student - centered learning - Petra Christian University

advertisement
STUDENT - CENTERED LEARNING:
The Urgency and Possibilities*
Prof. Dr. Aris Pongtuluran, dr., MPH.
Rektor Universitas Kristen Petra
E-mail: [email protected]
Arlinah Imam Rahardjo, MLIS
Staf Ahli Rektor
E-mail: [email protected]
I.
Latar Belakang
Dalam laporan kepada Unesco dari Komisi Internasional tentang Pendidikan Untuk
Abad XXII (1996), disebutkan bahwa dalam pengembangan pendidikan seumur hidup
harus berlandaskan pada 4 pilar: Belajar Mengetahui (Learning to Know), Belajar
Berbuat (Learning to Do), Belajar Hidup Bersama (Learning to Live Together) dan
Belajar Menjadi Seseorang (Learning to Be). (Belajar: Harta Karun di dalamnya, 1996)
•
Belajar Mengetahui, memadukan antara kesempatan untuk memperoleh pengetahuan
umum yang cukup luas dengan kesempatan untuk bekerja pada sejumlah subyek
yang lebih kecil secara lebih mendalam. Dalam tahap ini,
kesempatan untuk
mengembangkan sikap dan cara belajar untuk belajar (Learning to learn) lebih
penting daripada sekedar memperoleh informasi. Peserta didik bukan hanya disiapkan
untuk dapat menjawab permasalahan dalam jangka dekat, tetapi untuk mendorong
mereka untuk memahami, mengembangkan rasa ingin tahu intelektual, merangsang
pikiran kritis serta kemampuan mengambil keputusan secara mandiri, agar dapat
menjadi bekal sepanjang hidup. Belajar jenis ini dapat dilakukan melalui kesempatankesempatan berdiskusi, melakukan percobaan-percobaan di laboratorium, menghadiri
pertemuan ilmiah serta kegiatan ekstrakurikuler atau berorganisasi.
•
Belajar Berbuat, memberi kesempatan kepada peserta didik untuk tidak hanya
memperoleh ketrampilan kerja, tetapi juga memperoleh kompentensi untuk
menghadapi pelbagai situasi serta kemampuan bekerja dalam tim, berkomunikasi,
serta menangani dan menyelesaikan masalah dan perselisihan. Termasuk didalam
pengertian ini adalah kesempatan untuk memperoleh pengalaman dalam bersosialisasi
maupun bekerja di luar kurikulum seperti magang kerja, aktivitas pengabdian
masyarakat, berorganisasi serta mengikuti pertemuan-pertemuan ilmiah dalam konteks
lokal maupun nasional, ataupun dikaitkan dengan program belajar seperti praktek kerja
lapangan, kuliah kerja nyata atau melakukan penelitian bersama.
•
Belajar Hidup Bersama, mengembangkan pengertian atas diri orang lain dengan cara
mengenali diri sendiri serta menghargai ke-saling-tergantung-an, melaksanakan
*
Ditulis bersama Arlinah Imam Rahardjo, MLIS
Hal. 2 dari 10
proyek bersama dan belajar mengatasi konflik dengan semangat menghargai nilai
pluralitas, saling-mengerti dan perdamaian. Kesempatan untuk menjalin hubungan
antara pendidik dan peserta didik, dorongan dan penyediaan waktu yang cukup untuk
memberi kesempatan bekerjasama dan berpartisipasi dalam kegiatan budaya, olahraga,
serta keterlibatan dalam organisasi sosial maupun profesi diluar sekolah.
•
Belajar menjadi seseorang, mengembangkan kepribadian dan kemampuan untuk
bertindak secara mandiri, kritis, penuh pertimbangan serta bertanggung jawab. Dalam
hal ini pendidikan tak bisa mengabaikan satu aspek pun dari potensi seseorang seperti
ingatan, akal sehat, estetika, kemampuan fisik serta ketrampilan berkomunikasi.
Telah banyak diakui bahwa sistem pendidikan formal saat ini cenderung untuk
memberi tekanan pada penguasaan ilmu pengetahuan saja yang akhirnya merusak bentuk
belajar yang lain. Kini telah tiba saatnya untuk memikirkan bentuk pendidikan secara
menyeluruh, yang dapat menggiring terjadinya perubahan–perubahan kebijakan
pendidikan di masa akan datang, dalam kaitan dengan isi maupun metode.
II.
Pendidikan di Sekolah-Sekolah Kita Saat Ini
Kalau kita perhatikan tujuan pendidikan nasional serta tujuan dari masing-masing
jenjang pendidikan seperti yang termaktub di dalam sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan-peraturan Pemerintah RI, maka akan kita baca sebagai berikut (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1992):
•
Pendidikan Nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap
dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
•
Pendidikan Prasekolah bertujuan untuk membantu meletakkan dasar ke arah
perkembangan sikap pengetahuan, ketrampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh
anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan
dan perkembangan selanjutnya.
•
Pendidikan Dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada
peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota
masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta
didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
•
Pendidikan Menengah bertujuan
a. meningkatkan pengetahuan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan pada
jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian;
Student-Centered Learning: The Urgency and Possibilities
Petra Christian University
Hal. 3 dari 10
b. meningkatkan kemampuan peserta didik sebagai anggota masyarakat dalam
mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam
sekitarnya.
•
Pendidikan Tinggi bertujuan
a. menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau
menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
b. mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Agar tujuan-tujuan di atas dapat tertuang dalam undang-undang maupun peraturan
secara tepat, pendidikan harus diwujudkan sebagai pengajaran, pembimbingan dan
pelatihan ( teaching, guiding and training); mengajar untuk memberikan pengetahuan,
membimbing untuk menanamkan sikap dan melatih untuk meningkatkan ketrampilan.
Semua ini harus dilakukan secara berkesinambungan di rumah, sekolah dan masyarakat
seumur hidup.
Masih harus diakui bahwa guru memainkan peranan utama dalam proses
menghasilkan pendidikan yang berkualitas, namun guru bukan satu-satunya sumber ilmu
pengetahuan. Hal lain yang perlu dipikirkan dalam memajukan proses belajar mengajar
adalah kurikulum, program-program pendidikan, sumber daya, fasilitas pendidikan,
keuangan, manajemen dan kepemimpinan pendidikan..
Karena pelbagai alasan, pendidikan di sekolah-sekolah kita saat ini masih
merupakan pendidikan yang berfokus pada pengajar (Instructor-Centered Learning).
Konsentrasi utama dalam proses belajar mengajar terkonsentrasi pada aspek mengajar
saja. Bimbingan serta pelatihan sendiri hampir tidak ada. Bukan guru yang harus
disalahkan, tapi seluruh sistem pendidikan. Kurikulum nasional yang ada terlalu kaku dan
tersentralisir. Terlalu banyak subyek diajarkan di sekolah dalam 37 – 42 jam per minggu,
bahkan inovasi kecil saja tidak mungkin dilakukan. Para guru dihantui oleh kurikulum
nasional dan silabus untuk dilaksanakan tepat waktu. Kurikulum, walaupun ada
kemungkinan untuk mengadaptasikannya dalam konteks lokal, waktu yang teralokasi tak
cukup bahkan untuk melaksanakan kurikulum nasional itu sendiri. Jalan keluar yang
akhirnya dipikirkan guru adalah “bookish”, yang artinya bahwa apapun yang dikatakan
dalam buku wajib nasional harus dianggap benar., tanpa adaptasi dengan situasi dan
kondisi lokal secara kontekstual, tanpa interprestasi lanjutan dari guru, tak ada pula
improvisasi dari guru apalagi peserta didik.
Contoh sederhana berikut ini menggambarkan betapa salah seorang guru SD
menjadi “yes man” terhadap buku (petunjuk dari pusat).
• Pertanyaan berganda (mutiple choice): “Kalau rumah ditinggal keluar, mana jawaban
yang benar? a: dikunci; b: dijaga satpam; c: dijaga anjing; atau dititipkan tetangga?”
Menurut buku harus dijawab: dikunci. Anak yang menjawab dijaga satpam pasti
disalahkan, apalagi yang lain-lain.
Student-Centered Learning: The Urgency and Possibilities
Petra Christian University
Hal. 4 dari 10
•
Pertanyaan berikut adalah pengalaman kawan saya. Anaknya ditanya: Dimana letak
Bunaken? Dijawab: di Sulawesi Utara. Gurunya mengatakan: di Sulawesi Selatan.
Sang Anak mempertahankan karena pernah berkunjung ke Bunaken, namun gurunya
tetap mengatakan salah, karena kebetulan bukunya mengatakan di Sulawesi Selatan.
Student-Centered Learning: The Urgency and Possibilities
Petra Christian University
Hal. 5 dari 10
Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa proses belajar mengajar di sekolahsekolah saat ini lebih ditekankan untuk menghafal jawaban yang benar, bukan memberikan
jawaban-jawaban yang memungkinkan, yang lebih sesuai dengan kenyataaan sehari-hari
dalam menghadapi permasalahan. Peserta didik diharuskan mempelajari serta memberi
jawaban sesuai dengan buku atau kurikulum standar, bukan apa yang ingin dipelajari atau
ingin dikerjakan oleh peserta didik. Pilihan untuk belajar tidak terletak pada minat atau
kemampuan peserta didik. Dengan demikian peserta didik akan kehilangan motivasi untuk
belajar. Penilaian yang diberikan hanya memancing perasaan takut akan kegagalan atau
tidak naik kelas yang hanya merupakan motivasi ekstrinsik
III. Mengapa Student-Centered Learning Perlu?
Sebelum usia sekolah, anak jarang menerima pendidikan secara formal. Orang tua
menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh anak-anak secara alami yang membawa anak
dari satu pertanyaan ke pertanyaan lain yang berkaitan dengan apa yang ingin diketahui
olehnya. Kadang anak menolak bantuan dalam mengerjakan sesuatu hingga benar-benar
tak mampu mengerjakannya sendiri. Mereka lebih suka mencoba mengerjakan sendiri.
Orang tua yang bijak akan membiarkan tetapi selalu siap sedia jika anak bertanya atau
membutuhkan pertolongan. Dengan demikian anak memegang kontrol atas cara belajarnya
sendiri. Mereka tidak belajar karena disuruh. Bimbingan secara individu, ketika
dibutuhkan, adalah dasar dari pendidikan yang diterima anak sebelum masuk sekolah,
sehingga mereka merasa sedang bermain, tidak merasa terpaksa untuk belajar. Dari proses
itu, motivasi intrinsik anak untuk belajar akan tergali dan berkembang secara alami.
Begitu anak siap untuk memasuki sekolah secara formal, antusiasme dan
kesenangan dalam belajar menjadi hilang. Anak cepat menjadi bosan, lebih tertarik pada
hal-hal lain seperti menonton televisi, bermain dan sebagainya. Motivasi untuk belajar
menjadi hilang disebabkan oleh kenyataan bahwa anak diharuskan belajar menurut apa
yang harus dipelajari, bukan apa yang diinginkan anak, padahal motivasi dari dalam diri
sendiri adalah sangat dibutuhkan bagi seorang anak untuk terus dan suka belajar.
Sistem pendidikan kita saat ini dibangun dengan mengacu pada tujuan dari para
pendidik bukan peserta didik. Tujuan, materi serta metode pendidikan ditetapkan
berdasarkan pada apa yang diinginkan dan dianggap perlu diketahui dan dipelajari oleh
peserta didik secara seragam, tanpa memperdulikan keaneka-ragaman kebutuhan, minat,
kemampuan serta gaya belajar tiap peserta didik. Tiap anak berbeda dan karena apa yang
dipelajari oleh peserta didik tidak semuanya merupakan kebutuhan yang ingin dipelajari
oleh peserta didik, materi menjadi sulit dicerna oleh sebagian besar peserta didik. Sebagian
peserta didik memang belajar ataupun mengerti materi yang diajarkan, tetapi sering
sifatnya hanya jangka pendek, untuk keperluan menjawab ulangan atau memperoleh nilai
bagus untuk naik kelas. Ilmu pengetahuan yang dipelajari sering tak dapat diingat ketika
harus memecahkan persoalan nyata. Motivasi untuk belajar hanya bersifat terpaksa, karena
datangnya dari luar dirinya, bukan dari dalam dirinya sendiri.
Student-Centered Learning: The Urgency and Possibilities
Petra Christian University
Hal. 6 dari 10
Sementara itu, era globalisasi serta perkembangan teknologi informasi telah
menimbulkan perubahan-perubahan yang sangat cepat di segala bidang. Batasan wilayah,
bahasa dan budaya yang semakin tipis, serta akses informasi yang semakin mudah
menyebabkan ilmu pengetahuan dan keahlian yang diperoleh seseorang menjadi cepat
usang. Persaingan yang semakin tajam akibat globalisasi serta kondisi perekonomian yang
mengalami banyak kesulitan, terutama di Indonesia, membutuhkan sumber daya manusia
yang kreatif, memiliki jiwa enterpreneur serta kepemimpinan. Pendidikan yang
menekankan hanya pada proses transfer ilmu pengetahuan tidak lagi relevan, karena hanya
akan menghasilkan sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan masa lampau,
tanpa dapat mengadaptasinya dengan kebutuhan masa kini dan masa depan.
Student-Centered Learning, yang menekankan pada minat, kebutuhan dan
kemampuan individu, menjanjikan model belajar yang menggali motivasi intrinsik untuk
membangun masyarakat yang suka dan selalu belajar. Model belajar ini sekaligus
dapat mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan masyarakat seperti
kreativitas, kepemimpinan, rasa percaya diri, kemandirian, kedisiplinan, kekritisan
dalam berpikir, kemampuan berkomunikasi dan bekerja dalam tim, keahlian teknis,
serta wawasan global untuk dapat selalu beradaptasi terhadap perubahan dan
perkembangan.
Demikian pula halnya dengan sistem politik yang mengharuskan adanya kepatuhan
pada pemerintah secara sentral dalam banyak bidang termasuk pendidikan serta budaya
paternalistik yang mengharuskan anak menurut pada orang tua, atasan atau guru yang
dibangun dalam jangka waktu berabad-abad lamanya, telah ikut ambil bagian dalam
menghilangkan proses demokrasi di negara kita. Hal ini pula mengakibatkan terbentuknya
masyarakat “yes man”, yang sering secara tak sadar menjadi tidak kreatif, tidak mandiri,
tidak berani menyatakan pendapat, mudah dikendalikan orang lain serta tidak mampu
bersaing.
Melalui sistem Student-Centered Learning yang menghargai keunikan tiap
individu dari tiap peserta didik, baik dalam minat, bakat, pendapat serta cara dalam gaya
belajarnya, tiap peserta didik disiapkan untuk dapat menghargai diri sendiri, orang lain
serta perbedaan, menjadi bagian dari masyarakat yang demokratis dan berwawasan global.
IV. Apa Yang Dimaksud Dengan Student-Centered Learning?
Student-Centered Learning adalah suatu model pembelajaran yang menempatkan
peserta didik sebagai pusat dari proses belajar. Model pembelajaran ini berbeda dari model
belajar Instructor-Centered Learning yang menekankan pada transfer pengetahuan dari
guru ke murid yang relatif bersikap pasif.
Dalam menerapkan konsep Student-Centered Leaning, peserta didik diharapkan
sebagai peserta aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang bertanggung jawab dan
berinitiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, menemukan sumber-sumber informasi
untuk dapat menjawab kebutuhannya, membangun serta mempresentasikan
pengetahuannya berdasarkan kebutuhan serta sumber-sumber yang ditemukannya. Dalam
batas-batas tertentu peserta didik dapat memilih sendiri apa yang akan dipelajarinya.
Student-Centered Learning: The Urgency and Possibilities
Petra Christian University
Hal. 7 dari 10
Dengan anggapan bahwa tiap peserta didik adalah individu yang unik, proses,
materi dan metode belajar disesuaikan secara fleksibel dengan minat, bakat, kecepatan,
gaya serta strategi belajar dari tiap peserta didik. Tersedianya pilihan-pilihan bebas ini
bertujuan untuk menggali motivasi intrinsik dari dalam dirinya sendiri untuk belajar sesuai
dengan kebutuhannya secara individu, bukan kebutuhan yang diseragamkan.
Sebagai ganti proses transfer ilmu pengetahuan, peserta didik lebih diarahkan untuk
belajar ketrampilan Learn how to learn seperti problem solving, berpikir kritis dan
reflektif serta ketrampilan untuk bekerja dalam tim.
Evaluasi bukan merupakan evaluasi standar yang berlaku untuk seluruh peserta didik,
tetapi lebih bersifat individu sepanjang proses pendidikannya. Pembuatan portfolio bagi
peserta didik merupakan salah satu bentuk evaluasi peserta didik sepanjang proses belajar.
Peran serta guru, murid serta orang tua peserta didik sangatlah dibutuhkan dalam
merencanakan proses belajar serta proses dan bentuk evaluasi
V. Mungkinkah Pendidikan Kita Mengacu Pada StudentCentered Learning?
Melihat kembali pada proses perkembangan seorang anak, secara alami sebenarnya
tiap anak memiliki potensi serta keinginan untuk belajar. Secara alami pula anak akan
makin suka belajar jika diberi kesempatan belajar seluas-luasnya seiring dengan
kebutuhannya, bukannya dipaksakan oleh orang lain. Agar anak dapat terus
mengembangkan motivasi untuk terus dan suka belajar, dunia pendidikan hanya perlu
mempelajari dan mengadaptasi proses belajar alami yang dialami oleh setiap anak untuk
dapat dikembangkan pula di sekolah.
Kalau diperhatikan pula, maka proses belajar alami ini lebih mengacu pada
kebutuhan, minat, kemampuan serta gaya belajar dari anak itu sendiri sesuai dengan
tingkat perkembangannya. Dengan demikian, mengacu pada konsep Student-Centered
Learning adalah suatu langkah back to basic, yang mengembalikan cara belajar ke proses
belajar alami dari setiap anak.
Untuk kembali ke konsep dasar pendidikan yang mengacu pada peserta didik ini,
tentunya cara berpikir dari para pendidik yang perlu direformasi, disamping beberapa
faktor pendukung yang sangat diperlukan, tentunya harus disesuaikan dengan makin
meningkatnya kebutuhan sesuai dengan perkembangan usia, minat ataupun kemampuan
tiap peserta didik.
Beberapa hal utama yang perlu disiapkan adalah:
•
Perubahan Sikap dan Peranan Pendidik
Dalam konsep belajar Instructor-Centered Learning, pendidik memainkan peranan
utama dalam mentransfer ilmu pengetahuan ke peserta didik. Pendidik harus
Student-Centered Learning: The Urgency and Possibilities
Petra Christian University
Hal. 8 dari 10
mempersiapkan materi selengkap mungkin, menerangkan secara searah. Peserta didik akan
menerima secara pasif materi yang diberikan dengan mencatat serta menghafal. Dengan
demikian sumber belajar utama adalah pendidik. Dengan menerapkan konsep StudentCentered Learning, sebagian beban dalam mempersiapkan serta mengkomunikasikan
materi berpindah ke peserta didik yang harus pula berperan secara aktif. Pendidik bukan
lagi tokoh sentral yang tahu segalanya. Tidak berarti bahwa tugas pendidik menjadi lebih
ringan atau tidak lagi penting. Pendidik tetap memainkan peran utama dalam proses
belajar, tetapi bukan sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Melalui pelbagai
metode, seperti diskusi, pembahasan masalah-masalah nyata, proyek bersama, belajar
secara kooperatif (Cooperative Learning), serta tugas-tugas mandiri, pendidik akan lebih
dituntut sebagai motivator, dinamisator dan fasilitator, yang membimbing, mendorong,
serta mengarahkan peserta didik untuk menggali persoalan, mencari sumber jawaban,
menyatakan pendapat serta membangun pengetahuan sendiri. Dalam perubahan peranan
ini, dibutuhkan kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi serta keterbukaan dari
pendidik untuk dapat menjalin hubungan secara individu, untuk dapat mengerti serta
mengikuti perkembangan dari masing-masing peserta didik, disamping tentunya wawasan
yang luas dalam mengarahkan peserta didik ke sumber-sumber belajar yang dapat digali.
Hati dan ilmu menjadi tuntutan bagi pendidik dalam menerapkan konsep Student-Centered
Learning.
•
Perubahan Metode Belajar
Jika seorang berpikir bahwa ia sedang bersenang-senang ketika ia sedang belajar,
maka ia akan lupa bahwa ia sedang belajar dan dengan sendirinya akan menikmati dan
mendapatkan banyak manfaat (Burns, 1997). Ungkapan ini merupakan ungkapan yang
sering terlupakan oleh pendidik. Penerapan kedisiplinan dengan cara yang salah,
kurikulum standar dan sebagainya yang membuat anak tidak memiliki pilihan sendiri
tentunya tidak akan membuat peserta didik merasa sedang bersenang-senang, karena tidak
sesuai dengan apa yang disukainya.
Beberapa metode belajar yang mengacu pada belajar secara alamiah dan mengacu
pada keunikan individu yang perlu dikembangkan adalah collaborative learning, problembased learning, portfolio, team project, resource-based learning. Metode-metode ini
menekankan pada hal-hal seperti kerjasama tim, diskusi, jawaban-jawaban terbuka (openended answer), interaktivitas, mengerjakan proyek nyata bukan hanya menghafal, serta
belajar cara untuk belajar, bukan hanya memperoleh ilmu pengetahuan dan sebagainya.
•
Akses ke Pelbagai Sumber Belajar
Untuk menunjang metode belajar yang memberi kesempatan bagi peserta didik
untuk mengenali permasalahan, serta menggali informasi sebanyak mungkin secara
mandiri, akses informasi tidak boleh lagi dibatasi hanya pada guru, buku wajib serta
perpustakaan lokal saja. Peserta didik perlu ditunjang dengan akses tanpa batas ke pelbagai
sumber informasi, antara lain industri, organisasi sosial maupun profesi, media massa, para
ahli dalam bidang masing-masing, bahkan dari masyarakat, keluarga maupun sesama
peserta didik. Perkembangan teknologi informasi bahkan memungkinkan tersedianya akses
ke pelbagai informasi global ke seluruh dunia, melalui akses ke perpustakaan maya
(virtual library), museum maya (virtual museum), pangkalan-pangkalan data di web, atau
bahkan kemungkinan untuk dapat berhubungan langsung dengan para ahli internasional.
Student-Centered Learning: The Urgency and Possibilities
Petra Christian University
Hal. 9 dari 10
•
Penyediaan Infrastruktur Yang Menunjang
Untuk mendukung perubahan serta kebutuhan yang diperlukan dalam menerapkan
konsep Student-Centered Learning secara maksimal, perlu adanya infrastruktur yang
menunjang.
Jaringan kerjasama antar institusi baik pendidikan maupun non pendidikan secara
nasional, regional maupun internasional akan sangat mendukung terbukanya kesempatan
untuk belajar diluar batasan dinding sekolah atau budaya sehingga lebih memperkaya
pengertian akan perbedaan sekaligus menambah wawasan ilmu pengetahuan menjadi lebih
tak terbatas.
Fasilitas pendamping pendidikan seperti perpustakaan, museum sekolah,
laboratorium, pusat komputer maupun layanan administrasi yang memudahkan, responsif,
simpatik, serta mengacu pada kepuasan dan kebutuhan peserta didik, akan sangat
mendukung terciptanya budaya Student-Centered Learning.
Pemanfaatan teknologi informasi, seperti komputer, telekomunikasi dan jaringan
baik dalam kampus maupun luar kampus seperti Internet, merupakan pendukung yang
sangat penting dalam menunjang terciptanya fleksibilitas dalam memilih tempat dan waktu
belajar, menghubungkan peserta didik dengan akses ke sumber belajar yang luas,
kolaborasi serta komunikasi antar pendidik dan peserta didik, orang tua, sesama peserta
didik maupun para ahli. Teknologi informasi yang memiliki keunggulan dalam hal
komunikasi dan interaktivitas tanpa batasan waktu dan tempat, serta kemampuan
multimedia yang sekaligus menampilkan teks, gambar, suara dan gerak, merupakan media
yang menarik baik bagi seorang anak maupun dewasa.
VI. Kemana Kita Melangkah?
Kebutuhan akan konsep Student-Centered Learning telah didepan mata, tetapi
untuk menerapkannya tidaklah mudah. Teori boleh berkembang tetapi prakteknya akan
dapat menjadi lain. Banyak usaha, penyangkalan, penolakan, kekagetan akan dijumpai baik
dari pihak peserta didik, pendidik serta pihak-pihak lain terkait sebelum konsep ini
diterima dan dirasakan hasilnya. Untuk itu, diperlukan komitmen dari banyak pihak untuk
melakukan perubahan dalam banyak hal yang menyangkut kebijakan, kurikulum,
pengembangan sumber daya manusia, penyediaan infrasturktur serta pendanaan sehingga
dapat ditemukan bentuk yang paling tepat dalam mengembangkan konsep StudentCentered Learning untuk masing-masing institusi. Saling belajar dan menimba
pengalaman antar institusi pendidikan merupakan juga salah satu usaha jaringan kerjasama
untuk dapat memantapkan langkah.
Student-Centered Learning: The Urgency and Possibilities
Petra Christian University
Hal. 10 dari
10
REFERENSI
Burns, Anthony. Multimedia as a Quality Solution. Quality Progress, February 1997.
p.51-54
Colorado. Division of Student Affairs. Culture of a Student-Centered Learning
Environment. http://www.colorado.edu/sacs/stu-affairs/centered/concept.html
Delors, Jacques. Belajar: Harta Karun Di Dalamnya: Laporan kepada Unesco dari
Komisi Internasional Tentang Pendidikan Untuk Abad XXI. Paris: Unesco, 1996
Eight Things That Can Be Done. http://www.ils.nwu.edu/~e_for_e/nodes/NODE-284-pg.html
Felder, Richard M. and Brent, Rebecca. Navigating the Bumpy Road to Student-Centered
Instruction. http://www2.ncsu.edu/unity/lockers/users/f/felder/public/Papers/Resist.html
Formal Education vs. Childhood Learning. http://www.ils.nwu.edu/~e_for_e/nodes/ NODE47-pg.html
The Goals of the Current Educational System. http://www.ils.nwu.edu/~e_for_e/nodes/
NODE-28-pg.html
Rahardjo, Arlinah, Meilania and Aditya Nugraha. Internet as an Alternative Media For
Creating a Learning Society. Surabaya: UK Petra, 1998
Student-Centered Learning: Selected Web Resources. http://elisp.nv.cc.va.us/scl.htm
Top Ten Mistakes in Education. http://www.ils.nwu.edu/~e_for_e/nodes/NODE-283-pg.html
What is Student Centered Learning? http://athena.wednet.edu/curric/weather/adptcty/
stcntr.html
Why Schools Fail to Teach Our Children. http://www.ils.nwu.edu/~e_for_e/nodes/NODE-40pg.html
Student-Centered Learning: The Urgency and Possibilities
Petra Christian University
Download