BAB I - UNHAS Repository System

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Salah satu kewajiban kewarga-negaraan setiap orang adalah membayar
pajak sesuai ketentuan Undang-Undang. Sedangkan masalah serius yang dimiliki
oleh warga negara adalah membayar pajak yang tidak sedikit. Oleh karena itu untuk
meminimalisasikan beban pajak, manajer perusahaan dapat menggunakan salah
satu cara di dalam perpajakan yang dikenal dengan manajemen pajak yaitu upaya
memenuhi
kewajiban
perpajakan
dengan
benar
melalui
perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengawasan mengenai guna
memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan tanpa melanggar undang-undang
yang berlaku.
Upaya untuk menekan pajak (yang terhutang lebih kecil daripada yang
seharusnya) membutuhkan suatu langkah manajemen yang terintegratif. Langkahlangkah manajemen yang dimaksud dimulai dari perencanaan hingga pengawasan
terhadap program pengurangan pajak yang harus dilunasi oleh perusahaan. Pajak
yang terhutang ditentukan dari penghasilan kena pajak (taxable income) yang
dikalikan dengan tarif pajak. Semakin besar penghasilan kena pajak (PKP) maka
makin besar pula pajak yang harus ditanggung, Makin besar biaya yang dikeluarkan
maka PKP akan semakin kecil sehingga pajak yang dibayar juga kecil. Upaya
minimalisasi pajak tersebut secara eufimisme sering disebut dengan tekhnik tax
planning. Pada umumnya tax planning merujuk pada proses merekayasa usaha dan
transaksi wajib pajak sehingga beban pajaknya berada dalam jumlah yang minimal
sesuai dengan ketentuan perpajakan.
Secara umum ketentuan perpajakan maupun peraturan peraturannya yang
tergantung dan ditertibkan dalam undang-undang atau peraturan-peraturan
1
2
perpajakan lainnya yang sangat berpengaruh pada dunia usaha, hal tersebut akan
meningkatkan kompetisi dan prestasi suatu badan usaha, dimana kegiatan usaha
dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu untuk mendapatkan laba yang
sebesar-besarnya dan meminimalisasikan beban pajak yang ditanggung oleh
perusahaan. Untuk meminimalisasikan beban pajak yang ditanggung wajib pajak
ditempuh dapat ditempuh dengan cara rekayasa yang masih berada dalam ruang
lingkup
perpajakan
hingga
diluar
ketentuan
perpajakan.
Upaya
untuk
meminimalisasi pajak sering disebut dengan tekhnik tax planning.
Pada semua perusahaan berbentuk perseroan (PT) di Indonesia, Pajak
adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari karena hal tersebut merupakan
kewajiban kepada negara. Namun pembayaran pajak dapat dikelola sehingga
pembayaran dapat dilakukan seminimal mungkin.
Perencanaan merupakan salah satu fungsi utama dari manajemen. Secara
umum
perencanaan
merupakan
proses
penentuan
tujuan
organisasi
(perusahaan)dan kemudian menyajikan strategi, tata cara perencanaan program
dan operasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan.
Tujuan utama yang seharusnya dicapai oleh manajemen perusahaan adalah
memberikan keuntungan maksimum untuk jangka panjang (long term return) kepada
para pemodal atau pemegang saham yang telah menginvestasikan kekayaan dan
mempercayakan pengelolaannya kepada perusahaan. Keuntungan tersebut harus
diperoleh dengan mematuhi peraturan perundang-undangan perpajakan, baik pajak
daerah maupun pajak pusat. Sebagai wajib pajak, setiap perusahaan harus
mematuhi
dan melaksanakan kewajiban pajaknya sesuai dengan perundang-
undangan perpajakan.
Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, jika ada usaha-usaha yang
dilakukan oleh wajib pajak baik itu orang pribadi maupun badan untuk mengatur
jumlah pajak yang harus dibayar. Bagi mereka pajak dianggap sebagai biaya,
3
sehingga perlu dilakukan usaha-usaha atau strategi-strategi tertentu untuk
menguranginya. Usaha atau strategi-strategi dilakukan merupakan bagian dari
perencanaan pajak (tax planning). Tujuan yang diharapkan dengan adanya tax
planning ini adalah mengefisienkan pembayaran pajak terhutang, melakukan
pembayaran pajak dengan tepat waktu, dan membuat data-data terbaru untuk
meng–update peraturan perpajakan.
Pembangunan nasional di suatu negara diselenggarakan oleh pemerintah
dengan dukungan sepenuhnya dari masyarakat. Peranan penerimaan dalam negeri
menjadi sangatlah penting, karena diselenggarakannya roda pemerintahan dan
pembangunan nasional tidak mungkin tanpa hal ini. Sumber-sumber penerimaan
dalam negeri yaitu : penerimaan minyak bumi dan gas (migas), dan penerimaan
bukan migas yaitu : penerimaan sektor pajak dan bukan sektor pajak.
Dalam hal ini peranan masyarakat dalam pembiayaan pembangunan nasional
melalui pembayaran pajak penting bagi pemerintah. Pemerintah dari tahun ke tahun
mencoba meningkatkan penghasilan dari sector pajak. Hal ini didasarkan pada
kenyataan bahwa penerimaan pemerintah dari sector perpajakan merupakan
sumber penerimaan dalam negeri yang bersifat stabil dan dinamis. Pungutan pajak
yang dilakukan oleh negara berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk
membiayai penyediaan barang dan jasa publik, dan juga disertai sanksi dan denda
bagi siapapun yang tidak mematuhinya.
Tiap perusahaan tentunya menginginkan untuk meminimalkan jumlah pajak
penghasil terutangnya. Di lain pihak pemerintah juga sedang mengupayakan untuk
meningkatkan pendapatan negara yang salah satunya dari sector pajak, yang
memang merupakan salah satu pendapatan negara yang terbesar, yaitu dengan
cara menambah objek yang dapat dijadikan obyek pajak.
Oleh karena itu setiap wajib pajak badan yang ada saat ini di Indonesia
mencari cara untuk meminimalkan pajak penghasilannya dengan cara-cara yang
legal tentunya. Hal ini lazim disebut dengan tax planning.
4
Tujuan pokok dari tax planning adalah untuk mengurangi jumlah atau total
pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Tax planning adalah tindakan legal
karena penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang
tidak diatur oleh undang-undang. Tujuannya bukan untuk mengelak membayar
pajak, tetapi mengatur sehingga pajak yang dibayar tidak lebih dari jumlah yang
seharusnya.
Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning) mengacu pada proses
merekayasa usaha dan transaksi wajib pajak agar hutang pajak berada dalam
jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun
demikian, perencanaan pajak juga dapat diartikan sebagai perencanaan pemenuhan
kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat
secara optimal menghindari pemborosan sumber daya.
Tax planning sama sekali tidak bertujuan untuk melakukan kewajiban
perpajakan dengan tidak benar, tetapi berusaha untuk memanfaatkan peluang
berkaitan peraturan perpajakan yang menguntungkan perusahaan dan tidak
merugikan pemerintah dan dengan cara yang legal.
Tax planning merupakan upaya legal yang bisa dilakukan Wajib pajak.
Tindakan itu legal karena penghematan pajak tersebut dilakukan dengan cara yang
tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Tax planning merupakan sarana yang
memungkinkan untuk merencanakan pajak-pajak yang dibayarkan, agar tidak terjadi
kelebihan dalam membayar pajak.
Tax planning merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen
pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan
benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk
memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Langkah selanjutnya adalah
pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation)dan pengendalian pajak (tax
control).Pada perencanaan pajak ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian
5
terhadap peraturan perpajakan. Tujuannya adalah agar dapat dipilih jenis tindakan
penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya, penekanan perencanaan
pajak (tax planning) adalah untuk meminilisasi kewajiban pajak.
Dalam ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pengertian badan adalah
sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan
Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam melakukan tax planning dalam
meminimalkan jumlah pajak penghasilan (PPh)tentang Badan, yaitu dengan
memaksimalkan penghasilan yang dikecualikan, memaksimalkan biaya fisikal,
meminimalkan biaya yang diperkenankan sebagai pengurang serta pemilihan
metode akuntansi.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk membahasnya
dalam deskripsi yang berjudul “Analisis penerapan Tax planning atas pajak
penghasilan badan pada PT. Semen Tonasa Pangkep”.
1.2
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dan guna memberikan arah bagi
jalannya penelitian, perlu dirumuskan terlebih dahulu permasalahan yang ada.
Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah “Apakah penerapan Tax Planning
yang dilakukan oleh PT. Semen Tonasa Pangkep sudah sesuai undang-undang
perpajakan yang berlaku”.
6
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
(1) Untuk mengetahui tax planning yang dilakukan oleh PT. Semen Tonasa
Pangkep.
(2) Untuk menganalisis penerapan tax planning yang dilakukan oleh PT. Semen
Tonasa Pangkep dengan undang-undang perpajakan yang berlaku.
1.3.2 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak,
antara lain:
(1) Bagi perusahaan, sebagai bahan masukan untuk semakin bijak dalam
menerapkan tax planning atas bijak penghasilan badan terhutang sesuai
dengan peraturan perpajakan, melalui pemahaman undang-undang perpajakan
dan peraturan perpajakan lainnya yang up to date.
(2) Bagi penulis, memberikan tambahan pengetahuan tentang penerapan kebijakan
tax planning atas pajak penghasilan badan pada perusahaan yang telah
dipelajari melalui teori di masa perkuliahan dan mencoba memberikan masukan
bagi perusahaan untuk mengambil keputusan dalam pelaksanaan kegiatan
operasi dalam mencapai laba maksimum, melalui perencanaan pajak.
(3) Bagi pihak lain sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya yang ingin
mengetahui dan menambah wawasan tentang tax planning atas pajak
penghasilan.
1.4
Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis membatasi penelitian pada:
(1) Proses Tax planning menggunakan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.
7
(2) Jenis tax planning yang digunakan adalah tax planning domestik nasional
(national tax planning) dengan menggunakan data dalam laporan keuangan,
yaitu laba-rugi dan PT Semen Tonasa Pangkep.
(3) Obyek penelitian yang akan diteliti dibatasi pada PT Semen Tonasa Pangkep.
(4) Penerapan tax planning terbatas pada peminimalan beban Pajak penghasilan
(PPh) berdasarkan laporan keuangan tahun 2012.
1.5
Sistematika Penulisan
Berikut ini penulis sajikan uraian singkat materi pokok yang akan dibahas
pada masing-masing bab, sehingga dapat memberikan gambaran menyeluruh
tentang penulisan ini.
BAB I
:
Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II
:
Tinjauan pustaka
Bab ini berisi teori yang menjadi landasan dalam penyusunan skripsi
ini.
BAB III
:
Metode penelitian
Bab
ini
berisi
lokasi
penelitian,
desain
penelitian,
metode
pengumpulan data, jenis dan sumber data serta metode analisis dan
terhadap objek penelitian.
BAB IV
:
Gambaran umum perusahaan
Bab ini berisi tentang sejarah dan perkembangan perusahaan visi dan
misi, lokasi perusahaan dan struktur organisasi perusahaan.
BAB V
:
Hasil dan Pembahasan
Bab ini menguraikan deskripsi penelitian, antara lain mengenai
kebijakan akuntansi perusahaan yang berkaitan dengan tax planning,
serta penyajian laporan keuangan.
8
BAB VI
:
Simpulan dan Saran
Bab ini berisi simpulan dari penelitian dan saran-saran yang dapat
penulis berikan kepada perusahaan tempat penulis melakukan
sesuatu.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pajak
Penerapan pajak pada PT Semen Tonasa didukung oleh beberapa konsep
yang memberikan penguatan dalam memahami substansi pajak yang diterapkan di
Indonesia. Mardiasmo (2002:13) mendefinisikan pajak sebagai iuran rakyat kepada
kas negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan jasa timbal
balik (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran dalam bentuk pelayanan kepada umum. Misalnya
pelayanan kesehatan, pendidikan, penerangan jalan, keamanan dan sebagainya.
Penarikan pajak secara yuridis dapat dipaksakan atau ditagih secara paksa oleh
wajib pajak (WP) dalam jangka waktu tertentu, maka penagihan dapat dilakukan
secara kekerasan, seperti melalui surat paksa, sita, lelang dan sandera.
Sommerfeld (1998:1) memberikan pengertian pajak sebagai berikut pajak
adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta
kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa mendapat suatu imbalan
kembali yang langsung dan seimbang, agar pemerintah melaksanakan tugastugasnya menjalankan pemerintahan.
Ray M. Sommer dkk dalam Barata (1999:4) menyatakan bahwa “a tax can be
defined meaningfully as any no penal yet compulsory transfer of resources from the
private to the public sector, levied on the basis of predetermined criteria without
reference to specific benefits received, so as to accomplish some of a nation’s
economic and social objectives”. Pendapat lain dikemukakan oleh Rochmat
Soemitro dalam Brotodihadjo (1986:6) menyatakan bahwa pajak adalah peralihan
kekayaan dari pihak rakyat kepada negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan
„surplusnya‟ digunakan untuk „public saving‟ yang merupakan sumber utama untuk
membiayai „public investment‟.
9
10
Smeets dalam Judisseno (1999:4) menyatakan bahwa pajak adalah prestasi
kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang
dipaksakan tanpa ada kontra prestasi yang ditunjukkan dalam hal individual, untuk
membiayai pengeluaran pemerintah.
Berdasarkan pengertian para ahli di atas, maka disimpulkan bahwa pajak
adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta
kepada sektor pemerintah (kas negara) berdasarkan Undang-undang atau
peraturan, sehingga dipaksakan, tanpa ada kontra prestasi yang langsung dan
seimbang yang ditunjukkan secara individual dan hasil penerimaan pajak tersebut
merupakan sumber penerimaan negara yang akan digunakan untuk pengeluaran
pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Dari
pengertian-pengertian di atas terdapat 4 (empat) karakteristik atau ciri-ciri yang
melekat pada pengertian pajak sebagaimana dikemukakan oleh Muqodim
(1999:147) yaitu:
1. Pajak adalah pengalihan sumber-sumber dari sektor swasta ke sektor negara.
Artinya, bahwa yang berhak melakukan pemungutan pajak adalah negara, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
2. Berdasarkan Undang-Undang, artinya walaupun negara mempunyai hak untuk
memungut pajak namun pelaksanaannya harus memperoleh persetujuan dari
wakil-wakil rakyat dengan menyetujui Undang-Undang.
3. Tanpa imbalan dari negara yang langsung ditunjuk secara individual. Imbalan
tersebut tidak diperuntukkan bagi rakyat secara individual dan tidak dihubungkan
secara langsung dengan besarnya pajak.
4. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun
pengeluaran pembangunan.
Indonesia sebagai negara hukum telah menempatkan landasan pemungutan
pajak dalam Undang-Undang Dasarnya. Pasal 23 ayat 2 UUD 1945 menetapkan
bahwa: “… segala pajak untuk keperluan negara harus berdasarkan UndangUndang”.
11
Kemudian dari penjelasan pasal per pasal terlihat bahwa para pendiri
Republik ini menyadari sepenuhnya betapa mendasar dan penting arti peranan
pajak untuk kelangsungan hidup negara, sehingga azas keadilan dan kepastian
hukum perlu di atur secara jelas dan nyata. Munawir (1999:3) memberikan definisi
pajak yaitu sebagai suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari kekayaan
kepada negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut
peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dipaksakan, tetapi tidak ada
jasa balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.
Berdasarkan definisi tersebut di atas, ditarik suatu kesimpulan bahwa pihak
dan aspek yang terlibat dalam perpajakan meliputi unsur-unsur pemerintah,
masyarakat, aspek peraturan dan undang-undang serta aspek kepentingan umum.
Pudyatmoko (2004:3) memberikan definisi pajak yaitu iuran pada negara
yang dapat dipaksakan yang tertuang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Brotodihardjo (2003:4) menyatakan bahwa pajak adalah prestasi yang
dipaksakan sepihak oleh dan tertuang kepada penguasa (menurut norma-norma
yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata
digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
Bohari (2006:24) mendefinisikan pajak sebagai iuran wajib berupa uang atau
barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna
menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.
Mardiasmo (2002:25) memberikan ciri-ciri yang melekat pada pengertian
pajak yaitu: (i) pajak dipungut berdasarkan undang-undang, (ii) jasa timbal balik
12
(kontra prestasi) tidak dapat ditunjukkan secara langsung, (iii) pajak dipungut oleh
pemerintah, (iv) pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah
dan (v) pemungutan pajak dapat dipaksakan karena bersifat yuridis.
Fungsi pemerintah dalam perpajakan adalah sebagai pemrakarsa terjalinnya
hubungan antara masyarakat dan pemerintah dalam pemungutan pajak. Bentuk
jalinan hubungan perpajakan antara pemerintah dalam undang-undang Perpajakan,
agar masing-masing mempunyai interpretasi yang sama mengenai sistem
perpajakan
yang
sedang
dijalankan
dalam
negara.
Mardiasmo
(2002:74)
menyatakan bahwa fungsi pajak terdiri atas fungsi budgeter dan fungsi mengatur
(regulerend). Fungsi budgeter yaitu fungsi pajak untuk mengisi kas negara dalam
rangka menjalankan pemerintahan. Peranan pajak sebagai fungsi budgeter
dianalisis dengan membaca Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
penerimaan negara dari pemungutan pajak-pajak negara dalam APBN merupakan
bagian dari penerimaan atau pendapatan dalam negeri, di mana jumlah penerimaan
dalam negeri ini bila melebihi belanja rutin, maka sisanya merupakan fungsi
tabungan.
Fungsi mengatur (regulerend) yaitu fungsi pajak untuk ikut mempengaruhi
kebijaksanaan pemerintah di bidang ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik. Fungsi
mengatur pajak-pajak negara diarahkan untuk merangsang investor, baik asing
maupun nasional untuk menanam modalnya di Indonesia. Gebrakan yang dilakukan
pada waktu itu adalah dengan diterbitkannya Instruksi Presiden No. 6 Tahun 1979
tentang Kebijakan Perpajakan, yang memberikan arahan strategis peningkatan
penerimaan negara dari sektor pajak melalui keterbukaan antara fiscus sebagai
pemungut pajak dengan wajib pajak yang dibebani harus membayar pajak.
Pajak merupakan sarana yang digunakan oleh pemerintah memperoleh dana
dari rakyat yang digunakan untuk membiayai pengelolaan negara yang berupa
pembangunan fisik maupun non fisik. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang
13
berlangsung
terus
menerus dan
berkesinambungan
yang
bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk pembiayaan pembangunan tersebut
dibutuhkan dana yang cukup besar, sebagian besar dananya berasal dari
pendapatan sektor pajak. Menurut Rochmad (1999:5) pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) tidak
mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung ditujukan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.
Setiawan (2002:2) pajak memiliki dua fungsi yaitu sebagai budgetair
(penerimaan
negara)
dan
regulered
(fungsi
mengatur).
Fungsi
budgetair
menjelaskan bahwa pajak merupakan sumber dana yang diperuntukkan untuk
pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah, sehingga penerimaan pajak
dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada pos sumber
penerimaan dalam negeri. Sedangkan fungsi regulered menjelaskan bahwa pajak
digunakan sebagai alat untuk mengatur dalam kebijakan ekonomi dan sosial.
Pada kebijakan ekonomi, pajak dapat melindungi produk dalam negeri bisa
bersaing dengan barang-barang dari luar negeri dengan menerapkan pajak yang
tinggi atas produk impor dan pemberian fasilitas pajak (pembahasan/keringanan)
bagi investor asing untuk menanamkan investasinya dalam negeri, sehingga
pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan. Sementara pada kebijakan sosial, agar
budaya rakyat mencintai produk dalam negeri meningkat, maka pajak atas produk
impor ditinggikan akibatnya harga menjadi mahal. Dengan mahalnya, maka budaya
mencintai produk luar dapat ditekan. Selain itu, dikenakan tarif pajak yang tinggi atas
minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan.
Agar pemungutan pajak kepada rakyat mencapai tujuannya, maka
pemungutan pajak harus memegang teguh asas-asas pemungutan, sehingga ada
keserasian pemungutan dengan tujuannya. Adam Smith dalam Setiawan (2002:2)
memberikan 5 (lima) asas pemungutan pajak yaitu:
14
1. Asas menurut falsafah hukum asas keadilan dan merata (Equality). Adil dan
merata artinya pemungutan pajak yang dikenakan kepada wajib pajak harus
sebanding dengan kemampuan membayar pajak dan sesuai dengan manfaat
yang diterimanya. Adil menunjukkan bahwa beban pajak yang dipikul oleh
masing-masing wajib pajak sesuai dengan kemampuan dan manfaat yang
diterimanya.
2. Asas kepastian (Certainty) yaitu penetapan besarnya pajak yang dibebankan
kepada wajib pajak tidak sewenang-wenang, oleh karena itu wajib pajak harus
mengetahui dasar penghitungan pajak, kapan harus dibayar dan batas
pembayarannya.
3. Asas ketepatan (Convenience) yaitu dalam pemungutan pajak sebaiknya
memperhatikan saat-saat wajib pajak tidak mengalami kesulitan membayar
pajak, misalnya pajak dipungut pada saat wajib pajak memperoleh penghasilan.
4. Asas ekonomi (Economy) yaitu asas dalam pemungutan pajak harus
memperhatikan biaya dan perolehan pajak, sehingga pemungutan pajak harus
efisien sesuai dengan fungsi pajak.
Menurut Brotodihardjo (2000:3) dalam pelaksanaan pemungutan pajak, juga
memiliki asas pemungutan yang berdasarkan asas:
1. Falsafah hukum yang mengedepankan keadilan. Untuk menciptakan keadilan
muncul beberapa teori yaitu:
a. Teori asuransi yang terdapat pembayaran premi berfungsi sebagai biaya
untuk mengganti apabila pemegang polis mendapat musibah.
b. Teori kepentingan yang menyatakan bahwa beban pajak yang dibebankan
kepada wajib pajak harus disesuaikan dengan kepentingan masing-masing
wajib pajak kepada negara.
c. Teori gaya pikul mengandung maksud bahwa dasar keadilan pajak adalah
jasa negara yang diberikan kepada rakyatnya yaitu melindungi harta dan
jiwa.
15
d. Teori buku menunjukkan bahwa pajak mutlak dipungut kepada rakyat di lain
pihak rakyat harus menunjukkan baktinya kepada negara. Bakti rakyat
kepada negara dibuktikan dengan membayar pajak.
2. Asas yuridis yang menyatakan bahwa keadilan pemungutan pajak harus
memberikan jaminan hukum kepada wajib pajak dan pihak pemungutan pajak
(negara). Oleh karena itu, pemungutan pajak harus berdasarkan undangundang.
3. Asas ekonomis menekankan bahwa pemungutan pajak jangan sampai
mengganggu perekonomian rakyat, sehingga pemungutan pajak diupayakan
jangan sampai menurunkan produktivitasnya pada akhirnya mengganggu
kelancaran perekonomian negara.
Suprapti (2002:6) menyatakan bahwa sistem pelaksanaan pemungutan pajak
terdiri atas tiga sistem yaitu official assessment system, self assessment system dan
with holding system. Official assessment system memberikan wewenang kepada
pemerintah (pemungut pajak)untuk menentukan besarnya pajak yang terutang,
dalam sistem ini wajib pajak bersifat pasif dan timbulnya pajak yang terutang
berdasarkan Surat Keterangan Pajak yang diterbitkan oleh Fiskus (pemerintah). Self
assessment system menunjukkan bahwa wajib pajak diberi wewenang untuk
menghitung, membayar dan melaporkan pajak yang terutang atau yang harus
dibayar. Ciri sistem ini wajib pajak dituntut bersifat aktif dan harus betul-betul
memahami dan mengerti pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan. Pihak Fiskus
(pemerintah) hanya bertindak sebagai pengawas atau pelaksanaan undang-undang
pajak. Sedangkan with holding system memberikan wewenang kepada pihak ketiga
untuk menetapkan memotong atau memungut besarnya pajak terutang oleh wajib
pajak. Sistem ini melibatkan lembaga pemungut pajak di luar fiskus (pemerintah).
Pajak merupakan suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan
dari sektor swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa
16
mendapat suatu imbalan kembali yang langsung dan seimbang, agar pemerintah
dapat melaksanakan tugas-tugasnya menjalankan pemerintahan. Pembagian pajak
menurut golongannya terdiri dari pajak langsung dan pajak tidak langsung. Muqodim
(1999:4) menjelaskan bahwa secara ekonomis pajak langsung adalah pajak yang
dimaksudkan untuk dipikul sendiri oleh yang membayarnya. Pajak jenis ini tidak bisa
dilimpahkan kepada orang lain. Ditinjau dari segi tata usaha negara, pajak langsung
adalah pajak yang dikenakan secara berkala, misalnya setiap tahun, setiap bulan
dan sebagainya. Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang dimaksudkan
dapat dilimpahkan atau dibebankan oleh yang membayar kepada pihak lain atau
pemikul. Ditinjau dari segi tata usaha negara, pajak tidak langsung adalah pajak
yang pengenaannya tidak dilakukan secara berkala. Pengenaan pajak tidak
langsung biasanya dikaitkan dengan tindakan, perbuatan dan kejadian.
Perpajakan bukanlah monopoli pemerintah, melainkan melibatkan banyak
pihak dan aspek. Dalam melakukan penghitungan pajak sangat penting untuk
mengetahui terlebih dahulu keadaan-keadaan, perbuatan dan peristiwa yang
melibatkan obyek, subyek dan tarif pajak yang merupakan tiga aspek terkait yang
tak terpisahkan. Kendati demikian, masalah penghitungan, pemotongan, penyetoran
dan pelaporan pajak tidak hanya terdiri dari tiga aspek terkait tersebut, tetapi lebih
dari itu. Keberadaan ketiga aspek tersebut harus diperkuat dengan peraturanperaturan yang mendasarinya. Keberadaan ketiga aspek terkait yaitu obyek, subyek
dan tarif mendasari hubungan antara fiskus dan wajib pajak.
2.2 Manajemen Pajak
Upaya untuk melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan
melalui manajemen pajak. Sophar mendefinisikan bahwa manajemen pajak adalah
sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak
dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang
diharapkan.
17
Tujuan manajemen pajak terbagi dua, yakni:
(1) Menerapkan peraturan perpajakan secara benar;
(2) Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya;
Tujuan dari manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen
pajak yang terdiri dari:
(1) Perencanaan pajak (Tax Planning)
(2) Pelaksanaannya kewajiban perpajakan (Tax Implementation);
(3) Pengendalian pajak (Tax Control).
Tax Planning adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini
dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan, dengan
maksud dapat diseleksi jenis tindakan pengemasan pajak yang akan dilakukan.
Pada umumnya penekanan tax planning adalah untuk meminimumkan kewajiban
pajak.
Setidaknya terdapat 3 hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan
pajak yaitu:
(1) Tidak melanggar ketentuan perpajakan. Bila suatu tax planning ingin
dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan, buat Wajib Pajak
merupakan resiko yang sangat berbahaya dan mengancam keberhasilan tax
planning tersebut.
(2) Secara bisnis masuk akal, karena tax planning itu merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari perencanaan menyeluruh perusahaan baik jangka panjang
maupun jangka pendek maka perencanaan pajak yang tidak masuk akal akan
memperlemah perencanaan itu sendiri.
(3) Bukti-bukti pendukungnya memadai, misalnya dukungan perjanjian, faktur dan
juga perlakuan akuntansinya.
Tujuan dari Tax Planning seperti diutarakan James W. Pratt, et.al adalah the
obvious goal of most tax planning is the minimization of the amount that a person or
other entity must transfer to the government.
18
Tujuan tax planning secara lebih khusus ditujukan untuk memenuhi hal hal
sebagai berikut:
(1) Menghilangkan/menghapus pajak sama sekali;
(2) Menghilangkan/menghapus pajak dalam tahun berjalan;
(3) Menunda pengakuan penghasilan;
(4) Mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain;
(5) Memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dengan membentuk badan
usaha baru;
(6) Menghindari pengenaan pajak ganda;
(7) Menghindari bentuk penghasilan yang bersifat rutin atau membentuk,
memperbanyak, atau mempercepat pengurangan pajak.
Manfaat Tax Planning itu sendiri ialah:
(1) Penghematan kas keluar, karena pajak yang merupakan unsur biaya dapat
dikurangi;
(2) Mengatur aliran kas, karena dengan perencanaan pajak yang matang dapat
diestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran
sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat.
Apabila pada tahap tax planning telah diketahui faktor-faktor yang akan
dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak maka langkah selanjutnya
adalah mengimplementasikan baik secara formal maupun material. Harus dipastikan
bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah memenuhi perpajakan yang
berlaku. Manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar peraturan dan jika
dalam pelaksanaannya menyimpan dari peraturan yang berlaku maka praktek
tersebut telah menyimpan dari tujuan manajemen pajak.
Untuk dapat mencapai tujuan manajemen pajak ada hal yang perlu dikuasai
dan dilaksanakan, yaitu :
19
(1) Memahami ketentuan peraturan perpajakan;
(2) Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat.
Pengendalian pajak merupakan langkah akhir dalam manajemen pajak.
Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah
dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi
persyaratan formal maupun material. Pengendalian pajak dapat dilakukan melalui
penelahaan pajak (tax review).
2.3 Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Menurut Crumbley, et.al (1994:300) “Tax planning is the systematic analysis
of differing tax option aimed at the minimization of tax liability in current and future
tax periods” (Perencanaan pajak adalah sistem analisa dalam meminimalkan
kewajiban perpajakan dalam waktu berjalan dan pada periode yang akan datang).
Adapun menurut Zain (2003:67) Tax Planning atau Perencanaan Pajak
adalah merupakan tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi
pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada
konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengandaian tersebut dapat
mengefisienkan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang
disebut sebagai penghindaran pajak (Tax avoidance) yang merupakan perbuatan
legal yang masih dalam ruang lingkup peraturan perundang undangan perpajakan
dan bukan penyelundupan pajak (tax evation).
Sedangkan menurut Suandy (2003:7) Perencanaan pajak adalah tahap awal
dalam penghematan pajak. Strategi penghematan pajak disusun pada saat
perencanaan. Perencanaan pajak merupakan upaya legal yang bisa dilakukan oleh
wajib pajak. Tindakan tersebut legal karena penghematan pajak hanya dilakukan
dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur (loopholes).
Secara umum tax planning didefinisikan sebagai proses mengorganisasikan
usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga hutang
20
pajaknya baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya berada dalam posisi
yang minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang
undangan yang berlaku.
Tax Planning sebenarnya bagian dari manajemen pajak. Tujuan dari
manajemen pajak umumnya sama dengan tujuan manajemen keuangan yaitu
memperoleh likuiditas dan laba yang cukup. Manajemen pajak disini didefinisikan
sebagai memenuhi kewajiban pajak yang benar, tetapi jumlah pajak dapat ditekan
serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Dengan
demikian, dikemudian hari tidak terjadi restitusi pajak atau kurang bayar yang
mengakibatkan denda dan kewajiban-kewajiban hukum lainnya.
Tujuan tax planning secara lebih khusus ditujukan untuk memenuhi hal-hal
sebagai berikut:
a.
Menghilangkan/menghapus pajak sama sekali
b.
Menghilangkan/menghapus pajak dalam tahun berjalan
c.
Menunda pengakuan penghasilan
d.
Mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain
e.
Memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dengan membentuk usaha
baru
f.
Menghindari pengenaan pajak ganda
g.
Menghindari bentuk penghasilan yang bersifat rutin atau teratur atau
membentuk, memperbanyak atau mempercepat pengurangan pajak.
Tax Planning sebagai bagian dari kegiatan manajemen memiliki beberapa
manfaat yang berguna bagi perusahaan yang melaksanakan kegiatan usaha dalam
pencapaian laba maksimum. Ada 4 hal penting yang dapat diambil sebagai
keuntungan dari melaksanakan Tax Planning yaitu:
a.
Penghematan kas keluar, pajak dianggap sebagai unsur biaya yang dapat
diefisienkan. Penghematan kas untuk pembayaran biaya-biaya yang ada di
21
perusahaan, termasuk biaya pajak harus dipertimbangkan sebagai faktor yang
akan mengurangi laba. Dengan membayar pajak seefisien mungkin perusahaan
dapat bertindak sebagai wajib pajak yang taat sekaligus tidak menunggu cash
flow dari perusahaan.
b.
Mengatur aliran kas, karena dengan tax planning yang dikelola secara cermat,
perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat, mengestimasi
kebutuhan kas terhadap pajak. Hal ini akan menolong perusahaan dalam
pelaksanaan kegiatan operasional perusahaan berdasarkan anggaran yang
telah disusun pada periode sebelumnya.
c.
Menentukan waktu pembayaran, sehingga tidak terlalu awal atau terlambat
yang mengakibatkan denda atau sanksi. Kewajiban perpajakan dapat
dilaksanakan
dengan
on
time,
artinya
perusahaan
telah
melakukan
penghematan atas sanksi atau denda yang terjadi bila terjadi keterlambatan dan
atau kesalahan atas kewajiban perpajakan perusahaan.
d.
Membuat data-data terbaru untuk meng-update peraturan perpajakan. Tindakan
ini berguna untuk menyingkapi peraturan perpajakan yang berubah setiap
waktu, sehingga perusahaan tetap mengetahui kewajiban-kewajiban dan hak –
hak perusahaan sebagai wajib pajak.
Umumnya tax planning banyak diterapkan oleh wajib pajak badan, dalam hal
ini badan usaha yang besar, dengan tujuan untuk mengatur pembayaran pajak,
khususnya untuk mengelak dari pengenaan pajak penghasilan lapisan ke 3 yaitu
lebih dari 50 juta dengan tarif 30%-PPh pasal 17. Misalnya sebuah perusahaan
memiliki laba sebelum pajak Rp100 juta. Pajak penghasilan yang harus dibayarkan
sesuai dengan undang-undang Pajak Penghasilan No.10 Tahun 1994 pasal 17
adalah :
10% x Rp.25.000.000 = Rp
2.500.000
15% x Rp.25.000.000 =
3.750.000
Rp
25% x Rp. 50.000.000 = Rp 12.500.000
Jumlah pajak penghasilan Rp. 18.750.000
22
Jumlah pajak penghasilan yang terutang adalah Rp. 18.750.000, hampir
seperempat dari laba perusahaan. Apabila dilakukan tax planning, jumlah sebesar
Rp. 18.750.000 ini bisa ditekan dan tentu saja akan menguntungkan bagi
perusahaan.
Jenis-jenis tax planning (Suandy, 2003:116) dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
(1) Perencanaan Pajak Nasional (National Tax Planning) yaitu perencanaan yang
dilakukan berdasarkan undang-undang domestik. Dalam perencanaan pajak
nasional pemilihan atas dilaksanakannya atau tidak suatu transaksi hanya
bergantung terhadap transaksi tersebut. Artinya untuk menghindari/mengurangi
pajak, wajib pajak dapat memilih jenis transaksi apa yang harus dilaksanakan
sesuai dengan hukum pajak yang ada, misalnya akan terkena tarif pajak khusus
final atau tidak.
(2) Perencanaan Pajak Internasional (Intenational Tax Planning) yaitu perencanaan
pajak yang dilakukan berdasarkan undang-undang domestik dan juga harus
memperhatikan perjanjian pajak (tax treaty)dan undang-undang dari negaranegara yang terlibat. Dalam perencanaan pajak internasional yang dipilih adalah
negara (yuridikasi) mana yang akan digunakan untuk suatu transaksi.
Strategi dalam tax planning
a. Tax saving
Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif
pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, perusahaan yang
memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp. 100 juta dapat melakukan
perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk
uang.
b. Tax avoidance
Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari
pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak.
23
Misalnya, perusahaan yang masih mengalami kerugian, perlu mengubah
tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura karena
natura bukan merupakan objek pajak PPh pasal 21. Dengan demikian, terjadi
penghematan pajak.
c. Menghindari pelanggaran atas peraturan perpajakan
Dengan
menguasai
peraturan
pajak
yang
berlaku,
perusahaan
dapat
menghindari timbulnya sanksi perpajakan, antara lain:
-
Sanksi administrasi berupa denda, bunga atau kenaikan
-
Sanksi pidana atau kurungan
d. Menunda pembayaran kewajiban pajak
Menunda pembayaran pajak kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang
berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran pajak PPN. Penundaan
ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas
waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini,
penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah
bulan penyerahan barang.
e. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan
Wajib pajak sering juga memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak
yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka. Misalnya, PPh
Pasal 22 atas pembelian solar dan/atau impor dan fiskal luar
negeri atas
perjalanan dinas pegawai.
Jadi dapat disimpulkan, ada strategi-strategi yang dapat diambil oleh wajib
pajak (terutama badan) dalam usahanya melakukan tax planning dengan tujuan
mengatur atau dengan kata lainmenimbulkan jumlah pajak yang harus dibayar.
Diantara strategi-strategi tersebut ada yang legal maupun ilegal.Untuk strategistrategi atau cara-cara yang legal sesuai dengan aturan undang-undang yang
24
berlaku, biasanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-ha yang tidak diatur dalam
undang-undang atau dalam hal ini memanfaatkan celah-celah yang ada dalam
undang-undang perpajakan (loopholes).
Petunjuk praktis dalam melakukan tax planning
1)
Mengusahakan agar terdapat penghasilan yang stabil untuk menghindarkan
pengenaan pajak dari kelas penghasilan yang tarifnya tinggi (top rate
bracketsz).
2)
Mempercepat atau menunda beberapa penghasilan dan biaya-biaya untuk
memperoleh keuntungan dari kemungkinan perubahan tarif pajak yang tinggi
atau yang rendah, seperti penangguhan PPN, PPN yang ditanggung
pemerintah dan seterusnya.
3)
Menyebarkan penghasilan menjadi penghasilan dari beberapa wajib pajak,
seperti pembentukan group-group perusahaan.
4)
Menyebarkan
penghasilan
menjadi penghasilan
beberapa
tahun
untuk
mencegah penghasilan tersebut termasuk dalam kelas penghasilan yang
tarifnya tinggi dan tunda pembayaran pajaknya, seperti penjualan cicilan, kredit
dan seterusnya.
5)
Transformasikan penghasilan biasa menjadi capital gain jangka panjang.
6)
Mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketentuan-ketentuan mengenai
pengecualian dan potongan-potongan.
7)
Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sedemikian rupa sehingga dapat
diatur secara keseluruhan penggunaan tarif pajak, potensi menghasilkan
kerugian-kerugian dan asset yang dapat dihapus.
8)
Mempergunakan yang dari hasil pembebasan pengenaan pajak untuk keperluan
perluasan perusahaan yang mendapatkan kemudahan-kemudahan.
Dalam arus globalisasi dan tingkat persaingan yang semakin tajam, seorang
manajer
dalam membuat
suatu
perencanaan
pajak sebagaimana
strategi
25
perencanaan perusahaan secara keseluruhan (global company strategy) juga harus
memperhitungkan adanya kegiatan yang bersifat lokal maupun internasional,
sehingga penerapan tax planning dapat berhasil sesuai yang diharapkan, maka
menurut Erly Suandy (2003:14) perencanaan itu seharusnya dilakukan melalui
berbagai urutan tahap-tahap berikut:
(1) Analisis Informasi yang ada (Analysis Of The Existing Data Base)
Tahap pertama dari proses pembuatan tax planning adalah menganalisis
komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan
menghitung seakurat mungkin beban pajak yang arus ditanggung.
Ini hanya bisa dilakukan dengan mempertimbangkan masing-masing
elemen dari pajak, baik secara sendiri-sendiri maupun secara total pajak yang
harus dapat dirumuskan sebagai tax planning yang paling efisien. Penting untuk
memperhitungkan kemungkinan besarnya penghasilan suatu proyek dan
pengeluaran-pengeluaran lain diluar pajak yang mungkin terjadi. Untuk itu
seseorang manajer perpajakan harus memperhatikan faktor-faktor baik dari segi
internal maupun eksternal, yaitu:
a. Fakta dan Relevan
Dalam arus globalisasi serta tingkat persaingan yang semakin
kompetitif
maka
seorang
manajer
perusahaan
dalam
melakukan
perencanaan pajak untuk perusahaan dituntut harus benar-benar menguasai
situasi yang dihadapi, baik dari segi internal maupun eksternal dan selalu
dimutakhirkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi agar tax planning
dapat dilakukan secara tepat dan menyeluruh terhadap situasi maupun
transaksi-transaksi yang mempunyai dampak dalam perpajakan.
b. Faktor Pajak
Dalam menganalisis setiap permasalahan yang dihadapi dalam
penyusunan tax planning adalah tidak terlepas dari dua hal yang berkaitan
dengan faktor-faktor pajak:
26
-
Menyangkut sebuah tipe perpajakan nasional yang dianut oleh suatu
negara.
-
Sikap fiskus dalam menafsirkan peraturan perpajakan, baik undangundang domestik maupun tax treaty.
c. Faktor Non Pajak Lainnya
Beberapa faktor bukan pajak yang relevan untuk diperhatikan dalam
penyusunan suatu tax planning antara lain:
-
Masalah badan hukum
Sistem hukum yang berbeda terdiri dari berbagai tipe daripada
perusahaan. Pemilihan bentuk usaha yang diusulkan sering dibuat
sebagai fungsi daripada seluruh peraturannya (baik untuk pajak
maupun bukan pajak) dalam rangka administrasi pembentukan dan
pembubarannya.
-
Masalah mata uang dan nilai tukar
-
Dalam ruang lingkup tax planning yang bersifat internasional masalah
nilai tukar uang mempunyai dampak yang besar terhadap finansial
suatu perusahaan. Nilai tukar mata uang yang berfluktuasi atau tidak
stabil memberikan resiko usaha yang cukup tinggi. Apalagi jika ada
masalah devaluasi maupun revaluasi. Dari dampak finansial tentunya
berakibat pada posisi laba rugi, apalagi bila terdapat banyak transaksi
baik ekspor/impor maupun pinjaman dalam bentuk mata uang asing.
-
Masalah pengendalian devisa
Sistem pengendalian devisa yang dianut suatu negara menjadi bahan
pertimbangan
penting
terutama
jika
suatu
negara
menganut
pembatasan/larangan untuk mengadakan pertukaran atau transfer
dana dari transaksi internasional ataupun adanya larangan untuk
meminjam uang atau menarik uang diluar tanpa adanya ijin bank
27
sentral/menteri keuangan. Berbagai macam aturan yang dibuat
tentunya menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk
menanamkan modalnya atau tidak, karena perhitungan laba rugi
akhirnya selalu menjadi patokan dasar dalam mengambil keputusan.
-
Masalah program intensif investasi
Masalah program intensif yang ditawarkan negara tertentu memberikan
pilihan bagi wajib pajak untuk melakukan investasi/pemekaran usaha
pada suatu lokasi negara tertentu. Intensif investasi yang merangsang
bisa serupa pemberian pinjaman dengan tarif bunga rendah, bebas
bunga ataupun adanya pemberian bantuan dari pemerintah.
-
Masalah faktor bukan pajak lainnya
Faktor bukan pajak lainnya seperti hukum dan sistem administrasi yang
berlaku,
kestabilan
ekonomi dan
politik,
tenaga
kerja,
pasar,
ada/tidaknya negara profesional, fasilitas perbankan, iklim usaha,
bahasa, sistem akuntansi, kesemuanya harus dipertimbangkan dalam
penyusunan tax planning terutama berkaitan dengan pemilihan lokasi
investasi, apakah berupa cabang, subsidiary atau untuk keperluan
lainnya.
(2) Buat Satu Model Atau Lebih Rencana Besarnya Pajak
Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih tindakan
berikut ini:
a. Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional. Hampir
semua perpajakan internasional, paling tidak ada dua negara yang
ditentukan lebih dahulu. Dari sudut pandang perpajakan dalam hal ini proses
perencanaan, tidak bisa berada diluar dari tahapan pemilihan transaksi,
operasi dan hubungan yang paling menguntungkan. Metode yang harus
ditetapkan dalam menganalisis dan membandingkan beban pajak maupun
pengeluaran lainnya dari suatu proyek adalah:
28
-
Apabila tidak ada rencana pembatasan minimum pajak yang diterapkan
-
Apabila ada rencana pembatasan minimum diterapkan, berhasil
ataupun gagal.
b. Pemilihan dari negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau
menjadi residen
dari negara
tersebut.
Dalam rencana
perpajakan
internasional mungkin diberi perlakuan khusus dengan memilih antara dua
atau lebih kemungkinan investasi di negara-negara berbeda.
c. Penggunaan satu atau lebih negara tambahan. Dalam banyak kasus,
pertimbangan penghematan pajak tidak hanya dipengaruhi oleh pemilihan
yang
hati-hati
dari
bentuk
transaksi,
operasi
maupun
hubungan
internasional, tetapi juga oleh penggunaan satu atau lebih negara sebagai
tambahan dari negara yang bersangkutan yang sudah ada dalam data base.
Perencanaan pajak internasional sebetulnya merupakan perluasan yang
sederhana dari perencanaan pajak nasional.
Dalam membuat model pengaturan yang paling tepat, penting sekali
untuk mempertimbangkan:
-
Apakah kepemilikan dari berbagai hak, surat berharga, dan lain-lain
harus dikuasakan kepada satu atau lebih perusahaan, individu, atau
kombinasi dari semuanya itu.
-
Adakah hubungan antara berbagai individu dan entitas
-
Sampai saat ini ole karena hal ini belum ditentukan lebih dahulu,
dimana entitas demikian harus ditempatkan.
(3) Evaluasi Atas Perencanaan Pajak
Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan merupakan bagian kecil
dari seluruh perencanaan strategik perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan
evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan
pajak terhadap beban pajak. Evaluasi tersebut meliputi:
29
a. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan?
b. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil dengan baik?
c. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tetapi gagal?
(4) Mencari Kelemahan dan Memperbaiki Kembali Rencana Pajak (Debugging The
Tax Plan)
Hasil suatu
tax planning bisa dikatakan baik atau tidak tentunya harus
dievaluasi melalui berbagai rencana yang dibuat. Dengan demikian keputusan
yang terbaik atas suatu tax planning harus sesuai dengan bentuk transaksi dan
tujuan operasi .Perbandingan berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin
sesuai bentuk tax planning yang didinginkan. Kadang suatu rencana harus
diubah
mengingat
adanya
perubahan
peraturan
perundang-undangan.
Tindakan perubahan (up to date planning) tersebut harus tetap dijalankan.
Walaupun diperlukan penambahan biaya atau kemungkinan keberhasilan
yang sangat kecil. Sepanjang masih besar penghematan pajak (tax saving)
yang bisa diperoleh, rencana tersebut harus tetap dijalankan, karena
bagaimanapun juga kerugian yang ditanggung merupakan kerugian minimal.
Jadi tetap akan sangat membantu jika pembuatan suatu rencana disertai
dengan pemberian gambaran beberapa presentase kesuksesan dan di lain
pihak beberapa potensial laba (benefit) yang akan diperoleh jika berhasil disertai
potensial kerugian (loose) jika terjadi kegagalan.
(5) Memutakhirkan Rencana Pajak (Updating The Tax Planning)
Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah
berjalan, namun juga masih perlu memperhitungkan setiap perubahan yang
terjadi baik dari undang-undang maupun pelaksanaannya di negara dimana
aktivitas tersebut dilakukan yang mungkin mempunyai dampak terhadap
komponen dari suatu perjanjian, yang berkenaan dengan perubahan yang
terjadi diluar negeri atas berbagai macam pajak maupun aktivitas informasi
30
bisnis yang sangat terbatas. Pemutakhiran dari suatu rencana adalah
konsekuensi yang perlu dilakukan sebagaimana dilakukan oleh masyarakat
yang dinamis. Dengan memberikan perhatian terhadap perkembangan yang
akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini, seorang manajer akan mampu
mengurangi akibat yang merugikan dari adanya perubahan, dan pada saat yang
bersamaan akan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat
yang potensial.
2.4 Pajak Penghasilan
Pengenaan Pajak penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya
tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang dikenakan
sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya
rumah atau bangunan. Pada periode sampai pada tahun 1980 terdapat perbedaan
perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang Asia dan Eropa,
dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada
uniformitas dalam perlakuan perpajakan tercatat beberapa jenis pajak-pajak yang
hanya diperlakukan kepada orang Eropa seperti patent duty. Sebaliknya business
tax atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Disamping itu, sejak tahun 1882
hingga 1916 dikenal adanya poll tax yang pengenaannya berdasarkan status
pribadi, pemilikan rumah dan tanah.
Karena desakan kebutuhan dengan makin banyaknya perusahaannya yang
didirikan di Indonesia seperti perkebunan-perkebunan (ondememing),pada tahun
1925 ditetapkan Ordonasi Pajak Perseroan tahun 1925 (Ordnantle op de
Venootschapbelasting)yakni pajak yang dikenakan terhadap laba perseroan, yang
terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan).Ordonasi ini telah mengalami
beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan UU No.8 tahun
Kekayaan 1967 tentang penyempurnaan tata cara pemungutan Pajak pendapatan
1944, pajak kekayaan 1932 dan pajak Perseroan tahun 1925 yang dalam
praktek
31
lebih dikenal dengan UU MPO dan MPS. Perusahaan penting lainnya adalah
dengan UU No. 8 tahun 1970 dimana fungsi mengatur/regulate dimasukkan ke
dalam Ordonasi PPs 1925, khususnya tentang ketentuan “tax holiday”.
Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983,
yakni pada saat diadakannya tax reform. Dengan makin banyak perusahaanperusahaan di Indonesia maka kebutuhan akan mengenakan pajak terhadap
pendapat karyawan perusahaan muncul. Pada tahun 1935 ditetapkanlah Ordonasi
Pajak Upah (loonbelasting) yang memberi kewajiban kepada majikan untuk
memotong Pajak Upah/Gaji yang mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan
15%.Pada zaman perang dunia ke II diberlakukan Orlogsbelasting (Pajak Perang)
menggantikan ordonasi yang ada pada tahun 1946 diganti dengan nama
Overgangsbelasting(Pajak Peralihan).
Dengan UU Nomor 21 tahun 1957 nama pajak peralihan diganti dengan
nama pajak Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord.PPd.1944. Pajak
Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd saja.Ord.PPd.1944 setelah beberapa kali
mengalami perubahan terutama dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan
adanya UU No.8 tahun 1968 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tata cara
Pemungutan Pajak Pendapat 1994,Pajak kekayaan 1932 dan pajak perseroan 1925,
yang lebih dikenal dengan “UU MPO dan MPS”.Perubahan lainnya adalah dengan
UU No.9 tahun 1970 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni
dengan diadakannya tax reform di Indonesia.
Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia sendiri diatur pertama kali dengan
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 dengan penjelasan pada lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 nomor 50. Selanjutnya berturut-turut peraturan ini
diamandemen dan mengalami perubahan sesuai dengan pertimbangan kebutuhan
dalam pengaturan perpajakan:
32
a.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991
b.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, dan
c.
Undang -Undang Nomor 17 Tahun 2000
Subjek pajak diartikan sebagai orang yang dituju oleh undang untuk
dikenakan pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan
dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak (Waluyo,
2006:89).
Menurut Undang-undang No. 17 Tahun 2000 tentang pajak penghasilan,
subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
(1) Subjek pajak pribadi, yaitu setiap orang yang tinggal di Indonesia atau tidak
bertempat tinggal di Indonesia yang mendapatkan penghasilan di Indonesia.
(2) Subjek pajak harta warisan belum dibagi, yaitu warisan dari seseorang yang
sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka
pendapatan itu dikenakan pajak.
(3) Subjek pajak badan, yaitu perkumpulan orang dan/atau modal baik melakukan
usaha maupun tidak melakukan kegiatan usaha. Meliputi, perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
daerah dengan nama dan bentuk usaha apapun seperti firma, kongsi, koperasi,
dana pensiun, perkumpulan, persekutuan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap
dan bentuk badan lainnya.
(4) Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan
dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No .17 Tahun 2000 pasal 4 yang
menjadi objek pajak adalah :
33
(1) Penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk :
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi
bonus, glatifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang ini.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan atau penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
-
Keuntungan karena pengalihan harta kepala perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
-
Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya
karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau
anggota.
-
Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan atau pengambilalihan usaha .
-
Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dalam usaha, pekerjaan , kepemilikan atau penguasaan antara pihak
yang bersangkutan.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya.
34
f. Bunga
termasuk
premium,
diskonto
dan
imbalan
karena
jaminan
pengembalian utang.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi.
h. Royalty.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Premi asuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
(2) Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, penghasilan
dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari
penghasilan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu
lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah.
Pajak pangasilan bersifat final merupakan Pajak Penghasilan yang
pengenaanya sudah final (berakhir) sehingga tidak dapat dikreditkan (dikurangkan)
dari total Pajak Penghasilan terutang pada akhir tahun pajak.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, Pajak Pengasilan yang bersifat final
terdiri atas :
35
(1) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, Bunga obligasi dan
surat utang negara dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi;
(2) Penghasilan berupa hadiah undian;
(3) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivative
yang diperdagangkan di bursa dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan
modal
pada
perusahaan
pasangannya
yang
diterima
ole
perusahaan modal ventura;
(4) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau
bangunan; dan
(5) Penghasilan tertentu lainnya (penghasilan dari pengungkapan ketidakbenaran,
penghentian penyelidikan tindak pidana, dan lain-lain).
Pajak- pajak tersebut selanjutnya dinamakan PPh Pasal 4 ayat (2)UU PPh.
Pajak penghasilan bersifat final selain yang tersebut diatas adalah
(1) PPh final Pasal 17 ayat (2)c UU PPh, yaitu PPh atas dividen yang diterima oleh
wajib pajak orang pribadi;
(2) PPh final pasal 15 terdiri atas;
a. PPh atas jasa pelayaran dalam negeri;
b. PPh atas pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri;
c. PPh atas penghasilan perwakilan dagang luar negeri;
d. PPh atas pola bagi hasil;
e. PPh atas kerjasama bentuk BUT.
PPh final pasal 19, yakni PPh atas Revaluasi asset tetap.
2.5 Meminimalkan Tarif Pajak
Adanya perubahan tarif pajak dari UU No.17 Tahun 2000 menjadi UU No.36
Tahun 2008 membantu menciptakan peluang untuk melakukan tax planning lewat
perubahan tersebut. Perubahan tersebut adalah:
36
1) Tarif PPh No.36 Tahun 2008
a.
WP Orang pribadi :
0-50 juta
5%
50-250 juta
10%
250-500 juta 25%
 500 juta
b.
30%
WP Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 25%
2) Tarif PPh No. 17 Tahun 2000
a.
WP Orang Pribadi :
0-25 juta
5%
25-50 juta
10%
50-100 juta
15%
100-200 juta 25%
 200 juta
b.
WP Badan :
35%
0-50 juta
10%
50-100 juta
15%
 100 juta
30%
Tapi peraturan ini kemudian diperbaharui sehingga untuk Wajib Pajak Badan
dalam negeri dan BUT ditetapkan tarif tunggal sebesar 25% mulai tahun pajak
2010.
Dengan disempurnakannya Undang-Undang perpajakan, berarti kelemahankelemahan di dalam Undang-Undang dan peraturan-peraturan perpajakan sudah
dapat diatasi. Hal ini berarti bahwa beberapa “loopholes” dalam Undang-Undang
perpajakan sebagian besar telah diketahui. Tetapi harus diingat bahwa tidak ada
satu pasal pun didalam Undang-Undang perpajakan di Indonesia yang berlaku, yang
melarang Wajib pajak melakukan manajemen pajak sehingga usaha-usaha
mengelola kewajiban perpajakan dalam manajemen keuangan dengan tepat untuk
tujuan meminimalkan jumlah pajak terutang merupakan tindakan sah dan legal.
37
2.6 Pemilihan Metode Akuntansi
2.6.1
Penyusutan
Mulai tahun 1995, Wajib pajak diperkenankan untuk memilih metode
penyusutan fiscal untuk aktiva tetap berwujud bukan bangunan, yaitu metode
penyusutan garis lurus (straight line) dan kedua, metode penyusutan saldo menurun
(double declining).Dalam memilih metode penyusutan, harus mempertimbangkan
keadaan perusahaan.
Jika perusahaan memperkirakan laba perusahaan yang cukup besar, maka
sebaiknya
perusahaan
menggunakan
metode
penyusutan
saldo
menurun,
sehinngga menghasilkan biaya penyusutan yang besar yang dapat mengurangi laba
kena pajak.Sebaliknya, jika diperkirakan awal-awal tahun investasi belum bisa
memberikan keuntungan, laba yang diperoleh kecil atau timbul kerugian, maka
sebaiknya memilih metode penyusutan garis lurus karena menghasilkan biaya
penyusutan yang lebih kecil.
(1) Penyusutan Berdasarkan Peraturan Perpajakan
Sebagaimana telah diatur dalam pasal 9 ayat (2) UU PPh No. 36 Tahun
2008, bahwa pengeluaran untuk mendapatkan manfaat lebih dari satu tahun
tidak boleh dibebankan sekaligus,melainkan dibebankan melalui penyusutan.
Hal sesuai dengan kelaziman dunia usaha dan selaras dengan prinsip
perbedaan
antara
pengeluaran
dan
penerimaan,
dalam ketentuan
ini
pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan mempertahankan penghasilan
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dapat dikurangkan
sebagai biaya sekaligus pada tahun pengeluarannya. Namun demikian,
perhitungan dan penerapan tarif penyusutan untuk keperluan pajak perlu
diperhatikan dasar hukum penyusutan untuk keperluan pajak perlu diperhatikan
dasar hukum penyusutan fiskal, karena dapat berbeda dengan penyusutan
untuk akuntansi.
38
Mulai tahun 1995 ketentuan fiscal mengharuskan penyusutan harta tetap
dilakukan secara individual per aktiva, tidak lagi secara gabungan seperti yang
berlaku sebelumnya kecuali untuk alat-alat kecil yang sejenis masih boleh
menggunakan penyusutan secara golongan.
Menurut UU PPh No. 36 Tahun 2008 pasal 11, penyusutan dimulai pada
bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses
pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta
tersebut.
Dengan
persetujuan
Direktur
Jenderal
Pajak,
diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada
Wajib
Pajak
bulan harta tersebut
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau
pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
Dalam UU No. 36 Tahun 2008 pasal 11 ayat (6), semua aktiva tetap
berwujud
yang memenuhi syarat penyusutan fiscal harus dikelompokkan
terlebih dahulu menjadi 2 golongan :
Tabel 2.1
Harta Berwujud
Kelompok Harta Berwujud
Masa
Manfaat
Tarif penyusutan
Metode Garis
Metode Saldo
Lurus
Menurun
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
4 Tahun
8 Tahun
16 Tahun
20 Tahun
25%
12,5 %
6.25 %
5%
II. Bangunan Permanen
Tidak permanen
20 Tahun
10 Tahun
5%
10%
50 %
25%
12,5%
10 %
(Sumber : UU No. 36 Tahun 2008)
(2) Penyusutan Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan
Aset tetap dan akuntansi penyusutan diatur dalam Standar Akuntansi
Keuangan didalam pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16,
revisi 2007 tentang Aset Tetap.
39
Aset Tetap adalah aset berwujud yang :
a.
Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa,
untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif;
b.
Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
“Penyusutan adalah setiap bagian dari asset tetap yang memiliki biaya
perolehan cukup signifikan terhadap total biaya perolehan seluruh aset harus
disusutkan secara terpisah”. (Standar Akuntansi Keuangan, PSAK : 2007 :16).
Dalam PSAK penyusutan asset dimulai pada saat asset tersebut siap untuk
digunakan, Yaitu pada saat asset tersebut berada pada lokasi dan kondisi yang
diinginkan agar asset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud
manajemen. Penyusutan dari suatu asset dihentikan lebih awal ketika :
a.
Asset tersebut diklasifikasikan sebagai asset dimiliki untuk dijual atau asset
tersebut termasuk dalam kelompok asset yang tidak dipergunakan lagi dan
diklasifikasikan sebagai asset dimiliki untuk dijual; dan
b.
Asset terrsebut dihentikan pengakuannya, yaitu :
- Dilepaskan, dan
- Tidak ada masa manfaat ekonomi masa depan yang diharapkan dari
penggunaan atau pelepasannya.
Oleh karena itu, penyusutan tidak berhenti pada saat asset tersebut tidak
dipergunakan atau diberhentikan penggunaanya
kecuali apabila telah habis
disusutkan. Namun, apabila metode penyusutan yang dipergunakan adalah usage
method (seperti unit of production method), maka beban penyusutan menjadi nol
bila tidak ada produksinya (PSAK :16, Revisi 2007)
2.6.2
Koreksi Fiskal
Koreksi fiskal adalah koreksi perhitungan pajak yang diakibatkan oleh
adanya perbedaan pengakuan metode, masa
manfaat, dan umur, dalam
menghitung laba secara komersial dengan secara fiskal.Perhitungan secara
komersial adalah perhitungan yang diakui secara standar akuntansi yang lazim.
40
Laba secara fiskal adalah laba yang diperoleh Wajib Pajak yang dihitung
dengan mempertimbangkan ketentuan perpajakan.
Koreksi fiskal adalah laba yang diperoleh Wajib Pajak ketika menghitung
besarnya PPh terhutang pada akhir tahun. Apabila koreksi fiskal tidak dapat
dilakukan
oleh Wajib
Pajak,
Perhitungan
besarnya
PPh
terutang
sangat
memungkinkan akan mengalami kesalahan karena banyak ketentuan pengakuan
atau cara perhitungan pada akuntansi komersial yang diperlakukan secara khusus
pada ketentuan perpajakan.
Laba secara komersial akan sama dengan laba secara fiskal hanya apabila
semua unsur dalam perhitungan pajak telah dilakukan oleh Wajib Pajak berdasar
ketentuan perpajakan. Bagi Wajib Pajak, hal ini sangat sulit dilakukan karena
adanya perbedaan kepentingan antara pengusaha dengan pembuat kebijakan
pajak, yaitu pemerintah.
Kepentingan Wajib Pajak dengan pemerintah berkaitan dengan pajak tidak
akan sama dan cenderung berkebalikan. Wajib Pajak menghendaki pajak yang
terutang atau dibayar sekecil mungkin sedangkan pemerintah menghendaki pajak
yang diterima sesuai dan cenderung sebesar mungkin.
Dengan kondisi itu, pengakuan akuntansi dari transaksi yang dilakukan oleh
Wajib Pajak menjadi cenderung berlawanan dengan ketentuan perpajakan.
Terhadap hampir semua perhitungan laba komersial yang dihasilkan oleh
perusahaan, untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak harus dilakukan koreksi
fiskal, karena tidak semua ketentuan dalam Pedoman Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) digunakan dalam peraturan perpajakan. Banyak pula ketentuan perpajakan
ketentuan yang tidak sama dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
Perbedaan antara SAK dengan Peraturan Perpajakan antara lain dalam hal
penggunaan sistem maupun metode pengakuan biaya maupun penghasilan secara
akuntansi komersial dengan akuntansi secara pajak, baik dalam rangka pengakuan
pendapatan maupun biaya untuk mendapatkan Penghasilan Kena pajak.
41
Perbedaan yang akan terjadi dengan adanya pengakuan secara komersial
dan secara fiskal adalah atas besarnya pajak terutang yang diakui dalam laporan
laba-rugi komersial dengan pajak terutang menurut fiskus. Perbedaan besarnya
pajak yang terutang tersebut sebetulnya tidak perlu terjadi apabila perhitungan pajak
yang diakui dalam laporan laba-rugi komersial dilanjutkan dengan memperhitungkan
adanya koreksi fiskal.
Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan pengakuan secara komersial
dan secara fiskal. Perbedaan tersebut dapat berupa :
(1) Beda Tetap : terjadi apabila terdapat transaksi yang diakui oleh Wajib Pajak
sebagai penghasillan atau sebagai biaya sesuai akuntansi secara komersial
tetapi berdasarkan ketentuan perpajakan, transaksi dimaksud bukan merupakan
penghasilan atau bukan merupakan biaya, atau sebagian merupakan
penghasilan atau sebagian merupakan biaya.
(2) Beda Waktu : terjadi karena adanya perbedaan pengakuan besarnya waktu
secara akuntansi komersial dibandingkan dengan secara fiskal.
Dengan adanya koreksi fiskal maka besarnya Penghasilan Kena Pajak yang
dijadikan dasar perhitungan secara komersial dan secara fiskal akan dapat berbeda.
Perbedaan karena adanya koreksi fiskal dapat menimbulkan koreksi yang dapat
berupa :
(1) Koreksi positif, adalah koreksi fiscal yang mengakibatkan adanya pengurangan
biaya yang telah diakui dalam laporan laba-rugi secara komersial menjadi
semakin kecil apabila dilihat secara fiskal atau yang akan mengakibatkan
adanya penambahan Penghasilan Kena Pajak.
(2) Koreksi Negatif, adalah koreksi fiscal yang mengakibatkan adanya penambahan
biaya yang telah diakui dalam laporan laba-rugi secara komersial menjadi
semakin besar apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan
adanya pengurangan Penghasilan Kena Pajak.
42
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada PT Semen Tonasa Pangkep yang bergerak dalam
bidang pembuatan atau produksi semen. Pengambilan data dilakukan di Kantor
Pusat PT Semen Tonasa Pangkep.
3.2
Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif.
Penelitian ini menjelaskan bagaimana cara menerapkan tax planning dalam upaya
meminimalkan jumlah Pajak Penghasilan terhutang bagi Wajib Pajak Badan,
kemudian dapat dilihat atau dibandingkan kemungkinan keuntungan yang dicapai
dengan penerapan tax planning tersebut.
3.3
Metode Pengumpulan Data
Dalam usaha mencapai tujuan analisis maka langkah-langkah/metode yang
ditempuh dalam pengumpulan data adalah :
3.3.1
Field Research
a. Observasi Lapangan
Penulis melakukan pengamatan langsung pada PT Semen Tonasa
Pangkep mengenai kebijakan perencanaan pajak penghasilan.
b. Wawancara
Penulis melakukan kegiatan tanya-jawab dengan pihak yang dianggap
mengetahui informasi yang dibutuhkan, dalam hal ini yang menyangkut
tentang perpajakan.
c. Dokumentasi
Penulis mengumpulkan data dengan pengamatan langsung terhadap
dokumen-dokumen yang ada pada PT Semen Tonasa Pangkep.
43
3.3.2
Studi Kepustakaan
Penulis mencari informasi dan data yang dibutuhkan dari berbagai
referensi buku, dokumen, arsip, dan bacaan lainnya yang berkaitan dengan
permasalahan yang dihadapi.
3.4
Jenis dan Sumber Data
Jenis-jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Data Kualitatif, yaitu data yang berisi kondisi perusahaan seperti latar belakang
perusahaan, struktur organisasi, tujuan perusahaan dan rencana perusahaan
serta kebijaksanaan perusahaan. Data tersebut dapat diperoleh secara lisan
maupun tulisan.
2. Data Kuantitatif, yaitu data yang berupa laporan keuangan perusahaan, seperti
laporan laba rugi dan laporan laba rugi fiskal perusahaan tahun 2012.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dengan melakukan wawancara langsung
dengan pihak perusahaan yang dilakukan melalui divisi keuangan atau pihakpihak yang terkait.
2. Data sekunder, data yang berupa catatan-catatan perusahaan dalam bentuk
laporan keuangan dan lampiran-lampiran serta literatur yang berhubungan
dengan penulisan ini.
3.5
Metode Analisis Data
Dalam melakukan analisa terhadap data-data yang diperoleh ada dua
metode yang digunakan menurut Arikunto (245:2000)
1. Metode Deskriptif
Metode analisis yang menggambarkan suatu keadaan secara objektif, sehingga
menggambarkan situasi dan kondisi perusahaan secara objektif.
44
2. Metode Komparatif
Metode ini dipergunakan dalam penarikan kesimpulan dari fakta yang diamati
dan telah diuji kebenarannya dengan membandingkan antara teori yang
merupakan kebenaran umum dengan data lapangan.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum
PT. Semen Tonasa adalah produsen semen terbesar di Kawasan Timur
Indonesia yang menempati lahan seluas 715 hektar yang berlokasi di Sulawesi
Selatan tepatnya di Desa Biringere, Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep,
sekitar 54 km sebelah utara Makassar. PT. Semen Tonasa yang memiliki kapasitas
terpasang 3.480.000 metrik ton semen pertahun ini, mempunyai tiga pabrik yaitu
Tonasa II, III, dan IV. Ketiga unit pabrik tersebut menggunakan proses kering
dengan kapasitas masing-masing 590.000 ton semen per tahun untuk unit II dan III
serta 2.300.000 ton semen per tahun untuk unit IV. PT. Semen Tonasa (Persero)
mulai didirikan berdasarkan Tap MPRS RI No. II/MPRS/1960, tanggal 05 Desember
1960 tentang pola pembangunan Nasional Semesta berencana tahapan 1961-1969.
Sesuai
dengan
kesepakatan
perseroan
mengenai
visi
perseroan,
PT. Semen Tonasa bertekad menjadi perusahaan persemenan terkemuka di
Asia dengan tingkat efisiensi tinggi. Produsen semen yang lebih profitable,
beriorentasi masa depan, lebih kompetitif di pasar domestik dan internasional.
Dengan tata nilai mendasar yang mendorong bertumbuhnya perusahaan,
mengutamakan kualitas, efisiensi, ramah lingkungan dan profesionalisme, PT.
Semen Tonasa bertekad mewujudkan misi perseroan dalam meningkatkan misi
perseroan kepada pemegang saham, konsumen dan karyawan.
Adapun misi PT. SEMEN TONASA antara lain sebagai berikut.
1. Meningkatkan nilai perusahaan sesuai keinginan stakeholders.
46
2. Memproduksi semen untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan kualitas
dan harga bersaing serta penyerahan tepat waktu.
3. Menggunakan teknologi yang lebih efisien, aman dan ramah lingkungan.
4. Membangun lingkungan kerja yang mampu membangkitkan motivasi karyawan
45
untuk bekerja secara profesional.
Pabrik Semen Tonasa Unit II terletak di Desa Biringere, Kecamatan Bungoro,
Kabupaten Pangkep, yang berjarak sekitar 23 km dari Pabrik Semen Tonasa Unit I.
Pabrik yang merupakan hasil kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah
Kanada ini beroperasi pada 1980 dengan kapasitas 510.000 ton semen/tahun dan
dioptimalkan menjadi 590.000 ton semen/tahun pada 1991.
Proyek Pembangunan Pabrik Semen Tonasa II secara resmi dimulai tanggal
20 Oktober 1976. Perencanaan dan Pembangunan pabrik dilakukan oleh Countinho
Caro & Co dari Jerman Barat bersama Swan Wooster Canada, secara Fized Fee,
berdasarkan perencanaan dasar yang dibuka oleh Dyckerhoff Engineering. Mesinmesin utama pabrik dan sebagian besar bahan kontruksi untuk pekerjaan sipil
didatangkan dari Kanada. Dalam pengawasan seluruh proyek, baik dalam
pemasangan mesin-mesin utama maupun dalam pelaksanaan kontruksi sipil,
PT Semen Tonasa dibantu oleh Dyckerhoff Engineering. Sedangkan yang
menyangkut masalah hukum,
PT Semen Tonasa dibantu oleh Konsultan Hukum
Delson dan Gordon dari Amerika Serikat.
Pada tanggal 15 Desember 1979, pembangunan Pabrik Semen Tonasa II
Selesai dan diresmikan oleh Bapak Presiden Soeharto pada tanggal 28 Februari
1980. Tonasa unit II yang menggunakan proses kering (proses ini umpan klin
berupa tepung kering dengan kadar air 0,5-1%) mulai beroperasi secara komersial
pada tahun 1980 dengan kapasitas 510.000 ton semen/ tahun dan dioptimalisasi
menjadi 590.000 ton semen/tahun pada 1991.
47
PT. Semen Tonasa merupakan perusahaan besar yang membutuhkan
sistem organisasi kerja yang baik dan system manajemen yang dapat mengarahkan
dan mengendalikan system organisasi kerja yang dibentuk. Disamping itu, untuk
menjamin kelancaran kerja suatu perusahaan juga diperlukan adanya pembagian
tugas, tanggungjawab, dan wewenang secara jelas di dalam perusahaan.
Pembagian ini diperoleh melalui struktur organisasi yang baik dalam suatu
perusahaan, kesimpangsiuran dalam melaksanakan pekerjaan, tanggungjawab dan
wewenang masing-masing dapat teratasi.
Untuk memenuhi syarat adanya pengawasan yang baik, struktur organisasi
memisahkan fungsi-fungsi operasional, penyimpangan, serta fungsi pencatatan.
Struktur organisasi PT. Semen Tonasa didasarkan atas surat keputusan Direksi No.
26/Kpts/OT.00.01/04.00/03.2005.
Departemen Akuntansi dan Departemen Treasury merupakan pusat
informasi keuangan perusahaan, baik untuk kepentingan manajemen maupun untuk
kepentingan eksternal perusahaan. Kedua departemen tersebut berperan penting
dalam menyajikan informasi keuangan yang cepat dan tepat dengan tingkat akurasi
yang tinggi, sehingga dapat mengambil keputusan untuk kepentingan perusahaan.
1. Departemen Akuntansi
Departemen ini berada dibawah koordinasi Direktorat keuangan yang
bertanggungjawab pada penyajian laporan keuangan perusahaan serta rencana
kerja anggaran perusahaan secara periodic.
Kepala Departemen Akuntansi yang membawahi 2 kepala Biro, 7 kepala
seksi/staf setingkat seksi, 15 staf setingkat kepala regu, serta 1 staf departemen
setingkat kepala regu. Tugas Departemen Akuntansi adalah sebagai berikut:
a. Merencanakan,
mengkordinir,
Keuangan Perusahaan.
mereview,
dan
menganalisa
laporan
48
b. Menyajikan dan menyusun RKAP setiap tahun.
c. Menyajikan Laporan Manajemen.
d. Melakukan otorisasi dan verifikasi kelengkapan dokumen Pembayaran.
e. Menyusun laporan-laporan untuk kepentingan konsolidasi Semen Gresik
Group.
f.
Menyajikan Proyeksi Keuangan Jangka Panjang Perusahaan.
2. Departemen Treasury
Departemen Treasury adalah suatu unit kerja pada PT. Semen Tonasa
yang masuk dalam jajaran Direktorat Keuangan PT. Semen Tonasa. Pada
beberapa tahun yang lalu departemen ini terintegrasi dengan Departemen
Akuntansi dan Kemudian dipecah kembali pada akhir tahun 2007.
Departemen Treasury memiliki 1
orang kepala Departemen, 2 orang
kepala Biro, 4 orang Kepala Seksi, dan 8 orang Staf serta 1 Staf Administrasi
Departemen. Tugas Departemen Treasury adalah sebagai berikut:
a. Merencanakan dan mengkoordinir tercapainya likuiditas perusahaan dan
pengelolaan
dana
yang
optimal
serta
tersedianya
dana
untuk
penyelenggaraan perusahaan.
b. Merencanakan dan mengkoordinir tercapainya tata administrasi perpajakan
yang taat pada aturan.
c. Merencanakan dan mengkoordinir tercapainya optimalisasi pemanfaatan dan
perlindungan risiko terhadap aset.
d. Merencanakan dan mengkoordinir pengembangan SDM yang mendorong
tercapainya iklim dan suasana kerja yang bergairah dan peningkatan
produktivitas karyawan.
49
Adapun tugas masing-masing personil PT. Semen Tonasa diuraikan sebagai
berikut:
1. Direktur Keuangan dan Komersial
Bertanggungjawab atas semua aktivitas perusahaan. Tugas direktur
keuangan dan komersial adalah:
a. Perbuatan
anggaran
pendapatan
oleh
belanja
perusahaan
serta
mengadakan pengawasan atas pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja perusahaan tersebut.
b. Menyusun pendistribusian hasil produksi semen dengan jalan menyusun
strategi
pemasaran
diseluruh
daerah
pemasaran
termasuk
pengangkutannya.
c. Merencanakan kegiatan pengadaan suku cadang bahan baku, bahan
pembantu dan mesin-mesin lainnya sebagai kelengkapan dalam kegiatan
produksi.
2. Kepala Departemen Keuangan
Bertanggungjawab kepada direktur keuangan dan komersil. Tugasnya
mengelolah dan mengkoordinir bidang administrasi keuangan dan pengelolaan
data elektronik.
PT. Semen Tonasa bergerak dalam bidang produksi dan pemasaran semen.
PT. Semen Tonasa dalam hal ini diwakili oleh Direktur Utama disingkat Dreksi PT.
Semen Tonasa atau pengusaha dan pengurus Serikat Karyawan Semen Tonasa
diwakili oleh Ketua Umum disingkat pengurus SKST atau karyawan.
Bahwa pengusaha dan Karyawan menyadari perlunya usaha untuk
meningkatkan produktivitas tenaga kerja dengan cara menciptakan kondisi kerja
yang sehat dan serasi dalam lingkungan perusahaan. Bahwa dengan adanya
50
hubungan selaras, serasi, dan seimbang antara karyawan dan pengusaha, maka
peningkatan produksi dan produktivitas tenaga kerja akan dapat tercipta.
Peningkatan perusahaan dan kesejahteraan karyawan adalah suatu hal yang
hanya bisa dicapai secara bersama. Oleh karena itu, baik perusahaan maupun
karyawan harus selalu berupaya secara bersama-sama untuk meningkatkan
efisiensi, efektivitas, produktivitas, dan profesionalismenya.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1
Tax planning pada PT Semen Tonasa Pangkep
Perencanaan pajak (tax planning) pada PT Semen Tonasa Pangkep
merupakan bentuk penerapan kebijakan akuntansi sebagai upaya manajemen
keuangan untuk meminimalkan biaya pajak dengan merancang investasi, jenis
usaha dan sistem pencatatan pendapatan dan biaya mana yang menghasilkan
beban pajak yang paling kecil. Tax planning sering pula disamakan dengan Tax
Management atau manajemen pajak yang menjadi sarana memenuhi kewajiban
perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah
mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.
Diketahui bahwa ada dua kategori tax planning yang diterapkan yaitu
pertama,
tax
avoidance
(penghindaran
pajak)
yang
merupakan
usaha
meminimalkan biaya pajak masih dalam koridor Undang-Undang dan peraturan
yang berlaku meliputi penghindaran pajak yang diperkenankan (acceptable tax
avoidance/
defensive
tax
planning)
dan
penghindaran
pajak
yang
tidak
diperkenankan (unacceptable tax avoidance/ aggressive tax planning). Biasanya
untuk transaksi yang semata-mata dilakukan oleh Wajib Pajak yang untuk tujuan
penghindaran pajak dan tidak mempunyai substansi bisnis.
51
Kedua tax evasion (penyelundupan pajak) yang merupakan usaha
meminimalkan biaya pajak sudah melanggar Undang-Undang dan peraturan yang
berlaku, tax planning ini merupakan perbuatan ilegal. Misalnya: membuat laporan
keuangan palsu, tidak membayarkan PPN dan PPh yang dipungut, dan lainnya.
Perencanaan pajak selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu
transaksi atau fenomena terkena pajak. Kalau terkena pajak apakah dapat
diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya, selanjutnya apakah
pembayaran pajak yang dimaksud dapat ditunda pembayaran dan lain sebagainya.
Akhir
dari
prosedur
perpajakan
adalah
pembayaran
pajak.
Tentu
lebih
menguntungkan jika perusahaan membayar pajak pada saat terakhir dari pada
penyetoran dilakukan jauh sebelumnya.
Sebelum menerapkan tax planning pada suatu perusahaan harus dilakukan
analisis keadaan perusahaan, yaitu melakukan pengamatan dan penelitian terhadap
kebijaksanaan perusahaan serta mencari kelemahan sehingga dapat ditentukan
strategi
perencanaan
perpajakan
yang
tepat
dilaksanakan.
Untuk
dapat
meminimalisasi kewajiban pajak, dapat dilakukan berbagai cara, baik yang masih
memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan
perpajakan (unlawful), seperti tax avoidance dan tax evasion.
Perencanaan pajak umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah
suatu transaksi atau kejadian mempunyai dampak perpajakan. Apabila kejadian
tersebut mempunyai dampak pajak, apakah dampak tersebut dapat diupayakan
untuk
dikecualikan
atau
dikurangi
jumlah
pajaknya.
Selanjutnya,
apakah
pembayaran pajak tersebut dapat ditunda.
Pada dasarnya, perencanaan pajak harus memenuhi syarat-syarat berikut:
(1) tidak melanggar ketentuan perpajakan,
52
(2) secara bisnis dapat diterima, dan
(3) bukti-bukti pendukungnya memadai.
Pajak merupakan pungutan berdasarkan undang-undang oleh pemerintah.
Secara administrative pungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi pajak langsung
dan pajak tidak langsung. Pajak langsung dikenakan atas masuknya sumber daya
yaitu penghasilan, sedangkan pajak tidak langsung dikeluarkan terhadap keluarnya
sumber daya seperti untuk konsumsi atau barang dan jasa.
Beban pajak langsung umumnya ditanggung oleh orang atau badan yang
memperoleh penghasilan, sedangkan beban pajak tidak langsung ditanggung oleh
konsumen atau masyarakat. Bagi perusahaan pajak yang dikenakan terhadap
penghasilan dianggap sebagai biaya/beban dalam menjalankan atau melakukan
kegiatan usaha. Pajak sebagai biaya akan mempengaruhi besarnya laba yang
diterima maupun yang akan dikembalikan kepada pemegang saham. Jadi pada
dasarnya secara ekonomis pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia
untuk dibagikan atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan.
Praktek bisnis umumnya PT. Semen Tonasa Pangkep mengidentifikasikan
pembayaran pajak sebagai beban. Sehingga perusahaan akan berusaha untuk
meminimalkan pembayaran pajak tersebut, untuk mengoptimalkan besarnya laba.
Dalam meningkatkan efisiensi dan daya saing maka pengusaha wajib menekan
biaya seoptimal mungkin. Demikian juga dengan kewajiban membayar pajak, karena
merupakan biaya yang menurunkan laba sesudah pajak. Upaya dalam melakukan
penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui Manajemen Pajak.
Perencanaan pajak menjadi langkah awal dalam manajemen pajak
PT Semen Tonasa Pangkep. Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian
terhadap peraturan-peraturan perpajakan, dengan maksud dapat menyeleksi jenis
53
tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan
perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak
serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan-peraturan yang ada tetapi
berbeda dengan tujuan dari pembuat undang-undang. Maka tax planning disini
sama dengan tax avoidance karena secara hakekat ekonomis kedua-duanya
berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak, karena pajak
merupakan beban pengurang laba yang tersedia, baik untuk dibagikan kepada
pemegang saham maupun untuk diinvestasikan kembali.
Tax avoidance adalah rekayasa yang masih tetap berada dalam bingkai
ketentuan perpajakan. Tax avoidance dapat terjadi didalam bunyi ketentuan atau
tertulis dalam undang-undang dan berada dalam jiwa dari undang-undang atau dapt
juga terdapat dalam bunyi ketentuan undang-undang.
Kewajiban
perpajakan
bermula
dari
implementasi
undang-undang
perpajakan. Oleh karena itu ketidakpatuhan terhadap undang-undang dapat
dikenakan sanksi, baik sanksi administrative maupun sanksi pidana. Sanksi
administrative maupun pidana merupakan pembrorosan sumber daya sehingga
perlu dieliminasi melalui suatu perencanaan pajak yang baik. Untuk dapat menyusun
perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan yang baik diperlukan pemahaman
terhadap peraturan perpajakan. Selanjutnya selaras dengan pengelompokkan
hukum pajak, aspek formal administrasi maupun aspek materiel perlu dimengerti
dan dipahami untuk dapat mengeliminir sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
Pungutan pajak oleh Ditjen Pajak adalah UU KUP, UU PPh, UU
PPN/PPnBM, PBB, Bea materai, dan Bea Peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB). Dimana UU pajak tersebut diatur lebih lanjut dalam PP, KepPres, KMK,
SK, serta SE Ditjen Pajak. Aspek administrasi dari kewajiban perpajakan meliputi
kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP/NPPKP. Menyelenggarakan
54
pembukuan dan pencatatan, membayar pajak, menyampaikan SPT, disamping
memotong atau memungut pajak. Kewajiban perpajakan berakhir pada saat
pelunasan pajak oleh WP. Dalam sistem perpajakan selalu dipisahkan antara
assessment dan payment. Assessment yang berlaku saat ini adalah self
assessment dengan kewajiban menghitung sendiri, membayar sendiri, dan
melaporkan sendiri. Sedangkan sistem pembayaran yang berlaku dapat dilakukan
sendiri oleh WP maupun melalui pemotongan oleh pihak ketiga (withholding
system).
Pembayaran pajak sebagai transfer sumber daya yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan maka pembayaran pajak harus direncanakan
secara baik supaya jangan sampai terjadi pemborosan. Penyediaan dana harus
direncanakan dengan baik supaya pembayaran pajak dapat dilakukan sesuai
dengan waktu yang ditentukan. Disamping pembayaran pajak masih ada kewajiban
pelaporan yang juga harus direncanakan supaya dapat selesai dan dilaporkan tepat
pada waktunya.
Pajak dikenakan terhadap objek pajak yang dapat berupa keadaan,
perbuatan maupun peristiwa. Basis perhitungan pajak adalah objek pajak, maka
dalam rangka optimalisasi alokasi sumber dana, maka manajemen akan
merencanakan pajak yang tidak lebih karena dapat mengurangi optimalisasi sumber
daya dan tidak kurang supaya tidak membayar sanksi administrasi yang merupakan
pemborosan dana. Untuk itu objek pajak harus dilaporkan secara benar dan
lengkap. Pelaporan objek pajak yang benar dan lengkap harus bebas dari rekayasa
negatif.
Pembayaran sanksi perpajakan yang tidak seharusnya terjadi merupakan
pemborosan sumber daya perusahaan. Penghindaran terhadap pemborosan
tersebut merupakan optimalisasi alokasi sumber daya perusahaan kearah yang
55
lebih produktif dan efisien sehingga meminimalisasi pemborosan tersebut dan dapat
memkasimalkan kinerja dengan benar, selain harus kerja dnegan keras dan cermat.
Sanksi administrasi tersebut dapat berupa bunga, denda, dan kenaikan.
Sedangkan sanksi pidana dapat berupa pidana penjara maupun denda financial.
Walaupun perusahaan telah memenuhi kewajiban perpajakan secara formal, tetapi
kalau ternyata motivasi rekayasa tidak sesuai dengan jiwa dari ketentuan
perpajakan, administrasi perpajakan (fieus) dapat menganggap bahwa WP kurang
patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak
(tax planning):
1. Tidak melanggar kewajiban dan ketentuan perpajakan. Bila suatu perencanaan
pajak ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan buat WP
merupakan resiko yang sangat berbahaya dan mengancam keberhasilan
perencanaan pajak tersebut.
2. Secara bisnis perencanaan pajak masuk akal, karena perencanaan pajak
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh
perusahaan, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Maka perencanaan
pajak yang tidak masuk akan akan memperlemah perencanaan itu sendiri.
3. Bukti-bukti pendukungnya yang memadai.
Apabila pada tahap perencanaan pajak telah diketahui faktor-faktor yang
akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka langkah selanjutnya
adalah mengimplementasikannya baik secara formal maupun materiel. Harus
dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakannya telah memenuhi peraturan
perpajakan yang berlaku. Manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar
56
peraturan. Dan jika dalam pelaksanaannya menyimpang dari peraturan yang berlaku
maka praktik tersebut telah menyimpang dari tujuan manajemen pajak.
Untuk mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang perlu dikuasai
dan dilaksanakan yaitu :
1. Memahami ketentuan dan peraturan perpajakan. Dengan mempelajari peraturan
perpajakan seperti UU, PP, Keppres, KMK, SK, dan SE DitJen Pajak, kita dapat
mengetahui peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan untuk menghemat beban
pajak.
2. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat. Pembukuan merupakan
sarana yang sangat penting dalam menyajikan informasi keuangan perusahaan
yang disajikan dalam bentuk LK dan menjadi dasar dalam menghitung besarnya
jumlah pajak (UU KUP pasal 28).
Selanjutnya mengendalikan pajak yang bertujuan untuk memastikan bahwa
kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan
telah memenuhi persyaratan formal maupun materil. Dalam pengendalian pajak
yang penting adalah pengecekan pembayaran pajak. Oleh sebab itu pengendalian
dan pengaturan arus kas sangat penting dalam strategi penghematan pajak,
misalnya pembayaran pajak dilakukan saat akhir tentu lebih menguntungkan
dibandingkan membayar lebih awal. Pengendalian pajak termasuk pemeriksaan jika
perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari jumlah pajak terutang.
4.2.2
Penerapan Tax planning berdasarkan Undang-undang Perpajakan pada
PT. Semen Tonasa Pangkep
Penerapan tax planning pada PT. Semen Tonasa Pangkep berdasarkan
pada Undang-undang Perpajakan yang diterapkan melalui perbandingan laba rugi
57
fiskal sebelum dan setelah tax planning. Berikut perbandingan laporan laba rugi
fiskal sebelum tax planning dan setelah tax planning.
Tabel 4.1
PT. Semen Tonasa Pangkep
Laporan Laba Rugi Per 31 Desember 2012 (dalam Jutaan Rupiah)
Pendapatan
Laba Rugi
Laba Rugi
(Sebelum
(Setelah
Tax planning)
Tax planning)
2.723.863.787
2.723.863.787
(1.682.722.369)
(1.682.722.369)
Laba Kotor
1.041.141.418
1.041.141.418
Beban Usaha
(298.739.737)
(298.739.737)
742.401.681
742.401.681
10.289.923
8.525.450
-
-
(10.182.548)
(10.182.548)
(8.341.914)
(8.341.914)
4.099.067
5.257.155.
(4.135.472)
(4.741.857)
738.266.209
737.659.824
(194.679.087)
(194.679.087)
543.587.122
542.980.737
Beban Pokok Pendapatan
Laba Usaha
(Beban)/Penghasilan Lain-lain
Penghasilan Bunga
Laba Penjualan Aset Tetap
Beban Bunga
Kerugian Selisih Kurs – Bersih
Lain-lain Bersih
Jumlah (beban)/penghasilan lain-lain - Bersih
Laba Sebelum Pajak Penghasilan
Beban Pajak Penghasilan
Laba Bersih
Sumber: Data setelah diolah, 2013
1. Sebelum perencanaan tax planning
PPh terhutang tahun 2012 :
25% x Rp 543.587.122 = Rp 135.896.781
Manfaat (Beban) Pajak Tangguhan :
Penyusutan Aset Tetap x 25%
Rp. 288.821.065
58
Penyisihan Piutang tak tertagih x 25%
Rp.
2.167.921
Kewajiban Estimasi Imbalan Pasca Kerja x 25%
Rp.
25.786.923
Rp.
316.775.910
Jumlah Taksiran Pajak Penghasilan adalah Rp. 452.672.690
2. Sesudah perencanaan tax planning
PPh terhutang tahun 2012 :
25% x Rp 542.980.737 = Rp 135.745.184
Manfaat (Beban) Pajak Tangguhan :
Penyusutan Aset Tetap x 25%
Rp. 288.821.065
Penyisihan Piutang tak tertagih x 25%
Rp.
2.167.921
Kewajiban Estimasi Imbalan Pasca Kerja x 25%
Rp.
25.786.923
Rp.
316.775.910
Jumlah Taksiran Pajak Penghasilan adalah Rp. 452.521.094
Sebelum dilakukan tax planning, laba bersih setelah pajak adalah :
Laba Bersih Komersil
: Rp.
742.401.681
Pajak Penghasilan
: Rp. (194.679.087)
Laba Setelah Pajak
: Rp.
543.587.122
Setelah dilakukan tax planning, laba bersih setelah pajak adalah :
Laba Bersih Komersil
: Rp.
742.401.681
Pajak Penghasilan
: Rp. (194.679.087)
Laba Setelah Pajak
: Rp.
542.980.737
59
Maka penghematan pajak yang diperoleh akibat dilakukannya tax planning
adalah sebesar Rp. 606.385. Laba bersih komersil setelah pajak adalah jumlah uang
yang diperoleh perusahaan setelah dipotong pajak penghasilan yaitu sebesar
Rp. 542.980.737.
4.3 Pembahasan
Tax
planning
pada
PT.
Semen
Tonasa
Pangkep
memungkinkan
perencanaan pajak yang akan dibayarkan, agar tidak terjadi kelebihan dalam
membayar pajak, tapi tidak berarti sebagai upaya menghindari pajak. Tax planning
menjadi upaya menekan jumlah kewajiban pajak dengan cara legal. Cara ini cukup
efektif dalam rangka melakukan efisiensi dan penghematan. Namun ada sebagian
orang berpendapat tax planning bertentangan dengan moral, karena penuh dengan
trik-trik (siasat) yang mengarah pada pengelakan pajak.
Selain itu, pada prinsipnya hal ini akan mengurangi pendapatan negara dari
pajak yang merugikan penerimaan negara. Jika tax planning lebih mengarah pada
pengelakan
pajak,
merupakan
cerminan
keengganan
WP
melaksanakan
kegotongroyongan nasional dalam menanggung biaya pembangunan. Untuk
menutupi tindakan yang cenderung pada tipu-muslihat, ada yang mengaburkan tax
planning dengan manajemen pajak. Namun dari segi substansi, hampir tidak ada
bedanya antara tax planning dengan manajemen pajak. Bahkan ada yang
mengatakan tax planning adalah bagian yang tak terpisahkan dari manajemen
pajak.
Dalam
tax
planning,
tujuannya
mengatur
pembayaran
pajak
atau
meminimalkan kewajiban pajak dengan tidak melanggar aturan yang berlaku.
Dengan demikian, pajak yang dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya dan
tentu saja akan membantu cashflow perusahaan. Tax planning sebagai sarana
60
memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar (tidak melanggar undang-undang)
tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk
memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.
Dalam menyusun tax planning yang tidak melanggar aturan pajak, palingtidak ada lima prasyarat yang harus dipenuhi. Pertama, mengerti peraturan
perpajakan atau peraturan yang terkait. Akan sangat sulit sekali melakukan tax
planning yang tidak melanggar aturan jika dirancang tidak dalam koridor UU
perpajakan yang berlaku. Pelaksanaan tax planning yang dipaksakan melanggar UU
akan berakibat fatal dan bahkan dapat mengancam keberhasilannya.
Kedua, menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam tax planning. Dalam
menghindari tindakan yang melanggar UU sudah tentu tidak dapat melakukan tax
planning untuk menghindari kewajiban perpajakan. Tax planning paling tidak
memiliki dua tujuan utama, yakni menerapkan peraturan perpajakan secara benar
dan efisiensi untuk mencapai laba yang diharapkan.
Ketiga, harus dipahami karakter usaha WP. Hampir setiap perusahaan
memiliki perbedaan dalam kebijakan maupun perilaku (behavior), dan kebiasaankebiasaan. Dengan memahami seluk-beluk usaha akan membantu tax planning.
Keempat, memahami tingkat kewajaran transaksi yang diatur tax planning. Jika tax
planning mengabaikan kewajaran akan menimbulkan kesulitan karena adanya
kecurigaan dari fiskus. Ini dapat berimplikasi dengan pemeriksaan, karena bisa
diindikasikan adanya kecurangan pajak. Fiskus dapat melakukan pemeriksaan bukti
permulaan. Dan kelima, tax planning harus didukung oleh kebijakan akuntansi dan
didukung bukti memadai, seperti faktur, perjanjian, dan sebagainya.
Tax planning yang diperkenankan dapat ditempuh dengan beberapa cara.
Pertama, mencari keuntungan sebesar-besarnya dari pengecualian dan potongan
yang diperkenankan. Misalnya, perusahaan dapat mengurangi penerimaan dengan
61
jumlah biaya, misalnya pendidikan, perbaikan kantor, pemasaran dan lain-lain.
Maksudnya, daripada mengeluarkan uang untuk membayar pajak lebih besar, lebih
baik untuk kepentingan perusahaan dan manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh
perusahaan.
Kedua, mengambil keuntungan dari pemilihan bentuk perusahaan yang
tepat. Misalnya, jika peredaran bruto satu tahun tidak melebihi Rp600 juta dapat
memilih perusahaan perorangan yang akan dikenakan tarif progresif Pasal 17
dengan tarif terendah 5%. Pajak atas penghasilan PT. Semen Tonasa Pangkep
dikenakan "dua kali", yakni saat penghasilan diperoleh atau diterima dan saat
pemilik menerima dividen.
Ketiga, mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha agar dapat diatur
penggunaan tarif pajak, potensi penghasilan, kerugian dan aktiva yang bisa dihapus.
Keempat, menyebarkan penghasilan menjadi beberapa tahun untuk mencegah
klasifikasi
kategori
pendapatan
yang
tarifnya
tinggi.
Bila
memungkinkan,
pembayaran pajak bisa ditunda. Penghasilan yang dikenakan tarif 30% dapat
dihindarkan
dengan
cara
menunda
penerimaan
penghasilan
pada
tahun
bersangkutan, dan menggeser menjadi penghasilan pada tahun berikutnya.
Area yang memungkinkan tax planning berdasarkan PPh 21, dengan
memanfaatkan fasilitas PPh 21 ditanggung pemerintah secara maksimal. Misalnya
membuat sistem penggajian yang diselaraskan dengan fasilitas tersebut. PTKP
karyawan agar dimaksimalkan untuk mengurangi jumlah pajak terutang. PPh Badan
dalam tahun berjalan, dengan menunda faktur, beban dipercepat, penyusutan
mengambil tarif yang paling tinggi (saldo menurun), perolehan aktiva dimajukan agar
dapat segera disusutkan, pembiayaan pembelian aktiva dengan mengangsur
(leasing).
62
PPN dan PPn BM, dengan memaksimalkan PPN masukan yang dapat
dikreditkan, perusahan sebaiknya memperoleh barang dan jasa kena pajak (BKP/
JKP) dari Pengusaha Kena Pajak (PKP) agar pajak masukannya dapat dikreditkan.
Jangan sampai ada Faktur Pajak Masukan yang tidak terkreditkan karena
keteledoran. Selain itu, dalam penjualan BKP/JKP yang pembayarannya belum
diterima, pembuatan Faktur Pajak bisa ditunda sampai akhir bulan berikutnya
setelah penyerahan BKP/ JKP. Ini akan menunda pengakuan pendapatan dan
menunda PPN Keluaran.
Pada umumnya WP telah mengetahui cara memperkecil kewajiban pajak
dengan menghindari pajak atau tax evasion. Namun hal ini melanggar UU, sehingga
tidak dianjurkan dalam tax planning. Beberapa tindakan memperkecil pajak yang
melanggar UU. Pertama, memperkecil penghasilan dengan cara hanya melaporkan
sebagian, merendahkan harga jual, memilih menjual kepada pengusaha non PKP
(Faktur Pajak Sederhana) agar lebih mudah tidak melaporkan penjualannya.
Kedua, memperbesar harga pokok barang yang dijual dengan cara (a)
meninggikan harga perolehan, (b) membuat pembelian fiktif, membuat faktur PPN
masukan fiktif (c) membebankan Pajak Masukan yang telah dikreditkan ke dalam
perhitungan harga pokok. Ketiga, memperbesar beban usaha dengan cara (a)
membuat utang fiktif, agar dapat membuat beban bunga, (b) membuat seolah-olah
ada pengeluaran (beban fiktif) yang tidak didukung dokumen yang memadai.
Keempat, meninggikan harga impor dari perusahaan yang ada hubungan
istimewa di luar negeri. Kelima, merendahkan harga ekspor kepada perusahaan
yang ada hubungan istimewa di luar negeri. Keenam, merendahkan penghasilan
pegawai atau pembayaran lainnya dalam rangka penghitungan PPh Pasal 21,
sementara
di
dalam
perhitungan
laba-rugi
perusahaan
ditinggikan
untuk
63
merendahkan laba kena pajak (PPh Badan). Dan ketujuh, pembayaran dividen
kepada pemegang saham secara terselubung seolah-olah pembayaran utang
Efesiensi sangat erat hubungannya dengan biaya suatu perusahaan. Biaya
tersebut terdiri dari biaya tetap (fixed coast) dan dari biaya berubah-ubah (variable
cost), sedangkan kualitas berhubungan erat dengan produk barang atau jasa.
Pilihan masyarakat untuk membeli barang atau jasa bukan lagi karena pertimbangan
nasionalisme (dari mana barang tersebut dibuat) tetapi semata-mata karena
pertimbangan harga dan kualitas. Apabila terdapat beberapa barang yang sama
atau sejenis maka barang yang paling murah sekaligus berkualias akan dipilih.
Secara umum perencanaan pajak dapat sebagai pengelolaan perusahaan
agar pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dengan benar dan baik,
dengan jumlah pajak yang dapat ditekan seminimal mungkin untuk mendapatkan
laba dan likuiditas yang diharapkan tanpa adanya unsur pelanggaran yang
dikemudian hari dapat mengakibatkan adanya unsur sanksi atau lebih bayar.
Untuk membuat perencanaan pajak yang efektif diperlukan pengetahuan
yang cukup terutama dalam memahami ketentuan perundang-undangan perpajakan
dan system akuntansi yang konsisten. Hal ini tercermin dari pengisisan serta
pelaporan (SPT) Surat pemberitahuan Tahunan yang terlampir Laporan Keuangan
Fiskal. Selain pengetahuan perpajakan, diperlukan juga hubungan baik dan sehat
dengan konsultan pajak atau kantor akuntan, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor
Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak di Wilayah atau kota yang bersangkutan.
Pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan sebaiknya dilaksanakan
tepat waktu agar terhindar dari pengenaan sanksi bunga atau denda serta akan
menghambat konsentrasi yang menghamburkan sumber daya perusahaan.
Meskipun demikian pemenuhan kewajiban pembayaran pajak dapat dilakukan
menjelang batas akhir hari pembayaran.
64
Tujuannya agar dana yang ada terlebih dahulu dapat diputar untuk
memperoleh keuntungan tertentu misalnya bunga deposito (pada saat bunga
deposito cukup tinggi) atau investasi jangka pendek (pada saat terjadinya selisih
kurs yang cukup baik). Salah satu cara untuk menekan biaya pajak yang bersifat
legal (tax avoidance) yaitu dengan mencari celah-celah (loope hole) yang terdapat
dalam Undang-Undang Perpajakan.
Perencanaan merupakan proses penentuan tujuan organisasi yang disajikan
dalam bentuk program-program dan tindakan atas program tersebut untuk mencapai
tujuan perusahaan secara menyeluruh, karena jika perencanaan pajak suatu
perusahaan lemah akan menimbulkan pemborosan yang berasal dari koreksikoreksi atas kesalahan dalam penerapan peraturan perpajakan, sehingga akibatnya
perusahaan tidak mampu menghasilakan laba setelah pajak, sesuai dengan yang
diharapkan oleh pemegang saham (Shareholders) yang akhirnya perusahaan juga
tidak dapat bersaing dengan produk sejenis.
Perencanaan strategis dalam organisasi adalah merupakan satu aspek dari
materi manajemen strategi yang selalu diperlukan oleh setiap organisasi. Setiap
perubahan lingkungan yang terjadi memerlukan respon strategi baik dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Perencanaan pajak merujuk pada proses merencanakan usaha dan
transaksi Wajib Pajak sehingga hutang pajak berada dalam jumlah minimal yang
sesuai dengan peraturan pajak, namun sebetulnya perencanaan pajak dapat pula
mempunyai konotasi positif konstruktif dalam arti perencanaan pemenuhan
kewajiban perpajakan secara lengkap, benar dan tepat waktu sehingga dapat
dihindari pemborosan sumber daya secara optimal. Perencanaan perpajakan selalu
dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi terkena pajak, apabila transaksi
tersebut terkena pajak apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi
65
jumlah
pajaknya
dan
apakah
pembayaran
pajak
tersebut
dapat
ditunda
pembayarannya.
Untuk menghindari pemborosan sumber daya perusahaan maka diperlukan
suatu rencana yang baik, salah satu perencanaan adalah pemenuhan kewajiban di
bidang perpajakan. Berpijak pada keadaan diatas, setiap wajib pajak akan membuat
rencana pengenaan pajak pada setiap tindakan (taxable event) secara seksama,
dengan
demikian
bisa dikatakan
bahwa
tax planning
merupakan proses
pengambilan tax factor yang relevan dan material non tax factor untuk menentukan
apakah suatu transaksi terhutang pajak, kapan pajaknya terutang, dan bagaimana
pengenaan pajak tersebut.
Untuk melakukan transaksi, operasi dan berhubungan dagang yang
memungkinkan tercapainya beban pajak pada tax events yang serendah mungkin
dan sejalan dengan tercapainya tujuan perusahaan. Wajib pajak diharapkan dapat
melaporkan seluruh transaksi usaha secara terbuka (full disclosure) tanpa ada yang
disembunyikan atau dirahasiakan sehingga akan memudahkan baik bagi wajib pajak
maupun aparat pajak dalam melakukan pemeriksaan, hal ini akan mempengaruhi
proses pemeriksaan dan menghemat waktu baik bagi wajib pajak maupun bagi
aparat pajak.
Perusahaan sebagai pihak yang mempunyai kewajiban pemotongan PPh
Pasal 21 mengambil kebijakan, untuk PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan
sebagai objek pajak terutang. Perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan
PT. Semen Tonasa Pangkep yaitu perencanaan pajak dalam lingkup PPh Pasal 21,
di mana Tax planning dilakukan dengan cara tax avoidance. Setiap perusahaan
dapat merencanakan pajaknya, dengan cara perencanaan pajak penghasilan pasal
21, perencanaan pajak badan atau yang lain. Tax avoidance yang dilakukan PT.
66
Semen Tonasa Pangkep hanya untuk pajak penghasilan pasal 21 dengan metode
yang dipilih; prinsip administrasi pajak dan prinsip taxable & deductable.
Prinsip administrasi bersifat teknis yang harus diterapkan / dipraktekan
secara langsung. Metode untuk meyakinkan bahwa apa yang dilaksanakan telah
sesuai dengan yang direncanakan. Intinya administrasi perpajakan adalah bentuk
dari suatu sistem untuk mengendalikan masalah pajak perusahaan, antara lain:
pertama,
melakukan
monitoring
terhadap
transaksi-transaksi
utama
yang
mempunyai dampak perpajakan yang signifikan, menjamin transaksi utama telah
dicatat atau diperlakukan sesuai dengan undang-undang dan kebijaksanaan
perusahaan. Ini biasanya dilakukan oleh seorang tax maneger/atasan yang
mengontrol pekerjaan bawahannya. Maka diperlukan keahlian seorang manager
dalam memahami tentang perpajakan.
Kedua, sistem pengawasan intern agar dapat menjamin berbagai kewajiban
perpajakan telah diikuti dengan benar, dengan demikian resiko sanksi administrasi
(berupa denda, bunga) maupun sanksi pidana dapat dihindari atau diminimumkan,
sehingga tidak menimbulkan pemborosan sumber dana perusahaan. Terutama
mengenai batas waktu penyetoran dan pelaporan pajak. Untuk PPh pasal 21
penyetoran paling akhir tanggal 10 setiap bulannya , dan pelaporan tanggal 15
setiap bulannya.
Prinsip taxable dan deductable merupakan prinsip yang lazim dipakai dalam
perencanaan pajak, yang pada umumnya mengubah biaya yang tidak boleh
dikurangi menjadi biaya yang boleh dikurangkan atau sebaliknya mengubah
penghasilan yang merupakan objek pajak menjadi penghasilan yang tidak objek
pajak, dengan konsekuensi terjadinya perubahan pajak terutang akibat pengubahan
tersebut.
67
Dalam
hal
ini
tentunya
harus
dipertimbangkan
mana
yang
lebih
menguntungkan perusahaan, apakah perubahan jumlah pajak terutang akan
menjadi lebih besar atau lebih kecil atau sama dengan jumlah pajak terutang akibat
koreksi fiskal, apabila tidak dilakukan pengubahan. Imbalan yang diberikan kepada
pegawai dapat diberikan dalam bentuk uang atau dalam bentuk natura/kenikmatan.
Pemberian imbalan kepada pegawai dalam bentuk uang merupakan biaya yang
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (deductable expense) perusahaan,
berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU PPh. Disisi lain imbalan yang diterima pegawai
dalam bentuk uang merupakan objek pajak perusahaan, sehingga terutang PPh
pasal 21 (taxable) berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPh. Sedangkan pemberian
imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan (fringe benefit) tidak dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto (non deductable expense) perusahaan, berdasarkan pasal 9
ayat (1) huruf e UU PPh. Disisi lain berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh,
imbalan yang diterima pegawai dalam bentuk natura/kenikmatan (fringe benefit)
tersebut bukan merupakan Objek Pajak sehingga tidak terutang PPh Pasal 21 (non
taxable). Pemberian yang diterima pegawai diluar upah/gaji perusahaan :
1. Pemberian bonus berdasarkan laba perusahaan yang diberikan pertahun. Bonus
yang diberikan perusahaan ini tidak dapat dibiayakan perusahaan tetapi
merupakan objek pajak bagi karyawan (penghasilan).
2. Iuran Jaminan Hari Tua yang diterima karyawan dapat dibiayakan pada
perusahaan namun bukan objek pajak karyawan (bukan penghasilan).
3. Antar jemput karyawan yang disediakan oleh perusahaan yang bertempat tinggal
jauh dari lokasi perusahaan, dapat dibiayakan pada perusahaan tetapi bukan
objek pajak bagi karyawan (bukan penghasilan).
4. Tunjangan kesehatan atau jasa dokter dan obat. Ini dapat dibiayakan atau tidak
tergantung pada keinginan perusahaan atau transaksi yang dibuat.
68
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian sesuai dengan temuan dan aplikasinya, maka
disimpulkan:
1. Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses
merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak agar utang pajak berada dalam
jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan.
Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak yang
merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi
jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk
memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.
2. Tax planning pada PT. Semen Tonasa Pangkep memungkinkan perencanaan
pajak yang akan dibayarkan, agar tidak terjadi kelebihan dalam membayar pajak,
tapi tidak berarti sebagai upaya menghindari pajak. Tax planning menjadi upaya
menekan jumlah kewajiban pajak dengan cara legal. Terlihat penghematan pajak
yang diperoleh akibat dilakukannya tax planning adalah sebesar Rp. 606.385.
Laba bersih komersil setelah pajak sebagai jumlah uang yang diperoleh
perusahaan setelah dipotong pajak penghasilan yaitu sebesar Rp. 542.980.737
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, selanjutnya akan
disarankan sebagai masukan kepada pihak yang berkompeten pada PT. Semen
69
Tonasa Pangkep dalam penerapan tax planning atas pajak penghasilan badan,
yaitu:
1. Pimpinan PT. Semen Tonasa Pangkep tetap mempertahankan penerapan tax
planning
karena telah sesuai dengan peraturan undang-undang perpajakan
yang berlaku. Serta yang terpenting adalah, perusahaan harus senantiasa
mengikuti perkembangan peraturan-peraturan perpajakan ataupun isu-isu terkait
dengan perpajakan.
2. Hasil dari suatu perencanaan pajak baik atau tidak, tentu harus dievaluasi
melalui berbagai rencana yang dibuat. Dengan demikian, keputusan yang terbaik
atas suatu perencanaan pajak harus sesuai dengan bentuk dan tujuan operasi.
Perbandingan berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai dengan
bentuk perencanaan yang diinginkan, karena terkadang suatu perencanaan
harus diubah mengingat adanya perubahan peraturan perundang-undangan.
3. Sepanjang penghematan pajak masih besar, rencana tersebut harus tetap
dijalankan, karena walau bagaimanapun juga kerugian yang ditanggung
merupakan kerugian minimal. Jadi, akan sangat membantu jika pembuatan
suatu rencana disertai dengan gambaran atau perkiraan berapa peluang
kesuksesan dan berapa laba potensial yang akan diperoleh jika berhasil maupun
kerugian potensial jika terjadi kegagalan
5.3 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini hanya meneliti mengenai penerapan tax planning untuk pajak
penghasilan badan dalam hal ini perusahaan yang bersangkutan, tidak meneliti
mengenai pajak penghasilan yang diperoleh oleh karyawannya.
2. Penelitian ini hanya berfokus satu perusahaan, yang seharusnya bisa juga
diperbandingkan dengan perusahaan lainnya, sehingga dapat dilihat seberapa
70
besar penghematan yang dihasilkan dari perusahaan itu sendiri dengan
perusahaan pesaingnya.
71
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka
Cipta, Yogyakarta
Brotodihardjo R. Santoso, 1993. Pengantar Hukum Pajak, PT. Eresco, Bandung
Direktorat Jenderal Pajak. 2008. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempaat atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan. Jakarta
__________.2009. keputusan direktur jenderal pajak nomor KEP – 57/PJ/2009
tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Dan
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal
26 Sehubungan dengan Pekerjaan Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Jakarta.
__________ 2009. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP – 51/PJ/2009
tentang Tata Cara Pemberian dan Penetapan Besaran Kupon Makanan dan
/atau Minuman Bagi Pegawai, Kriteria dan Tata cara Penetapan Daerah
Tertentu dan Batasan Mengenai Saran dan fasilitas di Lokasi Kerja. Jakarta.
__________ 2002.Keputusan Direktur jenderal Pajak Nomor KEP-220/PJ/2002
tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler
dan Kendaraan Perusahaan. Jakarta.
Djoko Muljona dan Barunu Wicaksono. 2009. Akuntansi Pajak Lanjutan. Yogyakarta:
ANDI.
Hernanto, 2001. Perencanaan Pajak. Salemba Empat. Jakarta.
Kementrian Keuangan Republik Indonesia.1991. Keputusan Menteri keuangan
Republik Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna
– Usaha (Leasing). Jakarta.
72
__________ 2009. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
83/PMK.03/2009 tentang penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh
Pegawai dan Penggantian Atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan
Atau jasa Yang diberikan Dalam Bentuk Natura Dan Kenikmatan Di Daerah
Tertentu Serta Yang Bertkaitan DenganPelaksanaan Pekerjaan Yang Dapat
Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja. Jakarta.
Lumbantoruan, Shopar, 1996. Akuntansi Pajak.Gramedia widiasrana. Jakarta.
Mardiasmo. 2009. PERPAJAKAN Edisi Revisi 2009. Yogyakarta : ANDI.
Muljono, Djoko. 2009. TAX PLANNING – Menyiasati Pajak dengan Bijak.
Yogyakarta : ANDI.
Nur Musdalifah. 2008. Analisis Perencanaan Pajak (Tax planning) dalam Upaya
Efisiensi Pembayaran Beban Pajak Penghasilan PT Makassar Indah Graha
Sarana.Skripsi. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Pangaribuan,
Freddy.
2008.
Manajemen
Pajak
(Tax
Management).http://freddypangaribuan.vox.com/library/post/manajemenpajak-tax-management.html
Resmi,Sitti. 2009. Perpajakan : Teori dan Kasus, Edisi 5 Buku I, Jakarta : PT
Salemba Empat.
Suandy, Erly. 2003. Perencanaan Pajak. Jakarta : PT Salemba Empat.
Syamsuddin, Futriana. 2011. Analisis Perencanaan Pajak (Tax planning) Untuk
Meminimalkan Jumlah Pajak Penghasilan Pada PT XYZ.Skripsi. Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin. Makassar.
Waluyo. 2006. PERPAJAKAN INDONESIA : Pembahasan Sesuai dengan
Ketentuan Perundang - undangan Perpajakan dan Aturan Pelaksanaan
Perpajakan Terbaru. Jakarta : Salemba Empat.
73
Undang-Undang Pajak Tahun 2000, 2001. Edisi Lengkap, Salemba Empat, Jakarta
Undang-Undang Perpajakan No.10 Tahun 1994, 1997, Citra Umbara, Bandung
Zain, Muhammad, 2003, Manajemen Perpajakan, Edisi Pertama, Salemba Empat,
Jakarta.
74
75
76
77
78
BIODATA
IDENTITAS DIRI
Nama
Tempat, Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Alamat Rumah
No. Handphone
Alamat Email
Golongan Darah
Hobby
: Akbar Wijaya
: Sidrap, 07 Mei 1989
: Laki-laki
: BTP Blok K No. 456 Makassar
: 085 341 909 888
: [email protected]
:A
: Musik
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Pendidikan Formal




1995
2001
2004
2007
–
–
–
–
2001
2004
2007
2014
: SD Negeri 1 Duapitue
: SMP Negeri 1 Duapitue
: SMA Negeri 1 Maniangpajo
: Mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Hasanuddin
2. Pendidikan Non Formal
Pendidikan dan Latihan MAPS Community Angkatan XIII
PENGALAMAN ORGANISASI





Staf Penjualan di Toko “Primacomp” Makassar Tahun 2007 – 2009
Marketing di PT. AIA Financial Tahun 2009 – 2010
Staf Keuangan di PT. Akar Mas Development Tahun 2010 – 2011
Berwirausaha pada Tahun 2011 – 2013
Driver Taxi Bosowa pada Tahun 2013 – 2014
Download