya belum diterima, pembuatan Faktur Pajak bisa ditunda sampai akhir bulan berikutnya setelah penyerahan BKP/ JKP. Ini akan menunda pengakuan pendapatan dan menunda PPN Keluaran. Pada umumnya WP telah mengetahui cara memperkecil kewajiban pajak dengan menghindari pajak atau tax evasion. Namun hal ini melanggar UU, sehingga tidak dianjurkan dalam tax planning. Beberapa tindakan memperkecil pajak yang melanggar UU. Pertama, memperkecil penghasilan dengan cara hanya melaporkan sebagian, merendahkan harga jual, memilih menjual kepada pengusaha non PKP (Faktur Pajak Sederhana) agar lebih mudah tidak melaporkan penjualannya. Kedua, memperbesar harga pokok barang yang dijual dengan cara (a) meninggikan harga perolehan, (b) membuat pembelian fiktif, membuat faktur PPN masukan fiktif (c) membebankan Pajak Masukan yang telah dikreditkan ke dalam perhitungan harga pokok. Ketiga, memperbesar beban usaha dengan cara (a) membuat utang fiktif, agar dapat membuat beban bunga, (b) membuat seolah-olah ada pengeluaran (beban fiktif) yang tidak didukung dokumen yang memadai. Keempat, meninggikan harga impor dari perusahaan yang ada hubungan istimewa di luar negeri. Kelima, merendahkan harga ekspor kepada perusahaan yang ada hubungan istimewa di luar negeri. Keenam, merendahkan penghasilan pegawai atau pembayaran lainnya dalam rangka penghitungan PPh Pasal 21, sementara di dalam perhitungan laba-rugi perusahaan ditinggikan untuk 63 merendahkan laba kena pajak (PPh Badan). Dan ketujuh, pembayaran dividen kepada pemegang saham secara terselubung seolah-olah pembayaran utang Efesiensi sangat erat hubungannya dengan biaya suatu perusahaan. Biaya tersebut terdiri dari biaya tetap (fixed coast) dan dari biaya berubah-ubah (variable cost), sedangkan kualitas berhubungan erat dengan produk barang atau jasa. Pilihan masyarakat untuk membeli barang atau jasa bukan lagi karena pertimbangan nasionalisme (dari mana barang tersebut dibuat) tetapi semata-mata karena pertimbangan harga dan kualitas. Apabila terdapat beberapa barang yang sama atau sejenis maka barang yang paling murah sekaligus berkualias akan dipilih. Secara umum perencanaan pajak dapat sebagai pengelolaan perusahaan agar pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dengan benar dan baik, dengan jumlah pajak yang dapat ditekan seminimal mungkin untuk mendapatkan laba dan likuiditas yang diharapkan tanpa adanya unsur pelanggaran yang dikemudian hari dapat mengakibatkan adanya unsur sanksi atau lebih bayar. Untuk membuat perencanaan pajak yang efektif diperlukan pengetahuan yang cukup terutama dalam memahami ketentuan perundang-undangan perpajakan dan system akuntansi yang konsisten. Hal ini tercermin dari pengisisan serta pelaporan (SPT) Surat pemberitahuan Tahunan yang terlampir Laporan Keuangan Fiskal. Selain pengetahuan perpajakan, diperlukan juga hubungan baik dan sehat dengan konsultan pajak atau kantor akuntan, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak di Wilayah atau kota yang bersangkutan. Pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan sebaiknya dilaksanakan tepat waktu agar terhindar dari pengenaan sanksi bunga atau denda serta akan menghambat konsentrasi yang menghamburkan sumber daya perusahaan. Meskipun demikian pemenuhan kewajiban pembayaran pajak dapat dilakukan menjelang batas akhir hari pembayaran. 64 Tujuannya agar dana yang ada terlebih dahulu dapat diputar untuk memperoleh keuntungan tertentu misalnya bunga deposito (pada saat bunga deposito cukup tinggi) atau investasi jangka pendek (pada saat terjadinya selisih kurs yang cukup baik). Salah satu cara untuk menekan biaya pajak yang bersifat legal (tax avoidance) yaitu dengan mencari celah-celah (loope hole) yang terdapat dalam Undang-Undang Perpajakan. Perencanaan merupakan proses penentuan tujuan organisasi yang disajikan dalam bentuk program-program dan tindakan atas program tersebut untuk mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh, karena jika perencanaan pajak suatu perusahaan lemah akan menimbulkan pemborosan yang berasal dari koreksikoreksi atas kesalahan dalam penerapan peraturan perpajakan, sehingga akibatnya perusahaan tidak mampu menghasilakan laba setelah pajak, sesuai dengan yang diharapkan oleh pemegang saham (Shareholders) yang akhirnya perusahaan juga tidak dapat bersaing dengan produk sejenis. Perencanaan strategis dalam organisasi adalah merupakan satu aspek dari materi manajemen strategi yang selalu diperlukan oleh setiap organisasi. Setiap perubahan lingkungan yang terjadi memerlukan respon strategi baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Perencanaan pajak merujuk pada proses merencanakan usaha dan transaksi Wajib Pajak sehingga hutang pajak berada dalam jumlah minimal yang sesuai dengan peraturan pajak, namun sebetulnya perencanaan pajak dapat pula mempunyai konotasi positif konstruktif dalam arti perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar dan tepat waktu sehingga dapat dihindari pemborosan sumber daya secara optimal. Perencanaan perpajakan selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi terkena pajak, apabila transaksi tersebut terkena pajak apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi 65 jumlah pajaknya dan apakah pembayaran pajak tersebut dapat ditunda pembayarannya. Untuk menghindari pemborosan sumber daya perusahaan maka diperlukan suatu rencana yang baik, salah satu perencanaan adalah pemenuhan kewajiban di bidang perpajakan. Berpijak pada keadaan diatas, setiap wajib pajak akan membuat rencana pengenaan pajak pada setiap tindakan (taxable event) secara seksama, dengan demikian bisa dikatakan bahwa tax planning merupakan proses pengambilan tax factor yang relevan dan material non tax factor untuk menentukan apakah suatu transaksi terhutang pajak, kapan pajaknya terutang, dan bagaimana pengenaan pajak tersebut. Untuk melakukan transaksi, operasi dan berhubungan dagang yang memungkinkan tercapainya beban pajak pada tax events yang serendah mungkin dan sejalan dengan tercapainya tujuan perusahaan. Wajib pajak diharapkan dapat melaporkan seluruh transaksi usaha secara terbuka (full disclosure) tanpa ada yang disembunyikan atau dirahasiakan sehingga akan memudahkan baik bagi wajib pajak maupun aparat pajak dalam melakukan pemeriksaan, hal ini akan mempengaruhi proses pemeriksaan dan menghemat waktu baik bagi wajib pajak maupun bagi aparat pajak. Perusahaan sebagai pihak yang mempunyai kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 mengambil kebijakan, untuk PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan sebagai objek pajak terutang. Perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan PT. Semen Tonasa Pangkep yaitu perencanaan pajak dalam lingkup PPh Pasal 21, di mana Tax planning dilakukan dengan cara tax avoidance. Setiap perusahaan dapat merencanakan pajaknya, dengan cara perencanaan pajak penghasilan pasal 21, perencanaan pajak badan atau yang lain. Tax avoidance yang dilakukan PT. 66 Semen Tonasa Pangkep hanya untuk pajak penghasilan pasal 21 dengan metode yang dipilih; prinsip administrasi pajak dan prinsip taxable & deductable. Prinsip administrasi bersifat teknis yang harus diterapkan / dipraktekan secara langsung. Metode untuk meyakinkan bahwa apa yang dilaksanakan telah sesuai dengan yang direncanakan. Intinya administrasi perpajakan adalah bentuk dari suatu sistem untuk mengendalikan masalah pajak perusahaan, antara lain: pertama, melakukan monitoring terhadap transaksi-transaksi utama yang mempunyai dampak perpajakan yang signifikan, menjamin transaksi utama telah dicatat atau diperlakukan sesuai dengan undang-undang dan kebijaksanaan perusahaan. Ini biasanya dilakukan oleh seorang tax maneger/atasan yang mengontrol pekerjaan bawahannya. Maka diperlukan keahlian seorang manager dalam memahami tentang perpajakan. Kedua, sistem pengawasan intern agar dapat menjamin berbagai kewajiban perpajakan telah diikuti dengan benar, dengan demikian resiko sanksi administrasi (berupa denda, bunga) maupun sanksi pidana dapat dihindari atau diminimumkan, sehingga tidak menimbulkan pemborosan sumber dana perusahaan. Terutama mengenai batas waktu penyetoran dan pelaporan pajak. Untuk PPh pasal 21 penyetoran paling akhir tanggal 10 setiap bulannya , dan pelaporan tanggal 15 setiap bulannya. Prinsip taxable dan deductable merupakan prinsip yang lazim dipakai dalam perencanaan pajak, yang pada umumnya mengubah biaya yang tidak boleh dikurangi menjadi biaya yang boleh dikurangkan atau sebaliknya mengubah penghasilan yang merupakan objek pajak menjadi penghasilan yang tidak objek pajak, dengan konsekuensi terjadinya perubahan pajak terutang akibat pengubahan tersebut. 67 Dalam hal ini tentunya harus dipertimbangkan mana yang lebih menguntungkan perusahaan, apakah perubahan jumlah pajak terutang akan menjadi lebih besar atau lebih kecil atau sama dengan jumlah pajak terutang akibat koreksi fiskal, apabila tidak dilakukan pengubahan. Imbalan yang diberikan kepada pegawai dapat diberikan dalam bentuk uang atau dalam bentuk natura/kenikmatan. Pemberian imbalan kepada pegawai dalam bentuk uang merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (deductable expense) perusahaan, berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU PPh. Disisi lain imbalan yang diterima pegawai dalam bentuk uang merupakan objek pajak perusahaan, sehingga terutang PPh pasal 21 (taxable) berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPh. Sedangkan pemberian imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan (fringe benefit) tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (non deductable expense) perusahaan, berdasarkan pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh. Disisi lain berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh, imbalan yang diterima pegawai dalam bentuk natura/kenikmatan (fringe benefit) tersebut bukan merupakan Objek Pajak sehingga tidak terutang PPh Pasal 21 (non taxable). Pemberian yang diterima pegawai diluar upah/gaji perusahaan : 1. Pemberian bonus berdasarkan laba perusahaan yang diberikan pertahun. Bonus yang diberikan perusahaan ini tidak dapat dibiayakan perusahaan tetapi merupakan objek pajak bagi karyawan (penghasilan). 2. Iuran Jaminan Hari Tua yang diterima karyawan dapat dibiayakan pada perusahaan namun bukan objek pajak karyawan (bukan penghasilan). 3. Antar jemput karyawan yang disediakan oleh perusahaan yang bertempat tinggal jauh dari lokasi perusahaan, dapat dibiayakan pada perusahaan tetapi bukan objek pajak bagi karyawan (bukan penghasilan). 4. Tunjangan kesehatan atau jasa dokter dan obat. Ini dapat dibiayakan atau tidak tergantung pada keinginan perusahaan atau transaksi yang dibuat. 68 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian sesuai dengan temuan dan aplikasinya, maka disimpulkan: 1. Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak agar utang pajak berada dalam jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak yang merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. 2. Tax planning pada PT. Semen Tonasa Pangkep memungkinkan perencanaan pajak yang akan dibayarkan, agar tidak terjadi kelebihan dalam membayar pajak, tapi tidak berarti sebagai upaya menghindari pajak. Tax planning menjadi upaya menekan jumlah kewajiban pajak dengan cara legal. Terlihat penghematan pajak yang diperoleh akibat dilakukannya tax planning adalah sebesar Rp. 606.385. Laba bersih komersil setelah pajak sebagai jumlah uang yang diperoleh perusahaan setelah dipotong pajak penghasilan yaitu sebesar Rp. 542.980.737 5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, selanjutnya akan disarankan sebagai masukan kepada pihak yang berkompeten pada PT. Semen 69 Tonasa Pangkep dalam penerapan tax planning atas pajak penghasilan badan, yaitu: 1. Pimpinan PT. Semen Tonasa Pangkep tetap mempertahankan penerapan tax planning karena telah sesuai dengan peraturan undang-undang perpajakan yang berlaku. Serta yang terpenting adalah, perusahaan harus senantiasa mengikuti perkembangan peraturan-peraturan perpajakan ataupun isu-isu terkait dengan perpajakan. 2. Hasil dari suatu perencanaan pajak baik atau tidak, tentu harus dievaluasi melalui berbagai rencana yang dibuat. Dengan demikian, keputusan yang terbaik atas suatu perencanaan pajak harus sesuai dengan bentuk dan tujuan operasi. Perbandingan berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai dengan bentuk perencanaan yang diinginkan, karena terkadang suatu perencanaan harus diubah mengingat adanya perubahan peraturan perundang-undangan. 3. Sepanjang penghematan pajak masih besar, rencana tersebut harus tetap dijalankan, karena walau bagaimanapun juga kerugian yang ditanggung merupakan kerugian minimal. Jadi, akan sangat membantu jika pembuatan suatu rencana disertai dengan gambaran atau perkiraan berapa peluang kesuksesan dan berapa laba potensial yang akan diperoleh jika berhasil maupun kerugian potensial jika terjadi kegagalan 5.3 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini hanya meneliti mengenai penerapan tax planning untuk pajak penghasilan badan dalam hal ini perusahaan yang bersangkutan, tidak meneliti mengenai pajak penghasilan yang diperoleh oleh karyawannya. 2. Penelitian ini hanya berfokus satu perusahaan, yang seharusnya bisa juga diperbandingkan dengan perusahaan lainnya, sehingga dapat dilihat seberapa 70 besar penghematan yang dihasilkan dari perusahaan itu sendiri dengan perusahaan pesaingnya. 71 DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta, Yogyakarta Brotodihardjo R. Santoso, 1993. Pengantar Hukum Pajak, PT. Eresco, Bandung Direktorat Jenderal Pajak. 2008. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempaat atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Jakarta __________.2009. keputusan direktur jenderal pajak nomor KEP – 57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Jakarta. __________ 2009. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP – 51/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian dan Penetapan Besaran Kupon Makanan dan /atau Minuman Bagi Pegawai, Kriteria dan Tata cara Penetapan Daerah Tertentu dan Batasan Mengenai Saran dan fasilitas di Lokasi Kerja. Jakarta. __________ 2002.Keputusan Direktur jenderal Pajak Nomor KEP-220/PJ/2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan. Jakarta. Djoko Muljona dan Barunu Wicaksono. 2009. Akuntansi Pajak Lanjutan. Yogyakarta: ANDI. Hernanto, 2001. Perencanaan Pajak. Salemba Empat. Jakarta. Kementrian Keuangan Republik Indonesia.1991. Keputusan Menteri keuangan Republik Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna – Usaha (Leasing). Jakarta. 72 __________ 2009. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 83/PMK.03/2009 tentang penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai dan Penggantian Atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan Atau jasa Yang diberikan Dalam Bentuk Natura Dan Kenikmatan Di Daerah Tertentu Serta Yang Bertkaitan DenganPelaksanaan Pekerjaan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja. Jakarta. Lumbantoruan, Shopar, 1996. Akuntansi Pajak.Gramedia widiasrana. Jakarta. Mardiasmo. 2009. PERPAJAKAN Edisi Revisi 2009. Yogyakarta : ANDI. Muljono, Djoko. 2009. TAX PLANNING – Menyiasati Pajak dengan Bijak. Yogyakarta : ANDI. Nur Musdalifah. 2008. Analisis Perencanaan Pajak (Tax planning) dalam Upaya Efisiensi Pembayaran Beban Pajak Penghasilan PT Makassar Indah Graha Sarana.Skripsi. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin. Makassar. Pangaribuan, Freddy. 2008. Manajemen Pajak (Tax Management).http://freddypangaribuan.vox.com/library/post/manajemenpajak-tax-management.html Resmi,Sitti. 2009. Perpajakan : Teori dan Kasus, Edisi 5 Buku I, Jakarta : PT Salemba Empat. Suandy, Erly. 2003. Perencanaan Pajak. Jakarta : PT Salemba Empat. Syamsuddin, Futriana. 2011. Analisis Perencanaan Pajak (Tax planning) Untuk Meminimalkan Jumlah Pajak Penghasilan Pada PT XYZ.Skripsi. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin. Makassar. Waluyo. 2006. PERPAJAKAN INDONESIA : Pembahasan Sesuai dengan Ketentuan Perundang - undangan Perpajakan dan Aturan Pelaksanaan Perpajakan Terbaru. Jakarta : Salemba Empat. 73 Undang-Undang Pajak Tahun 2000, 2001. Edisi Lengkap, Salemba Empat, Jakarta Undang-Undang Perpajakan No.10 Tahun 1994, 1997, Citra Umbara, Bandung Zain, Muhammad, 2003, Manajemen Perpajakan, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta. 74 75 76 77 78 BIODATA IDENTITAS DIRI Nama Tempat, Tanggal Lahir Jenis Kelamin Alamat Rumah No. Handphone Alamat Email Golongan Darah Hobby : Akbar Wijaya : Sidrap, 07 Mei 1989 : Laki-laki : BTP Blok K No. 456 Makassar : 085 341 909 888 : [email protected] :A : Musik RIWAYAT PENDIDIKAN 1. Pendidikan Formal 1995 2001 2004 2007 – – – – 2001 2004 2007 2014 : SD Negeri 1 Duapitue : SMP Negeri 1 Duapitue : SMA Negeri 1 Maniangpajo : Mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin 2. Pendidikan Non Formal Pendidikan dan Latihan MAPS Community Angkatan XIII PENGALAMAN ORGANISASI Staf Penjualan di Toko “Primacomp” Makassar Tahun 2007 – 2009 Marketing di PT. AIA Financial Tahun 2009 – 2010 Staf Keuangan di PT. Akar Mas Development Tahun 2010 – 2011 Berwirausaha pada Tahun 2011 – 2013 Driver Taxi Bosowa pada Tahun 2013 – 2014